23
PROPOSAL PENELITIAN PRAKTIKUM PENGELOLAAN HAMA TERPADU APLIKASI RIZOBAKTERI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TOMAT Oleh: Kelompok 18 Anggota Kelompok : Widya Erja S. 1310211153 Sonya Rahma W. 1310212005 Kelas : A Asisten : Chainur Rahman Dosen : Dr. Yulmira Yanti, SSi, MP Dr. Ir. Yaherwandi, MSi PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS

Proposal Penelitian Praktikum Tomat Kelas a Revisi Fix 1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tomat

Citation preview

PROPOSAL PENELITIAN PRAKTIKUM

PENGELOLAAN HAMA TERPADU

APLIKASI RIZOBAKTERI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TOMATOleh:

Kelompok 18

Anggota Kelompok: Widya Erja S.1310211153 Sonya Rahma W.1310212005Kelas

: A

Asisten

: Chainur Rahman

Dosen

: Dr. Yulmira Yanti, SSi, MP

Dr. Ir. Yaherwandi, MSi

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2015BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman tomat sudah dikenal orang sejak dahulu. Peranannya yang penting dalam pemenuhan gizi masyarakat sudah sejak lama diketahui (Tugiyono, 2002). Tomat tergolong sayuran multi fungsi yang digunakan terutama untuk bumbu masakan sehari-hari, bahan baku industri saus tomat, dimakan segar dan diawetkan di dalam kaleng. Pengembangan budidaya tanaman tomat di Indonesia telah mendapat perhatian sejak tahun 1961 (Rukmana, 1994). Produktivitas tomat di Sumatera Barat befluktuasi, pada tahun 2000 sebanyak 6,97 ton/ha, pada tahun 2001 menurun sampai 4,59 ton/ha, kemudian tahun 2006-2010 terjadi peningkatan dari 16,66 ton/ha sampai 24,79 ton/ha (Badan Pusat Statistik, 2010). Produktivitas tomat di Sumatera Barat tersebut masih di bawah optimal (56,61 ton/ha) (National bank for agriculture, 2007). Hal ini disebabkan oleh penyakit tanaman akibat serangan cendawan patogen tular tanah juga menjadi kendala budidaya tanaman tomat di lapangan.Salah satu cendawan patogen tular tanah penting yang dapat menurunkan bahkan menggagalkan produksi tanaman tomat ialah Fusarium oxysporium f. sp. lycopersici penyebab layu fusarium. Pengendalian penyakit ini masih bertumpu pada penggunaan fungisida sintetik, yang apabila diaplikasikan tidak sesuai dengan rekomendasi dapat memengaruhi karakteristik fisik dan biologi tanah, serta meninggalkan residu yang membahayakan lingkungan dan makhluk hidup lainnya, serta meningkatkan resistensi patogen (Compant et al. 2005). Pengendalian hayati berupa penggunaan rizobakteri yang berfungsi sebagai agens antagonis dan pemacu pertumbuhan tanaman dapat dipertimbangkan sebagai alternatif pengendalian patogen tular tanah yang ramah lingkungan, karena dapat meningkatkan kesehatan tanaman, sekaligus memperbaiki kesuburan tanah, sehingga tanaman tahan terhadap penyakit (Gholami et al. 2012).Raupach (1998) mengemukakan bahwa salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan rizobakteri dalam mengendalikan patogen dan memacu pertumbuhan tanaman ialah melakukan pencampuran beberapa rizobakteri yang memiliki aktivitas antagonis yang superior, sehingga dapat bersinergi dalam meningkatkan kemampuannya dalam mengendalikan patogen sekaligus meningkatkan produksi tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencampuran tiga jenis isolat rizobakteri indigenus yaitu Bacillus cereus ST21b, B. subtilis ST21e, dan Serratia sp. SS29a yang diformulasi dalam bahan pembawa gambut dan lempung mampu menekan perkembangan layu fusarium pada tanaman tomat sebesar 60% dan mampu meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman, sehingga digolongkan ke dalam rizobakteri pemacu pertumbuhan tanaman atau plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) (Khaeruni et. al 2011). Salah satu masalah yang dihadapi dalam penggunaan formulasi bakteri tersebut ialah keefektifannya menjadi berkurang ketika diaplikasikan di lapangan, khususnya ketika hanya diaplikasikan pada benih sebelum disemai. Oleh karena itu aplikasi formulasi rizobakteri diduga mampu meningkatkan keefektifannya dalam pertumbuhan dan meningkatkan hasil tanaman tomat.B. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan aplikasi formulasi rizobakteri A, B, dan C terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tomat.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tomat1. Morfologi dan Taksonomi Tanaman Tomat

