42
PROPOSAL TUGAS AKHIR “ Geologi Dan Studi Kontrol Struktur Geologi terhadap Mineralisasi daerah Gunung Bujang, Kecamatan Batang Asai, Kabupaten Sarolangun, provinsi Jambi” Oleh : Willson Chani Simanjuntak H1F008004 Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Melaksanakan Penelitian pada Pendidikan Strata Satu Fakultas Sains dan Teknik Universitas Jenderal Soedirman 1

Proposal TA (jambi)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

KONTROL STRUKTUR TERHADAP MINERALISASI DAERAH GUNUNG BUJANG DAN SEKITARNYA, KEC. BATANG ASAI, KAB. SAROLANGUN, JAMBI

Citation preview

Page 1: Proposal TA (jambi)

PROPOSAL TUGAS AKHIR

“ Geologi Dan Studi Kontrol Struktur Geologi terhadap Mineralisasi daerah

Gunung Bujang, Kecamatan Batang Asai, Kabupaten Sarolangun,

provinsi Jambi”

Oleh :Willson Chani Simanjuntak

H1F008004

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Melaksanakan Penelitianpada Pendidikan Strata Satu Fakultas Sains dan Teknik

Universitas Jenderal Soedirman

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNIKJURUSAN TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGIPURWOKERTO

2013

1

Page 2: Proposal TA (jambi)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tugas Akhir adalah mata kuliah wajib dalam pendidikan tingkat sarjana

(S1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas

Jenderal Soedirman. Tugas Akhir tersebut berupa penelitian studi khusus dan

pemetaan yang dilakukan oleh mahasiswa. Penelitian ini dilakukan di daerah

Gunung Bujang dan sekitarnya, Kecamatan Batang Asai, Kabupaten Sarolangun,

Provinsi Jambi, bekerjasama dengan PT.Antam Tbk. (Aneka Tambang).

PT. Antam Tbk. (Aneka Tambang) merupakan salah satu Perusahaan

BUMN yang sedang melakukan penambangan bijih emas di beberapa lokasi

antara lain tambang Jambi (Sumatera Selatan), Pongkor (Jabar), Cibaliung

(Banten), Papandayan (Jabar). Endapan bijih di lokasi penelitian ditemukan dalam

bentuk vein/urat, salah satu indikator yang berpengaruh terhadap kehadiran urat-

urat pembawa bijih berharga adalah struktur rekahan (sesar, kekar). Jaringan

kekar yang berkembang merupakan jalan bagi late magmatic yang mengisi dan

mengendapkan mineral-mineral bijih (Heru Sigit P, 2000). Adanya pengaruh

struktur geologi terhadap perkembangan mineralisasi ini sangat menarik untuk

diteliti, berdasarkan pertimbangan di atas maka penulis meneliti lebih lanjut

mengenai kontrol struktur geologi yang berpengaruh pada alterasi-mineralisasi.

Kajian lapangan merupakan dasar utama dalam melakukan interpretasi

terhadap kondisi geologi suatu wilayah khususnya daerah Gunung Bujang dan

sekitarnya. Dengan adanya data lapangan dapat menemukan hubungan geologi

yang ada, berdasarkan interpretasi dari konsep, teori, hipotesis, dan model yang

sudah ada. Kajian ini selanjutnya berguna dalam merekonstruksi kondisi geologi

suatu daerah secara khusus berkaitan dengan kontrol struktur terhadap

mineralisasi daerah penelitian, yang kemudian dapat diaplikasikan dalam berbagai

hal, seperti pemanfaatan sumberdaya mineral (mengenai alterasi dan

mineralisasi), energi, kerekayasaan, mitigasi kebencanaan, ataupun untuk

kepentingan riset – riset ilmiah.

2

Page 3: Proposal TA (jambi)

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode penelitian

kualitatif yang berupa analisis kesebandingan antara hasil penelitian penyusun

(menggunakan metode survei untuk memperoleh fakta dari gejala – gejala yang

ada dan mencari keterangan secara faktual di lapangan) dengan para peneliti

terdahulu.

1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud dari penelitian ini adalah untuk memenuhi syarat menyelesaikan

studi Program Sarjana (S1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Sains dan

Teknik, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi geologi daerah

penelitian yang meliputi aspek geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi sebagai

indikator keberadaan urat (vein), dan sumberdaya mineralisasi dengan melakukan

pemetaan permukaan dan analisa laboratorium.

1.3. Perumusan Masalah

Suatu penelitian yang dilakukan agar lebih fokus dan mengarah sesuai

dengan tujuan penelitian, maka diperlukan adanya perumusan masalah.

Adapun pokok masalah yang diharapkan terjawab dalam penelitian ini

adalah:

1. Bagaimana kondisi geologi (geomorfologi, stratigrafi, dan struktur geologi)

daerah penelitian?

2. Bagaimana sejarah geologi daerah penelitian?

3. Bagaimanakah mineralisasi yang berkembang pada daerah penelitian?

4. Bagaimana hubungan struktur geologi dan sumberdaya mineralisasi daerah

penelitian?

1.4. Pembatasan Masalah

Studi geologi berupa geomorfologi, stratigrafi, dan struktur geologi. Hal

tersebut didasarkan pada kajian lapangan berupa pemetaan satuan – satuan batuan

dan memerikan hubungan satu sama lainnya dalam ruang dan waktu geologi,

berdasarkan konsep litostratigrafi, dan pemetaan detil daerah penelitian, serta

didukung oleh analisa laboratorium. Ditambah lagi dengan pembahasan mengenai

hubungan struktur dan sumberdaya mineralisasi daerah penelitian.

3

Page 4: Proposal TA (jambi)

1.5. Lokasi Penelitian dan Kesampaian Daerah Penelitian

Lokasi penelitian merupakan salah satu daerah eksplorasi PT. Aneka

Tambang Tbk., yang secara administratif berada di daerah Gunung Bujang,

Kecamatan Batang Asai, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi(Gambar 1.1).

Lokasi penelitian memiliki luasan sebesar 5 km x 5 km. Lokasi penelitian berjarak

± 30 menit perjalanan dari keberangkatan bandara Soekarno-Hatta (Jakarta)

berada di utarakotaJambi, dapat ditempuh dalam waktu ± 7 jam perjalanan dari

kota Jambi dengan menggunakan mini bus.

