16
Prediksi Soal Ujian Tengah Semester VII Tahun 2017/2018 Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah Halaman 1 Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER VII TAHUN 2017/2018 MATA KULIAH HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH Disusun oleh MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN NPM. 151000126 KELAS D Muh_Nur_Jamal D070AF70 081223956738 16jamal muh.jamal08 muh.nurjamaluddin UNIVERSITY KADER HmI KOMHUK UNPAS-BANDUNG KETUPLAK LK I/2016-II

PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER VII TAHUN … · mengalami pergeseran setelah amandemen UUD 1945. Pergeseran yaitu dari tiga kekuasaan (legislatif, eksekutif, yudikatif) menjadi

  • Upload
    voliem

  • View
    236

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Prediksi Soal Ujian Tengah Semester VII Tahun 2017/2018

Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah

Halaman 1

Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id

PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER VII

TAHUN 2017/2018

MATA KULIAH HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH

Disusun oleh

MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN

NPM. 151000126

KELAS D

Muh_Nur_Jamal

D070AF70

081223956738

16jamal

muh.jamal08

muh.nurjamaluddin

UNIVERSITY

KADER HmI KOMHUK

UNPAS-BANDUNG

KETUPLAK LK I/2016-II

Prediksi Soal Ujian Tengah Semester VII Tahun 2017/2018

Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah

Halaman 2

Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id

Silakan follow ya

[email protected]

muhnurjamaluddin.blogspot.co.id

mnurjamaluddin.blogspot.co.id

creativityjamal.blogspot.co.id

[email protected]

SAAT INI

Jalan PH. Hasan Mustapa Nomor 28, Gang Senang Raharja,

RT 02, RW 15, Kelurahan Cikutra, Kecamatan Cibeunying Kidul,

Kode POS 40124, Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, Indonesia

ASAL

Kampung Pasir Galuma, RT 02, RW 06, Desa Neglasari,

Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut,

Provinsi Jawa Barat, Indonesia

Muhammad Nur Jamaluddin

Prediksi Soal Ujian Tengah Semester VII Tahun 2017/2018

Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah

Halaman 3

Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id

Renungan

Ya Tuhan, saya lupa

Saya benar-benat lupa, padahal sudah belajar dan menghafalnya

Ingat:

Ingatlah Aku, maka akan Ku ingatkan pula semua yang kamu lupa?

Ya Tuhan, karena saya lupa

Izinkan saya untuk melihat pekerjaan temanku

Izinkan pula saya untuk menyontek melalui Hand Phone

Atau melalui buku yang sudah saya bawa ini

Atau melalui catatan kecil yang sudah saya siapkan ini

Ingat:

Bukankah Aku lebih mengetahui apa yang kamu tidak ketahui?

Bukankah Aku lebih dapat melihat apa yang kamu sembunyikan itu?

Ya Tuhan, karena saya ingin mendapat nilai terbaik

Supaya dapat membanggakan diriku, kelurgaku dan juga yang

lainnya

Izinkan saya mengahalalkan semua cara ini

Ingat:

Bukankah yang memberikan nilai terbaik itu Aku?

Dosen hanyalah sebagai perantara saja dariku?

Jikalau kamu ingin mendapatkan kebahagian di dunia

Dan juga kebahagiaan di akhirat

Jangan pernah menghalalkan semua yang telah Aku haramkan

Ingat:

Kebahagian di dunia itu hanya bersifat sementara bagimu

Aku akan siapkan 99% lagi kebahagiaan untukmu kelak di akhirat

Prediksi Soal Ujian Tengah Semester VII Tahun 2017/2018

Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah

Halaman 4

Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id

UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG

FAKULTAS HUKUM

Jalan Lengkong Besar Nomor 68 Bandung 40261

UJIAN AKHIR SEMESTER TAHUN AKADEMIK 2017/2018

MATA KULIAH : HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH

HARI, TANGGAL : SENIN, 6 NOVEMBER 2017

KELAS/SEMESTER : A-B-C-D-E-F-G / VII

WAKTU : 60 MENIT

DOSEN : TIM DOSEN

SIFAT UJIAN : CLOSE BOOK

Soal:

1. Dalam menyelenggarakan pemerintahan negara dikenal dengan hubungan kekuasaan yang

bersifat horizontal dan vertikal.

a. Jelaskan oleh Saudara maksud dari kekuasaan horizontal dan vertikal tersebut!

