25
Strategi Mengatasi Ancaman Terorisme Prayitno Ramelan | 26 Juli 2009 | 05:27 2262 21 Belum ada nilai. Sabtu pagi (25/7) salah satu artikel penulis di tayangkan pada rubrik Opini Koran Seputar Indonesia (Sindo) dengan judul Mengatasi Ancaman Terorisme. Karena “home base” Old soldier ini disini, maka disusun artikel ini bagi pembaca Kompasiana. Penulis mengupas sebuah diskusi pada saat bertugas di Departemen Pertahanan dengan Menhan Matori Abdul Djalil (Alm). Dimana setelah terjadinya bom Bali-I, Menhan mengeluarkan pernyataan mengejutkan, bahwa pelakunya adalah Jamaah Islamiyah yang didukung oleh Al Qaeda. Pernyataan tersebut sangat besar artinya, mengingat demikian besarnya tekanan dari banyak negara setelah jatuhnya banyak korban WN asing pada serangan tersebut. Pernyataan beliau yang juga salah satu tokoh Islam di Indonesia telah menyelamatkan nama Indonesia dengan penduduk yang mayoritas muslim dari tuduhan internasional sebagai negara yang berbau terorisme. Itulah keberanian seorang tokoh Islam pada saat demikian tidak kondusifnya situasi pertentangan didunia internasional serta didalam negeri dalam mengidentifikasikan masalah terorisme. Terorisme adalah sebuah fenomena yang sulit untuk dimengerti. Aksinya sangat mematikan dan tertutup, membawa banyak korban

Prayitno Ramelan

  • Upload
    fasdik

  • View
    39

  • Download
    7

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Prayitno Ramelan

Strategi Mengatasi Ancaman Terorisme

Prayitno Ramelan|  26 Juli 2009  |  05:27

2262

21

Belum ada nilai.

Sabtu pagi (25/7) salah satu artikel penulis di tayangkan pada rubrik Opini Koran Seputar Indonesia (Sindo) dengan judul Mengatasi Ancaman Terorisme. Karena “home base” Old soldier ini disini, maka disusun artikel ini bagi pembaca Kompasiana. Penulis mengupas sebuah diskusi pada saat bertugas di Departemen Pertahanan dengan Menhan Matori Abdul Djalil (Alm). Dimana setelah terjadinya bom Bali-I, Menhan mengeluarkan pernyataan mengejutkan, bahwa pelakunya adalah Jamaah Islamiyah yang didukung oleh Al Qaeda. Pernyataan tersebut sangat besar artinya, mengingat demikian besarnya tekanan dari banyak negara setelah jatuhnya banyak korban WN asing pada serangan tersebut. Pernyataan beliau yang juga salah satu tokoh Islam di Indonesia telah menyelamatkan nama Indonesia dengan penduduk yang mayoritas muslim dari tuduhan internasional sebagai negara yang berbau terorisme. Itulah keberanian seorang tokoh Islam pada saat demikian tidak kondusifnya situasi pertentangan didunia internasional serta didalam negeri dalam mengidentifikasikan masalah terorisme.

Terorisme adalah sebuah fenomena yang sulit untuk dimengerti. Aksinya sangat mematikan dan tertutup, membawa banyak korban jiwa, termasuk orang yang tidak bersalah.Dari beberapa insiden, diketahui bahwa seseorang tanpa dasar pendidikan yang cukup dapat melakukan aksi yang spektakuler. Terorisme, ini adalah sebuah mashab atau aliran kepercayaan melalui pemaksaan kehendak, guna menyuarakan pesannya. Melakukan tindakan ilegal yang menjurus kearah kekerasan, kebrutalan bahkan pembunuhan. Istilah lain yang juga sering

Page 2: Prayitno Ramelan

disebut adalah teroris. Teroris, ini adalah pelaku atau pelaksana bentuk-bentuk terorisme, yang dilakukan baik oleh perorangan ataupun kelompok dengan cara kekerasan sampai pembunuhan. Yang dimulai dengan sistem konvensional hingga modern. Karena itu, secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa efek teroris memiliki dimensi luas, dan umumnya secara langsung memberikan tekanan kepada pemerintah.

Sementara Teror difahami sebagai  tindakan untuk menciptakan dan memaksakan kehendak dengan jalan kekerasan, tujuannya untuk menimbulkan rasa takut. Perbedaan pandangan terhadap apa, siapa, kenapa, dan bagaimana tentang terorisme adalah wajar, sejauh ini disikapi secara arif dan bijak.Yang perlu diingat, teror itu merupakan kegiatan intelijen yang dimainkan oleh “dalang”  yang tidak atau memang belum pernah terungkap hingga saat ini.

 Adjie S,Msc dalam bukunya Terorisme menyebutkan, pada beberapa kasus, beberapa kelompok melakukan “undeclared warfare” kepada suatu negara secara tersembunyi. Dimana kawasan yang memiliki pengalaman konflik secara luas seperti Lebanon, Afghanistan dan El Savador terbukti secara efektif menggunakan taktik  teror, bahkan dilakukan oleh dua kelompok yang saling berhadapan. Kini, teroris memiliki kemampuan yang luar biasa, mampu membentuk kader, dalam sekejab mempersiapkan diri atau kelompoknya menjadi mesin pembunuh yang potensial. Dapat menghancurkan gedung, sekaligus membunuh, menimbulkan rasa takut dan tidak aman. 

Bagaimana dengan teroris di Indonesia? Noordin M Top, adalah seorang tokoh teroris yang paling dicari oleh aparat keamanan hingga kini. Sesuai dengan aturan yang berlaku pada kelompok teroris, si pemimpin harus memiliki dedikasi tinggi untuk organisasi, pengikut, serta kelompoknya. Ini dimiliki oleh Noordin. Bisa dibayangkan kehebatannya, bahkan mantan Dan Densus 88 Brigjen Pol (Purn) Suryadarma Salim menyebutnya Noordin bukan tokoh teror taman kanak-kanak. Sebagai WN Malaysia dia beroperasi di Indonesia. Sudah sekian lama selalu mampu menghindar belum juga dapat ditangkap, bahkan mampu melakukan serangan bom. Kelompok teroris ini, menghendaki masyarakat luas menyediakan dukungan sehari- hari, seperti pengumpulan data untuk kepentingan intelijen dan sumber dana. Tingkat dan susunan sebuah kelompok teroris terdiri dari pimpinan atau ketua, kader aktif, pendukung aktif, pendukung pasif, dan simpatisan di tengah masyarakat.

Dari beberapa hasil pemeriksaan dan pengadilan, menunjukkan, biasanya mereka bersembunyi dengan menyewa atau membeli rumah. Bersosialisasi dengan masyarakat umum dan berjualan, dalam rangka menyamarkan kegiatan. Di rumah itu mereka melakukan penimbunan senjata, bahan peledak, dan perakitan bom. Anggota jaringan taktis, adalah mereka yang melakukan peledakan bom, melakukan pembunuhan, penculikan, pembakaran. Semua anggota memiliki dedikasi tinggi kepada kelompoknya. Bahkan beberapa anggota lebih memilih

Page 3: Prayitno Ramelan

melakukan aksi bunuh diri sekalipun, aksi yang dipahami seluruh anggota, tergantung perintah pimpinan. Jaringan taktis akan bergerak bila pimpinan sudah memutuskan tujuan jangka pendek. Itulah yang dilakukan para teroris.

