28
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah melalui peningkatan status gizi masyarakat. Status gizi masyarakat merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas hidup dan produktivitas kerja. Angka kematian yang tinggi pada bayi, anak balita, ibu melahirkan dan menurunnya daya kerja fisik, terganggunya perkembangan mental dan kecerdasan jika di telusuri adalah akibat langsung maupun tidak langsung dari kekurangan asupan gizi. 1 Seorang anak yang sehat dan normal akan tumbuh sesuai dengan potensi genetik yang dimilikinya. Tetapi pertumbuhan ini juga akan dipengaruhi oleh intake zat gizi yang dikonsumsi dalam bentuk makanan. Kekurangan atau kelebihan gizi akan dimanifestasikan dalam bentuk pertumbuhan yang menyimpang dari pola standar. Pertumbuhan fisik sering dijadikan indikator untuk mengukur status gizi baik individu maupun populasi. Oleh karena itu, orang tua perlu menaruh perhatian pada aspek pertumbuhan anak bila ingin mengetahui keadaan gizi mereka. 2 Status gizi yang baik untuk membangun sumber daya berkualitas pada hakekatnya harus dimulai sedini mungkin, yakni sejak manusia itu masih berada dalam kandungan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah makanannya. Melalui makanan manusia mendapat zat gizi yang merupakan kebutuhan dasar untuk hidup dan berkembang. Ketidaktahuan tentang cara

Proposal Gizi PH

Embed Size (px)

DESCRIPTION

proposal KTI pola makan dan status gizi balita

Citation preview

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah

melalui peningkatan status gizi masyarakat. Status gizi masyarakat merupakan salah satu

faktor yang menentukan kualitas hidup dan produktivitas kerja. Angka kematian yang tinggi

pada bayi, anak balita, ibu melahirkan dan menurunnya daya kerja fisik, terganggunya

perkembangan mental dan kecerdasan jika di telusuri adalah akibat langsung maupun tidak

langsung dari kekurangan asupan gizi.1

Seorang anak yang sehat dan normal akan tumbuh sesuai dengan potensi genetik yang

dimilikinya. Tetapi pertumbuhan ini juga akan dipengaruhi oleh intake zat gizi yang

dikonsumsi dalam bentuk makanan. Kekurangan atau kelebihan gizi akan dimanifestasikan

dalam bentuk pertumbuhan yang menyimpang dari pola standar. Pertumbuhan fisik sering

dijadikan indikator untuk mengukur status gizi baik individu maupun populasi. Oleh karena

itu, orang tua perlu menaruh perhatian pada aspek pertumbuhan anak bila ingin mengetahui

keadaan gizi mereka.2

Status gizi yang baik untuk membangun sumber daya berkualitas pada hakekatnya

harus dimulai sedini mungkin, yakni sejak manusia itu masih berada dalam kandungan. Salah

satu hal yang perlu diperhatikan adalah makanannya. Melalui makanan manusia mendapat zat

gizi yang merupakan kebutuhan dasar untuk hidup dan berkembang. Ketidaktahuan tentang

cara memberikan makan pada anak balita baik dari jumlah, jenis, dan frekuensi pemberian

serta adanya kebiasaan yang merugikan kesehatan (pantangan terhadap satu jenis makanan

tertentu), secara langsung dan tidak langsung menjadi penyebab utama terjadinya masalah

kurang gizi pada anak.3

Menurut data WHO pada tahun 2010 kematian bayi dan balita di dunia disebabkan oleh

pneumonia 19%, diare 18%, malaria 8%, campak 4%, HIV/AIDS 3%, kondisi neonatal

termasuk kelahiran prematur, asfiksia dan infeksi 37 %. Dari kematian bayi dan balita

tersebut lebih dari 50% nya menderita gizi kurang, oleh karena itu menurunkan kejadian gizi

kurang berarti menurunkan angka kematian bayi dan balita.1

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 prevalensi status gizi balita

dengan berat kurang pada tahun 2010 adalah 17,9% yang terdiri dari 4,9% gizi buruk dan

13% gizi kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4%)

sudah terjadi penurunan. Penurunan terutama pada terjadi pada prevalensi gizi buruk, turun