4

Gambar 1.1. Peta Lokasi daerah Penelitian sumber http://geospasial.bnpb.go.id

Daerah Penelitian

Page 5: Proposal TA (jambi)

Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Batanghari, sebelah timur

berbatasan dengan Musi Rawas, sebelah selatan berbatasan dengan Rajanglebong,

dan sebelah barat bersebelahan dengan Kabupaten Merangin.

5

Page 6: Proposal TA (jambi)

BAB II

STUDI PUSTAKA

2.1. GEOLOGI

A. Fisiografi dan Geomorfologi Regional

Fisiografi Pulau Sumatera dibentuk oleh rangkaian Pegunungan Barisan di

sepanjang sisi baratnya, yang memisahkan pantai barat dan pantai timur.

Lerengnya mengarah ke Samudera Indonesia dan pada umumnya curam. Hal ini

mengakibatkan jalur pantai barat kebanyakan bergunung-gunung kecuali dua

ambang dataran rendah di Sumatera Utara (Melaboh dan Singkel/Singkil) yang

lebarnya ±20 km. Sisi timur dari pantai Sumatra ini terdiri dari lapisan tersier

yang sangat luas serta berbukit-bukit dan berupa tanah rendah aluvial.

Jalur rendah terdapat di bagian timur. Pada bagian ini banyak mengandung

biji intan tersebar di Aceh yang lebarnya 30 km. Semakin ke arah selatan semakin

melebar dan bertambah hingga 150-200 km yang terdapat di Sumatra Tengah dan

Sumatra Selatan.

1. Rangkaian Bukit Barisan.

Elemen orografis yang utama adalah Bukit Barisan yang panjangnya 1650

km dan lebarnya ±100 km (puncak tertingginya ialah Gunung Kerinci dan

Gunung Indrapura 3800 m). Bukit Barisan merupakan rangkaian sejumlah

pegunungan yang sejajar atau colisses yang setelah cabang lainnya ke luar dari

arah pokok barat laut tenggara, dikatakan bahwa arahnya lebih ke arah timur barat

dan merosot (menurun) ke arah tanah rendah di bagian timur. Di antara Sungai

Wampu dan Barumun merupakan Pegunungan Barisan yang bercorak empat

persegi panjang (sumbu barat laut tenggara 275 km panjangnya dan 150 km

lebarnya). Puncak ini disebut Batak Tumor. Pada bagian puncak yang mempunyai

7 ketinggian 2000 m (sibutan 2457 m) terdapat kawah besar Toba yang

panjangnya 31 km, serta luasnya 2269 km2, sedangkan Danau Toba panjangnya

7 km dan luasnya 1776,5 km2 (termasuk Pulau Samosir).

Sistem Barisan di Sumatra Tengah terdiri dari beberapa pegunungan blok.

Bagian yang paling sempit pada peralihan Batak Tumor (75 m) yang kemudian

melebar menjadi 175 m pada irisan penampang bukit Padang. Perbukitan yang

6

Page 7: Proposal TA (jambi)

tertinggi terletak di bagian barat daya dengan ketinggian lebih dari 2000 m,

kemudian berangsur-angsur semakin rendah ke arah dataran rendah Sumatra

Timur (Lisun-Kuantan-Lalo 1000 m dan Suligi Lipat Kain ketinggiannya lebih

dari 500 m).

TOBLER (1971) membedakan elemen-elemen tektonis dan morfologi

Sumatra sebagai berikut:

a. Dataran alluvial terbentang di pantai timur.

b. Tanah endapan/ Foreland tersier (peneplain) dengan Pegunungan Tiga Puluh

c. Depresi sub Barisan

d. Barisan depan / fore barisandengan masa lipatan berlebihan (over thrust

masses)

e. Scheifer Barisan dengan lipatan yang hebat dan batuan metamorf.

f. Barisan tinggi/ High Barisan dengan vulkan- vulkan muda.

g. Dataran alluvial terbentang di pantai barat.

Berdasarkan kajian perkembangan geologi, Pulau Sumatra dibedakan

menjadi: Basin Tersier di Sumatra Timur (a-c) disebut zone I, rangkaian

pegunungan berbongkah di sebelah utara Umbilin disebut zone II, Fore barisan

merupakan zone III, The Schiefer Barisan (e) tergolong zone IV kecuali zone

Schiefer Barisan di sebelah utara Padang, dan High Barisan (f) termasuk zone V.

Zone II dan III termasuk unsur luar terletak di sisi timur dari Bukit Barisan.

Lengkung geantiklin di Bukit Barisan terangkat pada zaman Pleistosen

merupakan zone IV dan V.

Elemen-elemen tektonis dan morfologi Sumatra (Verstappen) Dataran

pantai barat (pantai abrasi), merupakan daerah yang sempit, bahaya 8 terkena

erosi dan abrasi, pantainya berpasir dan tidak cocok untuk dijadikan sebagai

permukiman.

Landas Bengkulu. Merupakan kawasan lahan rusak di sebelah barat bukit

barisan dan banyak tererosi, serta memiliki lereng yang terjal.

Deretan pegunungan vulkan muda. Daerahnya sempit dan erosinya tinggi.

Depresi sub barisan (lembah bongkah semangka). Tidak cocok sebagi

tempat hidup karena sangat sempit.

7

Page 8: Proposal TA (jambi)

Daerah Basalt Sukadana Lampung. Irigasnya sangat sulit karena tidak

terdapat simpanan air.Landaian sebelah timur. Cocok bila dijadikan sebagai

tempat hidup karena tanahnya datar. Dimanfaatkan sebagai daerah

transmigrasi. Daerah ini berkembang menjadi daerah transmigrasi terluas di

Sumatera.

Dataran aluvial pantai timur. Merupakan daerah Rawa Payau.

2. Zone Semangko

Zone ini merupakan suatu corak permukaan yang mencerminkan

karakteristik dari Geantiklin Barisan sepanjang pulau itu secara keseluruhan, yang

dinamakan jalur depresi- menengah pada puncak yang disebut Semangko Rift

Zone. Zone Semangko ini terbentang mulai dari teluk semangko di Sumatera

Selatan dan berkembang lebih jauh ke arah Trog lembah Aceh dengan Kota Raja

sebagai ujung utaranya. Di beberapa jalur ini terisi dan tertutup oleh vulkan-

vulkan muda.