Amerika Serikat kini lebih terlihat melokalisir peperangannya dengan Al Qaeda di Afghanistan. Presiden Barrack Obama nampaknya telah berhasil melakukan pendekatan dengan negara-negara Islam, agar mata rantai dukungan terhadap teroris dapat diputuskan. Fareed Zakaria mengatakan bahwa AS dalam menghadapi Al-Qaeda sangat memahami, mereka menghadapi sebuah perang yang sangat panjang dengan banyak terjadi pertempuran besar dan kecil.

Dalam mengatasi ancaman terorisme, harus dimulai dengan dasar pemikiran dan strategi yang tepat. Karena teroris umumnya menggunakan dasar ilmu intelijen, maka “counter terorism” di susun dengan pola operasi intelijen.  Pertama, penerapan strategi militer,  di sektor militer dilakukan operasi bawah tanah, dengan tekanan yang bertujuan menghancurkan kelompok teroris. Setiap orang yang merencanakan dan membantu operasi teroris harus mengerti bahwa dia akan diburu dan dihukum.  Operasi mereka akan diganggu, keuangan akan dikeringkan, tempat persembunyian akan terus diserbu. Jika ini berhasil, tidak ada lagi yang jadi masalah di sektor militer. Operasi akan lebih efektif apabila tim merupakan gabungan antara Densus 88/Antiteror dari kepolisian dan satuan-satuan antiteror TNI. Hambatan ketentuan UU dan SOP sebaiknya diatasi dengan pemikiran jangka panjang, karena ancaman teror jelas mengganggu pembangunan dan kredibilitas kondisi keamanan Indonesia dimata negara lain. Semua yang ditata oleh pemerintah  akan bisa runtuh dalam sekejap mata dengan sebuah serangan teror. Inilah nilai terpenting yang harus kita sadari bersama.

Kedua, yaitu Strategi politik  yang jelas lebih rumit lagi. Sistem politik harus ditata ulang dalam kaitannya dengan bahaya teror. Pelibatan elite politik agar satu suara dalam penanganan masalah teroris sangat dibutuhkan, tidak seperti masa lalu. Dalam hal Bom Bali-I, masih terjadi perbedaan pendapat di antara elite politik. Tokoh-tokoh parpol Islam sangat penting dilibatkan dalam penanganan kasus, agar tidak terjadi tekanan politis bagi pemberantasan teror, bukan ditujukan kepada umat Islam tetapi kepada kelompok radikal teror. Hal yang dibutuhkan adalah sebuah konsensus nasional yang luas. Aliansi politik menjadi masalah penting bagi keamanan nasional kita. Persaingan sudah berlalu dan selesai, kini waktunya bersatu padu menyelamatkan negara. 

Ketiga, strategi budaya. Pemerintah bersama tokoh-tokoh agama wajib membantu dan menyadarkan generasi muda Islam di tempat-tempat pendidikan agama. Dari beberapa kasus, mereka ini yang dibina dan dijadikan kader. Beberapa anggota kelompok bersedia dan sadar untuk mati lebih disebabkan karena mampu diyakinkan bahwa “surga” akan didapatnya, dan mereka sudah berada dijalan yang benar. Menjadi

Page 4: Prayitno Ramelan

tugas kita bersama untuk kembali menyadarkan pemuda-pemuda yang demikian bersemangat, agar kembali memahami pengertian baik dan buruk, pengertian haram dan halal serta pengertian jihad dan mati syahid. Di sisi inilah pemuda itu banyak digelincirkan. Umumnya serangan teror hanya ramai dibicarakan saat kejadian, dan biasanya setelah beberapa lama akan dilupakan. Perang dengan terorisme adalah perang yang sangat serius, kalau dahulu hanya alumnus Ngruki yang dibina, kini nampaknya pengkaderan sudah merambah keorganisasi lain. Yang lebih berbahaya, beberapa yang dikader adalah mereka yang tidak berafiliasi keorganisasi manapun. Strategi budaya harus terus dilakukan pemerintah, kita tidak rela rasanya apabila para pemuda Islam kita yang bersemangat dimanfaatkan dan dilibatkan dalam perang mereka. 

Aparat telah mengejar sang Noordin selama lebih dari tujuh tahun, tetapi dia masih bebas berkeliaran dan bahkan mampu melakukan pemboman. Teroris masih bisa hidup karena mereka bercampur dengan rakyat. Oleh karena itu mereka harus dipisahkan dengan rakyat itu. Walau bagaimanapun, dengan jenis senjata termodern sekalipun, dengan strategi yang andal atau taktik yang jitu, sulit untuk memenangkan peperangan menghadapi terorisme tanpa dukungan aktif dan partisipasi dari masyarakat. Teroris tidak akan pernah dapat dikalahkan hanya dengan menggunakan kekuatan fisik saja.

Karena itu memainkan kartu lama digabung dengan kartu baru nampaknya akan lebih bisa diharapkan. Solusi pelengkap dari ketiga strategi itu sederhana saja, aktifkan dan berdayakan Babinsa dan Babin Kamtibmas bersama-sama secara utuh, tidak sebagai pesaing. Babinsa adalah jaringan teritorial yang telah puluhan tahun berpengalaman bergaul dan berperan di masyarakat. Tanpa semuanya itu, maka kita harus terus menerus siap-siap di bom, kita akan “jengkel”  karena semua yang sudah  di tata itu akan menjadi kacau dan terganggu. Kita akan marah dan kembali akan “jengkel”  karena tidak jelas marah kepada siapa. Itulah menakutkannya terorisme.