Jawaban:

Pembagian kekuasaan secara horizontal adalah pembagian kekuasaan yang dilakukan

pada tingkatan pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah berdasarkan fungsi

lembaga-lembaga tertentu. Pembagian kekuasaan pada tingkat pemerintahan pusat

mengalami pergeseran setelah amandemen UUD 1945. Pergeseran yaitu dari tiga kekuasaan

(legislatif, eksekutif, yudikatif) menjadi enam kekuasaan negara, yaitu:

1) Kekuasaan eksekutif, merupakan kekuasaan negara untuk menjalankan undang-undang

dan Presiden adalah pemegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD 1945.

2) Kekuasaan legislatif, merupakan kekuasaan untuk membentuk undang-undang.

Kekuasaan ini dipegang oleh badan legislatif yang sering disebut Dewan Perwakilan

Rakyat.

3) Kekuasaan yudikatif, merupakan kekuasaan negara untuk menyelenggarakan peradilan

guna menegakan hukum dan keadilan. Kekuasaan ini dipegang oleh Mahkamah Agung

dan Mahkamah Konstitusi.

4) Kekuasaan konstitutif, merupakan kekuasaan negara untuk mengubah dan menetapkan

UUD 1945 dan dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Prediksi Soal Ujian Tengah Semester VII Tahun 2017/2018

Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah

Halaman 5

Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id

5) Kekuasaan eksaminatif/inspektif, merupakan kekuasaan yang berkaitan dengan

penyelenggaran pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan

negara. Kekuasaan ini dijalankan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

6) Kekuasaan moneter, merupakan kekuasaan negara untuk menetapkan dan melaksanakan

kebijakan moneter, mengatur dan menjaga sistem pembayaran serta memelihara

kestabilan nilai rupiah. Kekuasaan ini dijalankan oleh Bank Indonesia selaku Bank

Sentral di Indonesia.

Kemudian Pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan pembagian kekuasaan negara

berdasarkan tingkatannya yaitu pembagian kekuasaan antara beberapa tingkatan

pemerintahan yaitu Provinsi dan Kota/Kabupaten. Semua daerah tersebut memiliki

pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. Tertera di dalam Pasal 18 ayat (1)

UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan “Negara Kesatuan Republik

Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten

dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah,

yang diatur dengan undang-undang”. Berdasarkan dari adanya ketentuan di atas itu,

pembagian kekuasaan secara vertikal yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia

(NKRI) berlangsung antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah

(pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten atau kota). Dalam pemerintahan

daerah, berlangsung juga pembagian kekuasaan secara vertikal yang telah ditentukan oleh

pemerintahan pusat. Hubungan yang terjadi antara pemerintahan provinsi dan pemerintahan

kabupaten atau kota, terjalin dengan namanya koordinasi, pembinaan dan pengawasan oleh

pemerintahan pusat dalam bidang administrasi dan kewilayahan. Sementara itu,

pembagian kekuasaan secara vertikal ini sendiri muncul sebagai salah satu bentuk

konsekuensi dari diterapkannya asas desentralisasi yang ada di Negara Kesatuan Republik

Indonesia (NKRI). Dengan adanya asas tersebut, maka pemerintah pusat bisa menyerahkan

wewenang pemerintahan kepada pemerintah daerah otonom (provinsi dan kabupaten/kota)

dalam rangka untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan yang ada dan terjadi

di daerahnya, kecuali urusan pemerintahan yang memang menjadi kewenangan pemerintahan

pusat. Adapun yang memang masih menjadi urusan atau kewenangan pemerintah pusat

seperti:

1) politik luar negeri;

2) pertahanan;

3) keamanan;

Prediksi Soal Ujian Tengah Semester VII Tahun 2017/2018

Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah

Halaman 6

Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id

4) yustisi;

5) agama;

6) moneter, hingga

7) fiskal.

