Upload
duongdan
View
236
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PRAKTEK POLIGAMI DI KALANGAN JEMAAH GLOBAL IKHWAN
BOGOR
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Hukum (S.H.)
Oleh:
MUHAMMAD FAISAL AMIN
NIM. 1112044100001
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018 M
ABSTRAK
Muhammad Faisal Amin. NIM 1112044100001. PRAKTEK POLIGAMI DI
KALANGAN JEMAAH GLOBAL IKHWAN SENTUL, BOGOR. Program Studi
Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 1438 H/2017 M. xi + 76 halaman.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui praktik poligami yang berlaku di
kalangan Jemaah Global Ikhwan di Sentul, Bogor. Skripsi ini terlebih dahulu
memaparkan praktek perkawinan monogami dan poligami Jemaah Global Ikhwan.
Skripsi ini juga menganalisa faktor-faktor yang menyebabkan terlaksananya praktek
poligami di kalangan Jemaah Global Ikhwan. Terakhir, skripsi ini menganalisa urgensi
pelaksanaan praktek poligami di kalangan Jemaah Global Ikhwan di Sentul, Bogor.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (Field Research) yang
dikembangkan menjadi penelitian kualitatif dengan jenis penelitian hukum normative-
empiris (applied law research). Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data
berupa hasil wawancara (interview) dan pengamatan (observation) yang diolah
menggunakan metode analisis induktif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 13 keluarga poligami Jemaah
Global Ikhwan yang sah dan legal yang berdomisili di Sentul, Bogor. Jemaah Global
Ikhwan diikat dalam sistem pelaksanaan perkawinan monogami dan poligami yang
diatur oleh Pengurus Global Ikhwan. Selain itu, analisa urgensi berpoligami Jemaah
Global Ikhwan menunjukan bahwa dari sekian banyak poin yang dipaparkan Ulama
terkait urgensi berpoligami, dalam hal ini praktek poligami Jemaah Global Ikhwan
memenuhi satu poin urgensi yakni syiar agama Islam.
Kata Kunci : Peradilan Islam, Hukum Keluarga Islam, Bogor, Poligami,
Pembimbing : Dr. H. A. Juaini Syukri, Lc, MA.
Daftar Pustaka : Tahun 1946 s.d. Tahun 2016
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, yang telah
mencurahkan nikmat jasmani dan ruhani kepada kita semua. Salawat dan salam semoga
selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, suri tauladan bagi seluruh umat
manusia. Sungguh, penyelesaian skripsi “Praktek Poligami di Kalangan Jemaah Global
Ikhwan Sentul, Bogor” tidak terlepas dari dukungan moril dan materil dari berbagai
pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan yang
setinggi-tingginya dan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya.
2. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag. dan Indra Rahamatullah, SH.I, MH., Ketua dan
Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga yang senantiasa mengarahkan,
membimbing serta membina para mahasiswa/I dengan semangat juang yang
tinggi.
3. Dr. H. A. Juaini Syukri, Lc, MA., dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan banyak ide, gagasan serta kritik yang membangun semangat belajar
penulis selama masa penulisan skripsi ini. Lebih dari itu, beliau senantiasa sabar
dan selalu menyempatkan waktu untuk memfasilitasi penulis berkonsultasi dan
bertukar banyak pikiran yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan
penelitian ini.
4. Pimpinan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum
yang telah memberikan fasilitas yang memadai, sehingga penulis dapat
menghimpun referensi dengan baik.
5. Dr. Yayan Sofyan, S.H., M.Ag., Dosen Pembimbing Akademik yang senantiasa
memfasilitasi penulis untuk berkonsultasi selama menjalani masa studi.
vii
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan
banyak ilmu dan wawasan yang akan menjadi bekal bagi penulis untuk
melanjutkan studi ke tingkat yang lebih tinggi serta siap sedia di masyarakat.
7. H. Drs. Agus Yusuf dan Hj. Kartinah, S.Pd., orang tua penulis yang telah
memberikan cinta-kasih dan kepercayaan yang begitu besar kepada penulis untuk
menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Keduanya adalah semangat bagi penulis untuk selalu
berusaha menjadi pribadi yang lebih baik dan bisa bermanfaat atas ilmu dan
pengalaman yang telah digapai hingga saat ini. Tidak lupa, penulis juga ucapkan
rasa terima kasih kepada aa dan teteh penulis, Yasir Ahmad Maulana dan Rini
Nuroni Awaliyah. Keduanya selalu menjadi role model bagi penulis untuk terus
menggapai kebanggaan dan prestasi bagi orang tua dan keluarga.
8. Sahabat-sahabat “Capolista”, yang sudah penulis anggap sebagai keluarga
kedua- tempat penulis melepaskan penat, keluh kesah, dan berbagi kebahagiaan.
9. Seluruh rekan mahasiswa/i angkatan 2012, terkhusus kawan-kawan mahasiswa/i
Kelas Peradilan Agama A 2012, penulis sampaikan terima kasih karena telah
menemani dan mengiringi penulis dalam suka duka selama menempuh studi di
Program Studi Hukum Keluarga.
10. Rekan-rekan UKM Bahasa-FLAT UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangsih
yang berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang hukum
keluarga Islam. Selain itu, penulis mengharapkan kritik serta saran yang memebangun
dari seluruh pembaca dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan kualitas tulisan ini.
Jakarta, 18 Januari 2018 M
01 Jumadil Awwal 1439 H
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………….i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………………………....ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI …………………………………………..iii
LEMBAR PERNYATAAN ………………………………………………………iv
ABSTRAK …………………………………………………………………………v
KATA PENGANTAR …………………………………………………………… vi
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …..........................................................1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah …………………………..7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………………………8
D. Metode Penelitian ………………………………………………8
E. Review Studi Terdahulu ……………………………………….12
F. Sistematika Penulisan ………………………………………….13
BAB II LANDASAN TEORI
A. Definisi dan Sejarah Poligami ………………………………….15
B. Poligami dalam Bingkai Hukum Syaraʽ ………………………..21
C. Poligami dalam Bingkai Peraturan Perundang-undangan di
Indonesia ……………………………………………………….33
BAB III ORGANISASI GLOBAL IKHWAN BOGOR
A. Biografi Pendiri Global Ikhwan ………………………………..42
B. Sejarah Pendirian Global Ikhwan ……………………………...44
C. Profil Organisasi …………………………………………….....47
BAB IV ANALISIS DATA
A. Praktek Perkawinan dan Poligami Anggota Global Ikhwan Sentul,
Bogor …………………………………………………………..55
B. Faktor Penyebab Poligami Anggota Global Ikhwan Sentul, Bogor
………………………………………………………………….60
C. Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktek dan Urgensi Poligami
Anggota Global Ikhwan Sentul, Bogor ………………………..64
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………………….71
B. Saran-saran …………………………………………………….72
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….73
LAMPIRAN ………………………………………………………………………77
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia menurut Huzaemah mempunyai tiga motif dasar dalam kehidupan
yaitu motif mutlak, motif biologis, dan motif sosial. Motif mutlak tercermin dari
keinginan dirinya untuk berhubungan dengan Sang Pencipta. Motif biologis
tercermin kepada hal-hal yang berhubungan dengan naluri-naluri alamiah sebagai
manusia. Sedangkan yang terakhir adalah motif sosial merupakan sifat manusia
yang ingin berhubungan dengan makhluk lainnya.1 Dalam hal membentuk
keluarga yang bahagia ketiga motif tersebut mesti diupayakan bersama oleh suami
dan istri. Upaya membentuk keluarga bahagia adalah konsekuensi dan tanggung-
jawab atas keputusan membina sebuah keluarga. Sehingga berkeluarga (menikah)
tetap menjadi media ibadah dalam mendapatkan rida Allah swt. Sebagaimana
dijelaskan dalam Q.S. al-Dzariyat: 49 sebagai berikut.
(٤٩: )الذاريات ونومن كل شيء خلقنا زوجين لعلكم تذكر
Artinya: “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu
mengingat (kebesaran Allah).” (Q.S. al-Dzariyat: 49)
Pada hakikatnya, Islam menjadikan pernikahan lebih dari sekedar jalan
untuk menghalalkan penyaluran hasrat biologis, akan tetapi yang paling utama
adalah untuk menjaga nilai-nilai kehormatan manusia. Oleh sebab itu, seseorang
yang hendak menikah haruslah memiliki kesiapan diri lahir dan batin yang
dilandasi mengharap berkah dan rida Tuhan. Sehingga seharusnya perdebatan
panjang tidak hanya terjadi terkait isu poligami saja namun juga perihal
1 Huzaemah Tahido Yanggo, Hukum Keluarga dalam Islam, (Jakarta: Yayasan Masyarakat
Indonesia Baru, T.th.), h.122-123.
2
monogami pun perlu dipahami secara sempurna sesuai dengan tuntunan syariat
Islam. Tidak sedikit terjadi di masyarakat kasus-kasus keretakan rumah tangga
yang diakibatkan oleh ketidaksiapan suami dan/atau istri untuk membina
kehidupan pernikahan. Alhasil rumah tangga yang tidak harmonis harus berujung
kepada keputusan bercerai yang lebih banyak mendatangkan madlarat
dibandingkan dengan manfaatnya. Hal-hal seperti terputusnya silaturahmi,
terpuruknya mantan istri pasca bercerai, dan terganggunya psikologis anak adalah
sejumlah efek negatif pasca perceraian yang sering ditemukan di masyarakat. Hal
yang demikian tentunya adalah contoh pelaksanaan pernikahan yang jauh dari
hikmah pernikahan menurut Agama Islam.
Sebagaimana disinggung sebelumnya bahwa poligami hingga saat ini masih
banyak diperdebatkan oleh banyak orang di berbagai tempat termasuk di
Indonesia. Kondisi Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk
beragama Islam2 menyebabkan isu-isu terkait keislaman berkembang dinamis dan
menyita perhatian berbagai kalangan, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan
poligami. Bila dirunut, persoalan poligami yang banyak menyita perhatian
masyarakat di Indonesia pernah kembali populer pada tahun 2001 saat muncul
nama Puspo Wardoyo - seorang pengusaha beristri empat asal Solo - yang tenar
karena menggagas acara Poligamy Award yaitu acara yang menganugerahi
penghargaan bagi pelaku-pelaku poligami. Selanjutnya, pada tahun 2006 polemik
poligami kembali bergulir disebabkan karena respon negatif masyarakat atas
keputusan berpoligami Abdullah Gymnastiar yakni Dai dan mantan pimpinan
Darut Tauhid Bandung. Terakhir pada tahun 2011 terjadi fenomena yang akan
menjadi pembahasan penelitian ini yakni terdapat Organisasi bernama Global
Ikhwan yang pernah menggagas klub poligami bernama Klub Taat Suami.
2 Sebanyak lebih kurang 210 juta dari 237.641.325 adalah muslim. Badan Pusat Stastistik,
“Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Agama yang Dianut”, artikel diakses pada 18 Juni 2017
dari http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=321.
3
Klub Taat Suami ini diresmikan dan berada dibawah naungan organisasi
yang bernama Global Ikhwan. Salah satu orang yang memiliki peranan penting
dalam pendirian klub dan organisasi ini adalah Dr. Gina Puspita. Beliau dapat
disebut sebagai perempuan yang “melawan arus” karena disaat para perempuan
lainnya menolak poligami tanpa ampun, beliau justru tampil menjadi perempuan
yang memperjuangkan poligami dengan mendirikan klub tersebut.3 Beliau
memaparkan bahwa Organisasi dan Klub ini tidak hanya pro terhadap poligami
tetapi juga mengajak masyarakat untuk memperjuangkan poligami.4
Global Ikhwan adalah nama resmi saat ini dari organisasi Islam yang pernah
dibubarkan oleh Pemerintah Malaysia yaitu Darul Arqam. Darul Arqam
dibubarkan karena dianggap sebagai gerakan sesat oleh Pemerintah Malaysia.
Meski demikian, Kegiatan Jemaah Darul Arqam tetap berlanjut hingga berdirinya
Rufaqa yang tiada lain adalah Darul Arqam jilid kedua dan pada akhirnya berganti
nama lagi menjadi Global Ikhwan.5
Global Ikhwan di Indonesia telah tersebar di beberapa kota sebagai cabang
dari pusat studi kajiannya yang berada di Sentul, Bogor. Pusat studi kajian yang
berada di Sentul dikenal dengan nama Bandar Ikhwan Sentul yang dinilai sebagai
model perkampungan Islam dan dijadikan pusat kajian Islam tentang keluarga
Islam yang terbuka untuk umum. Model perkampungan Islam ini menampilkan
3 Wisnu Agung Prasetyo, “Dr. Gina Puspita-Deklarator Klub Taat Suami: Poligami itu Bukan
Suami yang Suruh”, artikel diakses pada 19 Juni 2016 dari
https://m.tempo.co/read/news/2011/06/26/001343303/dr-gina-puspita-deklarator-klub-taat-suami-
poligami-itu-bukan-suami-yang-suruh.
4 Wawancara pribadi dengan Bapak Umair, selaku jemaah Global Ikhwan, Tangerang Selatan
pada tanggal 14 Juli 2016.
5 Wawancara pribadi dengan Bapak Umair, selaku jemaah Global Ikhwan, Tangerang Selatan
pada tanggal 14 Juli 2016.
4
kehidupan berpoligami jemaah yang beberapa diantaranya menempatkan seluruh
istrinya tinggal dalam satu atap.6
Berkaitan dengan poligami, bahwasanya persoalan poligami adalah
persoalan yang masih terdapat dalam frame atau ruang lingkup syariat
perkawinan. Oleh sebab itu, untuk memahami poligami mesti terlebih dahulu
diuraikan hal-hal yang terkait dengan perkawinan. Secara umum, terdapat 7
(tujuh) asas atau kaidah hukum tentang pernikahan di Indonesia dalam peraturan
perundang-undangan7 dan salah satunya adalah asas monogami yakni seorang
suami adalah untuk seorang istri.8 Asas pernikahan ini terdapat dalam definisi
pernikahan dalam hukum tertulis di Indonesia yakni pada Pasal 1 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (satu) yang tertulis bahwa perkawinan
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Meskipun demikian, aturan
menyebutkan bahwa dalam kondisi-kondisi tertentu suami diperbolehkan untuk
berpoligami atau memiliki istri hingga empat orang dengan syarat terdapat izin
dari pengadilan.9
6 Ardian Didik, “Manajemen Konflik Suami Istri pada Pasangan Poligami dalam
Mempertahankan Keutuhan Rumah Tangga (Studi Deskriptif Suami Istri pada Pasangan Poligami
yang Tinggal Seatap di Komunitas Global Ikhwan Bogor dalam Mempertahankan Keutuhan Rumah
Tangga)”, h.35.
7 7 (tujuh) asas atau kaidah hukum dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam antara lain: asas membentuk keluarga bahagia dan kekal,
asas keabsahan perkawinan didasarkan pada hukum agama dan kepercayaan masing-masing pihak,
asas monogamy terbuka, asas calon suami dan calon isteri telah matang jiwa raganya, asas
mempersulit terjadinya perceraian, asas keseimbangan hak dan kewajiban suami dan istri, dan asas
pencatatan perkawinan.
8 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h.7-8.
9 Yayan Sopyan, Islam Negara; Transformasi Hukum Pernikahan Islam dalam Hukum
Nasional, (Jakarta: RMBooks, 2012), h.162.
5
Istilah poligami berasal dari Bahasa Yunani. Kata Poligami dibentuk atas
dua suku kata yaitu poli atau polun yang bermakna banyak dan gamein atau
gamos yang bermakna kawin atau pekawinan.10 Secara garis besar, Poligami
adalah ikatan pernikahan yang salah satu pihak (suami) mengawini beberapa
(lebih dari satu) istri dan istri terdahulu belum meninggal atau diceraikan.
Sungguhpun dikenal dalam Islam, Poligami berdasarkan literatur sejarah
telah ada jauh sebelum Islam datang. Poligami sudah lebih dulu ditemukan pada
masyarakat di beberapa bangsa diantaranya adalah Orang-orang Hindu, Bangsa
Israel, Persia, Arab Romawi, Babilonia, Tunisia, dan seterusnya.11 Namun tak
dapat dipungkiri tidak sedikit pihak yang menyimpulkan bahwa praktek poligami
dikenal mula-mula dari Agama Islam disebabkan karena merujuk kehidupan
berpoligami yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Perilaku Rasul yang menikahi
banyak janda perang semasa hidupnya telah dianggap menjadi legitimasi poligami
secara mutlak.12
Legitimasi poligami dalam al-Qur’an tertera pada Q.S. al-Nisa’: 3 yaitu:
فإن وثلث ورباع فانكحوا ما طاب لكم من الن ساء مثنى وإن خفتم أل تقسطوا في اليتامى
(٣: النساء) أل تعولوا لك أدنى ذ خفتم أل تعدلوا فواحدة أو ما ملكت أيمانكم
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-
wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut
tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak
10 Saleh Ridwan, Poligami di Indonesia, no.2, vol.10, (November 2010), h.369.
11 Mustafa ibn Hasani al-Sabaʽi, al-Mar’ah baina al-Fiqh wa al-Qanun, (Beirut: Dar al-Waraq
li al-Nasyr wa al-Tauziʽ, 1384 H), h.60. Lihat juga Tihami, Fikih Munakahah, (Jakarta: Rajawali
Press, 2010), h.352. Lihat juga Muhammad ʽAli al-Sabuni, Rawa’iʽ al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam,
juz.I, (Damaskus: Maktabah al-Gazali, 1980), h.428.
12 Siti Musdah Mulia, Islam Menggugat Poligami, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2007), h.44.
6
yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya.” (Q.S. al-Nisa’: 3)
Ayat tersebut memberikan penjelasan tentang kebolehan berpoligami
sampai dengan memiliki 4 (empat) orang istri saja. Ketentuan tersebut boleh
dilaksanakan bila suami dapat memenuhi syarat yaitu dapat berlaku adil kepada
masing-masing istri. Sungguhpun demikian, sebagian kalangan masyarakat
memahami ayat tersebut dengan cara beragam yang menyebabkan beragam pula
kesimpulan terkait urgensi berpoligami.
Pembahasan poligami di Indonesia telah dituangkan ke dalam 5 (lima)
produk legislatif yang menjadi pedoman dan referensi hukum bagi masyarakat
yang tinggal di Indonesia antara lain UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, PP No. 10 Tahun 1983 jo. PP No. 45 Tahun 1990 tentang Izin
Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, dan Kompilasi Hukum
Islam (KHI).13
Tidak dipungkiri bahwa poligami adalah syariat yang perlu direspon secara
bijaksana. Permasalahan-permasalahan seperti suami yang tidak bisa adil,
poligami liar, ketidakcukupan ekonomi yang menyebabkan istri dan anak
terlantar14 dan lain sebagainya adalah hal-hal yang menjadi kekhawatiran pasca
poligami. Fenomena Global Ikhwan sebagai organisasi pejuang poligami yang
hadir ditengah masyarakat di Indonesia perlu dikaji mendalam sehingga dapat
menjawab realitas praktek poligami Global Ikhwan dan urgensinya.
13 Atik Wartini, Poligami: dari Fiqh hingga Perundang-undangan, no.2, vol.10 (Yogyakarta:
Hunafa: Jurnal Studia Islamika, 2013), h.238.
14 Ayang Utriza, Islam Moderat dan Isu-isu Kontemporer, (Jakarta: Kencana Prenadamedia
Grup, 2016), h.174.
7
Atas dasar itulah penulis tertarik membahas dan melakukan penelitian
tentang praktek poligami di kalangan jemaah Global Ikhwan yang berdomisili di
Sentul, Bogor. Tema penelitian ini lebih lanjut akan diangkat dalam sebuah
skripsi dengan judul “Praktek Poligami di Kalangan Jemaah Global Ikhwan
di Bogor”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dimaksudkan agar arah pembahasan penelitian
menjadi lebih spesifik. Maka dari itu sesuai judul penelitian, penulis akan
memberikan batasan-batasan pembahasan penelitian sebagai berikut.
a. Penelitian terfokus pada permasalahan Hukum Keluarga Islam yang dibatasi
pada perkara poligami.
b. Perkara poligami yang dibahas adalah praktek poligami jemaah Global
Ikhwan di Sentul, Bogor.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya,
permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah praktek poligami di
kalangan jemaah Global Ikhwan di Bogor dan selanjutnya dirumuskan dalam
rumusan masalah sebagai berikut.
a. Bagaimana praktek poligami di kalangan jemaah Global Ikhwan di Bogor?
b. Bagaimana tinjauan Hukum Islam terhadap urgensi berpoligami di kalangan
jemaah Global Ikhwan di Bogor?
8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai
berikut.
a. Mengetahui praktek poligami di kalangan Jemaah Global Ikhwan di Bogor.
b. Mengetahui tinjauan Hukum Islam terhadap urgensi berpoligami di
kalangan Jemaah Global Ikhwan di Bogor.
2. Manfaat Penelitian
a. Sebagai wujud kontribusi penulis terhadap perkembangan pemahaman
Hukum Islam khususnya mengenai perilaku poligami dalam keluarga Islam.
b. Memberikan satu karya ilmiah yang bermanfaat bagi civitas akademika
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
D. Metode Penelitian
1. Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan atau field Research yakni
Penulis berusaha menelaah praktek poligami yang dilakukan oleh subjek
penelitian yaitu Organisasi Global Ikhwan dengan cara berpartisipasi langsung
dalam lingkup kehidupan sosial subjek penelitian.
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dikembangkan menjadi penelitian kualitatif yaitu salah satu
bentuk proses penelitian yang difokuskan untuk menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari narasumber dan perilaku yang dapat
9
diamati15, untuk penganalisaan data secara non-statistik. Tipe dan strategi yang
digunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah Studi Kasus atau Case Studies
yaitu suatu proses pengumpulan data dan informasi secara mendalam,
mendetail, intensif, holistic, dan sistematis tentang orang, kejadian, social
setting (latar social), atau kelompok dengan menggunakan berbagai metode
dan teknik serta banyak sumber informasi untuk memahami secara efektif
bagaimana orang, kejadian, latar alami (social setting) itu beroperasi atau
berfungsi sesuai dengan konteksnya.16 Dalam kaitannya dengan bahasan
penelitian ini, kelompok sosial yang dimaksud adalah Organisasi Global
Ikhwan di Sentul, Bogor.
Penulis menguraikan penelitian berdasarkan bukti kenyataan di lapangan
atau realitas sosial dan menganalisa hasil data yang diperoleh untuk
mendapatkan kesimpulan penelitian. Kesimpulan penelitian didapat dengan
cara menyandingkan kondisi-kondisi riil praktek poligami Organisasi Global
Ikhwan di Bogor dan kondisi-kondisi anjuran poligami dalam literatur Hukum
Islam. Sehingga didapatkan respon Hukum Islam terkait urgensi berpoligami
Organisasi Global Ikhwan.
3. Sumber Data
a. Sumber primer
Dalam penelitian ini, data primer diperoleh dari informan yaitu
pengurus organisasi Global Ikhwan dan pasangan poligami yang berupa
hasil interview dan observasi tentang objek penelitian.
15 Nurul Zuhriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan: Teori-Aplikasi (Jakarta: PT.
Bumi Aksara, 2007), h.92.
16 Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualititatif & Penelitian Gabungan, (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2014), h.339.
10
b. Sumber Sekunder
Di dalam penelitian ini, digunakan pula data sekunder yang
memiliki kekuatan mengikat yang dibedakan dalam beberapa macam:
1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum mengikat yang
utama. Bahan hukum primer yang digunakan adalah Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan, Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang
Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil, dan
Kompilasi Hukum Islam (KHI), Nas Al-Qur’an, Hadis, dan Kaidah-
Kaidah Fiqh.
2) Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan hukum penunjang. Bahan
hukum tersebut berupa buku, makalah seminar, jurnal-jurnal, laporan
penelitian, artikel, majalah, situs, testimony, koran maupun blog.
