Upload
amri-hasan
View
239
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Presentasi Kasus
Stase Ilmu Penyakit Mata
RSUD Saras Husada Purworejo
Koass : Amri Hasan Fauzi / 2007 031 0067
Pembimbing : dr. Evita Wulandari, Sp.M
I. KASUS
Nama : Ny. M
Kelamin : Perempuan
Umur : 58 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Bajangrejo, Banyuurip, Purworejo
Status : Rawat jalan poliklinik Mata/ RSUD Saras Husada Purworejo
Tanggal : 14 Agustus 2012
Dokter : dr. Evita Wulandari, Sp.M
Keluhan Utama : Mata kanan silau, ngganjel, nrocos
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien menyatakan bahwa beberapa sejak beberapa hari sebelumnya pola tidur berubah
karena harus menyiapkan keperluan puasa keluarganya.
Satu Hari SMRS, pasien banyak beraktifitas fisik karena tetangganya meninggal, dan
sama sekali tidak tidur. Pagi harinya mata kanan merah, silau, ngganjel dan berair,
disertai nyeri kepala.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Sejak empat tahun sebelum kunjungannya sekarang, pasien merasakan mata kanan nyeri
cekot-cekot, silau, ngganjel dan nrocos, sekret disangkal, hal ini berlangsung sekitar satu
bulan dan menetap hingga akhirnya pasien memeriksakan diri di poliklinik mata RSUD
Saras Husada Purworejo (Oktober 2008). Pasien rutin melakukan pemeriksaan secara
bertahap, dan mendapatkan terapi sesuai perjalanan penyakitnya.
Riwayat Hipertensi dan DM disangkal.
Riwayat trauma mata disangkal
Riwayat intervensi medis pada mata disangkal
Riwayat sakit gigi (+) Membaik
Riwayat sakit telinga disangkal
Riwayat radang/nyeri persendian disangkal
Riwayat alergi disangkal
Riwayat Personal Sosial, Keluarga, dan Lingkungan :
Pasien tinggal serumah dengan suami dan kedua anaknya. Ia adalah seorang ibu rumah
tangga, paparan iritan yang kadang dikeluhkan adalah asap rokok suami, serta asap
kendaraan, dan sinar matahari. Kontak dengan penderita belekan dilaporkan terjadi
beberapa minggu yang lalu, tanpa dinyatakan adanya gangguan.
Riwayat keluarga dengan penyakit radang sendi disangkal.
Riwayat keluarga dengan keluhan penyakit mata serupa disangkal.
PEMERIKASAAN FISIK
Kesan umum : Tampak sakit mata
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign : Tidak diperiksa
Status Ophtalmologi
OD OS
5/6 Visus Tanpa Koreksi 5/10
Tidak diperiksa Visus Dengan Koreksi Tidak diperiksa
Normal Posisi Bola Mata Normal
Bebas ke segala arah
Nyeri gerak (-)
Gerakan Bola Mata Bebas ke segala arah
Nyeri gerak (-)
Blefarokalasis Palpebra Blefarokalasis
Tidak Diperiksa Aparatus Lakrimalis Tidak diperiksa
Injeksi Perikorneal (+) Konjungtiva / Sklera Tenang
Keratik Presipitat (?) Kornea Jernih
Dalam, Flare (+) COA Dalam
Pupil ireguler 5 mm, sinekia
posterior
Refleks cahaya langsung (-),
tidak langsung (-)
Iris/Pupil
Pupil reguler 3 mm
Refleks cahaya langsung (+),
tidak langsung (+)
Jernih Lensa Jernih
Tidak dilakukan Funduskopi Tidak dilakukan
Normal (palpasi) Tekanan Bola Mata Normal (palpasi)
Resume
Pasien wanita berusia 58 tahun dengan mata merah visus sedikit menurun, disertai
fotofobia, lakrimasi, dan nyeri. Sakit mata dirasakan berulang sejak empat tahun
sebelum kunjungan sekarang. Terdapat faktor resiko riwayat sakit gigi yang telah
membaik, pasien terpapar dengan faktor lingkungan seperti cuaca dan polusi.
