Upload
phamhanh
View
399
Download
43
Embed Size (px)
Citation preview
BONTOCANI
MARE
CINA
LIBURENG
LAMURU
GAYA BARUKOPPE
TONRATANA BATU
KAHU
ULAWENG
CENRANA
LONRONG
TARETTA
KAJUARA
SIBULUE
USA
SALOMEKKO
PATIM-PENG
LAPPARIAJA
DUA BOCCOE
BIRUBAJOE
BAREBBO
PACCING
AJANGALE
KADING
BAKUNGE
AWANGPONE
TELLU SIATTINGE
PATTIROMAMPU
PALAKK KAHU
WATAM-PONE
PALAK-KA
SUMALING
TUNRENG -TELLUE
LAMURU-KUNG
TIMU-RUNG
Sebaran DBD< 5 Kasus6 - 10 Kasus>11 Kasus
N
EW
S
PETA SEBARAN PENYAKIT DBD BERDASARKAN WILAYAH PUSKESMAS
DI KAB. BONE TAHUN 2014
2014
DINAS
KESEHATAN
KABUPATEN BONE
2015
Profil Kesehatan Kabupaten Bone
i
DAFTAR ISI ....................................................................................... i DAFTAR TABEL ....................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iv KATA SAMBUTAN ....................................................................................... v EXECUTIVE SUMMARY ....................................................................................... vii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG .................................................................... 1 B. TUJUAN ................................................................................... 3 C. DASAR HUKUM ........................................................................ 3 D. SISTEMATIKA .......................................................................... 4
BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN BONE.................................................................. 7
A. KEADAAN PENDUDUK .............................................................. 7 B. KEADAAN EKONOMI ............................................................... 14 C. TINGKAT PENDIDIKAN .............................................................. 17 D. KEADAAN LINGKUNGAN ......................................................... 20 E. KEADAAN PERILAKU MASYARAKAT .......................................... 23
BAB III STATUS DERAJAT KESEHATAN................................................................................ 27
A. MORTALITAS (ANGKA KEMATIAN)............................................ 27 B. MORBIDITAS (ANGKA KESAKITAN) .......................................... 33 C. STATUS GIZI ............................................................................. 53
BAB IV SITUASI UPAYA KESEHATAN .................................................................................. 58
A. PELAYANAN KESEHATAN DASAR .............................................. 58 B. PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN DAN PENUNJANG .............. 71 C. PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR ................................... 72 D. PEMBINAAN KESEHATAN LINGKUNGAN DAN SANITASI DASAR . 83 E. PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT ................................................. 85 F. PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN .................. 86
BAB V SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN ....................................................................... 88
A. SARANA KESEHATAN ............................................................... 88 B. TENAGA KESEHATAN ............................................................... 92 C. PEMBIAYAAN KESEHATAN ....................................................... 96
BAB VI PENUTUP ....................................................................................... 98
LAMPIRAN
DOKUMENTASI
DAFTAR PUSTAKA
ii
DAFTAR TABEL
TABEL URAIAN HAL.
TABEL II.1 JUMLAH DAN LAJU PERTUMBUHAN PENDUDUK DI KABUPATEN BONE TAHUN 2000 – 2014
9
TABEL III.1 ANGKA KEMATIAN IBU MATERNAL PER 100.000 KH
DI INDONESIA, HASIL SDKI & SKRT TAHUN 1982 – 2013
31
TABEL III.2 JUMLAH KEMATIAN IBU MATERNAL MENURUT
PENYEBAB DI KABUPATEN BONE TAHUN 2006 s/d 2014
32
TABEL III.3 PROPORSI DAN PERINGKAT PENYAKIT DIARE
SEBAGAI PENYEBAB KEMATIAN BAYI DAN BALITA TAHUN 1986, 1992,1995 DAN 2007
35
TABEL III.4 INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT MENURUT
KELOMPOK UMUR DENGAN PREVALENSI TERTINGGI DI INDONESIA SELAMA TAHUN 1991- 2013
36
TABEL III.5 PROPORSI DAN PERINGKAT ISPA/SISTEM
PERNAFASAN SEBAGAI PENYEBAB KEMATIAN BAYI DAN BALITA BERDASARKAN HASIL SKRT 1986, 1992, 1995 DAN SUSENAS 2001
37
TABEL III.6 BBLR BERDASARKAN KATEGORI WILAYAH 1992-
1997 DAN 2013 54
iii
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR URAIAN HAL.
GAMBAR II.1 JUMLAH PENDUDUK MENURUT KECAMATAN DI KABUPATEN BONE TAHUN 2014
8
GAMBAR II.2 TREND LAJU PERTAMBAHAN PENDUDUK
KABUPATEN BONE 15 TAHUN TERAKHIR (2000-2014)
9
GAMBAR II.3 JUMLAH PENDUDUK DI KABUPATEN BONE TAHUN
2000 – 2014 10
GAMBAR II.4 JUMLAH PENDUDUK KABUPATEN BONE
BERDASARKAN KELOMPOK UMUR DAN JENIS KELAMIN TAHUN 2014
11
GAMBAR II.5 JUMLAH KEPALA KELUARGA MENURUT
KECAMATAN DI KABUPATEN BONE TAHUN 2014 12
GAMBAR II.6 PERSENTASE PENDUDUK MENURUT KECAMATAN
DI KABUPATEN BONE TAHUN 2014 13
GAMBAR II.7 PENDAPATAN PERKAPITA INDONESIA (US
DOLLAR) 15
GAMBAR II.8 PENDAPATAN PERKAPITA KABUPATEN BONE
TAHUN 2011-2013 16
GAMBAR II.9 PERSENTASE PENDUDUK BERUMUR 10 TAHUN KE
ATAS YANG MELEK HURUF DI KABUPATEN BONE TAHUN 2014
17
GAMBAR II.10 PERSENTASE PENDUDUK BERUMUR 10 TAHUN KE
ATAS YANG MELEK HURUF MENURUT KECAMATAN DI KABUPATEN BONE TAHUN 2014
18
GAMBAR II.11 PERSENTASE PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS
MENURUT JENJANG PENDIDIKAN TERTINGGI YANG DITAMATKAN DI KABUPATEN BONE TAHUN 2004 ,2009, DAN 2014
19
iv
GAMBAR URAIAN HAL.
GAMBAR II.12 CAKUPAN RUMAH SEHAT MENURUT PUSKESMASKABUPATEN BONE TAHUN 2013-2014
20
GAMBAR II.13 CAKUPAN RUMAH TANGGA PHBS MENURUT
PUSKESMAS DI KABUPATEN BONE TAHUN 2014 25
GAMBAR III.1 ANGKA KEMATIAN BAYI PER 1.000 KH DI
KABUPATEN BONE TAHUN 2008-2014 29
GAMBAR III.2 JUMLAH KEMATIAN IBU MATERNAL DI
KABUPATEN BONE TAHUN 2006-2014 33
GAMBAR III.3 JUMLAH KASUS BARU HIV POSITIF DI INDONESIA
TAHUN2005-2013 38
GAMBAR III.4 ANGKA NOTIFIKASI KASUS BTA+ DAN SELURUH
KASUS PER 100.000 PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2008-2013
41
GAMBAR III.5 KASUS KUSTA BARU (CDR) KABUPATEN BONE
2005-2014 43
GAMBAR III.6 ANGKA KESAKITAN (IR) DEMAM BERDARAH
DENGUE PER 100.000 PENDUDUK DI INDONESIA TAHUN 2008-2013
51
GAMBAR III.7 PROPORSI BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR
RENDAH DI INDONESIA TAHUN 2013 55
GAMBAR IV.1 PERSENTASE CAKUPAN K4 IBU HAMIL DI
KABUPATEN BONE TAHUN 2007 – 2014 60
GAMBAR IV.2 PERSENTASE CAKUPAN PELAYANAN K4 IBU
HAMIL MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN BONE TAHUN 2014
61
GAMBAR IV.3 PERSENTASE CAKUPAN PERSALINAN DENGAN
PERTOLONGAN OLEH MELALUI PENDAMPINGAN TENAGA KESEHATAN DI KABUPATEN BONE SELAMA 2004 - 2014
62
v
GAMBAR URAIAN HAL.
GAMBAR IV.4 PERSENTASE BUMIL RISTI/KOMPLIKASI DITANGANI DI KABUPATEN BONE SELAMA 2000 – 2014
63
GAMBAR IV.5 PERSENTASE CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATUS
DI KABUPATEN BONE SELAMA 2003 – 2014 64
GAMBAR IV.6 PERSENTASE PESERTA KB AKTIF DI KABUPATEN
BONE TAHUN 2008 - 2014 67
GAMBAR IV.7 PERSENTASE PESERTA KB BARU MENURUT
KECAMATAN DI KABUPATEN BONE TAHUN 2014 68
GAMBAR IV.8 PESERTA KB BARU MENURUT JENIS KONTRASEPSI
DI KABUPATEN BONE TAHUN 2014 68
GAMBAR IV.9 PERSENTASE PENCAPAIAN UCI DI TINGKAT
DESA/KELURAHAN MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN BONE TAHUN 2014
69
GAMBAR IV.10 NON POLIO AFP RATE PER 100.000 PENDUDUK < 15
TAHUN DI INDONESIA TAHUN 2013 73
GAMBAR IV.11 JUMLAH PENDERITA AFP PENDUDUK USIA < 15
TAHUN DI KABUPATEN BONE TAHUN 2008-2014 74
GAMBAR IV.12 PERSENTASE KESEMBUHAN PENDERITA TB PARU
DI KABUPATEN BONE TAHUN 2008-2014 76
GAMBAR IV.13 KASUS DBD BERDASARKAN PUSKESMAS DI
KABUPATEN BONE TAHUN 2014 78
GAMBAR IV.14 KASUS DBD KABUPATEN BONE BERDASARKAN
BULAN TAHUN 2014 79
GAMBAR IV.15 JUMLAH SUSPECT DAN POSITIF MALARIA PER
PUSKESMAS DI KABUPATEN BONE TAHUN 2012-2014
80
vi
GAMBAR URAIAN HAL.
GAMBAR IV.16 ANNUAL PARACITE INCIDENS MALARIA KABUPATEN BONE TAHUN 2012-2014
81
GAMBAR IV.17 KASUS KUSTA BARU PER KECAMATAN DI
KABUPATEN BONE TAHUN 2014 82
GAMBAR V.1 PROPORSI POSYANDU MENURUT STRATA
DI KABUPATEN BONE TAHUN 2014 91
GAMBAR V.2 PROPORSI TENAGA KESEHATAN MENURUT JENIS
TENAGA DAN TEMPAT TUGAS DI KABUPATEN BONE TAHUN 2014
93
GAMBAR V.3 PERSENTASE PENDUDUK YANG TERCAKUP
JAMINAN PEMBIAYAAN KESEHATAN MENURUT JENISNYA DI KAB. BONE TAHUN 2014
97
vii
EXECUTIVE SUMMARY
Kabupaten Bone telah mengalami kemajuan penting dalam pembangunan di bidang
kesehatan terutama dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Kemajuan
ini dapat dilihat dari beberapa indikator kunci, antara lain : pencapaian yang optimal
dari indikator kinerja dari sasaran startegis menurunnya Angka Kematian Bayi (AKB)
dan Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan, tercapainya target penurunan angka
kesakitan dan angka kematian akibat penyakit, rendahnya angka status gizi buruk,
peningkatan kesadaran dan pelaksanaan pola hidup bersih dan sehat (PHBS)
masyarakat, penyehatan lingkungan serta peningkatan pelayanan kesehatan baik di
tingkat pertama maupun di tingkat rujukan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Indikator upaya preventif dalam upaya peningkatan kualitas kesehatan penduduk
antara lain meningkatnya angka persalinan oleh tenaga kesehatan yang mencapai
92,49%, meningkatnya kunjungan ibu hamil (K4) yang mencapai 93,60%,
meningkatnya cakupan rumah tangga sehat dan Cakupan Desa/Kelurahan dengan
UCI 94,09%.
Pencapaian target kinerja pencegahan dan penanggulangan penularan penyakit dan
penyehatan lingkungan diantaranya angka keberhasilan pengobatan 88,79%, tidak
ditemukan kasus HIV baru, CFR DBD hanya 0,94% serta Desa/Kelurahan dengan
KLB yang ditangani <24 jam telah mencapai 100%.
Kuantitas, kualitas dan distribusi tenaga kesehatan masih menjadi salah satu
kendala yang dihadapi di tahun 2014. Rasio tenaga medis/ dokter terhadap jumlah
penduduk masih belum mencapai target RPJMD, bahkan terjadi penurunan rasio
dokter dari 9,33 per 100.000 penduduk menjadi 6,22 per 100.000 penduduk.
viii
Persebaran tenaga kesehatan juga masih terkonsentrasi di ibu kota kabupaten dan
sekitarnya. Pelatihan-pelatihan fungsional tenaga kesehatan belum memadai.
Dalam bidang pelayanan kesehatan, peserta Jaminan Kesehatan Nasional
Kabupaten Bone tahun 2014 telah mencapai 50,79% dan peserta Jamkesda
mencapai 49,89%. Sedangkan kunjungan rawat jalan di tempat pelayanan
kesehatan termasuk Puskesmas dan Rumah Sakit Umum mencapai 53,80%.
Kunjungan rawat inap sebesar 5%.
Dari segi anggaran, pada tahun 2014 anggaran Dinas Kesehatan Kabupaten Bone
yang bersumber dari APBD Kabupaten, APBD Propinsi dan APBN (DAK,
Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan, Pajak Rokok) mencapai Rp 193.724.674.458,
Anggaran tersebut terdiri dari APBD Kabupaten sebesar Rp.172.398.895.158 dan
APBN termasuk DAK, DAU dan Tugas Perbantuan sebesar Rp. 21.325.779.300.
Profil Kesehatan Kabupaten Bone ini dibuat berdasarkan data tahun 2014,
merangkum data dari semua bidang di Dinas Kesehatan termasuk jaringannya yaitu
Puskesmas. Dukungan data juga dari eksternal Dinas Kesehatan seperti Badan
Pusat Statistik, Rumah Sakit Umum Daerah Tenriawaru, dan Rumah Sakit TNI M.
Yasin.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 1
BAB.I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyelenggaran pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan oleh Pemerintah
Pusat, Propinsi maupun Kabupaten/Kota beserta seluruh jajarannya pada dasaranya
adalah untuk mencapai Tujuan Pembangunan Nasional sebagaimana tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945, yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan
kehidupan bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut diselenggarakan program
pembangunan nasional secara berkelanjutan, terencana dan terarah. Pasca reformasi,
perubahan orientasi pembangunan yang sentralistik menjadi desentralisasi
menimbulkan banyak keuntungan bagi masyarakat, baik dirasakan langsung maupun
tidak langsung, tapi pada saat yang bersamaan menimbulkan pula ekses negatif yang
diantaranya kegamangan di semua level aparatur pemerintahan sebagai pelaksana
pembangunan terutama yang berkaitan dengan azas akuntabilitas. Hal tersebut terjadi
pula di semua sektor, termasuk di sektor kesehatan.
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dimana
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar tercipta derajat kesehatan masyarakat yang optimal, sebagaimana
yang didefinisikan dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Urgensi
pembangunan kesehatan ini disadari adalah salah satu pilar pokok dalam pembangunan
Sumber Daya Manusia, termasuk oleh Pemerintah Kabupaten Bone dibawah kendali
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 2
Bupati Dr. H. A. Fashar Padjalangi dan Wakil Bupati Drs. H. Ambo Dalle, melalui visi
: Sehat, Cerdas dan Sejahtera.
Visi Sehat tersebut adalah bentuk kesadaran Pemerintah Kabupaten Bone
Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik. Tagline: Health is
not everything but without health everything is nothing menjadi jiwa dalam
pembangunan Kesehatan yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bone.
Prinsip tersebut dijewantahkan melalui Visi Dinas Kesehatan Kabupaten Bone yaitu
Terwujudnya Pelayanan Kesehatan yang Prima menuju Masyarakat Mandiri dan Hidup
Sehat dengan Misi: Meningkatkan pemerataan dan kualitas pelayanan kesehatan dan
meningkatkan kemandirian masyarakat dalam penanganan permasalahan kesehatan.
Untuk mencapai visi tersebut dengan mengaplikasikan misi lewat program
kerja dan kegiatan yang terstruktur dan sistematis, yang akan diukur pada akhir tahun
kegiatan untuk dibandingkan engan indikator kinerja per kegiatan atau per program,
berdasarkan pada Indikator kinerja dari Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan
target RPJMD, indikator Kinerja Utama Dinas Kesehatan Kabupaten Bone, dan dan
juga Milenium Development Goal’s (MDG’s) 2015.
Dalam penyusunan Profil Kesehatan Kabupaten Bone Tahun 2014, digunakan
beberapa indikator yaitu :
a. Indikator Derajat Kesehatan sebagai hasil akhir, yang terdiri atas Indikator –
indikator untuk Mortalitas, Morbiditas dan Status Gizi.
b. Indikator Hasil Antara, yang terdiri atas indikator – indikator untuk keadaan
lingkungan, perilaku hidup, akses dan mutu pelayanan kesehatan, sumberdaya
kesehatan, manajemen kesehatan, dan kotribusi sektor terkait. Sedangkan
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 3
Indikator kinerja standar pelayanan minimal kesehatan di Kabupaten Bone
terdiri atas 47 Indikator kinerja dari 26 pelayanan bidang kesehatan yang
diselenggarakan oleh Kabupaten Bone serta indikator kinerja lainnya yang
pelayanannya ada.
Profil Kesehatan Kabupaten Bone adalah gambaran situasi kesehatan di
Kabupaten Bone yang diterbitkan setahun sekali yang dapat digunakan untuk
melaporkan hasil pemantauan terhadap pencapaian Kabupaten Sehat dan hasil kinerja
dari penyelenggaraan pelayanan minimal. Dalam setiap penerbitan Profil Kesehatan
Kabupaten Bone selalu dilakukan berbagai upaya perbaikan, baik dari segi materi,
analisa maupun bentuk tampilan fisiknya, sesuai masukan dari para pengelola program
di lingkup Dinas Kesehatan Kabupaten Bone dan pemakai pada umumnya.
