Upload
trinhnhu
View
230
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PRODUKTIVITAS BUDIDAYA CACING SUTRA (OLIGOCHAETA) DALAM SISTEM RESIRKULASI
MENGGUNAKAN JENIS SUBSTRAT DAN SUMBER AIR YANG BERBEDA
FIRAWATI SYLVIA SYAM
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
PRODUKTIVITAS BUDIDAYA CACING SUTRA (OLIGOCHAETA) DALAM SISTEM RESIRKULASI MENGGUNAKAN JENIS SUBSTRAT
DAN SUMBER AIR YANG BERBEDA
FIRAWATI SYLVIA SYAM
SKRIPSI sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya Departemen Budidaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : PRODUKTIVITAS BUDIDAYA CACING SUTRA (OLIGOCHAETA) DALAM SISTEM RESIRKULASI MENGGUNAKAN JENIS SUBSTRAT DAN SUMBER AIR YANG BERBEDA adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2012
Firawati Sylvia Syam C14070029
Judul Skripsi : Produktivitas Budidaya Cacing Sutra (Oligochaeta) dalam
Sistem Resirkulasi Menggunakan Jenis Substrat dan Sumber
Air yang Berbeda
Nama Mahasiwa : Firawati Sylvia Syam
Nomor Pokok : C14070029
Disetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Yani Hadiroseyani, M.M. Dr. Tatag Budiardi NIP. 196001311986032002 NIP. 196310021997021001
Diketahui,
Ketua Departemen Budidaya Perairan
Dr. Odang Carman
NIP. 195912221986011001
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul
“Produktivitas Budidaya Cacing Sutra (Oligochaeta) dalam Sistem Resirkulasi
Menggunakan Jenis Substrat dan Sumber Air yang Berbeda” ini dapat
diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus
2011 di Jl. Raya Cibanteng No. 1, serta Laboratorium Lingkungan Akuakultur, dan
Laboratorium Nutrisi Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi merupakan salah satu syarat dalam
memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian usulan
penelitian ini, terutama kepada :
1. Ibu Ir. Yani Hadiroseyani, M.M. dan Bapak Dr. Tatag Budiardi selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan
2. Ibu Julie Ekasari, S.Pi., M. Sc. selaku dosen penguji tamu
3. Bapak Dr. Odang Carman selaku Ketua Departemen Budidaya Perairan
4. Kedua Orang tua, Syahrul Ginting, serta teman-teman BDP angkatan 44 yang
telah memberikan dukungan sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan skripsi ini jauh dari
sempurna. Namun demikian, skripsi ini diharapkan bermanfaat bagi yang
memerlukan.
Bogor, Juni 2012
Penulis
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan, pada
tanggal 7 Juli 1988. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara
pasangan Bapak Syamsuddin dan Ibu Maspiati. Penulis menempuh pendidikan
TK pada tahun 1992 di TK Pertiwi, dilanjutkan pendidikan di SDN 58 Tanete.
Penulis menamatkan pendidikan menengah pertama pada tahun 2004 di SMPN 1
Bulukumpa serta menyelesaikan pendidikan menengah di SMAN 1 Bulukumpa
pada tahun 2007. Kemudian pada tahun yang sama, penulis terdaftar sebagai
mahasiswa Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk
IPB (USMI).
Selama mengikuti Perkuliahan, penulis tergabung dalam Ikatan Keluarga
Mahasiswa Sulawesi Selatan dari tahun 2007 hingga sekarang. Penulis juga
mengikuti berbagai Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) seperti Pramuka, Uni
Konservasi Fauna (UKF), Paduan Suara FPIK Endevour, dan HIMAKUA. Selain
itu, penulis pernah magang di Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Air
Laut (BRPBAPAL) Maros dan Balai Budidaya Laut (BBL) Lombok. Penulis
melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
dengan judul ” Produktivitas Budidaya Cacing Sutra (Oligochaeta) dalam Sistem
Resirkulasi Menggunakan Jenis Substrat dan Sumber Air yang Berbeda” yang
dibimbing oleh Ir. Yani Hadiroseyani, M.M. dan Dr. Tatag Budiardi.
ABSTRAK FIRAWATI SYLVIA SYAM. Produktivitas Budidaya Cacing Sutra (Oligochaeta) dalam Sistem Resirkulasi Menggunakan Jenis Substrat dan Sumber Air yang Berbeda. Dibimbing oleh YANI HADIROSEYANI dan TATAG BUDIARDI
Cacing sutra merupakan salah satu jenis pakan alami yang sangat diperlukan dalam produksi benih ikan hias dan ikan konsumsi, karena cacing ini memiliki kandungan protein yang mencapai 52,49%. Selama ini telah banyak dilakukan berbagai penelitian tentang budidaya cacing sutra, namun produksinya belum dapat menyamai ataupun mendekati produksi alam. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas budidaya cacing sutra dalam sistem resirkulasi menggunakan jenis substrat dan sumber air yang berbeda serta, menentukan jenis substrat dan sumber air yang tepat untuk digunakan dalam budidaya cacing sutra. Pada penelitian ini diberikan 4 perlakuan yang berbeda yaitu air sumur dengan substrat pasir (SP), air sumur dengan substrat lumpur (SL), air budidaya dengan substrat pasir (LP), dan air budidaya dengan substrat lumpur (LL) dengan sistem resirkulasi yang diberi pupuk kotoran ayam hasil fermentasi. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2011 bertempat di Jln. Raya Cibanteng serta Laboratorium Lingkungan Akuakultur, dan Laboratorium Nutrisi Ikan. Media kultur adalah campuran substrat dan kotoran ayam fermentasi yang digenangi air pada ketinggian air 2 cm, setelah 10 hari penggenangan dilakukan penebaran cacing uji sebanyak 69 gram/m2. Pemeliharaan berlangsung selama 60 hari dengan penambahan pupuk setiap 15 hari. Sampling dilakuan setiap 15 hari sekali. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa biomassa pada LP lebih tinggi dari pada SP, SL dan LL, sedangkan biomassa pada perlakuan LL paling rendah. Pertumbuhan yang signifikan terjadi pada hari ke-45 dan 60, dan hari ke-45 merupakan puncak biomassa pada semua perlakuan. Biomassa tertinggi dihasilkan oleh perlakuan kombinasi sumber air budidaya lele dengan substrat pasir yaitu sebesar 89,56 gram/m2. Biomassa tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan ketiga perlakuan lainnya, yaitu air sumur dengan substrat pasir, air sumur dengan substrat lumpur, dan air budidaya lele dengan substrat pasir. Kata kunci: resirkulasi, produksi, cacing sutra, kotoran ayam
ABSTRACT
FIRAWATI SYLVIA SYAM. Productivity of Tubificids Worm (Oligochaeta) Cultivation in Recirculation Water System by Using Different Kind of Substrate and Water Source. Supervised by YANI HADIROSEYANI and TATAG BUDIARDI
