Upload
ibiks
View
77
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
presentasi kasus paru tentang penyakit paru obstruktif kronik (ppok), berisis tentang status pasien, anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosis, terapi, prognosis. tinjauan pustaka, pembahasan, kesimpulan, daftar pustaka docx
Citation preview
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. W
Tempat/Tanggal Lahir : 31 Desember 1962
Umur : 50 tahun
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Karangklesem, Purwokerto Selatan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Status : Kawin anak 4
No. CM : 250074
Tanggal Masuk : 30 September 2013
B. ANAMNESIS
Autoanamnesis oleh pasien pada tanggal 30 September 2013, pukul 13.00
Keluhan Utama : Sesak napas
Keluhan Tambahan : Dada terasa sakit disertai batuk
C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke IGD RSWK dengan keluhan napas terasa sesak sejak 1 jam
sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas dirasakan tiba – tiba dan dada dirasakan sakit.
Sakit pada dada tidak dirasakan menjalar kebagian tubuh lain. Keluhan seperti ini belum
pernah dirasakan sebelumnya. Pasien juga batuk berdahak sejak 2 bulan yang lalu.
Dahaknya berwarna putih, jumlahnya cukup banyak, dan tidak pernah mengandung darah.
Awalnya pasien batuk hanya di pagi hari yang dianggapnya karena ia merokok, akan tetapi
batuk semakin lama semakin sering, terutama jika ia merokok dan berkurang jika pasien
minum obat batuk. Batuk pasien tidak dipengaruhi oleh cuaca dingin. Pasien juga tidak
mengalami demam, keringat malam, nafsu makan menurun ataupun penurunan berat badan.
3
Pasien mengaku merokok sebanyak dua setengah bungkus sehari sejak ia berusia 7
tahun. Pasien mengaku tidur dengan satu bantal, dan tidak pernah tiba-tiba terbangun pada
malam hari karena sesak.
D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat Penyakit paru : Disangkal
Riwayat Darah Tinggi : Disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus : Disangkal
Riwayat Asma : Disangkal
Riwayat Alergi Obat : Disangkal
E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Pada keluarga tidak di dapatkan keluhan yang sama seperti pasien.
Riwayat Penyakit paru : Disangkal
Riwayat Darah Tinggi : Disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus : Disangkal
Riwayat Asma : Disangkal
Riwayat Alergi Obat : Disangkal
F. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata pada tanggal 30 September 2013 pukul 13.00 WIB
1. Keadaan Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital :- Tekanan Darah : 140/100 mmHg
- Nadi : 100x/menit, regular, isi dan tegangan
cukup
- Pernapasan : 26x/menit
- Suhu : 36,5 0C
4
2. Kepala
Bentuk Kepala : Simetris, rambut hitam, dan tidak mudah dicabut.
Mata : Mata tidak cekung, pupil bulat isokor (+/+), refleks cahaya langsung
(+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
Hidung : Simetris, tidak ada deviasi septum, tidak ada deformitas, tidak ada
tanda-tanda peradangan, tidak ada sekret, tidak ada napas cuping
hidung.
Telinga : Telinga kanan dan kiri simetris, bentuk normal, ukuran normal,
tidak ada tanda-tanda peradangan, tidak ada sekret, tidak ada
benjolan, dan tidak ada nyeri tekan.
Mulut : Bibir lembab, tidak sianosis, lidah tidak kotor, mukosa mulut
basah, tidak ada perdarahan gusi, pallatum mole tidak ikterik.
3. Leher
Inspeksi : Tidak terlihat benjolan atau massa
Palpasi : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar, tekanan vena jugular
tidak meningkat.
4. Aksilla : Kelenjar getah bening aksilla tidak teraba membesar.
5. Thoraks
Inspeksi Umum : Kulit tidak ikterik dan tidak ada jejas.
Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris, tidak tampak jejas, tidak tampak
massa, tidak tampak retraksi, pergerakan napas tidak ada yang
tertinggal.
Palpasi : Tidak teraba massa, vokal fremitus kanan = kiri, dan tidak ada
nyeri tekan.