2

sebesar 0,5%, sedangkan prevalensi gizi kurang masih tetap sebesar 13.0% bila dibandingkan

dengan sasaran MDGs tahun 2015 yaitu 15,5% maka prevalensi berat kurang secara nasional

masih harus diturunkan. Sementara prevalensi kependekan (stunting) secara nasional tahun

2010 sebesar 35,6%, ada 15 provinsi memiliki prevalensi stunting di atas angka prevalensi

nasional, tetapi bila dibandingkan dengan batas “non public health problem” menurut WHO

untuk masalah kependekan sebesar 20 %, maka semua provinsi masih dalam kondisi

bermasalah. Kondisi ini cukup memprihatinkan, karena dapat mengancam kualitas sumber

daya manusia di masa yang akan datang.1

Keadaan status gizi balita di Sumatera Utara berdasarkan berat badan menurut umur

pada tahun 2010 menunjukkan berat kurang pada balita juga masih tinggi dibanding angka

nasional yaitu mencapai 21,3 % terdiri dari gizi buruk 7,8 % dan gizi kurang 13,5 % dan

prevalensi stunting mencapai 41,3 %.1

Berdasarkan latar belakang di atas pertumbuhan anak yang sehat akan dipengaruhi oleh

intake zat gizi yang dikonsumsi dalam bentuk makanan Pertumbuhan ini dijadikan indikator

untuk mengukur status gizi baik individu maupun populasi. Melihat pravelensi status gizi

kurang, gizi buruk dan pendek pada balita di Indonesia khususnya Provinsi Sumatera Utara

masih tinggi, maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana gambaran pola makan dan

status gizi balita di desa X.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka yang

menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran pola makan dan

status gizi balita di desa X.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pola makan dan

status gizi balita di desa X.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui gambaran pola makan balita di desa X.

2. Untuk mengetahui gambaran status gizi balita di desa X.

3

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memeberikan manfaat, yaitu:

1. Sebagai tambahan pengetahuan dan saran tentang gizi bagi desa X agar dapat

disalurkan kepada masyarakat lainnya melalui program pembinaan dan pengawasan

terhadap tumbuh kembang balita sehingga diharapkan (dalam mengkonsumsi

makanan) selalu memperhatikan aspek gizi untuk makanan yang diberikan kepada

anak dan balitanya.

2. Sebagai bahan informasi mengenai gambaran pola makan dan status gizi balita di

bagian gizi di Dinas Kesehatan Kabupaten X untuk megambil

langkah-langkah kebijakan selanjutnya dalam rangka meningkatkan kesehatan

anak.

4

BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1. Pola Makan

Pola makan didefinisikan sebagai cara yang ditempuh seseorang atau sekelompok

untuk memilih makanan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis,

psikologis, budaya dan sosial.4 Penjelasan lain mengenai pola makan mengartikannya sebagai

berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan

yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan mempunyai cirri khas untuk suatu kelompok

masyarakat tertentu.5

Pola makan suatu daerah dapat berubah sesuai dengan perubahan beberapa faktor atau

kondisi setempat. Faktor-faktor tersebut dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu :

1. Faktor yang berhubungan dengan persediaan atau pengadaan bahan pangan.

Dalam kelompok ini termasuk geografi, iklim, kesuburan tanah, yang dapat

mempengaruhi jenis tanaman dan jumlah produksinya di suatu daerah.

2. Faktor adat istiadat yang berhubungan dengan konsumen

Taraf sosio ekonomi dan adat istiadat setempat memegang peranan penting dalam

pola konsumsi makan penduduk. Jumlah penduduk merupakan kunci utama yang

menentukan tinggi rendahnya jumlah konsumsi bahan pangan di suatu daerah.