Tubificid worm have been used as live food which is important for ornamental fish production as well as other fish hatchery. This is because it has high protein content up to 52,49%. Many research have been done regarding tubificid culture, the result however still lower than that of natural production. The aim of this research was to increase productivity of tubificid worm in a recirculation system by using different types of substrate and source of water. This researching consisted of 4 treatments, i.e. ground water with sand substrate (SP), ground water with mud substrate (SL), catfish culture effluent with sand (LP), and catfish culture effluent with mud (LL). The research was done from May to August 2011 at Cibanteng, Laboratory of Fish Environment, and Laboratory of Fish Nutrition. Cultivation media was made by mixing the substrate and fermented chicken manure at ratio 1:1 , which drown in 2 cm height of water level. After 10 days drown the worm was stocked at 69 gram/m2. Culture period occurred was 60 days with addition of manure every 15 days. Biomass sampling was done every 15 days. The result of this research showed that biomass of worm cultured in LP medium is higher than in SP, SL, and LL, whereas in LL is the lowest biomass. Biomass growth of the worm in all treatment was significant at day 45th and 60th , where as the highest biomass (89,56 gram/m2) reached at day 45th on LP treatment. Keywords: recirculation, production, tubificid worm, chicken manure
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... iv
I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
II. BAHAN DAN METODE ........................................................................... 3 2.1 Wadah dan Bahan ....................................................................... ......... 3 2.1.1 Wadah ........................................................................... 3 2.1.2 Cacing Uji ........................................................................... 3 2.1.3 Fermentasi Pupuk ......................................................................... 3 2.2 Pelaksanaan Penelitian .......................................................................... 4 2.2.1 Persiapan ........................................................................... 4 2.2.2 Pemeliharaan ........................................................................... 4 2.2.3 Sampling ........................................................................... 5 2.3 Rancangan Penelitian ........................................................................... 5 2.4 Parameter yang Diukur ........................................................................... 5 2.4.1 Biomassa ........................................................................... 5 2.4.2 Parameter Fisika dan Kimia ......................................................... 5 III. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 7
3.1 Hasil ........................................................................................................ 7 3.1.1 Pertumbuhan Biomassa Cacing Sutra .................................................. 7 3.1.2 Kualitas Air .......................................................................................... 9 3.1.3 Substrat .................................................................................................. 10 3.2 Pembahasan ............................................................................................ 11
IV. KESIMPULAN ................................................................................... ........ 15
DAFTAR PUSTAKA ............................... ......................................................... 16
LAMPIRAN ..................... .................................................................................. 18
ii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Biomassa rata-rata cacing sutra pada hari ke-45 .............................................. 8
2. Perbandingan produktivitas budidaya cacing sutra .......................................... 9
3. Kualitas air pada tendon selama pemeliharaan ................................................ 10
4. Kandungan bahan organik total (TOM) pada substrat pemeliharaan cacing ... 10
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Desain wadah pemeliharaan cacing sutra ........................................................ 3
2. Perkembangan biomassa rata-rata cacing sutra dengan perbedaan substrat dan sumber air (LP=Air budidaya lele+Pasir, LL=Air budidaya lele+lumpur, SP=Air
sumur+pasir, SL=Air sumur+lumpur) selama 60 hari pemeliharaan .............. 7
3. Permukaan media dengan substrat pasir yang dipenuhi tabung ....................... 8
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Biomassa cacing sutra selama pemeliharaan .................................................. 18
2. Konsentrasi oksigen terlarut (DO) selama pemeliharaan ................................. 19
3. Nilai pH selama pemeliharaan ........................................................................ 20
4. Suhu air selama pemeliharaan .......................................................................... 21
5. Analisis statistik ............................................................................................... 22
1
I. PENDAHULUAN
Cacing sutra merupakan salah satu jenis pakan alami yang sering
digunakan dalam pemeliharaan ikan hias dan ikan konsumsi terutama pada stadia
benih. Hal ini karena cacing sutra memiliki kandungan protein yang mencapai
52,49% (Meilizsa, 2003). Bila dibandingkan dengan pakan buatan, secara umum
pakan alami memiliki beberapa kelebihan di antaranya tidak mudah busuk bila
diberikan dalam keadaan hidup sehingga akan mengurangi pencemaran perairan.
Serta pakan alami dapat merangsang nafsu makan biota perairan. Kebutuhan
pakan alami yang terpenting adalah adanya kandunga enzim yang dapat
merombak selnya sendiri (autolisis), dengan demikian pakan alami tepat
digunakan untuk benih ikan yang belum sempurna fungsi pencernaannya.
Selama ini cacing sutra berasal dari hasil tangkapan alam, yaitu dari
selokan atau sungai kecil. Produksi cacing dengan cara demikian memiliki
kelemahan, yaitu terbatasnya jumlah pasokan serta kontinyuitas keberadaan
pasokan cacing karena ketergantungan ketersediaan cacing ini terhadap musim.
Ketersediaan cacing sutra ini berkurang pada musim hujan karena arus air di
sungai atau selokan menjadi deras sehingga menghanyutkan cacing dan
substratnya.