3) Bahan hukum tersier yaitu: berupa kamus hukum/ ensiklopedia, dan
sebagainya.
4. Subjek dan Objek Penelitian
Penelitian ini difokuskan dengan memilih lokasi penelitian di Pusat
Organisasi Global Ikhwan di Sentul, Bogor. Subjek dalam penelitian ini
adalah pengurus dan pasangan poligami anggota Organisasi Global Ikhwan.
Penulis dalam kaitannya dengan subjek penelitian, menggunakan metode
Purposive Sampling yakni penentuan sumber informasi dengan
pertimbangan kesesuaianya dengan objek penelitian17 yaitu Pengurus
Global Ikhwan dan pasangan poligami yang berdomisili kerja di Sentul,
17 Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Gabungan, h.369.
11
Bogor baik kedua belah pihak dan/atau salah satunya saja. Adapun objek
dalam penelitian ini adalah praktek poligami.
5. Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, penulis menggunakan dua teknik pengumpulan
data sebagai berikut.
a. Interview atau Wawancara, dilakukan dengan narasumber dalam hal ini
adalah pengurus organisasi Global Ikhwan dan pasangan poligami
anggota Global Ikhwan yang berdomisili di Bogor untuk mendapatkan
data mengenai pendapat mereka tentang poligami. Dengan terlebih
dahulu menyusun daftar pertanyaan terkait tema yang dibahas sehingga
dapat dilakukan proses wawancara yang terstruktur.18
b. Observation atau Pengamatan, dilakukan untuk memperkaya data tentang
ciri khas fisik dan tingkah laku Jemaah Global Ikhwan di Bogor.
6. Pedoman Penulisan Penelitian
Penulisan penelitian Skripsi ini mengacu pada “Pedoman Penulisan
Skripsi” yang diterbitkan oleh Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM)
Fakultas Syariah dan Hukum tahun 2017.
7. Analisis Data
Tahap akhir dalam sebuah penelitian setelah data dikumpulkan adalah
analisis data. Tahapan tersebut dilakukan dengan mengalisis data yang telah
terkumpul dengan tujuan memperoleh suatu kesimpulan dalam penelitian.
Pada penelitian ini, kesimpulan didapatkan dengan menggunakan metode
18 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, cet.III, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2004), h.109.
12
induktif yaitu dengan menghimpun data hasil wawancara dan pengamatan
terkait praktek poligami dari pengurus organisasi Global Ikhwan dan
pasangan poligami jemaah Global Ikhwan di Bogor dan kemudian
disandingkan dengan pembahasan poligami dalam literatur Hukum Islam.
Sehingga dapat menjawab rumusan masalah penelitian.
E. Review Studi Terdahulu
Sebelum masuk lebih jauh mengenai pembahasan penelitian ini, penulis
telah melakukan review studi terdahulu dan mendapatkan bahwa penelitian
dengan objek dan/atau subjek serupa yaitu poligami Organisasi Global Ikhwan
telah diteliti oleh dua peneliti yaitu Ardian Didik dan Naimullah. Berkaitan hal
tersebut, penulis akan memaparkan perbedaan spesifikasi penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya dalam rincian sebagai berikut.
No Aspek
Perbandingan Penelitian Terdahulu Penelitian Sekarang
1 Judul Penelitian
1. Ardian Didik Kisnaningtyas,
Manajemen Konflik Suami-
Istri pada Pasangan Poligami
dalam Mempertahankan
Keutuhan Rumah Tangga
(Studi Deskriptif Suami-Istri
pada Pasangan Poligami
Global Ikhwan Bogor),
Skripsi, Konsentrasi Ilmu
Politik FISIP UMY, 2009.
2. Naimullah, Pola Pernikahan
Club Berpoligami Global
Ikhwan Ditinjau Menurut
Hukum Islam (Studi Kasus di
Kecamatan Rumbai Kota
Pekanbaru), Skripsi,
Konsentrasi Ahwal
Assyakhsiyah FSH UIN Riau,
2010.
1. Muhammad Faisal Amin,
Praktek Poligami di
Kalangan Jemaah Global
Ikhwan Bogor, Skripsi,
Konsentrasi Peradilan
Agama FSH UIN Jakarta,
2017.
13
2 Fokus penelitian
1. Fokus pada bagaimana
pasangan suami-istri yang
berpoligami mengatasi konflik
yang terjadi karena disatu-
rumahkan. Pembahasan
ditelaah dengan bidang Ilmu
Sosial.
2. Focus pada realisasi syarat adil
dalam kehidupan berpoligami
Jemaah Global Ikhwan di
Pekanbaru.
Fokus pada memaparkan
praktik poligami di kalangan
Jemaah Global Ikhwan Bogor.
Pembahasan ditelaah dalam
bidang Ilmu Hukum Keluarga
Islam. Hasil temuan
dipertemukan dengan aturan-
aturan poligami dalam hukum
positif dan hukum syara’.
Sehingga didapat akhir
kesimpulan tentang urgensi
berpoligami pada Jemaah
Global Ikhwan Bogor.
3 Objek penelitian
1. Jemaah Global Ikhwan di
Bogor.
2. Jemaah Global Ikhwan di
Pekanbaru.
Jemaah Global Ikhwan di
Bogor.
4 Metode
penelitian 1. Penelitian Lapangan (Field
Research).
2. Penelitian Lapangan (Field
Research).
Penelitian Lapangan (Field
Research).
5 Metode analisis
isi 1. Menggunakan metode analisis
isi kualitatif.
2. Menggunakan metode analisis
isi kualitatif.
Menggunakan metode analisis
isi kualitatif.
F. Sistematika Penulisan
Penelitian ini kemudian terbagi ke dalam 5 (lima) bab dengan sistematika
sebagai berikut.
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini akan menguraikan perihal teknis penulisan penelitian. Bab ini
berisi latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan
14
manfaat penelitian, metode penelitian, review studi terdahulu, dan
sistematika penulisan.
BAB II KERANGKA TEORI
Bab ini akan memberikan penjelasan terkait kajian-kajian teoritis
tentang pembahasan-pembahasan terkait poligami. Pembahasan teori
tentang poligami disusun dalam tiga kategori yaitu sejarah, hukum
syaraʽ, dan hukum positif di Indonesia.
BAB III ORGANISASI GLOBAL IKHWAN DI BOGOR
Bab ini berisi uraian tentang objek penelitian yakni Organisasi Global
Ikhwan di Bogor. Bab ini memaparkan biografi pendiri, sejarah
berdiri, dan Profil Organisasi Global Ikhwan di Bogor.
BAB IV ANALISIS DATA
Bab ini berisi analisis data. Bab ini memaparkan sistem poligami,
faktor penyebab, dan tinjauan Hukum Islam terhadap praktek dan
urgensi poligami di kalangan Jemaah Global Ikhwan di Bogor.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran. Dalam bab penutup ini, penulis
membuat kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, disertai dengan pemaparan poin-poin yang menjadi
kekurangan dari penelitian ini. Selain itu, penulis memberikan saran
yang dapat menjadi acuan bagi penelitian sejenis.
15
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab ini membahas sejumlah teori yang dijadikan landasan dalam penelitian ini.
Bab ini disusun menjadi beberapa subbab pembahasan. Sub bab pertama membahas
definisi dan sejarah poligami. Sub bab kedua membahas poligami ditinjau dari hukum
syaraʽ. Sub bab ketiga membahas poligami ditinjau dari segi peraturan perundang-
undangan di Indonesia.
A. Definisi dan Sejarah Poligami
1. Definisi Poligami
Definisi Poligami yang berkembang saat ini telah mengalami
penyempitan makna. Poligami dijelaskan sebagai usaha suami untuk memiliki
beberapa istri (mengumpulkan lebih dari satu istri dalam tanggungannya),
padahal pada hakikatnya poligami memiliki makna yang lebih luas. Makna asal
poligami dapat ditemukan berdasarkan pembahasan bentuk-bentuk perkawinan
menurut Ilmu Budaya yang terdiri dari 4 (empat) bentuk1, yaitu:
a. Monogami yaitu perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang
perempuan.
b. Poligini, perkawinan antara seorang laki-laki dengan dua atau lebih
perempuan.
c. Poliandri, perkawinan antara seorang perempuan dengan dua atau lebih laki-
laki.
d. Kawin Kelompok (dapat juga diistilahkan sebagai campuran poligini dan
poliandri), yaitu beberapa laki-laki dan beberapa perempuan saling
berhubungan sebagai suami dan isteri.
1 Sidi Gazalba, Menghadapi Soal-soal Pernikahan, (Jakarta: Pustaka Antara, 1975), h.24.
16
Berdasarkan paparan diatas, bahwa makna sebenarnya poligami tidak
hanya menjelaskan praktek perkawinan antara seorang laki-laki dengan dua
atau lebih perempuan, namun istilah poligami juga menjelaskan bentuk
perkawinan lain yakni perkawinan antara seorang perempuan dengan dua atau
lebih laki-laki. Sehingga menurut Ilmu Budaya tidak tepat bila penggunaan kata
poligami disempitkan hanya untuk menjelaskan bentuk perkawinan poligini
saja, seperti anggapan masyarakat saat ini. Hal tersebut terjadi disebabkan
karena praktek yang lebih umum dilakukan dan ditemukan di masyarakat
adalah bentuk perkawinan poligini saja. Sungguhpun demikian, penulis dalam
kaitan pembahasan penelitian ini tetap akan menggunakan istilah poligami yang
merujuk kepada praktek perkawinan laki-laki dengan dua atau lebih perempuan
atas dasar bahwa istilah poligami telah secara khusus memiliki makna tersebut
seiring dengan perkembangan makna kata poligami dan poliandri saat ini.
Makna istilah poligami (poligini dan poliandri) bisa dipahami juga
ditinjau dari tata-bahasanya atau secara etimologi. Ketiga istilah tersebut
merupakan kata yang berasal dari Bahasa Yunani. Kata poligami merupakan
derivasi – proses pembentukan kata yang menghasilkan leksem baru
(menghasilkan kata-kata yang berbeda dari paradigm yang berbeda)2 – dari kata
apolus yang berarti banyak, dan gamos yang berarti pasangan,3 atau berasal dari
kata poli atau polun yang bermakna banyak dan gamein yang bermakna kawin
atau perkawinan.4 Sedangkan poligini dan poliandri dibentuk dari kata polus
yang berarti banyak dan gune yang berarti perempuan serta andros yang berarti
laki-laki.5 Secara istilah atau terminologi, poligami adalah perkawinan yang
2 Hasan Alwi, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h.256.
3 Nasaruddin Baidan, Tafsir Bial-Ra’yi, Upaya Penggalian Konsep Perempuan dalam Al-quran
(Mencermati Konsep Kesejajaran Perempuan dalam Al-quran), cet.I, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1999), h.94.
4 Saleh Ridwan, Poligami di Indonesia, no.2, vol.X, (November 2010), h.369.
5 Zakiah Darajat, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), h.17.
17
salah satu pihak mengawini beberapa (lebih dari satu) lawan jenisnya dan istri
atau suami terdahulu belum meninggal atau diceraikan. Jika seorang laki-laki
menikahi lebih dari satu perempuan disebut dengan poligini sedangkan bila
seorang perempuan menikah dengan lebih dari satu laki-laki disebut dengan
poliandri.6
Dalam Bahasa Arab, poligami disebut dengan istilah Taʽaddud al-Zaujat,
sedangkan dalam istilah Bahasa Indonesia populer disebut “madu”. Menurut
Wahbah az-Zuhaili dalam kitabnya al-Fiqh ʽala al-Islam wa Adillatuh, yang
dimaksud dengan Taʽaddud al-Zaujat adalah perbuatan seorang laki-laki
mengumpulkan dalam tanggungannya dua sampai empat orang istri, tidak lebih
darinya, dalam satu waktu.7
Uraian-uraian tersebut memberikan pemahaman bahwa poligami (poligini
dan poliandri) terjadi bila seorang pihak (laki-laki atau perempuan) kawin
dengan lawan jenisnya berdasarkan jumlah dan masih terikat ikatan perkawinan
dengan pihak sebelumnya. Sehingga bukanlah disebut dengan praktek poligami
bila unsur “masih terikat ikatan perkawinan dengan pihak sebelumnya” tidak
terpenuhi. Sebagai contoh seorang laki-laki telah kawin dengan 3 orang
perempuan, namun perkawinan-perkawinan tersebut dilakukan atas dasar
meninggal istri-istri terdahulunya. Sehingga contoh tersebut tidak dapat disebut
sebagai praktek poligami.
6 Siti Musdah Mulia, Islam Menggugat Poligami, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2007), h.43.
7 Wahbah bin Mustafa al-Zuhaili, al-Fiqh ʽala al-Islam wa Adillatuh, cet.II, Juz.IX, (Beirut:
Dar al-Fikr, 1985), h.165.
18
2. Sejarah Perkembangan Poligami
Islam mengakui adanya poligami. Meskipun demikian sebagaimana yang
dijelaskan Dedi Supriyadi8 dan Ali Hasan9 bahwa Islam bukanlah agama
pertama yang melegitimasi poligami, ia telah ada jauh sebelum Islam datang.
Poligami dalam islam dituntun berdasarkan QS. al-Nisa’: 3.
Sebelum Islam datang, poligami telah umum dilakukan oleh beberapa
bangsa. Bangsa Ebre, Arab Jahiliyah, dan Bangsa-bangsa Salafiyyun seperti
negara-negara yang sekarang disebut Rusia, Letonia, Cekoslawakia, Yugoslavia
dan sebagian dari Negara Jerman dan Inggris adalah bangsa-bangsa yang sudah
mempraktekan poligami terlebih dahulu.10 August Forel dalam buku Het
Sexueele Vraag Stuk berpendapat bahwa poligami telah dijalankan dari zaman
primitif. Bahkan Bangsa Romawi menerapkan peraturan ketat kepada rakyatnya
tidak beristri lebih agar raja dan kaum bangsawan bisa memiliki gundik yang
tidak terbatas. Poligami pun banyak dilakukan oleh orang-orang besar dan
ternama di berbagai bangsa, misalnya Raja Solomon yang memiliki ratusan istri
dan gundik, Raja Niger di Afrika memiliki ribuan istri, serta rekor fantastis
pernah dilakukan oleh Raja Uganda yang memiliki tujuh ribu istri. Orang-orang
ternama Eropa seperti Karen de Groonte, Hendrick Lodewijk, Richealieu dan
Napoleon Bonaparte pun melakukan poligami. Selain itu, jejak praktek
poligami juga telah ada di Indonesia. Ken arok, Raden Wijaya, dan Airlangga
adalah orang-orang besar-ternama di Indonesia yang melakukan poligami.11
8 Dedi Supriyadi, dkk, Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Islam, (Bandung: Pustaka
Al-Fikriis, 2009), h.82.
9 M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam, (Jakarta: Prenada Media-
Siraja, 2003), h.271.
10 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, juz.II, (Libanon: Dar al-Kitab al-ʽArabi, 1420 H), h.122.
11 Dedi Supriyadi, dkk, Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Islam, h.82.
19
Demikian pula dengan Bangsa Ibrani dan Cicilia yang menganggap poligami
sebagai sebuah kebiasaan.12
Contoh praktek poligami di masyarakat dapat ditemukan pada masyarakat
Baganda yang mendiami daerah di Uganda, Afrika Timur. Praktek poligami
pada masyarakat tersebut tidak terjadi tanpa alasan. Poligami terjadi karena
tingginya angka kematian laki-laki disebabkan praktek adat-istiadat setempat.
Dalam upacara keagamaan masyarakat Uganda, laki-lakilah yang selalu
dikorbankan untuk dewa-dewa. Selain itu, peperangan-peperangan yang
dilakukan pun membunuh sejumlah besar laki-laki masyarakat Baganda.
Bahkan setelah pangeran-mahkota ditunjuk, pangeran-pangeran lainnya akan
dibunuh. Tidak hanya demikian, Bangsa Baganda dipimpin oleh seorang raja
yang dapat dengan mudah membunuh pengikut dan pelayan laki-laki yang tidak
disukainya.13 Alhasil, ketidakseimbangan jumlah laki-laki dan perempuan di
masyarakat Baganda menjadi faktor utama yang memungkinan berlaku luasnya
poligami di masyarakat ini.
Berbeda dengan poligami, poliandri seperti telah disinggung sebelumnya
lebih jarang ditemukan prakteknya di masyarakat. Salah satu contoh praktek
poliandri yang dapat ditemukan adalah pada masyarakat Todas (bagian selatan
India). Praktek poliandri yang dilakukan adalah poliandri fraternal dan
nonfraternal. Fraternal adalah sebutan untuk praktek poliandri yang masih
mempunyai hubungan saudara, sedangkan nonfraternal adalah kebalikannya.
Sama seperti masyarakat Baganda, kesenjangan jumlah laki-laki dan
perempuan karena dibunuhnya bayi-bayi perempuan menjadi faktor utama
terjadinya praktek poliandri pada masyarakat Todas.14
12 M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam, h.271.
13 Sidi Gazalba, Menghadapi Soal-soal Pernikahan, h.26.
14 Sidi Gazalba, Menghadapi Soal-soal Pernikahan, h.26.
20
Contoh praktek poliandri lainnya dapat ditemukan pada masyarakat Tibet.
Adat setempat menganggap bahwa seorang perempuan yang kawin dengan
seorang laki-laki, mengawini sekalian ipar-ipar laki-lakinya. Sistem poliandri
pada masyarakat Tibet menyebabkan masalah tersendiri, yaitu tidak dapat
ditentukan pasti siapa bapak kandung dari seorang anak. Karena itu seorang
anak menyebut suami-suami ibunya dengan istilah paman dalam bahasa
setempat. Sehingga menyebabkan istilah ayah tidak dikenal pada kebudayaan
masyarakat Tibet. Selain hal tersebut, faktor penting berlakunya poliandri pada
masyarakat Tibet disebabkan lama berpisahnya pasangan suami-isteri karena
suami berdagang. Kegiatan perdagangan masyarakat Tibet yang berkafilah-
kafilah membawa barang dagangannya hingga ke Cina memakan waktu yang
sangat lama. Sehingga ketika masa berpisah dengan suami, adat
memperbolehkan istri untuk melakukan perkawinan lagi.15
Pada bangsa-bangsa yang tidak beragama Islam pun ditemukan praktek
poligami seperti di Afrika, India, Cina dan Jepang. Sebenarnya agama Kristen
juga tidak melarang poligami, sebab di dalam injil tidak ada satu ayat pun
dengan tegas melarang poligami. Praktek monogami adalah adat-istiadat yang
telah ada sejak dahulu, seperti yang terjadi pada pemeluk Kristen Bangsa
Eropa. Hal ini disebabkan, karena sebagian besar bangsa Eropa penyembah
berhala, yang kemudian didatangi oleh agama Kristen. Adalah orang Yunani
dan Romawi yang terlebih dahulu telah mempunyai kebiasaan yang melarang
poligami. Setelah mereka memeluk agama Kristen, kebiasaan dan adat-istiadat
nenek moyang mereka tetap dipertahankan dalam agama baru ini. Jadi, sistem
monogami mereka bukan berasal dari Agama Kristen, tetapi merupakan
warisan agama berhala (paganisme). Kemudian gereja mengambil alih paham
15 Sidi Gazalba, Menghadapi Soal-soal Pernikahan, h.28.
21
yang berkembang dalam masyarakat dan akhirnya melarang poligami dan
dinyatakan sebagai aturan agama.16
B. Poligami dalam Bingkai Hukum Syaraʽ
Uraian sebelumnya telah dipaparkan bahwa poligami tidak dibawa oleh
Agama Islam dan Islam bukan agama pertama yang melegitimasi poligami.
Kedatangan Agama Islam membawa misi perbaikan dan perubahan terkait praktek
poligami. Praktek poligami yang telah ada dan berkembang pada masyarakat
terdahulu menyebabkan terjadinya kesewenang-wenangan laki-laki terhadap
perempuan. Kesewenang-wenangan tersebut disebabkan karena tidak terbatasnya
jumlah perempuan yang boleh dijadikan istri. Perubahan dan perbaikan praktek
poligami yang diajarkan Islam salah satunya adalah berbatasnya jumlah istri yang
boleh dikawini.17
QS. al-Nisa’: 3 menjadi dasar hukum kebolehan sekaligus dasar hukum
mengenai batasan jumlah istri dalam poligami. Adapun teks ayatnya adalah
sebagai berikut.
رباع فإن وإن خفتم ألا تقسطوا في اليتامى فانكحوا ما طاب لكم من الن ساء مثنى وثلث و
(٣: )النساء خفتم ألا تعدلوا فواحدة أو ما ملكت أيمانكم ذلك أدنى ألا تعولوا
Artinya: “Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-
hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan
(lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak
akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya
perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak
berbuat zalim."
16 M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam, h.274.
17 Dedi Supriyadi, dkk, Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Islam, h.82.
22
Berbagai pendekatan dicoba untuk memahami maksud yang sempurna dari
teks ayat tersebut. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Yayan Sopyan18 bahwa
dalam ilmu tafsir dikenal dua metode menafsirkan al-Qurʽan yakni metode tahlili
dan mauduʽi. Dari kedua metode ini dimungkinkan adanya perbedaan kesimpulan
yang dihasilkan. Penggunaan metode tahlili menghasilkan kesimpulan bahwa teks
ayat poligami tersebut mengijinkan adanya poligami, yaitu seorang laki-laki boleh
kawin dengan lebih dari satu hingga empat orang isteri, asal yang bersangkutan
dapat berbuat adil. Sedangkan penggunaan metode mauduʽi menghasilkan
kesimpulan bahwa ayat tersebut harus dipahami dengan melihat keutuhannya,
tidak dipenggal-penggal, apalagi hanya mengambil ayat yang menguntungkan saja
dan menafikan yang dirasa merugikan. Dengan penggunaan metode maudhuʽi ini
tegas dijelaskan bahwa ada ayat lain yang menyebutkan bahwa syarat adil itu
mustahil untuk dicapai yaitu terdapat pada ayat ke 129 di Surat yang sama.
1. Status Hukum Poligami Menurut Ulama
Sungguhpun sama teks dalil yang digunakan yaitu QS. al-Nisa’: 3 dan
129, namun ulama masing-masing memberikan penekanan berbeda terkait
status kebolehan poligami dalam Islam. Beberapa pendapat Ulama mengenai
hal tersebut antara lain:
a. Al-Jaziri dalam kitabnya al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arbaʽah
mengungkapkan bahwa perbedaan status poligami terletak kepada persoalan
“adil”. “Adil” yang dijadikan syarat untuk berpoligami menurut al-Juzairi
menjadi elemen wajib untuk dipenuhi. Sehingga jika khawatir tidak mampu
18 Yayan Sopyan, Islam dan Negara: Tranformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum
Nasional, h.143.
23
menegakan adil, cukup menikah dengan satu istri. Sebaliknya, bila mampu
berlaku adil maka diperbolehkan beristri lebih dari seorang.19
b. Al-Shobuni dalam kitabnya Rawaiʽu al-Bayan: Tafsir Ayati al-Ahkam,
menjelaskan status poligami ditinjau dari makna teks ayat (“Fankihu ma
Taba lakum min al-Nisa’matsna wa Tsulatsa wa Rubaʽ”). Jumhur ulama
sepakat bahwa lafaz amr (kata perintah) dalam ayat tersebut bermakna
ibahah (kebolehan, tidak mengikat), seperti makna lafaz amr dalam firman
Allah lainnya yaitu (“wa Kulu wasyrabu”) seperti pada QS. al-Mursalat: 43,
QS. al-Aʽraf: 31, QS. al-Baqarah: 187 dan (“Kulu min Tayyibat ma
Razaqnakum”) seperti pada QS. al-Baqarah: 57 dan 172. Sementara ulama
Zahiriyyah berpendapat bahwa nikah tersebut wajib, kami berpegang kepada
zahir ayat karena sesungguhnya amr itu wajib.20
c. Muhammad Abduh dalam Tafsir al-Manar-nya memberikan pemaparan
tentang poligami sebagai berikut: “Barang siapa memperhatikan kedua ayat
itu akan tahulah ia bahwa poligami dalam Islam adalah suatu hal yang amat
disempitkan, seakan-akan poligami itu suatu keadaan darurat yang hanya
dibolehkan bagi orang yang terpaksa serta meyakini pula bahwa dia akan
berlaku adil. Pada masa permulaan Islam betul faedah poligami itu, dan
belum ada lagi bahaya yang kelihatan di zaman sekarang. Kalau ada
bahayanya pun, maka bahaya itu tidak melampaui perempuan yang dimadu.