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : Suara napas dasar vesikular melemah, Ronkhi (+/+), Wheezing (-/-).
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas atas : ICS III linea sternalis sinistra
5
Batas kiri : ICS V linea midclavikularis sinistra
Batas kanan atas : ICS III linea sternalis dextra
Auskultasi : BJI-II regular, murmur (-), gallop (-).
6. Abdomen
Inspeksi : Cembung, tidak ada jejas, tidak ada spider naevi, ikterik (-).
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Perut supel, hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri tekan (-),
ginjal tidak teraba.
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen.
7. Ekstremitas
Superior
Dextra : edema (-), sianosis (-), eritema palmaris (-)
Sinistra : edema (-), sianosis (-), eritema palmaris (-)
Inferior
Dextra : edema pretibial dan dorsum pedis (-), sianosis (-)
Sinistra : edema pretibial dan dorsum pedis (-), sianosis (-)
G. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 30 2013
o Hematologi
Hemoglobin : 15,8 g/dl Normal : 14-18 g/dl
Leukosit : 15300/µL Normal : 4800-10800/µL
Hematokrit : 48,9 % Normal : 40-54 %
Trombosit : 301.000/µL Normal : 150.000-400.000/µL
o Kimia Klinik
Glukosa sewaktu : 122 mg/dl Normal ≤ 200 mg/dl
Protein total : 7,7 gr/dl
Albumin : 4,1 gr/dl
Globulin : 3,6 gr/dl
SGOT : 37 UI/L Normal <37 UI/L
SGPT : 37 UI/L Normal <41 UI/L
6
Kolesterol Total : 237
Trigliserid : 282
Ureum : 16 mg/dl Normal : 10-50 mg/dl
Kreatinin : 0,74 mg/dl Normal : 0,9-1,3 mg/dl
H. Foto Rontgen
Thoraks tenang, cord an pulmo dbn
I. RESUME
Pasien datang ke IGD RSWK dengan keluhan sesak napas sejak 1 jam SMRS. Sesak
naps irasakan tiba- tiba dan juga dirasakan nyeri dada. Pasien juga mengeluhkan batuk
berdahak berwarna putih, jumlahnya cukup banyak, dan tidak pernah mengandung darah.
Awalnya pasien batuk hanya di pagi hari yang dianggapnya karena ia merokok, akan tetapi
batuk semakin lama semakin sering dan semakin parah, terutama jika ia merokok dan
berkurang jika pasien minum obat batuk. Pasien mengaku merokok sebanyak dua setengah
bungkus rokok sehari sejak ia berusia 7 tahun. Pada pemeriksaan fisik tanda-tanda vital RR :
26x/menit, S: 36,5°C dan pemeriksaan paru didapatkan suara napas vesikuler melemah,
Rhonki (+/+), wheezing (-/-), pemeriksaan lain tidak ada kelainan.
J. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan sputum BTA, foto thoraks, Spirometri
7
K. DIAGNOSIS KERJA
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
L. DIAGNOSIS BANDING
Asma Bronkiale, Tb Paru
M. TERAPI
1. Farmakologi
O2 2L/menit
IVFD RL20 tpm
Injeksi Ceftrimax 2 x 1
Injeksi Dexamethasone 1 x 1
Injeksi Ranitidin 2 x 1
Simvastatin 1x1
Digoxin 2x1
N. PROGNOSIS
Qua ad vitam : dubia ad malam
Qua ad Functionam : dubia ad malam
Qua ad Sanactionam : dubia ad malam
O. EDUKASI
Pemberian informasi tentang penyakit PPOK
Memberitahu untuk berhenti merokok
8
P. FOLLOW UP
Tanggal 30 September 2013
S O A P
Sesak (+)Dada sakit (+)Batuk berdahak
KU/KES: Tampak sakit sedang,CMN: 100x/menitTD: 14/100 mmHgRR: 26x/menitS: 36,50C Kepala :
-Mata : ca -/- si-/--THT : DBN
Leher : dbn Thorax :
I : tampak simetris saat statis dan sinamisP : vokal fremitus kanan =kiriP : sonor diseluruh lapang paruA : cor : BJI-II regular; pulmo : Suara napas vesikuler melemah, Ronkhi (+/+), Wheezing (-/-).
