Upload
nissa-nisa
View
38
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
osteoartritis
Citation preview
PRESENTASI KASUS PUSKESMAS(ILMU PENYAKIT DALAM)
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian Family Medicine
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
Oleh:
Alfina Ayyu RachmahNurul SyakilaRahmi Hayati
Pembimbing: dr. Azhari Gani, Sp. PD-KKV
BAGIAN FAMILY MEDICINEFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH 2014
PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT DALAM
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Umur : 58 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Kp. Jawa
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Berat Badan : 72 kg
Tinggi Badan : 160 cm
BMI : Overweight
Tanggal Kunjungan : 15 Juni 2014
II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama : nyeri lutut kiri
b. Keluhan Tambahan : bengkak dan kaku pada lutut
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan keluhan nyeri pada lutut kiri sejak 6 bulan yang lalu namun
semakin memberat sejak adanya bengkak dilututnya 3 hari sebelum datang
ke puskesmas. Nyerinya dirasakan berdenyut dan seperti ditusuk – tusuk.
Nyeri tersebut juga tidak menghilang setelah lutut pasien dikompres, nyeri
makin memberat saat pasien melipat lututnya dan menggerakkan kakinya
namun sedikit berkurang dengan istirahat. Bengkak di lutut muncul sejak 3
hari yang lalu sehingga menyebabkan pasien susah menggerakkan kakinya
dan mengganggu aktivitas. Pasien dapat berjalan namun harus secara pelan-
pelan. Di daerah lutut yang bengkak tersebut terasa hangat. Pasien
mengatakan bengkaknya tidak mengecil setelah dikompres dengan air dingin
ataupun setelah pasien beristirahat. Pasien juga merasakan kaku pada lutut
kirinya sejak 2 hari sebelum datang ke puskesmas. Saat kaku ini muncul,
pasien tidak bisa menggerakkan kaki kirinya sama sekali. Nyeri juga
biasanya disertai dengan kemerahan pada sendi, bengkak dan kaku.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku mengalami sakit seperti ini sudah sejak 6 bulan yang lalu.
e. Riwayat Kebiasaan Sosial
Pasien sering mengkonsumsi kacang – kacangan dan melinjo, dan jarang
berolahraga.
f. Riwayat Penyakit Keluarga
Istri pasien mempunyai riwayat penyakit asam urat.
g. Riwayat Pemakaian Obat
Pasien mengaku mengkonsumsi obat yang dibeli di apotek untuk meredakan
keluhan bengkak dan nyeri pada lututnya, hanya saja pasien lupa nama
obatnya.
III. PEMERIKSAAN FISIKa. Status Present
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Frekuensi Jantung : 86 x/menit
Frekuensi Nafas : 20 x/menit
Temperatur : 36,6oC
b. Status General
Kulit
Warna : Sawo matang
Turgor : Kembali cepat
Ikterus : (-)
Anemia : (-)
Sianosis : (-)
Oedema : (-)
Kepala
Bentuk : Kesan Normocephali
Rambut : Berwarna hitam
Mata : Cekung (-), konjungtiva palpebra inferior pucat
(-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+)
Telinga : Sekret (-/-), perdarahan (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), perdarahan (-/-), NCH (-/-)
Mulut
Bibir : Pucat (-), Sianosis (-)
Gigi geligi : Karies (+)
Lidah : Beslag (-), Tremor (-)
Mukosa : Basah (+)
Tenggorokan : Tonsil T1/T1, hiperemis (-/-)
Faring : Hiperemis (-), granul (-)
Leher
Bentuk : Kesan simetris
Kel. Getah Bening : Pembesaran KGB (-)
Peningkatan TVJ : Tidak ditemukan, R-2 cmH20
Thorax
1. Thoraks depan
Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Kesan simetris
Tipe pernafasan : Abdomino-Thorakal
Retraksi : (-)
PalpasiStem Fremitus Paru kanan Paru kiriLap. Paru atas Normal NormalLap. Paru tengah Normal NormalLap.Paru bawah Normal Normal
PerkusiParu kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor SonorLap. Paru tengah Sonor SonorLap.Paru bawah Sonor Sonor
AuskultasiSuara pokok Paru kanan Paru kiriLap. Paru atas Vesikuler VesikulerLap.Paru tengah
Vesikuler Vesikuler
