31
MAK : 1800.019.008. 052 PROPOSAL PENELITIAN PENELITIAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN KERING PADA DAS HULU DI NTB Dr. I Gusti Putu Wigena BALAI PENELITIAN TANAH BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012

PRRO POOSSAALL PEENNEELLIITTIIAANN PENNEELLIITTIIAANN ...balittanah.litbang.pertanian.go.id/.../rptp/PROPOSALPUTU-2012-rev.pdf · muda (umur 15-21 hari), (6) mengatur jarak tanam

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

i

MAK : 1800.019.008. 052

PPRROOPPOOSSAALL PPEENNEELLIITTIIAANN

PPEENNEELLIITTIIAANN PPEENNIINNGGKKAATTAANN PPRROODDUUKKTTIIVVIITTAASS

LLAAHHAANN KKEERRIINNGG PPAADDAA DDAASS HHUULLUU DDII NNTTBB

Dr. I Gusti Putu Wigena

BALAI PENELITIAN TANAH

BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN

2012

ii

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul Kegiatan RPTP/RDHP : Penelitian Peningkatan Produktivitas Lahan Kering pada DAS Hulu Di NTB

2. Unit Kerja : Balai Penelitian Tanah

3. Alamat Unit Kerja : Jl. Ir. H. Juanda, 98 Bogor

4. Sumber Dana : DIPA/RKAKL T.A 2012

5. Status Penelitian (L/B) : Baru

6. Penanggungjawab Kegiatan RPTP/RDHP

:

a. Nama : Dr. I Gusti Putu Wgena, MSi

b. Pangkat/Golongan : Pembina/IVa

c. Jabatan c.1. Fungsional : Peneliti Madya

7. Lokasi Kegiatan : Nusa Tenggara Barat

8. Agroekosistem : Lahan Kering iklim kering

9. Tahun Mulai : 2012

10. Tahun Berakhir : 2014

11. Output Tahunan : 1. Komponen teknologi peningkatan produktivitas lahan kering DAS hulu

2. Komponen teknologi pengendalian erosi dan kehilangan hara pada lahan kering DAS hulu

12. Output Akhir : 1. Paket teknologi peningkatan produktivitas lahan kering pada lahan kering DAS hulu

2. Paket teknologi pengendalian erosi dan kehilangan hara pada lahan kering DAS hulu

13. Biaya Penelitian/ Pengkajian : Rp. 215 500 000 (Dua ratus lima belas juta lima ratus ribu rupiah)

Koordinator Program Penanggungjawab RPTP Dr. Husnain Dr. I Gusti Putu Wigena NIP. 19730910 200112 2 001 NIP.19581231 198703 1 002 Mengetahui, Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian

Dr. Muhrizal Sarwani, MSc

NIP. 19600329 198403 1 00 1

Kepala Balai Penelitian Tanah Dr. Ir. Sri Rochayati, MSc NIP. 19570616 198603 2 001

iii

RINGKASAN USULAN PENELITIAN

1 JudulKegiatan RPTP/RDHP : Penelitian Peningkatan Produktivitas Lahan Kering pada DAS Hulu di NTB

2 Nama dan Alamat Unit Kerja

: BalaiPenelitianTanah Jl. Ir. H. Juanda No. 98, Bogor 16123

3 SifatUsulanPenelitian : Baru

4 Penanggungjawab : Dr. I Gusti Putu Wigena

5 Jastifikasi : Peningkatan produktivitas lahan kering DAS huludiharapkan berkontribusi nyata terhadap peningkatan produksi pangan terutama beras nasional

6 Tujuan:

a. JangkaPendek : 1. Mempelajari komponen teknologi peningkatanproduktivitas lahan kering DAS hulu

2. Mempelajari komponen teknologi pengendalian erosi dan kehilangan hara lahan kering DAS hulu

b. JangkaPanjang : 1. Merekayasa teknologi peningkatan produktivitas lahan kering DAS hulu

2. Merekayasa teknologi pengendalian erosi dan kehilangan hara lahan kering DAS hulu

7 Luaran yang diharapkan

a. JangkaPendek : 1. Satupaket informasi komponen teknologi peningkatan produktivitas lahan kering DAS hulu

2. Satupaket informasi teknologi pengendalian erosi dan kehilangan hara lahan kering DAS hulu

b. JangkaPanjang : 1. Paket teknologi peningkatan produktivitas lahan kering

DAS hulu 2. Paket teknologi pengendalian erosi dan kehilangan hara

lahan kering DAS hulu

8 Outcome : Meningkatnya produktivitas lahan kering pada DAS hulu dapat meningkatkan produksi pangan terutama beras dan pendapatan petani

9 Sasaranakhir : Meningkatnya produktivitas pada sentra lahan keringn DAS hulu sebagai salah satu sumberdaya lahan dalam mendukung produksi pangan terutama beras nasional dan pendapatan petani

10 Lokasipenelitian : Nusa Tenggara Barat

11 Jangkawaktu : 3 tahun, mulai T.A. 2012, berakhir T.A. 2014

12 Sumberdana : DIPA/RKAKL Satker: Balai Penelitian Tanah, T.A. 2012

iv

SUMMARY

1 Title of

RPTP/RDHP : Research to Increase Productivity of Dry Lands on Up-Stream

Watershed Areas on NTB

2 Implementation unit

: Indonesia Soil Research Institute (ISRI) Jl. Ir. H. Juanda No. 98 Bogor 16123

3 Location : West Nusa Tenggara

4 Objective :

a. Short term : 1. To study component technology to increase productivity ofup-stream watershed areas

2. To study component technology to control soil erosion and nutrients lost of up-stream watershed areas

b. Long term : 1. To design technology component to increase productivity of up-stream watershed areas

2. To design technology component to control soil erosion and nutrients lost of up-stream watershed areas

5 Expected output

a. Short term : 1. Information technology componentto increase productivity of up-stream watershed areas

2. Information technology component to control soil erosion and nutrients lost of up-stream watershed areas

b. Long term : 1. Land management technologyto increase productivity of up-stream watershed areas

2. Land management technology to control soil erosion and nutrients lost of up-stream watershed areas

6 Discription of methodology

: - Long-term research, the activitieswill established at rice central producion sites, a long up-stream watershed areas

- Increasing productivity of up-stream watershed areas will be emphsized to the advantages of anorganic, and organic, fertilizers

- Balance fertilization will be estimated by using nutrient balance equation, realized by Follet (1987),

- The organic of N, P, K fertilizers in the soil will be estimated based on PUTS and PUTK analysis, folowed by higher efficiency of nutrients adsorption inorder toward sustainable of rice farming system.

7 Duration : 3Year. F.Y 2012/F.Y.2014

8 Budget/fiscal year : Rp. 215 500 000 (Two hundred and fiveteen million five thousand hundredsrupiahs)

9 Source of budget : DIPA/RKAKL 648680 Indonesia Soil Research Institute (ISRI), Fiscal Year 2012

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang mengkonsumsi beras dalam jumlah

banyak karena jumlah penduduknya yang banyak serta tingginya konsumsi beras per kapita

yaitu sekitar 139,15 kg/kapita/tahun, jauh melebihi rata-rata dunia sekitar 60 kg/kapita

(BPS, 2009) . Hal ini memicu pemerintah untuk terus menerus membuat dan merealisasikan

program peningkatan produksi pangan khususnya beras agar ketersediaan beras selalu lebih

besar dari permintaan. Sepanjang perjalanannya, produksi beras pernah mencapai kondisi

swasembada, bahkan sampai eksport terutama selama dekade 1980 an. Keberhasilan

tersebut bertumpu pada strategi peningkatan produksi dengan pendekatan Revolusi Hijau

pada daerah sentra produksi beras khususnya di Jawa dan Bali. Pendekatan Revolusi Hijau

merupakan pendekatan peningkatan produksi beras yang terdiri dari 5 komponen disebut

Panca Usaha, dimana introduksi varietas unggul produksi tinggi yang respon terhadap pupuk

didukung oleh pemanfaatan keunggulan pupuk anorganik merupakan komponen utama dari

sistem tersebut.

Adanya fenomena alih fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian, ketidak

menentuan kondisi iklim yang cenderung tidak mendukung produksi beras, dan kondisi

lahan pertanian yang sudah mencapai kondisi leveling off menyebabkan peningkatan

produksi beras tidak mampu memenuhi kebutuhan penduduk. Ketidak cukupan produksi

beras mulai terjadi setelah era 1990-an dan pemerintah sering mengambil kebijakan untuk

mengimport beras dari negara tetangga seperti Thailand, Vietnam, dan Kamboja. Menurut

Lakitan (2009) meramalkan bahwa peningkatan produksi pangan terutama beras dimasa

mendatang akan semakin sulit karena berkurangnya lahan subur di sentra produksi melalui

alih fungsi sekitar 110 000 hektar/tahunnya, tenaga kerja di sektor pertanian semakin

langka, dan perubahan iklim kearah kurang mendukung pertanian. Senada dengan hal

tersebut, Menteri Riset dan Teknologi (2011) menyatakan bahwa lahan pertanian pangan

yang subur semakin berkurang luasnya dan diestimasi pada tahun 2011 luasan lahan

tersebut hanya sekitar 18% dan selebihnya merupakan lahan sub-optimal dengan kendala

agronomis beragam seperti miskin unsur hara, terlalu kering, beresiko banjir dan lain-lain.