B. TUJUAN
Tujuan diterbitkannya Profil Kesehatan Kabupaten Bone Tahun 2014 ini adalah
dalam rangka menyediakan sarana untuk mengevaluasi pencapaian Pembangunan
Kesehatan Tahun 2014 dengan mengacu kepada indikator-indikator yang dimaksud di
atas. Jelas sistematika penyajian Profil Kesehatan Kabupaten Bone Tahun 2014 ini
adalah dalam bentuk narasi, analisa sederhana, tabel dan gambar.
C. DASAR HUKUM
Dalam penyusunan Profil Kesehatan Kabupaten Bone Tahun 2015,
yang merupakan capaian setiap program di tahun 2014, didasarkan pada beberapa
peraturan perundang-undangan bidang kesehatan, antara lain :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik;
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 4
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014 tentang Sistem Informasi
Kesehatan;
4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor : 81 Tahun 2010 tentang Grand
Design Reformasi Birokrasi 2010-2025;
5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah sebagai pengganti atas Instruksi
Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 741/ Menkes/ PER/
VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten /
Kota;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014
tentang Pusat Kesehatan Masyarakat;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 92 Tahun 2014
tentang Penyelenggaraan Komunikasi Data dalam SIK Terintegrasi;
9. Peraturan Daerah Kabupaten Bone Nomor 8 Tahun 2013 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Bone Tahun 2013-2018.
D. SISTEMATIKA
Profil Kesehatan Kabupaten Bone Tahun 2014 ini terdiri dari 6 ( Enam )
Bab yaitu :
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 5
Bab I : Pendahuluan
Bab ini menyajikan tentang maksud dan tujuan diterbitkannya Profil Kesehatan
kabupaten Bone ini dan sistematika dari penyajiannya.
Bab II : Gambaran Umum
Bab ini menyajikan tentang gambaran umum Kabupaten Bone, uraian tentang letak
geografis, administratif dan informasi umum lainnya, bab ini juga mengulas faktor –
faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan dan faktor–faktor lain, misalnya
kependudukan, kondisi ekonomi, perkembangan pendidikan, sosial budaya dan
lingkungan.
Bab III : Situasi Derajat Kesehatan
Bab ini berisi uraian tentang indikator keberhasilan pembangunan kesehatan sampai
dengan tahun 2014 yang mencakup Angka Kematian, Angka Kesakitan dan Keadaan
Status Gizi.
Bab IV : Situasi Upaya Kesehatan
Bab ini menguraikan tentang upaya – upaya kesehatan yang telah dilakukan oleh
bidang kesehatan selama Tahun 2014 yang menggambarkan tingkat pencapaian
program pembangunan kesehatan. Gambaran tentang upaya kesehatan meliputi
cakupan pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan rujukan, pemberantasan
penyakit menular, pembinaan kesehatan lingkungan, perbaikan gizi masyarakat,
pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan.
Bab V : Situasi Sumber Daya Kesehatan
Bab ini menguraikan tentang sumber daya yang diperlukan dalam penyelenggaraan
upaya kesehatan, khususnya untuk Tahun 2014. Gambaran tentang keadaan sumber
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 6
daya mencakup tentang keadaan sarana kesehatan, tenaga kesehatan dan pembiayaan
kesehatan.
Bab VI : Penutup
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 7
BAB II
GAMBARAN UMUM KABUPATEN BONE
Kabupaten Bone adalah salah satu Kebupaten dari 24 Kabupaten di
Sulawesi Selartan, terletak di sebelah timur ibukota Propinsi Sulawesi Selatan denga
Luas Wilayah 4.559 Km2 dan secara administrasi pemerintahan terbagi atas 27
Kecamatan dengan 372 desa/kelurahan, dengan batas wilayah:
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Wajo dan Soppeng
Sebelah Selatan Berbatasan dengan Kabupaten Sinjaoi
Sebelah Timur berbatasan dengan Teluk Bone
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Maros, Pangkep
A. KEADAAN PENDUDUK
Masalah utama kependudukan di Indonesia pada dasarnya meliputi tiga hal pokok,
yaitu: Jumlah penduduk yang besar, komposisi penduduk yang kurang
menguntungkan dimana proporsi penduduk berusia mudah masih relatif tinggi, dan
persebaran penduduk yang kurang merata.
1. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk
Penduduk Kabupaten Bone pada tahun 2014 sebanyak 738.515 jiwa yang
tersebar di 27 Kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar yakni 51.118 jiwa
yang mendiami Kecamatan Tanete Riattang dimungkinkan karena terjadinya
arus urbanisasi dari daerah lainnya di Kabupaten Bone terutama untuk
melanjutkan pendidikan, disamping daerah ini merupakan pusat pemerintahan
dan konsentrasi kegiatan ekonomi.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 8
GAMBAR II.1 JUMLAH PENDUDUK MENURUT KECAMATAN
DI KABUPATEN BONE TAHUN 2014
Sumber : BPS Kabupaten Bone Tahun 2014
Secara keseluruhan, jumlah penduduk yang berjenis kelamin perempuan
386.434 jiwa, lebih banyak dari penduduk yang berjenis kelamin laki – laki
yaitu 352.081 jiwa. Hal tersebut tergambar dari angka rasio jenis kelamin yang
lebih kecil dari 100 yaitu 91,1. Angka tersebut menunjukkan peningkatan gap
jumlah penduduk laki-laki dengan perempuan, setidaknya jika dibandingkan
tahun sebelumnya sebesar 91,3.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 9
Laju Pertumbuhan Penduduk di Kabupaten Bone pada priode 2000 – 2014
rata – rata sebesar 0,79 % per tahun, data terinci pada tabel dan grafik berikut.
TABEL. II.1 JUMLAH DAN LAJU PERTUMBUHAN PENDUDUK
DI KABUPATEN BONE TAHUN 2000 – 2014
Sumber : Kantor BPS Kabupaten Bone Adapun laju pertambahan penduduk Kabupaten Bone tahun 2000-2015 sebagaimana gambar II.2 berikut:
GAMBAR II.2 TREND LAJU PERTAMBAHAN PENDUDUK KABUPATEN BONE
15 TAHUN TERAKHIR (2000-2014)
Sumber : Kantor BPS Kabupaten Bone
Tahun Jumlah Penduduk % Laju Pertumbuhan Penduduk 2000 648361 1.69 2001 655091 1.04 2002 656685 0.24 2003 685590 1.40 2004 688080 0.36 2005 694311 0.91 2006 696711 0.35 2007 699474 0.40 2008 705714 0.89 2009 711748 0.86 2010 717682 0,83 2011 724905 1,01 2012 728737 0,53 2013 734119 0,74 2014 738515 0,60
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 10
Sedangkan, trend pertambahan jumlah penduduk Kabupaten Bone 15 tahun
terakhir sebagaimana gambar II.3 berikut.
GAMBAR II.3 JUMLAH PENDUDUK DI KABUPATEN BONE TAHUN 2000 – 2014
Sumber : Kantor BPS Kabupaten Bone
2. Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur
Komposisi penduduk menurut kelompok umur dapat menggambarkan
tinggi rendahnya tingkat kelahiran. Selain itu komposisi penduduk juga
mencerminkan angka beban tanggungan yaitu perbandingan antara jumlah
penduduk produktif (umur 15 – 64 tahun ) dengan umur tidak produktif (0 –
14 tahun dan umur 65 tahun keatas).
Penduduk Kabupaten Bone yang berusia 0 – 14 tahun pada tahun 2004
sebesar 30,52 %, tahun 2005 sebesar 31,17 % , tahun 2006 sebesar 21,01 %,
tahun 2007 sebesar, tahun 2008 sebesar 29,59 %, tahun 2012 sebesar 29,59 %,
dan tahun 2014 menjadi 28,21%. Trend ini menunjukkan bahwa tidak terjadi
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 11
penurunan tingkat kelahiran. Adapun rasio beban tanggungan pada tahun 2014
adalah 35,50%
GAMBAR II.4 JUMLAH PENDUDUK KABUPATEN BONE
BERDASARKAN KELOMPOK UMUR DAN JENIS KELAMIN TAHUN 2014
Sumber : BPS Kabupaten Bone Tahun 2014
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 12
3. Jumlah Rumah Tangga / Kepala Keluarga
Jumlah Kepala Rumah Tangga di Kabupaten Bone pada tahun 2014 sebesar
167.130 KK yang tersebar di 27 Kecamatan dimana Kecamatan Tanete
Riattang dengan jumlah KK terbesar (10.855 KK) dan yang terendah adalah
Kecamatan Tonra sebesar 2.899 KK data selengkapnya dapat dilihat pada pada
Gambar II. 5 berikut.
GAMBAR II.5 JUMLAH KEPALA KELUARGA MENURUT KECAMATAN
DI KABUPATEN BONE TAHUN 2014
Sumber : Kantor BPS Kabupaten Bone
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 13
4. Persebaran dan Kepadatan Penduduk
Penduduk Kabupaten Bone pada tahun 2014 tercatat 738.515 jiwa
tersebar di 27 Kecamatan, namun persebaran tersebut tidak merata, sekitar
separuh penduduk Kabupaten Bone tinggal di 10 Kecamatan, Awangpone,
Libureng, SibuluE, Dua BoccoE, Kajuara, Kahu, Tanete Riattang Barat, Tenete
Riattang Timur, dan Kecamatan Tanete Riattang.
Daerah yang sangat menonjol jumlah penduduknya adalah Kecamatan
Tanete Riattang adalah sekitar 51.115 jiwa atau sekitar 6,92% dari jumlah
penduduk Kabupaten Bone, padahal luas wilayahnya 0,52% dari luas total
Kabupaten Bone (344,2 km2). Persentase Penduduk menurut Kecamatan seperti
pada gambar II.6.
GAMBAR II.6 PERSENTASE PENDUDUK MENURUT KECAMATAN
DI KABUPATEN BONE TAHUN 2014
Sumber : Kantor BPS Kabupaten Bone
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 14
Kepadatan penduduk di Kabupaten Bone pada tahun 2014 sekitar 162
jiwa/km2, jauh meningkat jika dibandingkan dengan data tahun 2001 sebesar
142 jiwa/km2 ,tahun 2002 kepadatan penduduk 144 jiwa/km2, pada tahun 2003
kepadatan penduduk 150 jiwa/km2., pada tahun 2004 kepadatan penduduk 151
jiwa/km2 ,tahun 2005 kepadatan penduduk 152 jiwa/km2, tahun 2006 153
jiwa/km2, tahun 2007 sebesar 153 jiwa/km2, tahun 2008 sebesar 155 jiwa/km2, ,
tahun 2011156 jiwa/km2 dan pada tahun 2012 menjadi 159,85 jiwa/km2 dari 27
kecamatan yang ada. Kecamatan Bontocani adalah kecamatan dengan
kepadatan terendah yaitu 33,43 Jiwa/km2 , dan yang tertinggi adalah Kecamatan
Tanete Riattang dengan kepadatan 2.096,97 Jiwa/km2.
B. KEADAAN EKONOMI
Kondisi perekonomian suatu negara biasanya ditunjukkan oleh
pendapatan per kapita penduduk dan Produk Domestik Bruto (PDRB). Pendapatan
nasional per kapita penduduk didapat darihasil bagi antara pendapatan nasional
suatu negara dengan jumlah total penduduk negara tersebut. Pendapatan per
Indonesia pendapatan nasional perkapita masa sebelum krisis ekonomi ( tahun
1997 sebesar US$ 1.063 dan tahun 1996 sebesar US$ 1.124 ), sedangkan pada
tahun 2000 dilaporkan sebesar US$ 709. Setelah lepas dari krisis, pendapatan per
kapita meningkat tajam, seperti dalam kurun waktu 2011-2014, sebagaimana
gambar II.7 berikut:
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 15
GAMBAR II.7 PENDAPATAN PERKAPITA INDONESIA (US DOLLAR)
Sumber: BPS
Kondisi perekonomian merupakan salah satu aspek yang diukur dalam
menentukan keberhasilan pembangunan suatu negara, termasuk pembangunan
kesehatan. Berdasarkan data dari BPS, besaran pertumbuhan Produk Domestik
Bruto Indonesia pada tahun 2013 atas dasar harga berlaku mencapai Rp 9.084,0
triliun, naik sebesar Rp 151,4 triliun dibandingkan tahun 2012. Produk Domestik
Reginal Bruto (PDRB) merupakan salah satu pencerminan kemajuan ekonomi
suatu daerah, yang didefinisikan sebagai keseluruhan nilai tambah barang dan jasa
yang dihasilkan dalam waktu satu tahun diwilayah tersebut. Atas dasar harga
konstan (tahun 2000) Produk Domestik Bruto Indonesia pada tahun 2013 mencapai
Rp 2.770,3 triliun, naik Rp 151,4 triliun dibandingkan tahun 2012 (Rp 2.618,9
triliun). Produk Domestik Bruto per kapita merupakan Produk Domestik Bruto atas
dasar harga berlaku dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Dalam
kurun waktu 2009–2013, Produk Domestik Bruto per kapita atas dasar harga
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 16
berlaku terus mengalami peningkatan, tahun 2009 sebesar Rp 23,9 juta, tahun 2010
sebesar Rp 27,0 juta, tahun 2011 sebesarRp 30,7 juta, tahun 2012 sebesar Rp 33,5
juta, dan tahun 2013 sebesar Rp 36,5 juta.
PDRB Kabupaten Bone menggambarkan bahwa struktur perekonominan
Kabupaten Bone masih didominasi oleh sektor pertanian. Hal tersebut terlihat dari
kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB tahun 2013 yang mencapai 46,06%,
disusul sektor jasa17,98%, sektor konstruksi 9,06%, sektor perdagangan, restoran,
dan hotel 7,95% serta sektor lainnya sebesar 18,95%.
Adapun pendapatan perkapita penduduk Kabupaten Bone sampai dengan tahun
2013 telah mencapai Rp. 16.058.520, terus meningkat dibanding tahun-tahun
sebelumnya sebagaimana gambar II.8 berikut.
GAMBAR II.8 PENDAPATAN PERKAPITA KABUPATEN BONE TAHUN 2011-2013
Sumber: Badan Pusat Statistik
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 17
C. TINGKAT PENDIDIKAN
Uraian tentang keadaan pendidikan berikut ini sebagian besar juga
diambil dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bone.
1. Kemampuan Baca Tulis.
Kemampuan membaca dan menulis atau baca tulis merupakan
keterampilan minumum yang dibutuhkan oleh penduduk untuk mencapai
kesejahteraannya. Kemampuan baca tulis tercermin dari angka melek huruf
penduduk usia 10 tahun keatas yang dapat membaca dan menulis huruf latin
dan huruf lainnya. Yang dimaksud dengan huruf lainnya misalnya huruf Arab,
Bugis, Makassar, Jawa, Cina dan sebagainya.
Untuk Kabupaten Bone, pada tahun 2012 menunjukkan penduduk usia
10 tahun keatas yang melek huruf sekitar 97,7 %
GAMBAR II.9 PERSENTASE PENDUDUK BERUMUR 10 TAHUN KE ATAS YANG
MELEK HURUF DI KABUPATEN BONE TAHUN 2014
Sumber: Badan Pusat Statistik
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 18
GAMBAR II.10 PERSENTASE PENDUDUK BERUMUR 10 TAHUN KE ATAS YANG MELEK HURUF MENURUT KECAMATAN DI KABUPATEN BONE
TAHUN 2014
Sumber : BPS Kabupaten Bone .
Berdasarkan jenis kelamin, selisih angka melek huruf laki – laki dan
perempuan masih terjadi perbedaan namun tidak terlalu tinggi. Perbedaan
angka melek huruf menurut jenis kelamin mengalami penurunan dari tahun ke
tahun.
2. Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan.
Ijazah / STTB tertinggi yang dimiliki penduduk merupakan indikator
pokok kualitas pendidikan formal. Semakin tinggi Ijazah / STTB yang dimiliki
oleh rata – rata penduduk suatu negara mencerminkan semakin tingginya taraf
intelektual bangsa dan negara tersebut.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 19
Di Kabupaten Bone pada tahun 2014, persentase penduduk berumur 10
tahun keatas berdasarkan ijazah/ STTB yang dimiliki dapat dilihat pada gambar
II.11 berikut ini :
GAMBAR II.11 PERSENTASE PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MENURUT JENJANG
PENDIDIKAN TERTINGGI YANG DITAMATKAN DI KABUPATEN BONE TAHUN 2004 ,2009, DAN 2014
Sumber : Kantor BPS Kab. Bone Pendidikan merupakan salah satu hal yang dibutuhkan oleh masyarakat
untuk dapat hidup sehat dan sejahtera. Kemampuan untuk menyerap informasi
sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan dan pengetahuan.
Proporsi penduduk Kabupaten Bone Tahun 2014 yang telah
menamatkan pendidikan yaitu SD 37,30, SLTP 14,73%, SLTA 12,74, Akademi
0,56% Universitas (S1-S2-S3) 3,44% dan yang tidak punya ijazah sekitar 30%.
dibandingkan tahun 2012 yaitu dari SD 22,9 %, SLTP 14,56 %, SLTA 14,04 %
dan Akademi 1,99 % dan Universitas 3,18 % dan yang tidak punya 43,34 %.
Capaian tersebut menunjukkan peningkatan persentase yang signifikan di kategori
SD, SLTP dan Universitas (S1-S2-S3), namun menujukkan penurunan tipis di
kategori SLTA dan Akademi.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 20
D. KEADAAN LINGKUNGAN
1. Rumah Sehat.
Di Kabupaten Bone berdasarkan laporan seksi PKL Dinas Kesehatan kabupaten
Bone tahun 2014 sebesar 55,47 %, bila dibandingkan dengkan dengan target
pencapaian SPM ( 65 % ), maka hal ini berarti masih lebih rendah dari target.
Dengan denikian masih dibutuhkan upaya – upaya yang mengarah kepada
tercapainya target rumah sehat.
GAMBAR II.12 CAKUPAN RUMAH SEHAT MENURUT PUSKESMAS
DI KABUPATEN BONE TAHUN 2013-2014
Sumber : Seksi PKL Dinas Kesehatan Kab. Bone
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 21
2. Tempat – Tempat Umum dan Tempat Pengelolaan Makanan (TUPM )
Berdasarkan data seksi PKL Dinas Kesehatan Kabupaten Bone tahun
2014 diperoleh bahwa rata - rata persentase Tempat – Tempat Umum yang
sehat mengalami peningkatan yaitu mencapai 86,05% dibanding tahun
sebelumnya yang baru mencapai 78.11%, yang meliputi Hotel (100 %),
Restoran /Rumah Makan (65,14 %), Sarana Pendidikan SD sederajat 87,06%,
SLTP sederajat 80,63%, SLTA sederajat 88,89% serta sarana kesehatan 100%.