Adapun di zaman sekarang bahaya permaduan itu telah menyebabkan
permusuhan di kaum kerabat, maka rusaklah seluruh keluarga karena
permaduan itu. Para ulama berkewajiban meninjau kembali hukum poligami
ini, apalagi tak ada orang yang mengingkari bahwa agama didatangkan
untuk kebahagiaan manusia. Salah satu dasar agama ialah membuang
19 ʽAbd al-Rahman bin Muhammad ʽAud al-Jaziri, al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arbaʽah, juz
IV, cet.II, (Beirut: Dar al-Kitab al-Alamiah, 1424), h.212.
20 Muhammad ʽAli al-Sayis, Tafsir Ayat al-Ahkam, (Sudan: al-Maktabah al-ʽUsriyyah li al-
Thibaʽah wa al-Nasyr, 2002), h.210.
24
kemudlaratan dan melarang berbuat mudlarat. Maka kalau suatu hukum
dapat menimbulkan kemudlaratan, walaupun pada masa-masa yang lampau
tidak demikian, wajiblah hukum tersebut dirubah dan disesuaikan dengan
zaman sekarang. Telah kita bicarakan diatas bahwa poligami amat
disempitkan dalam Islam. Dan mempunyai syarat-syarat yang sukar
memenuhinya, maka seakan-akan Tuhan melarang poligami.”21
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Muhammad Abduh
sepakat atas kebolehan melakukan poligami namun prosentase melakukan
poligami sangatlah kecil. Bahkan saking kecilnya prosentase kemungkinan
melakukan poligami tersebut, Muhammad Abduh berpendapat dengan tegas
bahwa tidak ada seorang pun yang dapat memenuhi syarat poligami. Hal
tersebut Muhammad Abduh yakini bahwa QS. al-Nisa’: 3 yang menjadi hujjah
poligami tidak berdiri sendiri, namun berkaitan dengan ayat ke 129-nya yakni
sebagai berikut:
معلاقة ل ٱل فتذروها ك مي ل ٱلا ڪ فل تميلوا تم حرص ء ولو لن سا ٱن دلوا بي ا أن تع تطيعو ولن تس
اقوا فإنا لحوا و وإن تص كان غفور ٱتت حيم للا (١٢٩: النساء) اا را
Artinya: “Dan kamu tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu),
walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu
terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain
terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri
(dari kecurangan), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha
Penyayang.”
Muhammad Abduh berpendapat bahwa ayat tersebut menjelaskan
kesulitan berlaku adil dalam poligami yang mengindikasikan bahwa monogami
adalah bentuk perkawinan yang lebih ditekankan untuk dipilih.
21 Muhammad Rasyid bin ʽAli Rida bin Muhammad Syams al-Din bin Muhammad Baha al-
Din, Tafsir al-Manar, juz IX, (Mesir: al-Hai’ah al-Misriyyah al-ʽAmah li al-Kitab, 1990), h.286.
25
d. Rasyid Rida - murid dari Muhammad Abduh - melanjutkan tafsiran gurunya
bahwa menurut hukum Agama Islam yang asal dan wajar ialah beristri
seorang yakni seorang suami adalah untuk seorang istri. Adapun poligami
adalah sesuatu yang tidak asal dan tidak wajar, hanya diperbolehkan karena
darurat, dengan syarat bahwa suami berlaku adil dan tidak melakukan
aniaya.22
Berkaitan dengan paparan ulama terkait status hukum poligami, menurut
Ibrahim Hosen terdapat dua hal yang dapat disimpulkan antara lain.23
a. Kebolehan melakukan poligami digantungkan pada syarat adil sebagai syarat
mutlak.
b. Syarat adil bagi kebolehan berpoligami dipandang oleh para ulama selaku
syarat hukum, dengan arti kata ketika terdapat keadilan maka terdapatlah
hukum kebolehan berpoligami, dan ketika tidak terdapat keadilan maka
terdapatlah hukum larangan berpoligami.
Ibrahim Hosen kemudian memberikan bantahan terhadap dua kesimpulan
yang beliau dapatkan dari pendapat-pendapat ulama. Bantahannya sebagai
berikut.
a. Syarat adil bagi kebolehan berpoligami bukanlah Syarat Hukum
sebagaimana yang dapat disimpulkan dari pendapat ulama. Akan tetapi ia
adalah Syarat Agama dengan pengertian bahwa agama yang
menghendakinya karena yang dikatakan syarat hukum itu adalah yang
dituntut adanya sebelum adanya hukum sebagaimana wudlu sebagai syarat
hukum sahnya salat. Sedangkan adil tidak dapat dijadikan syarat hukum
22 Muhammad Rasyid bin ʽAli Rida bin Muhammad Syams al-Din bin Muhammad Baha al-
Din, Tafsir al-Manar, h.287.
23 Ibrahim Hosen, Fiqh Perbandingan dalam masalah Nikah, Talaq, Rujuk, dan Hukum
Kewarisan, cet.I, (Jakarta: Yayasan Ihya ʽUlumiddin Indonesia, 1971), h.91-92.
26
sahnya poligami, karena adil itu belum dapat diwujudkan sebelum
terwujudnya poligami. Selain ketiadaan syarat hukum dapat menyebabkan
batalnya hukum tersebut, tetapi syarat agama tidak demikian halnya. Suami
yang tidak dapat berlaku adil pasca berpoligami dia berdosa, akan tetapi bila
adil dijadikan sebagai syarat hukum, maka ketika suami tidak berlaku adil
nikahnya menjadi batal. Dalam hal ini tidak ditemukan seorang pun dari
kalangan ulama berpendapat demikian.
b. Adapun fiʽil amr yang tersirat yang dianggap selaku jawab syarat dari ayat
(“Fain Khiftum alla Taʽdilu Fawahidatan”) tidak mempunyai indikasi
kepada perintah wajib atau perintah sunnah, akan tetapi indikasinya adalah
kepada ibahah (kebolehan), karena dalam ayat tersebut terdapat redaksi ayat
(“Au Ma Malakat Aimanukum”). Ayat ini jelas menghendaki orang yang
tidak sanggup berlaku adil supaya memilih antara menikah atau memiliki
jariyah (budak wanita). Ulama Fiqh sependapat bahwa membeli budak
hukumnya mubah (boleh). Huruf au dalam ayat tersebut menunjukan pilihan
antara dua perkara. Oleh karena membeli jariyah (budak wanita) hukumnya
mubah (boleh) maka menikahi seorang istri pun hukumnya mubah atas dasar
Qaʽidah Usuliyyah bahwa tidak ada pilihan antara dua perkara yang salah
satunya wajib atau sunnah, sedang yang satunya lagi mubah.24
2. Jumlah Istri dalam Poligami
Ulama bersepakat bahwa seorang pria dibolehkan berpoligami hingga
memiliki empat orang istri meski disuguhkan dengan pemaparan yang berbeda-
beda terkait teks ayat 3 QS. al-Nisa’. Berikut beberapa pemaparan Ulama
terkait batasan jumlah istri dalam poligami:
24 Ibrahim Hosen, Fiqh Perbandingan dalam masalah Nikah, Talaq, Rujuk, dan Hukum
Kewarisan, h.93-95.
27
a. Ali al-Sayis berpendapat bahwa teks ayat: (“matsna wa tsulasa wa rubaʽ”)
adalah hal dari kata taba yang merupakan kalimat hitungan yang
menunjukan jumlah yang disebut itu. Misalnya lafaz matsna menunjukan
kepada dua-dua, lafaz tsulasa menunjukan kepada tiga-tiga dan ruba
menunjukan kepada empat-empat. Sedangkan penafsiran huruf wau dalam
kata wa tsulasa wa rubaʽ menempati huruf au yang berarti atau. Dengan
demikian, batas maksimal berpoligami adalah hanya sampai dengan empat
orang istri. Lebih lanjut, Ali al-Sayis memaparkan bahwa pengertian tersebut
diperkuat oleh runtutan kata dalam ayat tersebut. Hal itu terbukti ada kata
Milk al-Yamin secara mutlak. Pengertian umum yang diperoleh dari lafaz
(“maa thaba lakum”) sudah dikhususkan oleh dua hal. Pertama mukhassis
(pengkhusus) yang bersifat maʽnawi (segi arti) dan kedua mukhassis yang
bersifat lafzi (segi kata). Adapun mukhassis yang bersifat maknawi adalah
khitab (objek) (“fankihu ma taba lakum”) adalah orang islam. Sedangkan
mukhassis yang bersifat lafzi adalah adanya keterangan berupa bilangan
(“matsna, tsulatsa, rubaʽ”). Ali al-Sayis menambahkan bahwa maksud ayat
tersebut adalah larangan menikah lebih dari empat dengan tujuan menjaga
agar jangan sampai harta anak yatim dipergunakan oleh wali mereka.25
b. Rasyid Rida menyatakan bahwa batas jumlah istri dalam poligami bukanlah
seperti penafsiran sebagian orang yang berpendapat bahwa batas jumlah istri
dalam poligami adalah 9 yang merupakan jumlah dari 2, 3, dan 4 serta bukan
pula dengan penafsiran hingga 18 istri yang merupakan jumlah dari 2-2, 3-3,
dan 4-4. Menurut Rasyid Rida poligami boleh dua, tiga, sampai dengan
empat orang istri. Sebagaimana dalam ungkapan “berikanlah harta ini
kepada orang miskin dua qirsy-dua qirsy, tiga-tiga, dan empat-empat”.
Ungkapan tersebut bermakna ada orang miskin yang akan mendapatkan dua
qirsy, tiga qirsy, sampai dengan empat qirsy. Sedangkan Nabi yang menikahi
25 Muhammad Ali al-Sayis, Tafsir Ayat al-Ahkam, h.210-211.
28
hingga 9 orang istri, ijmaʽ ulama menjelaskan bahwa hal tersebut adalah
kekhususan bagi Nabi saw.26
c. Al-Syaʽrawi mengemukakan pendapat yang sama dengan Rasyid Rida
bahwa penafsiran sembilan dan delapan belas istri tidak dapat diterima.
Khitab ayat tersebut tidak ditujukan hanya untuk seorang melainkan untuk
semua orang. Sebagai contoh ungkapan seorang guru “Bukalah oleh kalian
buku-buku kalian”. Ungkapan tersebut bermakna bahwa semua murid
masing-masing membuka buku mereka, tidak mengandung arti bahwa
murid-murid harus membuka semua buku yang mereka miliki. Gabungan
penggunaan jamak dan jamak mengandung arto pembagian secara individu.
Sehingga ayat ketiga QS. al-Nisa’ dipahami bahwa ada yang menikah
dengan dua orang istri, tiga orang istri, hingga empat orang istri.27
Selanjutnya, para ulama bersepakat bahwa menikahi perempuan atau
menghimpun perempuan lebih dari empat orang sebagai istri dalam satu waktu
adalah haram dan batal status hukum atas perkawinan dengan perempuannya
yang kelima. 28
3. Makna Adil dalam QS. al-Nisa’: 3 dan 129
Permasalahan selanjutnya terkait poligami adalah mengenai makna adil
yang disebutkan dalam ayat. Pemaknaan yang dimaksud adalah mengenai
26 Muhammad Rasyid bin ʽAli Rida bin Muhammad Syams al-Din bin Muhammad Baha al-
Din, Tafsir al-Manar, h.280.
27 Muhammad Mutawalli al-Syaʽrawi, Tafsir al-Syaʽrawi, juz IX, (t.t.: Matbaʽ Akhbar al-Yaum,
1418 H), h.2000-2002.
28 Ahmad Salamah al-Qaliyubu dan Ahmad al-Birlisi ʽUmairah, Hasyiyyata Qaliyubi wa
ʽUmairah, Juz.III, (Beirut: Dar al-Fikr, 1995), h.247. Lihat juga Muhammad bin Ahmad bin Mustafa
bin Ahmad “Abu Zahrah”, al-Ahwal al-Syakhsiyyah, cet.III, (t.t.: Dar al-Fikr al-ʽArabi, 1957), h.91.
Lihat juga Majelis Ulama Indonesia Komisi Fatwa, Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 17 Tahun
2013 Tentang Beristri Lebih dari Empat Dalam Waktu Bersamaan, (Jakarta: Majelis Ulama Indonesia
Komisi Fatwa, 2013).
29
perwujudan adil yang menjadi syarat dalam poligami. Berikut beberapa
pendapat Ulama terkait makna “adil” pada QS. al-Nisa’: 3 dan 129.
1. Abu al-Tib29 berpendapat bahwa suami tidak mampu berlaku adil diantara
istri dalam hal-hal yang berhubungan dengan naluri alamiah yakni
kecenderungan untuk memiliki rasa cinta lebih terhadap salah satu istri.
Sebagian orang menganggap bahwa ayat ini menjelaskan larangan
berpoligami, padahal di akhir ayat jelas disebutkan kecenderungan yang
dilarang adalah kecenderungan yang menyebabkan istri lain terkatung-
katung. Menurut Ibn Masʽud bahwa yang dimaksud adil diantara para istri
adalah al-Jimaʽ atau berhubungan suami-istri. Sedangkan al-Hasan
berpendapat bahwa bercengkrama, duduk bersama, berpandangan, dan
berhubungan badan diantara para istri adalah suatu bentuk keadilan dan
kesamaan dalam urusan rasa cinta.
2. Al-Syaʽrawi30 berpendapat bahwa Perwujudan adil dalam poligami yang
dimaksud dalam ayat tersebut adalah terkait hal-hal yang dapat diupayakan
seperti memberi tempat tinggal, waktu bersama dan giliran bermalam yang
sebanding. Tidak dalam hal kecenderungan hati pada salah satu istri karena
hal tersebut diluar batas kemampuan manusia dan allah tidak menuntut hal
diluar batas kemampuan manusia, sebagaimana yang dijelaskan dalam QS.
al-Nisa’ ayat 129 dan hadits dari ʽAisyah r.a.:
عنها قالت: عليه وسلام يقسمكا»عن عائشة رضي للاا ويعدل ن رسول هللا صلاى للاا
ويقول:« اللهم هذا قسمي فيما أملك فل تلمني فيما تملك ول أملك. 31
29 Abu al-Tib Muhammad Sadiq Khan, Fath al-Bayan fi maqasid al-Qur’an, juz III, (Beirut: al-
Maktabah al-ʽAsriyyah li al-Tabaʽah wa al-Nasyr, 1412 H), h.257.
30 Muhammad Mutawalli al-Syaʽrawi, Tafsir al-Syaʽrawi, h.2003.
31 Abu Dawud Sulaiman bin al-‘Asyʽats bin Ishaq bin Basyir bin Syidad bin ʽAmr al-Azdi al-
Sijistani, Sunan Abi Dawud, juz II, no.2134, (Beirut: al-Maktabah al-ʽUsriyyah, t.th.), h.242.
30
3. Al-Hajazi32 berpendapat bahwa Adil yang dituntut dalam poligami adalah
adil dalam pembagian diantara para istri. Adil dalam giliran bermalam,
makanan, minuman, tempat tinggal, dan lainnya yang bersifat materi.
Adapun hal yang termasuk hati – kecenderungan mencintai salah satu istri –
bukan merupakan perwujudan adil yang dituntu dalam poligami.
Sebagaimana Nabi yang memiliki kecenderungan hati lebih besar terhadap
ʽAisyah dari lainnya. Sedangkan adil dalam ayat 129 adalah kecenderungan
hati. Sesungguhnya untuk mencapai keadilan yang sempurna adalah sangat
sulit. Perihal kecenderungan hati ini adalah hal yang tidak mungkin untuk
disamakan. Poligami dibolehkan dengan adanya batasan dan syarat. Namun
dengan syarat yang jauh seperti keadilan dalam kecenderungan hati, sampai
kapanpun poligami tidak akan dapat dilaksanakan. Sehingga dalam hal ini
poligami merupakan satu jalan yang bersifat daruriyyah atau kondisi genting
yang berkaitan dengan persoalan naluriah manusia. Sehingga perlu berhati-
hati karena rentan disalahgunakan. Adapun pendapat yang menentang
terhadap poligami jelas bertentangan dengan al-Qurʽan dan kemaslahatan
pria dan wanita.
4. Abu Zahrah berpendapat bahwa Perwujudan adil yang dimaksud adalah adil
yang bersifat zahir seperti perlakuan yang sama diantara para istri dalam hal
pangan, pakaian, tempat tinggal, dan giliran bermalam. Sedangkan adil yang
bersifat batin seperti kesamaan rasa cinta atau kecenderungan hati adalah
perwujudan adil yang mustahil dicapai dan bukan yang dimaksud.33
32 Muhammad Mahmud al-Hajazi, al-Tafsir al-Wadih, juz I, (Beirut: Dar al-Jil al-Jadid, 1413
H), h.336-337.
33 Muhammad bin Ahmad bin Mustafa bin Ahmad “Abu Zahrah”, Zahrah al-Tafasir, juz III,
(Dar al-Fikr al-ʽArabi, T.tp.), h.1584.
31
4. Hujjah Berpoligami
Rasyid Rida34 dan al-Hajazi35 serupa dalam mengemukakan pendapat
terkait kondisi-kondisi yang dapat diperbolehkan berpoligami. Kondisi-kondisi
tersebut adalah sebagai berikut.
a. Istri mandul, tidak dapat melahirkan keturunan.
b. Istri mendapat penyakit yang dapat menghalangi pelaksanaan kewajiban-
kewajibannya kepada sang suami.
c. Bilamana suami mempunyai dorongan syahwat yang tidak bisa ditahan
sedangkan perempuan memiliki keadaan-keadaan khusus berkaitan dengan
nifas dan haid.
d. Bila pada suatu daerah dan masa tertentu jumlah perempuan lebih banyak
dari jumlah laki-laki atau bila laki-laki tidak diperbolehkan beristri lebih dari
seorang, dikhawatirkan kaum perempuan akan berbuat serong.
Sungguhpun hampir serupa, al-Maraghi36 menambahkan satu poin dalam
kondisi-kondisi diperbolehkan berpoligami yang tidak disebutkan oleh
pendapat Rasyid Rida dan al-Hajazi, yakni suami boleh berpoligami bila isteri
sudah tua dan mencapai umur yaʽisah (tidak haidl, menopause) lagi padahal
suami berkeinginan mempunyai anak dan dalam kondisi mampu memberikan
nafkah dan menjamin kebutuhan kepada istri-istri dan anak-anaknya.”
34 Muhammad Rasyid bin ʽAli Rida bin Muhammad Syams al-Din bin Muhammad Baha al-
Din, Tafsir al-Manar, h.289-290.
35 Muhammad Mahmud al-Hajazi, al-Tafsir al-Wadih, h.337.
36 Ahmad bin Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, cet.I, juz IX, (Mesir: Syirkah Maktabah
wa Matbaʽah Mustafa al-Babi al-Haliy wa Auladuhu, 1946), h.182.
32
Lain halnya dengan ketiga ulama tersebut, Wahbah Zuhaili37 membagi
kondisi-kondisi tersebut menjadi 2 kelompok sebab yaitu sebab umum dan
sebab khusus.
Sebab umum diperbolehkannya poligami sebagai berikut.
a. Tidak seimbangnya jumlah pria dan wanita.
b. Kebutuhan untuk memperbanyak umat untuk menambah kekuatan
dalam peperangan atau kepentingan-kepentingan yang menyangkut
kehidupan bermasyarakat.
c. Memperluas syiar agama Islam.
Sebab khusus diperbolehkannya poligami sebagai berikut.
a. Kondisi istri yang mandul atau terkena penyakit atau ketidakcocokan
tabiat istri dengan tabiat suami.
b. Adanya perselisihan yang terjadi antara suami dan istri. Poligami
dianggap lebih baik daripada menempuh jalan perceraian.
c. Tingginya hasrat seksual suami dan khawatir terjerumus dengan zina.
Komentar tegas selanjutnya disampaikan oleh ulama Islam kontemporer
Muhammad Syahrur yang memberikan penegasan bahwa konteks ayat poligami
ini harus dipahami dalam kaitannya dengan pemahaman sosial kemasyarakatan,
bukan konsep biologis (senggama), dan berkisar pada masalah anak-anak yatim
dan berbuat baik kepadanya serta berlaku adil terhadapnya.38
37 Wahbah bin Mustafa al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuh, h.6671-6673.
38 Yayan Sopyan, Islam dan Negara: Tranformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum
Nasional, h.146.
33
C. Poligami dalam Bingkai Peraturan Perundang-undangan di Indonesia
Konstitusi Indonesia menjelaskan bahwa Indonesia bukanlah negara Islam,
namun sebuah negara yang dihuni umat Islam terbesar di dunia yang menetapkan
Pancasila sebagai dasar negara, Hukum Islam secara tidak langsung mempunyai
posisi yang penting. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah sejalan dengan ajaran
tauhid sebagai sendi pokok ajaran Islam dan hukum Islam telah memberikan
landasan dasar yang cukup kokoh untuk melaksanakan ketentuan hukum Islam
dalam negara hukum yang berdasarkan Pancasila. Kemudian ditegaskan pula
negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu.
Landasan konstitusional ini adalah merupakan jaminan formal dari setiap muslim
dan umat Islam di Indonesia untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum
Islam dalam hidup dan kehidupannya di tengah-tengah masyarakat dan bangsa
Indonesia serta dalam kehidupan bernegara.39
Uraian tersebut memberikan pemahaman kepada kita bahwa meski poligami
yang merupakan produk hukum Islam, dalam kaitannya dengan Indonesia tidak
dapat dipisah-pisahkan dengan konteks Indonesia sebagai negara hukum. Sehingga
dalil-dalil atau dasar hukum melakukan suatu perbuatan mestilah mempunyai
hujjah yang bersandarkan kepada peraturan perundang-undangan yang telah
disahkan. Ketentuan poligami di Indonesia adalah permasalahan keagamaan yang
telah diakomodir dalam bentuk produk-produk legislatif.
Pembahasan poligami dalam produk-produk legislatif telah tertuang tidak
kurang dari 5 pedoman sebagai referensi. Referensi-referensi tersebut yaitu UU
39 Yayan Sopyan, Islam dan Negara: Tranformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum
Nasional, h.66.
34
No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, PP No. 9 Tahun 1975, PP No. 10 Tahun
1983, PP No. 45 Tahun 1990, dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).40
Walaupun dinyatakan bahwa pada prinsipnya dasar perkawinan adalah
monogami yaitu seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri, namun dalam
kondisi-kondisi tertentu dibolehkan untuk berpoligami yaitu beristri lebih dari
satu. Hal tersebut diperbolehkan dengan syarat terdapat ijin dari pengadilan.41
1. UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Asas monogami tersebut tertuang pada Pasal 1 Undang-Undang nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa:
“Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Penggunaan frasa “seorang pria” dan “seorang wanita” jelas menunjukan
bahwa asas perkawinan di Indonesia adalah monogami. Keberadaan monogami
sebagai asas perkawinan di Indonesia diperkuat dengan pasal lainnya yaitu
Pasal 3 ayat (1) adalah sebagai berikut:
“Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh
mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai
seorang suami.”
