Upload
oki-dermawan-djusar
View
147
Download
15
Embed Size (px)
Citation preview
DISKURSUS TENTANG PERBEDAAN PENETAPAN AWAL BULAN
KAMARIAH DI INDONESIA: KAJIAN FIQH AL-IKHTILAF DAN SAINS
A. Latar Belakang Masalah
Ada jargon yang menyatakan bahwa “Perbedaan itu indah.” Kita bangsa
Indonesia sepertinya sudah mudah terbiasa dengan perbedaan dalam mengawali
ibadah puasa Ramadan, Idul Fitri, dan Idul Adha. Bahkan persoalan perbedaan ini
semakin “menjadi-jadi” semenjak bergulirnya orde Reformasi di tanah air.
Keterbukaan yang menjadi ciri dari orde Reformasi ini membuat berita-berita
seputar perbedaan ini terekspos secara luas di media.
Selanjutnya akan dipaparkan data tentang perbedaan awal bulan Kamariah
di Indonesia. Data yang disajikan oleh http://rukyatulhilal.org hanya menyajikan
data penetapan awal bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah berdasarkan sistem
hisab yang diakomodir oleh Pemerintah dalam pelaksanaan sidang Isbat (adapun
kenyataan perbedaannya di lapangan lebih banyak lagi). Data tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:
Tabel 1 Penetapan awal bulan Kamariah di Indonesia Rentang Tahun 1408
H/1988 M – 1432 H/2011 M
2
3
(Sumber: http://rukyatulhilal.org)
Berdasarkan data sebelumnya, maka diperoleh data tentang perbedaan dalam
penentuan awal bulan Kamariah di Indonesia rentang tahun 1408 H/1988 M –
1432 H/2011 M sebagai berikut:
Tabel 2 Perbedaan Penentuan Awal Bulan Kamariah Di Indonesia Rentang
Tahun 1408 H/1988 M – 1432 H/2011 M
No Penentuan Awal Bulan Tahun
1 Ramadan 1409 H/ 1989 M, 1422 H/ 2001 M, dan 1433
H/ 2012 M (tambahan data terbaru).
2 Syawal 1412 H/ 1992 M, 1413 H/ 1993 M, 1414 H/
1994 M, 1418 H/ 1998 M, 1423 H/ 2002 M,
1427 H/ 2006 M, 1428 H/ 2007 M, dan 1432
4
H/ 2011
3 Zulhijah 1409 H/ 1989 M, 1420 H/ 2000 M, 1423 H/
2003 M dan 1431 H/ 2010 M
Data yang disajikan sebelumnya hanya menyajikan data tentang perbedaan
dalam penetapan awal bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah berdasarkan sistem
hisab yang diakomodir oleh Pemerintah dalam pelaksanaan sidang Isbat,
sedangkan kenyataannya di lapangan lebih rumit. Contoh kongkrit perbedaan
penetapan awal bulan tersebut adalah penentuan Idul Fitri 1432 H/ 2011 M lalu.
Pada saat itu umat Islam merayakan Idul Fitri terdapat perbedaan antara
Pemerintah dengan Muhammadiyah saja. Kenyataannya terdapat banyak
perbedaan antara satu kelompok dengan kelompok lain. Sedikitnya terdapat empat
kelompok yang berbeda dalam merayakan Idul Fitri 1432 H/ 2011 M, sebagai
berikut ini:
1. Kelompok tarekat Naqsabandiyah di Padang lebaran hari Senin, 29
Agustus 2011. Sebanyak 100 jamaah Tarekat Naqshabandiyah Surau
Baitul Makmur Pasar Baru Kelurahan Cupak Tangah, Padang, Sumatra
Barat menggelar takbiran sejak pukul 20.00 WIB Minggu (28/8/2011)
malam menyambut 1 Syawal 1432 Hijriah .
2. Warga Muhammadiyah rayakan lebaran Selasa, 30 Agustus 2011.
Keputusan Pemerintah yang menetapkan 1 Syawal 1432 Hijriah jatuh pada
tanggal 31 Agustus 2011, tidak mempengaruhi keputusan Muhammadiyah
untuk merayakan Idul Fitri pada hari Selasa (30/8/2011).
3. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) putuskan lebaran hari Rabu, 31
Agustus 2011. (PBNU) memutuskan Idul Fitri 1 Syawal 1432 H jatuh
pada Rabu 31 Agustus 2011, karena tim rukyah yang diterjunkan tidak
berhasil melihat hilal atau bulan sabit. “berdasarkan laporan dari 90 lokasi
rukyah NU tidak satupun yang menyatakan melihat hilal,” kata Ketua
Umum NU, KH Said Aqil Siroj di Jakarta, Senin (29/8). Ini mengamini
keputusan pemerintah yang menetapkan 1 Syawal 1432 Hijriah jatuh pada
tanggal 31 Agustus 2011. Penetapan tersebut tertuang dalam keputusan
5
Menteri Agama Nomor 148 tahun 2011 tertanggal 29 Agustus 2011
tentang Penetapan 1 Syawal 1432 H. Ketetapan itu menyimpulkan secara
jelas bahwa 1 Syawal 1432 hijriyah jatuh pada hari Rabu, 31 Agustus
2011.
4. Penganut Islam aboge lebaran Kamis, 1 September 2011. Para penganut
Islam Aboge (Alif Rebo Wage) di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah,
merayakan Idul Fitri 1 Syawal 1432 Hijriah pada 1 September 2011.1
Kasus terakhir adalah awal Ramadan 1433 H/ 2012 M lalu. Sebagian
mulai berpuasa sejak Jumat, 20 Juli 2012 atas dasar hisab dengan kriteria wujudul
hilal dan klaim rukyat Cakung (Jakarta Timur). Sementara sebagian lagi memulai
ibadah puasa Ramadan pada Sabtu, 21 Juli 2012, berdasarkan keputusan Menteri
Agama Republik Indonesia pada sidang isbat yang mempertimbangkan lebih dari
20 sistem hisab dan 38 laporan rukyat dari segenap penjuru Indonesia yang
semuanya (kecuali Cakung) menyatakan negatif (hilal tidak terlihat).2
Kita bangsa Indonesia punya program studi Astronomi di Institut
Teknologi Bandung (ITB) di Bandung. Program Astronomi ITB telah berdiri
sejak tahun 1951. Semenjak berdirinya prodi ini telah meluluskan ribuan sarjana.
Pada tahun 2007 lalu dibuka program studi Ilmu Falak strata satu di IAIN
Walisongo Semarang. Pada tahun 2008 dibuka pula tingkat Strata tiga dan tingkat
Strata dua pada tahun 2009 pada institusi yang sama. Itu lembaga formal
pendidikan tinggi di Indonesia. Adapula mereka yang dilahirkan dari lembaga
pendidikan pesantren atau yang belajar secara otodidak ataupun mereka yang
belajar di luar negeri. Tapi kemudian timbul pertanyaan, kenapa tidak bisa
diselesaikan dan dituntaskan perbedaan penentuan awal bulan Kamariah di
1 Hanya di Indonesia, Ada Lebaran 1 Syawal Sampai 4 kali: Senin, Selasa, Rabu & Kamis, http://kabarnet.wordpress.com/2011/08/30/hanya-di-indonesia-ada-lebaran-1-syawal-sampai-4-kali-senin-selasa-rabu-kamis/ diakses 15 Nopember 2012
2 Muh Ma’rufin Sudibyo, Kapan Idul Fitri 1433 H?, http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/08/13/195703/Kapan-Idul-Fitri-1433-H diakses 15 Nopember 2012
6
Indonesia. Padahal secara teknis, bangsa kita punya pakar atau ahli di bidang
Astronomi dan Ilmu Falak.
Permasalahan apa yang belum tuntas yang tengah dihadapi sehingga masih
terdapat perbedaan dalam penentuan awal bulan Kamariah di Indonesia? Sehingga
persoalan perbedaan penentuan awal bulan Kamariah ini tak kunjung selesai.
Walaupun secara teknis Pemerintah telah berusaha dan mengupayakan penyatuan
ini. Namun sampai sekarang belum menampakkan hasil (jika tidak disebut hanya
sia-sia belaka).