Abdomen : datar, supel, NT (-) BU (+)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik. Edema dan Sianosis (-)
PPOK IVFD RL Inj. Ceftrimax 2x 1 Inj. Radin 2 x 1 Inj. Dexamethasone 2x 1 Simavastatin 1x1 Digoxin 2x1
Tanggal 1 Oktober 2013
S O A P
Batuk berdahakSesak (-)Dada sakit (-)
KU/KES: Tampak sakit sedang,CMN: 82x/menitTD: 120/90 mmHgRR: 24x/menitS: 36,50C Kepala : dbn Leher : dbn Thorax :
I : tampak simetris saat statis
PPOK IVFD RL Inj. Ceftrimax 2x 1 Inj. Radin 2 x 1 Inj. Dexamethasone 2x 1 Simavastatin 1x1 Digoxin 2x1
9
dan sinamisP : vokalfremitus kanan =kiriP : sonor seluruh lapang paruA : cor : dbn, pulmo : Suara napas dasar vesikular melemah, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen : dbn Ekstremitas : dbn
Tanggal 2 Oktober 2013
S O A P
Tidak ada keluhanKU/KES: Tampak sakit ringan,CMN: 84x/menit TD: 120/80 mmHgRR: 20x/menit S: 360C Kepala : dbn Leher : dbn Thorax :
I : tampak simetris saat statis dan sinamisP : vokal fremitus kanan= kiriP : A : cor : dbn, pulmo : Suara napas vesikular, ST -/-Abdomen : dbn
Ekstremitas : dbn
PPOK IVFD RL Inj. Ceftrimax 2x 1 Inj. Radin 2 x 1 Inj. Dexamethasone 2x 1 Simavastatin 1x1 Digoxin 2x1
Pasien dipulangkan dan dieduksi kontrol rawat jalan ke poli paru serta menjalani kontrol rutin.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Penyakit paru obstruksi kronik adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan
hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible. Hambatan aliran
udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap
partikel atau gas yang beracun/berbahaya. Pasien PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi
akut bila kondisi pasien mengalami perburukan yang bersifat akut dari kondisi sebelumnya
yang stabil dan dengan variasi gejala harian normal sehingga pasien memerlukan
perubahan pengobatan yang sudah biasa digunakan.
PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis
kronik adalah kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3
bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan
penyakit lainnya. Emfisema adalah suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh
pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.
Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan
tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan
napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.
II.2 Prevalensi
Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada Survai
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan emfisema
menduduki peringkat ke - 5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab
kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma,
bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 6 dari 10 penyebab tersering
kematian di Indonesia.
11
II.3 Etiologi
1. Asap rokok
Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata
batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
- Ringan : 0-200
- Sedang : 200-600
- Berat : >600
2. Polusi udara
Polusi di dalam ruangan
o Asap rokok
o Asap kompor
Polusi di luar ruangan
o Gas buang kendaraan bermotor
o Debu jalanan
Polusi tempat kerja (bahan kimia,zat iritasi,gas beracun)
3 Hipereaktiviti bronkus
4 Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
5 Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia
II.4 Patogenesis
Peradangan merupakan elemen kunci terhadap patogenesis PPOK. Inhalasi asap
rokok atau gas berbahaya lainnya mengaktifasi makrofag dan sel epitel untuk melepaskan
faktor kemotaktik yang merekrut lebih banyak makrofag dan neutrofil. Kemudian,
makrofag dan neutrofil ini melepaskan protease yang merusak elemen struktur pada paru-
paru. Protease sebenarnya dapat diatasi dengan antiprotease endogen namun tidak
berimbangnya antiprotease terhadap dominasi aktivitas protease yang pada akhirnya akan
menjadi predisposisi terhadap perkembangan PPOK. Pembentukan spesies oksigen yang
sangat reaktif seperti superoxide, radikal bebas hydroxyl dan hydrogen peroxide telah
diidentifikasi sebagai faktor yang berkontribusi terhadap patogenesis karena substansi ini
dapat meningkatkan penghancuran antiprotease.