Pad pemeriksaan fisik didapati Okuli Dekstra injeksi perikoeneal, flare pada COA,
dan iris ireguler dengan reflek cahaya negatif.
Diagnosis : Okuli Dekstra Uveitis Anterior
Pemeriksaan yang diusulkan
Laboratorium : Darah lengkap, serum ANA, Rheumatoid faktor
Radiologi : Rö Thorax, Rö Systema vertebra
Konsultasi : Bagian penyakit dalam, bagian gigi dan mulut, bagian THT untuk pelacakan
underlying disease
Planning
Terapi
Ciprofloxacin Tab S.2 dd 500mg
Metilprednisolon Tab 4mg S. 3-0-3
Acetazolamid Tab S. 2 dd 125mg
Xitrol Eye Drop S. 6 dd OD
Edukasi
Penting diberitahuka kepada pasien bahwa penyakitnya merupakan manifestasi dari
adanya penyakit lain yang mendasari, sehingga untuk mengetahui penyebab definitifnya tidak
mudah serta diperlukan kerja sama dengan bagian lain yang terkait. Pemantauan yang teratur
untuk mengetahui perkembangan penyakit perlu untuk mencegah perburukan.
Dalam eksaserbasi seperti sekarang perlu untuk menjaga kesehatan mata seperti
menggunakan pelindung mata, istirahat cukup, serta nutrisi yang baik
II. TINJAUAN PUSTAKA
Uveitis Anterior
I. DEFINISI
Uveitis Anterior
Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan bagian depan badan siliar (pars plicata),
kadang-kadang menyertai peradangan bagian belakang bola mata, kornea dan sklera. Teori
patogenesis uveitis anterior beragam, meliputi proses imunologik, komponen genetik,
penyakit infeksi mikroba, reaksi kompleks imun, reaksi toksik disebabkan oleh tumbuhan dan
obat-obatan, serta infeksi fokal. Selama dekade terakhir terjadi perubahan pola etiologi
uveitis anterior sebagai akibat tindakan pembedahan dalam bola mata dengan teknologi
canggih.
Uveitis merupakan salah satu penyebab kebutaan. Morbiditas akibat uveitis terjadi karena
terbentuknya sinekia posterior sehingga menimbulkan peningkatan tekanan intra okuler dan
gangguan pada nervus optikus. Selain itu, dapat timbul katarak akibat penggunaan steroid
untuk pengobatan. Oleh karena itu, diperlukan penanganan uveitis yang meliputi anamnesis
yang komprehensif, pemeriksaan fisik dan oftalmologis yang menyeluruh, pemeriksaan
penunjang dan penanganan yang paripurna.
II. EPIDEMIOLOGI
Insidensi uveitis sekitar 15 per 100.000 orang dan sekitar 75% merupakan uveitis anterior.
Penderita umumnya berada pada usia 20-50 tahun. Setelah usia 70 tahun, angka kejadian
uveitis mulai berkurang. Sekitar 50% pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik
terkait seperti spondilitis ankilosa, penyakit Reiter, sarkoidosis, dan arthritis. Sekitar 20%
pasien spondilitis ankilosa dan 40% pasien penyakit Reiter akan mengalami uveitis anterior
akut. Selain penyakit sistemik uveitis juga disebabkan oleh infeksi dan penyakit okular lain.
III.KLASIFIKASI
Uveitis dapat diklasifikasikan dengan bermacam cara yang sering membingungkan.
