Click here to load reader
Upload
faiza-fatikatus-solehah
View
638
Download
16
Embed Size (px)
Citation preview
Proposal Tugas Akhir ini
Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan
Program Pendidikan Diploma III Jurusan Teknik Kimia
Politeknik Negeri Samarinda
DISUSUN OLEH
FAIZA FATIKATUS SOLEHAH
08 614 039
JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA
2011
HALAMAN PERSETUJUAN
Judul :
Nama : Faiza Fatikatus Solehah
NIM : 08 614 039
Jurusan : Teknik Kimia
Program Studi : Petro dan Oleo Kimia
Proposal Tugas Akhir ini telah diterima dan disetujui
Pada Tanggal Bulan Tahun
Menyetujui,
Calon Pembimbing
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Cepat atau lambat cadangan minyak bumi dunia pasti akan habis. Ini
disebabkan oleh depositnya yang terbatas dan tidak dapat diperbaharui.
Keadaan ini mendorong banyak negara di dunia meningkatkan upayanya
untuk menggunakan biofuel sebagai bahan bakar alternatif. Biofuel adalah
bahan bakar atau sumber energi yang berasal dari bahan organik. Jadi, definisi
biofuel mencakup bahan bakar yang dibuat dari tumbuhan maupun hewan. Biofuel
mempunyai sifat dapat diperbaharui, artinya bahan bakar ini dapat dibuat oleh
manusia dari bahan-bahan yang bisa ditumbuhkan atau dibiakkan (Arrasyi, 2008).
Salah satu dari biofuel yang paling banyak digunakan adalah etanol,
zat ini diekstrak antara lain dari tebu dan singkong Akan tetapi, apabila tebu
atau singkong dijadikan bahan utama untuk ekstraksi etanol, dikhawatirkan akan
mengakibatkan berkurangnya penyediaan bahan pangan. Hal ini tidak sesuai bagi
sebuah negara atau kawasan dimana bidang pangan masih kekurangan. Contohnya
adalah penggunaan singkong masih diarahkan untuk bahan baku industri
tapioka serta dalam hal mengekstraksi tebu menjadi etanol di Indonesia,
penggunaan untuk menghasilkan gula saja masih belum mencukupi, apalagi
jika tebu juga diekstrak untuk membuat etanol .Etanol menjadi pilihan utama
dunia karena senyawa ini dapat terus menerus diproduksi baik secara
fermentasi maupun sintesis kimiawi.
Berdasarkan fakta-fakta yang terdapat di atas, muncul sebuah gagasan
dalam memanfaatkan bahan baku yang bukan merupakan bahan makanan
manusia. Salah satu bahan baku yang dimaksud adalah kulit buah pisang
yang selama ini hanya dijadikan sebagai pakan ternak untuk diekstrak menjadi
sumber energi alternatif yaitu etanol. Walaupun sekarang dalam
perkembangannya kulit pisang dari beberapa jenis tertentu mulai dijadikan
bahan makanan ringan, namun pemanfaatannya masih terbatas.
1
2. Rumusan Masalah
3. Batasan Masalah
4. Tujuan Penelitian
5. Manfaat Penelitian
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pisang
Pisang merupakan jenis buah-buahan tropis yang banyak dihasilkan
di Indonesia. Tanaman pisang banyak dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan manusia. Banyak dari jumlah pisang yang ada terdapat jenis
pisang yang tidak dapat dikonsumsi dalam bentuk segar karena tekstur dan
rasa yang kurang disukai oleh masyarakat, sehingga hanya digunakan
sebagai makanan hewan dan harganya relatif murah. Buah pisang yang
tidak dikonsumsi dalam bentuk segar tersebut banyak mengandung serat
kasar, karbohidrat, gula reduksi.
Di samping itu kulit buah pisang tersebut umumnya tebal dan hampir
mencapai 41% bagian dari buah pisang oleh karena itu perlu dipikirkan
usaha peningkatan pemanfaatan, terutama kulit buahnya. Kulit buah pisang
yang dulunya hanya digunakan sebagai pakan ternak kini bias
dimanfaatkan untuk keperluan manusia, misalnya diolah menjadi nata dan
alkohol (Etanol).
Berdasarkan hasil analisis kimia, komposisi dari kulit pisang
mengandung 18,5 % karbohidrat (Saroso, 1998). Kandungan karbohidrat
ini dapat dikonversi menjadi senyawa glukosa melalui proses hidrolisis.
Glukosa dalam karbohidrat diubah menjadi etanol melalui proses
fermentasi dengan bantuan mikroorganisme dalam hal ini digunakan ragi
sebagai katalis. Untuk mendapatkan etanol murni dari hasil fermentasi,
Etanol dan air dipisahkan dengan destilasi dan kemudian ditambah
Kalsium Oksida (CaO) untuk menarik air yang tersisa
2.1.2 Fermentasi
Proses fermentasi sering didefinisikan sebagai proses pemecahankarbohidrat dan asam amino secara aerobik, yaitu tanpa memerlukan oksigen.