12
Inflamasi kronis mengakibatkan metaplasia pada dinding epitel bronchial,
hipersekresi mukosa, peningkatan massa otot halus, dan fibrosis. Terdapat pula disfungsi
silier pada epitel, menyebabkan terganggunya klirens produksi mucus yang berlebihan.
Secara klinis, proses inilah yang bermanifestasi sebagai bronchitis kronis, ditandai oleh
batuk produktif kronis. Pada parenkim paru, penghancuran elemen structural yang
dimediasi protease menyebabkan emfisema. Kerusakan sekat alveolar menyebabkan
berkurangnya elastisitas recoil pada paru dan kegagalan dinamika saluran udara akibat
rusaknya sokongan pada saluran udara kecil non-kartilago. Keseluruhan proses ini
mengakibatkan obstruksi paten pada saluran napas dan timbulnya gejala patofisiologis
lainnya yang karakteristik untuk PPOK.
Obstruksi saluran udara menghasilkan alveoli yang tidak terventilasi atau kurang
terventilasi; perfusi berkelanjutan pada alveoli ini akan menyebabkan hypoxemia (PaO2
rendah) oleh ketidakcocokan antara ventilasi dan aliran darah (V/Q tidak sesuai). Ventilasi
dari alveoli yang tidak berperfusi atau kurang berperfusi meningkatkan ruang buntu (Vd),
menyebabkan pembuangan CO2 yang tidak efisien. Hiperventilasi biasanya akan terjadi
untuk mengkompensasi keadaan ini, yang kemudian akan meningkatkan kerja yang
dibutuhkan untuk mengatasi resistensi saluran napas yang telah meningkat, pada akhirnya
proses ini gagal, dan terjadilah retensi CO2 (hiperkapnia) pada beberapa pasien dengan
PPOK berat.
13
II.5 Manifestasi klinis Gejala cardinal dari PPOK adalah batuk dan ekspektorasi, dimana cenderung
meningkat dan maksimal pada pagi hari dan menandakan adanya pengumpulan sekresi
semalam sebelumnya. Batuk produktif, pada awalnya intermitten, dan kemudian terjadi
hampir tiap hari seiring waktu. Sputum berwarna bening dan mukoid, namun dapat pula
menjadi tebal, kuning, bahkan kadang ditemukan darah selama terjadinya infeksi bakteri
respiratorik. Sesak napas setelah beraktivitas berat terjadi seiring dengan berkembangnya
penyakit. Pada keadaan yang berat, sesak napas bahkan terjadi dengan aktivitas minimal
dan bahkan pada saat istirahat akibat semakin memburuknya abnormalitas pertukaran
udara. Pada penyakit yang moderat hingga berat , pemeriksaan fisik dapat memperlihatkan
penurunan suara napas, ekspirasi yang memanjang, rhonchi, dan hiperresonansi pada
perkusi. Karena penyakit yang berat kadang berkomplikasi menjadi hipertensi pulmoner
dan cor pulmonale, tanda gagal jantung kanan (termasuk distensi vena sentralis,
hepatomegali, dan edema tungkai) dapat pula ditemukan. Clubbing pada jari bukan ciri
khas PPOK dan ketika ditemukan, kecurigaan diarahkan pada ganguan lainnya, terutama
karsinoma bronkogenik.
II.6 Klasifikasi PPOK
Lama
(Gold 2001)
Baru
(Gold 2003)
Derajat Derajat Klinis Faal paru
Derajat 0 : beresiko Derajat 0 : beresiko Gejala klinik
(batuk,produksi
Normal
14
sputum).
Derajat I : PPOK
Ringan
Derajat I : PPOK
Ringan
Dengan atau tanpa
gejala klinis (batuk
produksi sputum).
