Upload
ayu-suri-valentining-dewi
View
327
Download
10
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kesehatan mulut tidak hanya sebatas memiliki gigi yang sehat
tetapi juga kondisi rongga mulut yang dapat mempengaruhi kualitas
hidup seseorang. H a l i t o s i s ( f e t o r e x o r e ) y a n g b i a s a d i k e n a l
d e n g a n b a u m u l u t m e r u p a k a n s u a t u m a s a l a h y a n g t e l a h
m e n a r i k p e r h a t i a n banyak kalangan baik kalangan profesi kesehatan
khususnya kesehatan gigi, para ilmuwan dan peneliti maupun kalangan
masyarakat awam dalam dekade terakhir ini. Masalah ini tidak hanya
dilihat dari sudut kesehatan tetapi juga dari sudut pergaulan
sosial.
Keberadaan halitosis pada dasarnya berkaitan dengan berbagai
faktor penyebab baik yang berasal dari rongga mulut maupun
organ-organ yang lain, baik yang bersifat lokal maupun sistemik.
Halitosis yang berkaitan langsung dalam rongga mulut dipengaruhi
oleh aspek mikrobiologis berbagai deposit didalam rongga mulut.
Pada orang sehat bila rongga mulutnya tidak melakukan aktifitas selama
kira-kira 2 jam, maka bau mulut pun dapat terjadi. Keadaan ini timbul
pada saat puasa, bangun tidur, dan pada orang yang menggunakan gigi
palsu yang tidak pernah dibersihkan (Raharjo 2006).
1
Berdasarkan faktor etiologinya halitosis dibedakan menjadi
halitosis sejati, pseudo halitosis dan halitophobia (Sanz M, dkk, 2001 ).
Pada orang yang menderita halitosis akan terbentuk Volatile Sulfur
Compounds (VSCs) yaitu kumpulan gas-gas yang mengandung sulfur yang
dilepaskan lewat udara pernapasan. VSCs yang terdiri atas H2S, CH3SH,
dan (CH3)2S merupakan gas-gas utama penyebab bau mulut.
Kayu manis merupakan rempah-rempah berbentuk kulit kayu
yang biasa dimanfaatkan sebagai penambah cita rasa masakan atau kue.
Rismunandar dan Paimin (2001) menjelaskan hanya empat jenis saja yang
terkenal dalam dunia perdagangan ekspor maupun lokal, yaitu :
Cinnamomum burmanii, Cinnamomum zeylanicum, Cinnamomum cassia,
Cinnamomum cullilawan. Cinnamomum burmani adalah kayu manis yang
berasal dari Indonesia. Tanaman akan tumbuh baik pada ketinggian 600–
1500 mdpl. Tanaman ini banyak dijumpai di Sumatera Barat, Sumatera
Utara, Jambi, Bengkulu dengan tinggi tanaman dapat mencapai 15 m.
Jenis–jenis kayu manis dapat diperbanyak melalui biji, tunas, akar, stek
dan cangkokan. Untuk membentuk tanaman yang luas, Ditempuh jalan
menyemaikan biji sebanyak mungkin (Rismunandar, 1995). Bibit tanaman
yang biasa dipakai untuk memperbanyak tanaman kayu manis adalah dari
biji dan dari tunas berakar, cara yang terbaik adalah menggunakan bibit
yang berasal dari biji pohon induk yang telah dikenal baik (MMI edisi1,
1977).
2
Tidak hanya untuk penambah cita rasa, herbal ini juga dikenal
memiliki berbagai khasiat, termasuk mengurangi bau tak sedap yang
keluar dari mulut saat berpuasa. Berkat khasiatnya itu, kayu manis
dikembangkan sebagai bahan campuran permen karet, industri jamu, dan
produk kecantikan. Sifat kimia kayu manis ialah hangat, pedas, wangi, dan
sedikit manis. Riset terbaru di Amerika Serikat menunjukkan, penggunaan
kayu manis dalam permen karet dapat mengatasi masalah bau mulut.