PRAYITNO RAMELAN, Guest Blogger Kompasiana

Sebarkan Tulisan:

Laporkan Tulisan Beri Tanggapan Beri Nilai

o Aktual o Inspiratif o Bermanfaat o Menarik

Page 5: Prayitno Ramelan

o Menghibur o Biasa o Basi o Tidak Penting o Asal Tulis o Plagiat o Provokatif

Tanggapan Tulisan

Rahardjo 26 Juli 2009 07:30

0

Pak Pray yang saya hormati ……. Selamat pagiPagi2 mestinya menghirup kopi panas dan makan pisang goreng malah lebih tertarik membaca Mengatasi teror Bom , nggak apa2 Pak kopinya masih panas dan pisangnya belum ada kok … he…he …Kalau tidak salah teror bom “diperkenalkan “ oleh para teroris di Indonesia ketika malam Natal tahun 2000 kemudian menyusul bom Bali I (2002), JW Marriot (2004), Kedubes Australia, bom Bali II ( 2005) dan terakhir adalah JW Marriot dan R Carlton beberapa waktu yl.Selain bom para teroris ini juga mempunyai taktik lain yaitu berupa pembajakan, penyanderaan, pembunuhan bahkan penculikan, semua disebut teroris karena menimbulkan ketakutan di masyarakat .Sepertinya Pemerintah tidak main-main perang melawan teroris terbukti telah dikeluarkannya Undang-Undang dan berbagai peraturan pemerintah untuk melandasi aparat keamanan bertindak menumpas teroris, tetapi mengapa teror bom terus menghantui masyarat? Sepert kata Mantan Kepala BIN Hendro Priyono Teroros seperti jimatn Candrabirawa milik Narasoma dimana dengan jimat itu Narasoma tidak pernah mati walau dibunuh berulang kali.Pertama kita lihat kenapa teroris senang dan “nyaman” berulah di Indonesia, ada beberapa sebab pertama adalah lemahnya hukum, masih rendahnya pendidikan sebagian besar dari masyarakat kita dan kemiskinan yang melilit sebagian penduduk Indonesia. Faktor2 itulah yang menyuburkan mereka menjual ideologi ataupun kepercayaan, gampang merekrut orang2 untuk mengikuti keinginan mereka.Saya sependapat dengan strategi Pak Pray untuk memerangi teroris dengan strategi militer, politik dan budaya, ini sudah cukup komprehensif sifatnya apalagi Densoso 88/anti teror melibatkan TNI. ( PP No.1 tahun 2002 tentang tindak Pidana Teroris kok tidak melibatkan TNI, atau mungkin sudah ada PP yang baru ).Bagaimanapun juga perang melawan teroris adalah kebutuhan yang sangat mendesak yang harus dilaksanakan segera untuk melindungi masyarakat (WNI dan WNA yang ada di Indonesia ) dan melindungi kedaulatan NKRI……. Tumpas teroris !

Page 6: Prayitno Ramelan

Nah sekarang pisang gorengnya sudah matang ada Pak ………… salam untuk keluarga.

Balas tanggapan | Beri Nilai +1 -1

Prayitno Ramelan 26 Juli 2009 07:40

0

Mas Rahardjo, terima ksih tanggapannya. Iya , memang benar, pemrintah tidak main-main dalam menangani teror yang dilaksanakan oleh pihak Polri. Tetapi kita menyadari bahwa kini walau operasi pemberantasan telah dil;akukan dengan dmikian giatnya, toh tetap saja setelah beberapa tahun kembali terjdi serangan Bom. Karena itu saya berfikir, kalau untuk mengantisipasi meluasnya pengaruh teroris di masyarakat, mungkin akan lebih efisien pasukan antiteror TNI dilibatkan. Jelas mereka telah terlatih dalam pendidikan maupun cukup berpengalaman dalam melakukan penugasan antiteror. Itulah sebuah p[emikiran saya tentang bagaimana memberantas Narasoma dengan Ilmu raksasanya Candrabirawa yang sakti. Gitu ya Mas Rahardjo, salam>Pray

Balas tanggapan | Beri Nilai +1 -1

Muhammad Ihsan 26 Juli 2009 07:47

0

Pagi pak Pray, wah kangen ulasannya ngangeni. Strategi demi strategi tentunya sudah dicoba oleh pemerintah untuk mengatasi teroris yang kini bergentayangan di negeri kita.Namun sebagian besar strategi yang diterapkan adalah kekerasan dengan kekerasan. Menurut saya harus ada strategi baru yaitu agar pemerintah melakukan percepatan di bidang kesejahteraan lahir bathin penduduk Indonesia, sehingga dengan sendirinya terorisme atau yang baru niat mau berbuat teror akan padam.Kesungguhan pemerintah untuk pro kepada kepentingan rakyat harus 100% diwujudkan, pasti ke depannya pemerintah dengan aparatnya tidak perlu direpotkan oleh ulah teroris.

Balas tanggapan | Beri Nilai +1 -1

Prayitno Ramelan 26 Juli 2009 08:15

0

Page 7: Prayitno Ramelan

@Muhammad Ihsan, terima kasih tanggapannya. Bisa juga kita mengkaitkan antara kasus teror dengan kesejahteraan lahir bathin itu, serta pemerintah yang pro kepada rakyat. Tapi, ada yang sulit nih, yaitu pengaruh ideologi…kalau seseorang sudah terpenagaruh sebuah ideologi…disuruh masuk apipun dia akan masuk. Sekali lagi terima kasih apresiasinya ya. Salam>Pray

Balas tanggapan | Beri Nilai +1 -1

Aris Heru Utomo 26 Juli 2009 08:23

0

Selamat pagi Pak Pray, selamat berhari Minggu …

Beberapa hari yang lalu saya membaca berita mengenai dugaan bahwa sebenarnya noordin m. top telah bersembunyi di sebuah desa di cilacap selama 3 tahun dan bahkan menikahi anaknya baharuddin, seorang kiai yang memiliki pesantren di desa tsb. Yang mengherankan adalah aparat desa justru tidak tahu siapa pria yang menikahi anak baharudin, bahkan katanya pernikahannya tidak dicatat di kelurahan. Ini jelas2 mengherankan karena memperlihatkan adanya ketidakpedulian aparat desa terhadap warganya. Padahal dulu ada himbauan agar tamu lebih dari 1 X 24 jam harus lapor.

Untuk itu saya sependapat dengan Pak Pray mengenai perlunya pendekatan budaya, bukan hanya kepada anak2 muda tetapi juga kepada semua orang, khususnya aparat desa sebagai tangan terluar perangkat pemerintah. Kalau aparat desa (lurah, sekretaris desa, kepala dusun dsb) saja cuek dengan warganya bagaimana kita bisa tahu jika terjadi penyusupan2. Untuk itu pula peran babinsa agar kiranya dapat lebih diaktifkan. kehadiran babinsa kiranya tidak perlu dicurigai sebagai upaya memata-matai kegiatan warga tetapi justru mitra warga dalam mencegah terjadinya tindak kriminal dan mencegah penyusupan oleh teroris.

Balas tanggapan | Beri Nilai +1 -1

Prayitno Ramelan 26 Juli 2009 09:21

0

Mas Aris, terima kasih tanggapannya uya. Memang salah satu kelemahan aparat desa kita adalah kurang alert terhadap kasus-kasus yang terjadi di desanya. Kurang kontrol terhadapwarganya, sebetulnya penduduk harus lapor apabila mempunyai tamu lebih dari 24 jam. Terlebih lagi apabila akan melangsunghkan pernikahan. Atau kelompok

Page 8: Prayitno Ramelan

teroris demikian canggihnya mempu mengatasi petugas, bukatinya Noordin beberapa kali menikah juga tidak terdeteksi. memang nampakya peran babinsa harus dihidupkan kembali sebagai early detection. Salam>Pray

Balas tanggapan | Beri Nilai +1 -1

Nicholaus Prasetya 26 Juli 2009 10:47

0

Pagi Pak Pray,pendekatan budaya nampaknya yang belum cukup dipraktikkan di Indonesia ini. banyaknya terorisme dan juga organisai-organisasi radikal sungguh membuat cemas warga masyarakat, Pak. oleh sebabnya, pendekatan budaya ini perlu untuk menanmkan mana hal yang betul-betul baik dan buruk. terima kasih tulisannya.Salam.

