Proposal Project Toksikologi - Uji Toksisitas Akut Jamu Pada Tikus Jantan Galur Wistar

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Project Toksikologi - Uji Toksisitas Akut Jamu Pada Tikus Jantan Galur Wistardownoad PDF-nya di : http://adf.ly/be1D5

Citation preview

PROPOSAL PROJECT PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI DASAR

UJI KETOKSIKAN AKUT JAMU BINTANG-BINTANG TANGKUR COBRA TERHADAP TIKUS JANTAN GALUR WISTAR

Disusun oleh: Kelompok A 2009 FST A

LABORATORIUM FARMAKOLOGI-TOKSIKOLOGI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2011

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Saat ini, tren kehidupan masyarakat mengarah pada back to nature atau kembali ke alam, sehingga penggunaan produk dari bahan alam di Indonesia mulai banyak digunakan kembali. Salah satu contoh produk bahan alam tersebut adalah obat dan suplemen. Hal ini disebabkan karena obat dan suplemen dari bahan kimia mempunyai harga yang mahal dan memiliki banyak efek samping dibandingkan dengan obat dan suplemen dari bahan alam. Di kalangan masyarakat, obat tradisional lebih dikenal dengan istilah jamu atau obat herbal. Penggunaan jamu untuk pengobatan dan suplemen telah dimulai sejak zaman dahulu. Saat ini jamu telah mengalami kemajuan dalam bentuk sediaannya yang praktis dan mudah dikonsumsi karena tersedia dalam bentuk serbuk, cair, pil, tablet, kaplet, kapsul yang dikemas dengan baik. Hal ini tentu saja semakin meningkatkan penerimaan konsumen terhadap jamu. Seiring bertambahnya usia, banyak kaum pria di Indonesia, terutama yang sudah menikah sering merasa tidak percaya diri dalam memuaskan pasangannya dan mungkin juga merasa lelah setelah bekerja seharian. Hal tersebut mendasari mereka menggunakan suplemen tertentu untuk meningkatkan vitalitas dan staminanya. Suplemen tersebut sering disebut jamu kuat. Salah satu jamu kuat yang dapat digunakan untuk meningkatkan vitalitas pria adalah jamu Bintang-Bintang Tangkur Cobra. Pada kemasannya, jamu Bintang-Bintang Tangkur Cobra mengandung Euricoma longifolae 15%, Zingiberis Rhizoma 12%, Phyllanti Herba 15%, dan bahan-bahan lain sampai 100%. Jamu ini dapat digunakan untuk mengatasi pegal linu, menambah tenaga dan stamina, membentuk sperma atau hormon, dan mencegah ejakulasi dini. Di dalam kemasan, aturan pakainya adalah satu bungkus diseduh dengan gelas air panas, satu bungkus tiap malam, jika perlu, dapat dikonsumsi hingga dua kali satu bungkus. Masyarakat sering berpendapat bahwa makin banyak suatu obat ataupun suplemen dikonsumsi, maka makin cepat dan besar pula efek yang ditimbulkan. Hal ini memungkinkan masyarakat menggunakan suatu produk melebihi aturan yang diajurkan, sehingga meningkatkan resiko terjadinya toksisitas pada tubuh. Selain itu, jamu Bintang-Bintang Tangkur Cobra digunakan berdasarkan keterangan empiris saja, dan belum melalui uji praklinis maupun uji klinis sehingga tidak terjamin keamanannya pada penggunaan yang tidak sesuai dengan aturan.

1

Oleh karena itu dalam proyek penelitian ini praktikan ingin menguji toksisitas akut dari jamu Bintang-Bintang Tangkur Cobra. Dari uji ini diharapkan dapat diperoleh nilai LD50 yang dapat menyatakan potensi ketoksikan jamu Bintang-Bintang Tangkur Cobra. Sehingga dapat diketahui pengaruh penggunaan jamu Bintang-Bintang Tangkur Cobra yang berlebih terhadap angka kematian hewan uji.

I.

Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Berapakah potensi ketoksikan akut, berupa nilai LD50 dari jamu Bintang-Bintang Tangkur Cobra pada hewan uji berupa tikus jantan galur Wistar? b. Bagaimanakah gejala klinis yang timbul akibat efek toksik yang ditimbulkan pada hewan uji berupa tikus jantan galur Wistar akibat pemberian jamu BintangBintang Tangkur Cobra?

