Upload
indah-astrid-sianturi
View
119
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
Psikologi Perkembangan 2
Indah Astrid
13510489
SMPS02-03
Perkembangan Psikososial Masa Dewasa Madya (Psychosocial Development Middle Adulthood)
Masa dewasa madya ini berlangsung dari umur 40-60 tahun.
Ciri-ciri yang menyangkut pribadi dan sosial antara lain; masa dewasa madya merupakan masa
transisi, dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan perilaku masa dewasanya
memasuki suatu periode dalam kehidupan dengan ciri-ciri jasmani dan perilaku yang baru.
Tahun-tahun ini merupakan masa puncak dimana kondisi kesejahteraan psikologis, kesehatan,
produktivitas, dan keterlibatan dalam masyarakat sangat optimal. Masa-masa ini juga sering kali
merupakan waktu untuk melakukan refleksi dan peninjauan kembali. Orang melihat kembali hal-
hal yang telah merekacapai, merinci hal-hal yang mereka sesali atau sisa hidup mereka. Dan juga
saat krisis terjadi, hal ini terjadi karena alasan yang tidak berhubungan dengan bertambahnya
usia, melainkan karena kejadian-kejadian spesifik yang mengubah hidup seseorang, misalnya
terjangkit penyakit atau kehilangan pekerjaan atau pasangan (Wethington, 2000).
a. Masa Krisis
Dalam ilmu psikologi, setiap tahap kehidupan memiliki ciri-ciri yang khas. Jung menekankan pentingnya tahap usia dewasa pertengahan (40-60), kehidupan seseorang sangat ditentukan bagaimana ia mengatasi midlife crises-nya ini. Masa krisis ialah masa dimana usaha individu untuk mengatasi kesenjangan antara masa lalu dan masa depan (Devid Levinson). Krisis paruh baya seringkali lebih dikenal dengan istilah puber kedua, puber kedua ini terkait dengan terjadinya perubahan fisik yang signifikan dalam diri individu. Puber kedua adalah tahapan seseorang dari dewasa berpindah menjadi tua, masa-masa dimana seseorang dihinggapi rasa takut, keraguan diri, takut menjadi tua, takut tidak menarik lagi, takut mati, takut tidak berguna lagi, takut tidak kuat lagi dan sebagainya.
Pada usia paruh baya banyak terjadi peristiwa besar yang dapat menimbulkan masa-masa penuh stress dan depresi seperti meninggalknay orang yang dicintai, kemunduran dalam karir, anak-anak yang mulai meninggalkan rumah, gejala penuaan secara umum, (munculnya keriput, beruban, kulit berkurang elastisitasnya, berkurangnya vitalitas, dll)
b. Masa berprestasi pada usia madya
Pada saat tahun-tahun pertama usia setengah baya terbuka peluang untuk berprestasi, bahkan puncak prestasi yang pernah dicapai individu pada tiap tahap perkembangannya tidak
dapat menandingi prestasi yang dicapai pada usia ini. Menurut A.A. Werner menyatakan bahwa pada usia 40 tahun bagi orang-orang normal telah memiliki pengalaman yang cukup dalam pendidikan dan pengalaman dalam bergaul. Sehingga mereka memiliki sikap pasti atau nilai-nilai tentang hubungan sosial yang berkembang dengan baik. Selain itu dalam usia madya, seseorang telah dapat melihat tujuan dengan jelas, mempunyai gambaran tentang masa depan, serta kondisi keuangan yang telah mapan.
• Pada orang dewasa madya wanita, apabila pada saat dewasa mudanya terfokus pada memelihara anak-anak, pada saat dewasa madya ketika anak-anaknya meninggalkan rumah akan memulai sebuah karir baru dan terpaksa meraih puncak kesuksesan pada usia yang relatif tua.
• Pada dewasa madya pria, ia mencapai puncak kesuksesan karir biasanya pada usia 40 – 50 tahun, yaitu ketika mereka telah puas dengan apa yang telah ia peroleh dan menikmati hasil kerja kerasnya tersebut pada usia awal enampuluhan. Ketika mereka dianggap terlalu tua untuk bekerja dan merelakan pekerjaannya pada yang lebih muda.
Faktor yang mempengaruhi dalam pencapaian puncak karir pada usia madya dipengaruhi oleh kreativitas, tingkat pendidikan, bidang kegiatan dan kesempatan seperti relasi-relasi sosial. Usia madya merupakan dimana masa kepemimpinan, baik pria maupun wanita di sebuah perusahaan, kantor, organisasi mencapai puncaknya. Karena pada umumnya organisasi akan lebih memilih orang yang berumur lima puluh tahun atau lebih untuk menjadi direktur. Oleh karena itu pada masa ini dewasa madya juga disebut sebagai “generasi pemimpin”.
Menurut Neugarten, menyatakan bahwa, “keberhasilan orang usia madya seringkali menunjukkan dirinya sebagai orang yang tidak dikemudikan lagi, tetapi sekarang sebagai pengemudi atau pemberi perintah.”
c. Penyesuaian Moral-Sosial
Menurut Hurlock, pasangan usia madya yang tanggung jawab terhadap keluarganya telah berkurang, akan mulai melakukan kegiatan-kegiatan sosial di tengah masyarakat dibandingkan pada saat anak-anaknya masih tinggal dengannya. Banyak orang dewasa madya yang memanfaatkan kegiatan-kegiatan sosial sebagai penghilang rasa kesepian karena anak-anaknya yang telah dewasa dan tidak tinggal bersama mereka lagi.
Pola kegiatan sosial pada usia dewasa madya juga dipengaruhi oleh status kelas sosial seseorang. Dewasa madya yang status sosial ekonominya tinggi lebih cenderung aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial sedangkan yang mempunyai status sosial ekonomi yang relatif rendah tidak begitu aktif dalam kegiatan sosial di masyarakat.