Peluang pasar cacing sutra cukup besar dan luas, karena pemasarannya
berkaitan dengan kegiatan pembenihan ikan konsumsi dan pembudidayaan ikan
hias. Kebutuhan cacing sutra tidak hanya untuk kegiatan pembenihan perorangan,
tetapi juga permintaan dari pembenihan milik pemerintahan, seperti balai benih
ikan (BBI). Dalam mengatasi kendala pasokan cacing sutra, maka budidaya
cacing sutra merupakan suatu solusi yang paling tepat untuk dilakukan. Selama ini
telah banyak dilakukan berbagai penelitian tentang bagaimana membudidayakan
cacing sutra, namun produksinya belum dapat menyamai ataupun mendekati
produksi alam. Oleh karena itu, teknis budidaya lanjutan untuk memperbaiki
kekurangan dari sistem budidaya sebelumnya sangat diperlukan agar diperoleh
suatu sistem budidaya yang lebih tepat untuk meningkatkan produktivitas
budidaya cacing sutra.
2
Selama ini budidaya cacing sutra dilakukan dengan menggunakan sistem
terbuka. Sistem ini memiliki kelemahan karena air banyak yang terbuang dan
sangat memungkinkan telur cacing juga ikut terbawa. Budidaya cacing sutra dapat
dilakukan menggunakan sistem tertutup yakni dengan pengaliran air setiap saat
menggunakan sistem resirkulasi sehingga diharapkan dapat meningkatkan
pertumbuhan populasi cacing sutra karena dapat mencegah tumbuhnya cacing di
luar media.
Dalam sistem budidaya cacing sutra, air berfungsi sebagai pemasok oksigen
serta penyalur bahan makanan bagi cacing. Budidaya cacing sutra yang telah
dilakukan selama ini selalu menggunakan air sumur sebagai sumber airnya.
Padahal penggunaan air sumur diduga kurang efektif dan efisien karena di sisi
lain, air buangan pada budidaya ikan misalnya ikan lele terbuang dan tidak
termanfaatkan. Selain itu, kandungan air buangan budidaya ikan lele diduga
memiliki kandungan bahan organik lebih tinggi dibanding air sumur sehingga
dapat menyediakan cadangan makanan yang lebih banyak bagi cacing. Substrat
merupakan tempat hidup bagi cacing, oleh karena itu substrat harus memiliki
komposisi yang baik sebagai syarat agar cacing dapat tumbuh dengan baik, seperti
tersedianya makanan yang cukup serta komposisi partikel substrat yang kokoh.
Pada penelitian ini digunakan sumber air dan jenis substrat yang berbeda untuk
menganalisis pengaruhnya terhadap peningkatan produktivitas cacing sutra.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis substrat dan sumber air
yang tepat untuk digunakan dalam budidaya cacing sutra sehingga produktivitas
budidaya cacing sutra dalam sistem resirkulasi dapat ditingkatkan.
3
II. BAHAN DAN METODE
2.1 Wadah dan Bahan
2.1.1 Wadah
Wadah yang digunakan berupa kotak kayu sebanyak 10 buah dengan
ukuran panjang 100 cm, lebar 15 cm, tinggi 15 cm. Luas masing-masing wadah
0,15 m2. Bagian dalam kotak kayu dilapisi lembaran plastik hitam untuk
mencegah kebocoran. Desain wadah yang digunakan dalam penelitian
ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Desain wadah pemeliharaan cacing sutra
2.1.2 Cacing Uji
Cacing uji yang digunakan adalah populasi oligochaeta yang didominasi
oleh Limnodrillus yang diperoleh dari pengumpul cacing sutra di daerah
Cibeureum, Bogor. Padat penebaran yang digunakan adalah 4600 individu/m2 atau
setara dengan 69 g/m2.
2.1.3 Fermentasi Pupuk
Pupuk yang digunakan yaitu kotoran ayam yang berasal dari peternakan
ayam yang berlokasi di Parung, Bogor. Kotoran ayam dijemur dengan sinar
matahari selama 6 jam sebelum difermentasi. Metode fermentasi yang dilakukan
mengikuti Fadilah (2004).
Fermentasi kotoran ayam didahului dengan pembuatan larutan aktivator,
yaitu gula pasir sebanyak ¼ sendok makan (3,75 g) dan EM4 sebanyak 4 mℓ
4
dicampur ke dalam 300 mℓ air. Larutan ini digunakan untuk 10 kg kotoran ayam.
Larutan aktivator tersebut dicampurkan dengan kotoran ayam kering dan diaduk
merata. Campuran tersebut dimasukkan ke dalam plastik tertutup dan didiamkan
pada suhu ruangan selama 5 hari. Setelah 5 hari, kotoran ayam yang telah
difermentasi dijemur kembali.
2.2 Pelaksanaan Penelitian
2.2.1 Persiapan
Substrat yang digunakan ada dua macam, yaitu lumpur halus dan pasir.
Lumpur yang digunakan terlebih dahulu dipisahkan dari sampah dan organisme
bentos. Setelah itu, lumpur dan pasir dijemur dan diayak hingga halus.
Perbandingan substrat dan pupuk mengikuti Yuherman (1987) yaitu perbandingan
1 : 1. Campuran tersebut diaduk merata dan dibuat dengan ketinggian 6 cm.
Media kultur digenangi air setinggi 2 cm di atas permukaan substrat. Debit
aliran yang digunakan adalah 1000 mℓ/menit (Chumaidi et al. 1988). Pengairan
dilakukan dengan sistem resirkulasi air dan dilakukan penambahan air untuk
menambah kekurangan air akibat penguapan. Setelah diisi air, wadah dibiarkan
selama 10 hari. Penggenangan ini bertujuan agar pupuk awal pada media dapat
lebih cepat terurai.