Terkait dengan usaha peningkatan produksi pangan terutama beras, berdasarkan

permasalahan yang dihadapi saat ini, ada 3 hal yang membutuhkan kontribusi teknologi

yaitu (1) teknologi pengelolaan lahan sub-optimal, (2) teknologi budidaya untuk

memperkecil yield gap, dan (3) teknologi menekan kehilangan hasil (yield loss) (Lakitan,

2009). Lahan kering adalah salah satu jenis lahan sub-optimal, merupakan sumber daya

2

alam yang mempunyai peluang besar untuk dimanfaatkan secara optimal. Areal lahan

kering di Indonesia cukup luas yaitu mencapai 140 juta ha (Hidayat dan Mulyani, 2002).

Menurut BPS (2001), sekitar 56 juta ha lahan kering di Indonesia (di luar Maluku dan Papua)

sudah digunakan untuk pertanian. Untuk memanfaatkan sumber daya tersebut haruslah

berhati-hati karena sebagian besar lahan kering tersebar di daerah aliran sungai (DAS)

bagian hulu yang bentuk wilayahnya berombak sampai berbukit, bahkan sangat curam

dengan curah hujan yang tinggi. Hal ini memicu terjadinya erosi, sehingga mengakibatkan

penurunan produktivitas lahan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pemanfaatan lahan

kering di DAS bagian hulu tidak akan optimal tanpa penerapan teknik konservasi tanah dan

air yang memadai. Selain fisik lingkungan, keadaan sosial ekonomi petani juga merupakan

faktor penyebab terhambatnya pengembangan/pembangunan pertanian di daerah ini.

Konservasi tanah dan air merupakan issue sosial lingkungan (socio-environmental

issue) yang penting karena produksi pertanian tergantung pada ketersediaan lahan

pertanian yang produktif. Erosi bersifat selektif (Arsyad, 2000) dan selektivitas erosi

mengakibatkan tanah yang dibawa oleh aliran permukaan terlebih dahulu adalah bagian

tanah yang halus yaitu liat yang didalamnya mengandung sejumlah unsur hara yang

diperlukan tanaman, sehingga tanah yang sudah mengalami erosi yang lanjut mempunyai

kesuburan tanah yang rendah dan miskin hara. Selain itu bagian tanah yang akan tererosi

terlebih dahulu adalah lapisan permukaan tanah yang paling atas (top soil ) yang banyak

mengandung bahan organik. Bahan organik merupakan sementing agent dalam

pembentukan agregat tanah (Arsyad, 2000) yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap

distribusi ruang pori tanah yang sangat berperan dalam pengendalian kemampuan tanah

memegang air dan ketersediaan air bagi tanaman. Kehilangan lapisan atas (top soil) sangat

mempengaruhi kesuburan, yang dapat menurunkan produksi pangan dan serat (Lal dan

Stewart, 1995 dalam Napier, 2000). Erosi dapat juga menimbulkan kerusakan diluar lokasi

(off-site damage) yang menyumbangkan polusi air, kerusakan habitat alami, kerusakan

sistem transfortasi dan beberapa konsekuensi negatif lainnya terhadap lingkungan (Love Joy

and Navier, 1986 dalam Napier et al., 2000a).

Sementara konsekuensi/akibat negatif dari erosi telah lama diketahui, implementasi

program konservasi tanah untuk mengurangi erosi hanya sukses secara parsial, meskipun

banyak teknologi dan cara telah tercipta untuk mengendalikan erosi. Alasan utama

mengapa erosi dari lahan pertanian dan masalah lingkungan tetap berjalan adalah sifat

enggan dari beberapa penggarap dan pemilik lahan untuk mengadopsi sistem usaha teknik

konservasi pada skala petani (Swanson and Clearfield, 1994 dalam Napier et al., 2000).

3

Agregasi tanah, selain dipengaruhi oleh kandungan bahan organik tanah, juga oleh

adanya aktivitas mikrobiologi di dalam tanah. Dengan demikian untuk meningkatkan

produktivitas di lahan kering terdegradasi, selain teknik konservasi tanah secara mekanik

dan vegetatif, ameliorasi secara biologi juga akan sangat memegang peranan penting dan

salah satu kunci dalam peningkatan produktivitas lahan kering secara berkelanjutan. Oleh

karena itu pemanfaatan pupuk organik dan ameliorasi biologi yang diintegrasikan dengan

teknik konservasi tanah dan air yang efektif dan efisien seharusnya dapat meningkatkan

produktivitas lahan kering secara lestari.

Kondisi lahan kering sub-optimal tersebut memicu untuk merekayasa rakitan

teknologi pengelolaan yang lebih komprehensif, efisien, dan berkelanjutan. Penelitian

pengelolaan unsur hara terpadu dilaporkan mampu memulihkan produktivitas lahan yang

disawahkan yang menurun akibat ketidak seimbangan pemanfaatan pupuk anorganik dan

organik (Adimihardja dan Adiningsih, 2000). Agar produksi padi pada lahan-lahan yang

disawahkan optimal, secara general Balitpa (2004) menganjurkan untuk (1) menggunakan

varietas padi unggul sesuai dengan lingkungan setempat, (2) benih padi bermutu (berlabel),

pengelolaan tanah sempurna, (4) memelihara dan memupuk pesemaian, (5) tanam bibit

muda (umur 15-21 hari), (6) mengatur jarak tanam secara tepat (tegel atau jajar legowo),

(7) pemupukan nitrogen berbasis pendekatan warna daun, pemupukan P dan K berbasis uji

tanah, (8) pengairan genangan atau berselang, (9) mengendalikan hama/penyakit secara

terpadu, (10) pengendalian gulma secara tepat, (11) mengembalikan jerami dan sisa

tanaman ke sawah, dan (12) proses pasca panen yang baik.

Penggunaan mikroba sebagai pupuk hayati dan pemacu tumbuh tanaman atau agen

hayati untuk peningkatan produktivitas tanah-tanaman pada sawah lahan keringn belum

banyak dilakukan. Hal ini berkaitan dengan tingkat efektivitas pemanfaatan pupuk hayati

pada lahan kering dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain: kondisi tanah (biotik dan

abiotik tanah), iklim dan jenis tanaman serta pemakaian pupuk kimia (jenis dan dosis) dan

cara-cara pemberantasan hama/penyakit. Di lain pihak, dengan kemajuan yang sudah

dicapai dalam pemanfaatan pupuk hayati, pemanfaatan pupuk mikroba atau pupuk hayati

diketahui mampu berkontribusi nyata dalam meningkatkan kesuburan tanah yang

disawahkan ataupun lahan kering sehingga dalam perkembangannya konsep pemupukan

terpadu juga mencakup komponen pupuk mikroba. Hal ini memicu untuk menggalakkan

pemanfaatan pupuk hayati pada sawah lahan kering.

Berdasarkan isu-isu tersebut maka dilakukan penelitian peningkatan produktivitas

lahan kering sub optimal yang diusahakan untuk pengembangan tanaman pangan. Paket

4

teknologi pengelolaan lahan kering sub-optimal dan berkelanjutan dengan mengacu kepada

keunggulan pupuk organik dan pupuk hayati merupakan tujuan dari penelitian ini.

1.2. Dasar Pertimbangan

Kebutuhan pangan terutama beras semakin meningkat sejalan dengan peningkatan

jumlah penduduk. Lahan kering sub-optimal merupakan salah satu potensi sumber utama

pangan, produksinya semakin turun karena masalah produktivitas yang menurun terkait

dengan pengelolaan yang kurang memperhatikan kaedah konservasi tanah dan dinamika

keseimbangan unsur hara. Namun demikian, masih ada peluang untuk memulihkan

produktivitas lahan kering sub- optimal melalui rekayasa teknologi pengelolaan lahan

terintegrasi dan berkelanjutan dengan memadukan komponen konservasi tanah,

pemanfaatan ameliorasi, dan pupuk organik yang diperkaya dengan agen hayati

dekomposer.

1.3. Tujuan

Jangka Pendek:

1. Mempelajari komponen teknologi peningkatan produktivitas pada lahan kering DAS hulu

2. Mendapatkan komponen teknologi pengendalian erosi dan kehilangan hara pada lahan

kering DAS hulu

Jangka Panjang:

1. Merekayasa teknologi peningkatan produktivitas pada lahan kering DAS hulu

2. Merekayasa teknologi teknologi pengendalian erosi dan kehilangan hara pada lahan

kering DAS hulu

1.4.Keluaran Yang Diharapkan (tahunan dan jangka panjang)

Jangka Pendek:

1. Paket informasi komponen teknologi peningkatan produktivitas pada lahan kering DAS

hulu

2. Paket informasi komponen teknologi pengendalian erosi dan kehilangan hara pada lahan

kering DAS hulu

Jangka Panjang:

1. Paket informasi teknologi peningkatan produktivitas pada lahan kering DAS hulu

5

2. Paket informasi teknologi pengendalian erosi dan kehilangan hara pada lahan kering DAS

hulu

1.5. Perkiraan manfaat dan dampak dari kegiatan yang dirancang

Aplikasi teknologi konservasi vegetatif dikombinasikan dengan pemupukan

berimbang berbasis kepada kebutuhan tanah-tanaman pada lahan ring DAS hulu yang sub-

optimal akan memperbaiki sifat kimia dan fisika tanah. Perbaikan sifat-sifat tanah ini

diharapkan bisa meningkatkan dan mempertahankan produktivitas lahan kering DAS hulu

yang sub-optimal dan bisa berkontribusi terhadap peningkatan produksi pangan terutama

padi nasional sebagaimana yang telah dicanangkan oleh pemerintah dalam rangka untuk

mendukung program ketahanan pangan nasional. Selain kuantitas, teknologi pemupukan

berimbang dengan memanfaatkan pupuk anorganik dan organik diharapkan bisa

menghasilkan beras yang memenuhi kriteria makanan sehat seiring dengan semakin

meningkatnya tuntutan masyarakat akan pangan yang sehat. Aplikasi pemupulan berimbang

dengan memanfaatkan pupuk organik yang diperkaya dengan agen pengompos bilogi juga

akan merangsang sektor penyedia sarana pemupukan untuk menghasilkan produk-produk

komponen paket teknologi tersebut sehingga menumbuhkan lapangan pekerjaan dan

penyerapan tenaga kerja.

