Proposal Syafri

Embed Size (px)

DESCRIPTION

draft skripsi

Citation preview

ANALISIS NOVEL LASKAR PELANGI KARYA ANDREA HIRATA

PAGE

ANALISIS NOVEL LASKAR PELANGI KARYA ANDREA HIRATA

(Suatu Pendekatan Genetik)

Diajukan Sebagai Syarat untuk Ujian Seminar Proposal pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiayah MakassarOLEH;SYAFRI LATIF K.10533 2931 04

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2008

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial disekitarnya. Oleh karena itu, kehadiran karya sastra merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. Pengarang sebagai subjek individual (fision du monde) kepada subjek kolektifnya. Signifikansi yang dielaborasikan subjek individual terhadap realitas sosial disekitarnya menunjukkan sebuah karya sastra besar pada kultur tertentu dan masyarakat tertentu. Keberadaan sastra yang demikian itu, menjadikan ia dapat diposisikan sebagai dokumen sosial-budaya.

Pernyataan di atas sesungguhnya mengandung implikasi bahwa satra adalah sebagai lembaga sosial yang menyuarakan pandangan dunia pengarangnya. Pandangan dunia ini bukan semata-mata fakta empiris yang bersifat langsung, tetapi merupakan suatu gagasan, aspirasi, dan perasaan yang dapat memperstukan kelompok sosial masyarakat.

Eksistensi sastra yang syarat dengan nilai sosial itu menjadikan ia tidak bersifat pasih terhadp berbagai pendekatan sosiologis. Ia selalu terbuka, sehingga sangat boleh ia didekati dengan tinjauan sosiologis Goldmann, Zima, Swingewood, Duvignaud, dan lain-lain. Pada titik inilah kita akan bertemu dengan salah satu model penelitian karya sastra yang disebut strukturalisme genetik. Namun dari sekian ahli sastra yang mencoba menggunakan pemahaman struktualisme genetik dan membongkar karya sastra, pendekatan strukturalisme genetik Goldmann-lah yang paling kuat, karena ia mempunyai dasar teori yang jelas dan tetap memberikan tekanan kepada nilai litirer (karya yang dinamis).

Strukturalisme genetik merupakan sebuah pendekatan dalam penelitin sastra yang lahir sebagai reaksi dari pendekatan strukturalisme murni yang anti historis dan kausal. Berbeda dengan pandekatan strukturalisme murni yang juga sering disebut sebagai pendekatan objektif yang memusatkan perhatiannya pada otonomi sastra sebagai karya fiksi. Strukturalisme murni menyerahkan pemberian makna karya sastra terhadap eksistensi karya sastra itu sendiri tanpa mengaitkan unsur yang ada diluar struktur signifikansinya. Pendekatan ini dikembangkan oleh kaum pormalis Rusia dan aliran new Criticism Amerika yang popular disebut strukturalisme otonom atau strukturalisme murni (Pradopo dalam Jabrohim, 2001) ataupun strukturalisme ahistoris (Faruk, 1999). Dalam perkembangan selanjutnya aliran strukturalisme murni ini gagal dalam memberikan makna karya sastra secara komprehensif, karena lokus kajiannya hanya terbatas pada unsur intrinsiknya saja dan serta merta melepaskan karya itu dari konteks sosialnya. Pada hakikatnya, karya sastra selalu berkaitan dengan masyarakat dan sejarah yang melingkupi penciptaan keberdaannya. Oleh karena itu, strukturalisme otonom menuai banyak kritikan dan sorotan tajam dri penggiat sastra yang pada gilirnnya melahirkan model pendekatan karya sastra yang disebut strukturalisme genetik. Tulisan ini akan melakukan pengkajian dan pembongkaran terhadap karya sastra berupa novel yang akan menggunakan alat baca pendekatan strukturalisme genetik.

Diharapkan dalam pengkajian ini, otensitas karya sastra baik ciri khas, kepribadian, cita-cita, dan juga norma-norma tetap dalam bingkai pengarang dalam kultur sosialnya. Menurut Goldmen strukturalisme genetik percaya bahwa karya sastra merupakan sebuah struktur. Akan tetapi, struktur itu bukanlah sesuatu yang statis melainkan merupakan produk dari proses sejarah yang terus berlangsung, proses strukturasi dan berstrukturasi dan hidup serta hayati oleh masyarakat dimana karya itu diciptakan. Untuk menopang teori tersebut, penulis akan meminjam perspektif Goldmen dalam membangun seperangkat kategori yang saling bertakaitan satu sama lain sehingga membentuk apa yang disebutnya sabagai strukturalisme genetik. Kategori-kategori yang dimaksud adalah fakta kemanusiaan, subjek kolektif, strukturasi, pandangan dunia, pemahaman, dan penjelasan. Adapun metode strukturalisme genetik yang akan digunakan dalam membongkar sebuah novel dalam tulisan ini akan ditegaskan pada tiga ranah; pertama, strukturalisme genetik, kedua, pandangan sosial kelompok, dan ketiga, kondisi ekternal. Ketiga rangka teori ini diharakan mampu untuk mengungkap pandangan dunia yang ada dalam karya sastra berupa novel yang berjudul Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata.B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah dalam pengkajian strukturalisme genetik ini, dirumuskan sebagai berikut ;