Lap.Paru bawah Vesikuler Vesikuler
Suara tambahan Paru kanan Paru kiriLap. Paru atas Rh(-) , Wh(-) Rh(-) , Wh(-)Lap. Paru tengah Rh(-) , Wh(-) Rh(-), Wh(-)Lap. Paru bawah Rh(-) , Wh(-) Rh(-), Wh(-)
2. Thoraks BelakangInspeksi
Bentuk dan Gerak : Kesan simetris
Tipe pernafasan : Thorako-abdominal
Retraksi : (-)
PalpasiStem premitus Paru kanan Paru kiriLap. Paru atas Normal NormalLap. Parutengah Normal NormalLap.Paru bawah Normal Normal
PerkusiParu kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor SonorLap. Parutengah Sonor SonorLap.Paru bawah Sonor Sonor
AuskultasiSuara pokok Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler VesikulerLap.Paru tengah Vesikuler Vesikuler Lap.Paru bawah Vesikuler Vesikuler
Suara tambahan Paru kanan Paru kiriLap. Paru atas Rh(-) , Wh(-) Rh(-),Wh(-)Lap. Paru tengah Rh(-) , Wh(-) Rh(-), Wh(-)Lap. Paru bawah Rh(-) , Wh(-) Rh(-), Wh(-)
Jantung
Inspeksi :Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba ICS V linea axilaris anterior
Perkusi : Batas atas : ICS III LMCS
Batas kanan : ICS V LPSD
Batas bawah : ICS V Linea axilaris anterior sinistra
Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : Kesan simetris, distensi (-)
Palpasi : Distensi abdomen (-), Nyeri tekan (-)
Lien tidak teraba, hepar tidak teraba
Perkusi : Tympani usus (+), pekak hati (-), asites (-)
Auskultasi : peristaltik usus (N)
Genetalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
Superior : Tidak ada kelainan.
Inferior : Dextra tidak ada kelainan, sinistra (lihat status lokalisata).
Status Lokalisata
Ekstremitas Inferior regio genue sinistra
Inspeksi
o Kontur jaringan lunak : edema (+)
o Warna merah (+)
o Pitting (+)
Palpasi
o Panas (+)
o Nyeri tekan (+)
IV. DIAGNOSIS BANDING
1. Osteoartritis
2. Reumatoid artritis
3. Gout artritis
V. DIAGNOSIS SEMENTARA
Osteoarthritis genu sinistra
VI. RENCANA TERAPI
Terapi Non Medikamentosa
Edukasi: memberitahukan tentang penyakitnya, bagaimana menjaganya
agar penyakitnya tidak bertambah parah serta persendiannya tetap dapat
dipakai.
Menurunkan berat badan: Berat badan berlebih merupakan faktor resiko
dan faktor yang akan memperberat penyakit OA. Oleh karenanya berat
badan harus selalu dijaga agar tidak berlebihan. Apabila berat badan
berlebihan, maka harus diusahakan penurunan berat badan, bila mungkin
mendekati berat badan ideal.
Terapi fisik dan Rehabilitasi medik/fisioterapi
o Terapi ini untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat
dipakai dan melatih pasien untuk melindungu sendi yang sakit.
o Fisioterapi, yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan
otot, dan menambah luas pergerakan sendi.
Terapi Medikamentosa
- Meloxicam 15 mg 1 x 1 tab
- Vit B complex 3 x 1 tab
VII. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad malam
OSTEOARTHRITIS
1.1 Pendahuluan
Osteoarthrosis (OA) atau yang lebih banyak dikenal dengan Osteoarthritis
juga dikenal sebagai artritis degeneratif atau penyakit sendi degeneratif, adalah
sekelompok kelainan mekanik degradasi yang melibatkan sendi, termasuk tulang
rawan artikular dan tulang subchondral. Osteoartritis berasal dari bahasa Yunani
yaitu osteo yang berarti tulang, arthro yang berarti sendi, dan itis yang berarti
inflamasi meskipun sebenarnya penderita osteoartritis tidak mengalami inflamasi
atau hanya mengalami inflamasi ringan. OA merupakan bentuk yang paling
umum dari artritis, dan menjadi penyebab utama kecacatan kronis di Amerika
Serikat. Hal ini mempengaruhi sekitar 8 juta orang di Britania Raya.
Osteoarthritis juga mempengaruhi hampir 27 juta orang di Amerika Serikat.
Diperkirakan bahwa 80% penduduk telah terbukti OA (radiografi) pada usia 65
tahun, walaupun hanya 60% dari mereka yang memiliki gejala. Di Amerika
Serikat, pasien yang dirawat di rumah sakit untuk osteoarthritis meningkat dari
322.000 pada tahun 1993 menjadi 735.000 pada 2006 (Wiken, 2009).