Ada yang mengklasifikasikan uveitis berdasarkan lokasi atau posisi anatomis lesi yaitu
uveitis anterior, uveitis intermedia, uveitis posterior dan panuveitis atau uveitis difus. Ada
juga yang membagi berdasarkan derajat keparahan menjadi uveitis akut, uveitis subakut,
uveitis kronik dan uveitis eksaserbasi. Pembagian lain uveitis berdasarkan patologinya yaitu
uveitis granulomatosa dan uveitis non-granulomatosa. Dan ada juga pembagian uveitis
berdasarkan demografi yang berdampingan dengan faktor terkait seperti jenis kelamin, ras,
usia, geografis, unilateral/bilateral dan lain-lain; serta pembagian uveitis berdasarkan
etiologinya.
1) Klasifikasi anatomis
a) Uveitis anterior
- Iritis : inflamasi yang dominan pada iris
- Iridosiklitis : inflamasi pada iris dan pars plicata
b) Uveitis intermediet : inflamasi dominan pada pars plana dan retina perifer
c) Uveitis posterior : inflamasi bagian uvea di belakang batas basis vitreus
d) Panuveitis : inflamasi pada seluruh uvea
2). Penyebab yang diketahui :
Bakteri : tuberkulosis , sifilis
Virus : herpes simplek, herpes zoster, citomegalovirus
Jamur : candida
Parasit : toksoplasma, toksokara
Imunologik : sindrom behcet, sindrom vogt-koyanagi-harada, oftalmia simpatika,
poliarteritis nodosa, granulomatosis wegener
Penyakit sistemik : penyakit kolagen, artritis reumatoid, multipel skerosis,
sarkoidosis, penyakit vaskular.
Neoplasmik : leukemia, melanoma maligna, reticullum cell sarcoma
3) Berdasarkan perjalanan penyakit:
a. Akut : serangan terjadi satu atau dua kali, dan penderita sembuh sempurna diluar
serangan tersebut.
b. Residif : serangan terjadi lebih dari dua kali disertai penyembuhan yang sempurna di
antara serangan-serangan tersebut.
c. Kronis : serangan terjadi berulang kali tanpa pernah sembuh sempurna di antaranya.
4) Berdasarkan kelainan patologis
a. Uveitis Non-Granulomatosa
Umumnya tidak dapat ditemukan organisme patogen dan karena berespon baik
terhadap terapi kortokosteroid diduga peradangan ini semacam fenomena
hipersensitivitas. Uveitis ini timbul terutama dibagian anterior traktus yakni iris dan
korpus siliaris. Terdapat reaksi radang dengan terlihatnya infiltrasi sel-sel limfosit dan
sel plasma dalam jumlah cukup banyak dan sedikit sel mononuclear. Pada kasus berat
dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion didalam kamera okuli anterior.
b. Uveitis Granulomatosa
Umumnya mengikuti invasi mikroba aktif ke jaringan oleh organisme penyebab
(misal Mycobacterium tuberculosis atau Toxoplasma gondii). Meskipun begitu
patogen ini jarang ditemukan dan diagnosis etiologi pasti jarang ditegakkan. Uveitis
granulomatosa dapat mengenai sembarang traktus uvealis namun lebih sering pada
uvea posterior. Terdapat kelompok nodular sel-sel epithelial dan sel-sel raksasa yang
dikelilingi limfosit di daerah yang terkena. Deposit radang pada permukaan posterior
kornea terutama terdiri atas makrofag dan sel epiteloid. Diagnosis etiologi spesifik
dapat ditegakkan secara histologik pada mata yang dikeluarkan dengan menemukan
kista toxoplasma, basil tahan asam tuberculosis, spirocheta pada sifilis, tampilan
granuloma khas pada sarcoidosis atau oftalmia simpatika dan beberapa penyebab
spesifik lainnya.