Demikian juga dalam keluarga, jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi pola

konsumsi makan anggota keluarga. Apalagi dengan pengetahuan, pendapatan yang

rendah dan jumlah anak yang banyak cenderung pola konsumsi akan menjadi

berkurang.6

Kesukaan makan pada anak sering merupakan akibat perpanjangan pola

makan pada masa bayi. Setelah terbiasa dengan makanan lain, cukup sulit bagi bayi

untuk menyesuaikan dengan makanan yang agak keras. Hal ini menambah

ketidaksukaan terhadap makanan walaupun anak tersebut menyukai rasanya, karena

itu pola makan anak hendaknya disesuaikan dengan usia dan kemampuan organ

tubuhnya.6

5

2.1.1. Pola Makan Anak Balita

Anak-anak yang berasal dari keluarga dengan tingkat sosial ekonomi rendah sangat

rentan terhadap terjadinya gizi kurang. Mereka konsumsi pangan (energi dan protein) lebih

rendah dibandingkan dengan anak-anak dari keluarga berada.3

Bagi bayi dan anak balita tidak ada makanan yang lebih sempurna daipada ASI.

Pemberian ASI ini minimal sampai usia 18 bulan dan salah satu fungsinya adalah untuk

mencegah penyakit diare, disebabkan oleh kebersihannya yang terjaga. Tabel berikut

menunjukkan berbagai vitamin yang didapati pada ASI.7

Vitamin Jumlah didapati pada ASI

(Unit/100 ml)

A (μg) 60

D (μg) 0.01

E (mg) 0.35

K (μg) 0.21

B1 (mg) 0.016

B2 (mg) 0.031

Niacin 0.23

B6 (mg) 0.006

B12 (μg) 0.01

Biotin(μg) 0.76

Pantothenate (μg) 260

Folate (μg) 5.2

C (mg) 3.8

Tabel 1 : Kandungan Vitamin dalam ASI

6

Dalam keadaan demikian, bayi harus mendapat bahan pangan pengganti yaitu susu

sapi (susu formula). Biasanya ini dilakukan dengan pengenceran terlebih dahulu. Kekurangan

zat gizi dapat disebabkan oleh pengenceran ini karena jika dalam pengenceran tersebut

mempergunakan air yang kurang masak atau botol susu yang tidak steril, maka susu tersebut

akan teremar karena kuman-kuman yang ada. Oleh karena itu, dapat terjadi diare yang akan

menurunkan kondisi kesehatan bayi.8

Ibu pekerja harus menyusui sesering mungkin untuk bayinya saat ibu berada di

rumah.8 Kemudian ASI yang berlebih dapat disimpan dan dapat diberikan selama ibu bekerja.

Bayi yang sudah berumur lebih dari 6 bulan dapat menkonsumsi makanan pendamping ASI

(MP-ASI).9

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemberian makanan pada bayi dan anak balita

termasuk :

1. Berilah bayi ASI sampai sekurang-kurangnya umur 18 bulan

2. Mulailah memberi makanan bubur encer pada bayi pada umur 4 bulan, nasi tim saring

pada umur 6 bulan dan nasi tim tanpa saring pada umur 9 bulan

3. Tambahkan pada bubur atau nasi tim, seperti ikan, telur, kacang merah, tempe, tahu

dan seterusnya.

4. Seorang anak balita memerlukan empat kali makan dalam sehari10

2.1.2. Pengaturan Makan untuk Anak Balita

Anak-anak dalam usia ini sudah dapat lebih banyak dikenalkan dengan makanan yang

disajikan oleh anggota keluarga lainnya. Oleh karena itu, menanamkan kebiasaan memilih

bahan makanan yang baik pada usia ini sangat penting. Lazimnya anak-anak kurang

menyukai sayuran dalam makanannya. Dalam hal ini ibu harus bertindak sedemikian rupa

untuk mengajak memakan bahan-bahan yang berfaedah itu. Disamping itu, ibupun harus

mengerti bahwa jumlah bahan makanan yang diperlukan seorang anak akan semakin

bertambah dengan bertambahnya usia.11

Ada beberapa kesukaran dalam menyusun makanan anak-anak, antara lain :

1. Tidak terdapatnya bahan-bahan makanan yang baik seperti makanan-makanan yang

siap santap yang khusus dibuat untuk anak-anak

7

2. Bahan makanan di daerah perdesaan umumnya terbatas sehingga tidak ada pilihan

lain

3. Bahan-bahan makanan seperti susu atau daging umumnya tidak terbeli oleh sebagian

besar keluarga.