1. Bagaimanakah struktur intrinsik novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata?2. Bagaimanakah Kondisi Eksternal novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata?3. Bagaimanakah Pandangan sosial kelompok novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata?C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan kepada pembaca struktur intrinsik novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata2. Mendeskripikan kondisi eksternal novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata3. Mendeskripsikan pandangan sosial kelompok novel Laskar Pelangi karya Andrea HirataD. Manfaat Penulisan

Dari hasil pengkajian yang diperoleh berdasarkan tujuan penulisan ini, maka diharapkan dapat:

1. Dijadikan sebagai rujukan /referensi kepada pembaca di dalam menggunakan pendekatan struturalisme genetik dalam memahami hakikat karya sastra.

2. Dijadikan sebagai motivasi di dalam melakukan penelitian-penelitian seperti di masa depan.

3. Dijadikan sebagai bahan perbandingan di dalam mengkaji persoalan-persoalan karya sastra.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRA. Tinjauan PustakaKeberhasilan sebuah penelitian bergantung pada teori yang mendasarinya. Teori sesungguhnya merupakan landasan suatu penelitian. Teori yang digunakan dalam penelitian ini tersebar di berbagai pustaka yang erat kaitannya dengan masalah yang dibahas. Di dalam usaha menunjang pelaksanaan dan penggarapan makalah ini, perlu mempelajari pustaka yang ada kaitannya dengan penelitian ini.

Sehubungan dengan uraian di atas, aspek teoretis yang akan dibicarakan pada tinjauan pustaka ini terbagi dalam dua spektrum. Pertama, akan menganalisis pengertian novel dan Pengkajian unsur-unsur Intrinsik karya sastra (novel). Kedua, teori dan metode pengkajian strukturalisme genetik serta unsur-unsur Intrinsik dan ekstrinsik karya sastra (novel).1. Teori Novel

a. Pengertian Novel

Novel sering juga disebut sebagai roman. Pada hakikatnya sudah diketahui oleh hampir seluruh lapisan masyarakat yang telah menduduki bangku sekolah. Akan tetapi, jika didefinisikan tentulah masih banyak perbedaan redaksional. Oleh karena itu, dalam penulisan ini dikemukakan beberapa batasan mengenai novel di antaranya.

Secara etimologi, novel berasal dari kata latin novellus yang diturunkan dari kata novies yang berarti baru. Sedangkan secara istilah Novel sebagai salah satu jenis karya sastra dapat didefinisikan sebagai pemakaian bahasa yang indah dan menimbulkan rasa seni pada pembaca.

Secara sederhana, pengertian novel dikemukakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat-sifat pelaku.

Istilah novel memiliki padanan kesamaan dengan istilah roman karena secara semantik keduanya adalah cerita yang berbentuk prosa (Djunadie, 1992). Novel adalah suatu karya prosa yang bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian luar biasa dari kehidupan orang-orang (tokoh cerita) dari kejadian ini timbul konflik suatu pertikaian yang mengalihkan urusan nasib mereka.

Di Indonesia istilah roman dan novel sering diberi arti yang berbeda. Roman sering diartikan sebagai cerita bentuk prosa yang panjang. Dalam pengertian roman seperti ini cerita dimulai sejak kecil sampai kematian. Jadi, melengkapi masa kehidupan yang panjang, sedangkan novel sering diartikan sebagai cerita bagian kehidupan seseorang, seperti masa menjelang perkawinanya setelah mengalami masa percintaan atau bagian kehidupan waktu seseorang mengalami krisis dalam jiwanya dan sebagainya.

Novel adalah suatu cerita dalam alur yang cukup panjang mengisi satu buku atau lebih, yang menggarap kehidupan pria dan wanita yang bersifat imajinatif. Di samping itu novel juga merupakan suatu karya sastra yang sangat dikenal dan digemari oleh banyak orang, karena bentuknya yang lebih muda untuk dipahami pembacanya. Novel juga dapat memberikan arti bagi kehidupan yang dapat dijadikan pelajaran bagi penikmatnya.

Dalam kamus istilah sastra dikemukakan bahwa :

Novel adalah prosa rekaan yang paling panjang yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampakkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun. (Sujiman, 1984)

Sebagian ahli juga mengatakan bahwa novel adalah suatu cerita dengan plot yang cukup panjang mengenai satu atau lebih buku yang menggarap kehidupan laki-laki dan wanita yang bersifat imajinatif. Adapun ciri-ciri novel antara lain:

a. bergantung pada pelakunya

b. menyajikan lebih dari satu impresi

c. menyajikan lebih dari satu efek,dan

d. menyajikan lebih dari satu emosi

b. Unsur yang Membangun Novel

Sebagaimana yang telah dikemukakan dalam definisi novel bahwa di dalam pengertian novel ada beberapa unsur yang membangun. Pada hakikatnya novel dibangun oleh dua unsur yaitu:

1. Unsur luar (ekstrinsik) yaitu: unsur yang berada diluar cerita yang ikut mempengaruhi kehadiran karya tersebut. Misalnya faktor sosial, konflik memuncak ekonomi, kebudayaan, politik, keagamaan, dan tata nilai yang di anut masyarakat.

