2

Click here to load reader

Prinsip-prinsip Liberal: Individualisme

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tanpa masalah. Penukaran istilah ini merupakan trik yang sangat gampang - meskipun 2000 tahun setelah itu masih banyak saja manusia yang terperangkap di dalamnya. (K.R. Popper, The Open Society and its Enemies, London 1945). Kesalahpahaman yang lain adalah tertukarnya pengertian antara "individualisme metodologis dalam ilmu-ilmu sosial" -yang dengan hipotesa "manusia egois yang rasional" hanya hendak memperjelas model teorinya dengan "individualisme normatif (atau egoisme)" yang secara keliru di

Citation preview

Page 1: Prinsip-prinsip Liberal: Individualisme

Penganut paham liberal adalah individualis. Ini tidak mengherankan, karena intisari dan tujuan liberalisme adalah kebebasan individu. Artinya, kebebasan menurut paham liberal adalah milik setiap individu, bukan kolektif.

Tentu saja ada pula hak-hak kebebasan yang hanya dapat dipahami secara bersama atau secara kolektif, seperti hak bermusyawarah dan berkumpul. Tapi, dalam konteks ini pun si pengusung awal haknya adalah individu yang kemudian memutuskan apakah mereka hendak bermusyawarah atau berkumpul atau tidak. Selain itu, akan perlu waktu yang lama sekali hingga

tanpa masalah. Penukaran istilah ini merupakan trik yang sangat gampang - meskipun 2000 tahun setelah itu masih banyak saja manusia yang terperangkap di dalamnya. (K.R. Popper, The Open Society and its Enemies, London 1945).

Kesalahpahaman yang lain adalah tertukarnya pengertian antara "individualisme metodologis dalam ilmu-ilmu sosial" -yang dengan hipotesa "manusia egois yang rasional" hanya hendak memperjelas model teorinya dengan "individualisme normatif (atau egoisme)" yang secara keliru dijadikan sebagai pempropagandaan ketidakpedulian sosial.

Dalam kenyataannya individualisme liberal hanya menuntut satu hal, yaitu bahwa keputusan antara egoisme dan altruisme, antara sikap solider dan tidak solider harus ditentukan oleh setiap individu, termasuk keputusan tentang ikatan sosial dan masyarakat mana yang hendak ia bangun dan bagaimana bentuk ikatan sosial tersebut; dan bahw a keputusan-keputusan itu tidak boleh dipaksakan oleh suatu masyarakat (kolektif) terhadap individu. Sementara makna dari nilai-nilai seperti altruisme, solidaritas dan komunitas, serta reputasinya sebagai seruan moral tidak menjadi masalah bagi individu.

Penyerahan keputusan kepada masing-masing individu seperti di atas juga merupakan reaksi liberal dalam menyikapi kritik yang menyatakan bahw a liberalisme bersalah atas munculnya "imperialisme budaya". Alasannya adalah karena liberalisme juga ƒmemaksa≈ masyarakat untuk menerima individualisme yang budayanya lebih berorientasi pada nilai-nilai sosial daripada individual. Bagi liberalis, apakah orang harus tunduk kepada nilai-nilai sosial seperti ini (misalnya apakah seorang w anita harus tunduk kepada laki-laki atau yang lebih muda terhadap yang lebih tua karena itu sesuai dengan tradisi budaya dalam masyarakat ini), haruslah dapat ditentukan oleh setiap individu. Selama

Untuk info lebih lanjut, silahkan menghubungi:Friedrich-Naumann-Stiftung,

Jl. Rajasa II No. 7, Kebayoran Baru, Jakarta 12110 Tel. (021) 725 6012-13 / [email protected]

www. fnsindonesia.org

Individualisme

Prinsip-prinsip Liberal

www. fnsindonesia.org

mereka melakukan hal itu secara sukararela atau ikhlas, maka tidak ada masalah. Yang ditentang oleh liberalisme adalah unsur paksaan, sekalipun atas nama sebuah budaya atau tradisi. (Adalah sangat tidak liberal apabila manusia dipaksa untuk meninggalkan nilai-nilai masyarakat yang mereka ikuti secara sukarela selama ini, meskipun ini punya alasan yang baik!)

Literatur yang layak dibaca tentang topik Individualisme

Immanuel Kant, Beantwortung der Frage:W as ist Aufklärung? (Jawaban atas pertanyaan apakah Aufklärung (pencerahan)itu? (1784)

Karl R. Popper, Die Offene Gesellschaft und Ihre Feinde (Masyarakat terbuka dan musuhmusuhnya), Stuttgart 1992

F.A. von Hayek, W ahrer und falscher Individualismus (Individualisme yang benar dan palsu), dalam: idem, Individualismus undwirthaftliche Ordnung (Individualisme dan tatanan ekonomi), Salzburg 1976.

Page 2: Prinsip-prinsip Liberal: Individualisme

kita dapat menemukan satu di antara 190 negara di dunia ini di mana hak-hak "kolektif" tersebut berfungsi tanpa sebelumnya ada jaminan atas hak-hak utama individu seperti kebebasan berpendapat dan berpikir. Jadi, kalau kita berbicara tentang hak-hak kebebasan, maka kita akan merujuk pada individu.