5) Berdasarkan kelainan patologis
a. Uveitis Non-Granulomatosa
Umumnya tidak dapat ditemukan organisme patogen dan karena berespon baik
terhadap terapi kortokosteroid diduga peradangan ini semacam fenomena
hipersensitivitas. Uveitis ini timbul terutama dibagian anterior traktus yakni iris dan
korpus siliaris. Terdapat reaksi radang dengan terlihatnya infiltrasi sel-sel limfosit dan
sel plasma dalam jumlah cukup banyak dan sedikit sel mononuclear. Pada kasus berat
dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion didalam kamera okuli anterior.
b. Uveitis Granulomatosa
Umumnya mengikuti invasi mikroba aktif ke jaringan oleh organisme penyebab
(misal Mycobacterium tuberculosis atau Toxoplasma gondii). Meskipun begitu
patogen ini jarang ditemukan dan diagnosis etiologi pasti jarang ditegakkan. Uveitis
granulomatosa dapat mengenai sembarang traktus uvealis namun lebih sering pada
uvea posterior. Terdapat kelompok nodular sel-sel epithelial dan sel-sel raksasa yang
dikelilingi limfosit di daerah yang terkena. Deposit radang pada permukaan posterior
kornea terutama terdiri atas makrofag dan sel epiteloid. Diagnosis etiologi spesifik
dapat ditegakkan secara histologik pada mata yang dikeluarkan dengan menemukan
kista toxoplasma, basil tahan asam tuberculosis, spirocheta pada sifilis, tampilan
granuloma khas pada sarcoidosis atau oftalmia simpatika dan beberapa penyebab
spesifik lainnya.
IV. DIAGNOSIS
A. Gambaran Klinis Subjektif
1) Nyeri :
•Uveitis anterior akut
Nyeri disebabkan oleh iritasi saraf siliar bila melihat cahaya dan penekanan saraf siliar
bila melihat dekat. Sifat nyeri menetap atau hilang timbul. Lokalisasi nyeri bola mata,
daerah orbita dan kraniofasial. Nyeri ini disebut juga nyeri trigeminal. Intensitas nyeri
tergantung hiperemi iridosiliar dan peradangan uvea serta ambang nyeri pada penderita,
sehingga sulit menentukan derajat nyeri.
2) Fotofobia dan lakrimasi
•Uveitis anterior akut dan subakut
Fotofobia disebabkan spasmus siliar dan kelainan kornea bukan karena sensitif terhadap
cahaya. Lakrimasi disebabkan oleh iritasi saraf pada kornea dan siliar, jadi
berhubungan erat dengan fotofobia.
• Uveitis anterior kronik
Gejala subjektif ini hampir tidak ada atau ringan.
3) Kabur
Derajat kekaburan bervariasi mulai dari ringan sedang, berat atau hilang timbul,
tergantung penyebab.
• Uveitis anterior akut
Disebabkan oleh pengendapan fibrin, edema kornea, kekeruhan akuos dan badan kaca
depan karena eksudasi sel radang dan fibrin.
• Uveitis anterior residif atau kronik
Disebabkan oleh kekeruhan lensa, badan kaca, dan kelainan kornea seperti edema,
lipatan Descemet, vesikel epitel dan keratopati.
B. Gambaran Klinis Objektif
1) Hiperemi
• Uveitis anterior akut
Merupakan tanda patognomonik dan gejala dini. Bila hebat hiperemi dapat meluas
sampai pembuluh darah konjungtiva.
• Uveitis anterior hiperakut
Selain dari hiperemi dapat disertai gambaran skleritis dan keratitis marginalis. Hiperemi
sekitar kornea disebabkan oleh peradangan pada pembuluh darah siliar depan dengan
refleks aksonal dapat difusi ke pembuluh darah badan siliar.
2) Keratik presipitat
Terjadi karena pengendapan agregasi sel radang dalam bilik mata depan pada endotel
kornea akibat aliran konveksi akuwos humor, gaya berat dan perbedaan potensial listrik
endotel kornea.
3) Bilik mata
Kekeruhan dalam bilik depan mata dapat disebabkan oleh meningkatnya kadar protein,
sel, dan fibrin.