Dalam menentukan makanan yang tepat untuk seseorang anak, maka perlu dilakukan

langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menentukan jumlah kebutuhan dari setiap zat gizi dengan menggunakan data tentang

kebutuhan zat gizi

2. Menentukan jenis makanan yang dipilih untuk menterjemahkan zat gizi yang

diperlukan dengan menggunakan daftar komposisi bahan makanan

3. Menentukan jenis makanan yang akan diolah sesuai dengan hidangan yang

dikehendaki

4. Menentukan jadwal untuk waktu makan dan menentukan hidangan

5. Mempertimbangkan intake yang terjadi terhadap hidangan tersebut dengan

mempertimbangkan kemungkinan faktor selera terhadap suatu makanan.12

Untuk pengaturan makanan yang tepat perlu diperhitungkan faktor sebagai berikut;

umur, berat badan, keadaan mulut sebagai alat penerima makanan, kebiasaan makan,

kesukaan dan ketidak sukaan pada jenis makanan dan toleransi dari anak terhadap

makanan yang diberikan.11

Masalah kekurangan gizi sering terjadi pada anak-anak karena anak-anak merupakan

golongan yang paling rawan terhadap kekurangan gizi. Kerawanan kurang gizi pada anak

balita disebabkan oleh karena hal-hal sebagai berikut :

1. Kebutuhan gizi anak balita lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa, karena

disamping untuk pemeliharaan kesehatan juga dibutuhkan untuk pertumbuhan.

2. Segera setelah anak dapat bergerak sendiri, memperbesar kemungkinan terjadinya

penularan penyakit

3. Dalam penyajian makanan pada anggota keluarga, biasanya anggota keluarga yang

produktif akan mendapatkan prioritas utama, baru lebihnya diberikan kepada anggota

8

keluarga yang lain. Biasanya anak balita yang mendapat prioritas paling sedikit

dalam pendistribusian makanan anggota keluarganya.12

2.2. Status Gizi Anak Balita

Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia diatas satu tahun atau lebih

popular dengan pengertian anak usia dibawah lima tahun. Menurut Sutomo & Anggraini

(2010), balita adalah istilah umum bagi anak usia batita (1-3 tahun) dan anak prasekolah (3-5

tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan

kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan

sudah bertambah baik, namun kemampuan lain masih terbatas.13

Status Gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak yang di

indikasikan oleh berat badan dan tinggi badan ana. Status gizi juga didefinisikan sebagai

status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient.

Status gizi dipegaruhi oleh berbagai macam faktor, yaitu:14

A. Faktor External

1) Pendapatan

Masalah gizi karena kemiskinan indikatornya adalh taraf ekonomi keluarga, yang

hubungannya dengan daya beli yang dimiliki keluarga tersebut.

2) Pendidikan

Pendidikan gizi merupakan suatu proses merubah pengetahuan sikap dan prilaku orang

tua atau masyarakat untuk mewujudkan dengan status gizi yang baik.

3) Pekerjaan

Pekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupan

keluarganya. Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja

bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.

4) Budaya

Budaya adalah satu cirri khas, akan mempengaruhi tingkah laku dan kebiasaan.

B. Faktor Internal

1) Usia

Usia akan mempengaruhi kemampuan atau pengalaman yang dimiliki orang tua dalam

pemberian nutrisi anak balita.

9

2) Kondisi fisik

Mereka yang sakit, yang sedang dalam penyembuhan dan yang lanjut usia, semuanya

memerlukan pangan khusus karena status kesehatan mereka yang buruk. Bayi dan

anak-anak yang kesehatannya buruk, adalah sangat rawan, karena pada periode hidup

ini kebutuhan zat gizi digunakan untuk pertumbuhan cepat.

3) Infeksi

Infeksi dan demam dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan atau menimbulkan

kesulitan menelan dan mencerna makanan.

