Upload
doanphuc
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI(PP DAN PRODUK HUKUM KLHK)
SEJAK 1996 – 2017
D
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP DAN PRODUK HUKUM KLHK)SEJAK 1996 - 2017
MAJELIS EKSAMINASI
Prof Dr Ir Hariadi Kartodiharjo, MS. (Akademisi Kehutanan dan Guru Besar Institut Pertanian Bogor Departemen Pengelolaan Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan tim Gera-kan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Komisi Pemberantasan Korupsi).Dr H Saifuddin Syukur, SH, MCL. (Akademisi Hukum Administrasi Negara dari Fakultas Hu-kum Universitas Islam Riau (UIR), pengajar Ilmu Hukum Tata Negara di UIR).Nursamsu, SP. (Aktivis Eyes on the Forest yang memantau hutan Riau sejak 1997 hingga kini. Aktif di WWF Indonesia-Sumatera sejak 1997)
TIM PERUMUSMade Ali, SHOkto Yugo Setyo, SENurul Fitria, SPd
PUBLIKASIMEI 2018
COVER DAN TATA LETAKNurul Fitria, SPd
PENERBITWitra PercetakanJalan Pepaya No 52, Jadirejo, Sukajadi, Pekanbaru, Riau
KERJASAMAJaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari)The Asia Foundation
i
KATA PENGANTAR
Saat perkembangan industri HTI dipromosikan sebagai sektor penyumbang pendapatan bagi negara setelah sektor pertambangan minyak dan gas di Indonesia, berbagai kemudahan diberikan oleh pemerintah. Mulai dari pinjaman bunga rendah, pemanfaatan Dana Reboisasi hingga iklim usaha dan fasilitas yang mendorong per-tumbuhan cepat industri HTI sebagai bagian dari industri kehutan-an.
Apakah semua kemudahan dan fasilitas perkembangan industri HTI tersebut juga diperkuat dan difasilitasi oleh regulasi-regulasi yang dikeluarkan pada jamannya?
Hal ini perlu dilihat dalam konteks motivasi dan desain kebijakan untuk melihat keberpihakan para pembuat kebijakan. Apakah tunggal untuk aspek ekonomi dan pelakunya dan menihilkan per-timbangan pada aspek sosial dan lingkungan dalam hal ini masyarakat dan hutan?
Publik Review atas kebijakan HTI dari masa ke masa ini kemudian menghasilkan temuan penting yang mendukung temuan-temuan koalisi masyarakat sipil sebelumnya. Salah satunya adalah: ‘Dari 10 juta hektar kawasan hutan yang telah dibebankan izin, kenyataannya hanya sepertiga dari luasan izin yang benar-benar dikelola oleh korporasi’
Ini menunjukkan performa yang cukup rendah dari ekspektasi yang diinginkan pemerintah untuk dicapai oleh industri HTI. Jumlah izin dan luasan areal kerja terus bertambah, namun tidak didukung produktivitas yang baik oleh korporasi. Tidak heran jika kemudian persoalan-persoalan sosial, dan lingkungan menjadi hal yang melekat dengan praktek dalam industri hutan di Indonesia.
Analisis dalam publik review ini mengkonfirmasi bahwa kebijakan terkait pengelolaan hutan banyak didorong kepentingan ekonomi dengan bertambahnya jangka waktu pengelolaan izin HTI dan luasan areal kelola yang terus meluas.
Publik review atas kebijakan HTI ini juga memberikan rekomendasi untuk memperbaiki kondisi penge-lolaan melalui kebijakan yang lebih pro masyarakat dan lingkungan diantaranya dengan meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (MenLHK) Siti Nurbaya mereview Permenhut, Kepmenhut, Surat Eda-ran dan SK terkait HTI mencakup pengertian HTI, jangka waktu pengelolaan, kriteria areal, kewenangan pemberian izin, batas luasan areal dan kewenangan pengesahan RKT.
Semoga hasil publik review terkait kebijkan HTI ini dapat dijadikan pertimbangan pembuat kebijakan yang akan datang untuk menghasilkan kebijakan yang berpihak tidak hanya pada kepentingan ekonomi, namun juga kepentingan sosial dan ekologi.
Salam
Woro SupartinahKoordinator Jikalahari
ii
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
Peraturan perundang-undangan yang dihasilkan oleh Pemerintah Indonesia sejak kemerdekaan hingga kini menurut Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia lebih dari 36 ribu produk hukum. Produk hukum ini berbentuk Undang-undang, Ketetapan MPR, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah, Keputu-san Presiden maupun Instruksi presiden.
Berbagai produk hukum yang dihasilkan tak semuanya ‘baik-baik’ saja. Permasalahan muncul dari terbit-nya produk hukum tersebut. Mulai dari peraturan yang saling tumpang tindih hingga bertentangan dengan peraturan lebih tinggi. Dampaknya, berpengaruh besar terhadap sektor ekonomi ataupun melanggar Hak Asasi Manusia bahkan banyak berdampak buruk pada lingkungan hidup dan kehutanan.
Permasalahan yang muncul dengan terbitnya peraturan-peraturan ini perlu dicermati dan dikaji lebih lanjut. Apakah peraturan tersebut lebih baik dicabut atau direvisi?
Salah satu cara menguji dan mengkaji berbagai peraturan perundang-undangan adalah dengan melakukan publik review. Dalam buku panduan eksaminasi publik yang diterbitkan Indonesia Corruption Watch (ICW) menjelaskan publik review merupakan kegiatan yang dilakukan oleh publik untuk menguji suatu peraturan perundang-undangan. Keterlibatan publik ini merupakan bentuk partisipasi masyarakat untuk mengoreksi peraturan perundang-undangan yang ada, baik dalam tahap penyusunan maupun yang sudah ditetapkan.
Salah satu produk hukum yang layak untuk dikaji oleh publik adalah Peraturan Pemerintah serta Peraturan Menteri Kehutanan yang kini berganti menjadi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) berkaitan dengan Hutan Tanaman industri (HTI). Sejak HTI lahir di Indonesia, lebih dari 100 produk hukum yang di-hasilkan oleh pemerintah yang mengatur mulai dari kriteria HTI, pendanaan dan pajak hingga jangka waktu penggunaan lahan untuk industri kayu ini.
Namun regulasi-regulasi yang dilahirkan ini sarat akan kerancuan dan menyokong kepentingan pihak-pihak tertentu untuk mengembangkan bisnis hingga menggurita. Berkembangnya HTI di Indonesia serta banyak-nya peraturan yang dilahirkan untuk mengaturnya tidak berbanding lurus dengan perlindungan terhadap ekologis. Peraturan yang dilahirkan pemerintah semakin hari semakin ‘longgar’ sehingga menguntungkan pengusaha-pengusaha HTI dan merugikan lingkungan hidup dan kehutanan bahkan menyengsarakan mas-yarakat.
Untuk itu Jikalahari menggagas untuk dilakukannya publik review terhadap produk-produk hukum HTI yang telah dikeluarkan pemerintah sejak 1984 hingga kini. Setelah mengumpulkan Peraturan Pemerintah serta Peraturan Menteri Kehutanan/ LHK dari berbagai sumber, diperoleh 114 peraturan berkaitan dengan HTI. Untuk menguji produk hukum ini, Jikalahari meminta akademisi dan praktisi yang memiliki kompe-tensi dan keahlian berkaitan dengan subjek publik review untuk berdiskusi dan mengkaji bersama produk hukum tersebut.
Para penguji yang selanjutnya disebut Majelis Eksaminasi dipilih berdasarkan keahliannya dan memiliki komitmen untuk reformasi Indonesia yang lebih baik lagi. Majelis eksaminasi dalam publik review ini diantaranya Prof Dr Ir Hariadi Kartodiharjo, MS (Guru Besar dari Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan tim Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Komisi Pemberantasan Korupsi), Dr H Saifuddin Syukur, SH, MCL (Akademisi Hukum Administrasi Negara dari Fakultas Hukum Universitas Islam Riau) dan Nursamsu, SP (Aktivis Eyes on the Forest yang memantau hutan Riau sejak 1997 hingga kini). Para majelis eksaminasi juga dibantu tim perumus yang terdiri dari Made Ali, SH, Okto Yugo Setyo, SE dan Nurul Fitria, SPd dari Jikalahari.
Hasil dari publik review diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pembuat kebijakan terkait HTI untuk kembali menelaah aspek-aspek dalam pembuatan peraturan agar dapat memberikan perlindungan terhadap lingkungan dan hutan di Indonesia.
Dari publik review ini juga menghasilkan rekomendasi agar pemerintah dapat memperbaiki kebijakan HTI kedepannya jangan hanya melalui pendekatan teknis – administratif yang pada akhirnya hanya menghasil-kan konflik, namun juga harus memperhatikan melalui pendekatan perizinan baru dengan memastikan lahan bebas konflik dan teknis yang terbuka melalui e-governance.
SEKAPUR SIRIH
iii
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih banyak kepada seluruh pihak yang telah turut serta berpartisi-pasi dalam segala rangakain kegiatan publik review ini. Semoga naskah publik review ini dapat bermanfaat dan dijadikan rujukan untuk membuat kebijakan yang lebih baik lagi kedepannya. Tentu untuk kelestarian lingkungan hidup dan kehutanan di Indonesia.
Maret, 2018
Tim Perumus Publik Review
iv
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
v
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................SEKAPUR SIRIH ..............................................................................................................................DAFTAR ISI .......................................................................................................................................DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................................................DAFTAR PETA...................................................................................................................................DAFTAR TABEL.................................................................................................................................
BAGIAN PERTAMA: PENDAHULUANa. Pengantar...........................................................................................................................................
1. Penerbitan Produk Hukum Terkait HTI di Indonesia .................................................................2. Kasus Terkait Perizinan HTI........................................................................................................
• Illegal Logging 14 Korporasi HTI di Riau .............................................................................• Korupsi Perizinan Kehutanan .................................................................................................• Pelanggaran Penerbitan Izin HTI di Luar Peruntukan Fungsi Kawasan Hutan......................• Perubahan Fungsi Kawasan Hutan .........................................................................................
3. Gugatan PT RAPP Terhadap Keputusan KLHK ........................................................................b. Tujuan ..............................................................................................................................................c. Cakupan dan Metode Publik Review ...............................................................................................d. Majelis Eksaminasi ..........................................................................................................................
BAGIAN KEDUA: LAHIRNYA HTI DI INDONESIAa. Situasi Kelahiran HTI dan Produk Hukum yang Mengaturnya (1984 – 2000)...............................b. Situasi Perubahan Produk Hukum HTI Paska Era Reformasi (2001 – 2010)..................................c. Situasi Perubahan Produk Hukum HTI di Era Konglomerasi HTI (2011 – 2017)...........................
BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK HUKUMTERKAIT HTI
a. Fakta Lapangan Kaitan dengan Perubahan Produk Hukum HTI.....................................................1. Pengertian Hutan Tanaman Industri..........................................................................................2. Kriteria areal pembangunan Hutan Tanaman Industri-Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan
Kayu Pada Hutan Tanaman.......................................................................................................• Tumpang tindih dengan hutan alam yang produktif dan memiliki potensi kayu komer-
sial yang tinggi...................................................................................................................• Tumpang tindih dengan kawasan hutan produksi tidak dibebani izin/hak........................
3. Kewenangan Pemberian Hutan Tanaman Industri-Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu Pada Hutan Tanaman.......................................................................................................
• Pelanggaran terkait kewenangan menerbitkan Hutan Tanaman Industri atau Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) di Riau........................
4. Batas Luasan Hutan Tanaman Industri-Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu Pada Hutan Tanaman..........................................................................................................................
5. Kewenangan pengesahan Bagan Kerja dan Rencana Kerja Tahunan Tanaman Industri-Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu Pada Hutan Tanaman .................................................
• Kebijakan Gubernur Riau tahun 2004 menerbitkan Bagan Kerja dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) sejumlah HTI-IUPHH-HT di Riau..........................................................
6. Jangka Waktu Izin Tanaman Industri-Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu Pada Hutan Tanaman....................................................................................................................................
b. Peraturan Perundang-undangan Terkait HTI 1996 – 2017: Sebuah Appraisal.................................1. Balada HTI Hingga Kini .........................................................................................................
c. Masalah Interpretasi dan Pelaksanaan Kebijakan Akibat Perubahan Produk Hukum Terkait HTI..d. Temuan Kunci Persoalan Perubahan Produk Hukum........................................................................e. Siapa Menanggung Kerugian?...........................................................................................................
BAGIAN KEEMPAT: KESIMPULAN DAN REKOMENDASIa. Kesimpulan........................................................................................................................................b. Rekomendasi......................................................................................................................................
LAMPIRAN..........................................................................................................................................SEKILAS TENTANG MAJELIS EKSAMINASI DAN TIM PERUMUS..........................
DAFTAR ISIiiiivvivivi
11223556667
81519
2323
25
2930
32
36
38
40
43
444546505455
5757
59101
vi
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
Gambar: 1. Keterkaitan antara situasi, kebijakan, kondisi, reaksi usaha dan kinerja pembangunan HTI........2. Alokasi kawasan HTI dan arah kebijakan pemerintah...................................................................3. Penyertaan modal pemerintah dalam HTI Non Transmigrasi dan Transmigrasi...........................4. Pandangan masyarakat Riau terhadap PT Inhutani IV...................................................................5. Regulasi HTI yang mejadi penyebab konflik hukum.....................................................................6. Rangkaian pokok-pokok pengaturan pembangunan HTI oleh pemerintah....................................
DAFTAR GAMBAR
111314141718
29303252
Peta: 1. Perbedaan tutupan hutan pada konsesi 37 HTI yang dikeluarkan oleh sejumlah Bupati di Riau
dalam kurun waktu 2002 - 2006.....................................................................................................2. Citra landsat 2002 di areal PT Madukoro.......................................................................................3. Peta Konsesi PT Madukoro tumpang tindih dengan HPH PT Yos Raya Timber...........................4. Perkembangan tutupan hutan di Riau.............................................................................................
DAFTAR PETA
Tabel: 1. Perkembangan pembangunan HTI menurut provinsi di Indonesia hingga Desember 1998..........2. Evaluasi kondisi 95 perusahaan HTI Patungan (Mei 2002)...........................................................3. Perusahaan yang belum ada penerapan tata batas areal kerja dan Layak Dilanjutkan dengan
Catatan dan dengan Peringatan namun mendapatkan sertifikat LK...............................................4. Pengertian HTI - IUPHHK - HT....................................................................................................5. Kriteria areal pembangunan HTI - IUPHHK - HT.........................................................................6. Kewenangan Pemberian HTI - IUPHHK - HT..............................................................................7. 37 perizinan HTI - IUPHHK - HTI yang diterbitkan oleh 4 Bupati di Riau pada periode 2002
2006................................................................................................................................................8. Batas luasan HTI - IUPHHK - HT.................................................................................................9. Kewenangan pengesahan Bagan Kerja dan Rencana Kerja Tahunan Tanaman Industri IUPH-
HK - HT..........................................................................................................................................10. Jangka waktu tanaman industri IUPHHK - HT..............................................................................11. Garis besar perbedaan pendapat antara Dephut dan Bareskrim.....................................................
DAFTAR TABEL
1213
19232532
3738
404451
viii
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
1
BAGIAN PERTAMA: PENDAHULUAN
BAGIAN PERTAMA: PENDAHULUANa. Pengantar
1. Penerbitan Produk Hukum Terkait HTI di Indonesia
Penerbitan dan perubahan produk hukum terkait Hutan Tanaman Industri (HTI) cenderung menguntungkan korporasi HTI sejak 1986 hingga 2017. Perubahan ini menguntungkan korporasi dalam hal pengertian HTI yang semakin luas, kriteria areal semakin ‘longgar’, kewenangan pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) dibebankan pada pusat, batas luasan areal yang se-makin diperluas, jangka waktu pengelolaan terus bertambah lama hingga kewenangan pengesahan Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (RKT-UPHHK-HTI)yang dibebankan kepada Menteri Kehutanan.
Pengertian Hutan Tanaman Industri (HTI) pertama kali termaktub dalam SK Menhut No 320/Kpts-II/1986 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri1. SK ini lahir atas mandat UU Nomor 5 Tahun 1967 Ten-tang Kehutanan berkaitan dengan peningkatan potensi hutan produksi. UU ini lahir dengan pertimbangan peraturan bidang kehutanan sebagian besar berasal dari pemerintah jajahan sehingga tidak sesuai dengan keadaan saat ini. Dalam penjelasan UU dijelaskan ruang lingkup kegiatan kehutanan saat itu jauh lebih luas dibandingkan pada waktu lampau dimana terdapat kegiatan pembangunan dan keperluan penduduk yang membutuhkan kayu, sehingga permintaan terhadap kayu meningkat pesat.
Selain itu pemerintah juga melihat makin majunya eskpor hasil hutan serta banyaknya peminat dari luar negeri yang menjadikan kayu sebagai bahan baku untuk industri plywood, hardboard dan bahan-bahan un-tuk prefabricated house baik untuk memenuhi keperluan dalam negeri maupun untuk ekspor serta industri rayon untuk bahan sandang dan lain-lain.
Dalam aturan ini fungsi hutan dibagi menjadi hutan lindung, produksi, suaka alam dan wisata. Dalam Pasal 3 ayat 2 dijelaskan hutan produksi ialah kawasan hutan yang diperuntukkan guna produksi hasil hutan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya dan khususnya untuk pembangunan, industri dan ekspor.
Paska terbitnya UU 5/1967, pemerintah menerbitkan PP Nomor 33 Tahun 1970 tentang Perencanaan Hutan. Pada pasal 6 menyebutkan rencana pengukuhan kawasan hutan sesuai dengan fungsi hutan meliputi hutan lindung, hutan produksi, hutan suaka alam dan hutan wisata. Pada pasal 7 hanya dijelaskan penatagunaan hutan produksi bertujuan untuk mempertahankan produksi hasil hutan guna memenuhi kebutuhan mas-yarakat pada umumnya dan khususnya untuk pembangunan industri dan ekspor. Tidak ada penjelasan spesi-fik hutan produksi berupa hutan tanaman industri.
Setelah 16 tahun, Menteri Kehutanan dan Perkebunan Soedjarwo menerbitkan SK Menhut No 320/Kpts-II/1986 Tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri. Dalam aturan ini dijelaskan tujuan dari program HTI untuk menunjang industri hasil hutan melalui penyediaan bahan baku. Hal ini didasarkan dengan mencermati bahwa usaha HTI bersifat jangka panjang dengan resiko yang cukup tinggi sehingga diperlu-kan pengelolaan yang profesional dan modal yang cukup besar. Untuk memberikan landasan hukum bagi kepastian usaha HTI, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1990 tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri2.
PP Nomor 7 tahun 1990 diterbitkan pada 16 Maret 1990 di era Presiden Soeharto dan Menteri Sekretaris Negara Moerdiono dan Menteri Kehutanan dan Perkebunan, Hasjrul Harahap (1988 – 1993). PP ini men-jelaskan HTI dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerap-kan silvikultur intensif untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan. Dalam peraturan ini dijelaskan sistem pengelolaan HTI dengan sistem silvikultur tebang habis dengan penanaman kembali dan areal HTI berupa kawasan hutan produksi tetap yang tidak produktif.
Paska terbitnya PP 7/1990 yang sudah spesifik mengatur tentang HTI, Jikalahari melakukan tracking dan mengumpulkan dokumen-dokumen produk hukum yang dihasilkan Kementerian Kehutanan terkait HTI. Pada periode 1993 – 1998 Menteri Kehutanan dan Perkebunan Djamaluddin Suryohadikusumo telah menerbitkan 3 Keputusan Menteri terkait HTI. Terjadi reformasi 1998. Periode 1998 – 1999, Menteri Ke-hutanan dan Perkebunan Muslimin Nasution juga menerbitkan 3 Keputusan Menteri terkait HTI. Pada 30 September 1999, Undang-undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan terbit mengganti-kan UU Nomor 5 Tahun 1967 Tentang Kehutanan.
2
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
Menteri Kehutanan Periode 1999 - 2001 Nurmahmudi Ismail menerbitkan 3 Keputusan Menteri Kehutanan terkait HTI. Lalu pada 2001 – 2004, Menteri Kehutanan Mohammad Prakosa juga menerbitkan 23 Kepu-tusan Menteri Kehutanan terkait HTI. Periode 2004 – 2009 Menteri Kehutanan MS Kaban menerbitkan 58 Peraturan Menteri Kehutanan, Keputusan Menteri dan Surat Edaran. Periode 2009 – 2014, Menteri Ke-hutanan Zulkifli Hasan juga menerbitkan 42 Peraturan Menteri, Surat Keputusan dan Surat Edaran terkait HTI. Begitu pula dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) periode 2014 – 2018 Siti Nurbaya Bakar menerbitkan 27 Peraturan Menteri terkait HTI.
Dari 104 produk hukum terkait HTI sejak 1996 – 2017, ditemukan ada 88 produk hukum yang tidak ber-laku lagi dan digantikan dengan produk hukum yang baru (Daftar produk hukum terlampir: Lampiran I).
2. Kasus Terkait Perizinan HTI
Illegal Logging 14 Korporasi HTI di Riau
Pada 15 Januari 2007, Jikalahari dan Walhi Riau—tergabung koalisi Eyes on The Forest (EoF)—melaporkan 37 perusahaan HTI ke Polda Riau karena melakukan tindak kejahatan lingkungan hidup berupa penebangan hutan alam (illegal logging/ illog). Tindakan ilegal ini merujuk kepada areal HTI berada di atas hutan alam.
Perusahaan-perusahaan HTI ini memperoleh izin dari Bupati sepanjang 2001 – 2003. Perusahaan menerima izin dari T Azmun Jaafar, Bupati Pelalawan: CV Putri Lindung Bulan, PT Rimba Mutiara Permai, PT Mitra Tani Nusa Sejati, PT Putra Riau Perkasa, PT Nusa Prima Manunggal, PT Bukit Raya Pelalawan, CV Tuah Negeri, CV Mutiara Lestari, PT Satria Perkasa Agung – Serapung, PT Selaras Abadi Utama, PT Mitra Hutani Jaya, PT Madukoro, CV Harapan Jaya, KUD Bina Jaya Langgam, CV Riau Bina Insani, CV Bhakti Praja Mulia, PT Riau Bina Insani, PT Merbau Pelalawan Lestari, CV Alam Lestari, PT Triomas FDI, CV Riau Jambi Sejahtera, PT Sinar Deli Pratama, PT Uni Seraya.
Perusahaan menerima izin dari Arwin AS, Bupati Siak: PT Balai Kayang Mandiri, PT Seraya Sumber Lestari, PT Rimba Mandau Lestari, PT Bina Daya Bintara, PT Rimba Rokan Perkasa dan PT National Timber and Forest Product.
Perusahaan menerima izin dari Thamsir Rahman, Bupati Indragiri Hulu: PT Sumber Maswana Lestari, PT Citra Sumber Sejahtera, PT Bukit Batabuh Sei Indah, PT Artelindo Wiratama dan PT Mitra Kem-bang Selaras.
Perusahaan yang menerima izin dari Indra Mukhlis Adnan dan Rusli Zainal saat menjadi Bupati Indra-giri Hilir: PT Bina Duta Laksana, PT Riau Indo Agropalma dan PT Inhil Hutani Pratama.
Terhadap laporan yang disampaikan, Kapolda Riau Brigjen Pol Sutjiptadi menindaklanjuti dengan melakukan penyidikan ke lokasi yang dilaporkan. Sejak 9 Februari 2007 kayu-kayu hasil illog ter-masuk gunungan kayu milik PT RAPP dan PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP) disegel dan disita sebagai barang bukti.
Hasilnya, sepanjang Januari 2007 – Agustus 2008 Polda Riau berhasil menyita barang bukti berupa 515.612 m3 kayu gelondongan, kayu olahan sebanyak 2.351.159 batang, kayu gergajian 9.403 lem-bar, 17.584 keping kayu dan 369 ton kayu. Selain kayu hasil penebangan hutan alam, Polda Riau juga menyita 3 unit Tugboat, 3 unit tongkang, 48 unit kapal, 59 perahu klotok, 2 unit speedboat, 185 unit truk, 23 unit sepeda motor, 175 unit alat berat, 137 unit mesin dan 10.100 lebih gergaji.
Pada 6 September 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan dukungan kepada Polda Riau untuk menangani kasus illog dengan membentuk tim gabungan penyelesaian pembalakan liar dipimpin langsung Widodo As, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan RI.
Pada November 2007, Widodo mengumumkan 14 dari 21 perusahaan pemegang izin konsesi HTI dIIndikasi melakukan illog dan meminta Kapolda Riau segera memproses secara hukum. Perusahaan tersebut menyuplai bahan baku ke PT IKPP yaitu PT Arara Abadi, PT Bina Duta Laksana, PT Rimba Mandau Lestari, PT Wana Rokan Bonai Perkasa, PT Inhil Hutan Pratama dan PT Suntara Gaja Pati. Sisanya menyuplai ke PT RAPP yaitu PT RAPP, PT Merbau Pelalawan Lestari, PT Mitra Kembang Selaras, PT Madukoro, PT Citra Sumber Sejahtera, PT Bukit Betabuh Sei Indah, PT Nusa Prima Ma-nunggal dan PT Anugerah Bumi Sejahtera.
3
BAGIAN PERTAMA: PENDAHULUAN
Sepanjang 2008, Polda Riau mengumpulkan seluruh bukti untuk ke 14 perusahaan HTI tersebut dan meneruskannya ke Kejaksaan Riau untuk dilanjutkan ke persidangan.
Namun pada Mei 2008 Sutjiptadi diganti oleh Hadiatmoko sebagai Kapolda Riau. Dalam buku Korup-tor Go To Hell yang ditulis Bibit Samad Rianto, mantan Wakil Ketua KPK, Sutjiptadi ‘didepak’ karena adanya kerjasama ‘pengusaha hitam’ dengan pejabat tinggi Riau yang terusik karena sepak terjangnya dalam membasmi illog di Riau.
Pada November 2008 penanganan perkara 14 korporasi tersangka illog mulai tersendat di kejak-saan dan berkas perkara dikembalikan untuk yang ke 17 kalinya dengan alasan perlu perbaikan dan penyempurnaan berkas dengan menambahkan ahli, bukti dan keterangan pejabat pemberi izin.
PT RAPP juga tiba-tiba merilis ke media pada November 2008 akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap ribuan karyawannya akibat keterbatasan bahan baku. Pada 25 November PT RAPP dipanggil Komisi B DPRD Riau untuk mendengar penjelasan terkait minimnya bahan baku sehingga perusahaan bubur kertas di Asia Tenggara tersebut harus mem-PHK pekerjanya. Namun pertemuan tersebut dilakukan secara tertutup sehingga tak diketahui apa saja yang dibicarakan dalam rapat tersebut.
Pada 22 Desember 2008, Kapolda Riau mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) untuk 14 korporasi HTI tersangka illog. Hadiatmoko menjelaskan alasan menerbitkan SP3 karena syarat hukum tak terpenuhi. Namun berdasarkan penelusuran Tempo, SP3 terbit setelah ada pertemuan antara Kapolri, Jaksa Agung dan Gubernur Riau Rusli Zainal membahas ancaman PHK yang akan terjadi.
Korupsi Perizinan Kehutanan
Pada Mei 2007, Polda Riau melakukan koordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ter-kait kasus illegal logging korporasi HTI yang sedang ditangani Polda. Pada 12 Desember 2007, KPK menetapkan Bupati Pelalawan T Azmun Jaafar sebagai tersangka korupsi penerbitan IUPHHK-HT untuk 15 korporasi HTI di Pelalawan.
Sepanjang 2008 hingga 2013 KPK menetapkan Bupati Siak Arwin AS sebagai tersangka korupsi pen-erbitan IUPHHK-HT untuk 5 korporasi HTI di Siak. Selain itu KPK juga menetapkan Asral Rahman, Syuhada Tasman dan Burhanuddin Husin (Kepala Dinas Kehutanan Riau periode 2002 - 2006) dan Gubernur Riau Rusli Zainal sebagai tersangka korupsi penerbitan Rencana Kerja Tahunan dan Bagan Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (RKT-BKTUPHHK-HT) untuk 20 korporasi HTI di Pelalawan dan Siak.
Para tersangka dinilai melakukan perbuatan melawan hukum saat mengesahkan dan menerbitkan IUPHHK-HT dan RKT-BKTUPHHK-HT untuk korporasi sektor tanaman industri (pulp and paper) telah melanggar Pasal 2 ayat 1 dan 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 berupa melanggar:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2002 terbit pada 8 Juni 2002 tentang Tata Hutan dan Peny-usunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan.
2. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 10.1/Kpts‐II/2000 terbit pada 6 November 2000 tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman;
3. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 21/Kpts‐II/2001 terbit pada 31 Januari 2001 tentangKriteria dan Standar Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Usaha Kayu Hutan Tanaman pada Hutan Produksi;
4. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 151/Kpts‐II/2003 terbit pada 2 Mei 2003 tentang Rencana Kerja, Rencana Lima Tahun, Rencana Kerja Tahunan dan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman;
5. Kepmenhut No 32/Kpts-II/2003 terbit 5 Februari 2003 tentang Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam atau Hutan Tanaman melalui Penawaran dalam Pelelangan.
Intinya, para tersangka telah menerbitkan IUPHHK-HT di atas hutan alam. Padahal areal yang seha-
4
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
rusnya diberikan izin adalah areal kosong di dalam kawasan hutan produksi dan/atau areal hutan yang akan dialih fungsikan menjadi kawasan Hutan Produksi serta tidak dibebani hak-hak lain. Kriteria lainnya areal yang dapat diberikan izin ialah kawasan yang memiliki penutupan vegetasi berupa non hutan (semak belukar, padang alang-alang dan tanah kosong) atau areal bekas tebangan yang kondisin-ya rusak dengan potensi kayu bulat berdiameter 10 cm untuk semua jenis kayu dengan kubikasi tidak lebih dari 5 m3 per hektar.
Putusan majelis hakim menyatakan para terpidana terbukti bersalah melakukan perbuatan melawan hukum dan merugikan negara dengan menerbitkan IUPHHK-HT, RKT-BKTUPHHK-HT untuk 20 korporasi HTI di Pelalawan dan Siak. Berikut putusan para terpidana:
1. H. Tengku Azmun Jaafar, SH (Bupati Pelalawan 2001 – 2008) divonis Mahkamah Agung (2009) 11 tahun penjara, membayar uang pengganti setidaknya Rp 500 juta, membayar uang pengganti Rp 12.367.780.000 setidaknya Rp 12 Miliar, karena bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagai perbuatan berlanjut saat menerbitkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) tahun 2002 – 2003 untuk 15 korporasi—PT Merbau Pelala-wan Lestari, PT Selaras Abadi Utama, PT Uniseraya, CV Tuah Negeri, CV Mutiara Lestari, CV Pu-tri Lindung Bulan, PT Mitra Tani Nusa Sejati, PT Rimba Mutiara Permai, CV Bhakti Praja Mulia, PT Triomas FDI, PT Satria Perkasa Agung, PT Mitra Hutani Jaya, CV Alam Lestari, PT Madukoro dan CV Harapan Jaya—sehingga merugikan keuangan Negara atau menguntungkan korporasi senilai Rp 1.208.625.819.554.22 setidaknya Rp 1,2 triliun.
2. H. Arwin AS, SH (Bupati Siak 2001 – 2011) divonis Mahkamah Agung (2012) 4 tahun penjara, denda Rp 200 juta, membayar uang pengganti Rp 850 juta ditambah USD 2000, karena secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi. Akibat perbuatannya menerbitkan IUPHHK-HT lima korporasi pada April 2002 – Juni 2002—PT Bina Daya Bintara, PT National Timber Forest Product, PT Seraya Sumber Lestari, PT Balai Kayang Mandiri dan PT Rimba Mandau Lestari—menguntungkan korporasi atau merugikan keuangan Negara senilai Rp 301.653.789.091,88 atau setidaknya Rp 301 Miliar.
3. H. Asral Rachman SH (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau 2002 – 2003) divonis majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat 5 tahun penjara, denda Rp 200 juta ditambah USD 2000, membayar uang pengganti setidaknya Rp 1.544.2000.000,00 atau setidaknya Rp 1,5 Miliar, karena bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Akibat perbuatannya mengesah-kan Rencana Kerja Tahunan (RKT) IUPHHK-HT untuk 17 korporasi di Siak dan Pelalawan pada 2005—PT Seraya Sumber Lestari, PT Bina Daya Bintara, PT National Timber Forest Produckt, PT Merbau Pelalawan lestari, PT Selaras Abadi Utama, PT Uniseraya, CV Putri Lindung Bulan, CV Mutiara Lestari, PT Rimba Mutiara Permai, PT Mitra Tani Nusa Sejati, PT Triomas FDI, CV Alam Lestari, CV Harapan Jaya, PT Madukoro, PT Balai Kayang Mandiri, PT Rimba Mandau Lestari dan PT Mitra Hutani Jaya—menguntungkan korporasi atau merugikan keuangan negara Rp 889.292.951.317,82 atau setidaknya Rp 889 Miliar.
4. Ir Syuhada Tasman MM (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau 2003 – 2004), divonis Hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru 5 tahun penjara, denda Rp 250 juta, karena bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Akibat perbuatannya menerbitkan RKT untuk 6 kor-porasi tahun 2003 – 2004—PT Selaras Abadi Utama, PT Mitra Taninusa Sejati, PT Rimba Mutiara Permai, CV Putri Lindung Bulan, CV Tuah Negeri dan CV Bhakti Praja Mulia—menguntungkan korporasi atau merugikan keuangan Negara Rp 153.024.496.294,89 setidaknya Rp 153 Miliar.
5. Drs H. Burhanuddin Husin, MM (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau 2005 – 2006), divonis majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor Pekanbaru 2 tahun 6 bulan, denda Rp 100 juta, karena melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Akibat perbuatannya menerbitkan RKT untuk 12 korporasi tahun 2006—PT Mitra Taninusa Sejati, PT Selaras Abadi Utama, CV Alam Lestari, PT Merbau Pelalawan Lestari, PT Uniseraya, PT Rimba Mutiara Permai, PT Triomas FDI, PT Madukoro, PT Seraya Sumber Lestari, PT Bina Daya Bintara, PT National Timber Forest Pro-duk dan PT Rimba Mandau Lestari—menguntungkan korporasi atau merugikan keuangan Negara senilai Rp 519.580.718.790.,87 setidaknya Rp 519 Miliar. Burhanuddin mengajukan PK ke MA. MA menghukum 6 tahun penjara.
6. HM Rusli Zainal (Gubernur Riau 2004 – 2014) divonis majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor Pekanbaru 14 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, karena melakukan tindak pidana korupsi secara
5
BAGIAN PERTAMA: PENDAHULUAN
bersama-sama telah menerbitkan BKTUPHHKHT pada 2004 dan korupsi PON ke 18 tahun 2013. Atas tindakannya telah menerbitkan BKTUPHHKHT, Rusli Zainal telah merugikan keuangan neg-ara atau menguntungkan korporasi senilai Rp 265.912.366.170,20 setidaknya Rp 265 Miliar karena menerbitkan RKT-BKTUPHHK-HT yang bukan kewenangannya sebagai Gubernur Riau untuk 9 korporasi tahun 2004—CV Putri Lindung Bulan, CV Bhakti Praja Mulia, PT Selaras Abadi Uta-ma, PT Rimba Mutiara Permai, PT Mitra Taninusa Sejati, PT Merbau Pelalawan Lestari, PT Mitra Hutani Jaya, PT Satria Perkasa Agung dan PT Seraya Sumber Lestari—di Pelalawan dan Siak pada 2004.Walaupun putusannya sempat dikurangi menjadi 10 tahun oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi Riau, namun di Mahkamah Agung ia kembali divonis 14 tahun penjara dan pidana tambah-an dicabut hak politiknya.
Pelanggaran Penerbitan Izin HTI di Luar Peruntukan Fungsi Kawasan Hutan
Pada 2010 kajian KPK menemukan di Provinsi Riau, ada 79 IUPHHK-HA/HT yang sebagian atau seluruh areal kerjanya berada di luar peruntukannya menurut TGHK3. Pelanggaran yang terjadi terdiri dari IUPHHK-HA di areal KSA/HL/HPK dan IUPHHK-HT di areal KSA, HL atau HPT Total kawasan yang dilanggar mencapai 3,7 juta ha. Pelanggaran paling banyak berupa penerbitan IUPHHK-HT di HPT seluas 2,9 juta ha, yang mengindikasikan dilakukannya land clearing pada hutan alam.
Dari 79 izin tersebut, sekurang-kurangnya 4 izin dikeluarkan pemerintah pusat, yaitu:
- IUPHHK-HT CV ML di APL dan HPK seluas total 1.950 ha
- IUPHHK-HT CV PLB di HPT seluas 2.619 ha
- IUPHHK-HT PT AA di APL, HPK dan HPT seluas 618.645 ha
- IUPHHK-HT PT ANPM di APL, HL, HPK, HPT seluas 158.134 ha
Perubahan Fungsi Kawasan Hutan
Pada 8 Agustus 2014, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menerbitkan SK.673/Menhut-II/2014 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan Seluas 1.638.249 hektar, Peru-bahan Fungsi Kawasan Hutan seluas 717.543 hektar dan Penunjukan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan Seluas 11.552 hektar di Provinsi Riau.
Pada September - Oktober 2017, Koalisi Eyes on The Forest melakukan investigasi di areal peruba-han peruntukan kawasan hutan tersebut. Dari 717.543 ha kawasan hutan yang diubah diantaranya ada 424.041 ha kawasan hutan yang diubah dari Hutan Produksi Terbatas (HPT) menjadi Hutan Produksi tetap (HP). Berdasarkan hasil investigasi ditemukan 340.707,95 ha diantaranya berada di 29 konsesi HTI yang tersebar diantaranya: 13 konsesi di kawasan TN Tesso Nilo – Rimbang Baling, 6 konsesi di blok Kerumutan, 3 konsesi di lansekap Bukit Tigapuluh, 6 konsesi HTI di wilayah Bengkalis dan Kepulauan Meranti serta 1 konsesi di Pulau Rupat.
Korporasi ini terafiliasi dengan korporasi raksasa pulp dan kertas, APRIL, ataupun APP/Sinar Mas Group. Temuan EoF menegaskan adanya indikasi kuat pelegalan kawasan hutan melalui penerbitan SK Menteri No 673/2014. Dengan adanya perubahan fungsi HPT menjadi HP di Provinsi Riau melalui SK 673/2014, maka telah terjadi pelanggaran dan kuat dIIndikasikan SK 673/2014 hanya untuk mele-galkan HTI yang sudah telanjur eksis pada kawasan HPT
Menurut koalisi EoF jika selama ini HTI di atas HPT ilegal, merujuk pasal 2 Peraturan Menteri Ke-hutanan Republik Indonesia Nomor: P.19/Menhut-II/2014 Tentang Tata Cara Penetapan Peta Indikatif Arahan Pemanfaatan Hutan Pada Kawasan Hutan Produksi Yang Tidak Dibebani Izin Untuk Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu, menjadi legal paska terbitnya SK 6734.
Keempat peristiwa di atas menunjukkan perubahan produk hukum terkait HTI dan kebijakan yang diambil pemerintah kerap menguntungkan korporasi HTI. Meski menyalahi aturan, korporasi HTI terus beroperasi. Namun ketika pemerintah melakukan perubahan produk hukum terkait HTI, korporasi tidak menerima dan melakukan upaya hukum dengan menggugat keputusan KLHK.
6
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
3. Gugatan PT RAPP Terhadap Keputusan KLHK
Pada 16 November 2017 PT RAPP menggugat KLHK ke PTUN Jakarta. PT RAPP melalui kuasa hukum-nya Hamdan Zoelva ajukan Permohonan Mendapatkan Putusan Penerimaan Atas Permohonan Pencabutan Surat Keputusan Atau Keberatan Terhadap Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor SK 5322/Menlhk-PHPL/UPL.1/20/2017 tentang Pembatalan Keputusan Menteri Kehutanan No SK 173/VI-BHPT/2010 dan Keputusan Menteri Kehutanan No Sk 93/VI-BUHT/2013 ke Mahkamah Agung. Sidang perdana dimulai pada 27 November 2017.
Gugatan dari PT RAPP bermula dari Peraturan Menteri LHK P.14/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 Tentang Tata Cara Inventarisasi Dan Penetapan Fungsi, P.15/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 Tentang Tata Cara Pengukuran Muka Air Tanah di Titik Penataan Ekosistem Gambut, P.16/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 Tentang Pedoman Teknis Pemulihan Fungsi ekosistem Gambut dan P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.12/MENLHK-II/2015 Tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri.
Peraturan-peraturan tersebut merupakan turunan dari PP 57 tahun 2016 Tentang Perubahan atas PP Nomor 71 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut pada 2 Desember 2016. Produk hukum ini lahir paska kebakaran hutan dan lahan gambut besar-besaran pada 2014 – 2015. Intinya aturan ini menjelaskan areal korporasi bekas terbakar di atas lahan gambut tidak boleh ditanami kembali atau dijadikan fungsi lindung.
KLHK memanggil korporasi HTI dan sawit yang beroperasi di atas lahan gambut untuk segera memperbai-ki RKU dan RKT. Namun kebijakan ini tak disambut baik oleh korporasi pemegang izin, salah satunya PT Riau Andalan Pulp and Paper. Setelah diperingati dua kali pada 28 September dan 6 Oktober 2017 untuk segera merevisi RKU disesuaikan dengan kebijakan perlindungan gambut terbaru, perusahaan milik Sukan-to Tanoto ini tak juga melakukan revisi. Dampaknya pada 16 Oktober 2017, Menteri LHK terbitkan SK No 5322/2017. SK ini menjelaskan pembatalan RKU milik PT RAPP periode 2010 – 2019.
PT RAPP tidak terima dengan keputusan ini sebab ia merasa dirugikan karena kehilangan areal kerjanya. PT RAPP melalui Direktur Hubungan Perusahaan, Agung Laksmana katakan akibat dari pembatalan RKU yang dilakukan KLHK akan berdampak pada penghentian seluruh kegiatan HTI di perusahaan. Dengan tidak adanya kegiatan mulai dari penanaman, pembibitan, pemanenan dan pengangkutan, dampaknya dirasakan oleh ribuan tenaga kerja. Sekitar 4.600 karyawan ‘dirumahkan’ secara bertahap oleh PT RAPP, menyusul 1300 karyawan pabrik dan pemutusan kontrak kerjasama dengan mitra dan pemasok yang memi-liki karyawan mencapai 10.200 karyawan . Pada 21 Desember 2017, majelis hakim memutuskan menolak gugatan PT RAPP.
b. Tujuan
Publik review ini dilakukan agar publik dapat mengetahui dampak dari perubahan produk hukum Kemen-terian Kehutanan—kini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan— terkait HTI sejak 1996 – 2017. Diharapkan publik dapat terlibat melakukan pengawasan terhadap produk hukum yang dihasilkan pemer-intah sehingga dapat mendorong terwujudnya tata kelola lingkungan hidup dan kehutanan yang lestari dan berkeadilan.
Secara khusus, tujuan publik review ini diantaranya:
1. Menguji ketepatan dan konsistensi pemerintah dalam menerbitkan produk hukum (PP, Permen, SK dan SE) terkait HTI sejak 1996 – 2017 sebanyak 104 produk. Apakah asas-asas dan prinsip-prinsip hukum formil dan materIIl telah terpenuhi.
2. Menguji perspektif pemerintah dalam memahami konsep Hutan Tanaman Industri dan menguji apa saja faktor pendorong hingga produk hukum ini lahir.
3. Memberikan rekomendasi tindak lanjut untuk perbaikan peraturan terkait HTI.
c. Cakupan dan Metode Publik Review
Ruang lingkup dan cakupan eksaminasi publik adalah 104 produk hukum (PP, Permen, SK dan SE) yang diterbitkan Kemenhut/ KLHK sejak 1996 – 2017 terkait HTI. Metode yang digunakan dalam eksaminasi adalah dengan melakukan analisis terhadap produk hukum tersebut baik aspek formil maupun materIIl. Ada
7
BAGIAN PERTAMA: PENDAHULUAN
104 produk hukum yang dianalisis dilengkapi dengan dokumen lainnya yang dianggap perlu dan berkaitan yang digunakan untuk mendukung analisis5.
Kegiatan eksaminasi publik ini dilakukan melalui beberapa tahapan, mulai dari pembentukan majelis eksaminasi, rapat-rapat awal pembahasan cakupan eksaminasi dan koordinasi antara tim perumus dengan majelis eksaminasi hingga sidang majelis eksaminasi dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD) yang dilaksanakan pada 7 Oktober 2017, 13 Desember 2017 dan 22 Januari 2018.
Setelah melakukan sidang majelis eksaminasi, hasil akhir eksaminasi diserahkan kepada tim perumus. Tim perumus menyusun hasil eksaminasi ke dalam bentuk laporan.
d. Majelis Eksaminasi
Majelis eksaminasi publik ini terdiri dari pihak-pihak yang dianggap kredibel dan kompeten untuk melaku-kan pengujian terhadap produk hukum ini baik menguji dari secara materIIl maupun mengkaji proses pembentukan hingga dampak yang dihasilkan. Majelis eksaminasi yang dipilih merupakan orang-orang yang memiliki keahlian hukum serta perhatian yang besar terhadap kondisi lingkungan hidup dan kehutan-an di Indonesia. Para majelis eksaminasi juga memiliki basis keilmuan di bidang Ilmu Hukum Administrasi Negara, Ilmu Sosial, Kehutanan dan berpengalaman dalam advokasi maupun mengkaji kebijakan terkait hukum, lingkungan dan kehutanan.
Majelis eksaminasi publik ini terdiri dari Lembaga Swadaya Masyarakat, Akademisi dan Praktisi yang memiliki objektifitas, independen dan keahlian dibidangnya. Majelis eksaminasi terdiri dari:
1. Prof Dr Ir Hariadi Kartodiharjo, MS.
Akademisi Kehutanan dan Guru Besar Institut Pertanian Bogor Departemen Pengelolaan Hutan Fakul-tas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Kegiatan saat ini adalah mengajar di Institut Pertanian Bogor & Universitas Indonesia (UI), Ketua Dewan Hutan Nasional / DKN Indonesia, Anggota Dewan Pengurus Yayasan KEHATI (Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia) serta Tim Gerakan Nasional Penyela-matan Sumber Daya Alam (GNPSDA) KPK.
2. Dr H Saifuddin Syukur, SH, MCL.
Akademisi Hukum Administrasi Negara dari Fakultas Hukum Universitas Islam Riau (UIR), pengajar ilmu hukum tata negara di UIR, Ketua Pusat Kajian dan Pengembangan Produk Hukum Daerah UIR—bersama lembaga yang diketuainya ini sudah membuat lebih dari 200 peraturan daerah (Perda) baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota se Provinsi Riau.
3. Nursamsu, SP.
Aktivis Eyes on the Forest yang memantau hutan Riau sejak 1997 hingga kini. Aktif di WWF Indone-sia-Sumatera sejak 1997 dan terus melakukan pemantauan baik melalui investigasi maupun kajian-ka-jian yang menghasilkan laporan-laporan temuan lapangan terkait kondisi hutan di Riau hingga kini. Selain memantau kondisi hutan, juga kerap melakukan kajian terkait dugaan tindak pidana kehutanan yang terjadi di Riau.
Majelis eksaminasi juga dibantu tim perumus untuk memperkuat hasil eksaminasi dan menyusun hasil eksaminasi yang terdiri dari Made Ali, SH, Okto Yugo Setyo, SE dan Nurul Fitria, SPd dari Jikalahari.
Footnote:
1. Dokumen SK tidak dapat ditemukan di website.
2. Makalah dengan judul Efektivitas dan Efisiensi Pengelolaan Kawasan Hutan Berbasis Satu Kesatuan Ekosistem oleh Tarsoen-Waryono (Pengajar di Departemen Geografi FMIPA UI), disampaikan dalam Seminar Nasional Penjabaran PP Nomor 6 Tahun 2007 di Departemen Kehutanan pada 7 September 2007.
3. Hasil kajian Direktorat Penelitian dan Pengembangan Komisi Pemberantasan Korupsi berjudul Kajian Sistem Perencanaan dan Pengelolaan Kawasan Hutan pada Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan RI pada 2010
4. http://eyesontheforest.or.id/reports/perusahaan-hti-beroperasi-dalam-kawasan-hutan-melalui-legalisasi-perubahan-fungsi-ka-wasan-hutan-april-2018
5. Dokumen produk hukum dikumpulkan melalui website resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan www.klhk.go.id , website www.rimbawan.com serta pencarian menggunakan search engine di www.google.com
8
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
BAGIAN KEDUA: LAHIRNYA HTI DI INDONESIA
Kinerja pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) saat ini sangat dipengaruhi oleh kandungan isi regulasi maupun pelaksanaannya di lapangan. Disamping itu juga sangat ditentukan—di satu sisi—oleh pemikiran-pemikiran atau diskursus bagaimana HTI ini dilahirkan maupun—di sisi lain—adanya kekua-tan-kekuatan pasar maupun akumulasi penguasaan HTI itu sendiri.
a. Situasi Kelahiran HTI dan Produk Hukum yang Mengaturnya (1984 – 2000)
Perkembangan pembangunan HTI dilatarbelakangi oleh timbulnya hutan alam produksi yang tidak pro-duktif dan insentif yang menarik investor. Kebijakan pemerintah yang menyangkut perubahan pengelolaan hutan alam produksi menjadi hutan tanaman serta berbagai paket kemudahan investasi mendorong pertum-buhan pembangunan sektor ini.Dari kondisi itu dapat dikatakan bahwa berkembangnya pembangunan HTI lebih banyak akibat intervensi pemerintah dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat daripada kebutuhan pasar dan dukungan iklim usaha. Oleh karena itu dalam pembahasan ini pembangunan HTI dilihat dari adanya masalah-masalah kebijakan dan kelembagaan yang dibuat versus iklim usaha komersial yang diperlukan untuk mendukung keberhasi-lan pembangunan HTI.
Dalam melihat bagaimana pembangunan HTI berjalan pada awalnya, perlu digunakan berbagai sudut pan-dang.
Pertama, dari dasar pemikiran pembangunan HTI yang dicanangkan dalam seminar “Timber Estate : Kini Menanam Esok Memanen”, pada 1984, jelas bahwa pembangunan HTI ditujukan untuk meningkatkan produktivitas hutan alam yang telah rusak.
Dari sudut pandang ini, jelas bahwa pembangunan HTI mempunyai urgensi yang sangat tinggi, karena hutan alam yang telah rusak saat itu tidak mungkin ditinggalkan begitu saja tanpa ada manajemen pengelo-laan hutan untuk mengatasinya.
Namun demikian, karena hutan alam yang telah rusak itu sebagian besar awalnya adalah hutan-hutan yang dikelola pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu – Hutan Alam (IUPHHK-HA)6, maka dua masalah pokok timbul yaitu: adanya konflik penggunaan lahan dengan masyarakat lokal/adat yang tetap tidak diselesaikan, serta menjadi semacam solusi bagi pemegang HPH untuk menyelesaikan masalah rusaknya hutan alam produksi yang telah diusahakannya.
Adanya sejumlah konflik penggunaan lahan dalam pembangunan HTI akibat “warisan” kawasan hutan yang diusahakan HPH, yang memang selama kurun waktu pengalihannya menjadi usaha HTI, masalah konflik penggunaan lahan ini di banyak tempat tidak diselesaikan secara tuntas7.
Kedua, HTI sebagai usaha komersial dan sumber pasokan kebutuhan bahan baku. Sebagai usaha komer-sial, pembangunan HTI memiliki resiko relatif cukup tinggi terhadap usaha komersial lainnya. Motivasi sebagian besar investor dalam melaksanakan pembangunan HTI, pada awal tahun 1990an, bukanlah dari tingginya urgensi pembangunan HTI. Hal ini dapat ditunjukkan antara lain karena pasokan kebutuhan kayu secara rIIl di lapangan saat itu masih bisa diperoleh dari hutan alam produksi maupun hutan produksi yang dapat konversi, apakah itu diperoleh secara legal ataupun illegal.
Perkiraan terjadinya kelangkaan kayu di masa depan tidak menjadi perhatian, karena sebagian besar inves-tor tidak terikat pada investasi industri yang memerlukan kayu-kayu dari hasil pembangunan HTI di masa depan, karena tidak merencanakan membangun industri pengolahan kayu. Dari kondisi demikian menun-jukkan bahwa awal pembangunan HTI disertai oleh dua kondisi, yaitu: kegagalan pengelolaan hutan alam yang mengakibatkan kayu tidak menjadi barang langka. Kedua, penunjukkan oleh pemerintah terhadap investor pembangunan HTI yang secara inherent tidak memiliki urgensi untuk membangun HTI.
Ketiga, dari sudut kelembagaan yaitu penyertaan manajemen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai bagian dari pengusahaan HTI yang menyertai penyertaan modal pemerintah dan subsidi modal murah yang diberikan (Lihat Box 1). Kelembagaan seperti ini telah terbukti tidak menjadi solusi atas kondisi dan mas-alah inherent dalam pembangunan HTI sebagaimana disebutkan pada dua pokok masalah di atas. Indikasi saat itu adalah rendahnya realisasi luas tanaman HTI yang hanya 22% dari rencana yang telah ditetapkan
9
BAGIAN KEDUA: LAHIRNYA HTI DI INDONESIA
sampai tahun 2000. Realitas terhadap pembangunan HTI di atas dapat diperjelas dengan menjabarkan asumsi-asumsi dalam pembangunan HTI yang pada dasarnya tidak dipenuhi, yaitu :
1. Kebutuhan kayu dari hasil HTI sebagai pendorong bagi investor untuk menanamkan modalnya dalam pembangunan HTI tidak menjadi kebutuhan yang rIIl;
2. Menjadikan kayu dari hasil HTI secara rIIl dapat benar-benar menjadi kebutuhan apabila pemerintah dapat menyelenggarakan pengelolaan hutan alam, sehingga kayu yang beredar di pasar benar-benar kayu yang legal;
3. Subsidi pembangunan HTI dengan Dana Reboisasi tidak secara rIIl menjadi insentif bagi investor HTI untuk berupaya dengan keras agar tanaman HTI berhasil dengan baik. Beberapa fakta empiris menun-jukkan terjadinya hal ini akibat dari lemahnya sistem penilaian keberhasilan tanaman HTI utamanya dari lemahnya akuntabilitas penilaian dan pengucuran dana HTI bagi publik;
4. Pada dasarnya pembangunan HTI adalah kehendak pemerintah. Namun karena unsur-unsur pemerintah sendiri (BUMN) ikut serta dalam kelembagaan pengusahaan HTI maka secara inherent terdapat conflict of interest, sehingga lemah dalam menjalankan enforcement terhadap berbagai peraturan yang harus dijalankan.