2.2.2 Pemeliharaan
Penebaran cacing dilakukan setelah 10 hari penggenangan. Padat
penebaran yang digunakan yaitu 69 g/m2. Pemupukan susulan yang diberikan
adalah pupuk kotoran ayam yang telah difermentasikan menggunakan aktivator
EM4 selama 5 hari. Pemberian pupuk dilakukan setiap 15 hari sekali. Dosis pupuk
yang diberikan berdasarkan penelitan Fadilah (2004) yaitu sebanyak 1 kg/m2. Air
yang digunakan merupakan air yang berasal dari limbah budidaya ikan lele dan air
sumur. Pengaturan air dilakukan dengan sistem resirkulasi dengan debit 1L/menit
dan dilakukan penambahan air untuk mengganti kehilangan air akibat penguapan.
Debit air yang masuk ke dalam wadah diatur dengan menggunakan klep pada
selang pemasukan.
5
2.2.3 Sampling
Pengambilan contoh (sampling) cacing sutra dan parameter lingkungan
dilakukan setiap 15 hari sekali. Pengukuran suhu harian dilakukan sekali setiap
pagi dengan menggunakan termometer. Sampling dilakukan pada 3 tempat dalam
setiap wadah, yaitu inlet (pemasukan), tengah, dan outlet (pengeluaran). Sampling
dilakukan dengan memasukkan pipa berdiameter ½ inci (luas permukaan lubang
7,07 cm2) ke dalam substrat, lalu pipa diangkat dengan menutup lubang bagian
atas. Substrat yang diperoleh terlebih disaring sambil dibilas dengan air.
Kemudian cacing dipisahkan dari substratnya. Sisa substrat pada saringan
kemudian dimasukkan ke dalam gelas plastik berisi air kemudian diguncang
bagian atasnya sehingga sisa cacing yang ada pada substrat dapat keluar dan
dipisahkan. Cara ini dilakukan beruang-ulang sehingga cacing dapat diperoleh dan
ditimbang.
2.3 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL) dengan 4 perlakuan, dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3
kali. Adapun ketiga perlakuan tersebut adalah :
1) Air budidaya lele dengan substrat pasir (LP)
2) Air budidaya lele dengan substrat lumpur (LL)
3) Air sumur dengan substrat pasir (SP)
4) Air sumur dengan substrat lumpur (SL)
Untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan populasi dan
biomassa dilakukan analisis data dengan menggunakan program Ms. Excel 2007
dan SPSS 17. Jika terdapat perbedaan nyata, maka dilanjutkan dngan uji Tukey.
2.4 Parameter yang Diukur
2.4.1 Biomassa (g/m2)
Cacing yang telah dikumpulkan kemudian ditimbang menggunakan
timbangan dengan ketelitian 0,01.
2.4.2 Parameter Fisika dan Kimia
Parameter kualitas air budidaya yang diamati adalah pH, suhu, oksigen
terlarut (dissolve oxygen, DO) dan kadar amoniak. Sedangkan parameter kualitas
6
substrat berupa kandungan bahan organik total (TOM). Pengukuran suhu
dilakukan setiap hari, sedangkan pengukuran DO dan pH dilakukan setiap 15 hari
sekali. Kadar amoniak diukur pada saat awal dan akhir pemeliharaan. Pengukuran
TOM dilakukan pada awal masa pemeliharaan. Analisis air sampel dilakukan di
Laboratorium Lingkungan Akuakultur dan untuk analisis sampel substrat
dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.
7
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Pertumbuhan Biomassa Cacing Sutra
Pola perkembangan biomassa cacing sutra relatif sama, yaitu biomassa
cacing meningkat sejalan dengan masa pemeliharaan membentuk kurva sigmoid
(Gambar 2). Pertumbuhan biomassa meningkat sampai hari ke-45 dan menurun
setelah itu. Biomassa cacing pada semua perlakuan tidak berbeda nyata pada hari
ke-45 dan hari ke-60, sehingga hari ke-45 ditetapkan sebagai puncak populasi.
Dengan demikian disimpulkan bahwa biomassa mencapai puncak pada hari ke-45
dan di antara semua perlakuan biomasa tertinggi dicapai pada perlakuan LP yaitu
89,56 g/m2.
Gambar 2. Perkembangan biomassa rata-rata cacing sutra dengan perbedaan
substrat dan sumber air (LP=Air budidaya lele+Pasir, LL=Air budidaya lele+lumpur, SP=Air sumur+pasir, SL=Air sumur+lumpur) selama 60 hari pemeliharaan
8
Berdasarkan Tabel 1, hasil analisis ragam biomassa cacing sutra selama
pemeliharaan menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan (p<0,05). Biomassa
pada LP lebih tinggi daripada SP, SL dan LL, sedangkan biomassa pada perlakuan
LL paling rendah biomassa tertinggi dalam pemeliharaan cacing sutra dicapai
pada kombinasi sumber air budidaya lele dan substrat pasir (LP) dengan rata-rata
biomassa sebesar 89,56 g/m2, kemudian kombinasi air sumur dan substrat lumpur
(SL) dengan rata-rata biomassa sebesar 55,63 g/m2, kombinasi air sumur dan
substrat pasir (SP)dengan rata-rata biomassa sebesar 55,29 g/m2, kombinasi
budidaya lele dan substrat lumpur (LL) dengan rata-rata biomassa sebesar 47,48
g/m2.
Tabel 1. Biomassa rata-rata cacing sutra pada hari ke-45
Perlakuan Biomassa rata-rata (g/m2)
LP 89,56±12,90a LL 47,48±15,90c SP 55,29±17,15b SL 55,63±15,19b
Keterangan : Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05) Selama pemeliharaan, di wadah cacing terlihat tabung-tabung kecil yang
terbuat dari substrat dan memenuhi seluruh permukaan media (Gambar 3).
Gambar 3. Permukaan media dengan substrat pasir yang dipenuhi tabung
Bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, produktivitas cacing
sutra pada penelitian ini terdapat peningkatan. Biomassa pada puncak populasi
yang dihasilkan mencapai 12,9 kali lipat dari biomassa awal (Tabel 2).
