7
Protein S (bahasa Inggris : protein S (alpha)) adalah plasma glikoprotein yang disintesis oleh endotelium , dengan berkas genetik PROS1 , [1] yang terletak pada kromosom 3 , [2] lokasi 3q11.2. Dalam sirkulasi darah, protein S akan membentuk senyawa kompleks dengan C4b , dan berfungsi sebagai kofaktor dari sejenis protease anti-koagulan yang disebut APC untuk menghambat koagulasi darah . Mutasi genetik pada protein ini dapat menyebabkan trombofilia . Protein S is a vitamin K -dependent plasma glycoprotein synthesized in the endothelium. In the circulation, Protein S exists in two forms: a free form and a complex form bound to complement protein C4b. In humans, protein S is encoded by the PROS1 gene . [1] [2] In 1979, researchers in Seattle, Wash, first discovered protein S and arbitrarily named it after the city of its discovery. [3] [4] Contents [hide ] 1 Function 2 Pathology 3 Interactions 4 See also 5 References 6 Further reading Function The best characterized function of Protein S is its role in the anti coagulation pathway, where it functions as a cofactor to Protein C in the inactivation of Factors Va and VIIIa . Only the free form has cofactor activity. [5]

Protein S

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Protein S

Protein S (bahasa Inggris: protein S (alpha)) adalah plasma glikoprotein yang disintesis oleh endotelium, dengan berkas genetik PROS1,[1] yang terletak pada kromosom 3,[2] lokasi 3q11.2.

Dalam sirkulasi darah, protein S akan membentuk senyawa kompleks dengan C4b, dan berfungsi sebagai kofaktor dari sejenis protease anti-koagulan yang disebut APC untuk menghambat koagulasi darah.

Mutasi genetik pada protein ini dapat menyebabkan trombofilia.

Protein S is a vitamin K-dependent plasma glycoprotein synthesized in the endothelium. In the circulation, Protein S exists in two forms: a free form and a complex form bound to complement protein C4b. In humans, protein S is encoded by the PROS1 gene.[1][2] In 1979, researchers in Seattle, Wash, first discovered protein S and arbitrarily named it after the city of its discovery.[3]

[4]

Contents

[hide]

1 Function 2 Pathology 3 Interactions 4 See also 5 References 6 Further reading

Function

The best characterized function of Protein S is its role in the anti coagulation pathway, where it functions as a cofactor to Protein C in the inactivation of Factors Va and VIIIa. Only the free form has cofactor activity.[5]

Protein S can bind to negatively charged phospholipids via the carboxylated GLA domain. This property allows Protein S to function in the removal of cells which are undergoing apoptosis. Apoptosis is a form of cell death that is used by the body to remove unwanted or damaged cells from tissues. Cells which are apoptotic (ie. in the process of apoptosis) no longer actively manage the distribution of phospholipids in their outer membrane and hence begin to display negatively charged phospholipids, such as phosphatidyl serine, on the cell surface. In healthy cells, an ATP (Adenosine triphosphate)-dependent enzyme removes these from the outer leaflet of the cell membrane. These negatively charged phospholipids are recognized by phagocytes such as macrophages. Protein S can bind to the negatively charged phospholipids and function as a bridging molecule between the apoptotic cell and the phagocyte. The bridging property of Protein S enhances the phagocytosis of the apoptotic cell, allowing it to be removed 'cleanly' without any symptoms of tissue damage such as inflammation occurring.

Page 2: Protein S

Pathology

Mutations in the PROS1 gene can lead to Protein S deficiency which is a rare blood disorder which can lead to an increased risk of thrombosis.[6][7]

Interactions

Protein S has been shown to interact with Factor V.[8][9]

See also

hemostasis

References

1. ̂ Lundwall A, Dackowski W, Cohen E, Shaffer M, Mahr A, Dahlbäck B, Stenflo J, Wydro R (September 1986). "Isolation and sequence of the cDNA for human protein S, a regulator of blood coagulation". Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A. 83 (18): 6716–20. doi:10.1073/pnas.83.18.6716. PMC 386580. PMID 2944113. http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?tool=pmcentrez&artid=386580.