• Dewasa madya pria umumnya bergabung dalam lebih dari satu organisasi, sehingga dewasa pria lebih banyak mempunyai teman dibandingkan wanita
• Dewasa madya wanita lebih suka menjadi anggota dalam sebuah organisasi saja sehingga teman-teman lebih dianggap sebagai saudara.
Secara keseluruhan, orang usia madya lebih bisa melakukan penyesuaian sosial daripada anak muda, disebabkan karena mereka lebih banyak tergantung pada orang luar rumah daripada yang pernah mereka lakukan dulu. Dalam kaitannya dengan status, janda atau duda usia dewasa madya lebih cenderung untuk aktif dalam kegiatan sosial seperti saat mereka menikah.
Dalam usia tengah baya, laki-laki dan perempuan sangat mirip dalam beberapa bidang, akan tetapi jelas berbeda dalam beberapa bidang:
Bidang Lelaki Perempuan
Karier “Mengapa saya harus bekerja? Apa yang telah saya capai dalam hidup saya? Bagaimana saya mengarahkan tenaga saya untuk karier yang lebih berarti?”
“Kapan saya dapat mulai bekerja? Bagaimana saya dapat mengembangkan karier saya?”
Keintiman Intim pada awal pernikahan untuk mengokohkan pernikahan, kemudian konsentrasi beralih pada karier. Masuk saat krisis mulai memikirkan hubungan antar pribadi yang hilang terutama dengan anak-anaknya
Sering menukar keintiman dengan sikap yang tegas, melihat dengan jelas kemana ia menuju dan sasarannya. Kadang berorientasi pada sasaran mengorbankan beberapa kualitas keintiman, misalnya untuk mengejar karier atau pendidikan.
Sikap tegas Pada awal usia tengah baya melalaikan keluarganya sementara memusatkan pada karie, kemudian mulai mundur ke belakang untuk menikmati beberapa hal yang telah dicapainya, menghendaki masa liburan yang lebih banyak.
Ingin bergerak, ingin mencapai sasaran yang diharapkan, ke tempat dimana mampu untuk bergerak maju. Namun sebagian besar waktunya dihabiskan dengan keluarganya.
Seksualitas Nafsu seksualnya sekarang lebih lambat ketimbang puncaknya saat remaja. Namun seorang pria usia paruh baya adalah kekasih yang jauh lebih efektif, memahami kebutuhan istri lebih utuh.
Mengalami kebangkitan seksual yang baru, dorongan seksualnya bertambah
Pandangan terhadap kematian
Memikirkan kehidupan dan kematian – sampai usia berapa akan hidup – berapa lama lagi masih memiliki waktu untuk menyelesaikan kewajibannya – apa yang benar-benar penting dalam hidupnya
Tidak terlalu memikirkan tentang kematian, karena wanita cenderung hidup lebih lama, di satu pihak baginya hidup baru saja dimulai
Arah perkembangan psikososial masa paruh baya menurut para ilmuwan:
• Secara objektif : berkaitan dengan arah atau jalan, seperti evolusi Madeleine Albright dari
seorang istri dan ibu dengan hasrat berpolitik ke perempuan dengan pangkat tertinggi dalam
pemerintahan AS.
• Secara subjektif : berkaitan dengan kesadaran diri manusia, orang-orang secara aktif menyusun
kesadaran diri dan struktur kehidupan mereka.
• Perubahan dan kesinambungan harus dilihat dalam konteks dan berkaitan dengan keseluruhan
rentang kehidupan. Contoh: bagaimana seseorang seperti Albright memberikan arti pada dirinya
dan seberapa puas dengan kehidupannya (Moen &Wethington, 1999)
Beberapa faktor yang mempengaruhi jalan hidup masa paruh baya
Cohort (sekelompok orang yang lahir pada masa yang sama)
Gender
Suku bangsa
Budaya
Status sosial ekonomi (SSE)
Perubahan pada Usia Paruh Baya: Berbagai Pendekatana Teoritis Klasik
Dalam istilah psikososial, masa dewasa pernah dianggap sebagai masa yang relative menetap
• Freud (1906/1942) meyakini kepribadian telah terbentuk secara permanen pada usia tersebut
• Costa dan Mc Crae (1994) memandang masa paruh baya sebagai masa stabilitas yang penting
dalam kepribadian
Para ahli teori humanistic memandang masa paruh baya sebagai kesempatan perubahan positif
• Maslow (1968) aktualisasi diri hanya bisa terjadi dengan kematangan
• Rogers (1961) fungsi manusia seutuhnya memerlukan proses membawa diri untuk harmonis
dengan pengalaman secara terus menerus dan sepanjang hayat.
Model-model Tahapan Normatif
Carl G. Jung: Individuasi dan Transenden
Meyakini bahwa perkembangan paruh baya yang sehat menuntut individuasi.
Individuasi (individuation) adalah istilah Jung untuk kemunculan diri sejati melalui
keseimbangan bagian-bagian kepribadian yang bertentangan, meliputi bagian-bagian yang
sebelumnya terabaikan. Dua tugas penting adalah menyerahkan citra masa muda dan mengakui
kefanaan.
Erik Erikson: Generativy vs Stagnation
Generativity versus sagnation merupakan tahap ketujuh dari perkembangan psikososial Erikson,
dimana orang dewasa usia paruh baya mengembangkan suatu kepedulian untuk membangan,
membimbing, dan mempengaruhi generasi berikutnya, atau jika tidak, mengalami ketersendatan
(sebuah perasaan ketidakaktifan/ketiadaan kehidupan). Generativity diungkapkan melalui
pengasuhan dan menjadi kakek-nenek, mengajar, menjadi mentor, produktivitas atau kreativitas,
pengembangan diri, kekuatan pada masa ini adalah kepedulian.