2. Unsur dalam (intrinsik) yaitu: unsur yang membentuk fiksi tersebut seperti perwatakan, tema, alur/plot, pusat pengisahan, latar dan gaya bahasa.

c. Jenis-Jenis Novel

Novel dibagi dalam tiga jenis yaitu novel percintaan, novel petualangan, novel fantasi. Berikut, uraiannya :

1. Novel percintaan yaitu novel yang melibatkan tokoh wanita dan pria secara seimbang bahkan kadang-kadang para wanita yang dominant pelakunya.

2. Novel petualangan yaitu novel yang hanya didominasi oleh kaum pria karena tokoh pria dengan sendirinya akan melibatkan banyak masalah lelaki yang tidak ada hubungan dengan wanita.Meskipun dalam jenis novel petualangan sering ada percintaan juga. Namun hanya bersifat sampingan belaka, artinya novel ini semata-mata berbicara tentang petualangan saja.

3. Novel fantasi/hiburan yaitu: novel yang hanya membicarakan tentang hal-hal yang tidak realitas dan serba tidak mungkin dilihat dari pengamatan sehari-hari. Novel ini hanya mempergunakan karakter yang tidak realistis, setting dan plot yang juga tidak wajar untuk menyampaikan ide-ide penulisnya. Adapun ciri-ciri dari novel hiburan yaitu:

a. Dibaca untuk kepentingan semata-mata

b. Berfungsi personal untuk hiburan sendiri saja

c. Dibaca sekali saja (novel sekali baca atau throw away novel)

d. Isinya hanya kenyataan semu atau fantasi pengarang saja

e. Tidak diulas oleh para kritikus sastra.Krena selain dianggap kurang penting bagi kesusastraan, juga lantaran jumlahnya sangat banyak.

Pengggolongan di atas merupakan penggolongan pokok saja, sehingga dalam praktiknya setiap jenis novel tersebut sering dijumpai dalam suatu novel. Penggolongan jenis novel ini dengan sendirinya hanya dapat dilakukan dengan melihat kecenderungan mana yang terdapat dalam sebuah novel. Apakah lebih banyak percintaan, petualangan, atau fantasi/hiburan.

2. Strukturalisme GenetikStrukturalisme genetik dicetuskan oleh Lucien Goldman (Jabrohim, 2001) yang merupakan ahli sastra Perancis, pendekatan ini merupakan satu-satunya pendekatan yang mampu merekontruksikan pandangan dunia pengarang. Bukan seperti pendektan marxisme yang cenderung positivistik dan mengabaikan keliteraran sebuah karya sastra. Ia tetap berpijak pada stukturalisme karma ia menggunakan prinsip struktural yang dinafikan oleh pendekatan marxisme. Hanya saja, kelemahan pendekatan strukturalisme diperbaiki dengan memasukkan faktor genetik di dalam memahami karya sastra. Genetika karya sastra sering disebut asal-usul karya sastra. Adapun yang terkait dengan karya sastra adalah pengarang dan kenyataan sejarah yang turut mengkondisikan karya sastra saat diciptakan.

Latar belakang sejarah, zaman dan sosial masyarakat berpengaruh terhadap proses penciptaan karya sastra, baik dari segi isi maupun segi bentuk serta strukturnya. Keberadaan pengarang dalam masyarakat tertentu turut mempengaruhi karyanya. Dengan demikian, suatu masyarakat tertentu yang menghidupi pengarang dengan sendirinya akan melahirkan suatu jenis sastra tertentu pula. Kecenderungan ini didasarkan atas adanya suatu asumsi bahwa tata kemasyarakatan bersifat normative artinya mengandung unsur pengatur yang mau tidak mau harus dipatuhi. Pandangan, nilai-nilai, dan sikap tentu saja dipengaruhi oleh tata kemasyarakan yang berlaku. Hal ini merupakan faktor yang turut menentukan apa yang harus ditulis pengarang, untuk siapa karya sastra ditulis dan apa tujuan serta maksud penulisan itu.

Ada dua kelompok karya sastra menurut Goldman (Damono, 1978), yaitu karya sastra yang dihasilkan oleh pengarang pertama dan karya sastra yang dihasilkan oleh pengarang kelas dua. Karya sastra yang dihasilkan oleh pengarang utama adalah karya sastra yang strukturnya sebagun dengan struktur kelompok atau kelas sosial tertentu. Sedangkan, karya sastra yang diciptakan oleh pengarang kelas dua adalah karya sastra yang isinya sekedar reproduksi segi permukaan realitas sosial dan kesadaran kolektif. Untuk penelitian sastra yang menggunakan pendekatan strukturalisme genetik oleh Goldman disarankan menggunakan karya sastra ciptaan pengarang utama karena karya yang dihasilkannya merupakan karya agung (Masterpeace) yang di dalamnya mempunyai tokoh problematik (problematik hero) atau mempunyai Wira yang bermasalah dalam berhadapan dengan kondisi sosial yang memburuk (degraded) dan berusaha mendapatkan nilai yang sahih (autentuk value). Pandangan dunia pengarang akan dapat terungkapkan melalui problematik heronya.