3
Senyawa yang dapat dipecah dalam proses fermentasi terutama adalah karbohidrat,sedangkan asam amino hanya dapat difermentasi oleh beberapa jenis bakteri tertentu(Fardiaz, 1992). Prinsip dasar fermentasi adalah mengaktifkan kegiatan mikrobatertentu dengan tujuan mengubah sifat bahan agar dihasilkan suatu yang bermanfaat(Widayati dan Widalestari, 1996). Perubahan tersebut karena dalam proses fermentasijumlah mikroba diperbanyak dan digiatkan metabolismenya didalam bahan tersebutdalam batas tertentu (Santoso, 1989). Menurut Judoamidjojo dkk. (1992),menyatakan bahwa beberapa langkah utama yang diperlukan dalam melakukan suatuproses fermentasi diantaranya adalah :a. Seleksi mikroba atau enzim yang sesuai dengan tujuan.12b. Seleksi media sesuai dengan tujuan.c. Sterilisasi semua bagian penting untuk mencegah kontaminasi oleh mikroba yangtidak dikehendaki.Yeast merupakan fungsi uniseluler yang melakukan reproduksi secarapertunasan (budding) atau pembelahan (fission). Yeast tidak berklorofil, tidakberflagella, berukuran lebih besar dari bakteri, tidak dapat membentuk miseliumberukuran bulat, bulat telur, batang, silinder seperti buah jeruk, kadang-kadang dapatmengalami diforfisme, bersifat saprofit, namun ada beberapa yang bersifat parasit
(Van Rij, 1984).
2.1.3 Hidrolisis
Hidrolisis adalah suatu proses kimia yang menggunakan H2O sebagai
pemecah suatu persenyawaan termasuk inverse gula. Saponifikasi lemak dan
ester, pemecahan protein. H2O sebagai zat pereaksi dalam pengertian luas
termasuk larutan asam dan basa (Risvank, 2008).
4
Hidrolisis bertujuan untuk memecah selulosa dan hemiselulosa menjadi
monosakarida yang selanjutnya akan difermentasi menjadi etanol.
Secara umum teknik hidrolisis dibagi menjadi dua, yaitu: hidrolisis asam
encer (dilute acid hydrolisis), hidrolisis asam pekat (concentrated acid hydrolisis)
dan hidrolisis enzimatik (enzymatic hydrolysis).
1. Hidrolisis dalam larutan asam.
Asam encer atau pekat misalnya asam klorida (HCl) dan asam sulfat
(H2SO4) yang digunakan biasanya berfungsi sebagai katalisator. Asam encer,
pada umumnya memiliki kecepatan reaksi sebanding dengan konsentrasi H+
menjadi [H+] dimana sifat ini tidak berlaku pada asam pekat. Hidrolisis
menggunakan atau memakai H2SO4 lebih disukai karena HCl korosif, contoh
reaksi hidrolisis yang terjadi menggunakan larutan asam.
Secara umum hidrolisis asam encer terdiri dari dua tahap. Tahap pertama
dilakukan dalam kondisi yang rendah daripada tahap kedua. Tahap ini
sebagian besar holoselulosa akan terhidrolisis. Tahap kedua dioptimasi untuk
menghidrolisis selulosa. Sedangkan hidrolisis asam pekat meliputi proses
dekristalisasi selulosa dengan asam pekat dan dilanjutkan dengan hidrolisis
selulosa dengan asam encer.
2. Hidrolisis enzimatik
Proses hidrolisis enzimatik mirip dengan proses-proses diatas yaitu dengan
mengganti asam dengan enzim. Teknik ini dikenal dengan teknik hidrolisis
dan fermentasi terpisah (separated hydrolysis and fermentation). Hidrolisis
dengan enzim tidak membuat atau menghasilkan kondisi lingkungan yang
5
mendukung proses biologi/fermentasi seperti pada hidrolisis dengan asam,
kondisi ini memungkinkan untuk dilakukan tahapan hidrolisis dan fermentasi
secara bersamaan yang dikenal dengan Simultaneous Saccharification and
Fermentation (SSF). Jenis-jenis hidrolisis ada lima macam, yaitu:
1. Hidrolisis murni, direaksikan dengan H2O saja, reaksi lambat sehingga
jarang digunakan dalam industri (tidak komersial). Hanya untuk senyawa-
senyawa yang reaktif. Reaksi dapat dipercepat dengan menggunakan H2O
uap.
2. Hidrolisis dalam larutan asam, asam encer atau pekat missal HCl dan
H2SO4. Biasanya sebagai katalisator. Asam encer, umumnya mempunyai
kecepatan reaksi sebanding dengan konsentrasi H+ menjadi [H+]. Sifat ini
tidak berlaku pada asam pekat. Pemakaian H2SO4 lebih disukai karena HCl
korosif.
3. Hidrolisis dalam larutan basa, basa encer atau pekat seperti NaOH dan
KOH. Penggunaan basa terbatas karena hasil akhir adalah garam bukan
asam.
4. Alkali Fusion, dengan atau tanpa H2O pada suhu tinggi, misalnya pada
NaOH padat (H2O<<). Pemakaian industri untuk tujuan tertentu, misal
peleburan bahan-bahan selulosa seperti tongkol jagung, gergaji kayu yang
dilakukan pada suhu tinggi (±240oC) dengan NaOH padat menghasilkan
asam oksalat dan asam asetat.