Bila dibandingkan dengkan dengan target pencapaian RPJMD/Renstra Dinas
Kesehatan 2014 ( 91,45 % ), maka hal ini berarti belum mencapai target, namun
memperlihatkan trend positif mengingat gap target dengan pencapaian terus
mengecil, hanya tinggal 5,4%.
Dengan demikian masih terus dibutuhkan intensifikasi dan
ekstensifikasi upaya- upaya yang mengarah kepada tercapainya Tempat –
Tempat Umum (TTU) yang memenuhi syarat Kesehatan.
3. Akses Terhadap Air Bersih.
Air bersih merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi rumah
tangga dalam kehidupan sehari – hari. Ketersediaan dalam jumlah yang cukup
terutama untuk keperluan minum dan masak merupakan tujuan dari program
penyediaan air bersih yang terus menerus diupayakan pemerintah. Oleh karena
itu, salah satu indikator penting untuk mengukur derajat kesehatan adalah
ketersediaan sumber air minum rumah tangga.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 22
Sumber air minum yang digunakan rumah tangga dibedakan menurut
air kemasan, ledeng, pompa, sumur terlindung, sumur tidak terlindung, mata air
terlindung, mata air tidak terlindung, air sungai, air hujan, dan lainnya.
Berdasarkan data yang diperoleh dari seksi Pembinaan Kesehatan
Lingkungan (PKL) Dinas Kesehatan Kabupaten Bone, persentase rumah tangga
yang menggunakan air minum berkualitas layak sampai dengan Tahun 2014
baru mencapai 73,12 % atau 540.061 jiwa dengan perincian penduduk yang
menggunakan perpipaan 135.237 jiwa (18,31%), Sumur gali terlindung 201.859
jiwa (27,33%), Sumur gali pompa 117.523 jiwa (15,91%), mata air terlindungi
39.451 jiwa (5,34%), penampungan air hujan 7790 jiwa (1,05%). Sedangkan
sisanya sekitar 25 % belum tercakup air bersih.
4. Sarana Pembuangan Air Besar dan Tempat Penampungan Akhir Kotoran /
Tinja Pada Rumah Tangga.
Fasilitas rumah tinggal yang lain yang berkaitan dengan kesehatan
adalah ketersediaan jamban sendiri dengan tanggi septik. Sehubungan dengan
itu pemerintah telah melaksanakan program sanitasi lingkungan, diantaranya
beberapa pengadaan jamban keluarga. Oleh karena itu, kesadaran masyarakat
Kabupaten Bone terhadap sanitasi lingkungan tersebut terlihat semakin
meningkat jumlah rumah tangga yang menggunakan tangki septik sebagai
penampungan akhir walaupun masih relatif kecil. Model jamban leher angsa
terbanyak digunakan yaitu sekitar 455.079 jiwa dengan persentase 94,87%
memenuhi syarat kesehatan.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 23
Menurut data yang diperoleh dari seksi PKL Dinas Kesehatan
Kabupaten Bone Tahun 2014, persentase rumah tangga yang menggunakan
jamban keluarga sebesar 62,6 %, menurun sedikit dibanding tahun sebelumnya
yang berada di kisaran 67%. Penurunan ini lebih disebabkan meningkatnya
jumlah rumah tangga, sehingga kemungkinan belum teridentifikasi ataupun
terantisipasi oleh petugas di lapangan. Jika dibandingkan dengan target
RPJMD/Renstra Dinas Kesehatau 2014, yaitu 91,45%, maka terlihat masih ada
kesenjangan yang cukup jauh. Tentunya diperlukan usaha yang lebih keras
dalam mencapai target tersebut mengingat pentingnya faktor jamban keluarga
yang memenuhi syarat kesehatan dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Data lebih rinci dapat dilihat pada lampiran tabel 61.
E. KEADAAN PERILAKU MASYARAKAT
Perilaku adalah salah satu faktor utama yang menentukan derajat kesehatan.
Tantangan terbesarnya adalah mengingat bahwa perubahan perilaku seringkali
memerlukan waktu yang lama dan cukup sulit terlaksana. Berbagai perilaku yang
tidak sehat, umumnya merupakan budaya ataupun kebiasaan yang telah ada sejak
lama. Oleh karena itu, komponen perilaku dan lingkungan sehat merupakan
garapan utama promosi kesehatan.
Promosi Kesehatan adalah upaya untuk memampukan atau memberdayakan
masyarakat agar dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya
(WHO). Pelaksanaan kegiatan promosi kesehatan bukanlah pekerjaan yang mudah,
karena menyangkut aspek perilaku yang erat kaitannya dengan sikap, kebiasaan,
kemampuan, potensi dan faktor budaya pada masyarakat.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 24
Perilaku kesehatan adalah hal – hal yang dilakukan oleh manusia yang
didasarkan oleh pengetahuan, sikap dan kemampuan yang dapat berdampak
terhadap kesehata digambarkan melalui indikator – indikator persentase rumah
tangga berperilaku hidup bersih dan sehat, persentase posyandu purnama dan
mandiri.
1. Rumah Tangga ber PHBS
Perilaku yang menunjang kesehatan adalah adanya rumah tangga
yang menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Terjadi peningkatan yang
cukup signifikan dalam capaian Rumah Tangga ber-PHBS yaitu dari tahun
2012 sebesar 24,9% dari 43.459 rumah tangga yang dipantau menjadi 33,88%
pada tahun 2014. Namun bila dibandingkan dengan target pencapaian RPJMD/
Renstra tahun 2014 sebesar 67% , terlihat masih terdapat kesenjangan yang
cukup besar sehingga masih diperlukan upaya – upaya yang optimal untuk
mencapai target tersebut. Data selengkapnya sebagaimana tersaji pada tabel 57
dan gambar II.13
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 25
GAMBAR II.13 CAKUPAN RUMAH TANGGA PHBS MENURUT PUSKESMAS
DI KABUPATEN BONE TAHUN 2014
Sumber : Bidang Kesga Dinkes Kab. Bone
2. Posyandu Purnama dan Mandiri
Salah satu tantangan terbesar dalam pembangunan kesehatan adalah
meningkatkan Peranserta masyarakat, mengingat pentingnya hal tersebut bagi
pencapaian program. Wujud nyata bentuk keperansertaan masyarakat antara
lain muncul dan berkembangnya upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (
UKBM ), misalnya Posyandu.
Sebagai indikator peran aktif masyarakat melalui pengembangan
UKBM digunakan persentase desa yang memiliki Posyandu. Posyandu
merupakan wahana kesehatan bersumberdaya masyarakat yang memberikan
layanan 5 kegiatan utama (KIA, KB, Gizi, Immunisasi dan P2 Diare )
dilakukan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat.
Di Kabupaten Bone tahun 2014 jumlah posyandu yang tercatat
sebanyak 949 unit, dengan rasio posyandu per 100 balita sebesar 1,40 belum
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 26
mencapai target RPJMD sebesar 1,78 dengan ratio posyandu per desa sekitar
2,50. Adapun posyandu yang aktif sebanyak 927 unit atau 97,68%. Situasi ini
tetap perlu mendapat perhatian bila ingin meningkatkan kualitas posyandu
menuju posyandu mandiri.
Posyandu kategori Purnama dan Mandiri di Kabupaten Bone tahun
2014 telah mencapai baru mencapai 349 unit 36,78%, meningkat tajam
dibanding tahun-tahun sebelumnya, misalnya tahun 2012 yang hanya 90 unit
atau 9,49 %. Hal ini menggambarkan meningkatnya peranserta masyarakat.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 27
BAB. III
STATUS DERAJAT KESEHATAN
Untuk menggambarkan derajat kesehatan masyarakat Kabupaten Bone
berikut ini disajikan status Mortalitas, Morbiditas dan Status Gizi Masyarakat.
A. MORTALITAS (Angka Kematian)
Gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat dilihat dari
kejadian kematian dalam masyarakat dari waktu ke waktu. Di samping itu kejadian
kematian juga dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan
pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan lainnya. Angka
kematian pada umumnya dapat dihitung dengan melakukan berbagai survei dan
penelitian.
Peristiwa kematian pada dasarnya merupakan proses akumulasi akhir dari
berbagai penyebab kematian langsung maupun tidak langsung. Secara umum
kejadian kematian pada manusia berhubungan erat dengan permasalahan kesehatan
sebagai akibat dari gangguan penyakit atau akibat dari proses interaksi berbagai
faktor yang secara sendiri – sendiri atau bersama – sama mengakibatkan kematian
dalam masyarakat.
Salah satu alat untuk menilai keberhasilan program pembangunan
kesehatan yang telah dilaksanakan selama ini adalah dengan melihat perkembangan
angka kematian dari tahun ke tahun. Besarnya tingkat kematian dan penyakit
penyebab utama kematian yang terjadi pada periode terakhir dapat dilihat dari
berbagai uraian berikut.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 28
1. Angka Kematian Bayi (AKB)
Data kematian yang terdapat suatu komunitas dapat diperoleh melalui
survei, karena sebagian besar kematian terjadi di rumah, sedangkan data
kematian di fasilitas pelayanan kesehatan hanya memperlihatkan kasus
rujukan. Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia berasal dari berbagai
sumber, yaitu Sensus Penduduk, Sukesnas/Susenas, dan Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SKDI).
Menurut hasil Surkesnas/Susenas, AKB di Indonesia pada tahun 2001
sebesar 50 per 1.000 kelahiran hidup, dan pada tahun 2002 sebesar 45 per
1.000 kelahiran hidup. Sedangkan AKB hasil SDKI 2002 – 2003 terjadi
penurunan yang cukup besar, yaitu 35 per 1.000 kelahiran hidup. Bahkan
berdasarkan SDKI tahun 2012-2013 AKB tinggal 34 per 1000 kelahiran hidup
dan 29 per 1.000 kelahiran hidup. Capaian tersebut masih dibawah target
kemenkes yaitu 24 per 1.000 kelahiran hidup dan target MDG’s. Yaitu 23
1.000 kelahiran hidup.
Angka Kematian Bayi di Kabupaten Bone cenderung fluktuatif. Pada tahun
2008 sebesar 2,17 per 1.000 kelahiran hidup, tahun 2009 sebesar 2,33 Per
1.000 kelahiran hidup, tahun 2010 sebesar 4,01 per 1.000 kelahiran hidup.
Penurunan terjadi pada tahun 2011 sebesar 3,39 per 1.000 kelahiran hidup dan
pada tahun 2012 menurun menjadi 3,01 per 1.000 kelahiran hidup, meningkat
kembali menjadi 5,64 per 1000 KH pada tahun 2013 dan menjadi 5,74 per
1000 KH pada tahun 2014. AKB ini dihitung termasuk kematian neonatal.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 29
Angka kematian bayi 2014 tersebut diatas target RPJMD 2013-2018 yang
berada di kisaran 3,11-2,95.
Trend peningkatan AKB pada 2 tahun terakhir menjadi peringatan tentang
perlunya meningkatkan dan mensinkronisasikan program dan kegiatan terkait
dalam upaya menurunkan AKB, termasuk meningkatkan koordinasi lintas
sektor mengingat AKB banyak dipengaruhi unsur-unsur eksternal seperti
budaya, aksessibilitas maupun kondisi geografis, disamping tentunya oleh
faktor internal kesehatan seperti Sarana dan Prasarana, SDM kesehatan dan
sosialisasi.
GAMBAR. III.1 ANGKA KEMATIAN BAYI PER 1.000 KH DI KABUPATEN BONE TAHUN 2008-2014
Sumber : Bidang Kesga Kab. Bone
2. Angka Kematian Ibu Maternal (AKI)
Angka kematian ibu (AKI) berguna untuk menggambarkan tingkat
kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kondisi kesehatan
lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan terutama ibu hamil, pelayanan
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 30
kesehatan waktu ibu melahirkan dan masa nifas. Untuk mengantisipasi masalah
ini maka diperlukan terobosan – terobosan dengan mengurangi peran dukun
dan meningkatkan peran bidan. Harapan kita agar bidan di desa benar – benar
sebagai ujung tombak dalam upaya penurunan AKB dan AKI. Masalah lain
yang perlu dicermati adalah belum mampunya masyarakat membayar bidan dan
masyarakat lebih senang melahirkan di rumah dari pada di Rumah Sakit,
Puskesmas atau tempat lain seperti Pondok Persalinan Desa atau Klinik
Bersalin Swasta.
Angka Kematian Ibu (AKI) diperoleh melalui beberapa survey yang
dilakukan secara khusus seperti survey Rumah Sakit dan beberapa survey
dimasyarakat dengan cakupan wilayah yang terbatas. Dengan dilaksanakannya
Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dan Survey Demografi & Kesehatan
Indonesia ( SDKI ), maka cakupan wilayah penelitian AKI menjadi lebih luas
dibanding survey-survey sebelumnya.
Di tingkat kabupaten, AKI dihitung berdasarkan pencatatan di Seksi
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Dinas Kesehatan Kabupaten, yang
didasarkan pada laporan dan pencatatan petugas Puskesmas, Rumah Sakit,
Klinik Bersalin ataupun sumber lainnya.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 31
TABEL. III.1 ANGKA KEMATIAN IBU MATERNAL PER 100.000 KH
DI INDONESIA, HASIL SDKI & SKRT TAHUN 1982 – 2013
PENELITAIN / SURVEY TAHUN AKI
SDKI 1982 450
SKRT 1986 450
SKRT 1992 425
SKRT 1994 390
SKRT 1995 373
SDKI 1997 334
SDKI 2002 - 2003 307
SDKI 2007 228
SDKI 2012 359
Sumber : Profil Kesehatan Indonesia 2013
Angka Kematian Ibu (AKI) di Kabupaten Bone memiliki dua pola
kecenderungan. Kurun waktu 2008-2011, terjadi trend penurunan yaitu
30,04/100.000 KH (2008) sampai 15,08/100.000 KH (2011). Namun dari tahun
2012-2014, terjadi trend peningkatan yang sangat signifikan yaitu
29,32/100.000 KH (2012) menjadi 88,41 (2014). Angka ini jauh diatas target
RPJMD yang mencanangkan 27,1/100.000 KH, tapi masih di bawah target
nasional 102/100.000 KH.
Jika dibandingkan dengan target dan tujuan perencanaan jangka
menengah dan jangka pendek, masih ada ketidaksinkronan antara keberhasilan
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 32
pencapaian target indikator kinerja dengan meningkatnya AKI dan AKB
Kabupaten Bone di 2014, yang antara lain disebabkan oleh:
a. Perhitungan AKI sekarang memasukkan faktor penyebab tidak
langsung seperti kematian akibat stroke atau serangan jantung
sehingga meningkatkan jumlah kematian ibu.
b. Adanya kematian ibu yang berasal dari luar daerah dan berdomisili
di luar daerah tapi karena merupakan penduduk Kabupaten Bone
sehingga masuk dalam pencatatan.
c. Faktor eksternal seperti peningkatan jumlah penduduk yang kurang
diimbangi dengan resources yang memadai, termasuk di dalamnya
faktor kesiapan SDM.
Dari hasil pencatatan, penyebab kematian ibu melahirkan beberapa tahun
terakhir dominan karena pendarahan dan eklampsia. Selengkapnya tergambar
di table berikut.
TABEL. III.2 JUMLAH KEMATIAN IBU MATERNAL MENURUT PENYEBAB
DI KABUPATEN BONE TAHUN 2006 s/d 2014
NO PENYEBAB TAHUN
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
1 PENDARAHAN 5 2 4 2 3 2 0 2 2
2 INFEKSI 2 0 0 0 0 0 0 0 0
3 EKLAMPSIA 3 1 2 1 0 0 3 5 6
4 LAIN-LAIN 3 1 0 0 0 0 0 3 4
JUMLAH 13 4 6 3 3 2 3 10 12 Sumber : Bidang Kesga Dinkes Kab. Bone
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 33
Adapun jumlah kematian ibu melahirkan di Kabupaten Bone dalam kurun waktu 2006 – 2014 menunjukkan fluktuasi sebagaimana gambar berikut.
GAMBAR. III.2 JUMLAH KEMATIAN IBU MATERNAL
DI KABUPATEN BONE TAHUN 2006-2014
Sumber : Bidang Kesga Dinkes Kab. Bone
B. MORBIDITAS (Angka Kesakitan)
Angka kesakitan penduduk diperoleh dari data yang berasal dari
masyarakat (Community Based Data) yang diperoleh melalui studi morbiditas, dan
hasil pengumpulan data dari Puskesmas serta sarana pelayanan kesehatan lainnya
(Fasiliti Based Data) yang diperoleh melalui sistem pencatatan dan pelaporan.,
termasuk jaringan dan jejaring Puskesmas.
1. Penyakit Menular
Penyakit menular yang disajikan dalam bagian ini antara lain :
a. Penyakit Menular Langsung : Diare, Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA), Typhus, Penyakit HIV/AIDS, Penyakit TB Paru, dan Kusta.
b. Penyakit Menular yang dapat dicegah dengan Immunisasi ( PD3I )
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 34
c. Penyakit Bersumber Binatang ( Demam Berdarah Dengue, Rabies, Filaria,
Malaria ).
a. Penyakit Menular Langsung
1) Penyakit Diare
Penyakit diare sampai kini masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat, walaupun secara umum angka kesakitan masih
berfluktuasi, dan kematian diare yang dilaporkan oleh sarana pelayanan
dan kader kesehatan mengalami penurunan, namun penyakit diare ini
masih sering menimbulkan KLB yang cukup banyak bahkan
menimbulkan kematian.
Di Indonesia, hasil survey yang dilakukan oleh program
diperoleh angka kesakitan Diare untuk tahun 2000 sebesar 301 per
1.000 penduduk, angka ini meningkat bila dibanding dengan hasil
survey yang sama pada tahun 1996 sebesar 280 per 1.000 penduduk.
Menurut hasil Riskesdas 2007, Diare merupakan penyebab kematian
nomor satu pada bayi (31,4%) dan pada balita (25,2%), sedangkan
pada golongan semua umur merupakan penyebab kematian yang ke
empat (13,2%).