Box 1. Kebijakan Subsidi Dana Murah
Situasi di atas tidak tidak terlepas dari adanya kebijakan Pemerintah melalui PP No. 7/1990 tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri. Di dalam PP ini pengaturan pembangunan HTI mulai memerankan pemerintah secara aktif melalui pembiayaan pembangunan HTI dalam bentuk Penyertaan Modal Pemerin-tah (PMP).
Penjabaran pelaksanaan PMP dalam pembangunan HTI dilaksanakan melalui SK Bersama antara Men-hut dengan Menkeu (SK No. 496/Kpts-II/1994 tentang Tata Cara Penyaluran Dana Reboisasi (DR) dalam Rangka Penyertaan Modal Negara RI dan Pinjaman untuk Pembangunan Hutan Tanaman Industri oleh Perusahaan Patungan dan SK No. 533/KMK.017/1994 tentang Ketentuan Penyertaan Modal Negara dan Pinjaman yang Berasal dari DR untuk Pembangunan HTI. Melalui SK Bersama inilah, komposisi dana HTI ditetapkan sebagai berikut:
1. PMP melalui BUMN Kehutanan dari dana reboisasi (DR) sebesar 14%
2. Penyertaan modal badan hukum swasta atau koperasi 21%
3. Pinjaman DR sebesar 32,5% dengan bunga 0%
4. Pinjaman komersial dari DR sebesar 32,5% dengan bunga yang ditetapkan oleh Menteri Kehutan-an berdasarkan tingkat bunga rata-rata deposito berjangka satu tahun yang berlaku pada bank penyalur.
Berdasarkan ketentuan tersebut, DR untuk pembangunan HTI diberikan untuk satu kali daur tanaman pokok. Pengembalian pinjaman dilakukan setelah pembangunan HTI mulai menghasilkan. Pelaksanaan SK Bersama tersebut dijalankan melalui SK MenHut No 375/Kpts-II/1996 yang kemudian diperbaiki dengan SK MenHut No. 93/Kpts-II/1998, yang menetapkan bahwa:
1. Untuk HTI dengan daur tanaman dibawah 10 tahun, DR diberikan sesuai daur tanaman. Sedang-kan apabila daur tanaman lebih dari 10 tahun, DR diberikan paling lama untuk waktu 10 tahun.
2. DR dikembalikan dari hasil tebangan kayu pembangunan HTI. Ketentuan ini ditampung dalam perjanjian kredit dengan Bank Penyalur DR yang ditunjuk Menteri Kehutanan. Berdasarkan keten-tuan ini maka DR harus dikembalikan paling lambat tahun ke sebelas setelah SK-HPHTI. Dalam hal daur tanaman kurang dari sepuluh tahun, maka sejak penebangan kayu dari HTI, pinjaman DR sudah mulai diangsur.
Dengan konsep pembangunan HTI yang sebagian besar modalnya (79%) dari DR, SK Menhut No 375/1996 tersebut memberikan ketentuan yang cukup rigid terhadap prosedur pencairan uang dari DR. Antara lain harus dibuktikan adanya Rencana Karya Tahunan (RKT) yang sudah disahkan, cashflow ber-
10
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
dasarkan RKT, bukti setor Penyertaan Modal Swasta (PMS) dan PMP per semester, Berita Acara Pemerik-saan (BAP) tanaman, serta syarat-syarat lainnya yang ditetapkan oleh bank penyalur DR.
Ketentuan mengenai jangka waktu HP-HTI di dalam PP No. 7/1990 di atas yaitu selama daur tanaman pokok ditambah 35 tahun. Prestasi penanaman di dalam kawasan yang diusahakan tersebut ditetapkan bahwa selambat-lambatnya dalam jangka waktu 5 tahun sejak terbitnya SK HP-HTI harus sudah ditanam seluas 1/10 dari luas areal yang diberikan. Selambat-lambatnya dalam waktu 25 tahun, areal HP-HTI yang sudah diberikan seluruhnya telah ditanami.
Ketentuan tentang skema penanaman dan pendanaan HTI terebut di atas berakhir pada tahun 2000. Di-awali dengan SE Menhut No 922/Menhutbun-VI/1999 tentang yang intinya memberi peluang kepada swas-ta untuk memperbesar kepemilikan sahamnya, sehingga beban pendanaan dari pemerintah (DR) berkurang atau bahkan tidak ada. Alternatif lain yang dapat dilakukan swasta adalah merger atau bagi yang tidak layak dilanjutkan dapat mengajukan likuidasi.
Terakhir, dengan SE Sekretaris Jenderal Departemen KehutananNo. 549/II-Keu/2000, Departemen Ke-hutanan menyatakan bahwa DR untuk pembangunan HTI dihentikan.
Beberapa aspek tentang pembangunan HTI dapat disarikan sebagaimana disajikan dalam Gambar 1, dengan penjelasan sebagai berikut.
Pertama, kebijakan pemerintah melalui pemberian subsidi pembangunan HTI dan penetapan lokasi HTI da-lam areal eks HPH telah sangat menarik minat swasta. Sampai dengan Oktober 1999, jumlah pemohon HTI sebanyak 145 perusahaan, dan dalam waktu yang sama hanya 98 diantaranya dapat disetujui pemerintah.
Kedua, secara umum kinerja pembangunan HTI belum seperti apa yang diharapkan. Hal ini ditunjukkan oleh perkembangan luas tanaman yang relatif rendah yaitu sebesar 22% dari luas yang dicadangkan (lihat Tabel 1). Disamping itu, pembangunan HTI juga memicu terjadinya konflik sosial akibat ketidak-pastian lahan usaha. Selama 10 tahun terakhir menunjukkan bahwa HTI juga mengalami kebakaran hutan rata-rata seluas 44.000 ha per tahun.
Ketiga, terbukti bahwa sebagian besar dari perusahaan penerima subsidi kinerjanya lebih buruk dan da-lam waktu yang sama terdapat perusahaan yang tidak menerima subsidi, justru kinerjanya lebih baik. Hal ini menunjukkan bahwa secara ekonomi, kebijakan subsidi tidak mempengaruhi baik-buruknya kinerja pembangunan HTI. Dengan kata lain, dalam kondisi tertentu, subsidi pembangunan HTI tidak diperlukan. Rata-rata luas unit HTI yang tidak menerima subsidi DR sebesar 55.000 ha.
Keempat, dalam hal terjadi kegagalan kebijakan (policy failure) subsidi pembangunan HTI, dua alternatif permasalahan terjadi yaitu adanya kelemahan dalam penetapan calon investor pembangunan HTI dan/atau terjadinya moral hazard, yaitu penyimpangan penggunaan subsidi yang disediakan. Calon investor pem-bangunan HTI, yang ditemukan dari beberapa kasus, adalah perusahaan yang hanya ingin memanfaatkan subsidi dan adanya kayu di hutan alam yang dapat diperdagangkan. Sedangkan moral hazard terjadi akibat adanya asset publik (dana DR) yang digunakan, yang tidak disertai kontrol penggunaan secara ketat.
Kelima, perusahaan HTI, baik yang menerima atau tidak menerima subsidi, dan kinerjanya baik perlu dike-nali karakteristiknya. Salah satu petunjuk yang diperoleh dari telaah kebijakan ini adalah bahwa perusahaan yang berhasil membangun HTI adalah perusahaan yang mempunyai industri dengan menggunakan kayu dari hasil HTI yang dibangunnya, dan dalam waktu yang sama tidak memungkinkan mendapatkan sum-bersumber pasokan kayu dari tempat lain. Hal ini menunjukkan bahwa adanya faktor-faktor ekonomi bagi suatu perusahaan yang menyebabkan kayu HTI sebagai “barang langka”, menjadi pendorong minat yang sesungguhnya (genuine interest) dalam membangun HTI. Perusahaan HTI yang menghadapi situasi demiki-an, ada atau tidak ada subsidi, terbukti mampu membangunan HTI dengan lebih baik.
11
BAGIAN KEDUA: LAHIRNYA HTI DI INDONESIA
Luas
tana
man
22
% ~
1,6
juta
Ha.
DEN
GAN
DR
71 u
nit ~
2,6
juta
Ha
TAN
PA D
R22
uni
t ~ 1
,2 ju
ta H
a
DAN
A R
EBO
ISAS
IR
p. 1
,5 tr
ilyun
MAS
ALAH
KO
NFL
IKLA
HAN
DEN
GAN
MAS
Y.
KEBA
KAR
AN H
UTA
NR
ata-
rata
44.
000
ha/th
RAT
AAN
AR
EAL
BER
HU
TAN
72%
SUBS
IDI P
END
ANAA
N
PEN
GG
UN
AAN
AR
EAL
EKS.
HPH
KEB
IJA
KA
NR
EAK
SI U
SAH
AK
INER
JA
KO
ND
ISI/P
RA
SYA
RA
T1.
"Kel
impa
han
kayu
" dar
i hut
an a
lam
2. K
etid
ak-p
astia
n la
han
usah
a3.
Law
enf
orce
men
t lem
ah/m
oral
haz
ard
TER
SED
IA-
NYA
ASS
ETPU
BLIK
SITU
ASI
disi
nsen
tif
Gam
bar 1
. K
eter
kaita
n an
tara
Situ
asi,
Keb
ijaka
n, K
ondi
si, R
eaks
i Usa
ha d
an K
iner
ja P
emba
ngun
an H
TI
12
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
Berdasarkan hasil evaluasi Direktorat Jenderal Badan Pemeriksa Keuangan (Ditjen BPK), Departemen Kehutanan (Dephut) sampai dengan Mei 2002, seluruh HTI Patungan luasnya berjumlah 3.335.342 ha, sedangkan realisasi tanaman seluas 1.200.198 ha (36%). Jumlah total Penyertaan Modal Pemerintah untuk membangun HTI tersebut sebesar Rp 922,1 miliar, sedangkan hutang dari dana reboisasi dengan bunga 0% sebesar Rp 1,1 triliun dan hutang dengan bunga komersial sebesar Rp 320,2 miliar.
Tabel 1. Perkembangan Pembangunan HTI Menurut Provinsi di Indonesia Hingga Desember 1998
Sumber : Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan Produksi, Dephutbun (1999)
Luas Areal Realisasi Persentase Jumlah(Ha) (Ha) Realisasi Perusahaan
I. HTI-Pulp Yang Diprioritaskan Pada 13 Perusahaan1 D.I Aceh 207,899 53,652.00 25.81% 22 Sumatera Utara 269,060 48,553.20 18.05% 13 Jambi 78,240 60,924.00 77.87% 14 Riau 459,475 243,968.44 53.10% 25 Sumatera Selatan 296,400 200,155.00 67.53% 16 Kalimantan Selatan 268,585 79,452.00 29.58% 17 Kalimantan Timur 726,578 293,243.00 40.36% 48 Kalimantan Barat 299,700 29,188.71 9.74% 1
2,605,937 1,009,136.35 38.72% 13II. HTI-Pulp Diluar 13 Perusahaan Yang Diprioritaskan1 Sumatera Utara 143,000 10,262.00 7.18% 12 Riau 90,715 10,262.00 11.31% 13 Sumatera Selatan 43,700 17,250.00 39.47% 14 Kalimantan Timur 66,659 - - 15 Kalimantan Tengah 185,511 - - 26 Kalimantan Barat 414,560 7,723.34 1.86% 47 Irian Jaya 1,389,200 - - 6
2,333,345 45,497.34 1.95% 16III. HTI Kayu Perkakas1 Sumatera Utara 176,893 24,422.18 13.81% 62 Jambi 124,390 14,850.40 11.94% 63 Riau 227,418 43,089.40 18.95% 114 Sumatera Selatan 49,180 300.00 0.61% 25 Lampung 175,152 54,694.00 31.23% 76 Nusa Tenggara Timur 55,074 5,945.00 10.79% 27 Timor-Timur 41,187 3,374.00 8.19% 18 Kalimantan Selatan 53,135 20,352.53 38.30% 49 Kalimantan Timur 369,719 90,871.61 24.58% 1110 Kalimantan Barat 152,780 44,886.93 29.38% 311 Kalimantan Tengah 79,000 1,000.00 1.27% 212 Sulaw esi Selatan 57,000 4,655.47 8.17% 313 Sulaw esi Tengah 30,601 5,005.98 16.36% 214 Sulaw esi Tenggara 72,845 5,399.23 7.41% 215 Maluku 24,851 7,901.35 31.79% 3
1,689,225 326,748.08 19.34% 65IV. HTI Trans1 D.I Aceh 32,870 11,704.00 35.61% 52 Sumatera Utara 6,200 3,374.00 54.42% 13 Sumatera Barat 6,675 2,039.00 30.55% 14 Riau 83,190 31,502.00 37.87% 65 Jambi 34,835 13,279.00 38.12% 46 Sumatera Selatan 3,700 3,625.00 97.97% 17 Kalimantan Barat 150,230 31,359.10 20.87% 128 Kalimantan Tengah 138,295 52,598.80 38.03% 149 Kalimantan Timur 183,989 65,447.30 35.57% 1410 Kalimantan Selatan 41,040 12,142.42 29.59% 411 Sulaw esi Selatan 13,300 3,930.00 29.55% 112 Sulaw esi Tengah 13,400 7,831.09 58.44% 113 Maluku 49,717 22,369.45 44.99% 3
757,441 261,201.16 34.48% 677,385,948 1,642,583 22.24% 161
Total
TotalGrand Total
No. Propinsi
Total
Total
13
BAGIAN KEDUA: LAHIRNYA HTI DI INDONESIA
Dari hasil analisis data 95 HTI Patungan seluas 3 juta ha, diketahui bahwa kawasan hutan yang tidak akan diusahakan sekitar 1 juta ha (33% dari total luas bruto kawasan HTI), sedangkan kawasan yang belum dita-nami sekitar 889.000 ha (29%). Evaluasi tersebut juga menunjukkan bahwa untuk kelanjutan pembangunan HTI seluas 616.000 ha (20%) akan dilakukan penjadwalan ulang, dimana seluas 455.000 ha (15%) akan ada pengalihan pemegang saham dan seluas 90.000 ha (3%) akan dilakukan likuidasi (lihat Gambar 2).
Gambar 2. Alokasi Kawasan HTI dan Arah Kebijakan Pemerintah, 2002
Evaluasi lebih jauh tentang kondisi HTI disajikan dalam Tabel 2. Jumlah hutang rata-rata HTI Non Tran-migrasi lebih besar daripada HTI Transmigrasi, namun demikian seluruh jenis HTI tersebut nampak tidak memiliki likuiditas keuangan yang cukup (illiquid). Kondisi demikian diperburuk dengan masih rendahnya realisasi luas tanaman dan rendahnya harga kayu bulat.
Tabel 2. Evaluasi Kondisi 95 Perusahaan HTI Patungan (Mei 2002)
Arah Kebijakan
Jum-lah Unit
Luas HTI (Ha) Presentase Ratio Hutang (Ribu Rp/Ha) thd :
Bruto Netto Tana-man
Netto: Bruto
Tanam: Netto
Luas Tanam
Luas Netto
A. HTI Non TransmigrasiJadwal ulang 12 807,962 519,437 397,930 64 77 1,330 1,019Alih saham 9 1,158,780 669,103 370,570 58 55 1,337 741Liquidasi 6 191,798 150,881 33,679 79 22 843 188JUMLAH 27 2,158,540 1,339,421 802,179 62 60 1,313 786B. HTI TransmigrasiJadwal ulang 32 494,955 424,404 218,108 86 51 861 443Alih saham 19 215,760 158,453 84,017 73 53 954 506Liquidasi 17 194,815 127,051 55,927 65 44 931 410JUMLAH 68 905,530 709,908 358,052 78 50 894 451
Sumber : Diolah dari data Ditjen BPK, Dephut (2002)
Baik HTI Non Transmigrasi maupun HTI Transmigrasi yang diajukan untuk dilikuidasi mempunyai beban PMP hampir dua kali lipat dari pada yang diajukan untuk jadwal ulang dan alih saham. Kondisi demikian ini disajikan dalam Gambar 3.
14
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
HTI Non Transmigrasi HTI Transmigrasi
Gambar 3. Penyertaan Modal Pemerintah dalam HTI Non Transmigrasi dan Transmigrasi
Pembenahan kondisi HTI Patungan tidak terlepas dari status PT Inhutani yang membentuk lembaga pa-tungan dengan swasta. Dalam dua tahun terakhir, posisi PT Inhutani mengalami kondisi kritis terutama dikaitkan dengan adanya kewenangan pemerintah daerah dalam pengelolaan hutan produksi. Dalam kaitan ini telah terdapat hasil jajak pendapat mengenai pandangan masyarakat Riau terhadap PT Inhutani IV yang cukup bervariasi antara pengembalian areal kerja PT Inhutani bagi masyarakat sampai reposisi fungsi PT Inhutani dengan mengacu pada pengelolaan hutan tingkat daerah (lihat Gambar 4.)
Komposisi RespondenPejabat pemer-intah 24 23%
Kelompok Bisnis 13 12%
LSM 16 15%Masyarakat 35 33%Akademisi 10 10%Legislatif 7 7%Jumlah 105 100%
Gambar 4. Pandangan Masyarakat Riau terhadap PT Inhutani IV
Pembangunan HTI yang saat itu dianggap sebagai suatu solusi untuk meningkatkan produktivitas hutan alam, sehingga insentif modal murah pembangunan HTI diwujudkan, dalam kenyataannya sangat menarik swasta. Namun demikian, karena pasokan kayu dari hutan alam terus ‘melimpah’—karena juga dipasok dari kayu illegal—yang menyebabkan harga kayu HTI sangat murah, bahkan tidak ada pasarnya, maka perusahaan HTI tidak pernah diperhitungkan layak secara finansial, jika ia mandiri.
Oleh karena itu perhitungan kelayakan finansial selalu dilakukan dengan mengkaitkan HTI dengan industri yang mengolah hasil kayunya. Maka, sejumlah investor8 merespon untuk mendapatkan fasilitas pembangu-nan HTI yang tujuannya memperoleh kayu dari hutan alam yang dijadikan di lokasi HTI serta memperoleh subsidi dari dana reboisasi.
Sementara itu, pemerintah tidak melakukan perbaikan sistem pengusahaan hutan alam produksi (HPH), sebagai penyebab utama rusaknya hutan alam. Perbaikan tersebut tidak kunjung dilakukan karena berbagai alasam. Oleh karena itu, dari visi Pemerintah, kebijakan pembangunan HTI dianggap sebagai suatu jalan penyelesaian masalah dan perlu disubsidi dengan dana murah.
0100200300400500600700800900
1,000PM
P/H
a (R
ibua
n R
p)
rata-rata htinon trans.
jadwal ulang alih saham liquidasi
Hutang/Luas Tanaman Hutang/Luas HTI
0
200
400
600
800
1,000
1,200
PMP/
Ha
(Rib
uan
Rp)
rata-rata htitrans.
jadwal ulang alih saham liquidasi
Hutang/Luas Tanaman Hutang/luas HTI
PT Inhutani IV (BUMN) dilebur
menjadi BUMD
dibawah otoritas
pemerintah daerah Riau,
(14.29%)
Pembubaran PT Inhutani IV dan Propinsi
Riau, (31.43%)
Reposisi peran PT Inhutani IV
dengan mengacu
pada penglolaan
hutan tingkat daerah,( 6.71%)
Perubahan fungsi areal
kerja PT Inhutani IV menjadi kawasan
konservasi, (9.52%)
Areal kerja PT Inhutani IV
dikembalikan untuk dikelola
oleh masyarakat
secara langsung, (39.05%)
15
BAGIAN KEDUA: LAHIRNYA HTI DI INDONESIA
Hutan alam yang rusak di dalam kawasan lalu dikeluarkan dari kawasan HPH dan menjadi kawasan HTI, menunjukkan seolah-olah kinerja HPH tidak menurun akibat adanya kerusakan hutan di dalam kawasann-ya. Dengan kebijakan ini, sistem pengusahaan hutan alam produksi (HPH) dapat dipertahankan, karena terbebas dari buruknya kinerja akibat hutan yang rusak. Maka, kebijakan pembangunan HTI secara implisit melegitimasi rusaknya hutan alam yang dilakukan oleh HPH. Dalam hal ini, skenario pembangunan HTI tidak pernah ada, seandainya HPH mampu mengelola hutan alam dengan baik.
Dengan dimasukkannya dana reboisasi ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), atas permintaan International Monetary Fund (IMF) selama era reformasi9, menurut Pemerintah, pembangunan HTI akan mengalami hambatan. Karena kredit dengan bunga paling rendah sebesar 12% akan mengakibat-kan pembangunan HTI tidak layak secara finansial. Pernyataan pemerintah ini belum tentu benar, meng-ingat pada waktu itu (1999) terdapat 22 perusahaan yang mengelola sekitar 1,2 juta Ha HTI justru tidak menggunakan fasilitas subsidi dari DR yang ditawarkan pemerintah.
Dengan alasan bahwa adanya subsidi DR yang dIIkuti dengan masuknya BUMN dalam manajemen peru-sahaan meningkatkan inefisiensi perusahaan. Karena menambah biaya manajemen perusahaan dan biaya lainnya untuk urusan administratif yang berkaitan dengan pencairan dana reboisasi. Pada umumnya peru-sahaan-perusahaan yang tidak bersedia menerima subsidi sudah mempunyai kepastian pasar hasil kayu dari HTInya, terutama untuk industri perkayuan yang sudah ada maupun untuk ekspor.
Kenyataan di atas menunjukkan bahwa, bagi perusahaan-perusahaan tertentu, adanya subsidi pembangunan HTI dianggap tidak memberikan manfaat karena biaya transaksinya lebih tinggi daripada manfaat subsidi yang diberikan. Oleh karena itu, dari sudut pandang ini, masuknya DR ke dalam APBN yang meniadakan pinjaman DR tanpa bunga bukanlah hambatan pembangunan HTI seperti yang dikatakan pemerintah. Kare-na apa yang terjadi di lapangan, hambatannya bukan pada suku bunga pinjaman yang tinggi, melainkan pada tingginya biaya transaksi.
Berdasarkan permasalahan pembangunan HTI seperti diuraikan di atas, secara umum dapat ditunjukkan bahwa kelemahan kebijakan pembangunan HTI disebabkan tingginya intervensi pemerintah dalam pengu-sahaan HTI yang pelaksanaannya dilakukan oleh swasta. Pilihan kelembagaan yang menggabungkan antara “keharusan membangun HTI” atas inisiatif pemerintah dengan “pilihan-pilihan alokasi investasi” yang menjadi dasar keputusan swasta dan dikemas dalam bentuk lembaga patungan antara swasta dan BUMN tidak bisa mengatasi berbagai resiko investasi HTI.
Bentuk kelembagaan seperti itu juga telah mengaburkan tugas dan fungsi pemerintah sebagai lembaga publik dan di pihak lain membebani swasta yang benar-benar menghadapi masalah perlunya kayu dari HTI untuk memasok kebutuhan bahan baku industrinya. Sepanjang kinerja pengelolaan hutan alam masih buruk, dimana kayu dari hutan alam bisa dengan leluasa memasok industri perkayuan secara nasional yang sudah over capacity, maka insentif bagi pembangunan HTI secara ekonomi tidak akan berfungsi secara efektif. Nilai insentif dari Dana Reboisasi yang relatif besar jumlahnya, dengan sistem pencairan yang lemah akuntabilitasnya, justru mendorong terjadinya moral hazard10.
Kondisi pengelolaan hutan di Indonesia sampai tahun 2000, masih terjebak pada “iklim kelimpahan” sumberdaya hutan. Tentu saja kelimpahan ini bersifat semu, akibat dari lemahnya kelembagaan yang dapat mempermudah diperolehnya hasil hutan meskipun hasil hutan itu sudah semakin berkurang jumlahnya. Di pihak lain, harus diakui pula bahwa iklim kepastian usaha belum mendukung dunia usaha kehutanan secara umum. Implikasi dari kondisi demikian adalah rendahnya apresiasi terhadap prestasi kerja di lapa-ngan, karena berbagai kemudahan bisa didapatkan tanpa harus menunjukkan prestasi kerja sebagai unsur penilaian utama. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya perusahaan HTI yang mubazir akibat belum aksesi-bel terhadap industri yang dapat memanfaatkan hasilnya, lokasi yang tidak tepat, terjadi kebakaran, konflik penggunaan lahan, dan lain sebagainya.
b. Situasi Perubahan Produk Hukum HTI Paska Era Reformasi (2001 – 2010)
Awal periode ini, pembangunan HTI diselimuti oleh adanya konflik dan/atau pelanggaran hukum. Ketentu-an-ketentuan mengenai kriteria kawasan hutan yang dapat dipergunakan sebagai lokasi HTI, baik di dalam Peraturan Pemerintah maupun Surat Keputusan Menteri seolah-olah tidak sinkron, yang kemudian menjadi dalih pelanggaran di daerah.
Ketentuan-ketentuan sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 5 dalam pelaksanaannya menimbulkan konf-
16
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
lik hukum. Hal ini tidak diantisipasi dalam kebijakan HTI sejak era sebelumnya maupun era ini. Kebijakan HTI cenderung tidak banyak memperhatikan soal-soal konflik maupun kondisi lapangan seperti ditunjuk-kan dalam Gambar 6.
Dalam implementasi pembangunan ekonomi pada umumnya, termasuk pembangunan kehutanan, senan-tiasa berdampak bagi lingkungan hidup, baik bagi lingkungan sosial maupun ekologi. Dampak ini perlu diantisipasi dan dikendalikan. Pengendalian dapat dilakukan, baik pada saat penetapan kebijakan maupun implementasi kebijakan di lapangan.
Kesalahan yang mungkin terjadi bisa terdapat di dalam kebijakan yang telah disusun—termasuk sinkro-nisasi pelaksanaan kebijakan yang dilakukan oleh berbagai lembaga pemerintah baik di pusat maupun di daerah—maupun terjadi akibat pelanggaran kebijakan di lapangan oleh para pelaku usaha, dalam hal ini para pemegang izin HTI.
Kecermatan identifikasi dua permasalahan yang berbeda tersebut, yaitu kesalahan isi kebijakan dan pelak-sanaan kebijakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, serta kesalahan pemegang izin dalam melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan, akan menentukan kepastian arah solusi yang diperlukan. Dalam telaah ini dicoba untuk dIIdentifikasi permasalahan-permasalahannya dari berbagai laporan dan referensi lainnya, serta dugaan pelanggaran pelaksanaan konversi hutan bagi pembangunan hutan tanaman maupun illegal logging di Riau.
17
BAGIAN KEDUA: LAHIRNYA HTI DI INDONESIA
Gam
bar 5
. Reg
ulas
i HTI
yan
g M
enja
di P
enye
bab
Kon
flik
Huk
um
18
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
PEN
ATAA
NKA
WAS
ANPE
NG
UKU
HAN
HTI
SIST
EMSI
LVIK
ULT
UR
TATA
NIA
GA
DAN
PEM
ASAR
AN H
ASIL
HU
TAN
Tata
car
a pe
laks
anaa
nSa
ngsi
PMD
H
Besa
ran
roya
lti/h
aBe
sara
n PS
DH
Sang
si ROYA
LTI
KEH
UTA
NAN
PSD
H, P
BB, P
PN
PEN
ERIM
AAN
NEG
ARA
(PAJ
AK)
Poho
n d
ilind
ungi
AM
DA
L, U
KL,
UPL
Plas
ma
Nut
fah
KON
SERV
ASI/
PELE
STAR
IAN
LIN
GKU
NG
AN
Bata
san
Luas
Pela
kuLa
ma
Peng
usah
aan
Tata
Car
a Pe
rmoh
onan
Tata
Car
a Le
lang
Sang
siPe
nyal
uran
Dan
a R
eboi
sasi
RK
PH, R
KL,
RK
TPe
nges
ahan
pet
a ke
huta
nan
Tata
rua
ng H
TI
Sist
em si
lvik
ultu
rD
aur
tana
man
pok
ok
Tata
usa
ha k
ayu
Ket
entu
an e
kspo
r ka
yubu
lat
Gam
bar 6
. Ran
gkai
an P
okok
-Pok
ok P
enga
tura
n Pe
mba
ngun
an H
TI o
leh
Pem
erin
tah
19
BAGIAN KEDUA: LAHIRNYA HTI DI INDONESIA
c. Situasi Perubahan Produk Hukum HTI di Era Konglomerasi HTI (2011 – 2017)
Berdasakan penilaian KLHK pada Maret 2016 terdapat hutan tanaman industri sebanyak 281 perusahaan dengan luas 10,3 juta ha. Kondisi kinerjanya sebagai berkut:
1. Layak dilanjutkan 96 perusahaan (5,2 juta ha)
2. Layak dilanjutkan dengan catatan 67 perusahaan (1,9 juta ha)
3. Layak dilanjutkan dengan pengawasan 76 perusahaan (2,1 juta ha)
4. Layak evaluasi 16 perusahaan (222 ribu ha)
5. Belum evaluasi 26 perusahaan (859 ribu ha).
Dari 281 perusahaan dengan luas 10,3 juta ha, 104 di antaranya seluas 5,8 juta ha. Ada 66 perusahaan telah mendapat sertifikasi Sertifikat Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (S-PHPL) dan Sertifikasi Sistem Verifi-kasi Legalitas Kayu (S-VLK) 53 perusahaan. Terhadap 53 perusahaan hutan tanaman yang telah mendapat Sertifikat Legalitas Kayu (S-LK) itu terdapat:
1. Perusahaan yang layak dengan catatan (LDC) sebanyak 10 perusahaan;
2. Perusahaan yang layak dengan pengawasan sebanyak 2 perusahaan;
3. Perusahaan yang tata batas areal kerjanya belum ditetapkan sebanyak 53 perusahaan dengan luas 2 juta ha;
4. Perusahaan yang belum ada penetapan tata batas areal kerja serta hasil evaluasi KLHK tidak layak dilanjutkan (dengan catatan atau dengan peringatan) sebanyak 12 perusahaan seperti ditunjukkan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Perusahaan yang Belum Ada Penetapan Tata Batas Areal Kerja dan Layak Dilanjutkan dengan Catatan dan dengan Peringatan Namun Mendapat S-LK.
Provinsi Nama Perusahaan Luas (ha) S-VLK Evaluasi KLHK
1. NAD PT Aceh Nusa Indrapuri 111.000 Memenuhi 2015
LDP
2. Sumatera Utara PT Anugerah Rimba Mak-mur
49.230 Memenuhi 2015
LDC
3. Jambi PT Lestari Asri Jaya 61.495 Memenuhi 2013
LDC
4. Babel PT Inhutani V 16.730 Memenuhi 2014
LDC
5. Kalimantan Timur PT Belantara Subur 16.475 Memenuhi 2013
LDC
PT Kelawit Hutani Lestari 9.180 Memenuhi 2013
LDC
PT Kelawit Wana Lestari I 22.065 Memenuhi 2012
LDC
T Oceanis Timber Product 16.600 Memenuhi 2015
LDC
20
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
Provinsi Nama Perusahaan Luas (ha) S-VLK Evaluasi KLHK
6. Riau PT Citra Sumber Sejahtera 15.360 Memenuhi 2013
LDC
PT Bina Daya Bintara 7.550 Memenuhi 2013
LDC
PT Perkasa Baru 13.170 Dalam proses LDCPT Peranap Timber/ PT Uniseraya
33.360 Memenuhi 2013
LDC
Keterangan: LDC = layak dengan catatan; LDP = layak dengan peringatan
Kondisi tersebut setidaknya menginfomasikan tiga hal. Pertama, instrumen berupa sertifikasi (PHPL) dan verifikasi (SVLK) belum dapat menjadi tolok ukur kelestarian hutan yang dikelola bagi usaha kehutanan dalam jangka panjang. Kedua, instrumen itu cenderung menggunakan tolok ukur legalitas secara formal, bahkan perusahaan-perusahaan yang belum mengurus tata batas areal kerjanya dan/atau kinerjanya tidak baik juga mendapat sertifikat. Ketiga, instrumen sertifikasi dan verifikasi tidak dapat dihubungkan secara langsung dengan kelestarian hutan dan usahanya, karena banyak faktor lain yang menentukan kelestarian hutan dan usaha kehutanan.
Dengan kata lain, bekerjanya instrumen sertifikasi/verifikasi harus disertai dengan bekerjanya instrumen lain, terutama terkait dengan legalitas sekaligus legitimasi usaha kehutanan, baik dari aspek kawasan hutan maupun hasil hutan yang dimanfaatkan. Dengan demikian, regulasi bukan sekadar penerapan syarat admin-istrasi saja, melainkan juga penerapan kegiatan yang mampu memperbaiki fakta di lapangan. Itu hanya bisa dilakukan bila disadari bahwa berbagai upaya pelestarian hutan selama ini tidak bekerja dengan “baik”, karena itu diperlukan cara pikir dan tindakan baru untuk memperbaikinya.
Tinjauan peraturan pada era ini disajikan dalam Lampiran II. Awal periode ini tidak ada perbaikan yang berarti bagi kebijakan HTI. Baru setelah Nota Kesepakatan Bersama Komisi Pemberantasan korupsi (NKB-KPK) bekerja mulai tahun 2013 dan Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA-KPK) tahun 2015, terdapat upaya peningkatan efisiensi kebijakan perizinan HTI melalui penyederhanaan pera-turan untuk mengurangi biaya transaksi tinggi. Implementasi kebijakan sistem online untuk pelaksanaan tata usaha kayu dan pemungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang disertai dengan hilangnya kewenangan kabupaten/kota dalam bidang kehutanan, telah terbukti dapat mengurangi biaya transaksi sampai 60%11.
Pada era ini juga terdapat peninjauan penggunaan kawasan lindung gambut di areal HTI seluas sekitar 2 juta ha dan di Riau terdapat sekitar 900 ha. Ada pro dan kontra dari pemegang izin terhadap kebijakan ini. Terlihat dalam proses dan pelaksanaan kebijakan, posisi pemerintah lebih netral, dalam arti tidak melaku-kan pemihakan total terhadap perusahaan-perusahaan HTI seperti di era-era sebelumnya.
Sesuai dengan UU No 5/1999, penguasaan produksi barang atau jasa yang dapat menimbulkan praktik mo-nopoli atau monopsoni melalui suatu perjanjian antar pengusaha tidak dibenarkan. Pengaturan kemungk-inan adanya penguasaan dalam pembangunan HTI terdapat dalam Pasal 31 ayat 1 dan 2 UU No. 41/1999. Pengaturan tersebut bertujuan untuk menjaga asas keadilan, pemerataan dan lestari. Selanjutnya dikatakan bahwa untuk mengatur izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) termasuk Izin Usaha Peman-faatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman (IUPHHK-HT)12 akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).
Namun PP yang mengatur tentang hal tersebut sampai tahun 2014 ini belum terbit. Ketiadaan PP ini akh-irnya berdampak pada terciptanya penguasaan areal dan kepemilikan usaha IUPHHK-HT serta penguasaan pasar kayu HTI oleh kelompok usaha tertentu.
Pembangunan HTI menunjukkan adanya kecenderungan terjadinya penguasaan produksi, baik melalui pen-guasaan IUPHHK-HT maupun pasar kayu dari HTI. Penguasaan oleh satu atau dua grup besar pengusaha dalam pembangunan HTI dapat dilihat pada distribusi IUPHHK-HT yang sebenarnya.
Kasus di Riau, diantara 58 unit IUPHHK-HT, hampir seluruhnya terafiliasi dengan grup PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dan PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP). Fenomena ini menunjukkan bahwa pembangunan HTI dikuasai oleh kedua perusahaan tersebut dan produksi pulp dari industri pulp PT RAPP dan PT IKPP mencapai 75,9% dari kapasitas produksi industri pulp nasional.
21
BAGIAN KEDUA: LAHIRNYA HTI DI INDONESIA
Sementara itu kapasitas produksi industri pulp dari PT RAPP dengan grupnya sebesar 35% dan PTIKPP sebesar 40,9%13. Persentase ini melebihi jumlah maksimum suatu industri dan kelompok industri yang dikatakan melakukan praktik monopoli atau monopsoni, yaitu penguasaan produksi yang melebihi 75%14.
Kebijakan yang memberi dampak terhadap pembentukan pasar kayu yang monopsoni adalah sebagai beri-kut :
1. Larangan Ekspor Log
Larangan ekspor log merupakan kebijakan yang dimaksudkan untuk mendorong industri kayu (ply-wood) agar mendapatkan bahan baku serta peningkatan nilai tambah kayu (added value) kayu gelon-dongan. Larangan ekspor kayu log ini menyebabkan pasar yang tersedia hanya pasar dalam negeri. Larangan ekspor kayu log terhadap pengembangan HTI ini berdampak terhadap IUPHHK-HT yang tidak memiliki industri pulp dan kertas. Kebijakan ini akibatkan pemegang IUPHHK-HT tidak memiliki alternatif dalam memasarkan kayu HTI.
2. Keharusan Pemegang IUPHHK-HT Memasarkan Kayu ke Industri Pulp dan Kertas
Keharusan bagi pemegang IUPHHK-HT untuk memasarkan kayu HTI ke industri pulp dan kertas ini terdapat dalam Surat Keputusan penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Ta-naman (IUPHHK-HT). Jaminan pemasaran kayu HTI ini menjadi syarat dikeluarkannya IUPHHK-HT, baik IUPHHK-HT yang diterbitkan oleh Menteri Kehutanan maupun Bupati Kepala Daerah.
3. Perjanjian Kerjasama Operasi (KSO)
Perjanjian kerjasama operasi (KSO) ini diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan No P.20/Men-hut-II/2005 jo No P.37/Menhut-II/2009 jo No P.29/Menhut-II/2012. Peraturan Menteri Kehutanan ini merupakan legalitas atas perjanjian kerja sama antara pihak yang memiliki kemampuan teknis dan finan-sial dengan pemegang IUPHHK-HT yang tidak memiliki kemampuan teknis dan finansial. Walaupun kerja sama operasi (KSO) ini legal secara hukum, namun secara ekonomi bentuk perjanjian kerja sama ini menyebabkan pemegang IUPHHK-HT tidak memiliki kebebasan untuk melakukan pemasaran kayu HTI.
Disamping itu terdapat sejumlah kebijakan dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan yang menyatakan penetapan rendahnya harga log untuk pabrik pulp dan kertas serta menjaga rendahnya iuran/pajak yang dikenakan kepada pengelola HTI menjadi penyebab tidak berkembangnya pembangun hutan, kecuali berasosiasi dengan pabrik-pabrik pulp dan kertas yang dilindungi pemerintah itu. Besarnya tarif yang terkait dengan usaha HTI dan pabrik pulp dan kertas tersebut berdasarkan Peraturan Pemerintah No 12/2014, sebagai berikut:
1. Iuran IUPHHK-HT = Rp 250,- per izin per ha per tahun
2. Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) untuk kayu bulat kecil Eucalyptus dan Acasia Mangium = 6%x harga patokan
Berdasarkan Permendag No 12/2012, disebutkan bahwa harga patokan kayu bulat dari HTI sebesar Rp. 782.000,- per ton untuk kayu Eucalyptus dan sebesar Rp. 792.000,- untuk kayu Acasia. Adapun menurut SK Menhut No 68/2014 tentang Penetapan Harga Patokan Hasil Hutan untuk Perhitungan PSDH, Gan-ti Rugi Tegakkan dan Penggantian Nilai Tegakan, untuk kayu Acasia dan Eucalyptus sama sebesar Rp 90.000,- per m3. Harga patokan ini hanya sekitar 23% dari harga pasar yang sesungguhnya.
Footnote:6. Berdasarkan evaluasi penggunaan hutan alam produksi baik untuk HPH, HTI, perkebunan maupun penggunaan lainnya dapat
ditunjukkan bahwa dalam hal jumlah luas maupun tingkat kerusakan hutan yang diakibatkannya, HPH mempunyai peran pal-ing besar. Akumulasi pembangunan perkebunan (besar) sampai dengan akhir 1998 sebesar 2,25 juta ha dan untuk HTI sebesar 4,7 juta ha. Sedangkan kawasan hutan alam produksi yang telah dikonsesikan pemerintah dalam bentuk HPH sampai dengan akhir 1998 seluas 69,4 juta ha (Kartodihardjo dan Supriono, 1999). Data DepHutBun tahun 1998 menunjukkan bahwa luas hutan yang telah dikonsesikan kepada pemegang HPH, sebesar 16,51 juta ha telah mengalami kerusakan dan akan dilakukan rehabilitasi seluas 9,5 juta ha, pencadangan areal dan belum ada alokasi seluas 5,1 juta ha, perubahan alih fungsi untuk pem-bangunan HTI seluas 710.000 ha, perkebunan seluas 30.000 ha, dan transmigrasi seluas 80.000 ha. Konversi lahan terbesar yang telah dilakukan yaitu untuk proyek lahan gambut di Kalimantan Tengah seluas 1.090.000 ha yang semula telah diusa-hakan oleh 12 unit HPH. Apabila HPH mengikuti etat luas yang ditetapkan pemerintah yaitu sebesar 1/35 bagian per tahun,
22
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
dan apabila diasumsikan bahwa areal yang berhutan rata-rata 70% dari luas HPH yang diusahakannya, maka HPH sebenarn-ya hanya akan selalu menebang sebesar 1/35 x 70% = 2% dari luas hutan yang diusahakannya. Inipun dengan asumsi bahwa selama waktu konsesinya tidak ada pengurangan areal ataupun kerusakan hutan oleh sebab lain, seperti pencurian kayu, kebakaran hutan, dll. Hasil perhitungan lain (Kartodihardjo, 1998) menunjukkan bahwa berkurangnya hutan primer sebesar rata-rata 2,5% per tahun. Dengan kata lain setiap tahun HPH melakukan penebangan lebih (over cutting) rata-rata seluas 2,5 – 2 =0,5% dari luas hutan yang dikelolannya atau setiap tahun melakukan over cutting rata-rata sebesar 0,5/2 = 25% dari luas yang ditetapkan pemerintah.
7. Pada periode 1997—2003, dari 357 kasus konflik, 39% diantaranya terjadi di wilayah HTI, 34% di wilayah hutan lindung dan konservasi dan 27% di wilayah HPH (Wulan, dkk 2004).
8. Perusahaan HTI yang mendapat subsidi Dana Reboisasi berjumlah 26 perusahaan dengan luas kawasan HTI sekitar 2,5 juta ha.
9. Dari 50 butir memorandum RI-IMF 1998, terdapat 8 butir yang berkaitan langsung dengan pengusahaan hutan produksi. Sasaran memorandum tersebut mencakup tiga instrumen kebijakan. Pertama, dibuka mekanisme pasar bersaing baik terhadap penyelenggaraan pengusahaan hutan maupun pengolahan dan perdagangan hasil hutan. Kedua, penyempurnaan sistem pen-gelolaan/pengusahaan hutan. Ketiga, adanya konsistensi dan transparansi pengambilan keputusan khususnya yang menyang-kut alokasi dan penggunaan sumberdaya (hutan) milik publik. Sasaran pertama untuk mencapai efisiensi dalam pelaksanaan pengusahaan hutan. Efisiensi tersebut harus didukung adanya jaminan pelestarian sumberdaya hutan, sehingga sasaran kedua merupakan syarat cukup (sufficient condition) bagi terselenggaranya pemanfaatan hasil hutan secara berkelanjutan. Agar dua syarat tersebut dapat terlaksana dengan tetap memperhatikan kesejahteraan masyarakat luas, maka sasaran ketiga merupakan agenda pemerintah c.q. Departemen Kehutanan untuk mampu membangun organisasi yang akomodatif terhadap kepentingan masyarakat luas.
10. Sebuah audit independen terhadap Dana Reboisasi yang dilakukan oleh Ernst & Young pada tahun 1999 menemukan kerugian sebesar US$5,2 miliar selama periode lima tahun, tahun anggaran 1993/1994 – tahun anggaran 1997-1998, sekitar 50 persen telah berkurang setelah penerimaan Dana Reboisasi masuk ke rekening Departemen Kehutanan. Namun pada Juni 2009, lapo-ran audit akhir yang dihasilkan oleh Ernst & Young tidak pernah dirilis untuk tinjauan umum maupun didiskusikan. xa.yimg.com/kq/groups/.../Finding+and+REcommendations+Dana+Reboisasi.doc
11. Hasil tinjuan lapangan Tim Litbang KPK ke Riau dan Kalimantan Tengah, Februari 2017.
12. IUPHHK-HT adalah izin memanfaatkan kawasan hutan dengan membangun hutan tanaman untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku kayu
13. PT RAPP tergabung dalam Raja Garuda Mas Group yang terdiri atas PT RAPP di Riau dan PT Toba Pulp Lestari (PT TPL) di Sumatera Utara sedangkan PT IKPLihat Pasal 1 angka 2 UU No. 12 tahun 2011.
23
BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK HUKUM TERKAIT HTI
BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK
HUKUM TERKAIT HTI
a. Fakta Lapangan Kaitan dengan Perubahan Produk Hukum HTI
Sejak terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 1990 Tentang Hutan Tanaman Industri, Pemer-intah Indonesia setidaknya telah 4 kali melakukan perbaikan PP khususnya menyangkut HTI, antara lain;
a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1999 Tentang Pengusahaan Hutan Dan Pemungutan Hasil Hutan Pada Hutan Produksi
b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2002 Tentang Tata Hutan Dan Penyusu-nan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan Dan Penggunaan Kawasan Hutan
c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan
d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan.
Dari 5 PP tersebut ada 2 PP keluar sebelum UU Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan dan 3 PP setelah UU 41/1999 dikeluarkan. Implementasi masing-masing dari PP tersebut, Menteri Kehutanan telah mener-bitkan Keputusan dan/atau Peraturan Menteri Kehutanan khususnya terkait HTI atau IUPHHK-HT.
Kemudian isu pokok HTI-IUPHHK-HT dikaitkan dengan implementasi HTI-IUPHHK-HT di Provinsi Riau, dimana HTI-IUPHHK-HT di Riau telah menyebabkan adanya kasus korupsi dan indikasi illegal log-ging oleh perusahaan HTI-IUPHHK-HT yang merupakan indikasi pelanggaran dari isu pokok tersebut.
1. Pengertian Hutan Tanaman Industri
Tabel 4. Pengertian Hutan Tanaman Industri – Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman
No Peraturan Pejelasan1 PP Nomor 7 Tahun
1990 Tentang Hak Pen-gusahaan Hutan Tana-man Industri
Pasal 1 Ayat (1): Hutan Tanaman Industri selanjutnya di dalam Peratur-an Pemerintah ini disebut HTI adalah hutan tanaman yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan prodasi dengan menerap-kan silvikultur intensif untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan.
Pasal 1 Ayat (2): Hak Pengusahaan HTI adalah hak untuk mengusahakan hutan di dalam suatu kawasan hutan yang kegiatannya mulai dari penana-man, pemeliharaan, pemungutan, pengolahan dan pemasaran.
2 PP Nomor 6 Tahun 1999 Tentang Pengusa-haan Hutan Dan Pe-mungutan Hasil Hutan Pada Hutan Produksi
Pasal 1 Ayat (7): Hutan tanaman adalah hutan yang dibangun dalam rang-ka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif
Pasal 5 Ayat (3): Kegiatan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman meliputi penanaman pemeliharaan, pemungutan hasil, pengolahan dan pe-masaran hasil hutan.
24
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
3 PP Nomor 34 Tahun 2002 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan DanPenggunaan Kawasan Hutan
Pasal 1 huruf n: Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan atau bukan kayu pada hutan tanaman adalah izin untuk memanfaatkan hutan produksi yang kegiatannya terdiri dari penyiapan lahan, perbenihan atau pembibi-tan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pemanenan atau penebangan, pengolahan, dan pemasaran hasil hutan kayu dan atau bukan kayu.
Pasal 30 Ayat (1): Usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan atau bukan kayu pada hutan tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf b meliputi kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeli-haraan, pengamanan, pemanenan atau penebangan hasil, pengolahan dan pemasaran.
4 PP Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Peman-faatan Hutan
Pasal 1 angka 15: IUPHHK dan/atau IUPHHBK dalam hutan tanaman adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan beru-pa kayu dan/atau bukan kayu dalam hutan tanaman pada hutan produksi melalui kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran.
Pasal 1 angka 18: Hutan tanaman industri yang selanjutnya disingkat HTI adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelom-pok industri kehutanan untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka memenuhi kebutu-han bahan baku industri hasil hutan.
5 PP Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Perubah-an Atas PP Nomor 6 Ta-hun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Peman-faatan Hutan
Pasal 38 Ayat (2): Pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTI dalam hutan tanaman meliputi kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran.
Dari 5 Peraturan Pemerintah diatas, setidaknya ada 2 hal pokok yang patut digaris bawahi; pertama tentang penerapan sistem silvikultur dan yang kedua adalah kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman.
Berdasarkan PP 7/1990 dan PP 6/1999, menyebutkan HTI yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif untuk memenuhi kebutu-han bahan baku industri hasil hutan. Namun PP 34/2002, PP 6 2007 dan PP 3/2008 tidak lagi secara tegas menyebutkan bahwa penerapan sistem silvikultur HTI dengan sistem silvikultur intensif.
Sistem silvikultur HTI berdasarkan Pasal 4 ayat 1 PP 7/1990 “Sistem silvikultur yang diterapkan dalam pengelolaan HTI adalah tebang habis dengan penanaman kembali”. Namun selanjutkan ber-dasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 338/Kpts–II/1998 perubahan SK Menteri Kehutanan Nomor 435/Kpts-II/1997 tentang Sistem Silvikultur dalam Pengelolaan Hutan Tanaman Industri, Pasal 1 ayat 2 bahwa “Untuk jenis tanaman pokok dimana sistem tebang habis dengan penanaman kembali tidak dapat diterapkan sepenuhnya maka dapat digunakan sistem lain yang sesuai”. Selanjutnya Pasal 2 “Sistem lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) adalah : Sistem Tebang Pilih dan Tanam Jalur (line planting) dengan berbagai modifikasi”. Artinya PP 7/1990 dan PP 6/1999 telah memberi-kan pilihan sistem selain silvikutur tebang habis.
Hal kedua dari bahasan pengertian HTI ini adalah kegiatan pemanfaatannya, pada PP 7/1990 dan PP 6/1999 bahwa Hak Pengusahaan HTI adalah hak untuk mengusahakan hutan di dalam suatu kawasan hutan yang kegiatannya mulai dari penanaman, pemeliharaan, pemungutan, pengolahan dan pemasaran. Sedangkan PP 34/2002, PP 6/2007 dan PP 3/2008 menjelaskan bahwa hutan tanaman adalah izin untuk memanfaatkan hutan produksi yang kegiatannya terdiri dari penyiapan lahan, pem-
25
BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK HUKUM TERKAIT HTI
benihan atau pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pemanenan atau peneban-gan, pengolahan, dan pemasaran hasil hutan kayu dan atau bukan kayu.
Kasus IIlegal logging di Riau tahun 2007-2008 pada 14 perusahaan HTI yang dIIndikasikan melaku-kan illegal logging, salah satunya yang sempat mencuat adalah kegiatan HTI-IUPHHK-HT bukan me-nebang hutan alam baru menanam, melainkan perusahaan harus menanam dan setelah itu menebang. Artinya kasus indikasi illegal logging di Riau tahun 2007-2008 memberikan pandangan yang berbeda pada penegak hukum, apakah menggunakan PP 7/1990 dan PP 6/1999 atau PP 34/2002, PP 6/2007 dan PP 3/2008.
2. Kriteria areal pembangunan Hutan Tanaman Industri-Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu Pada Hutan Tanaman
Tabel 5. Kriteria areal pembangunan Hutan Tanaman Industri-Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman
No Peraturan Pejelasan1 PP Nomor 7 Tahun
1990 Tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri
Pasal 5 Ayat (1) Areal hutan yang dapat diusahakan sebagai areal HTI adalah kawasan hutan produksi tetap yang tidak produktif.SK Menhut No. 200/Kpts-II/1994; kriteria HP tidak produktif ditandai dengan:
1) Pohon inti yang berdiameter > 20 cm kurang dari 25 batang /ha.
2) Pohon induk < 10 batang /ha.
3) Permudaan alamnya kurang,: semai < 1000 batang/ha, dan atau pancang < 240 batang/ha, dan atau tiang < 75 Batang /ha.
2 PP Nomor 6 Tahun 1999 Tentang Pen-gusahaan Hutan Dan Pemungutan Hasil Hutan Pada Hutan Produksi
Pasal 7 Ayat (1) huruf a. Pemerintah menetapkan kriteria hutan produksi yang dapat dilelang, status areal dan kriteria peserta pelelangan;
PP 6 Tahun 1999 tidak secara tegas menyebutkan kriteria areal untuk hutan tanaman atau HTI
3 UU Nomor 41 Ta-hun 1999 Tentang Kehutanan
Penjelasan Pasal 28 ayat (1) Diutamakan dilaksanakan pada hutan yang tidak produktif dalam rangka mempertahankan hutan alam.
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 10.1/Kpts-II/2000 Tentang Pe-doman Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman, Tanggal 6 November 2000
Pasal 3 ayat (1) Areal hutan yang dapat dimohon untuk Usaha Hutan Tanaman adalah areal kosong di dalam kawasan hutan produksi dan/atau areal hutan yang akan dialih fungsikan menjadi kawasan Hutan Produksi serta tidak dibeba-ni hak-hak lain.
Pasal 3 Ayat (4) Penutupan vegetasi berupa non hutan(semak belukar, padang alang-alang dan tanah kosong) atau areal bekas tebangan yang kondisinya rusak dengan potensi kayu bulat berdiameter 10 Cm untuk semua jenis kayu dengan kubikasi tidak lebih dari 5 m3 per hektar.
Pasal 3 Ayat (6) Pada prinsipnya tidak dibenarkan melakukan penebangan hutan alam di dalam Usaha Hutan Tanaman, kecuali untuk kepentingan pemba-ngunan sarana dan prasarana yang tidak dapat dihindari dengan luas maksimum 1 % dari seluruh luas Usaha Hutan Tanaman melalui peraturan yang berlaku.
26
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
UU Nomor 41 Ta-hun 1999 Tentang Kehutanan
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 21/Kpts-II/2001 Tentang Kriteria Dan Standar Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Pada Hutan Produksi,
Lampiran:
b. Keadaan vegetasinya sudah tidak berupa hutan alam atau areal bekas teban-gan.
o Lahan hutan telah menjadi lahan kosong/terbuka.
o Vegetasi alang-alang dan atau semak belukar.
o Vegetasi hutan alam yang tidak terdapat pohon berdiameter di atas 10 cm untuk semua jenis kayu dengan potensi kurang dari 5 m3 per hektar, atau jumlah anakan jenis pohon dominan kurang dari 200 batang per hektar.
4 PP Nomor 34 Tahun 2002 Ten-tang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pen-gelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan Dan Penggunaan Kawasan Hutan
Pasal 30 ayat (3) Usaha pemanfaatan hasil hutan pada hutan tanaman, dilak-sanakan pada lahan kosong, padang alang-alang dan atau semak belukar dihutan produksi.