9
Tabel 2. Perbandingan produktivitas budidaya cacing sutra
Findy (2011) Hasil Penelitian ini
Densitas awal (ind/m2) 150000 6900 Biomassa awal (g/m2) 150 6,9 Jumlah individu panen (ind/m2) 1.346.360 88.890 Biomassa panen (g/m2) 1.346,36 88,89 Substrat KS+Pasir KAF+Pasir Sumber Air Sumur Fakultas Air BD Lele Peningkatan biomassa 9,0 12,9 Bobot rata-rata (g/ekor) awal 0,001 0,001 Bobot rata-rata (g/ekor) awal 0,001 0,001
3.1.2 Kualitas Air
Pada Tabel 3 dinyatakan konsentrasi DO air limbah budidaya lele tertinggi
selama masa pemeliharaan adalah 3,25 mg/ℓ yang terjadi pada awal pemeliharaan
dan konsentrasi DO terendah adalah 2,27 mg/ℓ, nilai pH berkisar antara 6,00-7,60
dan suhu selama pemeliharaan berkisar antara 25,0-27,0 °C. Konsentrasi DO air
sumur tertinggi selama masa pemeliharaan adalah 3,66 mg/ℓ yang terjadi pada
awal pemeliharaan dan konsentrasi DO terendah adalah 2,17 mg/ℓ, nilai pH
berkisar antara 6,17-7,83, suhu selama pemeliharaan berkisar antara 26,0-27,0 °C.
Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
10
Tabel 3. Kualitas air pada tandon selama pemeliharaan
Parameter Hari ke-
0 15 30 45 60
Air Limbah Budidaya Lele DO (mg/ℓ) 3,25-3,43±0,15 2,27-3,62±0,60 3,12-3,56±0,15 2,27-3,71±0,60 2,31-
3,66±0,3853 pH 7,60-7,83±0,09 7,03-7,30±0,09 6,85-6,89±0,05 6,00-7,80±1,84 6,76-6,81±0,02 Suhu (°C) 25,9-27,0±0,4 25,0-27,0±0,7 26,3-26,5±0,3 26,0-26,4±0,2 25,0-27,0±0,8 Amoniak (mg/ℓ) 0,049 0,099
Air Sumur DO (mg/ℓ) 3,27-3,66±0,17 3,25-3,57±1,14 2,17-3,66±0,62 3,16-3,75±0,40 3,20-3,53±0,21 pH 7,76-7,83±0,03 7,04-7,11±0,04 6,95-6,98±0,05 6,17-7,75±0,40 6,82-6,92±0,04 Suhu ( °C) 26,0-27,2±0,5 26,0-27,0±0,5 26,3-26,5±0,1 26,1-26,4±0,1 26,4-26,8±0,2 Amoniak (mg/ℓ) 0,034 0,067
3.1.3 Substrat
Berdasarkan Tabel 4, kandungan bahan organik total (TOM) tertinggi
diperoleh pada perlakuan kombinasi antara air budidaya lele dengan substrat
lumpur (LL), yaitu sebesar 91,63% kemudian kombinasi antara air budidaya lele
dengan substrat pasir (LP) sebesar 83,02%, air sumur dengan substrat lumpur
(SL) sebesar 74,77%, dan air sumur dengan substrat pasir sebesar 74,77%.
Tabel 4. Kandungan bahan organik total (TOM) pada substrat pemeliharaan cacing
Perlakuan Ulangan Kadar abu (%) TOM (%) Rata-rata
LP 1 4,94 95,06
83,02±10,53 2 21,53 78,473 24,46 75,54
LL 1 7,75 92,25
91,63±2,83 2 11,45 88,553 5,90 94,10
SP 1 21,20 78,80
74,01±10,20 2 19,07 80,933 37,70 62,30
SL 1 20,18 79,82
74,77±20,37 2 7,86 92,143 47,65 52,35
LP=Air budidaya lele+Pasir, LL=Air budidaya lele+lumpur, SP=Air sumur+pasir, SL=Air sumur+lumpur
11
3.2 Pembahasan
Secara deskriptif, Gambar 2 menunjukkan perbedaan biomassa pada setiap
perlakuan. Pola pertumbuhan cacing sutra selama pemeliharaan secara khas
dicirikan oleh suatu fungsi pertumbuhan yang disebut kurva sigmoid. Pola ini
meliputi beberapa fase, yaitu fase lag, fase logaritma atau eksponensial, fase
stasioner, dan fase kematian. Fase lag merupakan fase adaptasi, yaitu saat individu
akan berusaha menyesuaikan diri dengan media tumbuhnya sehingga tidak terjadi
kenaikan jumlah individu (Fogg, 1975 dalam Wulandari, 2011). Pada semua
perlakuan, cacing sutra mengalami fase lag selama 15 hari. Hal ini menandakan
lamanya waktu yang diperlukan oleh cacing sutra untuk beradaptasi terhadap
media tumbuhnya. Sesuai dengan pernyataan Fogg (1975) dalam Wulandari
(2011), pada fase ini pertumbuhan lambat karena alokasi energi dipusatkan untuk
penyesuaian diri terhadap media kultur yang baru dan untuk pemeliharaan
sehingga hanya sebagian kecil atau tidak ada energi yang digunakan untuk
tumbuh.
Fase eksponensial merupakan fase terjadinya peningkatan biomassa yang
berlangsung secara cepat. Pada masa pemeliharaan, fase ini terjadi pada hari ke-15
hingga hari ke-45. Pertumbuhan yang signifikan dapat terlihat jelas dari hari ke-30
sampai hari ke-45 dan menurun sampai hari ke-60. Hal ini menandakan bahwa
daya dukung lingkungan telah tercapai secara maksimal sehingga puncak
pertumbuhan tercapai pada hari ke-45. Biomassa tertinggi dihasilkan oleh
perlakuan kombinasi sumber air budidaya lele dengan substrat pasir yaitu sebesar
89,56 g/m2. Menurut Aston (1982) dalam Lietz (1987), pertambahan populasi
cacing berkali lipat dalam 11 hari sampai 42 hari (Marian dan Pandian, 1984).