Cekungan Sumatera Selatan dan Cekungan Sumatera Tengah merupakan

satu cekungan besar yang mempunyai sedimentasi sama dan dipisahkan oleh

Pegunungan Tigapuluh. Daerah Cekungan Sumatera Selatan dibagi menjadi

depresi Jambi di utara, Sub Cekungan Palembang Tengah dan Sub Cekungan

Palembang Selatan atau Depresi Lematang masing-masing dipisahkan oleh

tinggian batuan dasar (basement). Tiga antiklinorium yang dipisahkan oleh

tinggian batuan dasar adalah Antiklinorium Pendopo, Antiklinorium Palembang

dan Antiklinorium Muaraenim.

Secara rinci lagi penulis dapat menjelaskan mengenai fisiografi daerah

Kabupaten Sarolangun yaitu pada baian baratnya ditempati oleh pegunungan

Barisan, dicirikan oleh topografi yang kasar, tersusun dari batuan sedimen

malihan dan batuan beku yang terpotong oleh lembah-lembah yang dikontrol oleh

sesar.Ketinggian berkisar antara 320 meter sampai lebih dari 2380 meter di atas

permukaan laut dengan lereng yang curam yang tertutup rapat hutan belukar.Pola

aliran yang utama adalah rectangular dan teralis dengan bentuk lembah umumnya

‘V’ sempit dan lurus.Bagian timur merupakan dataran rendah yang terbuka, hanya

ditutupi oleh semak-belukar dan hutan kecil sementara di beberapa tempat berupa

rawa.Bagian timur dan timurlaut daerah ini terdiri dari lahan yang bergelombang,

8

Page 9: Proposal TA (jambi)

denga ketinggian beberapa puluh meter diatas permukaan laut. Sungai-sungai

mempunyai bentuk ‘meander’ dan berpola ‘meranting’ sampai ‘rektangular’,

ebanyakan sungai besar mengalir kearah baratlaut-tenggara, sejajar dengan arah

struktur utama (Departemen ESDM Pusat Sumber Daya Geologi, Sarolangun,

2006).

B. Stratigrafi Regional

Sub Cekungan Jambi merupakan bagian Cekungan Sumatra Selatan yang

merupakan cekungan belakang busur (back arc basin) berumur Tersier yang

terbentuk sebagai akibat tumbukan antara Sundaland dan Lempeng Hindia

(Gambar 2.3). Secara Geografis Sub Cekungan Jambi dibatasi oleh Pegunungan

Tigapuluh di sebelah utara, Tinggian Lampung di bagian selatan, Paparan Sunda

di sebelah timur, dan Bukit Barisan di sebelah barat.

9

Gambar 2.1. Kolom stratigrafi regional Sumatera

Page 10: Proposal TA (jambi)

Tatanan stratigrafi Sub Cekungan Jambi pada dasarnya terdiri dari satu

siklus besar sedimentasi dimulai dari fase transgresi pada awal siklus dan fase

regresi pada akhir silkusnya (Gambar 2.1). Secara detail siklus ini dimulai oleh

siklus non marin yaitu dengan diendapkannya Formasi Lahat pada Oligosen Awal

dan kemudian diikuti oleh Formasi Talang Akar yang diendapkan secara tidak

selaras di atasnya. Menurut Adiwidjaja dan De Coster (1973), Formasi Talang

Akar merupakan suatu endapan kipas alluvial dan endapan sungai teranyam

(braided stream deposit) yang mengisi suatu cekungan (Gambar 2.2). Fase

transgresi terus berlangsung hingga Miosen Awal dimana pada kala ini

berkembang Batuan karbonat yang diendapkan pada lingkungan back reef, fore

reef, dan intertidal (Formasi Batu Raja)pada bagian atas Formasi Talang Akar.

Fase Transgresi maksimum ditunjukkan dengan diendapkannya Formasi Gumai

bagian bawah secara selaras di atas Formasi Baturaja yang terdiri dari Batu serpih

lautdalam.Fase regresi dimulai dengan diendapkannya Formasi Gumai bagian

atas dan diikuti oleh pengendapkan Formasi Air Benakat yang didominasi oleh

litologi Batu pasir pada lingkungan pantai dan delta. Formasi Air Benakat

diendapkan secara selaras di atas Formasi Gumai. Pada Pliosen Awal, laut

menjadi semakin dangkal dimana lingkungan pengendapan berubah menjadi laut

dangkal, paludal, dataran delta dan non marin yang dicirikan oleh perselingan

antara batupasir dan batulempung dengan sisipan berupa batubara (Formasi Muara

Enim). Tipe pengendapan ini berlangsung hingga Pliosen Akhir dimana

diendapkannya lapisan batupasir tufaan, pumice dan konglemerat.

Batuan Dasar

Batuan Pra-Tersier atau basement terdiri dari kompleks batuan Paleozoikum

dan batuan Mesozoikum, batuan metamorf, batuan beku dan batuan karbonat.

Batuan Paleozoikum akhir dan batuanMesozoikum tersingkap dengan baik di

Bukit Barisan, Pegunungan Tigapuluh dan Pegunungan Duabelas berupa batuan

karbonat berumur permian, Granit dan Filit. Batuan dasar yang tersingkap di

Pegunungan Tigapuluh terdiri dari filit yang terlipat kuat berwarna kecoklatan

berumur Permian (Simanjuntak, dkk., 1991). Lebih ke arah Utara tersingkap

Granit yang telah mengalami pelapukan kuat. Warna pelapukan adalah merah

dengan butir-butir kuarsa terlepas akibat pelapukan tersebut. Kontak antara Granit

10

Page 11: Proposal TA (jambi)

dan filit tidak teramati karena selain kontak tersebut tertutupi pelapukan yang

kuat, daerah ini juga tertutup hutan yang lebat.Menurut Simanjuntak, et.al (1991)

umur Granit adalah Jura. Hal ini berarti Granit mengintrusi batuan filit.

FormasiLahat

Formasi Lahat diendapkan secara tidak selaras di atas batuan dasar,

merupakan lapisan dengan tebal 200 m - 3350 m yang terdiri dari konglemerat,

tufa, breksi vulkanik andesitik, endapan lahar, aliran lava dan batupasir kuarsa.

