21
Presentasi Kasus Stase Ilmu Penyakit Mata RSUD Saras Husada Purworejo Koass : Amri Hasan Fauzi / 2007 031 0067 Pembimbing : dr. Evita Wulandari, Sp.M I. KASUS Nama : Ny. M Kelamin : Perempuan Umur : 58 tahun Pendidikan : SMA Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Bajangrejo, Banyuurip, Purworejo Status : Rawat jalan poliklinik Mata/ RSUD Saras Husada Purworejo Tanggal : 14 Agustus 2012 Dokter : dr. Evita Wulandari, Sp.M Keluhan Utama : Mata kanan silau, ngganjel, nrocos Riwayat Penyakit Sekarang :

Presentasi Kasus Penyakit Mata

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Presentasi Kasus Penyakit Mata

Presentasi Kasus

Stase Ilmu Penyakit Mata

RSUD Saras Husada Purworejo

Koass : Amri Hasan Fauzi / 2007 031 0067

Pembimbing : dr. Evita Wulandari, Sp.M

I. KASUS

Nama : Ny. M

Kelamin : Perempuan

Umur : 58 tahun

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Bajangrejo, Banyuurip, Purworejo

Status : Rawat jalan poliklinik Mata/ RSUD Saras Husada Purworejo

Tanggal : 14 Agustus 2012

Dokter : dr. Evita Wulandari, Sp.M

Keluhan Utama : Mata kanan silau, ngganjel, nrocos

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien menyatakan bahwa beberapa sejak beberapa hari sebelumnya pola tidur berubah

karena harus menyiapkan keperluan puasa keluarganya.

Satu Hari SMRS, pasien banyak beraktifitas fisik karena tetangganya meninggal, dan

sama sekali tidak tidur. Pagi harinya mata kanan merah, silau, ngganjel dan berair,

disertai nyeri kepala.

Page 2: Presentasi Kasus Penyakit Mata

Riwayat Penyakit Dahulu :

Sejak empat tahun sebelum kunjungannya sekarang, pasien merasakan mata kanan nyeri

cekot-cekot, silau, ngganjel dan nrocos, sekret disangkal, hal ini berlangsung sekitar satu

bulan dan menetap hingga akhirnya pasien memeriksakan diri di poliklinik mata RSUD

Saras Husada Purworejo (Oktober 2008). Pasien rutin melakukan pemeriksaan secara

bertahap, dan mendapatkan terapi sesuai perjalanan penyakitnya.

Riwayat Hipertensi dan DM disangkal.

Riwayat trauma mata disangkal

Riwayat intervensi medis pada mata disangkal

Riwayat sakit gigi (+) Membaik

Riwayat sakit telinga disangkal

Riwayat radang/nyeri persendian disangkal

Riwayat alergi disangkal

Riwayat Personal Sosial, Keluarga, dan Lingkungan :

Pasien tinggal serumah dengan suami dan kedua anaknya. Ia adalah seorang ibu rumah

tangga, paparan iritan yang kadang dikeluhkan adalah asap rokok suami, serta asap

kendaraan, dan sinar matahari. Kontak dengan penderita belekan dilaporkan terjadi

beberapa minggu yang lalu, tanpa dinyatakan adanya gangguan.

Riwayat keluarga dengan penyakit radang sendi disangkal.

Riwayat keluarga dengan keluhan penyakit mata serupa disangkal.

PEMERIKASAAN FISIK

Kesan umum : Tampak sakit mata

Kesadaran : Compos Mentis

Vital Sign : Tidak diperiksa

Page 3: Presentasi Kasus Penyakit Mata

Status Ophtalmologi

OD OS

5/6 Visus Tanpa Koreksi 5/10

Tidak diperiksa Visus Dengan Koreksi Tidak diperiksa

Normal Posisi Bola Mata Normal

Bebas ke segala arah

Nyeri gerak (-)

Gerakan Bola Mata Bebas ke segala arah

Nyeri gerak (-)