Media yang digunakan sebagai sumber bahan makanan cacing sutra berbeda-beda,
seperti kotoran sapi segar (Marian dan Pandian, 1984), kotoran ayam yang
difermentasi (Fadilah, 2004), kotoran burung puyuh, dedak halus dan limbah
ampas tahu (Khairuman et al., 2008).
Pertumbuhan biomassa setelah hari ke-45 relatif lambat dan terjadi
penurunan bila dibandingkan dengan fase eksponensial dikarenakan adanya faktor
pembatas seperti zat nutrisi yang ada di dalam media sudah sangat berkurang.
Sementara itu pada puncak biomassa atau fase stasioner, jumlah individu tidak
12
berubah karena penambahan kepadatan populasi seimbang dengan penurunan
kepadatan populasi yang diduga akibat kematian, dalam hal ini daya dukung
(carrying capacity) telah tercapai.
Penggunaan komposisi lumpur dan pasir sebagai substrat bertujuan untuk
mengikuti habitat asli dari cacing sutra karena cacing sutra umumnya dijumpai di
selokan berlumpur. Habitat asli Tubificidae yaitu liat berlumpur atau liat berpasir
(Marchese, 1987). Marian dan Pandian (1984) menyatakan bahwa bila
dibandingkan pasir kasar (coarse sand), pasir sedang (medium sand), serabut
kelapa (coconut mesocarp), maka pasir halus (fine sand) merupakan jenis terbaik
yang dapat meningkatkan tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan dan
fekunditas cacing.
Penggunaan kotoran ayam fermentasi dapat meningkatkan produktivitas
budidaya cacing sutra karena memililki kelebihan berupa tingginya kandungan C-
organik dan N-organik yang diperoleh dari proses fermentasi atau pengomposan
oleh aktivator (Fadilah, 2004). Menurut Gaur (1983) dalam Fadilah (2004),
aktivator mempengaruhi proses pengomposan melalui 2 cara, cara pertama yaitu
dengan menginokulasi strain mikroorganisme yang efektif menghancurkan bahan
organik, kedua yaitu meningkatkan kadar N- organik yang merupakan makanan
tambahan bagi mikroorganisme. Cacing dari famili tubificidae biasanya memakan
bakteri dan partikel-partikel organik hasil perombakan oleh bakteri (Brinkhurst,
1972 dalam Fadilah, 2004).
Nilai total kandungan bahan organik tertinggi yaitu pada perlakuan
kombinasi antara limbah lele dengan substrat lumpur sebesar 91,63%. Tingginya
kandungan bahan organik ini pada umumnya akan meningkatkan aktivitas bakteri
yang menguraikan bahan organik. Hal ini akan berakibat pada penurunan
konsentrasi DO pada wadah budidaya karena digunakan oleh bakteri dalam
menguraikan bahan organik. Tingginya nilai TOM juga berpengaruh pada
konsentrasi amoniak pada wadah budidaya, karena semakin tinggi bahan organik
pada wadah pemeliharaan maka amoniak yang dihasilkan juga akan tinggi. Ini
dibuktikan dengan melihat konsentrasi amoniak pada tandon budidaya lele lebih
tinggi dibandingkan air sumur. Manfaat penggunaan substrat pasir ini selain
berfungsi sebagai substrat yang baik, juga dapat memperangkap oksigen di dalam
13
pori-porinya (di antara butiran pasir).
Penambahan pasir halus ke media meningkatkan tingkat kelangsungan
hidup, pertumbuhan, dan fekunditas cacing dengan cara : (1) mempertahankan
kandungan oksigen media dengan baik diatas titik kritis sehingga menyebabkan
penurunan konsentrasi dari hasil metabolisme seperti NH3 yang dapat menekan
pertumbuhan dan reproduksi, (2) menyediakan substrat yang lebih kokoh dan
tebal yang memudahkan pemanfaatan energi lebih kepada pertumbuhan dan
reproduksi dengan memperkecil aktivitas (Marian dan Pandian, 1984). Hal
tersebut memperkuat alasan tingginya produktivitas biomassa cacing yang
dipelihara dengan mengunakan substrat pasir.
Selain dari segi komposisi substrat, tingginya produktivitas cacing sutra
juga dipengaruhi oleh air. Kebutuhan makanan cacing sutra akan terus meningkat
seiring pertumbuhan biomassa cacing sutra. Ketersediaan makanan di dalam
wadah budidaya akan mempengaruhi laju pertumbuhan cacing sutra. Dalam hal
ini, sistem resirkulasi berperan dalam menjaga ketersediaan makanan. Pada
umumnya, dalam setiap penelitian budidaya cacing sutra digunakan sistem
sirkulasi sehingga air yang masuk akan terbuang begitu saja. Padahal ada
kemungkinan air yang mengalir akan membawa bahan-bahan organik yang
merupakan makanan bagi cacing sehingga persediaan makanan pada substrat akan
berkurang.
Selama pemeliharaan, konsentrasi DO menunjukkan kisaran yang relatif
stabil. Kisaran nilai DO pada tandon air limbah lele yaitu 2,27 mg/ℓ - 3,25 mg/ℓ,
sedangkan kisaran nilai DO pada tandon air sumur yaitu 2,17 mg/ℓ – 3,66 mg/ℓ.
Perkembangan embrio normal terjadi pada kisaran konsentrasi DO 2,5 mg/ℓ – 7
mg/ℓ (Poddubnaya, 1980 dalam Marian dan Pandian, 1984) dan jika konsentrasi
DO lebih rendah dari 2 mg/ℓ akan mengurangi nafsu makan (McCall dan Fisher,
1980 dalam Marian dan Pandian, 1984). Menurut Gnaiger et al. (1987)
oligochaetes akuatik dikenal dengan kemampuannya untuk bertahan lama dalam
keadaan anoksia (kekurangan oksigen). Penurunan oksigen terjadi akibat
peningkatan populasi cacing yang menyebabkan adanya kompetisi dalam
mendapatkan oksigen. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian debit air yang
tinggi sehingga dapat mensuplai kembali kandungan oksigen dan mencuci bahan
14
toksik pada media pemeliharaan.