II. a.

Manfaat Manfaat teoritis Proyek ini akan menambah khasanah keilmuawan peneliti mengenai uji ketoksikan akut dari jamu Bintang-Bintang Tangkur Cobra. b. 1. Manfaat praktis Dengan adanya proyek penelitian ini, kita dapat memberikan informasi mengenai potensi ketoksikan akut dari jamu Bintang-Bintang Tangkur Cobra. 2. Dapat diketahui gejala klinis dari efek toksik yang ditimbulkan pada hewan uji dari jamu Bintang-Bintang Tangkur Cobra.

B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui potensi ketoksikan akut (LD50) dari jamu Bintang-Bintang Tangkur Cobra pada tikus jantan galur Wistar. 2. Untuk mengetahui berbagai gejala klinis dari efek toksik yang timbul pada hewan uji.

2

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

A.

Toksisitas

Pengujian toksisitas biasanya dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu : 1. Uji Toksisitas Akut Uji ini dilakukan dengan memberikan zat kimia yang sedang diuji sebanyak satu kali atau beberapa kali dalam jangka waktu 24 jam. 2. Uji Toksisitas Jangka Pendek (Subkronis) Uji ini dilakukan dengan mmeberikan zat kimia tersebut berulang-ulang, biasanya setiap hari, atau lima kali seminggu, selama jangka waktu kurang lebih 10% masa hidup hewan, yaitu 3 bulan untuk tikus dan 1 atau 2 tahun untuk anjing. Namun, beberapa penelitian menggunakan jangka waktu yang lebih pendek, misalnya pemberian zat kimia selama 14 dan 28 hari. 3. Uji Toksisitas Jangka Panjang (Kronis) Percobaan jenis ini mencangkup pemberian zat kimia secara berulang selama 3-6 bulan atau seumur hidup hewan, misalnya 18 bulan untuk anjing dan monyet. Memperpanjang percobaan kronis lebih dari 6 bulan tidak akan bermanfaat, kecuali untuk percobaan karsinogenik (Harmita, 2006).

B.

Uji Toksisitas Akut

Uji toksisitas akut merupakan uji toksisitas dengan pemberian suatu senyawa pada hewan uji pada suatu saat atau uji ketoksikan suatu senyawa yang diberikan ditujukan sebagai hubungan dosis respon. Bila kematian yang merupakan responnya maka dosis yang menyebabkan kematian pada 50% populasi spesies yang sama dalam waktu yang spesifik dan kondisi yang sama diistilahkan sebagai median lethal dose atau LD50 dan apabila pemberian obat dinyatakan sebagai konsentrasi maka diistilahkan sebagai median lethal concentration atai LC50 (Rice, 2001). Uji ketoksikan akut dirancang untuk menentukan efek toksik suatu senyawa (misal zat tambahan makanan) yang terjadi dalam waktu yang singkat setelah pemejanan atau pemberiannya dengan takaran tertentu. Uji toksisitas akut terhadap suatu senyawa yang diberikan dengan dosis tunggal pada hewan uji serta diamati selama 24 jam atau dalam hal tertentu selama 7-14 hari. Maksud uji tersebut adalah untuk menentukkan gejala yang timbul sebagai akibat pemberian suatu senyawa dan menentukkan tingkat letalitasnya. Dan3

pengamatan tersebut meliputi: gejala-gejala klinis, jumlah hewan uji yang mati, dan fisiopatologi hewan (Donatus, 2001). Uji ini dikerjakan dengan cara memberikan dosis tunggal senyawa uji pada hewan uji. Takaran dosis yang dianjurkan paling tidak empat peringkat dosis, berkisar dari dosis terendah yang tidak atau hampir tidak mematikan seluruh hewan uji sampai dengan dosis tertinggi yang dapat mematikan seluruh atau hampir seluruh hewan uji. Senyawa ini diberikan melalui jalur yang akan digunakan oleh manusia atau jalur yang memungkinkan manusia terpejani dengan senyawa itu (Donatus, 2001). Tujuan dari uji toksisitas adalah menggambarkan ketoksikan intrinsik dari suatu zat kimia untuk memperkirakan resiko atau ketoksikan pada spesies target, mengidentifikasikan organ target, untuk penelitian dalam jangka waktu yang lebih panjang. Yang terpenting ialah menyediakan untuk keperluan klinis dalam memperkirakan, mendiagnosis, dan meresepkan pengoobatan zat kimia yang secara akut beracun. Data yang dihasilkan dari uji toksisitas akut umumnya diperlukan untuk kesuksesan uji toksisitas subkronis. Demikian juga data dari uji toksisitas subkronis untuk uji aktivitas kronis (Hayes, 2001). Tokisitas akut merupakan pengaruh merugikan yang timbul setelah pemaparan dengan dosis tunggal suatu bahan kimia atau pemberian dosis ganda dalam kurang lebih 24 jam. Toksisitas akut dinyatakan dalam angka LD50, yaitu dosis yang bisa mematikan (lethal dose) 50% dari hewan uji (umumnya tikus, kecuali dinyatakan lain) yang dihitung dalam mg/kg berat badan (Djojosumarto, 2008).