Rupanya kayu manis tidak hanya mampu menyamarkan aroma yang tak
sedap, tetapi juga mengandung zat yang dapat menurunkan konsentrasi
bakteri di dalam mulut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan yaitu Bagaimana pengaruh kayu manis dalam mengatasi
halitosis?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin
dicapai yaitu mengetahui pengaruh kayu manis dalam mengatasi
halitosis.
1.4 Manfaat
Manfaat dari penulisan ini diharapkan dapat :
3
1. Memberikan informasi terbaru tentang peranan kayu manis dalam
mengatasi halitosis.
2. Memberikan informasi tambahan bagi pengembangan ilmu
pengetahuan, khususnya ilmu kedokteran gigi.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Telaah Pustaka
2.1.1 Halitosis
2.1.1.1 Pengertian Halitosis
Ada sejumlah istilah yang digunakan untuk
menyatakan bau mulut atau nafas tak sedap yang berasal
dari udara yang dikeluarkan seseorang. Terdapat beberapa
istilah yang dipergunakan di dunia ilmiah atau dikalangan
masyarakat awam (Djaya, 2000). Halitosis adalah istilah
yang dipakai untuk menggambarkan adanya bau yang
tidak enak dalam pernapasan. Halitosis berasal dari kata
“Halitos” yang berarti nafas dan “Osis” yang berarti kondisi
tidak normal. Halitosis juga dikenal dengan nama lain
yaitu: fetor oris, fetor ex or, oral malador, bad breath dan
jungle mouth .(Rozanah,2003)
2.1.1.2 Jenis Halitosis
Berdasarkan faktor etiologinya, halitosis dibedakan atas
halitosis sejati (genuine halitosis), pseudo halitosis dan
holitophobia. Genuine halitosis (halitosis sejati) terdiri atas
5
halitosis fisiologis dan halitosis patologis. Halitosis fisiologis
merupakan halitosis yang bersifat sementara dan tidak
membutuhkan perawatan, misalnya bau nafas pada waktu
bangun pagi (morning breath). Halitosis patologis adalah
halitosis yang bersifat permanen dan tidak dapat diatasi
hanya dengan pemeliharaan oral hygiene saja, tetapi juga
membutuhkan penanganan dan perawatan sesuai dengan
sumber halitosis.
Pseudo halitosis biasanya disebut halitosis semu
karena pasien merasakan dirinya memiliki bau nafas yang
buruk namun hal ini tidak dirasakan oleh orang sekitar dan
tidak terdeteksi dengan tes ilmiah. Halitophobia , pasien
masih merasa khawatir dan terganggu oleh adanya
halitosis padahal setelah dilakukan pemeriksaan yang teliti
baik kesehatan kesehatan gigi dan mulut maupun
kesehatan umumnya ternyata baik dan tidak ditemukan
suatu kelainan yang berhubungan dengan halitosis, begitu
juga dengan tes ilmiah yang ada tidak menunjukkan bahwa
orang tersebut menderita halitosis.
6
2.1.1.3 Penyebab Halitosis
Meskipun beberapa bagian ekstra oral juga
dihubungkan dengan halitosis seperti saluran pernapasan
atas dan bawah, saluran pencernaan, penyakit ginjal dan
hati, namun 99% halitosis bersumber dari rongga mulut.
Menurut Johnston (2001) sumber penyebab utama
terjadinya halitosis sebagian besar adalah faktor - faktor
fisiologis dan patologis yang melibatkan rongga mulut dan
sebagian kecil lainnya disebabkan oleh faktor-faktor lain
diluar ronnga mulut.
a. Faktor fisiologis intra oral
Dalam rongga mulut terdapat substrat-substrat protein
eksogen (sisa makanan) dan protein endogen (deskuamasi
epitel mulut, protein saliva dan darah) yang banyak
mengandung asam amino dan sulfur (S). (Soeprapto,
2003). Bau mulut yang tidak sedap biasanya berasal dari
hidrolisis protein dan peptide yang mengandung sulfur
oleh bakteri gram negatif anaerob dalam suasana alkalis.