Meski begitu, beberapa pasal selanjutnya dalam UU Perkawinan ini tetap
mengakomodir perihal poligami. Pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut:
40 Atik Wartini, Poligami: dari Fiqh hingga Perundang-undangan, no.2, vol.10, (Yogyakarta:
Hunafa: Jurnal Studia Islamika, 2013), h.238.
41 Yayan Sopyan, Islam dan Negara: Tranformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum
Nasional, h.162.
35
Pasal 3 ayat (2)
Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri
lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak bersangkutan.
Pasal 4
1. Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang
sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini, maka
ia wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat
tinggalnya.
2. Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin
kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila:
a. Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri.
b. Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan.
c. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
Pasal 5
1. Untuk dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini,
harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Adanya persetujuan dari isteri-isteri.
b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-
keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka.
c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-
isteri dan anak-anak mereka.
2. Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak
diperlukan bagi seorang suami apabila isteri/isteri-isterinya tidak
mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam
36
perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari istrinya selama sekurang-
kurangnya 2 (dua) tahun, atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu
mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan.
Pasal 65
1. Dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang baik berdasarkan
Pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini maka berlakulah ketentuan-
ketentuan berikut:
a. Suami wajib memberi jaminan hidup yang sama kepada semua
isteri dan anaknya.
b. Isteri yang kedua dan seterusnya tidak mempunyai hak atas harta
bersama yang telah ada sebelum perkawinan dengan isteri kedua
atay berikutnya itu terjadi.
c. Semua isteri mempunyai hak yang sama atas harta bersama yang
terjadi sejak perkawinannya masing-masing.
2. Jika pengadilan yang memberi izin untuk beristeri lebih dari seorang
menurut Undang-undang ini tidak menentukan lain, maka berlakulah
ketentuan-ketentuan ayat (1) pasal ini.
2. PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun !974 tentang
Perkawinan
Rincian lebih lanjut dari kualifikasi persyaratan tersebut, diuraikan dalam
peraturan pelaksananya yaitu terdapat pada PP Nomor 9 Tahun 1975. Prosedur
poligami dijelaskan dalam 5 pasal yang secara khusus dikumpulkan di BAB
VIII tentang Beristri Lebih dari Seorang. Teks pasal-pasalnya adalah sebagai
berikut:
37
Pasal 40
Apabila seorang suami bermaksud untuk beristri lebih dari seorang maka
ia wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada Pengadilan.
Pasal 41
Pengadilan kemudian memeriksa mengenai:
a. Ada atau tidaknya alasan yang memungkinan seorang suami kawin
lagi, ialah:
i. Bahwa isteri tidak dapat menjalankan kewajiban-kewajibannya
sebagai isteri.
ii. Bahwa isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan.
iii. Bahwa isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
b. Ada atau tidak adanya persetujuan dari isteri, baik persetujuan lisan
maupun tertulis, apabila persetujuan itu merupakan persetujuan lisan,
persetujuan itu harus diucapkan didepan sidang pengadilan.
c. Ada atau tidak adanya kemampuan suami untuk menjamin keperluan
hidup isteri-isteri dan anak-anak, dengan memperlihatkan:
i. Surat keterangan mengenai penghasilan suami yang ditandatangani
oleh bendahara tempat bekerja, atau
ii. Surat keterangan pajak penghasilan, atau
iii. Surat keterangan lain yang dapat diterima oleh Pengadilan.
d. Ada atau tidak adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil
terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka dengan pernyataan atau
janji dari suami yang dibuat dalam bentuk yang ditetapkan untuk itu.
38
Pasal 42
1. Dalam melakukan pemeriksaan mengenai hal-hal pada pasal 40 dan
41, pengadilan harus memanggil dan mendengar isteri yang
bersangkutan.
2. Pemeriksaan Pengadilan untuk itu dilakukan oleh Hakim selambat-
lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterimnaya surat permohonan
beserta lampiran-lampirannya.
Pasal 43
Apabila pengadilan berpendapat bahwa cukup alasan bagi pemohon untuk
beristeri lebih dari seorang, maka pengadilan memberikan putusannya
yang berupa izin untuk beristeri lebih dari seorang.
Pasal 44
Pegawai Pencatat dilarang untuk melakukan pencatatan perkawinan
seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang sebelum adanya izin
Pengadilan seperti yang dimaksud dalam Pasal 43.
3. Kompilasi Hukum Islam
Produk legislatif berikutnya yang membahas aturan terkait poligami
adalah Kompilasi Hukum Islam atau biasa disingkat dengan KHI. Meski hanya
dikeluarkan melalui Instruksi Presiden yang secara hierarkhi peraturan
perundang-undangan berada dibawah dua produk legislatif yang terlebih dahulu
disebutkan, namun KHI atau Inpres Nomor 1 Tahun 1991 ini tetap digunakan
sebagai pedoman hukum bagi hakim. KHI tidak hanya memuat perihal
perkawinan tapi dua subjek lainnya yaitu Kewarisan dan Perwakafan. Sehingga
KHI dalam hal ini dapat dikategorikan sebagai lex generalis. Poligami dalam
KHI dijelaskan dalam BAB IX tentang Beristeri lebih dari Satu Orang dengan
39
dilengkapi 5 pasal sebagai turunannya. Kelima pasal tersebut adalah sebagai
berikut:
Pasal 55
1. Beristeri lebih dari satu orang pada waktu bersamaan, terbatas hanya
sampai empat orang isteri.
2. Syarat utama beristeri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku
adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya.
3. Apabila syarat utama yang disebut pada ayat (2) tidak mungkin
dipenuhi, suami dilarang beristeri lebih dari seorang.
Pasal 56
1. Suami yang hendak beristeri lebih dari satu orang harus mendapat izin
dari Pengadilan Agama.
2. Pengajuan permohonan izin dimaksud pada ayat (1) dialkukan menurut
tata cara sebagaimana diatur dalam BAB VIII Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 1975.
3. Perkawinan yang dilakukan dengan isteri kedua, ketiga atau keempat
tanpa izin dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum.
Pasal 57
Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada seorang suami yang
akan beristeri lebih dari seorang apabila:
a. Isteri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri.
b. Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan.
c. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
40
Pasal 58
1. Selain syarat utama yang disebut padal Pasal 55 ayat (2) maka untuk
memperolah izin Pengadilan Agama harus pula dipenuhi syarat-syarat
yang dietentukan pada Pasal 5 Undang-undang No.1 Tahun 1974
yaitu:
a. Adanya persetujuan isteri.
b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup
isteri-isteri dan anak-anak mereka.
2. Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 41 huruf b Peraturan
Pemerintah No. 9 Tahun 1975, persetujuan isteri atau isteri-isteri dapat
diberikan secara tertulis atau dengan lisan, tetapi sekalipun telah ada
persetujuan tertulis, persetujuan ini dipertegas dengan persetujuan lisan
isteri pada sidang Pengadilan Agama.
3. Persetujuan dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak diperlukan bagi
seorang suami apabila isteri atau isteri-isterinya tidak mungkin
dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam
perjanjian atau apabila tidak ada kabar dari isteri atau isteri-isterinya
sekurang-kurangnya 2 tahun atau karena sebab lain yang perlu
mendapat penilaian Hakim.
Pasal 59
Dalam hal isteri tidak mau memberikan persetujuan, dan permohonan izin
untuk beristeri lebih dari satu orang berdasarkan atas salah satu alasan
yang diatur dalam Pasal 55 ayat (2) dan 57, Pengadilan Agama dapat
menetapkan tentang pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar
isteri yang bersangkutan di persidangan Pengadilan Agama, dan terhadap
penetapan ini isteri atau suami dapat mengajukan banding atau kasasi.
41
4. PP No. 10 Tahun 1983 jo. PP No. 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan
dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil
Sedangkan peraturan perundang-undangan lain terkait dengan poligami
tertuang pada PP Nomor 10 Tahun 1983 yang mendapat perubahan dengan
disahkannya PP Nomor 45 Tahun 1990. Kedua Peraturan Pemerintah ini
menjabarkan pedoman hukum terkait hal-hal perkawinan bagi Pegawai Negeri
Sipil (PNS).
Berdasarkan beberapa uraian peraturan perundang-undangan di Indonesia
terkait perkawinan yang memuat juga perihal poligami, penulis dapat
menyimpulkan beberapa poin penting terkait poligami adalah sebagai berikut:
a. Poligami hanya bisa dilakukan apabila memperoleh ijin dari pengadilan seperti
tertuang pada Pasal 3 ayat (1), 4 ayat (2), 5, KHI Pasal 57 dan Pasal 4 PP
Nomor 10 Tahun 1983.
b. Jumlah istri dalam poligami terbatas hanya sampai empat orang seperti
dijelaskan pada Pasal 55 KHI.
c. Ijin permohonan poligami ketat dengan kondisi-kondisi khusus sesuai dengan
Pasal 40, 41, 43 PP Nomor 1 Tahun 1974, diantaranya sebagai kondisi istri
tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri, istri mendapat cacat badan
atau penyakit yang tidak bisa disembuhkan dan istri tidak dapat melahirkan
keturunan.
42
BAB III
ORGANISASI GLOBAL IKHWAN BOGOR
Pembahasan bab ini difokuskan pada kondisi-kondisi objektif subjek penelitian
yaitu Organisasi Global Ikhwan di Sentul, Bogor yang dibagi ke dalam tiga sub bab.
Pertama, biografi pendiri Organisasi Global Ikhwan yaitu Abuya Assari Muhammad
al-Tamimi. Kedua, sejarah pendirian Organisasi Global Ikhwan, yakni masa
perkembangan organisasi dari awal berdiri dengan nama Darul Arqam hingga
menjadi Global Ikhwan saat ini. Ketiga, struktur organisasi, anggota, dan aktivitas
Organisasi Global Ikhwan di Bogor.
A. Biografi Pendiri Global Ikhwan
Gambar 3.1
Pendiri Global Ikhwan Abuya Assari Muhammad Al-Tamimi
Darul Arqam atau sekarang lebih dikenal dengan nama Global Ikhwan
didirikan oleh seorang pria berkebangsaan Malaysia yang kerap dipanggil dengan
sebutan Abuya oleh para jemaahnya. Nama lengkap beliau adalah Ashaari
Muhammad bin Idris bin Malik bin Abdul Kadir, lahir di Malaysia pada tanggal 30
Oktober 1937. Abuya memiliki nasab keturunan Arab yang dibawa dari ayahnya.
43
Sementara sang ibu dikabarkan memiliki nasab keturunan keluarga Rasulullah
Muhammad yaitu dari garis keturunan Husein.1
Semasa hidupnya Abuya lebih banyak mendapatkan pendidikan non-formal
yaitu dengan berguru kepada ulama. Ulama yang sempat mengasuh beliau
diantaranya adalah lebai Ibrahim yang merupakan murid Syeikh Muhammad as-
Suhami, Syeikh Mahmud Bukhari saat beliau bersekolah di Ma’had Hisyamudin,
Syeikh Khalil, Abdul Hakim al-Azhari dan Dahlan Abdul Manaf.
Abuya di umurnya ke 21 tahun telah aktif di jemaah Tabligh, Ikhwan,
ABIM, dan Partai Politik PAS. Lingkungan partai menyebabkan Abuya
terpengaruh dengan hal-hal yang tidak berlandaskan Islam. Hingga Abuya
mengalami guncangan emosi yang membuatnya mengurung diri selama dua tahun.
Pengurungan diri tersebut digunakan oleh Abuya sebagai media untuk memohon
ampunan dosa yang kemudian memupuk semangat berdakwah memperjuangkan
nilai-nilai Islam. Dua tahun berlalu, Abuya mengakhiri kegiatan tersebut dan mulai
berdakwah memperjuangkan nilai-nilai Islam dengan menggunakan Tarekat Sufi.
Semangat dakwah dengan menggunakan tarekat Sufi inilah pada
perkembangan selanjutnya menjadi awal berkembang pesatnya jumlah pengikut
Abuya hingga diputuskan dibentuk sebuah organisasi masyarakat Islam yang
diberi nama Darul Arqam (sekarang: Global Ikhwan). Abuya sebagaimana telah
disinggung sebelumnya pernah dijebloskan ke dalam penjara dengan tuduhan
mendirikan organisasi aliran sesat oleh Pemerintah Malaysia yaitu pada
pemerintahan Mahatir Muhammad sehingga harus ditahan selama 10 tahun.
Selama Abuya masih dalam tahanan, Kegiatan Darul Arqam tidak lantas berhenti
namun dilanjutkan oleh para Jemaah meski tanpa kehadiran Abuya hingga
1 Ikhwan, “Pemimpin yang Dijandikan”, artikel diakses pada 15 November 2016 dari
https://Abuyaattamimi.wordpress.com/.
44
beridirilah sebuah organisasi dengan nama berbeda yaitu Rufaqa yang tak lain
adalah Darul Arqam dahulu dan saat ini berganti nama menjadi Global Ikhwan.2
Para jemaah sangat bergantung kepada sosok Abuya. Sosoknya yang
penyayom membuatnya begitu dekat dengan para jemaah. Selain sebagai sosok
pemimpin yang dihormati, Abuya pun adalah seorang kawan, ayah, serta guru bagi
para jemaah. Melalui kepemimpinannya, Abuya berhasil menjadikan Global
Ikhwan berkembang hingga ke berbagai belahan negara termasuk Indonesia.3
Abuya wafat pada tanggal 13 Mei 2010 di usia ke 73 tahun.
B. Sejarah Pendirian Global Ikhwan
Darul Arqam adalah sebuah organisasi masyarakat Islam yang didirikan
pada tahun 1968 dengan basis perkembangannya berada di Malaysia. Hingga saat
ini, Darul Arqam telah berganti nama sebanyak 2 kali. Berkembang dengan nama
Darul Arqam, organisasi ini pernah dibubarkan dengan dinyatakan sebagai
organisasi aliran sesat oleh Pemerintah Malaysia. Hingga Abuya sebagai pendiri
organisasi ini dijebloskan ke penjara.
Penulis dalam menelusuri akar permasalahan pembubaran Darul Arqam
mendapat informasi dengan versi yang berbeda-beda. Menurut jemaah, sangat
berpengaruhnya ajaran Abuya yang ditandai dengan pesatnya pertambahan Jemaah
Darul Arqam dinilai oleh beberapa pihak yang berkepentingan dengan
pemerintahan dan politik sebagai sebuah ancaman politik. Sehingga digulirkanlah
isu-isu politis untuk menghambat bahkan membubarkan Darul Argam. Prediksi
tersebut dibangun atas dasar bahwa sifat ketaatan Jemaah Darul Arqam pada sosok
Abuya begitu besar hingga muncul kekhawatiran akan berubah menjadi fanatisme
2 Wawancara Pribadi dengan Mahfuz (salah satu Jemaah Global Ikhwan), Bogor, 16 Maret
2016.
3 “GISB Peraju Ekonomi Islam Kini”, Business Kini, 2015.
45
yang akan berdampak negatif terhadap kondisi masyarakat. Pemerintah Malaysia
pada akhrinya harus mengambil keputusan untuk membubarkan Organisasi Darul
Arqam yang dianggap sebagai langkah preventif dapat terjadinya kekhawatiran-
kekhawatiran tersebut.4
Informasi lainnya penulis dapatkan dari media online yang secara tegas
membubuhkan headline bahwa Darul Arqam adalah organisasi berpaham
menyesatkan. Diantara paham yang dianggap menyesatkan adalah Abuya
dianggap sebagai sosok yang dipersiapkan menyambut kedatangan Imam Mahdi
dan pernah bertemu dengan Nabi Muhammad saw. dalam keadaan terjaga.5
Kesimpulan serupa yang menyatakan Darul Arqam memiliki paham menyesatkan
juga penulis dapatkan dengan menelusuri fatwa MUI Aceh, Sumatera Barat, Jawa
Barat, dan diikuti oleh MUI Pusat yang dikeluarkan di tahun 1994 yang membahas
Aqidah Organisasi Darul Arqam. Namun setelah dikaji bahwa fatwa tersebut tidak
didasarkan secara langsung terhadap Organisasi Darul Arqam akan tetapi
didasarkan atas buku Aurad Muhammadiyah yang diterbitkan oleh Darul Arqam.6
Terakhir, respon lembaga lainnya yang dapat penulis temukan tentang Aqidah
Darul Arqam adalah dari Pengurus Besar Nahdatul Ulama yang mengeluarkan
keputusan dengan menyatakan bahwa aqidah Darul Arqam tidak menyimpang.7
Terlepas dari beragamnya versi keterangan terkait alasan pembubarannya, Darul
Arqam hingga dibubarkan oleh Pemerintah Malaysia terhitung telah berdiri selama
26 tahun.
4 Wawancara Pribadi dengan Indra (salah satu Jemaah Global Ikhwan), Bogor, 9 September
2017.
5 Said Yai Ardiansyah, “Darul Arqam dan Wajah Barunya”, artikel diakses pada 25 Juli 2017
dari https://muslim.or.id/1187-darul-arqam-dan-wajah-barunya.html.
6 Ikhwan, “Menjawab tuduhan Sesat Berkaitan dengan Tawassul”, artikel diakses pada 25 Juli
2017 dari http://menjawab-tuduhan-tawassul.blogspot.co.id/2013/01/keputusan-pbnu-tentang-aqidah-
darul.html.
7 Pengurus Besar Syuriyah Nahdatul Ulama, Keputusan Pengurus Besar Syuriyah Nahdatul
Ulama tentang Aqidah Darul Arqam, (Jakarta: Pengurus Besar Nahdatul Ulama, 1994)
46
Angka 26 tahun bukanlah hitungan angka yang dapat dinilai sebentar. Darul
Arqam telah memiliki banyak anggota yang sangat loyal terhadap Abuya. Oleh
sebab itu, kenyataan bahwa Darul Arqam dibubarkan tidak lantas menyurutkan
loyalitas para anggota terhadap Abuya. Para anggota yang membentuk kembali
organisasi bernama Rufaqo tak lain bertujuan untuk melahirkan kembali semangat
perjuangan Darul Arqam yang harus pupus di tengah jalan. Hingga selang waktu 3
tahun yaitu pada tahun 1997, Rufaqo berganti nama dan diorganisasikan secara
resmi menjadi Global Ikhwan. Sebelum berganti nama menjadi Global Ikhwan,
Rufaqo telah berkembang menjadi perusahaan beraset besar yang memiliki cabang
tersebar di negara-negara Asia, Eropa, dan Timur Tengah.8
Langkah berbeda diambil oleh para jemaah untuk Global Ikhwan. Jemaah
tidak lagi membuat organisasi serupa dengan Darul Arqam, namun memilih jalan
menguatkan eksistensinya menjadi sebuah perusahaan meneruskan jejak
perkembangan Rufaqo. Salah satu jemaah Global Ikhwan menyatakan bahwa
dengan tercatat sebagai sebuah perusahaan menjadikan Global Ikhwan lebih
fleksibel untuk berkembang. Selain itu, pada dasarnya keinginan tersebut adalah
misi dakwah yang telah ada di benak Abuya namun harus tertahan karna Darul
Arqam dibubarkan secara sepihak. Menurut Abuya bahwa sebenarnya Islam
tersebar bukanlah dengan sengaja disebarkan tapi berawal dari kegiatan ekonomi
saudagar muslim Timur Tengah dengan penduduk dimana mereka berdagang.
Kegiatan ekonomi saudagar muslim Timur Tengah menimbulkan interaksi hingga
akhirnya saling bertukar informasi termasuk tentang ajaran-ajaran Agama Islam.9
8 Naimullah, “Pola Perkawinan Club Berpoligami Global Ikhwan Ditinjau Menurut Hukum
Islam (Studi Kasus di Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru)”, (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Ilmu
Hukum, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, 2010), h.53.
9 Wawancara Pribadi dengan Mahfuz, (salah satu Jemaah Global Ikhwan), Bogor, 16 November
2016.
47
C. Profil Organisasi Global Ikhwan Sentul, Bogor
1. Struktur Pengurus
Gambar 3.2
Struktur Organisasi Global Ikhwan
Sepeningal Abuya, Global Ikhwan kini dikelola oleh tim pimpinan inti
struktural yang dikepalai Tuan Mohd. Rasidi Abdullah. Beliau tak lain adalah
suami Ibu Gina Puspita yang dahulu meresmikan Klub Taat Suami pada tahun
2011. Tuan Mohd. Rasidi Abdullah dan Ibu Gina Puspita bersama tim inti
lainnya dianggap oleh anggota sebagai sosok pengganti Abuya. Keduanya juga
bersama tim inti lain adalah orang-orang kepercayaan semasa Abuya hidup.
48
Sehingga paham-paham ajaran Abuya secara lansung turun kepada mereka.
Alhasil selain mengurusi hal-hal terkait perusahaan, mereka juga memberikan
bimbingan-bimbingan kepahaman Agama Islam kepada para anggota termasuk
perihal poligami.
2. Anggota
Secara umum, terdapat dua cara menjadi anggota Global Ikhwan. Pertama
adalah karena keturunan yakni mereka yang lahir, tinggal, dan mendapat
bimbingan di Global Ikhwan. Kedua adalah dengan sengaja orang diluar Global
Ikhwan awalnya kemudian memutuskan untuk bergabung menjadi anggota
Global Ikhwan.
Global Ikhwan memiliki cara khusus dalam membina para anggota.
Mereka menerapkan sistem jenjang pendidikan tersendiri. Sebagian besar dari
para anggota dididik dengan sistem khusus yang dibuat oleh Global Ikhwan
yang tidak melibatkan jenjang-jenjang sekolah pada umumnya. Global Ikhwan
membuat jenjang pendidikan yang terfokus pada aplikasi pembelajaran. Materi
aplikasi pembelajaran tersebut terintegrasi dengan kegiatan-kegiatan usaha
Global Ikhwan. Para anggota dari sejak remaja telah dibina untuk produktif dan
menguasai keahlian-keahlian yang dapat dibutuhkan oleh kegiatan ekonomi
yang ada di Global Ikhwan. Remaja-remaja putra dan putri dibina sesuai
dengan bakat dan kesukaan yang mereka miliki, ada yang dibina untuk
membuat usaha dibidang bakery, rumah makan, songkok, peternakan kambing
dan ayam, mini market, serta bidang entertainment seperti nasyid dan film.
Sehingga jenjang pendidikan yang ada di Global Ikhwan sangat berbeda dari
sekolah pada umumnya yang menurut mereka hanya terfokus pada teori-teori
keilmuan dan rendah intentitas aplikasinya.
49
Sedangkan bagi anggota yang baru bergabung dengan Global Ikhwan
setelah dewasa dan juga telah memiliki background pendidikan konvensional
tetap dibina sesuai keahlian dan ditempatkan di cabang-cabang usaha Global
Ikhwan tesebut. Sehingga tak jarang pernulis menemukan anggota dengan latar
pendidikan yang tinggi seperti insiyur dan lulusan teknik mengurusi cabang
usaha yang tidak ada kaitannya dengan latar belakang pendidikan sebelumnya
seperti bekerja di peternakan Global Ikhwan. Selain itu, penulis pun mengamini
bahwa terpusatnya arahan berdampak pada anggota yang ditandai dengan
ketaatan yang tinggi atas instruksi-instruksi yang berasal dari pimpinan.
Selanjutnya, Berikut adalah tabel jumlah anggota dan keluarga poligami
Global Ikhwan di Sentul, Bogor:
Kriteria Anggota Jumlah
Laki-laki lajang 31 orang
Perempuan lajang 19 orang
Laki-laki sudah menikah 53 orang
Perempuan sudah menikah 63 orang
Anak-anak 94 orang
Total 260 orang
Keluarga Poligami 13 keluarga
50
Kriteria Keluarga Poligami (KP) Jumlah
Jumlah KP dengan 2 istri 7 Keluarga
Jumlah KP dengan 3 istri 5 Keluarga
Jumlah KP dengan 4 istri 1 Keluarga
Total 13 Keluarga
Jumlah keluarga poligami pada tabel tersebut adalah jumlah keluarga
poligami yang berdomisili di Sentul, Bogor baik kedua belah pihak yaitu suami
dan istri atau salah satu saja. Dari data tersebut diketahui bahwa jumlah suami
yang berpoligami sebanyak 13 orang dan istri sebanyak 33 orang. Sebanyak 8
orang dari jumlah suami yang berpoligami memiliki latar belakang pendidikan
non-sarjana sedangkan dari pihak istri sebanyak 20 orang. Serta diketahui juga
bahwa semua istri dari keluarga poligami menikah di usia lebih dari 16 tahun.