C.

LD50

Data yang diperoleh dari uji ketoksikan akut adalah berupa data kuantitatif yang berupa LD50 sedangkan data kualitatif berupa penampakan klinis dan morfologi efek toksik senyawa uji. Data LD50 yang diperoleh digunakan untuk potensi ketoksikan akut senyawa relatif terhadap senyawa lain dan untuk memperkirakan takaran dosis uji toksikologi hewan (Donatus, 2001). LD50 didefinisikan sebagai dosis tunggal suatu zat yang secara statistik diharapkan akan membunuh 50% hewan coba, juga dapat menunjukkan organ sasaran yang mungkin dirusak dan efek toksik spesifiknya, serta memberikan petunjuk dosis yang sebaiknya digunakan dalam pengujian yang lebih lama. Evaluasi juga terhadap kelainan tingkah laku, stimulasi atau depresi SSP, aktivitas motorik dan pernapasan untuk mendapat gambaran tentang sebab kematian (Donatus, 2001).

4

Secara umum, semakin kecil nilai LD50, semakin toksik senyawa tersebut. Begitu pula sebaliknya, semakin besar nilai LD50, semakin rendah toksisitasnya. Hasil yang diperoleh (dalam mg/ kgBB) dapat digolongkan menurut potensi ketoksikan akut senyawa uji menjadi beberapa kelas, seperti yang terlihat pada tabel berikut. Kelas Luar biasa toksik Sangat toksik Cukup toksik Sedikit toksik Praktis tidak toksik Relatif kurang berbahaya LD50 (mg/ kgBB) 813 mg/ kgBB untuk tikus (secara intraperitonial) dan > 10 g kgBB untuk tikus (secara per-oral) (Anonim, 2011).10

J.

Landasan Teori

Untuk menentukan efek toksik suatu senyawa dalam waktu singkat setelah pemejanan perlu dilakukan suatu uji ketoksisitas akut. Uji ketoksikan dikerjakan dengan memberikan dosis tunggal senyawa uji pada hewan uji (sekurang-kurangnya 2 jenis hewan uji roden dan niroden, jantan maupun betina). Takaran dosis yang dianjurkan paling tidak empat peringkat dosis dari dosis rendah yang tidak mematikan hewan uji sampai dosis tertinggi yang mematikan seluruh hewan uji. Pengamatan yang dilakukan meliputi gejala klinik dan jumlah hewan yang mati. Data yang diperoleh dari uji ketoksikan akut berupa data kuantitatif yang berupa LD50. Sedangkan data kualitatif berupa penampakan klinis dan morfologi efek toksik senyawa uji. LD50 yang diperoleh digunakan untuk potensi ketoksikan akut senyawa relatif terdapat senyawa lain dan untuk memperkirakan takaran dosis uji ketoksikologi lainnya. Jamu Bintang Bintang Tangkur Cobra mengandung Euricoma longifolae, Zingiberis Rhizoma, Phylanthi Herba, ekstrak Tribulus, dan ekstrak Gingseng. Dari kelima macam simplisia yang terdapat dalam Jamu Bintang-Bintang Tangkur Cobra, terdapat kemungkinan menyebabkan ketoksikan akut pada hewan uji.

K.

Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka dan landasan teori di atas, maka dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut: Dengan meningkatnya dosis dari jamu Bintang Bintang Tangkur Cobra maka akan terjadi peningkatan jumlah kematian pada hewan uji.