Kisaran nilai pH pada tandon air limbah lele selama penelitian adalah
6,00-7,60, sedangkan kisaran nilai pH pada tandon air sumur adalah 6,17-7,83.
Nilai tersebut merupakan nilai pH yang optimum bagi cacing. Menurut Whitley
(1968) kisaran pH antara 5,5-7,5 dan 6,0-8,0 ketahanan tubifisid masing-masing
sekitar 24-96% dan 77-94%. Suhu pada tandon air limbah lele yaitu 25,0-27,0 °C,
sedangkan pada tandon air sumur berkisar 26,0-27,0 °C. Kisaran nilai ini masih
berada pada kisaran yang optimum bagi pertumbuhan cacing sutra. Menurut
Kaster (1980) kapasitas Tubifex tubifex kuat dipengaruhi oleh suhu. Struktur dari
Tubifex tubifex tidak berkembang pada budidaya dengan suhu 5°C, tetapi pada
suhu 15°C dan 25°C cacing berkembang menuju kematangan seksual. Kandungan
amoniak pada tandon air limbah lele dan air sumur maing-masing yaitu 0,049-
0,099 mg/ℓ dan 0,034-0,067 mg/ℓ, namun nilai tersebut masih dalam kisaran
normal. Jenkis (1971) dalam Chumaidi et al. (1988) menyatakan bahwa
konsentrasi NH3 letal bagi tubifisid adalah 3,6 mg/ℓ.
Berdasarkan hasil penelitian, biomassa tertinggi diperoleh dari pelakuan
LP, yaitu sebesar 89,56 g/m2 . Nilai kandungan total bahan organik (TOM) pada
perlakuan LP yang cukup tinggi, yaitu sebesar 83,02% menyebabkan kebutuhan
akan oksigen meningkat akibat tingginya aktivitas bakteri untuk menguraikan
bahan organik. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan substrat pasir karena
pasir dapat mempertahankan kandungan oksigen pada media dengan
memperangkapkan oksigen di sela butiran pasir. Selain itu, pasir juga berfungsi
sebagai substrat yang kokoh sehingga dapat bertahan menghadapi aliran air
sehingga memudahkan pemanfaatan energi lebih kepada pertumbuhan dan
reproduksi dengan memperkecil aktivitas. Biomassa tertinggi diperoleh pada hari
ke-45. Hal ini menunjukkan bahwa panen dapat dilakukan pada heri ke-45 yaitu
pada saat tercapainya biomassa puncak. Setelah membandingkan dengan pustaka
yang ada, ternyata tabung pada Gambar 4 merupakan rumah bagi cacing. Pada
kondisi oksigen rendah, cacing tubifisid akan menggerakkan bagian ekornya
dengan kuat untuk menghasilkan aerasi. Namun, ketika kondisi oksigen sudah
cukup banyak, maka cacing akan cenderung diam (Pennak, 1953). Tabung yang
terbentuk merupakan ciri dari cacing golongan tubifisid.
15
IV. KESIMPULAN 4.1 Kesimpulan
Penggunaan kombinasi antara substrat pasir dengan sumber air budidaya
lele dengan sistem resirkulasi memberikan hasil pertumbuhan biomassa yang
tertinggi, yaitu sebesar 89,56 g/m2 atau 12,9 kali lipat dari biomassa awal. Panen
dapat dilakukan pada hari ke-45 yaitu pada puncak biomassa tertinggi.
4.2 Saran
Perlu diteliti lebih lanjut mengenai jenis makanan cacing sutera yang lebih
spesifik agar produksi sutera dapat lebih ditingkatkan. Selain itu, perlu dilakukan
penelitian dengan skala yang lebih besar.
16
DAFTAR PUSTAKA
Chumaidi, Zaenuddin, Fiastri., 1988. Pengaruh Debit Air yang Berbeda terhadap Biomassa Cacing Rambut (Tubifisid). Buletin Perikanan Darat, 7(2):41-46.
Fadillah, R., 2004. Pertumbuhan Populasi dan Biomassa Cacing Sutra
Limnodrillus pada Media yang Dipupuk Kotoran Ayam Hasil Fermentasi. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Findy, S., 2011. Pengaruh Tingkat Pemberian Kotoran Sapi terhadap
Pertumbuhan Biomassa Cacing Sutra (Tubificidae). [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Gnaiger, E., Kaufmann, R., Staudigl, I., 1987. Growth of Tubifex tubifex Muller
(Oligochaeta, Tubificidae) under Various Tropic Conditions. Int. Revue gs. Hydrobiologia 72 : 709-726
Kaster, J.L., 1980. The Reproductive Biology of Tubifex tubifex Muller
(Annelida:Tubificidae). American Midland Naturalist, 104 : 364-366 Khairuman, Amri, K., Siombing, T., 2008. Peluang Usaha Budidaya Cacing
Sutra, Agromedia Pustaka, Jakarta Selatan. Lietz, D.M., 1987. Potential for Aquatic Oligochaetes as Live Food in
Commercial Aquaculture. Hydrobiologia, 155 : 309-310 Marchese, M.R., 1987. The Ecology of Some Benthic Oligochaeta from the Prana