Blefarokalasis Palpebra Blefarokalasis

Tidak Diperiksa Aparatus Lakrimalis Tidak diperiksa

Injeksi Perikorneal (+) Konjungtiva / Sklera Tenang

Keratik Presipitat (?) Kornea Jernih

Dalam, Flare (+) COA Dalam

Pupil ireguler 5 mm, sinekia

posterior

Refleks cahaya langsung (-),

tidak langsung (-)

Iris/Pupil

Pupil reguler 3 mm

Refleks cahaya langsung (+),

tidak langsung (+)

Jernih Lensa Jernih

Tidak dilakukan Funduskopi Tidak dilakukan

Page 4: Presentasi Kasus Penyakit Mata

Normal (palpasi) Tekanan Bola Mata Normal (palpasi)

Resume

Pasien wanita berusia 58 tahun dengan mata merah visus sedikit menurun, disertai

fotofobia, lakrimasi, dan nyeri. Sakit mata dirasakan berulang sejak empat tahun

sebelum kunjungan sekarang. Terdapat faktor resiko riwayat sakit gigi yang telah

membaik, pasien terpapar dengan faktor lingkungan seperti cuaca dan polusi.

Pad pemeriksaan fisik didapati Okuli Dekstra injeksi perikoeneal, flare pada COA,

dan iris ireguler dengan reflek cahaya negatif.

Diagnosis : Okuli Dekstra Uveitis Anterior

Pemeriksaan yang diusulkan

Laboratorium : Darah lengkap, serum ANA, Rheumatoid faktor

Radiologi : Rö Thorax, Rö Systema vertebra

Konsultasi : Bagian penyakit dalam, bagian gigi dan mulut, bagian THT untuk pelacakan

underlying disease

Planning

Terapi

Ciprofloxacin Tab S.2 dd 500mg

Metilprednisolon Tab 4mg S. 3-0-3

Acetazolamid Tab S. 2 dd 125mg

Page 5: Presentasi Kasus Penyakit Mata

Xitrol Eye Drop S. 6 dd OD

Edukasi

Penting diberitahuka kepada pasien bahwa penyakitnya merupakan manifestasi dari

adanya penyakit lain yang mendasari, sehingga untuk mengetahui penyebab definitifnya tidak

mudah serta diperlukan kerja sama dengan bagian lain yang terkait. Pemantauan yang teratur

untuk mengetahui perkembangan penyakit perlu untuk mencegah perburukan.

Dalam eksaserbasi seperti sekarang perlu untuk menjaga kesehatan mata seperti

menggunakan pelindung mata, istirahat cukup, serta nutrisi yang baik

Page 6: Presentasi Kasus Penyakit Mata

II. TINJAUAN PUSTAKA

Uveitis Anterior

I. DEFINISI

Uveitis Anterior

Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan bagian depan badan siliar (pars plicata),

kadang-kadang menyertai peradangan bagian belakang bola mata, kornea dan sklera. Teori

patogenesis uveitis anterior beragam, meliputi proses imunologik, komponen genetik,

penyakit infeksi mikroba, reaksi kompleks imun, reaksi toksik disebabkan oleh tumbuhan dan

obat-obatan, serta infeksi fokal. Selama dekade terakhir terjadi perubahan pola etiologi

uveitis anterior sebagai akibat tindakan pembedahan dalam bola mata dengan teknologi

canggih.

Uveitis merupakan salah satu penyebab kebutaan. Morbiditas akibat uveitis terjadi karena

terbentuknya sinekia posterior sehingga menimbulkan peningkatan tekanan intra okuler dan

gangguan pada nervus optikus. Selain itu, dapat timbul katarak akibat penggunaan steroid

untuk pengobatan. Oleh karena itu, diperlukan penanganan uveitis yang meliputi anamnesis

yang komprehensif, pemeriksaan fisik dan oftalmologis yang menyeluruh, pemeriksaan

penunjang dan penanganan yang paripurna.

II. EPIDEMIOLOGI

Insidensi uveitis sekitar 15 per 100.000 orang dan sekitar 75% merupakan uveitis anterior.

Penderita umumnya berada pada usia 20-50 tahun. Setelah usia 70 tahun, angka kejadian

uveitis mulai berkurang. Sekitar 50% pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik

terkait seperti spondilitis ankilosa, penyakit Reiter, sarkoidosis, dan arthritis. Sekitar 20%

Page 7: Presentasi Kasus Penyakit Mata

pasien spondilitis ankilosa dan 40% pasien penyakit Reiter akan mengalami uveitis anterior

akut. Selain penyakit sistemik uveitis juga disebabkan oleh infeksi dan penyakit okular lain.