Sel radang berasal dari iris dan badan siliar. Jenis sel :
limfosit dan sel plasma bulat, mengkilap putih keabuan
makrofag lebih besar, wama tergantung bahan yang difagositosis
sel darah berwarna merah
pigmen kecil dan coklat
Fibrin
Dalam humor akuos berupa gelatin dengan sel, berbentuk benang atau bercabang,
wama kuning muda, jarang mengendap pada kornea.
Hipopion
Merupakan pengendapan sel radang pada sudut bilik mata depan bawah. Pengendapan
terjadi bila derajat sel dalam bilik depan lebih dari 4+.
Hipopion dapat ditemui pada uveitis anterior hiperakut dengan sebutan sel lekosit
berinti banyak, biasanya karena rematik, juga pada penyakit Behcet, dan
fakoanafilaktik.
4) Iris
Hiperemi iris
Merupakan gejala bendungan pada pembuluh darah iris. Gambaran bendungan dan
pelebaran pembuluh darah iris kadang- kadang tidak terlihat karena ditutupi oleh
eksudasi sel.
Sinekia iris
Merupakan perlengkatan iris dengan struktur yang berdekatan pada uveitis anterior
karena eksudasi fibrin dan pigmen, kemudian mengalami proses organisasi sel radang
dan fibrosis iris.
Sinekia posterior
Merupakan perlengketan iris dengan kapsul depan lensa.
• Uveitis anterior akut: belum terjadi proses organisasi, sehingga sinekia
posterior lebih mudah lepas dengan midriatika, dengan meninggalkan jejak
pigmen sedikit banyak pada kapsul depan lensa.
• Uveitis anterior kronik: di mana sinekia posterior dibentuk oleh jaringan
fibrotik keabuan tanpa distorsi pupil tetapi dengan perubahan pinggir pupil.
Sinekia anterior
Perlengketan iris dengan sudut irido-kornea, jelas terlihat dengan gonioskopi.
Sinekia anterior timbul karena pada permulaan blok pupil schingga akar iris maju
ke depan menghalangi pengeluaran akuos, edema dan pembengkakan pada dasar
iris, sehingga setelah terjadi organisasi dan eksudasi pada sudut iridokornea
menarik iris ke arah sudut. Sinekia anterior bukan merupakan gambaran dini dan
determinan uveitis anterior, tetapi merupakan penyulit peradangan kronik dalam
bilik depan mata.
5) Perubahan pada lensa
Dikenal 3 bentuk perubahan pada lensa akibat uveitis anterior, yaitu: pengendapan sel
radang, pigmen dan kekeruhan lensa.
Pengendapan set radang
Akibat eksudasi ke dalam akuos di atas kapsul lensa terjadi pengendapan pada kapsul
lensa. Pada pemeriksaan lampu celah ditemui kekeruhan kecil putih keabuan, bulat,
menimbul, tersendirimatau berkelompok pada permukaan lensa.
Pengendapan pigmen
Bila terdapat kelompok pigmen yang besar pada permukaan kapsul depan lensa,
menunjukkan bekas sinekia posterior yang telah lepas. Sinekia posterior yang
meny,erupai lubang pupil disebut cincin dari Vossius.
Perubahan kejernihan lensa
Kekeruhan lensa disebabkan oleh toksik metabolik akibat peradangan uvea dan proses
degenerasi-proliferatif karena pembentukan sinekia posterior. Luas kekeruhan
tergantung padamtingkat perlengketan lensa-iris, hebat dan lamanya penyakit. Akibat
perlengketan iris terjadi pencairan serat.
6) Perubahan tekanan bola mata
Tekanan bola mata pada uveitis anterior dapat rendah (hipotoni), normal atau meningkat
(hipertoni).
Hipotoni
• Uveitis anterior akut
Hipotoni timbul karena sekresi badan siliar berkurang karena peradangan.
• Uveitis anterior kronik
Hipotoni menetap karena perubahan badan siliar dan dapat mengakibatkan atrofi
bola mata.