Bentuk spesifik generativity :
1. Biologis (mengandung dan melahirkan anak)
2. Orang tua (mengasuh dan membesarkan anak)
3. Teknis (mengajarkan berbagai keterampilan)
4. Budaya (menularkan nilai-nilai dan institusi-institusi budaya)
Warisan Jung dan Erikson: Vaillant dan Levinson
Berbagai ide dan pengamatan Jung dan Erikson mengilhami penelitian longitudinal pada laki-
laki dari George Vaillant (1977) dan Daniel Levinson (1978). Menemukan peralihan paruh baya
yang besar, atau krisis, dalam gaya hidup atau kepribadian.
Vaillant : diferensiasi gender yang berkurang pada usia paruh baya dan kecenderungan
bagi laki-laki untuk menjadi lebih mengasuh dan ekspresif.
Levinson : laki-laki pada usia paruh baya menjadi kurang terobsesi dengan prestasi
pribadi dan lebih peduli dengan hubungan
Waktu Peristiwa: Jam Sosial
Perkembangan kepribadian orang dewasa tidak terlalu bergantung pada usia dibandingakan pada
peristiwa hidup yang penting. Saat ini, gaya hidup lebih beragam, dan sebuah “daur kehidupan
yang berubah-ubah” telah dikaburkan oleh berbagai batasan masa dewasa tengah
(Neugarten&Neugarten,1987) dan “menghapus definisi lama mengenai jam social”
(Josselson,2003).
Diri pada Masa Paruh Baya: Berbagai Persoalan dan Tema
Berbagai persoalan dan tema psikososial yang penting selama masa dewasa tengah berkaitan
dengan kehadiran krisis paruh baya (midlife crisis), perkembangan identitas (termasuk identitas
gender), dan kesejahteraan psikologis.
Krisis Paruh Baya
Menurut Elliott Jacques (1967) krisis identitias terjadi karena kesadaran akan kematian, saat
banyak orang menyadari mereka tidak akan mampu memenuhi impian masa muda mereka, atau
bahwa pemenuhan impian mereka tidak membawa kepuasan seperti yang mereka harapkan.
Pengkajian ulang paruh baya (midlife review) dapat berupa:
Waktu penilaian
Menghasilkan wawasan baru ke dalam diri
Mendorong koreksi arah kehidupan paruh baya didalam desain dan arah kehidupan
seseorang.
Pengakuan keterbatasan hidup,
Akibat pengkajian ulang paruh baya:
Membawa penyesalan atas kegagalan untuk meraih mimpi
Kesadaran yang lebih tajam akan tenggat waktu perkembangan-batasan waktu pada,
misalnya, kemampuan untuk memiliki anak
Masa paruh baya merupakan satu titik balik kehidupan-transisi psikologis yang melibatkan
perubahan atau transformasi yang signifikan di dalam makna, tujuan, atau arah yang
dipersepsikan dari kehidupan seseorang.
Perkembangan Identitas
Menurut Erikson perkembangan terus berkembang. Kebanyakan orang dewasa usia paruh baya
memiliki kesadaran diri yang berkembang dengan baik dan dapat mengatasi perubahan secara
baik (Lachman, 2004).
1. Identitas sebagai Proses (Susan Krauss Whitbourne)
Perkembangan identitas merupakan sebuah proses di mana orang-orang menegaskan atau
mengubah persepsi diri mereka secara terus-menerus berdasarkan pengalaman dan
umpan balik dari orang lain.
Model proses identitas didasarkan atas berbagai proses asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi identitas merupakan upaya menyesuaikan pengalaman baru ke dalam
konsep diri yang sudah ada
Akomodasi identitas adalah penyesuaian diri agar sesuai dengan pengalaman baru.
Gaya identitas adalah sebuah cara yang khas dalam menghadapi,
menginteroretasikan, dan merespons pengalaman. Ada dua gaya identitas:
• Gaya identitas asimilatif: seseorang yang lebih banyak menggunakan asimilasi
• Gaya identitas akomodasi: seseorang yang lebih banyak menggunakan
akomodasi
• Gaya identitas yang seimbang: identitas cukup fleksibel untuk berubah ketika
aman tetapi terstruktur sampai sampai pada satu titik di mana setiap pengalaman
baru menyebabkan seseorang mempertanyakan berbagai asumsi dasar mengenai
diri mereka.
Menurut Whitbourne penggunaan berlebihan dari asimilasi maupun akomodasi
tidaklah sehat. Orang yang selalu mengasimilasikan tidak fleksibel dan tidak belajar
dari pengalaman; hanya melihat apa yang sedang mereka cari, mereka mungkin
sangat menghindari untuk mengakui kekurangan mereka sedangkan orang-orang
yang selalu mengakomodasi merupakan orang yang lemah, mudah goyah, dan sangat
rentan terhadap kritik; identitas mereka mudah melemah, dan yang paling sehat
adalah gaya identitas yang seimbang.
2. Generativity, Identitas, dan Usia (Erikson)
Generativity merupakan aspek perkembangan identitas. Generativa yaitu penurunan
kehidupan baru, serta produk dan ide baru, berkaitan dengan membina dan membimbing
generasi penerus, termasuk merawat anak, bekerja produktif menciptakan benda dan ide
baru yang menyumbang pembangunan dunia menjadi lebih baik. Orang ingin belajar tapi
juga ingin mengajar, kepada anaknya sendiri maupun kepada anak lain, mengajar orang
lain tentang budaya adalah dorongan yang ditemui di semua masyarakat untuk menjamin
kesinambungan masyarakat itu sendiri. Usia tercapainya generativity pada individu
bervariasi, orang usia paruh baya cenderung memperoleh skor yang lebih tinggi, dan
secara umum perempuan melaporkan tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-
laki (Keynes&Ryff, 1998). Bekerja sukarela untuk layanan masyarakat atau tujuan politik
merupakan ungkapan dari generativity komunal.