5. Hidrolisis dengan enzim sebagai katalisator, menggunakan enzim yang
dihasilkan oleh mikroba. (Risvank,2008)
6
Diantara metode hidrolisis, hidrolisis dengan asam encer adalah paling
umum diaplikasikan. Proses ini juga dapat digunakan sebagai perlakuan awal dari
hidrolisis enzimatik. Umumnya, hidrolisis asam encer menggunakan asam mineral
seperti H2SO4 dan HCl, pada suhu antara 120 – 200oC (Taherzadeh dan Karimi,
2007).
Proses hidrolisis dengan asam encer pernah dicobakan pada proses
Scholler. Proses ini dijalankan dalam reaktor tangki berpengaduk. Lignoselulosa
dilarutkan dalam larutan asam sulfat 0,5% dengan tekanan 11 – 12 bar selama
4512 menit. Melalui proses ini hemiselulosa sebanyak 80% w/w dapat
terhidrolisis pada suhu di bawah 200oC, tetapi konversi maksimal yang dicapai
pada suhu di atas 220oC (Taherzadeh dan Niklasson, 2003). Meskipun konversi
maksimal dapat diperoleh tetapi proses hidrolisis pada suhu di atas 220oC
mengakibatkan reaksi lebih lanjut yang membentuk senyawa racun yang
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada proses fermentasi. Senyawa-
senyawa kimia yang bersifat racun pada proses fermentasi monomer gula menjadi
etanol antara lain senyawa asam karboksilat, senyawa furan, dan senyawa fenol
(Taherzadeh dan Niklasson, 2003).
Reaksi hidrolisis yang terjadi dalam pembentukan glukosa dari selulosa
dan pati dimana pada dasarnya keduanya adalah polimer gula, sehingga dapat
dituliskan sebagai berikut: (Sediawan, 2007).
Polisakarida + nH2O nMonomer(sugars)............... (1)
Dengan adanya katalisator maka akan mengubah mekanisme reaksi
hidrolisis. Philipp (1984) telah menjelaskan mekanisme reaksi hidrolisis dengan
7
menggunakan katalisator asam seperti terlihat pada Gambar 2.1. Ion H+ yang
berasal dari katalisator akan menyerang selulosa terlebih dahulu. Dengan
masuknya ion H+ tersebut maka struktur selulosa menjadi tidak stabil sehingga
akan memudahkan selulosa bereaksi dengan air (H2O).
Gambar 2.1 Mekanisme Reaksi Hidrolisis dengan Katalisator Asam
2.2.1 Pengaruh Katalis pada Proses Hidrolisis
Produksi etanol dari lignoselulosa dapat dilakukan dengan teknologi
hidrolisis menggunakan asam sulfat (H2SO4) atau asam klorida (HCl).
Penambahan asam kuat konsentrasi rendah dapat meningkatkan kuantitas etanol
yang dihasilkan karena ion H+ pada asam kuat dapat memutuskan ikatan glikosid
yang terdapat pada selulosa. (Samsuri, 2006).
Hidrolisis selulosa memerlukan asam kuat dan suhu tinggi karena bagian
yang mudah dihidrolisis dari selulosa sering tergantung pada bagian yang bersifat
amorph dari selulosa dan kekuatan kristal selulosa. Rata-rata selulosa
mengandung 15% bagian amorph dan 85% bagian kristalin. Selulosa yang terdiri
dari rantai panjang unit glukosa pecah pada bagian amorfus (tidak terbentuk)
8
kemudian dilanjutkan pada bagian kristal menjadi rantai-rantai pendek yang
akhirnya menjadi unit-unit glukosa oleh adanya asam.
2.2.2 Pengaruh Suhu Pemanasan pada Proses Hidrolisis
Pada umumnya kenaikan suhu akan meningkatkan kecepatan hidrolisis,
tergantung pada karakteristik khusus seperti jenis asam, konsentrasi asam, harga
pH, kekuatan asam, suhu dan tekanan.
Reaksi-reaksi hidrasi secara khusus terjadi selama perlakuan panas
terhadap polisakarida. Disamping itu juga merupakan reaksi-reaksi samping yang
tidak dapat dihindari pada keadaan hidrolisis yang bersifat asam, menyebabkan
dekomposisi gula yang terhidrolisis. Tergantung pada konsentrasi asam dan suhu
yang digunakan, banyak produksi reaksi yang mungkin dihasilkan, kebanyakan
agak kurang stabil atau hanya terdapat dalam konsentrasi rendah. (Popoff dkk,
1972).
Dehidrasi yang dikatalisis asam pada kondisi lunak menghasilkan
pembentukan gula anhidro dengan ikatan glikosida antarmolekul, yang
dihasilkan dari eliminasi molekul air dari dua gugus hidroksi (misal 1,6-
anhidroglukosa atau levoglukosan), serangkaian hasil degradasi lebih
lanjut mungkin dapat dibentuk, yang sebagian adalah senyawa aromatik
dan senyawa kondensasi. Produk degradasi yang paling penting dari segi
hasil dan kemungkinan penggunaannya adalah senyawa siklis furfural (2-
furaldehida) yang dibentuk dari pentosa dan asam uronat, dan
hidroksimetilfurfural (5-hidroksimetil-2-furaldehida) (HMF) dari gula
heksosa terutama glukosa. Hasil yang tinggi dari senyawa-senyawa ini
hanya diperoleh dalam asam pekat pada suhu tinggi. Jika suhu dinaikkan
molekul HMF siklis diubah menjadi asam levulinat dan asam format.