Formasi ini memiliki 3 anggota, yaitu :

Anggota Tuf Kikim Bawah, terdiri dari tuf andesitik, breksi dan lapisan

lava. Ketebalan anggota ini bervariasi, antara 0 - 800 m.

Anggota Batupasir Kuarsa, diendapkan secara selaras di atas anggota

pertama. Terdiri dari konglomerat dan batupasir berstruktur crossbedding.

Butiran didominasi oleh kuarsa.

Anggota Tuf Kikim Atas, diendapkan secara selaras dan bergradual di atas

Anggota Batupasir Kuarsa. Terdiri dari tuf dan batulempung tufan

berselingan dengan endapan mirip lahar.

Formasi Lahat berumur Paleosen hingga Oligosen Awal.

Formasi Talang Akar

Formasi Talang Akar pada Sub Cekungan Jambi terdiri dari batulanau,

batupasir dan sisipan batubara yang diendapkan pada lingkungan laut dangkal

hingga transisi. Menurut Pulunggono, 1976, Formasi Talang Akar berumur

Oligosen Akhir hingga Miosen Awal dan diendapkan secara selaras di atas

Formasi Lahat. Bagian bawah formasi ini terdiri dari batupasir kasar, serpih dan

sisipan batubara. Sedangkan di bagian atasnya berupa perselingan antara batupasir

dan serpih.

Ketebalan Formasi Talang Akar berkisar antara 400 m – 850 m.

Formasi Baturaja

Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Fm. Talang Akar dengan

ketebalan antara 200 sampai 250 m. Litologi terdiri dari batugamping,

batugamping terumbu, batugamping pasiran, batugamping serpihan, serpih

gampingan dan napal kaya foraminifera, moluska dan koral. Formasi ini

diendapkan pada lingkungan litoral-neritik dan berumur Miosen Awal.

11

Page 12: Proposal TA (jambi)

FormasiGumai

Formasi Gumai diendapkan secara selaras di atas Formasi Baturaja dimana

formasi ini menandai terjadinya transgresi maksimum diCekungan Sumatera

Selatan. Bagian bawah formasi ini terdiri dari serpih gampingan dengan sisipan

batugamping, napal dan batulanau. Sedangkan di bagian atasnya berupa

perselingan antara batupasir dan serpih.

Ketebalan formasi ini secara umum bervariasi antara 150 m - 2200 m dan

diendapkan pada lingkungan laut dalam.

Formasi Gumai berumur Miosen Awal-Miosen Tengah.

Formasi Air Benakat

Formasi Air Benakat diendapkan secara selaras di atas Formasi Gumai dan

merupakan awal terjadinya fase regresi. Formasi ini terdiri dari batulempung putih

kelabu dengan sisipan batupasir halus, batupasir abu-abu hitam kebiruan,

glaukonitan setempat mengan dung lignit dan di bagian atas mengandung tufaan

sedangkan bagian tengah kaya akan fosil foraminifera. Ketebalan Formasi Air

Benakat bervariasi antara 100-1300 m dan berumur Miosen Tengah-Miosen

Akhir. Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal.

FormasiMuaraEnim

Formasi Muara Enim mewakili tahap akhir dari fase regresi tersier. Formasi

ini diendapkan secara selaras di atas Formasi Air Benakat pada lingkungan laut

dangkal, paludal, dataran delta dan non marin. Ketebalan formasi ini 500 –

1000m, terdiri dari batupasir, batulempung , batulanau dan batubara. Batupasir

pada formasi ini dapat mengandung glaukonit dan debris volkanik. Pada formasi

ini terdapat oksida besi berupa konkresi-konkresi dan silisified wood. Sedangkan

batubara yang terdapat pada formasi ini umumnya berupa lignit. Formasi Muara

Enim berumur Miaosen Akhir – Pliosen Awal.

FormasiKasai

Formasi Kasai diendapkan secara selaras di atas Formasi Muara Enim

dengan ketebalan 850 – 1200 m. Formasi ini terdiri dari batupasir tufan dan tefra

riolitik di bagian bawah. Bagian atas terdiri dari tuf pumice kaya kuarsa, batupasir,

konglomerat, tuf pasiran dengan lensa rudit mengandung pumice dan tuf berwarna

12

Page 13: Proposal TA (jambi)

abu-abu kekuningan, banyak dijumpai sisa tumbuhan dan lapisan tipis lignit serta

kayu yang terkersikkan.Fasies pengendapannya adalah fluvial dan alluvial fan.

Formasi Kasai berumur Pliosen Akhir-Plistosen Awal.

Sedimen Kuarter

Satuan ini merupakan Litologi termuda yang tidak terpengaruh oleh

orogenesa Plio-Plistosen. Golongan ini diendapkan secara tidak selaras di atas

formasi yang lebih tua yang teridi dari batupasir, fragmen-fragmen konglemerat

berukuran kerikil hingga bongkah, hadir batuan volkanik andesitik-basaltik

berwarna gelap.Satuan ini berumur resen.

C. Tatanan Tektonik dan Struktur Geologi

13

Gambar 2.2. Peta Geologi lembar Sorolangun provinsi Jambi (N. Suwarna dkk, 1992)

Page 14: Proposal TA (jambi)

Tektonik Sumatra dipengaruhi oleh interaksi konvergen antara dua lempeng

yang berbeda jenis (Gambar 2.3). Arah gerak kedua lempeng terhadap jalur

subduksi membentuk sudut lancip sehingga pembentukan struktur geologi di

Pulau Sumatra didominasi oleh sesar-sesar mendatar dekstral (right handed

wrench fault). Hubungan struktur geologi satu terhadap lainnya selain mengontrol

sebaran batuan di permukaan juga menjadikan daerah ini cukup kompleks secara

tektonik. Terbentuknya sejumlah struktur sesar yang cukup rapat ternyata diikuti

oleh aktifitas magmatik yang menghasilkan tubuh-tubuh intrusi batuan

beku. Aktifitas magmatik inilah yang membawa cebakan mineral bijih.