III.KLASIFIKASI

Uveitis dapat diklasifikasikan dengan bermacam cara yang sering membingungkan.

Ada yang mengklasifikasikan uveitis berdasarkan lokasi atau posisi anatomis lesi yaitu

uveitis anterior, uveitis intermedia, uveitis posterior dan panuveitis atau uveitis difus. Ada

juga yang membagi berdasarkan derajat keparahan menjadi uveitis akut, uveitis subakut,

uveitis kronik dan uveitis eksaserbasi. Pembagian lain uveitis berdasarkan patologinya yaitu

uveitis granulomatosa dan uveitis non-granulomatosa. Dan ada juga pembagian uveitis

berdasarkan demografi yang berdampingan dengan faktor terkait seperti jenis kelamin, ras,

usia, geografis, unilateral/bilateral dan lain-lain; serta pembagian uveitis berdasarkan

etiologinya.

1) Klasifikasi anatomis

a) Uveitis anterior

- Iritis : inflamasi yang dominan pada iris

- Iridosiklitis : inflamasi pada iris dan pars plicata

b) Uveitis intermediet : inflamasi dominan pada pars plana dan retina perifer

c) Uveitis posterior : inflamasi bagian uvea di belakang batas basis vitreus

d) Panuveitis : inflamasi pada seluruh uvea

2). Penyebab yang diketahui :

Bakteri : tuberkulosis , sifilis

Virus : herpes simplek, herpes zoster, citomegalovirus

Jamur : candida

Parasit : toksoplasma, toksokara

Page 8: Presentasi Kasus Penyakit Mata

Imunologik : sindrom behcet, sindrom vogt-koyanagi-harada, oftalmia simpatika,

poliarteritis nodosa, granulomatosis wegener

Penyakit sistemik : penyakit kolagen, artritis reumatoid, multipel skerosis,

sarkoidosis, penyakit vaskular.

Neoplasmik : leukemia, melanoma maligna, reticullum cell sarcoma

3) Berdasarkan perjalanan penyakit:

a. Akut : serangan terjadi satu atau dua kali, dan penderita sembuh sempurna diluar

serangan tersebut.

b. Residif : serangan terjadi lebih dari dua kali disertai penyembuhan yang sempurna di

antara serangan-serangan tersebut.

c. Kronis : serangan terjadi berulang kali tanpa pernah sembuh sempurna di antaranya.

4) Berdasarkan kelainan patologis

a. Uveitis Non-Granulomatosa

Umumnya tidak dapat ditemukan organisme patogen dan karena berespon baik

terhadap terapi kortokosteroid diduga peradangan ini semacam fenomena

hipersensitivitas. Uveitis ini timbul terutama dibagian anterior traktus yakni iris dan

korpus siliaris. Terdapat reaksi radang dengan terlihatnya infiltrasi sel-sel limfosit dan

sel plasma dalam jumlah cukup banyak dan sedikit sel mononuclear. Pada kasus berat

dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion didalam kamera okuli anterior.

b. Uveitis Granulomatosa

Umumnya mengikuti invasi mikroba aktif ke jaringan oleh organisme penyebab

(misal Mycobacterium tuberculosis atau Toxoplasma gondii). Meskipun begitu

patogen ini jarang ditemukan dan diagnosis etiologi pasti jarang ditegakkan. Uveitis

granulomatosa dapat mengenai sembarang traktus uvealis namun lebih sering pada

uvea posterior. Terdapat kelompok nodular sel-sel epithelial dan sel-sel raksasa yang

dikelilingi limfosit di daerah yang terkena. Deposit radang pada permukaan posterior

kornea terutama terdiri atas makrofag dan sel epiteloid. Diagnosis etiologi spesifik

dapat ditegakkan secara histologik pada mata yang dikeluarkan dengan menemukan

kista toxoplasma, basil tahan asam tuberculosis, spirocheta pada sifilis, tampilan

granuloma khas pada sarcoidosis atau oftalmia simpatika dan beberapa penyebab

spesifik lainnya.