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 32/Kpts-II/2003
Tentang Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam Atau Hutan Tanaman Melalui Penawaran Dalam Pelelangan, Tanggal 5 Februari 2003
Pasal 4 Ayat (2) huruf a. Kriteria areal hutan yang dapat dilelang untuk dibeba-ni IUPHHK pada hutan tanaman adalah :
a. Lahan kosong, padang alang-alang dan atau semak belukar pada kawasan hutan produksi sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kehutan-an tentang kondisi hutan berupa lahan kosong, padang alang-alang dan atau semak belukar pada hutan produksi yang dapat diberikan izin usaha peman-faatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman;
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 33/Kpts-II/2003
Tentang Tata Cara Penyelesaian Hak Pengusahaan Hutan Alam Atau Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Yang Telah Mendapat Persetujuan Prinsip Berdasarkan Permohonan, Tanggal 5 Februari 2003
Pasal 3 huruf b. Kondisi hutan berupa lahan kosong, padang alang-alang dan atau semak belukar pada hutan produksi yang dapat diberikan IUPHHK pada hutan tanaman.Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.05/Menhut-II/2004 Tentang Pem-berian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Melalui Penawaran Dalam Pelelangan.
Pasal 5 Ayat (1) Kriteria areal hutan yang dapat dilelang untuk dibebani IUPH-HK pada hutan tanaman adalah lahan kosong, padang alang-alang dan atau semak belukar pada hutan produksi sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
27
BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK HUKUM TERKAIT HTI
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.03/Menhut-II/2005 Tentang Pe-doman Verifikasi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam Dan Atau Pada Hutan Tanaman Yang Diterbitkan Oleh Gubernur Atau Bupati/Walikota, Tanggal 18 Januari 2005
Pasal 6 Ayat (3). Untuk izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman, keempat aspek yang dilakukan verifikasi sebagaimana pada Pasal 4, meliputi:
3. Status dan kondisi areal hutan, meliputi :
a. Hutan produksi.
b. Areal tidak dibebani dengan izin/hak lain di bidang kehutanan.
c. Kondisi hutan berupa lahan kosong, padang alang-alang, semak belu-kar atau sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 10.1/Kpts-II/2000 jo. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 21/Kpts-II/2001.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.61/Menhut-II/2006 Tentang Ka-wasan Hutan Yang Dapat Dicadangkan Atau Diberikan Izin Usaha Peman-faatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman
Pasal 3 Ayat (1) dan (2):
(1) Kawasan hutan yang dapat dicadangkan atau diberikan untuk IUPHHK pada Hutan Tanaman adalah hutan negara yang mempunyai fungsi sebagai: a. Hutan produksi terbatas. b. Hutan produksi biasa/tetap.
(2) Kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa lahan kosong, padang alang-alang dan atau semak belukar, dan tidak dibebani izin/hak lainnya.
5 PP 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelo-laan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan
Pasal 38 Ayat (3) Pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTI, dilakukan pada hutan produksi yang tidak produktif.Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.19/Menhut-II/2007 Tentang Tata Cara Pemberian Izin Dan Perluasan Areal Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Industri Dalam Hutan Tanaman Pada Hutan Produksi
Pasal 3 Ayat (1) Areal untuk pembangunan hutan tanaman adalah Hutan Pro-duksi yang tidak produktif dan tidak dibebani hak/izin Iainnya.
6 PP Nomor 3 Tahun 2008
Tentang Perubahan Atas PP Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelo-laan
Hutan, Serta Pe-manfaatan Hutan
Pasal 38 Ayat (3) Pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTI, dilakukan pada hutan produksi yang tidak produktif.
Penjelasan Ayat (3) Yang dimaksud dengan “hutan produksi yang tidak pro-duktif” adalah hutan yang dicadangkan oleh Menteri sebagai areal pembangu-nan hutan tanaman.
28
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
Permenhut No P.11/Menhut-II/2008 Tentang Perubahan Kedua Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.19/Menhut-II/2007 Tentang Tata Cara Pem-berian Izin Dan Perluasan Areal Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Industri Dalam Hutan Tanaman Pada Hutan Produksi
Pasal 1 A. Hutan produksl yang tidak produktif adalah hutan yang dicadangkan oleh Menteri sebagai areal pembangunan hutan tanaman.
Pasal 3 Ayat (1) Areal IUPHHK-HTI diutamakan pada hutan produksi yang tidak produktif dan tidak dibebani hak/izin Iainnya.Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia
Nomor : P.31/Menhut-II/2014 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Perlua-san Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Dalam Hutan Alam, Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem Atau Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri Pada Hutan Produksi
Pasal 2 Ayat (1) Areal yang dimohon adalah kawasan hutan produksi tidak dibebani izin/hak.
Pasal 2 Ayat (2) Areal yang dimohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan pada areal yang telah dicadangkan / ditetapkan oleh Menteri berupa Peta Indikatif Arahan Pemanfaatan Kawasan Hutan Pada Hutan Produk-si Yang Tidak Dibebani Izin Untuk Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu, dan dapat dilihat dalam Website : www.Dephut.go.id, dengan alamat “Bina Usaha Kehutanan” dan dIInformasikan pada loket perizinan terpaduPeraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indone-sia Nomor: P. 12/Menlhk-II/2015 Tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri
Pasal 5 Ayat (1) Persyaratan areal dalam IUPHHK-HTI sebagaimana dimak-sud dalam Pasal 4 huruf a, yaitu:
a. kawasan hutan produksi tidak dibebani izin/hak; dan/atau
b. diutamakan pada kawasan hutan produksi yang tidak produktif; dan/atau
Pasal 5 Ayat (2) Kawasan hutan produksi tidak dibebani izin/hak dan/atau diutamakan pada kawasan hutan produksi yang tidak produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dicadangkan oleh Menteri sebagaimana dalam Indika-tif Arahan Pemanfaatan Hutan pada Kawasan Hutan Produksi yang Tidak Dibebani Izin untuk Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu.
Pasal 5 Ayat (3) Tata cara penetapan indikatif arahan pemanfaatan hutan pada kawasan hutan produksi yang tidak dibebani izin untuk usaha pemanfaatan hasil hutan kayu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tata cara pembe-rian IUPHHK-HTI, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Dapat disimpulkan bahwa Kriteria areal pembangunan Hutan Tanaman Industri-Izin Usaha Peman-faatan Hasil hutan Kayu Pada Hutan Tanaman dapat dibagi dua, pertama dari PP 7/1990 hingga PP 34/2002 dan kedua adalah setelah PP 6/2007 hingga sekarang. Kriteria areal pembangunan Hutan Tanaman Industri-Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu Pada Hutan Tanaman dari PP 7/1990-PP 34/2002 secara tegas menyebutkan bahwa kriteria HTI-IUPHHK-HT adalah hutan produksi tidak produktif dan dIIkuti aturan teknis kriteria yang dimaksud dengan tidak produktif. Sedangkan setelah PP 6/2007 hingga sekarang sebagaimana penjelasan pada PP 6/2007 dan PP 3/2008 adalah yang
29
BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK HUKUM TERKAIT HTI
dimaksud dengan “hutan produksi yang tidak produktif” adalah hutan yang dicadangkan oleh Menteri sebagai areal pembangunan hutan tanaman. Sehingga dapat dimungkinkan terjadi pembangunan HTI-IUPHHK-HT pada hutan hutan alam jika pada areal tersebut telah dicadang oleh Menteri sebagai areal pembangunan hutan tanaman.
Tumpang tindih dengan hutan alam yang produktif dan memiliki potensi kayu komersial yang tinggi
Meskipun mulai dari PP 7/1990 hingga berakhirnya PP 34/2002 di awal tahun 2007, secara tegas menyebutkan bahwa kriteria HTI-IUPHHK-HT adalah hutan produksi tidak produktif dan dIIkuti aturan teknis kriteria yang dimaksud dengan tidak produktif, pada kenyataannya implementasi dari peraturan tersebut ditemukan ada penyimpangan. Kasus pembangunan HTI-IUPHHK-HT 2002-2006 di Riau pada umumnya diberikan hutan alam yang masih produktif.
Berdasarkan data Dinas Kehutanan Provinsi Riau 2006, total areal dari 37 konsesi HTI yang dikel-uarkan izinnya oleh Bupati Pelalawan, Bupati Siak, Bupati Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir adalah 403.513 hektar. Citra Landsat untuk kawasan tersebut pada Agustus 2002 menunjukkan adanya hutan yang masih produktif sekitar 358.310 hektar atau sekitar 89% dari total areal yang diberikan izin.
Hingga tahun 2007, berdasarkan Citra Landsat Oktober 2007, hutan alam di konsesi HTI yang telah konversi mencapai sekitar 143.501 hektar atau 50% dari total areal HTI dengan tutupan hutan alam yang masih bagus pada tahun 2002.
Dari 143.501 hektar areal hutan alam yang dikonversi dalam kurun waktu 2002-2007, sekitar 99.541 hektar untuk pasokan bahan baku PT Riau Andalan Pulp and Paper milik Asia Pacific Resources International Holdings, Ltd. (APRIL). Sisanya, sekitar 43.379 hektar, merupakan sumber bahan baku industri PT Indah Kiat Pulp and Paper milik Asia Pulp and Paper (APP) di Riau.
Peta 1: Perbedaan tutupan hutan pada konsesi 37 HTI yang dikeluarkan oleh Sejumlah Bupati di Riau dalam kurun waktu 2002-2006. Tutupan hutan 2002 masih bagus dan semakin memburuk pada tahun 2007 setelah dikonversi untuk HTI
30
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
Tumpang tindih dengan kawasan hutan produksi tidak dibebani izin/hak
Penerbitan izin HTI-IUPHHK-HT 2002-2006 di Riau oleh 4 bupati di Riau selain tidak mengindahkan kriteria areal juga mengeluarkan perizinan HTI-IUPHHK-HT tumpang tindih dengan izin HPH yang masih aktif. Berdasarkan analisis Eyes on the Forest tahun 2003, terdapat sekitar 21 dari 37 konsesi izin IUPHHK-HT yang dikeluarkan oleh 4 bupati di Riau tumpang tindih dengan konsesi HPH seluas 169. 254 hektar.
PT Madukoro, sebagai salah satu contoh HTI-IUPHHK-HT diberikan pada hutan alam yang produktif dan memiliki potensi kayu komersial yang tinggi dan pada kawasan hutan produksi masih dibebani izin/hak
Izin UPHHK-HT PT Madukoro diterbitkan berdasarkan Surat Keputusan Bupati Pelalawan (T. Az-mun Jaafar) Nomor 522.21/IUPHHK-HT/I/2003/017, tanggal 31-Januari -2003 seluar 14.678 hektar. Perusahaan PT Madukoro sama halnya dengan IUPHHK-HT PT Triomas FDI tidak terdapat atau tidak termasuk dalam data perusahaan IUPHHK-HT-HTI Kementerian Kehutanan RI tahun 2009. Bahkan perusahaan ini perizinannya belum dilakukan verifikasi oleh Kementerian Kehutanan.
Jika perusahaan UPHHK-HT yang juga diterbitkan Bupati Pelalawan bisa memperoleh izin verifikasi oleh Kementerian Kehutanan, kenapa perusahaan PT Madukoro tidak dilakukan verifikasi dan Kemen-terian Kehutanan tidak segera melakukan pencabutan perizinan tersebut. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2005 Tentang Pedoman Verifikasi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam Dan Atau Pada Hutan Tanaman Yang Diterbitkan Oleh Gubernur Atau Bupati/Walikota. Maksud verifikasi IUPHHK pada hutan alam dan atau hutan tanaman adalah dalam rangka memberikan kepastian hukum atas IUPHHK yang diterbitkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota dengan tujuan agar pemanfaatan hutan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
PT Madukoro salah satu perusahaan bentukan Bupati Pelalawan hanya untuk memperoleh perizinan IUPHHK-HT, kemudian setelah penerbitan izin, karena pada kenyataannya tidak memiliki kemam-puan untuk mengelola UPHHK-HT maka atas kesepakatan dengan PT RAPP, PT Madukoro diambali alih (take over) oleh PT RAPP.
Peta 2. Berdasarkan citra landsat 2002, menunjukan konsesi HTI atau IUPHHK-HT PT Madukoro memili-ki tutupan hutan yang masih baik.
31
BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK HUKUM TERKAIT HTI
Berdasarkan analisa Citra Landsat 2002, areal yang diberikan untuk pengembangan akasia PT Mad-ukoro berada pada tutupan hijau yang mengindikasikan berada pada tutupan hutan alam yang masih baik. Sehingga perizinan tersebut selain bertentangan dengan Pasal 42 PP 34 Tahun 2002 dan juga bertentangan dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 10.1/Kpts-II/2000 Tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman, tanggal 6 November 2000 dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 21/Kpts-II/2001 Tentang Kriteria Dan Standar Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Pada Hutan Produksi, tanggal 31 Januari 2001.
Sejumlah dokument yang menunjukan bahwa areal PT Madukoro berada pada kawasan hutan alam, antara lain;
• Surat Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Pelalawan (Drs. Edi Suriandi) Nomor 522.22/PI/III/2005/6705 tanggal 9 Maret 2005, yang isinya antara lain menyebutkan rencana peneban-gan hutan alam seluas 2.853 hektar dengan volume Kayu Bulat=11.354 m3, Kayu Bulat Ke-cil=33.865,11 m3 dan Bahan Baku Serpih=204.702,75m3. Dengan memperhatikan pertimbangan teknis ini Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau (H. Asral Rahman,SH) menyetujui dan menge-sahkan RKT sesuai dengan KPTS/522.2/PK/0110 tanggal 8 April 2005.
• Surat Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Pelalawan (Drs. Edi Suriandi) Nomor 522.22/PI/III/2006/7403 tanggal 2 Maret 2006. Kemudian atas pertimbangan teknis ini Kepala Dinas Ke-hutanan Provinsi Riau (Drs. Burhanuddin Husin,MM) menyetujui dan mengesahkan RKT sesuai dengan KPTS/522.2/PK/2520 tanggal 10 Juni 2006
Selain diberikan pada kawasan hutan alam yang masih produktif, konsesi IUPHHK-HT PT Madukoro tumpang tindih dengan izin pemanfaatan lainnya yaitu HPH PT Yos Raya Timber. Pada saat izin UPHHK-HT diterbitkan oleh Bupati Pelalawan HPH. PT Yos Raya Timber perizinannya masih aktif berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor. 243/Kpts-II/1989, tanggal 24 Mei 1989.
Hal ini bertentangan dengan Pasal 3 ayat (1) Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 10.1/Kpts-II/2000 Tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman, tanggal 6 November 2000, antara lain disebutkan “Areal hutan yang dapat dimohon untuk Usaha Hutan Ta-naman adalah areal kosong di dalam kawasan hutan produksi dan/atau areal hutan yang akan dialih fungsikan menjadi kawasan Hutan Produksi serta tidak dibebani hak-hak lain”.
Hal ini juga bertentangan dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 21/Kpts-II/2001 Tentang Kriteria Dan Standar Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Pada Hutan Produk-si, tanggal 31 Januari 2001. Pada lampiran Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 21/Kpts-II/2001 disebutkan antara lain kriteria dan standar areal yang dapat dijadikan UPHHK-HT adalah tidak dibeba-ni hak antara lain “Kawasan tidak dibebani hak-hak lain sesuai ketentuan yang berlaku seperti HPH, HPHT, HKM dan izin penggunaan kawasan hutan yang mengubah bentang alam seperti pertamban-gan dengan pola tambang terbuka (open pit minning)”.
Diperoleh data dan informasi bahwa HPH PT Yos Raya Timber izinnya berakhir pada tahun 2009 sebagaimana Surat Menteri Kehutanan Nomor S.477/Menhut-IV/2009 Tanggal 22 Juni 2009. Hal ini jelas perizinan UPHHK-HT PT Madukoro bertentangan dengan peraturan teknis kehutanan. Se-bagaimana di dalam Putusan MA No. 736 K/Pid.Sus/2009, HPH PT Yos Raya Timber mendapa-tkan Rp.6.000.000.000 sebagai hasil fee kayu PT Madukoro. Atas penerbitan dan penebangan hutan alam PT Madukoro telah memperkaya PT RAPP sebesar 17.598.512.150 dan menyebab-kan kerugian Negara sebesar Rp.124.033.949.517,76.
Sebagaiman Surat PT Riau Andalan Pulp and Paper (PT RAPP) Nomor 26/RAPP-J/V/2006 tang-gal 8 Mei 2006, meminta dispensasi BKUPHHKHK tahun 2006 terhadap IUPHHK-HT yang bermitra dengan PT RAPP kepada Menteri Kehutanan, salah satunya adalah PT Madukoro. Tetapi Melalui Nota Dinas Nomor ND.130/VI-BPHT/2006 Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan (Hadi S. Pasari-bu) tidak menyetujui dan mengusulkan ke Menteri Kehutanan salah satunya PT Madukoro tidak dapat diberikan dispensasi mendapatkan Bagan Kerja. Kemudian Menteri Kehutanan (MS Kaban) melalui Surat Nomor S.439/Menhut-VI/2006 tanggal 17 Juli 2006 meminta Kepala Dinas Kehutanan Provin-
32
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
si Riau untuk tidak menyetujui dispensasi berupa pengesahan Bagan Kerja PT Madukoro. Artinya mengindikasi kuat bahwa perizinan PT Madukoro bertentangan dengan peraturan yang berlaku.
Peta 3. Keseluruhan Konsesi PT Madukoro tumpang tindih dengan HPH PT Yos Raya Timber dan memi-liki kedalaman gambut lebih dari 4 meter berdasarkan analisis Wetlands International & Canadian Interna-tional Development Agency 2003: (Map of Area of Peatland Distribution and Carbon Content 2002 Riau
Province). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana tataruang Wilayah Nasional. Kawasan bergambut yang memiliki ketebalan gambut lebih dari 3 meter
termasuk Kawasan Lindung Nasional. Begitu juga Keputusan Presiden Nomor 32/1990, hutan alam yang terdapat pada tanah gambut dengan kedalaman 3 meter atau lebih yang terletak di hulu sungai dan rawa seharusnya dilindungi. Selain itu seluruh areal konsesi PT Madukoro merupakan Kawasan lindung yang
dilindungi Provinsi Riau. Kawasan Lindung berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi 1994 yang masih berlaku seharusnya tidak dikonversi.
3. Kewenangan Pemberian Hutan Tanaman Industri-Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu Pada Hutan Tanaman
Tabel 6. Kewenangan Pemberian Hutan Tanaman Industri-Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu Pada Hutan Tanaman
No Peraturan Pejelasan1 PP Nomor 7 Tahun
1990 Tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri
Pasal 8 Ayat (1) Kepada pemohon yang memenuhi persyaratan diberikan Hak Pengusahaan HTI oleh Menteri untuk jangka waktu selama 35 (tiga puluh lima) tahun ditambah daur tanaman pokok yang diusahakan.
Pasal 8 Ayat (2) Hak Pengusahaan HTI sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diberikan oleh Menteri setelah mendengar saran dan pertimbangan dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan.
33
BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK HUKUM TERKAIT HTI
2 Undang Undang No-mor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah-an Daerah
Pasal 7 Ayat (1) Kewenangan Daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain.
Pasal 7 Ayat (2) Kewenangan bidang lain, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standarisasi nasional.
Pasal 10 Ayat (1) Daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 11 Ayat (1) Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota mencak-up semua kewenangan pemerintahan selain kewenangan yang dikecualikan dalam Pasal 7 dan yang diatur dalam Pasal 9.
3 PP Nomor 6 Tahun 1999 Tentang Pengu-sahaan Hutan Dan Pemungutan Hasil Hutan Pada Hutan Produksi
Pasal 11 Ayat (1) Hak Pengusahaan Hutan diberikan oleh Menteri dengan mempertimbangkan pendapat dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.
Pasal 11 Ayat (2) Pemberian Hak Pengusahaan Hutan untuk luas areal dibawah 10.000 (seratus ribu) hektar dapat dilimpahkan kewenangannya kepa-da Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.
Pasal 11 Ayat (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelimpahan kewenangan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur oleh Menteri.
4 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 41 Tahun 1999
Tentang
Kehutanan
Pasal 66 Ayat(1) Dalam rangka penyelenggaraan kehutanan, pemerintah menyerahkan sebagian kewenangan kepada pemerintah daerah.
Pasal 66 Ayat (2) Pelaksanaan penyerahan sebagian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk meningkatkan efektifitas pengurusan hutan dalam rangka pengembangan otonomi daerah.
Pasal 66 Ayat (3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diaturdengan Peraturan Pemerintah.
5 PP Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Ke-wenangan Pemerin-tah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom
Pasal 2 Ayat (3) angka 4 huruf I: Penetapan kriteria dan standar perizinan usaha pemanfaatan kawasan hutan, pemanfaatan dan pemungutan hasil, pe-manfaatan jasa lingkungan, pengusahaan pariwisata alam, pengusahaan taman buru, usaha perburuan, penangkaran flora dan fauna, lembaga konservasi dan usaha perkebunan.
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 10.1/Kpts-II/2000 Tentang Pe-doman Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman
Pasal 6 Ayat (1) Permohonan Usaha Hutan Tanaman yang arealnya secara utuh berada di dalam wilayah satu kabupaten, diajukan oleh BUMN, BUMD dan BUMS serta perorangan dan koperasi kepada Bupati setempat dengan tembusan kepada Menteri Kehutanan dan Perkebunan serta Gubernur setem-pat.
34
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
Pasal 6 Ayat (4) Bupati menerbitkan izin usaha hutan tanaman setelah mempertimbangkan hasil Feasibility Study, Amdal/UKL/UPL sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3), serta rekomendasi teknis dari instansi ke-hutanan tingkat kabupaten yang bersangkutan.
Pasal 6 Ayat (5) Permohonan Usaha Hutan Tanaman yang arealnya mencakup dua wilayah kabupaten, diajukan oleh pemohon kepada Gubernur setempat dengan tembusan kepada Menteri Kehutanan serta masing-masing Bupati yang bersangkutan.
Pasal 6 Ayat (7) Gubernur menerbitkan izin Usaha Hutan Tanaman setelah mempertimbang-kan hasil Feasibillity Studi, Amdal/UKL/UPL dan pendapat bupati serta rekomendasi teknis dari instansi kehutanan tingkat Provinsi yang bersangkutan.
Pasal 6 Ayat (8) Permohonan Usaha Hutan Tanaman yang arealnya mencakup dua wilayah Provinsi, diajukan oleh pemohon kepada Menteri dengan tembu-san kepada masing-masing gubernur yang bersangkutan.
Pasal 6 Ayat (10) Menteri menerbitkan izin Usaha Hutan Tanaman setelah mempertimbangkan hasil Faesibility Study, Amdal/UKL/UPL dan pendapat Gubernur serta rekomendasi teknis dari instansi terkait sesuai keperluan.Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 21/Kpts-II/2001 Tentang Kri-teria Dan Standar Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Pada Hutan Produksi,
Lampiran:
9. Penerbitan Keputusan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman; huruf:
b. Penerbitan Izin Usaha oleh Bupati/Walikota, Untuk areal yang dimohon yang berada di satu daerah kabupaten/kota.
c. Penerbitan Izin Usaha oleh Gubernur, Untuk areal yang dimohon yang bera-da lintas daerah kabupaten/kota.
d. Penerbitan Izin Usaha oleh Menteri, Untuk areal yang dimohon yang bera-da lintas Provinsi.
6 PP Nomor 34 Tahun 2002 Tentang Tata Hutan Dan Peny-usunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan Dan Penggunaan Kawasan Hutan
Pasal 42 Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam atau izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman diberikan oleh Ment-eri berdasarkan rekomendasi Bupati atau Walikota dan Gubernur.
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 32/Kpts-II/2003 Tentang
Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam Atau Hutan Tanaman Melalui Penawaran Dalam Pelelangan
Pasal 18 Ayat (1) Direktur Jenderal menyiapkan konsep Keputusan Menteri tentang IUPHHK yang dilampiri dokumen IUPHHK antara lain terdiri dari peta areal kerja, Bahan Penetapan Tebangan Tahunan dan bukti setor IIUPH kepada Sekretaris Jenderal, dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kalender.
35
BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK HUKUM TERKAIT HTI
Pasal 18 Ayat (2) Berdasarkan konsep Keputusan Menteri dan lampiran doku-men sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Sekretaris Jenderal menelaah dan meneruskan konsep Keputusan Menteri tentang pemberian IUPHHK kepada Menteri, dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari.
Pasal 18 Ayat (3) Menteri menerbitkan Keputusan tentang pemberian IUPH-HK paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja sejak diterimanya bukti lunas pembayaran IIUPH.Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.05/Menhut-II/2004 Tentang Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tana-man Melalui Penawaran Dalam Pelelangan.
Pasal 22 Ayat (3) Menteri menandatangani Keputusan tentang pemberian IUPHHK pada hutan tanaman paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja setelah diterimanya SPP IIUPH oleh pemenang pelelangan.Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.24/Menhut-II/2005 Tentang Tata Cara Penyelesaian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman / Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Yang Telah Mendapat Persetujuan Prinsip Berdasarkan Permohonan
Pasal 8 Ayat (3) Menteri menandatangani Keputusan tentang pemberian IUPHHK pada hutan tanaman paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya konsep keputusan dimaksud.
7 PP Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusu-nan Rencana Penge-lolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan
Pasal 1 angka 15: IUPHHK dan/atau IUPHHBK dalam hutan tanaman adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dan/atau bukan kayu dalam hutan tanaman pada hutan produksi melalui kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran.
Pasal 1 angka 18: Hutan tanaman industri yang selanjutnya disingkat HTI adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok industri kehutanan untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi
dengan menerapkan silvikultur dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan.Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.19/Menhut-II/2007 Tentang Tata Cara Pemberian Izin Dan Perluasan Areal Kerja Usaha Peman-faatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Industri Dalam Hutan Tanaman Pada Hutan Produksi
Pasal 11 Ayat (2) Sekretaris Jenderal menelaah aspek hukum dan menyam-paikan konsep Keputusan Menteri Kehutanan tentang Pemberian IUPH-HK-HTI kepada Menteri Kehutana n dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja.
Pasal 12 Ayat (1) Berdasarkan usulan dari Sekretaris Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), dalam tenggang waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja, M e n t e r i menandatangani keputusan tentang Pemberian IUPHHK-HTI.
36
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
8 PP Nomor 3 Ta-hun 2008 Tentang Perubahan Atas PP Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusu-nan Rencana Penge-lolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan
Pasal 38 Ayat (2): Pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTI dalam hutan tanaman meliputi kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeli-haraan, pemanenan, dan pemasaran.Permenhut No P.11/Menhut-II/2008 Tentang Perubahan Kedua Peratur-an Menteri Kehutanan Nomor P.19/Menhut-II/2007 Tentang Tata Cara Pemberian Izin Dan Perluasan Areal Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Industri Dalam Hutan Tanaman Pada Hutan Produksi
Pasal 11 Ayat (4) Berdasarkan konsep Keputusan Menteri Kehutanan tentang pemberian IUPHHK-HTI sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri men-erbitkan Keputusan tentang Pemberian IUPHHK-HTI pada hutan produksi.
Kewenangan Pemberian Hutan Tanaman Industri-Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu Pada Hutan Tanaman dari PP 7/1990 hingga sekarang pada prinsipnya diterbitkan oleh Menteri Kehutan-an. Namun mulai PP 6/1999 hingga PP 34/2002 dalam menjalankan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah Dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom, diberikan juga kewenangan ke Gubernur dan Bupati/Kota untuk menerbitkan HTI-IUPHHK-HT den-gan batasan luasan tertentu. Setelah PP 34/2002 tanggal 8 Juni 2002 kewenangan menerbitkan HTI-IUPHHK-HT sepenuhnya hanya diberikan oleh Menteri.
Pelanggaran terkait kewenangan menerbitkan Hutan Tanaman Industri atau Izin Usaha Pe-manfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) di Riau
Sejak keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2002 Tentang Tata Hutan Dan Penyusu-nan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan Dan Penggunaan Kawasan Hutan, Tanggal 8 Juni 2002, Gubernur dan Bupati/Walikota tidak memilki kewenangan untuk mengeluarkan izin IUPH-HK-HT/HTI. Hal ini ditegaskan dalam PP 34/2002 Pasal 42, “Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam atau izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman diberikan oleh Menteri berdasarkan rekomendasi Bupati atau Walikota dan Gubernur”.
Diketahui pada priode 2002-2006, setelah 8 Juni 2002 di Provinsi Riau ditemukan 4 bupati mener-bitkan 31 perizinan HTI-IUPHHK-HT. Antara lain; 20 perizinan oleh Bupati Pelalawan, 6 perizinan oleh Bupati Siak, 4 perizinan oleh Bupati Indragiri Hulu dan 1 perizinan oleh Bupati Indragiri Hilir. Sedangkan 6 perizinan yang diterbitkan sebelum 8 Juni 2002 yaitu 3 perizinan oleh Bupati Pelalawan, 1 perizinan oleh Bupati Indragiri Hulu dan 1 perizinan oleh Bupati Indragiri Hilir.
Terhadap 37 izin IUPHHK-HT/HTI yang telah diterbitkan oleh bupati di Riau, Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Departemen Kehutanan RI, melalui suratnya Nomor 300/VI-PHT/2003 tanggal 1 Mei 2003, telah meminta Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau untuk berkoordinasi dengan bupati yang mengeluarkan izin IUPHHK-HT setelah keluarnya PP 34/2002 untuk ditinjau kembali atau dibatalkan. Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Departemen Kehutanan RI menilai perizinan IUPHHK-HT yang diterbit setelah PP 34/2002 adalah cacat hukum.
Menurut Menteri Kehutanan, penerbitan IUPHHK-HT oleh bupati sepanjang tahun 2002-2003 tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutan-an Nomor : P.03/Menhut-II/2005 Tentang Pedoman Verifikasi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam Dan Atau Pada Hutan Tanaman Yang Diterbitkan Oleh Gubernur Atau Bupati/Walikota, Tanggal 18 Januari 2005. Menteri Kehutanan dalam peraturan tersebut menegaskan bahwa dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002, maka Gubernur dan Bupati/Walikota tidak lagi memiliki kewenangan menerbitkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu (IUPHHK) pada Hutan Alam dan Hutan tanaman, sehingga izin-izin yang telah diterbitkan oleh Gubernur dan Bupati/Walikota perlu diverifikasi.
37
BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK HUKUM TERKAIT HTI
Tabel 7. 37 perizinan HTI-IUPPHHK-HTI yang diterbitkan oleh 4 Bupati di Riau pada periode 2002-2006.
Perusahaan yang menerima izin dari mantan bupati Pelalawan, Tengku Azmun Jaafar
1 CV. Putri Lindung Bulan APRIL 522.21/IUPHHKHT/I/2003/005, 25-01-2003 2,138 2 PT. Rimba Mutiara Permai APRIL 522.21/IUPHHKHT/I/2003/008, 27-01-2003 8,111 3 PT. Mitra Taninusa Sejati APRIL 522.21/IUPHHKHT/I/2003/009, 27-01-2003 6,173 4 PT. Putra Riau Perkasa APP 522.21/IUPHHKHT/V/2002/002, 08-05-2002 16,462 5 PT. Nusa Prima Manunggal APRIL 522.1/Dishut/XI/2002/002, 12-11-2002 4,409 6 PT. Bukit Raya Pelalawan APRIL 522.21/IUPHHKHT/XII/2002/003, 16-12-2002 2,635 7 CV. Tuah Negeri APRIL 522.21/IUPHHKHT/I/2003/006, 25-01-2003 1,653 8 CV. Mutiara Lestari APRIL 522.21/IUPHHKHT/I/2003/007, 25-01-2003 4,072 9 PT. Satria Perkasa Agung - Serapung APP 522.21/I UPHHKHT/I/2003/013, 29-01-2003 11,379
10 PT. Selaras Abadi Utama APRIL 522.21/IUPHHKHT/XII/2002/005, 30-12-2002 16,939 11 PT. Mitra Hutani Jaya APP 522.21/IUPHHKHT/I/2003/014, 29-01-2003 8,218 12 PT. Madukoro APRIL 522.21/IUPHHKHT/I/2003/017, 31-01-2003 14,678 13 CV. Harapan Jaya APRIL 522.21/IUPHHKHT/I/2003/016, 31-01-2003 4,886 14 KUD Bina Jaya Langgam APRIL 522.21/IUPHHKHT/I/2003/004, 24-01-2003 1,810 15 CV. Riau Bina Insani APRIL 522.21/IUPHHKHT/VI/2002/001, 01-06-2002 5,000 16 CV. Bhakti Praja Mulia APRIL 522.21/IUPHHKHT/I/2003/011, 28-01-2003 6,247 17 PT. Riau Bina Insani APRIL 522.21/IUPHHKHT/VI/2002/001.A, 01-06-2002 4,256 18 PT. Merbau Pelalawan Lestari APRIL 522.21/IUPHHKHT/XII/2002/004, 17-12-2002 5,365 19 CV. Alam Lestari APRIL 522.21/IUPHHKHT/I/2003/015, 30-01-2003 4,729 20 PT. Triomas FDI APRIL 522.21/IUPHHKHT/I/2003/012 , 29-01-2003 9,711 21 CV. Riau Jambi Sejahtera Tidak diketahui 522.21/IUPHHKHT/I/2003/003, 23-01-2003 1,684 22 PT. Sinar Deli Pratama Tidak diketahui 522.21/IUPHHKHT/I/2003/002, 21-01-2003 1,066 23 PT. Uni Seraya APRIL 522.21/IUPHHKHT/XII/2002/006, 30-12-2002 34,838
Jumlah 176,460
24 PT. Balai Kayang Mandiri APP 04/IUPHHKHT/II/2003, 03-02-2003 21,484
25 PT. Seraya Sumber Lestari APRIL 03/IUPHHKHT/II/2003, 27-01-2003 20,320 26 PT. Rimba Mandau Lestari APP 05/IUPHHKHT/II/2003, 03-02-2003 5,396 27 PT. Bina Daya Bintara APRIL 02/IUPHHKHT/I/2003, 18-01-2003 26,113 28 PT. Rimba Rokan Perkasa APP 01/IUPHHKHT/I/2003, 16-01-2003 22,564 29 PT. National Timber & untukest Products APRIL 06/IUPHHK/II/2003, 03-02-2003 9,187
Jumlah 105,064
30 PT. Sumber Maswana Lestari APRIL Kpts.18 tahun 2003, 19-01-2003 9,255 31 PT. Citra Sumber Sejahtera APRIL Kpts.330/XI/2002, 05-11-2002 16,489 32 PT. Bukit Batabuh Sei. Indah APRIL Kpts.331/XI/2002, 06-11-2002 13,718 33 PT. Artelindo Wiratama Tidak diketahui Kpts.74/IV/2002, 11-04-2002 15,719 34 PT. Mitra Kembang Selaras APRIL Kpts.352/XI/2002, 21-11-2002 15,080
Jumlah 70,262
Perusahaan yang menerima izin dari Bupati Indragiri Hilir Indra Mukhlis Adnan* dan mantan bupati Rusli Zainal**
35 PT. Bina Duta Laksana** APP 17.A/TP/VI/2002, 03-06-2002 31,264 36 PT. Riau Indo Agropalma** APP 17.b/TP/VI/2002, 03-06-2002 8,885 37 PT. Inhil Hutani Pratama* APP 188.342/HK/0432001/2006, 20-01-2006 11,571
Jumlah 51,720
Perusahaan yang menerima izin dari mantan bupati Siak, Arwin A.S.
Luas Total Konsesi
(hektar pada peta)
Perusahaan yang menerima izin dari mantan bupati Indragiri Hulu, R. Thamsir Rahman
No. Nama Perusahaan Kelompok Pabrik Pulp Nomor Izin
Selain itu, Menteri Kehutanan juga menegaskan melalui Surat Menteri Kehutanan Nomor S.26/Men-hut-VII/2005 tanggal 25 Januari 2005, bahwa Gubernur dan Bupati/ Walikota tidak lagi mempunyai kewenangan baik dalam penerbitan maupun perpanjangan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) setelah PP 34/2002 ditetapkan.
38
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
4. Batas Luasan Hutan Tanaman Industri-Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu Pada Hutan Tana-man
Tabel 8. Batas Luasan Hutan Tanaman Industri-Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu Pada Hutan Tanaman
No Peraturan Pejelasan1 PP Nomor 7 Tahun
1990 Tentang
Hak Pengusahaan Hutan Tanaman In-dustri
Pasal 6 Luas areal setiap unit HTI diatur sebagai berikut :
a. Untuk mendukung industri pulp ditetapkan seluas-luasnya 300.000 ha.
b. Untuk mendukung industri kayu pertukangan atau industri lainnya ditetap-kan seluas-luasnya 60.000 Ha.
2 PP Nomor 6 Tahun 1999 Tentang
Pengusahaan Hutan Dan Pemungutan Ha-sil Hutan Pada Hutan Produksi
Pasal 8 Ayat (1) Ketentuan luas maksimal Hak Pengusahaan Hutan se-bagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) diatur sebagai berikut :
a. Untuk satu Provinsi setiap pemegang hak maksimal seluas
100.000 (seratus ribu) hektar;
b. Untuk seluruh Indonesia setiap pemegang hak maksimal seluas
400.000 (empat ratus ribu) hektar;
c. Khusus untuk Provinsi Irian Jaya setiap pemegang hak maksimal
seluas 200.000 (dua ratus ribu) hektar;3 UU Nomor 41 Tahun
1999 Tentang Ke-hutanan
Pasal 31 Ayat (1) Untuk menjamin asas keadilan pemerataan, dan lestari, maka izin usaha pemanfaatan hutan dibatasi dengan mempertimbangkan aspek kelestarian hutan dan aspek kepastian usaha.
Pasal 31 Ayat (2) Pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 10.1/Kpts-II/2000
Tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman, Tanggal 6 November 2000
Pasal 4 Ayat (1) Standar Luas Areal Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman untuk :
a. Perorangan, dengan luas areal sampai dengan 1.000 ( seribu) hektar da-lam satu wilayah Kabupaten.
b. Koperasi masyarakat setempat, dengan luas areal sampai dengan 5.000 (lima ribu) hektar dalam satu wilayah Kabupaten.
c. Badan Usaha Milik Negara dengan luas di atas 5.000 (lima ribu ) hektar s/d 50.000 (lima puluh ribu) hektar.
d. Badan Usaha Milik Daerah dengan luas di atas atas 5.000 (lima ribu ) hektar s/d 50.000 (lima puluh ribu) hektar.
e. Badan Usaha Milik Swasta/Asing dengan luas di atas atas 5.000 (lima ribu) hektar s/d 50.000 (lima puluh ribu) hektar.
39
BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK HUKUM TERKAIT HTI
4 PP Nomor 3 Tahun 2008 Tentang
Perubahan Atas PP Nomor 6 Tahun 2007
Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Peman-faatan Hutan
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.8/Menhut-II/2014 Tentang Pembatasan Luasan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPH-HK) Dalam Hutan Alam, IUPHHK Hutan Tanaman Industri Atau IUPHHK Restorasi Ekosistem Pada Hutan Produksi
Pasal 5 Ayat (1) IUPHHK-HA, IUPHHK-RE atau IUPHHK-HTI dapat diberikan paling luas 50.000 (lima puluh ribu) hektar dan paling banyak 2 (dua) izin untuk 1 (satu) perusahaan atau untuk 1 (satu) induk perusahaan
Pasal 5 Ayat (2) Khusus untuk Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, IUPHHK-HA, IUPHHK-RE atau IUPHHK-HTI dapat diberikan paling luas 100.000 (seratus ribu) hektar dan paling banyak 2 (dua) izin untuk (satu) perusahaan atau untuk 1 (satu) induk perusahaanPeraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.4/Men-LHK/Setjen/PHPL.3/1/2016 Tentang Pembatasan Luasan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPPHHK) Dalam Hutan Alam atau IUPHHK Hutan Tanaman Industri Pada Hutan Produksi
Pasal 5 Ayat (2 (IUPHHK-HTI dapat diberikan paling luas 75.000 (tujuh puluh lima ribu) hektar per izin.
Pasal 5 Ayat (3) Setiap perusahaan dapat diberikan paling banyak 2 (dua) izin untuk masing-masing jenis usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
Terhadap batasan luas HTI-IUPHHK-HTI jika mengacu pada PP 7/1990 sangat dibatasi terutama untuk kepentingan industri pulp and paper dan industri kayu pertukangan. Pada Pasal 6 PP 7/1990 menyebutkan untuk mendukung industri pulp ditetapkan seluas-luasnya 300.000 ha dan mendukung industri kayu pertukangan atau industri lainnya ditetapkan seluas-luasnya 60.000 Ha. Artinya PP 7/1990 ini telah membatasi luas HTI masing-masing industri kehutanan.
Untuk mendukung Industri pulp and paper PT Indah Kiat Pulp and Paper (PT IKPP) di Riau, Departe-men Kehutanan pertama memberikan perizinan HTI terhadap PT Arara Abadi berdasarkan SK No-mor 743/Kpts-II/96 tanggal 25 Nopember 1996 seluas 299.975 hektar. Sedangkan untuk mendukung industri pulp and paper PT Riau Andalan Pulp and Paper (PT RAPP) di Riau, Menteri Kehutanan berdasarkan SK Nomor 137/Kpts-II/97 tanggal 10 Maret 1997 seluas 159.500 hektar ke PT HTI PT Riau Andalan Pulp and Paper (PT RAPP).
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 21/Kpts-II/2001 Tentang Kri-teria Dan Standar Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Pada Hutan Produksi,
Lampiran: Point 3
Luas Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman:
1. Luas Areal 1000 (seribu) Ha yang lokasinya berada di satu daerah Kabu-paten diperuntukkan bagi pemohon perorangan.
2. Luas Areal s.d. 5000 (lima ribu) Ha yang lokasinya berada di satu daerah Kabupaten diperuntukkan bagi pemohon koperasi, Firma atau Persekutu-an Komanditer (CV).
3. Luas Areal di atas 5000 s.d. 50.000 Ha untuk pemohon perusahaan BUMN dan BUMD.
4. Luas Areal di atas 5000 s.d. 50.000 Ha untuk pemohon perusahaan swas-ta Nasional / asing yang berbentuk Perseroan Terbatas.
40
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
Namun perizinan PT RAPP mengalami beberapa kali penambahan luas areal dan terakhir berdasarkan SK Nomor 180/Menhut-II/2013, luas PT RAPP telah mencapai 338.536 hektar. Setelah PP 7/1990, dengan keluarnya PP 6/1999 tidak ada pembatasan luas HTI-IUPHHK-HT terutama khusus men-dukung industri pulp and paper. PP 6/1999 hingga PP 3/2008 hanya membatasi maksimal pemegang konsesi di provinsi dan seluruh Indonesia dan Papua. Maka tidak mengherankan kemudian di Riau saja lebih kurang 2 juta hektar perizinan HTI-IUPHHK-HT untuk mendukung industri pulp and paper PT IKPP dan PT RAPP.
5. Kewenangan pengesahan Bagan Kerja dan Rencana Kerja Tahunan Tanaman Industri-Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu Pada Hutan Tanaman
Tabel 9. Kewenangan pengesahan Bagan Kerja dan Rencana Kerja Tahunan Tanaman Industri-Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu Pada Hutan Tanaman
No Peraturan Pejelasan1 PP Nomor 7 Ta-
hun 1990 Tentang
Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri
Pasal 12. Pemegang Hak Pengusahaan HTI berkewajiban membangun HTI di areal kerjanya yang telah ditetapkan, dan melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagai berikut : 1. Membuat Rencana Karya Pengusahaan HTI selambat-lambatnya 18 (delapan belas) bulan sejak diterbitkannya Surat Keputusan Hak Pengusahaan HTI. 2. Membuat Rencana Karya Tahunan HTI sesuai dengan pedoman yang ditetap-kanKeputusan Menteri Kehutanan Nomor : 335/Kpts-II/1997 Tentang Rencana Karya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (Rkphti)
Pasal 2 Ayat (2) RKPHTI sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disahkan oleh Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan atas nama Menteri Kehutanan.
2 PP Nomor 6 Tahun 1999 Tentang Pengu-sahaan Hutan Dan Pemungutan Hasil Hutan Pada Hutan Produksi
Pasal 19
1. Pemegang Hak Pengusahaan Hutan wajib melaksanakan ketentuan sebagai berikut:
a. Membuat Rencana Karya Pengusahaan Hutan (RKPH) selambat lambatnya 18 (delapan belas) bulan sejak diterbitkannya Surat Keputusan Hak Pengusahaan Hutan yang meliputi seluruh areal kerja Hak Pengusahaan Hutan selama jangka waktu pengusahaan hutan.
b. Membuat Rencana Karya Lima Tahun (RKL).
c. Membuat Rencana Karya Tahunan (RKT) atau Bagan Kerja.Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No 314/Kpts-II/1999 Ten-tang Rencana Karya Pengusahaan Hutan, Rencana Karya Lima Tahun Dan Rencana Karya Tahunan Atau Bagan Kerja Pengusahaan Hutan
Pasal 10 Huruf c: Atas dasar usulan RKT-PH yang diajukan oleh pemegang HPH dan penilaian Kadishut Prov Dati I, Kakanwil Dephutbun Prov melakukan pengesahan usulan RKT-PH
Pasal 13 Huruf c: Atas dasar usulan BKT-PH yang diajukan oleh pemegang HPH dan penilaian Kadishut Prov Dati I, Kakanwil Dephutbun Prov melakukan pengesahan Usulan BKT-PH
41
BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK HUKUM TERKAIT HTI
3 PP Nomor 34 Tahun 2002 Ten-tang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Penge-lolaan Hutan, Pe-manfaatan Hutan Dan Penggunaan Kawasan Hutan
Pasal 47 Ayat (4). Pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam atau pada hutan tanaman selain melaksanakan kewajiban sebagaimana di-maksud pada ayat (1), juga wajib:
a. membayar Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUHP);
b. Membuat:
1). Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKUPHHK) untuk seluruh areal kerjanya selama jangka waktu berlakunya izin selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah izin diberikan;
2). Rencana Kerja 5 (lima) Tahun yang pertama selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak (RKUPHHK) disahkan;
3). Rencana Kerja Tahunan (RKT) diajukan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum RKT tahun berjalan untuk diajukan kepada Menteri guna mendapatkan persetujuannya.
c. Melakukan penatausahaan hasil hutan;Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 6652/Kpts-II/2002 Tentangpenu-gasan Penilaian Dan Pengesahan Rencana Kerja Tahunan (Rkt) Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam Atau Hutan Tanaman
Diktum Pertama huruf b. Menugaskan kepada Kepala Dinas Provinsi yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di daerah Provinsi untuk menilai dan mengesahkan RKT Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHH-K) pada hutan tanaman yang sebelumnya disebut Hak Pengusahaan Hutan Tanaman (HPHT) atau Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPH-TI) dengan memperhatikan pertimbangan teknis Kepala Dinas Kabupaten/ Kota yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di daerah Kabupat-en/ Kota.Kepmenhut No 151/Kpts-II/2003 Tentang Rencana Kerja, Rencana Kerja Lima Tahun, Rencana Kerja Tahunan Dan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman
Pasal 22 Ayat (3) Berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) URKTUPHHK pada hutan tanaman yang telah memenuhi persyaratan se-suai ketentuan pada keputusan ini, Kepala Dinas Provinsi menerbitkan keputusan pengesahan RKTUPHHK pada hutan tanaman:
a. Untuk RKTUPKHHK pada hutan tanaman tahun I (pertama, selam-bat-lambatnya 60 (enam puluh) hari kerja sejak diterimanya URKTUPH-KK pada hutan tanaman
b. Untuk RKTUPHHK pada hutan tanaman tahun II )keua) dan selanjutnya selambat-lambatnya tanggal 31 Desember sebelum tahun RKTUPHHHK pada hutan tanaman berjalan
Keputusan Menteri Kehutanannomor : SK. 45/Menhut-II/2004 Tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 151/Kpts-II/2003 Tentang Rencana Kerja, Rencana Kerja Lima Tahun, Rencana Kerja Tahunan Dan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman
Pasal 22 A Ayat (2) Pemegang IUPHHK pada hutan tanaman dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja menyampaikan kembali Usulan RKT UPHHK pada hutan tanaman yang telah dilengkapi persyaratan/perbaikan kepada Kepala Dinas Provinsi untuk diterbitkan keputusan persetejuan dan pengesahan RKT UPHHK pada hutan tanaman.
42
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
4 PP Nomor 3 Ta-hun 2008 Tentang Perubahan Atas PP Nomor 6 Ta-hun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Ren-cana Pengelolaan Hutan, Serta Pe-manfaatan Hutan
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.62/Menhut-II/2008 Tentang Ren-cana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri dan Hutan Tanaman Rakyat
Pasal 16 Ayat (1) Kepala Dinas Provinsi melakukan penilaian dan pengesahan usulan RKTUPHHK-HTI selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak pener-imaan laporan dari Kepala Dinas Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1)Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 14/Menhut-II/2009 Tentang Perubah-an Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.62/Menhut-II/2008 Tentang Ren-cana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri Dan Hutan Tanaman Rakyat
Menimbang:
Bahwa sejak tahun 2007 pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang telah menjadi Program Nasional sejak tahun 1990, khususnya di Provinsi Riau men-galami stagnasi pelayanan pengesahan Rencana Kerja Tahunan (RKT)
Pasal I: Menambah 3 (tiga) ayat pada pasal 16, yakni ayat (4), ayat (5) dan ayat (6) yang berbunyi sebagai berikut:
Pasl 16 ayat 4: Dalam hal URKT-HTI tidak disahkan oleh Kepala Dinas Provin-si sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur mengesahkan URKTUPH-HK-HTI berdasarkan kelengkapan administrasi dan RKUPHHK-HTI yang telah mendapat persetujuan atau URKUPHHK-HTI yang telah diserahkan kepada Departemen Kehutanan.Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.30/Menhut-II/2014 Tentang Inven-tarisasi Hutan Menyeluruh Berkala dan Rencana Kerja Pada Usaha Peman-faatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri
Pasal 17 Ayat (3): Kepala Dinas Provinsi melakukan penilaian dan pengesahan usulan RKTUPHHK- HTI dalam jangka waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak penerimaan data dan informasi dari Kepala Dinas Kabu-paten/Kota atau pernyataan dari pemegang IUPHHK-HTI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
Pasal 17 Ayat (4): Dalam hal Kepala Dinas Provinsi tidak melakukan penilaian dan pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur u.b. Direktur Jen-deral atas nama Menteri melakukan penilaian dan pengesahan usulan RKTUPH-HK-HTI.
Pengesahan Bagan Kerja dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) Tanaman Industri-Izin Usaha Peman-faatan Hasil hutan Kayu Pada Hutan Tanaman berdasarkan PP 7/1990 hingga PP 3/2008 adalah oleh Menteri Kehutanan, KaKanwil Kehutanan dan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi. Mulai PP 34/2002 pengesahaan RKT dilakukan oleh Kepala Dinas Kehutanan kecuali Kepala Dinas Provinsi tidak melakukan penilaian dan pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur u.b. Direktur Jenderal atas nama Menteri melakukan penilaian dan pengesahan usulan RKTUPHHK-HTI.
Pasal 22 A Ayat (2) Apabila Kepala Dinas Provinsi dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja tidak menerbitkan Keputusan Pengesahan RKT UPHHK pada hutan ta-naman sebagaimana dimaksud pada ayat (2), URKTUPHHK pada hutan tanaman yang bersangkutan dianggap telah disahkan.
43
BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK HUKUM TERKAIT HTI
Kebijakan Gubernur Riau tahun 2004 menerbitkan Bagan Kerja dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) sejumlah HTI-IUPHH-HT di Riau.
Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan Provinsi Riau 2004, Gubernur Riau menerbitkan sejumlah Rencana Kerja Tahunan dan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman, termasuk perizinan IUPHHK-HT yang diterbitkan sejumlah Bupati di Riau. Tim Eyes on the Forest menemukan Gubernur Riau mengesahkan sejumlah Rencana Kerja Tahunan dan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman, antara lain;
1. Keputusan Gubernur Riau Nomor: KPTS:242/III/2004, tanggal 26 Maret 2004 Tentang Penge-sahan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Tahun 2004 An PT Merbau Pelalawan Lestari seluas 2.634 hektar
2. Keputusan Gubernur Riau Nomor: KPTS.236/III/2004, tanggal 26 Maret 2004 Tentang Penge-sahan Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaaan Hasil Hutan Pada Hutan Tanaman Tahun 2004 An PT Citra Sumber Sejahtera seluas 2.858 hektar.
3. Keputusan Gubernur Riau Nomor: KPTS:235/III/2004, tanggal 26 Maret 2004 Tentang Penge-sahan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Tahun 2004 An PT Bukit Batabuh Sei Indah seluas 2.396 hektar
4. Keputusan Gubernur Riau Nomor: KPTS:138/III/2004, tanggal 27 Februari 2004 Tentang Pengesahan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Tahun 2004 An PT Putri Lindung Bulan seluas 1.950 hektar
Kewenangan Pengesahan Rencana Kerja Tahunan dan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman pada tahun 2004 oleh Keputusan Gubernur tidak diatur dalam Undang-un-dang dan peraturan kehutanan lainnya. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6652/Kpts-II/2002 Tentang Penugasan Penilaian Dan Pengesahan Rencana Kerja Tahunan (RKT) Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam Atau Hutan Tanaman, menugaskan kepada Kepala Dinas Provinsi yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di daerah Provinsi untuk menilai dan mengesahkan RKT Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada hutan tanaman yang sebelumnya disebut Hak Pengusahaan Hutan Tanaman (HPHT) atau Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) dengan memperhatikan pertimbangan teknis Kepala Dinas Kabupat-en/Kota yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di daerah Kabupaten/ Kota.
Begitu juga Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 151/Kpts-II/2003 Tentang Rencana Kerja, Rencana Kerja Lima Tahun, Rencana Kerja Tahunan Dan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman, pasal 29 ayat (3) “Berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), usulan BKUPHHK pada hutan tanaman yang telah memenuhi pers-yaratan sesuai ketentuan pada Keputusan ini, Kepala Dinas Provinsi menerbitkan keputusan penge-sahan BKUPHHK pada hutan tanaman selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja dan salinan-nya disampaikan kepada: a. Direktur Jenderal; b. Kepala Dinas Kabupaten/Kota; c. Kepala Balai Sertifikasi Penguji Hasil Hutan”.
Bahwa dari dua Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 6652/Kpts-II/2002 dan Nomor : 151/Kpts-II/2003 jelas-jelas dinyatakan kepada Kepala Dinas Provinsi yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di daerah Provinsi untuk menilai dan mengesahkan RKT Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHH-K) pada hutan tanaman. Artinya Gubernur tidak memiliki kewenangan untuk mengesahkan RKT atau Bagan Kerja IUPHHK-HT.