Menurut Mutoha Arkanuddin ada empat kriteria dalam penentuan awal
bulan Kamariah di Indonesia, yaitu: Kriteria keberhasilan rukyatul hilal (bi
al-fi'li), kriteria Wujudul hilal, Imkanur rukyah MABIMS3 yang
dipedomani oleh pemerintah, Rukyat Global.4 Namun fakta di atas menunjukkan
bahwa masalah perbedaan hari perayaan Idul Fitri di Indonesia lebih luas dari
empat kriteria yang dikemukakan Mutoha. Karena terdapat metode perhitungan
kalangan pengamal Kalender Jawa Islam dan beberapa kalangan penganut tarekat
tertentu yang memiliki kriteria berbeda dengan yang diungkapkan oleh Mutoha
Arkanuddin.
Adanya penetapan awal bulan Ramadan, Idul Fitri, dan Idul Adha ganda
ini, meskipun sering diklaim sebagai rahmah dari sebuah perbedaan, tetap saja
menimbulkan sejumlah pertanyaan dan ketidaknyamanan dalam beribadah bahkan
benih-benih friksi di tengah-tengah masyarakat. Mulai dari perselisihan tempat
pelaksanaan salat Id. Mereka yang minoritas atau berbeda dengan ketetapan
mayoritas biasanya tidak diizinkan untuk melaksanakan salat Id di lapangan
ataupun masjid sehingga mereka biasanya melaksanakan salat Id di sekolah
ataupun masjid dan lapangan yang berbeda. Bahkan adanya klaim salah, sesat
terhadap orang yang berbeda dengan mereka.
Perbedaan dalam penentuan awal bulan Kamariah ini akhirnya
membingungkan masyarakat. Kebingungan ini kerap saja melanda anggota
3 MABIMS merupakan kesepakatan Mentri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura.
4 Mutoha Arkanudin, “Kriteria Hilal”, http://rukyatulhilal.org, diakses 15 Nopember 2012.
7
masyarakat walaupun persoalan ini bukan hal yang baru mereka alami tapi sudah
kerap dan sering dialami. Perbedaan penentuan awal bulan Kamariah alih-alih
sebagai rahmat justru membingungkan masyarakat atau bahkan menimbulkan
friksi di tengah-tengah mereka.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan permasalahan penelitian ini sebagai berikut:
1. Apakah problematika yang melatarbelakangi perbedaan awal bulan
Kamariah di Indonesia?
2. Bagaimana Fiqh al-Ikhtilaf dan Sains menganalisis perbedaan awal bulan
Kamariah tersebut?
3. Bagaimana alternatif tawaran bagi penyatuan perbedaan penetapan awal
bulan Kamariah di Indonesia tersebut?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan penelitian di atas, maka tujuannya, adalah untuk:
1. Mengetahui problematika yang melatarbelakangi perbedaan awal
bulan Kamariah di Indonesia.
2. Mengetahui dan menganalisis perbedaan awal bulan Kamariah
menurut perspektif Fiqh al-Ikhtilaf dan Sains dalam hal ini ilmu Falak.
3. Menawarkan solusi alternative bagi upaya penyatuan perbedaan
penetapan awal bulan Kamariah di Indonesia.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun Kegunaan penelitian ini adalah:
1. Bagi masyarakat diberikan wawasan tentang akar perbedaan awal
bulan Kamariah di Indonesia dan problematika yang
melatarbelakanginya. Sehingga masyarakat memahami permasalahan
perbedaan tersebut. Tentu saja mereka membutuhkan kejelasan
informasi tentang permasalahan perbedaan awal bulan Kamariah di
8
Indonesia sehingga mengurangi bahkan menghilangkan kebingungan,
keresahan atau bahkan Friksi di tengah-tengah mereka.
2. Bagi Pemerintah, penelitian ini memiliki signifikansi bahwa untuk
ketenangan dan kepastian dalam beribadah. Perlu kiranya alternatif
pemikiran untuk memberikan solusi dalam menyelesaikan perbedaan
awal bulan Kamariah di Indonesia.