2.2.1. Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi adalah interpretasi dari data yang didapatkan dengan

menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi populasi atau individu yang berisiko

atau dengan status gizi buruk.15 Menurut Supariasa (2002), penilaian status gizi dapat

dilakuakan secara langsung maupun secara tidak langsung:16

A Penilaian secara langsung

Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri,

klinis, biokimia, dan biofisika. Adapun penilaian dari masing-masing adalah sebagai

berikut:

1) Antropometri

Secara umum antropometri berarti ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang

gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi

tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri

secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energy.

Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan porposi jaringan tubuh

seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.

Keunggulan antropometri gizi sebagai metode penilaian status gizi yaitu :

- Prosedurnya sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar

- Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, cukup dilakukan oleh tenaga yang sudah

dilatih dalam waktu singkat

- Alat murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan dibuat di daerah setempat

- Metode tepat dan akurat, karena dapat dibakukan

- Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau

10

- Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang, dan gizi buruk, karena

sudah ada ambang batas yang jelas

- Metode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu,

atau dari satu generasi ke generasi berikutnya

- Dapat digunakan untuk penapisan kelompok yang rawan terhadap gizi.

Kelemahan antropometri gizi sebagai metode penilaian status gizi yaitu

- Tidak sensitif, sebab metode ini tidak dapat mendeteksi status gizi dalam waktu

singkat. Disamping itu tidak dapat membedakan kekurangan zat gizi tertentu seperti

zink dan Fe

- Faktor di luar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan energi) dapat

menurunkan spesifisitas dan sensitivitas pengukuran antropometri

- Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akurasi,

dan validitas pengukuran antropometri gizi.

2) Klinis

Penilaian klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi

masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang

dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel

(superficial ephitelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada

organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.

Penggunaan metode ini umumnya untuk survey klinis secara tepat (rapid clical

surveys). Survey ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis

umumnya dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk

mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu

tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit.

3) Biokimia

Penilaian status gizi secara biokimia adalah pemeriksaan specimen yang diuji secara

laboratories yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang

digunakan antara lain: darah, urin, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati

dan otot.

Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkina akan terjadi

keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik,

11

maka penentuannya secara faal dapat lebih banyak menolong untuk menentukan

kekurangan gizi yang spesifik.

4) Biofisika

Penentuan status gizi secara biofisika adalah penentuan status gizi dengan melihat

kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan.

Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemic

(epidemic of night blindness). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.

b. Penilaian status gizi secara tidak langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi 3 yaitu: survey konsumsi

makanan, statistic vital, dan faktor ekologi.. adapun uraian dari ketiga hal yang tercakup

dalam penilaian status gizi secara tidak langsung adalah.

1) Survei konsumsi makanan

Survei konsumsi makanan adalah penentuan status gizi secara tidak langsung

dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data

konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi

pada masyarakat, keluarga, dan individu. Survei dapat mengidentifikasi kelebihan dan

kekurangan zat gizi.

2) Satistik Vital

Pengukuran status gizi dengan statistic vital adalah dengan menganalisis data

bebrapa statistic kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan

dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan

gizi. Penggunaan penilaian status gizi dengan indicator tidak langsung pengukuran

status gizi masyarakat.

3) Faktor Ekologi

Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai

hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah

makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah,

irigasi, dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dapat dipandang sangat penting untuk

mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan

program intervensi gizi.

Kategori dan ambang batas status gizi anak adalah sebagai mana terdapat pada table di bawah

ini:16

12

Dari masing-masing indeks antropometri tersebut, mempunyai beberapa kelebihan dan

kekurangan:16

Indeks Kelebihan Kekurangan

BB/U - Baik untuk mengukur

status gizi akut/ kronis

- Berat badan dapat

berfluktuasi

- Sangat sensitive terhadap

perubahan-perubahan

keci

- Umur sering sulit ditaksir

secara tepat

TB/U - Baik untuk menilai gizi

masa lampau

- Alat pengukur panjang

- Tinggi badan tidak cepat

naik, bahkan tidak mungkin

turun

13

badan dapat dibuat

sendiri, murah dan

mudah dibawa

- Pengukuran relative sulit

dilakukan karena anak harus

berdiri tegak, sehingga

diperlukan dua orang untuk

melakukannya

- Ketepatan umur sulit

BB/TB - Tidak memerlukan data

umur

- Dapat membedakan

proporsi badan (gemuk,

normal, kurus)