@Nicholaus Prasetya…terima kasih tanggapannya. Iya benar, setuju ya dengan pendekatan budaya itu…menyadarkan masyarakat.Salam>Pray

Balas tanggapan | Beri Nilai +1 -1

boy rachmad 26 Juli 2009 10:49

0

Selamat Pagi Bapak Prayitno,

Saya belum sempat baca artikel Bapak yang di Sindo.. pasti juga menarik sebagaimanabiasanya, khas Bapakku ini…

Bapak.. mencoba menambahkan yang sudah di ulas oleh Bapak di atas, sedikit sumbang sarandari saya:(1) Sudah saatnya Pemerintah Pusat cq. Dept. Dalam Negeri melakukan perubahan mendasardalam sistem kependudukan/kewarganegaraan Indonesia, semboyannya adalah ” Satu WNISatu KTP/ID Card”(2) KTP/ID Card di integrasikan dengan sistem pelayanan kependudukan seperti:- pelayanan kesehatan/rumah sakit/Puskesmas- pelayanan asuransi dan perbankan

Page 9: Prayitno Ramelan

- pelayanan perjalanan/transportasi/travelling- pelayanan pembayaran Listrik (PLN), Telepon (Telkom), air (PDAM)- pelayanan pembayaran Pajak-pajak- pelayanan perpanjangan/pengurusan surat kendaraan bermotor di Kepolisian- pelayanan ke-Imigrasi-an- dll.(3) Pemberian sanksi yang tegas dan memberatkan bagi penduduk/WNI yang memiliki lebihdari satu (1) KTP/ID Card., misalnya berupa: hukuman masuk penjara langsung (tanpapersidangan pengadilan) minimal 10 tahun masa penjara.

(4) Pemutakhiran KTP/ID Card dalam bentuk electronic Card (seperti yang digunakan untukATM/Credit atau Debet Card), dan penggunaan sistem management informatika dalampembuatannya.

(5) Dll. (mungkin teman dan sahabat mau tambahkan…)

Mengingat bahwa lebih dari 60% penduduk Indonesia tinggal di perdesaan dan tempat-tempatyang tidak mudah dijangkau dan mengingat sudah diterapkan sistem Otonomi Daerah, makaPemerintah Pusat cq. Dept. Dalam Negeri dapat me”lead” dan melakukan koordinasi kerjasama dengann masing-masing Pemerintah Daerah/Propinsi dalam menciptakan sistem“KTP/ID Card Nasional” agar setiap penduduk dapat didata dengan baik dan akurat.

Dengan sistem integrasi terkait dengan sistem pelayanan pada point (2) di atas, dapatdiharapkan suatu kerjasama dari masing-masing instansi terkait, bahkan pembiayaanpengadaan sistem KTP/ID Card Nasional tersebut bisa di “share” dengan institusi keuanganseperti asuransi dan perbankan ataupun hotel dan rumah sakit.

Diharapkan dengan sistem baru tersebut (Satu WNI Satu ID Card) maka, ruang gerak parapelaku teroris dapat dipersempit.

Demikian sumbang saran dari saya, semoga masuk akal dan bermanfaat…

Salam hormat untuk Bapak, tetap sehat tetap semangat…

Page 10: Prayitno Ramelan

Balas tanggapan | Beri Nilai +1 -1

Prayitno Ramelan 26 Juli 2009 11:08

0

Mas Boy Rachmad…terima kasih tanggapan serta apresiasinya. Memang kini sangat diperlukan ID Card penduduk atau NIK atau PIN. Kelemahan pendataan penduduk nampaknya selain bisa dimanfaatkan teroris, juga bisa menimbulkan kembali masalag tentang DPT. Karena itu saya sependapat, kita dahului pendataan dengan model kartu kredit satu nomor…Wah bagus kalau bisa ya. Salam>Pray

Balas tanggapan | Beri Nilai +1 -1

nasaruddin 26 Juli 2009 11:45

0

Selamat Siang Pak.

Tulisan bapak sangat bagus tapi tulisan bapak sangat umum sebagaimana banyak tulisan / buku yang membahas masalah ini (maaf bapak saya bukan menilai tulisan bapak).Ada hal terpenting bagi saya yang selama ini saya amati di kehidupan berbangsa dan bernegara di republik yang kita cintai bersama pak yaitu :Teroris / perlawanan bisa muncul dan berkembang apabila :1). PEMBANGUNAN TIDAK MERATA) : memunculkan gap yang sangat besar antara satu daerah dengan daerah yang lain (contoh aceh, papua, timor-timur dan pemberontakan dioera tahun 50, 60 an), berbedaan yang besar antara si kaya dan si miskin, kesempatan mendapat pendidikan yang tidak merata, (banyak pelaku teror dari kalangan miskin dan pendidikan rendah).2). KESEMPATAN POLITIK I : Sebelum orde reformasi, saya sering mendengar bahwa SIPIL belum bisa memimpin negara Indonesia (saya yakin bapak pasti tahu hal ini). Ini juga adalah TEROR yang disampaikan kemasyarakat yang akhirnya bisa menimbulkan benih / mengajari masyarakat melakukan teror kecil-kecilan (maaf hanya istilah saya pak) selama berpuluh-puluh tahun yang akhirnya dapat menciptakan generasi yang suka menteror (kejahatan-kejahatan ditengah masyarakat)3). KESEMPATAN POLITIK II : Di era reformasi muncul lagi istilah : Jawa-Luar Jawa, Kawasan Indonesia Timur-Kawasan Indonesia Barat, dan masih banyak lagi istilah-istilah regional lainnya.Yang masih hangat dalam ingatan kita semua saat kampanye PEMILU 2009 dengan pernyataan TIM KAMPANYE SBY yang mengatakan belum saat ORANG BUGIS menjadi Presiden (pemimpin RI). ini juga bisa

Page 11: Prayitno Ramelan

dikatakan teror kepada suku non-jawa, bahwa non-jawa belum bisa untuk jadi presiden. (lalu kapan ?, apa jadi seperti timor-timur dulu, cat: Timor-Timur sudah mempunyai presiden dan PM setelah lepas dari RI).4). PERMERINTAH HARUS ADIL : Adil di sini dalam pengertian jangan memanfaatkan mayoritas untuk berkuasa/melanggengkan kekuasaan. Pemerintah dan Elit politik harus bisa mengajari rakyat indonesia bahwa kita semua rakyat indonesia, bukan, orang sumatra, jawa, bugis, maluku, papua dll, supaya persatuan itu bukan hanya tertulis di pancasila tapi ada di hati dan pikiran bangsa indonesia5). TERORIS muncul karena ada kesempatan untuk melakukan TEROR, seperti yang saya sampaikan di poin 1,2,3,4 di atas.