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Kerangka Teoritis

Lahan sub-optimal (LSO) dapat didefinisikan sebagai lahan yang kurang dapat

mendukung berbagai kegiatan terkait dengan produksi pangan karena kekurangan 1 atau

lebih unsur atau komponen pendukungnya seperti: lahan bekas tambang, lahan pasang

surut, lahan rawa, lahan kering masam. Di Indonesia, sebaran lahan sub-optimal didominasi

oleh lahan kering masam dan lahan rawa (lahan pasang surut dan lahan rawa).

Pemanfaatan lahan sub-optimal dapat dilakukan dengan 2 pendekatan yaitu (1) pendekatan

dengan menggunakan varietas/komoditas yang adaptif, dan (2) dengan mengubah kondisi

sub-optimal menjadi optimal (Humas Ristek , 2011).

Lahan kering sub-optimal yang disawahkan, dapat dikategorikan sebagai suatu sistem

tertutup, menyerupai ekosistem hutan dimana energi yang masuk akan dimanfaatkan

sefisien mungkin sehingga sangat sedikit energi yang bocor dan hilang keluar sistem.

Komponen lahan kering yang disawahkan yang sudah mapan meliputi lapisan tapak bajak

yang mencegah perkolasi air bersama unsur hara, penambahan unsur hara dari air irigasi,

pengembalian jerami dan sisa tanaman lainnya, dan adanya pembatas petakan berupa

pematang yang mencegah perembesan air dan unsur hara secara horizontal (seepage).

Interaksi semua komponen dalam sistem sawah mampu mengakumulasi secara efisien

masukkan dari semua komponen tersebut sehingga status kesuburan tanah dan

produktivitas dapat dipertahankan atau berkelanjutan (sustainable). Pada kondisi alaminya,

pemasokkan unsur hara yang terlarut pada air irigasi terutama basa basa seperti K, Ca, dan

Mg, juga hara unsur Si seringkali mampu bahkan melebihi jumlah yang dibutuhkan

tanaman. Selain itu, lahan sawah mampu memasok unsur nitrogen melalui dekomposisi

bahan organik tanah dan fiksasi lewat proses biologi tanah (simbiosis ganggang biru

Anabaena dengan bakteri Azotobacter). Secara kuantitatif, jumlah nitrogen yang bisa dijerap

melalui proses ini berkisar antara 30-40 kg/ha atau setara dengan produksi gabah sebanyak

1,5-2,0 ton/ha.

Pada lahan kering sub-optimal yang disawahkan, aplikasi strategi peningkatan

produksi padi yang bertumpu pada keunggulan pupuk anorganik adalah awal dari proses

terjadinya penurunan produktivitas. Hal ini terjadi sebagai akibat dari (1) pemakaian pupuk

yang tidak berimbang dimana pemberian unsur hara tertentu terutama unsur hara makro N,

P, dan K, dan tidak disertai pemberian unsur hara lainnya, (2) pengurasan unsur hara

terbawa saat panen, sementara bagian tanaman yang tidak dipanen (jerami) tidak

dikembalikan ke sawah, (3) hilang melalui penguapan (untuk N), terikat oleh mineral tanah

(untuk K), serta terikat Al, Fe, Ca ((untuk P), dan (4) penurunan kadar bahan organik tanah

7

(Setyorini et al, 2004). Hasil penelitian Litbang Pertanian (2006) menunjukkan bahwa sekitar

65% dari 7,9 juta hektar lahan sawah di Indonesia memiliki kandungan bahan organik

rendah sampai sangat rendah (C<2%). Diketahui pula bahwa dari luasan lahan sawah

tersebut sekitar 17% berkadar P rendah dan sekitar 12% berkadar K rendah. Senada

dengan temuan tersebut, dugaan lainnya menyatakan bahwa penurunan produktivitas lahan

sawah intensifikasi disebabkan oleh (1) penurunan kuantitas dan kualitas bahan organik

tanah, (2) penurunan kecepatan penyediaan unsur hara terutama N, P, dan K kedalam

bentuk tersedia bagi tanaman, (3) penimbunan senyawa-senyawa toksik bagi tanaman, dan

(4) menurunnya ketersediaan hara di dalam tanah (Toha et al., 2000).

Untuk meningkatkan produktivitas lahan yang kondisinya seperti tersebut, diperlukan

konsep pemupukan yang memadukan kemampuan tanah dalam menyediakan unsur hara

(kadar dan dinamika unsur hara di dalam tanah) dan keperluan tanaman akan unsur hara.

Konsep ini dikenal dengan konsep pemupukan berimbang yaitu pemberian pupuk ke dalam

tanah untuk mencapai status semuan unsur hara esensial seimbang sesuai kebutuhan

tanaman dan optimum untuk: (1) meningkatkan produksi dan mutu hasil tanaman, (2)

meningkatkan efisiensi pemupukan dan kesuburan tanah, dan (3) menghindari pencemaran

lingkungan. Jika unsur hara yang sudah mencapai kadar optimum (statusnya sudah tinggi),

tidak perlu ditambahkan lagi dari luar sistem tanah-tanaman, kecuali sebagai pengganti hara

yang terserap dan terangkut tanaman sewaktu panen (pemberian sebagai pemeliharaan

kadar unsur di dalam tanah). Dengan demikian, pengertian pemupukan berimbang adalah

pemupukan hara yang berimbang dalam tanah, bukan berimbang dam bentuk atau jenis

pupuk (Anonimus, 2003).

Persamaan pemupukan berimbang mengacu pada persamaan yang dikemukakan

oleh Follet et al.(1987). Pemupukan berimbang/keseimbangan hara (RNtn):

tn RNtn = ∑(Apt + AR∆t - RM∆t ‖ L∆t ) t

Dimana:

RNtn = hara (anorganik dan organik) tersisa di dalam tanah pada waktu akhir (tn) Apt = hara (anorganik dan organik) terkandung di dalam tanah pada waktu awal

(t) AR∆t = hara (anorganik dan organik) yang ditambahkan ke dalam tanah dalam

interval waktu ∆t RM∆t = hara (anorganik dan organik) yang dijerap dan diangkut oleh tanaman

dalam interval waktu ∆t L∆t = hara (anorganik dan organik) yang hilang dalam interval waktu ∆t t = waktu awal tn = waktu akhir ∆t = interval waktu (antara t dan tn)

8

Jika nilai yang diperoleh:

(RM∆t ‖ L∆t ) > (Apt + AR∆t ) maka terjadi pengurasan unsur hara dari dalam tanah (RM∆t ‖ L∆t ) < (Apt + AR∆t ) maka terjadi penimbunan unsur hara di dalam tanah Aplikasi pemupukan berimbang tersebut dapat menggunakan pupuk tunggal, pupuk

majemuk atau kombinasi keduanya. Agar jenis dan dosis pupuk yang diberikan ke dalam

tanah sesuai dengan kondisi tanah dan kebutuhan tanaman (spesifik lokasi), diperlukan data

hasil analisa kimia tanah yang dilakukan di laboratorium atau analisa cepat yang dilakukan

langsung dilapangan dengan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) dan Perangkat Uji Tanah

Kering (PUTK). Penggunaan PUTS dan PUTK dapat menentukan status unsur hara N, P, dan

K dengan validititas hasil yang baik (mendekati hasil analisis kimia di laboratorium).

Selain ketepatan jenis pupuk dan dosis yang optimal, penggunaan pupuk organik

dan pupuk hayati (pupuk mikroba) sangat membantu dalam memelihara produktivitas lahan

terdegradasi. Seperti dilaporkan oleh Adiningsih (1984) bahwa pengembalian jerami ke

petakan sawah dapat menunda pemiskinan unsur hara K dan Si. Dengan mengembalikan

jerami padi sebanyak 5 ton/ha/musim dan dilakukan berturut-turut selama 4 musim tanam,

selain dapat mensubstitusi keperluan pupuk K, produksi meningkat melalui perbaikan sifat

kimia (peningkatan kadar C-organik, N, P, K, Mg, Si) dan fisika tanah berupa peningkatan

agregat. Secara kuantitatif, sumbangan unsur hara dari jerami tersebut setara dengan 170

kg K, 160 kg Mg, 200 kg Si, dan 1700 kg C-organik/ha.

Penggunaan mikroba sebagai pupuk hayati dan pemacu tumbuh tanaman atau agen

hayati untuk peningkatan produktivitas tanah-tanaman di lapang dipengaruhi oleh banyak

faktor, antara lain: kondisi tanah (biotik dan abiotik tanah), iklim dan jenis tanaman serta

pemakaian pupuk kimia (jenis dan dosis) dan cara-cara pemberantasan hama/penyakit.

Pemanfaatan pupuk organik Azola pinata sebanyak 2 ton/ha kombinasi kompos jerami padi

dengan dekomposer EM4, dapat meningkatkan produksi padi sawah varietas Cisadane

sampai 12 ton gabah kering panen/ha pada sawah intensifikasi di Sukabumi (Wigena,

2003).