Pandangan dunia yang ditampilkan pengarang lewak problematik hero merupakan suatu struktur global yang bermakna. Pandangan dunia ini bukan semata-mata fakta empiris yang bersifat langsung, tetapi merupakan suatu gagasan, aspirasi dan perasaan yang dapat mempersatukan suatu kelompok sosial masyarakat. Pandangan dunia ini memperoleh bentuk konkrit di dalam karya sastra. Pandangan dunia bukan fakta. Pandangan dunia tidak memiliki eksistensi objektif, tetapi merupakan ekspresi teoritis dari kondisi dan kepentingan suatu golongan masyarakat tertentu.

Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa pendekatan strukturalisme genetik yang mempunyai segi-segi yang bermanfaat dan berdaya guna tinggi. Apabila tidak melupakan atau tetap memperhatikan segi-segi intrinsik yang membangun karya sastra, disamping memperhatikan faktor-faktor sosiologis, serta menyadari sepenuhnya bahwa karya sastra itu diciptakan oleh suatu kreativitas dengan memanfaatkan faktor imajinasi. Untuk melanjutkan teori strukturalisme genetik Goldman, maka akan diurai kategori-kategori yang menjadi pandangannya.

1. Fakta kemanusiaan

Fakta kemanusiaan adalah segala hasil aktivitas atau perilaku manusia baik yang ferbal maupun yang fisik, yang berusaha dipamahi oleh ilmu pengetahuan. Fakta itu dapat berwujud aktivitas sosial tertentu, aktivitas politik tertentu, maupun kreasi cultural seperti filsafat, seni rupa, seni musik, seni patung, dan seni sastra. Dalam wujudnya yang bermacam-macam, fakta-fakta kemanusiaan itu pada hakikatnya dapat dibendakan menjadi dua macam, yaitu fakta individual dan fakta sosial. Fakta yang kedua mempunyai peranan dalam sejarah sedangkan fakta yang pertama tidak memiliki hal tersebut. Fakta yang pertama hanya merupakan hasil dari perilaku libidinal seperti mimpi, tingkah laku orang gila, dan sebagainya yang berbeda dengan fakta yang pertama.

Goldman dalam Faruk (1999) menganggap bahwa semua fakta kemanusiaan merupakan suatu struktur yang berarti. Yang dimaksudkannya adalah fakta-fakta itu sekaligus mempunyai struktur tertentu dan arti tertentu. Oleh karena itu, pemahaman mengenai fakta-fakta kemanusiaan harus memperhatikan struktur dan artinya. Fakta-fakta kemanusiaan dapat dikatakan memiliki arti karena merupakan respon-respon dari subjek kolektif atau individual (Faruk, 1999). Dengan kata lain, fakta-fakta itu merupakan hasil usaha manusia untuk mencapai keseimbangan yang lebih baik dalam hubungan dengan dunia disekitarnya.

Dengan meminjam teori psikologi, Piaget Goldman menganggap bahwa kecenderungan di atas merupakan perilaku yang alamiah pada manusia secara umum. Menurut Piaget (dalam Faruk, 1999), manusia dan lingkungan sekitarnya selalu berada dalam proses strukturasi timbal balik yang saling bertetangan, tetapi sekaligus saling isi mengisi. Kedua proses itu adalah proses asimilasi dan proses akomodasi. Disatu pihak manusia selalu berusaha mengasimilasikan lingkungan sekitarnya kedalam skema pikiran dan tindakannya, tetapi dilain pihak, usahanya itu tidak selalu berhasil karena berhadapan terhadap dengan rintangan-rintangan diantaranya:

a. kenyataan bahwa sektor-sektor kahidupan tertentu tidak meyadarkan dirinya pada integrasi dalam struktur yang dielaborasikan.

b. Kenyataan bahwa semakin lama penstrukturan dunia eksternal itu semakin sukar dan bahkan semakin tidak mungkin dilakukan.

Kenyataan bahwa individu-individu dalam kelompok, yang bertanggung jawab bagi lahirnya proses keseimbangan, telah mentranformasikan ligkungan sosial dan fisiknya sehingga terjadi proses yang mengganggu keseimbangan dalam proses strukturasi itu.

Dalam proses strukturasi dan dan akomodasi yang terus-menerus itulah suatu karya sastra sebagai fakta kemanusiaan, sebgai hasil aktivitas cultural manusia, memperoleh artinya. Proses tersebut sekaligus merupakan genesis dari struktur karya sastra.