Pengesahan Bagan Kerja IUPHHK-HT oleh Gubernur Riau juga menyalahi aturan pengesahan Bagan Kerja. Bagan Kerja hanya dapat diberikan pada tahun pertama setelah izin UPHHK-HT diberikan sebagaimana Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 151/Kpts-II/2003 pada pasal Pasal 30 ayat (1) “BBKUPHHK pada hutan tanaman hanya dapat diberikan satu kali dan berlaku selama-lamanya 12 (dua belas) bulan sejak diterbitkannya keputusan pemberian IUPHHK pada hutan tanaman”. Se-mentara Gubernur Riau mengeluarkan BKUPHHK pada hutan tanaman yang telah memasuki masa
44
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
dua tahun perizinan. Dimana tahun pertama Kepala Dinas Kehutanan Riau telah mengeluarkan izin penebangan dengan izin Rencana Kerja Tahunan UPHHK pada hutan tanaman. Tim Eyes on the Forest menemukan Bagan Kerja UPHHK-HT yang diberi oleh Gubernur Riau pada tahun kedua perizinan adalah: PT Putri Lindung Bulan, PT Mitra Kembang Selaras, CV. Bhakti Praja Mulia, PT Merbau Pelalawan Lestari dan Bukit Batabu Sei Indah.
Seharusnya pada tahun kedua perizinan IUPHHK-HT, pemerintah yang diserahi tugas dibidang ke-hutanan mendorong pihak pemegang izin untuk menyelesaikan Rencana Kerja Lima Tahunan yang merupakan syarat RKT dapat dikeluarkan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 151/Kpts-II/2003 Tentang Rencana Kerja, Ren-cana Kerja Lima Tahun, Rencana Kerja Tahunan Dan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman, pasal 17 ayat (1) Pemegang IUPHHK pada hutan tanaman wajib meny-usun Usulan RKTUPHHK pada hutan tanaman tahun pertama dan diajukan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak RKLUPHHK pada hutan tanaman disahkan.
6. Jangka Waktu Izin Tanaman Industri-Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu Pada Hutan Tana-man
Tabel 10. Jangka Waktu Tanaman Industri-Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu Pada Hutan Tanaman
No Peraturan Pejelasan1 PP Nomor 7 Tahun 1990
Tentang Hak Pengusa-haan Hutan Tanaman Industri
Pasal 8 Ayat (1) Kepada pemohon yang memenuhi persyaratan diberikan Hak Pengusahaan HTI oleh Menteri untuk jangka waktu selama 35 (tiga puluh lima) tahun ditambah daur tanaman pokok yang diusahakan.
2 PP Nomor 6 Tahun 1999 Tentang Pengusahaan Hutan Dan Pemungutan Hasil Hutan Pada Hutan Produksi
Pasal 15 Ayat (2) Hak Pengusahaan Hutan Tanaman diberikan untuk jang-ka waktu paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun ditambah daur tanaman pokok.
3 UU Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 21/Kpts-II/2001 Tentang Kriteria Dan Standar Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Pada Hutan Produksi,
Lampiran:
9. huruf c. Penetapan jangka waktu izin usaha
Jangka waktu izin usaha (IU-HT) ditetapkan paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun ditambah 1 (satu) daur tanaman pokok.
4 PP Nomor 34 Tahun 2002 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Ren-cana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan Dan Penggunaan Kawasan Hutan
Pasal 35 Ayat (5) Jangka waktu izin usaha pemanfaatan hasil hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf c dan huruf d pada hutan tanaman diberikan paling lama 100 (seratus) tahun.
45
BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK HUKUM TERKAIT HTI
5 PP Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan
Pasal 53 Ayat (1) Jangka waktu IUPHHK pada HTI dalam hutan tana-man pada hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a, diberikan paling lama 100 (seratus) tahun.
Pasal 53 Ayat (2) IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman dievaluasi setiap 5 (lima) tahun oleh Menteri sebagai dasar kelangsungan izin.
Pasal 53 Ayat (3) IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman hanya diberi-kan sekali dan tidak dapat diperpanjang.
6 PP Nomor 3 Tahun 2008 Tentang
Perubahan Atas PP No-mor 6 Tahun 2007
Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan
Hutan, Serta Peman-faatan Hutan
Pasal 53 Ayat (1) IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman pada hutan
produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a, dapat diberikan untuk jangka waktu 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperpanjang satu kali untuk jangka waktu selama 35 (tiga puluh lima) tahun.
Pasal 53 Ayat (2) IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman dievaluasi setiap 5 (lima) tahun oleh Menteri sebagai dasar kelangsungan izin.
Pasal 53 Ayat (3) IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman hanya diberi-kan sekali dan tidak dapat diperpanjang.
Jangka waktu izin HTI-IUPHHK-HT berdasarkan penjelasan PP dibidang kehutanan hanya dibagi dua; pertama selama 35 tahun berdasarkan PP 7/1990 dan PP 6/1999. Kedua berdasarkan PP 34/2002 jangka izin HTI-IUPHHK-HT mencapaikan 100 tahun dan PP 6/2007 serta PP 3/2008 jangka waktu HTI-IUPHHK-HT 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperpanjang satu kali untuk jangka waktu selama 35 (tiga puluh lima) tahun. Artinya kedua terakhir ini sama mengakomodir PP 34/2002 yaitu jangka waktu hampir 100 tahun. Namun pada PP 3/2008 menyebutkan HTI-IUPHHK-HT setelah diperpan-jang 1 kali (35 tahun) tidak dapat diperpanjang.
b. Peraturan Perundang-undangan Terkait HTI 1996 – 2017: Sebuah Appraisal
Penataan sistem hukum di Indonesia tidak pernah menjadi prioritas, paling tidak sampai tahun 1966. Pada tahun itu, MPRS melalui Tap No. XX/MPRS/1966, hanya memberikan pembatasan terhadap jenis pera-turan perundang-undangan yang ada, tetapi tidak menyinggung sama sekali apa itu “hukum” di Indonesia. Sementara jenis dan hirarki ini sudah berubah dan berganti beberapa kali, pembatasan dan pengertian apa itu hukum tidak juga muncul sampai tahun 2011, ketika pemerintah bersama DPR menyetujui pembentu-kan UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang menggantikan UU sebelumnya yaitu UU No. 10 tahun 2004.
Dari pengertian “baru” tentang peraturan perundang-undangan itu termuat frase “norma hukum”, sehing-ga jika pengertian itu sedikit dimodifikasi, maka akan muncul pengertian hukum sebagai: “norma yang termuat dalam peraturan tertulis yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-un-dangan”15.
Pengertian ini mempertegas dan melengkapi pengertian yang sebelumnya termuat dalam UU No. 10 tahun 2004. Dengan pengertian seperti itu, kedua UU ini mempertegas pengaruh dominan Legal Positivism dalam tata hukum Indonesia, karena paling tidak 2 dari 3 unsur yang terkandung dalam hukum positif tersebut diakomodir secara tegas oleh kedua UU tersebut. Hanya satu unsur yang tidak diambil, yaitu unsur kene-tralan hukum sebagai sebuah sistem norma: “there is no necessary relation between law and morality”.
Oleh karena itu apa itu hukum di Indonesia sesungguhnya begitu kacau. Kalau kemudian disepakati “pera-turan perundang-undangan” itu identik dengan “hukum”, maka lihat bagaimana ia diatur dalam berbagai ketentuan dan pada kurun waktu yang berbeda, seperti terlihat pada piramida dibawah ini. Dari dua pira-
46
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
mida tersebut, yang merupakan produk dari institusi yang sama (MPR), apa yang disebut peraturan perun-dang-undangan itu tidak sama.
Dalam Tap MPRS No. XX, batasan untuk apa yang disebut peraturan perundang-undangan itu sangat kabur, karena pada poin terakhir pada hirarkinya muncul frase “peraturan pelaksanaan”. Parahnya lagi, dari tiga item yang masuk kategori peraturan pelaksanaan itu ada poin c. yang menyebut “dan lain-lainnya”16.
Persoalan berikutnya yang juga tidak sejalan dengan prinsip hukum administrasi adalah tiadanya pembe-daan antara regeling dengan beschikking (lebih cocok diterjemahkan dengan keputusan) dalam kedua Tap MPR tersebut. Keppres itu sejatinya masuk kategori beschikking, sementara kalau yang substansi pengatur-an bersifat umum maka penyebutannya adalah “peraturan”. Peraturan Menteri yang dibuat sebelum tahun 2010 cenderung menggunakan term “keputusan”, padahal isinya bersifat umum yang seharusnya disebut “peraturan”.
Perkembangan yang lebih sesuai dengan kaedah keilmuan dan teori perundang-undangan baru muncul pada tahun 2004, setelah diundangkannya UU No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-un-dangan. Perdebatan substantif yang tersisa tinggal tentang keberadaan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden.
Perbedaan cara pandang ini dikaitkan terutama dengan pengertian peraturan perundang-undangan dan teori trias politica. Jika peraturan peundang-undangan itu adalah terjemahan dari “legislation” maka ia akan berarti: “a law or a set of laws passed by a parliament”17.Demikian pula jika dilihat dari teori trias politica, tugas membentuk peraturan perundang-undangan tersebut adalah tugas lembaga legislatif (DPR), semen-tara PP dan Perpres dibuat oleh eksekutif (Pemerintah). Pihak yang memandang sebaliknya menganggap pembuatan PP dan Perpres tersebut adalah dalam rangka menjalankan UU.
1. BALADA HTI HINGGA KINI
Inisiatif awal pembangunan hutan tanaman industri dimulai pada tahun 1986 melalui Kepmenhut No. 320/Kpts-II/1986. Pembangunan hutan tanaman industri ini dimaksudkan untuk meningkatkan produktif-itas kawasan hutan produksi tetap pada areal hutan produksi yang tidak atau kurang produktif guna menghasilkan bahan baku industri kayu. Kepmen ini menyatakan bahwa areal yang dapat dijadikan areal untuk hutan tanaman industri adalah padang alang-alang, semak belukar, hutan rawa, dan hutan tidak pro-duktif lainnya. Ketentuan penting lain dalam Kepmen ini adalah bahwa IUPHHK pada hutan tanaman juga dapat diberikan Kepada Badan Usaha yang ditunjuk oleh Menteri Kehutanan.
Dalam rangka deregulasi dan debirokratisasi di bidang kehutanan, peraturan-peraturan yang berkenaan dengan tata cara permohonan IUPHHK pada hutan alam disempurnakan kembali melalui Kepmenhut No. 269/Kpts-II/1989, yang diarahkan untuk mempersingkat jalur birokrasi dalam permohonan IUPHHK pada hutan alam.18
Kepmen ini sekaligus mencabut semua ketentuan yang terdapat dalam Kepmentan No. 57/8/1967 dan Keputusan Dirjen Kehutanan No. 141/Kpts/DJ/1981. Poin penting yang berkaitan dengan tata cara per-mohonan ini adalah dibentuknya Tim Pertimbangan yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Menhut menyangkut hasil penilaian proposal permohonan IUPHHK pada hutan alam. Sisi lemah
47
BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK HUKUM TERKAIT HTI
keberadaan tim ini adalah pada personil yang mengisinya yang hanya terdiri dari unsur pejabat eselon I Kemenhut.
Pada bulan Juli 1989, Menteri Kehutanan kembali mengeluarkan keputusan, kali ini untuk menutup se-mentara permohonan baru IUPHHK pada hutan alam. Kepmen No. 377/Kpts-II/199919 ini didasarkan pada pertimbangan untuk:
1. menertibkan pelaksanaan dan proses pencadangan IUPHHK pada hutan alam;
2. memberikan waktu bagi evaluasi dan konsolidasi proses IUPHHK pada hutan alam; dan,
3. terbatasnya kawasan hutan produksi yang dapat diberikan IUPHHK pada hutan alam.
Sementara itu, tata cara permohonan IUPHHK pada hutan tanaman diatur melalui Kepmenhut No. 418/Kpts-II/1989, yang sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan tata cara permohonan IUPHHK pada hutan alam yang diatur dalam Kepmen No. 269/Kpts-II/1989. Hal teknis yang diatur dalam Kepmen ini terkait pemberian izin percobaan penanaman dalam jangka waktu paling lama lima tahun.
Di tahun 1990, pembangunan HTI mendapat legitimasi lebih kuat dengan diundangkannya PP No. 7 tahun 1990 tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI). PP ini dikeluarkan dengan dasar pe-mikiran: “hutan merupakan suatu potensi kekayaan alam yang dapat diperbaharui, yang perlu dimanfaatkan secara maksimal dan lestari bagi pembangunan nasional secara berkelanjutan untuk sebaesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Dalam PP ini perizinan IUPHHK diklasifikasikan menjadi:
1. IUPHHK pada hutan tanaman atas IUPHHK-HT Pulp.
2. IUPHHK-HT Pertukangan atau industri lainnya.
Menhut mengeluarkan Keputusan bernomor 228/Kpts-II/1990 sebagai penjabaran lebih lanjut ketentuan PP No. 7 tahun 1990, untuk mengatur pemberian IUPHHK pada hutan tanaman melalui mekanisme permohon-an. Dua tahun kemudian, Kepmen No. 228 “disempurnakan” oleh Menteri Kehutanan dengan mengeluar-kan Kepmenhut No. 684/Kpts-II/1992, dengan pertimbangan untuk lebih mempercepat pelaksanaan pemba-ngunan HTI (IUPHHK pada hutan tanaman dapat diberikan pada hutan produksi yang tidak produktif)20.
Tahun 1997 Menteri Kehutanan mengeluarkan Keputusan bernomor : 335/Kpts-II/1997 yang mengatur tentang Rencana Karya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri, yang kemudian dIIkuti oleh ratusan peratur-an lainnya yang dibuat oleh 7 Menteri Kehutanan (dengan nomenklatur yang berbeda) sampai dengan tahun 2017 (lihat LAMPIRAN III).
Jika diperhatikan dari segi isi, paling tidak dari jumlah pasal, maka Permen tersebut sangat variatif. Ada Permen yang berisi hanya 2 Pasal, tetapi juga ada dengan isi yang cukup panjang, yaitu 57 pasal (Permen-hut bernomor P. 14/Menhut-II/2011)
Dari segi hirarki tidak bisa dinilai benar atau salah, karena seperti diuraikan sebelumnya, tidak ada upaya menata peraturan perundang-undangan di Republik ini secara serius, sistematis dan terarah sampai tahun 2004. Oleh karena itu, materi yang bersifat pengaturan “umum”/regeling, sebelum tahun 2004 tersebut bia-sa disebut dengan “keputusan” yang dalam Hukum Administrasi” dikategorikan sebagai beschikking. Dari penelusuran terhadap Kepmen-Kepmen ini, perubahan penyebutan itu sejalan persis dengan perkembangan tata perundang-undangan yang ada. Begitu UU No. 10 tahun 2004 diundangkan pada tanggal 22 Juni 2010, maka Menteri Kehutanan sudah “menamai” produknya dengan “Peraturan” sebagaimana terlihat pada Per-menhut No. P.05/Menhut-II/2004 yang ditetapkan pada tanggal 10 Agustus 2004
Penggunaan istilah atau frase dalam kebanyakan Permen di bidang kehutanan ini tidak memperlihatkan tata bahasa yang baik, yang kemudian akan mengesankan kekaburan arti. Lihatlah contoh penamaan ini: “Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri dalam Hutan Tanaman pada Hutan Produksi yang selanjutnya disingkat IUPHHK-HTI”. Jika nama perizinan itu dipenggal maka akan ada beberapa penggalan kata:
48
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
1. pemanfaatan hasil hutan kayu;
2. pada hutan tanaman industri;
3. dalam hutan tanaman; dan
4. pada hutan produksi.
Jika mengacu ciri bahasa bahasa Peraturan Perundang-undangan maka sejumlah pengertian rumusan pasal dalam sejumlah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang HTI tersebut jelas tidak memenuhi asas “kejelasan rumusan” yang menegaskan: “bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus me-menuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya”.
Prinsip lain dalam perumusan peraturan perundang-undangan adalah bahwa apabila rumusan definisi dari suatu Peraturan Perundang-undangan dirumuskan kembali dalam Peraturan Perundang-undangan yang akan dibentuk, rumusan definisi tersebut harus sama dengan rumusan definisi dalam Peraturan Perundang-un-dangan yang telah berlaku tersebut. Pengertian IUPHHK-HTI saja paling tidak ada 2 (dua) dalam berbagai Peraturan Menteri tersebut sebagaimana terlihat dibawah ini.
P.8/Menhut-II/2014 IUPHHK-HTI adalah izin usaha untuk membangun hutan tanaman pada hutan pro-duksi yang dibangun oleh kelompok industri untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri
P. 14/Men-hut-II/2011
IUPHHK-HTI adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan kayu dalam hutan tanaman pada hutan produksi melalui kegiatan penyiapan lahan, pembibi-tan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran
P.3/Menhut-II/2008 Hutan Tanaman Industri yang selanjutnya disebut HTI adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh pelaku usaha kehutanan untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan
PP. No. 6 tahun 2007 dan P.45/Men-hut-II/2007
HTI adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok in-dustri kehutanan untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan
PP No. 6 tahun 1999 “Hutan Tanaman”: adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif
Padahal, jika suatu batasan pengertian atau definisi perlu dikutip kembali di dalam ketentuan umum suatu peraturan pelaksanaan, maka rumusan batasan pengertian atau definisi di dalam peraturan pelaksanaan harus sama dengan rumusan batasan pengertian atau definisi yang terdapat di dalam peraturan lebih tinggi yang dilaksanakan tersebut. Sedangkan ciri-ciri bahasa Peraturan Perundang-undangan antara lain:
a. lugas dan pasti untuk menghindari kesamaan arti atau kerancuan;
b. bercorak hemat hanya kata yang diperlukan yang dipakai;
c. objektif dan menekan rasa subjektif (tidak emosi dalam mengungkapkan tujuan atau maksud);
d. membakukan makna kata, ungkapan atau istilah yang digunakan secara konsisten;
e. memberikan definisi atau batasan pengertian secara cermat;
f. penulisan kata yang bermakna tunggal atau jamak selalu dirumuskan dalam bentuk tunggal.
Tidak kalah mengherankan pengertian HTI juga seperti disamakan dengan “HT”, atau malah dalam PP No. 6 tahun 1999, yang menjadi dasar dari peraturan-peraturan menteri itu sampai tahun 2004 pengertian
49
BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK HUKUM TERKAIT HTI
HTI – barangkali karena sama dengan HT – hanya muncul dan disinggung dalam Ketentuan Peralihan dan Ketentuan Penutup. Begitu juga dalam PP No. 6 tahun 2007 Frase Hutan Tanaman Industri (HTI) hanya muncul sebanyak 2 kali, yaitu dalam Pasal 1 angka 18. dan Penjelasan Pasal 67 ayat 4 huruf b.
Artinya tidak ada sedikitpun substansi terkait Hutan Tanaman Industri diatur dalam Peraturan Pemerintah yang dibuat dimasa Presiden Susilo Banbang Yudhoyono ini.
Konsitstensi apakah HTI itu “kebun” atau “hutan” bisa juga terlacak dari permen-permen ini. Walaupun pada umumnya HTI itu diatur dibawah judul besar “Pemaanfaatan Hasil Hutan” atau “Pemungutan Hasil Hutan”, ada juga Peraturan Menteri – boleh jadi karena ketika itu nomenklaturnya Menhutbun, seperti ter-tuang dalam Keputusan bernomor: 728/Kpts-II/1998 yang berjudul: Luas Maksimum Pengusahaan Hutan dan Pelepasan Kawasan Hutan Untuk Budidaya Perkebunan, pada Pasal 4 ayat 5 menyatakan: “Untuk Hak Pengusahaan Hutan atau Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri yang melaksanakan budidaya perke-bunan atau sistem campuran dengan budidaya perkebunan, maka luas maksimum untuk budidaya perkebu-nannya mengikuti butir b dan c”.
Substansi pengaturan yang juga dapat dipertanyakan adalah terkait dengan keberadaan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Sementara (HPHTI-S), boleh jadi ini memang skenario untuk membuka peluang kolaborasi yang menguntungkan pemilik modal swata.
• Dalam Permenhut No. P.4/Menhut-II/2009, HPHTI-S diartikan sebagai hak yang diberikan kepada perusahaan swasta pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang ditugasi membangun Hutan Tanaman Industri Pola Transmigrasi.
• Sementara dalam Permenhut No. P.43/Menhut-II/2011, pengertian Hak ini diperluas menjadi hak sementara yang diberikan kepada perusahaan swasta dan atau perusahaan pemegang Hak Pengusa-haan Hutan (HPH) Tanaman Industri, baik Pola Transmigrasi maupun swasta murni dan BUMN yang mendapat penunjukan untuk melaksanakan pembangunan hutan tanaman industri dari Menteri Kehutanan.
• Dalam konsideran Permenhut No. P.4/Menhut-II/2009 dinyatakan bahwa pada kurun waktu tahun 1992 sampai tahun 1994 telah diterbitkan beberapa Keputusan Menteri Kehutanan tentang Pembe-rian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Sementara, dan bahwa pemegang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Sementara sebagaimana butir b, telah membentuk perusahaan patungan.
• Dalam Pasal 6 Permenhut ini ditegaskan: “Dalam hal perusahaan patungan telah melakukan atau mendapatkan persetujuan divestasi dari Menteri dan telah merealisasikan sesuai peraturan perundan-gan yang berlaku, Menteri menerbitkan Keputusan IUPHHK-HTI kepada pemegang saham swasta”.
Permenhut yang juga pantas dipertanyakan dan ditelusuri lebih jauh pelaksanaannya adalah Permenhut ber-nomor: P.14/Menhut-II/2009 tentang Perubahan Permenhut No. P.62/MENHUT-II/2008 tentang RKUPH-HK-HTI dan HTR. Permenhut No. P.14/2009 menambahkan 3 ayat dalam Pasal 16 yang isinya sebagai berikut:
a. Dalam hal URKT-HTI tidak disahkan oleh Kepala Dinas Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur mengesahkan URKT-HTI berdasarkan kelengkapan administrasi dan RKUPHHK-HTI yang telah mendapat persetujuan atau URKUPHHK-HTI yang telah diserahkan kepada Departemen Kehutanan.
b. Dalam hal RKT telah disahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), perusahaan pemegang IUPH-HK-HTI melaksanakan RKT sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan membuat Pakta Integritas sebagaimana format lampiran Peraturan ini.
c. Kepala Dinas Provinsi dan Kepala Dinas Kabupaten/Kota meningkatkan pengawasan dan pengen-dalian pelaksanaan RKT sebagaimana dimaksud pada ayat 5.
50
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
Lebih menarik lagi adalah pokok pikiran yang dituangkan dalam konsideran menimbang poin e dan f Per-menhut No. P. 14/2009 tersebut. Disitu dinyatakan:
a. Bahwa sejak tahun 2007 pembangunan HTI yang telah menjadi program nasional sejak tahun 1990, khususnya di Provinsi Riau mengalami stagnasi pelayanan pengesahan RKT.
b. bahwa sesuai hasil Rapat Paripurna Tingkat Menteri III di Kantor Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan pada tanggal 15 Pebruari 2008 poin III angka 1 huruf b, agar perusahaan HTI dapat terus beroperasi guna menjamin kelangsungan pasokan bahan baku industri di dasarkan pada RKT yang telah disahkan oleh Departemen Kehutanan atau Dinas Kehutanan Provinsi Riau.
Terlepas dari berbagai persoalan terkait dengan formulasi berbagai Peraturan Menteri tersebut, ada hal lain yang juga tidak kalah mengusik akal sehat. Dimulai paling tidak dari tahun 1996, luas dan jumlah IUPH-HK – HTI mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Tetapi peningkatan luas areal ini, tidak dIIkuti oleh peningkatan produktivitas penanaman di areal tersebut. Realisasi penanaman pada tahun 1996 hanya sebesar 50%, dan malah menurun hingga 43% pada tahun 1997, dan hanya tinggal 32% pada tahun 1998. Sedangkan untuk tahun 2006, luas hutan tanaman yang sudah ditanam hanya mencapai 2,88 juta ha dari target 10,2 juta ha sesuai izin yang dikeluarkan pemerintah21.
c. Masalah Interpretasi dan Pelaksanaan Kebijakan Akibat Perubahan Produk Hukum Terkait HTI
Isi kebijakan pembangunan hutan tanaman tertuang dalam berbagai Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Menteri, serta Peraturan Daerah. Dalam telaah ini, isi peraturan perundan-gan yang langsung terkait yaitu mengenai:
1. Penetapan tata ruang Provinsi Riau: Rencana tata ruang wilayah Provinsi/RTRWP (Perda Riau No 10/1994), tata guna hutan kesepakatan/TGHK (SK Menhut No 173/Kpts-II/1986) dan penetapan kawasan lindung gambut/KLG (Keppres No 32/1990).
2. Penetapan lokasi pembangunan HTI: Kriteria hutan alam yang tidak produktif yang dapat dikon-versi menjadi hutan tanaman serta hutan alam yang harus dipertahankan di dalam hutan tanaman atau penetapan tata ruang (landscaping) dalam kawasan HTI (SK Menhut No 70/1995; SK menhut No 200/2000; SK Menhut No 10.1/2000; PP No 34/2002; SK Menhut No 101/2004).
3. Kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup ( UU No 23/1997)
Perbedaan interpretasi mengenai penggunaan peraturan-perundangan terjadi diantara lembaga negara, teru-tama antara Polda Riau dan Departemen Kehutanan. Perbedaan interpretasi tersebut terutama mengenai:
1. Penggunaan peraturan perundangan sebagai acuan: Dalam hal penetapan kawasan lindung gam-but/KLG dalam RTRWP, Dephut menganggap bahwa RTRWP tidak dapat sebagai acuan, karena padu-serasi antara TGHK dan RTRWP belum pernah dilakukan. Oleh karena itu seluruh izin HTI di Riau, menurut Dephut, menggunakan acuan TGHK dan bukan RTRWP. Hal ini membawa kon-sekuensi tuduhan pelanggaran peraturan-perundangan menjadi rancu – akibat ketidak-pastian acuan hukum, sebelum masalah penggunaan acuan TGHK atau RTRWP tersebut diselesaikan;
2. Perbedaan interpretasi mengenai kriteria hutan tidak produktif yang dapat dilakukan pembangunan HTI: Polda Riau, yang menggunakan data dari LSM (Walhi Riau dan Jikalahari Riau) serta tenaga ahli, menemukan lokasi-lokasi di beberapa perusahaan, bahwa beberapa perusahaan HTI diban-gun di dalam kawasan hutan produksi yang masih produktif. Hal ini dipandang menyalahi kriteria lokasi HTI seperti tertuang dalam SK MenHut No. 10.1/2000. Sementara itu Dephut juga meng-gunakan acuan lain yaitu PP No 6/1999. Terdapat perbedaan interpretasi antara Dephut dan Polda Riau dalam memaknai SK Menhut 10.1/200022 yang berisi mengenai pedoman pemberian izin HTI;
3. Perbedaan interpretasi antara dua lembaga tersebut pada intinya bahwa Polda Riau menganggap
51
BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK HUKUM TERKAIT HTI
pembangunan HTI sama sekali dilarang menebang kayu berdiameter besar, sedangkan Dephut menganggap hal tersebut dapat dilakukan. Berikut alasan Dephut:
a. Tidak mungkin dapat diperoleh bentang alam hutan produksi yang memenuhi kriteria seluruhn-ya terdiri dari hutan produksi yang tidak produktif. Di sana-sini pasti masih ada sekelompok hutan alam yang tersisa;
b. Untuk mengurangi dampak negatif, sejak awal kebijakan pembangunan HTI sudah ditetapkan bagaimana tata ruang kawasan hutan yang dikelola perusahaan HTI harus dilakukan, se-bagaimana ditetapkan dalam SK Menhut No 70/1995 tentang Tata Ruang HTI dan juga ter-dapat SK Menhut No 101/2004 yang menetapkan dileniasi makro dan mikro untuk melindungi hutan alam bernilai tinggi di dalam kawasan HTI;
c. Dalam penjelasan pasal 28 ayat 2 UU No 41/1999 tentang Kehutanan disebutkan bahwa usaha pemanfaatan hutan tanaman diutamakan dilaksanakan pada hutan yang tidak produktif dalam rangka mempertahankan hutan alam. Penjelasan ini menunjukkan bahwa dengan alasan ter-tentu, menebang hutan alam dalam pembangunan HTI diperbolehkan.
4. Perbedaan acuan hukum tersebut di atas—contoh untuk 2 perusahaan—dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Garis Besar Perbedaan Pendapat antara Dephut dan Bareskrim
Nama Perusa-haan
PERBEDAAN POKOK
OBYEK BARESKRIM-POLRI Dephut
1. PT Ruas Utama Jaya (RUJ)
1. KLG1) seluas 15.600 Ha
2. Izin PT RUJ (SK Menhut No 46/2006)
3. Melakukan tebang habis
4. Pembuatan kanal (sedalam 3 m lebar 5 m)
1. PT RUJ berada pada KLG (paduserasi TGHK2) dan RTRWP3) Riau – Perda No. 10/1994).
2. SK Menhut sbg izin PT RUJ tdk memperhatikan adanya KLG (sedalam > 3m)
3. Ada bukti tebang habis telah dilakukan di lapangan
4. Kanal bertentangan dengan Keppres No. 32/1990
1. Riau belum ada padu-ser-asi TGHK dan RTRWP, maka sesuai SK Menhut No 404/2004 tetap menggunakan TGHK. Dalam TGHK tdk ada istilah KLG.
2. Hasil survai mikro oleh LPI4) areal gambut ( > 3 m) seluas 529 Ha dan menjadi kawasan lindung.
3. HTI dilakukan dengan THPB5)
4. Kanal sebagai kegiatan PWH6) diperbolehkan (SK Menhut No. 151/2003)
2. PT Suntara Gajah Pati (SGP)
1. Lokasi PT SGP di hutan alam dan KLG sesuai izin SK Menhut No 71/2001
2. Melakukan tebang habis
3. Pembuatan kanal (sedalam 3 m lebar 5 m)
1. Dalam penetapan lokasi tidak menggunakan SK Menhut No 10.1/2000 (penentapan kriteria lokasi hutan tanaman)
2. Target produksi kayu dari hutan alam bertentangan dengan PP No 34/2002
3. Kanal bertentangan dengan Keppres No. 32/1990
1. Hutan tdk produktif adalah hutan yg tdk dibebani hak (PP No 6/1999).
2. HTI dilakukan dengan THPB5)
3. Kanal sebagai kegiatan PWH6) diperbolehkan (SK Menhut No. 151/2003)
52
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
Keterangan:
1). KLG = Kawasan Lindung Gambut, 2). TGHK = Tata Guna Hutan Kesepakatan, 3). RTRWP = Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, 4). LPI = Lembaga Penilai Independen, 5). THPB = Tebang Habis Permu-daan Buatan, 6). PWH = Pembukaan Wilayah Hutan.
Terkait dengan hal-hal di atas, Mabes Polri melaporkan bahwa selama periode 2006-2007 telah terdapat jumlah tersangka pelaku illegal logging di Indonesia sebanyak 5.231 orang. Namun demikian hasil kerja ini dinyatakan tidak cukup berarti oleh Komisi III DPR-RI terutama apabila dilihat dari perolehan lelang hasil tangkapan Polisi dibandingkan anggaran yang telah dibelanjakan.
Dari sisi efektivitas pencapaian tujuan juga tidak mengembirakan. Indonesian Corruption Watch (ICW) menyatakan bahwa hasil Operasi Hutan Lestari II tahun 2005 sebanyak 27 perkara yang berlanjut ke pengadilan, 13 perkara selesai divonis hanya 7 bulan sampai 2 tahun dan 14 perkara lainnya divonis bebas. Dalam catatan ICW selama tiga tahun terakhir, 2005-2007, dari seluruh proses yang akhirnya berlanjut ke pengadilan, 40 perkara divonis bebas oleh sejumlah pengadilan negeri di Indonesia;
Dalam kasus Riau, beberapa kondisi dianggap sebagai penyebab terjadinya illegal logging dan dampaknya adalah:
1. Jumlah permintaan kayu sebagai bahan baku industri jauh melebihi kemampuan pasokan kayu secara lestari. PT IKPP, misalnya, dalam laporannya menyebutkan bahwa untuk seluruh kebutuhan bahan bakunya—sejumlah 8,6 juta ton/th—dipasok dari hutan tanaman sebanyak 18% tahun 1998, 27% tahun 2000, dan 55% tahun 2005, sisanya dipasok dari hutan alam melalui izin pemanfaatan kayu alam dari pelaksanaan konversi hutan.
2. Belum jelasnya kepastian Tata Ruang di Riau. Konversi hutan untuk areal HTI yang berasal dari kawasan lindung gambut/KLG dinyatakan illegal. Terlepas dari kontroversi tentang interpretasi isi peraturan-perundangan di atas, Walhi menyebutkan bahwa dari areal HTI PT RAPP dan IKPP seluas sekitar 1,8 juta Ha, lebih separoh dari luas itu terletak dalam KLG. Masalah Tata Ruang juga menyebabkan perkembangan perkebunan, khususnya kelapa sawit, yang terus berkembang dengan melakukan konversi kawasan hutan. Hasil kayu konversi ini juga digunakan sebagai bahan baku industri pulp dan perkayuan lainnya;
3. Kondisi tutupan hutan di Riau berkurang dari sekitar 6,4 juta Ha tahun 1982 atau 78% dari luas da-ratan menjadi 2, 9 juta Ha tahun 2004 atau 38% dari luas daratan (Gambar 7). Kondisi ini menye-babkan bencana lingkungan baik kebakaran hutan akibat pelaksanaan konversi hutan alam maupun banjir akibat rusaknya hutan alam.
53
BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK HUKUM TERKAIT HTI
Peta 4. Perkembangan Tutupan Hutan di Riau
Disebutkan beberapa perusahaan HTI yang diduga telah melakukan pelanggaran peraturan-perundan-gan, seperti: PT Ruas Utama Jaya, PT Suntara Gajah Pati, PT Nusa Prima Manunggal, PT Madukoro, PT Arara Abadi, PT Inhil Hutan Pratama, PT Bina Duta Laksana, PT Citra Sumber Sejahtera. Tabloid Kontan, menyebutkan angka Rp 1.860 trilyun sebagai kerugian akibat beroperasinya 11 perusahaan HTI di Riau.
Sementara itu dari sisi perusahaan HTI juga terdapat pembahasan kebijakan pada 21-22 Desember 2005, hasilnya sebagai berikut:
1. Terkait dengan program pengembangan hutan tanaman, Pemerintah cenderung terlalu mengede-pankan target-target yang bersifat kuantitatif tanpa mempertimbangkan kondisi rIIl dan kemam-puan di lapangan;
2. Masalah yang telah lama dirasakan dan diketahui yaitu berupa lemahnya kepastian status kawasan hutan/land tenure, tidak pernah diselesaikan dengan serius dan ada kecenderungan Pemerintah seperti lepas tangan dan membebankan penyelesaiannya kepada pengusaha;
3. Lemahnya profesionalisme dan budaya bisnis para pengusaha hutan tanaman (termasuk BUMN Kehutanan), yang tercermin dari kultur organisasi serta kelembagaan perusahaannya;
4. BUMN Kehutanan masih belum mampu menjalankan fungsi sebagai perpanjangan tangan Pemer-intah (khususnya Departemen Kehutanan).
5. Regulasi yang inkonsisten dan bahkan tidak pro-business;
6. Belum adanya kebijakan jaminan ketersediaan pasar yang didukung regulasi, untuk dapat menaikan harga produk (hasil hutan tanaman) yang kompetitif dan belum adanya ketentuan yang bersifat market friendly.
Terdapat pula catatan khusus yang dianggap bersifat kritis, yaitu:
1. Perlu adanya langkah tegas penyelesaian yang bersifat jangka pendek dan sangat mendesak (crash programme) terhadap kinerja Perusahaan HPHTI-Patungan, baik secara teknis maupun finansial. Ada kesan oleh Pemerintah dibiarkan saja, meskipun BUMN dan Perusahaan Induknya sudah tidak serius lagi;
2. Departemen Kehutanan harus secara tegas membina BUMN (Inhutani), yang cenderung ingin melepas tanggung jawabnya melalui opsi divestasi saham pemerintah pada perusahaan patungan HPHTI.
3. Terdapat indikasi akan terjadinya perulangan sejarah berupa konglomerasi usaha dibidang kehutan-
54
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
an, khususnya pengusaha hutan tanaman industri di Indonesia yang diprediksi akan didominasi oleh hanya dua pemain perusahaan multi nasional besar, yaitu APP dan APRIL
d. Temuan Kunci Persoalan Perubahan Produk Hukum
Pembangunan HTI periode 1990–2000 diatur melalui PP. No. 7/1990 dan berbagai peraturan turunannya, yang pada intinya memuat skema penanaman dan pendanaan HTI. Dalam skema pendanaan, DR disalurkan kepada perusahaan HTI (patungan antara BUMS atau Koperasi dengan BUMN Kehutanan) dalam bentuk penyertaan modal pemerintah (PMP) dan pinjaman tanpa bunga.
Kebijakan yang sangat berpihak pada perusahaan HTI ini ternyata hanya dimanfaatkan subsidinya, tetapi tidak disertai dengan prestasi kerja pembangunan hutan tanaman seperti yang diharapkan. Pada tahun 2000 terjadi perubahan kebijakan yang menyatakan bahwa DR untuk pembangunan HTI dihentikan. Akibatnya banyak perusahaan HTI yang collapse secara finansial. Instrumen pembiayaan HTI sebagai hasil state cap-ture itu gagal mencapai tujuan pembangunan hutan tanaman.
Sebagai kelanjutan dari sistem HPH yang dikembangkan sebelumnya, dalam pembangunan HTI pemikiran pokok mengenai kondisi status kawasan hutan tidak berubah. Penyelesaian masalah tata ruang, status kawasan hutan negara, serta hak dan akses masyarakat adat dan lokal lainnya merupakan masalah-masalah fundamental yang tidak menjadi prioritas untuk diselesaikan.
Sistem perizinan yang mengandung biaya transaksi tinggi di satu sisi, dan di sisi lain kontrol terhadap terjadinya akumulasi penguasaan aktual sumberdaya hutan oleh negara sangat lemah serta adanya state capture dalam penetapan instrumen pajak dan tarif, maka timbul penguasaan HTI ke tangan pengusaha tertentu.
Hal itu sekaligus membuktikan bahwa ekonomi biaya tinggi dalam perizinan ketika tidak dapat diberan-tas dalam jangka panjang, “diselesaikan” oleh perusahaan swasta dengan cara memperbesar skala usaha ataupun bentuk holding-holding usaha agar mampu membayar biaya transaksi itu. Di sisi lain, pemerintah memperkecil tarif dan pajak sekecil-kecilnya.
Konsekuensinya, pengembangan ekonomi perkayuan yang berbasis bisnis individual ataupun rakyat kecil sebagai pelaku utamanya tidak berjalan. Di lapangan, semua infrastruktur ekonomi, termasuk jalan pen-ghubung desa dan kota, pada umumnya dimiliki oleh usaha-usaha besar. Infrastruktur ekonomi pedesaan untuk masyarakat adat dan lokal tidak pernah dirancang untuk dibangun pemerintah/pemda.
Pada tingkat kebijakan ekonomi nasional, upaya untuk mempertahankan hidupnya holding-holding itu dilakukan dengan cara melarang ekspor log dari hasil HTI, dengan argumen nilai tambah bertambah apabila diolah di dalam negeri. Argumen ini menjadi tidak valid ketika, dengan cara seperti itu, harga log dari hutan tanaman termasuk hutan rakyat, dikendalikan oleh para holding industri. Akibatnya, tidak tersedia insentif harga jual bagi upaya membangun hutan.
Kebijakan pembangunan HTI, perpajakan serta perdagangannya seperti itu adalah contoh sempurna, bagaimana Pemerintah menumbuhkan ekonomi berbasis kayu secara makro yang kokoh, tetapi di dalamn-ya terdapat ketidak-adilan dan sudah mulai menghapus insentif membangun hutan. Upaya-upaya terakhir untuk meningkatkan efisiensi perizinan, terutama dari inisiatif GNPSDA-KPK masih berada di seputar efisiensi perizinan usaha-usaha besar, tetapi belum sampai pada upaya pengendalian sistem ekonomi yang tidak adil tersebut.
Untuk memastikan lokasi izin agar tidak konflik dengan pihak lain, di setiap peraturan senantiasa disebut bahwa lokasi yang dimohon calon pemegang izin tidak terdapat hak pihak lain dan tidak dalam permohon-an izin pihak lain. Namun dalam kenyataannya, substansi rekomendasi dari Kabupaten/Kota tidak dapat memenuhi syarat itu dan verifikasi atas kondisi itu tidak memadai. Tata ruang HTI yang menyediakan tanaman kehidupan maupun kemitraan dengan masyarakat lokal, pada umumnya tidak dapat berjalan untuk mengisi masalah hak dan akses masyarakat.
55
BAGIAN KETIGA: TEMUAN DAN ANALISIS PERUBAHAN PRODUK HUKUM TERKAIT HTI
e. Siapa Menanggung Kerugian?
Ekonomi Lingkungan merupakan bagian dari Ekonomi Mikro yang diterapkan pada masalah lingkungan, eksternalitas, dan public goods, dengan tolok ukur kesejahteraan masyarakat dalam pengaruh jasa eko-sistem. Cabang ilmu ini membantu pengambilan keputusan penggunaan sumberdaya alam dengan melihat manfaat dan pengorbanan secara lebih komprehensif, menentukan trade off antara manfaat (ekonomi) dan biaya (lingkungan) dengan memberikan nilai pasar pada jasa ekosistem dengan berbagai metoda23.
Pengendalian dampak negatif akibat dijalankannya kebijakan tertentu, dalam hal ini konversi hutan alam, dilakukan melalui instrumen kebijakan seperti AMDAL, Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) dan Rencana Kelola Lingkungan (RKL) oleh pelaku/pelaksana kebijakan (di dalam sistem UU41/99 disebut pengelola/Kesatuan Pengelolaan Hutan atau pemegang izin). Dengan demikian, apabila terjadi kesalah-an akibat implementasi kebijakan oleh para pemegang izin dapat diketahui melalui informasi atas kinerja pelaksanaan instrumen kebijakan tersebut.
Maturana (2005)24 melakukan studi manfaat ekonomi total mengenai pembangunan hutan tanaman di lima perusahaan yaitu PT Arara Abadi/AA (Riau), PT Riau Andalan Pulp and Paper/RAPP (Riau), PT Musi Hutan Persada/MHP (Sumatera Selatan), PT Toba Pulp Lestari/TPL (Sumatera Utara), PT Wira Karya Sakti/WKS (Jambi). Studi tersebut memperhitungkan seluruh manfaat finansial (B) yang diperoleh dan pengorbanan akibat konversi hutan alam yang produktif dan tidak produktif menjadi hutan tanaman – ter-masuk manfaat intangible yang hilang, sebagai biaya (C).
Studi tersebut menunjukkan bahwa secara ekonomi hanya satu perusahaan yang mempunyai B/C > 1 yaitu PT MHP25. Lainnya B/C < 1 berturut-turut dari yang terbaik, yaitu PT AA (0,61), PT WKS (0.49), PT RAPP (0,38) dan PT TPL (0,37). Hasil studi ini menunjukkan bahwa persoalannya terletak pada kebijakan Pemerintah (di masa lalu) ketika memutuskan untuk membangun hutan tanaman, yang harus diakui sebagai yang kurang memperhatikan pertimbangan manfaat dan biaya ekonomi total secara keseluruhan. Resiko bagi publik atas persoalan kebijakan pemerintah tersebut dapat dikurangi apabila perusahaan-perusahaan yang melaksanakan kebijakan Pemerintah tersebut menjalankan RPL dan RKL dengan benar;
Nilai trilyunan yang dinyatakan baik oleh laporan Kapolda Riau maupun oleh Tabloid Kontan—jikapun dasar perhitungannya benar26, adalah nilai kerugian ekonomi. Nilai kerugian ekonomi tersebut disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang dilakukan oleh pemegang izin. Namun juga sebagai akibat dampak buruk kebijakan pemerintah, dalam kasus Riau, akibat Pemerintah dan Pemerintah Daerah belum menetapkan kepastian tata ruangnya (padu serasi antara RTRWP dan TGHK).
Selama periode penyidikan oleh Polda, disinyalir terdapat pula kerugian ekonomi, akibat terhentinya berb-agai kegiatan di lapangan. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia/APHI Komda Riau, melaporkan bahwa sampai dengan Mei 2007, estimasi kerugian fisik yang telah terjadi yaitu tidak dapat digunakannya bahan baku kayu sebanyak sekitar 1,9 juta m3. Kerugian fisik teresebut menyebabkan hilangnya Dana Reboisasi sebesar US$ 5.6 juta dan Provisi Sumberdaya Hutan sebesar Rp. 823 milyar, serta nilai kayu itu sendiri se-besar Rp 505 milyar. Disamping itu telah pula terdapat klaim Pihak III, sewa alat, uang tunggu, ganti rugi, dan biaya tetap diperkirakan sebesar Rp. 306 milyar.
Realitas tersebut menunjukkan telah terjadi masalah antar Lembaga Pemerintah dalam melihat kasus Riau. Kerjasama sesama lembaga pemerintah perlu dikembalikan pada makna dan tujuan dasar adanya Inpres No 4/2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu secara Illegal di Kawasan hutan dan Peredarannya di Seluruh Wilayah R.I.
Solusi yang sifatnya memahami bersama persoalan tersebut dapat menjadi dasar kearah perbaikan tata hubungan kepemerintahan (governance) antar sektor dan hubungan pusat-daerah, sehingga dapat dihindari kerugian sosial, ekonomi, maupun lingkungan yang lebih besar di masa yang akan datang. Perbaikan pera-turan-perundangan di sektor kehutanan, yang dapat menimbulkan kerancuan interpretasi, dengan demikian, juga menjadi agenda yang sangat penting.
Dari hasil perhitungan nilai ekonomi total di atas, dapat ditunjukkan bahwa konversi hutan alam dapat menyebabkan tingginya biaya yang dikorbankan dalam pembangunan hutan tanaman daripada manfaat-
56
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
nya. Hal demikian itu juga terjadi pada kegiatan konversi hutan alam untuk perkebunan. Ketentuan yang keliru—dalam hal ini tidak mempertimbangkan ekonomi lingkungan—tetapi secara sah menjadi kebijakan publik, apabila dilanggar adalah salah dan sebaliknya apabila dilaksanakan juga keliru. Kondisi demikian ini biasa disebut sebagai ”policy trap”. Dalam hal demikian itu, kebijakan publik harus diperbaiki agar dapat meminimumkan ketidak-pastian, mengurangi konflik, dan sejalan dengan masalah-masalah aktual di lapangan lainnya yang harus segera dipecahkan.
Footnote:15. Lihat Pasal 1 angka 2 UU No. 12 tahun 2011.
16. Peraturan Pelaksanaan dalam Tap MPR No. XX/MPR/1966 itu terdiri dari: a. Peraturan Menteri; b. Instruksi Menteri; c. dan lain-lainnya.
17. Oxford Advanced Leraner’s Dictionary, hal: 734.
18. Kepmenhut ini mencabut semua ketentuan yang terdapat dalam Kepmentan No. 57/8/1967 dan Keputusan Dirjen Kehutanan No. 141/Kpts/DJ/1981.
19. Dicabut oleh Kepmenhut No. 206/Kpts-II/1994, dengan alasan bahwa administrasi permohonan HPH sudah tertib kembali.
20. Hutan produksi yang tidak produktif dalam Kepmen ini didefinisikan sebagai kawasan hutan produksi yang kondisi tegakann-ya secara ekonomis dinilai tidak layak untuk diprtahankan dalam kondisi tersebut.
21. Forest Wacth Indonesia, 2009.
22. Polda Riau mengatakan bahwa terdapat kesalahan redaksi SK tersebut, sehingga yg dimaksud hutan tidak produktif adalah hutan yang kayu berdiameter 10 cm ke atas (kata ”ke atas” ini tidak ada di naskah asli) tidak lebih dari 5 m3/Ha. Sebalikn-ya, DepHut menjelaskan bahwa SK tersebut sudah benar dan tidak ada kata-kata ”ke atas”, sehingga hutan yang tidak pro-duktif dimaknai sebagai: hutan dengan kayu berdiameter 10 cm tidak lebih dari 5 m3/Ha atau hutan dengan anakan pohon (diameter rata-rata 10 cm) jumlahnya kurang dari 240 batang/Ha (atau volumenya kurang dari 5 m3/Ha).
23. Setidaknya terdapat 8 metoda untuk menentukan nilai jasa ekosistem yaitu: 1/. Metoda harga pasar: untuk barang dan jasa ekosistem yang diperjual belikan di pasar komersial, 2/. Metoda produktivitas: barang dan jasa yang berkontribusi pada produksi barang yang dipasarkan secara komersial, 3/. Metoda harga hedonik: yang mempengaruhi secara langsung harga pasar barang yang lain, 4/. Metoda biaya perjalanan: berkaitan dengan tapak yang digunakan bagi rekreasi, 5/. Metoda biaya pengganti: biaya untuk mengganti ekosistem yang rusak, 6/. Metoda valuasi kontingensi: menanyakan secara langsung kepada masyarkat, terutama untuk passive use dan non-use values, 7/. Metoda pilihan kontingensi: membuat tradeoffs dian-tara set jasa ekosistem, 8/. Metoda transfer manfaat: dilakukan dengan cara mentransfer perkiraan nilai manfaat dari studi yang telah lengkap dari tempat atau isu lain.
24. Lihat publikasi berjudul: “Biaya dan Manfaat Ekonomi dari Pengalokasian Lahan Hutan untuk Pengembangan Hutan Tana-man Industri di Indonesia”, oleh Julia Maturana, 2005. CIFOR.
25. Memiliki B/C = 2,32, hal ini antara lain disebabkan oleh kondisi hutan untuk HTI berupa padang alang-alang dan lahan kosong.
26. Perhitungan nilai kerugian ekonomi ini didasarkan pada ”Panduan Perhitungan Ganti Kerugian Akibat Pencemaran dan atau Kerusakan Lingkungan oleh KLH (2006). Menurut informasi salah seorang penyusun panduan tersebut, panduan terse-but sekarang sedang diperbaiki karena terdapat kekeliruan. Angka-angka penilaian kerusakan lingkungan dengan besaran ratusan bahkan ribuan trilyun yang selama ini sering dikutib media, menurutnya, akibat cara menghitung kerugian yang ”linier”, tanpa jugdement yang seharusnya dilakukan.
57
BAGIAN KEEMPAT: KESIMPULAN DAN REKOMENDA
BAGIAN KEEMPAT: KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
I. Kesimpulan
Penerbitan dan perubahan produk hukum terkait Hutan Tanaman Industri sejak 1996 – 2017 mencakup pengertian HTI, kriteria areal, batasan luas serta jangka waktu pengelolaan HTI, kewenangan pemberi izin dan pengesahan RKT cenderung menguntungkan korporasi HTI.
Penerbitan IUPHHK-HT di atas hutan alam satu sisi bertentangan dengan produk hukum kehutanan, sisi lain dibenarkan oleh produk hukum kehutanan itu sendiri. Hal ini terlihat pada 104 produk hukum terkait HTI yang diterbitkan oleh 7 Menteri Kehutanan. Ketentuan yang keliru tetapi secara sah menjadi kebijakan publik, apabila dilanggar adalah salah dan sebaliknya apabila dilaksanakan juga keliru. Kondisi demikian ini disebut sebagai ”policy trap”.
Hal itu terjadi karena sejumlah pengertian rumusan pasal dalam sejumlah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang HTI tersebut jelas tidak memenuhi asas “kejelasan rumusan” yang menegaskan: “bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah di-mengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya”.
Dampaknya konversi hutan alam menyebabkan tingginya biaya yang dikorbankan dalam pembangunan hutan tanaman daripada manfaatnya. Izin HTI yang terus bertambah dari tahun ke tahun dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan pasokan bahan baku industri sendiri tidak dIIringi dengan produktivitas pena-naman. Dari 10 juta hektar kawasan hutan yang telah dibebankan izin, kenyataannya hanya sepertiga dari luasan izin yang benar-benar dikelola oleh korporasi. Pemberian izin yang cukup luas ini menciptakan keuntungan bagi pemilik korporasi namun disisi lain menciptakan konflik dengan masyarakat sekitar hutan.
II. Rekomendasi
Berdasarkan hasil kajian majelis eksaminasi merekomendasikan kepada:
1. Presiden Republik Indonesia Joko Widodo mereview PP terkait HTI mencakup pengertian HTI, jang-ka waktu pengelolaan, kriteria areal, kewenangan pemberian izin, batas luasan areal dan kewenangan pengesahan RKT.
2. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (MenLHK) Siti Nurbaya mereview Permenhut, Kepmen-hut, Surat Edaran dan SK terkait HTI mencakup pengertian HTI, jangka waktu pengelolaan, kriteria areal, kewenangan pemberian izin, batas luasan areal dan kewenangan pengesahan RKT.
3. MenLHK melakukan pendekatan perizinan baru dengan memastikan lahan bebas konflik (menggu-nakan drone dan teknologi baru) dan e-governance
4. MenLHK mendorong investasi serta kemauan masyarakat membangun hutan, mencegah jutaan hektar hutan tidak produktif dan pasar terbuka bagi komoditi HTI (dan kayu dari hutan rakyat maupun Per-hutanan Sosial).
5. MenLHK memprioritaskan penyelesaian konflik pemanfaatan hutan/lahan saat ini dengan berbagai instrumen: litigasi, non litigasi maupun perhutanan sosial dan kemitraan. Konflik tersebut harus disele-saikan melalui pelaksanaan kebijakan publik, bukan diprivatisasi oleh para pemegang izin seperti yang selama ini berjalan.
6. MenLHK mendorong agar wacana perubahan UU 41/1999 dan perubahan PP 6 Tahun 2007 jo PP
58
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
3 Tahun 2008 untuk menetapkan kebijakan izin multi komoditi sehingga tegakkan hutan ditetapkan sebagai asset sehingga terdapat kejelasan nilai kekayaan negara dan asset perusahaan dengan bentuk pertanggungjawaban yg sesuai.
7. MenLHK memprioritaskan pengurangan atau penghapusan biaya transaksi perizinan dan melakukan penataan penguasaan hutan/lahan melalui penetapan pajak/tarif.
59
LAMPIRAN
LA
MPI
RA
N I
Daf
tar
Prod
uk H
ukum
Kem
ente
rian
Keh
utan
an T
erka
it H
TI y
ang
Suda
h Ti
dak
Ber
laku
dan
Dig
antik
an d
enga
n Pe
ratu
ran
Bar
u
Daf
tar M
ente
ri K
ehut
anan
/ Men
teri
Ling
kung
an H
idup
dan
Keh
utan
an P
erio
de 1
996
– 20
17
1.