Menurut Riskesdas 2013, insiden diare (≤ 2 minggu terakhir sebelum
wawancara) berdasarkan gejala pada seluruh kelompok umur sebesar
3,5% (kisaran menurut provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada
balita sebesar 6,7% (kisaran provinsi 3,3%-10,2%). Sedangkan period
prevalence diare pada seluruh kelompok umur (>2 minggu-1 bulan
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 35
terakhir sebelum wawancara) berdasarkan gejala sebesar 7% dan pada
balita sebesar 10,2%.
Jadi berdasarkan hasil SKRT dalam beberapa survey termasuk
Riskesdas, penyakit Diare masih merupakan penyebab utama kematian
bayi dan balita sebagai mana disajikan pada Tabel berikut :
TABEL. III.3 PROPORSI DAN PERINGKAT PENYAKIT DIARE SEBAGAI
PENYEBAB KEMATIAN BAYI DAN BALITA TAHUN 1986, 1992, 1995 DAN 2007
Tahun Survey Penyebab Kematian Bayi
Penyebab Kematian
Balita
Proporsi Peringkat Proporsi Peringkat
SKRT 1986 15,50% 3 - -
SKRT 1992 11% 2 - -
SKRT 1995 13,90% 3 15,30% 3
SurKesNas 2001 9,40% 3 13,20% 2
Riskesdas 2007 31,4% 1 25,2% 1
Untuk Kabupaten Bone, jumlah penderita Diare yang dapat dihimpun melalui
laporan dari 38 Puskesmas selama tahun 2014 sebesar 15.021 penderita, IR
20,34/1000 penduduk, lebih baik dari tahun sebelumnya 8,823 penderita (IR =
29,03 Per 1000 penduduk), dengan persentase penemuan penderita 86,82%. Hasil
tersebut masih di bawah target RPJMD yaitu 100%. Kecamatan Tanete Riattang
dan Kajuara adalah kecamatan dengan temuan penderita terbanyak yaitu 2.738
penderita dan 1.154 penderita.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 36
2). Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )
Pola 10 penyakit terbanyak di Rumah Sakit umum maupun data survei (SDKI,
Susenas ) menunjukkan tingginya kasus ISPA. Prevalensi ISPA dalam beberapa
tahun menurut hasil SDKI dapat dilihat pada tabel berikut ini ;
TABEL. III.4 INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT MENURUT KELOMPOK
UMUR DENGAN PREVALENSI TERTINGGI DI INDONESIA SELAMA TAHUN 1991- 2013
Tahun Prevalensi Kelompok Umur dengan
Prevalensi Tertinggi
1991 9,80 12 - 23 Bulan
1994 10,00 6 - 35 Bulan
1997 9,00 6 - 11 Bulan
2002 - 2003 8,00 6 - 23 Bulan
2012 2,13 1-4 Tahun
2013 1,8 <1Tahun
Sumber : Profil Kesehatan Indonesia 2013
Penyakit ISPA juga masih merupakan penyakit utama penyebab
kematian bayi dan Balita di Indonesia. Tabel III.B3 berikut ini menyajikan
proporsi penyebab kematian bayi dan balita yang disebabkan oleh penyakit
sistem pernapasan.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 37
TABEL III.5 PROPORSI DAN PERINGKAT ISPA/SISTEM PERNAFASAN SEBAGAI
PENYEBAB KEMATIAN BAYI DAN BALITA BERDASARKAN HASIL SKRT 1986, 1992, 1995, SUSENAS 2001, 2010 DAN RISKESDAS 2010
Tahun SKRT
/ Susenas
Penyebab Kematian Bayi Penyebab Kematian Balita
Penyakit Proporsi Peringkat Penyakit Proporsi Peringkat
SKRT 1986 Sistem Pernafasan 12,4 % 4 Sistem Pernafasan 22,9 % 1
SKRT 1992 Sistem Pernafasan 36,0 % 1 Sistem Pernafasan 18,2 % 1
SKRT 1995 Sistem Pernafasan 29,5 % 1 Ggn.Sist.pernafasan 38,8 % 1
Susenas
2001 Sistem Pernafasan 27,6 % 2
Sist.Pernafasan
Pneumonia 22,8 % 1
Riskesdas
2007 Sistem Pernafasan
Sistem Pernafasan
Pneumonia 13,2% 2
Susenas
2010 Sistem Pernafasan 22,3% 1
Sumber : Profil Kesehatan Provinsi Sulsel
Dari Tabel diatas menurut beberapa SKRT penyakit ISPA merupakan
penyebab utama kematian bayi dan balita. Diketahui bahwa 80 % - 90 % dari
seluruh kasus kematian ISPA disebabkan oleh Pneumonia dan Pneumonia
merupakan penyebab kematian balita peringkat pertama pada susenas 2001.
Penyakit ISPA sebagai penyebab utama kematian bayi dan balita ini diduga
karena penyakit ini merupakan penyakit yang akut dan kualitas
penatalaksanaannya belum memadai.
Menurut data yang dikumpulkan Dinas Kesehatan Kabupaten Bone
pada Tahun 2014, tercatat jumlah kasus pneumonia sebanyak 9.256 meningkat
dari kasus tahun 2012, yang tercatat bahwa jumlah kasus pneumonia sebanyak
9102 penderita. Adapun jumlah balita yang pneumonia yang ditemukan dan
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 38
ditangani sebanyak 369 balita, meningkat dari 235 balita tahun 2012 dan semua
balita pneumonia tertangani 100 %. Data terinci pada Lampiran Tabel 10
3) HIV / AIDS dan Penyakit Menular Melalui Hubungan Seksual ( PMS ).
Penyakit HIV/AIDS adalah salah satu penyakit yang mendapat global
cocern, selain karena belum ditemukanya obat yang efektif untuk
menyembuhkan HIV/AIDS, juga karena penyakit ini memiliki penularan yang
beragam dan sulit terdeteksi. Tercatat sejak diidentifikasi di awal tahun 1980-
an, AIDS telah menjadi pandemi global di semua benua dan negara. Ironisnya,
penyebaran HIV/AIDS tercepat terjadi di negara-negara Asia dan Afrika yang
memilki sistem kesehatan yang kurang maju. Jumlah kasus baru HIV di
Indonesia sebagaimana gambar III.3.
HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi
Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh.
Infeksi tersebut menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh
sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain.
GAMBAR III.3
JUMLAH KASUS BARU HIV POSITIF DI INDONESIA TAHUN2005-2013
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 39
Di Kabupaten Bone tahun 2014 ditemukan 4 orang penderita AIDS
dengan 0 kematian, yang berada pada kelompok umur produktif yaitu 25-49
tahun, dengan jenis kelamin 2 laki-laki dan 2 perempuan. Sedangkan penderita
HIV ditemukan sebanyak 12 kasus yang diperoleh dari sampel darah yang
diskrining di RSUD Tenriawaru. Kasus HIV di Puskesmas tidak ditemukan.
Begitu juga dengan Penyakit Menular Melalui Hubungan Seksual ( PMS ),
dalam hal ini Syphilis tidak ada kasus ditemukan.
Data tersebut sebagaimana umumnya untuk HIV/AIDS, Syphilih dan
PMS lainnya dapat dicurigai merupakan fenomena gunung salju (iceberg
phenomenon), dimana kemungkinan banyak penderita yang belum terdeteksi.
Peningkatan kinerja surveilans maupun kerjasama yang lebih komprehensif
dengan jejaring seperti Klinik, RS Swasta, dan lintas sektor lainnya diharapkan
dapat meningkatkan deteksi penderita sehingga menghambat laju penambahan
kasus. Data terinci pada Lampiran Tabel 11 dan Tabel 12.
4) Penyakit TB Paru
Angka kesakitan penyakit TB Paru yang terbaru belum diketahui secara pasti,
karena belum pernah dilakukan penelitian yang berskala Nasional. Dari hasil
survei prevalensi di 15 provinsi yang dilaksanakan pada tahun 1979 – 1982
diperoleh gambaran angka kesakitan antara 200 – 400 penderita per 100.000
penduduk.
Berdasarkan hasil Susenas 2001, TB Paru termasuk urutan ke – 3
penyebab kematian secara umum. Sedangkan menurut laporan Rumah Sakit,
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 40
selama tahun 2002 dan 2003 penyakit TB Paru termasuk 10 besar penyakit dari
penderita yang dirawat di RS sekaligus merupakan 10 besar penyebab kematian
rawat inap di Rumah Sakit. Pelaksanaan penanggulangan penyakit TB Paru
sampai tahun 2003 telah dapat menurunkan prevalensi dari 130 per 100.000
penduduk pada tahun 2001 menjadi 122 per 100.000 penduduk pada tahun
2002 dan 115 per 100.000 penduduk pada tahun 2003.
Pada tahun 2013 ditemukan jumlah kasus baru BTA positif (BTA+)
sebanyak 196.310 kasus, menurun bila dibandingkan kasus baru BTA+ yang
ditemukan tahun 2012 yang sebesar 202.301 kasus. Jumlah kasus tertinggi yang
dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa
Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Kasus baru BTA+ di tiga provinsi
tersebut hampir sebesar 40% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia.
Menurut jenis kelamin, kasus BTA+ pada laki-laki lebih tinggi daripada
perempuan yaitu hampir 1,5 kali dibandingkan kasus BTA+ pada perempuan.
Pada masing-masing provinsi di seluruh Indonesia kasus BTA+ lebih banyak
terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan.
WHO memperkirakan pada saat ini, Indonesia merupakan negara
penyumbang kasus TB Paru terbesar ke – 3 di Dunia, yang setiap tahunnya
diperkirakan terdapat penderita baru TB Paru menular sebanyak 262.000 orang
( 44,9 % dari 583.000 penderita baru TB ) dan 140.000 orang diperkirakan
meninggal karena penyakit TBC. Angka tersebut diyakini sangat
memungkinkan, apalagi bila dikaitkan dengan kondisi lingkungan perumahan,
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 41
sosial ekonomi masyarakat, serta kecenderungan peningkatan penderita
HIV/AIDS di Indonesia saat ini.
GAMBAR III.4 ANGKA NOTIFIKASI KASUS BTA+ DAN SELURUH KASUS
PER 100.000 PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2008-2013
Sumber: Profil Kesehatan Indonesia 2013
Di Kabupaten Bone, menurut laporan dari Seksi P2M, Dinas Kesehatan
Kabupaten Bone pada Tahun 2014 tercatat jumlah seluruh kasus TB sebanyak
683 penderita , dengan 596 kasus baru serta CNR 92 per 100.000 penduduk,
dengan jumlah suspek 3.537 orang, persentase BTA+ 17,22%. Angka
kesembuhan (cure rate) cukup baik yaitu 83,40 %, tapi masih dibawah target
RPJMD sebesar 95%. Sedangkan angka keberhasilan pengobatan (success rate)
88,79 %. Penderita terbanyak adalah di Puskesmas Watampone. Tercatat pula
jumlah kematian selama pengobatan sebanyak 44 orang, terdiri 27 laki-laki
(61,36%) dan 17 perempuan (38,64%). Data terinci pada lampiran Tabel.7-9
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 42
5) Penyakit Kusta
Secara global, dalam beberapa tahun terakhir Indonesia merupakan
negara penyumbang penderita kusta terbanyak bersama China, India dan Brasil.
Masalah ini diperberat dengan masih tingginya stigma dikalangan masyarakat
dan sebagian petugas. Akibat dari kondisi ini, sebagian besar penderita dan
mantan penderita kusta dikucilkan sehingga tidak mendapatkan akses
pelayanan kesehatan serta pekerjaan yang berakibat pada meningkatnya angka
kemiskinan.
Dalam kurun waktu 10 tahun (1991-2001), angka prevalensi penyakit
kusta secara Nasional telah turun dari 4,5 per 10.000 penduduk pada tahun
1991 menjadi 0,85 per 10.000 penduduk pada tahun 2001. Pada tahun 2002
prevalensi sedikit meningkat menjadi 0,95 per 10.000 penduduk dan pada tahun
2003 kembali menurun menjadi 0,8 per 10.000 penduduk. Secara Nasional
sudah dapat mencapai eliminasi kusta pada bulan juni 2000.
Meskipun Indonesia sudah mencapai eliminasi kusta pada pertengahan
tahun 2000, sampai saat ini penyakit kusta masih menjadi salah satu masalah
kesehatan masyarakat. Hal ini terbukti dari masih tingginya jumlah penderita
kusta di Indonesia. Pada tahun 2003, jumlah penderita baru yang ditemukan
sebanyak 15.549 dengan 76,9 % diantaranya merupakan penderita tipe MB
yang diketahui merupakan tipe yang menular. Selain itu dari penderita baru
yang ditemukan tersebut 8,0 % sudah mengalami kecacatan tingkat 2 yaitu
kecacatan yang dapat dilihat dengan mata, dan 10,6 % diantaranya adalah anak-
anak. Keadaan ini menggambarkan masih berlanjutnya penularan dan
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 43
kurangnya kesadaran masyarakat akan penyakit kusta sehingga ditemukan
dalam keadaan cacat.
Di Kabupaten Bone untuk tahun 2014, ditemukan jumlah kasus baru
kusta sebanyak 199 kasus dengan angka penemuan kasus baru sebanyak 26,95
per 100.000 penduduk meningkat dari tahun 2012 yaitu 26,35 per 100.000
penduduk. Adapun angka prevalensi penyakit kusta untuk tahun 2014 yaitu
2,49 per 10.000 penduduk, dibawah target RPJMD yaitu 2,6 per 10.000
penduduk. Penderita yang RFT PB sebanyak 92,31 % dan RFT MB sebanyak
86,75%. Data selengkapnya dapat dilihat grafik berikut dan pada Tabel 14-17.
GAMBAR III.5 KASUS KUSTA BARU (CDR) KABUPATEN BONE 2005-2014
Sumber: Bidang P2M Dinkes Kab. Bone
b. Penyakit Menular yang dapat dicegah dengan Immunisasi ( PD3I )
PD3I ( penyakit menular yang dapat dicegah dengan immunisasi )
merupakan penyakit yang diharapkan dapat diberantas / ditekan dengan
pelaksanaan program immunisasi. PD3I yang dibahas dalam bab ini mencakup
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 44
penyakit Tetanus Neonatorum, Campak, Difteri, Pertusis dan Hepatitis B.
Sedangkan untuk Polio akan diuraikan dalam Bab IV. Jumlah kasus PD3I yang
dikumpulkan dari Seksi P2M dapat dilihat pada Lampiran Tabel.14.
1) Tetanus Neonatorum
Secara Nasional, jumlah kasus Tetanus Neonatorum pada tahun
2010 sebanyak 147 kasus , CFR 57,14%. Jika dibandingkan pada tahun
2003 yaitu175 kasus, terjadi penurunan jumlah kasus namun CFR sedikit
meningkat yaitu 57,14% dibanding 56% pada tahun 2003. Dengan
demikian secara keseluruhan CFR masih tetap tinggi. Penanganan tetanus
Neonatorum memang tidak mudah, sehingga yang terpenting adalah usaha
pencegahan yaitu pertolongan persalinan yang higienis ditunjang dengan
immunisasi TT pada ibu hamil.
Untuk Kabupaten Bone, kasus Tetanus Neonatorum pada Tahun
2012 ada 1 orang penderita di Puskesmas Paccang dan meninggal,
sedangkan pada tahun 2013, tidak ada kasus TN, sehingga CFR menjadi
0,00%. Data selengkapnya pada table 19.
2) Campak
Campak merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
paramyxovirus dengan masa inkubasi 2-4 hari sebelum timbul ruam
atau 4 hari setelah ruam kulit ada. Campak sering menyebabkan
kejadian luar biasa ( KLB ) seperti pada tahun 2014, terjadi KLB
campak di Kabupaten Nunukan, Propinsi Kalimantan Utara.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 45
Di Kabupaten Bone penyakit campak pada tahun 2014 tidak ada
dilaporkan kasus, sehingga CFR sebesar 0,00%. Berbeda dengan tahun
sebelumnya misalnya pada tahun 2012, ditemukan sebanyak 41 kasus.
Hal ini dapat berarti imunisasi campak telah cukup berhasil di
Kabupaten Bone, atau juga bisa karena sistem pelaporan dan surveilans
belum berjalan sebagaimana mestinya . Data selengkapnya dapat dilihat
pada lampiran tabel 20.
3) Difteri
Difteri adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi
bakteri Corynebacterium diptheria. Meskipun umumnya jumlah
kasusnya relative rendah, namun secara nasional CFR-nya cukup tinggi
misalnya pad atahun 2003 terjadi 86 kasus, 54 KLB dengan CFR 23%.
Di Kabupaten Bone kasus Difteri pada tahun 2014 tidak
ditemukan, sehingga CFR-nya 0,00%. Hal ini merupakan peningkatan
kinerja program imunisasi difteri karena mengingat pada tahun 2012 di
Kabupaten Bone ditemukan penderita sebanyak 1 kasus di Puskesmas
Biru dan Meninggal. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran
Tabel 19.
4) Pertusis
Pertusis oleh sebagian masyarakat Indonesia dikenal dengan
nama Batuk Rejan atau batuk 100 hari. Penyakit ini disebabkan oleh
Bordetella pertusis, umumnya terjadi pada anak-anak yang dapat
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 46
menyebabkan gangguan saluran pernapasan bahkan pneumonia. Di
Indonesia, jumlah kasus pertusis pada tahun 2003 sebanyak 2.788 kasus
dengan angka insiden tertinggi pada anak usia kurang dari 1 tahun.
Pada tahun yang sama juga terjadi 5 kali KLB dengan jumlah kasus
sebanyak 124.
Di Kabupaten Bone pada Tahun 2014, sebagaimana tahun-
tahun sebelumnya tidak ditemukan adanya kasus Pertusis.
5) Hepatitis
Hepatitis atau peradangan pada hati adalah salah satu penyakit
menular yang memperlihatkan perkembangan yang cukup signifikan,
terlihat dari trend jumlah kasus per tahun maupun dari jumlah varian
virus hepatitis yang ditemukan di dunia kesehatan. Saat ini setidaknya
telah diidentifikasi virus hepatitis tipe A, B, C, D dan E. Sedangkan
prevalensi hepatitis tahun 2013 adalah 2,5%, meningkat tajam dari
sekitar 0,8% pada tahun 2007.