2. Subjek Kolektif

Fakta kemanusiaan, seperti telah disinggung, bukanlah sesuatu yang muncul begitu saja, melainkan merupakan hasil aktivitas manusia sebagai subjeknya. Dalam hal ini subjek fakta kemanusiaan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu objek individual dan subjek kolektif. Perbedaan itu sesuai dengan perbedaan jenis fakta kemanusiaan. Subjek individual meruapakan subjek fakta individual (libidinal) sedangkan subjek kolektif merupakan subjek fakta sosial (history).

Freud selalu menganggap subjek segala perilaku manusia sebagai seorang individu tertentu (Goldmann dalam Faruk, 1999). Menurut Golgmann (dalam Faruk, 1999), anggapan serupa itu amat serampangan. Tidak semua fakta kemanusiaan bersumber pada sumber individual. Secara intuitif pun seseorang dapat mengenal perbedaan antara, misalnya sebuah revolusi sosial dengan mimpi-mimpi perilaku orang gila. Oleh karena itu, usaha mengembalikan fakta yang pertama itu ke subjek individual (libidinal) merupakaan pemerkosaan terhadap kodrat fakta itu sendiri.

Revolusi sosial, politik, ekonomi, dan karya-karya kultural yang besar, merupakan fakta sosial (historis). Individu dengan dorongan libidonya tidak akan mampu menciptakannya. Yang dapat menciptakannya hanya subjek trans-individual. Demikian pula fakta seperti pengangkatan batu besar, pembangunan jembatan, dan pembuatan jalan. Fakta-fakta serupa itu juga tidak akan pernah merupakan hasil aktivitas subjek individual, melainkan subjek trans-individual. Subjek trans-individual adalah subjek yang mengatasi individu, yang di dalamnya individu hanya merupakan bagian. Subjek trans-individual bukanlah kumpulan individu-individu yang berdiri sendiri-sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan, satu kolektifitas.

Subjek yang demikianlah yang juga menjadi subjek karya sastra yang besar sebab karya sastra semacam itu merupakan hasil aktivitas yang objeknya sekaligus alam semesta dan kelompok manusia. Karya sastra yang besar berbicara tentang alam semesta dan hukum-hukumnya serta persoalan-persoalan yang tumbuh darinya. Akan tetapi, subjek kolektif atau trans-individual merupakan konsep yang masih sangat kabur. Subjek kolektif itu dapat berupa kelompok kekerabatan, kelompok sekerja, kelompok territorial, dan sebagainya. Untuk memperjelasnya, Goldmann (dalam Faruk, 1999) memspesifikasikannya sebagai kelas sosial dalam pengertian marxis sebab baginya kelompok itulah yang terbukti dalam sejarah sebagai kelompok yang telah menciptakan suatu pandangan yang lengkap dan menyeluruh mengenai kehidupan dan yang telah mempengaruhi perkembangan sejarah umat manusia.

3. Pandangan Dunia : Strukturasi dan Struktur

Hubungan antara struktur masyarakat dengan struktur karya sastra itu tidak dipahami sebagai hubungan determinasi yang langsung, melainkan dimediasi oleh apa yang disebut Goldmann, sebagai pandangan dunia atau ideologi. Menurut Golmann (Faruk, 1999), pandangan dunia merupakan istilah yang cocok bagi kompleksitas gagasan-gagasan, aspirasi-aspirasi, dan perasaan-perasaan, yang menghubungkan secara bersama-sama anggota suatu kelompok sosial tertentu dan yang mempertentangkannya dengan kelompok-kelompok sosial yang lain. Sebagai suatu kesadaran kolektif, pandangan dunia itu berkembang sebagai hasil dari situasi sosial dan ekonomik tertentu yang dihadapi oleh subjek kolektif yang memilikinya.

Proses yang panjang yang lahir dalam pandangan dunia, merupakan kesadaran yang mungkin setiap orang dapat memahaminya. Dalam hal ini kesadaran yang mungkin dibedakan dari kesadaran yang nyata. Kesadaran yang nyata adalah kesadaran yang dimiliki oleh individu-individu yang ada dalam masyarakat. Individu-individu itu menjadi anggota berbagai pengelompokan dalam masyarakat seperti keluarga, kelompok sekerja, dan sebagainya. Ditambah dengan kompleksnya kenyataan masyarakat, individu-individu itu jarang sekali mempunyai kemampuan untuk menyadari secara lengkap dan menyeluruh mengenai makna dan arah keseluruhan dari aspirasi-aspirasi, peilaku-perilaku, dan emosi-emosi kolektifnya (Goldmann dalam Faruk, 1999). Sebaliknya, kesadaran yang mungkin adalah kesadaran yang menyatakan suatu kecenderungan kelompok ke arah suatu koherensi menyeluruh, perspektif yang koheren dan terpadu mengenai hubungan manusia dengan sesamanya dan dengan alam semesta. Kesadaran yang demikian jarang disadari pemiliknya kecuali dalam momen-momen krisis dan sebagai ekspresi individual pada karya-karya kultural yang besar (Goldmann dalam Faruk, 1999).