Porphyromonas Bacteriodes gingivalis, Porphyromonas
bacteriodes endodontalis, Provotella bacteriodes buccae
atau yang dikenal sebagai Bacteriodes spesies yang
merupakan bakteri anaerob yang banyak berada didalam
7
rongga mulut. Selama proses pembusukan asam amino,
dihasilkan produk akhir sulfur yang mudah menguap yang
disebut sebagai Volatile Sulfur Compound (VSCs) yang
mengandug Hidrogen Sulfida (H2S), Metil Merkaptan
(CH3SH), dan Dimetil Merkaptan(CH3)2S merupakan gas-gas
utama penyebab bau mulut (Rosenberg 1995). Umumnya
pada penderita halitosis kadar VSC akan meningkat di
dalam rongga mulutnya. Kandungan VSC yang paling
berperan sebagai penyebab bau mulut adalah H2S dan
CH3SH. Faktor rongga mulut yang perlu mendapatkan
perhatian khusus karena mempunyai pengaruh besar
terhadap halitosis seseorang yaitu :
1. Saliva
Saliva mempunyai peranan penting terhadap
terjadinya halitosis karena adanya aktiftas pembusukan
oleh bakteri yaitu degradasi protein menjadi asam
amino oleh mikroorganisme. (Triarsari, 2004). pH alkali
dapat meningkatkan pembentukan VSC sehingga dapat
terjadi halitosis (Rosenberg, 2002). pH permukaan
mukosa mulut yang menyebabkan pembentukan VSC
ditentukan pula oleh aktifitas fermentasi dan
pembusukan oleh bakteri yang ada.
8
2. Lidah
Lidah mempunyai tonjolan halus berupa papilla
sebagai tempat pengendapan sisa makanan dan
tempat yang baik untuk berkekembang biak dan
beraktifitasnya bakteri anaerob (Soeprapto, 2003).
Disamping itu permukaan lidah juga dapat tertutup
oleh plak yang merupakan lapisan tipis yang berasal
dari sisa makanan terutama dibagian posterior. Bau
mulut terjadi jika banyak deskuamasi sel epitel rongga
mulut yang terperangkap dalam plak dan celah pada
dorsum lidah.
3. Interdental
Daerah interdental merupakan tempat penting
terhadap terjadinya halitosis karena daerah tersebut
merupakan tempat akumulasi plak dan kalkulus serta
terdapatnya sulkus gingival dan kemungkinan dapat
terjadi poket serta penyakit gusi dan periodontium.
b. Faktor fisiologis ekstra oral
Beberapa jenis masakan dan substansi makanan yang
dikonsumsi sehari-hari juga dapat menimbulkan bau nafas
yang kurang sedap. Makanan yang mengandung bawang
dapat menimbulkan bau yang tahan didalam mulut selama
9
10-12 jam. Umumnya makanan yang dikonsumsi hanya
bertahan selama lebih kurang 2 jam di dalam saluran
pernafasan dan selama itu pula perut akan tetap kenyang
dan nafas terasa menyenangkan. Namun setelah itu, rasa
lapar kembali menyerang dan nafas pun mulai berbau hal
tersebut disebabkan karena pelepasan getah lambung ke
rongga mulut melalui usus, sementara menunggu
masuknya makanan kembali. Selain faktor makanan,
penggunaan obat-obatan seperti antihistamin,
antidepresan, obat tekanan darah, diuretic, narkotika, obat
penenang dapat menurunkan aliran saliva sehingga terjadi
xerostomia yang mendukung terjadinya halitosis.
c. Faktor patologis intra oral
Faktor penyebab terjadinya halitosis paling sering oleh
karena kurang terjaganya kebersihan mulut. Karies gigi
yang tidak terawat dengan baik akan membentuk abses
(pengumpulan nanah). Bakteri yang hidup di dalamnya
akan memetabolisasikan jaringan-jaringan mati yang
akhirnya akan menimbulkan bau. (Mannan, 2004). Gigi
berlubang juga dapat menjadi tempat penyimpanan dan
kuman memperoleh media untuk proses pembusukan dan
10
berkembang biak sehingga menghasilkan bau mulut.