Di Kabupaten Bone tahun 2014, tidak ditemukan kasus
hepatitis, khususnya hepatitis B berdasarkan data yang terkumpul dari
seksi P2M. Hal ini sebagaimana tahun-tahun sebelumnya yang juga
tidak ditemukan kasus. Namun, perluasan cakupkan imunisasi hepatitis,
intensifikasi surveilans dan perbaikan sistem pelaporan diperlukan
untuk mempertahankan jumlah nol kasus. Data selengkapnya dapat
dilihat pada lampiran tabel 20.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 47
c. Penyakit Bersumber Binatang
1) Malaria
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit
plasmodium dengan vektor Nyamuk Anopheles sp. Umumnya malaria
terjadi di negara-negara berkembang maupun negara-negara dunia
ketiga/terbelakang yang miskin, kumuh, padat dengan sanitasi yang
buruk dan kondisi wilayah yang tidak tertata.
Di Indonesia, malaria masih merupakan salah satu penyakit
menular dengan jumlah kasus terbanyak misalnya diperkirakan setiap
tahunnya terdapat 15 Juta penderita malaria dan 30.000 orang
diantaranya meninggal dunia (Survey Kesehatan Rumah Tangga/
SKRT, 1995). Malaria dapat menimbulkan berbagai permasalahan yang
berdampak luas terhadap kualitas kehidupan sosial, ekonomi dan
bahkan menjadi isu politik penting.
Penyakit Malaria menyebar cukup merata diseluruh kawasan
Indonesia, namun paling banyak dijumpai diluar wilayah Jawa – Bali,
bahkan di beberapa tempat dapat dikatakan sebagai daerah endemis
malaria, seperti di Papua, Papua Barat, Nusa Tengara Timur,
Kalimantan Timur, Kalimantan Utara serta Sulawesi Selatan dan
Maluku.
Menurut hasil pemantauan program diperkirakan sebesar 35 %
penduduk Indonesia tinggal di daerah endemis malaria. Perkembangan
penyakit malaria pada beberapa tahun terakhit cenderung mengalami
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 48
peningkatan disemua wilayah. Di Jawa – Bali kenaikan tersebut
ditandai dengan meningkatnya API. Hasil Riskesdas 2010 API secara
nasional adalah 2,4%, di Jawa Bali adalah 0,8%, sedangkan diluar Jawa
– Bali ditandai dengan peningkatan AMI. API lebih tinggi terdapat
pada golongan anak balita dan kelompok umur produktif 25-54 tahun
yaitu 2,5%.
Terjadinya peningkatan kasus diakibatkan antara lain adanya
perubahan lingkungan seperti penambangan pasir yang memperluas
genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk penular malaria,
penebangan hutan bakau, mobilitas penduduk dari Pulau Jawa ke luar
Jawa yang sebagian besar masih merupakan daerah endemis malaria
dan obat malaria yang resisten yang semakin meluas.
Di Kabupaten Bone, menurut data yang diperoleh dari Seksi
P2M pada tahun 2014, dari 2.083 sediaan darah diperiksa (1.575 laki-
laki dan 508 perempuan), didapati jumlah sediaan darah yang positif
sebanyak 35 SD (27 laki-laki, 8 perempuan) atau 1,68% dengan CFR
0,00%. Capaian tahun 2014 tersebut yaitu API sebesar 0,05 per 1000
penduduk sudah memenuhi target SPM/RPJMD Kabupaten Bone yang
mematok angka maksimal 0,1 per 1000 penduduk. Hal ini merupakan
peningkatan kinerja yang baik dibandingkan tahun 2012 yaitu
penderita malaria dengan pemeriksaan sediaan darah tercatat sebanyak
53 positif dan tidak ada yang meninggal. Data selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran Tabel 22.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 49
2) Penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD )
Penyakit DBD yang disebabkan oleh virus dengue dengan
vektor utama nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopictus, merupakan
penyakit yang menjadi salah satu prioritas penanganan utama. Angka
insiden BDB secara nasional fluktuatif dari tahun ke tahun. DBD
umunya terjadi di wilayah perkotaan yang padat penduduk dengan
sistem pembuangan dan penanganan sampah yang buruk. Hal ini terjadi
mengingat nyamuk aedes berkembang biak di genangan air yang jernih
dan tidak bersentuhan langsung dengan tanah. Tempat-tempat
pembiakan yang biasa ditemui di sekitar perumahan adalah vas bunga,
kolam/bak mandi bahkan di tempat pembuangan air lemari es.
Sedangkan di luar rumah biasa ditemui tempat pembiakan jentik-jentik
aedes agepty di kaleng kosong, ban bekas, plastik, bekas kolam dal
lainnya.
Angka kematian (CFR) penyakit DBD di Indonesia pada tahun
2000 mengalami penurunan dibandingkan tahun 1999, yaitu dari 2,0%
menjadi 1,4 %. Namun demikian jumlah kasus DBD meningkat dari
21.134 kasus dengan kamatian 422 pada tahun 1999 menjadi 33.443
kasus dengan kematian 472 kematian pada tahun 2000. Angka
kesakitan meningkat dari 10, 17 Per 100.000 penduduk pada tahun
1999 menjadi 15,75 per 100.000 penduduk pada tahun 2000.
Sedangkan untuk tahun 2001, peningkatan terjadi baik pada angka
kesakitan ( Insidens Rate ) maupun pada kematian (CFR) yakni masing
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 50
– masing 17,1 per 100.000 penduduk dengan CFR sebesar 4,7 %.
Masih terjadinya peningkatan kasus DBD ini disebabkan antara lain
dengan tingginya mobilitas dan kepadatan penduduk, nyamuk penular
penyakit DBD ( Aedes Aegypti ) tersebar diseluruh pelosok tanah air
dan masih digunakannya tempat – tempat penampungan air tradisional
(Tempayan, bal, drum dll). Partisipasi masyarakat dalam
penanggulangan penyakit BDB dapat dilihat dengan masih rendahnya
angka bebas jentik (ABJ ) yakni rata – rata 82,86 % baik dirumah,
sekolah maupun tempat – tempat umum. Pada tahun 2003 jumlah
penderita BDB dilaporkan sebanyak 52.516 kasus dengan angka
kematian ( CFR ) sebesar 1,5 % dan angka insiden sebesar 23,87 per
100.000 penduduk. Target nasional untuk insidens rate DBD adalah
36/100.000 penduduk.
Dalam 7 tahun terakhir, jumlah kasus DBD per 100.000
penduduk fluktuatif. Terjadi trend naik dari tahun 2008 sampai 2009
yaitu mencapai 68,2 per 100.000 penduduk. Namun dari tahun 2010
dan 2011 menunjukkan trend menurun bahkan mencapai titik terendah
pada tahun 2011 yaitu dengan IR 27,67 per 100.000 penduduk. Di
tahun 2012 dan 2013 kembali menunjukkan tren meningkat menjadi
45,85 per 100.000 penduduk. Selengkapnya pada gambar III.6 berikut.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 51
GAMBAR III.6 ANGKA KESAKITAN (IR) DEMAM BERDARAH DENGUE PER 100.000 PENDUDUK DI INDONESIA TAHUN 2008-2013
Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2014
Di Kabupaten Bone menurut laporan dari Seksi P2M tahun
2014, ditemukan 212 kasus (112 laki-laki dan 100 perempuan) di 28
Puskesmas. Angka ini menunjukkan penurunan yang cukup signifikan
jumlah kasus dan sebaran kasus dibandingkan tahun sebelumnya
misalnya tahun 2012 dengan jumlah kejadian penyakit DBD sebesar
606 penderita (IR = 83,16 Per 100.000 Penduduk ) pada 36 Puskesmas.
Tahun 2014, terjadi 2 kasus kematian (1 laki-laki dan 1 perempuan),
dengan CFR 0,94%, menurun dibandingkan kematian sebanyak 8 orang
( CFR = 1,32 % ) di tahun 2012. Hasil tersebut sudah memenuhi target
RPJMD Kabupaten Bone yaitu dibawah 1,1%. Data selengkapnya
dapat dilihat pada lampiran tabel 22.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 52
3) Penyakit Filariasis
Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacaing filarial
yaitu Wucheria bancrofti, Brugia malay dan Brugia timori dengan
vektor nyamuk dari 23 spesies dan 4 genus yaitu Anopheles, Culex,
Aedes dan Armygeres. Penyakit ini di masyarakat dikenal dengan nama
Kaki Gajah karena umumnya menyerang penderita di tubuh dan
ektremitas bawah terutama kaki sehingga mengakibatkan
pembengkakan menyerupai kaki gajah yang menimbulkan kecacatan
permanen. Filariasis, sebagaimana kusta, seringkali menimbulkan
masalah sosial karena penderitanya cenderung akan diabaikan bahkan
diasingkan oleh masyarakat sekitarnya yang takut tertulari dan bahkan
masih dianggap oleh sebagian masyarakat sebagai penyakit kutukan.
Selain itu, juga menimbulkan masalah ekonomi karena penderitanya
menjadi tidak produktif lagi bahkan menjadi beban bagi keluarga.
Program eliminasi filariasis dilaksanakan atas kesepakatan global
WHO tahun 2000 yaitu “ The Global Goal of Elimination of Lymphatic
Filariasis as a Public Health Problem The Year 2020.
Di Indonesia, sampai dengan tahun 2013, kasus filariasi
sebanyak 12.714, meningkat dari 11.902 di tahun 2012, 12.066 (2011)
dan 11.969 kasus di tahun 2010, jauh meningkat dibanding tahun 2003
dimana kasus Filariasis telah menyebar ke 30 profinsi pada lebih dari
231 kabupaten dengan jumlah kasus kronis 6.635 orang. Adapun
prevalensi nasional filaria menurut Riskesdas 2007 adalah 0,11%.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 53
Di Kabupaten Bone, pada Tahun 2014 sesuai data yang
diperoleh dari Seksi P2M, kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 3
kasus yaitu 2 laki-laki dan 1 perempuan. Kasus tersebut didapatkan di
wilayah Puskesmas Ulaweng 1 kasus perempuan dan di Puskesmas
Timurung sebanyak 2 kasus laki-laki. Angka kesakitan tahun 2014
sebesar 0,41 per 100.000 penduduk. Data tersebut menunjukan
penurunan kasus maupun sebarannya dibanding tahun 2012 dengan
jumlah penderita Filariasis sebanyak 4 orang di ilayah kerja 4 yaitu
Puskesmas Usa, Palakka dan Dua BoccoE. Data selengkapnya pada
lampiran tabel.23.
C. STATUS GIZI
Salah satu permasalahan utama yang dihadapi secara global yaitu
rendahnya status gizi di banyak negara terutama negara-negara berkembang,
negara-negara miskin sumber daya, negara yang terlibat konflik, dan negara
dunia ketiga yang umumnya terdapat di benua Afrika, Asia terutama Asia
Selatan dan Tenggara, serta di Amerika Selatan dan Amerika Tengah.
Status gizi seseorang sangat erat kaitannya dengan permasalahan
kesehatan secara umum, karena disamping merupakan faktor predisposisi yang
dapat memperparah penyakit infeksi secara langsung juga dapat menyebabkan
terjadinya gangguan kesehatan individu. Bahkan Status gizi janin yang masih
berada dalam kandungan dan bayi yang sedang menyusu sangat dipengaruhi
oleh status gizi ibu hamil atau ibu menyusui.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 54
Berikut ini akan disajikan gambaran mengenai indikator – indikator
status gizi masyarakat antara lain bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR), status gizi balita, status gizi wanita usia subur Kurang Energi Kronik
(KEK), Anemia Gizi Besi (AGB) pada ibu dan pekerja wanita serta gangguan
akibat kekurangan yodium (GAKY) sebagaimana diuraikan berikut ini :
1. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
Berat Badan Lahir Rendah ( BBLR) yaitu bayi yang lahir dengan berat
badan kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. BBLR
merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap kematian
perinatal dan neonatal. BBLR dibedakan dalam 2 kategori yaitu BBLR karena
prematur atau BBLR karena Intra Uterine Growth Retardation ( IUGR ), yaitu
bayi yang lahir cukup bulan tetapi berat badannya kurang. Di negara
berkembang, banyak BBLR dengan IUGR karena ibu berstatus gizi buruk,
anemia, malaria dan menderita penyakit menular seksual (PMS) sebelum
konsepsi atau pada saat hamil.
TABEL III.6 BBLR BERDASARKAN KATEGORI WILAYAH 1992-1997 DAN 2013
Daerah/Tahun 1992-1997 2013
Nasional 7,7 10,2
Pedesaan 6,6 12,4
Perkotaan 8,4 12,3
Propinsi 3,6-15,6 12,4
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 55
Angka BBLR secara nasional menurut hasil Riskesdas 2013 lebih
tinggi pada bayi perempuan yaitu 14,5% berbanding 10,3% pada bayi laki-laki.
Sedangkan dari segi sebaran, BBLR di daerah pedesaan 12,4% hanya 0,1 %
lebih tinggi dibanding perkotaan yaitu 12,3%. Meskipun demikian proporsi
BBLR dapat diketahui berdasarkan hasil estimasi dari Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI), sebagaimana gambar III.7 berikut.
GAMBAR III.7 PROPORSI BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH
DI INDONESIA TAHUN 2013
Sumber : Profil Kesehatan Sumber: Profil Kesehatan Indonesia 2013
Pada Tahun 2014 jumlah BBLR di Kabupaten Bone sebanyak 178 bayi
dari 13.573 bayi lahir hidup atau dengan persentase 1,3%. Angka ini
menunjukkan peningkatan dibandingkan data tahun 2012 di Kabupaten Bone,
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 56
dengan jumlah Bayi Berat Badan Lahir Rendah ( BBLR ) sebanyak 121 bayi
atau 0,89 % . Data selengkapnya pada tabel 37.
2. Status Gizi Balita.
Status Gizi Balita merupakan salah satu Indikator yang menggambarkan
tingkat kesejahteraan masyarakat. Salah satu cara penilaian status gizi pada
balita adalah dengan anthropometri yang diukur melalui indeks berat badan
menurut umur (BB/U) atau berat badan terhadap tinggi badan ( BB/TB ).
Kategiri yang digunakan adalah : Gizi Lebih (z-score + 2 SD); gizi baik ( z-
score - 2 SD sampai + 2 SD); gizi kurang (z-score <- 2 SD sampai - 3 SD) dan
gizi buruk ( z-score <- 3 SD).
Masalah gizi kurang pada anak balita dikaji kecenderungannya menurut
susenas dan survei atau pemantauan lainnya. Secara nasional, menurut susenas
1989, prevalensi gizi buruk dan kurang lada balita adalah 37,5 % menurun
menjadi 24,7 % pada tahun 2000, yang merarti mengalami penurunan sekitar
34 %.
Dari hasil susenas 2001 di Indonesia persentase Balita yang bergizi baik
adalah sebesar 64,14 %, yang bergizi sedang 21,5 % dan sisanya 9,35 %
adalah balita bergizi kurang / buruk yang dikenal dengan istilah Kurang kaloro
protein ( KKP ). Bila dibandingkan menurut jenis kelamin, persentase balita
perempuan bergizi baik relatif lebih tinggi dari pada laki-laki, demikian pula
gizi kurang/buruk lebih tinggi pada balita laki-laki dibandingkan balita
perempuan.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 57
Menurut Riskesdas, pada tahun 2013, terdapat 19,6% balita kekurangan
gizi yang terdiri dari 5,7% balita dengan gizi buruk dan 13,9% berstatus gizi
kurang. Sebesar 4,5% balita dengan gizi lebih. Jika dibandingkan dengan angka
prevalensi nasional tahun 2007 (18,4 %) dan tahun 2010 (17,9 %), prevalensi
kekurangan gizi pada balita tahun 2013 terlihat meningkat. Balita kekurangan
gizi tahun 2010 terdiri dari 13,0% balita berstatus gizi kurang dan 4,9%
berstatus gizi buruk. Perubahan terutama pada prevalensi gizi buruk yaitu dari
5,4% tahun 2007, 4,9% tahun 2010, dan 5,7% tahun 2013. Untuk mencapai
sasaran MDG tahun 2015 yaitu 15,5% maka prevalensi gizi buruk-kurang
secara nasional harus diturunkan sebesar 4.1 % dalam periode 2013-2015.
Di Kabupaten Bone, untuk menanggulangi masalah gizi atau untuk
memperoleh gambaran perubahan tingkat konsumsi gizi di tingkat rumah
tangga atau status gizi masyarakat dilaksanakan beberapa kegiatan seperti
Pemantauan Konsumsi Gizi (PKG) dan Pemantauan Status Gizi (PSG).
Data tahun 2014, ditemukan 258 kasus BGM (Bawah Garis Merah) pada
Balita terdiri 113 laki-laki dan 145 perempuan atau 0,5% dengan sebaran
temuan di 15 wilayah kerja Puskesmas. Angka ini tidak jauh berbeda dengan
data tahun 2012, dimana Jumlah Balita BGM sebanyak 253 orang (0,46 %)
sesuai data yang diperoleh dari Seksi Gizi. Sedangkan untuk kasus gizi buruk
tahun 2014 ditemukan 25 kasus gizi buruk pada balita terdiri 16 laki-laki dan 9
perempuan dengan sebaran temuan di 15 wilayah kerja Puskesmas.
Keseluruhan kasus gizi buruk, telah mendapat perawatan atau 100%. Data
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran Tabel 47.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 58
BAB. IV
SITUASI UPAYA KESEHATAN
Sebagai pengejewantahan dari rangkaian peraturan perundang-undangan
khususnya di bidang kesehatan, dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan
kesehatan, dilaksanakanlah berbagai upaya kesehatan sebagai jalan menuju pencapaian
tersebut.
Upaya kesehatan terdiri atas upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perorangan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun
2009 tentang Kesehatan. Secara lebih rinci diatur pula dengan peraturan pelaksanaan
lainnya diantaranya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 tahun 2014 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), dimana dijelaskan bahwa Upaya Kesehatan
Masyarakat yang selanjutnya disingkat UKM adalah setiap kegiatan untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah
kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat.