2.1.4 Etanol
9
Etanol dipasaran dikenal dengan nama alkohol. Alkohol merupakan istilah
umum bagi senyawa organic yang memiliki gugus OH atau hidroksil. Alkohol
atau etanol ini adalah cairan yang bening, tidak berwarna, mudah menguap,
memiliki aroma yang tajam, dan terasa pedih di kulit. Etanol atau alkohol etil
ialah senyawa kimia yang ditemui di dalam minuman berakohol atau arak. Selain
digunakan di dalam arak, etanol juga digunakan sebagai bahan api bagi
menggantikan gasolin.Struktur kimia etanol ialah C2H5OH seperti pada gambar
dibawah ini :
H H
| |
H - C - C - O - H
| |
H H
Selain merupakan salah satu zat kimia sintetik organik tertua yang digunakan
manusia, etanol merupakan salah satu zat yang penting di bidang kimia dan
industri, sebagai contoh etanol banyak digunakan untuk pelarut vernis dan
campuran parfum. Etanol hasil fermentasi dapat didestilasi hingga suhu 78,32oC
sehingga diperoleh destilat yang terdiri atas campuran etanol dengan air,yang
kemudian didestilasi bertingkat hingga mencapai kadar kemurnian sekitar 95%.
Alkohol yang diproduksi secarai biologi, yang umum adalah ethanol, dan
yang kurang umum adalah propanol dan butanol. Etanol (C2H5OH) adalah cairan
biokimia yang berasal dari proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat
menggunakan bantuan mikroorganisme, karena pembuatannya melibatkan proses
biologis, produk etanol yang dihasilkan diberi nama bioetanol (Yudiarto, 2007).
Substrat karbohidrat yang dapat difermentasikan menjadi alkohol antara lain (dari
berbagai sumber): bahan bergula (sugary materials), bahan-bahan berpati (starchy
materials), bahan-bahan lignoselulosa (lignosellulosic material) yakni sumber
selulosa dan lignoselulosa berasal dari limbah pertanian, salah satunya adalah
sampah sayur (Chemiawan, 2007).
Masa molekul relative 46,07 g/mol
-114,1C
10
Titik beku
Titik didih normal78,32C
Dentitas pada 20C0,7893 g/ml
Kelarutan dalam air 20C sangat larut
Viskositas pada 20C
1,17 cP
Kalor spesifik, 20C0,579 kal/gC
Kalor pembakaran, 25C7092,1 kal/g
Kalor penguapan 78,32C 200,6 kal/g
Menurut Schlegel (1994), piruvat tersebut diubah menjadi alkohol melalui dua
tahap yaitu pertama, piruvat didekarboksilasi menjadi asetaldehid oleh piruvat
dekarboksilase (1) dengan melibatkan tiamin pirofosfat dan tahap kedua
asetaldehid oleh alkohol dehidrogenase (2) direduksi dengan NADH2 menjadi
alkohol. Perubahan glukosa menjadi alkohol dapat dilihat pada Gambar 1 di
bawah ini :
Glukosa 2 piruvat
Enzim alkoholdehidrogenase
Alcohol 2 asetaldehid
Selain alkohol, dihasilkan juga sejumlah senyawa lain seperti asam suksinat,
amilalkohol dan gliserol. Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap
fermentasi alkohol diantaranya konsentrasi inokulum, lama fermentasi, nutrien
dan pH. Menurut Buckle et al. (2007: 88) konsentrasi inokulum yang
11
ditambahkan ke dalam medium fermentasi adalah 5% dari volume keseluruhan.
Sumber karbon bagi S. cerevisiae biasanya sukrosa, glukosa, fruktosa, galaktosa,
manosa dan maltosa (Judoamidjojo, 1992: 27). Derajat keasaman (pH) merupakan
salah satu dari beberapa faktor penting yang mempengaruhi fermentasi alkohol.
Derajat keasaman optimum untuk proses fermentasi adalah antara 4-5. Pada pH
dibawah 3, proses fermentasi alkohol akan berkurang kecepatannya (Samsuri et
al., 2007: 20).
Proses pembuatan bioetanol dari bahan lignoselulosa dalam persamaan kimia
sederhana adalah sebagai berikut (Scheper, 2007) :
Lignoselulosa ------Enzim sellulase--> Selobiosa dan Glukosa (C6H12O6)
Selobiosa + H2O(aq) ----------------> C6H12O6 (aq) + C6H12O6 (aq) C6H12O6
(aq) --------------> C2H5OH(aq) + 2 CO2 (g)
Adapun tahap-tahap dalam pembuatan bioethanol ini adalah sebagai berikut :
Fermentasi : Bahan baku dimasukan kedalam fermentor. Di dalam fermentor
ini ditambahkan nutrisi untuk ragi Sacharomyces cerevisiae dan bahan lainya
berupa malt, barley sprout, dan beberapa bahan lainnya. Fermentasi dilakukan
dalam waktu 6 hari. Selama proses fermentasi suhu dipertahankan tetap rendah
untuk mengurangi pembentukan asam asetat atau produk fermentasi selain
ethanol.
Destilasi : Larutan hasil fermentasi dialirkan ke kolom distilator untuk
memurnikan bioethanol. Dan etanol pun siap digunakan.