Tanaman tomat termasuk tanaman semusim (berumur pendek). Artinya, tanaman hanya satu kali produksi dan setelah itu mati. Tanaman tomat berbentuk perdu yang panjangnya mencapai 2 meter. Oleh karena itu tanaman toman perlu diberi penopang atau ajir dari turus bambu atau turus kayu agar tidak roboh ditanah tetapi tumbuh secara vertical (ke atas) (Tugiyono 2005).

Ciri morfologi yang berbeda disetiap varietasnya, tomat, berdasarkan syarat tumbuhnya, memiliki dua jenis yaitu tomat pada dataran tinggi dan tomat pada dataran rendah, namun sebenarnya tomat tidak terlalu berpengaruh pada ketinggian tempat tanam, namun hal yang paling mempengaruhi pertumbuhan tomat adalah kualitas tanah, banyaknya sinar matahari dan curah hujan, (Tugiyono 2005)Secara lengkap ahli-ahli botani mengklasifikasikan tanaman tomat secara sistemik sebagai berikut (Tugiyono, 2005).

Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae (berkeping dua)

Ordo

: Tubiflorae

Famili : Solanaceae (berbunga seperti terompet)

Genus : Solanum (Lycopersicum)

Species : Lycopersicum esculentum Mill

Berikut ini morfologi tanaman tomat:

1.1 Morfologi Akar

Tanaman tomat memiliki akar tunggang yang tumbuh menembus kedalam tanah dan akar serabut yang tumbuh ke arah samping tetapi dangkal. Berdasarkan sifat perakaran ini, tanaman tomat akan dapat tumbuh dengan baik jika ditanam ditanah yang gembur dan porous.1.2 Morfologi BatangBatang tanaman tomat berbentuk persegi empat hingga bulat, berbatang lunak tetapi cukup kuat, berbulu atau berambut halus dan diantara bulu bulu itu terdapat rambut kelenjar. Batang tanaman tomat berwarna hijau, pada ruas ruas atas batang mengalami penebalan, dan pada ruas bagian bawah tumbuh akar akar pendek. Selain itu, batang tanaman tomat dapat bercabang dan apabila tidak dilakukan pemangkasan akan bercabang banyak yang menyebar secara merata.1.3 Morfologi BungaBunga tanaman tomat berukuran kecil, berdiameter sekitar 2 cm dan berwarna kuning cerah. Kelopak bunga yang berjumlah 5 buah dan berwarna hijau terdapat pada bagian bawah atau pangkal bunga. Bagian lain pada bunga tomat adalah mahkota bunga, yaitu bagian terindah dari bunga tomat. Mahkota bunga tomat berwarna kuning cerah, berjumlah sekitar 6 buah dan berukuran sekitar 1 cm. bunga tomat merupakan bunga sempurna, karena benang sari atau tepung sari dan kepala benang sari atau kepala putik terletak pada bunga yang sama. Bunganya memiliki 6 buah tepung sari dengan kepala putik berwarna sama dengan mahkota bunga, yakni kuning cerah. Bunga tomat tumbuh dari batang (cabang) yang masih muda.1.4 Morfologi Buah