A. PELAYANAN KESEHATAN DASAR.
Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang sangat
penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan
pemberian pelayanan kesehatan dasar secara tepat dan cepat, diharapkan sebagian
besar masalah kesehatan masyarakat sudah dapat diatasi. Berbagai pelayanan
kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan adalah
sebagai berikut :
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 59
1. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi
Seorang ibu mempunyai peran yang sangat besar didalam pertumbuhan
bayi dan perkembangan anak. Gangguan kesehatan yang dialami seorang ibu
bisa berpengaruh pada kesehatan janin dalam kandungan hingga kelahiran dan
masa pertumbuhan bayi dan anaknya.
a. Pelayanan Antenatal (K1 dan K4)
Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga
kesehatan profesional (dokter spesialis kandungan dan kebidangan, dokter
umum, bidan dan perawat) kepada ibu hamil selama kehamilannya, yang
mengikuti pedoman pelayanan antenatal yang ada dengan titik berat pada
kegiatan promotif dan pereventif. Hasil pelayanan antenatal dapat dilihat
dari cakupan pelayanan K1 dan K4.
Cakupan K1 atau juga disebut akses pelayanan ibu hamil merupakan
gambaran besaran ibu hamil yang telah melakukan kunjungan pertama ke
fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal.
Sedangkan Cakupan K4 adalah gambaran besaran ibu hamil yang telah
mendapatkan pelayanan ibu hamil yang sesuai dengan standar serta paling
sedikit empat kali kunjungan, dengan distribusi sekali pada trimester
pertama, sekali pada trimester kedua dan dua kali pada trimester ke tiga.
Angka ini dapat dimanfaatkan untuk melihat kualitas pelayanan kesehatan
pada ibu hamil.
Gambaran persentase cakupan pelayanan K4 menuntut Puskesmas di
Kabupaten Bone pada tahun 2014 sesuai dengan indikator kinerja SPM
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 60
bidang kesehatan tercatat sebesar 98,40 %, dengan capaian adalah 93,60%
artinya masih ada kesenjangan sebesar 4,80%.
Dari data yang ada, hanya ada 4 Puskesmas dengan capaian sama
atau lebih dari target yaitu Puskesmas Kahu, Mare, Usa, dan Pattiro
Mampu. Capaian K4 yang tertinggi adalah Puskesmas Kahu ( 100,0 % ),
sementara Puskesmas dengan capaian K4 yang terendah adalah Puskesmas
Sumaling (72,4 % ). Dengan demikian, Cakupan K4 di Kabupaten Bone
menunjukkan peningkatan kinerja yang cukup bagus dari tahun ke tahun,
yaitu 62,45% tahun 2003 menjadi 93,6% tahun 2014, artinya ada kenaikan
sebesar 31,15% dalam kurun waktu 10 tahun, meskipun belum mencapai
target SPM/RPJMD Kabupaten Bone. Hal tersebut sebagimana tergambar
pada gambar IV.1
Untuk K4, data cakupan kunjungan ibu hamil K1 dan K4 menurut
Puskesmas disajikan pada lampiran tabel 29 dan gambar IV.2
GAMBAR IV.1 PERSENTASE CAKUPAN K4 IBU HAMIL
DI KABUPATEN BONE TAHUN 2007 – 2014
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten Bone Tahun 2008 - 2014
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 61
GAMBAR. IV.2 PERSENTASE CAKUPAN PELAYANAN K4 IBU HAMIL
MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN BONE TAHUN 2014
Sumber : Bidang Kesga Kabupaten Bone Tahun 2014
b. Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan dengan Kompetensi
Kebidanan.
Komplikasi dan Kematian ibu maternal dan bayi baru lahir
sebagian besar terjadi pada masa disekitar persalinan, hal ini antara lain
disebabkan pertolongan tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
memiliki kompetensi kebidanan (profesional). Cakupan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan, termasuk pendampingan dapat dilihat
pada gambar berikut :
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 62
GAMBAR : IV.3 PERSENTASE CAKUPAN PERSALINAN DENGAN PERTOLONGAN OLEH
DAN MELALUI PENDAMPINGAN TENAGA KESEHATAN DI KABUPATEN BONE SELAMA 2004 - 2014
Sumber : Subdin PKM - Kesga Kabupaten Bone Tahun 2014
Sementara itu, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan pada Tahun 2014 di Kabupaten Bone tercatat sebesar 92,49%,
menurun tipis dari 93.43 % tahun 2012. Gambaran persentase persalinan
oleh tenaga kesehatan menurut Puskesmas di Kabupaten Bone Tahun 2014
dapat dilihat pada Lampiran Tabel 29.
Dari data yang ada, di tahun 2014 cakupan persalinan yang
ditolong oleh tenaga kesehatan sebesar 92,50%, masih ada kesenjangan 2%
dari target SPM/RPJMD yang ditetapkan sebesar 94,50%. Puskesmas
Pattiro Mampu dengan capaian tertinggi 102,5%, sedangkan Puskesmas
Bontocani dengan capaian terendah yaitu hanya 72,20%. Hal ini terjadi
karena wilayah kerja Puskesmas Bontocani adalah yang terluas, sekitar 455
km persegi atau lebih 10% dari luas Kabupaten Bone dengan kondisi
geografis yang sulit dijangkau.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 63
c. Ibu Resiko Tinggi Yang Dirujuk.
Dalam memberikan pelayanan khususnya oleh bidan di desa dan
puskesmas, beberapa ibu hamil diantaranya tergolong dalam kasus risiko
tinggi ( Risti ) dan memerlukan pelayanan kesehatan rujukan. Selama tahun
2014, persentase ibu hamil risiko tinggi yang ditangani sebesar 82,70% dari
total perkiraan 3.093 ibu hamil risti. Capaian ini melebihi target
SPM/RPJMD Kabupaten Bone yaitu 80,90% untuk tahun 2014. Ke depan,
diharapkan ibu hamil resti yang ditangani mencapai 100%. Data
selengkapnya dapat dilihat pada Lampitan Tabel 33
GAMBAR . IV.4 PERSENTASE BUMIL RISTI/KOMPLIKASI DITANGANI
DI KABUPATEN BONE SELAMA 2000 – 2014
Sumber : Bidang Kesga Kabupaten Bone Tahun 2014
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 64
d. Kunjungan Neonatus.
Bayi hingga usia kurang satu bulan merupakan golongan umur yang
memiliki risiko gangguan kesehatan paling tinggi. Upaya kesehatan yang
dilakukan untuk mengurangi risiko tersebut antara lain dengan melakukan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan pelayanan kesehatan
pada neonatus ( 0 – 28 hari ) minimal 2 kali, satu kali pada umur 0 – 7 hari
dan satu kali lagi pada umur 8 – 28 hari. Dalam melaksanakan pelayanan
neonatus, petugas kesehatan disamping melakukan pemeriksaan kesehatan
bayi juga melakukan konseling perawatan bayi kepada ibu.
Cakupan kunjungan neonatus (KN) lengkap Kabupaten Bone
menurut Puskesmas tahun 2014 adalah 92,51%, sedangkan KN 1 sebesar
96,51%. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut ini.
GAMBAR . IV.5 PERSENTASE CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATUS
DI KABUPATEN BONE SELAMA 2003 – 2014
Sumber : Bidang Kesga Kabupaten Bone Tahun 2014
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 65
e. Kunjungan Bayi.
Hasil pengumpulan data / indikator kinerja SPM bidang kesehatan
menunjukkan bahwa persentase cakupan kunjungan bayi di Kabupaten
pada tahun 2014 sebesar 96.51 %, meningkat dibanding 93,30% pada tahun
2013. Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran tabel 38.
2. Pelayanan Kesehatan Anak Pra Sekolah, Usia Sekolah dan Remaja.
Pelayanan kesehatan pada kelompok ini dilakukan dengan pelaksanaan
pemantauan dini terhadap tumbuh kembang dan pemantauan kesehatan anak
prasekolah, pemeriksaan anak sekolah dasar/sederajat, serta pelayanan
kesehatan pada remaja, baik yang dilakukan oleh tenaga kesehatan maupun
peranserta tenaga terlatih lainnya seperti kader kesehatan, guru UKS dan
Dokter Kecil.
Secara nasional pada tahun 2003, cakupan deteksi dini tumbuh kembang
anak prasekolah sebesar 45,43%, pemeriksaan siswa sekolah dasar 56,13 % dan
pelayanan kesehatan remaja sebesar 20,74 %. Sedangkan untuk Kabupaten
Bone, cakupan deteksi dini tumbuh kembang anak prasekolah, pemeriksaan
siswa sekolah dasar selama tahun 2003 sampai tahun 2014 mengalami
peningkatan.
Untuk Kabupaten Bone tahun 2014, cakupan pelayanan anak balita 12-59
bulan yang mendapat pelayanan kesehatan minimal 8 kali adalah 96,63% dari
total anak balita 65.419 jiwa. Sedangkan untuk data penjaringan/pelayanan
kesehatan siswa SD dan setingkat pada tahun 2014 adalah 87,30% mencakup
laki-laki 87,1% dan perempuan 87,5%. Data selengkapnya pada tabel 49.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 66
3. Pelayanan Keluarga Berencana.
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010, secara nasional proporsi pasangan
usia subur berstatus kawin yang sedang menggunakan alat KB pada tahun 2010
sebesar 56,0% meningkat dari data tahun 2003 yaitu 54,54 %. Adapun proporsi
penggunaan alat kontrasepsi pada perempuan berstatus kawin usia 15-49 tahun,
yang menggunakan sebesar 56,0%, tidak menggunakan lagi 25,6% dan tidak
pernah sama sekali 18,4%.
Secara nasional, persentase tertinggi alat/cara KB dipakai peserta KB aktif
adalah suntikan (32,4%), pil 12,8%, sterilsasi wanita 2,2%, implan 1,4%,
kondom 1,1%, pantang berkala 0,4%, senggama terputus 0,3%, amenorhea
laktasi 0,1%, lainnya 0,1% sedangkan yang tidak menggunakan masih cukup
besar yaitu 44%.
Sementara untuk tempat pelayanan bagi peserta KB baru adalah klinik KB
pemerintah ( 59,45 % ), bidan praktek swasta ( 30,77 % ) dan klinik KB swasta
( 6,98 % ) serta selebihnya di dokter praktek swasta ( 2,80 % ).
Untuk di Kabupaten Bone, selama tahun 2014 persentase peserta KB aktif
adalah 66,90% dengan capaian tertinggi di wilayah Puskesmas Watampone
82,2% dan Libureng 80%. Sedangkan capaian terendah di wilayah Puskesmas
Cina 45,1% dan Kajuara 45,6%. Untuk peserta KB baru tahun 2014 mencapai
37.397 jiwa atau 28,7% dari total jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) yang
mencapai 130.482 jiwa. Data terinci pada lampiran Tabel 46
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 67
Gambar Persentase peserta KB aktif di Kabupaten Bone selama tahun
2008 S/D 2012 serta Gambar Peserta KB baru menurut Puskesmas di
Kabupaten Bone dapat dilihat pada gambar IV.6 dan IV.7 berikut.
GAMBAR IV.6 PERSENTASE PESERTA KB AKTIF DI KABUPATEN BONE
TAHUN 2008 - 2014
Sumber : Bidang Kesga Kabupaten Bone Tahun 2014
Data yang diperoleh melalui Seksi KIA Dinas Kesehatan Kabupaten Bone
Tahun 2014 tercatat bahwa persentase penggunaan kontrasepsi bagi peserta KB
baru yang terbanyak masing – masing suntik (60,4 %), pil (28,5%), kondom
(8,0 %), implan (2,5 %), IUD (0,5%) dan MOP/MOW (0,07 %). Data terinci
pada lampiran tabel 35.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 68
GAMBAR. IV.7 PERSENTASE PESERTA KB BARU MENURUT KECAMATAN
DI KABUPATEN BONE TAHUN 2014
Sumber : Bidang Kesga Dinkes Kabupaten Bone Tahun 2014
Adapun peserta KB baru menurut jenis kontrasepsi selama tahun 2014 sebagai berikut:
GAMBAR IV.8
PESERTA KB BARU MENURUT JENIS KONTRASEPSI DI KABUPATEN BONE TAHUN 2014
Sumber : Bidang Kesga Kabupaten Bone Tahun 2014
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 69
4. Pelayanan Immunisasi.
Pencapaian Iniversal Child Immunization ( UCI ) pada dasarnya
merupakan proksi terhadap cakupan sasaran bayi yang telah mendapatkan
immunisasi secara lengkap. Bila cakupan UCI dikaitkan dengan batasan sauatu
wilayah tertentu, berarti dalam wilayah tersebut juga tergambarkan besarnya
tingkat kekebalan masyarakat (herd immunity) terhadap penularan PD3I.
Sementara itu, pencapaian UCI tingkat desa / kelurahan pada tahun 2003,
secara Nasional telah mencapai 72,53 %. Sedangkan untuk Sulawesi Selatan
pada tahun yang sama UCI sebesar 72,98 % dan pada tahun 2004 menurun
menjadi 62,04 %.
Untuk Kabupaten Bone UCI tingkat Desa/Kelurahan pada tahun 2004
mencapai 68,01 %, tahun 2008 sebesar 89,52 %. dan pada tahun 2012
meningkat menjadi 90.32 % dan di tahun 2014 ini menjadi 94,09%, dimana
hanya tinggal 8 wilayah kerja Puskesmas yang tidak mencapai UCI 100% yaitu
Puskesmas Tonra, Puskesmas Kahu, Puskesmas Mare, Puskesmas Ulaweng,
Puskesmas Paccing, Puskesmas Salomekko, Puskesmas Palakka serta
Puskesmas Gaya Baru. Data terinci pada lampiran tabel 41 dan gambar IV.9 di
bawah ini.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 70
GAMBAR IV.9 PERSENTASE PENCAPAIAN UCI DI TINGKAT DESA/KELURAHAN
MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN BONE TAHUN 2014
Sumber : Bidang P2M Dinkes Bone Tahun 2014
Untuk imunisasi pada ibu hamil seperti imunisasi TT secara Nasional
cenderung menurun. Cakupan imunisasi TT2 ibu hamil pada tahun 2003
tercatat sebesar 66,12 %, dan di Sulawesi Selatan pada tahun 2004 cakupan
TT2 ibu hamil sebesar 77,68 %.
Untuk Kabupaten Bone, pada tahun 2014 cakupan imunisasi TT 1 31,5% ,
TT2 ibu hamil sebesar 28,6%, TT3 sebesar 1,4%, TT5 sebesar 1,6% %, TT2+
sebesar 33,0%. Data terinci pada lampiran tabel 30.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 71
5. Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut.
Secara nasional, cakupan pelayanan kesehatan pra usia lanjut dan usia
lanjut pada tahun 2013 sebesar 25,34 %, dan untuk Sulawesi Selatan pada
tahun 2013 cakupan pelayanan kesehatan pra usia lanjut dan usia lanjut sebesar
25,00 %. Untuk Kabupaten Bone cakupan pelayanan kesehatan pra usia lanjut
dan usia lanjut sebesar 27,59 % tahun 2008 dan pada tahun 2012 menurun
menjadi 14.68 %, dan tahun 2014 menjadi 8,84%, dengan cakupan tertinggi
pada Puskesmas Lappariaja 85,84%, Puskesmas Sibulue 64,96%, dan
Puskesmas Paccing 62,45%. Ada beberapa Puskesmas yang tidak melaporkan
data tersebut yaitu Puskesmas Sumaling, Puskesmas Gaya Baru dan Puskesmas
Taretta. Data terinci pada lampiran tabel 52.
B. PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN DAN PENUNJANG.
Sebagai sebuah sistem, pelayanan kesehatan terdiri atas beberapa sub
sistem. Selain upaya pelayanan kesehatan dasar atau primer, upaya pelayanan
kesehatan rujukan dan penyediaan fasilitas penunjang merupakan bagian dari dari
sistem pelayanan kesehatan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan kepada masyarakat.
1. Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit.
Menurut laporan Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten
Bone tahun 2014, persentase rata – rata pemanfaatan tempat tidur di Rumah
Sakit Umum Tenriawaru ( BOR ) sebesar 76,49% dari target RPJMD 78%
sedangkan di RS M Yasin sebesar 54,10%. Lama hari perawatan (ALOS)
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 72
sebesar 3,33 hari di RS Tenriawaru dan 7,95 hari di RS M Yasin, yang telah
mencapai target RPJMD sebesar 3 hari. Data tersebut juga menunjukkan
peningkatan dari tahun sebelumnya dimana persentase rata – rata pemanfaatan
tempat tidur di RSU Tenriawaru (BOR ) hanya sebesar 71,82 % dengan lama
hari perawatan (ALOS) sebesar 0.60 hari.
Adapun persentase pasien yang keluar mati (GDR) di RSU Tenriawaru
tahun 2014 sebesar 3,3, sedangkan NDR 1,2 rata. Data terinci pada Lampiran
Tabel 55.
2. Pelayanan Ibu hamil dan Neonatus Resiko Tinggi
Hasil pengumpulan data di Kabupaten Bone tahun 2014 menunjukkan
bahwa persentase ibu hamil risiko tinggi yang mendapat pelayanan kesehatan
lebih lanjut sebesar 82,70% meningkat dari 61.4 % pada tahun 2012.
Sedangkan persentase neonatus risiko tinggi yang ditangani sebesar 80,10%,
meningkat dari 63.6 % tahun 2012. Data terinci pada lampiran tabel 31
C. PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR.
1. Penyelidikan Epidemiologi dan Penaggulangan Kejadian Luar Biasa.
Upaya penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan kejadian luar biasa
(KLB) merupakan tindak lanjut dari penemuan dini kasus – kasus penyakit
berpotensi KLB / Wabah yang terjadi pada masyarakat. Upaya penanggulangan
yang dilakukan dimaksudkan untuk mencegah penyebaran lebih luas dan
mengurangi dampak yang ditimbulkan.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 73
Hasil pengumpulan data/indikator kinerja SPM bidang kesehatan
menunjukkan bahwa pada Tahun 2014, jumlah desa/kelurahan yang mengalami
KLB dilaporkan sebanyak 9 desa/kelurahan dengan penanganan KLB < 24 Jam
sebesar 100% atau semua tertangani cepat. Data ini menunjukkan peningkatan
dari tahun sebelumnya yaitu KLB di 6 Desa/Kelurahan, dan dari jumlah
tersebut 4 Desa / Kelurahan (66.67 %) ditangani < 24 Jam. Data terinci pada
lampiran tabel 28.