VEP1/KVP <70%
VEP1 > 80%
prediksi
Derajat IIA : PPOK
Sedang
Derajat II : PPOK
Sedang
Dengan atau tanpa
gejala klinis
( batuk,produksi
sputum) gejala
bertambah sehingga
menjadi sesak.
VEP1/KVP <70%
50%<VEP1<80%
prediksi
Derajat IIB : PPOK
Sedang
Derajat III : PPOK
Berat
Dengan atau tanpa
gejala klinis
( batuk,produksi
sputum) gejala
bertambah sehingga
menjadi sesak.
VEP1/KVP <70%
30% < VEP1<50%
prediksi
Derajat III : PPOK
Berat
Derajat IV : PPOK
Sangat Berat
Gejala di atas
ditambah tanda-tanda
gagal nafas atau gagal
jantung kanan
VEP1/KVP < 70%
VEP1<30% prediksi
VEP1 = Volume Ekspirasi Paksa Detik 1
KVP = Kapasitas Vital Paksa
II.7 Diagnosis
Penderita COPD akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batuk-batuk
kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan COPD ringan dapat tanpa
keluhan atau gejala. Dapat ditegakkan dengan cara :
1. Anamnesis
15
Anamnesis riwayat paparan dengan faktor resiko, riwayat penyakit sebelumnya,
riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan di RS sebelumnya,
komorbiditas, dampak penyakit terhadap aktivitas, dll.
2.Pemeriksaan Fisik, dijumpai adanya :
o Pernapasan pursed lips
o Takipnea
o Dada emfisematous atu barrel chest
o Tampilan fisik pink puffer atau blue bloater
o Pelebaran sela iga
o Hipertropi otot bantu nafas
o Bunyi nafas vesikuler melemah
o Ekspirasi memanjang
o Ronki kering atau wheezing
o Bunyi jantung jauh
3.Pemeriksaan Foto Toraks, curiga PPOK bila dijumpai kelainan:
o Hiperinflasi
o Hiperlusen
o Diafragma mendatar
o Corakan bronkovaskuler meningkat
o Bulla
o Jantung pendulum
4.Uji Spirometri, yang merupakan diagnosis pasti, dijumpai :
o VEP1 < KVP < 70%
o Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan) : VEP1 paska bronkodilator < 80%
prediksi
16
II.8. Diagnosa Banding
1. Asma Bronkial
2. Gagal jantung kongestif
3. Bronkiektasis
4. Tuberkulosis
5. SOPT
II.9 Pemeriksaan Penunjang
1. Tes fungsi paru
2. Pemeriksaan analisis gas darah
o PaO2 < 8,0 kPa (60 mmHg) dan atau SaO2 < 90 % dengan atau tanpa PaCO2 > 6,7 kPa
( 50 mmHg),saat bernapas dalam udara ruangan,mengindikasikan adanya gagal nafas
o PaO2 < 6,7 kPa (50 mmHg),PaCO2 > 9,3 kPa (70 mmHg) dan Ph < 7,30,memberi
kesan episode yang mengancam jiwa dan perlu dilakukan monitor ketat serta
penanganan intensif.
3. Foto toraks
17
Foto Thorax (CXR/chest X-Ray) pada emfisema terlihat gambaran : hiperinflasi,
hiperlusen, ruang retrosternal melebar, diafragma mendatar, jantung menggantung (jantung
pendulum / tear drop / eye drop appearance). Pada bronkitis kronik :normal, corakan
bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus.
Terdapat juga gambaran bullous pada proyeksi frontal, dan peningkatan ruang udara
interkostal pada proyeksi lateral. Akan tetapi, foto thorax dapat normal pada stadium awal
penyakit ini dan bukan tes yang sensitive untuk diagnosis PPOK. Perubahan emfisematosa
lebih mudah terlihat pada CT-Scan thorax namun pemeriksaan ini tidak cost-effective atau
modalitas yang direkomendasikan untuk skrining PPOK.
4. Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan EKG dapat membantu penegakkan diagnosis hipertrofi ventrikel
kanan,aritmia,dan iskemia.