Buah tomat memiliki bentuk bervariasi, tergantung pada jenisnya. Ada buah tomat yang berbentuk bulat, agak bulat, agak lonjong, bulat telur (oval), dan bulat persegi. Ukuran buah tomat juga sangat bervariasi, yang berukuran paling kecil memiliki berat 8 gram dan yang berukuran besar memiliki berat sampai 180 gram.Buah tomat yang masi muda berwarna hujau muda bila sudah matang warnanya menjadi merah. Buah tomat yang masih muda memiliki rasa getir dan aromanya tidak enak, sebab masih mengandung zat lycopersicin yang berbentuk lender. Aroma yang tidak sedap tersebut akan hilang dengan sendirinya pada saat buah memasuki fase pematangan hingga matang. Rasanya juga akan berubah menjadi manis agak masam yang menjadi ciri khas kelezatan buah tomat.

Dalam proses pematangan buah terjadi perubahan warna dari hijau muda sedikit demi sedikit berubah menjadi kuning. Pada saat matang optimal, warna buah berubah menjadi cerah. Buah tomat banyak mengandung biji lunak berwarna putih kekuning kuningan yang tersusun secara berkelompok dan dibatasi oleh daging buah. Biji tomat saling melekat karena adanya lendir pada ruang ruang tempat biji tersusun. Daging buah tomat lunak agak keras, berwarna merah apabila sudah matang dan mengandung banyak air. Buah tomat juga memiliki kulit yang sangat tipis dan dapat dikelupas bila sudah matang. Namun, buah tomat tidak harus dikelupas kulitnya terlebih dahulu apabila hendak dimakan (Tugiyono 2005).1.5 Morfologi Daun

Daun tanaman tomat berbentuk oval, bagian tepinya bergerigi dan mambentuk celah celah menyirip agak melengkung ke dalam. Daun berwarna hijau dan merupakan daun majemuk ganjil yang berjumlah 5 7. Ukuran panjang daun sekitar (15 30 cm) dan lebar daun antara (10 x 25 cm) dengan panjang tangkai sekitar 3 6 cm. diantara daun yang berukuran besar biasanya tumbuh 1 2 daun yang berukuran kecil. Daun majemuk pada tanaman tomat tumbuh berselang seling atau tersusun spiral mengelilingi batang tanaman.2. Syarat Tumbuh

Tanaman tomat merupakan tanaman yang dapat tumbuh di semua tempat, dari dataran rendah sampai tinggi (pegunungan). Tanaman tomat tomat tidak menyukai tanah yang tergenang air atau becek. Tanah yang keadaannya demikian menyebabkan akar tomat mudah busuk dan tidak mampu mengisap zat-zat hara dari dalam tanah karena sirkulasi udara dalam tanah disekitar akar tomat kurang baik. Akibatnya tanaman akan mati.

Untuk pertumbuhannya yang baik, tanaman tomat membutuhkan tanah yang gembur, kadar keasaman (pH) antara 5-6, tanah sedikit mengandung pasir, dan banyak mengandung humus serta pengairan yang teratur dan cukup mulai tanaman mulai dapat dipanen. Bagi tanaman genjah dan yang dikehendaki cepat panen, tanah liat berpasir akan lebih baik. Suhu yang terbaik bagi pertumbuhan tomat adalah 23 0C pada siang hari dan 17 0C pada malam hari. Selisihnya adalah adalah 6 0C. Suhu yang inggi dapat menyebakan panyakit daun berkembang, sedangkan kelembapan yang relatif rendah dapat mengganggu pembentukan buah.

Pembentukan buah sangat ditentukan oleh faktor suhu malam hari. Pengalaman di berbagai negara membuktikkan bahwa suhu yang terlalu tinggi di waktu malam menyebabkan tanaman tomat tidak dapat membentuk bunga sama sekali, sedangkan pada suhu kurang dari 100C tepung sari menjadi lemah tumbuhnya dan banyak tepung sari yang mati, akibat hanya sedikit saja yang terjadi pembuahan (Tugiyono, 2005).