Konversi lahan pertanian yang subur menjadi tempat pemukiman dan bangunan yang

lainnya, mengakibatkan usaha pertanian meluas ke daerah hulu. Keadaan tersebut

mendorong usaha untuk memanfaatkan sumberdaya alam yang ada secara lebih efisien

dengan tetap menjaga kelestariannya melalui pencegahan erosi. Erosi bersifat selektif

(Arsyad, 2000) dan selektivitas erosi mengakibatkan tanah yang dibawa oleh aliran

permukaan terlebih dahulu adalah bagian tanah yang halus yaitu liat yang didalamnya

mengandung sejumlah unsur hara yang diperlukan tanaman, sehingga tanah yang sudah

mengalami erosi yang lanjut mempunyai kesuburan tanah yang rendah dan miskin hara.

9

Selain itu bagian tanah yang akan tererosi terlebih dahulu adalah lapisan permukaan tanah

yang paling atas (top soil) yang banyak mengandung bahan organik. Bahan organik dalam

tanah sangat berperan terutama terhadap sifat fisik tanah. Bahan organik merupakan

sementing agent dalam pembentukan agregat tanah (Arsyad, 2000) yang selanjutnya akan

berpengaruh terhadap distribusi ruang pori tanah yang sangat berperan dalam pengendalian

kemampuan tanah memegang air dan ketersediaan air bagi tanaman.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka pemanfaatan lahan kering di DAS bagian hulu

tidak akan optimal tanpa penerapan teknik konservasi tanah dan air yang memadai. Selain

fisik lingkungan, keadaan sosial ekonomi petani juga merupakan faktor penyebab

terhambatnya pengembangan/pembangunan pertanian di daerah ini. Konservasi tanah dan

air merupakan issue sosial lingkungan (socio-environmental issue) yang penting karena

produksi pertanian tergantung pada ketersediaan lahan pertanian yang produktif.

Kehilangan lapisan atas (top soil) sangat mempengaruhi kesuburan, yang dapat

menurunkan produksi pangan dan serat (Lal dan Stewart, 1995 dalam Napier, 2000). Erosi

dapat juga menimbulkan kerusakan diluar lokasi (off-site damage) yang menyumbangkan

polusi air, kerusakan habitat alami, kerusakan sistem transfortasi dan beberapa konsekuensi

negatif lainnya terhadap lingkungan (Love Joy and Navier, 1986 dalam Napier et al., 2000a).

Agregasi tanah, selain dipengaruhi oleh kandungan bahan organik tanah, juga oleh

adanya aktivitas mikrobiologi di dalam tanah. Dengan demikian untuk meningkatkan

produktivitas di lahan kering terdegradasi, selain teknik konservasi tanah secara mekanik

dan vegetatif, ameliorasi secara biologi juga akan sangat memegang peranan penting dan

salah satu kunci dalam peningkatan produktivitas lahan kering secara berkelanjutan. Oleh

karena itu pemanfaatan pupuk organik dan ameliorasi biologi yang diintegrasikan dengan

teknik konservasi tanah dan air yang efektif dan efisien seharusnya dapat meningkatkan

produktivitas lahan kering secara lestari..

Kombinasi antara pengendalian erosi secara vegetatif dengan pemenuhan kebutuhan

jenis dan dosis pupuk secara optimal bagi tanah-tanaman serta peningkatan efisiensi

pemupukan melalui pemanfaatan bahan organik yang diperkaya dengan agen pengompos

diharapkan dapat meningkatkan dan memelihara produktivitas lahan kering sub-optimal

dalam jangka waktu lama (berkelanjutan). Aplikasi teknologi ini dapat memberdayakan hasil

sampingan/limbah pertanian menjadi sumber pupuk organik dan hayati. Lebih jauh lagi,

keberhasilan aplikasi teknologi ini akan mendukung ketahanan pangan nasional dan

sekaligus meningkatkan pendapatan petani.

10

1.2. Hasil-hasil penelitian

Fenomena penurunan produktivitas lahan kering sub-optimal terjadi tidak saja di

Indonesia, tetapi juga berlangsung di negara-negara lain di Asia, terutama pada lahan

sawah sentra produksi beras dan dikelola secara intensif. Umumnya lahan kering sub-

optimal yang disawahkan diperlakukan dengan pemanfaatan pupuk anorganik, pola tanam

2-3 kali/tahunnya. Faktor utama penyebab penurunnya produktivitas lahan tersebut diduga

terkait erat dengan penurunan bahan organik tanah. Hasil penelitian Litbang Pertanian

(2006) menunjukkan bahwa hampir semua lahan kering di Indonesia memiliki kandungan

bahan organik rendah sampai sangat rendah (C<2%). Senada dengan temuan tersebut,

dugaan lainnya menyatakan bahwa penurunan produktivitas lahan kering yang disawahkan

disebabkan oleh (1) penurunan kuantitas dan kualitas bahan organik tanah, (2) penurunan

kecepatan penyediaan unsur hara terutama N, P, dan K kedalam bentuk tersedia bagi

tanaman, (3) penimbunan senyawa-senyawa toksik bagi tanaman, dan (4) menurunnya

ketersediaan hara di dalam tanah (Toha et al., 2000).

Inisiasi perakitan teknologi peningkatan produktivitas lahan kering yang disawahkan

melalui pemanfaatan ameliorasi tanah, bahan organik dan pupuk hayati dimulai pada

dekade 1990-an. Pengembalian jerami ke petakan sawah dapat menunda pemiskinan unsur

hara K dan Si seperti dilaporkan oleh Adiningsih (1984) dengan mengembalikan jerami padi

sebanyak 5 ton/ha/musim dan dilakukan berturut-turut selama 4 musim tanam, selain

dapat mensubstitusi keperluan pupuk K, produksi meningkat melalui perbaikan sifat kimia

(peningkatan kadar C-organik, N, P, K, Mg, Si) dan fisika tanah berupa peningkatan

agregat. Secara kuantitatif, sumbangan unsur hara dari jerami tersebut setara dengan 170

kg K, 160 kg Mg, 200 kg Si, dan 1700 kg C-organik/ha (Tabel 1).

Tabel 1. Pengaruh Jerami terhadap Kesuburan Kimia dan Fisika Tanah Sawah Latosol di Jawa Barat selama 4 Musim Tanam.

Perlakuan Kesuburan kimia Kesuburan fisika

C-Organik N P K Mg KTK Si Stab Agregat

......... % .......... ........... me/100 gr ........... ppm

Tanpa jerami 2,40 0,28 17 0,13 0,50 18 50 60

5 t jerami/ha/mt 3,90 0,33 18 0,35 0,75 20 150 80

Pemberian jerami sebanyak 5 ton/ha secara berturut-turut selama 6 mjusim tanam

pada tanah sawah Latosol Cicurug, Sukabumi dapat meningkatkan hasil gabah menjadi 7

ton/ha. Selain itu, efisiensi pupuk N dan P juga meningkat. Pada lokasi lainnya, lahan sawah

intensifikasi di Sumatera Barat, dengan pemberian jerami sebanyak 5 ton/ha kombinasi

dengan pupuk N, P, dan K serta dolomit dapat meningkatkan hasil gabah setinggi 40% atau

11

setara dengan 1,7 ton gabah/ha. Sedangkan pengembalian jerami yang dikombinasikan

dengan 5 ton pupuk kandang/ha bisa meningkatkan hasil padi sebanyak 1,0 ton/ha

(Adiningsih, 1986).

Pemanfaatan bahan organik berupa tanaman leguminosa yang berkemampuan

memfiksasi N udara seperti Crotalaria juncea, Azolla mycrophyla, dan Sesbania rostrata pada

lahan sawah menunjukkan peningkatan hasil padi yang nyata. Pembenaman Sesbania

rostrata (berumur 45 hari) yang tahan genangan dan membentuk bintil pada batangnya

dapat menyumbangkan biomas sekitar 12,5 ton/ha setara dengan 75 kg N/ha atau

mensubstitusi lebih dari 50% takaran anjuran Urea (Adiningsih, 1988). Demikian pulan

dengan Azolla mycrophyla yang ditumbuhkan bersama-sama padi sawah dan dibenamkam

secara berkala dapat menyumbangkan sekitar 40 ton/ha biomas yang setara dengan 60 kg

N/ha serta meningkatkan KTK dan C-organik tanah (Prihatini dan Komariah, 1988).

Penggunaan pupuk hayati yang sedang berkembang di sektor pertanian berupa

mikroba penambat nitrogen, pelarut fosfat, dan bioaktivator jerami. Substansi yang

dihasilkan oleh campuran bakteri penambat nitrogen dapat memicu pertumbuhan tanaman

akar tanaman padi (Saraswati et al., 1992). Bakteri diazotrop yang berasosiasi dengan

tanaman padi melalui penambatan nitrogen dapat memperbaiki nutrisi N, produksi

fitohormon, merubah fisiologi dan morfologi akar sehingga bisa meningkatkan biomasa akar

dan lebih banyak mengekploatasi volume tanah, meningkatkan serapan hara, pertumbuhan

dan produksi tanaman (Bastian et al.,1998).