Terakhir saya menyampaikan, bukan saya menggurui bapak2 yang terhormat, tapi ingin menjadi bagian penting di RI bukan hanya sekedar hidup di RI

terima kasih pak. Jika bapak berkenan saya ingin berdikusi lagi dengan bapak. Wassalam

Balas tanggapan | Beri Nilai +1 -1

Prayitno Ramelan 26 Juli 2009 12:44

0

Nasaruddin, terima kasih tanggapannya. Memang tulisan ini harus dibuat umum, karena kalau dibuat terlalu tehnis, nanti bisa jadi ilmu menteror kan ya?. Nah menanggapi beberapa point yang anda sampaikan itu, kini kita melihat teror dari sisi yang mana, siapa pelakunya, apa tujuannya. Yang penting dipegang dahulu adalah bahwa teror dalam kaitan dengan bom adalah suatu tindakan tidak berperikemanusiaan yang dilakukan oleh individu atau sekelompok oran untuk menimbulkan rasa takut. Teror disini harus dilihat sebagai salah satu cabang dari ilmu intelijen, jadi agak beda dengan pemberontakan, insurgensi dllnya. Bisa saja sumber teror terjadi seperti kasus yang anda sampaikan itu. Ada teorinya, bahwa beberapa teroris banyak yang muncul dari negara-negara gagal, seperti Afghanistan, jadi bisa juga akan muncul dari efek kegagalan pembangunan yang anda sebut itu. Nah, kalaupun toh muncul tindakan teror sebagai akibat dari empat alasan yang disampaikan diatas, maka mengulasnya berbeda dengan kasus yang saya ulas yaitu teror sebagai akibat keinginan mengadili AS yang dilakukan di Indonesia. Mohon agak hati2 menggunakan kata teror itu, karena teror perbuatan yang sangat jahat. Bisa saja kata itu diringankan ada teror dari seseorang misalnya karena tidak membayar kartu kredit…itu juga teror kecil2an. Jadi begitu deh tanggapan saya. Bagus juga dan tidak apa2 anda memberi pandangan pada artikel ini, yang jelas akan menambah khasanah di Kompasiana. Saya menghargai setiap pendapat kok. Juga bagus dengan kemauan anda berbagi, yang mendambakan kebaikan pemerintah dalam

Page 12: Prayitno Ramelan

mengelola negara ini, jadi tidak hanya golput saja kan Nasarudin?….salam deh>Pray

Balas tanggapan | Beri Nilai +1 -1

Stanislaus Riyanta 26 Juli 2009 14:27

0

Salam Kenal Pak, sekedar menanggapi tentang strategi untuk counter terorism, disebutkan sudah ada tiga strategi yang diuraikan Bapak yaitu strategi militer, politik, dan budaya, kalau boleh saya usul untuk melengkapi, bagaimana jika pemerintah juga mempunyai suatu strategi sosioekonomi dan strategi komunikasi.

Strategi sosioekonomi adalah untuk menangani perilaku orang yang mempunyai kecenderungan potensi sebagai terorisme. Ilmu kepolisian dan Ilmu Psikologi tentu bisa disinergikan untuk mengetahui masyarakat yang mempunyai kecenderungan berpotensi sebagai terorisme. Dengan pendekatan strategi budaya seperti yang bapak uraikan dan dengan strategi sosioekonomi, yaitu pendekatan masyarakat melalui pemberdayaan sosial dan ekonomi, sehingga aktualisasi “calon teroris” tersebut dapat disalurkan ke dunia masyarakat melalui bidang sosial dan ekonomi yang benar. Misalnya dilibatkan dalam program PNPM, diberdayakan menjadi mitra polisi. Selain aktualisasi di bidang sosial dan ekonomi maka rasa nasionalisme juga lebih kuat.

Strategi yang lain adalah strategi komunikasi dan media massa, media masa harus melakukan pemberitaan yang positif dan memposisikan bahwa terorisme adalah salah dan perlu dibasmi sehingga stigma yang diberikan masyarakat kepada teroris adalah penjahat, pelaku kriminal, bukan pahlawan yang memperjuangkan nilai-nilai dogma atau ideologi.

Terima kasih, semoga berkenan. Salam.

@ Stanislaus Riyanta, terima kasih tanggapan dan masukannya. Yang saya sarankan dalam strategi dalam mengatasi ancaman terorisme tersebut merupakan inti dari sebuah strategi yang secara utuh untuk dikerjakan oleh pemerintah. Bisa saja didalam pelaksanaannya dilengkapi dengan beberapa langkah taktis seperti yang anda utarakan seperti sosioekonomi dan komunikasi. Jelas dalam menghadapi perilaku manusia baik secara individu ataupun kelompok, akan dibutuhkan beberapa langkah atau bidang, dalam langkah intelijen disebut sebagai sembilan komponen intelijen strategis. Sekali lagi terima kasih komentarnya ya.Salam kenal juga untuk anda>Pray

Balas tanggapan | Beri Nilai +1 -1

Page 13: Prayitno Ramelan

Setiawan 26 Juli 2009 17:18

0

Kalau hanya sekedar Operasi Intelejen saja belum cukup, perlu juga dilakukan Operasi berdimensi Sosial Politik berupa recovery terhadap Otak2 orang Indonesia untuk menjauhi segala perbuatan atau tindakan terorisme dan anarkisme. Dulu pernah ada TAP MPR yang mengatur tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau dikenal dengan P4 dan ada juga Badan yang dikenal dengan BP7 yang melakukan penataran P4. Itu sangat efektif untuk mencegah terorisme dan anarkis, bahwa penataran P4 dilakukan sampai ke tingkat RT/RW, desa dan pelosok2 kampung. Operasi Sosial Politik itu juga harus disertai dengan Peningkatan kesejahteraan rakyat dengan melaksanakan program pembangunan di segala bidang dan pemerataan pertumbuhan ekonomi sehingga tidak ada kesenjangan ekonomi maupun ketimpangan sosial. kalau telah ditanamkan kesadaran tentang makna dari kehidupan berbangsa dan bernegara yang berazaskan Pancasila berhasil, kemudian diikuti dengan peningkatan kesejahteraan rakyat, faham2 laten komunisme, separatisme, neo liberalisme, neo kapitalisme, radikalisme ekstrem kiri maupun kanan tidak akan mampu mempengaruhi, tidak akan laku dan tidak akan diminati kaum yang sekarang ter-”marginal”-kan baik “secara Mental Ideologi maupun ekonomi”. Bayangkan dengan kekuatan media yang sekarang dimiliki oleh pemerintah, korporate maupun swasta mampu melakukan intervensi budaya secara intens dan masif ke dalam otak2 rakyat Indonesia supaya mengikuti nilai2 luhur dan kepribadian bangsa sendiri yakni “PANCASILA dan UUD 1945″, ini untuk mengimbangi arus informasi yang nyaris yanpa filter di zaman global ini, terutama lewat akses ke dunia Maya, contoh RRC yang melindungi otak2 orang RRC dari oengaruh pemikiran Globalisasi.