- Membutuhkan dua macam

alat ukur

- Pengukuran relative lebih

lama

- Membutuhkan dua orang

untuk melakukannya

14

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka penelitisn ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana gambaran pola makan dan status gizi pada balita – balita yang berada di desa X kecamatan Y. berdasarakan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep penelitian ini adalah:

Variabel Independen Variabel Dependen

3.2 Definisi Operasional

Untuk menghindari perbedaan persepsi dalam menginterpretasi masing-masing variable penelitian, maka perlu dijabarkan definisi operasional dari penelitian ini, adalah sebagai berikut:

1. Pola makan adalah jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh balita yang ada di Desa X

2. Status Gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi yang dinilai dari berat badan dan panjang / tinggi badan menurut usia pada balita di Desa X

3. Balita adalah anak usia lebih dari satu tahun dan kurang dari lima tahun yang berada di Desa X

Aspek Pengukuran

1. Menilai pola makan pada balita di Desa X dilakukan berdasarkan pertanyaan yang diberikan kepada Ibu/ Orangtua/ Wali balita

Cara ukur : Angket dan wawancara

Alat ukur : Kuesioner, pertanyaan yang diajukan sebanyak 13 pertanyaan.

Hasil ukur :

Skala pengukuran: Ordinal

Balita di Desa X Pola makan dan satus gizi

15

2. Mengukur status gizi balita di Desa X dilakukan dengan cara mengukur berat badan dan panjang/ tinggi badan balita di Desa X yang kemudian di plot kan kedalam kurva WHO

Cara ukur : Observasi

Alat ukur : Timbangan, stadiometer/ meteran dan kurva WHO (Z score)

Hasil ukur : Berdasarkan BB menurut PB atau TB

Normal : -2 SD s/d +2 SDKurus : -3 SD s/d -2 SDSangat kurus : <-3 SDGemuk : >+2 SD

Skala pengukuran : Rasio

16

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskripsi potong

melintang ( cross sectional ). Dalam penelitian ini peneliti hanya melakukan observasi atau

pengumpulan data sekaligus pada waktu yang telah ditentukan ( point time approach ).

Namun bukan berarti bahwa semua subjek penelitian diamati pada waktu yang sama

(Notoatmodjo, 2010).

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa. Dan penelitian ini dilakukan pada bulan Maret

2014.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1. Populasi penelitian

Menurut Wahyuni (2007), populasi adalah sejumlah besar subjek yang mempunyai

karakteristik tertentu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita di Desa X.

4.3.2. Sampel Penelitian

Menurut Wahyuni (2007), sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan

cara tertentu sehingga dapat mewakili populasinya. Dalam penelitian ini agar sampel dapat

mewakili populasi maka sampel tersebut diambil dengan cara total sampling. Disini sampel

yang akan diambil tidak ditentukan jumlahnya dan sampelnya akan diambil pada bulan

Maret. Sampel pada penelitian ini adalah balita yang tercatat didalam SKDN puskesmas di

Desa X

4.4. Metode Pengumpulan Data

Data-data pada penelitian ini dikumpulkan dari data primer yakni dengan

melakukan wawancara yang menggunakan kuesioner mengenai pola makan dan pengukuran

berat serta panjang badan balita tersebut

.

17

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh akan diolah dan dianalisa dengan bantuan komputer dengan

menggunakan program SPSS for windows.

4.5.1 Pengolahan Data

a. Editing

Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data. Apabila data

belum lengkap akan dilengkapi dengan follow up ulang responden.

b. Coding

Data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya kemudian

diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan komputer.

c. Entri

Data yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam program komputer.

d. Cleaning Data

Pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke dalam komputer guna

menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data.

e. Saving

Penyimpanan data untuk siap dianalisis.

f. Analisis data

4.5.2 Analisis Data

Pada penelitian ini data yang telah dikumpulkan akan ditabulasi dan dianalisa secara

deskriptif dengan membuat tabel distribusi frekuansi terhadap variabel- variabel yang diteliti.