Hal itu sendiri juga sudah ditegaskan dalam Pasal 18 ayat (5) UUD Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, yang berbunyi, “Pemerintah Daerah menjalankan otonomi seluas-

luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan

pemerintah pusat”.

b. Jelaskan juga apa yang menjadi alasan pembagian kekuasaan vertikal!

Jawaban:

Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

menyatakan “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi

dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,

kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-

undang”. Berdasarkan dari adanya ketentuan di atas itu, pembagian kekuasaan secara vertikal

yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berlangsung antara pemerintahan

pusat dan pemerintahan daerah (pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten

atau kota). Dalam pemerintahan daerah, berlangsung juga pembagian kekuasaan secara

vertikal yang telah ditentukan oleh pemerintahan pusat. Hubungan yang terjadi antara

pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten atau kota, terjalin dengan namanya

koordinasi, pembinaan dan pengawasan oleh pemerintahan pusat dalam bidang

administrasi dan kewilayahan. Sementara itu, pembagian kekuasaan secara vertikal ini

sendiri muncul sebagai salah satu bentuk konsekuensi dari diterapkannya asas desentralisasi

yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan adanya asas tersebut, maka

pemerintah pusat bisa menyerahkan wewenang pemerintahan kepada pemerintah daerah

otonom (provinsi dan kabupaten/kota) dalam rangka untuk mengurus dan mengatur sendiri

urusan pemerintahan yang ada dan terjadi di daerahnya, kecuali urusan pemerintahan yang

memang menjadi kewenangan pemerintahan pusat. Adapun yang memang masih menjadi

urusan atau kewenangan pemerintah pusat seperti:

1) politik luar negeri;

2) pertahanan;

3) keamanan;

Prediksi Soal Ujian Tengah Semester VII Tahun 2017/2018

Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah

Halaman 7

Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id

4) yustisi;

5) agama;

6) moneter, hingga

7) fiskal.

Hal itu sendiri juga sudah ditegaskan dalam Pasal 18 ayat (5) UUD Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, yang berbunyi, “Pemerintah Daerah menjalankan otonomi seluas-

luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan

pemerintah pusat”.

2. Penyelenggaraan Pemerintah Daerah tidak lepas dengan melaksanakan asas-asas pemerintahan.

Apa yang dimaksud dengan desentralisasi, dekosentrasi, dan medebewind? Dan apakah ketiga

asas tersebut digunakan dalam Undang-undang No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan

Daerah, jelaskan!

Jawaban:

Iya, ketiga asas tersebut digunakan dalam Undang-undang No.23 Tahun 2014 Tentang

Pemerintahan Daerah sebagaimana penjelasannya adalah sebagai berikut:

1) Berdasarkan Pasal 1 Angka 8 Undang-undang No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan

Daerah bahwa desentralisasi adalah Penyerahan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah

Pusat kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi. Kemudian menurut Juniarto

bahwa asas desentralisasi adalah asas yang bermaksud memberikan wewenang dari

pemerintah negara kepada pemerintah lokal untuk mengatur dan mengurus urusan tertentu

sebagai urusan rumah tangga sendiri, yang biasanya disebut swatantra atau otonomi.

Selanjutnya Amrah Muslimin berpendapat bahwa desentralisasi berarti pelimpahan

kewenangan-kewenangan oleh Pemerintah Pusat pada Badan-badan Otonom

(Swatantra) yang berada di daerah-daerah. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal

18 ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 19 ayat (2) Undang-undang No.23 Tahun 2014 Tentang

Pemerintahan Daerah.

2) Berdasarkan Pasal 1 Angka 9 Undang-undang No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan

Daerah bahwa dekonsentrasi adalah Pelimpahan Sebagian Urusan Pemerintahan yang

menjadi kewenangan Pemerintah Pusat kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah

Pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan

bupati/wali kota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum.