11

BAB III METODE PENELITIAN

A.

Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai pengaruh pemberian jamu Bintang-Bintang Tangkur Cobra terhadap efek toksisitas akut pada tikus merupakan penelitian eksperimental murni dimana subyek uji (tikus) diberi perlakuan atau manipulasi dan pengelompokan tikus dilakukan secara random (acak). Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah acak lengkap pola satu arah. Acak berarti pengelompokan tikus dilakukan secara acak. Lengkap berarti ada dua kelompok uji dalam penelitian ini yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang mendapatkan perlakuan yang sama. Pola satu arah berarti penelitian ini hanya meneliti pengaruh satu variabel bebas, yaitu besarnya dosis jamu Bintang-Bintang Tangkur Cobra terhadap efek toksik akut yang ditimbulkan.

B. 1. a. Variabel Utama Variabel bebas

Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tingkat pemberian dosis jamu Bintang-Bintang Tangkur Cobra pada tikus jantan galur Wistar. b. Variabel tergantung 1. Gejala klinis setelah pemberian jamu Bintang-Bintang Tangkur Cobra (ataksia, konvulsi, muntah, tremor, beringas, pasif, terjaga, mengantuk, tidur, pingsan). 2. 2. a. Tingkat mortalitas tikus selama 24 jam.

Variabel Pengacau Variabel pengacau terkendali Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, galur, umur, berat badan hewan uji dan cara pemberian. Hewan uji yang digunakan adalah tikus jantan galur Wistar berumur 2-3 bulan dengan berat badan 180-200 g. Senyawa uji diberikan secara per-oral menggunakan spuit per-oral pada tikus. b. 1. 2. Variabel pengacau tak terkendali Jumlah makanan yang dikonsumsi oleh hewan uji Kondisi fisiologi dan patologi dari hewan uji

12

3. a.

Definisi Operasional Cara pemberian per-oral pada tikus dilakukan dengan memasukkan spuit oral ke dalam mulut tikus dan ditekan masuk ke dalam esophagus, kemudian cairan obat diinjeksikan. b. Uji ketoksikan akut adalah uji untuk menentukan efek toksik suatu senyawa yang terjadi dalam waktu yang kurang dari sampai 24 jam setelah pemejanan atau pemberiannya dengan takaran tertentu. Uji ini dikerjakan dengan cara memberikan dosis tunggal senyawa uji pada hewan uji. Dari perlakuan ini diamati gejala klinis yang timbul (kejang dan muntah) dan jumlah tikus yang mati tiap kelompok hewan uji dibandingkan dengan kontrol negatif.

C.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Bahan senyawa uji Bahan senyawa uji yang digunakan adalah jamu Bintang-Bintang Tangkur Cobra yang dibeli di depot jamu JUARA SEHAT, Gejayan, Yogyakarta. 2. Hewan uji Hewan uji yang digunakan adalah dua puluh lima ekor tikus jantan galur Wistar berumur 2-3 bulan dengan berat badan 180-200 g yang diperoleh dari Laboraturium Imono, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. 3. Kontrol negatif Kontrol negatif yang digunakan adalah aquadest sebanyak 5 mL per 200 gBB tikus sebagai kontrol negatif yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Univesitas Sanata Dharma, Yogyakarta

D.

Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kotak kaca untuk pengamatan, beaker glass 50 mL, batang pengaduk, spuit oral 5 mL, labu ukur, dan stopwatch.