5) Berdasarkan kelainan patologis

a. Uveitis Non-Granulomatosa

Page 9: Presentasi Kasus Penyakit Mata

Umumnya tidak dapat ditemukan organisme patogen dan karena berespon baik

terhadap terapi kortokosteroid diduga peradangan ini semacam fenomena

hipersensitivitas. Uveitis ini timbul terutama dibagian anterior traktus yakni iris dan

korpus siliaris. Terdapat reaksi radang dengan terlihatnya infiltrasi sel-sel limfosit dan

sel plasma dalam jumlah cukup banyak dan sedikit sel mononuclear. Pada kasus berat

dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion didalam kamera okuli anterior.

b. Uveitis Granulomatosa

Umumnya mengikuti invasi mikroba aktif ke jaringan oleh organisme penyebab

(misal Mycobacterium tuberculosis atau Toxoplasma gondii). Meskipun begitu

patogen ini jarang ditemukan dan diagnosis etiologi pasti jarang ditegakkan. Uveitis

granulomatosa dapat mengenai sembarang traktus uvealis namun lebih sering pada

uvea posterior. Terdapat kelompok nodular sel-sel epithelial dan sel-sel raksasa yang

dikelilingi limfosit di daerah yang terkena. Deposit radang pada permukaan posterior

kornea terutama terdiri atas makrofag dan sel epiteloid. Diagnosis etiologi spesifik

dapat ditegakkan secara histologik pada mata yang dikeluarkan dengan menemukan

kista toxoplasma, basil tahan asam tuberculosis, spirocheta pada sifilis, tampilan

granuloma khas pada sarcoidosis atau oftalmia simpatika dan beberapa penyebab

spesifik lainnya.

IV. DIAGNOSIS

A. Gambaran Klinis Subjektif

1) Nyeri :

•Uveitis anterior akut

Nyeri disebabkan oleh iritasi saraf siliar bila melihat cahaya dan penekanan saraf siliar

bila melihat dekat. Sifat nyeri menetap atau hilang timbul. Lokalisasi nyeri bola mata,

daerah orbita dan kraniofasial. Nyeri ini disebut juga nyeri trigeminal. Intensitas nyeri

tergantung hiperemi iridosiliar dan peradangan uvea serta ambang nyeri pada penderita,

sehingga sulit menentukan derajat nyeri.

2) Fotofobia dan lakrimasi

•Uveitis anterior akut dan subakut

Fotofobia disebabkan spasmus siliar dan kelainan kornea bukan karena sensitif terhadap

cahaya. Lakrimasi disebabkan oleh iritasi saraf pada kornea dan siliar, jadi

berhubungan erat dengan fotofobia.

• Uveitis anterior kronik

Gejala subjektif ini hampir tidak ada atau ringan.

Page 10: Presentasi Kasus Penyakit Mata

3) Kabur

Derajat kekaburan bervariasi mulai dari ringan sedang, berat atau hilang timbul,

tergantung penyebab.

• Uveitis anterior akut

Disebabkan oleh pengendapan fibrin, edema kornea, kekeruhan akuos dan badan kaca

depan karena eksudasi sel radang dan fibrin.

• Uveitis anterior residif atau kronik

Disebabkan oleh kekeruhan lensa, badan kaca, dan kelainan kornea seperti edema,

lipatan Descemet, vesikel epitel dan keratopati.

B. Gambaran Klinis Objektif

1) Hiperemi

• Uveitis anterior akut

Merupakan tanda patognomonik dan gejala dini. Bila hebat hiperemi dapat meluas

sampai pembuluh darah konjungtiva.

• Uveitis anterior hiperakut

Selain dari hiperemi dapat disertai gambaran skleritis dan keratitis marginalis. Hiperemi

sekitar kornea disebabkan oleh peradangan pada pembuluh darah siliar depan dengan

refleks aksonal dapat difusi ke pembuluh darah badan siliar.

2) Keratik presipitat

Terjadi karena pengendapan agregasi sel radang dalam bilik mata depan pada endotel

kornea akibat aliran konveksi akuwos humor, gaya berat dan perbedaan potensial listrik

endotel kornea.