Prediksi Soal Ujian Tengah Semester VII Tahun 2017/2018

Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah

Halaman 8

Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id

Menurut Juniarto bahwa asas pemberian wewenang oleh pemerintah pusat (atau pemerintah

lainnya) kepada alat-alat perlengkapan bawahan untuk menyelenggarakan urusan-urusannya

yang terdapat di daerah disebut asas dekosentrasi. Kemudian Juniarto merujuk kepada

Danuredjo bahwa dekosentrasi berarti pelimpahan wewenang dari organ-organ tinggi pada

organ-organ bawahan setempat dan administratif. Sebenarnya, masalah dekosentrasi bukan

hanya merupakan masalah pemberian wewenang saja, tetapi sekaligus merupakan

masalah pembentukan (pendirian) alat-alat perlengkapan (pemerintah) setempat yang

akan diberi wewenang dan sekaligus pula merupakan masalah pembagian wilayah

negara. Selanjutnya menurut Prof. Bagir Manan bahwa dekosentrasi adalah mekanisme

untuk menyelenggarakan pemerintahan pusat di daerah. Hal ini sesuai dengan ketentuan

dalam Pasal 18 ayat (5) UUD 1945.

3) Berdasarkan Pasal 1 Angka 11 Undang-undang No.23 Tahun 2014 Tentang

Pemerintahan Daerah bahwa Tugas Pembantuan (medebewind) adalah penugasan dari

Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian Urusan

Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat atau dari Pemerintah

Daerah provinsi kepada Daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian Urusan

Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah provinsi. Kemudian Amrah Muslim

mengemukakan istilah “medebewind” mengadung arti: “Kewenangan Pemerintah Daerah

menjalankan sendiri aturan-aturan dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang lebih

tinggi tingkatannya. Kewenangan ini mengenai tugas melaksanakan sendiri (zelf uitvoering)

atas biaya dan tanggung jawab terakhir dari Pemerintah tingkat atas yang bersangkutan.”

Pelaksanaan oleh daerah swatantra dengan kebijaksanaan sendiri Peraturan Pusat. Jadi,

Daerah Swatantra membantu pelaksanaan tugas Pemerintah Daerah. Pada umumnya,

daerah tidak membuat peraturan sendiri, akan tetapi ini mungkin juga, apabila

Pemerintah Pusat yang bersangkutan memerintahkan sedemikian pada instansi

tertentu dari Pemerintahan Daerah. Adapun dasar hukum Tugas Pembantuan

(medebewind) terdapat dalam Pasal 18 ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 19 ayat (2) Undang-

undang No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

3. Jelaskan makna disertai contoh bahwa dalam pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah

pusat dan pemerintah daerah di Indonesia menggunakan teori residu/sisa!

Jawaban:

Prediksi Soal Ujian Tengah Semester VII Tahun 2017/2018

Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah

Halaman 9

Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id

Teori Residu (Penyerahan Sisa atau Kewenangan) adalah pembagian urusan pemerintahan

yang diamanatkan dalam Undang-undang No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

telah menceminkan kesamaan dengan sistem penyerahan sisa kewenangan atau kekuasaan

(reserve of power) di negara federal. Dengan dianutnya sistem penyerahan kewenangan sisa

(reserve of power) sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 7 ayat (2) dan Pasal 9 Undang-undang

No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, bahwa daerah cenderung menafsirkannya

secara baku dan menganggap bahwa semua kewenangan diluar kewenangan pusat adalah

menjadi kewenangan daerah. Adapun contoh bahwa dalam pembagian urusan pemerintahan

antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Indonesia menggunakan teori residu/sisa

pemerintahan secara khusus diatur dalam Pasal 9 Undang-undang No.23 Tahun 2014

Tentang Pemerintahan Daerah yang meliputi urusan pemerintahan absolut, urusan

pemerintahan konkuren dan urusan pemerintahan umum. Ketentuan tersebut secara rinci

diatur sebagai berikut:

a. Urusan Pemerintahan Absolut, urusan pemerintahan absolut dimaksudkan sebagai urusan

pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pusat dan oleh karena itu tidak

berhubungan dengan asas desentralisasi atau otonomi. Urusan Pemerintahan absolut yang

sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-

undang No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah antara lain:

1) politik luar negeri;

2) keamanan;

3) pertahanan;

4) yustisi;

5) moneter;

6) fiskal nasional; dan

7) agama.