Normotensi
Menunjukkan berkurangnya peradangan dan perbaikan bilik depan mata.
Hipertoni
Hipertoni dini ditemui pada uveitis hipertensif akibat blok pupil dan sudut irido-
kornea oleh sel radang dan fibrin yang menyumbat saluran Schlemm dan trabekula.
V. TATALAKSANA
Terapi uveitis anterior bertujuan untuk mengatasi inflamasi dan nyeri, mencegah penyulit
yang dapat membahayakan pengelihatan, dan mengobati penyakit yang melatarbelakanginya.
Steroid dan midriatikum merupakan pilihan utama dan diberikan dalam bentuk tetes mata.
Steroid yang digunakan adalah golongan steroid kuat seperti deksametason, betametason, dan
prednisolon. Komplikasi pemakaian steroid adalah glaukoma, posterior subcapsular
cataract, komplikasi kornea, dan efek samping sistemik.
Mendilatasikan pupil dapat menghilangkan nyeri akibat spasme siliar dan mengatasi serta
mencegah sinekia posterior dengan memisahkannya dari kapsul anterior lensa. Dilatasi dapat
dicapai dengan midriatikum, misalnya tetes mata siklopentonat atau atropin. Penyuntikan
midriatikum subkonjungtiva membantu melepaskan sinekia yang resisten terhadap
midriatikum tetes mata.
Pengobatan spesifik diperlukan jika kuman penyebab diketahui. Uveitis yang
penyebabnya autoimun perlu diberikan kortikosteroid sistemik disamping obat tetes mata
steroid dan midriatikum.
VI. KOMPLIKASI
Komplikasi terpeting yaitu terjadinya peningkatan tekanan intraokuler (TIO) akut
yang terjadi sekunder akibat blok pupil (sinekia posterior), inflamasi, atau penggunaan
kortikosteroid topikal. Sinekia posterior yang meluas dapat menyebabkan glaukoma sekunder
sudut tertutup dengan terbentuknya oklusi pupil dan penempelan iris ke depan (iris bombe)
serta terjadinya trabekulitis. Glaukoma sekunder juga sering terjadi pada uveitis akibat
tertutupnya trabekulum oleh sel radang atau sisa sel radang. Peningkatan tekanan intraokuler
dapat menyebabkan atrofi nervus optikus dan kehilangan pengelihatan permanen.
Terjadinya inflamasi di bilik mata depan dan belakang menyebabkan terjadinya
penebalan dan opasifikasi lensa, menyebabkan kelainan refraksi minimal yang biasanya
mengarah ke myopia dan dapat berkembang menjadi katarak. Komplikasi lain dapat berupa
corneal band-shape keratopathy, pengerutan permukaan makula, edema diskus optikus dan
makula, edema kornea, dan retinal detachment.
Daftar Pustaka
Al-Fawaz A, Roy H. Uveitis, Anterior, Nongranulomatous. Medscape Emedicine [serial on
the internet]. 2010 Feb 24
Ardy H. Diagnostik Uveitis Anterior. Cermin dunia kedokteran 2003;87:47-54.
BJO BMJ [serial on the internet]. 2008 Apr 12 [cited 2011 May 28]. Available from:
bjo.bmj.com/content/94/3/336.full.html
Eva PR, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th. Jakarta: EGC.
2010. 150-4.
Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008. 172-4.
James B, Chew C, Bron A. Lecture Notes Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta: Erlangga. 2005. 85-
94.
Scuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Intraocular inflammation and uveitis. American Academy of
Ophtalmology. 2009. LEO: San Fransisco. 101-13.
Suhardjo, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata FK UGM.
2007. 63-9.
Uveitis Org. [serial on the internet]. 2009 Mar 18 [cited 2011 May 28]. Available from:
http://www.uveitis.org/patient/glossary/t_z.html
Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya
Medika. 2000. 155-60.