II.10 PenatalaksanaanAdapun tujuan dari penatalaksanaan COPD ini adalah :
Mencegah progesifitas penyakit
Mengurangi gejala
Meningkatkan toleransi latihan
Mencegah dan mengobati komplikasi
Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang
Mencegah atau meminimalkan efek samping obat
Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
Meningkatkan kualitas hidup penderita
Menurunkan angka kematian
Program berhenti merokok sebaiknya dimasukkan sebagai salah satu tujuan selama
tatalaksana COPD.Tujuan tersebut dapat dicapai melalui 4 komponen program tatalaksana,
yaitu :
1. Evaluasi dan monitor penyakit
18
o PPOK merupakan penyakit yang progresif, artinya fungsi paru akan menurun
seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, monitor merupakan hal yang sangat
penting dalam penatalaksanaan penyakit ini. Monitor penting yang harus dilakukan
adalah gejala klinis dan fungsi paru.
o Riwayat penyakit yang rinci pada pasien yang dicurigai PPOK atau pasien yang
telah di diagnosis PPOK digunakan untuk evaluasi dan monitoring penyakit :
o Pajanan faktor resiko, jenis zat dan lamanya terpajan
o Riwayat timbulnya gejala atau penyakit
o Riwayat keluarga PPOK atau penyakit paru lain, misalnya asma, tb paru
o Riwayat eksaserbasi atau perawatan di rumah sakit akibat penyakit paru kronik
lainnya
o Penyakit komorbid yang ada, misal penyakit jantung, rematik, atau penyakit-
penyakit yang menyebabkan keterbattasan aktifitas
o Rencanakan pengobatan terkini yang sesuai dengan derajat PPOK
o Pengaruh penyakit terhadap kehidupan pasien seperti keterbatasan aktifitas,
kehilangan waktu kerja dan pengaruh ekonomi, perasaan depresi / cemas
o Kemungkinan untuk mengurangi faktor resiko terutama berhenti merokok
o Dukungan dari keluarga
2. Menurunkan faktor resikoBerhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif dalam
mengurangi resiko berkembangnya PPOK dan memperlambat progresifitas penyakit.
Strategi untuk membantu pasien berhenti merokok – 5 A :
1. Ask (Tanyakan)
Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi semua perokok pada setiap kunjungan
2. Advise (Nasehati)
Memberikan dorongan kuat untuk semua perokok untuk berhenti merokok
3. Assess (Nilai)
Memberikan penilaian untuk usaha berhenti merokok
4. Assist (Bantu)
19
Membantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan konseling praktis,
merekomendasikan penggunaan farmakoterapi
5. Arrange (Atur)
Jadwal kontak lebih lanjut
Tatalaksana PPOK stabiL:
Terapi Farmakologis
a. Bronkodilator
Secara inhalasi (MDI), kecuali preparat tak tersedia / tak terjangkau
Rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan (gejala intermitten)
3 golongan :
1. Agonis -2: fenopterol, salbutamol, albuterol, terbutalin, formoterol, salmeterol
2. Antikolinergik: ipratropium bromid, oksitroprium bromide
3. Metilxantin: teofilin lepas lambat, bila kombinasi -2 dan steroid belum
memuaskan
20
Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada meningkatkan dosis bronkodilator
monoterapi
b. Steroid
PPOK yang menunjukkan respon pada uji steroid
PPOK dengan VEP1 < 50% prediksi (derajat III dan IV)
Eksaserbasi akut
c. Obat-obat tambahan lain :
1. Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) :ambroksol, karbosistein, gliserol iodida
2. Antioksidan : N-Asetil-sistein
3. Imunoregulator (imunostimulator, imunomodulator): tidak rutin
4. Antitusif : tidak rutin
5. Vaksinasi : influenza, pneumokokus
Terapi Non-Farmakologis
a. Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan pernapasan, rehabilitasi
psikososial
b. Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOK derajat IV, AGD=
PaO2 < 55 mmHg, atau SO2 < 88% dengan atau tanpa hiperkapnia dan PaO2 55-60
mmHg, atau SaO2 < 88% disertai hipertensi pulmonal, edema perifer karena gagal
jantung, polisitemia.