Dalam ketentuan selanjutnya, diatur bahwa Pemerintah Pusat dalam melaksanakan

kewenangan absolut ini dapat melaksanakan sendiri atau melimpahkannya kepada

Pemerintah daerah berdasarkan asas dekonsentrasi.

b. Urusan Pemerintahan Konkuren, sebagaimana bunyi Pasal 9 ayat (3) UU No. 23 Tahun

2014, urusan pemerintahan konkuren dimaksudkan sebagai urusan pemerintahan yang dibagi

antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yaitu provinsi dan kabupaten/kota.

Selanjutnya di ayat (4), menyatakan bahwa urusan konkuren yang diserahkan kepada daerah

menjadi dasar bagi pelaksanaan Otonomi Daerah.

Prediksi Soal Ujian Tengah Semester VII Tahun 2017/2018

Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah

Halaman 10

Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id

Urusan konkuren tersebut kemudian dibagi menjadi urusan wajib dan urusan pilihan.

Urusan pemerintahan wajib tersebut kemudian dibagi lagi menjadi urusan wajib yang

berkaitan dengan pelayanan dasar dan urusan yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar

sebagaimana kemudian diperinci berdasarkan Pasal 12 ayat (1), (2) dan (3) Undang-undang

No. 23 Tahun 2014, yaitu:

1) urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar, antara lain:

a) pendidikan;

b) kesehatan;

c) pekerjaan umum dan penataan ruang;

d) perumahan rakyat dan kawasan pemukiman;

e) ketentraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat; dan

f) sosial.

2) urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar, antara lain:

a) tenaga kerja;

b) pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak;

c) pangan;

d) pertanahan;

e) lingkungan hidup;

f) administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;

g) pemberdayaan masyarakat dan desa;

h) pengendalian penduduk dan keluarga berencana;

i) perhubungan;

j) komunikasi dan informatika;

k) koperasi, usaha kecil, dan menengah;

l) penanaman modal;

m) kepemudaan dan olah raga;

n) statistik;

o) persandian;

p) kebudayaan;

q) perpustakaan; dan

r) kearsipan.

Prediksi Soal Ujian Tengah Semester VII Tahun 2017/2018

Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah

Halaman 11

Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id

3) urusan Pemerintahan Pilihan antara lain:

a) kelautan dan perikanan;

b) pariwisata;

c) pertanian;

d) kehutanan;

e) energi dan sumber daya mineral;

f) perdagangan;

g) perindustrian; dan

h) transmigrasi.

Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara pemerintah pusat dan daerah provinsi

serta daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud didasarkan pada prinsip

akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional.

Kemudian, berdasarkan Pasal 14 ayat (1) Undang-undang No.23 Tahun 2014 Tentang

Pemerintahan Daerah mengatakan penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang

kehutanan, kelautan, serta energi dan sumber daya mineral dibagi antara Pemerintah Pusat

dan Daerah provinsi, tetapi untuk minyak dan gas bumi, berdasarkan pasal 14 ayat (3)

Undang-undang No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah kewenangannya

berada di Pemerintah Pusat. Hal ini sudah sesuai sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD

NRI 1945 bahwasannya penguasaannya haruslah oleh negara untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. Di sisi lain, hal tersebut menurut penulis merupakan upaya negara untuk

meminimalisasi ketimpangan pendapatan antara daerah yang kaya dan yang miskin dalam hal

Sumber Daya Alam (SDA).