18

DAFTAR PUSTAKA

1. Supraptini dan Hapsari, D., 2011. Status Gizi Balita Berdasarkan Kondisi Lingkungan

dan Status Ekonomi (Data RisKesDas 2007). Available from:

http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/jek/article/viewFile/1701/pdf.

[Accessed 23 Febuari 2014].

2. Lubis, R., 2008. Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Status Gizi Anak Balita di Wilayah

Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat

Tahun 2008. Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. Available from:

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/16927. [Accessed 23 Febuari 2014].

3. Nadeak, M.H., 2011. Gambaran Pola Makan dan Status Gizi Anak Balita Berdasarkan

Karakteristik Keluarga di Kelurahan Pekan Dolok Masihul. Tahun 2011

4. Collins Dictionary. (2014). Definition of "Eating Habits". Available:

http://www.collinsdictionary.com/dictionary/english/eating-habits. Last accessed 26th

February 2014.

5. Palar, S. (2013). HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN SINDROMA

DISPEPSIA FUNGSIONAL PADA REMAJA DI MADRASAH ALIYAH NEGERI

MODEL MANADO. Available:

ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/download/3273/2817. Last accessed

26th February 2014.

6. Scaglioni, S. (2011). Determinants of Children's eating behavior.Available:

http://ajcn.nutrition.org/content/94/6_Suppl/2006S.full. Last accessed 26th February

2014.

7. Child, A., 2007. Vitamins for babies and young children. Available:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2083301/. [Last accessed 26th

February 2014]

19

8. Uniq Post, 2012. Tips Penyajian Susu Formula untuk Anak. Available :

http://uniqpost.com/29785/tips-penyajian-susu-formula-untuk-anak/ [ Last accessed

26th February 2014]

9. Majalah Ayahbunda, 2012. Tahapan Pemberian MP-ASI. Available :

http://www.ayahbunda.co.id/Artikel/bayi/tips/tahapan.pemberian.mpasi/

001/005/475/1/1 [Last accessed 26th February 2014]

10. Sukmasari, R, 2013. Perhatikan Hal ini saat Memberi Makan Pendamping ASI pada

bayi. [Last accessed 26th February 2014

11. Thompson, J, 2003. Kebutuhan Gizi Balita. Available at :

http://books.google.co.id/books?

id=5wC7yXCwndgC&pg=PA6&lpg=PA6&dq=pengaturan+makan+untuk+balita&so

urce=bl&ots=bZyArAvJz4&sig=wNzUk_HsT8L0niLoq05aaBwc4M8&hl=id&sa=X

&ei=mDYNU-fNLoKzrgfsj4DoDA&redir_esc=y#v=onepage&q=pengaturan

%20makan%20untuk%20balita&f=false. [Last accessed 26th February 2014]

12. Anton, S, 2002. Masalah Gizi Buruk pada Balita. Available at :

http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-16316-1309105010-chapter-1pdf.pdf

[Last accessed 26th February 2014]

13. Amrulloh, M. K., 2013. Perbedaan Lama Tidur pada Balita dengan Status Gizi Buruk

dan Status Gizi Baik di Wilayah kerja Puskesmas 1 Kembaran Kabupaten Banyumas.

Purwokerto: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Jenderal

Soedirman. Available from:

http://keperawatan.unsoed.ac.id/sites/default/files/MUHAMMAD%20K.A.pdf

14. Rismayanthi, C., 2002. Status Gizi . Available from:

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Cerika%20Rismayanthi,

%20S.Or./STATUS%20GIZI(1).pdf

15. Gozali, A., 2010. Hubungan antara Status Gizi dengan Klasifikasi Penumonia pada

Balita di Puskesmas Gilingan Kecamatan Banjarmasin Surakarta. Surakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Available from :

core.kmi.open.ac.uk/download/pdf/12345200.pdf

16. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia., 2011. Standar Antropometri Penilaian

Status Gizi Anak . Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan dan Ibu dan Anak.,

Jakarta. http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/11/buku-sk-antropometri-

2010.pdf. [Last accessed 25th February 2014]

20