River, Argentina. Hydrobiologia, 155 : 209-214 Marian, M.P., Pandian, T.J., 1984. Culture and Harvesting Tehnique for Tubifex
tubifex. Aquaculture. 42 : 303 – 315. Meilisza, N., 2003. Efisiensi Pemberian Pakan pada Benih Ikan Patin (Pangasius
pangasius) dalam Sistem Keramba di Saluran Cibalok, Bogor. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pennak, R.W., 1953. Freshwater Invertebrates of The United States. The Ronald
Press Co., New York. Whitley, L.S., 1969. The Resistance of Tubificid Worm to Three Common
Pollutans. Hydrobiologia, 32 : 193-205p
17
Wulandari, N.D.A., 2011. Penggunaan Media Alternatif pada Produksi Spirulina fusiformis. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Yuherman., 1987. Pengaruh Dosis Penambahan Pupuk pada Hari ke Sepuluh
Setelah Inokulasi Terhadap Pertumbuhan Populasi Tubifex sp. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
18
LAMPIRAN Lampiran 1. Biomassa cacing sutra selama pemeliharaan
Perlakuan Ulangan Biomassa (g/m2) hari ke- 0 15 30 45 60
LP 1 6,90 11,50 34,25 77,87 63,452 6,90 20,02 42,70 87,40 79,633 6,90 21,33 57,80 103,40 104,74
rata-rata 6,90±0,0 17,62±5,3 44,92±11,3 89,56±12,9 82,61±20,8
LL 1 6,90 12,06 25,09 53,64 59,702 6,90 13,70 27,85 59,37 62,803 6,90 10,67 13,80 29,43 27,50
rata-rata 6,90±0,0 12,14±1,5 22,25±7,4 47,48±15,9 50,00±19,6
SP 1 6,90 20,23 47,85 86,47 83,502 6,90 12,64 27,80 61,97 63,803 6,90 11,70 29,87 53,43 49,70
rata-rata 6,90±0,0 14,86±4,7 35,17±11,0 55,29±17,2 65,67±16,9
SL 1 6,90 11,55 37,40 71,56 67,002 6,90 19,70 31,20 41,32 52,703 6,90 16,73 37,45 54,00 53,40
rata-rata 6,90±0,0 15,99±4,1 35,35±3,6 55,63±15,2 57,70±8,1
19
Lampiran 2. Konsentrasi oksigen terlarut (DO) selama pemeliharaan
DO (mg/ℓ)
Perlakuan Pengambilan sampel ke-
Hari ke- 0 15 30 45 60
LP 1 3,35 3,47 3,12 2,27 2,31 2 3,66 3,62 3,23 3,66 3,63 3 3,41 2,43 3,27 3,45 3,66
rata-rata 3,47 3,17 3,21 3,13 3,20
LL 1 3,27 2,27 3,41 2,65 3,67 2 3,43 3,41 3,56 3,71 3,12 3 3,25 2,56 3,30 3,56 3,43
rata-rata 3,32 2,75 3,42 3,31 3,41
SP 1 3,37 3,47 2,75 3,70 3,20 2 3,27 3,56 2,26 3,16 3,53 3 3,56 3,25 2,17 3,42 3,17
rata-rata 3,40 3,43 2,39 3,43 3,30
SL 1 3,30 3,57 3,17 3,75 3,17 2 3,66 3,27 3,45 3,22 3,25 3 3,27 3,27 3,66 2,67 3,44
rata-rata 3,41 3,37 3,43 3,21 3,29
20
Lampiran 3. Nilai pH selama pemeliharaan
pH
Perlakuan Pengambilan sampel ke-
Hari ke- 0 15 30 45 60
LP 1 7,82 7,14 6,85 7,80 6,81 2 7,81 7,13 6,85 6,81 6,81 3 7,83 7,14 6,97 7,33 6,77
rata-rata 7,82 7,14 6,89 7,31 6,80
LL 1 7,80 7,30 6,94 6,25 6,77 2 7,81 7,03 6,93 6,71 6,76 3 7,60 7,08 6,93 6,00 6,80
rata-rata 7,74 7,14 6,93 6,36 6,78
SP 1 7,77 7,08 6,95 6,70 6,82 2 7,77 7,11 6,97 6,17 6,82 3 7,76 7,04 6,98 7,42 6,92
rata-rata 7,77 7,08 6,97 7,42 6,85
SL 1 7,83 7,07 6,97 7,75 6,82 2 7,81 7,16 6,98 6,42 6,82 3 7,80 7,10 6,85 7,26 6,82
rata-rata 7,81 7,11 6,93 7,14 6,82
21
Lampiran 4. Suhu air selama pemeliharaan
Suhu (°C)
Perlakuan Pengambilan sampel ke-
Hari ke- 0 15 30 45 60
LP 1 26,8 27,0 26,5 26,3 26,0 2 27,0 27,0 26,5 26,4 26,1 3 26,5 26,0 27,2 26,4 25,0
rata-rata 26,8 26,7 26,7 26,4 25,7
LL 1 25,9 26,0 26,3 26,0 26,6 2 26,7 26,1 26,3 26,0 27,0 3 26,5 25,0 26,4 26,0 27,0
rata-rata 26,4 25,7 26,3 26,0 26,9
SP 1 27,2 26,4 26,5 26,1 26,8 2 26,0 27,0 26,5 26,1 27,0 3 26,4 26,4 26,4 26,2 26,5
rata-rata 26,5 26,6 26,5 26,1 26,8
SL 1 26,6 27,0 26,5 26,3 26,5 2 27,0 26,0 26,3 26,4 26,5 3 27,0 26,0 26,5 26,3 26,4
rata-rata 26,9 26,3 26,4 26,3 26,5
22
Lampiran 5. Analisis Statistik
Deskriptif
Oneway Analisis Homogenitas
Levene Statistic Db1 Db2 P
0,161 3 8 0,919 Anova Sumber keragaman
Jumlah kuadrat Db
Kuadrat tengah F-hitung P
Perlakuan 3.009.250 3 1.003.083 4.252 0,045
Galat 1.887.460 8 235.932
Total 4.896.709 11
N Rata-rata Standar Deviasi Minimum Maksimum Perlakuan
LP 3 89,56 12,90092 77,87 103,40 LL 3 47,48 15,89214 29,43 59,37 SP 3 67,29 17,15043 53,43 86,47 SL 3 55,63 15,18548 41,32 71,56 Total 12 64,99 21,09871 29,43 103,40
23
Perbandingan
Perlakuan Perbedaan rata-rata (I-J) P
LP-2 42,07667* 0,040
LP-3 22,26667 0,350
LP-4 33,93000 0,101
LL-3 19,81000 0,440
LL-4 8,14667 0,913
SP-4 11,66333 0,790