Hasil penelitian Purwani et al., (2008) pada pengomposan pupuk kandang sapi

dengan menggunakan aktivator biodekomposer MDec dalam waktu 3 minggu meningkatkan

status hara K kompos dari 0,84% menjadi 3,51% dibandingkan pupuk kandang sapi yang

ditumpuk oleh petani selama 3-6 bulan kadar hara K mencapai 2,56%. Sementara hasil

penelitian Mulyadi (2008), pengomposan jerami meningkatkan kandungan P, Ca, Mg total

dan P, K, Ca, Mg larut air (Tabel 2). Penggunaan Trichoderma dan bakteri pada

pengomposan dapat meningkatkan kandungan hara kompos P2O5 dan K2O (Tabel 3)

12

Tabel 2. Sifat kimia jerami yang tidak dikomposkan dan yang dikomposkan

No. Karakteristik Kandungan Hara (%)

Jerami tidak dikomposkan Jerami dikomposkan

1 C-organik 49,07 42,51

2 N-total 1,10 2,80

3 C/N 44 15

4 P-total 0,26 0,36

5 K-total 1,30 1,30

6 Ca-total 0,24 0,81

7 Mg-total 0,06 0,18

8 P-larut air 0,04 0,07

9 K- larut air 0,53 1,04

10 Ca- larut air 0,03 0,10

11 Mg- larut air 0,03 0,06

Sumber : Mulyadi, 2008

Tabel 3. Kandungan hara N, P dan K pada formula kompos

Perlakuan pH N P

2O

5 K

2O

……..%.........

1. Pk+Agr+AS 8.40 1.23 0.12 1.26

2. Pk+Tith+AS 8.32 1.56 0.29 1.24

3. Pk+Agr+AS+Trich 8.42 1.41 0.51 1.58

4. Pk+Agr+AS+Bakt 8.64 1.56 1.57 1.52

5. Pk+Tith+AS+Trich 8.45 1.46 0.81 1.19

6. Pk+Tith+AS+Bakt 8.51 1.57 1.58 1.15

7. Pk+Agr+AS+Trich+Bakt 8.28 1.38 1.58 0.96

8. Pk+Tith+AS+Trich+Bakt 8.43 1.46 1.35 1.56

Keterangan : kotoran kambing (Pk), Agr (Ageratum conyzoides, Tith (Tithonia diversifolia), AS (ampas sagu), Trich (Trichoderma sp), Bakt (bakteri)

Sumber : Bintoro et al. 2010

Pemberian mikroba perombak bahan organik dapat mempercepat proses

pengomposan. Secara alamiah, pengoposan jerami padi memerlukan waktu 1 bulan, dengan

mikroba dapat dipercepat menjadi 12 hari untuk mencapai C/N rasio 16,85. Aplikasi jerami

yang diberi perombak bahan organik pelarut P dan Zn mampu meningkatkan bobot beras

sekitar 26-36% (Tabel 4)

13

Tabel 4. Hasil Padi Sawah di Desa Sukarahayu, Bekasi yang Diberi Biokompos Jerami Pelarut Fosfat dan Zn.

Perlakuan Jmlh malai/rpn Bobot jerami Bobot gabah Bobot beras

... batang ... ......................... kg/ha ..........................

Kontrol 44,5 cd 4686 d 4029 e 3130 d

Biokompos 44,00 d 5825 bc 4954 cd 3954 bc

Biokompos + Zn 59,25 a 7064 a 5133 bcd 4262 b

Pupuk mikroba pelarut P+Zn 56,75 ab 6910 ab 5845 ab 4583 ab

Keterangan: Biokompos (3 t/ha), Zn (5 kg/ha), mikroba pelarut P (200 gram/ha) Sumber: Saraswati, dkk., 2001, tidak dipublikasi.

Beberapa tahun terakhir telah digunakan kompos yang diperkaya dengan mikroba,

penggunaan kompos jerami sebanya 2 ton/ha yang diperkaya dengan mikroba penambat N

dan pelarut fosfat dengan pemberian pupuk dosis ½ NPK-rekomendasi atau setara urea 125

kg/ha, SP-36 50 kg/ha, dan KCl 50 kg/ha dapat meningkatkan tinggi, jumlah anakan, dan

bobot kering tanaman padi var. Inpari 13 (Santosa, 2011)

Penerapan sistem usahatani konservasi sangat efektif dalam mengendalikan erosi.

Efektivitas pengendalian erosi rata-rata tergantung pada curah hujan, kemiringan lahan,

jenis tanah dan jenis teknik konservasi yang diterapkan, serta lama setelah

pembuatan/penerapan (Haryati et al., 1995). Peningkatan produksi dan pendapatan rata-

rata dapat dicapai setelah 2 sampai 6 tahun setelah pembuatan tergantung sistem usahatani

yang diterapkan (Haryati, 2000).

Untuk meningkatkan dan mempertahankan produktivitas lahan kering, pemanfaatan

pupuk organik sisa panen ataupun sumber lainnya yang diperkaya dengan bahan

dekomposer sudah semakin sering dipakai petani. Hal ini berkaitan dengan fenomena

penghematan pupuk anorganik, peningkatan nilai tambah limbah/sisa panen pertanian, dan

meningkatnya kualitas bahan organik yang diberi perlakuan dekomposer. Teknik

pengomposan dengan berbagai mikroba dekomposer menghasilkan karakteristik kompos

yang yang lebih berkualiatas dibandingkan dengan tanpa dekomposer, tetapi kualitasnya

tidak berbeda antara dekomposer yang diujikan baik dekomposer introduksi maupun lokal

(Tabel 5). Namun demikian tidak ada jaminan bahwa karakteristik kompos yang dihasilkan

dengan penggunaan mikroba dekomposer lokal akan tetap sama hasilnya dengan

penggunaan berikutnya karena kandungan dan komposisi mikroba dekomposer lokal dapat

berubah (tidak murni) (Husen, dan Irawan, 2008). Hal ini merupakan salah satu kelemahan

dari mikroba dekomposer lokal dan diperlukan solusi berupa teknik pemurnian biakan

mikroba lokal agar kemurnaiannya bisa dijamin untuk pemanfaatan secara berkelanjutan.

14

Jika kondisi ini bisa dicapai maka sumbangsih terhadap pengembangan pupuk hayati

denghan mikroba lokal akan menjadi sangat nyata dalam meningkatkan dan memelihara

produktivtas lahan pertanian yang sebarannya sangat luas.

Tabel 5. Sifat kimia kompos jerami yang dikomposkan dengan berbagai mikroba dekomposer setelah 35 hari masa pengomposan

No Jenis kompos pH- H2O C N C/N P2O5 K2O KTK

..... % ..... ........... Cmol/kg ...............

1 Kompos MDec 8,8 21,79 1,45 15 0,44 1,97 153,64

2 Kompos Orgadec 8,8 19,61 2,02 10 0,49 2,95 116,78

3 Kompos EM4 8,4 16,03 1,03 16 0,41 1,91 80,37

4 Kompos probion 8,4 18,05 1,70 11 0,53 2,10 102,37

5 Kompos MOL papaya 8,6 20,46 1,92 11 0,56 2,63 110,56

6 Kompos MOL bambu 8,6 17,41 1,57 11 0,66 2,81 91,55

Sumber : Husen dan Irawan (2008)

Penelitian lapang, dengan pemberian kompos rasah jagung dan pupuk kandang

dengan menggunakan MDec meningkatkan secara nyata hasil padi gogo di lahan kering

masam Ultisol, Negara Ratu Lampung (Purwani et al. 2006). Hasil padi gogo pada perlakuan

serasah jagung+pupuk kandang sebesar 1,93 t/ha, sedangkan hasil padi gogo pada

perlakuan serasah jagung+pupuk kandang yang dikomposkan sebesar 2,41 t/ha. Namun

demikian, tingkat produksi ini sudah meningkat nyata dibandingkan dengan pemanfaatan

pupuk N, P, dan K yang bersumber sebagai pupuk anorganik dengan hasil bobot gabah

seberat 1,73 ton/ha (Tabel 6).

Pemberian kompos jerami M-DEC setara 2 ton/ha dan tanpa pupuk kimia pada

tanaman padi gogo varietas Cirata di tanah masam di rumah kaca menghasilkan jumlah

gabah/malai, persentase gabah isi, bobot gabah bersih, bobot beras setara dengan

perlakuan ½ dosis rekomendasi pupuk NPK (100 kg/ha Urea+50 kg/ha SP36+50 kg/ha

KCl)+Bio Nutrient. Aplikasi Nodulin dengan pemupukan (tanpa Urea+50 kg/ha SP36+37,5

kg/ha KCl) dan kompos jerami M-DEC dan pestisida hayati BiRegNPS (108 JI/l air/1000 m2)

pada kedelai di lahan kering masam, Tegingeneng Lampung meningkatkan hasil kedelai

sekitar 13% dibandingkan dengan perlakuan pupuk rekomendasi (50 kg/ha Urea+100 kg/ha

SP36+75 kg/ha KCl)+pestisida kimia. Hal ini menunjukkan bahwa Nodulin, BioReg NPS dan

kompos jerami M-DEC dapat menekan penggunaan pupuk Urea hingga 100%, SP36 dan KCl

masing-masing sebesar 50% serta pestisida kimia di Tegineneng, Lampung. Pemberian

BioRegNPS mampu meningkatkan jumlah polong yang sehat dan menurunkan jumlah

polong rusak yang disebabkan oleh penggerek polong kedelai.

15

Tabel 6. Pengaruh Aplikasi Kompos Jagung dengan Dekomposer M-DEC terhadap Hasil Gabah dan Peningkatan Hasil Gabah di Lahan Kering Masam pada Ultisols Negara Ratu, Lampung.