Selanjutnya berkaitan dengan ciri dari anggota Global Ikhwan untuk
anggota laki-laki memakai songkok, sedangkan anggota perempuan berpakaian
Islami seperti perempuan muslim pada umumnya. Penampilan anggota Global
Ikhwan sebenarnya telah mengalami perubahan, beberapa pihak menyebutkan
perubahan penampilan Global Ikhwan adalah bentuk inkonsistensi ajaran
Global Ikhwan. Di awal perkembangan Darul Arqam di Malaysia, Abuya
sangat gencar mendakwahkan ajaran-ajaran Islam terutama menyangkut cara
berpakaian. Semua anggota Global Ikhwan pada saat itu memakai jubah
(gamis) untuk laki-lakinya dan memakai cadar untuk perempuannya. Peneliti
mengkonfirmasi langsung hal tersebut kepada wakil pimpinan Global Ikhwan
yang memberikan pemaparan bahwa langkah perubahan penampilan tersebut
bukanlah inkonsistensi namun karena kesediaan Global Ikhwan bekerja sama
dengan instruksi pemerintah Malaysia yang melarang penampilan demikian
digunakan oleh Global Ikhwan. Instruksi tersebut pun tak lepas dari polemik
51
pembubaran Darul Arqam dahulu. Selain itu, ciri fisik lainnya adalah
tercampurnya logat Bahasa Melayu ke dalam bahasa keseharian para anggota.
Hal demikian lazim terjadi disebabkan interaksi para anggota dengan anggota-
anggota lain dari Malaysia dan bahkan hampir semua anggota pernah bekerja di
beberapa cabang di Malaysia untuk waktu yang cukup lama. Berikut beberapa
foto penampilan fisik anggota Global Ikhwan:
Gambar 3.3
Penampilan fisik anggota Global Ikhwan
3. Pendidikan
Telah dipaparkan sebelumnya bahwa anggota Global Ikhwan berasal dari
dua jalur, pertama adalah lahir dari pasangan anggota Global Ikhwan dan yang
kedua adalah yang menjadi anggota setelah dewasa. Sistem pendidikan khusus
yang dibuat Global Ikhwan yang terintegrasi dengan bentuk-bentuk usaha
Global Ikhwan di seluruh negara menjadi bentuk pendidikan tersendiri bagi
para anggota, alhasil anggota sangat terlatih di bidang yang diminati dan hampir
semua anggota memiliki kecakapan berbahasa yang baik karena sistem lintas
negara tersebut. Anggota yang bergabung setelah dewasa pun rata-rata telah
memiliki background pendidikan yang sangat mumpuni, mulai dari sarjana
hingga insinyur teknik. Ibu Gina Puspita contohnya, beliau yang disebut
52
sebagai Ibu Muslimah Global Ikhwan bergabung dengan Global Ikhwan saat
dewasa ketika tengah menyelesaikan studi teknik penerbangan di Perancis.
4. Keagamaan
Dalam hal keagamaan, Global Ikhwan mengikuti ajaran Ahl al-Sunnah
wa al-Jama ʽah bermazhab Imam Syafi’i yang ditambah dengan paham tarekat
sufi yang diajarkan oleh Abuya.
5. Ekonomi
Semua anggota Global Ikhwan merupakan pegiat dan pegawai bentuk-
bentuk usaha yang ada di Global Ikhwan. Selain memiliki pemasukan sesuai
dengan bidang usaha yang digeluti, anggota pun di support oleh perusahaan
dengan jumlah pemasukan yang berbeda-beda disesuaikan status anggota
tersebut, misalnya sudah menikah atau belum menikah dan berpoligami atau
belum berpoligami. Sehingga dapat disimpulkan bahwa anggota Global Ikhwan
memiliki kondisi ekonomi yang cukup.
6. Aktivitas
Sebagaimana telah dijelaskan lebih dahulu bahwa kini Global Ikhwan
menggunakan jalur ekonomi sebagai basis perkembangan organisasi. Jejak
perkembangan organisasi melalui jalur ini telah dimulai sejak masih bernama
Rufaqa. Namun untuk di Indonesia sendiri, Global Ikhwan hadir dengan status
sebagai yayasan dengan pusat kegiatannya berada di Sentul, Bogor. Pemukiman
anggota Global Ikhwan di Sentul ini dahulu dikenal dengan Kampung Poligami
Global Ikhwan, namun saat ini daerah yang dahulu terdapat pemukiman-
pemukiman keluarga poligami anggota Global Ikhwan telah dijadikan area
perumahan bernama Victoria. Meski tidak secara langsung menampilkan sebuah
kampung poligami seperti dahulu namun sebagian besar penghuni perumahan
53
Victoria adalah anggota-anggota Global Ikhwan dan lazim ditemukan keluarga
poligami Global Ikhwan yang menempatkan istri-istrinya dalam satu rumah.
Yayasan Global Ikhwan bergerak dalam bidang pendidikan, sosial, dan
dakwah Islam yang mempunyai visi dan misi sejalan dengan apa yang dicita-
citakan Rasulullah saw. yaitu mengutamakan pendidikan dan bina insan sebagai
aktifitas utamanya sehingga diharapkan dapat ikut berperan serta dalam
membangun generasi penerus yang berguna bagi agama, bangsa, dan negara.
Visi dan misi Yayasan Global Ikhwan diwujudkan dengan membentuk
cabang-cabang yang mewakili masing-masing bidang yaitu Bidang Sosial,
Kebudayaan dan Multimedia, Ekonomi dan Wisausaha, Pendidikan, serta Dakwah
Islam. Pembinaan kelima bidang ini diwujudkan dalam beberapa kegiatan untuk
para Jemaah dan masyarakat umum.
Beberapa kegiatan Global Ikhwan yang berkaitan dengan bidang sosial
adalah mengadakan santunan bagi anak yatim dan dhuafa, menyelenggarakan
pernikahan massal, khitanan massal, pengobatan gratis, penyaluran ZIS,
pengelolaan wakaf, dan penyuluhan bahaya narkoba. Sedangkan dalam Bidang
Kebudayaan dan Multimedia dibentuk Sanggar Seni dan Budaya Generasi
Harapan yang bertujuan untuk menyalurkan minat dan bakat remaja-remaja
muslim. Selain itu, Yayasan Global Ikhwan berkaitan dengan Bidang Ekonomi
dan Wirausaha melatih para pemuda dan pemudi mampu menciptakan produk-
produk halal seperti produksi bakso, kecap, pakaian muslim, dan bakery yang
didistribusikan secara mandiri. Di Bidang Pendidikan, Yayasan Global Ikhwan
menyelenggarakan Sistem Pendidikan 24 jam dengan model asrama agar mampu
dibimbing mencintai Tuhan dan mengembangkan potensi diri sesuai dengan minat
dan bakat mereka. Bidang terakhir adalah Bidang Dakwah Islam yang diwujudkan
melalui Lembaga Pembinaan Sumber Daya Manusia (LPSDM) Harmoni yang
54
menyelenggarakan seminar, kursus, pembekalan, serta motivasi keagamaan bagi
Jemaah dan masyarakat umum.
Gambar 3.4
Bidang-bidang usaha Global Ikhwan
55
BAB IV
ANALISIS DATA
Bab ini terdiri dari tiga sub bab pembahasan. Sub bab pertama memaparkan
praktek poligami Organisasi Global Ikhwan di Bogor. Sub bab kedua memaparkan
faktor penyebab praktek poligami Organisasi Global Ikhwan di Bogor. Terakhir, sub
bab ketiga menjelaskan tinjauan Hukum Islam terkait praktek dan urgensi poligami
Organisasi Global Ikhwan di Bogor.
A. Praktek Perkawinan dan Poligami Anggota Global Ikhwan Sentul
Pernikahan anggota Global Ikhwan memiliki praktik tersendiri yang sangat
berbeda dengan pernikahan pada umumnya. Perbedaan praktik yang dimaksud
adalah berkaitan dengan proses atau tahapan pernikahan seseorang dari awal
hingga sah menjadi suami istri. Pada hakikatnya, Anggota Global Ikhwan tidak
dibatasi oleh pimpinan mereka untuk memilih calon suami atau istri, baik yang
merupakan anggota ataupun bukan anggota Global Ikhwan. Namun memilih dan
menikah dengan calon suami atau istri yang juga merupakan anggota Global
Ikhwan lebih dianjurkan karena dianggap lebih maslahat. Hal tersebut agar
memudahkan kedua belah pihak dalam membina kehidupan rumah tangga
berlandaskan kesamaaan cara pandang hidup yang diajarkan oleh Abuya Assari
Muhammad al-Tamimi. Pada prakteknya, baik pernikahan pertama ataupun
pernikahan poligami anggota Global Ikhwan itu tidak terlepas dari adanya
intervensi pimpinan. Bahkan inisiatif menikah dan berpoligami pun seringkali
datang dari arahan pimpinan yang sebelumnya telah melakukan pengawasan
(monitoring) anggota-anggota Global Ikhwan yang dianggap telah cakap untuk
menikah dan/atau berpoligami. Kecakapan tersebut adalah hasil evaluasi dan
penilaian koordinator lapangan yang menjadi penanggung-jawab di tempat
56
anggota tersebut berkegiatan, lalu disampaikan hasil evaluasi tersebut kepada
pimpinan.
Secara garis besar praktek pernikahan monogami dan poligami anggota
Global Ikhwan dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa pimpinan melakukan
pengawasan (monitoring) terhadap anggota yang dinilai telah cakap untuk
diarahkan menikah dan/atau berpoligami. Rentang umur anggota Global Ikhwan
yang termasuk cakap menikah adalah usia 16-21 tahun. Berikut penjelasan alur
praktek pernikahan anggota Global Ikhwan:
1. Para pimpinan inti Global Ikhwan akan mengidentifikasi dan membuat daftar
nama (list) anggota Global Ikhwan berusia 16-21 tahun yang dinilai telah cakap
untuk diarahkan menikah.
2. Setelah daftar tersusun, para pimpinan akan menunjuk beberapa orang dari
anggota senior yang dianggap kompeten dan akan dibentuk satu tim khusus
yang bertugas mem-follow up tahapan-tahapan lanjutan dari praktek
pernikahan. Tim khusus tersebut mempunyai beberapa tugas antara lain.
Calon
mempelai pria
1
Calon
mempelai pria
2
Calon
mempelai pria
3
Calon
mempelai
wanita 3
Calon
mempelai
wanita 2
Calon
mempelai
wanita 1
57
a. Memasangkan calon suami dan istri.
b. Menemui dan berdiskusi dengan calon suami dan istri beserta keluarganya.
c. Menyelenggarakan walimah secara serentak.
3. Tim khusus memasangkan calon mempelai laki-laki dan perempuan
berdasarkan arahan pimpinan yang dilandasi faktor pencapaian cita-cita dan
tujuan Global Ikhwan. Sehingga diharapkan pernikahan tersebut dapat
membawa kebaikan dan menghasilkan keturunan-keturunan yang berdampak
positif dan signifikan terhadap kemajuan dan perkembangan Global Ikhwan ke
depan.
4. Setelah tercipta pasangan-pasangan seperti dalam ilustrasi, masing-masing dari
anggota tim khusus akan berangkat menjadi delegasi pimpinan untuk menemui
dan menyampaikan arahan menikah tersebut. Pertemuan tersebut dibangun
menjadi sebuah forum diskusi yang bersifat kekeluargaan antara delegasi tim
khusus dengan masing-masing calon mempelai. Beberapa hal yang
disampaikan dalam diskusi tersebut antara lain:
a. Menanyakan visi hidup yang dihubungkan dengan kesiapan menikah.
b. Menanyakan kesanggupan menerima calon yang telah dipilihkan oleh
pimpinan.
5. Jika salah satu calon menyatakan belum siap menikah atau siap menikah tapi
tidak menemukan kecocokan dengan calon yang telah dipilihkan, maka delegasi
tim khusus akan memberikan kesempatan bagi anggota tersebut untuk
mempertimbangkannya dengan waktu selapang-lapangnya. Pada masa
pertimbangan tersebut, delegasi tim khusus akan rutin bersilaturahmi dan
memberikan nasihat dan saran agar dapat menemukan keputusan terbaik bagi
anggota tersebut.
6. Setelah semua pasangan melewati tahap diskusi dan menyatakan kesiapannya,
delegasi tim khusus selanjutnya akan berdiskusi dengan pihak keluarga untuk
membicarakan proses ijab-qabul pernikahan. Proses Ijab-qabul dilaksanakan
58
secara terpisah antara satu pasangan dengan lainnya sesuai dengan kesepakatan
para pihak dan keluarga.
7. Tahap akhir dari alur praktek pernikahan anggota Global Ikhwan adalah
melaksanakan walimah secara serentak.
Berdasarkan keterangan narasumber, penulis mendapatkan informasi bahwa
hampir tidak terdapat anggota yang menolak atas anjuran menikah dan calon
mempelai yang telah dipilihkan oleh pimpinan. Hal tersebut terjadi disebabkan
karena pola pendidikan (tarbiyyah) anggota Global Ikhwan yang sangat
menghormati pimpinan dan menganggap bahwa taat terhadap pimpinan dapat
membawa keberkahan. Bahkan untuk urusan lain seperti pemberian nama anak
pun anggota selalu meminta anjuran nama dari pimpinan agar sang anak mendapat
keberkahan hidup.
Pada hakikatnya alur proses pernikahan poligami sama dengan alur proses
pernikahan seperti ilustrasi diatas. Hal yang menjadi pembeda adalah hanya pada
pihak-pihak yang melalui tahap diskusi. Pada alur praktek pernikahan poligami,
selain kedua calon mempelai juga diikutsertakan istri-istri terdahulu untuk
ditanyakan kesiapan dan kemantapannya dibina dalam keluarga poligami.
Penulis menyimpulkan bahwa praktek atau pola perkawinan yang berlaku di
kalangan Jemaah Global Ikhwan sebagaimana paparan sebelumnya tidak
bertentangan dengan dalil-dalil baik al-Qur’an maupun Hadits. Penulis dalam hal
ini berpegang pada dalil-dalil berikut sebagai landasan dalil atas kesimpulan
tersebut.
a. QS. al-Nisa’ ayat 3 yang berbunyi (“Fankihu ma Taba lakum min al-
Nisa’”) yang artinya (“maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu
senangi”) adalah redaksi yang menyatakan kebolehan memilih calon istri
sesuai dengan kehendak dan kecocokan masing-masing orang.
59
b. Hadits Nabi yang berbunyi:
، قال: حدثني سعيد بن أبي سعيد، عن أبيه، حدثنا مسدد، حدثنا يحيى، عن عبيد للا
صلى هللا عليه وسلم قال: " تنكح عنه، عن النبي المرأة عن أبي هريرة رضي للا
ين، تربت يداكلربع: لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها، فاظفر بذات ا 1 "لد
Hadits tersebut menjelaskan bahwa seorang wanita dipilih untuk
dinikahi oleh seorang pria disebabkan karena 4 hal yaitu hartanya,
keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Dan yang paling utama
dan akan membawa keberkahan hidup adalah memilih perempuan yang
baik agamanya.
c. Hadits Nabi yang berbunyi:
حدثنا معاذ بن فضالة، حدثنا هشام، عن يحيى، عن أبي سلمة، أن أبا هريرة،
حتى تستأمر، وال تنكح ال تنكح الي م »حدثهم: أن النبي صلى هللا عليه وسلم قال:
، وكيف إذنها؟ قال: « البكر حتى تستأذن 2 أن تسكت »قالوا: يا رسول للا
Hadits tersebut menjelaskan bahwa adanya larangan untuk wali
menikahkan seorang perempuan sampai ada persetujuan dari dirinya
sendiri dan Nabi bersabda bahwa salah satu tanda seorang perempuan
setuju untuk dinikahkan adalah dengan diamnya.
Ketiga dalil tersebut secara implisit menjelaskan bahwa adanya kebebasan
bagi seorang muslim untuk memilih istri dan/atau suami sesuai dengan kehendak
1 Muhammad bin Ismaʽil Abu ʽAbdullah al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, juz XII, no.5090, (t.t.:
Dar Tauq al-Najah, 1422 H), h.7. Lihat juga Muslim bin al-Hajjaj Abu al-Hasan al-Qasyiri al-
Naisaburi, Shahih Muslim, juz II, no.1466, (Beirut: Dar Ihya’ al-Turats al-ʽArabi, t.th.), h.1086.
2 Muhammad bin Ismaʽil Abu ʽAbdullah al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, juz XII, no.5136, h.17.
Lihat juga Muslim bin al-Hajjaj Abu al-Hasan al-Qasyiri al-Naisaburi, Shahih Muslim, juz II, no.1419,
h.1036. Lihat juga Abu ʽAbd al-Rahman Ahmad bin Syuʽaib bin ʽAli al-Khurasani al-Nasai, Sunan al-
Nasai, juz XI, no.3267, (t.t.: Maktabah al-Matbuʽah al-Islamiyyah, 1986), h.86.
60
dan kecocokannya. Dalam hal kaitannya dengan pola perkawinan yang berlaku di
Jemaah Global Ikhwan meskipun pernikahan diatur sedemikian rupa oleh para
pimpinan namun tetap dilaksanakan dengan menanyakan kesediaan bukan atas
dasar paksaan.
B. Faktor-Faktor Penyebab Poligami Anggota Global Ikhwan di Sentul, Bogor
1. Faktor Paham Keagamaan
Global Ikhwan menyimpulkan bahwa poligami adalah hal yang sangat
dianjurkan karena monogami atau hanya memiliki seorang istri dianggap
sebagai selemah-lemahnya iman. “Adil” yang disebutkan pada QS. al-Nisa’: 3
bukanlah syarat yang dapat membatasi dan/atau menghalangi pengamalan
poligami. Namun “adil” justru adalah hal yang akan dicapai bila seseorang
berpoligami. Seorang suami yang berpoligami akan mendapatkan tarbiyyah
menjadi suami yang adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya, maka dari itu,
Global Ikhwan meyakini bahwa seorang suami yang mencukupkan dirinya
bermonogami dianggap memiliki kadar iman yang lemah karena tidak ingin
berusaha untuk dilatih menjadi suami yang adil dengan berpoligami.
Selain itu, Global Ikhwan berpendapat bahwa pernyataan tentang QS. al-
Nisa’: 129 membatasi dan/atau meniadakan kebolehan poligami pada ayat
ketiganya adalah hal yang tidak logis karena al-Quran tidak mungkin memiliki
ayat yang saling bertentangan satu dengan lainnya. Selanjutnya, Global Ikhwan
mengamini bahwa perwujudan adil yang disinggung pada ayat ke-129 tersebut
adalah perihal kecenderungan hati bukan hal-hal yang bersifat fisik dan material
yang dapat diusahakan oleh seorang suami. Terakhir, menurut Global Ikhwan
bahwa poligami pada hakikatnya adalah Sunnah Nabi saw. dan apapun yang
Nabi contohkan adalah hal terbaik yang juga dapat dilaksanakan oleh umatnya.
Sehingga tidaklah benar bila poligami yang jelas dicontohkan Nabi dibatasi
61
bahkan dilarang sedangkan hal-hal dosa lainnya seperti zina, perselingkuhan
dan pergaulan bebas dianggap wajar.
2. Faktor Sosial Kemasyarakatan
Kondisi sosial di lingkungan Anggota Global Ikhwan Sentul, Bogor juga
menjadi faktor pendukung keberlangsungan praktek poligami. Kondisi sosial
Global Ikhwan dibangun layaknya satu keluarga besar yang mana antara satu
anggota dengan anggota lainnya saling mengenal dan memiliki kedekatan
emosional yang kuat. Hal tersebut terlihat dari pola-pola komunikasi yang
tercipta, salah satu contohnya meski diikat dalam hubungan mitra kerja tapi
tidak nampak adanya kesan bos dan bawahan. Sehingga saat datang arahan
berpoligami dari pimpinan dan disampaikan juga terkait calon madu bagi
pasangan tersebut, para pihak yaitu istri, suami dan calon madu adalah pihak
yang sebelumnya telah saling mengenal dengan baik di kehidupan sehari-hari.
Bahkan beberapa diantaranya ada yang telah bergaul layaknya saudara kandung
dan manakala dijadikan satu dalam ikatan keluarga poligami dianggap sebagai
nikmat keberkahan yang patut disyukuri. Bahkan istri-istri terdahulu pun ikut
mendampingi suami saat melakukan proses pernikahan dengan istri madunya
yang mana hal tersebut adalah hal yang sulit ditemukan pada pasangan
poligami di masyarakat luar lingkungan Global Ikhwan. Hal tersebut juga
berimplikasi pada kemudahan pemenuhan prosedur-prosedur poligami yang
diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan di Indonesia yakni terkait izin
istri-istri terdahulu yang menjadi salah satu syarat mengajukan permohonan
poligami di pengadilan.
Terakhir, kondisi para istri yang juga bekerja adalah hal yang penulis
anggap sebagai upaya pemberdayaan perempuan. Hal tersebut selain
mengeluarkan istri dari posisi subordinat (pihak yang dianggap lemah), juga
62
menghindarkan istri untuk memikirkan hal-hal negatif yang muncul karena
kecemburuan dan/atau perasaan lainnya.
3. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi adalah hal yang juga disinggung mayoritas ulama dalam
menafsirkan redaksi kata “adil” dalam QS. al-Nisa’: 3. Kemampuan untuk
memberikan nafkah istri-istri dan anak-anak adalah hal mutlak yang mesti
dimiliki oleh suami yang hendak berpoligami. Hal tersebut tidak lain adalah
langkah preventif agar istri dan anak tidak menjadi korban akibat poligami asal-
asalan. Sehubungan dengan hal tersebut, Global Ikhwan memiliki sistem
ekonomi yang dapat mendukung keberlangsungan praktek poligami di
organisasi ini. Anggota Global Ikhwan mendapatkan penghasilan yang berbeda-
beda sesuai bidang yang digeluti dan tanggungan keluarga yang dimiliki.
Sehingga akan berbeda pendapatan antara suami yang beristri seorang dan
beristri lebih. Dengan demikian, prosentase kemampuan untuk bersikap adil
dalam hal pemberian materi dari suami kepada istri-istri dan anak-anak menjadi
meningkat.
4. Konsep Pimpinan sebagai Pihak Penengah Konflik
Sebagaimana telah dipaparkan pada penjelasan terdahulu bahwa anggota
Global Ikhwan sangat menghormati dan taat pada pimpinan. Para anggota tidak
hanya meminta arahan terkait organisasi namun juga terkait kehidupan
berkeluarga termasuk perihal kehidupan berpoligami. Sehingga bila terjadi
perselisihan paham pada pasangan poligami akan segera diselesaikan dengan
dibantu oleh pimpinan. Alhasil, egoisme pasangan saat perselisihan terjadi
dapat diredam dan dihindarkan dari pengambilan keputusan-keputusan yang
dapat merugikan kedua belah pihak dan juga anak-anak contohnya perceraian.