Pada pasien PPOK, harus di ingat, bahwa pemberian oksigen harus dipantau secara
ketat. Oleh karena, pada pasien PPOK terjadi hiperkapnia kronik yang menyebabkan
adaptasi kemoreseptor-kemoreseptor central yang dalam keadaan normal berespons
terhadap karbon dioksida. Maka yang menyebabkan pasien terus bernapas adalah
rendahnya konsentrasi oksigen di dalam darah arteri yang terus merangsang
kemoreseptor-kemoreseptor perifer yang relatif kurang peka. Kemoreseptor perifer
ini hanya aktif melepaskan muatan apabila PO2 lebih dari 50 mmHg, maka dorongan
untuk bernapas yang tersisa ini akan hilang. Pengidap PPOK biasanya memiliki
21
kadar oksigen yang sangat rendah dan tidak dapat diberi terapi dengan oksigen
tinggi. Hal ini sangat mempengaruhi koalitas hidup. Ventimask adalah cara paling
efektif untuk memberikan oksigen pada pasien PPOK.
c. Nutrisi
d. Pembedahan: PPOK berat, (bila memperbaiki fungsi paru atau gerakan mekanik paru)
Penatalaksanaan menurut derajat PPOK
DERAJAT
KARAKTERISTIK
REKOMENDASI PENGOBATAN
Semua derajat
Hindari faktor pencetus Vaksinasi influenza
Derajat I (PPOK Ringan)
VEP1 / KVP < 70 %VEP1 80% Prediksi
a. Bronkodilator kerja singkat (SABA, antikolinergik kerja pendek) bila perlu
b. Pemberian antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan
Derajat II(PPOK sedang)
VEP1 / KVP < 70 %50% VEP1 80% Prediksi dengan atau tanpa gejala
1. Pengobatan reguler dengan bronkodilator:
a. Antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan
b. LABAc. Simptomatik
2. Rehabilitasi
Kortikosteroid inhalasi bila uji steroid positif
Derajat III(PPOK Berat)
VEP1 / KVP < 70%; 30% VEP1
50% prediksiDengan atau tanpa gejala
1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator:
a. Antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan
b. LABAc. Simptomatik
2. Rehabilitasi
Kortikosteroid inhalasi bila uji steroid positif atau eksaserbasi berulang
Derajat IV(PPOK sangat berat)
VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30% prediksi atau gagal nafas atau gagal jantung kanan
1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator:
a. Antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan
b. LABAc. Pengobatan komplikasid. Kortikosteroid inhalasi bila
22
memberikan respons klinis atau eksaserbasi berulang
1. Rehabilitasi2. Terapi oksigen jangka
panjang bila gagal nafas pertimbangkan terapi bedah
Tatalaksana PPOK eksaserbasi
Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rumah : bronkodilator seperti pada PPOK stabil,
dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral dapat diberikan selama 10-14 ahri. Bila infeksi:
diberikan antibiotika spektrum luas (termasuk S.pneumonie, H influenzae, M catarrhalis).
Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit:
o Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask
o Bronkodilator: inhalasi agonis 2 (dosis & frekwensi ditingkatkan) + antikolinergik.
Pada eksaserbasi akut berat: + aminofilin (0,5 mg/kgBB/jam)
o Steroid: prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari.
Steroid intravena: pada keadaan berat
Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenza, M catarrhalis.
Ventilasi mekanik pada: gagal akut atau kronik
Indikasi rawat inap :
o Eksaserbasi sedang dan berat
o Terdapat komplikasi
o Infeksi saluran napas berat
o Gagal napas akut pada gagal napas kronik
o Gagal jantung kanan
Indikasi rawat ICU :
Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang rawat.
Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan PaO2 > 50
mmHg memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non invasif)
23
Penatalaksanaan Menurut Derajat PPOK
Derajat Rekomendasi Pengobatan
Derajat I a. Bronkodilator kerja singkat (SABA,Antikolinergik kerja singkat)
bila perlu.
b. Pemberian antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan.