E. Landasan Teori
Dalam penentuan awal bulan Kamariah terdapat perbedaan. Di antara
ulama, menyatakan harus berdasarkan pada hasil rukyatul hilal sedangkan
sebagian lain menggunakan metode hisab.
Penetapan awal bulan berdasarkan pada keberhasilan rukyatul hilal harus
memenuhi syarat-syarat tertentu. Terdapat perbedaan di kalangan ulama tentang
persyaratan-persyaratan tersebut. Hanafiah mensyaratkan penetapan awal
Ramadan dan Syawal berupa hasil rukyatul hilal satu kelompok besar jika kondisi
cuaca atau langit cerah. Dan memadai kesaksian keberhasilan rukyatul hilal
seorang yang adil pada kondisi berawan, berkabut, dan sejenisnya. Adapun
Malikiah mensyaratkan keberhasilan rukyah dari dua atau lebih orang yang adil.
Dan mencukupi keberhasilan rukyah satu orang yang adil pada kondisi hilal tidak
terdapat keraguan untuk dapat terlihat. Memadai keberhasilan rukyah seorang
yang adil menurut Syafi’iah dan Hanabilah, walaupun pada kondisi terdapat
penghalang menurut Syafi’iah. Namun tidak memadai dalam kondisi tersebut
menurut Hanabilah. Sebagaimana mesti menurut kalangan Hanabilah dan
Malikiah keberhasilan rukyah dua orang yang adil pada rukyah awal Syawal
untuk penentuan Idul Fitri.5 Mereka juga berbeda pendapat tentang kesaksian
keberhasilan rukyah perempuan. Diterima kesaksian atau keberhasian rukayatul
hilal perempuan menurut Hanafiah dan Hanabilah. Namun kesaksian tersebut
tidak dapat diterima menurut kalangan Malikiah dan Syafi’iah.6
5 Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuh, Jilid III, Dimsyiq: Dar al-Fikr, tt, h. 1656
6 Ibid
9
Di kalangan ahli hisab juga terdapat perbedaan dalam penentuan awal
bulan Kamariah. Di antaranya yang berpendapat bahwa awal bulan baru itu
ditentukan hanya oleh terjadinya ijtimak sedangkan yang lain mendasarkan pada
terjadinya ijtimak dan posisi hilal.
Ijtimak/ konjungsi/ iqtirān/ pangkreman yaitu apabila Matahari dan Bulan
berada pada kedudukan/bujur astronomi yang sama. Dalam astronomi dikenal
dengan istilah konjungsi (conjunction) dan dalam bahasa Jawa disebut
pangkreman. Ijtimak dalam ilmu hisab dikenal juga dengan istilah ijtimā’ an-
nayyirain.
Ijtimak itu adakalanya terjadi setelah Matahari terbenam dan pada waktu
yang lain terjadi sebelum matahari terbenam. Ijtimak setelah Matahari terbenam,
posisi hilal masih di bawah ufuk dan pasti tidak dapat dirukyah. Adapun apabila
ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam ada tiga kemungkinan, yaitu:
a. Hilal sudah wujud di atas ufuk dan mungkin bisa dirukyah.
b. Hilal sudah wujud di atas ufuk dan tidak mungkin bisa dirukyah
c. Hilal belum wujud di atas ufuk/masih di bawah ufuk dan pasti tidak
mungkin bisa dirukyah.
Kelompok yang berpegang pada sistem ijtimak menetapkan jika ijtimak
terjadi sebelum Matahari terbenam, maka sejak Matahari terbenam itulah awal
bulan baru sudah mulai masuk. Mereka sama sekali tidak mempermasalahkan
hilal dapat dirukyah atau tidak.