Osteoartritis merupakan salah satu masalah kedokteran yang paling sering
terjadi dan menimbulkan gejala pada orang – orang usia lanjut maupun setengah
baya. Terjadi pada orang dari segala etnis, lebih sering mengenai wanita, dan
merupakan penyebab tersering disabilitas jangka panjang pada pasien dengan usia
lebih dari 65 tahun. Lebih dari sepertiga orang dengan usia lebih dari 45 tahun
mengeluhkan gejala persendian yang bervariasi mulai sensasi kekakuan sendi
tertentu dan rasa nyeri intermiten yang berhubungan dengan aktivitas, sampai
kelumpuhan anggota gerak dan nyeri hebat yang menetap, biasanya dirasakan
akibat deformitas dan ketidakstabilan sendi. Degenerasi sendi yang menyebabkan
sindrom klinis osteoartritis muncul paling sering pada sendi tangan, kaki,
panggul, dan spine, meskipun dapat terjadi pada sendi synovial mana pun.
Prevalensi kerusakan sendi synovial ini meningkat dengan bertambahnya usia
(Wiken, 2009).
1.2 Definisi
Osteoarthrosis atau osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi
degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul,
lutut, dan pergelangan kaki paling sering terkena OA.(Soeroso, 2009).
Osteoartritis merupakan kelainan sendi non inflamasi yang mengenai sendi-
sendi penumpu berat badan dengan gambaran patologis yang berupa
memburuknya tulang rawan sendi, yang merupakan hasil akhir dari perubahan
biokimiawi, metabolisme fisiologis maupun patologis yang terjadi pada
persendian (Dharmawirya, 2000).
1.3 Etiopatologis
Berdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer
dan OA sekunder. Osteoartritis primer disebut juga OA idiopatik yaitu OA yang
kausanya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik
maupun proses perubahan lokal pada sendi. OA sekunder adalah OA yang
didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan,
herediter, jejas mikro dan makro serta imobilisasi yang terlalu lama. Osteoartritis
primer lebih sering ditemukan dibanding OA sekunder (Tjokroprawiro, 2007).
Tidak ada bakteri atau virus yang menyebabkan osteoarthritis, beberapa
faktor predisposisi terjadinya osteoarthritis dipengaruhi antara lain:
1. Umur
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor ketuaan
adalah yang terkuat. Prevalensi, dan beratnya osteoartritis semakin meningkat
dengan bertambahnya umur. OA hampir tidak pernah pada anak-anak, jarang
pada umur di bawah 40 tahun dan sering pada umur di atas 60 tahun Hal ini
disebabkan karena adanya hubungan antara umur dengan penurunan kekuatan
kolagen dan proteoglikan pada kartilago sendi.
2. Jenis kelamin
Pada orang tua yang berumur lebih dari 55 tahun, prevalensi terkenanya
osteoartritis pada wanita lebih tinggi dari pria. Usia kurang dari 45 tahun
Osteoarthritis lebih sering terjadi pada pria dari wanita. Wanita lebih sering
terkena OA lutut dan OA banyak sendi, dan lelaki lebih sering terkena OA paha,
pergelangan tangan dan leher.
3. Genetik
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya
mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur
tulang rawan sendi seperti kolagen, proteoglikan berperan dalam timbulnya
kecenderungan familial pada osteoartritis.
4. Kegemukan dan penyakit metabolik
Berat badan yang berlebih ternyata dapat meningkatkan tekanan
mekanik pada sendi penahan beban tubuh, dan lebih sering menyebabkan
osteoartritis lutut. Kegemukan ternyata tidak hanya berkaitan dengan osteoartritis
pada sendi yang menanggung beban, tetapi juga dengan osteoartritis sendi lain,
diduga terdapat faktor lain (metabolik) yang berperan pada timbulnya kaitan
tersebut antara lain penyakit jantung koroner,diabetes melitus dan hipertensi.
5. Cedera sendi (trauma), pekerjaan, dan olah raga
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian suatu sendi yang terus-
menerus, berkaitan dengan peningkatan resiko osteoartritis tertentu. Demikian
juga cedera sendi dan oleh raga yang sering menimbulkan cedera sendi berkaitan
resiko osteoartritis yang lebih tinggi.
6. Kelainan pertumbuhan
Kelainan kongenital dan pertumbuhan paha (misalnya penyakit Perthex
dan dislokasi kongenital paha) telah dikaitkan dengan timbulnya OA paha pada
usia muda.