Dehidrasi: Yakni proses pemurnian dengan cara mengurangi kadar air
bioethanol. Dalam proses produksi bioetanol dari bahan lignoselulosa,
diperlukan proses perlakuan awal (pretreatmen)t. Yakni proses perlakuan awal
sebelum substrat difermentasi. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan
kandungan lignin dalam substrat, serta untuk mengubah polisakarida menjadi
gula sederhana yang selanjutnya akan difermentasi oleh ragi menjadi etanol.
Secara umum, teknologi selulosik etanol dapat dibagi menjadi dua kelompok
utama: biokimia dan termokimia. Teknologi biokimia untuk memproduksi etanol
selulosa meliputi hidrolisis (pemecahan) sebagian besar fraksi selulosa dan
hemiselulosa dari biomassa menjadi gula penyusunnya.
12
2.1.5 Lignoselulosa
Lignoselulosa terutama tersusun atas lignin, selulosa, dan hemiselulosa.
Kandungannya bervariasi tergantung pada jenis dan umur tanaman.
2.3.1 Lignin
Lignin adalah polimer tri-dimensional phenylphropanoid yang
dihubungkan dengan beberapa ikatan berbeda antara karbon-ke-karbon
dan beberapa ikatan lain antara unit phenylprophane yang tidak mudah
dihirolisis.(Bodanzky, 1993) Di alam lignin ditemukan sebagai bagian
integral dari dinding sel tanaman, terbenam di dalam polimer matrik dari
selulosa dan hemiselulosa. Lignin adalah polimer dari unit
phenylpropene: unit guaiacyl (G) dari prekusor trans-coniferyl-alcohol,
syringyl (S) unit dari trans-sihapyl-alcohol, dan p-hydroxyphenyl (H)
unit dari prekursor trans-p-coumaryl alkohol.(Jones, 1991)
Beberapa studi lignin terbaru menemukan bahwa terdapat struktur lignin
yang bermacam-macam. Lignin seperti terdiri dari daerah amorphous
dan bentuk-bentuk tersturktur seperti partikel tabung dan globul. Ada
indikasi pula bahwa struktur kimia dan tri-dimensional lignin sangat
dipengaruhi oleh matrik polisakarida. Simulasi dinamik menunjukkan
bahwa gugus hydroxyl dan methoxyl di dalam prekusor lignin dan
oligomer mungkin berinteraksi dengan mikrofibril selulosa sejalan
dengan fakta bahwa lignin memiliki karakteristik hidrofobik.
(Bodanszky, 1993)
13
Struktur kimia asal lignin mengalami perubahan di bawah kondisi suhu
yang tinggi dan asam, seperti pada pretreatment dengan uap panas.
Reaksi pada temperature tinggi di atas 200oC, lignin terpecah menjadi
partikel yang lebih kecil dan terlepas dari selulosa. Penelitian -O-4 aryl
etherawal pada lignin kayu keras menunjukkan bahwa ikatan terpecah
pada saat perlakuan steam-explotion yang menyebabkan penurunan
bobot molekul dan meningkatkan kandungan phenolik.(Barret, 1983)
2.3.2 Selulosa
Selulosa adalah komponen utama yang mencapai 62.9% dari bobot
kering. Selulosa sangat erat berasosiasi dengan hemiselulosa dan lignin.
Isolasi selulosa membutuhkan perlakuan kimia yang intensif. Selulosa
terdiri dari unit monomer D-glukosa yang terikat melalui -1-4-
glikosidik.(Bodansky, 1993) Residu glukosa tersusun dengan posisi 180o
-ikatan antara satu dengan yang lain, dan selanjutnya pengulangan unit
dari rantai selulosa membantuk unit selobiosa (Gambar 2.1). Derajat
polimerasi(DP) selulosa bervariasi antara 7000 – 15000 unit glukosa,
tergantung pada bahan asalnya.
Gambar 2.2 Struktur Selulosa
14
Gugus fungsional dari rantai selulosa adalah gugus hydroxyl. Gugus –
OH ini dapat berinteraksi satu sama lain dengan gugus –O, -N, dan –S,
membentuk ikatan hidrogen. Ikatan –H juga terjadi antara gugus –OH
selulosa dengan air. Gugus-OH selulosa menyebabkan permukaan
selulosa menjadi hidrofilik. Rantai selulosa memiliki gugus-H di kedua
ujungnya. Ujung –C1 memiliki sifat pereduksi. Struktur rantai selulosa
distabilkan oleh ikatan hidrogen yang kuat disepanjang rantai. Di dalam
selulosa alami dari tanaman, rantai selulosa diikat bersama-sama
membentuk mikrofibril yang sangat terkristal (highly crystalline)
dimana setiap rantai selulosa diikat bersama-sama dengan ikatan
hidrogen. Sebuah kristal selulosa mengandung sepuluh rantai glukan
dengan orientasi pararel. Tujuh kristal polymorphs telah diidentifikasi ,
II, IIII,IIIII, IVI dan untuk selulosa, yang dikodekan dengan Iα, I
ditemukan melimpah IVII. Di alam, kristal selulosa jenis Iα dan I.