Sedangkan kelompok yang berpegang pada terjadinya ijtimak dan posisi
hilal menetapkan jika pada saat Matahari terbenam setelah terjadinya ijtimak dan
posisi hilal sudah berada di atas ufuk, maka sejak Matahari terbenam itulah
perhitungan bulan baru dimulai.7
Keduanya sama dalam penentuan awal masuknya bulan Kamariah, yakni
pada saat Matahari terbenam setelah terjadinya ijtimak. Namun keduanya berbeda
dalam menetapkan kedudukan bulan di atas ufuk. Aliran ijtimā’ qabl gurūb sama
7Badan Hisab dan Rukyat. Dep. Agama Pusat, 1981, Almanak Hisab Rukyat. Jakarta: Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, h. 99
10
sekali tidak mempertimbangkan dan memperhitungkan kedudukan hilal di atas
ufuk pada saat sunset. Sebaliknya kelompok yang berpegang pada terjadinya
ijtimak dan posisi hilal saat sunset menyatakan apabila hilal sudah berada di atas
ufuk itulah pertanda awal masuknya bulan baru. Bila hilal belum wujud berarti
hari itu merupakan hari terakhir dari bulan yang sedang berlangsung.8
Selanjutnya kedua kelompok ini masing-masingnya terbagi lagi menjadi
kelompok-kelompok yang lebih kecil. Perbedaan ini disebabkan atau dikaitkan
dengan fenomena-fenomena yang terdapat di sekitar peristiwa ijtimak dan gurūb
asy-syams. Dan dalam perkembangan wacana dalam penetapan awal bulan
Kamariah, kelompok yang berpegang pada posisi hilal inilah yang lebih
mendominasi. Selanjutnya akan dibahas tentang kelompok yang berpedoman pada
wujudul hilal dan kelompok yang berpedoman pada imkanur rukyah dalam
penentuan awal bulan. Keduanya merupakan bagian dari mereka yang berpegang
pada posisi hilal dan memiliki standar atau patokan yang berbeda.
Mereka yang berpedoman pada wujudul hilal menyatakan bahwa pedoman
masuknya awal bulan adalah telah terjadi ijtimak sebelum terbenam Matahari dan
pada saat sunset itu hilal telah wujud di atas ufuk. Sementara itu mereka yang
berpedoman pada imkanur rukyah menyatakan bahwa patokan masuknya awal
bulan adalah telah ijtimak terjadi sebelum terbenam Matahari dan pada saat sunset
itu hilal telah berada di atas ufuk pada ketinggian yang memungkinkan untuk
dirukyah.
Dalam menentukan masuknya awal bulan, mereka yang berpedoman pada
wujudul hilal berpatokan pada posisi hilal sudah di atas ufuk tanpa mematok
ketinggian tertentu. Jika hilal telah di atas ufuk otomatis pertanda masuknya awal
bulan. Mereka yang berpedoman pada Imkanur rukyah menentukan ketinggian
tertentu hilal sehingga memungkinkan untuk dirukyah. Kriteria ketinggian hilal
ini pun dimaknai berbeda-beda ada mereka yang menyatakan bahwa ketinggian
hilal untuk memungkinkan untuk dirukyah. Di samping itu ada kriteria-kriteria
lain sebagai pendukung seperti illuminasi bulan, jarak antara Bulan dan Matahari
8 Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat; Wacana untuk Membangun Kebersamaan di Tengah Perbedaan. Cet.1. Yogyakarta: Pustaka Pelajar: 2007, h. 109
11
saat gurub, posisi hilal terhadap Matahari, jangka waktu antara ijtimak dan
terbenamnya Matahari, dan lainnya.9
F. Kajian Pustaka
Hamdun melakukan penelitian yang berjudul, “Wacana Unifikasi
Penentuan Hari Raya Idul Fitri Di Indonesia ( Suatu Kajian Dengan Analisis
Systems Approach)”. Dalam penelitiannya disimpulkan bahwa Pemerintah dan
berbagai kelompok di masyarakat telah menginisiasi berbagai kegiatan ilmiah
yang mereka gelar dengan tajuk penyatuan hari raya. Namun bersamaan dengan
upaya yang terus dilakukan, realitas perbedaan hari dalam merayakan Idul Fitri
terus saja terjadi bahkan dalam variasi yang kian melebar. Upaya penyatuan atau
unifikasi itupun lalu menjadi lebih bernuansa hanya wacana belaka. Meski
demikian, di sisi lain upaya tersebut telah berhasil membangkitkan semangat
ijtihad dan kemajuan ilmu pengetahuan. Pada akhirnya dialektika yang terjadi di
Indonesia tentang permasalahan penetapan awal bulan Kamariah ini dapat