7. Faktor-faktor lain
Tingginya kepadatan tulang dikaitkan dapat meningkatkan risiko
timbulnya OA. Hal ini mungkin timbul karena tulang yang lebih padat (keras) tak
membantu mengurangi benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi.
Akibatnya tulang rawan sendi menjadi lebih mudah robek. Faktor ini diduga
berperan pada lebih tingginya OA pada orang gemuk dan pelari (karena tulangnya
lebih padat) dan kaitannya negatif antara osteoporosis dengan OA.
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari suatu proses penuaan
yang tidak dapat dihindari. Para pakar yang meneliti penyakit ini sekarang
berpendapat bahwa OA ternyata merupakan penyakit gangguan homeostasis dari
metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang
penyebabnya belum jelas diketahui. OA dan proses penuaan (aging process), serta
OA dapat diinduksi pada percobaan hewan yang distimulasi menggunakan zat
kimia atau trauma buatan. Proses utama OA tersebut sebenarnya terdapat pada
khondrosit yang merupakan satu-satunya sel hidup yang ada di dalam rawan
sendi. Gangguan pada fungsi khondrosit itulah yang akan memicu proses
patogenik OA. Khondrosit akan mensintesis berbagai komponen yang diperlukan
dalam pembentukan rawan sendi, seperti proteoglikan, kolagen dan sebagainya.
Disamping itu ia akan memelihara keberadaan komponen dalam matriks rawan
sendi melalui mekanisme turn over yang begitu dinamis.( Soeroso. 2007)
Osteoartritis ditandai dengan fase hipertrofi kartilago yang berhubungan
dengan suatu peningkatan terbatas dari sintesis matriks makromolekul oleh
khondrosit sebagai kompensasi perbaikan (repair). Osteoartritis terjadi sebagai
hasil kombinasi antara degradasi rawan sendi, remodelling tulang dan inflamasi
cairan sendi (Tjokroprawiro, 2007). Dengan kata lain terdapat satu keseimbangan
antara proses sintesis dan degradasi rawan sendi. Gangguan keseimbangan ini
yang pada umumnya berupa peningkatan proses degradasi, akan menandai
penipisan rawan sendi dan selanjutnya kerusakan rawan sendi yang berfungsi
sebagai bantalan redam kejut. Sintesis matriks rawan sendi tetap ada terutama
pada awal proses patologik OA, namun kualitas matriks rawan sendi yang
terbentuk tidak baik. Pada proses akhir kerusakan rawan sendi, adanya sintesis
yang buruk tidak mampu lagi mengatasi proses destruksi sendi yang cepat. Hal ini
terlihat dari menurunya produksi proteoglikan yang ditandai dengan menurunnya
fungsi khondrosit. Khondrosit yang merupakan aktor tunggal pada proses ini akan
dipengaruhi oleh faktor anabolik dan katabolik dalam mempertahankan
keseimbangan sintesis dan degradasi. Faktor katabolik utama diperankan oleh
sitokin Interleukin-1 (IL-1) dan tumour necrosis factor a (TNFa) yang
dikeluarkan oleh sel lain di dalam sendi. Sedangkan faktor anabolik diperankan
oleh transforming growth factor b(TGFb) dan insulin like growth factor-1 (IGF-
1). Perubahan patologik pada OA ditandai oleh kapsul sendi yang menebal dan
mengalami fibrosis serta distorsi. Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses
peningkatan aktivitas fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini
menyebabkan terjadinya penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh
darah subkondral yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan
subkondral tersebut. Ini mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti
prostaglandin dan interleukin yang selanjutnya menimbulkan bone angina lewat
subkondral yang diketahui mengandung ujung saraf sensibel yang dapat
menghantarkan rasa sakit. Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari
dilepasnya mediator kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan
radang sendi, peregangan tendon atau ligamentum serta spasmus otot-otot
ekstraartikuler akibat kerja yang berlebihan. Sakit pada sendi juga diakibatkan
oleh adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari
medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena intrameduler akibat stasis vena
intrameduler karena proses remodelling pada trabekula dan subkondral
(Tjokroprawiro, 2007). Sinovium mengalami keradangan dan akan memicu
terjadinya efusi serta proses keradangan kronik sendi yang terkena. Permukaan
rawan sendi akan retak dan terjadi fibrilasi serta fisura yang lama-kelamaan akan
menipis dan tampak kehilangan rawan sendi fokal. Selanjutnya akan tampak
respon dari tulang subkhondral berupa penebalan tulang, sklerotik dan
pembentukkan kista. Pada ujung tulang dapat dijumpai pembentukan osteofit
serta penebalan jaringan ikat sekitarnya. Oleh sebab itu pembesaran tepi tulang
ini memberikan gambaran seolah persendian yang terkena itu bengkak.