4. Struktur Karya Sastra

Dalam esainya yang berjudul The Sociology of Literature: (1981:55-74) Goldman mengemukakan dua pendapat mengenai karya sastra pada umumnya pertama., bahwa karya sastra merupakan ekspresi pandangan dunia secara imajiner. Kedua, bahwa dalam usahanya mengekspresikan pandangan dunia itu pengarag menciptakan semesta tokoh-tokoh, objek-objek, dan relasi-relasi imajiner. Dengan mengemukakan dua hal tersebut Goldmann membedakan karya sastra dari filsafat dan sosiologi. Menurutnya, filsafat mengekspresikan pandangan dunia secara konseptual, sedangkan sosiologi dengan mengacu pada empirisitas.

Dari kedua pendapatnya itu jelas bahwa Goldmann mempunyai konsep struktur yang bersifat tematik. Yang menjadi pusat perhatiannya adalah relasi antara tokoh dengan tokoh dan tokoh dengan objek yang ada disekitarnya. Dalam esainya yang berjudul : The Sociology of Literature: Status and Problem of Method (1970:604) Goldmann mengatakan bahwa hampir seluruh karyanya dipusatkan pada elemen kesatuan, pada usaha menyingkapkan struktur yang koheren dan terpadu yang mengatur semesta keseluuhan karya sastra. Setelah berkenalan dengan karya Kristeva, baru ia memikirkan konsep multiplisitas tokoh-tokoh yang berada dalam situasi tertentu.

Sifat tematik dari konsep struktur Goldmann itu terlihat pula pada konsepnya mengenai novel dengan mendasarkan diri pada Lukacs dan Girard, Goldmann mendefinisikan novel sebagai cerita mengenai pencarian yang terdegradasi akan nilai-nilai yang otentik dalam dunia yang juga terdegradasi. Pencarian itu dilakukan oleh seorang hero yang problematic.

Menurut Goldmann (dalam Faruk, 1999) yang dimaksud dengan nilai-nilai otentik itu adalah totalitas yang secara tersirat muncul dalam novel, nilai-nilai yang mengorganisasi sesuai dengan mode dunia sebagai totalitas. Dengan pengertian tersebut, nilai-nilai yang otentik itu hanya dapat dilihat dari kecenderungan terdegradasinya dunia dan problematiknya sang hero. Karena itu, nilai-nilai itu hanya ada dalam kesadaran penulis/pengarang/novelis, dengan bentuk yang konseptual dan abstrak (Faruk, 1999). Goldmann mengatakan bahwa novel merupakan suatu genre sastra yang bercirikan keterpecahan yang tidak terdamaikan dalam hubungan sang hero dengan dunia. Keterpecahan itulah yang menyebabkan dunia dan hero menjadi sama-sama. Pendegradasi dalam hubungannya dengan nilai-nilai yang otentik yang diatas. Keterpecahan itu pulalah yang membuat sang hero menjadi problematic.

Sesuai dengan teori Lukacs, Goldmann (dalam Faruk, 1999)membagi novel menjadi tiga jenis, yaitu novel idealisme abstrak, romantis-isme keputusasaan, dan novel-novel pendidikan.Novel jenis pertama disebut idealisme abstrak karena dua hal. Dengan menampilkan tokoh yang masih ingin bersatu dengan dunia, novel itu masih memperlihatkan suatu idealisme. Akan tetapi, karena persepsi tokoh itu tentang dunia bersifat subjektif, didasarkan pada kesadaran yang sempit, idealismenya menjadi abstrak (Faruk, 1999).

Bertentangan dengan novel jenis pertama di atas, novel jenis kedua menampilkan kesadaran hero yang terlampau luas. Kesadarannya lebih luas daripada dunia sehingga menjadi berdiri sendiri dan terpisah dari dunia.Itulah sebabnya, sang hero cenderung pasif dan cerita berkembang menjadi analisis psikologi semata-mata. Menurut Lukacs (dalam Faruk, 1999), kenyataan itulah yang menjadi dasar perbedaan antara novel jenis yang pertama dengan yang kedua.

Novel pendidikan berada di antara kedua jenis tersebut. Dalam novel jenis ketiga ini, sang hero di satu pihak mempunyai interioritas, tetapi di lain pihak juga ingin bersatu dengan dunia. Karena ada interaksi antara dirinya dengan dunia, hero itu mengalami kegagalan. Karena mempunyai interioritas, ia menyadari sebab kegagalan. Karena mempunyai interioritas, ia menyadari sebab kegagalan itu (Lukacs dalam Ratna, 2006)), oleh lukacs novel pendidikan ini tersebut sebagai novel kematangan yang jantan. Pemahaman struktur karya sastra bergenre, jika diterapkan dalam pengkajian novel. B. Kerangka PikirKerangka pemikiran merupakan proses tentang alur pikir seseorang dalam menganalisis dan memecahkan sesuatu persoalan atau masalah-masalah yang akan dihadapi, serta membrikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah.