Dja
mal
uddi
n Su
ryoh
adik
usum
o
17 M
aret
199
3 –
11 M
aret
199
8
2.
Sum
ohad
i
16 M
aret
199
8 –
21 M
ei 1
998
3.
Mus
limin
Nas
utio
n
23
Mei
199
8 –
20 O
ktob
er 1
999
4.
Nur
Mah
mud
i Ism
ail
26 O
ktob
er 1
999
– 15
Mar
et 2
001
5.
Mar
zuki
Usm
an
15 M
aret
200
1 –
9 A
gust
us 2
001
6.
Moh
amad
Pra
kosa
10
Agu
stus
200
1 –
20 O
ktob
er 2
004
7.
MS
Kab
an
21
Okt
ober
200
4 –
20 O
ktob
er 2
009
8.
Zulk
ifli H
asan
22 O
ktob
er 2
009
– 1
Okt
ober
201
4
9.
Siti
Nur
baya
Bak
ar
27 O
ktob
er 2
014
– se
kara
ng
No
Prod
uk H
ukum
Tent
ang
Terb
it/ M
ente
riD
icab
ut1
Kep
Men
hutb
un N
o 58
1/K
pts-
II/1
994
Pem
berla
kuan
Per
nyat
aan
Stan
dar A
kunt
ansi
Keu
anga
n (P
SAK
) Nom
or 3
2 Te
ntan
g A
kunt
ansi
Keh
utan
an16
Des
embe
r 199
4/
Dja
mal
uddi
n Su
ryoh
ad-
ikus
umo
Tida
k be
rlaku
seja
k te
rbitn
ya P
.69/
Men
hut-I
I/200
9 pa
da 7
Des
embe
r 200
9
2SK
.70/
Kpt
s-II
/199
5Te
ntan
g Pe
ngat
uran
Tat
a R
uang
Hut
an T
anam
an In
dust
riD
jam
alud
din
Sury
ohad
-ik
usum
oTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.1
2/M
enlh
k-II
/201
5 pa
da 2
4 M
aret
201
5
3K
epM
enhu
tbun
No
312/
Kpt
s-II
/199
9Te
ntan
g Ta
ta C
ara
Pem
beria
n H
ak P
engu
saha
an H
utan
Mel
alui
Pe
rmoh
onan
7 M
ei 1
999/
Dr I
r Mus
-lim
in N
asut
ion
Tida
k be
rlaku
seja
k te
rbitn
ya K
epM
enhu
t 33/
KPT
S-II
/200
3 5
Febr
uari
2003
| D
icab
ut se
jak
terb
itnya
P.
11/M
enhu
t-II/2
008
seja
k 14
Mar
et 2
008
4K
epM
enhu
tbun
No
313/
Kpt
s-II
/199
9Te
ntan
g Ta
ta C
ara
Pena
war
an D
alam
Pel
elan
gan
Hak
Pen
gu-
saha
an H
utan
6 M
ei 1
999/
Mus
limin
N
asut
ion
Tida
k B
erla
ku se
jak
terb
itnya
Kep
Men
hut 3
2/K
PTS-
II/2
003
seja
k 5
Febr
uari
2003
5K
epM
enhu
tbun
No
700/
Kpt
s-II
/199
9Te
ntan
g Pe
neta
pan
Kem
bali
Bes
arny
a Iu
ran
Hak
Pen
gusa
haan
H
utan
(IH
PH) U
ntuk
Sel
uruh
Indo
nesi
a14
Sep
tem
ber 1
999/
Dr
Ir M
uslim
in N
asut
ion
Tida
k be
rlaku
seja
k te
rbitn
ya P
.76/
Men
hut-I
I/201
4 pa
da 2
2 Se
ptem
ber 2
014
6K
epM
enhu
tbun
No
10.1
/Kpt
s-II
/200
0 K
eput
usan
Men
teri
Keh
utan
an N
omor
: 10
.1/K
pts-
II/2
000
Tent
ang
Pedo
man
Pem
beria
n Iz
in U
saha
Pem
anfa
atan
Has
il H
utan
Kay
u H
utan
Tan
aman
6 N
ovem
ber 2
000/
Nur
M
ahm
udi I
smai
lTi
dak
Ber
laku
seja
k te
rbitn
ya K
epM
enhu
t 32/
KPT
S-II
/200
3 se
jak
5 Fe
brua
ri 20
03
60
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
7K
epM
enhu
tbun
No
21/K
pts-
II/2
001
Kep
utus
an M
ente
ri K
ehut
anan
Nom
or :
21/K
pts-
II/2
001
Ten-
tang
Krit
eria
Dan
Sta
ndar
Ijin
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an
Kay
u H
utan
Tan
aman
Pad
a H
utan
Pro
duks
i
31 Ja
nuar
i 200
1/ N
ur
Mah
mud
i Ism
ail
Tida
k B
erla
ku se
jak
terb
itnya
Kep
Men
hut 3
2/K
PTS-
II/2
003
seja
k 5
Febr
uari
2003
868
86/K
pts-
II/2
002
Tent
ang
Pedo
man
Pem
beria
n H
ak P
emun
guta
n H
asil
Hut
an12
Juli
2002
/ Muh
am-
mad
Pra
kosa
Tida
k be
rlaku
seja
k te
rbitn
ya P
.46/
Men
hut-I
I/200
9 pa
da 2
2 Ju
li 20
09
968
87/K
pts-
II/2
002
Tent
ang
Tata
Car
a Pe
ngen
aan
Sank
si A
dmin
istra
tif A
tas P
e-la
ngga
ran
Izin
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an, I
zin
Pem
ung-
utan
Has
il H
utan
Dan
Izin
Usa
ha In
dust
ri Pr
imer
Has
il H
utan
12 Ju
li 20
02/ M
uham
-m
ad P
rako
saTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.1
7/M
enhu
t-II/2
009
pada
6 M
aret
200
9
1010
031/
Kpt
s-II
/200
2Te
ntan
g Pe
ruba
han
Kep
utus
an M
ente
ri K
ehut
anan
Nom
or
6887
/Kpt
s-II
/200
2 Te
ntan
g Ta
ta C
ara
Peng
enaa
n Sa
nksi
A
dmin
istra
tif A
tas P
elan
ggar
an Iz
in U
saha
Pem
anfa
atan
Has
il H
utan
, Izi
n Pe
mun
guta
n H
asil
Hut
an, D
an Iz
in U
saha
Indu
stri
Prim
er H
asil
Hut
an.
Muh
amm
ad P
rako
saTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.1
7/M
enhu
t-II/2
009
pada
6 M
aret
200
9
1133
/Kpt
s-II
/200
3K
eput
usan
Men
teri
Keh
utan
an N
omor
: 33
/Kpt
s-II
/200
3 Te
ntan
g Ta
ta C
ara
Peny
eles
aian
Hak
Pen
gusa
haan
Hut
an A
lam
A
tau
Hak
Pen
gusa
haan
Hut
an T
anam
an Y
ang
Tela
h M
enda
pat
Pers
etuj
uan
Prin
sip
Ber
dasa
rkan
Per
moh
onan
5 Fe
brua
ri 20
03/ M
u-ha
mm
ad P
rako
saTi
dak
Ber
laku
seja
k te
rbitn
ya P
.24/
Men
hut-I
I/200
5 pa
da 2
5 Ju
li 20
05
1259
/Kpt
s-II
/200
3K
eput
usan
Men
teri
Keh
utan
an N
omor
: 59
/Kpt
s-II
/200
3 Te
ntan
g Pe
ruba
han
Kep
utus
an M
ente
ri K
ehut
anan
Nom
or
6887
/Kpt
s-II
/200
2 Jo
. Nom
or 1
0031
/Kpt
s-II
/200
2 Te
ntan
g Ta
ta C
ara
Peng
enaa
n Sa
nksi
Adm
inis
tratif
Ata
s Pel
angg
aran
Iz
in U
saha
Pem
anfa
atan
Has
il H
utan
, Izi
n Pe
mun
guta
n H
asil
Hut
an, D
an Iz
in U
saha
Indu
stri
Prim
er H
asil
Hut
an
28 F
ebru
ari 2
003/
Mu-
ham
mad
Pra
kosa
Tida
k be
rlaku
seja
k te
rbitn
ya P
.17/
Men
hut-I
I/200
9 pa
da 6
Mar
et 2
009
1312
4/K
pts-
II/2
003
Kep
utus
an M
ente
ri K
ehut
anan
Nom
or :
124/
Kpt
s-II
/200
3 Te
ntan
g Pe
tunj
uk T
ekni
s Tat
a C
ara
Peng
enaa
n, P
emun
guta
n,
Pem
baya
ran
Dan
Pen
yeto
ran
Prov
isi S
umbe
r Day
a H
utan
(P
SDH
)
4 A
pril
2003
/ Muh
am-
mad
Pra
kosa
Tida
k be
rlaku
seja
k te
rbitn
ya K
epM
enhu
t P.1
8/M
en-
hut-I
I/200
7 pa
da ta
ngga
l 22
Mei
200
7
1412
8/K
pts-
II/2
003
Kep
utus
an M
ente
ri K
ehut
anan
Nom
or :
128/
Kpt
s-II
/200
3 Te
ntan
g Pe
tunj
uk T
ekni
s Tat
a C
ara
Peng
enaa
n, P
emun
guta
n,
Pem
baya
ran
Dan
Pen
yeto
ran
Dan
a R
eboi
sasi
(DR
)
4 A
pril
2003
/ Muh
am-
mad
Pra
kosa
Tida
k be
rlaku
seja
k te
rbitn
ya K
epM
enhu
t P.1
8/M
en-
hut-I
I/200
7 pa
da ta
ngga
l 22
Mei
200
7
1515
0/K
pts-
II/2
003
Kep
utus
an M
ente
ri K
ehut
anan
Nom
or :
150/
Kpt
s-II
/200
3 Te
ntan
g Ta
ta C
ara
Peny
erah
an D
an P
ener
imaa
n Iz
in U
saha
Pe
man
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
(IU
PHH
K) P
ada
Hut
an A
lam
Se
belu
m Ja
ngka
Wak
tu Iz
in B
erak
hir
2 M
ei 2
003/
Muh
am-
mad
Pra
kosa
Tida
k be
rlaku
seja
k te
rbitn
ya P
.23/
Men
hut-I
I/200
9 pa
da 1
Apr
il 20
09
61
LAMPIRAN
1615
1/K
pts-
II/2
003
Kep
utus
an M
ente
ri K
ehut
anan
Nom
or :
151/
Kpt
s-II
/200
3 Te
ntan
g R
enca
na K
erja
, Ren
cana
Ker
ja L
ima
Tahu
n, R
enca
na
Ker
ja T
ahun
an D
an B
agan
Ker
ja U
saha
Pem
anfa
atan
Has
il H
utan
Kay
u Pa
da H
utan
Tan
aman
2 M
ei 2
003/
Muh
am-
mad
Pra
kosa
Tida
k be
rlaku
seja
k te
rbitn
ya P
.9/M
enhu
t-II/2
007
pada
23
Febr
uari
2007
1744
5/K
pts-
II/2
003
Kep
utus
an M
ente
ri K
ehut
anan
Nom
or :
445/
Kpt
s-II
/200
3 Te
n-ta
ng P
erub
ahan
Kep
utus
an M
ente
ri K
ehut
anan
Nom
or 1
24/
Kpt
s-II
/200
3 Te
ntan
g Pe
tunj
uk T
ekni
s Tat
a C
ara
Peng
enaa
n,
Pem
ungu
tan,
Pem
baya
ran,
Dan
Pen
yeto
ran
Prov
isi S
umbe
r D
aya
Hut
an (P
SDH
)
29 D
esem
ber 2
003/
M
uham
mad
Pra
kosa
Tida
k be
rlaku
seja
k te
rbitn
ya K
epM
enhu
t P.1
8/M
en-
hut-I
I/200
7 pa
da ta
ngga
l 22
Mei
200
7
1844
6/K
pts-
II/2
003
Kep
utus
an M
ente
ri K
ehut
anan
Nom
or :
446/
Kpt
s-II
/200
3 Te
n-ta
ng P
erub
ahan
Kep
utus
an M
ente
ri K
ehut
anan
Nom
or 1
28/
Kpt
s-II
/200
3 Te
ntan
g Pe
tunj
uk T
ekni
s Tat
a C
ara
Peng
enaa
n,
Pem
ungu
tan,
Pem
baya
ran,
Dan
Pen
yeto
ran
Dan
a R
ebos
isas
i (D
r)
29 D
esem
ber 2
003/
M
uham
mad
Pra
kosa
Tida
k be
rlaku
seja
k te
rbitn
ya K
epM
enhu
t P.1
8/M
en-
hut-I
I/200
7 pa
da ta
ngga
l 22
Mei
200
7
19SK
.101
/Men
-hu
t-II/2
004
Tent
ang
Perc
epat
an P
emba
ngun
an H
utan
Tan
aman
Unt
uk
Pem
enuh
an B
ahan
Bak
u In
dust
ri Pu
lp D
an K
erta
sM
uham
mad
Pra
kosa
Tida
k be
rlaku
seja
k te
rbitn
ya P
.3/M
enhu
t-II/2
008
pada
tang
gal 6
Feb
ruar
i 200
8
20SK
.382
/Men
-hu
t-II/2
004
Tent
ang
Izin
Pem
anfa
atan
Kay
u (I
pk)
18 O
ktob
er 2
004/
Mu-
ham
mad
Pra
kosa
Tida
k be
rlaku
seja
k te
rbitn
ya P
.58/
Men
hut-I
I/200
9 pa
da 4
Sep
tem
ber 2
009
21SK
.352
/Men
-hu
t-II/2
004
Tent
ang
Izin
Pem
buat
an D
an P
engg
unaa
n K
orid
or U
ntuk
Ke-
giat
an Iz
in U
saha
Pem
anfa
atan
Has
il H
utan
Kay
u Pa
da H
utan
A
lam
Ata
u H
utan
Tan
aman
Muh
amm
ad P
rako
satid
ak b
erla
ku se
jak
terb
itnya
P.9
/Men
hut-I
I/201
0 pa
da 2
9 Ja
nuar
i 201
0
22P.
05/M
enhu
t-II/2
004
Tent
ang
Pem
beria
n Iz
in U
saha
Pem
anfa
atan
Has
il H
utan
Kay
u Pa
da H
utan
Tan
aman
Mel
alui
Pen
awar
an D
alam
Pel
elan
gan
10 A
gust
us 2
004/
Mu-
ham
mad
Pra
kosa
Dic
abut
seja
k te
rbitn
ya P
.11/
Men
hut-I
I/200
8 se
jak
14 M
aret
200
8
23SK
.47/
Men
-hu
t-II/2
004
Tent
ang
Tata
Car
a D
an P
ersy
arat
an P
enga
mbi
lalih
an S
aham
Pa
da P
erus
ahaa
n Iz
in U
saha
Pem
anfa
atan
Has
il H
utan
Kay
u Pa
da H
utan
Ala
m D
an A
tau
Hut
an T
anam
an Y
ang
Ber
bent
uk
Pers
eroa
n Te
rbat
as (P
t).
Muh
amm
ad P
rako
saTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.3
4/M
enhu
t-II/2
009
pada
11
Mei
200
9
24P.
20/M
enhu
t-II/2
005
Tent
ang
Ker
jasa
ma
Ope
rasi
(Kso
) Pad
a Iz
in U
saha
Pem
an-
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
Pada
Hut
an T
anam
an25
Juli
2005
/ MS
Kab
anTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.2
9/M
enhu
t-II/2
012
pada
12
Juli
2012
25P.
23/M
enhu
t-II/2
005
Tent
ang
Peru
baha
n K
eput
usan
Men
teri
Keh
utan
an N
omor
Sk
.101
/Men
hut-I
I/200
4 Te
ntan
g Pe
rcep
atan
Pem
bang
unan
H
utan
Tan
aman
Unt
uk P
emen
uhan
Bah
an B
aku
Indu
stri
Pulp
D
an K
erta
s
25 Ju
li 20
05/ M
S K
aban
Tida
k be
rlaku
seja
k te
rbitn
ya P
.3/M
enhu
t-II/2
008
pada
tang
gal 6
Feb
ruar
i 200
8
26P.
30/M
enhu
t-II/2
005
Tent
ang
Stan
dar S
iste
m S
ilvik
ultu
r Pad
a H
utan
Ala
m T
anah
K
erin
g D
an A
tau
Hut
an A
lam
Tan
ah B
asah
/Raw
a13
Okt
ober
200
5/ M
S K
aban
Tida
k be
rlaku
seja
k te
rbitn
ya P
.11/
Men
hut-I
I/200
9 pa
da 9
Feb
ruar
i 200
9
62
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
27P.
44/M
enhu
t-II/2
005
Tent
ang
Peru
baha
n Pe
ratu
ran
Men
teri
Keh
utan
an N
omor
P.
23/M
enhu
t-II/2
005
Tent
ang
Peru
baha
n K
eput
usan
Men
teri
Keh
utan
an N
omor
Sk.
101/
Men
hut-I
I/200
4 Te
ntan
g Pe
rcep
atan
Pe
mba
ngun
an H
utan
Tan
aman
Unt
uk P
emen
uhan
Bah
an B
aku
Indu
stri
Prim
er H
asil
Hut
an K
ayu
MS
Kab
anTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.3
/Men
hut-I
I/200
8 pa
da ta
ngga
l 6 F
ebru
ari 2
008
28P.
450/
Men
-hu
t-II/2
005
Tent
ang
Peru
baha
n K
eput
usan
Men
teri
Keh
utan
an N
omor
44
5/K
pts-
II/2
003
Tent
ang
Peru
baha
n K
eput
usan
Men
teri
Keh
utan
an N
omor
124
/Kpt
s-II
/200
3 Te
ntan
g Pe
tunj
uk T
ekni
s Ta
ta C
ara
Peng
enaa
n, P
emun
guta
n, P
emba
yara
n, D
an P
enye
-to
ran
Prov
isi S
umbe
r Day
a H
utan
(PSD
H)
MS
Kab
anTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
Kep
Men
hut P
.18/
Men
-hu
t-II/2
007
pada
tang
gal 2
2 M
ei 2
007
29P.
451/
Men
-hu
t-II/2
005
Tent
ang
Pet
unju
k Te
knis
Tat
a C
ara
Peng
enaa
n, P
emun
guta
n,
Pem
baya
ran,
Dan
Pen
yeto
ran
DR
MS
Kab
anTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
Kep
Men
hut P
.18/
Men
-hu
t-II/2
007
pada
tang
gal 2
2 M
ei 2
007
30P.
12/M
enhu
t-II/2
006
MS
Kab
anD
icab
ut se
jak
terb
itnya
P.1
1/M
enhu
t-II/2
008
seja
k 14
Mar
et 2
008
31P.
19/M
enhu
t-II/2
006
MS
Kab
anTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.3
4/M
enhu
t-II/2
009
pada
11
Mei
200
9
32P.
21/M
enhu
t-II/2
006
Tent
ang
Peru
baha
n K
epM
enhu
t Nom
or 2
46/K
pts-
II/1
996
Ten-
tang
Per
ubah
an K
epM
enhu
t Nom
or 7
0/K
pts-
II/1
995
Tent
ang
Peng
atur
an T
ata
Rua
ng H
utan
Tan
aman
Indu
stri
4 A
pril
2006
/ MS
Kab
anTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.1
2/M
enlh
k-II
/201
5 pa
da 2
4 M
aret
201
5
33P.
55/M
enhu
t-II/2
006
Tent
ang
Pena
taus
ahaa
n H
asil
Hut
an Y
ang
Ber
asal
Dar
i Hut
an
Neg
ara
29 A
gust
us 2
006/
MS
Kab
anTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.4
2/M
enhu
t-II/2
014
pada
10
Juni
201
4
34P.
79/
Men
hut-I
I/200
6Te
ntan
g Pe
ruba
han
Pera
tura
n M
ente
ri K
ehut
anan
Nom
or :
Sk.
450/
Men
hut-I
I/2o0
5 Te
ntan
g Pe
ruba
han
Kep
utus
an M
ente
ri K
ehut
anan
Nom
or :
445/
Kpt
s-II
/200
3 Te
ntan
g Pe
ruba
han
Kep
utus
an M
ente
ri K
ehut
anan
Nom
or :
124/
Kpt
s-II
/200
3 Te
ntan
g Pe
tunj
uk T
ekni
s Tat
a C
ara
Peng
enaa
n, P
emun
guta
n,
Pem
baya
ran,
Dan
Pen
yeto
ran
Prov
isi S
umbe
r Day
a H
utan
(P
SDH
)
29 D
esem
ber 2
006/
MS
Kab
anTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
Kep
Men
hut P
.18/
Men
-hu
t-II/2
007
pada
tang
gal 2
2 M
ei 2
007
35P.
80/
Men
hut-I
I/200
6Te
ntan
g Pe
ruba
han
Pera
tura
n M
ente
ri K
ehut
anan
Nom
or :
Sk.
451/
Men
hut-I
I/2o0
5 Te
ntan
g Pe
ruba
han
Kep
utus
an M
ente
ri K
ehut
anan
Nom
or :
446/
Kpt
s-II
/200
3 Te
ntan
g Pe
ruba
han
Kep
utus
an M
ente
ri K
ehut
anan
Nom
or :
128/
Kpt
s-II
/200
3 Te
ntan
g Pe
tunj
uk T
ekni
s Tat
a C
ara
Peng
enaa
n, P
emun
guta
n,
Pem
baya
ran,
Dan
Pen
yeto
ran
Dan
a R
eboi
sasi
(DR
)
29 D
esem
ber 2
006/
MS
Kab
anTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
Kep
Men
hut P
.18/
Men
-hu
t-II/2
007
pada
tang
gal 2
2 M
ei 2
007
63
LAMPIRAN
36P
9/M
enhu
t-II/2
007
Tent
ang
Ren
cana
Ker
ja, R
enca
na K
erja
Tah
unan
, Dan
Bag
an
Ker
ja U
saha
Pem
anfa
atan
Has
il H
utan
Kay
u Pa
da H
utan
Ta
nam
an In
dust
ri D
an H
utan
Tan
aman
Rak
yat D
alam
Hut
an
Tana
man
23 F
ebru
ari 2
007/
MS
Kab
anTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.6
2/M
enhu
t-II/2
008
pada
6 N
ovem
ber 2
008
37P.
16/M
enhu
t-II/2
007
Tent
ang
Ren
cana
Pem
enuh
an B
ahan
Bak
u In
dust
ri Pr
imer
H
asil
Hut
an K
ayu
4 M
ei 2
007/
MS
Kab
anTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.9
/Men
hut-I
I/201
2 pa
da 5
Mar
et 2
012
38P.
19/M
enhu
t-II/2
007
Tent
ang
Tata
Car
a Pe
mbe
rian
Izin
Dan
Per
luas
an A
real
Ker
ja
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
Pada
Hut
an T
anam
an
Indu
stri
Dal
am H
utan
Tan
aman
Pad
a H
utan
Pro
duks
i
28 M
ei 2
007/
MS
Kab
anD
icab
ut se
jak
terb
itnya
P.1
1/M
enhu
t-II/2
008
seja
k 14
Mar
et 2
008
39P.
32/M
enhu
t-II/2
007
Tent
ang
Tata
Car
a Pe
ngen
aan,
Pem
ungu
tan
Dan
Pem
baya
ran
Iura
n Iz
in U
saha
Pem
anfa
atan
Hut
an P
ada
Hut
an P
rodu
ksi
24 A
gust
us 2
007/
MS
Kab
anTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.1
2/M
enhu
t-II/2
010
pada
17
Febr
uari
2010
40P.
34/M
enhu
t-II/2
007
Tent
ang
Pedo
man
Inve
ntar
isas
i Hut
an M
enye
luru
h B
erka
la (
Ihm
b) P
ada
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
Pada
Hut
an
Prod
uksi
24 A
gust
us 2
007/
MS
Kab
antid
ak b
erla
ku se
jak
terb
itnya
P.3
3/M
enhu
t-II/2
009
pada
11
Mei
200
9
41P.
45/
Men
hut-I
I/200
7Te
ntan
g Ta
ta C
ara
Izin
Per
alat
an P
eman
faat
an H
asil
Hut
an
Kay
u D
an B
ukan
Kay
u Pa
da H
utan
Tan
aman
Indu
stri
Dal
am
Hut
an T
anam
an
24 O
ktob
er 2
007/
MS
Kab
anTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.5
3/M
enhu
t-II/2
009
pada
18
Agu
stus
200
9
42P.
54/M
EN-
HU
T-II
/200
7Te
ntan
g Iz
in P
eral
atan
Unt
uk K
egia
tan
Izin
Usa
ha P
eman
-fa
atan
Has
il H
utan
Kay
u (I
UPH
HK
) Pad
a H
utan
Ala
m A
tau
Keg
iata
n Iz
in P
eman
faat
an K
ayu
(Ipk
) Ata
u H
asil
Lela
ng
4 D
esem
ber 2
007/
MS
Kab
anTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.5
3/M
enhu
t-II/2
009
pada
18
Agu
stus
200
9
43P.
60/M
enhu
t-II/2
007
Tent
ang
Peru
baha
n Pe
ratu
ran
Men
teri
Keh
utan
an N
omor
P.1
9/M
enhu
t-II/2
007
Tent
ang
Tata
Car
a Pe
mbe
rian
Izin
Dan
Per
lu-
asan
Are
al K
erja
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
Pada
H
utan
Tan
aman
Indu
stri
Dal
am H
utan
Tan
aman
Pad
a H
utan
Pr
oduk
si
MS
Kab
anD
icab
ut se
jak
terb
itnya
P.1
1/M
enhu
t-II/2
008
seja
k 14
Mar
et 2
008
44P.
2/M
enhu
t-II/2
008
Tent
ang
Peru
baha
n Pe
ratu
ran
Men
teri
Keh
utan
an N
omor
P.4
5/M
enhu
t-II/
2007
Ten
tang
Tat
a C
ara
Izin
Per
alat
an P
eman
-fa
atan
Has
il H
utan
Kay
u D
an B
ukan
Kay
u Pa
da H
utan
Tan
a-m
an In
dust
ri D
alam
Hut
an T
anam
an
25 Ja
nuar
i 200
8/ M
S K
aban
Tida
k be
rlaku
seja
k te
rbitn
ya P
.53/
Men
hut-I
I/200
9 pa
da 1
8 A
gust
us 2
009
45P.
3/M
enhu
t-II/2
008
Tent
ang
Del
inia
si A
real
Izin
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an
Kay
u Pa
da H
utan
Tan
aman
Indu
stri
Dal
am H
utan
Tan
aman
6 Fe
brua
ri 20
08/ M
S K
aban
Tida
k be
rlaku
seja
k te
rbitn
ya P
.12/
Men
lhk-
II/2
015
pada
24
Mar
et 2
015
46P.
4/M
enhu
t-II/2
008
Tent
ang
Nor
ma
Stan
dar,
Pros
edur
Krit
eria
Pem
beria
n Iz
in
Pem
asuk
an D
an P
engg
unaa
n Pe
rala
tan
Unt
uk K
egia
tan
Izin
Pe
man
faat
an K
ayu
6 Fe
brua
ri 20
08/ M
S K
aban
Tida
k be
rlaku
seja
k te
rbitn
ya P
.14/
Men
hut-I
I/201
1 pa
da 1
0 M
aret
201
0
64
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
47P.
7/M
enhu
t-II/2
008
Tent
ang
Peru
baha
n K
edua
Per
atur
an M
ente
ri K
ehut
anan
N
omor
P.4
5/M
enhu
tII/2
007
Tent
ang
Tata
Car
a Iz
in P
eral
atan
Pe
man
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
Pada
Hut
an T
anam
an In
dust
ri D
alam
Hut
an T
anam
an
14 M
aret
200
8/ M
S K
aban
Tida
k be
rlaku
seja
k te
rbitn
ya P
.53/
Men
hut-I
I/200
9 pa
da 1
8 A
gust
us 2
009
48P.
17/M
enhu
t-II /
2008
Tent
ang
Peru
Bah
an A
tas P
erat
uran
Men
teri
Keh
utan
an N
omor
P.
54/M
enhu
t-II/2
007
Tent
ang
Ll]N
Per
alat
an U
ntuk
Keg
iata
n Iz
in U
saha
Pem
anfa
atan
Has
il H
utan
Kay
u Pa
da H
utan
Ala
m
Ata
u K
egia
tan
Izin
Pem
anfa
atan
Kay
u A
tau
Has
il Le
lang
23 M
ei 2
008/
MS
Kab
anTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.5
3/M
enhu
t-II/2
009
pada
18
Agu
stus
200
9
49P.
36/M
enhu
t-II/2
008
Tent
ang
Izin
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an B
ukan
Kay
u D
alam
Hut
an A
lam
(Iup
hhbk
-Ha)
Ata
u D
alam
Hut
an T
anam
an
(Iup
hhbk
-Ht)
Pada
Hut
an P
rodu
ksi
9 Ju
ni 2
008/
MS
Kab
anTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.6
6/m
enlh
k/Se
tjen/
Kum
.1/7
/201
6 pa
da 2
7 Ju
li 20
16
50P.
37/M
enhu
t-II/2
008
MS
Kab
anTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.2
9/M
enhu
t-II/2
012
pada
12
Juli
2012
51P.
62/M
enhu
t-II/2
008
Tent
ang
Ren
cana
Ker
ja U
saha
Pem
anfa
atan
Has
il H
utan
Kay
u H
utan
Tan
aman
Indu
stri
Dan
Hut
an T
anam
an R
akya
t6
Nov
embe
r 200
8/ M
S K
aban
Tida
k be
rlaku
seja
k te
rbitn
ya P
.30/
Men
hut-I
I/201
4 pa
da 1
6 M
ei 2
014
52P.
63/M
enhu
t-II/2
008
Tent
ang
Tata
Car
a Pe
mbe
rian
Rek
omen
dasi
Gub
ernu
r Dal
am
Ran
gka
Perm
ohon
an A
tau
Perp
anja
ngan
izin
Usa
ha P
eman
-fa
atan
Has
il H
utan
Kay
u H
utan
Ala
m A
tau
Hut
an T
anam
an
7 N
ovem
ber 2
008/
MS
Kab
anTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.3
1/M
enhu
t-II/2
014
pada
21
Mei
201
4
53P.
4/M
enhu
t-II/2
009
Tent
ang
Peny
eles
aian
Hak
Per
ngus
ahaa
n H
utan
Tan
aman
In
dust
ri27
Janu
ari 2
009/
MS
Kab
anTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.1
5/M
enhu
t-II/2
011
pada
19
Mei
201
1
54P.
15/M
enhu
t-II/2
009
Tent
ang
Peru
baha
n at
as P
erat
uran
Men
teri
kehu
tana
n N
omor
P.
32/M
enhu
t-II/2
007
tent
ang
Tata
Car
a Pe
ngen
aan,
Pem
ung-
utan
dan
Pem
baya
ran
Iura
n Iz
in U
saha
Pem
anfa
atan
Hut
an
pada
Hut
an P
rodu
ksi
5 M
aret
200
9/ M
S K
aban
Tida
k be
rlaku
seja
k te
rbitn
ya P
.12/
Men
hut-I
I/201
0 pa
da 1
7 Fe
brua
ri 20
10
55P.
33/M
enhu
t-II/2
009
Tent
ang
Pedo
man
Inve
ntar
isas
i Hut
an M
enye
luru
h B
erka
la (
Ihm
b) P
ada
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
Pada
Hut
an
Prod
uksi
11 M
ei 2
009/
MS
Kab
anTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.3
0/M
enhu
t-II/2
014
pada
16
Mei
201
4
56P.
43/M
enhu
t-II/2
009
Tent
ang
Peru
baha
n A
tas P
erat
uran
Men
teri
Keh
utan
an N
omor
P.
16/M
enhu
t-II/2
007
Tent
ang
Ren
cana
Pem
enuh
an B
ahan
B
aku
Indu
stri
(RPB
BI)
Prim
er H
asil
Hut
an K
ayu
2 Ju
li 20
09/ M
S K
aban
Tida
k be
rlaku
seja
k te
rbitn
ya P
.9/M
enhu
t-II/2
012
pada
5 M
aret
201
2
57P.
45/M
enhu
t-II/2
009
Khu
sus Y
ang
Men
gatu
r Pen
atau
saha
an H
asil
Hut
an K
ayu
Ber
asal
Dar
u H
utan
Tan
aman
Pap
da H
utan
Pro
duks
i22
Juli
2009
/ MS
Kab
anTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.4
2/M
enhu
t-II/2
014
pada
10
Juni
201
4
58P.
46/M
enhu
t-II/2
009
Tent
ang
Tata
Car
a Pe
mbe
rian
Izin
Pem
ungu
tan
Has
il H
utan
K
ayu
Ata
u H
asil
Hut
an B
ukan
Kay
u Pa
da H
utan
Pro
duks
i22
Juli
2009
/ MS
Kab
anTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.5
4/M
enlh
k/Se
tjen/
Kum
.1/6
/201
6 pa
da 2
2 Ju
ni 2
016
65
LAMPIRAN
59P.
49/M
enhu
t-II/2
009
Tent
ang
Peru
baha
n A
tas P
erat
uran
Men
teri
Keh
utan
an
Nom
or :
P. 4
/Men
hut-I
I/200
9 Te
ntan
g Pe
nyel
esai
an H
ak P
en-
gusa
haan
Hut
an T
anam
an In
dust
ri Se
men
tara
27 Ju
li 20
09/ M
S K
aban
Tida
k be
rlaku
seja
k te
rbitn
ya P
.15/
Men
hut-I
I/201
1 pa
da 1
9 M
ei 2
011
60P.
53/M
enhu
t-II/2
009
Tent
ang
Pem
asuk
an D
an P
engg
unaa
n A
lat U
ntuk
Keg
iata
n Iz
in U
daja
Pem
anfa
atan
Hut
an A
tau
Izin
Pem
anfa
atan
Kay
u (K
husu
s Ket
entu
an Iz
in P
eral
atan
Unt
uk K
ehia
tan
Izin
Pem
an-
faat
an K
ayu)
18 A
gust
us 2
009/
MS
Kab
anTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.1
4/M
enhu
t-II/2
011
pada
10
Mar
et 2
010
61P.
58/M
enhu
t-II/2
009
Tent
ang
Peng
gant
ian
Nila
i Teh
akan
Dar
i Izi
n Pe
man
faat
an
Kay
u D
an A
tau
Dar
i Pen
yiap
an L
ahan
Dal
am P
emba
ngun
an
Hut
an T
anam
an
4 Se
ptem
ber 2
009/
MS
Kab
anTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.1
4/M
enhu
t-II/2
011
pada
10
Mar
et 2
010
62P.
63/M
enhu
t-II/2
009
Tent
ang
Tata
Car
a Pe
mbe
rian
Izin
Usa
ha P
eman
faat
an K
a-w
asan
Silv
opas
tura
Pad
a H
uran
Pro
duks
i14
Okt
ober
200
9/ M
S K
aban
Tida
k be
rlaku
seja
k te
rbitn
ya P
.14/
Men
lhk-
II/2
015
pada
26
Mar
et 2
015
63P.
9/M
enhu
t-II/2
010
Tent
ang
Izin
Pem
buat
an D
an P
engg
unaa
n K
orid
or29
Janu
ari 2
010/
Zul
kifli
H
asan
Tida
k be
rlaku
seja
k te
rbitn
ya P
.38/
Men
lhk/
Setje
n/K
um.1
/4/2
016
pada
4 A
pril
2016
64P.
12/M
enhu
t-II/2
010
Tent
ang
Tata
Car
a Pe
ngen
aan,
Pen
agih
an D
an P
emba
yarn
Iu
ran
Izin
Usa
ha P
eman
faat
an H
utan
Pad
a H
utan
Pro
duks
i17
Feb
ruar
i 201
0/ Z
ulki
-fli
Has
anTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.4
4/M
enlh
k-Se
t-je
n/20
15 p
ada
12 A
gust
us 2
015
65P.
29/M
enhu
t-II/2
010
Tent
ang
Ren
cana
Ker
ja P
eman
faat
an H
asil
Hut
an B
ukan
Kay
u D
alam
Hut
an T
anam
an In
dust
ri Sa
gu25
Juni
201
0/ Z
ulki
fli
Has
anTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.1
03/M
enhu
t-II/2
014
pada
29
Des
embe
r 201
4
66P.
30/M
enhu
t-II/2
010
Tent
ang
Peru
baha
n A
tas P
erat
uran
Men
teri
Keh
utan
an N
omor
P.
9/M
enhu
t-II/2
010
Tent
ang
Izin
Pem
buat
an D
an P
engg
unaa
n K
orid
or
29 Ju
ni 2
010/
Zul
kifli
H
asan
Tida
k be
rlaku
seja
k te
rbitn
ya P
.38/
Men
lhk/
Setje
n/K
um.1
/4/2
016
pada
4 A
pril
2016
67P.
33/M
enhu
t-II/2
010
Tent
ang
Tata
Car
a Pe
lepa
san
Kaw
asan
Hut
an Y
ang
Dap
at
Dik
onve
rsi
29 Ju
li 20
10/ Z
ulki
fli
Has
anTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.5
1/m
enlh
k-Se
tjen/
KU
M.1
/6/2
016
pada
15
Juni
201
6
68P.
50/M
enhu
t-II/2
010
Tent
ang
Tata
Car
a Pe
mbe
rian
Dan
Per
luas
an A
real
Ker
ja Iz
in
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
Dal
am H
utan
Ala
m,
IUPH
HK
Res
tora
si E
kosi
stem
, Ata
u IU
PHH
K H
utan
Tan
aman
In
dust
ri Pa
da H
utan
Pro
duks
i
31 D
esem
ber 2
010/
Zu
lkifl
i Has
anTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.3
1/M
enhu
t-II/2
014
pada
21
Mei
201
4
66
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
69P.
5/M
enhu
t-II/2
011
Tent
ang
Peru
baha
n A
tas P
erat
uran
Men
teri
Keh
utan
an N
omor
P.
33/M
enhu
t-II/2
009
Tent
ang
Pedo
man
Inve
ntar
isas
i Hut
an
Men
yelu
ruh
Ber
kala
(IH
MB
) Pad
a U
saha
Pem
anfa
atan
Has
il H
utan
Kay
u Pa
da H
utan
Pro
duks
i
31 Ja
nuar
i 201
1/ Z
ulki
fli
Has
anTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.3
0/M
enhu
t-II/2
014
pada
16
Mei
201
4
70P.
14/M
enhu
t-II/2
011
Tent
ang
Izin
Pem
anfa
atan
Kay
u10
Mar
et 2
011/
Zul
kifli
H
asan
Tida
k be
rlaku
seja
k te
rbitn
ya P
.62/
Men
hut-I
I/201
4 pa
da 2
Sep
tem
ber 2
014
71P.
17/M
enhu
t-II/2
011
Tent
ang
Peru
baha
n A
tas P
erat
uran
Men
teri
Keh
utan
an N
omor
P.
33/M
enhu
t-II/2
010
Tent
ang
Tata
Car
a Pe
lepa
san
Kaw
asan
H
utan
Pro
duks
i Yan
g D
apat
Dik
onve
rsi
16 M
aret
201
1/ Z
ulki
fli
Has
anTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.5
1/m
enlh
k-Se
tjen/
KU
M.1
/6/2
016
pada
15
Juni
201
6
72P.
44/M
enhu
t-II/2
011
Tent
ang
Peru
baha
n K
edua
Ata
s Per
atur
an M
ente
ri K
ehut
anan
N
omor
P.3
3/M
enhu
t-II/2
010
Tent
ang
Tata
Car
a Pe
lepa
san
Kaw
asan
Hut
an P
rodu
ksi Y
ang
Dap
at D
ikon
vers
i
24 M
ei 2
011/
Zul
kifli
H
asan
Tida
k be
rlaku
seja
k te
rbitn
ya P
.51/
men
lhk-
Setje
n/K
UM
.1/6
/201
6 pa
da 1
5 Ju
ni 2
016
73P.
26/M
enhu
t-II/2
012
Tent
ang
Peru
baha
n A
tas P
erat
uran
Men
teri
Keh
utan
an N
omor
P.
50/M
enhu
t-II/2
010
Tent
ang
Tata
Car
a Pe
mbe
rian
Dan
Per
-lu
asan
Are
al K
erja
Izin
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
(IU
PHH
K) D
alam
Hut
an A
lam
, IU
PHH
K R
esto
rasi
Eko
-si
stem
, Ata
u IU
PHH
K H
utan
Tan
aman
Indu
stri
Pada
Hut
an
Prod
uksi
26 Ju
ni 2
012/
Zul
kifli
H
asan
Tida
k be
rlaku
seja
k te
rbitn
ya P
.31/
Men
hut-I
I/201
4 pa
da 2
1 M
ei 2
014
74P.
20/M
enhu
t-II/2
013
Tent
ang
Peru
baha
n A
tas P
erat
uran
Men
teri
Keh
utan
an N
omor
P.
14/
Men
hut-I
I/201
1 Te
ntan
g Iz
in P
eman
faat
an K
ayu
17 A
pril
2013
/ Zul
kifli
H
asan
Tida
k be
rlaku
seja
k te
rbitn
ya P
.62/
Men
hut-I
I/201
4 pa
da 2
Sep
tem
ber 2
014
75P.
50/M
enhu
t-II/2
013
Tent
ang
Ren
cana
Ker
ja P
eman
faat
an H
asil
Hut
an B
ukan
Kay
u D
alam
Hut
an T
anam
an In
dust
ri Sa
gu26
Sep
tem
ber 2
013/
Zu
lkifl
i Has
anTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.1
03/M
enhu
t-II/2
014
pada
29
Des
embe
r 201
4
76P.
8/M
enhu
t-II/2
014
Tent
ang
Pem
bata
san
Luas
an Iz
in U
saha
Pem
anfa
atan
Has
il H
utan
Kay
u (I
UPH
HK
) Dal
am H
utan
Ala
m, I
UPH
HK
Hut
an
Tana
man
Indu
stri
Ata
u IU
PHH
K R
esto
rasi
Eko
sist
em P
ada
Hut
an P
rodu
ksi
13 Ja
nuar
i 201
4/ Z
ulki
fli
Has
antid
ak b
erla
ku se
jak
terb
itnya
P.4
/men
lhk-
Setje
n/PH
PL.3
/1/2
016
pada
29
Janu
ari 2
016
77P.
16/M
enhu
t-II/2
014
Tent
ang
Pedo
man
Pin
jam
Pak
ai K
awas
an H
utan
10 M
aret
201
4/ Z
ulki
fli
Has
anTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.5
0/M
enlh
k/Se
tjen/
Kum
.1/6
/201
6 pa
da 8
Juni
201
6
78P.
28/M
enhu
t-II/2
014
Tent
ang
Peru
baha
n K
etig
a Ata
s Per
atur
an M
ente
ri K
ehut
anan
N
omor
P. 3
3/M
enhu
t-II/2
010
Tent
ang
Tata
Car
a Pe
lepa
san
Kaw
asan
Hut
an P
rodu
ksi Y
ang
Dap
at D
ikon
vers
i
13 M
ei 2
014/
Zul
kifli
H
asan
Tida
k be
rlaku
seja
k te
rbitn
ya P
.51/
men
lhk-
Setje
n/K
UM
.1/6
/201
6 pa
da 1
5 Ju
ni 2
016
67
LAMPIRAN
79P.
31/M
enhu
t-II/2
014
Tent
ang
Tata
Car
a Pe
mbe
rian
Dan
Per
luas
an A
real
Ker
ja Iz
in
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
Dal
am H
utan
Ala
m,
IUPH
HK
Res
tora
si E
kosi
stem
, Ata
u IU
PHH
K H
utan
Tan
aman
In
dust
ri Pa
da H
utan
Pro
duks
i
21 M
ei 2
014/
Zul
kifli
H
asan
Tida
k be
rlaku
seja
k te
rbitn
ya P
.9/M
enlh
k-II
/201
5 pa
da 2
0 M
arre
t 201
5
80P.
41/M
enhu
t-II/2
014
Tent
ang
Pena
taus
ahaa
n H
asil
Hut
an Y
ang
Ber
asal
Dar
i Hut
an
Ala
m10
Juni
201
4/ Z
ulki
fli
Has
anTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.4
3/M
enlh
k-Se
t-je
n/20
15 p
ada
12 A
gust
us 2
015
81P.
42/M
enhu
t-II/2
014
Tent
ang
Pena
taus
ahaa
n H
asil
Hut
an K
ayu
Yang
Ber
asal
Dar
i H
utan
Tan
aman
Pad
a H
utan
Pro
duks
i10
Juni
201
4/ Z
ulki
fli
Has
anTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.4
2/M
enlh
k-Se
t-je
n/20
15 p
ada
12 A
gust
us 2
015
82P.
43/M
enhu
t-II/2
014
Tent
ang
Peni
laia
n K
iner
ja P
enge
lola
an H
utan
Pro
duks
i Les
tari
Dan
Ver
ifika
si L
egal
itas K
ayu
Pada
Pem
egan
g Iz
in A
tau
Pada
H
utan
Hak
10 Ju
ni 2
014/
Zul
kifli
H
asan
Tida
k be
rlaku
seja
k te
rbitn
ya P
.30/
Men
lhk/
Setje
n/PH
PL.3
/3/2
016
pada
1 M
aret
201
6 (K
ecua
li ke
tent
u-an
pel
aksa
naan
)
83P.
51/M
enhu
t-II/2
014
Tent
ang
Tata
Car
a D
an P
ersy
arat
an P
erpa
njan
gan
Izin
Usa
-ha
Pem
anfa
atan
Has
il H
utan
Kay
u D
alam
Hut
an A
lam
Pad
a H
utan
Pro
duks
i
5 A
gust
us 2
014/
Zul
kifli
H
asan
Tida
k be
rlaku
seja
k te
rbitn
ya P
.9/M
enlh
k-II
/201
5 pa
da 2
0 M
aret
201
5
84P.
52/M
enhu
t-II/2
014
Tent
ang
Tata
Car
a Pe
ngen
aan,
Pem
ungu
tan
Dan
Pen
yeto
ran
Prov
isi S
umbe
r Day
a H
utan
, Dan
a R
eboi
sasi
, Pen
ggan
tian
Nila
i Teg
akan
Dan
Gan
ti R
ugi T
egak
an
18 A
gust
us 2
014/
Zul
ki-
fli H
asan
Tida
k be
rlaku
seja
k te
rbitn
ya P
.44/
Men
lhk-
Set-
jen/
2015
pad
a 12
Agu
stus
201
5
85P.
55/M
enhu
t-II/2
014
Tent
ang
Izin
Usa
ha Id
ustri
Prim
er H
asil
Hut
an27
Agu
stus
201
4/ Z
ulki
-fli
Has
anTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.1
3/M
enlh
k-II
/201
5 pa
da 2
6 M
aret
201
5
86P.
62/M
enhu
t-II/2
014
Tent
ang
Izin
Pem
anfa
atan
Kay
u2
Sept
embe
r 201
4/
Zulk
ifli H
asan
Tida
k be
rlaku
seja
k te
rbitn
ya P
.62/
Men
lhk-
Set-
jen/
2015
pad
a 24
Nov
embe
r 201
5
87P.
95/M
enhu
t-II/2
014
Tent
ang
Peru
baha
n A
tas P
erat
uran
Men
teri
Keh
utan
an
Nom
or P
.43/
Men
hut-I
I/201
4 Te
ntan
g Pe
nila
ian
Kin
erja
Pen
ge-
lola
an H
utan
Pro
duks
i Les
tari
Dan
Ver
ifika
si
Lega
litas
Kay
u Pa
da P
emeg
ang
Izin
Ata
u Pa
da H
utan
Hak
22 D
esem
ber 2
014/
Siti
N
urba
yaTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.3
0/M
enlh
k/Se
tjen/
PHPL
.3/3
/201
6 pa
da 1
Mar
et 2
016
(Kec
uali
kete
ntu-
an p
elak
sana
an)
68
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
88P.
44/M
enlh
k-Se
t-je
n/20
15Te
ntan
g Ta
ta C
ara
Peng
enaa
n, P
emun
guta
n D
an P
enye
tora
n Pr
ovis
i Sum
ber D
aya
Hut
an, D
ana
Reb
oisa
si, P
engg
antia
n N
ilai T
egak
an D
an G
anti
Rug
i Teg
akan
Dan
Iura
n Iz
in U
saha
Pe
man
faat
an H
utan
12 A
gust
us 2
015/
Siti
N
urba
yaTi
dak
berla
ku se
jak
terb
itnya
P.7
1/M
enlh
k/Se
tjen/
HPL
.3/8
/201
6 pa
da 1
2 A
gust
us 2
016
LAM
PIR
AN
IITi
njau
an P
erat
uran
Pad
a Er
a K
ongl
omer
asi H
TI (2
011
– 20
17)
IHM
B
No
dan
SKM
enim
bang
Terk
ait k
emud
ahan
inve
stas
iAk
ses M
asya
raka
tM
otif p
erub
ahan
1. P
. 33/
2009
tent
ang
Pedo
man
IH
MB
pada
hut
an p
rodu
ksi
——
—
2. P
. 5/M
enhu
t-II/
201
1 te
ntan
g Pe
-ru
baha
n P
33/2
009
tent
ang
IHM
B;
31 Ja
nuar
i 201
1.
Kare
na p
erub
ahan
PP
6/20
07 k
e PP
3/
2008
Unt
uk d
aur k
e du
a HT
I dng
kla
s um
ur
yang
leng
kap.
—Ad
min
istra
si
3. P
30/
Men
hut-I
I/ 2
014
tent
ang
IHM
B HT
I; 16
Mei
201
4U
ntuk
men
ingk
atka
n da
ya sa
ing
dan
men
urun
kan
ekon
omi b
iaya
ting
gi. A
tas
sara
n ka
jian
KPK.
P. 5
/Men
hut-I
I/ 2
011
dica
but.
Biay
a pe
nila
ian
dan
pers
etuj
uan
di
beba
nkan
kpd
Pem
erin
tah
——
RK
U
No
dan
SKM
enim
bang
Terk
ait k
emud
ahan
in
vest
asi
Akse
s Mas
yara
kat
Moti
f per
ubah
an
4. P
103
/Men
hut-I
I/ 2
014
tent
ang
RKU
HHB
K; 2
9 De
s 201
4Pe
nam
baha
n HH
BK d
alam
RKU
pda
IUPH
HK H
utan
Pro
-du
ksi u
ntuk
men
ghin
dari
stag
nasi
usah
a—
——
Tata
Bat
as A
real
Ker
ja Iz
in
No
dan
SKM
enim
bang
Terk
ait k
emud
ahan
in
vest
asi
Akse
s Mas
yara
kat
Moti
f per
ubah
an
5. P
47/
2010
tent
ang
Pani
tia
Tata
Bat
as K
awas
an H
utan
6. P
19/
2011
tent
ang
Pena
taan
Ba
tas A
real
Ker
ja Iz
in P
eman
-fa
atan
Hut
an
Sela
ma
ini b
iaya
tata
bat
as
dibe
bank
an k
e pe
rusa
haan
dan
di
baya
r ke
reke
ning
prib
adi/
tim ta
ta b
atas
. Ata
u ca
sh.
69
LAMPIRAN
No
dan
SKM
enim
bang
Terk
ait k
emud
ahan
in
vest
asi
Akse
s Mas
yara
kat
Moti
f per
ubah
an
7. S
E 1/
Men
hut-I
I/ 2
012
ten-
tang
Tat
a Ba
tas I
zin; 2
1 Fe
b 20
12
Pasa
l 71
PP 6
/200
7 jo
PP
3/20
08; P
asal
5 P
19
/201
1 te
ntan
g Pe
nata
an B
atas
Are
al K
erja
Izin
Pe
man
faat
an H
utan
Keha
rusa
n m
enye
lesa
ikan
ta
ta b
atas
3 b
ulan
seja
k 21
Feb
201
2
Stat
us h
ak-h
ak m
asy
dise
lesa
ikan
.SE
ini ti
dak
berja
lan
RPB
BI
No
dan
SKM
enim
bang
Terk
ait k
emud
ahan
inve
stas
iAk
ses M
asya
raka
tM
otif p
erub
ahan
8. P
9/M
enhu
t-II/
201
2 te
ntan
g RP
BBI;
5 M
aret
201
2Pe
ruba
han
P 16
/200
7 jo
P 4
3/20
10 te
ntan
g RP
BBI
Peng
enda
lian
paso
kan
baha
n ba
ku
untu
k in
dust
ri pr
imer
——
Peny
eles
aian
dan
Izin
HTI
No
dan
SKM
enim
bang
Terk
ait k
emud
ahan
in
vest
asi
Akse
s Mas
yara
kat
Moti
f per
ubah
an
9.
SK 4
3/M
enhu
t-II/
201
1 te
ntan
g Pe
-ru
baha
n Ke
dua
P 4/
Men
hut-I
I/ 2
009
tent
ang
peny
eles
aian
HTI
Sem
enta
ra;
19 M
ei 2
011
Peny
eles
aian
unt
uk B
UM
N se
lain
HTI
pa-
tung
an d
an sw
asta
mur
ni se
rta
mel
akuk
an
penu
njuk
kan
untu
k m
elak
ukan
pem
bang
u-na
n HT
I.
Lam
a w
aktu
usa
ha
35 ta
hun
dan
dapa
t di
perp
anja
ng
——
10.
SK 2
6/M
enhu
t-II/
201
2 te
ntan
g Pe
ru-
baha
n P
50/2
010
tent
ang
Tata
Car
a Pe
mbe
rian
dan
Perlu
asan
Are
al iz
in;
26 Ju
ni 2
012
Adan
ya In
pres
No
10/2
011
tent
ang
PPIB
dan
pe
nyem
purn
aan
tata
kel
ola
HA p
rimer
dan
la
han
gam
but,
untu
k m
enin
gkat
kan
good
go
vern
ance
.
Ada
syar
at iz
in y
ang
diha
pus d
an a
da a
ra-
han
loka
si di
web
site
ww
w. d
ephu
t.go.
id
Reko
men
dasi
Bupa
ti ba
hwa
loka
si izi
n tid
ak td
p ha
k-ha
k pi
hak
lain
(yan
g tid
ak
berja
lan)
.
Adm
inist
ratif
11.
P 31
/Men
hut-I
I/ 2
014
tent
ang
Pem
-be
rian
dan
Perlu
asan
Are
al Iz
in; 2
1 m
ei 2
014
Unt
uk m
enin
gkat
kan
kepa
stian
usa
ha d
an
daya
sain
g da
ri ha
sil k
ajia
n KP
K 20
13. P
50
/201
0 da
n P
63/2
008
tent
ang
tata
car
a re
kom
enda
si gu
bern
ur.
P 50
/201
0 jo
P 2
6/20
12 d
inya
taka
n tid
ak
berla
ku.
Men
ingk
atka
n efi
sien-
si pe
rizin
an.