Gambar 2.1 Osteoartritis
Peran makrofag di dalam cairan sendi juga penting, yaitu apabila
dirangsang oleh jejas mekanis, material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs,
akan memproduksi sitokin aktivator plasminogen (PA) yang disebut katabolin.
Sitokin tersebut adalah IL-1, IL-6, TNF α dan β, dan interferon (IFN) α dan .
Interleukin-1 mempunyai efek multiple pada sel cairan sendi, yaitu meningkatkan
sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi yaitu stromelisin dan kolagenosa,
menghambat proses sintesis dan perbaikan normal khondrosit (Tjokroprawiro.
2007).
Faktor pertumbuhan dan sitokin mempunyai pengaruh yang berlawanan
dengan perkembangan OA. Sitokin cenderung merangsang degradasi komponen
matriks rawan sendi, sebaliknya faktor pertumbuhan merangsang sintesis, padahal
IGF-1 pasien OA lebih rendah dibandingkan individu normal pada umur yang
sama. Percobaan pada kelinci membuktikan bahwa puncak aktivitas sintesis
terjadi setelah 10 hari perangsangan dan kembali normal setelah 3-4 minggu
(Soeroso, 2009).
1.4 Klasifikasi
Seperti telah dijelaskan di atas OA dapat terjadi secara primer (idiopatik)
maupun sekunder, seperti yang tercantum di bawah ini:
IDIOPATIK SEKUNDER
Setempat
Tangan:
- nodus Heberden dan Bouchard (nodal)
- artritis erosif interfalang
- karpal-metakarpal I
Kaki:
- haluks valgus
- haluks rigidus
- jari kontraktur (hammer/cock-up toes)
- talonavikulare
Coxa
- eksentrik (superior)
- konsentrik (aksial, medial)
- difus (koksa senilis)
Vertebra
- sendi apofiseal
- sendi intervertebral
- spondilosis (osteofit)
- ligamentum (hiperostosis, penyakit
Forestier, diffuse idiopathic skeletal
hyperostosis=DISH)
Tempat lainnya:
- glenohumeral
- akromioklavikular
Trauma
− akut
− kronik (okupasional, port)
Kongenital atau
developmental:
Gangguan setempat:
− Penyakit Leg-Calve-Perthes
− Dislokasi koksa kongenital
− Slipped epiphysis
Faktor mekanik
− Panjang tungkai tidak sama
− Deformitas valgus / varus
− Sindroma hipermobilitas
Metabolik
− Okronosis (alkaptonuria)
− Hemokromatosis
− Penyakit Wilson
− Penyakit Gaucher
Endokrin
− Akromegali
− Hiperparatiroidisme
− Diabetes melitus
− Obesitas
− Hipotiroidisme
- tibiotalar
- sakroiliaka
- temporomandibular
Menyeluruh:
Meliputi 3 atau lebih daerah yang tersebut
diatas (Kellgren-Moore)
Penyakit Deposit
Kalsium
− deposit kalsium pirofosfat
dihidrat
− artropati hidroksiapatit
Penyakit Tulang dan
Sendi lainnya
Setempat:
− Fraktur
−Nekrosis avaskular
Tabel 2.1 Osteoartritis idiopatik dan sekunder, (Setyohadi, 2000)
1.5 Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari OA biasanya terjadi secara perlahan-lahan.
Awalnya persendian akan terasa nyeri di persendian, kemudian nyeri tersebut
akan menjadi persisten atau menetap, kemudian diikuti dengan kekakuan sendi
terutama saat pagi hari atau pada posisi tertentu pada waktu yang lama (Subagjo,
2000).
Tanda kardinal dari OA adalah kekakuan dari persendian setelah bangun
dari tidur atau duduk dalam waktu yang lama, swelling (bengkak) pada satu atau
lebih persendian, terdengar bunyi atau gesekan (krepitasi) ketika persendian
digerakkan(Subagjo, 2000).
Pada kasus-kasus yang lanjut terdapat pengurangan massa otot.
Terdapatnya luka mencerminkan kelainan sebelumnya. Perlunakan sering
ditemukan, dan dalam cairan sendi superfisial, penebalan sinovial atau osteofit
dapat teraba (Hoaglund, 2001). Pergerakan selalu terbatas, tetapi sering dirasakan
tidak sakit pada jarak tertentu; hal ini mungkin disertai dengan krepitasi.