4. Otonomi tidak lain adalah suatu kemandirian atau kebebasan daerah untuk mengatur sendiri

(selfreegeling) dan menyelenggarakan urusan serta kepentingannya berdasarkan inisiatif dan

prakarsa serta aspirasi masyarakat daerah. Berkenaan dengan otonomi tersebut dikenal teori

Otonomi Ajaran Rumah Tangga yang terdiri atas Ajaran Rumah Tangga Formal, Materiil, dan

Riil. Jelaskan dengan lengkap oleh Saudara apa yang dimaksud dengan ketiga macam Ajaran

Rumah Tangga tersebut!

Jawaban:

Menurut Abdul Rauf Alauddin Said dalam jurnalnya yang berjudul Pembagian Kewenagan

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bahwa:

Prediksi Soal Ujian Tengah Semester VII Tahun 2017/2018

Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah

Halaman 12

Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id

a. Sistem Rumah Tangga Formal (formele huishoudingsleer) adalah pembagian wewenang,

tugas dan tanggung jawab antara pusat dan daerah untuk mengatur dan mengurus

urusan pemerintahan tertentu tidak ditetapkan secara rinci. Sistem rumah tangga formal

berpangkal tolak dari prinsip bahwa tidak ada perbedaan sifat antara urusan yang

diselenggarakan pusat dan yang diselenggarakan daerah. Segala yang dapat

diselenggarakan oleh pusat pada dasarnya dapat pula diselenggarakan oleh daerah.

Pembagian wewenang, tugas dan tanggung jawab untuk mengatur dan mengurus suatu

urusan pemerintahan semata- mata didasarkan pada keyakinan bahwa suatu urusan

pemerintahan akan lebih baik dan berhasil kalau diurus dan diatur oleh suatu pemerintahan

tertentu, dan begitu pula sebaliknya. Satu-satunya pembatasan terhadap daerah adalah

bahwa daerah tidak boleh mengatur yang telah diatur oleh undang-undang dan atau peraturan

daerah yang lebih tinggi tingkatannya. Apabila pihak yang lebih tinggi kemudian mengatur

yang tadinya telah diatur oleh daerah, maka peraturan daerah yang bersangkutan sejak itu

tidak berlaku lagi.

b. Sistem Rumah Tangga Material (materiele huishoudingsleer) adalah pembagian

wewenang tugas dan tanggung jawab yang rinci antara pusat dan daerah.

Urusan pemerintahan yang termasuk ke dalam urusan rumah tangga daerah ditetapkan

dengan pasti. Sistem rumah tangga material berpangkal tolak ada pemikiran bahwa memang

ada perbedaan mendasar antara urusan pemerintahan pusat dan daerah. Daerah

dianggap memang memiliki ruang lingkup urusan pemerintahan tersendiri yang secara

material berbeda dengan urusan pemerintahan yang diatur dan diurus oleh pusat. Lebih lanjut

sistem ini berangkat dari pemikiran bahwa urusan-urusan pemerintahan itu dapat

dipilah-pilah dalam berbagai lingkungan satuan pemerintahan.

c. Sistem Rumah Tangga Nyata (Riil) adalah penyerahan urusan atau tugas dan

kewenangan kepada daerah didasarkan pada faktor yang nyata atau riil, sesuai dengan

kebutuhan dan kemampuan yang riil dari daerah maupun pemerintah pusat serta

pertumbuhan kehidupan masyarakat yang terjadi. Sistem rumah tangga ini lazim

pula disebut (sistem) otonomi nyata atau otonomi riil. Disebut “nyata”, karena isi rumah

tangga daerah didasarkan kepada keadaan dan faktor-faktor yang nyata. Tresna menyebut

sistem ini mengambil jalan tengah. Menurut Bagir Manan, memperhatikan yang diutarakan

Tresna, terkesan bahwa cara-cara yang terkandung dalam sistem rumah tangga formal

merupakan prinsip yang lebih diutamakan dari pada cara-cara menurut sistem rumah

tangga material.