dipandang sebagai suatu proses penyempurnaan pemahaman dan pengamalan
syari‘at Islam bagi umat Islam di Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.10
Ahmad Izzudin menulis “Fiqh Hisab Rukyah di Indonesia, Upaya
Penyatuan Mazhab Rukyah dengan Mazhab Hisab”11. Buku ini membahas
9 Misalnya Muhammadiyah dalam hal ini memilih posisi Bulan dan Matahari terhadap ufuk sebagai tanda awal bulan, yakni apabila Matahari lebih dulu terbenam daripada Bulan setelah sebelumnya telah terjadi ijtimak. Inilah yang dikenal dengan wujudul hilal. Kata hilal pada kata wujudul hilal, dengan demikian, bukan hilal dalam arti visual sebagaimana ditunjukkan dalam hadis-hadis Nabi saw. melainkan hilal dalam arti konsepsual, yakni bagian permukaan Bulan yang tersinari Matahari menghadap ke Bumi. Atau lebih tepat lagi, istilah itu harus diartikan Matahari sudah terlampaui oleh Bulan dalam peredarannya dari arah barat ke timur; pembatasnya adalah ufuk. Oman Fathurrohman SW. “Penentuan Awal Bulan Qamariyah menurut Muhammadiyah”. Makalah disampaikan dalam Orientasi Kerukunan Umat Islam dan Tenaga Teknis Hisab Rukyat Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, tanggal 14 s/ d 16 Juni 2005. di Wisma Puas Kaliurang Yogyakarta
10 Hamdun, Wacana Unifikasi Penentuan Hari Raya Idul Fitri Di Indonesia ( Suatu Kajian Dengan Analisis Systems Approach, Tesis, Program Pascasarjana, IAIN Sunan Ampel, 2011.
11 Ahmad Izzudin, Fiqh Hisab Rukyah di Indonesia, Upaya Penyatuan Mazhab Rukyah dengan Mazhab Hisab, Yogyakarta: Logung Pustaka, 2003
12
tentang perbedaan-perbedaan dalam menetapkan masalah penetapan awal bulan
Kamariah dua ormas Islam terbesar di Indonesia, yakni antara Nahdlatul Ulama
dan Muhammadiyah. Penulis buku ini menawarkan formulasi mazhab imkanur
rukyah.
Thomas Djamaluddin menulis “Menggagas Fiqih Astronomi; Telaah
Hisab Rukyat dan Pencarian Solusi perbedaan Hari Raya”12. Buku ini merupakan
kumpulan artikel-artikel yang pernah dipublikasikan di berbagai media. Penulis
mengkritisi tentang perbedaan metode penetapan awal bulan Kamariah khususnya
dalam berhari raya baik yang terjadi di Indonesia maupun di berbagai negeri
menurut perspektif astronomis.
Kemudian buku “Hari Raya dan Problematika Hisab Rukyat”,13 karya
Syamsul Anwar. Buku ini berisi 5 tulisan tentang tinjauan hari raya pada masa
Nabi, permasalahan berhari raya mengikuti Arab Saudi, dapatkah rukyat
menyatukan hari raya, apakah hisab Urfi sejalan dengan sunnah Nabi, dan tulisan
tentang perkembangan perumusan Kalender Internasional.
Di lingkungan IAIN Raden Intan sendiri penelitian tentang permasalahan
ini belum pernah dilakukan. Sehingga penelitian ini penting untuk dilaksanakan
sebagai sumbangsih dalam menjawab persoalan yang berkembang di tengah-
tengah masyarakat.
G. Metode Penelitian
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian Kualitatif adalah
prsedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan
tulisan, dan perilaku yang diamati dari subjek penelitian.14 Objek
12 Thomas Djamaluddin, Menggagas Fiqih Astronomi; Telaah Hisab Rukyat dan Pencarian Solusi Perbedaan Hari Raya, (editor) Asep Nurshobah, Bandung: Kaki Langit, 2005
13 Syamsul Anwar, Hari Raya dan Problematika Hisab Rukyat, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2008
14 Arief Furchan , dan Agus Maimun, Studi Tokoh Metode Penelitian Mengenai Tokoh, Jogjakata: Pustaka Pelajar 2005, h. 15
13
penelitian adalah diskursus tentang perbedaan penetapan awal bulan
Kamariah di Indonesia: kajian fiqh al-ikhtilaf dan sains.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif–kualitatif yang melaporkan dan
memaparkan data sesuai dengan kondisi objek yang diteliti yakni
diskursus tentang perbedaan penetapan awal bulan Kamariah di Indonesia:
kajian fiqh al-ikhtilaf dan sains.