63
Konsep demikian dikenal dalam Ajaran Agama Islam. Islam menyebut
konsep tersebut di dalam al-Quran dengan redaksi kata Hakam. Sejatinya
konsep Hakam tak lain adalah proses mediasi tatkala terjadi perselisihan di
dalam rumah tangga yang sudah tidak bisa diselesaikan oleh masing-masing
pasangan suami istri. Sehingga diperlukan pihak ketiga yang dapat membantu
proses penyelesaian konflik. Konsep tersebut tertera di dalam QS. al-Nisa’ ayat
35 yang berbunyi:
وإن خفتم شقاق بينهما فابعثوا حكم ا يوف ق للا ا من أهلها إن يريدا إصلح ا من أهله وحكم
ا )النساء: بينهما إن ا خبير كان عليم (٣٥للا
Artinya:”Dan jika kamu khawatir terjadi persengkataan antara keduanya,
maka kirimlah seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan seorang juru
damai dari keluarga perempuan. Jika keduanya (juru damai itu) bermaksud
mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu.
Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.
5. Faktor Pendidikan
Pasal 13 (1), 26 (2), dan 26 (4) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan tidak
hanya dapat didapatkan melalui jalur pendidikan formal yakni sekolah, akan
tetapi juga bisa didapatkan dari dua jalur lain yakni nonformal dan informal.
Jalur pendidikan nonformal meliputi lembaga kursus, lembaga pelatihan,
kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis ta’lim.
Sedangkan jalur pendidikan informal meliputi kegiatan belajar secara mandiri
yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan. Berdasarkan redaksi Undang-
undang tersebut maka sistem pendidikan di Global Ikhwan dapat digolongkan
ke dalam 2 kategori pendidikan nonformal sekaligus yakni pusat kegiatan
belajar masyarakat dan majelis ta’lim. Sehingga dapat disimpulkan melalui
redaksi pasal Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tersebut bahwa anggota
Global Ikhwan adalah orang-orang mendapat pendidikan (terdidik).
64
Namun meskipun demikian, dalam hal keterkaitan dengan pembahasan
penelitian ini, penulis menggunakan 2 indikator lain untuk mengidentifikasi
kualitas pendidikan anggota Global Ikhwan. Indikator pertama adalah penulis
menetapkan pendidikan sarjana (S-1) sebagai standar minimal background
pendidikan dan indikator kedua adalah memiliki riwayat menempuh pendidikan
agama. Hasil data yang diurai pada bab sebelumnya menjelaskan bahwa hampir
lebih dari setengah dari masing-masing jumlah suami dan/atau istri pasangan
poligami anggota Global Ikhwan yang berdomisili di Sentul, Bogor diketahui
berlatar-belakang non-sarjana (S-1) dan diketahui juga bahwa tidak ada dari
suami dan istri pasangan keluarga poligami yang memiliki latar belakang
menempuh pendidikan agama.
Berdasarkan paparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kualitas
pendidikan pasangan keluarga poligami anggota Global Ikhwan yang
berdomisili di Sentul, Bogor kurang memadai.
C. Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktek dan Urgensi Poligami Anggota
Global Ikhwan di Sentul, Bogor
Sebagaimana penjelasan di Bab sebelumnya bahwa Jumhur Ulama
bersepakat berdasarkan dalil utama poligami yakni QS. al-Nisa’: 3, poligami
memiliki status hukum ibahah atau boleh diamalkan. Sungguhpun demikian,
Ulama melengkapi pemaparan status hukum poligami dengan memerikan kondisi-
kondisi khusus yang dapat dijadikan pertimbangan bagi seseorang yang hendak
berpoligami. Secara umum, terdapat 5 kondisi khusus yang dijadikan
pertimbangan melakukan poligami, yaitu:
1. Istri mandul.
2. Istri mendapat penyakit yang dapat menghalangi pelaksanaan kewajibannya
terhadap suami.
65
3. Suami memiliki dorongan syahwat yang tidak dapat ditahan namun berbenturan
dengan kondisi alamiah istri seperti nifas dan haid.
4. Terdapat ketimpangan antara jumlah laki-laki yang lebih banyak dibandingkan
dengan jumlah perempuan sehingga dikhawatirkan kaum perempuan berbuat
serong.
5. Kebutuhan syiar agama.
Berdasarkan kelima kondisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa syariat
poligami boleh diamalkan karena dilandasi oleh kebutuhan-kebutuhan mendesak
(urgen) yang apabila tidak dipenuhi akan mendatangkan madlarat atau
kesengsaraan. Permasalahan seperti keinginan memiliki keturunan namun istri
mandul dan/atau terdapat suami yang memiliki dorongan syahwat yang besar tapi
berbenturan dengan kondisi alamiah istri contohnya haid dan nifas dan/atau
jumlah perempuan di satu daerah lebih banyak dari pada laki-laki dan/atau
tuntutan untuk membangun masyarakat muslim sebagai syiar Islam adalah hal-hal
yang termasuk dalam kebutuhan-kebutuhan mendesak yang dapat diselesaikan
dengan poligami.
Selain itu, hal lainnya terkait poligami adalah kondisi-kondisi khusus yang
disampaikan Ulama menyiratkan adanya penekanan bahwa poligami perlu disikapi
secara bijak oleh para pihak. Sikap bijak dalam memahami syariat poligami dapat
dibangun dengan memahami terlebih dahulu tujuan-tujuan pernikahan karena
poligami adalah syariat yang berada dalam frame pernikahan, oleh sebab itu
praktek poligami tidak boleh keluar dan/atau bertentangan dengan hal-hal yang
diperhatikan Islam dalam pernikahan. Berkaitan dengan hal tersebut, al-Quran
telah memberikan bimbingan bagi umat Islam untuk memahami tujuan pernikahan
yang salah satunya terdapat pada QS. al-Rum: 21 sebagai berikut:
66
ا لتسكنوا إليها وجعل بينكم مودة ورحم ة إن في ذلك ومن آياته أن خلق لكم من أنفسكم أزواج
(٢١: )الروم ليات لقوم يتفكرون
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan
pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan
sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
(kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”
Berdasarkan ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya baik
pernikahan yang bersifat monogami ataupun poligami memiliki dua hikmah.
Pertama, bahwa pernikahan bukan hanya menyatukan dua insan, namun juga
menjadikan laki-laki dan perempuan lebih dekat dengan Allah swt. Dengan jalan
membina sebuah keluarga. Selanjutnya, hikmah kedua dari pernikahan adalah
terciptanya kehidupan keluarga yang tenteram dan saling cinta-kasih. Sehingga
bila ditemukan di masyarakat perilaku poligami yang menimbulkan hal-hal negatif
bagi para pihak maka sungguh perilaku poligami tersebut bertentangan dengan
hikmah dibentuknya syariat pernikahan (monogami dan/atau poligami).
Selanjutnya, redaksi QS. al-Nisa’: 3 tidak hanya menyatakan kebolehan
berpoligami akan tetapi diikuti juga dengan paparan syarat “adil” dan anjuran
monogami apabila tidak dapat berlaku “adil”. Berkaitan dengan hal tersebut,
Mayoritas Ulama sepakat bahwa perwujudan sifat adil yang menjadi syarat
poligami adalah keadilan yang bersifat zahir seperti adil dalam giliran bermalam,
makanan, minuman, tempat tinggal dan hal lainnya yang dapat diusahakan.
Sedangkan tafsir makna “adil” pada QS. al-Nisa’: 129 adalah “adil” yang bersifat
bathiniyyah atau perasaan, yang tidak termasuk “adil” yang dipersyaratkan pada
poligami karena di luar batas kemampuan alamiah manusia.
Berdasarkan paparan-paparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa praktek
poligami Anggota Global Ikhwan hanya memenuhi satu kondisi khusus yang
disampaikan ulama yaitu dalam rangka syiar agama Islam. Global Ikhwan
67
didirikan bertujuan untuk menjadikan umat Islam mandiri dalam ekonomi dan
menyediakan kebutuhan-kebutuhan masyarakat Islam yang dikelola sesuai dengan
prinsip-prinsip islami. Motivasi tersebut dapat dikategorikan sebagai upaya yang
mendukung syiar Agama Islam. Sebagaimana yang diketahui bahwa bidang
ekonomi di Indonesia lebih dikuasai oleh kalangan non-muslim dan kebutuhan-
kebutuhan sehari-hari umat Islam dipenuhi dari sumber-sumber usaha yang
dimiliki oleh non-muslim yang tentu tidak dikelola menggunakan prinsip-prinsip
agama Islam. Berkaitan dengan tujuan tersebut anggota Global Ikwan dalam
pelaksanaannya ditempatkan berpindah-pindah ke beberapa cabang usaha Global
Ikhwan di seluruh dunia yang kadang mesti meninggalkan istri. Sebagaimana telah
dipaparkan sebelumnya bahwa para istri di Global Ikhwan ini juga diberikan
pekerjaan sehingga ada beberapa diantara mereka tidak bisa ikut menemani suami
berpindah tempat ke cabang usaha Global Ikhwan yang diamanatkan. Meski
demikian, anggota Global Ikhwan tetap menyatakan bahwa motivasi utama
poligami dilaksanakan adalah murni karena menjalankan Sunnah Nabi saw.
semata.
Selanjutnya, meskipun pemahaman Global Ikhwan terkait bentuk “adil”
pada QS. al-Nisa’: 3 dan 129 adalah sama dengan apa yang disampaikan ulama.
Namun terdapat hal yang perlu dikaji terkait pemahaman Global Ikhwan yang
menyatakan bahwa monogami adalah tanda selemah-lemahnya iman dan “adil”
bukanlah hal yang mesti sudah terwujud sebelum berpoligami.
Ketidaksependapatan penulis dilandasi oleh dua hal. Pertama, bahwa pendapat
monogami adalah tanda selemah-lemahnya iman tidak dibangun atas suatu
pemahaman dalil tertentu dan/atau pendapat ulama, sehingga tidak ditemukan
pijakan dalil atas pendapat tersebut. Kedua, bahwa meskipun pendapat Global
Ikhwan tentang “adil” yaitu hal yang tidak mesti terwujud sebelum berpoligami
adalah serupa dengan pendapat Ibrahim Hosen yang menyatakan adil adalah syarat
agama bukan syarat hukum, dalam hal mereduksi pemahaman-pemahaman ala
68
kadarnya tentang pentingnya berlaku adil, secara konteks penulis lebih
menekankan bahwa adil dipahami sebagai syarat hukum meski tanpa implikasi
kebatalan poligami jika tidak terpenuhi. “Adil” dalam berpoligami jika dipahami
tanpa konteks syarat hukum adalah hal yang sangat beresiko. Penghilangan
konteks syarat hukum pada “adil” dikhawatirkan terjadinya penyalahgunaan
poligami yang dilakukan oleh suami-suami yang tidak memiliki kelayakan
membina keluarga poligami. Selain itu, adil sebagai syarat poligami mesti
dipahami bahwa adil memang harus sudah terwujud sebelum berpoligami karena
adil yang dipersyaratkan oleh ulama dalam poligami adalah adil yang bersifat
zahiriyyah seperti kemampuan menafkahi dan pembagian bermalam. Sehingga
seorang suami yang memiliki kehendak berpoligami harus dapat terlebih dahulu
memproyeksikan dan mengidentifikasi kesanggupan dirinya untuk memiliki istri
lebih dari seorang. Al-Quran secara jelas memaparkan hal tersebut dengan
menggunakan redaksi (“dan jika khawatir tidak dapat berlaku adil maka cukup
beristri seorang”) artinya jika suami gagal untuk memproyeksikan dan
mengidentifikasi kesanggupan dirinya memiliki istri lebih dari seorang maka yang
lebih maslahat adalah monogami. Hal tersebut pun dapat dipahami dari prosedur
yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan di Indonesia pada Pasal 5
Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa untuk
melaksanakan poligami perlu mengajukan permohonan kepada pengadilan yang
juga disertai syarat-syarat sebagai berikut:
1. Adanya persetujuan dari istri-istri.
2. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri
dan anak-anak mereka.
3. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-
anak.
69
Redaksi aturan tersebut pada hakikatnya adalah Majelis Hakim dalam hal ini
membantu suami untuk memproyeksikan dan mengidentifikasi kesanggupan
dirinya untuk membina keluarga poligami.
Bahkan bila merujuk redaksi penjelasan yang dipakai oleh Wahbah al-
Zuhaili dalam kitabnya Fiqh al-Islam wa Adillatuh dinyatakan bahwa sifat
kebolehan poligami adalah kebolehan yang dibatasi. Sifat kebolehan poligami
dibatasi oleh 2 (dua) syarat pokok yaitu توفيرالعدل بين الزوجات adalah kepastian
mampu berlaku adil diantara para istri dan القدرةعلي االنفاق adalah mampu untuk
memberikan nafkah. Menurut penulis, redaksi kata yang dipakai adalah redaksi
kata yang tegas dan jelas yang mana bila dipahami dengan menggunakan logika
terbalik (mafhum mukhalafah) dinyatakan bahwa tidaklah seseorang dapat
melakukan poligami apabila tidak memiliki kepastian dirinya dapat berlaku adil
dan mampu untuk memberi nafkah. Lebih dari itu, Wahbah al-Zuhaili menegaskan
ayat 3 dan 129 dari QS. al-Nisa’ adalah dalil yang jelas bahwasanya adil dalam
poligami adalah berkaitan dengan perkara-perkara yang dapat diwujudkan oleh
manusia.3 Sehingga dari paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa adil dalam
poligami adalah hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, harus dipenuhi.
Selain kondisi-kondisi khusus yang dipaparkan para Ulama, penulis dalam
hal mendapatkan kesimpulan paripurna terkait urgensitas praktek poligami Jemaah
Global Ikhwan, pun menggunakan teori tentang al-Maqasid al-Syariʽah. Ulama
ushul fiqh mendefinisikannya dengan “makna dan tujuan yang dikehendaki
syara’dalam mensyariatkan suatu hukum bagi kemashlahatan umat manusia.
Sehingga dalam arti lain bahwa setiap hukum yang telah ditetapkan oleh Allah
SWT itu terkandung kemaslahatan bagi umat baik bersifat duniawi maupun
3 Wahbah bin Mustafa al-Zuhaili, al-Fiqh ʽala al-Islam wa Adillatuh, cet.II, juz IX, (Beirut: Dar
al-Fikr, 1985), h.168.
70
ukhrawi. 4 Berdasarkan hasil induksi Ulama ushul fikih terhadap nash,
dirumuskanlah bahwa terdapat 5 pokok tujuan syara’yaitu menjaga agama (Hifz
al-Din), menjaga jiwa (Hifz al-Nafs), menjaga akal (Hifz al-ʽAql), menjaga
keturunan (Hifz al-Nasl), dan menjaga harta (Hifz al-Mal). Kelima hak tersebut
adalah hal-hal yang mesti dicapai dalam hal mengamalkan hukum syara’
contohnya dalam keadaan terdesak dan tidak menemukan makanan yang halal
sebagaimana yang disebutkan dalam al-Qur’an, status hukum keharaman
mengkonsumsi daging babi menjadi hilang hanya pada saat keadaan tersebut. Hal
tersebut adalah dalam rangka menyelamatkan hidup atau dalam bahasa fikih
adalah Hifz al-Nafs. Dalam hal syariat melaksanakan poligami sebagaimana
praktek Jemaah Global Ikhwan dapat dikategorikan sebagai upaya untuk menjaga
keturunan atau Hifz al-Nasl.
Berdasarkan paparan-paparan tersebut, penulis menyimpulkan bahwa
praktek poligami anggota Global Ikhwan dapat dinyatakan memiliki urgensitas
karena memenuhi kondisi khusus yang disampaikan Ulama yaitu dalam rangka
syiar Agama Islam dan sebagai upaya Hifz al-Nasl.
Sungguhpun demikian, sebagaimana pendapat Muhammad Abduh dan
Rasyid Rida bahwa poligami adalah syariat Islam yang disempitkan dan tidak asal,
maka dari itu poligami dimaksudkan sebagai solusi atas kondisi-kondisi
daruriyyah. Sehingga metode terbaik untuk menganalisasi urgensi berpoligami
adalah dengan mengikuti arahan-arahan ulama terkait kemampuan mewujudkan
“adil” dan terjadinya kondisi-kondisi darurat. Meskipun pada kondisi-kondisi
darurat yang disampaikan ulama terdapat bias yang lebih mengedepankan
perspektif kebutuhan laki-laki dibandingkan kebutuhan perempuan.
4 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996),
h.1109.
71
BAB V
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Berdasarkan temuan-temuan penelitian yang telah dipaparkan dan
didiskusikan pada bab-bab sebelumnya, ada beberapa kesimpulan yang dapat
dirumuskan.
1. Praktek poligami yang dilakukan oleh Organisasi Global Ikhwan di Sentul,
Bogor adalah praktek pernikahan poligami yang legal secara hukum yakni
tercatat dan telah melalui prosedur-prosedur yang diamanatkan oleh peraturan
perundang-undangan yang ada di Indonesia. Lebih dari itu, praktek poligami
yang dilakukan anggota Global Ikhwan di Sentul, Bogor, adalah hal eksklusif
yang sulit diterapkan pada masyarakat di luar Global Ikhwan. Beberapa faktor
seperti paham keagamaan, social kemasyarakatan, sistem ekonomi dan
kehadiran pimpinan sebagai pihak penengah adalah kondisi eksklusif yang
hanya dapat ditemukan di lingkungan Global Ikhwan.
2. Praktek poligami anggota Global Ikhwan dapat dinyatakan memiliki urgensitas
karena memenuhi salah satu kondisi khusus yang disampaikan Ulama yaitu
dalam rangka syiar agama Islam.s
B. Saran-saran
Berdasarkan uraian-uraian yang telah disampaikan dari awal hingga akhir,
penulis mengemukakan sejumlah saran di akhir tulisan ini. Saran-saran yang
dimaksud adalah sebagai berikut.
1. Bagi pihak yang hendak melakukan poligami di tahun milenial ini mestilah
berpedoman kepada apa yang diamanatkan oleh peraturan perundang-
72
undangan yang berlaku di Indonesia dan anjuran-anjuran Ulama tentang
perwujudan adil dan memang tengah berada di dalam kondisi yang dianjurkan
untuk berpoligami. Sehingga keputusan berpoligami membawa maslahat bukan
menganiaya salah satu pihak di kemudian hari.
2. Berkaitan dengan penelitian, penulis memberi saran bagi penelitian-penelitian
sejenis lainnya agar tepat untuk mengidentifikasi local atau tempat penelitian
karena tempat penelitian yang tepat akan nyajikan sumber informasi yang
akurat. Sehingga data hasil penelitian adalah data valid dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangsih
yang berarti bagi dunia pengetahuan serta dapat menjadi jalan bagi pengetahuan yang
baru. Aamiin.
73
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama Republik Indonesia. al-Qur’an al-Karim. Jakarta: Mumtaz
Media Islam. 2007.
Ahmad Salamah al-Qaliyubu, dkk. Hasyiyyata Qaliyubi wa ʽUmairah. Beirut: Dar al-
Fikr. 1995.
al-Bukhari, Muhammad bin Ismaʽil Abu ʽAbdullah. Shahih al-Bukhari. t.t.: Dar Tauq
al-Najah. 1422 H.
al-Hajaziy, Muhammad Mahmud. al-Tafsir al-Wadih. Beirut: Dar al-Jil al-Jadid,
1413 H.
Ali, Zainuddin. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. 2006.
al-Jaziri, ʽAbd al-Rahman bin Muhammad ʽAud. al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-
Arbaʽah. Beirut: Dar al-Kitab al-Alamiah. 1424.
al-Maraghi, Ahmad bin Mustafa . Tafsir al-Maraghi. Mesir: Syirkah Maktabah wa
Matbaʽah Mustafa al-Babi al-Haliy wa Auladuhu. 1946.
al-Nasai, Abu ʽAbd al-Rahman Ahmad bin Syuʽaib bin ʽAli al-Khurasani Sunan al-
Nasai. t.t.: Maktabah al-Matbuʽah al-Islamiyyah. 1986.
al-Naisaburi, Muslim bin al-Hajjaj Abu al-Hasan al-Qasyiri Shahih Muslim. Beirut:
Dar Ihya’ al-Turats al-ʽArabi. t.th.
al-Sabaʽi, Mustafa ibn Hasani. al-Mar’ah baina al-Fiqh wa al-Qanun. Beirut: Dar al-
Waraq li al-Nasyr wa al-Tauziʽ, 1384 H.
al-Sabuni, Muhammad ʽAli . Rawa’iʽ al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam. Damaskus:
Maktabah al-Gazali. 1980.
al-Sayis, Muhammad ʽAli. Tafsir Ayat al-Ahkam. Sudan: al-Maktabah al-ʽUsriyyah li
al-Thibaʽah wa al-Nasyr. 2002.
al-Syaʽrawiy, Muhammad Mutawalli. Tafsir al-Syaʽrawiy. t.t.: Matbaʽ Akhbar al-
Yaum, 1418 H.
al-Tib, Abu Muhammad Sadi Khan, Fath al-Bayan fi Maqasid al-Qur’an. Beirut: al-
Maktabah al-ʽAsriyyah li al-Tabaʽah wa al-Nasyr, 1412 H.
74
al-Zuhaili, Wahbah bin Mustafa. al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuh. Damaskus: Dal al-
Fikr, t.th.
Ardiansyah, Said Yai. “Darul Arqam dan Wajah Barunya”. Artikel diakes pada 25
Juli 2017 dari https://muslim.or.id/1187-darul-arqam-dan-wajah-
barunya.html.
Baidan, Nasaruddin. Tafsir Bi al-Ra’yi-Upaya Penggalian Konsep Perempuan dalam
al-Qur’an (Mencermati Konsep Kesejajaran Perempuan dalam al-Qur’an).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.
Bugis, Abdurrahman Saleh. “Pandangan MUI Jakarta Utara tentang Poligami”.
Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2014
Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004.
Darajat, Zakiah. Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia. Jakarta: PT. Bulan Bintang,
1985.
Didik, Ardian. “Manajemen Konflik Suami Istri pada Pasangan Poligami dalam
Mempertahankan Keutuhan Rumah Tangga (Studi Deskriptif Suami Istri pada
Pasangan Poligami yang Tinggal Seatap di Komunitas Global Ikhwan Bogor
dalam Mempertahankan Keutuhan Rumah Tangga)”. Skripsi S1 FISIP,
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2009.
Gazalba, Sidi. Menghadapi Soal-soal Pernikahan. Jakarta: Pustaka Antara, 1975.
Hasan, M. Ali. Pedoman Hidup Berumah tangga dalam Islam. Jakarta: Prenada
Media-Siraja, 2003.
Hasan Alwi, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2007.
Hosen, Ibrahim. Fiqh Perbandingan dalam masalah Nikah. Talaq. Rujuk. dan Hukum
Kewarisan. Jakarta: Yayasan Ihya ʽUlumiddin Indonesia. 1971.
Ikhwan, “Menjawab Tuduhan Sesat Berkaitan dengan Tawassul”. Artikel diakses
pada 25 Juli 2017 dari http://menjawab-tuduhan-
tawassul.blogspot.co.id/2013/01/keputusan-pbnu-tentang-aqidah-darul.html.
______, “Pemimpin yang Dijanjikan”. Artikel diakses pada 15 November 2016 dari
https://Abuyaattamimi.wordpress.com/.
75
Jaiz, Hartono Ahmad. Wanita antara Jodoh, Poligami & Perselingkuhan. Jakarta:
Pustaka Al-Kausar, 2007.
Mulia, Siti Musdah. Islam Menggugat Poligami. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2007.
Naimullah. “Pola Perkawinan Club Berpoligami Global Ikhwan Ditinjau Menurut
Hukum Islam (Studi Kasus di Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru)”. Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau,
2010.
Prasetyo, Wisnu Agung. “Dr. Gina Puspita-Deklarator Klub Taat Suami: Poligami itu
bukan Suami yang Suruh”. Artikel diakses pada 19 Juni 2016 dari
https://m.tempo.co/read/news/2011/06/26/001343303/dr-gina-puspita-
deklarator-klub-taat-suami-poligami-itu-bukan-suami-yang-suruh.
Rida, Muhammad Rasyid. Tafsir al-Manar. Mesir: al-Hai’ah al-Misriyyahh al-
ʽAmmah li al-Kitab, 1990.