2. ̂ Long GL, Marshall A, Gardner JC, Naylor SL (January 1988). "Genes for human vitamin K-dependent plasma proteins C and S are located on chromosomes 2 and 3, respectively". Somat. Cell Mol. Genet. 14 (1): 93–8. doi:10.1007/BF01535052. PMID 2829367.

3. ̂ Di Scipio RG, Hermodson MA, Yates SG, Davie EW (February 1977). "A comparison of human prothrombin, factor IX (Christmas factor), factor X (Stuart factor), and protein S". Biochemistry 16 (4): 698–706. doi:10.1021/bi00623a022. PMID 836809.

4. ̂ DiScipio RG, Davie EW (March 1979). "Characterization of protein S, a gamma-carboxyglutamic acid containing protein from bovine and human plasma". Biochemistry 18 (5): 899–904. doi:10.1021/bi00572a026. PMID 420821.

5. ̂ Castoldi E, Hackeng TM (September 2008). "Regulation of coagulation by protein S". Curr. Opin. Hematol. 15 (5)

1 bayi dari setiap 1.200 sampai 1.400 kelahiran hidup di beberapa negara Asia mengalami perdarahan akibat kekurangan vitamin K.  Bayi baru lahir cenderung mengalami kekurangan vitamin K karena cadangan vitamin K dalam hati relatif masih rendah, sedikitnya transfer vitamin K malalui tali pusat, rendahnya kadar vitamin K pada Air Susu Ibu (ASI) dan sterilitas saluran pencernaan bayi baru lahir, sedangkan asupan vitamin K dari Air Susu Ibu belum mencukupi ketika bayi baru dilahirkan. Kekurangan vitamin K berisiko tinggi bagi bayi untuk mengalami perdarahan yang disebut juga 'Perdarahan Akibat Defisiensi Vitamin K' (PDVK).

 

Page 3: Protein S

Departemen Kesehatan RI bersama Tim Teknis Health Technology Assesment (HTA) dan organisasi profesi telah melakukan kajian pentingnya pemberian vitamin K1 pada bayi baru lahir sehingga sejak tahun 2002 telah membuat rekomendasi bahwa semua bayi baru lahir harus mendapat profilaksis vitamin K1, regimen vitamin K yang digunakan adalah vitamin K1, dan diberikan secara intramuskular (Rekomendasi A).

 

Manfaat vitamin K

Vitamin K termasuk golongan vitamin yang larut dalam lemak, merupakan salah satu unsur yang berperan dalam modifikasi dan aktivasi beberapa protein yang berperan dalam proses pembekuan darah seperti faktor-faktor pembekuan II, VII, IX, X, antikoagulan protein C dan S, dan beberapa protein lain. Bila faktor pembekuan darah yang tergantung pada vitamin K ini berkurang maka bayi mudah mengalami perdarahan.

 

Bentuk-bentuk Vitamin K

Vitamin K1 (phylloquinone atau phytomenadione atau disebut juga phytonadione). Banyak terdapat pada sayuran hijau.

Vitamin K2 (menaquinone). Secara normal dibentuk oleh bakteri dalam saluran pencernaan seperti Bacteroides fragilis dan beberapa strain Escherichia.

Vitamin K3 (menadione). Vitamin K buatan yang sekarang sudah jarang diberikan pada bayi baru lahir.

 

Tanda dan akibat PDVK

Perdarahan akibat kekurangan vitamin K pada bayi baru lahir dapat terjadi spontan atau akibat trauma/benturan/ gesekan, terutama trauma ketika anak lahir. Perdarahan dapat terjadi pada beberapa bagian tubuh bayi seperti pada: otak, kulit, mata, tali pusat, hidung, telinga, dan saluran pencernaan.