Sebagai tambahan di dalam area yang sangat terkristal, selulosa alami
mengandung area amorphous yang lebih sedikit.(Barret, 1983)
Hemiselulosa
Hemiselulosa umumnya dikelompokkan berdasarkan residu gula utama
yang menyususun rangkanya, seperti: xylan, mannan, galactan, dan glucan,
dengan xylan dan mannan adalah gugus utama dari hemiselulosa. Hemiselulosa
umumnya dilaporkan berasosiasi secara kimia atau terikat-silang dengan
polisakarida, protein, atau lignin. Xylan kemungkinan sebagai wilayah ikatan
utama antara lignin dan karbohirat lain. Hemiselulosa lebih mudah larut daripada
selulosa, dan dapat diisolasi dari kayu dengan ekstraksi. Rata-rata derajat
polimerisasi (DP) dari hemiselulosa bervariasi antara 70 dan 200 tergantung pada
jenis kayu. (Higuchi, 1980)
15
Gambar 2.3 Beberapa Gula Penyusun Hemiselulosa
Hemiselulosa di dalam kayu keras dan tanaman semusim terutama
tersusun atas xylan (15-30%), sedangkan hemiselulosa kayu lunak
tersusun atas galaktoglukomannan (15 – 20%) dan xylan (7 – 10%).
Xylan -D-xylopyranosyl, yang mengandung asamkayu keras terdiri
atas unit 4-O-methyl-α-D-glucuronic dan gugus samping acetil. Asam
4-O-methyl-α- 2) glycosidic D-glucuronic diikat ke rangka xylan
melalui ikatan O-(1 dan asam asetik diesterifikasi pada gugus karbon 2
dan/atau 3 hydroxyl. Rasio molar antara xylosa : asam glukoronat :
residu acetil adalah antara 10:1:7. Xylan kayu lunak adalah arabino-4-O-
methylglucuronoxylan, di mana tidak terasetilasi, tetapi rangka xylan
disubstitusi pada karbon 2 dan 3 secara berurutan dengan asam 4-O-
methyl-α-D-glucuronic dan residu α-L-arabinofuranosyl.(Jones, 1991).
2.1.6 Glukosa
2.1.7 Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi tubuh manusia,
yang menyediakan 4 kalori (17 kilojoule) energi pangan per gram.
Pemecahan karbohidrat (misalnya pati) menghasilkan mono- dan
disakarida, terutama glukosa. Melalui glikolisis, glukosa segera
terlibat dalam produksi ATP, pembawa energi sel. Di sisi lain,
glukosa sangat penting dalam produksi protein dan dalam
16
metabolisme lipid. Karena pada sistem saraf pusat tidak ada
metabolisme lipid, jaringan ini sangat tergantung pada glukosa.
2.1.8 Glukosa, suatu gula monosakarida, adalah salah satu karbohidrat
terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga bagi hewan dan
tumbuhan. Glukosa merupakan salah satu hasil utama fotosintesis
dan awal bagi respirasi. Bentuk alami (D-glukosa) disebut juga
dekstrosa, terutama pada industri pangan.
2.1.9
2.1.10 Gambar 2.4 Proyeksi Haworth Struktur Glukosa (α-D-
glukopiranosa)
2.1.11 Glukosa (C6H12O6, berat molekul 180.18) adalah heksosa-
monosakarida yang mengandung enam atom karbon. Glukosa
merupakan aldehida (mengandung gugus -CHO). Lima karbon dan
satu oksigennya membentuk cincin yang disebut "cincin piranosa",
bentuk paling stabil untuk aldosa berkarbon enam. Dalam cincin ini,
tiap karbon terikat pada gugus samping hidroksil dan hidrogen
kecuali atom kelimanya, yang terikat pada atom karbon keenam di
luar cincin, membentuk suatu gugus CH2OH. (Barret, 1983)
2.1.12 Glukosa merupakan sumber tenaga yang terdapat di mana-
mana dalam biologi. Kita dapat menduga alasan mengapa glukosa,
17
dan bukan monosakarida lain seperti fruktosa, begitu banyak
digunakan. Glukosa dapat dibentuk dari formaldehida pada keadaan
abiotik, sehingga akan mudah tersedia bagi sistem biokimia primitif.
Hal yang lebih penting bagi organisme tingkat atas adalah
kecenderungan glukosa, dibandingkan dengan gula heksosa lainnya,
yang tidak mudah bereaksi secara nonspesifik dengan gugus amino
suatu protein. Reaksi ini (glikosilasi) mereduksi atau bahkan
merusak fungsi berbagai enzim. Rendahnya laju glikosilasi ini
dikarenakan glukosa yang kebanyakan berada dalam isomer siklik
yang kurang reaktif. Meski begitu, komplikasi akut seperti diabetes,
kebutaan, gagal ginjal, dan kerusakan saraf periferal (peripheral
neuropathy), kemungkinan disebabkan oleh glikosilasi protein.
(www.hidrolisis-asam/glokosa-sintesis.com)
2.1.13
2.1.14 Gambar 2.5 Bentuk Rantai D-Glukosa
2.1.15 Dalam respirasi, melalui serangkaian reaksi terkatalisis
enzim, glukosa teroksidasi hingga akhirnya membentuk karbon
dioksida dan air, menghasilkan energi, terutama dalam bentuk ATP.
Sebelum digunakan, glukosa dipecah dari polisakarida. Glukosa dan
18
fruktosa diikat secara kimiawi menjadi sukrosa. Pati, selulosa, dan
glikogen merupakan polimer glukosa umum polisakarida). Dekstrosa
terbentuk akibat larutan D-glukosa berotasi terpolarisasi cahaya ke
kanan. Dalam kasus yang sama D-fruktosa disebut "levulosa" karena
larutan levulosa berotasi terpolarisasi cahaya ke kiri.