Generativity pada titik manapun dapat dipengaruhi oleh:
- Pengharapan social
- Peran social (pekerjaan, pernikahan, pola asuh, warga negara, dll)
- Waktu dan urutannya
- Gender
- Pendidikan
- Ras/suku bangsa
- Cohort
Antitesis dari generativita adalah stagnasi. Siklus generativitas dari produktivitas dan
kreativitas bakal lumuh kalau orang terlalu mementingkan diri sendiri-menyerap untuk
diri sendiri, dan perkembangan budaya menjadi mandeg, stagnasi. Beberapa elemen
stagnasi tetap dibutuhkan agar orang dapat terus kreatif. Sesekali dia perlu berhenti,
diam, menyerap hasil kreativitas orang lain, sebagai bahan untuk membangan
generativita yang lebih baik.
3. Identitas sebagai Kisah Hidup (Psikologi Naratif )
Memandang perkembangan sebagai proses berkesinambugan dari pengkonstruksikan
kisah hidup seseorang. Orang-orang mengikuti naskah yang mereka ciptakan
sebagaimana mereka memainkan peranan dalam identitas mereka (Mc.Adams, 199&).
Beberapa penelitian yang didasarkan pada teknik naratif telah menemukan bahwa orang-
orang yang matang dan bahagia cenderung merencanakan masa depan mereka melalui
tujuan pertumbuhan yang relevan dan menyusun berbagai kenangan otobiografi mereka
(Bauer, McAdams, 2004).
4. Identitas Gender
Baik laki-laki maupun perempuan menjadi makin ‘maskulin’ (atau makin tidak
‘feminim’) selama usia dua puluhan, tetapi tren ini menjadi sama pada usia empat
puluhan. Dalam banyak penelitian laki-laki usia paruh baya lebih terbuka mengenai
perasaan mereka, lebih tertarik dalam hubungan yang lebih intim, dan lebih mengasuh,
sementara pada perempuan menjadi lebih percaya diri dan berorientasi pada prestasi,
karateristik yang secara tradisional dianggap maskulin (Cooper&Gutmann).
Kesejahteraan Psikologis dan Kesehatan Mental yang Positif
Kesehatan mental yang positif melibatkan suatu perasaan sejahtera dari sisi psikologis, yang
berjalan beriringan dengan perasaan sehat.
Emosi
Pola umum dalam hal emosi positif dan negative mengarahkan orang-orang pada usia paruh baya
cenderung untuk belajar menerima apa yang ada dalam hidup mereka dan meregulasi emosi
mereka secara efektif. Dalam penelitian MIDUS memiliki variasi emosi pribadi yang lebih besar
dibanding dewasa yang lebih tua, hal unik adalah faktor yang mempengaruhi yaitu :
Kesehatan fisik: memiliki dampak konsisten terhadap emosi orang dewasa di seluruh usia
Status pernikahan: orang yang menikah pada usia paruh baya cenderung melaporkan
memiliki lebih banyak emosi yang positif dibanding yang tidak menikah
Pendidikan: orang dengan pendidikan lebih tinggi memiliki lebih banyak emosi positif
dan lebih sedikit emosi negative, stress muncul terkait pekerjaan dan status hubungan
yang cenderung meningkat pada masa paruh baya.
Kepuasan Hidup
Dalam sebuah survey di seluruh dunia kebanyakan orang di seluruh rentang usia, seluruh jenis
kelamin, dan seluruh ras melaporkan merasa puas dengan hidup mereka.
Alasan mengenai kepuasan hidup
Emosi positif yang berkaitan dengan kenangan menyenangkan cenderung bertahan,
sementara emosi negative yang berkaitan dengan kenangan tidak menyenangkan
memudar.
Dukungan social-teman dan pasangan-dan faktor agama memberi kontribusi penting bagi
kebahagiaan
Kualitas pekerjaan dan waktu luang,
“Bersyukur” dapat meningkatkan kepuasan hidup
Dalam sebuah penelitian terhadap 65 perempuan dan laki-laki usia 22-77 dengan
penyakit otot saraf diminta setiap hari menulis lima hal yang mereka syukuri, kemudian
mereka melaporkan merasa lebih puas dan optimis
Dimensi Kesejahteraan yang Majemuk
Dimensi Kesejahteraan yang digunakan dalam skala Ryff adalah
1. Penerimaan diri (self-acceptance): mengakui dan menerima banyak aspek diri termasuk
kualitas baik dan buruk, positif mengenai kehidupan masa lalu
2. Hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others): hangat, puas, saling
percaya, mampu menampilkan afeksi, empati, member dan menerima
3. Otonomi (autonomy): mampu mengatur diri, mengevaluasi dengan standar pribadi,
menolak tekanan social, memiliki kebulatan tekad dan mandiri
4. Penguasaan lingkungan: mengendalikan kegiatan eksternal yang sulit, menggunakan
kesempatan di lingkungan dengan positif
5. Tujuan hidup (purpose in life): memegang keyakinan teguh yang memberikan tujuan dan
sasaran hidup, merasa ada makna dalam kehidupan sekarang dan di masa lalu
6. Pertumbuhan pribadi: melihat diri sebagai diri yangberkembang dan meluas, terbuka
akan pengalaman baru, menyadari potensi diri, melihat perbaikan dalam diri
Orang usia paruh baya memiliki kesejahteraan yang lebih besar dibandingkan orang dewasa yang
lebih tua atau lebih muda dalam beberapa bidang. Mereka lebih memiliki otonomi dibandingkan
orang dewasa muda, tetapi agak kurang bertujuan dan kurang fokus pada pertumbuhan pribadi.