Ridwan, Saleh. Poligami di Indonesia. t.t.: t.p., 2010.
Sabiq, Sayyid. Fiqh al-Sunnah. Libanon: Dar al-Kitab al-ʽArabiy, 1420 H.
Sulaiman, Abu Dawud bin al-‘Asyʽats bin Ishaq bin Basyir bin Syidad bin ʽAmr al-
Azdi al-Sijistani. Sunan Abi Dawud. Beirut: al-Maktabah al-ʽUsriyyah. t.th.
Sopyan, Yayan. Islam Negara: Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam
Hukum Nasional. Jakarta: RMBooks, 2012.
Supriyadi, Dedi, dkk. Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Islam. Bandung:
Pustaka Al-Fikriis, 2009.
Tihami. Fikih Munakahah. Jakarta: Rajawali Press. 2010.
Utriza, Yayang. Islam Moderat dan Isu-isu Kontemporer. Jakarta: Kencana
Prenadamedia Grup, 2016.
Wartini, Atik. Poligami dari Fiqh Hingga Perundang-undangan. Yogyakarta:
Hunafa-Jurnal Studia Islamika, 2013.
Wawancara pribadi dengan Bapak Umair. Tangerang Selatan. 14 Juli 2016.
Wawancara pribadi dengan Mahfuz. Bogor. 16 Maret 2016.
76
Wawancara pribadi dengan Indra. Bogor. 9 September 2017.
Yanggo, Huzaeman Tahido. Hukum Keluarga dan Islam. Jakarta: Yayasan
Masyarakat Indonesia Baru, t.th.
Yusuf, Muri. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & Penelitian Gabungan.
Jakarta: Prenadamedia Grup, 2014.
Zahrah, Abu Muhammad bin ahmad bin Mustafa bin Ahmad, Zahrah al-Tafasir. t.t.:
Dar al-Fikr al-ʽArabi, t.th.
_______, al-Ahwal al-Syakhsiyyah. t.t.: Dar al-Fikr al-ʽArabi. 1957.
Zuhriah, Nurul. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan: Teori-Aplikasi.
Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007.
77
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Checklist Penelitian dan Pedoman Wawancara
Lampiran 2 : Transkrip Wawancara 1
Lampiran 3 : Transkrip Wawancara 2
Lampiran 4 : Transkrip Wawancara 3
Lampiran 5 : Transkrip Wawancara 4
Lampiran 6 : Transkrip Wawancara 5
Lampiran 7 : Foto dan Arsip
78
Lampiran 1
Pedoman Penelitian:
“PRAKTEK POLIGAMI DI KALANGAN JEMAAH GLOBAL IKHWAN
DI SENTUL, BOGOR.
1. Menyampaikan maksud kedatangan dengan menyerahkan surat
wawancara resmi. [ ]
2. Menerangkan bahasan peneltian dan rencana melakukan wawancara
terhadap sampel (beberapa pasangan poligami). [ ]
3. Meminta bahan-bahan referensi terkait Global Ikhwan:
a. Sejarah global ikhwan:
Pendiri-pendiri Global Ikhwan. [ ]
Tempat dan tanggal terbentuknya Global Ikhwan. [ ]
Perkembangan Global Ikhwan dari Malaysia sampai
Indonesia. [ ]
b. Profil Global Ikhwan:
Pengurus-pengurus Global Ikhwan. [ ]
Batang tubuh organisasi Global Ikhwan. [ ]
Status organisasi Global Ikhwan. [ ]
Jumlah jemaaah Global Ikhwan. [ ]
Daerah penyebaran Global Ikhwan. [ ]
c. Paham dan Kegiatan Global Ikhwan:
Paham organisasi yang dipergunakan sebagai landasan
organisasi. [ ]
Kegiatan/ Pembinaan Jemaah Global Ikhwan. [ ]
Cara menjadi jemaah Global Ikhwan. [ ]
d. Pemahaman Keagamaan Global Ikhwan terkait Pernikahan:
Pembinaan jemaah tentang pernikahan dan hal-hal terkait
(poligami). [ ]
79
Pemahaman Keagamaan Global Ikhwan terkait Poligami. [ ]
Syarat dan kriteria bagi jemaah yang ingin berpoligami. [ ]
Pembinaan bagi jemaah yang ingin berpoligami. [ ]
Status legalitas poligami jemaah Global Ikhwan. [ ]
e. Kehidupan keluarga poligami (tinjaun dari wawancara keluarga
poligami):
Cara membina kehidupan rumah tangga poligami. [ ]
Cara suami melaksanakan konsep adil sebagai syarat
berpoligami dalam kehidupan rumah tangga. [ ]
Pemahaman istri terhadap konsep adil sebagai syarat suami
berpoligami. [ ]
Pedoman Wawancara:
“PRAKTEK POLIGAMI DI KALANGAN JEMAAH GLOBAL IKHWAN
DI SENTUL, BOGOR.
Pertanyaan untuk klarifikasi bahan referensi online.
1. Bagaimana kondisi Global Ikhwan pasca Abuya wafat? Apakah ada
perbedaan?
2. Benarkah Abuya pernah mengaku bertemu Nabi dalam keadaan sadar?
3. Benarkah Abuya diyakini sebagai Imam Mahdi?
4. Benarkah Abuya pernah menyatakan bahwa Soeharto adalah satria
pininggit?
5. Apa itu satri pininggit?
6. Apakah benar Abuya pernah menyatakan mendatangkan tsunami aceh?
7. Abuya bisa berbicara dengan malaikat maut?
8. Cinta kepada allah akan didapatkan bila cinta kepada wakil tuhan? Abuya
menganggap dirinya sebagai wakil tuhan?
9. Demi memperoleh kekhusyuan Jemaah harus menyebutkan namanya
sebelum memulai?
80
10. Siapa itu syekh suhaimi?
11. Betulkah abuya pernah melarikan diri?
Pertanyaan tentang Jemaah.
1. Benarkah dahulu Jemaah pria berjubah-bersorban dan wanita memakai
cadar lalu mengapa sekarang dilepas cadarnya?
2. Apa syarat untuk menjadi Jemaah Global Ikhwan? Bagaimana bentuk
pelatihan bagi Jemaah yang baru masuk GI setelah dewasa?
3. Apakah diperbolehkan untuk keluar dari Global Ikhwan?
4. Apa peran organisasi kepada anggota Global Ikhwan?
5. Ada berapa banyak jumlah anggota yang ada di Sentul? Berapa prosentase
laki-laki dan perempuannya? Apakah berpengaruh terhadap kebijakan
berpoligami?
6. Bagaimana cara pembinaan keagamaan Jemaah?
7. Kalau boleh melakukan permisalan, berapa gaji yang diterima oleh bujang,
sudah menikah dan berpoligami? Apakah perusahaan memberikan besaran
gaji yang berbeda?
Pertanyaan tentang poligami.
1. Landasan dalil apa yang Global Ikhwan pergunakan tentang poligami?
2. Menurut Global Ikhwan bagaimanakah perwujudan adil sebagai syarat
poligami?
3. Apa dasar hukumnya?
4. Adakah poligami yang berasal dari keinginan pribadi?
5. Setelah selama ini melaksanakan poligami, Apa hikmah yang didapat
dibalik memperjuangkan poligami?
6. Global Ikhwan menyatakan sebagai organisasi yang memperjuangkan
poligami, apa sebenarnya tujuan poligami menurut Global Ikhwan?
81
Pertanyaan tentang Jemaah dan poligami.
1. Berapa jumlah keluarga poligami yang ada di Sentul?
2. Apa syarat khusus bagi Jemaah yang ingin melakukan poligami?
3. Sebelumnya kan disebutkan terdapat diskusi antara Jemaah dan pengurus
terkait keinginannya untuk berpoligami, bisa diceritakan prosesnya?
4. Apakah status pernikahan poligami di GI legal/ tercatat secara hukum?
5. Apakah ada perbedaan perlakuan bagi yang sudah berpoligami atau yang
belum oleh perusahaan/organisasi? Tanyakan bujang dan tidak bujang
gimana kehidupannya?
6. Setelah lebih dari 26 tahun membina organisasi, apakah GI telah sukses
dalam melakukan poligami?
7. Apakah pengurus melakukan pengawasa kepada Jemaah yang
berpoligami? Dari sisi rumah tangga, harmonis atau ngga? Atau mungkin
dari segi ekonomi, cukup mapan atau tidak?
8. Adakah pembinaan khusus terkait bahasan-bahasan poligami bagi Jemaah
yang berpoligami?
Pertanyaan tentang Global Ikhwan.
1. Bagaimana struktur organisasi di Sentul ini?
2. Bagaimana peta pembagian GI? Ada yang dimaksud jawa I dsb? Apa yang
dimaksud itu?
3. Apa peran organisasi kepada anggota Global Ikhwan?
4. Global Ikhwan kini menjadi perusahan besar yang memiliki cabang
tersebar dimana-mana, sebenarnya apa yang dicita-citakan oleh Global
Ikhwan?
82
Lampiran 2
TRANSKRIP WAWANCARA
Informan 1
Tanggal Wawancara : 14 Mei 2017
Tempat/Waktu : Komplek Victoria Sentul, Bogor
Identitas Informan 1
1. Nama : Ibu Gina Puspita
2. Umur : ……….
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Pendidikan Formal : Insinyur
5. Pendidikan Non Formal : -
6. Pekerjaan : Ibu Muslimah Global Ikhwan
Hasil Wawancara
1. Apa jabatan ibu di Global Ikhwan?
Jawab:
Ibu di Global Ikhwan bisa disebut dengan Ketua Muslimah atau Ibu Muslimah
Global Ikhwan. Suami ibu yang pertama itu sudah meninggal, dulu saya adalah
istri pertama dari empat orang istri. Setelah meninggal ibu dinikahkan lagi
dengan Datuk Pangeran Rasyidi Abdullah yaitu Ketua Global Ikhwan saat ini,
karena kebetulan istri pertamanya itu meninggal maka jadilah ibu ini istri
keempatnya. Dari segi perusahaan ibu ini adalah Komisarisnya.
83
2. Organisasi seperti apa sebenarnya Global Ikhwan?
Jawab:
Global Ikhwan ini saat ini jadi sebuah perusahaan. Legalnya Global Ikhwan ini
di Malaysia bernama GIHC kepanjangan dari Global Ikhwan Holding Company.
Dan untuk memudahkan jadi disini di Indonesia kita juga buat PT. Global
Ikhwan Grup. Yang sejatinya perusahaan yang disini adalah dibawah yang ada
di Malaysia, dan kita juga sudah punya cabang sampai dengan ke Papua.
3. Benarkah Global Ikhwan itu diharamkan di Malaysia?
Jawab:
Lahirnya Global Ikhwan ini tentulah bermula dari Abuya Syekh Imam Assari
Attamimi. Tahun 94 Arqam yaitu nama dahulu Global Ikhwan diharamkan, tapi
malah Mahatir Muhammad- Perdana Menteri Malaysia meminta maaf kepada
Abuya, karena memang Abuya tidak seperti yang disangkakan. Dan terlebih lagi
memang bukan karena alasan agama Global Ikhwan itu diharamkannya. Secara
kepahaman soal agamanya macam NU yaitu Ahli Sunnah wa al-Jamaah. Tapi
dari sudut pembangunan di tengah masyarakat macam Muhamamdiyah. Buat ini
buat itu jadi bukan hanya zikir dan wirid saja.
4. Benarkah Global Ikhwan memperjuangkan poligami?
Jawab:
Poligami itu datang dari Allah dan tentulah apapun yang datang dari Allah
adalah hal yang terbaik. Cuma kite manusia ni ada yang bodoh, ada yang sok
pintar sehingga menganggap poligami itu jelek. Umpamanya kan seperti anak
kecil, dia mau lihat sambel, tapi tak ngerti tentang cabe itu apa. Dan ibu juga
tidak menafikan bahwa ada juga orang yang mengambil poligami tapi tidak
mengambil Islam. Maksudnya orang itu adalah orang Islam, poligaminya juga
mau tapi Islam secara keseluruhan tidak diambil. Jadi ya akhirnya dia
mempraktekan poligami tidak dengan cara yang Allah mau sehingga jadi
buruklah pandangan masyarakat sebab apa yang dia buat itu ngga betul ditambah
84
juga di sudut-sudut lain memang ada musuh-musuh Islam yang menjelek-
jelekkan poligami.
5. Bukankah poligami menimbulkan banyak masalah dalam keluarga?
Jawab:
Ya inilah salah satu pandangan masyarakat bahwa poligami itu banyak masalah,
jadi gausahlah poligami. Saya bilang kalo soal masalah, yang kawin satu pun
banyak masalah kan, banyak cerai, masa kita bilang gausah kawin, kan tidak
begitu. Jadi kalo ada masalah terus poligaminya gausah aja? Itu bukan begitu
maksudnya tapi ini justru lebih ke orang-orangnya.
85
Lampiran 3
TRANSKRIP WAWANCARA
Informan 2
Tanggal Wawancara : 15 Mei 2017
Tempat/Waktu : Kantor Pusat Global Ikhwan Sentul, Bogor
Identitas Informan 2
1. Nama : Bapak Mahfuz
2. Umur : ……….
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Pendidikan Formal : Strata Satu (S1)
5. Pendidikan Non Formal : -
6. Pekerjaan : Anggota Global Ikhwan
Hasil Wawancara
1. Apa yang terjadi setelah fatwa pengharaman Arqam dikeluarkan?
Jawab:
Abuya dulu ditahan atau dipenjara tanpa pengadilan selama 10 tahun. Di
Malaysia ada ISA yaitu Internal Security Act. Abuya dikenai pasal mengganggu
ketertiban Negara.
2. Apa yang menyebabkan Abuya di penjara?
Jawab:
Semua adalah unsur politik. Abuya adalah sosok yang yang fenomenal, dengan
Jemaah yang begitu banyak ketika Abuya memiliki satu pandangan semua
Jemaah berpandangan ke arah yang sama. Sehingga isu ini diubah menjadi hal
86
yang dapat menyebabkan instabilitas negara padahal Abuya sama sekali tidak
memerintahkan pandangannya untuk diikuti. Tapi karena bentuk ketaatan luar
biasa dari Jemaah. Sehingga Abuya diklaim membuat negara dalam negara.
3. Apa yang diajarkan Abuya tentang pernikahan?
Jawab:
Menurut Abuya pernikahan itu, tujuan utama adalah dapat Allah, sama-sama
dapat Allah dan Rasul. Pernikahan itu salah satu alatnya. Melalui pernikahan itu
ada cita-cita yaitu memperjuangkan Allah dan Rasul.
4. Benarkah sosok Abuya dikultuskan oleh para anggota?
Jawab:
Janji kebangkitan Islam adalah hal yang lebih dahulu kami dan para Jemaah lain
idam-idamkan. Dan kami melihat bahwa yang bisa membawa ke arah sana ya
Abuya. Dengan semangatnya, kepahamanya, ajaran-ajarannya, sangat berhati-
hati dalam berjuang mendapatkan Allah dan Rasulnya. Karena sebaik-baiknya
kemulyaan adalah orang-orang muslim yang dekat dengan Allah. Mengejar
Allah, Allah lah yang akan cukupkan segala halnya. Abuya adalah sosok
panutan, di segala aspek Abuya terus bagi tau kami mana yang benar mana yang
keliru, Abuya mengajarkan satu prinsip kalau tidak bisa buat semua ya jangan
tinggalkan semua. Artinya jika syariat Islam tidak bisa seluruhnya kita perbuat,
ya minimal ada yang dikerjakan, jangan justru ditinggalkan semua.
5. Apakah ada pihak-pihak di Indonesia yang melayangkan protes atau
ketidaksukaan pada Global Ikhwan?
Jawab:
Dulu kami pernah aktif di media social facebook, karena menilai manfaat bahwa
bisa menyatukan anggota-anggota yang memang tidak hanya satu daerah, bahkan
bisa beda negara dan benua. Namun makin lama justru facebook lebih banyak
madlaratnya dibandingkan manfaat yang bisa diambil, salah satunya itu, banyak
pihak-pihak yang berkomentar dan menyebabkan kami kontraproduktif, pada
akhirnya sesuai intruksi Abuya bahwa semua akun facebook anggota di tutup,
87
saat ini masih sama hanya orang-orang tertentu saja yang bisa mengakses, itupun
untuk kepentingan hubungan dengan orang luar.
6. Bagaimana sebenarnya ajaran Abuya?
Jawab:
Dari segi tauhid, Abuya mengikut kepada Abu Hasan al-Asyári. Secara fiqh
menganut mazhab syafii, secara tasawuf itu Imam Ghazali. Secara keseluruhan
adalah sama dengan kepahaman yang dirujuk oleh Pemerintah Malaysia, namun
fakta dahulu membuktikan bahwa justru untuk kasus Arqam, pemerintah
mengeluarkan fatwa bukan berdasarkan 3 kepahaman tersebut melainkan
menggunakan kepahaman wahabi. Tapi Abuya menerima dan mengikuti dengan
bijak apa yang diintruksikan oleh Pemerintah Malaysia.
7. Menjadi anggota Global Ikhwan, harus siap untuk di tugaskan kemana-kemana?
Jawab:
Ya begitu, kita sesuai dengan apa yang diintruksikan oleh pimpinan. Kita hanya
bawa diri saja, karena di setiap wilayah cabang Global Ikhwan itu sudah
dicukupkan fasilitasnya dan keperluannya. Inilah sebenarnya budaya yang hilang
saat ini, sekarang budaya individual yang sangat berkembang. Dulu di arab kalo
mau berangkat haji itu kan bawa barang bawaan sedikit karena bisa memberatkan
diperjalanan, bahkan ada juga yang tidak membawa bekal tapi karena
lingkungannya sudah islami, dimana tamu itu mesti di layani dengan baik selama
tiga hari, ya jadilah sebuah masyarakat yang harmonis saling tolong menolong.
8. Bagaimana cara mendapatkan ajaran Abuya sedangkan saat ini Abuya telah
tiada?
Jawab:
Ya itulah salah satu kemulyaan Abuya, karena bisa menciptakan jiplakannya
Abuya, para pimpinan itu adalah orang-orang yang kepahamannya sama dengan
Abuya. Jadi tak takutlah kami hilang ajaran-ajaran Abuya.
88
Lampiran 4
TRANSKRIP WAWANCARA
Informan 3
Tanggal Wawancara : 15 Mei 2017
Tempat/Waktu : Kantor Pusat Global Ikhwan Sentul, Bogor
Identitas Informan 3
1. Nama : Bapak Cik Malaysia
2. Umur : 43 tahun
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Pendidikan Formal : Strata Satu (S1)
5. Pendidikan Non Formal : -
6. Pekerjaan : Pelaku poligami Jemaah Global Ikhwan
Hasil Wawancara
1. Dari mana keputusan berpoligami?
Jawab:
Semua berasal dari pimpinan. Kita bisa kawin atau tak bisa kawin ditentukanlah
dari pimpinan. Macam orang dulu lah ayah ibu kita yang merencanakan
perkawinan untuk anaknya. Dengan tujuan untuk meneruskan generasi.
2. Berapa umur bapak saat pernikahan pertama dan selanjutnya?
Jawab:
Saya awal menikah umur 23 tahun dan 9 tahun kemudian baru diberi kesempatan
untuk berpoligami oleh pimpinan. Saya dipilihkan dan dirancang perkawinan
saya oleh pimpinan. Saya yakinlah dengan apa yang dipilihkan oleh pimpinan.
89
Semacam semua manusia lah yang dirancang dan dipilihkan jalan hidupnya oleh
Allah.
3. Kenapa harus berpoligami?
Jawab:
Karena poligami adalah Sunnah Nabi, semua sahabat, orang-orang soleh dahulu
berpoligami.
4. Apakah Jemaah yang belum berpoligami berarti belum mampu?
Jawab:
Ya betul, belum mampu, belum ada kelayakan, mungkin ada hal yang masih
harus belajar. Kita manusia ini disini sebagai Jemaah Global Ikhwan punya batas
kemampuan masing-masing dan yang tau batas kemampuan itu ya pimpinan.
Kadang-kadang ada yang yakin diri siap tapi menurut pimpinan belum siap. Bagi
Jemaah yang masih belum berpoligami tidaklah serta merta menolak poligami,
tetaplah berpandangan bahwa poligami itu Sunnah Rasul, karena menolak
poligami berarti menolak satu Sunnah Rasulullah.
5. Apakah poligami Global Ikhwan semua atas arahan pimpinan?
Jawab:
Ya betul, atas dasar arahan pimpinan. Bahkan hampir tidak ada yang berpoligami
atas dasar keinginan sendiri apalagi nafsu. Karena yang dapat menyatakan
anggota layak atau tidak adalah pimpinan, begitulah esensinya, kadang diri rasa
sudah layak, pimpinan bilang sebaliknya.
6. Apa indicator kelayakan yang ditetapkan dari pimpinan untuk berpoligami?
Jawab:
Kami ini para anggota tidak sedikitpun sibuk memikirkan bagaimana bisa
berpoligami, bagaimana caranya agar pimpinan bisa memebrikan arahan kepada
kita untuk berpoligami, kita masing-masing disibukan dengan tanggung jawab
ang dibebankan, dan membina lingkungan social yang ada di Global Ikhwan,
menurut saya dari keseluruhanlah pimpinan melihat semuanya. Ibadah kita, solat
kita, tanggung jawab kita, social kita, dan lain sebagainya. Sebagai contoh
90
seorang Jemaah yang ada di medan baru menikah kemarin tiba-tiba ada arahan
untuk mengerjakan proyek yang ada di Jakarta harus meninggalkan istri,
berangkatlah dia, itulah bentuk dari tanggung jawab. Kalau ridlo dan ikhlas itulah
tanda bahwa orang tersebut ruhnya dan pribadinya sudah kuat. Layak. Itulah
salah satu bentuk ujian yang pimpinan lihat hasilnya.
7. Apakah istri-istri bapak tinggal dalam satu rumah?
Jawab:
Tengok kebutuhan, bilamana butuh ya tinggal satu atap, karena istri-istri saya
wilayah kerjanya berdekatan. Bilamana jauh ya terpaksalah harus di uruskan di
rumah yang lain. Tapi tetap harmonis walau satu atap, bahkan lebih senang dan
lebih mudah bila bisa bergaul dengan istri-istri lainnya.
8. Apa alasan istri-istri bisa akur?
Jawab:
Yang kita kejar itu bukan dunia tapi Allah dan perintah Rasul. Sehingga apapun
perselisihan yang terjadi adalah atas dasar perjuangan untuk menggapai ridlo
Allah dan ikuti Sunnah Rasul. Suami dan istri sama-sama berharap mengejar
ridlo Allah bukan keinginan dan nafsu pribadi yang tidak menguntungkan.
9. Bagaimana praktek poligami di luar Global Ikhwan?
Jawab:
Menurut saya poligami diluar Global Ikhwan itu hanya atas dasar kebutuhan
lahiriyah saja, tidak secara ruhaniah. Jadi yang diluar itu sebagian besar hanya
menutupi kebutuhan lahiriyah saja sehingga poligami masih ada dendam,
cemburu, tidak harmonis dan banyak sifat negative yang berguna di poligami di
luar.
10. Kalau kita Tarik benang merah bahwa system pernikahan di Global Ikhwan ini
serupa dengan perjodohan, apakah itu baik pak?
Jawab:
Oh tentu baik, orang-orang dahulu yang menjodohkan anaknya itu sangat baik
karena terhindar dari permulaan yang negative. Nikah itu kan inginnya
91
beribadah, janganlah kita rusak dengan permulaan yang buruk. Dengan
perjodohan tidak adalah campur nafsu. Semacam kita suka seseorang dan orang
itupun suka sama kita, sudah bercampurlah nafsu didalamnya tak baiklah
menikah, susah pula diaturnya nanti.sehingga dengan pernikahan sesuai dengan
arahan pimpinan, pimpinan takan pilihkan yang tak cocok buat kita, pastilah
dipertimbangkan masak maka dari itu kita taa betul. Karena pasti yang terbaik
yang dipilihkan. Tanpa adanya campur nafsu, bebaslah diri ini dari upaya-upaya
negative, pacaran atau bahkan sampai berzina, itulah yang akan turun ke generasi
seterusnya.