No Perlakuan Bobot gabah isi

(t/ha)

Peningkatan hasil

gabah

(%)

1 200kg Urea,250kg SP36, 150kg KCl/ha 1,73 a 100

2 100kg Urea,125kg SP36, 75kg KCl/ha+

Biophos+5t/haPBO+BioRegNPS

1,89 b 109,2

3 100kg Urea,125kg SP36, 75kg KCl/ha+

Biophos+5t/haPBOplus+BioRegNPS

2,65 b 153,18

4 100kg Urea,125kg SP36, 75kg KCl/ha+

Biophos+2,5t/haPBO+BioRegNPS

1,82 a 105,20

5 100kg Urea,125kg SP36, 75kg KCl/ha+

Biophos+2,5t/haPBOplus+BioRegNPS

2,41 b 139,31

6 100kg Urea,125kg SP36, 75kg KCl/ha+

Biophos+2,5t/ha serasah jagung+ pupuk kandang

1,93 a 111,6

Sumber : Purwani et al. 2006 Keterangan : PBO : kompos serasah jagung +pupuk kandang tidak menggunakan bioaktivator

PBOplus, kompos serasah jagung+pupuk kandamg dengan menggunakan bioaktivator MDec BioRegNPS : pestisida hayati, penggunaannya dengan cara disemprotkan

Dari hasil kajian lapang tahun 2006 beberapa varietas jagung DK-3, P12, dan P11 di

Desa Sidowaras, Kecamatan Bumiratu Nuban, Kabupaten Lampung Tengah pemberian

pupuk hayati-pupuk organik (tanpa Urea+ ½ rekomendasi P dan K) tidak menunjukkan

perbedaan nyata dibandingkan pemberian pupuk kimia dosis rekomendasi. Pada beberapa

varietas kedelai (Kipas Putih, Sinabung, Kaba dan Anjasmoro) di Desa Buminabung Ilir,

Kecamatan Buminabung, Lampung Tengah hasil kedelai dengan pemberian pupuk hayati-

pupuk organik (tanpa Urea, ½ rekomendasi P dan K) tidak berbeda nyata dengan perlakuan

pupuk kimia dosis rekomendasi tetapi antara jenis pupuk kandang menunjukkan perbedaan

nyata (Saraswati et al. 2008)

Penerapan sistem usahatani konservasi sangat efektif dalam mengendalikan erosi.

Efektivitas pengendalian erosi rata-rata tergantung pada curah hujan, kemiringan lahan,

jenis tanah dan jenis teknik konservasi yang diterapkan, serta lama setelah

pembuatan/penerapan (Haryati et al., 1995). Peningkatan produksi dan pendapatan rata-

rata dapat dicapai setelah 2 sampai 6 tahun setelah pembuatan tergantung sistem usahatani

yang diterapkan (Haryati, 2000)

16

III. METODOLOGI / PROSEDUR 3.1. Pendekatan

Penelitian ini merupakan penelitian jangka panjang, dimulai T.A 2012 dan berakhir

T.A 2015, yang meliputi salah satu wilayah Derah Aliran Sungai (DAS) daerah hulu di

Provinsi Nusa Tenggara. Pada T.A 2012, penelitian dilakukan pada bagian sub-zona DAS

yang mewakili agroekosistem lahan kering sub-optimal. Lokasi penelitian pada kedua

agroekosi stem terpilih haruslah merupakan satu kesatuan toposequent di dalam sub-DAS

tersebut, sehingga ada hubungan sifat-sifat tanah baik secara kimia maupun fisika.

Perakitan teknologi pengelolaan lahan kering sub-optimal berbasis pada konsep

pengendalian erosi secara vegetatif dan pemupukan berimbang untuk mencapai jenis dan

dosis unsur hara yang optimum di dalam tanah dan kebutuhan tanaman. Agar

produktivitasnya berkelanjutan, kondisi unsur hara yang berada dalam kondisi optimum

diikuti dengan efisiensi pemupukan yang tinggi dengan mengandalkan keunggulan pupuk

organik yang diperkaya agen pengompos. Dengan demikian, teknologi yang dirakit akan

menggunakan pupuk anorganik, pupuk organik, dan dekomposer. Dosis pupuk N, P, K yang

optimum berlandaskan hasil analisis PUTS dan PUTK, disertai dengan cross cheking dengan

hasil analisa tanah di laboratorium.

Penelitian akan dilaksanakan bertahap, yang diawali dengan kegiatan pemilihan

lokasi. Pada kegiatan ini akan ditentukan lokasi penelitian yang merupakan bagian dari

suatu sub-DAS yang terdiri dari lahan kering bagian hulu. Lokasi penelitian pada sub-zona

tersebut haruslah merupakan satu kesatuan toposequent di dalam sub-DAS tersebut,

sehingga ada keterkaitan antara bagian lereng atas berupa lahan tadah hujan dan berlereng

dengan lereng bawah yang disawahkan, baik secara agroekologi maupun agroekosistem.

Studi karakteristik lokasi penelitian dengan melakukan analisis agroekosistem dengan

memakai metoda rapid rural appraisal (RRA) atau participatory rural appraisal (PRA).

Tahapan ini dilakukan untuk mengetahui rona awal lokasi penelitian baik dalam hal

sumberdaya alamnya (SDA) maupun sumberdaya manusianya (SDM). Dilakukan juga

pengambilan contoh tanah komposit untuk analisis kimia, ring sample untuk analisis fisika,

dan contoh tanah untuk analisis biologi. Khusus untuk analisa biologi, kegiatan lebih

difokuskan untuk memperoleh strain mikroba (bakteri, cendawan, dll.) yang lokal, dibiakkan

di laboratorium, kemudian dijadikan mikroba perombak bahan organik. Pada tahapan ini

juga dilakukan merancang paket teknologi yang akan diimplementasikan di dalam penelitian

ini.

17

Pelaksanaan penelitian lapang yang terdiri dari 2 kegiatan yaitu :

1. Penelitian peningkatan produktivitas pada lahan kering DAS hulu disawahkan

2. Penelitian peningkatan produktivitas lahan kering DAS hulu melalui pengendalian erosi

dan kehilangan hara

3.2. Ruang Lingkup Kegiatan

Penelitian ini merupakan penelitian jangka panjang, dimulai T.A 2012 dan berakhir

T.A 2015, yang meliputi salah satu wilayah Derah Aliran Sungai (DAS) di Provinsi

NusaTenggara Barat. Pada T.A 2012, penelitian dilakukan pada bagian sub-zona DAS bagian

hulu yang mewakili agroekosistem lahan kering sub-optimal, dimana lereng atas merupakan

lahan kering tadah hujan dan lereng bawah merupakan sawah lahan kering. Lokasi

penelitian pada kedua agroekosistem terpilih haruslah merupakan satu kesatuan

toposequent di dalam sub-zone DAS tersebut, sehingga ada hubungan sifat-sifat tanah baik

secara kimia maupun fisika. Penelitian ini terdiri dari 2 kegiatan lapang yaitu Penelitian

Peningkatan Produktivitas Lahan Kering DAS Hulu yang Disawahkan Melalui Pemanfaatan

Pupuk Anorganik dan Pupuk Organik, dan Penelitian Peningkatan Produktivitas Lahan

Kering Melalui Teknologi Konservasi Tanah dan Air Vegetatf di DAS Hulu. Sebelum kegiatan

lapangan tersebut dilaksanakan, dilakukan kegiatan pendahuluan yaitu:

1. karakteristik lokasi penelitian dengan melakukan analisis agroekosistem memakai metoda

rapid rural appraisal (RRA) atau participatory rural appraisal (PRA). Tahapan ini

dilakukan untuk mengetahui rona awal lokasi penelitian baik dalam hal sumberdaya

alamnya (SDA) maupun sumberdaya manusianya (SDM).

2. Pengambilan contoh tanah komposit untuk analisis kimia, ring sample untuk analisis

fisika, dan contoh tanah untuk analisis biologi. Khusus untuk analisa biologi, kegiatan

lebih difokuskan untuk memperoleh strain mikroba (bakteri, cendawan, dll.) yang lokal,

dibiakkan di laboratorium, kemudian dijadikan mikroba perombak bahan organik.

3. Analisis status unsur hara makro (N, P, K) dengan PUTK untuk menentukan dosis pupuk

N, P, dan K.

Selama penelitian berlangsung, dilakukan rekaman data yang mewakili pertumbuhan

vegetatif dan generatif tanaman, komponen hasil tanaman, penelusuran sifat kimia dan

fisika tanah, produksi tanaman, dan analisis finansial untuk mengetahui tingkat efisiensi

ekonomi dari rakitan teknologi pengelolaan lahan sawah dan lahan kering yang intensif.

Sesudah penelitian lapang dilakukan, dilaksanakan wawancara dengan kelompok tani di

sekitar lokasi penelitian untuk mengetahui respon petani dan menjajaki adanya pilihan

teknologi oleh petani yang merupakan kombinasi dari teknologi yang diuji.

18

3.3. Bahan dan Metode Penelitian

3.3.1. Bahan Penelitian

Untuk melaksanakan semua kegiatan dapam penelitian ini diperlukan bahan-bahan

berupa bahan penelitian pokok maupun bahan penunjang penelitian. Bahan pokok penelitian

meliputi bahan kimia untuk analisis sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sarana produksi

seperti benih/bibit, pupuk anorganik, organik, dan agen pengompos. Bahan penunjang

penelitian meliputi alat tulis (flash disk, tinta komputer, kertas HVS, ball point, pointer,

penggaris, spidol kecil/besar, dll.), alat bantu pengukuran parameter yang diukur baik di

laboratorium, di rumah kaca, dan di lapangan seperti: bahan dan alat pengidentifikasi plot,

papan nama, lembar plastik/karet pembatas plot, bak penampung erosi dan aliran

permukaan, ember, penangkar hujan (Ombrometer), gelas ukur, timbangan, kantong

plastik, karung dan lainnya.