Penguasaan lingkungan meningkat, penerimaan diri relatif stabil untuk semua kelompok usia.
Secara keseluruhan kesejahteraan laki-laki dan perempuan serupa, tetapi perempuan lebih
banyak memiliki hubungan social yang positif.
Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan social adalah kualitas hubungan dengan orang lain, lingkungan sekitar rumah, dan
masyarakat. Satu tim penelitian (Keyes & Shapiro, 2004) melihat pada lima dimensi
kesejahteraan social:
1. Aktualisasi diri: keyakinan pada potensi masyarakat untuk berkembang kearah yang
positif
2. Koherensi social: memandang dunia sebagai dapat dipahami, logis, dan dapat diramalkan
3. Integrasi social: merasa sebagai bagian dari komunitas yang suportif
4. Penerimaan social: memiliki sikap yang positif dan menerima terhadap orang lain
Dalam suatu survey secara keseluruhan kesejahteraan social paling tinggi diantara laki-laki yaitu
orang-orang dengan status pekerjaan tinggi dan orang-orang yang menikah atau tidak pernah
menikah. Kesejahteraan paling rendah diantara perempuan, mereka dengan status pekerjaan yang
rendah, dan mereka yang pernah menikah cenderung memiliki status pekerjaan yang rendah.
Berbagai Hubungan pada Masa Paruh Baya
Berbagai Teori Kontak Sosial
Teori Konvoi Sosial (Kahn & Antonucci): orang-orang berpindah melalui kehidupan
yang dikelilingi oleh lingkaran hubungan yang intim (keluarga, teman dekat, dll) dengan
pusat yang sama dimana mereka mengandalkan bantuan, kesejahteraan, dan dukungan
social dan kita juga menawarkan kepedulian, perhatian, dukungan.
Teori Selektivitas Sosial Emosional (Laura, 1999): teori ini menawarkan sudut pandang
rentang kehidupan pada cara orang memilih dengan siapa mereka menghabiskan waktu
mereka. Bahwa orang-orang memilih kontak social atas dasar perubahan kepentingan
yang relative dari interaksi social sebagai sumber informasi, sebagai sokongan dalam
mengembangkan dan mempertahankan konsep diri, dan sebagai kesejahteraan emosional.
Menurut kedua teori tersebut, dukungan social-emosional merupakan unsur penting dalam
interaksi social pada masa paruh baya dan masa selanjutnya.
Hubungan, Gender, dan Kualitas Hidup
Hubungan pada masa paruh baya penting bagi kesehatan fisik dan mental, tetapi juga dapat
menghadirkan tuntutan penuh stress (Lachman, 2004). Berbagai tuntutan itu paling banyak
terjadi pada perempuan, ‘stres demi orang lain’ menjelaskan mengapa perempuan di usia paruh
baya rentan terkena depresi dan masalah kesehatan mental lainnya dibanding laki-laki. Rasa
tanggung jawab, kepedulian pada orang lain dapat merusak kesejahteraan perempuan ketika
berbagai masalah menimpa orang terdekat mereka.
Hubungan Konsesual
Bagaimana berbagai hubungan seperti pernikahan, kohabitasi, pernikahan homoseksual, dan
pertemanan biasa dalam generasi yang sama berhasil dalam masa paruh baya.
Pernikahan dan Kohabitasi
Kondisi Menikah dan Kesejahteraan: dalam masa dewasa awal, pernikahan menawarkan manfaat
besar;
Dukungan social
Dorongan perilaku yang mendukung kesehatan
Sumber daya social ekonomi yang lebih besar
Akumulasi kekayaan
Kesehatan fisik dan mental yang lebih baik
Dalam penelitian, kesejahteraan laki-laki dan perempuan didapatkan dari pernikahan, tetapi
kondisi lajang terlihat menjadi paling sulit secara emosional pada laki-laki masa paruh baya,
cenderung lebih cemas, sedih atau risau dan kurang generative. Mereka yang bahagia dalam
pernikahan atau hubungannya memiliki faktor risiko yang lebih rendah untuk penyakit dibanding
yang kurang puas dengan hubungan mereka. Stress akibat hubungan yang buruk dapat
menghilangkan potensi manfaat yang didapat.
Kepuasan Pernikahan: dipengaruhi oleh kondisi mental masing-masing pasangan, hubungan
antara kepuasan pernikahan dan lamanya pernikahan mulai berbalik positif. Kepuasan biasanya
mencapai puncak tertingginya ketika anak-anak dewasa; banyak orang memasuki atau sudah
pensiun, dan akumulasi harta membantu meringankan kekhawatiran financial.
Kohabitasi dan Kesehatan Mental: pada masa paruh baya bisa berpengaruh negative terhadap
kesejahteraan laki-laki, tetapi tidak pada perempuan. Laki-laki yang melakukan kohabitasi lebih
mungkin mengalami depresi. Perempuan, seperti laki-laki menginginkan pertemanan yang intim,
tetapi mungkin mampu menikmati pertemanan tanpa komitmen pernikahan resmi, sedangkan
laki-laki mungkin membutuhkan atau akan memerlukan bentuk perawatan yang secara
tradisional diberikan oleh istri, dan mungkin laki-laki khawatir tidak akan mendapatkannya.
Perceraian pada Masa Paruh Baya
Perceraian pada masa paruh baya relative tidak lazim tetapi makin meningkat, dan dapat
membuat stress tetapi mengubah kehidupan. Pernikahan yang sudah bertahan lama memiliki
kemungkinan kecil untuk bercerai karena telah membangun modal pernikahan yaitu manfaat
financial dan emosional dari pernikahan yang sulit untuk dipisahkan dan cenderung membuat
pasangan bertahan bersama-sama.