Derajat II 1. Pengobatan reguler dengan bronkodilator :
a. Anti kolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan.
b. LABA
c. Simtomatik
2. Rehabilitasi
Derajat III 1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator
a. Anti kolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan
b. LABA
c. Simtomatik
d. Kortikosteroid inhalasi bila memberikan respon klinis atau
eksaserbasi berulang.
2. Rehabilitasi
Derajat IV 1. pengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator:
a. anti kolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan
b. LABA
c. Pengobatan pada komplikasi
d. Kortikosteroid inhalasi bila memberikan respon klinis atau
eksaserbasi berulang
2. Rehabilitasi
3. Terapi oksigen jangka panjang bila gagal nafas
24
II.11 Prognosa
Dubia, tergantung dari stage / derajat, penyakit paru komorbid, penyakit komorbid lain.
II.12 Komplikasi
Gagal napas, kor pulmonal, septikemia
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien datang ke IGD RSWK dengan keluhan sesak napas dan nyeri dada yang tiba-
tiba sejak 1 jam SMRS. Sesak napas dapat disebabkan oeh kelainan yang ada di paru atau
dari jantung. Rasa sesak tidak dipengaruhi oleh udara dingin maupun emosi. Sesak yang
timbul bukan berasal dari faktor pencetus. Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak sejak 2
bulan yang lalu. Dahaknya berwarna putih, jumlahnya cukup banyak, dan tidak pernah
mengandung darah. Hal ini merupakan batuk kronis, penyakit yang dapat dicurigai adalah
penyakit PPOK atau TB paru. Awalnya pasien batuk hanya di pagi hari yang dianggapnya
karena ia merokok, akan tetapi batuk semakin lama semakin sering dan semakin parah,
terutama jika ia merokok dan berkurang jika pasien minum obat batuk. Batuk tidak
dipengaruhi oleh perubahan cuaca ataupun pekerjaan. Hal ini dapat terjadi pada PPOK atau
TB, pada Asma biasanya lebih dipengaruhi oleh faktor pencetus. Batuk pada pagi hari
dikarenakan penumpukan sputum pada malam hari yang tidak dapat dikeluarkan. Pasien
mengaku merokok sebanyak dua setengah bungkus rokok sehari sejak ia berusia 7 tahun,
kemudian bila dilihat dari usia pasien yang diatas 40 tahun serta jenis kelamin pasien laki-
laki merupakan faktor resiko utama terjadinya PPOK. Bila pada asma biasanya pada usia
muda, dan tidak selalu dipengarui oleh rokok. Gejala respiratorik berupa batuk >2 minggu,
sesak napas dan nyeri dada dapat mengarah pada TB paru. Tetapi selain gejala respiratorik,
gejala TB paru juga terdapat gejala sistemik berupa demam, malaise, keringat pada malam
hari tapi tidak terjadi pada pasien ini. Pasien mengaku tidur dengan satu bantal, dan tidak
pernah tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak. Menyingkirkan penyebab sesak
karena penyakit lain. Pada pemeriksaan fisik tanda-tanda vital RR : 26x/menit, dan
pemeriksaan paru didapatkan suara napas vesikuler melemah, Rhonki (+/+), pemeriksaan lain
tidak ada kelainan. RR meningkat sesuai dengan keluhan pasien yang disertai sesak napas.
25
Pada laboratorium, Hemoglobin: 15,8 g/dl, leukosit : 15.700/ul, kolesterol total : 237 mg/dl,
trigliserid : 282.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hariadi,Slamet,dkk.PPOK Pedoman Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia.2004.Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
2. Sudoyo, Aru W,dkk.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam UI Jilid II.2006.Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
3. Wilson LM. Patofisiologi (Proses-Proses Penyakit) Edisi enam. Editor Hartanto
Huriawati, dkk. EGC. Jakarta 2006.
4. Kusumawidjaja K. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Editor Iwan Ekayuda. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta. 2006.
26