Hal ini memiliki akar sejarah budaya yang dalam dan tua. Gagasan tentang gambaran Tuhan yang membumi dan anak Tuhan dalam kepercayaan Yahudi dan Kristen, merupakan peran sentral individu sebagai pemegang tanggung jawab, moral dan kebebasan dalam �lsafat klasik Yunani; semua gagasan ini mengetengahkan manusia sebagai individu dan dengan demikian membentuk landasan dasar bagi munculnya liberalisme sebagai sistem nilai dan kerangka pikir di negara barat (di Eropa dan Amerika Utara).

Gagasan-gagasan lama ini kemudian diangkat lagi di era Aufklärung (jaman pencerahan). Immanuel Kant mende�nisikannya sebagai "kebebasan manusia dari ketidak dewasaan yang disebabkan kesalahan sendiri". Kedewasaan adalah kemampuan untuk bertanggung jawab terhadap diri sendiri, adalah semata-mata kemampuan untuk bertanggungjawab, dan tanggung jawab berarti siap menanggung konsekuensi dari tindakannya sendiri. Dalam kemampuan inilah, dan juga dalam kebebasan yang menjadi syarat terciptanya tanggungjawab tersebut - karena orang hanya bisa bertanggungjawab terhadap keputusan yang dilakukan secara bebas, terletak martabat manusia.

Liberalisme modern dilihat dari segi sejarah intelektualnya adalah anak (produk) era Aufklärung yang hendak menciptakan individu individu yang matang atau warga yang dewasa. Kenyataan ini telah mempengaruhi karakter liberalisme untuk waktu yang lama. Penghargaan terhadap individu dan martabatnya yang dimulai di jaman pencerahan ini tidak hanya tampak dalam �lsafat politik hasil pemikiran bapak-bapak liberalisme, namun juga dapat dilihat pada pemikiran Adam Smith yang model ekonominya didasari pada tindakan otonom individu. Bahkan pasar bebas (seperti semua hal yang bersifat bebas) adalah sesuatu yang bersifat individualistis.

Gambaran yang paling tepat tentang individu sebagai tokoh sentral dalam semua bidang kehidupan dalam abad ke-20 ini dirumuskan dalam “manifes liberal” pada pertemuan internasional liberal (Liberale Internationale) 1947 dimana kalimatnya dimulai sebagai berikut:

"Man is�rstand forem osta being endowed withthepower oftheindependent thought and action, and with the abilityto distinguish right from wrong."

"Manusia adalah makhluk hidup yang dilengkapi dengan kemampuan untuk berpikir dan bertindak dan dengan akal dapat membedakan yang benar dan yang salah."

Berdasarkan uraian di atas tidaklah heran apabila liberalisme telah menemukan peluang, dan dampak terbesarnya terjadi di negara-negara di mana tradisi budayanya sangat menghargai manusia sebagai individu, terutama dalam tradisi budaya barat. Karena memang di sinilah liberalisme itu lahir. Dan begitu pula sebaliknya, dalam tradisi budaya yang kurang menghargai manusia sebagai individu, liberalisme pun sulit berkembang.

Namun demikian, bukan berarti bahwa dalam budaya-budaya yang mengutamakan "kolektivitas" tidak ada arus tradisi individualistis. Tradisi individualis tetap ada dalam budayabudaya yang mementingkan ƒkolektivitas≈ meski sifatnya sementara. Hal ini, jika diperhatikan secara jelas, tidak pula mengherankan karena tentu saja dalam setiap budaya terdapat manusia yang memperjuangkan hak-hak, kebebasan, dan martabat dirinya serta orang lain sebagai individu. Oleh karena itu di seluruh pelosok dunia ada penganut liberal.

Di manapun di dunia ini tentu saja terdapat penentang liberalisme. Mereka umumnya mengritik para liberalis tidak memiliki rasa sosial. Individualisme yang diusung kaum liberal, demikian tepatnya bunyi kritik tersebut, melepaskan manusia dari ikatan sosial, dari masyarakat dan komunitas, dan dengan demikian memberikan peluang besar bagi munculnya egoisme, menghilangkan setiap rasa solidaritas, dan bahkan membuat manusia menjadi "asosial" dalam arti yang sebenarnya.

Kritik ini umumnya muncul karena adanya kesalahpahaman, dan khususnya karena kekeliruan yang didasari pandangan yang picik. Plato pun, seperti yang dibuktikan Karl Popper, pernah menggunakan skema perbandingan intelektual yang salah seperti di bawah ini:

Skema yang sederhana di atas menunjukkan dua pertentangan: indivualisme adalah lawan dari kolekti�sme, bukan dari altruisme. Dengan kata lain, altruisme dan individualisme sama sekali tidak saling bertentangan, keduanya dapat saling dihubungkan

Prinsip-prinsip Liberal

Individualisme - Kolekti�smeEgoisme - Alturisme

“Di manapun di dunia ini tentu saja terdapat penentang liberalisme.

Mereka umumnya mengritik para liberalis tidak memiliki rasa sosial”