 

Perdarahan masif pada saluran pencernaan bermanifestasi sebagai muntah darah atau berak darah. Perdarahan di bawah kulit bermanifestasi sebagai bercak berwarna keunguan atau merah kecoklatan yang disebut purpura, dan bercak perdarahan dengan ukuran yang lebih kecil yang disebut ekimosis dan petekia. Perdarahan yang sulit berhenti juga dapat timbul akibat tusukan jarum suntik.

 

Page 4: Protein S

Perdarahan dalam otak dengan manifestasi sakit kepala (bayi menangis terus-menerus), muntah, ubun-ubun membonjol, pucat hingga kejang. Perdarahan otak sering bermasalah serius karena dapat menyebabkan kematian atau kecacatan pada bayi usia 2 minggu sampai 6 bulan. Tingkat kematian akibat perdarahan otak pada bayi sebesar 10-50% dari seluruh kasus, sedangkan tingkat kecacatannya sebesar 30-50% dari seluruh kasus.

 

Pemberian Injeksi Vitamin K1 Profilaksis (pencegahan) Pada Bayi Baru Lahir

Tujuan: menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian bayi yang disebabkan Perdarahan Akibat Defisiensi Vitamin K (PDVK).

 

Pelaksana: tenaga kesehatan yang melakukan pertolongan persalinan atau petugas kesehatan pelayanan KIA di semua unit/fasilitas kesehatan (pemerintah dan swasta).

 

Sasaran: semua bayi baru lahir.

 

Waktu pemberian:

Setelah 1 jam pertama saat Inisiasi Menyusu Dini (IMD) selesai dilakukan. Pada bayi yang mengalami kesulitan bernafas (asfiksia), pemberian dilakukan setelah resusitasi

berhasil dilaksanakan. Pada bayi yang lahirnya tidak ditolong bidan, maka pemberian vitamin K1 dilakukan pada

kunjungan neonatal yang pertama (KN1). Diberikan sebelum pemberian imunisasi Hepatitis B yang pertama (B0) dengan selang waktu 1-2

jam.

 

Jenis vitamin K yang digunakan: vitamin K1 (phytomenadione) injeksi dalam sediaan ampul yang berisi 10 mg vitamin K1 per 1 ml, atau sediaan ampul yang berisi 2 mg vitamin K1 per 1 ml.

 

Dosis pemberian: 1 mg dosis tunggal (untuk sekali suntik saja).

 

Page 5: Protein S

Cara pemberian:

Sediakan semprit injeksi 1 ml yang masih baru (belum pernah dipakai dan belum terlewati masa kedaluarsanya).

Masukkan 1 mg vitamin K1 kedalam semprit 1 ml. Bila yang dipakai sediaan ampul yang berisi 10 mg vitamin K1 per 1 ml maka masukkan sebanyak hanya 1 strip kedalam semprit, sedangkan bila yang dipakai adalah sediaan ampul yang berisi 2 mg vitamin K1 per 1 ml maka masukkan sebanyak 0,5 ml saja.

Lakukan desinfeksi dengan alkohol 75% seperlunya. Suntikkan pada paha kiri bayi secara intra muskular. Lakukan pengawasan tanda-tanda vital (kesadaran, sirkulasi, pernafasan, temperatur tubuh, dll)

pada bayi selama minimal 1 jam setelah pemberian suntikan.

 

 Referensi

1. Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat, Departemen Kesehatan RI, 2007, Pedoman Teknis Pemberian Injeksi Vitamin K1 Profilaksis Pada Bayi Baru Lahir.

2. http://www.ayahbunda.co.id/Artikel/Gizi+dan+Kesehatan/Bayi/ pemberian.vitamin.k.pada.bayi.baru/001/001/181/5/3, diakses 22 Maret 2010.

3. http://asidharta.blogspot.com/2009/04/vitamin-k.html, diakses 22 Maret 2010. 4. http://www.mail-archive.com/ [email protected] /msg11091.html, diakses 22 Maret 2010.