Ketika zaman kopkamtib dulu dibentuk Satuan Tugas Intelejen yang Komandannya Jenderal LB Murdani yang bertanggung jawab langsung kepada Pangkopkamtib untuk melaksanakan tugas2Intelejen berupa deteksi dini terhadap bahaya laten sisa G30SPKI, ekstrem kiri, ekstrem kanan dan menyelenggarakan Operasi2 militer penumpasan terhadap anasir2 yang mengganggu Keamanan dan ketertiban Nasional dan Stabilitas Polkam, terbukti cukup efektif dan dengan tenangnya tanpa banyak gangguan Pemerintah Orde Baru mampu melaksanakan tahapan Pembangunan Lima Tahun. Apa tidak dipertimbangkan kepada Presiden terpilih SBY untuk membentuk dan merekonstruksi lembaga baru semacam Kopkamtib itu; dengan memperluas dan mengkoordinasikan unsur2 yang terkandung di dalamnya, yakni tidak hanya unsur2 yang terdiri dari TNI, Kepolisian, tetapi juga unsur2 dari Depdagri, Depkumham, kejaksaan dan institusi lainnya.

Page 14: Prayitno Ramelan

Saya rasa orang yang mampu menduduki Jabatan Panglima untuk lembaga baru tersebut harus orang yang punya pengalaman di bidang pertahanan keamanan, polkam dan intelejen. Mungkin Bp. Prayitno mampu menjadi panglima atau meng-komandani lembaga baru tersebut untuk mengkoordinasikan dan merekrut orang2 ahli untuk menciptakan stabilitas polkam yang lebih mantap, tidak seperti sekarang anarkisme dan teror melulu, seperti negara ini tidak punya hukum dan tak berdaya. Bagaimana tanggapannya Bp. Prayitno kalau Negara atau tugas memanggil, dengan tulisan2 di blogger dan disertasi yang demikian mungkin bisa dapat gelar doktor juga dari UGM seperti halnya Bp. Hendropriyono? SBY juga membutuhkan orang2 yang ahli seperti Bp. Prayitno untuk mendharma baktikan jiwa raganya untuk negara. Kenapa SBY tidak melihat potensi yang ada dari orang2 ahli seperti Bp. Prayitno, padahal dulu Suharto bersedia menerima saran dan bantuan mengenai hal2 yang menyangkut polkam kepada orang ahlinya atau lembaga seperti Lemhanas, Bakorstanas ataupun yang lainnya.

@ Setiawan…terima kasih masukannya dan komentarnya ya Mas Wawan. Memang ketuga strategi yang saya sebutkan diatas adalah pokok dari penanganan terorisme. Karena masalah teror terus berkembang, bisa saja dilengkapi dengan seperti yang anda sebutkan itu yaitu operasi sospol, tpi lebih merupakan pelengkap atau langkah taktis dari ketiga strategi diatas itu. Saya kitra perangkat hukum dan keamanan yang ada sudah cukup dalam menangani terorisme itu, berbeda dengan situasi paska tahun 1965 dahulu, dimana terjadi instabilitas politik, keamanan yang apabila dibiarkan akan dapat meruntuhkan negara ini. Nah langkah yang diambil oleh Pak Harto adalah terapi yang tepat saat itu. Kalau kini, stabilitas politik dan keamanan dapat dikatakan baik, hanya nampaknya ada duri dalam daging yang harus segera dicabut,agar tidak menyebabkan infeksi yang berlanjut. Saya berterima kasih sekali, atas apresiasi dan kepercayaan anda itu…apa tidak terlalu tinggi nih ngangkat saya…hehehe…tapi terima kasih deh. Saya kini sudah tua mas, dipanggilnya saja Old Soldier, biarlah menjadi pemerhati saja, melihat sikon dari sisi netral, kemudian membuat saran tindakan…nah kan ada juga manfaatnya kan Mas Wawan. Begitu deh ya, salam hangat>Pray

Balas tanggapan | Beri Nilai +1 -1

Syam Jr 26 Juli 2009 19:26

0

Salam Pak Pray.Pertama. Disamping peristiwa Bom yang sudah sangat mengerikan dan jelas korbannya, nampaknya pemberitaan berbagai media khususnya televisi merupakan “ancaman” yang cukup membuat masyarakat ketakutan. Karena sebelum ini dua nama sudah di sebut sebagai pelaku ( trial by the press ?) tetapi kemudian dibantah oleh kepolisian.

Page 15: Prayitno Ramelan

Pemberitaan pers telah membangun imej negatif terhadap seseorang tersebut dan sudah tentu keluarganya telah pula di “cap” oleh masyarakat sebagai keluarga teroris. Pernyataan bantahan kemudiannya tidak bisa menghapis “cap” masyarakat terhadap mereka.

Kedua. Begitu terjadi ledakan bom do hotel JWM dan RTC maka tempat itu menjadi Tempat Kejadian Perkara atau TKP yang biasanya dipasangi pembatas polisi (police line) untuk mengamankan seluruh bukti yang bisa dijadikan petunjuk pengusuan maupun forensik. Dalam kontek hotel JWM dan RTC yang mempunyai fasilitas pengawasan berupa CCTV tentu menjadi barang bukti TKP.

Lalu bagaimana mungkin rekaman CCTV tersebut bisa menjadi komoditas untuk siaran komersial stasiun televisi? Apakah “sesorang” telah menyerahkan rekaman tersebut kepada reporter TV atau reporter itu membelinya? atau mengambilnya secara tidak sah. atau ada orang dalam kepolisian yang menyerahkan rekaman. Atau adakah kesengajaan untuk menciptakan ketakutan baru di masyarakat melalui pemberitaan., yang kemudian masyarakat menjadi cenderung tertutup?

Kondisi psikologi dan perilaku sosial dibutuhkan untuk menghadapi ancaman terorisme, apa betul begitu pak?