Seluruh batuan penyusun telah mengalami deformasi yang kuat. Produk

tektonik berupa struktur lipatan, kekar dan sesar. Pembentukan kedua jenis

struktur geologi tersebut tidak terlepas dari pengaruh aktivitas tumbukan lempeng

yang menyerong antara Lempeng Eurasia yang berada di utara dengan Lempeng

India-Australia. Akibat tumbukan lempeng ini terbentuk jalur subduksi yang

sekarang posisinya berada di lepas pantai barat Sumatra, sedangkan di daratan

sumatra terbentuk daerah tinggian yang menyebabkan batuan tua tersingkap di

permukaan. Pola struktur lipatan dan umumnya berarah baratlaut-tenggara yang

terbentuk sejak Pra-Tersier hingga Kuarter. Jenis dan kedudukan struktur geologi

14

Gambar 2.3.Peta pergerakan lempeng Daerah Sumatra dan kawasan Asia

Tenggara lainnya pada masa kini

Page 15: Proposal TA (jambi)

ini selanjutnya mempengaruhi pola sebaran batuan/formasi di permukaan.

Berdasarkan hasil penelitian lapangan diketahui batuan/formasi di daerah

penyelidikan menyebar dengan arah baratlaut-tenggara.

Pulau Sumatera memiliki pola struktur yang dominan sebanyak 3 buah yaitu

arah NE–SW yang sering disebut Pola Jambi, NW–SE yang disebut sebagai Pola

Sumatera dan N–S sebagai Pola Sunda.Urutan pola dari tua ke muda adalah pola

Sumatera NW–SE (Jurassic Awal- Kapur) yang diakibatkan oleh rezim

kompresional.Akibat dari adanya tumbukan Lempeng India dengan Lempeng

Eurasia.Pola Jambi (NE-SW) terbentuk pada zaman Pra-Tersier juga. Selanjutnya

pola yang berkembang adalah Pola Sunda dengan arah N–S ( Kapur Akhir-

Tersier Awal). Pola struktur Sunda inilah yang membuka cekungan–cekungan

yang ada di daerah Sumatera dan pola ini banyak terdapat pada Cekungan

Sumatera Utara dan Sumatera Tengah, sedangkan pada Cekungan Sumatera

Selatan, pola N–S jarang ditemui. Hal ini ditandai pula dengan batas antara

cekungan–cekungan yang ada di Pulau Sumatera yang berupa tinggian memiliki

orientasi N–S. Kemudian pada zaman Plio-Pleistosen terjadi rezim kompresif

yang membuat sesar-sesar normal mengalami inversi menjadi sesar naik dan

beberapa sesar lainya membentuk sesar geser strike-slip seperti Sesar Semangko.

Secara umum arah struktur pokok dari Pulau Sumatra adalah:

Sisi barat Geantiklin Barisan terbentang di sebelah barat jalur Semangko

berada pada setengah Pulau Sumatera di sebelah selatan Padang tepatnya.

Sisi baratnya terbentuk oleh blok kerang yang panjang dan miring ke

Samudera Hindia, dan disebut Block Bengkulu.

Gawir sesar sepanjang jalur semangko memisahkan pantai barat dan timur.

Disebut juga Bukit Barisan Sensu stricto atau barisan tinggi.

Ujung selatan bukit barisan adalah daerah Lampung. Di antara Padang dan

Padang Sidempuan struktur geantiklinal Bukit Barisan tidak menentu.

Geantiklinal block pegunungan yang memanjang di sisi timur, sama

dengan daerah di sisi barat sungai subsekuen dan cabang-cabangnya.

Batak Tumor yang merupakan lanjutan dari Bukit Barisan yang berupa

kubah geantiklinal besar yang terpotong oleh jalur Semangko.

15

Page 16: Proposal TA (jambi)

Bukit Barisan di daerah Aceh adalah bagian teruwet pecah menjadi

sejumlah pegunungan Block, yaitublock leuser dan pegunungan barat.

Kedudukannya searah sisi barat seperti Block Bengkulu.

Di sebelah barat bukit Barisan terbentang palung antara sistem

pegunungan Sunda yang membentuk cekungan laut antara Sumatera dan

rangkaian pulau-pulau di baratnya.

Menurut De Coster, 1974 (dalam Salim, 1995), diperkirakan telah terjadi 3

episode orogenesa yang membentuk kerangka struktur daerah Cekungan Sumatera

Selatan yaitu orogenesa Mesozoik Tengah, tektonik Kapur Akhir – Tersier Awal

dan Orogenesa Plio – Plistosen.

Episode pertama, endapan-endapan Paleozoik dan Mesozoik

termetamorfosa, terlipat dan terpatahkan menjadi bongkah struktur dan diintrusi

oleh batolit granit serta telah membentuk pola dasar struktur cekungan. Menurut

Pulunggono, 1992 (dalam Wisnu dan Nazirman ,1997), fase ini membentuk sesar

berarah barat laut – tenggara yang berupa sesar – sesar geser.

Episode kedua pada Kapur Akhir berupa fase ekstensi menghasilkan

gerak-gerak tensional yang membentuk graben dan horst dengan arah umum

utara-selatan. Dikombinasikan dengan hasil orogenesa Mesozoik dan hasil

pelapukan batuan-batuan Pra-Tersier, gerak gerak tensional ini membentuk

struktur tua yang mengontrol pembentukan Formasi Pra-Talang Akar.

Episode ketiga berupa fase kompresi pada Plio-Plistosen yang

menyebabkan pola pengendapan berubah menjadi regresi dan berperan dalam

pembentukan struktur perlipatan dan sesar sehingga membentuk konfigurasi

geologi sekarang. Pada periode tektonik ini juga terjadi pengangkatan

Pegunungan Bukit Barisan yang menghasilkan sesar mendatar Semangko yang

berkembang sepanjang Pegunungan Bukit Barisan. Pergerakan horisontal yang

terjadi mulai Plistosen Awal sampai sekarang mempengaruhi kondisi Cekungan

Sumatera Selatan dan Tengah sehingga sesar-sesar yang baru terbentuk di daerah

ini mempunyai perkembangan hampir sejajar dengan sesar Semangko. Akibat

pergerakan horisontal ini, orogenesa yang terjadi pada Plio-Plistosen

menghasilkan lipatan yang berarah barat laut-tenggara tetapi sesar yang terbentuk

16

Page 17: Proposal TA (jambi)

berarah timur laut-barat daya dan barat laut-tenggara. Jenis sesar yang terdapat

pada cekungan ini adalah sesar naik, sesar mendatar dan sesar normal.