Mengapa orang-orang berusia paruh baya bercerai?
Menurut laporan responden alasan nomor satu adalah penyiksaan oleh pasangan – verbal, fisik,
atau emosional. Sedangkan alasan lain yang sering muncul adalah perbedaan nilai atau gaya
hidup, ketidaksetiaan, penyalahgunaan alcohol atau obat-obatan, dan sekadar sudah tidak cinta
lagi.
Saat ini, perceraian mungkin kurang menjadi ancaman bagi kesejahteraan dalam masa paruh
baya dibandingkan dalam masa dewasa awal. Kesimpulan ini diambil dari penelitian selama 5
tahun dan hampir seluruh jawaban responden usia paruh baya menunjukkan lebih dapat
beradaptasi dalam menghadapi perceraian dibanding mereka yang lebih muda, meskipun mereka
memiliki masa depan yang terbatas untuk menikah kembali.
Hubungan Homoseks dan Lesbian
Banyak kaum homoseks dan lesbian tetap tidak mau menyatakan jati dirinya hingga mereka
menginjak masa dewasa dan bisa menjalin hubungan yang lebih intim, pada masa paruh baya
mereka dapat menjalin hubungan secara lebih terbuka. Tetapi, sementara itu juga masih banyak
yang berkonflik dengan orang tua atau anggota keluarga lainnya serta menyembunyikan identitas
serta hubungan mereka dari orang-orang tersebut.
Laki-laki homoseks yang tidak menyatakan dirinya cenderung merasa bersalah,
memendam rahasia dan berupaya menutup kondisinya dengan pernikahan heteroseksual
Mereka yang mengakui dan menerima orientasi seksual sejak awal sering kali
menghadapai halangan, beberapa pindah ke kota-kota dengan populasi homoseks yang
besar dimana mereka dapat secara lebih mudah mencari dan menjalin hubungan.
Pasangan homoseks dan lesbian cederung lebih menganut persamaan daripada pasangan
heteroseksual, tetapi seperti pasangan heteroseksual sulit untuk menyeimbangkan
komitmen antara karier dan hubungan.
Pertemanan
Orang-orang usia paruh baya cenderung menginvestasikan sedikit waktu dan energy untuk
pertemanan daripada orang dewasa yang lebih muda, pertemanan seringkali berkisar; seputar
pekerjaan, orang tua, hubungan dengan lingkungan sekitar tempat tinggal, hubungan dengan
organisasi sukarela. Meskipun begitu orang dewasa tetap bergantung pada untuk dukungan
emosional, bimbingan praktis, hiburan, persahabatan atau sekedar bincang-bincang. Sedangkan
pada kaum homoseksual, pertemanan memiliki kepentingan khusus, seperti untuk dukungan
emosional, rasa solidaritas dan kontak.
Hubungan dengan Anak yang sudah Dewasa
Menjadi orang tua merupakan proses untuk melepaskan. Orang tua berusia paruh baya, biasanya
perempuan cenderung menjadi ‘penjaga keluarga’, memelihara ikatan antara berbagai cabang
keluarga besar.
Remaja: Berbagai Persoalan bagi Orang Tua
Kebanyakan orang tua dari remaja harus menerima kehilangan control atas kehidupan anak-anak
mereka, sambil berfokus pada masalah mereka sendiri, orangtua harus peduli dan
memperhatikan anak remaja mereka yang sedang mengalami perubahan fisik, emosional dan
social.
Para ahli teori menjelaskan bahwa masa ini adalah masa mempertanyakan, penilaian
ulang, atau kesejahteraan yang berkurang bagi orang tua
Bagi beberapa orang tua memiliki remaja memberikan kepuasan, kesejahteraan, dan
bahkan harga diri yang meningkat
Bagi kebanyakan orang tua, perubahan normatif pada remaja memunculkan campuran
emosi positif dan negatif. Tertuma pada ibu dengan anak remaja awal yang hubungannya
biasa cenderung dekat dan dipenuhi konflik.
Ketika Anak-anak Pergi: Empty Nest
Empty nest merupakan tahap transisi orang tua yang mengiringi kepergian anak terakhir dari
rumah orang tua. Empty nest tidak menandai akhir masa menjadi orang tua, hal ini merupakan
masa peralihan ke tahapan baru: hubungan orang tua dengan anak yang sudah dewasa.
Dampak empty nest pada pernikahan bergantung kualitas lamanya pernikahan yang kuat,
kepergian anak-anak yang sudah dewasa dapat memberikan peluang adanya ‘bulan madu
kedua’
Dalam pernikahan yang rapuh, jika alasan pasangan bersama adalah demi anak-anak
mereka, maka justru menjadi saat mereka mempertanyakan apa yang harus dipertahankan
dalm pernikahan
Bagi beberapa perempuan, empty nest bisa member kelegaan dari apa yang Gutmann
sebut sebagai “darurat kronis dari masa menjadi orang tua”, mereka dapat mengejar
minat dan menikmati hidup dalam berbagai pencapaian anak-anak mereka yang sudah
dewasa
Empty nest mungkin lebih sulit bagi pasangan yang identitasnya bergantung pada peran
orang tua
Mengasuh Anak-anak yang Sudah Dewasa
Orang tua usia paruh baya cenderung tetap terlibat dengan anak-anak dewasa mereka, dan
kebanyakan secara umum bahagia dengan hasil dari perkembangan mereka. Konflik bisa muncul
di sekeliling kebutuhan anak-anak yang beranjak dewasa untuk diperlakukan sebagai orang
dewasa dan kekhawatiran orang tua yang terus-menerus kepada mereka.