@ Mas Syam Jr, terima kasih tanggapannya. Memang media adalah salah satu harapan dari tindak Terorisme, mereka akan senang sekali apabila aksinya diberitakan media massa secara terus menerus. Itulah kebanggaan dan prestasi mereka. Media kadang memang sering berlebih dalam memberitakan masalah keras seperti teror itu, bayangkan tiga sekawan teroris pembom Bom Bali-I hampir saja dijadikan pahlawan oleh media saat itu, sampai setiap saat sisi kehidupan mereka diungkap. Dan kii, entah bagaimana, beberapa bukti tidak teroris di JW Marriott dan Ritz Carlton juga bisa didapat Media Elektronik, memang lihay para reporter itu. Sebetulnya kalau pelaku teror itu mau rajin saja nonton TV, mereka akan mengetahui perkembangan situasi, sehingga akan lebih mudah melakukan antisipasi tindakan. Oleh karena itu media massa harusnya lebih hati2 menayangkannya…tapi, teror adalah berita hebat dan disukai pemirsa…ya mau apa lagi kan.Salam>Pray

Balas tanggapan | Beri Nilai +1 -1

sis12 26 Juli 2009 19:50

0

Pak Pray yth,Kebetulan saya juga pernah merenungkan soal manusia teroris ini dari sudut pandang yang senetral mungkin dan berusaha mencari jawab yang seobyektif mungkin: Kok bisa sih sampai sekeji itu? Kita tahu, bahwa

Page 16: Prayitno Ramelan

menyalahkan itu amat mudah, tinggal omong beres. Tetapi “mau mengerti” itu amat sulit. Kita juga sering tidak mau mengerti bahwa sebenarnya sebagian besar pasukan teroris itu juga korban. Tak ada satupun manusia yang dilahirkan untuk menjadi jahat. Karena renungan saya itu juga sudah saya tuliskan dalam artikel di Kompasiana ini, maka lebih baik saya sertakan saja dan semoga menambah wawasan serta sudut pandang kita semua dan dapat melengkapi artikel Pak Pray. Silakan Pak Pray membacanya dan menanggapinya.http://public.kompasiana.com/2009/07/25/melawan-terorisme-bukan-soal-takut-atau-tidak-takut/

@Sys12, terima kasih tanggapannya. Memang setelah bom marriott dan Ritz Carlton meledak, pemberitaan teror membesar atau dibesarkan, kemudian muncul gerakan tidak takut teror yang dinamakan Unite Indonesia, mungkin maksudnya Indonesia bersatu melawan teroris. Tetapi kok nampaknya itu sebuah seruan agar tidak takut ke Mall, ke toko dll. Sedangkan dalam melawan teror, bayangkan negara ini yang dilengkapi perangkat berpengalaman saja masih kesulitan menangkap Noordin M Top, karena dia mendapat tempat berlindung di masyarakat. Karena itulah saya mencoba menulis saran pendapat dalam menghadapi terorisme. Tentang yang anda tulis di kompasiana itu, bagus, memang ada sebuah teori bahwa kesalahan AS dalam mengantisipasi teror adalah karena membiarkan Afghanistan menjadi sebuah negara gagal. Artinya para pelaku teror kelas dunia banyak yang berasal dari negara-negara gagal seperti Afghnistan itu. Nah di negara kita ada betulnya juga para kader yang dibina adalah mereka yang berasal dari daerah miskin, berbeda dengan tokoh utamanya yang banyaknya adalah justru berpendidikan cukup tinggi. Kemudian memang agama adalah alat yang paling mudah dipergunakan tokoh teroris untuk mempengaruhi simpatisannya yang mau bunuh diri. Saya kira saya sudah juga cukup menjelaskan diatas ya. Salam>Pray

Balas tanggapan | Beri Nilai +1 -1

Setiawan 28 Juli 2009 22:17

0

Saya rasa orang seperti Bp. Prayitno mempunyai akses untuk menyampaikan hal ini kepada Bp. SBY atau mungkin cukup dekat dengan beliau. Mengenai Operasi Sospol yang pernah Saya ungkapkan Saya Kira Beliau lebih mengerti, karena Mantan Kasospol ABRI atau Kaster. Saya merasa ada yang hilang dengan Program Siaran TV kita baik di Media milik Pemerintah maupun Media Swasta. Padahal belum lama banyak sekali kandidat Capres yang memanfaatkan media ini untuk kampanye pilpres dan klaim keberhasilan program2 pembangunan, bahkan menelan biaya ratusan milyar.

Page 17: Prayitno Ramelan

Kenapa tidak ada yang merasakan bahwa ada sesuatu yang hilang? Kemana Lagu kebangsaan Indonesia Raya kita yang selalu disiarkan awal dan akhir siaran, Kemana lagu Garuda Pancasila, rayuan pulau kelapa, satu nusa satu bangsa yang dulu hampir setiap hari terdengar sekarang jarang didengar. Ingat Kita sekarang mempunyai Generasi muda di era yang baru yang sedang mencari jati diri dan sedang membuktikan eksistensi mereka Kita akui, yang ter”ombang-ambing”-kan oleh benturan peradaban dan nilai2 yang asing yang datang dari luar. Kalau Kita tak pernah memperhatikan kondisi semacam ini, apakah Kita mampu menangkal terorisme yang khabarnya dilakukan oleh orang yang makin ke depan nanti berumur makin jauh lebih muda / ABG itu? Kita tak pernah mengerti apa yang ada dalam pikiran dan kepala mereka, kapan kita pernah memberikan sebuah pegangan tentang nilai2 budaya bangsa sendiri yang kita klaim telah kita warisi dan akan kita berikan nilai2 falsafah hidup yang mulia itu kepada generasi setelah Kita nanti? kapan atau pernahkah Kita melakukan sesuatu untuk itu, atau bahkan Kita telah alfa untuk dulu yang pernah kita sering melakukannya ? kemana “Indonesia Raya dan Garuda Pancasila” Kita di TV sekarang?

Bayangkan dengan banyak stasiun TV baru di Pusat maupun daerah, demikian juga dengan jangkauan telekomunikasi yang makin luas menjangkau ke seluruh pelosok tanah air, juga dengan bertambahnya jam siaran yang menjadi 24 jam nonstop tanpa jeda, sungguh mubazir untuk tidak menggunakan media TV tersebut sebagai sarana untuk menghidupkan kembali semangat Nasionalisme, persatuan-kesatuan dan cinta tanah air. ini bisa Saya sebut sebagai memanfaatkan media TV sebagai sarana dalam menjalankan misi Sosial Politik untuk mencapai tujuan mulia di atas menghidupkan kembali rasa cinta tanah air dan semangat persatuan. Apakah Menkominfo tidak merasa kehilangan sesuatu yang amat berharga itu? kemana Kelompencapir? kemana Indonesia Raya? kemana Garuda Pancasila? TVRI masih memutarnya, bagaimana dengan media TV swasta lainnya yang lebih menjadi perhatian publik sekarang ini. harusnya hal-hal kecil ini jangan sampai luput untuk Kita pertahankan terus eksistensi lagu2 wajib itu, apalagi lagu kebangsaan. Kadang Kita berbicara terlalu intelektual dan tinggi tentang terorisme, kenapa selalu saja ada yang mau menjadi Pelaku teror? karena banyak korban yang sekarang di “Brain wash” dan Kita tak mampu untuk mencegahnya.