3.3.2. Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

Kegiatan ini berupa karakterisasi lokasi penelitian untuk mengetahui karakteristik

tanah dan sumberdaya manusia (petani). Terkait dengan karakteristik lahan, diestimasi

sifat-sifat kimia, fisika, dan biologi tanah dengan pengambilan contoh tanah komposit serta

analisis status hara N, P, dan K dengan PUTK, ring sample, dan contoh tanah biologi yang

mewakili lokasi penelitian. Sifat-sifat kimia dan fisika serta status unsur hara di dalam tanah

dijadikan acuan untuk penentuan jenis dan dosis pupuk dalam mengoptimalkan kadar unsur

hara didalam tanah. Analisis biologi tanah dilakukan untuk memperoleh jenis mikroba

pengompos jerami/pupuk kandang atau bahan pupuk organik lainnya yang existing di lokasi

penelitian, dibiakkan, kemudian dijadikan salah satu perlakuan pupuk mikroba/dekomposer

pembanding terhadap perlakuan pupuk mikroba/dekomposer introduksi. Hal ini

berdasarkan pada penelitian sebelumnya dimana pupuk mikroba/dekomposer existing lebih

efektif dalam menjalankan fungsinya di lapangan sehingga memberikan kontribusi lebih baik

dibandingkan dengan mikroba/dekomposer introduksi.

Karakteristik petani diestimasi melalui kegiatan rapid rural appraisal

(RRA)/participatory rural appraisal (PRA). Metode ini dilakukan untuk memperoleh lebih

banyak informasi aspek teknis, ekonomi, dan sosial pengelolaan lahan lahan kering sub-

optimal yang sudah dilakukan petani. Informasi tersebut kemudian dikelompokkan sebagai

kendala dan peluang dalam perakitan dan aplikasi teknologi introduksi pengelolaan lahan

sawah/lahan kering di lokasi penelitian. Penggalian informasi pengelolaan lahan kering sub-

19

optimal yang sudah diterapkan maupun yang ingin diterapkan dilakukan melalui wawancara

dengan petani. Responden yang dipilih jumlahnya masing-masing sekitar 20-30 petani yang

mewakili kelompok tani lahan sawah/lahan kering di lokasi penelitian. Pemilihan petani

dilakukan dengan multi stages random sampling, sedangkan wawancara dilakukan dengan

metode Focus Group Discussion (FGD), tanpa kuesioner terstruktur, dengan topik yang

disesuaikan dengan keinginan responden.

Penelitian Peningkatan Produktivitas pada Lahan Kering DAS Hulu Disawahkan

Kegiatan penelitian ini menggunakan rancangan percobaan petak terbagi terpisah

(Split split Plot Design) dengan 3 ulangan. Adapun perlakuannya adalah :

Main- Plot : tanpa konservasi vegetatif (K-0) dan perlakuan konservasi vegetatif (K-1)

Sub-plot: kombinasi 3 tingkat masukkan pupuk N, P, dan K:

0,5 dosis N, P, K PUTS (NPK-1), 1 kali dosis N, P, K PUTS (NPK-2) dan 1,5 kali dosis N, P,

K PUTS (NPK-3)

Sub-sub plot: 3 jenis pupuk organik:

tanpa pupuk organik (PO-0), pupuk kandang + M-DEC (P-1), dan jerami + M-DEC (PO-2)

Pupuk organik diberikan sebanyak 5 ton/ha, pupuk anorganik (N, P, dan K) diberikan

berdasarkan hasil analisis PUTS. Plot percobaan berukuran 5 m x 6 m dengan menggunakan

tanaman indikator padi sawah irigasi yang sesuai dengan kondisi di lokasi penelitian dan

disukai petani.

Variabel yang diamati

Variabel yang diamati dalam kegiatan penelitian ini antara lain :

Pertumbuhan tanaman vegetatif (tinggi tanaman)

Pertumbuhan tanaman generatif (jumlah anakan produktif, panjang malai)

Hasil tanaman (Berat gabah kering panen dan kering giling, berat jerami kering panen

dan kering )

Sifat fisik tanah (BD, Kadar air, distribusi ruang pori, agregasi tanah)

Sifat kimia tanah (analisis sifat kimia rutin)

Aktivitas mikroba tanah (enzim dehidrogenase, respirasi tanah)

Total populasi mikroba (fungi, bakteri)

20

Penelitian Peningkatan Produktivitas Lahan Kering DAS Hulu Melalui Pengendalian Erosi dan Kehilangan Hara Kegiatan penelitian ini menggunakan rancangan percobaan acak kelompok (RAK)

(Randomized Block Design) dengan 3 ulangan. Adapun perlakuannya adalah :

1. Kontrol (cara petani ) (V-0)

2. Cara petani + strip rumput lokal di tampingan (V-1)

3. Cara petani + strip rumput lokal di tampingan + mulsa vertikal (V-2)

4. Rumput raja dibibir teras + strip rumput lokal di tampingan (V-3)

5. Rumput raja dibibir teras + strip rumput lokal di tampingan + mulsa vertikal (V-4)

Cara petani adalah teknik konservasi existing (yang biasa dilakukan petani

setempat), yaitu lahan kering yang sudah di teras bangku, namun masih belum sempurna.

Oleh karena itu perlu penyempurnaan dengan cara menanam tanaman penguat teras pada

bibir dan tampingan terasnya. Strip rumput pada perlakuan V-1 s/d V-4 adalah teknik

konservasi vegetatif dengan cara menanam rumput di dalam strip, sejajar / menurut garis

kontur pada tampingan teras. Rumput yang digunakan adalah rumput lokal yang banyak

tumbuh di lokasi setempat. Rumput raja ditanam dibibir teras sebagai penguat teras dan

juga sebagai sumber pakan . Mulsa vertikal adalah rorak yang diberi mulsa sisa tanaman.

Untuk semua perlakuan, dilakukan pemupukan berimbang yaitu pemupukan yang

digunakan untuk tanaman utama yang sesuai dengan pupuk rekomendasi dan atau sesuai

dengan hasil uji tanah dan kebutuhan tanaman, sehingga tidak terjadi pemborosan unsur

hara atau pemberian pupuk yang berlebihan. Selain itu, diberikan pupuk kandang sebanyak

5 t/ha pada semua perlakuan kecuali pada perlakuan kontrol (V-0).

Plot percobaan berukuran 5 m x 20 m dengan menggunakan tanaman indikator padi

gogo yang menggunakan pupuk dasar sesuai dengan rekomendasi setempat. Pada setiap

plot percobaan dipasang soil collector untuk mengukur erosi dan aliran permukaan.

Variabel yang diamati

Variabel yang diamati dalam kegiatan penelitian ini antara lain :

Erosi dan aliran permukaan

Hara yang hilang lewat aliran permukaan

Pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman)

Hasil tanaman (Berat gabah kering giling, berat jerami kering lapang)

Sifat fisik tanah (BD, Kadar air, distribusi ruang pori, agregasi tanah)

Sifat kimia tanah (C-organik, C/N, P dan K tersedia, KTK)

Aktivitas mikroba tanah (enzim dehidrogenase, respirasi tanah)

Total populasi mikroba (fungi, bakteri)

21

3.4. Analisis Resiko

Penelitian akan dilaksanakan pada T.A 2012, yang meliputi kegiatan pendahuluan

(persiapan proposal, persiapan bahan/materi sarana produksi, perbanyakan benih/bibit) dan

kegiatan lapang. Dalam pelaksanaan kegiatan penelitian terdapat resiko yang harus

ditanggung atau setidaknya dapat diantisipasi untuk meminimalkan kondisi-kondisi yang

tidak diinginkan selama penelitian berlangsung. Bila percobaan dilakukan di lahan kering

tadah hujan berpeluang terjadi kekeringan dan bila pelaksanaan percobaan menunggu

hujan agar dapat mendukung pertumbuhan tanaman yang optimal berakibat pelaksanaan

penelitian melewati tahun anggaran yang ditentukan (Tabel 9). Solusi lainnya adalah

dengan melakukan pompanisasi untuk mengairi tanaman (Tabel 10). Jika ada serangan

wabah hama penyakit yang cukup tinggi yang menimbulkan penurunan produksi atau

bahkan kegagalan panen diantisipasi dengan konpensasi hasil ke petani setara dengan hasil

yang normal. Berdasarkan hal diatas maka perlu dilakukan antisipasi dengan win-win

solution agar pertanggungjawaban kegiatan penelitian dan keuangan dapat disesuaikan

dengan ketentuan yang berlaku.

Tabel 9. Daftar Risiko pada Penelitian dan Peningkatan Produktivitas Lahan Kering Sub-

Optimal di Nusa Tenggara Barat

No Risiko Penyebab Dampak 1. Kekeringan Curah hujan dibawah normal Tanaman kekurangan air,

produksi dibawah normal,

pelaksanaan penelitian melewati tahun berjalan.