Beberapa gerakan lebih terbatas dari yang lainnya oleh karena itu, pada ekstensi
panggul, abduksi dan rotasi interna biasanya merupakan gerakan yang paling
terbatas. Pada stadium lanjut ketidakstabilan sendi dapat muncul dikarenakan tiga
alasan: berkurangnya kartilago dan tulang, kontraktur kapsuler asimetris, dan
kelemahan otot (Hoaglund, 2001).
Seperti pada penyakit reumatik umumnya diagnosis tak dapat didasarkan
hanya pada satu jenis pemeriksaan saja. Biasanya dilakukan pemeriksaan
reumatologi ringkas berdasarkan prinsip GALS (Gait, arms, legs, spine) dengan
memperhatikan gejala-gejala dan tanda-tanda sebagai berikut (Moskowitz,
2001) :
a. Nyeri sendi
Nyeri sendi merupakan hal yang paling sering dikeluhkan. Nyeri sendi pada OA
merupakan nyeri dalam yang terlokalisir, nyeri akan bertambah jika ada
pergerakan dari sendi yang terserang dan sedikit berkurang dengan istirahat.
Nyeri juga dapat menjalar (radikulopati) misalnya pada osteoarthritis servikal dan
lumbal. Claudicatio intermitten merupakan nyeri menjalar ke arah betis pada
osteoartritis lumbal yang telah mengalami stenosis spinal. Predileksi OA pada
sendi-sendi; Carpometacarpal I (CMC I), Metatarsophalangeal I (MTP I), sendi
apofiseal tulang belakang, lutu, dan paha).
b. Kaku pada pagi hari (morning stiffness)
Kekakuan pada sendi yang terserang terjadi setelah imobilisasi misalnya karena
duduk di kursi atau mengendarai mobil dalam waktu yang sukup lama, bahkan
sering disebutkan kaku muncul pada pagi hari setelah bangun tidur (morning
stiffness).
c. Hambatan pergerakan sendi
Hambatan pergerakan sendi ini bersifat progresif lambat, bertambah berat secara
perlahan sejalan dengan bertambahnya nyeri pada sendi
d. Krepitasi
Rasa gemeretak (seringkali sampai terdengar) yang terjadi pada sendi yang sakit.
e. Perubahan bentuk sendi
Sendi yang mengalami osteoarthritis biasanya mengalami perubahan berupa
perubahan bentuk dan penyempitan pada celah sendi. Perubahan ini dapat timbul
karena kontraktur sendi yang lama, perubahan permukaan sendi, berbagai
kecacatan dan gaya berjalan dan perubahan pada tulang dan permukaan sendi.
Seringkali pada lutut atau tangan mengalami perubahan bentuk membesar secara
perlahan-lahan.
f. Perubahan gaya berjalan
Hal yang paling meresahkan pasien adalah perubahan gaya berjalan, hampir
semua pasien osteoarthritis pada pergelangan kaki, lutut dan panggul mengalami
perubahan gaya berjalan (pincang). Keadaan ini selalu berhubungan dengan
nyeri.
1.6 Diagnosis
Diagnosis osteoarthritis lutut berdasarkan klinis, klinis dan radiologis,
serta klinis dan laboratorium (Klippel, 2001) :
a. Klinis:
Nyeri sendi lutut dan 3 dari kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi < 30 menit
3. krepitasi
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang sendi lutut
6. tidak teraba hangat pada sendi
Catatan: Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.
b. Klinis dan radiologis:
Nyeri sendi dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. krepitasi disertai osteofit
Catatan: Sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%.
c. Klinis dan laboratorium:
Nyeri sendi ditambah adanya 5 dari kriteria di bawah ini:
1. usia >50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. Krepitasi
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang
6. tidak teraba hangat pada sendi terkena
7. LED<40 mm/jam
8. RF <1:40
9. analisis cairan sinovium sesuai osteoarthritis
Catatan: Sensitivitas 92% dan spesifisitas 75%.
1.7 Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan Radiologi
Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan dengan
gambaran radiologis.
Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA, ialah:
Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada
daerah yang menanggung
beban)
Peningkatan densitas
(sclerosis) tulang subkondral
Kista tulang
Osteofit pada pinggir sendi
Perubahan struktur anatomi
sendi
Berdasarkan perubahan-perubahan radiologis diatas, secara radiografi OA
dapat digradasi menjadi ringan sampai berat; yaitu menurut Kellgren dan
Lawrence. Harus diingat bahwa pada awal penyakit, seringkali radiografi sendi
masih normal. (Milne dkk, 2007)
b) Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA, biasanya tidak banyak berguna.