Kebanyakan dewasa awal dan orang tuanya yang berusia paruh baya saling menikmati
kebersamaan dan berhubungan dengan baik, namun tidak setiap keluarga memiliki hubungan
antargenerasi berhubungan erat
Hubungan sangat erat; baik secara jarak maupun emosional, terjalin baik dan dukungan
yang timbale balik
Hubungan mudah bergaul; hubungan dekat tetapi kurang emosional dan komitmen
Hubungan akrab tetapi jauh; sedikit menghabiskan waktu bersama tetapi
mempertahankan perasaan hangat yang mungkin mengarah ada pembaharuan hubungan
dan pertukaran
Hubungan yang wajib; banyak interaksi tetapi sedikit kelekatan emosional
Hubungan yang menjauh; baik secara emosional maupun jarak yang jauh
Memperpanjang Waktu Menjadi Orang Tua: “Cluttered Nest”
Saat ini, lebih banyak dewasa awal yang menunda meninggalkan rumah masa kanak-kanak
mereka. Ada juga sindrom pintu berputar (revolving door syndrome) yaitu kecenderungan
dewasa awal yang meninggalkan rumah untuk kembali lagi ke rumah orang tua mereka karena
menghadapi kesulitan keangan, pernikahan, atau lainnya. Rumah keluarga dapat menjadi tempat
berlindung yang nyaman, mendukung dan terjangkau selagi berusaha mandiri atau memulihkan
keseimbangan mereka. Tinggal bersama anak-anak dewasa mungkin dipandang sebagai sebuah
ungkapan solidaritas keluarga, sebuah perluasan harapan dari bantuan orang tua kepada anak-
anak dewasa awal (Ward & Spitze, 2004).
Pertalian Kekeluargaan Lainnya
Pada masa paruh baya, pertalian kekeluargaan paling awal bisa menjadi penting kembali dengan
cara yang baru, seiring tanggung jawab untuk mengasuh dan mendukung orang tua lanjut usia
mulai beralih ke anak-anak mereka yang berusia paruh baya.
Hubungan dengan Orang Tua Lanjut Usia
Banyak orang usia paruh baya memandang orang tua mereka lebih objektif daripada
sebelumnya, memandang mereka sebagai individu dengan kekuatan dan kelemahan.
• Hubungan dan Bantuan yang Timbal Balik
Dua generasi secara umum mempertahankan frekuensi berhubungan serta menawarkan dan
menerima bantuan, kebanyakan bantua mengalir dari orang tua ke anak, terutama pada masa
krisis. Namun sementara kebanyakan orang dewasa yang lebih tua bugar secara fisik dan mandiri
mencari pertolongan anaknya dalam membuat keputusan, bisa bergantung untuk tugas sehari-
hari dan bantuan keuangan. Untuk orang tua tua tunggal terutama setelah meninggalnya
pasangan hidup mereka, membutuhkan bantuan anak.
Kematangan anak (filial maturity) yaitu ketika anak-anak usia paruh baya “belajar
menerima dan memenuhi kebutuhan ketergantunga orang tua mereka” sebagai hasil
belajar dari krisis anak (filial crisis), dimana orang dewasa belajar menyeimbangkan cinta
dan kewajiban kepada orang tua mereka otonomy dalam hubungan dua arah.
• Menjadi Pengasuh bagi Orang Tua Lanjut Usia
Hidup yang lebih panjang berkaitang dengan lebih banyak risiko penyakit kronis dan
ketidakmampuan, sehingga butuh membagi bersama perawatan orang tua. Berbagai peluang
mengasuh orang tua meningkat pada masa ini dan cenderung mejadi fungsi perempuan.
Perempuan cenderung lebih responsive terhadap berbagai kebutuhan orang tua, sedangkan laki-
laki memiliki kemungkinan yang kecil untuk memberikanpengasuhan yang pribadi, tetapi anak
laki-laki tetap memberikan kontribusi dalam hal pengasuhan.
• Tekanan dalam Pengasuhan
Melakukan pengasuhan dapat membuat pengasuh mengalami stress, banyak yang terbebani
secara fisik, emosional, dan financial terutama jika pengasuh bekerja penuh waktu dan sumber
daya financial terbatas. Merawat seseorang yang memiliki keterbatasan fisik merupakan hal yang
berat, bahkan orang tua yang sudah tidak mampu melakukan fungsi dasar hidup sehari-hari,
mudah marah, depresi, curiga, dan kehilangan ingatan dapat menimbulkan burnout pengasuh
(carigaver burnout) yaitu kelelahan fisik, mental, dan emosional yang dapat mempengaruhi
orang dewasa yang merawat kerabat lansia. Untuk mencegah burnout diperlukan berbagai
sumber batuan, terkadang aturan lain harus dibuat seperti strukturisasi, bantuan hidup, atau
pembagian tanggug jawab diantara saudara sekandung.
Tekanan juga datang dari kebutuhan untuk menyeimbangkan dengan banyak tanggung
jawab lainnya pada masa paruh baya
Generasi terapi (sandwich generation) adalah orang dewasa paruh baya yang ditekan oleh
kebutuhan untuk membesarkan atau melepaskan anak-anak dan merawat orang tua lanjut
usia
Beberapa pengasuh keluarga melihat dan menganggap pengalaman tersebut sebagai pengalaman
yang memiliki imbalan yang unik, tantangan, memberikan kepuasan dan memberikan
perkembangan dalam banyak peran seperti pertumbuhan pribadi dan kasih sayang.
• Hubungan dengan Saudara Sekandung
Meskipun saudara sekandung cenderung berkurang kontaknya pada masa paruh baya dari
sebelum dan sesudahnya, kebanyakan saudara kandung paruh baya tetap berhubungan, dan
hubungan mereka penting bagi kesejahteraan.