—Pe
ngur
anga
n po
tens
i ter
jadi
nya
biay
a tr
ansa
ksi
12.
P 8/
Men
hut-I
I/ 2
014
tent
ang
Pem
-ba
tasa
n Lu
as iz
in; 1
3 Ja
nuar
i 201
4U
ntuk
men
jam
in a
sas k
eadi
lan,
pem
erat
aan
dan
kele
star
ian.
Palin
g lu
as 5
0.00
0 ha
pe
r izin
dan
han
ya 2
izi
n pe
r per
usah
aan
kecu
ali d
i Pap
ua
100.
000
ha
Tida
k se
cara
la
ngsu
ng m
embe
ri ak
ses m
asy
lebi
h m
udah
.
Dica
but
13.
P 9/
Men
lhk-
II/ 2
015
tent
ang
Pem
-be
rian
dan
Perlu
asan
Are
al K
erja
; 20
Mar
et 2
015
Adan
ya P
erpr
es N
o 97
/201
4 te
ntan
g Pe
-la
yana
n Te
rpad
u Sa
tu P
intu
dan
Sar
an K
PK.
Men
cabu
t P 3
1/20
04 d
an P
51/
2014
tent
ang
Perp
anja
ngan
Izin
.
Pern
yata
an b
ahw
a pr
oses
per
izina
n tid
ak
dike
naka
n bi
aya
Ada
syar
at lo
kasi
izin
tidak
dib
eban
i hak
.Pe
ngur
anga
n po
tens
i ter
jadi
nya
biay
a tr
ansa
ksi
70
PUBLIC REVIEW PERUBAHAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT HUTAN TANAMAN INDUSTRI (PP dan Produk Hukum KLHK) SEJAK 1996 – 2017
No
dan
SKM
enim
bang
Terk
ait k
emud
ahan
in
vest
asi
Akse
s Mas
yara
kat
Moti
f per
ubah
an
14.
SK 1
2/20
15 te
ntan
g Pe
mba
ngun
an
HTI;
24 M
aret
201
5Be
rdas
arka
n ka
jian
KPK;
SK 7
0/95
jo P
21/
2006
tent
ang
Tata
Rua
ng
HTI d
an P
03/
2008
tent
ang
delin
iasi
izin
HTI
dica
but
Tida
k ad
a na
skah
nya
15.
P 4/
2016
tent
ang
Pem
bata
san
Luas
Iz
in; 2
9 Ja
nuar
i 201
6Lu
as m
aks 1
00.0
00 H
a HA
, 75.
000
Ha H
T.
Setia
p pe
rusa
haan
mak
s 2 iz
in;
Men
cabu
t P 8
/201
4
Men
ingk
atka
n lu
as
izin
setia
p pe
rusa
-ha
an.
—
16.
P 45
/201
6 te
ntan
g Ta
ta C
ara
Peru
-ba
han
Luas
Are
al Iz
in d
i HP;
18
Mei
20
16
Akib
at a
dany
a ov
erla
p izi
n da
n pe
ruba
han
stat
us k
awas
an h
utan
.M
enin
gkat
kan
efisie
n-si
biay
aBe
rdas
arka
n pe
rmo-
hona
n pe
meg
ang
izin,
Pem
da, p
ene-
tapa
n ol
eh P
embe
ri Iz
in17
. P
17/2
017
tent
ang
Peru
baha
n P
12/2
015
tent
ang
HTI;
9 fe
b 20
17.
Akib
at p
erub
ahan
PP
71/2
014
men
jadi
PP
57/2
016
tent
ang
Perli
ndun
gan
gam
but
Upa
ya p
erlin
dung
an
gam
but d
i are
a pe
ru-
saha
an
—Di
cabu
t ole
h M
A an
tara
lain
kar
ena
ekos
istem
gab
ut d
iang
gap
men
am-
bah
fung
si ka
was
an h
utan
. Mak
a be
rten
tang
an d
enga
n U
U 4
1/19
99.
18.
P 32
/201
7 te
ntan
g Pe
ruba
han
P 9/
2015
tent
ang
Tata
Car
a Pe
mbe
rian
dan
Perlu
asan
izin
; 12
Mei
201
7
Peny
eder
hana
an p
erat
uran
.Pe
ning
kata
n efi
siens
i pe
rizin
an.
Ada
syar
at lo
kasi
izin
tidak
dib
eban
i hak
da
n tid
ak d
alam
sta-
tus p
erm
ohon
an.
Peng
uran
gan
pote
nsi t
erja
diny
a bi
aya
tran
saks
i
KSO No
dan
SKM
enim
bang
Terk
ait k
emud
ahan
inve
stas
iAk
ses M
asya
raka
tM
otif p
erub
ahan
19.
SK 2
9/M
enhu
t-II/
201
2 te
n-ta
ng P
erub
ahan
SK
20/2
005
tent
ang
KSO
; 12
Juli
2012
Dipe
rluka
n te
naga
pro
fesio
nal
bida
ng k
ehut
anan
unt
uk p
elak
sa-
naan
KSO
; P 3
7/20
08 jo
P 2
0/20
05
dica
but
Ada
SDM
setin
gkat
dire
ksi u
ntuk
pem
e-ga
ng K
SO—
Adm
inist
ratif
TAR
IF
No
dan
SKM
enim
bang
Terk
ait k
emud
ahan
inve
stas
iAk
ses M
asya
raka
tM
otif p
erub
ahan
20.
SE 0
2/M
enhu
t-II/
201
2 te
ntan
g PN
T; 1
0 Ag
ust 2
012
Pene
tapa
n ba
tas w
aktu
dih
entik
anny
a PN
T se
hubu
ngan
den
gan
putu
san
MA
No
41/2
011.
——
Adm
inist
ratif
71
LAMPIRAN
No
dan
SKM
enim
bang
Terk
ait k
emud
ahan
inve
stas
iAk
ses M
asya
raka
tM
otif p
erub
ahan
21.
SE 1
/Men
hut-V
I/ B
IKPH
H/20
13 te
n-ta
ng D
enda
2%
ata
s ket
erla
mba
tan
baya
r PSD
H/ D
R; 1
1 M
aret
201
3
Peng
enaa
n de
nda
2% d
ari n
ilai y
ang
terh
utan
g.—
—Ad
min
istra
tif
22.
P 42
/Men
hut-I
I/ 2
014
tent
ang
PUHH
Kay
u HT
I; 10
Juni
201
4At
as sa
ran
Tim
Litb
ang
KPK
untu
k m
enin
gkat
kan
daya
sain
g da
n ta
take
lo-
la. P
55/
2006
dan
P 4
5/20
09 d
icab
ut.
Peni
ngka
tan
efisie
nsi u
saha
.—
Peng
uran
gan
pote
nsi t
erja
d-in
ya b
iaya
tran
saks
i
23.
P 42
/Men
lhk-
Setje
n/20
15 te
ntan
g PU
HH d
ari H
TI; 1
2 Ag
ust 2
015
Atas
sara
n Ti
m L
itban
g KP
K un
tuk
men
ingk
atka
n da
ya si
ng d
an ta
take
lola
. P
42/2
014
dica
but.
Peni
ngka
tan
efisie
nsi u
saha
.—
Peng
uran
gan
pote
nsi t
erja
d-in
ya b
iaya
tran
saks
i
24.
P 44
/Men
lhk-
Setje
n/20
15 te
ntan
g Pe
ngen
aan
.. PS
DH, D
R, P
NT,
GRT
, IIU
PH; 1
2 Ag
ust 2
015
Adan
ya P
Men
keu
32/2
014
tent
ang
Sist
em P
ener
imaa
n N
egar
a se
cara
El
ektr
onik
dan
per
ubah
an o
ffici
al k
e se
lf as
sesm
ent.
Men
cabu
t P 1
2/20
10 d
an P
52
/201
4.
Peni
ngka
tan
efisie
nsi u
saha
.—
Peng
uran
gan
pote
nsi t
erja
d-in
ya b
iaya
tran
saks
i
25.
P 46
/Men
lhk-
Setje
n/20
15 te
ntan
g Pe
dom
an P
ost A
udit;
12
Agus
t 201
5M
ewuj
udka
n ke
taat
an p
elak
sana
an se
lf as
sesm
ent.
Peni
ngka
tan
keta
atan
per
u-sa
haan
.—
Peng
uata
n pe
ran
regu
lato
r
26.
P 29
/201
6 te
ntan
g Pe
mba
tala
n ds
t PN
T; 2
5 Fe
b 20
16Ke
putu
san
MA
No
12/2
015.
Mem
bata
lkan
PN
T se
jak
22
Des 2
015.
—Ad
min
istra
si
27.
P 58
/201
6 te
ntan
g Pe
ruba
han
P 42
/201
5 te
ntan
g PU
HH d
ari H
TI; 1
2 Ju
li 20
16
Peru
baha
n P
42/2
015,
unt
uk m
enja
min
ke
pasti
an u
saha
per
kayu
an.
Men
ingk
atka
n efi
siens
i pro
s-es
ker
ja—
Peng
uran
gan
pote
nsi t
erja
d-in
ya b
iaya
tran
saks
i
28.
P 71
/201
6 te
ntan
g Ta
ta C
ara
Pen-
gena
an d
st P
SDH,
DR
dll;
12 A
gust
20
16
P 44
/201
5 di
cabu
t kar
ena
belu
m m
en-
cant
umka
n de
nda
pela
ngga
ran
eksp
loi-
tasi
huta
n.
Pena
mba
han
jeni
s den
da—
Adm
inist
rasi
IPK No
dan
SKM
enim
bang
Terk
ait k
emud
ahan
inve
stas
iAk
ses M
asya
raka
tM
otif p
erub
ahan
29.
P 20
/Men
hut-I
I/ 2
013
tent
ang
Peru
baha
n P
14/2
011
tent
ang
IPK;
17
Apr
il 20
13
Adan
ya p
utus
an M
A N
o 41
/201
1 da
n pe
ning
kata
n ta
ta k
elol
a ya
ng b
aik.
Peni
ngka
tan
efisie
nsi p
eru-
saha
an—
Peni
ngka
tan
efisie
nsi u
saha
30.
P 62
/Men
hut-I
I/20
14 te
ntan
g IP
K; 2
Se
pt 2
014
Peru
baha
n ak
ibat
ada
nya
P 12
/201
4 te
ntan
g Ta
rif P
NBP
; P 1
4/20
11 d
an P
20
/201
3 di
cabu
t.
——
Adm
inist
ratif
31.
P 62
/Men
lhk-
Setje
n/20
15 te
ntan
g IP
K; 2
4 N
op 2
015
Peru
baha
n ak
ibat
ada
nya
UU
No
23/2
014
tent
ang
Pem
erin
taha
n Da
erah
; P
62/2
014
tent
ang
IPK
dica
but.
——
Adm
inist
ratif
KPH
72
No
dan
SKM
enim
bang
Terk
ait k
emud
ahan
in-
vest
asi
Akse
s Mas
yara
kat
Moti
f per
ubah
an
32.
P 46
/Men
hut-I
I/ 2
013
tent
ang
Peng
esah
an R
PHJP
; 29
Agus
t 20
13
Adm
inist
rasi
pere
ncan
aan
oleh
KPH
——
Adm
inist
ratif
33.
P 47
/Men
hut-I
I/ 2
013
tent
ang
Krite
ria &
Sta
ndar
pem
anfa
atan
di
wila
yah
ttn;
29
Agus
t 201
3
Adm
inist
rasi
pem
anfa
atan
wila
yah
tert
entu
di K
PH—
—Ad
min
istra
tif
LAM
PIR
AN
III
Rek
apitu
lasi
Per
ubah
an P
rodu
k H
ukum
KLH
K d
i Bid
ang
HTI
199
7 –
2017
NO
NO
PR
OD
UK
H
UK
UM
JUD
UL
ISI P
OK
OK
JEN
IS, J
LH
PASA
L, T
GL
PNTP
N
KET
ERA
NG
AN
1N
omor
: 33
5/K
pts-
II/1
997
REN
CA
NA
KA
RYA
PE
NG
USA
HA
AN
H
UTA
N T
AN
AM
AN
IN
DU
STR
I (R
KPH
TI)
Pem
egan
g H
PHTI
waj
ib m
embu
at R
KPH
TI u
ntuk
jang
ka w
aktu
pe
ngus
ahaa
n se
suai
Kep
utus
an H
ak P
engu
saha
an H
utan
Tan
aman
Indu
stri
yang
tela
h di
teta
pkan
HTI
(Pas
al 2
aya
t 1).
RK
PHTI
har
us d
isah
kan
oleh
Dire
ktur
Jend
eral
Pen
gusa
haan
H
utan
ata
s nam
a M
ente
ri K
ehut
anan
(Pas
al 2
aya
t 2)
RK
PHTI
har
us m
emua
t asp
ek te
knis
, asp
ek fi
nans
ial d
an a
spek
so
sial
bud
aya
mas
yara
kat s
ekita
r are
al H
TI se
rta a
spek
ling
kung
an
(Pas
al 3
aya
t 2).
Bia
ya p
embu
atan
RK
PHTI
dita
nggu
ng se
ndiri
ole
h pe
rusa
haan
Pe
meg
ang
HPH
TI (P
asal
3 a
yat 3
).
Kpt
s Men
hut
11 P
asal
20.0
6.19
97
DJ.
S.
Das
ar: P
P N
o. 7
Tah
un 1
990
Hut
an T
anam
an In
dust
ri, y
ang
sela
njut
nya
disi
ngka
t HTI
, ada
lah
huta
n ta
nam
an y
ang
diba
ngun
dal
am ra
ngka
men
ingk
atka
n po
tens
i da
n ku
alita
s hut
an p
rodu
ksi d
enga
n m
ener
ap-
kan
sist
em si
lvik
ultu
r int
ensi
f unt
uk m
emen
uhi
kebu
tuha
n ba
han
baku
indu
stri
hasi
l hut
an.
Hak
Pen
gusa
haan
Hut
an T
anam
an In
dust
ri,
yang
sela
njut
nya
disi
ngka
t HPH
TI, a
dala
h H
ak
untu
k m
engu
saha
kan
huta
n di
dal
am k
awas
an
huta
n ya
ng k
egia
tann
ya m
ulai
dar
i pen
anam
an,
pem
elih
araa
n, p
emun
guta
n, p
engo
laha
n da
n pe
mas
aran
.
73
272
8/K
pts-
II/1
998
LUA
S M
AK
SIM
UM
PE
NG
USA
HA
AN
H
UTA
N D
AN
PEL
E-PA
SAN
KAW
ASA
N
HU
TAN
UN
TUK
B
UD
IDAY
A P
ERK
E-B
UN
AN
Pena
taan
kem
bali
luas
hak
yan
g da
pat d
iber
ikan
kep
ada
peru
sa-
haan
swas
ta d
alam
pen
gusa
haan
hut
an d
an iz
in p
elep
asan
are
al
huta
n un
tuk
budi
daya
per
kebu
nan.
Luas
mak
sim
um H
ak P
engu
saha
an H
utan
ata
u H
ak P
engu
saha
an
Hut
an T
anam
an In
dust
ri ba
ik u
ntuk
tuju
an p
ulp
mau
pun
untu
k tu
juan
non
pul
p da
lam
1 (s
atu)
Pro
vins
i 100
.000
(ser
atus
ribu
) he
ktar
dan
unt
uk se
luru
h In
done
sia
400.
000
(em
pat r
atus
ribu
) he
ktar
(Pas
al 4
aya
t 1).
Unt
uk H
ak P
engu
saha
an H
utan
ata
u H
ak P
engu
saha
an H
utan
Ta
nam
an In
dust
ri ya
ng m
elak
sana
kan
budi
daya
per
kebu
nan
atau
si
stem
cam
pura
n de
ngan
bud
iday
a pe
rkeb
unan
, mak
a lu
as m
ak-
sim
um u
ntuk
bud
iday
a pe
rkeb
unan
nya
men
giku
ti bu
tir b
dan
c
(Pas
al 4
aya
t 5) ?
??
Kpt
s Men
hut-
bun
11 P
asal
09.1
1.19
98
M. N
.
Luas
mak
sim
um d
i Iria
n Ja
ya 2
x lu
as d
alam
Pa
sal 4
.
331
2/K
pts-
II/1
999
TATA
CA
RA
PEM
BE-
RIA
N H
PH M
ELA
LUI
PER
MO
HO
NA
N
Tata
car
a, sy
arat
dan
krit
eria
pem
ohon
Tata
Car
a pe
ngaj
uan
Hak
Pen
gusa
haan
Hut
an d
ibed
akan
seba
gai
berik
ut:
a.
Unt
uk H
ak P
engu
saha
an H
utan
Ala
m.
b.
Unt
uk H
ak P
engu
saha
an H
utan
Tan
aman
.
Perm
ohon
an H
PH T
anam
an d
enga
n lu
as 1
0.00
0 s/
d 50
.000
hek
tar
diaj
ukan
ole
h pe
moh
on k
epad
a M
ente
ri.
Perm
ohon
an H
PH y
ang
luas
nya
di b
awah
10.
000
hekt
ar d
iaju
kan
oleh
pem
ohon
kep
ada
Gub
ernu
r Kep
ala
Dae
rah
Ting
kat I
.
Kpt
s Men
hut-
bun
23 P
asal
07.0
5.19
99
M. N
.
Das
ar: P
P N
o. 6
Tah
un 1
999
74
4PP
NO
MO
R 6
TA
HU
N 1
999
PEN
GU
SAH
AA
N
HU
TAN
DA
N P
E-M
UN
GU
TAN
HA
SIL
HU
TAN
Dal
am m
enga
mbi
l man
faat
dar
i hut
an p
rodu
ksi p
emer
inta
h da
pat
mem
berik
an:
a. H
ak P
engu
saha
an H
utan
;
b. H
ak P
emun
guta
n H
asil
Hut
an
Hak
Pen
gusa
haan
Hut
an p
ada
Hut
an P
rodu
ksi d
apat
ber
bent
uk:
a. H
ak P
engu
saha
an H
utan
Ala
m; a
tau
b. H
ak P
engu
saha
an H
utan
Tan
aman
HPH
pad
a H
utan
Pro
duks
i:
a....
.....
b. H
ak P
engu
saha
an H
utan
Tan
aman
:
- dib
erik
an u
tk 3
5 ta
hun
(+da
ur T
anam
an p
okok
)
- B
ayar
IHPH
dan
PSD
H
PP 42 P
asal
27.0
1.19
99
B.J.
H.
Das
ar: U
U 5
tahu
n 19
67
Han
ya m
embe
rikan
pen
gerti
an “
Hut
an T
ana-
man
”: a
dala
h hu
tan
yang
dib
angu
n da
lam
rang
ka
men
ingk
atka
n po
tens
i dan
kua
litas
hut
an p
ro-
duks
i den
gan
men
erap
kan
silv
ikul
tur i
nten
sif.
HTI
han
ya d
isin
ggun
g da
lam
Ket
entu
an P
eral
i-ha
n da
n K
eten
tuan
Pen
utup
.
510
.1/K
pts-
II/2
000
PED
OM
AN
PEM
BE-
RIA
N IZ
IN U
SAH
A
PEM
AN
FAAT
AN
HA
-SI
L H
UTA
N K
AYU
H
UTA
N T
AN
AM
AN
Are
al h
utan
yan
g da
pat d
imoh
on u
ntuk
Usa
ha H
utan
Tan
aman
ad
alah
are
al k
oson
g di
dal
am k
awas
an h
utan
pro
duks
i dan
/ata
u ar
eal h
utan
yan
g ak
an d
ialih
fung
sika
n m
enja
di k
awas
an H
utan
Pr
oduk
si se
rta ti
dak
dibe
bani
hak
-hak
lain
. Dal
am h
al a
lih fu
ngsi
ka
was
an h
utan
men
jadi
kaw
asan
hut
an p
rodu
ksi,
mak
a pr
osed
urn-
ya h
arus
ber
koor
dina
si d
enga
n D
PRD
dan
dis
etuj
ui M
ente
ri at
as
reko
men
dasi
Gub
ernu
r (Pa
sal 3
aya
t 1 d
an 2
).
Stan
dar L
uas A
real
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
pada
H
utan
Tan
aman
unt
uk :
a. P
eror
anga
n, d
enga
n lu
as a
real
sam
pai d
enga
n 1.
000
( ser
ibu)
he
ktar
dal
am sa
tu w
ilaya
h K
abup
aten
.
b. K
oper
asi m
asya
raka
t set
empa
t, de
ngan
luas
are
al sa
mpa
i den
-ga
n 5.
000
(lim
a rib
u) h
ekta
r dal
am sa
tu w
ilaya
h K
abup
aten
.
c. B
adan
Usa
ha M
ilik
Neg
ara
deng
an lu
as d
i ata
s 5.0
00 (l
ima
ribu)
hek
tar s
/d 5
0.00
0 (li
ma
pulu
h rib
u) h
ekta
r.
d. B
adan
Usa
ha M
ilik
Dae
rah
deng
an lu
as d
i ata
s ata
s 5.0
00
(lim
a rib
u) h
ekta
r s/d
50.
000
(lim
a pu
luh
ribu)
hek
tar.
e. B
adan
Usa
ha M
ilik
Swas
ta/A
sing
den
gan
luas
di a
tas a
tas
5.00
0 (li
ma
ribu)
hek
tar s
/d 5
0.00
0 (li
ma
pulu
h rib
u) h
ekta
r.
Kep
Men
hut
17 P
asal
06.1
1.20
00
N. M
. I.
Pem
anfa
atan
Has
il H
utan
Kay
u H
utan
Tan
aman
, ya
ng se
lanj
utny
a di
sebu
t Usa
ha H
utan
Tan
aman
ad
alah
suat
u ke
giat
an u
saha
di d
alam
kaw
asan
hu
tan
prod
uksi
unt
uk m
engh
asilk
an p
rodu
k ut
ama
beru
pa k
ayu,
yan
g ke
giat
anny
a te
rdiri
da
ri pe
nana
man
, pem
elih
araa
n, p
enga
man
an, p
e-m
anen
an h
asil,
pen
gola
han
dan
pem
asar
an h
asil
huta
n ta
nam
an. K
awas
an H
utan
Pro
duks
i ada
lah
kaw
asan
hut
an y
ang
mem
puny
ai fu
ngsi
pok
ok
mem
prod
uksi
has
il hu
tan.
75
612
.1/K
pts-
II/2
000
KR
ITER
IA D
AN
ST
AN
DA
R T
AR
IF
IUR
AN
IZIN
USA
HA
PE
MA
NFA
ATA
N
HU
TAN
Dite
tapk
an d
enga
n m
empe
rhat
ikan
dam
pak
peng
enaa
n te
rha-
dap
mas
yara
kat d
an k
egia
tan
usah
anya
, bia
ya p
enye
leng
gara
an
kegi
atan
Pem
erin
tah
sehu
bung
an d
enga
n je
nis P
ener
imaa
n N
egar
a B
ukan
Paj
ak y
ang
bers
angk
utan
, dan
asp
ek k
eadi
lan
dala
m p
enge
-na
an b
eban
kep
ada
Mas
yara
kat (
Pasa
l 3)
Kep
Men
hut
6 Pa
sal
06.1
1.20
00
N. M
. I.
Iura
n IU
PH a
dala
h pu
ngut
an y
ang
dike
naka
n ke
pada
pem
egan
g iz
in u
saha
pem
anfa
atan
hut
an
atas
suat
u ka
was
an h
utan
terte
ntu,
yan
g di
laku
-ka
n se
kali
pada
saat
izin
ters
ebut
dib
erik
an.
Mer
upak
an P
ener
imaa
n N
egar
a B
ukan
Paj
ak.
721
/Kpt
s-II
/200
1K
RIT
ERIA
DA
N
STA
ND
AR
IZIN
USA
-H
A P
EMA
NFA
ATA
N
HA
SIL
HU
TAN
K
AYU
HU
TAN
TA
NA
MA
N P
AD
A
HU
TAN
PR
OD
UK
SI
Krit
eria
dan
stan
dar i
zin
ada
dala
m la
mpi
ran
(Per
tam
a) P
eman
-fa
atan
has
il hu
tan
kayu
hut
an ta
nam
an d
apat
dila
ksan
akan
pad
a K
awas
an H
utan
Pro
duks
i. K
eada
an v
eget
asin
ya su
dah
tidak
ber
u-pa
hut
an a
lam
ata
u ar
eal b
ekas
teba
ngan
.
Kep
Men
-hu
t Pas
al
31.0
1.20
01
N. M
. I.
-
848
95 /K
pts-
II/2
002
KR
ITER
IA D
AN
IND
-IK
ATO
R P
ENIL
AIA
N
KEL
AN
GSU
NG
AN
U
SAH
A P
ERU
SA-
HA
AN
HTI
PATU
NG
AN
DA
N
HTI
BU
MN
Krit
eria
dan
Indi
kato
r seb
agai
man
a di
mak
sud
dala
m k
eput
usan
ini
adal
ah y
ang
terc
antu
m p
ada
lam
pira
n.K
epM
en-
hut 6
Pas
al
02.0
6.20
02
M. P
.
-
948
96/K
pts-
II/2
002
PEN
AN
GA
NA
N
PER
USA
HA
AN
HTI
PA
TUN
GA
N D
AN
H
TI B
UM
N
Pena
ngan
an P
erus
ahaa
n H
TI P
atun
gan
dan
HTI
BU
MN
, se-
baga
iman
a di
mak
sud
dala
m k
eput
usan
ini a
dala
h te
rcan
tum
dal
am
lam
pira
n ke
putu
san
ini (
Pasa
l 2).
Tata
ker
ja P
enila
ian
Kel
angs
unga
n U
saha
PH
TI d
ilaks
anak
an
mel
alui
3 (t
iga)
taha
pan
seba
gai b
erik
ut :
1.
Pers
iapa
n
2.
Peni
laia
n
3.
Kep
utus
an
Kep
Men
hut
5 Pa
sal
05.0
6.20
02
M. P
.
Peru
saha
an H
TI P
atun
gan
yang
sela
njut
nya
dise
but P
HTI
ada
lah
Pers
eroa
n Te
rbat
as y
ang
dibe
ntuk
ole
h B
UM
N d
enga
n Pe
rser
oan
Terb
a-ta
s Sw
asta
ata
u K
oper
asi a
tau
BU
MN
dilu
ar D
e-pa
rtem
en K
ehut
anan
ata
u B
UM
D d
alam
rang
ka
pem
bang
unan
HTI
.
76
1032
/Kpt
s-II
/200
3PE
MB
ERIA
N IZ
IN
USA
HA
PEM
AN
-FA
ATA
N H
ASI
L H
UTA
N K
AYU
PA
DA
HU
TAN
ALA
M A
TAU
H
UTA
N T
AN
AM
AN
M
ELA
LUI P
EN-
AWA
RA
N D
ALA
M
PELE
LAN
GA
N
Mak
sud
pele
lang
an a
dala
h un
tuk
mem
beri
kese
mpa
tan
yang
sel-
uas-
luas
nya
kepa
da m
asya
raka
t yan
g in
gin
mem
anfa
atka
n hu
tan
mel
alui
izin
usa
ha p
eman
faat
an h
asil
huta
n ka
yu p
ada
huta
n al
am
atau
pad
a hu
tan
tana
man
(Pas
al 2
aya
t 1)
Tuju
an p
elel
anga
n ad
alah
unt
uk m
enda
patk
an p
enaw
ar y
ang
pro-
fesi
onal
dan
ber
kual
itas s
erta
mem
puny
ai k
omitm
en y
ang
tingg
i da
lan
pem
anfa
atan
hut
an se
cara
lest
ari (
Pasa
l 2 a
yat 2
).
Stat
us a
real
hut
an y
ang
dapa
t dile
lang
unt
uk d
apat
dib
eban
i IU
PHH
K p
ada
huta
n al
am a
tau
huta
n ta
nam
an a
dala
h :
a. H
utan
neg
ara
yang
mem
puny
ai fu
ngsi
seba
gai h
utan
pro
duks
i.
b. T
idak
dib
eban
i hak
/ izi
n la
inny
a.
c. T
idak
ada
kon
flik
kepe
ntin
gan
di d
alam
nya
(Pas
al 3
).
Kep
Men
hut
22 P
asal
05.0
2.20
03
M. P
.
Izin
usa
ha p
eman
faat
an h
asil
huta
n ka
yu
(IU
PHH
K) p
ada
huta
n at
anam
an y
ang
sebe
lum
-ny
a di
sebu
t Hak
Pen
gusa
haan
Hut
an T
anam
an
(HPH
T) a
tau
Hak
Pen
gusa
haan
Hut
an T
anam
an
Indu
stri
(HPH
TI) a
dala
h iz
in u
ntuk
mem
anfa
at-
kan
huta
n pr
oduk
si y
ang
kegi
atan
nya
terd
iri d
ari
peny
iapa
n la
han,
per
beni
han
atau
pem
bibi
tan,
pe
nana
man
, pem
elih
araa
n, p
enga
man
an, p
ema-
nena
n at
au p
eneb
anga
n ha
sil,
peng
olah
an d
an
pem
asar
an h
asil
huta
n ka
yu.
1133
/Kpt
s-II
/200
3TA
TA C
AR
A
PEN
YEL
ESA
IAN
H
AK
PEN
GU
SA-
HA
AN
HU
TAN
A
LAM
ATA
U H
AK
PE
NG
USA
HA
AN
HU
TAN
TA
NA
MA
N
YAN
G T
ELA
H
MEN
DA
PAT
PER
-SE
TUJU
AN
PR
INSI
P B
ERD
ASA
RK
AN
PE
RM
OH
ON
AN
Krit
eria
are
al h
utan
yan
g da
pat d
iber
ikan
IUPH
HK
pad
a hu
tan
tana
man
:
a.
Hut
an P
rodu
ksi;
b.
Tida
k di
beba
ni d
enga
n iz
in d
i bid
ang
kehu
tana
n/ te
lah
men
dapa
t pen
cada
ngan
c.
untu
k iz
in d
i bid
ang
kehu
tana
n;
d.
Kon
disi
hut
an b
erup
a la
han
koso
ng, p
adan
g al
ang-
alan
g at
au
sem
ak b
eluk
ar;
e.
Apa
bila
tela
h ad
a ha
sil t
ata
huta
n pa
da h
utan
pro
duks
i, ar
eal
yang
dim
ohon
ber
ada
pada
blo
k/ p
etak
yan
g di
peru
ntuk
kan
bagi
izin
usa
ha p
eman
faat
an h
asil
huta
n ka
yu p
ada
huta
n ta
nam
an.
Kep
Men
hut
17 P
asal
05.0
2.20
03
M. P
.
Hak
Pen
gusa
haan
Hut
an T
anam
an (H
PHT)
yan
g be
rdas
arka
n pe
ratu
ran
peru
ndan
g-un
dang
an d
iu-
bah
men
jadi
izin
usa
ha p
eman
faat
an h
asil
huta
n ka
yu (I
UPH
HK
) pad
a hu
tan
tana
man
ada
lah
izin
un
tuk
mem
anfa
atka
n hu
tan
prod
uksi
yan
g ke
gia-
tann
ya te
rdiri
dar
i pen
yiap
an la
han,
pem
beni
han
atau
pem
bibi
tan,
pen
anam
an, p
emel
ihar
aan,
pe
ngam
anan
, pem
anen
an a
tau
pene
bang
an h
asil,
pe
ngol
ahan
dan
pem
asar
an h
asil
huta
n ka
yu.
77
1215
1/K
pts-
II/2
003
REN
CA
NA
KER
JA,
REN
CA
NA
KER
JA
LIM
A T
AH
UN
, REN
-C
AN
A K
ERJA
TA
HU
-N
AN
DA
N B
AG
AN
K
ERJA
USA
HA
PE-
MA
NFA
ATA
N H
ASI
L H
UTA
N K
AYU
PA
DA
H
UTA
N T
AN
AM
AN
Usu
lan
Ren
cana
Ker
ja U
saha
Pem
anfa
atan
Has
il H
utan
Kay
u (R
KU
PHH
K) p
ada
huta
n ta
nam
an w
ajib
dis
usun
ole
h pe
meg
ang
Izin
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
(IU
PHH
K) p
ada
huta
n ta
nam
an.
Usu
lan
RK
UPH
HK
pad
a hu
tan
tana
man
yan
g te
lah
disu
sun
oleh
pe
meg
ang
IUPH
HK
pad
a hu
tan
tana
man
dia
juka
n at
au d
iusu
lkan
ke
pada
Men
teri
c.q.
Dire
ktur
Jend
eral
sela
mba
t-lam
batn
ya 1
(sat
u)
tahu
n se
tela
h K
eput
usan
IUPH
HK
pad
a hu
tan
tana
man
dib
erik
an
deng
an te
mbu
san
kepa
da:
a. K
epal
a D
inas
Pro
vins
i;
b. K
epal
a D
iona
s Kab
upat
en/K
ota
(Pas
al 3
).
Usu
lan
RK
UPH
HK
pad
a hu
tan
tana
man
dis
usun
ber
dasa
rkan
:
a. P
eta
area
l ker
ja se
suai
kep
utus
an IU
PHH
K p
ada
huta
n ta
na-
man
;
b. P
eta
Kaw
asan
Hut
an d
an P
erai
ran
Prov
insi
ata
u Pe
ta R
enca
na
Tata
Rua
ng W
ilaya
h Pr
ovin
si;
c. P
eta
Has
il Pe
nafs
iran
Potre
t Uda
ra a
tau
Citr
a Sa
telit
(ska
la 1
: 5
0.00
0 at
au 1
: 10
0.00
0) b
erum
ur m
aksi
mal
2 (d
ua) t
ahun
te
rakh
ir;
d. P
eta
Tata
Rua
ng H
utan
Tan
aman
skal
a 1
: 50.
000
(Pas
al 4
).
Kep
Men
hut
41 P
asal
02.0
5.20
03.
M. P
.
Izin
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
(IU
PHH
KK
) pad
a hu
tan
tana
man
yan
g se
belu
m-
nya
dise
but H
ak P
engu
saha
an H
utan
Tan
aman
(H
PHT)
ata
u H
ak P
engu
saha
an H
utan
Tan
a-m
an In
dust
ri (H
PHTI
) ada
lah
izin
usa
ha u
ntuk
m
eman
faat
kan
huta
n pr
oduk
si y
ang
kegi
atan
nya
terd
iri d
ari p
enyi
apan
laha
n, p
erbe
niha
n at
au
pem
bibi
tan,
pen
anam
an, p
emel
ihar
aan,
pen
-ga
man
an, p
eman
enan
ata
u pe
neba
ngan
, pen
gola
-ha
n, d
an p
emas
aran
has
il hu
tan
kayu
.
78
1330
7/K
pts-
II/2
003
PER
CEP
ATA
N P
RO
S-ES
PEN
YEL
ESA
IAN
PE
RM
OH
ON
AN
IZIN
USA
HA
PE-
MA
NFA
ATA
N H
ASI
L H
UTA
N K
AYU
(I
UPH
HK
) PA
DA
H
UTA
N T
AN
AM
AN
Pros
es p
enye
lesa
ian
perm
ohon
an Iz
in U
saha
Pem
anfa
atan
Has
il H
utan
Kay
u (I
UPH
HK
) pad
a hu
tan
tana
man
yan
g te
lah
sam
pai
pada
ting
kat p
erse
tuju
an p
rinsi
p, d
ilanj
utka
n hi
ngga
ting
kat p
rose
s pe
nerb
itan
izin
, tan
pa te
rlebi
h da
hulu
dila
kuka
n pe
nila
ian
oleh
Le
mba
ga P
enila
i Ind
epen
den
(LPI
) Mam
pu, d
enga
n pe
rsya
rata
n:
a. P
ada
saat
izin
prin
sip
penc
adan
gan
area
l, pe
rusa
haan
yan
g be
rsan
gkut
an te
lah
men
dapa
tkan
dis
pens
asi p
enan
aman
/ Izi
n Pe
rcob
aan
Pena
nam
an (I
PP);
b. S
tudi
kel
ayak
an/ F
easi
bilit
y St
udy
(FS)
dan
Ana
lisis
Men
gena
i D
ampa
k Li
ngku
ngan
(Am
dal)
peru
saha
an y
ang
bers
angk
utan
te
lah
men
dapa
t pen
gesa
han/
per
setu
juan
dar
i pej
abat
yan
g be
rwen
ang;
c. R
ealis
asi p
enan
aman
min
imal
tela
h m
enca
pai 8
0% d
ari l
uas
yang
tertu
ang
dala
m d
ispe
nsas
i pen
anam
an/ I
zin
Perc
obaa
n Pe
nana
man
(IPP
); da
n
d. A
dany
a ke
terk
aita
n at
au h
ubun
gan
kem
itraa
n de
ngan
indu
stri
pulp
dan
ker
tas y
ang
suda
h ad
a.
Kep
Men
hut
4 Pa
sal
11.0
9.20
03
M. P
.
-
14SK
.61/
Men
-hu
t-II/2
004
PER
UB
AH
AN
K
EDU
A A
TAS
KEP
U-
TUSA
N M
ENTE
RI
KEH
UTA
NA
N N
O-
MO
R 1
6/K
PTS-
II/2
003
TEN
TAN
G R
EN-
CA
NA
KER
JA, R
EN-
CA
NA
KER
JA L
IMA
TA
HU
N, R
ENC
AN
A
KER
JA T
AH
UN
AN
D
AN
BA
GA
N K
ERJA
U
SAH
A P
EMA
N-
FAAT
AN
HA
SIL
HU
TAN
KAY
U P
AD
A
HU
TAN
ALA
M
Men
amba
h de
ngan
men
yisi
pkan
1 (s
atu)
Pas
al b
aru
pada
BA
B X
ya
itu P
asal
37A
, yan
g be
rbun
yi:
1. P
erse
tuju
an d
an P
enge
saha
n R
KTU
PHH
K p
ada
huta
n al
am
untu
k ta
hun
2004
ole
h K
epal
a D
inas
Pro
vins
i pal
ing
lam
bat
pada
akh
ir bu
lan
Juni
200
4, d
idas
arka
n pa
da Ja
tah
Teba
ngan
Ta
huna
n da
n Pe
rtim
bang
an T
ekni
s Kep
ala
Din
as K
abup
aten
/K
ota.
2. (
2) P
ertim
bang
an te
knis
dar
i Kep
ala
Din
as K
abup
aten
/Kot
a se
-ba
gaim
ana
dim
aksu
d pa
da a
yat (
1) p
alin
g la
mba
t dis
ampa
ikan
pa
da a
khir
bula
n M
ei 2
004.
Kep
Men
hut
II P
asal
01.0
3.20
04
M. P
.
-
79
15P.
05/M
en-
hut-I
I/200
4PE
MB
ERIA
N IZ
IN
USA
HA
PEM
AN
-FA
ATA
N H
ASI
L H
UTA
N K
AYU
PAD
A H
UTA
N T
A-
NA
MA
N M
ELA
LUI
PEN
AWA
RA
N D
A-
LAM
PEL
ELA
NG
AN
Stat
us a
real
hut
an y
ang
dapa
t dile
lang
unt
uk d
apat
dib
eban
i IU
PHH
K p
ada
huta
n ta
nam
an a
dala
h:
a. H
utan
Neg
ara
yang
mem
puny
ai fu
ngsi
seba
gai h
utan
pro
duk-
si.
b. T
idak
dib
eban
i hak
/izin
lain
nya
(Pas
al 4
)
(1)
Krit
eria
are
al h
utan
yan
g da
pat d
ilela
ng u
ntuk
dib
eban
i IU
PHH
K p
ada
huta
n ta
nam
an a
dala
h la
han
koso
ng, p
adan
g al
ang-
alan
g da
n at
au se
mak
bel
ukar
pad
a hu
tan
prod
uksi
se-
baga
iman
a di
teta
pkan
dal
am p
erat
uran
per
unda
ng-u
ndan
gan
yang
ber
laku
.
(2)
Apa
bila
tela
h ad
a ha
sil t
ata
huta
n pa
da h
utan
pro
duks
i ter
se-
but,
mak
a ar
eal /
loka
si te
rseb
ut h
arus
ber
ada
pada
blo
k ya
ng
dipe
runt
ukka
n ba
gi u
saha
pem
anfa
atan
has
il hu
tan
kayu
pad
a hu
tan
tana
man
(Pas
al 5
).
IUPH
HK
pad
a hu
tan
tana
man
dib
erik
an u
ntuk
jang
ka w
aktu
pal
-in
g la
ma
100
(ser
atus
) tah
un (P
asal
23)
PerM
enhu
t
26 P
asal
10.0
8.20
04
M. P
.
Izin
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
HU
tan
Kay
u (I
UPH
HK
) pad
a hu
tan
tana
man
yan
g se
belu
m-
nya
dise
but H
ak P
engu
saha
an H
utan
Tan
aman
In
dust
ri (H
PHTI
) ada
lah
izin
unt
uk m
eman
faat
-ka
n hu
tan
prod
uksi
yan
g ke
giat
anny
a te
rdiri
dar
i pe
nyia
pan
laha
n, p
erbe
niha
n at
au p
embi
bita
n,
pena
nam
an, p
emel
ihar
aan,
pen
gam
anan
, pem
a-ne
nan
atau
pen
eban
gan
hasi
l, pe
ngol
ahan
dan
pe
mas
aran
has
il hu
tan
kayu
.
Prod
uk H
ukum
Per
tam
a m
engg
unak
an “
term
”:
PER
ATU
RA
N
(Set
elah
diu
ndan
gkan
nya
UU
No.
10
tahu
n 20
04, p
ada
tgl 2
2 Ju
ni 2
004)
.
16P.
20/M
en-
hut-I
I/200
5K
ERJA
SAM
A O
P-ER
ASI
(KSO
) PA
DA
IZ
IN U
SAH
A P
E-M
AN
FAAT
AN
HA
SIL
HU
TAN
KAY
U P
AD
A
HU
TAN
TA
NA
MA
N
Ben
tuk
KSO
ada
lah
perja
njia
n ke
rjasa
ma
anta
ra p
emeg
ang
IUPH
-H
K p
ada
Hut
an T
anam
an d
enga
n Pe
rser
oan
Terb
atas
, BU
MSI
, B
UM
N a
tau
BU
MD
, Kop
eras
i dan
Per
oran
gan,
pad
a ke
giat
an
peng
elol
aan
usah
a pe
man
faat
an h
asil
huta
n ka
yu p
ada
huta
n ta
nam
an. P
emeg
ang
IUPH
HK
dap
at m
elak
ukan
ker
jasa
ma
dala
m
bent
uk K
SO d
enga
n le
bih
dari
1 (s
atu)
bad
an h
ukum
ata
u ba
dan
usah
a.
Rua
ng li
ngku
p K
SO a
dala
h se
bagi
an a
tau
selu
ruh
kegi
atan
pen
ge-
lola
an u
saha
pem
anfa
atan
has
il hu
tan
kayu
pad
a hu
tan
tana
man
, ya
ng m
elip
uti :
a. P
enyi
apan
laha
n;
b. P
embe
niha
n at
au p
embi
bita
n;
c. P
enan
aman
;
d. P
emel
ihar
aan;
e. P
eman
enan
/Pen
eban
gan
Has
il;
f. Pe
ngol
ahan
, dan
g. P
emas
aran
Has
il H
utan
.
PerM
enhu
t
13 P
asal
25.0
7.20
05
M. S
. K
Izin
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
(IU
PHH
K) p
ada
huta
n ta
nam
an, y
ang
sebe
lum
-ny
a di
sebu
t Hak
Pen
gusa
haan
Hut
an T
anam
an
(HPH
T) a
tau
Hak
Pen
gusa
haan
Hut
an T
anam
an
Indu
stri
(HPH
TI) a
dala
h iz
in u
ntuk
mem
anfa
at-
kan
huta
n pr
oduk
si y
ang
kegi
atan
nya
terd
iri d
ari
peny
iapa
n la
han,
pem
beni
han
atau
pem
bibi
tan,
pe
nana
man
, pem
elih
araa
n, p
enga
man
an, p
ema-
nena
n at
au p
eneb
anga
n ha
sil,
peng
olah
an d
an
pem
asar
an h
asil
huta
n.
80
17P.
21/M
en-
hut-I
I/200
5PE
NA
NA
MA
N
MO
DA
L A
SIN
G D
I B
IDA
NG
USA
HA
PE-
MA
NFA
ATA
N H
ASI
L H
UTA
N K
AYU
PA
DA
H
UTA
N T
AN
AM
AN
Inve
stor
ata
u pe
mod
al a
sing
yan
g be
rben
tuk
pers
eroa
n ya
ng
berb
adan
huk
um In
done
sia
dapa
t men
gaju
kan
pena
nam
an m
odal
da
lam
usa
ha p
eman
faat
an h
asil
huta
n ka
yu p
ada
huta
n ta
nam
an.
Inve
stor
ata
u Pe
mod
al A
sing
yan
g te
lah
berb
adan
huk
um In
done
-si
a da
pat m
empe
role
h :
a. A
real
IUPH
HK
pad
a hu
tan
tana
man
yan
g be
lum
dib
eban
i hak
;
b. A
real
IUPH
HK
pad
a hu
tan
tana
man
yan
g te
lah
dibe
bani
hak
.
PerM
enhu
t
4 Pa
sal
25.0
7.20
05
M. S
. K
Izin
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
(IU
PHH
K) p
ada
huta
n ta
nam
an, y
ang
sebe
lum
-ny
a di
sebu
t Hak
Pen
gusa
haan
Hut
an T
anam
an
(HPH
T) a
tau
Hak
Pen
gusa
haan
Hut
an T
anam
an
Indu
stri
(HPH
TI) a
dala
h iz
in u
ntuk
mem
anfa
at-
kan
huta
n pr
oduk
si y
ang
kegi
atan
nya
terd
iri d
ari
peny
iapa
n la
han,
pem
beni
han
atau
pem
bibi
tan,
pe
nana
man
, pem
elih
araa
n, p
enga
man
an, p
ema-
nena
n at
au p
eneb
anga
has
il, p
engo
laha
n da
n pe
mas
aran
has
il hu
tan.
18P.
22/M
en-
hut-I
I/200
5TA
TA C
AR
A D
AN
PE
RSY
AR
ATA
N
PEN
GG
AB
UN
GA
PE
RU
SAH
AA
N IZ
IN
USA
HA
PEM
AN
-FA
ATA
N H
ASI
L H
UTA
N K
AYU
PA
DA
H
UTA
N T
AN
AM
AN
YA
NG
BER
BEN
TUK
PE
RSE
RO
AN
TER
-B
ATA
S (P
T)
Peru
saha
an IU
PHH
K p
ada
huta
n ta
nam
an y
ang
berb
entu
k pe
rse-
roan
terb
atas
dap
at m
elak
ukan
pen
ggab
unga
n.
Peng
gabu
ngan
seba
gaim
ana
dim
aksu
d ay
at (1
) dila
kuka
n ta
npa
men
gada
kan
likui
dasi
terle
bih
dahu
lu.
PerM
enhu
t
10 P
asal
25.0
7.20
05
M. S
. K
Izin
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
(IU
PHH
K) p
ada
huta
n ta
nam
an, y
ang
sebe
lum
-ny
a di
sebu
t Hak
Pen
gusa
haan
Hut
an T
anam
an
(HPH
T) a
tau
Hak
Pen
gusa
haan
Hut
an T
anam
an In
dust
ri (H
PHTI
) ada
lah
izin
un
tuk
mem
anfa
atka
n hu
tan
prod
uksi
yan
g ke
gia-
tann
ya te
rdiri
dar
i pen
yiap
an la
han,
pem
beni
han
atau
pem
bibi
tan,
pen
anam
an, p
emel
ihar
aan,
pe
ngam
anan
, pem
anen
an a
tau
pene
bang
an h
asil,
pe
ngol
ahan
dan
pem
asar
an h
asil
huta
n.19
P.24
/Men
-hu
t-II/2
005
TATA
CA
RA
PE
NY
ELES
AIA
N
IZIN
USA
HA
PE-
MA
NFA
ATA
N H
ASI
L H
UTA
N K
AYU
PA
DA
H
UTA
N T
AN
AM
AN
/ H
AK
PEN
GU
SA-
HA
AN
HU
TAN
TA
NA
MA
N IN
DU
S-TR
I YA
NG
TEL
AH
M
END
APA
T PE
R-
SETU
JUA
N P
RIN
SIP
BER
DA
SAR
KA
N
PER
MO
HO
NA
N
Perm
ohon
an y
ang
dapa
t dip
rose
s den
gan
Pera
tura
n in
i ada
lah
:
a.
Perm
ohon
an y
ang
diaj
ukan
sebe
lum
dite
rbitk
anny
a Pe
ratu
ran
Pem
erin
tah
Nom
or 3
4 ta
hun
2002
, yan
g te
rdiri
:
1. P
erm
ohon
an y
ang
tela
h m
empe
role
h su
rat p
erse
tuju
an
Men
teri
tingk
at I
(per
tam
a); a
tau
2. P
erm
ohon
an y
ang
tela
h m
empe
role
h su
rat p
erse
tuju
an
Men
teri
tingk
at II
(ked
ua);
atau
3. P
erm
ohon
an y
ang
tela
h m
emen
uhi s
emua
per
syar
atan
te
tapi
bel
um m
emba
yar I
IUPH
; ata
u
4. P
erm
ohon
an y
ang
tela
h m
emen
uhi s
emua
per
syar
atan
te
tapi
tela
h m
emba
yar I
IUPH
; ata
u
5. P
erm
ohon
an y
ang
tela
h m
empe
role
h su
rat k
eput
usan
yan
g be
rsifa
t sem
enta
ra.
b.
Perm
ohon
an y
ang
belu
m d
iterb
itkan
kep
utus
an p
embe
rian
IUPH
HK
pad
a hu
tan
tana
man
ber
dasa
rkan
Kep
utus
an M
en-
teri
Keh
utan
an N
o. 1
0.1/
Kpt
s-II
/200
0 jo
Kep
utus
an M
ente
ri K
ehut
anan
No.
21/
Kpt
s-II
/200
1.
PerM
enhu
t
10 P
asal
25.0
7.20
05
M. S
. K
Izin
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
(IU
PHH
K) p
ada
huta
n ta
nam
an, y
ang
sebe
lum
-ny
a di
sebu
t Hak
Pen
gusa
haan
Hut
an T
anam
an
(HPH
T) a
tau
Hak
Pen
gusa
haan
Hut
an T
anam
an
Indu
stri
(HPH
TI) a
dala
h iz
in u
ntuk
mem
anfa
at-
kan
huta
n pr
oduk
si y
ang
kegi
atan
nya
terd
iri d
ari
peny
iapa
n la
han,
pem
beni
han
atau
pem
bibi
tan,
pe
nana
man
, pem
elih
araa
n, p
enga
man
an, p
ema-
nena
n at
au p
eneb
anga
n ha
sil,
peng
olah
an d
an
pem
asar
an h
asil
huta
n.
81
20P.
21/M
en-
hut-I
I/200
6PE
RU
BA
HA
N K
EPU
-TU
SAN
MEN
TER
I K
EHU
TAN
AN
NO
-M
OR
246
/Kpt
s-II
/199
6 TE
NTA
NG
PER
UB
A-
HA
N K
EPU
TUSA
N
MEN
TER
I KE-
HU
TAN
AN
NO
MO
R
70/K
PTSI
I/199
5 TE
N-
TAN
G P
ENG
ATU
R-
AN
TAT
A R
UA
NG
H
UTA
N T
AN
AM
AN
IN
DU
STR
I
Men
guba
h ke
tent
uan
Pasa
l 1 a
ngka
4 d
an 5
Kep
utus
an M
ente
ri K
ehut
anan
No.
70/
Kpt
s- II
/199
5 te
rkai
t pen
gerti
an
1. T
anam
an u
nggu
lan;
2. T
anam
an k
ehid
upan
.
PerM
enhu
t
II P
asal
04.0
4.20
06
M. S
. K
-
21PP
No.
6 ta
hun
2007
TATA
HU
TAN
DA
N
PEN
YU
SUN
AN
R
ENC
AN
A P
ENG
E-LO
LAA
N H
UTA
N,
SERT
A P
EMA
N-
FAAT
AN
HU
TAN
Peng
gant
i PP
No.
34
tahu
n 20
04, y
ang
kem
udia
n di
ruba
h ol
eh P
P N
o. 3
tahu
n 20
08.
Pem
egan
g iz
in u
saha
indu
stri
prim
er h
asil
huta
n ka
yu, u
ntuk
me-
men
uhi k
ebut
uhan
bah
an b
akun
ya, d
apat
men
gem
bang
kan
huta
n ha
k at
au b
eker
ja sa
ma
deng
an p
emeg
ang
huta
n ha
k ( P
asal
109
).
PP 144
Pasa
l
08.0
1.07
S. B
. Y.
Fras
e H
utan
Tan
aman
Indu
stri
(HTI
) han
ya
mun
cul 2
kal
i:
1.
Pasa
l 1 a
ngka
18.
2.
Penj
elas
an P
asal
67
ayat
4 h
uruf
b.
Just
ru b
anya
k m
enga
tur t
enta
ng IN
DU
STR
I PR
IMER
HA
SIL
HU
TAN
yan
g di
dal
am k
eten
-tu
an u
mum
tida
k di
jela
skan
.22
9/M
enhu
t-II/2
007
REN
CA
NA
KER
JA,
REN
CA
NA
KER
JA
TAH
UN
AN
, DA
N
BA
GA
N K
ERJA
USA
-H
A P
EMA
NFA
ATA
N
HA
SIL
HU
TAN
K
AYU
PA
DA
HU
TAN
TA
NA
MA
N IN
DU
S-TR
I DA
N H
UTA
N
TAN
AM
AN
RA
KYA
T D
ALA
M H
UTA
N
TAN
AM
AN
Pem
egan
g iz
in U
PHH
K H
TI d
alam
Hut
an T
anam
an w
ajib
men
y-us
un :
a.
RK
UPH
HK
HTI
unt
uk se
lam
a ja
ngka
wak
tu iz
in (d
iaju
kan
Ke
Men
teri
palin
g la
mba
t 1 ta
hun
sete
lah
izin
).
b.
RK
UPH
HK
HTI
unt
uk ja
ngka
wak
tu 1
0 (s
epul
uh) t
ahun
(p
alin
g la
mba
t 6 b
ulan
).
RK
UPH
HK
HTI
unt
uk se
lam
a ja
ngka
wak
tu iz
in d
isus
un d
an
diaj
ukan
kep
ada
Men
teri
untu
k m
enda
pat p
erse
tuju
an d
an p
enge
-sa
han.
RK
UPH
HK
HTI
unt
uk ja
ngka
wak
tu 1
0 ta
hun
tidak
per
lu d
isah
-ka
n ol
eh p
ejab
at y
ang
berw
enan
g.