Pemeriksaan laboratorium akan membantu dalam mengidentifikasi penyebab
pokok pada OA sekunder. Darah tepi (hemoglobin, leukosit, laju endap darah)
dalam batas normal kecuali OA generalisata yang harus dibedakan dengan
arthritis peradangan. Pemeriksaan imunologi (ANA, faktor rhematoid dan
komplemen) juga normal. Pada OA yang disertai peradangan, mungkin
didapatkan penurunan viskositas, pleositosis ringan sampai sedang, peningkatan
ringan sel peradangan (<8000/m) dan peningkatan protein. (Soeroso, 2009)
1.8 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah:
1. Meredakan nyeri
2. Mengoptimalkan fungsi sendi
3. Mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan meningkatkan kualitas
hidup
4. Menghambat progresivitas penyakit
5. Mencegah terjadinya komplikasi
Penatalaksanaan OA pada pasien berdasarkan atas distribusinya (sendi mana
yang terkena) dan berat ringannya sendi yang terkena. Pengelolaannya terdiri dari
3 hal:
Terapi non-farmakologis:
Edukasi : memberitahukan tetang penyakitnya, bagaimana menjaganya agar
penyakitnya tidak bertambah parah serta persendiannya tetap dapat dipakai
Menurunkan berat badan : Berat badan berlebih merupakan faktor resiko dan
faktor yang akan memperberat penyakit OA. Oleh karenanya berat badan
harus selalu dijaga agar tidak berlebihan. Apabila berat badan berlebihan,
maka harus diusahakan penurunan berat badan, bila mungkin mendekati
berat badan ideal.
Terapi fisik dan Rehabilitasi medik/fisioterapi
o Terapi ini untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat dipakai dan
melatih pasien untuk melindungu sendi yang sakit.
o Fisioterapi, yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan otot, dan
menambah luas pergerakan sendi.
Terapi Farmakologis:
Parasetamol merupakan analgesik pertama yang diberikan pada penderita
OA dengan dosis 1 gram 4 kali sehari, karena cenderung aman dan dapat
ditoleransi dengan baik, terutama pada pasien usia tua. Kombinasi parasetamol /
opiat seperti coproxamol bisa digunakan jika parasetamol saja tidak membantu.
Tetapi jika dimungkinkan, penggunaan opiat yang lebih kuat hendaknya dihindari
(Haq, 2003).
Kelompok obat yang banyak digunakan untuk menghilangkan nyeri
penderita OA adalah obat anti inflamasi non steroid (OAINS). OAINS bekerja
dengan cara menghambat jalur siklooksigenase (COX) pada kaskade inflamasi.
Terdapat 2 macam enzim COX, yaitu COX-1 (bersifat fisiologik, terdapat pada
lambung, ginjal dan trombosit) dan COX-2 (berperan pada proses inflamasi).
OAINS tradisional bekerja dengan cara menghambat COX-1 dan COX-2,
sehingga dapat mengakibatkan perdarahan lambung, gangguan fungsi ginjal,
retensi cairan dan hiperkalemia. OAINS yang bersifat inhibitor COX-2 selektif
akan memberikan efek gastrointestinal yang lebih kecil dibandingkan penggunaan
OAINS yang tradisional (Haq, 2003).
Terapi Lokal
Terapi lokal meliputi pemberian injeksi intra artikular steroid atau
hialuronan (merupakan molekul glikosaminoglikan besar dan berfungsi sebagai
viskosuplemen) dan pemberian terapi topikal, seperti krem OAINS, krem salisilat
atau krem capsaicin. Injeksi steroid intra artikular diberikan bila didapatkan
infeksi lokal atau efusi sendi. (Klippel, 2001)
Operasi
Bagi penderita dengan OA yang sudah parah, maka operasi merupakan
tindakan yang efektif.43 Operasi yang dapat dilakukan antara lain arthroscopic
debridement, joint debridement, dekompresi tulang, osteotomi dan artroplasti.
Walaupun tindakan operatif dapat menghilangkan nyeri pada sendi OA, tetapi
kadang-kadang fungsi sendi tersebut tidak dapat diperbaiki secara adekuat,
sehingga terapi fisik pre dan pasca operatif harus dipersiapkan dengan baik.