2.1.16 Gula terdapat dalam dua enantiomer ( isomer cermin), D-
glukosa dan L-glukosa, tapi pada organisme, yang ditemukan hanya
isomer D-isomer. Suatu karbohidrat berbentuk D atau L berkaitan dengan
konformasi isomerik pada karbon 5. Jika berada di kanan proyeksi Fischer,
maka bentuk cincinnya adalah enantiomer D, kalau ke kiri, maka menjadi
enantiomer L. Sangat mudah diingat, merujuk pada D untuk "dextro”,
yang merupakan akar bahasa Latin untuk "right" (kanan), sedangkan L
untuk "levo" yang merupakan akar kata "left" (kiri). Struktur cincinnya
sendiri dapat terbentuk melalui dua cara yang berbeda, yang
menghasilkan glukosa-α (alfa) dan β (beta). Secara struktur, glukosa-α dan
-β berbeda pada gugus hidroksil yang terikat pada karbon pertama pada
cincinnya. Bentuk α memiliki gugus hidroksil "di bawah" hidrogennya
(sebagaimana molekul ini biasa digambarkan, seperti terlihat pada
gambar di atas), sedangkan bentuk β gugus hidroksilnya berada "di atas"
hidrogennya. Dua bentuk ini terbentuk bergantian sepanjang waktu
dalam larutan air, hingga mencapai nisbah stabil α:β 36:64, dalam proses
yang disebut mutarotasi yang dapat dipercepat. (Barret, 1983)
2.1.17 Ragi
2.1.18 Ragi atau fermen ialah zat yang menyebabkan fermentasi.
Ragi biasanya mengandung mikroorganisme yang melakukan
fermentasi dan media biakan bagi ragi tersebut. Media biakan ini
dapat berupa butiran butiran kecil atau cairan nutrient. Ragi umunya
digunakan dalam industri makanan dan minuman seperti roti, tempe,
bir, dll. Mikroorganisme yang digunakan dalam ragi umumnya
terdiri dari berbagai bakteri dan fungi (khamir dan kapang). Yaitu
19
Rhizopus, Aspergilis, Mucor, Amylomycetes, Endomycopsis,
Sacharomyches, Hansemula anomal, dan lain sebagainya.
2.1.19 Ada tiga jenis ragi yang umum dikenal yaitu ragi roti, ragi
tape, dan ragi tempe. Ragi roti dan ragi tape mengandung jenis
mikroba yang sama yaitu Sachcharomyces cerevisiae, sedangkan
ragi tempe adalah jenis Rhizopus.
2.1.20 Dwidjoseputro & Wolf (1970) merupakan salah satu
peneliti pertama yang berusaha mengidentifikasi mikroorganisme
dari ragi tape dan berhasil mengidentifikasi dua spesies khamir yaitu
Candida lactosa dan Pichia malanga. Djien (1972) adalah peneliti
lain yang berhasil mengidentifikasi kapang Chlamydomucor oryzae,
lima spesies dari genus Mucor dan satu spesies Rhizopus, serta
khamir Pichia burtonii dan Endomycopsis fibuliger dari ragi tape.
2.1.21 Penelitian-penelitian terbaru mengungkapkan spesies-
spesies lain yang terdapat dalam ragi tape selain yang telah
disebutkan di atas, antara lain khamir Candida utilis dan
Saccharomyces cerevisiae,serta bakteri Pediococcus sp. dan Bacillus
sp. (Gandjar 2003).
2.1.22 Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan
mikroorganisme yang terdapat di dalam ragi tape adalah kapang
Amylomyces rouxii, Mucor sp., dan Rhizopus sp.; khamir
Saccharomycopsis fibuligera, Saccharomycopsis malanga, Pichia
burtonii, Saccharomyces cerevisiae, dan Candida utilis; serta bakteri
Pediococcus sp. dan Bacillus sp.
2.1.23 Ragi mengandung enzim zimase yang bertindak sebagai
katalis untuk mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.
Fruktosa dan glukosa kemudian bereaksi dengan enzim invertase
yang mengubahnya menjadi alkohol (ethanol) dan karbondioksida.
Proses fermentasi berlangsung selama 3-7 hari dan berlangsung Pada
temperatur 25-30 0C. Fungsi enzim alfa amilase adalah untuk
memecah polisakarida (pati) yang masih terdapat dalam proses
20
hidrolisis untuk diubah menjadi monosakarida (glukosa). Sedangkan
enzim invertase selanjutnya mengubah monosakarida menjadi
alkohol dengan proses fermentasi. Pada awal fermentasi masih
diperlukan oksigen untuk pertumbuhan dan perkembangan
Sacharomyces cereviseae, tetapi kemudian tidak dibutuhkan lagi
karena kondisi proses yang diperlukan adalah anaerob. Sebelum
dilakukan proses fermentasi dilakukan proses sterilisasi dan proses
penyiapan inokulum. Sterilisasi dilakukan terhadap bahan dan alat
sehingga terbebas dari kontaminasi mikroorganisme lain.