Penyakit jaringan lunak mulut dan proses keganasan yang
dapat menyebabkan nekrosis jaringan seperti Stomatitis
gangraenous dan Noma atau Cancrum oris serta lesi-lesi
ulseratif yang berhubungan dengan kelainan darah juga
dapat menimbulkan bau busuk yang spesifik pada mulut.
Degenerasi darah dalam mulut, baik pendarahan gusi,
pasca bedah mulut maupun di daerah bekas pencabutan
gigi, dapat menimbulkan rasa asin dan bau mulut yang
tidak sedap. Bau mulut ini timbul dikarenakan
berkurangnya fungsi pengunyahan yang normal pada
masa-masa tersebut disamping harus mengonsumsi
makanan yang lunak, adanya pendarahan ringan serta
populasi bakteri yang meningkat di dalam mulut. (Gayford
dan Haskell, 1990)
d. Faktor patologis ekstra oral
Sinusitis kronis sering disertai dengan nafas yang bau
misalnya pada kasus sinus maxilaris kronis yang
disebabkan oleh gigi yang terinfeksi oleh bakteri
Streptokokus viridians yang mampu mengeluarkan bau
tidak sedap. Septic adenoid dan tonsillitis dapat
11
menyebabkan penyumbatan pada hidung yang disertai
oleh fetor ex ore. Bedah tonsilektomi sendiri dapat
menghasilkan bau yang serupa dengan bau darah busuk
yang terjadi setelah dilakukan operasi mulut. (Gayford han
Haskell, 1990). Pada penyakit gagal ginjal kronis terjadi
penumpukan urea dalam sekret-sekret antara lain dalam
keringat dan saliva yang akan menimbulkan bau ammonia
pada udara pernapasan yang menunjukkan suatu keadaan
uremia. Pada pasien uremia yang parah, urea dikeluarkan
melalui saliva setelah dipecah terlebih dahulu oleh urease
yang dihasilkan oleh mikroorganisme mulut menjadi
ammonia bebas. (Gayford dan Haskell, 1990)
2.1.1.4 Pengukuran Halitosis
Diagnosis halitosis dilakukan untuk mengetahui
penyebab dan mencegah terjadinya halitosis sehingga
memungkinkan untuk melakukan evaluasi terhadap
keberhasilan penceghan yang telah dilakukan. Metode
diagnosis halitosis dapat dilakukan secara langsung dan
tidak langsung.
Metode langsung dapat dilakukan dengan mencium
bau nafas sendiri (self diagnosis & home diagnosis). Dapat
12
juga dilakukan dengan mencium langsung bau yang
terpancar dari mulut, lidah, interdental papil ( pengukuran
organoleptik). Disamping itu, bisa juga dilakukan
pemeriksaan secara kuantitatif dan objektif dengan
menggunakan gas chromatography, alat ini merupakan
gold standart dalam diagnosis halitosis. Setelah dikakukan
pemeriksaan maka perlu ditentukan kebutuhan perawatan
oral halitosis atau treatment need (TN). TN ini terdiri dari
TN-1 yaitu member edukasi atau penjelasan tentang
halitosis berdasarkan data pemeriksaan, TN-2 yaitu
dilakukan pembersihan oral oleh tenaga profesional dan
pengobatan penyakit oral terutama penyakit periodontal,
TN-3 yaitu merujuk pada bagian penyakit dalam dan
lainnya, TN-4 yaitu memberi penjelasan berdasarkan data,
memberikan edukasi, dan menenangkan pasien agar tidak
terlalu cemas serta menganjurkan pada pasien agar
menjaga kebersihan mulutnya, TN-5 yaitu merujuk pasien
pada ahi psikolog dan psikiater. Penderita dengan fisiologis
halitosis diterapi dengan TN-1, oral patologis halitosis (TN-
1 dan TN-2), pseudo halitosis (TN-1 dan TN-4), extra oral
pathologic halitosis (TN-3), halitophobia (TN-5) (Daniel
2006).