PerM
enhu
t
31 P
asal
23.0
2.20
07
M. S
. K
Izin
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
Pada
H
utan
Tan
aman
Indu
stri
dala
m
Hut
an T
anam
an y
ang
sela
njut
nya
disi
ngka
t IU
PHH
K H
TI d
alam
Hut
an T
anam
an a
dala
h iz
in u
saha
yan
g di
berik
an u
ntuk
mem
anfa
atka
n ha
sil h
utan
ber
upa
kayu
dal
am h
utan
tana
man
pa
da h
utan
pro
duks
i mel
alui
keg
iata
n pe
nyia
pan
laha
n, p
embi
bita
n, p
enan
aman
, pem
elih
araa
n,
pem
anen
an d
an p
emas
aran
.
82
23P.
19/M
en-
hut-I
I/200
7TA
TA C
AR
A P
EM-
BER
IAN
IZIN
DA
N
PER
LUA
SAN
AR
EAL
KER
JA U
SAH
A P
E-M
AN
FAAT
AN
HA
SIL
HU
TAN
KAY
U P
AD
A
HU
TAN
TA
NA
MA
N
IND
UST
RI D
ALA
M
HU
TAN
TA
NA
MA
N
PAD
A H
UTA
N P
RO
-D
UK
SI
Are
al u
ntuk
pem
bang
unan
hut
an ta
nam
an a
dala
h H
utan
Pro
duks
i ya
ng ti
dak
prod
uktif
dan
tida
k di
beba
ni h
ak/iz
in Ia
inny
a. se
lain
itu
are
al p
erlu
asan
dap
at b
erad
a di
seki
tar a
real
IUPH
HK
HTI
.
Yang
dap
at m
enga
juka
n pe
rmoh
onan
IUPH
HK
-HTI
ada
lah
:
a. K
oper
asi;
b. B
adan
Usa
ha M
ilik
Swas
ta In
done
sia;
c. B
adan
Usa
ha M
ilik
Neg
ara
(BU
MN
); at
au
d. B
adan
Usa
ha M
ilik
Dae
rah.
PerM
enhu
t
18 P
asal
28.0
5.20
07
M. S
. K
Izin
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
pada
H
utan
Tan
aman
Indu
stri
dala
m H
utan
Tan
aman
pa
da H
utan
Pro
duks
i yan
g se
lanj
utny
a di
sing
kat
IUPH
HK
-HTI
yan
g se
belu
mny
a di
cabu
t Hak
Pe
ngus
ahaa
n H
utan
Tan
aman
(HPH
T) a
tau
Hak
Pe
ngus
ahaa
n H
utan
Tan
aman
Indu
stri
(HPH
TI)
atau
Izin
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
pada
Hut
an T
anam
an (I
UPH
HK
-HT)
ada
lah
izin
us
aha
untu
k m
emba
ngun
hut
an ta
nam
an p
ada
huta
n pr
oduk
si y
ang
diba
ngun
ole
h ke
lom
-po
k in
dust
ri un
tuk
men
ingk
atka
n po
tens
i dan
ku
alita
s hut
an p
rodu
ksi d
alam
rang
ka m
emen
uhi
kebu
tuha
n ba
han
baku
indu
stri.
24P.
41/
Men
-hu
t-II/2
007
PER
UB
AH
AN
PE
RAT
UR
AN
MEN
-TE
RI K
EHU
TAN
AN
N
OM
OR
P.9
/MEN
-H
UTI
I/200
7 TE
N-
TAN
G R
ENC
AN
A
KER
JA, R
ENC
AN
A
KER
JA T
AH
UN
AN
, D
AN
BA
GA
N K
ERJA
U
SAH
A P
EMA
N-
FAAT
AN
HA
SIL
HU
TAN
KAY
U P
AD
A
HU
TAN
TA
NA
MA
N
IND
UST
RI D
AN
H
UTA
N T
AN
AM
AN
R
AK
YAT
DA
LAM
H
UTA
N T
AN
AM
AN
Ket
entu
an P
asal
2 d
iuba
h, d
enga
n m
enam
bah
ayat
(4) b
aru,
se
hing
ga b
erbu
nyi s
ebag
ai b
erik
ut :
Mat
eri R
KU
PHH
K H
TI
seba
gaim
ana
dim
aksu
d pa
da a
yat (
3) m
enga
cu p
ada
RK
UPH
HK
H
TI se
lam
a ja
ngka
wak
tu iz
in, d
isus
un o
leh
Dire
ktur
dan
dis
etuj
ui
oleh
Kom
isar
is p
emeg
ang
IUPH
HK
HTI
.
PerM
enhu
t
II P
asal
10.1
0.20
07/8
?
M. S
. K
Peru
baha
n pe
nger
tian:
1.
tana
man
ung
gula
n;
2.
tana
man
keh
idup
an.
25P.
45/M
en-
hut-I
I/200
7TA
TA C
AR
A IZ
IN
PER
ALA
TAN
PE-
MA
NFA
ATA
N H
ASI
L H
UTA
N K
AYU
DA
N
BU
KA
N K
AYU
PA
DA
H
TI D
ALA
M H
UTA
N
TAN
AM
AN
1. i
zin
pera
lata
n;
2. t
ata
cara
per
izin
an.
a.
Izin
pem
asuk
an d
an p
engg
unaa
n pe
rala
tan.
b.
Pem
inda
han
pera
lata
n.
c.
Peng
hapu
san
pera
lata
n.
PerM
enhu
t
17 P
asal
24.1
0.20
07
M. S
. K
HTI
ada
lah
huta
n ta
nam
an p
ada
huta
n pr
oduk
si
yang
dib
angu
n ol
eh k
elom
pok
indu
stri
kehu
tan-
an u
ntuk
men
ingk
atka
n po
tens
i dan
kua
litas
hu
tan
prod
uksi
den
gan
men
erap
kan
silv
ikul
tur
dala
m ra
ngka
mem
enuh
i keb
utuh
an b
ahan
bak
u in
dust
ri ha
sil h
utan
.
26P.
48/M
EN-
HU
T-II
/200
7ST
AN
DA
RD
BIA
YA
PEM
BA
NG
UN
AN
H
UTA
N T
AN
AM
AN
IN
DU
STR
I DA
N
HU
TAN
TA
NA
MA
N
RA
KYA
T
Stan
dar b
iaya
term
uat d
alam
lam
pira
n.
Lam
pira
n I:
Hut
an ra
kyat
Lam
pira
n II
: HTI
PerM
enhu
t
- Pas
al
31.1
0.20
07
M. S
. K
-
83
27P.
2/M
en-
hut-I
I/200
8PE
RU
BA
HA
N
PER
ATU
RA
N M
EN-
TER
I KEH
UTA
NA
N
NO
MO
R P
.45/
MEN
-H
UT-
II/ 2
007
TEN
-TA
NG
TAT
A C
AR
A
IZIN
PER
ALA
TAN
PE
MA
NFA
ATA
N
HA
SIL
HU
TAN
K
AYU
DA
N B
UK
AN
K
AYU
PA
DA
HU
TAN
TA
NA
MA
N IN
DU
S-TR
I DA
LAM
HU
TAN
TA
NA
MA
N
Men
guba
h da
n m
enam
bah
bebe
rapa
ket
entu
an P
erat
uran
Men
teri
Keh
utan
an N
omor
. P.4
5/M
enhu
t-II/2
007
tent
ang
Tata
Car
a Iz
in
Pera
lata
n Pe
man
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
dan
Buk
an K
ayu
pada
H
utan
Tan
aman
Indu
stri
dala
m H
utan
Tan
aman
, seb
agai
ber
ikut
:
1. M
engu
bah
Lam
pira
n II
Per
atur
an M
ente
ri K
ehut
anan
Nom
or
P.45
/Men
hut-I
I/200
7, se
hing
ga m
enja
di se
baga
iman
a La
mpi
ran
II
Pera
tura
n M
ente
ri in
i. M
enam
bah
angk
a ba
ru d
alam
Pas
al 6
yai
tu
huru
f d, h
uruf
e d
an h
uruf
f, P
asal
6 A
serta
Pas
al 9
yai
tu a
yat (
4),
ayat
(5) d
an a
yat (
6),
PerM
enhu
t
II P
asal
25.0
1.20
08
M. S
. K
-
28P.
3/M
en-
hut-I
I/200
8D
ELIN
IASI
AR
EAL
IZIN
USA
HA
PE-
MA
NFA
ATA
N H
ASI
L H
UTA
N K
AYU
PA
DA
H
UTA
N T
AN
AM
AN
IN
DU
STR
I DA
LAM
H
UTA
N T
AN
AM
AN
a.
Del
inia
si a
dala
h pe
nila
ian
atau
sele
ksi v
isua
l dan
pem
beda
an
wuj
ud g
amba
ran
pada
ber
baga
i dat
a da
n in
form
asi k
eada
an
fakt
ual l
apan
gan
atau
are
al h
utan
den
gan
jala
n m
enar
ik g
aris
ba
tas.
b.
Pem
egan
g iz
in h
arus
mel
aksa
naka
n de
linia
si se
cara
mak
ro
untu
k se
luru
h ar
eal k
erja
dan
del
inia
si m
ikro
terh
adap
bag
ian
area
l ker
ja y
ang
mas
ih b
erup
a hu
tan
alam
bek
as te
bang
an
(logg
ed o
ver a
rea)
.
c.
Pela
ksan
aan
delin
iasi
dim
aksu
dkan
unt
uk p
erce
pata
n pe
mba
-ng
unan
hut
an ta
nam
an d
enga
n tu
juan
mem
aksi
mal
kan
fung
si
prod
uksi
den
gan
teta
p m
empe
rhat
ikan
fung
si so
sial
dan
ke
seim
bang
an II
ngku
ngan
.
d.
Has
il pe
laks
anaa
n de
linia
si u
ntuk
stan
dar p
elak
sana
an o
pera
-si
onal
per
cepa
tan
pem
bang
unan
HTI
PerM
enhu
t
15 P
asal
06.0
2.20
08
M. S
. K
Hut
an T
anam
an In
dust
ri ya
ng se
lanj
utny
a di
se-
but H
TI a
dala
h hu
tan
tana
man
pad
a hu
tan
pro-
duks
i yan
g di
bang
un o
leh
pela
ku u
saha
keh
utan
-an
unt
uk m
enin
gkat
kan
pote
nsi d
an k
ualit
as
huta
n pr
oduk
si d
enga
n m
ener
apka
n si
lvik
ultu
r da
lam
rang
ka m
emen
uhi k
ebut
uhan
bah
an b
aku
indu
stri
hasi
l hut
an.
29P.
5 /M
en-
hut-I
I/200
8PE
RU
BA
HA
N
PER
ATU
RA
N M
EN-
TER
I KEH
UTA
NA
N
NO
MO
R P
. 23/
Men
-hu
t-II/2
007
TEN
TAN
G
TATA
CA
RA
PER
MO
-H
ON
AN
IZIN
USA
HA
PE
MA
NFA
ATA
N
HA
SIL
HU
TAN
K
AYU
PA
DA
HU
TAN
TA
NA
MA
N R
AK
YAT
DA
LAM
HU
TAN
Beb
erap
a ke
tent
uan
dala
m P
erat
uran
Men
teri
Keh
utan
an N
omor
: P
. 23/
Men
hut-I
I/200
7 te
ntan
g Ta
ta C
ara
Perm
ohon
an Iz
in U
saha
Pe
man
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
pada
Hut
an T
anam
an R
akya
t da
lam
Hut
an T
anam
an, d
iuba
h.
PerM
enhu
t
II P
asal
04.0
3.20
08
M. S
. K
-
84
30P.
7/M
en-
hut-I
I/200
8 TE
NTA
NG
PER
UB
AH
AN
K
EDU
A P
ERAT
UR
-A
N M
ENTE
RI K
E-H
UTA
NA
N N
OM
OR
P.
45/M
ENH
UTI
I/200
7 TE
NTA
NG
TAT
A
CA
RA
IZIN
PER
-A
LATA
N P
EMA
N-
FAAT
AN
HA
SIL
HU
TAN
KAY
U P
AD
A
HU
TAN
TA
NA
MA
N
IND
UST
RI D
ALA
M
HU
TAN
TA
NA
MA
N
Kep
ada
Pem
egan
g iz
in y
ang
mem
iliki
per
sedi
aan
hasi
l hut
an k
ayu
yang
ber
asal
dar
i has
il pe
neba
ngan
yan
g sa
h, te
tapi
izin
ala
tnya
te
lah
bera
khir
mak
a un
tuk
rnen
gum
pulk
an, m
emua
t dan
men
gang
-ku
t kay
u te
rseb
ut iz
in a
lat d
iaju
kan
kepa
da K
epal
a D
inas
Pro
vins
i. Iz
in a
lat d
iterb
itkan
ole
h K
epal
a D
inas
Pro
vins
i den
gan
mas
a be
rlaku
pal
ing
lam
a 8
(del
apan
) bul
an se
jak
kepu
tusa
n pe
mbe
rian
izin
dib
erik
an
PerM
enhu
t
II P
asal
14.0
3.20
08
M. S
. K
-
31P.
11/
Men
-hu
t-II/2
008
PER
UB
AH
AN
K
EDU
A P
ERAT
UR
-A
N M
ENTE
RI K
E-H
UTA
NA
N N
OM
OR
P.
19/M
ENH
UT/
II/2
007
TEN
TAN
G T
ATA
C
AR
A P
EMB
ERIA
N
IZIN
DA
N P
ERLU
A-
SAN
AR
EAL
KER
JA
USA
HA
PEM
AN
-FA
ATA
N H
ASI
L H
UTA
N K
AYU
PA
DA
H
UTA
N T
AN
AM
AN
IN
DU
STR
I DA
LAM
H
UTA
N T
AN
AM
AN
PA
DA
HU
TAN
PR
O-
DU
KSI
Pem
egan
g IU
PHH
K-H
TI, d
apat
dib
erik
an :
a. P
erlu
asan
are
al k
erja
pad
a lo
kasi
yan
g be
rada
di s
ekita
rnya
, se
panj
ang
tidak
dib
eban
i lai
n us
aha
pem
anfa
atan
hut
an d
enga
n lu
asan
tida
k m
eleb
ihi i
zin
yang
tela
h di
berik
an.
b. I
UPK
ata
u IU
PJL
di a
real
ker
jany
a.
Dal
am h
al K
esat
uan
Peng
elol
aan
Hut
an P
rodu
ksi (
KPH
P) su
dah
dibe
ntuk
, per
luas
an se
baga
iman
a di
mak
sud
pada
aya
t (1)
hur
uf a
di
utam
akan
ber
ada
dala
m K
PHP.
Perlu
asan
seba
gaim
ana
dim
aksu
d pa
da a
yat (
1) h
uruf
a ti
dak
dibe
rikan
kep
ada
pem
egan
g IU
PHH
K d
alam
hut
an ta
nam
an p
ada
huta
n pr
oduk
si y
ang
berk
iner
ja b
uruk
sesu
ai k
eten
tuan
per
atur
an
peru
ndan
g-un
dang
an.
PerM
enhu
t
II P
asal
14.0
3.20
08
M. S
. K
-
32P.
62/M
en-
hut-I
I/200
8R
ENC
AN
A K
ERJA
U
SAH
A P
EMA
N-
FAAT
AN
HA
SIL
HU
TAN
KAY
U
HU
TAN
TA
NA
MA
N
IND
UST
RI D
AN
H
UTA
N T
AN
AM
AN
R
AK
YAT
(1) P
emeg
ang
IUPH
HK
-HTI
waj
ib m
enyu
sun
RK
UPH
HK
-HTI
un
tuk
jang
ka w
aktu
10
(sep
uluh
) tah
un.
(2) R
KU
PHH
K-H
TI se
baga
iman
a di
mak
sud
pada
aya
t (1)
dis
usun
da
n di
ajuk
an k
epad
a M
ente
ri at
au p
ejab
at y
ang
ditu
njuk
unt
uk
men
dapa
t per
setu
juan
.
Setia
p pe
meg
ang
IUPH
HK
-HTI
waj
ib m
enga
juka
n U
sula
n R
K-
TUPH
HK
-HTI
sela
mba
tlam
batn
ya 2
(dua
) bul
an se
jak
RK
UPH
-H
K-H
TI d
iset
ujui
.
PerM
enhu
t
28 P
asal
06.1
1.20
08
M. S
. K
Izin
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
pada
Hut
an T
anam
an In
dust
ri ya
ng se
lanj
utn-
ya d
isin
gkat
IUPH
HK
-HTI
ada
lah
izin
usa
ha
yang
dib
erik
an u
ntuk
mem
anfa
atka
n ha
sil h
utan
be
rupa
kay
u da
lam
hut
an ta
nam
an p
ada
huta
n pr
oduk
si m
elal
ui k
egia
tan
peny
iapa
n la
han,
pe
mbi
bita
n, p
enan
aman
, pem
elih
araa
n, p
ema-
nena
n da
n pe
mas
aran
.
85
33P.
63/M
en-
hut-I
I/200
8TA
TA C
AR
A P
EMB
E-R
IAN
REK
OM
EN-
DA
SI G
UB
ERN
UR
D
ALA
M R
AN
GK
A
PER
MO
HO
NA
N
ATA
U P
ERPA
NJA
N-
GA
N IZ
IN U
SAH
A
PEM
AN
FAAT
AN
HA
-SI
L H
UTA
N K
AYU
(I
UPH
HK
) HU
TAN
A
LAM
ATA
U H
UTA
N
TAN
AM
AN
Perm
ohon
an a
tau
Perp
anja
ngan
Izin
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
Hut
an A
lam
(IU
PHH
K-H
A) s
ebag
aim
ana
diat
ur
dala
m P
erat
uran
Men
teri
Keh
utan
an N
omor
P.1
2/M
enhu
t-II/2
008
dan
Izin
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
Hut
an T
anam
an
(IU
PHH
K-H
T) se
baga
iman
a di
atur
dal
am P
erat
uran
Men
teri
Keh
utan
an N
omor
P.1
1/M
enhu
t-II/2
008
dibe
rikan
ole
h M
en-
teri
Keh
utan
an b
erda
sark
an re
kom
enda
si g
uber
nur y
ang
tela
h m
enda
patk
an p
ertim
bang
an d
ari b
upat
i/wal
ikot
a.
PerM
enhu
t
6 Pa
sal
07.1
1.20
08
M. S
. K
-
34P.
4/M
en-
hut-I
I/200
9PE
NY
ELES
AIA
N
HA
K P
ENG
USA
-H
AA
N H
UTA
N T
A-
NA
MA
N IN
DU
STR
I SE
MEN
TAR
A
Hak
Pen
gusa
haan
Hut
an T
anam
an In
dust
ri Se
men
tara
yan
g se
lan-
jutn
ya d
iseb
ut H
PHTI
-S a
dala
h ha
k ya
ng d
iber
ikan
kep
ada
peru
-sa
haan
swas
ta p
emeg
ang
Hak
Pen
gusa
haan
Hut
an (H
PH) y
ang
ditu
gasi
mem
bang
un H
utan
Tan
aman
Indu
stri
Pola
Tra
nsm
igra
si.
PerM
enhu
t
7 Pa
sal
27.0
1.20
09
M. S
. K
Izin
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
(IU
PHH
K) p
ada
Hut
an T
anam
an In
dust
ri da
lam
Hut
an T
anam
an p
ada
Hut
an P
rodu
ksi
yang
sela
njut
nya
disi
ngka
t IU
PHH
K-H
TI y
ang
sebe
lum
nya
dise
but H
ak P
engu
saha
an H
utan
Ta
nam
an (H
PHT)
ata
u H
ak P
engu
saha
an H
utan
Ta
nam
an In
dust
ri (H
PHTI
) ata
u Iz
in U
saha
Pe
man
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
pada
Hut
an
Tana
man
(IU
PHH
K-H
T) a
dala
h iz
in u
saha
un
tuk
mem
bang
un h
utan
tana
man
pad
a hu
tan
prod
uksi
yan
g di
bang
un o
leh
kelo
mpo
k in
dust
ri un
tuk
men
ingk
atka
n po
tens
i dan
kua
litas
hut
an
prod
uksi
dal
am ra
ngka
mem
enuh
i keb
utuh
an
baha
n ba
ku in
dust
ri.
35P.
14/M
en-
hut-I
I/200
9PE
RU
BA
HA
N P
ER-
MEN
HU
T N
O. P
.62/
MEN
HU
T-II
/200
8 TE
NTA
NG
RK
UPH
-H
K-H
TI D
AN
HTR
(Pen
amba
han
3 ay
at
dala
m P
asal
16)
(4) D
alam
hal
UR
KT-
HTI
tida
k di
sahk
an o
leh
Kep
ala
Din
as
Prov
insi
seba
gaim
ana
dim
aksu
d pa
da a
yat (
1), D
irekt
ur m
enge
-sa
hkan
UR
KT-
HTI
ber
dasa
rkan
kel
engk
apan
adm
inis
trasi
dan
R
KU
PHH
K-H
TI y
ang
tela
h m
enda
pat p
erse
tuju
an a
tau
UR
K-
UPH
HK
-HTI
yan
g te
lah
dise
rahk
an k
epad
a D
epar
tem
en K
ehut
an-
an.
(5) D
alam
hal
RK
T te
lah
disa
hkan
seba
gaim
ana
dim
aksu
d pa
da
ayat
(4),
peru
saha
an p
emeg
ang
IUPH
HK
-HTI
mel
aksa
naka
n R
KT
sesu
ai d
enga
n pe
ratu
ran
peru
ndan
g-un
dang
an d
an m
embu
at P
akta
In
tegr
itas s
ebag
aim
ana
form
at la
mpi
ran
Pera
tura
n in
i.
(6) K
epal
a D
inas
Pro
vins
i dan
Kep
ala
Din
as K
abup
aten
/Kot
a m
enin
gkat
kan
peng
awas
an d
an p
enge
ndal
ian
pela
ksan
aan
RK
T se
baga
iman
a di
mak
sud
pada
aya
t (5)
.
PerM
enhu
t
5 M
aret
200
9
M. S
. K.
Bah
wa
seja
k ta
hun
2007
pem
bang
unan
HTI
ya
ng te
lah
men
jadi
pro
gram
nas
iona
l sej
ak ta
hun
1990
, khu
susn
ya d
i Pro
vins
i Ria
u m
enga
lam
i st
agna
si p
elay
anan
pen
gesa
han
RK
T.
bahw
a se
suai
has
il R
apat
Par
ipur
na T
ingk
at
Men
teri
III d
i Kan
tor M
ente
ri K
oord
inat
or
Bid
ang
Polit
ik, H
ukum
dan
Kea
man
an p
ada
tang
gal 1
5 Pe
brua
ri 20
08 p
oin
III a
ngka
1 h
uruf
b,
aga
r per
usah
aan
HTI
dap
at te
rus b
erop
eras
i gu
na m
enja
min
kel
angs
unga
n pa
soka
n ba
han
baku
indu
stri
di d
asar
kan
pada
RK
T ya
ng te
lah
disa
hkan
ole
h D
epar
tem
en K
ehut
anan
ata
u D
inas
Keh
utan
an P
rovi
nsi R
iau
86
36P.
23/M
en-
hut-I
I/200
9TA
TA C
AR
A
PEN
YER
AH
AN
K
EMB
ALI
IUPH
HK
SE
BEL
UM
JAN
GK
A
WA
KTU
IZIN
BER
A-
KH
IR
-Pe
rMen
hut
7 Pa
sal
01.0
4.20
09
M. S
. K.
Izin
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
Dal
am H
utan
Tan
aman
(IU
PHH
K-H
T) y
ang
sebe
lum
nya
dise
but H
ak P
engu
saha
an H
utan
Ta
nam
an In
dust
ri (H
PHTI
) ada
lah
izin
yan
g di
terb
itkan
ole
h pe
jaba
t yan
g be
rwen
ang
untu
k m
eman
faat
kan
huta
n pr
oduk
si y
ang
kegi
atan
nya
terd
iri d
ari p
enan
aman
, pem
elih
araa
n, p
en-
gam
anan
, pem
anen
an, p
engo
laha
n, d
an p
emas
a-ra
n ha
sil h
utan
kay
u.37
P.26
/Men
-hu
t-II/2
009
PER
UB
AH
AN
PE
RAT
UR
AN
MEN
-TE
RI K
EHU
TAN
AN
N
OM
OR
P.4
8/M
EN-
HU
T-II
/200
7 TE
N-
TAN
G S
TAN
DA
RD
B
IAYA
PEM
BA
NG
U-
NA
N H
UTA
N T
A-
NA
MA
N IN
DU
STR
I D
AN
HU
TAN
TA
NA
-M
AN
RA
KYA
T
Men
guba
h St
anda
rd B
iaya
Pem
bang
unan
Hut
an T
anam
an In
dust
ri se
baga
iman
a te
rcan
tum
dal
am la
mpi
ran
I Per
atur
an M
ente
ri K
e-hu
tana
n N
omor
P.4
8/M
enhu
t-II/2
007
tent
ang
Stan
dard
Pem
bang
u-na
n H
utan
Tan
aman
Indu
stri
dan
Hut
an T
anam
an R
akya
t, m
enja
di
seba
gaim
ana
terc
antu
m d
alam
lam
pira
n Pe
ratu
ran
ini.
PerM
enhu
t
II P
asal
14.0
4.20
09
M. S
. K.
bahw
a be
rdas
arka
n ha
sil e
valu
asi t
erha
dap
stan
-da
rd b
iaya
ters
ebut
but
ir
a un
tuk
biay
a pe
mba
ngun
an h
utan
tana
man
in
dust
ri su
dah
tidak
rele
van
lagi
.
38P.
29/
Men
-hu
t-II/2
009
PER
UB
AH
AN
ATA
S PE
RAT
UR
AN
MEN
-TE
RI K
EHU
TAN
AN
N
OM
OR
P.5
2/M
EN-
HU
T-II
/200
8 TE
N-
TAN
G T
ATA
CA
RA
D
AN
PER
SYA
RAT
AN
PE
RPA
NJA
NG
AN
IZ
IN U
SAH
A P
E-M
AN
FAAT
AN
HA
SIL
HU
TAN
KAY
U
DA
LAM
HU
TAN
A
LAM
PA
DA
HU
TAN
PR
OD
UK
SI
Dal
am h
al IU
PHH
K y
ang
men
gaju
kan
perm
ohon
an p
erpa
njan
-ga
n be
lum
per
nah
dila
kuka
n pe
nila
ian
kine
rja p
eman
faat
an h
utan
se
cara
lest
ari o
leh
LPI M
ampu
, bia
ya p
enila
ian
kine
rja u
ntuk
pe
rpan
jang
an d
ibeb
anka
n pa
da a
ngga
ran
Dep
arte
men
Keh
utan
an.
PerM
enhu
t
II P
asal
24.0
4.20
09
M. S
. K.
Ket
entu
an P
asal
6 P
erat
uran
Men
teri
Keh
utan
an
Nom
or P
.52/
Men
hut-I
I/200
8 di
tam
bah
1 (s
atu)
ay
at b
aru,
yak
ni a
yat (
4).
39P.
33/
Men
-hu
t-II/2
009
PED
OM
AN
INV
EN-
TAR
ISA
SI H
UTA
N
MEN
YEL
UR
UH
B
ERK
ALA
(IH
MB
) PA
DA
USA
HA
PE-
MA
NFA
ATA
N H
ASI
L H
UTA
N K
AYU
PA
DA
H
UTA
N P
RO
DU
KSI
Pedo
man
Pel
aksa
naan
Inve
ntar
isas
i Hut
an M
enye
luru
h B
erka
la
pada
Izin
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
(IU
PHH
K) p
ada
Hut
an P
rodu
ksi s
ebag
aim
ana
terc
antu
m d
alam
Lam
pira
n Pe
ratu
r-an
ini.
Has
il IH
MB
seba
gai d
asar
pen
yusu
nan
Ren
cana
Ker
ja U
saha
(R
KU
) jan
gka
panj
ang
10 (s
epul
uh) t
ahun
Izin
Usa
ha P
eman
-fa
atan
Has
il H
utan
Kay
u pa
da H
utan
Ala
m (I
UPH
HK
-HA
) dan
Iz
in U
saha
Pem
anfa
atan
Has
il H
utan
Kay
u pa
da H
utan
Tan
aman
(I
UPH
HK
-HT)
.
PerM
enhu
t
2 Pa
sal
24.0
4.20
09
M. S
. K.
-
87
40P.
34/M
EN-
HU
T-II
/200
9TA
TA C
AR
A D
AN
PE
RSY
AR
ATA
N
PEM
IND
AH
TAN
GA
-N
AN
IZIN
USA
HA
PE
MA
NFA
ATA
N H
A-
SIL
HU
TAN
KAY
U
IUPH
HK
pad
a hu
tan
prod
uksi
yan
g da
pat d
ipin
daht
anga
nkan
be
rupa
:
a. iz
in u
saha
pem
anfa
atan
has
il hu
tan
kayu
pad
a hu
tan
alam
;
b. iz
in u
saha
pem
anfa
atan
has
il hu
tan
kayu
rest
oras
i eko
sist
em;
c. iz
in u
saha
pem
anfa
atan
has
il hu
tan
kayu
pad
a H
utan
Tan
aman
In
dust
ri (H
TI);
atau
d. iz
in u
saha
pem
anfa
atan
has
il hu
tan
kayu
pad
a H
utan
Tan
aman
H
asil
Reh
abili
tasi
(HTH
R).
Pem
egan
g IU
PHH
K d
apat
mem
inda
htan
gank
an iz
inny
a, se
tela
h m
enda
pat p
erse
tuju
an te
rtulis
dar
i Men
teri.
PerM
enhu
t
19 P
asal
11.0
5.20
09
M. S
. K.
Izin
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
yang
se
lanj
utny
a di
sing
kat d
enga
n IU
PHH
K a
dala
h iz
in u
saha
yan
g di
berik
an u
ntuk
mem
anfa
atka
n ha
sil h
utan
ber
upa
kayu
dal
am h
utan
ala
m a
tau
dala
m h
utan
tana
man
pad
a hu
tan
prod
uksi
.
41P.
43/M
enhu
t—II
/200
9PE
RU
BA
HA
N A
TAS
PER
MEN
HU
T N
O.
P.16
/MEN
HU
T-II
/200
7 TE
NTA
NG
REN
-C
AN
A P
EMEN
U-
HA
N B
AH
AN
BA
KU
IN
DU
STR
I (R
PBB
I)
PRIM
ER H
ASI
L H
UTA
N K
AYU
Res
tora
si E
kosi
stem
Dal
am H
utan
Ala
m d
an a
tau
IUPH
HK
Pad
a H
TI d
an a
tau
HTR
dan
ata
u H
THR
dal
am h
utan
tana
man
har
us
dila
mpi
ri at
au d
ileng
kapi
den
gan
sura
t per
janj
ian
kont
rak
ker-
jasa
ma
supl
ai/p
asok
an d
an c
opy
Sura
t Kep
utus
an R
enca
na K
arya
Ta
huna
n U
saha
Pem
anfa
atan
Has
il H
utan
Kay
u (S
K. R
KT-
UP-
HH
K) t
ahun
ber
jala
n ap
abila
bah
an b
aku
mer
upak
an te
bang
an
tahu
n be
rjala
n at
au L
apor
an M
utas
i Kay
u B
ulat
/Lap
oran
Mut
asi
Kay
u B
ulat
Kec
il (L
M-K
B/L
M-K
BK
) sum
ber b
ahan
bak
u bu
lan
tera
khir
sebe
lum
pen
yusu
nan
RPB
BI d
an c
opy
SK. R
KT-
UPH
HK
ta
hun
sebe
lum
nya
apab
ila b
ahan
bak
u m
erup
akan
has
il te
bang
an
tahu
n se
belu
mny
a.
PerM
enhu
t
15 P
asal
diru
-ba
h/di
hapu
s
02.0
7.20
09
M. S
. K.
Izin
Lai
nnya
Yan
g Sa
h (I
LS) a
dala
h Iz
in P
e-m
anfa
atan
Kay
u (I
PK) d
ari p
engg
unaa
n hu
tan
Neg
ara
yang
dite
tapk
an se
baga
i Are
al P
engg
u-na
an L
ain
(APL
) ata
u K
awas
an B
udid
aya
Non
K
ehut
anan
(KB
NK
), da
n IP
K d
ari p
engg
unaa
n da
ri ka
was
an h
utan
yan
g di
konv
ersi
bai
k de
ngan
ca
ra p
elep
asan
kaw
asan
hut
an se
tela
h ad
anya
K
eput
usan
Men
teri
Keh
utan
an te
ntan
g Pe
lepa
s-an
Kaw
asan
Hut
an, d
an IP
K d
ari p
engg
unaa
n ka
was
an h
utan
den
gan
cara
pin
jam
pak
ai se
tela
h ad
a pe
rset
ujua
n M
ente
ri K
ehut
anan
tent
ang
Pinj
am P
akai
Kaw
asan
Hut
an.
42P.
46/
Men
-hu
t-II/2
009
TATA
CA
RA
PEM
BE-
RIA
N IZ
IN P
EMU
NG
-U
TAN
HA
SIL
HU
TAN
K
AYU
ATA
U H
ASI
L H
UTA
N B
UK
AN
K
AYU
PA
DA
HU
TAN
PR
OD
UK
SI
Perm
ohon
an IP
HH
K-H
A a
tau
IPH
HB
K-H
A a
tau
IPH
HB
K-H
T at
au IP
HH
BK
-HTH
R d
iaju
kan
oleh
pem
ohon
kep
ada
Kep
ala
Din
as K
abup
aten
/Kot
a.
IPH
HB
K-H
A, I
PHH
BK
-HT
atau
IPH
HB
K-H
THR
pal
ing
bany
ak
20 (d
ua p
uluh
) ton
unt
uk se
tiap
Kep
ala
Kel
uarg
a da
n da
pat d
iper
-da
gang
kan
untu
k ja
ngka
wak
tu se
lam
a-la
man
ya 1
(sat
u) ta
hun
dan
dapa
t dip
erpa
njan
g.
PerM
enhu
t
14 P
asal
22.0
7.20
09
M. S
. K.
Izin
Pem
ungu
tan
Has
il H
utan
Kay
u ya
ng se
lan-
jutn
ya d
isin
gkat
IPH
HK
ada
lah
seba
gaim
ana
terc
antu
m d
alam
Pas
al 1
ang
ka 1
6 Pe
ratu
ran
Pem
erin
tah
Nom
or 6
Tah
un 2
007
jo. P
erat
uran
Pe
mer
inta
h N
omor
3 T
ahun
200
8 (B
ETU
L)
88
43P.
49/
Men
-hu
t-II/2
009
PER
UB
AH
AN
ATA
S PE
RAT
UR
AN
MEN
-TE
RI K
EHU
TAN
AN
N
OM
OR
: P.
4/M
EN-
HU
T-II
/200
9 TE
N-
TAN
G P
ENY
ELE-
SAIA
N H
AK
PE
NG
USA
HA
AN
H
UTA
N T
AN
AM
AN
IN
DU
STR
I SEM
EN-
TAR
A
Hak
Pen
gusa
haan
Hut
an T
anam
an In
dust
ri Se
men
tara
yan
g se
-la
njut
nya
dise
but H
PHTI
-S a
dala
h ha
k se
men
tara
yan
g di
berik
an
kepa
da p
erus
ahaa
n sw
asta
dan
ata
u pe
rusa
haan
pem
egan
g H
ak
Peng
usah
aan
Hut
an (H
PH) T
anam
an In
dust
ri, b
aik
Pola
Tra
nsm
i-gr
asi m
aupu
n sw
asta
mur
ni.
Ket
entu
an P
erat
uran
Men
teri
Keh
utan
an in
i ber
laku
juga
bag
i pe
meg
ang
Hak
Pen
gusa
haan
Hut
an T
anam
an In
dust
ri Se
men
tara
Sw
asta
Mur
ni.
PerM
enhu
t
II P
asal
27.0
7.20
09
M. S
. K.
Peru
baha
n ke
tent
uan
dala
m P
asal
1 a
ngka
1, d
an
pena
mba
han
Pasa
l 6A
.
44P.
58/
Men
-hu
t-II/2
009
PEN
GG
AN
TIA
N
NIL
AI T
EGA
KA
N
DA
RI I
ZIN
PEM
AN
-FA
ATA
N K
AYU
D
AN
ATA
U D
AR
I PE
NY
IAPA
N L
AH
AN
D
ALA
M P
EMB
A-
NG
UN
AN
HU
TAN
TA
NA
MA
N
Peng
gant
ian
nila
i teg
akan
dila
kuka
n m
elal
ui p
embe
rian
IPK
. Are
-al
yan
g da
pat d
imoh
on u
ntuk
IPK
ada
lah:
a.
area
l pen
ggun
aan
lain
(APL
) yan
g te
lah
dibe
bani
izin
per
un-
tuka
n;
b.
kaw
asan
hut
an a
kiba
t per
ubah
an p
erun
tuka
n ka
was
an h
utan
m
elal
ui p
elep
asan
kaw
asan
hut
an a
tau
tuka
r-men
ukar
ka-
was
an h
utan
; ata
u
c.
kaw
asan
hut
an a
kiba
t pen
ggun
aan
kaw
asan
hut
an d
enga
n ca
ra
pinj
am p
akai
kaw
asan
hut
an.
d.
area
l dar
i keg
iata
n pe
nyia
pan
laha
n da
lam
pem
bang
unan
hu
tan
tana
man
, yan
g ka
yuny
a tid
ak d
iman
faat
kan
oleh
pem
e-ga
ng IU
PHH
K-H
T.
Pem
beria
n IP
K se
baga
iman
a di
mak
sud
pada
poi
n a
dan
b di
ber-
ikan
ole
h B
upat
i yan
g pe
laks
anaa
nnya
dila
kuka
n ol
eh K
epal
a D
inas
Kab
upat
en/K
ota.
Pem
beria
n IP
K se
baga
iman
a di
mak
sud
pada
poi
n c
dan
d di
ber-
ikan
ole
h G
uber
nur y
ang
pela
ksan
aann
ya d
ilaku
kan
oleh
Kep
ala
Din
as P
rovi
nsi.
PerM
enhu
t
46 P
asal
04.0
9.20
09
M. S
. K.
IUPH
HK
-HT
adal
ah iz
in u
saha
yan
g di
berik
an
untu
k m
eman
faat
kan
hasi
l hut
an b
erup
a ka
yu
dala
m h
utan
tana
man
pad
a hu
tan
prod
uksi
m
elal
ui k
egia
tan
peny
iapa
n la
han,
pem
bibi
tan,
pe
nana
man
, pem
elih
araa
n, p
eman
enan
, dan
pe
mas
aran
.
45P.
65/
Men
-hu
t-II/2
009
STA
ND
AR
D B
IAYA
PR
OD
UK
SI P
EMA
N-
FAAT
AN
KAY
U
PAD
A IZ
IN P
EMA
N-
FAAT
AN
KAY
U D
AN
AT
AU
PEN
YIA
PAN
LA
HA
N D
ALA
M
RA
NG
KA
PEM
BA
-N
GU
NA
N H
UTA
N
TAN
AM
AN
Pasa
l 2
Bia
ya p
rodu
ksi p
enyi
apan
laha
n di
hut
an a
lam
dal
am ra
ngka
pem
-ba
ngun
an h
utan
tana
man
seba
gaim
ana
terc
antu
m d
alam
Lam
pira
n II
Per
atur
an in
i.
PerM
enhu
t
4 Pa
sal
19.1
0.20
09
M. S
. K.
Diu
ji M
ater
iel d
i MA
(dig
anti
oleh
Per
Men
hut
No.
P. 2
1/M
enhu
t-II/2
013)
.
89
46P.
69/M
en-
hut-I
I/200
9PE
DO
MA
N P
ELA
PO-
RA
N K
EUA
NG
AN
PE
MA
NFA
ATA
N
HU
TAN
PR
OD
UK
-SI
DA
N P
ENG
E-LO
LAA
N H
UTA
N
(DO
LAPK
EU –
PH
P2H
)
Pedo
man
pel
apor
an k
euan
gan
pem
anfa
atan
hut
an p
rodu
ksi d
an
peng
elol
aan
huta
n (D
OLA
PKEU
– P
HP2
H),
tabe
l keg
iata
n da
n pe
rlaku
an a
kunt
ansi
IUPH
HK
HA
dan
/ata
u H
T se
rta c
onto
h fo
r-m
at la
pora
n ke
uang
an p
eman
faat
an h
utan
pro
duks
i dan
pen
gelo
-la
an h
utan
seba
gaim
ana
terc
antu
m d
alam
Lam
pira
n Pe
ratu
ran
ini.
PerM
enhu
t
5 Pa
sal
07.1
2.20
09
Z. H
.
-
47P.
9/M
en-
hut-I
I/201
0IZ
IN P
EMB
UAT
AN
D
AN
PEN
GG
UN
AA
N
KO
RID
OR
Izin
Pem
buat
an k
orid
or a
dala
h iz
in y
ang
dibe
rikan
ole
h pe
jaba
t ya
ng b
erw
enan
g ke
pada
pem
egan
g IU
PHH
K p
ada
huta
n al
am,
IUPH
HK
pad
a hu
tan
tana
man
ata
u IP
K u
ntuk
mem
buat
jala
n an
g-ku
tan
kayu
di l
uar a
real
IUPH
HK
pad
a hu
tan
alam
, IU
PHH
K p
ada
huta
n ta
nam
an a
tau
IPK
yan
g be
rsan
gkut
an.
Izin
pen
ggun
aan
korid
or a
dala
h iz
in y
ang
dibe
rikan
ole
h pe
jaba
t ya
ng b
erw
enan
g ke
pada
pem
egan
g IU
PHH
K p
ada
huta
n al
am,
IUPH
HK
pad
a hu
tan
tana
man
ata
u IP
K u
ntuk
men
ggun
akan
ko
ridor
yan
g te
lah
sele
sai d
ibua
t dan
/ata
u ko
ridor
yan
g te
lah
ada,
di
luar
are
al IU
PHH
K p
ada
huta
n al
am, I
UPH
HK
pad
a hu
tan
tana
-m
an a
tau
IPK
yan
g be
rsan
gkut
an.
PerM
enhu
t
26 P
asal
29.0
1.20
10
Z. H
.
Kor
idor
ada
lah
infr
astru
ktur
jala
n an
gkut
an d
i da
rat b
erup
a ja
lan
truk
atau
lori,
yan
g di
buat
dan
at
au d
iper
guna
kan
teru
tam
a un
tuk
men
gang
kut
hasi
l hut
an k
ayu,
ata
u bu
kan
kayu
, ata
u ha
sil
prod
uksi
indu
stri
kayu
dar
i are
al IU
PHH
K p
ada
huta
n al
am, I
UPH
HK
pad
a hu
tan
tana
man
, IPK
, at
au a
real
indu
stri
ke te
mpa
t pen
imbu
nan
kayu
/lo
gpon
d di
tepi
sung
ai/la
ut a
tau
tem
pat l
ain
deng
an m
elal
ui a
real
di l
uar a
real
IUPH
HK
pad
a hu
tan
alam
, IU
PHH
K p
ada
huta
n ta
nam
an a
tau
IPK
yan
g be
rsan
gkut
an.
48P.
5/M
en-
hut-I
I/201
1PE
RU
BA
HA
N A
TAS
PER
ATU
RA
N M
EN-
TER
I KEH
UTA
N-
AN
NO
MO
R P
.33/
MEN
HU
T-II
/200
9 TE
NTA
NG
PE-
DO
MA
N IN
VEN
-TA
RIS
ASI
HU
TAN
M
ENY
ELU
RU
H
BER
KA
LA (I
HM
B)
PAD
A U
SAH
A P
E-M
AN
FAAT
AN
HA
SIL
HU
TAN
KAY
U P
AD
A
HU
TAN
PR
OD
UK
SI
1. P
elak
sana
an IH
MB
dila
ksan
akan
1 (s
atu)
kal
i dal
am se
tiap
10
(sep
uluh
) tah
un.
2. H
asil
IHM
B m
enja
di d
asar
per
hitu
ngan
Ann
ual A
low
able
Cut
(A
AC
) unt
uk IU
PHH
K-H
A d
an d
asar
per
hitu
ngan
eta
t unt
uk
IUPH
HK
-HT
kayu
per
tuka
ngan
.
3. B
agi I
UPH
HK
-HT,
kew
ajib
an IH
MB
dila
ksan
akan
pad
a ta
na-
man
pok
ok se
kura
ng-k
uran
gnya
tela
h m
emas
uki d
aur k
edua
yan
g m
ewak
ili se
mua
kel
as u
mur
.
PerM
enhu
t
II P
asal
31.0
1.20
11
Z. H
.
Peru
baha
n Pa
sal 2
, Pen
amba
han
Pasa
l 2A
dan
Pe
ruba
han
lam
pira
n.
90
49P.
14/
Men
-hu
t-II/2
011
IZIN
PEM
AN
FAAT
AN
K
AYU
Pers
yara
tan
area
l yan
g da
pat d
imoh
on IP
K m
elip
uti :
a.
HPK
yan
g te
lah
diko
nver
si d
enga
n ca
ra p
elep
asan
kaw
asan
hu
tan
atau
kaw
asan
hut
an p
rodu
ksi d
enga
n ca
ra tu
kar m
enu-
kar k
awas
an h
utan
;
b.
peng
guna
an k
awas
an h
utan
mel
alui
izin
pin
jam
pak
ai k
a-w
asan
hut
an; a
tau
c.
APL
yan
g te
lah
dibe
rikan
izin
per
untu
kan.
•IP
K p
ada
area
l seb
agai
man
a di
mak
sud
pada
poi
n a,
dib
erik
an
oleh
Kep
ala
Din
as P
rovi
nsi s
elak
u Pe
jaba
t Pen
erbi
t IPK
.
•IP
K p
ada
area
l seb
agai
man
a di
mak
sud
pada
poi
n c,
dibe
rikan
ol
eh K
epal
a D
inas
Kab
upat
en/K
ota
sela
ku P
ejab
at P
ener
bit
IPK
.
PerM
enhu
t
57 P
asal
10.0
3.20
11
Z. H
.
IUPH
HK
-HT
adal
ah iz
in u
saha
yan
g di
berik
an
untu
k m
eman
faat
kan
hasi
l hut
an b
erup
a ka
yu
dala
m h
utan
tana
man
pad
a hu
tan
prod
uksi
m
elal
ui k
egia
tan
peny
iapa
n la
han,
pem
bibi
tan,
pe
nana
man
, pem
elih
araa
n, p
eman
enan
, dan
pe
mas
aran
.
50P.
15/
Men
-hu
t-II/2
011
PER
UB
AH
AN
ATA
S PE
RAT
UR
AN
MEN
-TE
RI K
EHU
TAN
-A
N N
OM
OR
: P.6
9/M
ENH
UT-
II/2
006
TEN
TAN
G P
ENJA
D-
UA
LAN
KEM
BA
LI
PEM
BAY
AR
AN
PE
NG
EMB
ALI
AN
PI
NJA
MA
N D
AN
A
REB
OIS
ASI
OLE
H
PER
USA
HA
AN
H
UTA
N T
AN
AM
AN
IN
DU
STR
I (H
TI)
Peru
saha
an H
TI y
ang
tidak
dap
at m
enye
lesa
ikan
pem
baya
ran
angs
uran
pin
jam
an p
ada
saat
jatu
h te
mpo
seba
gaim
ana
dite
tapk
an
pada
Per
janj
ian
Kre
dit s
ebel
um b
erla
kuny
a Pe
ratu
ran
Pem
erin
tah
Nom
or 3
5 Ta
hun
2002
dap
at m
enga
juka
n pe
rmoh
onan
Pen
jad-
uala
n K
emba
li Pe
mba
yara
n Pe
ngem
balia
n Pi
njam
anny
a ke
pada
M
ente
ri K
ehut
anan
cq.
Sek
reta
ris Je
nder
al (P
asal
3).
Men
teri
cq. S
ekre
taris
Jend
eral
dap
at m
enye
tuju
i ata
u m
eno-
lak
penj
adua
lan
kem
bali
pinj
aman
Dan
a R
eboi
sasi
ber
dasa
rkan
re
kom
enda
si T
im, d
an m
embe
ritah
ukan
kep
ada
Peru
saha
an H
TI
deng
an te
mbu
san
kepa
da B
ank
Peny
alur
.
PerM
enhu
t
II P
asal
10.0
3.20
11
Z. H
.
-
51P.
43/M
en-
hut-I
I/201
1
(Kem
udah
an b
agi
BU
MN
)
PER
UB
AH
AN
K
EDU
A A
TAS
PER
ATU
RA
N M
EN-
TER
I KEH
UTA
NA
N
NO
MO
R P
.4/M
EN-
HU
T-II
/200
9 TE
N-
TAN
G P
ENY
ELE-
SAIA
N H
AK
PE
NG
USA
HA
AN
H
UTA
N T
AN
AM
AN
IN
DU
STR
I SEM
EN-
TAR
A
Hak
Pen
gusa
haan
Hut
an T
anam
an In
dust
ri Se
men
tara
yan
g se
-la
njut
nya
dise
but H
PHTI
-S a
dala
h ha
k se
men
tara
yan
g di
berik
an
kepa
da p
erus
ahaa
n sw
asta
dan
ata
u pe
rusa
haan
pem
egan
g H
ak
Peng
usah
aan
Hut
an (H
PH) T
anam
an In
dust
ri, b
aik
Pola
Tra
nsm
i-gr
asi m
aupu
n sw
asta
mur
ni d
an B
UM
N y
ang
men
dapa
t pen
un-
juka
n un
tuk
mel
aksa
naka
n pe
mba
ngun
an h
utan
tana
man
indu
stri
dari
Men
teri
Keh
utan
an.
Khu
sus u
ntuk
BU
MN
yan
g m
enda
pat p
enun
juka
n un
tuk
mel
ak-
sana
kan
pem
bang
unan
hut
an ta
nam
an in
dust
ri da
ri M
ente
ri K
ehut
anan
dan
tela
h m
emen
uhi p
ersy
arat
an, M
ente
ri m
engi
n-st
ruks
ikan
kep
ada
Dire
ktur
Jend
eral
Pla
nolo
gi K
ehut
anan
unt
uk
men
yiap
kan
peta
are
al k
erja
(Wor
king
Are
a/W
A) d
an m
enya
m-
paik
an h
asiln
ya k
epad
a D
irekt
ur Je
nder
al.
PerM
enhu
t
II P
asal
19.0
5.20
11
Z. H
.
bahw
a Pe
ratu
ran
Men
teri
Keh
utan
an se
baga
ima-
na d
imak
sud
pada
hur
uf a
, han
ya m
enga
tur
terh
adap
pen
yele
saia
n H
PHTI
Sem
enta
ra y
ang
tela
h di
berik
an k
epad
a pe
rusa
haan
pat
unga
n da
n sw
asta
mur
ni, d
an ti
dak
men
gatu
r pen
yele
-sa
ian
HPH
TI S
emen
tara
yan
g di
berik
an k
epad
a pe
rusa
haan
yan
g be
rsta
tus B
UM
N (I
nhut
ani),
se
rta b
elum
men
gatu
r pen
yele
saia
n te
rhad
ap
Kep
utus
an M
ente
ri K
ehut
anan
tent
ang
Penu
nju-
kan
Unt
uk M
elak
sana
kan
Pem
bang
unan
Hut
an
Tana
man
Indu
stri
91
52P.
9/M
en-
hut-I
I/201
2R
ENC
AN
A P
EMEN
U-
HA
N B
AH
AN
BA
KU
IN
DU
STR
I PR
IM-
ER H
ASI
L H
UTA
N
KAY
U
Tuju
an p
enet
apan
RPB
BI a
dala
h:
a.
Terk
enda
linya
pem
enuh
an d
an p
eman
faat
an/p
engg
unaa
n ba
han
baku
serta
pro
duks
i kay
u ol
ahan
IPH
HK
;
b.
Terw
ujud
nya
pem
enuh
an d
an p
eman
faat
an/p
engg
unaa
n ba
han
baku
IPH
HK
dar
i sum
ber y
ang
sah
dan
berk
elan
juta
n;
c.
Terw
ujud
nya
kem
udah
an, k
ecep
atan
, efe
ktifi
tas d
an fl
eksi
bil-
itas p
emeg
ang
IU-I
PHH
K d
alam
pen
yusu
nan
dan
pen-
yam
paia
n R
PBB
I, pe
ruba
han
RPB
BI d
an la
pora
n bu
lana
n re
alis
asi R
PBB
I;
d.
Terla
ksan
anya
pem
bina
an d
an p
enge
ndal
ian
pela
ksan
aan
RPB
BI;
e.
Ters
edia
nya
data
dan
info
rmas
i pem
enuh
an d
an p
eman
faat
an/
peng
guna
an b
ahan
bak
u se
rta p
rodu
ksi k
ayu
olah
an y
ang
dapa
t dia
kses
ole
h pu
blik
/mas
yara
kat u
mum
.
PerM
enhu
t
27 P
asal
05.0
3.20
12
Z. H
.
Ren
cana
Pem
enuh
an B
ahan
Bak
u In
dust
ri Pr
im-
er H
asil
Hut
an K
ayu
yang
sela
njut
nya
disi
ngka
t R
PBB
I ada
lah
renc
ana
yang
mem
uat k
ebut
u-ha
n ba
han
baku
dan
pas
okan
bah
an b
aku
yang
be
rasa
l dar
i sum
ber y
ang
sah
serta
pem
anfa
atan
/pe
nggu
naan
bah
an b
aku
dan
prod
uksi
sesu
ai
kapa
sita
s izi
n in
dust
ri pr
imer
has
il hu
tan
dan
kete
rsed
iaan
jam
inan
pas
okan
bah
an b
aku
untu
k ja
ngka
wak
tu 1
(sat
u) ta
hun
yang
mer
upak
an
sist
em p
enge
ndal
ian
paso
kan
baha
n ba
ku.
53P.
19/M
en-
hut-I
I/201
2PE
RU
BA
HA
N
KED
UA
ATA
S PE
RA
-TU
RA
N M
ENTE
RI
KEH
UTA
NA
N
NO
MO
R P
.62/
MEN
-H
UT-
II/2
008
TEN
-TA
NG
REN
CA
NA
K
ERJA
USA
HA
PE
MA
NFA
ATA
N H
A-
SIL
HU
TAN
KAY
U
HU
TAN
TA
NA
MA
N
IND
UST
RI D
AN
H
UTA
N T
AN
AM
AN
R
AK
YAT
Agr
ofor
estry
dal
am a
real
izin
usa
ha p
eman
faat
an h
asil
huta
n ka
yu
pada
hut
an ta
nam
an (I
UPH
HK
-HT)
ada
lah
optim
alis
asi p
eman
-fa
atan
laha
n hu
tan
di a
real
kom
bina
si iz
in u
saha
hut
an ta
nam
an
deng
an ta
nam
an p
anga
n (tu
mpa
ng sa
ri) d
an a
tau
tern
ak d
an a
tau
perik
anan
dar
at se
cara
tem
pora
l den
gan
tidak
men
guba
h fu
ngsi
po
kok
usah
a pe
man
faat
an h
asil
huta
n ka
yu (P
asal
18
A).