3. Pendekatan Penelitan
Penelitian ini menggunakan pendekatan fiqh al-ikhtilaf dalam upaya
menjelaskan dan memahami karakter yang terdapat dalaam perbedaan
penentuan awal bulan Kamariah. Dan Pendekatan sains dalam hal ini
pendekatan ilmu Falak sebagai sains yang sangat terkait dengan masalah
peribadatan umat Islam.
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data untuk penelitian ini dilakukan dengan teknik
dokumentasi dan wawancara. Wawancara dilakukan peneliti terhadap
Anggota Badan Hisab Rukyat (BHR) propinsi Lampung dan para ahli ilmu
Falak dan praktisi yang kepakarannya telah diakui secara luas dalam ilmu
Falak di Propinsi Lampung untuk menggali informasi lebih mendalam
tentang problem perbedaan dalan penentuan awal bulan Kamariah di
Indonesia. Wawancara ini juga berguna untuk menggali pemikiran
mereka dalam upaya penyatuan penetapan awal bulan tersebut. Data
primer adalah hasil wawancara dengan para tokoh dan praktisi ahli ilmu
Falak dan buku ilmu Falak yang membahas tentang upaya perbedaan awal
bulan Kamariah ini. Adapun data sekunder penelitian ini adalah tulisan
tentang diskursus tentang perbedaan penetapan awal bulan Kamariah di
Indonesia: kajian fiqh al-ikhtilaf dan sains yang pernah diteliti sebelumnya
dan juga kitab, buku, dan artikel ilmu Falak yang topiknya relevan dengan
pembahasan dalam penelitian ini.
5. Analisa Data
14
Analisis data secara kualitatif dilakukan bersamaan dengan proses
pengumpulan dan memperoleh data-data penelitian yang dibutuhkan15 dari
hasil pendokumentasian dan wawancara. Data-data tersebut dianalisis
dengan menggunakan pendekatan-pendekatan dalam penelitian ini. Dalam
hal ini data-data yang telah diperoleh tersebut dipolakan sesuai pola atau
tema tertentu. Selanjutnya mencari hubungan pemikiran-pemikirannya
tersebut dan kemudian diklasifikasi sehingga dapat diperoleh generalisasi
gagasan yang spesifik.
6. Penarikan Kesimpulan
Setelah melakukan klasifikasi dan klarifikasi data-data lalu ditariklah
kesimpulan untuk menjawab pertanyaan penelitian ini. Penarikan
kesimpulan ini dilakukan secara Induktif, dari temuan-temuan penelitian
yang bersifat khusus ditariklah suatu kesimpulan yang bersifat umum.