13
Metode tidak langsung biasanya dilakukan
dilaboratorium dengan mengidentifikasi mikroorganisme
yang berperan menghasilkan VSCs secara in-vivo atau
mengidentifikasi produk-produk yang dihasilkan oleh
mikroorganisme tersebut secara in-vitro. Yang termasuk ke
dalam metode tidak langsung adalah pengujian enzim
yaitu tes BANA dan tes β-galaktosidase.
Pada umumnya, pengukuran halitosis dilakukan
dengan dengan menggunakan halimeter. Halimeter adalah
alat yang digunakan untuk megukur kadar Volatile Sulfur
Compounds (VSC) dalam nafas seseorang dalam kadar part
per billion (ppb). Didalam alat ini terdapat peralatan
sensor, sirkuit elektronik, dan pompa untuk menarik
sampel udara melalui sensor yang sangat peka sehingga
alat ini sangat sensitive dan cukup akurat. Cara
menggunakannya, suatu pipet fleksibel dimasukkan ke
dalam mulut yang setengah terbuka sambil pasien
menghembuskan nafas. Hasil pembacaan dapat direkam
dan dicetak. Level tertinggi VSC adalah pengukuran dalam
kadar part per billion (ppb). Jika hasil pengukuran lebih
dari 75 ppb didoagnosa sebagai halitosis. (Ravel. D, 2003)
14
2.1.2 Kayu Manis
2.1.2.1 Kayu Manis
Nama ilmiah : Cinnamomum burmani (Nees.) BI.
Nama asing : Kaneelkassia, Cinnamomum tree (inggris); yin
xiang (cina).
Nama daerah : Sumatera: Holim, holim manis, modang
siak–siak (Batak), kanigar, kayu manis (Melayu), madang
kulit manih (Minang kabau). Jawa: Huru mentek, kiamis
(Sunda), kanyengar (Kangean). Nusa tenggara: Kesingar,
kecingar, cingar (bali), onte (Sasak), Kaninggu (Sumba), Puu
ndinga (Flores).
Gambar 2.1 batang kayu manis
Sumber : www.baitulherbal.com
15
Gambar 2.2 pohon kayu manis
Sumber : www.baitulherbal.com
Dibudidayakan untuk diambil kulit kayunya, di
daerah pegunungan sampai ketinggian 1.500 m. Tinggi
pohon 1-12 m, daun lonjong atau bulat telur, warna hijau,
daun muda berwarna merah. Kulit berwarna kelabu, dijual
dalam bentuk kering, setelah dibersihkan kulit bagian luar,
dijemur dan digolongkan menurut panjang asal kulit (dari
dahan atau ranting) (Haris, 1990).
Sistematika kayu manis menurut Rismunandar dan
Paimin (2001), sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Gymnospermae
16
Subdivisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Sub kelas : Dialypetalae
Ordo : Policarpicae
Famili : Lauraceae
Genus : Cinnamomum
Spesies : Cinnamomum burmannii
Daun kayu manis duduknya bersilang atau dalam
rangkaian spiral. Panjangnya sekitar 9–12 cm dan lebar
3,4–5,4 cm, tergantung jenisnya. Warna pucuknya
kemerahan, sedangkan daun tuanya hijau tua. Bunganya
berkelamin dua atau bunga sempurna dengan warna
kuning, ukurannya kecil. Buahnya adalah buah buni, berbiji
satu dan berdaging. Bentuknya bulat memanjang, buah
muda berwarna hijau tua dan buah tua berwarna ungu tua
(Rismunandar dan Paimin, 2001).
Cinnamomum burmannii berasal dari Indonesia.