B. Pengendalian Hama Terpadu (PHT)

Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman secara Terpadu (PHT) memiliki arti penting dalam mendukung adanya pertanian berkelanjutan. Hal ini dikarenakan konsep dalam PHT selaras dengan konsep dalam Pertanian Berkelanjutan. Disamping itu, PHT dan Pertanian Berkelanjutan merupakan suatu kebijakan pemerintah yang disahkan dalam Undang-Undang. Adapun Landasan hukum dan dasar pelaksanaan kegiatan perlindungan tanaman adalah Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, dan Keputusan Menteri Pertanian No. 887/Kpts/ OT/9/1997 tentang Pedoman Pengendalian OPT.

Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu (PHT) atau Integrated Pest Management (IPM) merupakan komponen integral dari Sistem Pertanian Berkelanjutan. PHT bertujuan tidak hanya mengendalikan populasi hama tetapi juga meningkatkan produksi dan kualitas produksi serta meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan petani. Cara dan metode yang digunakan adalah dengan memadukan teknik-teknik pengendalian hama secara kompatibel serta tidak membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan hidup.

Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu merupakan suatu pendekatan ekologi yang bersifat multidisiplin untuk pengelolaan populasi hama dengan memanfaatkan beranekaragam teknik pengendalian secara kompatibel dalam suatu kesatuan koordinasi pengelolaan (Smith, 1978). Sedangkan menurut Bottrell 1979, PHT adalah pemilihan secara cerdik dari penggunaan tindakan pengendalian hama, yang dapat menjamain hasil yang menguntungkan dilihat dari segi ekonomi, ekologi, dan sosiologi.

PHT memiliki tujuan mengendalikan populasi hama agar tetap berada dibawah ambang yang tidak merugikan secara ekonomi. Strategi PHT bukanlah eradikasi melainkan pembatasan. Pengendalian hama dengan PHT disebut pengendalian secara multilateral, yaitu menggunakan semua metode atau teknik yang dikenal dan penerapannya tidak menimbulkan kerusakan lingkungan yang merugikan bagi hewan, manusia, dan makhluk hidup laninya baik sekarang maupun pada masa yang akan datang.

Konsep PHT tidak tergantung pada teknik pengendalian hama dan pengelolaan eksosistem tertentu tetapi PHT tergantung pada keberdayaan atau kemandirian petani dalam mengambil keputusan. Dalam mengembangkan sistem PHT didasarkan pada keadaan agroekosistem setempat. Sehingga pengembangan PHT pada suatu daerah boleh jadi berbeda dengan pengembangan di daerah lain. Sistem PHT harus disesuaikan dengan keadaan ekosistem dan sosial ekonomi masyarakat petani setempat.C. RizobakteriRizobakteri pemacu tumbuh tanaman (RPTT) atau populer disebut plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) adalah kelompok bakteri menguntungkan yang agresif menduduki (mengkolonisasi) rizosfir (lapisan tanah tipis antara 1-2 mm di sekitar zona perakaran). Aktivitas RPTT memberi keuntungan bagi pertumbuhan tanaman, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Pengaruh langsung RPTT didasarkan atas kemampuannya menyediakan dan memobilisasi atau memfasilitasi penyerapan berbagai unsur hara dalam tanah serta mensintesis dan mengubah konsentrasi berbagai fitohormon pemacu tumbuh. Sedangkan pengaruh tidak langsung berkaitkan dengan kemampuan RPTT menekan aktivitas patogen dengan cara menghasilkan berbagai senyawa atau metabolit seperti antibiotik dan siderophore (Kloepper et al., 1991; Kloepper, 1993; Glick, 1995).