2. Kebanjiran Curah hujan diatas normal Erosi berlebihan, teras vegetatif

rusak, produksi dibawah normal

3. Serangan hama/penyakit Cuaca kondusif untuk perkembangan hama/penyakit

Pertumbuhan tanaman terganggu, Produksi dibawah

normal

4. Ketersediaan pupuk organik tidak tepat waktu

Bahan pupuk organik tidak lancar

Aplikasi pupuk organik tertunda

Tabel 10. Daftar Penanganan Risiko pada Penelitian dan Peningkatan Produktivitas Lahan

Kering Sub-Optimal di Nusa Tenggara Barat

No Risiko Penyebab Penangnan risiko 1. Kekeringan Curah hujan dibawah

normal Menunda kegiatan sampai hujan normal, negosiasi kompensasi hasil dengan petani

2. Kebanjiran Curah hujan diatas

normal

Rehabilitasi teras lebih intensif, negosiasi

kompensasi hasil dengan petani

3. Serangan

hama/penyakit

Cuaca kondusif untuk

perkembangan

hama/penyakit

Pengendalian hama/penyakit lebih intensif,

negosiasi kompensasi hasil dengan petani

4. Ketersediaan

pupuk organik

tidak tepat waktu

Bahan pupuk organik

tidak lancar

Pengadaan bahan pupuk organik dari lokasi

lain

22

IV. TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANA

4.1.Tenaga yang terlibat dalam kegiatan

Nama lengkap, Gelar dan

NIP Jabatan Kedudukan

dalam

kegiatan

Alokasi waktu (OB) Fungsional Struktural

Dr. I G Putu Wigena 19581231 198703 1 004

Peneliti Madya - 6

Dr. Umi Haryati

19601017 198903 2 001

Peneliti Madya - 3

Ir. Deddy Erfandi

19580821 198803 1 001

Peneliti Madya - 3

Ir, Jati Purwani 19620304 199203 2 001

Peneliti Muda - 3

Imam Purwanto SP

19590910 198203 1003

- - 3

Husein Suganda, S.Si,MSc

NIP.19550605 197901 1001

- - 3

Dr. Sukristyonubowo, MSc NIP.19591201 198503 1003

Peneliti Madya - - 3

Dr. I G Made Subiksa

NIP.19600825 198803 1002

Peneliti Madya - - 3

Yanti Indrianti

NIP.19771025 200812 2001

- - - 3

Mangsur NIP.19691210 200604 1016

- - - 3

Ir. Tagus Vadari

NIP.19591005 198903 1001

- - - 3

Udin Hasanuddin, SP

NIP.19561212 198101 1002

- - - 3

Suwandi, Sp. 19610721 198503 1002

- - 3

Ir. Yoyo Soelaeman,MS

19540201 198203 1 001

APU - Narasumber 2

1.2. Jangka waktu kegiatan (Jadwal palang)

Kegiatan 2012

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1. Persiapan x X x

2. Pelaksanaan x x x x x x x x x

3. Analisis data x x x

4. Penyusunan laporan x x

23

1.3. Pembiayaan x Rp. 1.000,-

Sub. Pengeluaran Triwulan Total

I II III IV

Belanja Bahan (521211) 8.600 21.600 10.200 13.000 53.400

Honor terkait dengan output kegiatan

(521213)

9.475 14.375 17.300 14.200 55 350

Belanja sewa (522141) 1.350 2.700 1.350 1.350 6 750

Belanja perjalanan lainnya (524119) 15.600 34.400 15.600 34.400 100 000

Jumlah 35.025 73.075 44.450 62.950 215 500

24

V. DAFTAR PUSTAKA

Adimihardja, A. And J Sri Adiningsih. 2000. Indonesia’s Lowland Rice Production and its Fertility Management. International Workshop on Improving Soil Fertility Management in South East Asia, Bogor, Indonesia:21-23. November 2000 (Unpublished).

Adiningsih,J. 1984. Pengaruh Beberapa Faktor terhadap Penyediaan Kalium Tanah Sawah

Daerah Sukabumi dan Bogor. Disertasi Doktor pada Fakultas Pascasarjana IPB. Adiningsih, J. Dan S. Rochayati. 1986. Peranan Bahan Organik dalam Meningkatkan Efisiensi

Penggunaan Pupuk dan Produktivitas Tanah. Dalam Pros. Lokakarya Nasional Pengunaan Pupuk, Cipayung, Nopember 1987. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Hal. 16-17. Bogor.

Adinigsih, J., M. Sudjadi, S. Rochayati. 1988. Organic Matter Management to Increase

Fertilizers Efficiency and Productivity. Proc. of The ESCAP/FAO-TCDC Regional Seminar the Use of Recycled Organic Matter, Chengdu, China, 4-14 May 1988.

Alexander, M. 1977. Introducion to Soil Microbiology. Pp. 333-349. In. John Wiley and Sons.

New York. Anonimus. 2003. Rumusan Diskusi Pemupukan Berimbang. Balai Penelitian Tanah. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor. Balitpa. 2004. Deskripsi Varitas Unggul Baru Padi. Dikompilasi oleh: Ooy S, Lesmana, Husin

M, Toha, Irsal Las, dan B. Suprihatno. Balai Penelitian Tanaman Padi. Badan Litbang Pertanian. 68 hlm.

Bastian, F., A.Colum, D.Piccoli, V. Lunas, R. Baraldi, Bottini. 1998. Production of Indole-3

acetic Acid and Giberrellines A1 and A3 by Acetobacter diazotrophicus and Herbaspirillum seropediceae in Chemically-defined Culture Media. Plant Growth Regulation.24: 7-11.

Bintoro MH, Manohara D, Purwani J. 2010. Pestisida organik untuk mengurangi penggunaan

herbisida sintetik 55-60% dan fungisida sintetik 70-75% dalam rangka mengendalikan gulma daun sempit (>70%) dan penyakit busuk pangkal batang (>80%) pada tanaman lada. Laporan Hasil Penelitian KKP3T 2010. Kerjasama antara Institut Pertanian Bogor dengan Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.28 hal.

BPS. 2001. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik. Indonesia.

Follet, R.P., S.C. Gupta and P.G. Hunt. 1987. Soil Conservation Practices: Realtion to the Management of Plant Nutrition for Crop Production. Soil Sci.Amer. Soc. Special Publication. (IFRI Report, 1987). Pp. 29

Haryati,U.,Haryono dan A. Abdurachman. 1995. Pengendalian Erosi dan Aliran Permukaan

serta Produksi Tanaman Pangan dengan Berbagai Teknik Konservasi pada Tanah Typic Eutropepts di Ungaran, Jawa Tengah. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk 13 : 40 – 50. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.

25

Hidayat, A. Dan. A. Mulyani. 2002. Lahan kering untuk pertanian. Hlm. 1-34 dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian.

Hubungan Kemasyarakatan Kementerian Riset dan Teknologi. 2011. Pembentukan Konsursium Inovasi Lahan Sub-optimal (LSO). www.ristek.go.id. 27 Desember 2011.

Husen, E dan Irawan. 2008 Efektivitas dan Efisiensi Mikroba Dekomposer Komersial dan Lokal. Prosiding Seminar nasional Sumberdaya Lahan dan Lingkungan Pertanian. Buku II. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.dan Lingkungan Pertanian. 7-8 Nopember 2007

Lakitan, B. 2009. Pangan 2050. www.ristek.go.id. 27 Desember 2011.

Menteri Riset dan Teknologi. 2011. Lahan Subur di Indonesia Kian Minim. www.ristek.go.id. 28 Desember 2011.

Napier,T.L.,M.Tucker,and S.Mc Carter. 2000a. Adoption of Conservation Production System in Tree Nid West Watersheds. Journal of Soil and Water Conservation 55 : 123 – 134

Napier,T.L., J.Robinson,and M.Tucker. 2000b. Adoption of Precisim Farming withit Tree Midwest Watersheds. Journal of Soil and Water Conservation 55 : 135 – 141.

Prihatini, T. Dan Komariah. 1988. Pemanfaatan Azolla dalam Pembubidayaan Padi Sawah. Dalam Pros. Pertemuan Teknis Penelitian Tanah, Cipayung. Pusat Penelitian Tanah. Badan Litbang Pertanian. Bogor.

Purwani, J. R. Saraswati, E. Yuniarti, dan Mulyadi. 2008.. Teknik aplikasi Pupuk Mikroba

pada Kacang Tanah di Lahan Kering Iklim Kering Semin, Gunung Kidul Yogyakarta. Prosiding Seminar nasional Sumberdaya Lahan dan Lingkungan Pertanian. Buku II. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.dan Lingkungan Pertanian. 7-8 November 2007

Santosa E. 2011. Formulasi pupuk bio organik untuk peningkatan produktivitas padi di tanah

Ultisol. Laporan Akhir Program Insentif Riset Terapan Bidang Ketahanan Pangan. 25 hal

Saraswati R, Yuniarti E, Purwani J, Triny S, Sukristyonubowo. 2008. Laporan Akhir.

Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mikroflora Tanah Multiguna untuk Keberlanjutan produtivitas lahan pertanian. Satker 648680. Balai Penelitian Tanah Bogor.

Saraswati, R., T. Prihatini, R.D. Hastuti. 2004. Tekologi Pupuk Mikroba untuk Meningkatkan

Efisiensi Pemupukan dan Keberlanjutan Sistem Produksi Padi Sawah. Dalam: Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. Eds. F. Agus, A. Adimihardja, S. Hardjowigeno, A.M. Fagi, W. Hartatik. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. 169-189.

Setyorini, D., L.R Widowati, dan S. Rochayati. 2004. Teknologi pengelolaan Hara Lahan

Sawah Intensifikasi. Dalam: Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. Eds. F. Agus, A. Adimihardja, S. Hardjowigeno, A.M. Fagi, W. Hartatik. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. 137-168.

26

Toha, H.M., I.N. Widiarta, H. Pane, B. Sutaryo, Astanto, A. Tyasdjaya, B. Sriyono, dan O.S. Lesmana. 2000. Analisis Nilai Tanah (Soil Test Value) bagi Penentuan Rekomendasi Pemupukan P dan K. Dalam: Laporan Tahunan 1999/2000. Balai Penelitian Tanaman Padi Sukamandi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. Hal. 34-35.

27