(Klippel, 2001)
1.9 Kesimpulan
Osteoarthrosis (OA) atau yang lebih banyak dikenal dengan Osteoarthritis
juga dikenal sebagai artritis degeneratif atau penyakit sendi degeneratif, adalah
sekelompok kelainan mekanik degradasi yang melibatkan sendi, termasuk tulang
rawan artikular dan tulang subchondral. Etiopatogenesis OA sampai saat ini
belum dapat dijelaskan melalui satu teori yang pasti. OA diduga merupakan
interaksi antara faktor intrinsik dan ekstrinsik. Dengan diagnosis dan terapi yang
tepat, termasuk edukasi pasien, dapat meminimalkan gejala dan membantu pasien
mempertahankan kualitas hidup.
Sebagian besar pasien dengan osteoartritis datang dengan keluhan nyeri
sendi. Banyak pasien dengan osteoartritis juga mengalami keterbatasan gerakan,
krepitasi dengan gerakan, dan efusi sendi. Kebanyakan pasien dengan OA
mencari perhatian medis karena nyeri. The safest initial approach is to use a
simple oral analgesic such as acetaminophen (perhaps in conjunction with topical
therapy). Pendekatan awal yang paling aman adalah dengan menggunakan
analgesik sederhana seperti acetaminofen (mungkin dalam hubungannya dengan
terapi topikal). If pain relief is inadequate, oral nonsteroidal anti-inflammatory
drugs or intra-articular injections of hyaluronic acidlike products should be
considered. Jika pereda nyeri tidak memadai, oral obat anti-inflamasi nonsteroid
atau injeksi intra-artikular produk acidlike hialuronat harus dipertimbangkan.
Intra-articular corticosteroid injections may provide short-term pain relief in
disease flares. Injeksi intraartikular kortikosteroid dapat menyediakan bantuan
jangka pendek nyeri pada penyakit. Selain itu metode baru injeksi intra-artikular
dengan stemsel sedang dikembangkan dan menghasilkan kepuasan terhadap
penggunaannya. Namun metode tersebut masih dalam penelitian.Alleviation of
pain does not alter the underlying disease. Penanggulangan nyeri tidak mengubah
penyakit yang mendasarinya. Attention must also be given to nonpharmacologic
measures such as patient education, weight loss and exercise. Relief of pain and
restoration of function can be achieved in some patients with early osteoarthritis,
particularly if an integrated approach is used. Patients with advanced disease may
eventually require surgery, which generally provides excellent results. Perhatian
juga harus diberikan kepada tindakan nonpharmacologic seperti pendidikan
pasien, penurunan berat badan dan melaksanakan fungsi. Pengurangan rasa sakit
dan pemulihan dapat dicapai pada beberapa pasien dengan osteoarthritis awal,
terutama jika pendekatan terpadu digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiken. 2009. Osteoartritis. http://www.health&medicine.com/share.
Diakses tanggal 25 Juli 2012.
2. Dharmawirya, Mitzy. 2000. Efek Akupunktur pada Osteoartritis Lutut.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/16EfekAkupunkturpadaOsteoartritisL
utut129.pdf/16EfekAkupunkturpadaOsteoartritisLutut129.html, diakses
tanggal 26 Juli 2012.
3. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Osteoartritis. In:
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia; 2009. p.2538-2549.
4. Tjokroprawiro, Askandar, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya:
Airlangga University Press.
5. Subagjo, Harry. 2000. Struktur rawan sendi dan perunbahannya. Sub bagian
Reumatologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran No. 129. Jakarta.
6. Setyohadi B, 2000. Panduan Diagnosis dan Penatalaksanaan Osteoartritis.
www. technorati favorites.com. Diakses tanggal 28 Desember 2009Adam,
W. 2006.Osteoarthritis and How Is It.
http://arthritis.about.com/od/oa/a/osteoarthritis.htm, diakses tanggal 25 Juli
2012.
7. Hoaglund, FT. 2001. Primary Osteoarthritis of the Hip: Etiology and
Epidemiology. Journal of The American Academy of Orthopedic Surgeon
9:320-327.
8. Klippel JH. Primer on the rheumatic diseases. 12ed. Atlanta: Arthritis
foundation. 2001. pp: 637
9. Milne AD, Evans NA, Stanish WD. Nonoperative Management of Knee
Osteoarthritis. In: Hartono IM. Studi komparasi antara WOMAC index
dengan Kellgren-Lawrence grading system pada penderita osteoartritis
genu. Semarang: Medical Faculty Diponegoro University; 2007. p. 12.
10. Haq I., Murphy E., Dacre J. Osteoarthritis Review. Postgrad Med J, 2003; 79 : 377 – 383.
27