H. Jadwal Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dijadwalkan selama enam bulan, dengan uraian
sebagai berikut:
No Kegiatan Penelitian Bulan Pelaksanaan1 2 3 4 5 6
1 Persiapana. Seminar proposalb. Penyusunan instrumen pengumpul data
X X
2 Pengumpulan data X
3 Pengolahan dan analisa data X X X
4 Penyusunan laporan hasil penelitiana. Penyusunan draf hasil penelitianb. Seminar Draf hasil penelitian
X X
5 Penggandaan dan pengiriman hasil penelitian X
Daftar Pustaka Sementara
Anwar, Syamsul, Hari Raya dan Problematika Hisab Rukyat. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2008
15 Ibid, h. 60
15
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Jakarta: Rineka Cipta, 1993
Azhari, Susiknan, Hisab dan Rukyat; Wacana untuk Membangun Kebersamaan di Tengah Perbedaan. Cet.1. Yogyakarta: Pustaka Pelajar: 2007
Djamaluddin, Thomas, Menggagas Fiqih Astronomi; Telaah Hisab Rukyat dan Pencarian Solusi Perbedaan Hari Raya, (editor) Asep Nurshobah, Bandung: Kaki Langit, 2005
Sudibyo, Muh Ma’rufin, Kapan Idul Fitri 1433 H?, http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/08/13/195703/Kapan-Idul-Fitri-1433-H diakses 15 Nopember 2012
Muhyidin, dkk, “Upaya Unifikasi Penentuan Awal Bulan Qamariyah”. Laporan Penelitian IAIN Walisongo: Semarang, 2007
Ruskanda, Farid, Rukyah dengan Teknologi Upaya Mencari Kesamaan Pandangan Tentang Penentuan Awal Bulan Ramadhan dan Syawal. Jakarta, Gema Insani Prees, 1994
Sabiq, Fairuz, Telaah Metodologi Penetapan Awal Bulan Qomariyah Di Indonesia, Tesis Program Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang, 2007
Shadiq, Sriyatin, “Sistem Hisab Menurut Sullam al Nayyirain Dalam Perspektif Sosiologik,” dalam Depag RI, Hisab Rukyat dan Perbedaannya, Jakarta: Depag RI, 2004
Shihab, M Quraish, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2004
Shomad, Ma’muri Abd. “Problematika Penetapan Awal Bulan dan Akhir Ramadan”. Jurnal Menara Tebu Ireng, Vol.2. No.I. Tahun 2, September 2005.
Wafa, Sirril, “Hisab Menurut Kitab Fath al-Rauf al-Mannan,” dalam Depag RI, Hisab Rukyat dan Perbedaannya, Jakarta: Depag RI, 2004
Lampiran I Out Line
DISKURSUS PERBEDAAN PENETAPAN AWAL BULAN KAMARIAH DI INDONESIA: KAJIAN FIQH AL-IKHTILAF DAN SAINS
16
BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah.B. Rumusan MasalahC. Tujuan Penelitian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori Penetapan Awal Bulan KamariahB. Kajian Pustaka
BAB III METODE PENELITIANA.Jenis dan Sifat PenelitianB. Teknik Pengumpulan DataC.Pendekatan PenelitianD. Analisa DataE. Penarikan Kesimpulan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.Penyajian DataB.Interpretasi Data
BAB V PENUTUP A. KesimpulanB. Saran
Lampiran II Biodata Peneliti
Peneliti I:Nama : Jayusman, M.Ag NIP/NIK : 19741106 200003 1 002Tempat /Tanggal Lahir : Bukittinggi/ 06 November 1974
17
Golongan / Pangkat : III/d Penata Tingkat I Jabatan Akademik : Lektor Fakultas : Ushuluddin, IAIN Raden Intan LampungTelp./Faks. : 081360487705Alamat e-mail : [email protected]
Peneliti II:Nama : Dr. Septiawadi, M.AgNIP : 19740903200112 1003Tempat dan Tanggal lahir : Bukittinggi / 3 September 1974Golongan / Pangkat : III d / Penata Tk IJabatan Fungsional : LektorFakultas : Ushuluddin IAIN Raden Intan LampungTelp : 08127981287E-mail : [email protected]
Peneliti III:Nama : Dr. Oki Dermawan, M.PdNip / Nik : 197610302005011001Tempat dan Tanggal Lahir : Bukittinggi, 30 Oktober 1976Golongan / Pangkat : III/d Penata Tingkat IJabatan Akademik : LektorFakultas : Tarbiyah IAIN Raden Intan LampungTelp : 081220749476Alamat e-mail : [email protected]
PROPOSAL PENELITIAN KELOMPOK
DISKURSUS PERBEDAAN PENETAPAN AWAL BULAN KAMARIAH
DI INDONESIA: KAJIAN FIQH AL-IKHTILAF DAN SAINS
18
Oleh;
Jayusman, M.Ag
Dr. Septiawadi, M.Ag
Dr. Oki Dermawan, M.Pd
Diajukan kepada Lembaga Penelitian IAIN Raden Intan Lampung
untuk dibiayai dari Dana Penelitian DIPA
Tahun Anggaran 2013
LEMBAGA PENELITIAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN
LAMPUNG 2013
19