Kenampakan struktur yang dominan adalah struktur yang berarah barat

laut – tenggara sebagai hasil orogenesa Plio-Plistosen. Dengan demikian pola

struktur yang terjadi dapat dibedakan atas pola tua yang berarah utara-selatan dan

barat laut-tenggara serta pola muda yang berarah barat laut-tenggara yang sejajar

dengan Pulau Sumatera .

D. Struktur Pengontrol dan Mineralisasi

Struktur geologi di daerah Kabupaten Sarolangun adalah perlipatan tegak

berarah baratlaut-tenggara.Sesar utama berarah baratlaut-tenggra, timurlaut-

baratdaya, utara baratlaut-selatan tenggara dan sesar timur-barat (Departemen

ESDM Pusat Sumber Daya Geologi, Sarolangun, 2006). Dengan adanya data

struktur berdasarkan pustaka yang didapat maka dapat dilakukan interpretasi

sementara terhadap kemungkinan keberadaan urat-urat (veins) sebagai wahana

distribusi minieralisasi yang berkembang.

Dan berdasarkan data sekunder mengenai keterdapatan mineralisasi yang

telah dikembangkan, baik secara eksplorasi maupun eksploitasi.Perusahaan yang

melakukan kegiatan eksploitasi pada saat ini PT. Bina Wahana Meruap bumi dan

PT.Petro China yang melaksanakan penambangan minyak bumi dan PT. Sungai

Belati Coal yang menambang batubara.

Wilayah bekas tambang yang ada di kabupaten Sarolangun hanya berupa

bekas-bekas tambang emas tanpa izin.Kegiatan inventarisasi bahan galian

dilaksanakan pada bekas tambang emas aluvial yang telah ditinggalkan oleh

penambang emas tanpa izin (PETI).Daerah kegiatan meliputi Kecamatan Batang

Asai, Kecamatan Limun, Kecamatan Bathin VIII dan Kecamatan Sarolangun.

Kegiatan penambangan ini telah lama dilakukan oleh beberapa keluarga

secara turun temurun. Sebelumnya masyarakat hanya menambang dengan cara

mendulang, namun kini dengan masuknya pendatang bekerjasama dengan

penduduk setempat dan seiring kemajuan teknologi, kegiatan penambangan telah

menggunakan mesin ‘Dompeng’. Kegiatan penambangan dilakukan terutama

pada daerah-daerah sekitar Sungai Batang Asai, Sungai Tembesi, Sungai

Selembau, Sungai Limun dan Sungai Batang Rebah.

17

Page 18: Proposal TA (jambi)

2.2 DASAR TEORI

A. Tinjauan Tentang Struktur Geologi

Terdapatnya suatu struktur tertentu di suatu tempat terbentuk karena suatu

deformasi tektonik tertentu. Deformasi tektonik pembentuk struktur tertentu dapat

dibedakan menjadi dua yaitu deformasi yang bersifat diskontinyu atau

rapuh(brittle) dan deformasi yang bersifat kontinyu (ductile). Perbedaan ini

terjadi karena beberapa faktor yaitu sifat fisik batuan yang mengalami deformasi,

temperatur dan tekanan yang dialami tubuh batuan selama berlangsungnya

deformasi. Deformasi tektonik diskontinyu akan membentuk struktur geologi

berupa sesar dan kekar, sedangkan struktur geologi kontinyu akan membentuk

struktur berupa lipatan.

Sesar menurut Billings, merupakan rekahan pada batuan yang telah

mengalami pergesaran sehingga terjadi perpindahan dua dinding blok batuan yang

saling berhadapan, sedangkan kekar merupakan rekahan yang relatif belum

mengalami pergeseran. Sesar dan kekar merupakan bagian dari disintegrasi

mekanis batuan dan akan mengalami erosi yang cepat di permukaan bumi

sehingga membentuk bentang alam yang khas sebagai depresi topografi lokal,

lembah sungai dan gawir sesar yang lazim disebut jejak sesar (fault traces).

Kenampakan ini dapat dengan jelas nampak dari foto udara atau citra satelit

sebagai suatu bentuk kelurusan.

Struktur geologi yang umum dijumpai di lapangan dapat berupa kekar dan

sesar. Struktur yang bekerja pada suatu tubuh batuan terjadi karena adanya gaya

yang bekerja. Pola-pola kelurusan struktur yang di hasilkan dapat berupa pola

yang baru maupun pola yang berasal dari reaktifitas terhadap struktur yang terjadi

sebelumnya.

B. Sistem Bukaan Urat

Di daerah mineralisasi akan ada hubungan spasial antara struktur mayor

dengan proses mineralisasi yang terjadi. Secara regional suatu sistem struktur di

daerah magmatic arcs akan terbentuk adanya intrusi-intrusi baik yang mengisi

daerah bukaan-bukaan yang ada maupun membentuk bukaan yang baru. Sehingga

pada daerah struktur mayor akan terjadi beberapa aktivitas yang berhubungan

dengan cebakan mineral meliputi (Corbett dan Leach, 1997) : (1) Pre-

18

Page 19: Proposal TA (jambi)

mineralization yang mengontrol pada daerah cekungan sedimentasi di batuan

induknya. (2) Pre-mineralization intrusi atau breksi. (3) Syn-mineralization pada

lokasi sistem cebakan. (4) Post-mineralization yang merupakan deformasi dari

cebakan mineral. Menurut Corbett dan Leach (1997), didasarkan pada tatanan

tektonik dan level erosi pada sistem hidrotermal, maka sistem bukaan cebakan

dapat dibedakan menjadi beberapa yaitu : (Gambar 2.4)

a. Splays atau horsetail yang berkembang di sepanjang struktur sesar relatif.

Pada daerah ini merupakan agent utama terjadinya intrusi porpiri.

b. Tension Fracture, terbentuk sebagai bukaan di batuan induk yang terletak di

antara sesar strike-slip dan umumnya mempunyai orientasi yang tergantung

dengan gaya (stress) utama. Tension fracture ini merupakan faktor dominan

terjadinya sistem urat emas-perak. Karakteristiknya tercermin bahwa panjang

dari kekar tarik akan berakhir sepanjang arah sesar.

c. Jogs, terbentuk sebagai bends yang melintasi sepanjang struktur dan

dipisahkan dengan kekar tarik, beberapa cebakan terjadi pada daerah jog ini.

d. Hanging wall splits, terbentuk pada kemiringan zona sesar terutama pada

sesar turun atau kemiringan perlapisan batuan yang terpotong oleh kemiringan

bidang sesar.

e. Pull-apart basin, yang terbentuk sebagai parallelogram yang terletak di antara

2 jalur sesar.

f. Domes, terbentuk pada batuan dasar yang terisi oleh larutan hidrotermal pada

suatu sistem urat mineralisasi.

g. Ore shoots, umumnya merupakan perkembangan dari penambahan lebar suatu

urat maupun bertambahnya kadar emas yang terbentuk oleh bertambahnya

bukaan pada suatu siatem urat.

h. Sheeted fracture, terbentuk pada lingkungan porpiri atau porpiri yang

berhubungan dengan lingkungan breksi.