2. Pemberantasan Penyakit Polio
Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit Polio telah dilakukan
melalui gerakan immunisasi Polio. Upaya ini ditindaklanjuti dengan kegiatan
survei epidemiologi secara aktif terhadap kasus – kasus Acute Flaccid Paralysis
(AFP) kelompok umur < 15 tahun hingga dalam kurun waktu tertentu, untuk
mencari kemungkinan adanya virus polio liar yang berkembang di masyarakat
dengan pemeriksaan spesimen tinja dari kasus AFP yang dijumpai.
GAMBAR IV.10 NON POLIO AFP RATE PER 100.000 PENDUDUK < 15 TAHUN
DI INDONESIA TAHUN 2013
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 74
Setiap kasus AFP yang ditemukan dalam kegiatan intensifikasi surveilens,
akan dilakukan pemeriksaan spesimen tinja untuk mengetahui ada tidaknya
virus polio liar yang menyerang masyarakat. Gambaran AFP di Kabupaten
Bone selama tahun 2008 s/d 2014 sebagai berikut.
GAMBAR IV.11 JUMLAH PENDERITA AFP PENDUDUK USIA < 15 TAHUN
DI KABUPATEN BONE TAHUN 2008-2014
Sumber : Bidang P2M Dinkes Bone
Penemuan kasus AFP selama tahun 2014 ditemukan 3 kasus AFP yaitu 2
kasus di wilayah Puskesmas Awaru dan 1 kasus di wilayah Puskesmas
Watampone, dengan AFP Rate Non Polio per 100.000 penduduk usia <15
tahun adalah 1,44. Jika dibandingkan dengan target RPJMD, maka AFP rate
tersebut masih sesuai target yaitu dibawah 1,5. Namun dari segi jumlah, data
ini menunjukan peningkatan dibanding tahun 2012 dimana berdasarkan hasil
pelacakan ditemukan kasus sebanyak 2 penderita dari 2 Puskesmas. Data
terinci pada lampiran tabel 18.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 75
2. Pemberantasan TB Paru.
Upaya pencegahan dan pemberantasan TB Paru dilakukan dengan
pendekatan Directly Observe Treatmen Shortcouce (DOTS) atau pengobatan
TB Paru dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).
Kegiatan ini meliputi upaya penemuan penderita dengan pemeriksaan dahak di
sarana pelayanan kesehatan yang ditindaklanjuti dengan paket pengobatan.
Penanganan melalui paket pengobatan yang diminum secara teratur dan
lengkap, diharapkan penderita akan dapat disembuhkan dari penyakit TB Paru
yang dideritanya. Namun demikian dalam proses selanjutnya tidak tertutup
kemungkinan terjadinya kegagalan pengobatan akibat dari paket pengobatan
yang tidak terselesaikan atau drop out (DO), terjadinya resistensi obat atau
kegagalan dalam penegakan diagnoa diakhir pengobatan.
Di tahun 2014, jumlah kematian selama pengobatan mencapai 44 orang, 27
laki-laki, dan 17 perempuan. Sedangkan angka keberhasilan pengobatan
mencapai 88,79%. Angka kesembuhan penderita TB paru BTA+ mencapai
83,40%, menurun dari tahun-tahun sebelumnya. Capaian tersebut masih lebih
rendah dari target RPJMD yaitu 95%. Selengkapnya di lampiran tabel 9.
Adapun angka tingkat kesembuhan dari penderita TB Paru dari tahun 2008 -
2014 dapat dilihat pada gambar berikut.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 76
GAMBAR IV.12 PERSENTASE KESEMBUHAN PENDERITA TB PARU
DI KABUPATEN BONE TAHUN 2008-2014
Sumber : Bidang P2M Dinkes Bone
3. Pemberantasan Penyakit ISPA
Upaya dalam pemberantasan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) lebih difokuskan pada upaya penemuan secara dini dan tatalaksana
kasus yang cepat dan tepat terhadap penderita Pneumonia Balita yang
ditemukan. Upaya ini dikembangkan melalui suatu manajemen terpadu dalam
penanganan balita sakit yang datan ke unit pelayanan kesehatan atau lebih
dikenal dengan manajemen terpadu balita sakit ( MTBS ).
Menurut laporan Subdin PKL – P2M Dinas Kesehatan Kabupaten Bone
tahun 2014, jumlah kasus Pneumonia pada balita mencapai 369 penderita
(3,99%) terdiri 99 laki-laki (2,24%) sedangkan perempuan 270 (5,57%), masih
diatas target RPJMD 0,2%. Sedangkan tahun 2012, tercatat jumlah kasus
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 77
Pneumonia pada balita mencapai 235 penderita (2.6 %). Data selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran Tabel 13
4. Pemberantasan Penyakit HIV / AIDS dan PMS.
Upaya pelayanan dalam rangka pemberantasan penyakit HIV / AIDS di
samping ditujukan pada penanganan penderita yang ditemukan juga diarahkan
pada upaya pencegahan yang dilakukan melalui skrining HIV / AIDS terhadap
darah Donor dan Upaya pemantauan dan pengobatan penderita penyakit
menular seksual (PMS ).
Menurut hasil pengumpulan data/indikator kinerja SPM bidang kesehatan
melalui Bidang P2M selama tahun 2014, tidak ada kematian penderita AIDS
yang tercatat. Sedangkan sampel darah diskrining terhadap HIV adalah 104
sampel. Selengkapnya pada lampiran tabel 11 dan 12.
5. Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD ).
Upaya pemberantasan penyakit DBD dititikberatkan pada penggerakan
potensi masyarakat untuk dapat berperanserta dalam pemberantasan sarang
nyamuk (gerakan 3 M), Juru pemantauan jentik ( Jumatik ) untuk memantau
angka bebas jentik (ABJ), serta pengenalan gejala DBD dan penangannya di
rumah tangga.
Hasil pengumpulan data/indikator kinerja SPM bidang kesehatan
menunjukkan bahwa pada tahun 2014 ditemukan 212 kasus, dengan 100%
penanganan sesuai target RPJMD 2012. Adapun jumlah kematian tercatat 2
orang (1 laki-laki dan 1 perempuan) dengan CFR sebesar 0,94%. Jumlah kasus
tersebut lebih rendah dibanding jumlah kasus yang ditemukan tahun 2012
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 78
sebanyak 606 kasus dan penderita yang ditangani (mendapat pengobatan/
perawatan) sebesar 100%. Jumlah kasus DBD menurut Puskesmas di
Kabupaten Bone terlihat pada gambar IV.13 berikut dan lampiran tabel 21.
GAMBAR IV.13 KASUS DBD BERDASARKAN PUSKESMAS
DI KABUPATEN BONE TAHUN 2014
Sumber: Bidang P2M Dinkes Bone
Sedangkan, kasus DBD bervariasi tiap bulannya. Periode Mei-Agustus
merupakan puncak terjadinya kasus DBD karena pada bulan-bulan tersebut
terjadi peralihan musim/pancaroba. Setelah itu menunjukkan penurunan dan
meningkat kembali pada Desember-Januari. Selengkapnya pada gambar IV.14
berikut.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 79
GAMBAR IV.14 KASUS DBD KABUPATEN BONE BERDASARKAN BULAN
TAHUN 2014
Sumber: Sumber: Bidang P2M Dinkes Bone
6. Pemberantasan Penyakit Malaria.
Hasil pengumpulan data/indikator kinerja RPJMD bidang kesehatan
dari Puskesmas se-Kabupaten Bone menunjukkan bahwa pada tahun 2014,
jumlah penderita dilaporkan sebanyak 35 orang, laki-laki 27 orang dan
perempuan 8 orang dan mendapat pengobatan sebesar 100 % dengan 0
kematian. Data jumlah suspect dan positif malaria di 38 Puskesmas dan RSU
Tenriawaru selama tahun 2014 sebagaimana Gambar IV.15 Adapun persentase
penderita malaria yang diobati menurut puskesmas se-Kabupaten Bone serta
CFR terdapat pada lampiran tabel 22.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 80
GAMBAR IV.15 JUMLAH SUSPECT DAN POSITIF MALARIA PER PUSKESMAS
DI KABUPATEN BONE TAHUN 2012-2014
Sumber: Bidang P2M Dinkes Bone 2014
Dalam 3 tahun terakhir yaitu 2012-2014, jumlah kasus maupun Annual
Paracite Inciden (API) mengalami kecenderungan menurun dan telah mencapai
target RPJMD yaitu dibawah 1 per 1.000 penduduk, sebagaimana gambar
IV.16.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 81
GAMBAR IV.16 ANNUAL PARACITE INCIDENS MALARIA KABUPATEN BONE
TAHUN 2012-2014
Sumber: Bidang P2M Dinkes Bone 2014
7. Pemberantasan Penyakit Kusta.
Pada penderita Kusta yang ditemukan, diberikan pengobatan paket
MDT yang terdiri atas Rifampicin, Lampren dan DDs yang diberikan dalam
kurun waktu tertentu. Hasil pengumpulan data/indikator kinerja SPM bidang
kesehatan menurut Puskesmas di Kabupaten Bone, dilaporkan bahwa jumlah
penderita Kusta baru pada Tahun 2014 sebanyak 199 kasus, terbanyak di
wilayah Puskesmas Tellu Siattinge dan Puskesmas Paccing. Selengkapnya
pada gambar.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 82
GAMBARIV.17 KASUS KUSTA BARU PER KECAMATAN
DI KABUPATEN BONE TAHUN 2014
Sumber: Bidang P2M Dinkes Bone
Dengan persentase RFT PB sebesar 92,31% dan RFT MB sebesar
86,75%. Data tersebut menunjukan peningkatan jumlah kasus dibandingkan
tahun 2012 sebanyak 156 orang dengan persentase bebas dari pengobatan
(RFT) sebesar 83.87 %. Jumlah dan persentase penderita Kusta (RFT) menurut
Puskesmas di Kabupaten Bone tahun 2014 dapat dilihat pada lampiran tabel
14-17.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 83
8. Pemberantasan Penyakit Filariasis.
Salah satu upaya dalam pemberantasan penyakit Filariasis adalah
penemuan penderita secara dini. Sampai dengan tahun 2014, jumlah penderita
kronis yang ditemukan sebanyak 3 orang di wilayah Puskesmas Ulaweng dan
Ajangale. Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran tabel 23.
D. PEMBINAAN KESEHATAN LINGKUNGAN DAN SANITASI DASAR.
Untuk memperkecil risiko terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan
sebagai akibat dari lingkungan yang kurang sehat, dilakukan berbagai upaya
peningkatan kualitas lingkungan, antara lain dengan pembinaan kesehatan
lingkungan pada institusi, survelens vektor dan pengawasan Tempat – Tempat
Umum (TTU).
1. Pembinaan Kesehatan Lingkungan.
Upaya pembinaan Kesehatan Lingkungan dilakukan terhadap institusi
dalam menjaga kualitas lingkungan secara berkala. Upaya yang dilakukan
mencakup pemantauan dan pemberian rekomendasi terhadap aspek penyediaan
fasilitas sanitasi dasar (air bersih dan jamban), pengelolaan sampah, sirkulasi
udara, pencahayaan dll.
2. Surveilans Vektor.
Salah satu faktor utama penyebaran penyakit, terutama penyakit yang
bersumber binatang, adalah adanya vektor. Tercatat beberapa penyakit menular
yang memiliki angka kesakitan dan angka kematian cukup tinggi termasuk
dalam kategori penyakit yang ditularkan oleh vektor tertentu. Demam Berdarah
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 84
Dengue (DBD), Malaria, Filariasis, dan Leptospirosis adalah contohnya.
Karenanya, pengendalian vektor sangat penting dalam memutus mata rantai
penularan penyakit. Hasil survei vektor nasional tahun 2003 menunjukkan
bahwa conteiner index positif (jentik) untuk rumah yang tertata sebesar 15,8 %,
sedangkan untuk rumah yang tidak tertata container indexnya sebesar 23,96 %
serta container index di Tempat Tempat Umum sebesar 24 %.
Hasil pengumpulan data/Indikator SPM bidang kesehatan di Kabupaten
Bone Tahun 2012 menunjukkan bahwa dari 93.705 rumah yang diperiksa
terdapat sebanyak 18.474 rumah ( 19.72 % ) yang bebas jentik.
3. Pengawasan Tempat – Tempat Umum dan Tempat Pengelolaan Makanan
(TUPM).
Hasil pengumpulan data/indikator RPJMD bidang kesehatan tahun
2014 di Kabupaten Bone tercatat jumlah TTU sebanyak 1.061 dengan
persentase yang memenuhi syarat kesehatan 86,05% atau 913 tempat. Data
tersebut menunjukkan peningkatan data Tahun 2012, tercatat bahwa
TUPM/TTU yang memenuhi syarat sebesar 78.11 % . Pencapaian tersebut
masih dibawah target RPJMD yaitu 91,45%. Data selengkapnya dapat dilihat
pada lampiran tabel 63.
Sedangkan untuk TPM, tahun 2014 di Kabupaten Bone tercatat 911
unit dengan persentase yang memenuhi syarat kesehatan sebesar 74,31% atau
677 unit TPM. Sedangkan yang TPM yang tidak memenuhi syarat kesehatan
sebanyak 234 unit atau 25,69%. Data selengkapnya pada tabel 64.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 85
E. PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT.
Upaya perbaikan Gizi masyarakat pada hakikatnya dimaksudkan untuk
menangani permasalahan gizi yang dihadapi masyarakat. Beberapa permasalahan
gizi yang sering dijumpai pada kelompok masyarakat adalah kekurangan kalori
protein, kekurangan Vitamin A, gangguan akibat kekurangan yodium dan anemia
gizi besi.
1. Pemantauan Pertumbuhan Balita.
Upaya pemantauan terhadap pertumbuhan balita dilakukan melalui
kegiatan penimbangan di Posyandu secara rutin setiap bulan. Menurut hasil
pengumpulan data / indikator SPM bidang kesehatan di Kabupaten Bone Tahun
2014 sebanyak 52.576 balita dengan persentase BGM sebanyak 0,49%. Data
tersebut menujukkan peningkatan tipis dibanding tahun 2012 yang tercatat
jumlah balita yang ditimbang sebanyak 54.684 jiwa dengan hasil penimbangan
253 balita (0.46 %) kategori BGM. Data selengkapnya dapat dilihat pada
lampiran tabel 47.
2. Pemberian Kapsul Vitamin A.
Cakupan pemberian kapsul Vitamin A pada balita pada Tahun 2014 di
Kabupaten Bone sebesar 94,45%, meningkat dari tahun 2012 yang dilaporkan
sebesar 88.72 %. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran Tabel 44.
3. Pemberian Tablet Besi.
Pada tahun 2014, cakupan pemberian tablet besi pada ibu hamil tercatat
sebesar 97,89 % untuk Tablet Fe1 (30 tablet) dan 93,60 untuk FE3 (90 tablet).
Dibanding tahun 2012 dengan capaian pemberian tablet besi 92.18 %, Data
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 86
tersebut menunjukkan peningkatan. Data selengkapnya dapat dilihat pada
lampiran tabel 32.
4. Pemberian ASI Esklusif.
Di Kabupaten Bone berdasarkan data/indikator kinerja RPJMD bidang
kesehatan yang terkumpul selama tahun 2014 tercatat cakupan pemberian ASI
esklusif sebesar 63,02%, menurun dibanding tahun 2012 yang mencapai 80.4
%, namun telah melewati target RPJMD yaitu 57%. Data selengkapnya dapat
dilihat pada lampiran tabel 39.
F. PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN.
Upaya pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari upaya pelayanan kesehatan secara paripurna. Upaya
tersebut dimaksudkan untuk :
Menjamin ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan obat generik dan obat
esensial yang bermutu bagi masyarakat.
Mempromosikan penggunaan obat yang rasional dan obat yang generik.
Meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di farmasi komunitas dan
farmasi klinik serta pelayanan kesehatan dasar.
Melindungi masyarakat dari penggunaan alat kesehatan yang tidak memenuhi
persyaratan, mutu dan keamanan.
1. Peningkatan Penggunaan Obat Rasional.
Upaya peningkatan penggunaan obat rasional, diarahkan kepada
peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan pembinaan penggunaan obat yang
rasional melalui pelaksanaan advokasi secara lebih intensif agar terwujud
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 87
dukungan masyarakat yang kondusif serta terbangunnya kemitraan dengan unit
pelayanan kesehatan formal. Secara nasional, sampai dengan akhir tahun 2003,
penggunaan obat rasional baru mencapai 60%. Angka tersebut belum
menunjukkan target yang hendak dicapai yang idealnya penggunaan obat yang
rasional mencapai 100 %. Berkaitan dengan hal tersebut perlu terus diupayakan
peningkatan obay esensial nasional di setiap fasilitas kesehatan masyarakat dan
melindungi masyarakat dari risiko pengobatan irasional.
Adapun situasi peningkatan penggunaan obat rasional di Kabupaten
Bone sampai tahun 2014 belum diperoleh data/informasi.
2. Penerapan Penggunaan Obat Esensial Generik.
Penggunaan obat esensial generik terus digalakkan dalam rangka
memudahkan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan obat yang lebih
terjangkau. Pada tahun 2014 ketersediaan obat esensial di Kabupaten Bone
dapat dilihat pada lampiran tabel 66.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 88
BAB. V
SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN
Upaya pembangunan kesehatan dapat berdaya guna dan berhasil guna bila
kebutuhan sumber daya kesehatan dapat terpenuhi. Dalam bab ini, gambaran mengenai
situasi sumber daya kesehatan dikelompokkan kedalam sajian data dan informasi
mengenai sarana kesehatan, tenaga kesehatan dan pembiayaan kesehatan.
A. SARANA KESEHATAN
Pada bagian ini diuraikan tentang sarana kesehatan diantaranya Puskesmas,
Rumah sakit dan sarana produksi dan distribusi farmasi dan alat kesehatan, sarana
upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM).
1. Puskesmas
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, jumlah Puskesmas (termasuk
Puskesmas Perawatan) terus meningkat dari 3.237 pada tahun 2000 menjadi
7.277 unit tahun 2001, menjadi 7.309 unit tahun 2002, 8.737 unit pada tahun
2009, 9005 unit tahun 2010, 9321 unit tahun 2011. Pada tahun 2012, jumlah
total Puskesmas di seluruh Indonesia sekitar 9.510 unit dan 2013 sebanyak
9.655 unit.