13

E. 1. Determinasi

Tata Cara Penelitian

Tujuan dilakukan determinasi adalah untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam menentukan senyawa uji yang digunakan. Hasil determinasi dapat dipastikan bahwa senyawa uji yang akan digunakan benar-benar jamu Bintang-Bintang Tangkur Cobra. Determinasi jamu Bintang-Bintang Tangkur Cobra dilakukan dengan melihat keterangan yang tertera di kemasan. Dilihat keutuhan wadah atau kemasan, pada kemasan yang utuh dilanjutkan dengan pengujian. 2. Pemilihan hewan uji Hewan uji yang digunakan adalah tikus jantan galur Wistar berumur 2-3 bulan dengan bobot 180-200 g sebanyak dua puluh lima ekor. 3. Pengelompokan hewan uji Hewan uji dibagi menjadi empat kelompok peringkat dosis senyawa uji, ditambah satu kelompok kontrol negatif. Masing-masing kelompok terdiri dari lima ekor hewan uji. 4. Pembuatan senyawa uji Jamu Bintang-Bintang Tangkur Cobra ditimbang sebanyak 18 g, kemudian dilarutkan dalam air panas sebanyak 100 mL dalam labu ukur 100 mL. 5. Penetapan dosis jamu Bintang-Bintang Tangkur Cobra dan kontrol Pada percobaan ini dibuat empat peringkat dosis untuk menentukan LD50 jamu Bintang-Bintang Tangkur Cobra. Dosis terendah yang digunakan merupakan dosis terapi jamu Bintang-Bintang Tangkur Cobra untuk manusia dalam satu hari, yaitu 1 sachet (9000 mg) yang dilarutkan dalam 100 mL air panas sehingga diperoleh konsentrasi jamu untuk manusia 90 mg/ mL. Dosis terapi untuk manusia adalah 9000 mg/ 70 kgBB dengan perhitungan sebagai berikut: D x BB D x 70 kg D =CxV = 90 mg/ mL x 100 mL = 9000 mg/ 70 kgBB

Diketahui faktor konversi dari manusia (70 kg) ke tikus (200 g) adalah sebesar 0,018 maka pemberian untuk tikus adalah 9000 mg/ 70 kgBB x 0,018 = 162 mg/ 200 gBB.

14

Dosis tertinggi merupakan jumlah jamu dengan konsentrasi tertinggi yang dapat diberikan pada tikus yaitu 180 mg/ mL. Maka diperoleh dosis tertinggi sebesar 900 mg/ 200 gBB, dengan pehitungan sebagai berikut: 180 mg/ mL x 5 mL = D x 200 g D = = 900 mg/ 200 gBB =/ /

Peringkat dosis ditentukan dengan perhitungan interval sebagai berikut: = 1,771 kali

6.

Pengelompokan Hewan Uji

Kelompok 1: kelompok perlakuan dengan dosis 162,00 mg/ 200 gBB Kelompok 2: kelompok perlakuan dengan dosis 286,90 mg/ 200 gBB Kelompok 3: kelompok perlakuan dengan dosis 508,10 mg/ 200 gBB Kelompok 4: kelompok perlakuan dengan dosis 900,00 mg/ 200 gBB Kelompok 5: kelompok kontrol negatif diberi 5 mL aquadest/ 200 gBB 7. Tata Cara Pemberian Dosis Sediaan Uji Senyawa uji diberikan pada hewan uji secara peroral. Senyawa uji dengan dosis 162 mg/ 200 gBB diberikan pada kelompok hewan uji 1. Senyawa uji dengan dosis 286,9 mg/ 200 gBB diberikan pada kelompok hewan uji 2. Senyawa uji dengan dosis 508,1 mg/ 200 gBB diberikan pada kelompok hewan uji 3. Senyawa uji dengan dosis 900 mg/ 200 gBB diberikan pada kelompok hewan uji 4. Aquadest dengan dosis 5 mL/ 200 gBB diberikan pada kelompok hewan uji 5. 8. Pengamatan Melakukan pengamatan selama 24 jam. Kriteria pengamatan adalah pengamatan fisik terhadap gejala-gejala klinis (ataksia, konvulsi, muntah, tremor, beringas, pasif, terjaga, mengantuk, tidur, pingsan) dan jumlah hewan yang mati pada masing-masing kelompok uji. 9. Analisis Hasil Analisis hasil yang dilakukan antara lain berupa: a. Jumlah hewan yang mati dalam kelompok, secara kuantitatif digunakan untuk menghitung LD50. Perhitungan LD50 menggunakan metode Litchfield dan Wilcoxon, metode Miller-Tainter, metode Thompson-Weil serta metode Farmakope Indonesia III. Bila sampai batas volume maksimum tidak menimbulkan kematian hewan uji, maka dosis tertinggi dinyatakan sebagai LD 50 semu.15

b.

Gejala klinis yang nampak pada organ vital secara kualititatif dipakai untuk mengevaluasi mekanisme penyebab kematian.