Telah disinggung bahwa novel merupakan bagian karya sastra, yang memceritakan salah satu segi kehidupan sang tokoh yang benar-benar istimewah bahkan sangat dramatis yang kadang menghibatkan terjadinya perubahan nasib. Baik dari segi cintanya, perjuangan hidupny, pandangannya melihat kehidupan, maupun ketamakannya, dan lain-lain. Novel yang akan diteliti terkusus pada novel bermutu/serius. Novel Laskar Pelangi digabung oleh unsur intrinsik dan ekstinsik. Unsur intrinsik terdiri atas tema, alur/plot, latar setting, penokohan/perwatakan, amanat dan pusat pengisahan. Adapun unsur ekstrinsik terdiri dari aspek sosiologis, ekonomi, politik, psikologis, budaya, moral, pendidikan dan agama. Mengingat novel ini dilatarbelakangi oleh berbagai masalah genetika sasta, diantaranya struktur intrinsik (tema, alur/plot, latat setting, penokohan/perawatakan, amanat dan pusat pengisahan.), kondisi eksternal karya sastra, serta pandangan dunia pengarang. Maka pendekatan yang diguanakan untuk menganalisis data dan memperoleh gambaran tentang genetika karya sastra yang terkandung dalam novel Andrea Hirata yang berjudul Laskar Pelangi adalah pendekatan genetik. Pendekatan genetik adalah pendekatan yang memandang karya sastra yang tidak berdiri secara otonom, melainkan berhubungan dengan relasi sosial kehidupan seorang pengarang terlibat dalam aktivitas kehidupan nyata. Pendekatan ini berusaha memahami karya sastra berdasarkan asal-usul karya sastra lahir dan dilahirkan. Adapun yang terkait dengan karya sastra adalah pengarang dan kenyataan sejarah yang turut mengkondisikan karya sastra saat diciptakan.

Untuk mengetahui novel tersebut mempunyai relevansi dengan keadaan masyarakat dewasa ini, peneliti mengaitkan antara makna novel dengan indikator yang telah ditentukan. Indikator tersebut adalah hal yang berhubungan dengan problem yang terjadi dalam masyarakat. Timbulnya problem tersebut disebabkan oleh hal-hal yang menjadi relasi sosial yang timpang dalam struktur masyarakat.BAGAN KERANGKA FIKIR

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Variabel dan Desain Penelitian

1. Variabel Penelitian

Sebelum diuraikan mengenai variabel yang digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu akan diuraikan pengertian variabel dalam suatu penelitian. Variabel tidak pernah lepas dari suatu penelitian, dan boleh dikatakan bahwa variabel merupakan syarat mutlak dalam suatu penelitian.

Arikunto (1992:89) mendefinisikan variabel adalah sebagai karakteristik tertentu yang mempunyai nilai atau ukuran yang berbeda untuk unit obsetvasi atau individu yang berbeda. Variabel adalah objek penelitian, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitas. Variabel dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu variabel kuantitatif dan kualitatif. Variabel kuantitatif misalnya luasnya kota, umur, banyaknya dan jam dalam sehari dan sebagainya. Contohnya variabel kualitatif adalah kemakmuran, kepandaian dan lain-lain.

Setelah memperhatikan uraian di atas, maka dapatlah ditentukan variabel sebuah penelitian yang digunakan untuk direncanakan, sehingga dengan itu pula maka jelaslah penelitian ini merupakan penelitian yang harus dibatasi variabelnya, agar data yang dikumpulkan dapat mengarah pada tujuan. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel tunggal, maksudnya penelitian ini hanya menggunakan satu variabel yakni unsur genetik yang terkandung dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Hal ini didasarkan pada judul penelitian, Analisis novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata (Suatu Pendekatan Genetik).2. Desain Penelitian

Desain penelitian pada hakekatnya merupakan strategi yang mengatur ruang atau teknis penelitian agar memperoleh data maupun kesimpulan penelitian. Menurut jenisnya, penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Oleh karena itu, dalam penyusunan desain harus dirancang berdasarkan pada prinsip metode deskriptif kualitatif, yang mengumpulkan, mengolah, mereduksi, menganalisis dan menyajikan data secara objektif atau sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan untuk memperoleh data. Untuk itu, peneliti menawarkan desain penelitian sebagai berikut :

Pertama, penelitian sastra itu dapat kita ikuti sendiri. Mula-mula sastra diteliti strukturnya untuk membuktikan jaringan bagian-bagian sehingga terjadi keseluruhan yang padu dan holistik.

Kedua, penghubungan dengan sosial budaya. Unsur-unsur kesatuan karya sastra dihubungkan dengan sosio budaya dan sejarahnya, kemudian dihubungkan dengan struktur mental yang berhubungan dengan pandangan dunia pengarang.

Selajutnya, untuk mencapai solusi atau kesimpulan dengan jalan melihat premis-premis yang sifatnya spesifik untuk selanjutnya mencari premis general. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam pengkajian strukturalisme genetik pada novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.

B. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional pada hakekatnya merupakan pendefinisian variabel dalam bentuk yang dapat diukur, agar lebih lugas dan tidak menimbulkan bias atau membingungkan. Penelitian bebas merumuskan, menentukan definisi operasional sesuai dengan tujuan penelitinya, dan tatanan teoriti dari variabel yang ditelitinya (Adi, 1993:17).

Genetik dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata merupakan gambaran terhadap realitas sosial teks sastra yang berhubungan dengan realitas sosial kehidupan sang pengarang. Kedua realitas ini memiliki hubungan yang sangat erat yang dapat membangun makna suatu karya sastra.C. Data dan Sumber Data

1. Data

Data dalam penelitian ini adalah keterangan yang dijadikan objek kajian, yakni setiap kata, kalimat/ungkapan yang mendukung penelitian ini adalah keterangan yang dijadikan objek kajian, yakni Struktur Intrinsik (Tema, penokohan, plot, setting, sudut pandang), Pandangan sosial kelompok, dan kondisi eksternal (Biografi, ekonomi, politik, sosial budaya, dan lain-lain) yang akan mengarah pada pandangan dunia yang terdapat pada novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Studi pustaka mencoba sejumlah buku dan tulisan yang relevan terhadap objek kajian.2. Sumber Data

Sumber data adalah objek dari mana data diperoleh yang menjadi dasar pengambilan atau tempat untuk memperoleh data yang diperlukan. Dengan demikian sumber data dalam penelitian ini adalah novel yang berjudul. Laskar Pelangi karya Andrea Hirata yang berjumlah 536 halaman diterbitkan oleh PT Bentang Pustaka .

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu teknik dokumentasi dengan jalan mengumpulkan data melalui sumber tertulis.

Dengan cara penelitian pustaka yaitu:

1. Membaca berulang-ulang novel Laskar Pelangikarya Andrea Hirata2. Mengumpulkan data melalui penelitian pustaka3. Mancatat bagian-bagian yang dianggap relevan sebagai data (yang dianggap sebagai sumber genetik)4. Mengklasifikasikan data yang termasuk genetika sastra dianataranya struktur intrinsik, faktor ekstrinsik, serta pandangan sosial kelompok yang dapat membangun pandangan dunia berdasarkan tingkatannya sebagai data penelitian.E. Teknik Analisis Data

Berdasarkan teknik pengumpulan data yang dipergunakan, maka unsur karakter tokoh utama yang dapat dicocokkan dengan tokoh yang dimaksud, kemudian diseleksi kutipan atau data yang mana lebih spesifik itulah yang akan diambil. Selanjutnya, menentukan watak, sifat, karakter dan kebiasaan karakter tokoh utama sesuai dengan bukti atau penunjuk yang telah dipilih.

Sebagai hasil akhir, memaparkan watak, sifat, karakter dan kebiasaan tokoh dengan senantiasa mengutip bagian cerita yang menunjukkan kebenaran analisis yang dimaksud, selanjutnya dideskripsikan bedasarkan fenomena sosial yang dijadikan acuan penelitian meliputi:

1. Membaca berulang-ulang dan memahami novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.

2. Menelaah seluruh data yang diperoleh yang menyangkut genetika dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata3. Mengungkap aspek-aspek genetik yang terdapat pada novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.4. Mendeskripsikan aspek-aspek genetik yang terdapat pada novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.5. Mengadakan pemeriksaan keabsahan data berupa genetika yang telah diamati sebagai hasil penelitian.6. Bila hasil penelitian sudah dianggap sesuai, maka hasil tersebut dianggap sebagai hasil akhir.

DAFTAR PUSTAKADamono, Sapardi Djoko. 1978. Sosiologi Sastra, sebuah pengantar ringkas. Jakarta. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Djunadie, Moha. 1992. Apresiasi Sastra Indonesia.CV Putra Maspul. Ujung Pandang.

Faruk. 2004. Sosiologi Sastra. Yogyakarta. Gama Media.Pradopo, Rahmat Djoko (dkk). 2002. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta. PT. Hanindita dan Masyarakat Poetika Indonesia.Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra (rev). Yogyakarta. Penerbit Pustaka Pelajar......................................... 2005. Pengantar Sastra dan Cultural Studies. Yogyakarta. Penerbit Pustaka Pelajar.

........................................ 2008. Postkolonialisme Indonesia, Relevansi Sastra. Yogyakarta. Penerbit Pustaka Pelajar.

Sarwadi. 2004. Sejarah Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta. Penerbit Gama Media dan Masyarakat Poetika Indonesia.Sujiman, Panutti. 1984. Kamus Istilah Sastra. Pt. Gramedia. Jakarta.Tang, Rapi, 2008. Sosiologi Sastra, Penerapan Kajian Sastra (Materi Bahan Kuliah). Makasar. Universitas Negeri Makasar.

Yudiono. 2008. 2007. Pengantar Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta. Penerbit PT. Grasindo.

Faktor Ekstrinsik

Fahtor Intrinsik

Pendekatan Genetik

Novel

Laskar Pelangi

Pandangan sosisal Kelompok

Temuan

Hasil Simpulan

Karya Sastra

PAGE