Tanaman ini akan tumbuh baik pada ketinggian 600-1500
mdpl. Tanaman ini banyak dijumpai di Sumatra barat,
Sumatra utara, jambi, Bengkulu dengan tinggi tanaman
yang mencapai 15 meter. Ketinggian tempat penanaman
17
kayu manis dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman
serta kualitas kulit seperti seperti ketebalan dan aroma.
Jenis–jenis kayu manis dapat diperbanyak melalui
biji, tunas, akar, stek dan cangkokan. Untuk membentuk
tanaman yang luas, Ditempuh jalan menyemaikan biji
sebanyak mungkin (Rismunandar, 1995). Bibit tanaman
yang biasa dipakai untuk memperbanyak tanaman kayu
manis adalah dari biji dan dari tunas berakar, cara yang
terbaik adalah menggunakan bibit yang berasal dari biji
pohon induk yang telah dikenal baik (MMI edisi1, 1977).
2.1.2.2 Kandungan Kayu Manis
Sifat kimia kayu manis ialah hangat, pedas, wangi,
dan sedikit manis. Kandungan zat kimianya antara lain
minyak atsiri, safrole, tannin, sinamadehide, eugenol
kalsium oksalat, damar dan zat penyamak (Hariana, 2007).
Minyak atsiri juga dikenal dengan nama minyak
mudah menguap atau minyak terbang. Pengertian atau
defenisi minyak atsiri yang ditulis dalam Encyclopedia of
Chemical Technology menyebutkan bahwa minyak atsiri
merupakan senyawa, yang pada umumnya berwujud
cairan, yang diperoleh dari bagian tanaman, akar, kulit,
18
batang, daun, buah, biji maupun dari bunga dengan cara
penyulingan dengan uap (Sastrohamidjojo, 2004). Minyak
atsiri yang berasal dari kulit komponen terbesarnya ialah
cinnaldehida 60–70% ditambah dengan eugenol, beberapa
jenis aldehida, benzyl-benzoat, phelandrene dan lain–
lainnya. Kadar eugenol rata–rata 80–66%. Dalam kulit
masih banyak komponen–komponen kimiawi misalnya:
damar, pelekat, tannin, zat penyamak, gula, kalsium,
oksalat, dua jenis insektisida cinnzelanin dan cinnzelanol,
cumarin dan sebagainya (Rismunandar, 1995). Tannin
adalah zat yang berfungsi membersihkan dan
menyegarkan mulut, sehingga dapat mencegah halitosis.
Aktivitas biologis antibakteri merupakan implikasi dari
terbentuknya ikatan molekuler antara tannin dengan
protein bakteri.
2.1.2.3 Manfaat Kayu Manis
Selain untuk menambah citarasa masakan, juga
pada pembuatan kue baik untuk aroma maupun rasa kayu
manis juga dimanfaatkan sebagai obat herbal. Adapun
pemanfaatannya diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Pengobatan diabetes mellitus.
19
2. Pengobatan asam urat.
3. Pengobatan sakit maag.
4. Untuk obat sakit kepala.
5. Obat perut kembung dan masuk angin.
6. Pengobatan diare.
7. Mengatasi bau mulut.
2.2 Kerangka Penelitian
2.3 Hipotesis
Halitosis disebabkan karena aktifitas bakteri gram negative
anaerob yang dapat mengahasilkan zat yang menyebabkan terjadinya
halitosis. selain itu karies atau gigi berlubang juga dapat menjadi tempat
20
Kayu manis
Tannin (pembersih,
menyegarkan dan antibakteri)
Halitosis
Bakteri gram negatif
Bakteri pada karie gigi
penyimpanan dan kuman memperoleh media untuk proses pembusukan
dan berkembang biak sehingga menghasilkan bau mulut. Salah satu
kandungan kayu manis mengandung tanin dapat berfungsi sebagai
antibakteri dan dapat membersihkan dan menyegarkan mulut. Jadi ada
pengaruh kayu manis dalam mengatasi halitosis.
21