Prediksi Soal Ujian Tengah Semester VII Tahun 2017/2018

Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah

Halaman 13

Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id

Seperti yang diutarakan di muka, wewenang yang dirumuskan secara umum pada sistem

rumah tangga formal memberikan landasan untuk mewujudkan prinsip kebebasan dan

kemandirian di dalam rumah tangga. Sementara sistem rumah tangga material menurut

Bagir Manan lebih merangsang timbulnya ketidakpuasan daerah dan spanning hubungan

antara pusat dan daerah. Jadi, sistem rumah tangga formal mengandung dasar-dasar yang

lebih kokoh untuk mewujudkan prinsip dan tujuan rumah tangga daripada sistem material.

Dalam konteks pemikiran seperti ini dapatlah dipahami apabila sistem rumah tangga nyata

meletakkan asasnya dalam sistem rumah tangga formal. Melalui sistem rumah tangga

formal yang disertai dengan unsur-unsur sistem rumah tangga material maka otonomi

dianggap dapat diwujudkan secara wajar. Dari ciri-ciri di atas maka tidaklah berlebih-lebihan

kalau dikatakan bahwa sistem rumah tangga nyata memang mencerminkan sistem tersendiri

yang berbeda dari sistem rumah tangga formal dan sistem rumah tangga material. Sebagai

jalan tengah, sistem rumah tangga nyata diharapkan dapat mengatasi kesulitan atau kelemahan

yang terkandung dalam sistem rumah tangga formal dan sistem rumah tangga material.

5. Bagaimana Pembentukan Daerah Otonom menurut Undang-undang No.23 Tahun 2014 Tetang

Pemerintahan Daerah dan bandingkan dengan Undang-undang No.32 Tahun 2004 Tentang

Pemerintahan Daerah?

Jawaban:

Bahwa Pembentukan Daerah Otonom menurut Undang-undang No.23 Tahun 2014 Tetang

Pemerintahan Daerah dapat berjalan dengan mulus melalui tahap tahap berikut:

a. Kajian Daerah adalah kajian provinsi dan kabupaten/kota yang secara legalistik formal

disusun oleh Tim yang dibentuk oleh kepala daerah untuk menilai kelayakan pembentukan

daerah secara objektif yang memuat penilaian kuantitatif terhadap faktor-faktor teknis yang

dilengkapi dengan penilaian kualitatif terhadap faktor lainnya yang memiliki karakteristik

tersendiri.

b. Peran DPRD Kab/Kota, peran legislatif (DPRD) dan eksekutif (bupati/walikota) dalam

konteks pembentukan daerah (pengabungan atau pemekaran) adalah sangat dominan. Hal ini

disebabkan karena keputusannya dapat dijadikan sebagai penentu dari sebuah proses

pemenuhan persyaratan administratif, walaupun yang dijadikan sebagai dasar pengambilan

keputusannya (antara legislatif dan eksekutif) adalah berbeda.

Prediksi Soal Ujian Tengah Semester VII Tahun 2017/2018

Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah

Halaman 14

Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id

c. Peran Bupati/Walikota, dalam konteks pemekaran wilayah, maka bupati/walikota dapat

memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 2

ayat (3) huruf a dalam bentuk keputusan bupati/walikota yang didasarkan atas hasil kajian

daerah”. Kajian daerah yang dimaksud tertuang dalam pasal 14 huruf c dan merupakan

persyaratan teknis seperti yang telah dipaparkan di atas.

d. Peran Gubernur dan DPRD Provinsi, dalam hal gubernur menyetujui usulan pembentukan

provinsi sebagaimana yang diusulkan oleh bupati/walikota dan berdasarkan hasil kajian

daerah, maka usulan pembentukan provinsi tersebut selanjutnya disampaikan kepada DPRD

provinsi untuk diminta persetujuannya. Setelah adanya keputusan persetujuan dari DPRD

provinsi, maka gubernur menyampaikan usulan pembentukan provinsi kepada Presiden

melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dengan melampirkan (1) Hasil kajian daerah, (2)

Peta wilayah calon provinsi (3) Keputusan DPRD kabupaten/kota dan keputusan

bupati/walikota,dan (4) Keputusan DPRD provinsi.

e. Peran Mendagri dan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD), Mendagri

membentuk tim untuk melakukan penelitian tehadap usulan pembentukan provinsi dan

menyampaikan rekomendasi usulan pembentukan daerah ke Dewan Pertimbangan Otonomi

Daerah (DPOD) yang ditindak lanjuti ke Presiden oleh Mendagri.