92
Lampiran 5
TRANSKRIP WAWANCARA
Informan 4
Tanggal Wawancara : 26 Agustus 2017
Tempat/Waktu : Kantor Pusat Global Ikhwan Sentul, Bogor
Identitas Informan 4
1. Nama : Bapak Indra
2. Umur : ……….
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Pendidikan Formal : Strata Satu (S1)
5. Pendidikan Non Formal : -
6. Pekerjaan : Dewan Penasihat Global Ikhwan
Hasil Wawancara
1. Kapan Abuya wafat?
Jawab:
Abuya wafat pada tanggal 13 Mei 2010.
2. Apakah yang terjadi terhadap Global Ikhwan setelah ditinggalkan oleh Abuya?
Jawab:
Tidak ada yang berubah, semua berjalan sebagaimana mestinya. Semasa
hidupnya Abuya selalu membimbing para Jemaah terkait semua hal mulai dari
beribadah dan kehidupan sehari-hari. Sehingga semua ajarannya itu sekarang
terwujud menjadi amalan-amalan yang istiqomah diamalkan oleh Jemaah.
93
3. Sekarang Abuya sudah wafat, bagaimana caranya generasi selanjutnya bisa
mendapatkan ajaran-ajaran Abuya?
Jawab:
Meski sudah ditinggal Abuya, ajaran-ajarannya kini tertinggal di generasi-
generasi penerus yang telah banyak mendapatkan bimbingan-bimbingan dari
Abuya.
4. Apakah benar Abuya pernah menyatakan bertemu dengan Nabi Muhammad
SAW?
Jawab:
Betul, Abuya pernah bertemu dengan Nabi Muhammad SAW di dalam mimpi.
5. Apa benar Abuya pernah menyatakan bahwa Abuya yang membawa tsunami?
Jawab:
Bukan secara langsung bahwa tsunami didatangkan oleh Abuya. Tapi Abuya
meyakini bahwa tsunami datang sebagai jawaban atas doa beliau selama ini.
Aceh yang saat itu sedang bergejolak, satu-satunya solusi yang menurut Abuya
bisa mengembalikan kedamaian Islam di Aceh yaitu tsunami. Apa yang terjadi
setelah tsunami adalah perbaikan dimana-mana, dimana orang-orang saling
tolong-menolong dan bahu-membahu korban bahkan bukan hanya yang seragam
keyakinan tapi juga berbeda keyakinan.
6. Apakah benar Jemaah mengkultuskan Abuya sebagai wakil tuhan?
Jawab:
Tidak pernah, Jemaah taat dan patuh pada Abuya itu karena kehendak mereka
sendiri. Kehendak tersebut datang atas dasar bahwa Abuya lah sosok yang
selama ini membimbing dan memberikan ajaran kepada mereka. Istilah wakil
tuhan pun seharusnya tidak dimaknai sebagai istilah yang bersifat negative
karena pada dasarnya baik saya, anda, bahkan Abuya adalah wakil tuhan yang
tercantum dalam al-Quran dengan kata khalifah. Jadi bukan dimaknai bahwa
wakil tuhan adalah sosok yang kudus dan lebih dari manusia pada umumnya.
Abuya adalah sosok yang boleh dibilang pembela syariat Islam di garda
94
terdepan, sehingga dengan sosok beliau seperti itu secara otomatis para Jemaah
menganggap Abuya sebagai role model atau panutan.
7. Ketika menelusuri kisah hidup Abuya, terdapat nama Syekh Suhaimi. Siapa
sebenarnya Syekh Suhaimi?
Jawab:
Syekh Suhaimi adalah seorang keturunan arab dan merupakan keturunan
Rasulullah ke-33 yang lahir di wonosobo dan melanjutkan studi di mekah dan
bermukim di mekkah, dan kembali ke Malaysia dan Singapura untuk berdakwah.
Hubungannya dengan Abuya adalah bahwa Syekh Suhaimi adalah guru Abuya
dan pencetus tarekat Aurad Muhammadiyah.
8. Bagaimana awal Darul Arqam terbentuk?
Jawab:
Pada awalnya tidak ada sedikitpun terlintas di benak Abuya untuk mendidirikan
sebuah organisasi seperti Darul Arqam. Abuya adalah seorang yang sangat
pemalu. Namun karena desakan dari orang-orang yang menganggap bahwa
Abuya adalah orang yang perlu mengajarkan kepahamannya, lambat laun Abuya
akhirnya mengajarkan perlahan apa yang diyakini Abuya itu benar. Dimulai dari
perkumpulan-perkumpulan kecil dan semakin bertambah banyak. Islam
mengajarkan bahwa mesti ada pemimpin diantara 3 orang yang sedang
bepergian, apalagi dalam konteks Abuya dan perkumpulannya adalah muqim dan
lebih dari 3 orang maka dari itulah diangkatlah Abuya sebagai pemimpin atas
kesepakatan bersama.
9. Bagaimana cara bapak menjadi anggota Global Ikhwan?
Jawab:
Saya awalnya adalah orang yang tidak tahu tentang Global Ikhwan dan Abuya.
Namun saya bertemu dengan teman saya yang ternyata kenal betul dengan
Abuya. Setalah saya tau bahwa Abuya memiliki banyak amal usaha dan lembaga
pendidikan. Waktu itu saya masih bekerja di pabrik dan selama ini saya memang
telah lama mengkaji tentang diskusi-diskusi yang sama dengan apa yang Abuya
95
ajarkan. Saya dan istri saya adalah orang yang sangat mencari sosok seperti
Abuya.
10. Apa benar dahulu Jemaah Global Ikhwan itu harus pakai cadar dan berjubah?
Lantas kenapa sekarang tidak demikian?
Jawab:
Iya benar, dahulu memang kami mengenakan jubah untuk yang laki-laki dan
bercadar untuk yang perempuan, namun atas dasar instruksi dari pemerintah
Malaysia bahwa penggunaan cadar dan jubah itu dilarang maka atas dasar
ketaatan kepada pemerintah kami melaksanakan perintah. Karena ketaatan
kepada ulul amri adalah sesuatu hal yang wajib dan umat Islam adalah umat yang
cinta damai, tidak ada berontak dan hal-hal negative lain sebagainya.
11. Lantas kenapa Darul Arqam diharamkan?
Jawab:
Pertama perlu adanya pemahaman yang jelas dari kata haram yang digunakan
oleh pemerintah Malaysia. Di wilayah Malaysia kata haram itu tidak sama
maknanya dengan sesat seperti di Indonesia. Kata haram dalam bahasa melayu
itu adalah dilarang bukan sesat. Apalagi bila kata haram yang digunakan
pemerintah Malaysia dimaknai sebagai haram dalam hukum Islam.
12. Apakah ada tahapan bagi anggota di dalam organisasi Global Ikhwan?
Jawab:
Tidak ada tahapan secara formal, karena sejatinya aktivitas-aktivitas yang ada di
Global Ikhwan adalah bersumber dari ajaran-ajaran Abuya. Kepahaman-
kepahaman itu tidak dibuat formal tapi menyesuaikan pribadi orangnya.
13. Seandainya ada Jemaah yang ingin keluar atau mengundurkan diri dari aktivitas-
aktivitas Global Ikhwan apakah bisa?
Jawab:
Tidak ada paksaan dalam Global Ikhwan. Namun yang paling penting adalah kita
berbasis kekeluargaan sehingga ketika ada bukan lagi soal kehilangan partner
kerja tapi justru kehilangan anggota keluarga.
96
14. Apa landasan poligami Global Ikhwan?
Jawab:
Dalil besar adalah perbuatan Nabi Muhammad SAW. Itu dalil yang sangat kuat
untuk dijadikan landasan. Kita sebagai umat muslim yang selalu menginginkan
untuk mengikuti ajaran beliau, janganlah kita menyebut bahwa poligami itu
buruk, seandainya poligami buruk, lalu mengapa Nabi Muhammad SAW
mengamalkannya? Terlebih lagi umat generasi setelahnya melakukannya juga,
para sahabat juga berpoligami, para thabiin juga berpoligami, dan orang-orang
yang bertaqwa juga mengamalkannya. Abuya pun sangat senang mengikuti
ajaran Rasul maka dari itu beliau pun juga berpoligami karena menginginkan
keberkahan dari mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW. Asingnya masyarakat
tentang ajaran poligami bukan bersumber dari buruknya poligami tapi ya
memang dari paradigm yang sudah terbentuk di masyarakat seperti yang kita
tahu bahwa Islam datang dalam keadaan asing dan akan juga pergi diakhir nanti
dalam keadaan asing pula.
15. Bagaimana pemahaman Global Ikhwan terkait teks al-Quran tentang dalil
poligami?
Jawab:
Abuya meyakini bahwa apa yang diamalkan oleh Rasullullah sebagai utusan
Allah SWT adalah hal yang benar dan tak mungkin bertentangan dengan dalil al-
Quran. Sebab itu dalam mengartikan dalil al-nisa ayat 3 adalah bahwa yang
dianjurkan adalah 2, 3, dan 4, sebab berpoligami adalah kebaikan yang
datangnya dari Allah. Bagi yang mampu tentunya, bagi orang yang mampu ya
jangan memaksakan karena bila memaksakan ya itu namanya merusak orang,
merusak istri, rasa mampu itu bisa diketahui dengan seiring berjalan. Hal yang
bagus bila banyak wanita yang bernaung di bawah seorang suami. Baik
monogami ataupun poligami itu merupakan media untuk mendidik istri. Salah
satu hikmah yang didapat Abuya dengan mengamalkan poligami adalah
mendekatkan kepada ketaqwaan. Seperti halnya solat yang khusyu bukanlah hal
97
yang mudah, tapi bukan karena hal tersebut tidak mudah justru kita tinggalkan,
begitu juga dengan poligami, poligami sulit tapi meninggalkan justru bukanlah
hal yang baik.
16. Apa hikmah berpoligami?
Jawab:
Saat ini, banyak gerakan-gerakan yang sejatinya tidak mendukung syariat Islam.
Gerakan feminisme contohya yang berpandangan bahwa laki-laki dan perempuan
itu sama. Dalam konteks naluriah laki-laki dan perempuan itu beda. Laki-laki
memiliki nafsu satu dan akal sembilan sedangkan perempuan kebalikannya.
Sehingga kesetaraan yang diutarakan kaum feminisme sejatinya adalah keinginan
untuk mengutamakan nafsu. Dalam konteks poligami, perempuan akan dididik
untuk senantiasa menekan nafsu mereka saat membina rumah tangga poligami
dan lebih menyerahkan segalanya untuk menggapai ridlo tuhan. Kehidupan
keluarga poligami bukan tanpa adanya masalah tapi pasti lebih banyak masalah.
Namun tarbiyah dari menjalankan poligami adalah keinginan untuk berharap-
memohon tuhan melancarkan dan memberikan solusi atas semua permasalahan
yang muncul, sehingga apa yang terjadi pada teman-teman Jemaah Global
Ikhwan yang berpoligami adalah mendapatkan kemampuan untuk menyelesaikan
masalah bahkan yang lebih berat dan tidak mungkin diselesaikan oleh orang yang
bermonogami. Rahasia kehidupan poligami yang berhasil adalah menyerahkan
segalanya pada Allah dan mengikuti arahan-arahan Rasul.
17. Apa yang menjamin poligami Global Ikhwan dapat berjalan lancar?
Jawab:
Kita Global Ikhwan menjalankan Sunnah Rasul yang saat ini sudah banyak
ditinggalkan yaitu berjemaah. Dalam kaitannya dengan poligami, kita yang
berjemaah kemudian ada pemimpin ini justru sangat-sangat membantu
terciptanya pelaksanaan poligami yang baik. Saya bisa pastikan bahwa sangatlah
susah menjalankan poligami ditengah kondisi lingkungan yang individualistis.
98
Lampiran 6
TRANSKRIP WAWANCARA
Informan 5
Tanggal Wawancara : 27 Agustus 2017
Tempat/Waktu : Kantor Pusat Global Ikhwan Sentul, Bogor
Identitas Informan 5
1. Nama : Bapak Indra
2. Umur : ……….
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Pendidikan Formal : Strata Satu (S1)
5. Pendidikan Non Formal : -
6. Pekerjaan : Pelaku poligami Jemaah Global Ikhwan
Hasil Wawancara
1. Bagaimana teknis perkawinan di Global Ikhwan? Apakah melalui system
perjodohan?
Jawab:
Global Ikhwan dibangun atas dasar kekeluargaan. Atas jamaah yang kit pegang
menyebabkan antara satu Jemaah dengan Jemaah yang lain adalah saling kenal.
Maka ketika akan menikahkan salah satu Jemaah, kita tidak perlu berupaya
susah payah untuk menemukan ini cocok dengan ini atau itu cocok dengan ini,
jadi proses pengenalan itu sebenarnya sudah lama terjadi. Coba bayangkan yang
terjadi bila saya adalah seorang yang diluar Global Ikhwan. Kenalan saya
mungkin cuman kenalan SD, SMP atau sebagainya. Hanya itu saja dengan ruang
99
lingkup yang sangat kecil. Itu yang hanya kenal saja, kalau yang dianggap
sebagai keluarga, bisa dihitung jari. Hal tersebut berkebalikan dengan kondisi
yang ada di Global Ikhwan. Jadi ketika datang arahan untuk menikah atau
berpoligami ya tinggal di diskusikan saja. Pencarian calon pun mudah karena
sudah pada kenal. Yang pilihkan ya tetap pemimpin karena kita percaya bahwa
itu dapat mendatangkan berkah. Kita kalau ada bayi lahir pun kita selalu
meminta nama kepada pemimpin karena itu adalah upaya mencari keberkahan.
Pemimpin dalam hal ini tuan Rasyidi adalah orang yang terbaik, orang pilihan.
Itulah hikmah dari kehidupan berjemaah, tanpa itu sangatlah sulit. Termasuk
soal pernikahan, tanpa Jemaah pusing lah kita memikirkannya karena harus
kenal dulu, paham dulu, pada akhirnya orang tua jadi longgar, hingga
membolehkan pacaran padahal pacaran tidak ada dalam islam, haram. Abuya
sangat menekankan untk menjaga syariat, pergi ke cabang Global Ikhwan
manapun tak akan ditemui pria-wanita bukan mahram duduk bersebelahan. Pasti
ada mahramnya. tapi disini semua sudah kenal jadi lebih mudah. Jangankan soal
menikah bepergian pun mestilah dirancang, ini siapa pemimpinnya, bagaimana
posisi duduknya sesuai syariat agama, bukan hanya pergi-pergi saja.
2. Jadi bagaimana teknis pernikahan di Global Ikhwan?
Jawab:
Jadi mula-mula, kita ini sebagai orang tua atau wali yang dirasa anak-anak kita
ini sudah mampu menikah, kita ajukan semuanya kepada pimpinan, dan
pimpinan akan membuat tim yang akan berdiskusi tentang pencocokan calon
mempelai laki-laki dan perempuan. Pasangan akan dipilihkan dengan yang akan
saling menguatkan antara suami dan istrinya. Yang akan mempercepat gerak
langkah Global Ikhwan, dan saling mudah berkomunikasi, tiada lah kita
pasangkan yang justru akan membuat ambruk setelah menikah, hal tersebut
justru berkebalikan dengan cita-cita perjuangan kita. Sebagai contoh misal ada 5
pasangan yang sudah dirumuskan oleh pimpinan, nanti barulah dikomunikasikan
dengan keluarga dan pihak terkait. Jadi peran Jemaah bukan hanya membantu
100
dari proses kenal tapi dari nol hingga ke walimah, dan bukan hanya berhenti
bahkan terus dibimbing hingga dapat mewujudkan keluarga sakinah mawaddah
wa rahmah. Dan poligami tidak menjadi hambatan atau halangan, contohnya ini
Ibu fifi, dia berpoligami, tapi tidak berhenti hanya menjadi istri dari suami yang
berpoligami, dia aktif di sekolah Global Ikhwan dan ikut juga membangun
apotek, jadi tidak hanya selesai dengan keperluan pribadi tapi juga kebutuhan
umat.
3. Setelah sekian lama praktek poligami dilaksanakan, menurut bapak apa
sebernanya yang diharapkan dari kehidupan poligami?
Jawab:
Ridla tuhan, Abuya selalu mengajarkan untuk selalu berkeluh kesah kepada
Allah. Kita yang menjalankan perintah Allah maka Allah lah yang akan
menolong kita. Memang banyak ujian dari poligami, tapi hidup tidak bagus
nikmat saja tenang saja, saat diri kesusahan, dia akan senantiasa ingat bahwa ada
dzat yang dapat menyelesaikan semua masalah, ya mintalah sama Allah.
4. Bagaimana bentuk komunikasi tim dengan pihak keluarga dan mempelai?
Jawab:
Pertama adalah calon prianya terlebih dahulu, sudah siap menikah atau belum,
bila siap kemudian diteruskan untuk mengabari calon mempelai perempuan, bila
tidak siap, akan diberi kesadaran, ini keutaman menikah, ini bentuk tarbiyah
dalam menikah, dan ini keistimewaan menikah. Jangankan ditanya tentang
kesiapan menerima calon, kesiapan menikah pun justru lebih awal ditanyakan.
Jadi tidak ada paksaan dalam menikah. Sampai hari ini tidak ada yang menolak
untuk dipasangkan dengan calon yang dipilihkan oleh pimpinan. Namun dalah
hal menolak pun tidak ada paksaan. Dan biasanya yang agak menolak adalah
anggota yang tidak faham, ketika kita bagi faham, maulah dia meneruskan.
Setelah siap keduanya dilakukanlah peminangan, dan disepakatilah untuk akad.
Dan direncanakanlah untuk walimahnya secara serentak.
101
5. Apa arti pernikahan menurut Global Ikhwan?
Jawab:
Pernikahan adalah setengah dari agama, sehingga hal tersebut adalah hal yang
penting, maka patutlah untuk direncanakan sebaik-baiknya, direncanakan bukan
berarti dipersulit justru dipermudahlah. Bila syariat pernikahan dipersulit yang
ada adalah agamanya yang akan terancam. Syariat inilah yang Global Ikhwan
coba jalankan, kalo kita lihat diluaran itu ketika telah sampai umur untuk
menikah seketika itu juga bingung jodohnya siapa, ketika sudah menikah
bingung lagi mau dikasih makan apa, mau tinggal dimana, ditanya gaji berapa,
walimahnya darimana nih, susahlah jadinya pernikahan, pada akhirnya apa yang
terjadi, yang terjadi adalah banyak orang yang nikah lari. Jadinya cacatlah
hubungan dengan yang lain, karena melarikan anak orang. Dan yang tersisa
adalah permusuhan, apakah itu yang diinginkan islam? Jelas bukan.
6. Apakah sama teknis pernikahan poligami dengan teknis pernikahan yang
sebelumnya di paparkan?
Jawab:
Sama, yang berbeda hanyalah para pihaknya. Ketika seseorang katakakanlah
Jemaah Global Ikhwan sudah menikah maka dilakoninya lah kehidupan
monogaminya bercita-cita mewujudkan keluarga yang mawadah sakinah dan
warahmah. Permasalahan pasti ada, namun di kami ini ada orang yang bantu,
yang ditua-tuakan. Yang siap untuk memberikan bimbingan dan membantu
mencarikan solusi dari setiap permasalahan yang muncul. Yang pasti setiap ada
masalah Abuya selalu bilang bahwa solusi terbaik adalah ingat Allah dan Rasul,
satukan pandangan hanya untuk Allah dan Rasul maka solusi pun akan didapati.
Seperti bila ada suami dan istri tidak harmonis, ingatkanlah dengan sifat sabar,
tawadhu, diingatkan dengan keutamaan-keutamaan orang yang berkeluarga,
bahwa mereka ituh sedang berjuang bersama melangkah ke surga. Bahkan ada
anak dan yang lainnya, hal tersebut adalah tanggung jawab sekaligus akan
diberikan kemuliaan bila mampu mengelolanya. Manakala sudah stabil dengan
102
kehidupan monogami, segeralah berupaya untuk menikah lagi, karena dengan
poligami adalah media untuk membimbing seorang suami untuk menjadi
pemimpin. Itu adalah salah satu kemuliaan poligami. Bila keduanya menolak
maka diberikanlah pencerahan, kefahaman, dan ilmu. Karena poligami adalah
baik, dan akan memberikan efek baik kepada keduanya. Bila masih belum
menerima, ya tidak dipaksalah, sesuai dengan kefahaman dia.
7. Apa indicator seorang Jemaah telah siap untuk berpoligami?
Jawab:
Bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri, keluarga, lingkungan dalam hal ini
Global Ikhwan banyak sekali cakupan lingkungannya. Pengurus kepada staff
nya, coordinator kepada anggotanya, manager kepada membernya, lingkungan-
lingkungan itu adalah bentuk tanggung jawab yang dapat dijadikan indicator
siap (kematangan) seorang Jemaah untuk menikah ataupun berpoligami. Pada
intinya poligami adalah program khusus untuk mencetak kepemimpinan dalam
diri.
8. Apa tanggapan bapak terhadap pendapat orang-orang diluar Global Ikhwan yang
mengatakan bahwa poligami menyakiti istri?
Jawab:
Abuya pernah bagi tau bahwa istri susah karena poligami adalah istri yang tidak
dekat dengan Allah. Apakah poligami tidak ada masalah? Sangat banyak
masalah tapi setiap permasalahan ada solusinya. Maka dari itu kedekatan dengan
Allah dan perintah Rasul adalah senjata terkuat yang dapat membuka pintu-pintu
hidayah agar solusi-solusi dari setiap permasalahan itu datang.
9. Apakah pernikahan poligami di Global Ikhwan legal?
Jawab:
Semua legal, sesuai dengan Undang-undang.
103
10. Bagaimana tafsir ayat 3 surah al-nisa menurut Global Ikhwan?
Jawab:
Nikahilah olehmu dua, tiga, empat wanita tapi bila tidak bisa berlaku adil maka
cukuplah satu, ini menandakan bahwa monogamy adalah yang paling rendah,
seperti ungkapan kamu kalau kuat angkat barang dua, tiga, empat, tapi kalau
tidak kuat angkatlah satu saja. Ini berarti kan yang mengangkat satu barang lebih
lemah dari pada yang bisa mengangkat dua, tiga, atau empat.
11. Lalu apa yang dimaksud dengan adil dalam ayat tersebut?
Jawab:
Adil itu sama seperti khusyuk. Sholat itu harus khusyuk, sangatlah merugi orang
tidak bisa khusyuk dalam sholatnya. Tapi apakah dengan tau bahwa khusyuk itu
sulit maka kita tidak solat? Tidaklah begitu, justru Nabi memerintahkan coba
terus terus, belajar khusyuk. Adil dalam poligami pun begitu, yang mau bersikap
adil, yang mau ditempa menjadi suami yang adil dan bertanggung jawab cobalah
bina keluarga poligami, dua dulu belajar adil, coba lagi. Bukan malah karena
pandangan adil sulit justru poligami ditinggalkan, jika poligami ditinggalkan
apakah maksud adil dalam ayat bisa tercapai? Ya tentu tidak.
104
Lampiran 7
Gambar 1
Penulis bersama Bapak Mahfuz
(Bidang Humas Global Ikhwan)
Gambar 2
Penulis bersama Bapak Cik Malaysia
(Anggota dan Pelaku Poligami GI)
Gambar 3
Penulis bersama Ibu Gina Puspita
(Ketua Muslimah Global Ikhwan)
Gambar 4
Penulis bersama Bapak Indra
(Dewan Penasihat Global Ikhwan)