Sejak pertama kali diperkenalkan oleh Kloepper & Schroth (1978), perkembangan penelitian RPTT atau PGPR mengalami kemajuan pesat, terutama dalam beberapa tahun terakhir. Berbagai penemuan baru dipresentasikan dan dibahas dalam workshop PGPR yang secara konsisten dilaksanakan tiap tiga tahun (beberapa prosiding workshop PGPR dapat diakses melalui internet). Namun demikian, belum semua peneliti memiliki kesamaan mengenai batasan atau definisi RPTT. Wall (2006) pada workshop PGPR kelima tahun 2000 di Argentina mengusulkan perluasan spektrum PGPR menjadi PGPRM (plant growth promoting rhizospheric microorganisms) karena beberapa jenis jamur (fungi) seperti Trichoderma dan Aspergillus yang diisolasi dari rizosfir juga memiliki peran dan pengaruh yang sama seperti kelompok bakteri ini dalam memacu pertumbuhan tanaman. Namun pada Workshop keenam tahun 2003 di India dan workshopketujuh tahun 2006 di Belanda, istilah PGPR masih tetap digunakan. Berdasarkan definisi, rizobakteri adalah kelompok bakteri rizosfir yang memiliki kemampuan mengkolonisasi rizosfir secara agresif, dan rizobakteri yang memberi keuntungan bagi tanaman dikenal dengan PGPR atau RPTT (Kloepper & Schroth, 1978; Schroth & Hancock, 1982).

Berbagai jenis bakteri telah diidentifikasi sebagai RPTT. Sebagian besar berasal dari kelompok gram-negatif dengan jumlah strain paling banyak dari genus Pseudomonasdan beberapa dari genus Serratia (Kloepper, 1993). Selain kedua genus tersebut, dilaporkan antara lain dari genus Azotobacter, Azospirillum, Acetobacter, Burkholderia, dan Bacillus(Glick, 1995). Meskipun sebagian besar Bacillus (gram-positif) tidak tergolong pengkoloni akar, beberapa strain tertentu dari genus ini ada yang mampu melakukannya, sehingga bisa digolongkan sebagai RPTT.

Kemajuan nyata yang diperoleh dari penelitian pemanfaatan RPTT bagi tanaman telah meningkatkan antusias peneliti untuk mempopulerkan RPTT sebagai agen penting dalam sistemproduksi pertanian yang ramah lingkungan, karena penggunaan RPTT akan mengurangi pemakaian senyawa kimia sintetis berlebihan, baik dalam penyediaan hara tanaman (biofertilizers) maupun dalam pengendalian patogen tular tanah (bioprotectants). Pengaruh positif RPTT bagi pertumbuhan tanaman pertama kali dilaporkan pada tanaman umbi-umbian seperti lobak, kentang, gula bit (Kloepper, 1993). Tanaman kanola (Brassica compestris) (sejenis kol atau sawi) yang diinokulasi oleh Pseudomonas putida strain GR12-2 meningkatkan panjang akar, tinggi tanaman, dan penyerapan hara P (Lifshitz et al., 1987). Beberapa laporan lain juga mengindikasikan adanya pengaruh positif RPTT pada berbagai tanaman seperti barley(sejenis gandum), kacang-kacangan (buncis, kacang tanah, kacang polong, dan kedelai), kapas, berbagai tanaman sayuran, dan tanaman pohon-pohonan (apel dan jeruk). Pengaruh positif RPTT pada berbagai jenis tanaman masih terus diteliti, baik menggunakan strain rizobakteri yang sudah dikenal maupun isolat-isolat lokal yang diperoleh/diisolasi dari lingkungan tanah setempat (indigenous).

Fungsi dan mekanisme

Secara umum, fungsi RPTT dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman dibagi dalam tiga kategori, yaitu: (i) sebagai pemacu/perangsang pertumbuhan (biostimulants) dengan mensintesis dan mengatur konsentrasi berbagai zat pengatur tumbuh (fitohormon) seperti asam indol asetat (AIA), giberellin, sitokinin, dan etilen dalam lingkungan akar; (ii) sebagai penyedia hara (biofertilizers) dengan menambat N2dari udara secara asimbiosis dan melarutkan hara P yang terikat di dalam tanah; dan (iii) sebagai pengendali patogen berasal dari tanah (bioprotectants) dengan cara menghasilkan berbagai senyawa atau metabolit anti patogen seperti siderophore, -1,3-glukanase, kitinase, antibiotik, dan sianida (Tenuta, 2006; Cattelan et al., 1999; Kloepper, 1993).