Namun pada periode tahun itu, ratio Puskesmas terhadap 100.000
penduduk sedikit menurun dari 3,56 per 100.000 penduduk pada tahun 2000
dan 3,55 per 100.000 penduduk pada tahun 2001 menjadi 3,46 per 100.000
penduduk pada tahun 2002 dan tahun 2003. Ini berarti bahwa setiap 100.000
penduduk rata – rata dilayani 3 – 4 unit puskesmas. Dalam kurun waktu 1
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 89
dekade kemudian, rasio tersebut menjadi 3,86 per 100.000 penduduk pada
tahun 2011, 3,90 per 100.000 penduduk pada tahun 2012 dan 2013.
Di Kabupaten Bone, distribusi Puskesmas dan Puskesmas Pembantu
sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan dasar telah lebih merata. Pada tahun
2014 jumlah puskesmas sebanyak 38 unit terdiri 17 puskesmas perawatan dan
21 puskesmas non perawatan dan, untuk melayani 738.515 jiwa penduduk
Kabupaten Bone. Dengan demikian rata–rata ratio puskesmas terhadap 100.000
penduduk sebesar 5,14. Angka ini jauh lebigh tinggi dibandingkan pencapaian
secara nasional yang berada di kisaran 3,8-3,9 per 100.000 penduduk .Ini
berarti bahwa setiap 100.000 penduduk dilayani 5 – 6 Puskesmas. Adapun
Puskesmas Pembantu (Pustu) sebanyak 75 buah sedangkan ratio Pustu terhadap
puskesmas adalah 1,97: 1 artinya setiap puskesmas rata – rata didukung oleh 1
atau 2 unit Pustu. Data selengkapnya pada tabel 67.
2. Rumah Sakit
Indikator yang digunakan untuk menilai perkembangan sarana rumah sakit
antara lain dengan melihat perkembangan fasilitas perawatan yang biasanya
diukur dengan jumlah rumah sakit dan tempat tidurnya serta rationya terhadap
jumlah penduduk.
Pada tahun 2014 jumlah Rumah Sakit di Kabupaten Bone sebanyak 2 Unit
dengan perincian RSUD Kabupaten = 1 unit, RS TNI= 1 Unit. Saat ini, juga
sementara ada pembangunan 2 unit rumah sakit, 1 oleh swasta dan 1 rumah
sakit tipe C milik pemerintah daerah. Data terinci pada lampiran tabel 68.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 90
3. Sarana Produksi dan Distribusi Farmasi dan Alat Kesehatan
Salah satu indikator penting untuk menggambarkan ketersediaan sarana
pelayanan kesehatan adalah jumlah sarana produksi dan distribusi sediaan
farmasi dan alat kesehatan. Sedangkan jumlah sarana distribusi sediaan farmasi
dan alat kesehatan pada tahun 2014 tercatat 60 apotek (56 milik swasta dan 4
milik pemerintah sedangkan toko obat berjumlah 25 unit. Terjadi peningkatan
jumlah apotek sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk, dibandingkan
tahun 2012 yang tercatat 19 Apotik dan 25 Toko Obat.
Di Kabupaten Bone, distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan milik
pemerintah dikelola oleh Subdin Farmasi. Adapun jumlah unit pengelola obat
pada tahun 2014 di Kabupaten Bone sebanyak 1 unit. Data terinci pada
lampiran tabel 67.
4. Sarana Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat
Dalam Rangka meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat, berbagai upaya dilakukan dengan memanfaatkan potensi dan
sumberdaya yang ada di masyarakat. Upaya kesehatan bersumberdaya
masyarakat (UKBM) diantaranya adalah Posyandu, Polindes (Pondok Bersalin
Desa), Toga (Taman Obat Keluarga), POD (Pos Obat Desa), Pos UKK (Pos
Upaya Kesehatan Kerja), Poskestren (Pos Kesehatan Pesantren) dan
sebagainya. Bahkan berdasarkan Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014
dan Permenkes Nomor 75 Tahun 2015, Pos Kesehatan Desa (Poskedes) yang
berjumlah 240 unit juga merupakan UKBM.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 91
Posyandu merupakan salah satu bentuk UKBM yang paling dikenal di
masyarakat. Posyandu menyelenggarakan minimal 5 program prioritas, yaitu
kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, Perbaikan Gizi, Immunisasi dan
penanggulangan diare. Untuk memantau perkembangannya, posyandu
dikelompokkan kedalam 4 strata, yaitu Posyandu Pratama, Posyandu Madya,
Posyandu Purnama dan Mandiri.
Pada tahun 2014, jumlah posyandu di Kabupaten Bone sebanyak 949,
meningkat dari 915 buah pada tahun 2012 dengan rincian 90.51 % adalah
Posyandu Pratama 35,72%, Posyandu Madya 25,70%, Posyandu Purnama
33,09 dan 3,69% kategori Posyandu Mandiri.
Gambaran proporsi posyandu pada tahun 2014 di Kabupaten Bone
menurut strata atau tingkat perkembangannya dapat dilihat pada gambar V.1 di
bawah ini, dan data terinci dapat dilihat pada lampiran Tabel 72.
GAMBAR.V.1 PROPORSI POSYANDU MENURUT STRATA
DI KABUPATEN BONE TAHUN 2014
Sumber : Bidang Kesga Dinkes Bone
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 92
B. TENAGA KESEHATAN
Dalam pembangunan kesehatan diperlukan berbagai jenis tenaga
kesehatan yang memiliki kemampuan melaksamakam upaya kesehatan dengan
paradigma sehat, yang mengutamakan upaya peningkatan, pemeliharaan kesehatan
dan pencegahan penyakit. Pengadaan tenaga kesehatan dilaksanakan melalui
pendidikan dan pengembangan tenaga kesehatan melalui pelatihan tenaga oleh
pemerintah maupun masyarakat.
Tenaga kesehatan di Kabupaten Bone pada tahun 2014 yang tercatat
bertugas di Dinas Kesehatan, UPTD Puskesmas dan jaringannya serta di rumah
Sakit, terdiri atas dokter umum/spesialis sebanyak 75 orang, dokter gigi 21 orang,
perawat 329 orang, perawat gigi 1 orang, bidan 235 orang, apoteker dan tenaga
kefarmasian 39 orang, tenaga kesehatan masyarakat 114 orang, sanitarian 26 orang,
tenaga gizi termasuk nutrisionis dan dietisien 49 orang, tenaga keterapian fisik 3
orang, tenaga keteknisian medis 34 orang, serta tenaga penunjang/pendukung
sebanyak 219 orang sehingga total 1.171 orang. Selengkapnya pada gambar V.2
dan lampiran tabel 72-80.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 93
GAMBAR . V.2 PROPORSI TENAGA KESEHATAN MENURUT JENIS TENAGA DAN TEMPAT TUGAS
DI KABUPATEN BONE TAHUN 2014
Sumber : Sub Bagian Kepegawaian Dinkes Kab. Bone
Dalam upaya memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan di Kabupaten Bone, di
tahun 2014 telah didistribusi sejumlah tenaga pada berbagai institusi kesehatan.
Tenaga Kesehatan yang terdistribusi tersebut terserap paling banyak pada
Puskesmas 55,67 % (652 orang) termasuk Pustu dan Polindes/Poskesdes kemudian
Rumah Sakit 39,28 % (460 orang ) lalu Dinas Kesehatan 4,95% (58 orang).
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 94
Sementara itu, untuk melihat kecukupan tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan
kesehatan diantaranya digunakan indikator ratio tenaga perawat puskesmas per
puskesmas dan ratio tempat tidur di rumah sakit terhadap perawat yang bertugas di
rumah sakit.
1. Tenaga Medis
Yang tergolong tenaga medis adalah dokter spedialis, dokter umum,
dokter gigi dan dokter keluarga. Hingga tahun 2014 di Kabupaten Bone, jumlah
tenaga medis yang bertugas di institusi kesehatan pemerintah yaitu Puskesmas,
Rumah Sakit Umum dan Dinas Kesehatan sebanyak 96 orang (75 dokter dan 21
dokter gigi) orang meningkat dari data tahun 2012 dengan jumlah tenaga medis
sebanyak 69 orang. Demikian juga rasio tenaga medis di tahun 2014 sebesar
12,99 per 100.000 penduduk, meskipun meningkat dari tahun 2012 dengan
ratio 9.33 per 100.000 penduduk, namun capaian tersebut masih jauh dari target
RPJMD yaitu 47 per 100.000 penduduk.
Sedangkan ratio masing–masing tenaga medis per 100.000 penduduk
di tahun 2014 ini adalah dokter spesialis sebesar 3,65 per 100.000 penduduk
meningkat dari 2,33 per 100.000 penduduk di tahun 2012, ratio dokter umum
6.22 per 100.000 penduduk, dan ratio dokter gigi sebesar 2,84 per 100.000
penduduk, menurun dari data tahun 2012 dimana ratio dokter umum 9.33 per
100.000 penduduk, dan ratio dokter gigi sebesar 3.15 per 100.000 penduduk.
Data terinci pada lampiran tabel 72.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 95
2. Tenaga Kefarmasian dan Gizi
Untuk tenaga kefarmasian, saat ini telah berjumlah 30 orang (4,12 per
100.000 penduduk) dengan rincian Apoteker 21 orang, D3 Farmasi dan
Asisten Apoteker sebanyak 9 orang.
Sedangkan Jumlah tenaga gizi hingga Tahun 2012 di Kabupaten
Bone sebanyak 36 orang (4,49 per 100.000 penduduk). Data terinci pada
lampiran tabel.76.
3. Tenaga Keperawatan
Yang tergolong ke dalam tenaga keperawatan adalah perawat dan
bidan. Ratio perawat di Kabupaten Bone hingga tahun 2014 adalah 329 orang
atau 44,28 per 100.000 penduduk, meningkat dari tahun 2012 yang mencapai
293 atau 40,21 per 100.000 penduduk.
Sedangkan jumlah tenaga bidan sebanyak 235 orang atau 31,82 per
100.000 penduduk, meningkat dari tahun 2012 yaitu 214 orang atau 29,09 per
100.000 penduduk. Sedangkan rasio tenaga keperawatan seluruhnya untuk
tahun 2014 adalah 75,42 orang per 100.000 penduduk. Data terinci pada
lampiran tabel 73.
4. Tenaga Kesehatan Masyarakat dan Sanitasi
Jumlah tenga kesehatan masyarakat di Kabupaten Bone Tahun 2014
mencapai 114 orang dengan ratio 15,44 per 100.000 penduduk adalah 26,48 per
100.000 penduduk. Sedangkan jumlah tenaga sanitasi sebanyak 26 orang
dengan ratio 3,52 per 100.000 penduduk. Data terinci pada lampiran tabel 75.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 96
C. PEMBIAYAAN KESEHATAN.
1. Anggaran Pembangunan Daerah
Pada tahun 2014, anggaran kesehatan di Kabupaten Bone berjumlah Rp.
193.724.674.458,-. Anggaran tersebut terdiri dari APBD Kabupaten sebesar
Rp.172.398.895.158 dan APBN termasuk DAK, DAU dan Tugas Perbantuan sebesar
Rp. 21.325.779.300. Total anggaran tersebut jika dibandingkan dengan APBD
Kabupaten Bone mencapai 10,63%, dengan angka per kapita sebesar Rp. 262.316.
Besaran anggaran tersebut meningkat drastis jika dibandingkan dengan anggaran pada
tahun 2012 yang dialokasikan di Kabupaten Bone secara keseluruhan sebesar
Rp.62.725.940.118,18. Data terinci pada lampiran tabel 81.
2. Pembiayaan Kesehatan oleh Masyarakat
Sejak lama sudah dikembangkan berbagai cara untuk memberikan jaminan
kesehatan bagi masyarakat. Sebelum berlakunya Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
(JKN), berkembang berbagai cara pembiayaan kesehatan praupaya, yaitu dana sehat,
asuransi kesehatan, asuransi tenaga kerja ( Astek / Jamsostek ), Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan Masyarakat (JPKM) dan asuransi jiwa lain. Sekarang, sejalan dengan
implementasi UU tentang JKN, pelayanan kesehatan dioperatori oleh BPJS (Badan
Penyelenggaran Jaminan Sosial) baik BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan.
JKN diselenggarakan dengan azas gotong royong sehingga pelayanan kesehatan tidak
perlu dibayar langsung karena telah ditanggung oleh BPJS dengan mekanisme tertentu.
Namun demikian, cakupan atau kepesertaan masyarakat terhadap berbagai
jaminan pembiayaan kesehatan ini masih sangat rendah. Menurut data dari bidang
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 97
yankes tahun 2014, masyarakat yang tercakup jaminan pembiayaan kesehatan
mencapai 100,68 % atau 745.515. Perbedaan jumlah yang ada kemungkinan karena
administrasi pencatatan yang masih belum optimal mengingat JKN baru dilaksanakan
1 (satu) tahun. Demikian juga dengan adanya kepesertaan ganda, misalnya masih
tercatat sebagai peserta JKN sekaligus Jamkesda yang masih berjalan sampai
pertengahan tahun 2015. Data terinci pada lampiran tabel 53.
GAMBAR V.3 PERSENTASE PENDUDUK YANG TERCAKUP JAMINAN PEMBIAYAAN
KESEHATAN MENURUT JENISNYA DI KAB. BONE TAHUN 2014
Sumber: Bidang Yankes Dinkes Bone
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 98
BAB. VI
P E N U T U P
Profil Kesehatan Kabupaten Bone tahun 2014 bertujuan memberikan gambaran
secara garis besar dan menyeluruh tentang seberapa jauh perubahan dan perbaikan
keadaan kesehatan masyarakat yang telah dicapai. Oleh karena data dan informasi
merupakan sumber daya yang strategis bagi pimpinan dan organisasi dalam
pelaksanaan manajemen, maka penyediaan data/informasi yang berkualitas sangat
diperlukan sebagai masukan dalam proses pengambilan keputusan. Berbagai data-data
yang telah ditampilkan menunjukkan beberapa hal sebagai berikut sebagai
kesimpulan, yaitu:
1. Capaian kinerja program kesehatan di tahun 2014 telah menunjukkan kemajuan
dan peningkatan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan target kinerja
yang ada, diantaranya target SPM bidang kesehatan di Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJMD) Kabupaten Bone.
2. Terdapat capaian kinerja program di tahun 2014 yang mengalami penurunan
dibanding tahun-tahun sebelumnya atau belum mencapai target kinerja yang
ditetapkan baik target RPJMD maupun MDG’s. Penurunan tersebut diantaranya
karena faktor internal seperti kemampuan pengelola program yang masih
kurang, sarana prasarana yang belum sepenuhnya mencover kebutuhan
program, anggaran yang tersedia belum memadai dan lainnya. Terdapat pula
faktor eksternal yang berpengaruh terhadap pencapaian target seperti kondisi
geografis yang sulit dengan aksessibilitas terbatas, dinamika demografis,
perubahan cuaca yang menimbulkan kejadian penyakit tertentu atau
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 99
pemahaman, kesadaran dan perilaku sebagaian masyarakat yang belum
berorientasi sehat. Termasuk pula meningkatnya patogenitas dan virulensi
penyakit tertentu serta masih adanya iceberg phenomenon yang belum
teridentifikasi seluruhnya.
3. Dari segi tenaga kesehatan, umumnya belum sesuai dengan indikator yang ada,
baik dari segi jumlahnya maupun dari segi distribusinya. Rasio tenaga
kesehatan terutama tenaga medis masih jauh dari target. Demikian pula dengan
distribusinya yang belum menunjukkan pemerataan karena umunya tenaga
kesehatan terkonsentrasi di daerah perkotaan atau ibu kota kecamatan.
4. Sarana dan prasarana pelayanan kesehatan dasar umumnya cukup memadai,
ditandai dengan sebaran dan jumlah puskesmas di setiap kecamatan. Demikian
juga dengan jaringan dan jejaring pelayanan kesehatan masyarakat lainnya
seperti Pustu dan Poskesdes yang telah menjangkau sampai ke pelosok,
meskipun disadari masih perlu peningkatan kualitas dan kuantitasnya.
5. Koordinasi lintas program, lintas bidang, lintas institusi dan lintas sektor dalam
pembangunan kesehatan di Kabupaten Bone perlu ditingkatkan terutama untuk
mengantisipasi adanya kegiatan yang memerlukan keterlibatan bersama dan
konektivitas yang solid.
6. Dari segi data, diperlukan mekanisme yang lebih teratur, rapi dan berkualitas
sehingga data yang tersedia valid, kontinyu dan memenuhi kebutuhan pengguna
data baik internal maupun eksternal. Masih didapatkan data yang belum
mengalami pengolahan dan pengelolaan data yang benar sehingga
meninggalkan tanda tanya terkait dengan kebenarannya. Masih ada data yang
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 100
belum tercover dan tersedia dengan baik di tingkat program, baik sebagian
maupun seluruhnya. Hal ini berimplikasi pada kualitas data dan informasi yang
disajikan di dalam profil kesehatan Kabupaten Bone yang terbit saat ini belum
sesuai dengan harapan.
Oleh karena Profil Kesehatan ini adalah gambaran umum dari pencapaian atas
pelaksanaan kegiatan dan program kesehatan terutama di Dinas Kesehatan, Puskesmas
dan jaringannya, tentunya kekurangan yang ada akan senantiasa dikonstruksi dan
direkonstruksi menjadi lebih baik dan berkualitas, baik dari segi jumlah data, analisa,
penarikan kesimpulan maupun diseminasinya. Kekurangan yang ada adalah
keterbatasan yang tidak menghambat langkah dalam meningkatkan kualitas kinerja
sektor kesehatan Kabupaten Bone.
Ke depan, perbaikan dan penyempurnaan yang menyeluruh dari berbagai aspek
merupakan keniscayaan dalam usaha meningkatkan kualitas Profil Kesehatan
Kabupaten Bone khususnya, dan kualitas kesehatan masyarakat Kabupaten Bone
umumnya. Olehnya, sumbangsih yang konstruktif dari segenap stakeholder kesehatan
merupakan elemen penting bagi kemajuan di sektor kesehatan menuju tercapainya visi
pembangunan Kabupaten Bone 2013-2018 yaitu “Bone Sehat, Cerdas dan
Sejahtera”.
Watampone, 18 Agustus 2015
Kepala Dinas Kesehatan,
dr. Hj. Khasma, M.Kes.
P R O F I L K E S E H A T A N K A B U P A T E N B O N E T A H U N 2 0 1 4
Page 101