19

Page 20: Proposal TA (jambi)

C. Analisa Arah Urat

Urat kuarsa pada prinsipnya terbentuk oleh larutan yang bersifat mengisi

rekahan, oleh sebab itu pola urat yang terbentuk akan mengikuti pola rekahan.

Pada cebakan yang mengisi rongga terjadi 2 proses yaitu : pembentukan rongga

dan pengisian larutan (Bateman,1981). Sesar geser yang bersifat ekstensif akan

terbentuk rekahan terbuka yang memungkinkan masuknya larutan hidrotermal

pembentuk urat, sehingga urat akan terbentuk relatif sejajar dengan arah sesar.

Heru Sigit P. (2002), menyatakan bahwa urat hasil tegasan dan urat hasil

tarikan di lapangan dapat dibedakan, yaitu urat kuarsa hasil tegasan memiliki ciri

pecah-pecah (breciciated), kristal tidak baik, biasanya terbentuk mineral di bagian

tengah atau tepinya dan urat hasil tarikan memiliki ciri kristal baik, membentuk

struktur sisir (comb structure), mineral terkadang berada pada struktur sisirnya.

(Gambar 2.5).

20

Gambar 2.4. Sistem bukaan urat Corbett dan Leach, 1997

Page 21: Proposal TA (jambi)

Beberapa lingkungan struktur bukaan cebakan batuan samping mengalami

proses aktivitas selama terbentuknya, mulai dari pre-sampai-syn mineralisasi dan

umumnya mengalami deformasi pada post mineralisasi pada suatu sistem

cebakan. Model dari sistem struktur tersebut disebut sebagai Riedel Shear Model

(Riedel, dalam Corbett and Leach, 1997). Pada suatu zona sesar kemungkinan

akan terbentuk adanya kekar tarik yang mempunyai pola searah dengan gaya

utama. Pola sesar terbentuk dengan arah yang berlawanan merupakan sesar geser

(slip) dan sesar normal mempunyai arah sejajar dengan arah gaya utama. Lowell

dan Harris, (dalam Corbett and Leach, 1997) mengemukakan suatu hasil

percobaan yang dilakukan pada lempung yang diberi tekanan dari arah lateral dan

vertikal, hasil tersebut akan membentuk pola struktur menyudut lancip dengan

arah gayanya dan mempunyai pola penyebaran melingkar mengikuti bentuk kubah

(Gambar 2.6). Di bagian tepi dari arah gaya utama akan terbentuk adanya rekahan

yang kemudian mengalami depresi dengan bentuk lingkaran.

21

Gambar 2.5.Beda urat hasil tegasan dan urat hasil tarikan, Heru Sigit P. (2002)

Page 22: Proposal TA (jambi)

22

Gambar 2.6.Riedel Shear Model (a dan c) serta (b) model bentuk sesar pada Lempung (Corbett and Leach, 1997)

Page 23: Proposal TA (jambi)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan berupa metode survei.Metode survei

merupakan suatu metode untuk memperoleh fakta dari gejala – gejala yang ada

dan mencari keterangan secara faktual di lapangan (Gayatri, 2004).Metode survei

yang dilakukan berupa survei pemetaan geologi permukaan.Pemetaan geologi

yang dilakukan bersifat pemetaan permukaan melalui observasi lapangan yang

menggunakan jalur lintasan tertentu. Observasi di lapangan yang dilakukan

meliputi orientasi medan, pengamatan morfologi, pengamatan singkapan dan

batuan, pengamatan zona alterasi, pengukuran struktur geologi, dan pengambilan

conto batuan.

Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data – data primer dari

lapangan, namun sebelumnya perlu dilakukan analisis data sekunder yang

didapatkan dari pustaka dan sumber yang lain yang dapat digunakan sebagai

bahan pertimbangan sebelum melakukan observasi lapangan detail, selanjutnya

akan dibantu dengan pekerjaan laboratorium dan studio.

3.1. Tahap Pendahuluan

Tujuan dari kegiatan pendahuluan adalah untuk mendapatkan informasi –

informasi dan gambaran daerah penelitian secara umum, seperti keadaan medan,

bentang alam, stratigrafi, dan struktur geologi. Pengumpulan data tentang

hubungan struktur dan alterasi-mineralisasi di daerah penelitian juga dikumpulkan

dari berbagai sumber. Tahap pendahuluan ini meliputi:

a. Studi Pustaka

Tujuan dari studi pustaka adalah untuk mempelajari bahan – bahan pustaka

yang dapat membantu pemecahan masalah. Bahan literatur ini dapat berupa

literatur umum dan literatur khusus.

Literatur umum merupakan pustaka yang secara tidak langsung digunakan

untuk membantu dalam memecahkan permasalahan geologi yang ada, dapat

berupa teori, konsep, hipotesis, dan model geologi. Literatur khusus meliputi

bahan pustaka yang secara langsung dapat digunakan untuk memecahkan

23

Page 24: Proposal TA (jambi)

permasalahan geologi daerah penelitian, berupa laporan geologi hasil penelitian

terdahulu.

b. Interpretasi Peta Topografi dan Citra Satelit

Interpretasi peta topografi dan citra ini bertujuan untuk mendapatkan

gambaran awal daerah penelitian, berupa keadaan bentang alam, interpretasi

penyebaran batuan, struktur geologi, proses yang mungkin terjadi, dan untuk

penentuan perencanaan lintasan pengamatan.