3) Bilik mata

Kekeruhan dalam bilik depan mata dapat disebabkan oleh meningkatnya kadar protein,

sel, dan fibrin.

Sel radang berasal dari iris dan badan siliar. Jenis sel :

limfosit dan sel plasma bulat, mengkilap putih keabuan

makrofag lebih besar, wama tergantung bahan yang difagositosis

sel darah berwarna merah

pigmen kecil dan coklat

Fibrin

Page 11: Presentasi Kasus Penyakit Mata

Dalam humor akuos berupa gelatin dengan sel, berbentuk benang atau bercabang,

wama kuning muda, jarang mengendap pada kornea.

Hipopion

Merupakan pengendapan sel radang pada sudut bilik mata depan bawah. Pengendapan

terjadi bila derajat sel dalam bilik depan lebih dari 4+.

Hipopion dapat ditemui pada uveitis anterior hiperakut dengan sebutan sel lekosit

berinti banyak, biasanya karena rematik, juga pada penyakit Behcet, dan

fakoanafilaktik.

4) Iris

Hiperemi iris

Merupakan gejala bendungan pada pembuluh darah iris. Gambaran bendungan dan

pelebaran pembuluh darah iris kadang- kadang tidak terlihat karena ditutupi oleh

eksudasi sel.

Sinekia iris

Merupakan perlengkatan iris dengan struktur yang berdekatan pada uveitis anterior

karena eksudasi fibrin dan pigmen, kemudian mengalami proses organisasi sel radang

dan fibrosis iris.

Sinekia posterior

Merupakan perlengketan iris dengan kapsul depan lensa.

• Uveitis anterior akut: belum terjadi proses organisasi, sehingga sinekia

posterior lebih mudah lepas dengan midriatika, dengan meninggalkan jejak

pigmen sedikit banyak pada kapsul depan lensa.

• Uveitis anterior kronik: di mana sinekia posterior dibentuk oleh jaringan

fibrotik keabuan tanpa distorsi pupil tetapi dengan perubahan pinggir pupil.

Sinekia anterior

Perlengketan iris dengan sudut irido-kornea, jelas terlihat dengan gonioskopi.

Sinekia anterior timbul karena pada permulaan blok pupil schingga akar iris maju

ke depan menghalangi pengeluaran akuos, edema dan pembengkakan pada dasar

iris, sehingga setelah terjadi organisasi dan eksudasi pada sudut iridokornea

menarik iris ke arah sudut. Sinekia anterior bukan merupakan gambaran dini dan

Page 12: Presentasi Kasus Penyakit Mata

determinan uveitis anterior, tetapi merupakan penyulit peradangan kronik dalam

bilik depan mata.

5) Perubahan pada lensa

Dikenal 3 bentuk perubahan pada lensa akibat uveitis anterior, yaitu: pengendapan sel

radang, pigmen dan kekeruhan lensa.

Pengendapan set radang

Akibat eksudasi ke dalam akuos di atas kapsul lensa terjadi pengendapan pada kapsul

lensa. Pada pemeriksaan lampu celah ditemui kekeruhan kecil putih keabuan, bulat,

menimbul, tersendirimatau berkelompok pada permukaan lensa.

Pengendapan pigmen

Bila terdapat kelompok pigmen yang besar pada permukaan kapsul depan lensa,

menunjukkan bekas sinekia posterior yang telah lepas. Sinekia posterior yang

meny,erupai lubang pupil disebut cincin dari Vossius.

Perubahan kejernihan lensa

Kekeruhan lensa disebabkan oleh toksik metabolik akibat peradangan uvea dan proses

degenerasi-proliferatif karena pembentukan sinekia posterior. Luas kekeruhan

tergantung padamtingkat perlengketan lensa-iris, hebat dan lamanya penyakit. Akibat

perlengketan iris terjadi pencairan serat.

6) Perubahan tekanan bola mata

Tekanan bola mata pada uveitis anterior dapat rendah (hipotoni), normal atau meningkat

(hipertoni).

Hipotoni

• Uveitis anterior akut

Hipotoni timbul karena sekresi badan siliar berkurang karena peradangan.