2.1.24 Saccaromyces cerevisiae
Saccharomyces cerevisiae memiliki sel berbentuk ellipsoid atau silindir
(Hidayat et al., 2006: 21). Ukuran sel antara 5-20 mikron, biasanya 5-10
kali lebih besar dari ukuran bakteri dan merupakan mikroorganisme
bersel tunggal, tidak bergerak sehingga tidak memiliki struktur
tambahan di bagian luarnya seperti flagella (Buckle et al., 2007: 95).
Saccharomyces cerevisiae termasuk khamir uniseluler. Khamir ini
bersifat nonpatogenik dan nontoksik, sehingga sejak dahulu banyak
digunakan dalam berbagai proses fermentasi seperti pada pembuatan
roti, asam laktat, dan alkohol (Lee, 1992 dalam Thontowi et al., 2007:
253).
Saccharomyces cerevisiae memerlukan kondisi lingkungan yang cocok untuk
pertumbuhannya, yaitu nutrisi sebagai sumber energi terutama gula, pH
optimum 4-5, temperatur optimum 28 ºC - 30ºC serta kebutuhan akan
oksigen terutama pada awal pertumbuhan (Hidayat et al., 2006: 181).
Saccharomyces cerevisiae merupakan organisme fakultatif anaerob yang
dapat menggunakan baik sistem aerob maupun anaerob untuk memperoleh
energi dari pemecahan glukosa. Saccharomyces cerevisiae dapat
menghasilkan alkohol dalam jumlah yang besar (Elevri & Putra, 2006: 105).
Selain itu juga memiliki toleransi yang tinggi terhadap alkohol, toleransi
terhadap alkohol pada variasi strain berbeda (Crueger, 1984: 105).
21
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Jurusan Teknik Kimia
Politeknik Negeri Samarinda. Waktu penelitian dilakukan selama 4 bulan
mulai persiapan penelitian (persiapan bahan baku), proses penelitian,
penganalisaan hasil penelitian, pengolahan data dan penyusunan laporan
akhir.
3.2 Bahan Penelitian
Bahan – bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah:
a. Kulit Pisang
b. Tandan Pisang
c.
3.3 Alat Penelitian
Untuk mendapatkan hasil yang baik maka dalam penelitian ini
diperlukan peralatan yang fungsinya untuk melaksanakan pengujian-
pengujian terhadap bahan maupun sampel yang dibuat. Alat-alat yang
digunakan adalah sebagai berikut:
a.
3.4 Prosedur Penelitian
1.
3.5 Variabel Penelitian
3.5.1 Variabel tetap pada penelitian ini adalah
3.5.2 Variabel bebas (yang divariasikan) pada penelitian ini adalah
Variabel bebas ditabulasikan pada tabel 3.1
Run Temperatur,oC Berat Katalis (masing – masing untuk HY dan ZSM-5), gram
1 180 0,52 180 13 180 1,5
23
4 200 15 220 16 200 0,57 200 1,58 220 1,59 220 0,5
3.6 Rencana Analisis Penelitian
Analisis yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah:
a.
24
DAFTAR PUSTAKA
Budiyanti Dwi, 2005, Minyak Pelumas dari Botol Plastik Bekas, www.chem-is-
try.org, 21 Januari 2011, 20:05 WITA
Damayanthi, Reska dan Retno Martini. Proses Pembuatan Bahan Bakar Cair
dengan Memanfaatkan Limbah Ban Bekas Menggunakan Katalis Zeolit Y
dan ZSM-5, isjd.pdii.lipi.go.id, 27 Januari 2011, 19:44 WITA.
Edi Sinaga, 2008, Pembuatan Kristal Polyethylene Terephtalate dengan Reaksi
Esterifikasi Langsung Terephthalate Acid dan Ethylene Glycol Dengan
Kapasitas Produksi 200.000 Ton/Tahun, USU Repository, 25 Januari 2011,
17:30 WITA.
Eliyana, 2000, Pembuatan Fraksi Bensin dari Sampah Plastik dengan Katalis
Zeolit Alam, isjd.pdii.lipi.go.id, 27 Januari 2011, 21:00 WITA.
Hadjono, A. 2001. Teknologi Minyak Bumi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Utiya Azizah, 2009, Masalah Lingkungan yang Berkaitan dengan Penggunaan
Plastik, www.chem-is-try.org, 20 Januari 2010, 15:30 WITA.
Wardhani, Rahma. 2009. Bahaya Penggunaan Plastik. Palangkaraya: Universitas
Palangkaraya.
25
LAMPIRAN
MINYAK TANAH (KEROSENE)
Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Nomor: 21K/72/DDJM/1990
Tanggal: 25 April 1990
Sifat - SifatBatasan Test Method
Minimum Maksimum ASTM Lain
Knock rating D 2699
Specific Gravity at 60/60oF 0.835 D 1298
Colour Lovibond 18” cell or 2.50 IP 17
Colour Saybolt 9 D 156
Smooke Point, mm 16 D1322 IP 57
Char Value, mg/kg 40 IP10
Distillation: D 86
Recovery at 200 oC, % vol 18
End Point, oC 310
Flashpoint Abel, oF or 100 IP
170
alternatively Falshpoint TAG, oF
105D 56
Copperstrip Corrosion (3hrs/50 oC)
No.1D 130
Odour Marketable
1) Jika Smoke Point ditentukan dengan ASTM D 1322 maka batasan minimum diturunkan dari 16 menjadi 15.