Dengan demikian, bahwa Pembentukan Daerah Otonom menurut Undang-undang No.23

Tahun 2014 Tetang Pemerintahan Daerah diatur dalam Pasal 32 s.d. Pasal 43:

Pasal 32:

(1) Pembentukan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) berupa:

a. pemekaran Daerah; dan

b. penggabungan Daerah.

(2) Pembentukan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup pembentukan Daerah

provinsi dan pembentukan Daerah kabupaten/kota.

Kemudian Pembentukan Daerah Otonom menurut Undang-undang No.32 Tahun 2004 Tetang

Pemerintahan Daerah diatur dalam Pasal 4:

(1) Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan dengan

undang-undang.

(2) Undang-undang pembentukan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain

mencakup nama, cakupan wilayah, batas ibukota, kewenangan menyelenggarakan urusan

pemerintahan, penunjukan penjabat kepala daerah, pengisian keanggotaan DPRD, pengalihan

kepegawaian, pendanaan, peralatan, dan dokumen, serta perangkat daerah.

Prediksi Soal Ujian Tengah Semester VII Tahun 2017/2018

Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah

Halaman 15

Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id

(3) Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang

bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih.

(4) Pemekaran dari satu daerah menjadi 2 (dua) daerah atau lebih sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan.

Selanjutnya mengenai syarat-sayaratnya ditegaskan dalam Pasal 5:

(1) Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus memenuhi syarat

administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.

(2) Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk provinsi meliputi adanya

persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang akan menjadi cakupan wilayah

provinsi, persetujuan DPRD provinsi induk dan Gubernur, serta rekomendasi Menteri Dalam

Negeri.

(3) Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kabupaten/kota meliputi

adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang bersangkutan,

persetujuan DPRD provinsi dan Gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri.

(4) Syarat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi faktor yang menjadi dasar

pembentukan daerah yang mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial

budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang

memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.

(5) Syarat fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi paling sedikit 5 (lima)

kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi dan paling sedikit 5 (lima) kecamatan untuk

pembentukan kabupaten, dan 4 (empat) kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon

ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan.

Prediksi Soal Ujian Tengah Semester VII Tahun 2017/2018

Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah

Halaman 16

Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Pembentukan Daerah Otonom menurut Undang-

undang No.23 Tahun 2014 Tetang Pemerintahan Daerah lebih komprehensif diatur dalam

Pasal 32 s.d. Pasal 43 bukan hanya syarat administratif, syarat teknis, dan syarat fisik saja,

tetapi diatur mulai dari persyaratan dasar kewilayahan meliputi luas wilayah minimal, jumlah

penduduk minimal, batas wilayah, cakupan wilayah dan batas usia minimal Daerah provinsi,

Daerah kabupaten/kota, dan Kecamatan. Kemudian diatur juga persyaratan dasar kapasitas

Daerah adalah kemampuan Daerah untuk berkembang dalam mewujudkan kesejahteraan

masyarakat. Diatur pula mengenai pendanaan penyelenggaraan pemerintah daerah persiapan

tersebut, Kewajiban Daerah induk terhadap Daerah Persiapan dan Pemerintah Pusat

melakukan pembinaan, pengawasan, dan evaluasi terhadap Daerah Persiapan selama masa

Daerah Persiapan, serta Pemerintah Pusat melakukan evaluasi akhir masa Daerah

Persiapan, sedangkan menurut Undang-undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan

Daerah bahwa Pembentukan Daerah Otonom diatur dalam pasal 4 dan 5 yang hanya mengatur

mengenai syarat administratif, syarat teknis, dan syarat fisik.

Bandung, 6 November 2017

Penulis,

Muhammad Nur Jamaluddin

(MNJ)