• Uveitis anterior kronik

Hipotoni menetap karena perubahan badan siliar dan dapat mengakibatkan atrofi

bola mata.

Normotensi

Menunjukkan berkurangnya peradangan dan perbaikan bilik depan mata.

Hipertoni

Page 13: Presentasi Kasus Penyakit Mata

Hipertoni dini ditemui pada uveitis hipertensif akibat blok pupil dan sudut irido-

kornea oleh sel radang dan fibrin yang menyumbat saluran Schlemm dan trabekula.

V. TATALAKSANA

Terapi uveitis anterior bertujuan untuk mengatasi inflamasi dan nyeri, mencegah penyulit

yang dapat membahayakan pengelihatan, dan mengobati penyakit yang melatarbelakanginya.

Steroid dan midriatikum merupakan pilihan utama dan diberikan dalam bentuk tetes mata.

Steroid yang digunakan adalah golongan steroid kuat seperti deksametason, betametason, dan

prednisolon. Komplikasi pemakaian steroid adalah glaukoma, posterior subcapsular

cataract, komplikasi kornea, dan efek samping sistemik.

Mendilatasikan pupil dapat menghilangkan nyeri akibat spasme siliar dan mengatasi serta

mencegah sinekia posterior dengan memisahkannya dari kapsul anterior lensa. Dilatasi dapat

dicapai dengan midriatikum, misalnya tetes mata siklopentonat atau atropin. Penyuntikan

midriatikum subkonjungtiva membantu melepaskan sinekia yang resisten terhadap

midriatikum tetes mata.

Pengobatan spesifik diperlukan jika kuman penyebab diketahui. Uveitis yang

penyebabnya autoimun perlu diberikan kortikosteroid sistemik disamping obat tetes mata

steroid dan midriatikum.

VI. KOMPLIKASI

Komplikasi terpeting yaitu terjadinya peningkatan tekanan intraokuler (TIO) akut

yang terjadi sekunder akibat blok pupil (sinekia posterior), inflamasi, atau penggunaan

kortikosteroid topikal. Sinekia posterior yang meluas dapat menyebabkan glaukoma sekunder

sudut tertutup dengan terbentuknya oklusi pupil dan penempelan iris ke depan (iris bombe)

serta terjadinya trabekulitis. Glaukoma sekunder juga sering terjadi pada uveitis akibat

tertutupnya trabekulum oleh sel radang atau sisa sel radang. Peningkatan tekanan intraokuler

dapat menyebabkan atrofi nervus optikus dan kehilangan pengelihatan permanen.

Terjadinya inflamasi di bilik mata depan dan belakang menyebabkan terjadinya

penebalan dan opasifikasi lensa, menyebabkan kelainan refraksi minimal yang biasanya

mengarah ke myopia dan dapat berkembang menjadi katarak. Komplikasi lain dapat berupa

corneal band-shape keratopathy, pengerutan permukaan makula, edema diskus optikus dan

makula, edema kornea, dan retinal detachment.

Page 14: Presentasi Kasus Penyakit Mata

Daftar Pustaka

Al-Fawaz A, Roy H. Uveitis, Anterior, Nongranulomatous. Medscape Emedicine [serial on

the internet]. 2010 Feb 24

Ardy H. Diagnostik Uveitis Anterior. Cermin dunia kedokteran 2003;87:47-54.

BJO BMJ [serial on the internet]. 2008 Apr 12 [cited 2011 May 28]. Available from:

bjo.bmj.com/content/94/3/336.full.html

Eva PR, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th. Jakarta: EGC.

2010. 150-4.

Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008. 172-4.

James B, Chew C, Bron A. Lecture Notes Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta: Erlangga. 2005. 85-

94.

Scuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Intraocular inflammation and uveitis. American Academy of

Ophtalmology. 2009. LEO: San Fransisco. 101-13.

Suhardjo, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata FK UGM.

2007. 63-9.

Uveitis Org. [serial on the internet]. 2009 Mar 18 [cited 2011 May 28]. Available from:

http://www.uveitis.org/patient/glossary/t_z.html

Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya

Medika. 2000. 155-60.