BAB III

BAHAN DAN METODEA. Tempat dan WaktuPenelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan dan di rumah kawat Fakultas Pertanian Universitas Andalas Limau Manis Padang dari bulan Februari sampai Mei 2015.

B. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah benih tomat, formulasi rizobakteri A, B, dan C serta berbagai bahan dan peralatan untuk perbanyakan, pemeliharaan isolat agens hayati, dan pengamatan di lapangan.C. MetodePenelitian disusun dalam rancangan acak lengkap yang terdiri atas 1 perlakuan, 4 taraf dan 3 ulangan yaitu: Kontrol (tanpa perlakuan rizobakteri), RzA (Inokulasi formulasi rizobakteri A pada benih), RzB (Inokulasi formulasi rizobakteri B pada benih), dan RzC (Inokulasi formulasi rizobakteri C pada benih). Sehingga secara keseluruhan terdapat 12 tanaman.1. Persiapan Formulasi RizobakteriIsolasi Rizobakteri

Rizobakteri berasal dari stok penyimpanan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas.Peremajaan IsolatPeremajaan isolat rizobakteri menggunakan metode gores pada cawan petri berisi medium NA dan diinkubasi selama 224 jam. Pembuatan Preculture dan MaincultureUntuk preculture, 1 koloni rizobakteri dimasukkan ke dalam 25 ml medium NB dalam botol kultur (vol. 50 ml) dan diinkubasi pada rotary shaker horisontal selama 24 jam. Selanjutnya 1 ml hasil preculture dipindahkan ke dalam 150 ml NB dalam labu erlenmeyer (vol. 250 ml) untuk mainculture dan diinkubasi dengan cara yang sama selama 224 jam dengan kecepatan 150 rpm (Yanti dan Resti, 2010). Pembuatan Formula Air Kelapa

Suspensi rizobakteria dari mainculture dicampurkan dengan air kelapa yang telah disterilkan sebanyak 10 mL, kemudian dishaker selama 3 x 24 jam. Hal ini digunakan untuk perbanyakan rizobakteri.2. Penanaman

Aplikasi Rizobakteri Pada Benih dan Media Tanam

Benih tomat yang digunakan terlebih dahulu didisinfektan dengan etanol 70%. Aplikasi rizobakteri pada benih dilakukan dengan merendam benih dalam suspensi formulasi rizobakteri selama 10 menit, lalu benih ditanam.Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman

Benih ditanam dalam kantung plastik yang telah disiapkan sebanyak 1 benih per kantung dengan cara membuat lubang kecil sedalam kurang lebih 1 cm dari permukaan tanah. Satu minggu setelah tanam dipilih satu tanaman yang dibiarkan hidup sebagai tanaman uji. Penyiraman dilakukan dua kali dalam 1 hari yaitu pagi dan sore hari, sedangkan pengendalian hama dan gulma dilakukan secara manual jika ditemukan pada tanaman uji.3. Pengamatan

Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi kejadian dan keparahan penyakit, pertumbuhan tanaman, dan hasil panen.

1) Kejadian dan keparahan penyakitKejadian penyakit diketahui dengan mengamati gejala eksternal pada tanaman. Pengamatan dilakukan setiap minggu setelah tanam. Tingkat kejadian penyakit dihitung menggunakan rumus:

dimana: KP = Kejadian penyakit (%),

n = Jumlah tanaman yang bergejala daun menguning dan layu,

N = Total tanaman yang diamati.Tingkat keparahan penyakit diukur berdasarkan kerusakan akar tanaman tomat pada akhir penelitian. Pengamatan dilakukan dengan cara membongkar tanaman, kemudian perakaran dicuci dengan hati-hati lalu dinilai derajat infeksinya berdasarkan rumus sebagai berikut:

dimana:

I= Tingkat keparahan penyakit,

n1= Jumlah pembuluh yang terserang pada setiap kategori serangan,

v1 = Nilai numerik masing-masing kategori serangan,

Z = Nilai numerik kategori serangan tertinggi,

N = Jumlah berkas pembuluh yang diamati.