Penghitungan LD50 dilakukan dengan salah satu metode berikut ini: 1. Metode Litchfield-Wilcoxon LD50 dapat diketahui dengan menghitung regresi linear hubungan log dosis dengan % kematian. Diperoleh persamaan y = bx + a. Saat kematian mencapai 50%, y = 50 sehingga LD50 = antilog x. 2. Metode Miller-Tainter LD50 dapat diketahui dengan menghitung regresi linear hubungan log dosis vs probit. LD50 dapat diketahui dengan menghitung regresi linear hubungan log dosis dengan % kematian. Diperoleh persamaan y = bx + a. Saat kematian mencapai 50%, y = 5 sehingga LD50 = antilog x. 3. Metode Thompson-Weil LD50 dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: log LD50 = log D0 + (d(f+1)) D0 = peringkat dosis rendah d = faktor kelipatan dosis f = tetapan Thompson-Weil berdasarkan jumlah kematian hewan uji 4. Metode Farmakope Indonesia III LD50 dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Log LD50 = a-b (pi-0,5) a = log dosis terkecil yang menyebabkan jumlah kematian 100% hewan uji b = logaritma ratio dosis yang berurutan pi = jumlah hewan mati yang menerima dosis dibagi jumlah hewan seluruhnya yang menerima dosis

16

DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2011, Tribulus terrestris and saponin, http://www.mdidea.com/products/herbextract/tri bulus/data.html, daikeses pada tanggal 29 Oktober 2011 Bourke CA. Staggers in Sheep associated with the ingestion of Tribulus terrestris . Aust Vet J 1984;61(11):360-363 Chang, Hson-Mau, Paul P. H., Sih-Cheng Yao, L. L. Wang, 2001, Pharmacology and Applications of Chinenese Materia Medica, 24, World Scientific, Singapore Djojosumarto, P., 2008, Pestisida dan Aplikasinya, 109, PT Agromedia Pustaka, Jakarta Selatan Donatus, I. A., 2001, Toksikologi Dasar, 200-201, Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Jurusan Kimia Farmasi Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta Glastonbury JR, Doughty FR, Whitaker SJ, Sergeant E., 1984, A syndrome of hepatogenous photosensitization, resembling geeldikkop, in sheep grazing Tribulus terrestris. Aust Vet J 1984;61(10):314-316 Hadibroto, I. dan Syamsir A., 2007, Infertil, 97, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Harmita, 2006, Buku Ajar Analisis Hayati, 42, Buku Kedokteran EGC, Jakarta Hayes, W. A., 2001, Principles and Method of Toxicology, 919-920, Taylor and Francis, Philadelphia Kardinan, A., 2004, Sehat Dengan Ramuan Tradisional : Meniran Penambah Daya Tahan Tubuh Alami, 11, 26-27, PT Agro Media Pustaka, Jakarta Ling, K. H., Kian, C. T., Hoon, T. C., 2009, A Guide To medicinal Plants: An Illustrated, Scientific and Medicinal Approach, 66, World Scientific Co. Pte. Ltd, Singapore Poeradisastra, R., 2004, Perawatan Wajah & Tubuh Pria, 104, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Permadi, A., Membuat Kebun Tanaman Obat, 43, Pustaka Bunda, Jakarta Rice, R. H., Cohen, D. E., 2001, Toxic responses of the skin, In Casarett and Doulls Toxicology: The Basic Science of Poisons (C. D. Klaassen, Ed.), pp 529, McGraw Hill, New York Sari, W., Indrawati, L., Djing, O., 2008, Care Your Self Hepatitis, 80, Penebar Plus+, Jakarta Singh RCP, Sisodia CS. Effect of Tribulus terrestris fruit extracts on chloride and creatinine renal clearances in dogs. Indian J Physiol Pharmacol 1971;15(3):93-96

Stanislavov R, Nikolova V. Tribulus terrestris and human male fertility: 1. Immunological aspects. Dokladi na Bulgarskata Akademiya na Naukite 2000;52(10):107-110 Soenanto, H., Kuncoro, S., 2009, Obat Tradisional Untuk Pasangan Suami Istri, 52, PT Elex media Komputindo, Jakarta Suprapti, L., 2007, Aneka Awetan Jahe, 17-19, Kanisius, Yogyakarta Talbott S. M., Hughes, K., 2006, The Health Professionals Guide to Diatery Supplements, 6971, Lippincott Williams &Wilkins, Philadelphia Tiran, D., 2009, Mual dan Muntah Kehamilan, 186, Buku Kedokteran EGC, Jakarta