@ Setiawan…terima kasih tanggapannya ya, semoga saran anda terbaca juga sama pemilik stasiun televisi, agar lagu Indonesia Raya dan Garuda Pancasila tetap dikumandangkan. Tentang saran kepada Pak SBY, sih bisa saja, beliau suka dengan masukan dari rakyatnya. Saya kira dengan kita berdiskusi seperti ini, suatu saat akan sampai ke beliau juga tuh Mas Wawan, kompasiana sudah makin luas pembacanya kok. Yang penting, para blogger memberi saran dan tindakan seperti apa sih kita sebaiknya menangani ancaman itu. Tulisan saya hanyalah seperti kalau kita membuang sejumput garam kelautan luas, tapi tetap dengan niat yang

Page 18: Prayitno Ramelan

baik dan luhur. Itu yang perlu dipegang…niat baik. Seperti yang anda tulis itu…niat baiknya jelas sangat terlihat kok. Salam ya>Pray

Balas tanggapan | Beri Nilai +1 -1

sumijansumijan 30 Juli 2009 11:58

0

Pak Pray Yth,

Terus terang saya punya banyak pengalaman baik dengan oknum mantan-Babinsa, sewaktu kerja investigasi terkait penyipangan/fiktif pengalokasian dan pemanfaantan Dana Alokasi Khusus Reboisasi dan rehabilitasi Hutan dan Lahan di Kaltim. Kesan pertama saya tentang mitra mantan Babinsa adalah, sungguh luar biasa ketajaman naluri kamtib dan teritorial mereka Pak Pray.

Al-hasil dalam waktu singkat dan tak banyak bicara, saya berhasil menbongkar habis praktek korupsi luarbiasa di kaltim, walau resikonya juga sangat mahal.

Babinsa adalah mata dan telinga bagi kepentingan integritas dan kredibilitas negara yang memiliki kemampuan uji teknis masif dan kaya pengalaman dibandingkan instumen manapun.

Saya bukan hendak menakut-nakuti orang, tetapi yakinlah bahwa jika pemerintah tidak kembali mengaktifkan segera Babinsa, maka puluhan “Nurdin M. Top” lainya sudah sangat siap membuat orang-orang macam kita menjadi “gila beneran”.

Mestinya Pemerintah tidak harus menunggu hingga depkes mengumumkan negara dalam status “gila nasional”, baru “ngeh” dan mengaktifkan Babinsa.

Selamat datang Babinsa dan Selamat tinggal Teroris..!!

Terimakasih Pak Pray.

Sumijan Bontang.

@Mas Sumijan…terima kasih, setuju ya Babinsa diberdayakan lagi. Tapi ya tidak usah pakai istilah gila nasional…hehehe…kok masih semangat sekali sih>Pray

Balas tanggapan | Beri Nilai +1 -1

Page 19: Prayitno Ramelan

sumijansumijan 30 Juli 2009 15:14

0

Mohon Maklum Pak Pray,Kaltim juga disebut-sebut sebagai tempat ter-aman untuk persembunyian para teroris……

Udah begitu bahan peledak bertebaran dimana-mana nyaris tak ada pihak luar yang dapat mengontrol dengan selayaknya,ngeri kan Pak.

Belum lagi Pabrik LNG,LPG, Urea, Amoniak, Bahan peledak dll yang berbasis gas dan kimia berbahaya ada di sekitar tempat tinggal saya.

@Mas Sumijan…sepertinya wilayak kaltim juga menjadi jalur masuk dari arah philipina ya>Pray

Balas tanggapan | Beri Nilai +1 -1

Imansyah Rukka 4 Agustus 2009 11:15

0

Pak Pray, koment lagi nih…Oh ya seperti yang saya utarakan di komentar artikel Pak Pray “Apa Intelijen, bisa salah?, masih merupakan tautan artikel diatas. Tetap pada substansinya bahkan kemurniannya, bahwa strategi untuk mengantisipasi apapun yang membuat kerusakan di muka bumi ini termasuk gerakan teroris yang ada di Indonesia harus lebih terlatih dalam hal intuitif dan internal shift-nya kita sebagai manusia. Kalau saya secara pribadi, lebih banyak untuk selalu mengosongkan diri dari sifat2 manusiawi kita yang cenderung membuat manusia dan alam ini terkotori akibat pemikiran2 yang sifatnya sesaat tanpa di imbangi oleh rasa. Rasa inilah filter dari manusia intelijen asli yang saya maksudkan. Insya Allah! dengan begitu kekuatan teroris apapun bentuknya hanya akan di kalahkan dengan kekuatan luar biasa yang ada dalam diri manusia itu sendiri. Itulah yang di maksudkan seorang Mario Teguh yakni Manusia Super”.Pak Pray, sekian dulu discuss-nya, other comment will be continue’…Salam Blogger Kompasiana!

Balas tanggapan | Beri Nilai +1 -1

Esa putra mahmuda 29 Agustus 2009 20:21

Page 20: Prayitno Ramelan

0

Ranger Malaysia pernah berlatih bersama dengan Indonesia. Sedikit banyak Malaysia mengetahui taktik bertempur pasukan kita. Wajar Noordin M Top tidak pernah bisa ditangkap. Mungkin Dia dapat bocoran taktik juga jadi pintar utk meloloskan diri. Bisa jadi Nordin merupakan taktik insurgency dari Malaysia “dompleng” Al Qaeda atau JI. Analisanya dong?

@Esa putra mahmuda…Mohon dibedakan antara taktik militer yang anda sebutkan itu dengan urusan selip menyelip Noordin M Top yang belum juga tertangkap. Memang Noordin ini bergantol ke Al Qaeda, tetapi bisa saja dia dibiayai oleh kelompok atau negara tertentu, inilah sulitnya pengusutan kegiatan terorisme, yang bekerja dengan pola dan ilmu intelijen, karena itu, jarang dan sulit sekali terbongkar dalangnya. Dia itu sudah masuk teroris kelas kakap, bahkan AS pun memasukkan dia kedalam DPO orang yang paling berbahaya. Salam>Pray

Balas tanggapan | Beri Nilai +1 -1

diZ 30 Agustus 2009 00:20

0

salam pak Pray.

@Esa putra mahmuda,latihan bersama dengan malaysia, adalah latihan perang. bukan anti teror.dan lagi, cara- cara bertempur setiap tentara di dunia, sudah ada standar nya, atau ilmu militernya, yang kurang lebih dipahami oleh semua tentara, yang membedakan tingkat kecapakan personil, baik komandan didalam memilih strategi yang digunakan, maupun anggotanya, dan sebagai satu kesatuan pasukan.

@Diz…terima kasih tambahan infonya untuk Esa…salam>Pray

Balas tanggapan | Beri Nilai +1 -1 Tulis Tanggapan Anda

Guest User

Page 21: Prayitno Ramelan

Search:

 Beri Handphone, Tumbuh Pohon: Daur ulang ponsel bekas untuk penghijauan lewat aksi tanam pohon.Banjir Kiriman dan Foresta

Luangkan Waktu Libur untuk TanahApa yang Anda lakukan di hari libur, khususnya Sabtu dan Minggu?

TAGSaceh andy syoekry amal bank century Century Cinta Facebook indonesia Kisah Inge kompasiana kompasianabaru korupsi KPK Mariska Lubis negeri ngotjoleria politik presiden puisi renungan sby www.mariskalubis.com

Submit

search 01431469027054 FORID:11 UTF-8