Nilai skala diskolorisasi setiap kategori serangan yang digunakan ialah:0 = Tidak ada diskolorisasi pada berkas pembuluh,

1 = Diskolorisasi kurang dari berkas pembuluh,

2 = Diskolorisasi sampai berkas pembuluh,

3 = Diskolorisasi sampai berkas pembuluh,

4 = Diskolorisasi lebih besar dari berkas pembuluh,

5 = Berkas pembuluh penuh dengan diskolorisasi.2) Pertumbuhan tanaman

Pertumbuhan tanaman yang diamati ialah tinggi tanaman dan jumlah daun pada setiap minggu sejak 2 MST hingga tanaman memasuki fase generatif. Pengukuran tinggi tanaman dimulai dari pangkal batang di atas permukaan tanah sampai daun tertinggi, sedangkan daun yang dihitung ialah daun yang telah terbentuk sempurna.

3) Hasil panen

Hasil panen yang diamati meliputi jumlah dan bobot buah pada setiap perlakuan pada setiap ulangan yang diamati pada tiga masa panen pertama.

4) Analisis Data

Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan metode sidik ragam. Hasil analisis yang menunjukkan F hitung lebih besar dari F tabel dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (UJBD) pada taraf kepercayaan 95% .

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Indonesia. 2009. Statistik Indonesia.Bottrel, D.G. 1979. Integrated Pest Management. Council of Environ. Quality. Washington D.C.Compant, S.2005. Use plant growth promoting bacteria for biocontrol of plant diseases: principles, mechanism of action, and future prospects, Minireview J. APPI Microbiol., vol. 71, pp. 4951-9.Gholami, A, Biyari, A, Gholipoor , M & Rahmani, HA.2012, Growth promotion of maize (Zea mays L.) by plantgrowth- promoting rhizobacteria under field conditions, Communications in Soil Science and Plant Analysis, vol. 43, no. 9, pp. 1263-72, DOI:10.1080/00103624.2012.666302.Glick, BR. 2012. Plant growth-promoting bacteria: mechanisms and applications, Scientifica, vol. 20, pp. 1-15, DOI:10.6064/2012/963401.

Habazar T, Nasrun, Jamsari & Rusli I. 2007. Pola Penyebaran Penyakit Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas axonopodis pv. allii) pada Bawang Merah dan Upaya Pengendaliannya melalui Imunisasi Menggunakan Rizobakteria. Laporan Hasil penelitian Universitas Andalas Padang dengan Litbang Pertanian Proyek KKP3T. Khaeruni, A Syair & Sarmiza 2011, The effectiveness of rhizobacteria mixture to control fusarium wilt disease and stimulate tomato plant growth in Ultisol soil, Proceeding of International Seminar of Indonesian Phytopathology Society,Solo, December 3-5, 2011. Kloepper, J.W., & Schroth, M.N. 1978. Plant growth-promoting rhizobacteria onradish. 879-882. Dlm. Proc. 4th into Conf. Plant Pathogenic Bact. Dalam Khaeruni, A, Sutariati, GAK & Wahyuni, S 2010

Raupach, GS & Klopper, JW 1998, Mixture of plant growthpromoting rhizobacteria enhance biological control of multiple cucumber pathogens, Phytopathol., vol. 88, pp.1158-64.Rukmana, R. 1994. Tomat dan Cherry. Kanisus. Yogyakarta. 84.

Tugiyono, H. 2002. Bertanam Tomat. Penebar Swadaya. Jakarta. 37.