3.2. Kegiatan Lapangan

Kegiatan lapangan dilakukan untuk pengambilan data lapangan berdasarkan

lintasan pengamatan yang sudah direncanakan sebelumnya. Kegiatan ini dalam

pelaksanaannya terdapat 3 (tiga) unsur pokok yang akan dilakukan, yaitu:

Deskripsi litologi, yaitu pengamatan terhadap sifat fisik batuan secara

megaskopis,

Pengukuran unsur – unsur struktur jurus dan kemiringan untuk struktur bidang

(misalnya bidang lapisan, sesar, rekahan, dan sebagainya), serta arah dan

penunjaman unsur struktur garis (misalnya perlipatan mikro, gores garis, dan

sebagainya) sebagai pengontrol distribusi mineralisasi yang ada,

Menentukan keberadaan urat (vein) berdasarkan struktur pengontrol serta tipe

dan arah penyebarannya, dan

Membuat sketsa dan/atau foto singkapan batuan, kenampakan bentang alam,

kenampakan unsur struktur, dan lain – lain.

3.3. Kegiatan Laboratorium dan Studio

Metode yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi detil mengenai

mineralogi dan tekstur batuan dapat dilakukan dengan pengamatan laboratorium.

Adapun analisa laboratorium meliputi pengamatan petrografi, PIMA, dan Assay

Kimia.

Pengamatan petrografi dilakukan terhadap sayatan tipis yang bertujuan

untuk penentuan litologi, penentuan kelompok mineral primer dan sekunder, dan

tekstur batuan.

PIMA (Portable Infrared Mineral Analyser) merupakan metode yang sangat

efektif dalam mengidentifikasi mineral dengan mengaplikasikan Short

Wavelength Infra Red (SWIR) yang berada pada interval 1300 nm dan 2500 nm.

24

Page 25: Proposal TA (jambi)

Komponen yang berada pada interval ini yaitu mineral phyllosilicates (mineral

lempung, klorit, dan serpentinit), hydroxilated silicates (epidot dan amfibol),

sulfat (alunit, jarosit, dan gipsum), karbonat (kalsit, dolomit, ankerit), dan

ammonium (buddingtonite dan NH-4 illit). Analisa dengan PIMA ini akan sangat

efektif digunakan untuk membantu dalam melakukan zonasi alterasi hidrotermal,

disamping menggunakan data petrografi (AusSpec International, 1998).

Assay Kimia betujuan untuk mendapatkan data kadar dari unsur – unsur

yang ada, yaitu Au, Ag, Cu, Pb, dan Zn, dengan bantuan analisa ini diharapkan

dapat ditentukan potesi dan sebaran kandungan unsur – unsur tersebut.

Pekerjaan studio meliputi analisa data struktur, pembuatan peta

geomorfologi, peta geologi, dan peta zonasi alterasi, rekonstruksi penampang

geologi, pembuatan kolom stratigrafi, dan sebagainya.

3.4. Penyusunan Laporan Skripsi

Penyusunan skripsi dilakukan setelah tahapan kegiatan lapangan selesai.

Penyusunan skripsi menggunakan data – data lapangan yang dikompilasikan

dengan hasil analisa laboratorium dan pekerjaan studio. Komponen yang dibahas

dalam skripsi berupa informasi geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, aspek

alterasi hidrotermal, mineralisasi, dan sejarah geologi. Pembahasan dan

pengkajian semua aspek ini secara sistematik, diharapkan kerangka geologi

daerah penelitian dapat dipahami dengan lebih baik disamping kehadiran gejala

mineralisasi.

25

Page 26: Proposal TA (jambi)

JADWAL RENCANA KEGIATAN

26

Tahap Pendahuluan

Tahap Penelitian Lapangan

Tahap Pekerjaan Laboratorium

Studi

Literatur

3.5. Diagram Alir Penelitian

Pembuatan

Peta Dasar

Penafsiran

Peta

Topografi

Analisis

Geomorfologi

Membuat

Surat

Perijinan

Pengamatan

Singkapan

Pengamatan

Terhadap

Indikasi

Analisis

Petrografi

Sampling

Assay Kimia

Pemetaan

Geologi

Pemetaan

Struktur dan

Mineralisasi

Sketsa

dan

Foto

Analisis

PIMA

Studio

Peta Lintasan

dan Lokasi

Pengamatan

Peta Struktur

dan

Mineralisasi

Peta

Geologi

Peta

Geomorfologi

Penyusunan Skripsi

Analisis

Struktur

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

Page 27: Proposal TA (jambi)

Tabel 3.1. Jadwal Rencana Kegiatan

27

Page 28: Proposal TA (jambi)

DAFTAR PUSTAKA

.

Asikin, S., 1992. Diktat Struktur (tektonik) Indonesia. Kelompok Bidang Keahlian

(KBK) Geologi Dinamis, Jurusan Teknik Geologi ITB.

Corbett, G. J., dan Leach, T. M., 1998. Southwest Pacific Rim Gold-Copper

System: Structure, Alteration, and Mineralization. Society of Economic

Geologist, USA.

Darman, H., & Sidi, F.H., 2000, An Outline f The Geology of Indonesia, Ikatan

Ahli Geologi Indonesia.

Guilbert, J.M. dan Park, C.F. Jr., 1986, The Geology of Ore Deposits,

W.H.Freeman and Company, New York, hal.55-209.

Hamilton, Warren, 1979, Tectonics of the Indonesian Regions, U.S.Goverment

Printing Office: Washington

Heru Sigit Purwanto. (2000), Pemineralan Emas dan Kawalan Struktur Pada

Kawasan Penjom, Pahang Dan Lubok Mandi Terengganu, Semenanjung

Malaysia. Disertasi Doktor, Universitas Kebangsaan Malaysia Hal 39-83,

tidak dipublikasikan.

Park R.G., 1983, Foundations of Structural geology, Chapman & Hall, New York

P.T ANTAM Tbk, 2006, Mengetahui kemungkinan adanya mineralisasi emas dan

mineral pengikutnya, dengan target peninjauan mendapatkan potensi yang

menarik.

Suwarna.N,dkk. 1992. memetakan geologi kabupaten Sarolangun, pada Peta

Geologi Lembar Sarolangun, skala peta 1 : 250.000.

Tim Konservasi Sarolangun, 2006, INVENTARISASI BAHAN GALIAN PADA

BEKAS TAMBANG DAERAH SAROLANGUN,JAMBI. Departemen

ESDM Pusat Sumber Daya Geologi. Bandung.

Sumber lain :

www.google-earth.com

www.google.co.id

28