Bagi perempuan perasaan posif terhadap saudara kandung dikaitkan dengan konsep diri
yang menyenangkan
Bagi laki-laki perasaan posif terhadap saudara kandung dikaitkan dengan moral yang
tinggi
Makin banyak hubungan yang dimiliki baik perempuan maupun laki-laki dengan saudara
kandung mereka, makin kecil kemungkinan mereka memperlihatkan gejala masalah
psikologis.
Konflik saudara kandung cenderung berkurang seiring bertambahnya usia – mungkin karena
saudara kandung yang tidak akrab jarang bertemu. Konflik juga muncul saat menangani
perawatan orang tua, pembagian warisan terutama jika hubungan saudara kandung tidak akur.
Menjadi Kakek-Nenek
Sering kali menjadi kakek-nenek dimulai ketika masa aktif menjadi orang tua belum berakhir.
Orang dewasa di AS menjadi kakek-nenek rata-rata diatas 48 tahun. Dengan meningkatnya
peristiwa perceraian pada masa paruh baya, sekitar satu dari lima kakek-nenek bercerai,
menjanda/mendudua, atau berpisah, dan banyak anak-anak yang memiliki kakek-nenek tiri.
Peran Kakek-Nenek
Banyak laki-laki dan perempuan paruh baya dan lanjut usia menganggap manjadi kakek-nenek
merupakan peran utama bagi mereka, memiliki kontak yang sering dengan cucu mereka, merasa
positif dengan menjadi kakek-nenek, memiliki harga diri yang tinggi cenderung merasa lebih
puas dengan menjadi kakek-nenek.
Di banyak Negara berkembang, keluarga besar mendominasi, dan kakek-nenek
memainkan peran yang utuh dalam membesarkan anak dan keputusan keluarga
Di Negara-negara Asia seperti Thailand dan Taiwan, sekitar 40% populasi usia 50 tahun
keatas tinggal di rumah yang sama dengan beberapa cucunya
Biasanya nenek yang cenderung terlibat dalam ‘menjaga keluarga’. Secara umum nenek
memiliki hubungan yang hangat, dekat, penuh kasih sayang terhadap cucunya
Berdasarkan penelitian berikut ini adalah aktivitas yang paling sering dilakukan kakek-nenek
bagi cucunya:
- Makan malam bersama
- Menonton televisi bersama
- Berbelanja
- Membacakan buku
- Berolahraga
- Menghabiskan uang bagi kebutuhan cucu mereka
- Menjaga cucu ketika orang tuanya bekerja
- Membesarkan atau tinggal bersama cucu mereka
Seiring tumbuh dewasanya cucu mereka, kontak cenderung berkurang, tetapi kasih sayang tetap
ada. Penurunan dalam kontak lebih pesat diantara cohort kakek-nenek yang lebih muda,
cenderung memiliki kesehatan yang lebih baik, dan kehidupan lebih sibuk.
Menjadi Kakek-Nenek setelah Bercerai dan Menikah Kembali
Perceraian dan pernikahan kembali seorang anak dewasa atau kakek-nenek dapat mempengaruhi
hubungan kakek-nenek dengan cucunya.
Setelah perceraian, kakek-nenek dari pihak yang tidak memiliki hak asuh cenderung
berkurang kontaknya dengan cucu mereka
Pernikahan kembali orang tua yang bercerai meningkatkan kemungkinan bahwa mereka
akan digantikan, atau jika keluarga pindah akan membuat kontak serta hubungan yang
kuat antara kakek-nenek dengan cucu mereka makin menjauh
Pernikahan kembali orang tua sering kali membawa kakek-nenek atau cucu tiri dalam
keluarga. Maka harus membiasakan dengan kondisi keluarga yang berbeda.
Kakek-nenek yang bercerai cenderung memiliki hubungan yang memburuk dengan cucu
mereka, seringkali kakek-nenek yang bercerai cenderung tinggal lebih jauh dan memiliki
ikatan yang lebih lemah dengan cucu mereka
Membesarkan Cucu
Banyak kakek-nenek merupakan pengasuh cucu satu-satunya atau yang utama. Meningkatnya
jumlah kakek-nenek yang berperan sebagai “orang tua” bagi cucu mereka bisa karena banyak
faktor, beberapa diantaranya yaitu keadaan orang tua asli yang tidak mampu merawat, kehamilan
di masa remaja, kehamilan diluar pernikahan, penyalahgunaan narkoba, perceraian, orang tua
bermasalah atau mungkin dipenjara, dan kematian.
Menjadi orang tua pengganti yang tidak direncanakan dapat menguras fisik, emosional,
keuangan, mengurangi waktu luang dan kehidupan social secara drastis serta mengancam
kesehatan
Kebanyakan kakek-nenek yang bertanggung jawab membesarkan cucu mereka
melakukannya dengan rela dan karena mencintai cucu mereka. Jika di kemudian hari
orang tua cucu mereka kembali pada peran normal mereka, kakek-nenek akan merasakan
kesedihan secara emosional untuk melepaskannya
Kakek-nenek bisa menjadi sumber bimbingan, teman bermain, perantara masa lalu, dan
symbol kesinambungan keluarga
Laki-laki dan perempuan paruh baya yang tidak menjadi kakek-nenek bisa memenuhi
kebutuhan generative dengan menjadi kakek-nenek angkat atau bekerja sukarela di
sekolah atau rumah sakit. Dengan mengembangkan apa yang Erikson sebut “kekuatan”
kepedulian, orang dewasa memepersiapkan dirinya sendiri memasuki masa puncak dari
perkembangan dewasa.
Daftar Pustaka
Monks. F.J – Knoers, dkk. 1999. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Jahja, Yudrik. 1999. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Papalia, Diane. 2009. Human Development. New York: McGraw-Hill.