3. U
ntuk
men
gopt
imal
kan
pem
anfa
atan
ruan
g ar
eal H
utan
Tan
a-m
an, p
emeg
ang
IUPH
HK
-HTI
dap
at m
ener
apka
n ag
rofo
rest
ry
pada
are
al T
anam
an P
okok
, Tan
aman
Keh
idup
an d
an T
anam
an
Ung
gula
n, b
erda
sark
an a
sas k
eles
taria
n se
cara
ber
sam
aan
dan
atau
ber
urut
an se
rta b
ersi
fat t
empo
ral.
4. D
alam
hal
unt
uk p
enin
gkat
an p
enda
pata
n da
n pe
mbe
rday
aan
mas
yara
kat s
etem
pat,
pem
egan
g IU
PHH
K-H
TI d
apat
men
anam
ta
nam
an tu
mpa
ngsa
ri, se
panj
ang
tidak
men
ggan
ggu
tana
man
po
kokn
ya.
PerM
enhu
t
II P
asal
11.0
4.20
12
Z. H
.
Pena
mba
han
bebe
rapa
ket
entu
an d
alam
Pas
al 1
, 4,
9 d
an 1
7.
92
54P.
26/M
en-
hut-I
I/201
2PE
RU
BA
HA
N A
TAS
PER
ATU
RA
N M
EN-
TER
I KEH
UTA
NA
N
NO
MO
R P
.50/
MEN
-H
UT-
II/2
010
TEN
-TA
NG
TAT
A C
AR
A
PEM
BER
IAN
DA
N
PER
LUA
SAN
AR
EAL
KER
JA IZ
IN U
SAH
A
PEM
AN
FAAT
AN
HA
-SI
L H
UTA
N K
AYU
(I
UPH
HK
) DA
LAM
H
UTA
N A
LAM
, IU
PHH
K R
ESTO
RA
SI
EKO
SIST
EM, A
TAU
IU
PHH
K H
UTA
N T
A-
NA
MA
N IN
DU
STR
I
PAD
A H
UTA
N P
RO
-D
UK
SI
Ket
entu
an P
asal
4 a
yat (
2) d
an a
yat (
3) d
ihap
us.
Ket
entu
an P
asal
7 a
yat (
1) d
an a
yat (
2) d
iuba
h da
n m
engh
apus
ay
at (3
) ser
ta m
enam
bah
1 (s
atu)
aya
t bar
u ya
itu a
yat (
4),
Ket
entu
an P
asal
8 a
yat (
1) d
ihap
us d
an a
yat (
2) d
an a
yat (
3)
diub
ah.
Dia
ntar
a Pa
sal 9
aya
t (2)
dan
aya
t (3)
dis
isip
kan
ayat
bar
u ya
itu
ayat
(2a)
,
Dll.
PerM
enhu
t
II P
asal
26.0
6.20
12
Z. H
.
Dal
am p
enya
mpa
ian
peta
are
al k
erja
(wor
king
ar
ea/W
A) s
ebag
aim
ana
dim
aksu
d pa
da a
yat (
1),
untu
k IU
PHH
K-H
TI ti
dak
dise
rtaka
n de
ngan
B
ahan
Pen
etap
an T
eban
gan
Tahu
nan
(BPT
T).
55P.
29/M
EN-
HU
T-II
/201
2PE
RU
BA
HA
N
KED
UA
ATA
S PE
RAT
UR
AN
MEN
-TE
RI K
EHU
TAN
AN
N
OM
OR
P.2
0/M
EN-
HU
T-II
/200
5 TE
N-
TAN
G K
ERJA
SAM
A
OPE
RA
SI (K
SO)
PAD
A IZ
IN U
SAH
A
PEM
AN
FAAT
AN
H
ASI
L H
UTA
N
KAY
U P
AD
A H
UTA
N
TAN
AM
AN
Rua
ng li
ngku
p K
SO p
enge
lola
an u
saha
pem
anfa
atan
has
il hu
tan
kayu
pad
a hu
tan
tana
man
, mel
iput
i :
a. P
enyi
apan
laha
n; d
an
b. P
eman
enan
/Pen
eban
gan
Has
il (P
asal
5, b
aru)
.
PerM
enhu
t
II P
asal
12.0
7.20
12
Z. H
.
-
56SE
.02/
Men
-hu
t-VI/B
IK-
PHH
/201
2
PEN
GEN
AA
N
PUN
GU
TAN
PEN
G-
GA
NTI
AN
NIL
AI
TEG
AK
AN
(PN
T)
TER
HA
DA
P IU
PH-
HK
-HT
YAN
G
MEL
AK
SAN
AK
AN
K
EGIA
TAN
PEN
Y-IA
PAN
LA
HA
N
DA
LAM
RA
NG
KA
PE
MB
AN
GU
NA
N
HT(
I).
Sam
bil m
enun
ggu
revi
si te
rhad
ap P
erM
enhu
t No.
P.1
4/M
en-
hut-I
I/201
1 da
n Pe
rMen
hut N
o. P
.65/
Men
hut-I
I/200
9.-
Dita
ndat
anga
ni D
irjen
Bin
a U
saha
Keh
utan
an.
93
57P.
20/M
en-
hut-I
I/201
3PE
RU
BA
HA
N A
TAS
PER
MEN
HU
T N
O.
P.14
/MEN
HU
T-II
/201
1 TE
NTA
NG
IZIN
PE-
MA
NFA
ATA
N K
AYU
13a.
Dis
pens
asi a
dala
h pe
rset
ujua
n ya
ng d
iteta
pkan
ole
h M
ente
ri,
dala
m ja
ngka
wak
tu b
erla
kuny
a pe
rset
ujua
n pr
insi
p pe
lepa
san
kaw
asan
hut
an, u
ntuk
mel
aksa
naka
n ke
giat
an p
ersi
apan
ber
upa
pem
bibi
tan,
per
sem
aian
, dan
/ata
u pr
asar
ana
deng
an lu
asan
yan
g sa
ngat
terb
atas
.
Ket
entu
an P
asal
2 a
yat 4
, Pas
al 2
1, P
asal
22,
30,
31,
32,
35,
36
diha
pus.
Seju
mla
h Pa
sal j
uga
diru
bah.
PerM
enhu
t
II P
asal
17.0
4.20
13
Z. H
.
Putu
san
MA
RI n
omor
41/
P/H
um/2
011
men
cab-
ut b
eber
apa
Pasa
l dal
am P
erM
enhu
t No.
P.1
4/M
enhu
t-II/2
011
dan
P. 6
5/M
enhu
t-II/2
009.
58P.
46/M
en-
hut-I
I/201
3TA
TA C
AR
A P
ENG
E-SA
HA
N R
ENC
AN
A
PEN
GEL
OLA
AN
H
UTA
N JA
NG
KA
PA
NJA
NG
KES
ATU
-A
N P
ENG
ELO
LAA
N
HU
TAN
LIN
DU
NG
D
AN
KES
ATU
AN
PE
NG
ELO
LAA
N
HU
TAN
PR
OD
UK
SI
•K
esat
uan
Peng
elol
aan
Hut
an L
indu
ng se
lanj
utny
a di
sebu
t K
PHL
adal
ah K
PH y
ang
luas
wila
yahn
ya se
luru
h at
au se
bagi
an
besa
r ter
diri
dari
kaw
asan
hut
an li
ndun
g.
•K
esat
uan
Peng
elol
aan
Hut
an P
rodu
ksi s
elan
jutn
ya d
iseb
ut
KPH
P ad
alah
KPH
yan
g lu
as w
ilaya
hnya
selu
ruh
atau
seba
gian
be
sar t
erdi
ri da
ri ka
was
an h
utan
pro
duks
i.
PerM
enhu
t
8 Pa
sal
29.0
8.20
13
Z. H
.
bahw
a be
rdas
arka
n Pa
sal 1
4 Ay
at (1
) Per
atur
an
Pem
erin
tah
Nom
or 6
Tah
un 2
007
tent
ang
Tata
H
utan
dan
Pen
yusu
nan
Ren
cana
Pen
gelo
laan
H
utan
, ser
ta P
eman
faat
an H
utan
seba
gaim
a-na
tela
h di
ubah
den
gan
Pera
tura
n Pe
mer
inta
h N
omor
3 T
ahun
200
8, M
ente
ri at
au p
ejab
at y
ang
ditu
njuk
men
gesa
hkan
renc
ana
peng
elol
aan
huta
n ja
ngka
pan
jang
yan
g di
susu
n ol
eh K
epal
a K
esat
uan
Peng
elol
aan
Hut
an (K
PH).
59P.
47/M
EN-
HU
T-II
/201
3PE
DO
MA
N, K
RIT
E-R
IA D
AN
STA
ND
AR
PE
MA
NFA
ATA
N
HU
TAN
DI W
ILAY
AH
TE
RTEN
TU P
AD
A
KES
ATU
AN
PEN
GE-
LOLA
AN
HU
TAN
LI
ND
UN
G D
AN
K
ESAT
UA
N P
ENG
E-LO
LAA
N H
UTA
N
PRO
DU
KSI
Kep
ala
KPH
:
a. m
engi
dent
ifika
si, m
ende
linia
si, m
emet
akan
, dan
mer
anca
ng
wila
yah
terte
ntu
serta
men
gint
egra
sika
nnya
dal
am p
rose
s pe
laks
anaa
n ta
ta h
utan
dan
men
yusu
n R
enca
na P
enge
lola
an
Hut
an;
b. m
engu
sulk
an R
enca
na P
enge
lola
an H
utan
seba
gaim
ana
di-
mak
sud
pada
hur
uf a
unt
uk d
isah
kan
oleh
Men
teri
atau
pej
abat
ya
ng d
itunj
uk;
a. m
empu
blik
asik
an R
enca
na P
enge
lola
an H
utan
seba
gaim
ana
dim
aksu
d pa
da h
uruf
b k
epad
a pi
hak
ketig
a.
PerM
enhu
t
14 P
asal
29.0
8.20
13
Z. H
.
bahw
a un
tuk
mel
aksa
naka
n ke
tent
uan
Pasa
l 21
Ayat
(3) P
P N
omor
6 T
ahun
200
7 te
ntan
g Ta
ta
Hut
an d
an P
enyu
suna
n R
enca
na P
enge
lola
an
Hut
an se
rta P
eman
faat
an H
utan
, seb
agai
man
a te
lah
diub
ah d
enga
n PP
Nom
or 3
Tah
un 2
008
perlu
dite
tapk
an P
erM
enhu
t ten
tang
Ped
oman
, K
riter
ia d
an S
tand
ar P
eman
faat
an H
utan
di
Wila
yah
Terte
ntu
pada
Kes
atua
n Pe
ngel
olaa
n H
utan
Lin
dung
(KPH
L) d
an K
esat
uan
Peng
elo-
laan
Hut
an P
rodu
ksi (
KPH
P);
60P.
8/M
en-
hut-I
I/201
4PE
MB
ATA
SAN
LU
-A
SAN
IZIN
USA
HA
PE
MA
NFA
ATA
N
HA
SIL
HU
TAN
K
AYU
(IU
PHH
K)
DA
LAM
HU
TAN
A
LAM
, IU
PHH
K
HU
TAN
TA
NA
MA
N
IND
UST
RI A
TAU
IU
PHH
K R
ESTO
RA
SI
EKO
SIST
EM P
AD
A
HU
TAN
PR
OD
UK
SI
•IU
PHH
K-H
A, I
UPH
HK
-RE
atau
IUPH
HK
-HTI
dap
at d
iber
-ik
an p
alin
g lu
as 5
0.00
0 ha
dan
pal
ing
bany
ak 2
izin
unt
uk 1
pe
rusa
haan
ata
u un
tuk
1 in
duk
peru
saha
an.
•K
husu
s unt
uk P
rovi
nsi P
apua
dan
Pap
ua B
arat
, IU
PHH
K-H
A,
IUPH
HK
-RE
atau
IUPH
HK
-HTI
dap
at d
iber
ikan
pal
ing
luas
10
0.00
0 ha
dan
pal
ing
bany
ak 2
izin
unt
uk 1
per
usah
aan
atau
un
tuk
1 in
duk
peru
saha
an.
PerM
enhu
t
8 Pa
sal
13.0
1.20
14
Z. H
.
Izin
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
pada
H
utan
Tan
aman
Indu
stri
dala
m H
utan
Tan
aman
pa
da H
utan
Pro
duks
i yan
g se
lanj
utny
a di
sing
kat
IUPH
HK
-HTI
ada
lah
izin
usa
ha u
ntuk
mem
ba-
ngun
hut
an ta
nam
an p
ada
huta
n pr
oduk
si y
ang
diba
ngun
ole
h ke
lom
pok
indu
stri
untu
k m
enin
g-ka
tkan
pot
ensi
dan
kua
litas
hut
an p
rodu
ksi
dala
m ra
ngka
mem
enuh
i keb
utuh
an b
ahan
bak
u in
dust
ri.
94
61P.
30/M
en-
hut-I
I/201
4IN
VEN
TAR
I-SA
SI H
UTA
N
MEN
YEL
UR
UH
B
ERK
ALA
DA
N
REN
CA
NA
KER
JA
PAD
A U
SAH
A P
E-M
AN
FAAT
AN
HA
SIL
HU
TAN
KAY
U
HU
TAN
TA
NA
MA
N
IND
UST
RI
1.
Pem
egan
g IU
PHH
K-H
TI w
ajib
mel
aksa
naka
n IH
MB
pad
a hu
tan
alam
di a
real
tana
man
pok
ok y
ang
akan
dila
kuka
n pe
n-eb
anga
n de
ngan
sist
im si
lvik
ultu
r buk
an T
HPB
.
2.
Pela
ksan
aan
IHM
B se
baga
iman
a di
mak
sud
pada
aya
t (1
), di
laku
kan
oleh
GA
NIS
PHPL
-TC
dan
/ata
u G
AN
I-SP
HPL
-CA
NH
UT.
3.
Bia
ya y
ang
timbu
l aki
bat p
elak
sana
an IH
MB
, men
jadi
tang
-gu
ng ja
wab
pem
egan
g iz
in (P
asal
2)
(1)
Pem
egan
g IU
PHH
K-H
TI w
ajib
men
yusu
n R
KU
PHH
K-H
TI
untu
k ja
ngka
wak
tu 1
0 (s
epul
uh) t
ahun
.
(2)
Usu
lan
RK
UPH
HK
-HTI
seba
gaim
ana
dim
aksu
d pa
da a
yat
(1),
diaj
ukan
pal
ing
lam
bat 1
(sat
u) ta
hun
sete
lah
Kep
utus
an
IUPH
HK
-HTI
dite
rima.
(3)
Usu
lan
RK
UPH
HK
-HTI
jang
ka w
aktu
10
(sep
uluh
) tah
un
berik
utny
a di
ajuk
an p
alin
g la
mba
t 1 (s
atu)
tahu
n se
belu
m
bera
khirn
ya m
asa
berla
ku R
KU
PHH
K-H
TI b
erja
lan
(Pas
al 4
).
PerM
enhu
t
30 P
asal
16.0
5.20
14
Z. H
.
Liha
t Kon
side
ran
Men
ging
at N
o. 1
4.
PerM
enhu
t No.
P.3
/Men
hut-I
I/200
8 te
ntan
g D
elin
iasi
Are
al Iz
in U
saha
Pem
anfa
atan
Has
il H
utan
Kay
u pa
da H
utan
Tan
aman
Indu
stri
dala
m
Hut
an T
anam
an.
Izin
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
pada
Hut
an T
anam
an In
dust
ri ya
ng se
lanj
utny
a di
sing
kat I
UPH
HK
-HTI
, yan
g se
belu
mny
a di
se-
but H
ak P
engu
saha
an H
utan
Tan
aman
(HPH
T)
atau
Hak
Pen
gusa
haan
Hut
an T
anam
an In
dust
ri (H
PHTI
) ada
lah
izin
usa
ha y
ang
dibe
rikan
unt
uk
mem
anfa
atka
n ha
sil h
utan
ber
upa
kayu
dal
am
huta
n ta
nam
an p
ada
huta
n pr
oduk
si m
elal
ui k
e-gi
atan
pen
yiap
an la
han,
pem
bibi
tan,
pen
anam
an,
pem
elih
araa
n, p
eman
enan
, dan
pem
asar
an.
62P.
31/M
en-
hut-I
I/201
4TA
TA C
AR
A P
EMB
E-R
IAN
DA
N P
ER-
LUA
SAN
AR
EAL
KER
JA IZ
IN U
SAH
A
PEM
AN
FAAT
AN
HA
-SI
L H
UTA
N K
AYU
D
ALA
M H
UTA
N
ALA
M, I
ZIN
USA
HA
PE
MA
NFA
ATA
N H
A-
SIL
HU
TAN
KAY
U
RES
TOR
ASI
EK
O-
SIST
EM
ATA
U IZ
IN U
SAH
A
PEM
AN
FAAT
AN
HA
-SI
L H
UTA
N K
AYU
H
UTA
N
TAN
AM
AN
IND
US-
TRI P
AD
A H
UTA
N
PRO
DU
KSI
Are
al p
erlu
asan
ada
lah
area
l yan
g di
moh
on o
leh
pem
egan
g Iz
in
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
atau
dis
ingk
at IU
PHH
K se
-ba
gai a
real
per
luas
an/p
enam
baha
n da
ri ar
eal I
UPH
HK
yan
g te
lah
dite
tapk
an o
leh
Men
teri
(Pas
al 1
ang
ka 4
).
Izin
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
Res
tora
si E
kosi
stem
da
lam
hut
an a
lam
yan
g se
lanj
utny
a di
sing
kat I
UPH
HK
-RE
adal
ah
izin
usa
ha y
ang
dibe
rikan
unt
uk m
emba
ngun
kaw
asan
dal
am
huta
n al
am p
ada
huta
n pr
oduk
si y
ang
mem
iliki
eko
sist
em p
entin
g se
hing
ga d
apat
dip
erta
hank
an fu
ngsi
dan
ket
erw
akila
nnya
mel
alui
ke
giat
an p
emel
ihar
aan,
per
lindu
ngan
dan
pem
ulih
an e
kosi
stem
hu
tan
term
asuk
pen
anam
an, p
enga
yaan
, pen
jara
ngan
, pen
angk
aran
sa
twa,
pel
epas
liara
n flo
ra d
an fa
una
untu
k m
enge
mba
likan
uns
ur
haya
ti (fl
ora
dan
faun
a) se
rta u
nsur
non
hay
ati (
tana
h, ik
lim d
an
topo
grafi
) pad
a su
atu
kaw
asan
kep
ada
jeni
s yan
g as
li, se
hing
ga
terc
apai
kes
eim
bang
an h
ayat
i dan
eko
sist
emny
a (P
asal
1 a
ngka
7).
Syar
at A
real
Unt
uk IU
PHH
K-H
A, I
UPH
HK
-RE,
dan
IUPH
-H
K-H
TI (P
asal
2).
PerM
enhu
t
22 P
asal
21.0
5.20
14
Z. H
.
Izin
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
pada
H
utan
Tan
aman
Indu
stri
dala
m H
utan
Tan
aman
pa
da H
utan
Pro
duks
i yan
g se
lanj
utny
a di
sing
kat
IUPH
HK
-HTI
yan
g se
belu
mny
a di
sebu
t Hak
Pe
ngus
ahaa
n H
utan
Tan
aman
(HPH
T), H
ak P
en-
gusa
haan
Hut
an T
anam
an In
dust
ri (H
PHTI
) ata
u Iz
in U
saha
Pem
anfa
atan
Has
il H
utan
Kay
u Pa
da
Hut
an T
anam
an (I
UPH
HK
-HTI
) ada
lah
izin
usa
-ha
unt
uk m
emba
ngun
hut
an ta
nam
an p
ada
huta
n pr
oduk
si y
ang
diba
ngun
ole
h ke
lom
pok
indu
stri
untu
k m
enin
gkat
kan
pote
nsi d
an k
ualit
as h
utan
pr
oduk
si d
alam
rang
ka m
emen
uhi k
ebut
uhan
ba
han
baku
indu
stri.
95
63P.
42/M
en-
hut-I
I/201
4PE
NAT
AU
SAH
AA
N
HA
SIL
HU
TAN
K
AYU
YA
NG
BER
-A
SAL
DA
RI H
UTA
N T
AN
A-
MA
N P
AD
A H
UTA
N
PRO
DU
KSI
Peng
elol
aan
Hut
an a
dala
h Pe
rum
Per
huta
ni a
tau
Kes
atua
n Pe
n-ge
lola
an H
utan
(KPH
) yan
g w
ilaya
h ar
eal k
erja
nya
di lu
ar P
erum
Pe
rhut
ani t
erm
asuk
di l
uar P
ulau
Jaw
a ya
ng k
egia
tan
mel
iput
i tat
a hu
tan
dan
peny
usun
an re
ncan
a pe
ngel
olaa
n hu
tan;
pem
anfa
atan
hu
tan
dan
peng
guna
an k
awas
an h
utan
; reh
abili
tasi
dan
rekl
amas
i hu
tan;
dan
per
lindu
ngan
hut
an d
an k
onse
rvas
i ala
m se
suai
ket
en-
tuan
per
atur
an p
erun
dang
-und
anga
n.
Pere
ncan
aan
Prod
uksi
;
Peng
ukur
an d
an P
engu
jian;
Pem
buat
an d
an P
enge
saha
n LP
-KH
P, d
ll
PerM
enhu
t
26 P
asal
10.0
6.20
14
Z. H
.
Izin
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
dala
m H
utan
Tan
aman
Indu
stri
yang
sela
njut
-ny
a di
sebu
t IU
PHH
K-H
TI a
dala
h iz
in u
saha
ya
ng d
iber
ikan
unt
uk m
eman
faat
kan
hasi
l hut
an
kayu
dal
am h
utan
tana
man
pad
a hu
tan
prod
uksi
m
elal
ui k
egia
tan
peny
iapa
n la
han,
pem
bibi
tan,
pe
nana
man
, pem
elih
araa
n, p
eman
enan
dan
pe
mas
aran
.
64P.
62/
Men
-hu
t-II/2
014
IZIN
PEM
AN
FAAT
AN
K
AYU
???
Pers
yara
tan
area
l yan
g da
pat d
imoh
on IP
K, m
elip
uti:
a. A
PL y
ang
tela
h di
beba
ni iz
in p
erun
tuka
n;
b. p
engg
unaa
n ka
was
an h
utan
mel
alui
izin
pin
jam
pak
ai k
awas
an
huta
n; a
tau
c. H
PK y
ang
tela
h di
konv
ersi
ata
u tu
kar m
enuk
ar k
awas
an h
utan
.
Pem
ohon
yan
g da
pat m
enga
juka
n IP
K, y
aitu
:
a. P
eror
anga
n;
b. K
oper
asi;
c. B
adan
Usa
ha M
ilik
Neg
ara;
d. B
adan
Usa
ha M
ilik
Dae
rah
(BU
MD
); at
au
e. B
adan
Usa
ha M
ilik
Swas
ta (B
UM
S).
Tata
car
a pe
rmoh
onan
dan
pen
yele
saia
n pe
rmoh
onan
...
Kay
u da
ri ha
sil k
egia
tan
peny
iapa
n la
han
dala
m p
emba
ngun
an
huta
n ta
nam
an...
.dll.
PerM
enhu
t
51 P
asal
02.0
9.20
14
Z. H
.
lihat
: Per
Men
hut N
o. P
.14/
Men
hut-I
I/201
1 da
n P.
20/M
enhu
t-II/2
013.
Izin
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
Hut
an T
anam
an y
ang
sela
njut
nya
dise
but I
UPH
-H
K-H
T ad
alah
izin
usa
ha y
ang
dibe
rikan
unt
uk
mem
anfa
atka
n ha
sil h
utan
ber
upa
kayu
dal
am
huta
n ta
nam
an p
ada
huta
n pr
oduk
si m
elal
ui k
e-gi
atan
pen
yiap
an la
han,
pem
bibi
tan,
pen
anam
an,
pem
elih
araa
n, p
eman
enan
, dan
pem
asar
an.
96
65P.
76/
Men
-hu
t-II/2
014
PEN
ETA
PAN
BE-
SAR
NYA
IUR
AN
IZ
IN U
SAH
A P
E-M
AN
FAAT
AN
H
UTA
N
Setia
p Pe
meg
ang
Izin
Usa
ha P
eman
faat
an H
utan
(IU
PH) w
ajib
m
emba
yar I
uran
Izin
Usa
ha P
eman
faat
an H
utan
(IIU
PH).
Iura
n Iz
in U
saha
Pem
anfa
atan
Has
il H
utan
Kay
u pa
da H
utan
Ta
nam
an d
enga
n Si
stem
Per
mud
aan
Bua
tan
(TH
PB) s
ebes
ar
Rp2
50,0
0 (d
ua ra
tus l
ima
pulu
h ru
piah
) per
izin
per
hek
tar p
er
tahu
n.
PerM
enhu
t
5 Pa
sal
22.0
9.20
14
Z. H
.
Den
gan
diun
dang
kann
ya P
erat
uran
ini,
mak
a K
eput
usan
Men
teri
Keh
utan
an d
an P
erke
buna
n N
omor
700
/Kpt
s-II
/199
9 te
ntan
g Pe
neta
pan
Kem
bali
Bes
arny
a Iu
ran
Hak
Pen
gusa
haan
H
utan
(IH
PH) U
ntuk
Sel
uruh
Indo
nesi
a, d
icab
ut
dan
diny
atak
an ti
dak
berla
ku.
66P.
12
/MEN
L-H
K-I
I/201
5
PEM
BA
NG
UN
AN
H
UTA
N T
AN
AM
AN
IN
DU
STR
I
Pers
yara
tan
area
l dal
am IU
PHH
K-H
TI, y
aitu
:
a.
kaw
asan
hut
an p
rodu
ksi t
idak
dib
eban
i izi
n/ha
k; d
an/a
tau
b.
diut
amak
an p
ada
kaw
asan
hut
an p
rodu
ksi y
ang
tidak
pro
duk-
tif;
dan/
atau
kaw
asan
hut
an p
rodu
ksi t
idak
dib
eban
i izi
n/ha
k da
n/at
au
diut
amak
an p
ada
kaw
asan
hut
an p
rodu
ksi y
ang
tidak
pro
dukt
if,
dica
dang
kan
oleh
Men
teri
seba
gaim
ana
dala
m In
dika
tif A
raha
n Pe
man
faat
an H
utan
pad
a K
awas
an H
utan
Pro
duks
i yan
g tid
ak
dibe
bani
izin
unt
uk U
saha
Pem
anfa
atan
Has
il H
utan
Kay
u (P
asal
5)
.
Perm
enLH
K
25 P
asal
24.0
3.20
15
S. N
. B.
Izin
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
da-
lam
hut
an ta
nam
an in
dust
ri pa
da h
utan
pro
duks
i ya
ng se
lanj
utny
a di
sing
kat I
UPH
HK
-HTI
, yan
g se
belu
mny
a di
sebu
t Hak
Pen
gusa
haan
Hut
an
Tana
man
(HPH
T) a
tau
Hak
Pen
gusa
haan
Hut
an T
anam
an
Indu
stri
(HPH
TI) a
dala
h iz
in u
saha
yan
g di
ber-
ikan
unt
uk m
eman
faat
kan
hasi
l hut
an b
erup
a ka
yu d
alam
hut
an ta
nam
an p
ada
huta
n pr
oduk
si
mel
alui
keg
iata
n pe
nyia
pan
laha
n, p
embi
bita
n,
pena
nam
an, p
emel
ihar
aan,
pem
anen
an, d
an
pem
asar
an.
67P.
42/M
enlh
k-Se
t-je
n/20
15PE
NAT
AU
SAH
AA
N
HA
SIL
HU
TAN
K
AYU
YA
NG
BER
-A
SAL
DA
RI H
UTA
N T
AN
A-
MA
N P
AD
A H
UTA
N
PRO
DU
KSI
(1) P
emeg
ang
IUPH
HK
-HTI
/HTR
/HTH
R/H
D/H
Km
mel
ak-
sana
kan
ITSP
sesu
ai d
enga
n ke
tent
uan
pera
tura
n pe
rund
ang-
un-
dang
an, s
ebag
ai d
asar
pen
yusu
nan
renc
ana
pem
anen
an d
alam
R
KTU
PHH
K-H
T.
(2) H
asil
ITSP
seba
gaim
ana
dim
aksu
d pa
da a
yat (
1) d
icat
at d
alam
La
pora
n H
asil
Cru
isin
g (L
HC
) sec
ara
elek
troni
k da
n di
ungg
ah k
e da
lam
apl
ikas
i SIP
UH
H.
(3) I
TSP
seba
gaim
ana
dim
aksu
d pa
da a
yat (
1) d
an p
embu
atan
LH
C se
baga
iman
a di
mak
sud
pada
aya
t (2)
dila
kuka
n ol
eh G
AN
I-SP
HPL
Can
hut.
Perm
enLH
K
22 P
asal
12.0
8.20
15
S. N
. B.
Dal
am ra
ngka
men
gura
ngi e
kono
mi b
iaya
tin
ggi..
..
Mem
berik
an p
eran
yan
g le
bih
besa
r kep
ada
pela
ku u
saha
mel
alui
pen
erap
an p
rinsi
p se
lf as
-se
ssm
ent d
enga
n di
duku
ng te
knol
ogi i
nfor
mas
i be
rbas
is w
eb.
Izin
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
dala
m H
utan
Tan
aman
Indu
stri
yang
sela
njut
-ny
a di
sebu
t IU
PHH
K-H
TI a
dala
h iz
in u
saha
ya
ng d
iber
ikan
unt
uk m
eman
faat
kan
hasi
l hut
an
kayu
dal
am h
utan
tana
man
pad
a hu
tan
prod
uksi
m
elal
ui k
egia
tan
peny
iapa
n la
han,
pem
bibi
tan,
pe
nana
man
, pem
elih
araa
n, p
eman
enan
dan
pe
mas
aran
.
97
68P.
46/M
enlh
k-Se
t-je
n/20
15PE
DO
MA
N P
OST
A
UD
IT T
ERH
AD
AP
PEM
EGA
NG
IZIN
U
SAH
A P
EMA
N-
FAAT
AN
HA
SIL
HU
TAN
KAY
UD
AN
IZIN
PEM
AN
FAAT
AN
K
AYU
Post
aud
it ad
alah
sera
ngka
ian
kegi
atan
pem
erik
saan
men
yelu
ruh
dan
obye
ktif
terh
adap
keg
iata
n pe
man
faat
an h
asil
huta
n, p
ena-
taus
ahaa
n ha
sil h
utan
dan
keg
iata
n pe
men
uhan
kew
ajib
an p
em-
baya
ran
PNB
P de
ngan
car
a m
engi
nteg
rasi
kan
data
dan
info
rmas
i te
knis
dan
lapo
ran
keua
ngan
pem
anfa
atan
hut
an p
rodu
ksis
erta
do
kum
en-d
okum
en p
endu
kung
nya,
term
asuk
dat
a da
n in
form
asi
elek
troni
k, u
ntuk
men
geta
hui k
etaa
tan
pem
egan
g IU
PHH
K d
an
atau
IPK
terh
adap
ket
entu
an p
erat
uran
per
unda
ng-u
ndan
gan
di
bida
ng se
lf as
sess
men
t (Pa
sal 1
ang
ka 6
).
Rua
ng li
ngku
p po
st a
udita
dala
h :
a.
kegi
atan
pem
anfa
atan
has
il hu
tan
dan
pena
taus
ahaa
n ha
sil
huta
n ka
yu o
leh
pem
egan
g IU
PHH
K-H
A, I
UPH
HK
-HTI
, dan
IP
K;
a. k
egia
tan
pem
enuh
an te
rhad
ap k
ewaj
iban
pem
baya
ran-
PNB
Pole
h pe
meg
ang
IUPH
HK
-HA
,IUPH
HK
-HTI
, dan
IPK
.
Perm
enLH
K
23 P
asal
12.0
8.20
15
S. N
. B.
IUPH
HK
ada
lah
izin
yan
g di
berik
an u
ntuk
me-
man
faat
kan
hasi
l hut
an k
ayu
dala
m h
utan
ala
m
atau
dal
am h
utan
tana
man
pad
a hu
tan
prod
uksi
.
IUPH
HK
-HTI
ada
lah
izin
usa
ha y
ang
dibe
rikan
un
tuk
mem
anfa
atka
n ha
sil h
utan
kay
u da
lam
hu
tan
tana
man
pad
a hu
tan
prod
uksi
mel
alui
ke-
giat
an p
enyi
apan
laha
n, p
embi
bita
n, p
enan
aman
, pe
mel
ihar
aan,
pem
anen
an d
an p
emas
aran
.
69P.
62/M
enlh
k-Se
t-je
n/20
15IZ
IN P
EMA
NFA
ATA
N
KAY
UIz
in U
saha
Pem
anfa
atan
Has
il H
utan
Kay
u H
utan
Tan
aman
yan
g se
lanj
utny
a di
sebu
t IU
PHH
K-H
T ad
alah
izin
usa
ha y
ang
dibe
r-ik
an u
ntuk
mem
anfa
atka
n ha
sil h
utan
ber
upa
kayu
dal
am h
utan
ta
nam
an p
ada
huta
n pr
oduk
si m
elal
ui k
egia
tan
peny
iapa
n la
han,
pe
mbi
bita
n, p
enan
aman
, pem
elih
araa
n, p
eman
enan
, dan
pem
asa-
ran
(Pas
al 1
ang
ka 4
).
Pers
yara
tan
area
l yan
g da
pat d
imoh
on IP
K, m
elip
uti :
a. A
PL y
ang
tela
h di
beba
ni iz
in p
erun
tuka
n;
b. p
engg
unaa
n ka
was
an h
utan
mel
alui
izin
pin
jam
pak
ai k
awas
an
huta
n; a
tau
c. H
PK y
ang
tela
h di
konv
ersi
ata
u tu
kar-m
enuk
ar k
awas
an h
utan
.
Pem
ohon
yan
g da
pat m
enga
juka
n IP
K, y
aitu
:
a. P
eror
anga
n;
b. K
oper
asi;
c. B
adan
Usa
ha M
ilik
Neg
ara;
d. B
adan
Usa
ha M
ilik
Dae
rah
(BU
MD
); at
au
e. B
adan
Usa
ha M
ilik
Swas
ta (B
UM
S).
Perm
enLH
K
44 P
asal
24.1
1.20
15
S. N
. B.
bahw
a de
ngan
ber
laku
nya
Und
ang-
Und
ang
Nom
or 2
3 Ta
hun
2014
tent
ang
Pem
erin
taha
n D
aera
h....
IPK
ada
lah
izin
unt
uk m
eneb
ang
kayu
dan
/at
au m
emun
gut h
asil
huta
n bu
kan
kayu
seba
gai
akib
at d
ari a
dany
a ke
giat
an iz
in n
on k
ehut
anan
an
tara
lain
dar
i kaw
asan
hut
an p
rodu
ksi y
ang
dapa
t dik
onve
rsi d
an te
lah
dile
pas,
kaw
asan
hu
tan
prod
uksi
den
gan
cara
tuka
r men
ukar
ka-
was
an h
utan
, pen
ggun
aan
kaw
asan
hut
an d
enga
n iz
in p
inja
m p
akai
, dan
dar
i Are
al P
engg
unaa
n La
in y
ang
tela
h di
berik
an iz
in p
erun
tuka
n.
98
70P.
4/M
ENLH
K/
SETJ
ENPH
-PL
.3/1
/201
6
PEM
BAT
ASA
N L
U-
ASA
N IZ
IN U
SAH
A
PEM
AN
FAAT
AN
HA
-SI
L H
UTA
N K
AYU
(I
UPH
HK
) DA
LAM
H
UTA
N A
LAM
ATA
U
IUPH
HK
HU
TAN
TA
NA
MA
N IN
DU
S-TR
I PA
DA
HU
TAN
PR
OD
UK
SI
IUPH
HK
-HTI
dap
at d
iber
ikan
pal
ing
luas
75.
000
ha p
er iz
in
(Pas
al 5
aya
t 2).
Setia
p pe
rusa
haan
dap
at d
iber
ikan
pal
ing
bany
ak 2
izin
unt
uk
mas
ing-
mas
ing
jeni
s usa
ha.
Perm
enLH
K
10 P
asal
29.0
1.20
16
S. N
. B.
Izin
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
pada
H
utan
Tan
aman
Indu
stri
dala
m H
utan
Tan
aman
pa
da H
utan
Pro
duks
i yan
g se
lanj
utny
a di
sing
kat
IUPH
HK
-HTI
ada
lah
izin
usa
ha u
ntuk
mem
ba-
ngun
hut
an ta
nam
an p
ada
huta
n pr
oduk
si y
ang
diba
ngun
ole
h ke
lom
pok
indu
stri
untu
k m
enin
g-ka
tkan
pot
ensi
dan
kua
litas
hut
an p
rodu
ksi
dala
m ra
ngka
mem
enuh
i keb
utuh
an b
ahan
bak
u in
dust
ri.
71P.
45/M
enlh
k/Se
t-je
HPL
.0/5
/201
6TA
TA C
AR
A P
ERU
-B
AH
AN
LU
ASA
N
AR
EAL
IZIN
USA
HA
PE
MA
NFA
ATA
N
HA
SIL
HU
TAN
PA
DA
H
UTA
N P
RO
DU
KSI
Dal
am ra
ngka
men
ingk
atka
n efi
sien
si d
an e
fekt
ifita
s pem
anfa
atan
hu
tan
seca
ra le
star
i, pe
rlu d
ilaku
kan
Peru
baha
n lu
asan
terh
adap
ar
eal i
zin
usah
a pe
man
faat
an h
asil
huta
n pa
da h
utan
pro
duks
i an
tara
lain
dila
ksan
akan
den
gan:
a. m
engu
rang
i lua
san
area
l ker
ja iz
in u
saha
pem
anfa
atan
has
il hu
tan;
ata
u
b. m
engg
abun
gkan
are
al k
erja
izin
usa
ha p
eman
faat
an h
asil
huta
n pa
da p
emeg
ang
izin
yan
g sa
ma.
dala
m ra
ngka
men
ingk
atka
n efi
sien
si d
an e
fekt
ifita
s pem
anfa
atan
hut
an se
cara
lest
ari.
Peru
baha
n lu
asan
terh
adap
izin
usa
ha p
eman
faat
an h
asil
huta
n pa
da h
utan
pro
duks
i seb
agai
man
a di
mak
sud
pada
aya
t (1)
, dap
at
dila
kuka
n da
lam
hal
terja
di, a
ntar
a la
in :
a. T
umpa
ng ti
ndih
per
izin
an;
b. P
erub
ahan
stat
us d
an/a
tau
fung
si k
awas
an h
utan
dia
kiba
tkan
ad
anya
per
ubah
an ta
ta ru
ang;
ata
u
c. K
ebija
kan
Pem
erin
tah,
ant
ara
lain
dal
am ra
ngka
pen
yele
saia
n ko
nflik
tenu
rial p
ada
area
l izi
n (P
asal
2 a
yat 1
dan
2).
Perm
enLH
K
12 P
asal
18.0
5.20
16
S. N
. B.
Izin
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
pada
H
utan
Tan
aman
Indu
stri
dala
m H
utan
Tan
aman
pa
da H
utan
Pro
duks
i yan
g se
lanj
utny
a di
sing
kat
IUPH
HK
-HTI
yan
g se
belu
mny
a di
sebu
t Hak
Pe
ngus
ahaa
n H
utan
Tan
aman
(HPH
T) a
tau
Hak
Pe
ngus
ahaa
n H
utan
Tan
aman
Indu
stri
(HPH
TI)
atau
Izin
Usa
ha P
eman
faat
an H
asil
Hut
an K
ayu
Pada
Hut
an T
anam
an In
dust
ri (I
UPH
HK
-HTI
) ad
alah
izin
usa
ha u
ntuk
mem
bang
un h
utan
ta-
nam
an p
ada
huta
n pr
oduk
si y
ang
diba
ngun
ole
h ke
lom
pok
indu
stri
untu
k m
enin
gkat
kan
pote
nsi
dan
kual
itas h
utan
pro
duks
i dal
am ra
ngka
me-
men
uhi k
ebut
uhan
bah
an b
aku
indu
stri.
99
72P.
51/M
en-
lhk/
Setje
n/K
UM
.1/6
/201
6
TATA
CA
RA
PEL
E-PA
SAN
KAW
ASA
N
HU
TAN
PR
OD
UK
-SI
YA
NG
DA
PAT
DIK
ON
VER
SI
Pele
pasa
n ka
was
an h
utan
unt
uk k
epen
tinga
n pe
mba
ngun
an d
i lua
r ke
giat
an k
ehut
anan
han
ya d
apat
dila
kuka
n pa
da H
PK.
HPK
seba
gaim
ana
dim
aksu
d pa
da a
yat (
1) h
arus
mem
enuh
i krit
e-ria
:
a.
fung
si H
PK se
suai
den
gan
kete
ntua
n pe
ratu
ran
peru
ndan
g-un
-da
ngan
;
b.
tidak
dib
eban
i izi
n pe
nggu
naan
kaw
asan
hut
an, i
zin
pem
an-
faat
an h
utan
dan
/ata
u pe
rizin
an la
inny
a da
ri M
ente
ri;
c.
tidak
pro
dukt
if, k
ecua
li pa
da p
rovi
nsi y
ang
suda
h tid
ak te
rse-
dia
lagi
kaw
asan
HPK
yan
g tid
ak p
rodu
ktif;
d.
bera
da p
ada
prov
insi
yan
g lu
as k
awas
an h
utan
nya
di a
tas 3
0%
(tiga
pul
uh p
erse
ratu
s).
Kep
entin
gan
pem
bang
unan
di l
uar k
egia
tan
kehu
tana
n te
rmas
uk
sara
na p
enun
jang
, ant
ara
lain
:
p. p
erta
nian
tana
man
pan
gan;
q. b
udid
aya
perta
nian
;
r. pe
rkeb
unan
;
s. pe
rikan
an;
t. pe
tern
akan
Perm
enLH
K
26 P
asal
15.0
6.20
16
S. N
. B.
Izin
Pem
anfa
atan
Kay
u ya
ng se
lanj
utny
a di
sebu
t IP
K a
dala
h iz
in u
ntuk
men
eban
g ka
yu d
an/
atau
mem
ungu
t has
il hu
tan
buka
n ka
yu se
baga
i ak
ibat
dar
i ada
nya
kegi
atan
izin
non
keh
utan
an
anta
ra la
in d
ari k
awas
an h
utan
pro
duks
i yan
g da
pat d
ikon
vers
i dan
tela
h di
lepa
s, ka
was
an
huta
n pr
oduk
si d
enga
n ca
ra tu
kar m
enuk
ar k
a-w
asan
hut
an, p
engg
unaa
n ka
was
an h
utan
den
gan
izin
pin
jam
pak
ai, d
an d
ari A
real
Pen
ggun
aan
Lain
yan
g te
lah
dibe
rikan
izin
per
untu
kan.
Hut
an P
rodu
ksi y
ang
dapa
t Dik
onve
rsi y
ang
sela
njut
nya
dise
but H
PK a
dala
h K
awas
an H
utan
Pr
oduk
si y
ang
tidak
pro
dukt
if da
n pr
oduk
tif
yang
seca
ra ru
ang
dapa
t dic
adan
gkan
unt
uk
pem
bang
unan
di l
uar k
egia
tan
kehu
tana
n at
au
dapa
t dija
dika
n la
han
peng
gant
i Tuk
ar M
enuk
ar
Kaw
asan
Hut
an.
100
73P.
54/M
enL-
HK
/Set
jen/
Kum
.1/6
/201
6
TATA
CA
RA
PEM
BE-
RIA
N D
AN
PER
-PA
NJA
NG
AN
IZIN
PE
MU
NG
UTA
N H
A-
SIL
HU
TAN
KAY
U
ATA
U H
ASI
L H
UTA
N
BU
KA
N K
AYU
PA
DA
H
UTA
N N
EGA
RA
Rua
ng li
ngku
p Pe
ratu
ran
Men
teri
ini a
dala
h pe
ngat
uran
pem
beri-
an d
an p
erpa
njan
gan
Izin
Pem
ungu
tan
Has
il H
utan
Kay
u at
au H
a-si
l Hut
an B
ukan
Kay
u pa
da H
utan
Neg
ara,
yan
g m
elip
uti H
utan
Li
ndun
g da
n H
utan
Pro
duks
i (Pa
sal 3
)
Jeni
s pem
ungu
tan
hasi
l hut
an te
rdiri
dar
i :
a.
IPH
HK
pad
a hu
tan
prod
uksi
;
b.
IPH
HB
K-A
lam
pad
a hu
tan
prod
uksi
;
c.
IPH
HB
K-T
anam
an p
ada
huta
n pr
oduk
si;
d.
IPH
HB
K-L
indu
ng p
ada
huta
n lin
dung
(Pas
al 4
aya
t 1).
Perm
enLH
K
19 P
asal
22.0
6.20
16
S. N
. B.
Izin
pem
ungu
tan
hasi
l hut
an k
ayu
yang
sela
njut
-ny
a di
sing
kat I
PHH
K a
dala
h iz
in u
ntuk
men
-ga
mbi
l has
il hu
tan
beru
pa k
ayu
pada
hut
an a
lam
di
hut
an p
rodu
ksi m
elal
ui k
egia
tan
pem
anen
an
dan
peng
angk
utan
unt
uk ja
ngka
wak
tu d
an
volu
me
terte
ntu.
74P.
58/M
enL-
HK
/Set
jen/
Kum
.1/7
/201
6
PER
UB
AH
AN
ATA
S PE
RM
EN L
HK
NO
. P.
42/M
ENLH
K-S
ET-
JEN
/201
5 TE
NTA
NG
PE
NAT
AU
SAH
AA
N
HA
SIL
HU
TAN
K
AYU
YA
NG
BER
-A
SAL
DA
RI H
UTA
N
TAN
AM
AN
PA
DA
H
UTA
N P
RO
DU
KSI
Beb
erap
a ke
tent
uan
dala
m P
erm
en P
. 42
/ 201
5 di
ubah
, yai
tu:
Pasa
l 1 a
ngka
25
(tim
ber c
ruis
ing)
;
Pasa
l 3, P
asal
4, P
asal
10,
Pas
al 1
2, P
asal
17,
Pas
al 2
0
Perm
enLH
K
II P
asal
22.0
6.20
16
S. N
. B.
-
75P.
17/M
ENL-
HK
/SET
JEN
/K
UM
.1/2
/201
7
PER
UB
AH
AN
ATA
S PE
RAT
UR
AN
MEN
-TE
RI L
ING
KU
NG
AN
H
IDU
P D
AN
KE-
HU
TAN
AN
NO
MO
R
P.12
/MEN
LHK
-II/2
015
TEN
TAN
G P
EMB
AN
-G
UN
AN
HU
TAN
TA
-N
AM
AN
IND
UST
RI
Peru
baha
n ke
tent
uan
yang
term
uat d
alam
Pas
al 1
, Pas
al 7
, Pas
al 8
, Pa
sal 1
0 da
n Pa
sal 2
2.
Pena
mba
han
Pasa
l 8A
, 8B
, 8C
, 8D
, 8E,
8F,
8G
serta
Pas
al 2
3A.
Dal
am h
al id
entifi
kasi
ana
lisis
are
al IU
PHH
K-H
TI te
rdap
at
kaw
asan
hut
an d
enga
n fu
ngsi
Eko
sist
em G
ambu
t seb
agai
man
a di
mak
sud
dala
m P
asal
7 h
uruf
d, p
emeg
ang
IUPH
HK
-HTI
waj
ib
mel
akuk
an p
enye
suai
an ta
ta ru
ang
IUPH
HK
-HTI
.
(2) P
emeg
ang
IUPH
HK
-HTI
waj
ib m
enyu
sun
usul
an re
visi
RK
-U
PHH
K-H
TI y
ang
berd
asar
kan
anta
ra la
in:
a.
renc
ana
perli
ndun
gan
dan
peng
elol
aan
Ekos
iste
m G
ambu
t; at
au
b.
peta
fung
si E
kosi
stem
Gam
but s
kala
1:2
50.0
00.
Perm
enLH
K
II P
asal
09.0
2.20
17
S. N
. B.
Dal
am ra
ngka
per
lindu
ngan
Eko
sist
em G
ambu
t ya
ng re
ntan
dan
tela
h m
enga
lam
i ker
usak
an,
agar
fung
si e
kolo
gis E
kosi
stem
Gam
but d
alam
m
endu
kung
kel
esta
rian
kean
ekar
agam
an h
ayat
i, pe
ngel
olaa
n ai
r, se
baga
i pen
yim
pan
cada
ngan
ka
rbon
, pen
ghas
il ok
sige
n, d
an p
enye
imba
ng
iklim
dap
at te
tap
terja
ga.
Gam
but a
dala
h m
ater
ial o
rgan
ik y
ang
terb
entu
k se
cara
ala
mi d
ari s
isa-
sisa
tum
buha
n ya
ng te
rde-
kom
posi
si ti
dak
sem
purn
a de
ngan
ket
ebal
an 5
0 (li
ma
pulu
h) c
enti
met
er a
tau
lebi
h da
n te
raku
-m
ulas
i pad
a ra
wa.
Ekos
iste
m G
ambu
t ada
lah
tata
nan
unsu
r gam
but
yang
mer
upak
an sa
tu k
esat
uan
utuh
men
yelu
ruh
yang
salin
g m
empe
ngar
uhi d
alam
mem
bent
uk
kese
imba
ngan
, sta
bilit
as, d
an p
rodu
ktiv
itasn
ya.
101
SEKILAS TENTANG MAJELIS EKSAMINASI
Prof Dr Ir Hariadi Kartodiharjo, MS.
Guru Besar Kebijakan Kehutanan pada Fakultas Kehutanan dan Pasca-Sarjana, Institut Pertanian Bogor (IPB), lahir di Jombang, Jawa Timur, 24 April 1958.
Dalam 15 tahun terakhir melakukan proses perbaikan dan pelaksanaan kebijakan publik dalam bidang ke-hutanan dan lingkungan hidup, dengan memasukkan pertimbangan ketidak-adilan dan perbaikan tata-kelo-la (governance), melalui buku, publikasi di media masa, advokasi dan penguatan peran masyarakat sipil, orientasi baru program studi kehutanan dan lingkungan di IPB, serta memfasilitasi dan supervisi proses perbaikan kebijakan secara langsung melalui NKB/GNPSDA yang dikoordinasikan oleh KPK.
Sejalan dengan itu juga sebagai pendiri dan memimpin berjalannnya Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI), sebagai Ketua MPA periode 1998—2003 dan 2003—2008. Serta melakukan mediasi konflik sumberdaya alam dan pembaruan kebijakan kehutanan melalui peranannya sebagai Ketua Dewan Kehutanan Nasional (DKN) periode 2006/2007, 2007/2008, 2011/2012 dan 2012/2013.
Karya buku yang ditulis, yang terkait dengan tata-kelola (governance) sumberdaya alam, yaitu: Di Balik Krisis Ekosistem: Pemikiran tentang Kehutanan dan Lingkungan Hidup (2017), Analisis Kebijakan Pen-gelolaan Sumberdaya Alam: Diskursus—Politik—Aktor—Jaringan (2017), Kembali ke Jalan Lurus: Kritik Ilmu dan Praktek Kehutanan Indonesia (2013), Dibalik Kerusakan Hutan dan Bencana Alam: Masalah Transformasi Kebijakan Kehutanan (2008), Politik Lingkungan dan Kekuasaan di Indonesia (2006).
102
Dr H Saifuddin Syukur, SH, MCL.
Lahir di Air Tiris, 25 September 1963, Saifuddin Syukur bekerja sebagai Dosen Tetap Fakultas Hukum UIR, Dosen Program Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana UIR dan Dosen Program Doktor Ilmu Hukum Unisba Bandung.
Ia meraih gelar M.C.L dan Ph.D di Fakultas Hukum University of Delhi pada 1998 dan 2005 dan pernah menjabat Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Hukum UIR pada 1994 - 1995. Ia juga pernah menjadi Ketua Program Magister (S-2) Ilmu Hukum Program Pascasarjana UIR (2005 – 2012) dan Ketua Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UIR (2005 – 2009).Saifuddin juga menjadi Anggota Senat Universitas Islam Riau (2005 – 2017) dan Ketua Pusat Kajian dan Pengembangan Produk Hukum Daerah (PKP–PHD) UIR.
Untuk pengalaman di bidang legal drafting/ legislasi, ia pernah menjadi Tim Ahli diberbagai dinas ka-bupaten diantaranya: DPRD Kab. Indragiri Hulu (2007 dan 2008), Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kampar (2007), Dinas Pendapatan Provinsi Riau (2009 & 2010), Bagian Ekonomi Sekretariat Daerah Kabupaten Kampar (2010), Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Pemerintah Provinsi Riau (2011, 2012 dan 2013), DPRD Kab. Kampar (2009, 2010, 2011 dan 2016), DPRD Kota Pekanbaru (2010 dan 2011), Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Riau (2012 – 2014), Bagian Hukum Pemkab Siak (2013 – sekarang), Bagian Hukum Pemkab Pelalawan (2013 – sekarang), Bagian Hukum Setda Kab. Rokan Hilir (2013 – 2016), Pemkab Kepulauan Meranti (2014 s/d sekarang), Bagian Hukum dan BPMPD Kab Bengkalis (2014 & 2015), DPRD Provinsi Riau (2015), Bagian Administrasi Pemerintahan Umum Setdako Pekanbaru (2015), BPMPD Kabupaten Kampar (2015), Bagian Hukum Pemkab Kampar (2017 – sekarang) dan Bagian Hukum Setda Kabupaten Rokan Hulu (2015 – sekarang).
Saifuddin juga terlibat sebagai eksaminator dalam publik review: Kasus Korupsi Kehutanan a.n, Burha-nuddin Husin (Register perkara: 21/Pid.Sus/ 2012/PN-PBR), Kasus pembakaran lahan di Pulau Tebing Tinggi/Rangsang – Kepulauan Meranti oleh PT. NSP, Kepmenhut NO: 10.1/Kpts-II/2000 Tentang Pe-doman Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman, Ranperda RTRWP Riau 2017 – 2037 dan Produk Hukum Kementerian Kehutanan/ KLHK terkait HTI Periode 1996 – 2017.
103
NURSAMSU, SP
Born at Kampar 10 November 1969, he started working for WWF-Indonesia in 1995 as field coordinator in a project based in Bukit Tigapuluh National Park stretching two provinces, Riau and Jambi. Samsu began his career on forest crime in 2001 when he worked at division of Monitoring Logging in Tesso Nilo Landscape and then Coordinator of Woods Movement Audit and Investigation on Illegal Sawn Mill Oper-ation in Riau. Forest Crime Unit (FCU) of WWF-Indonesia that led by Samsu investigating illegal logging in Tesso Nilo landscape that found APP and APRIL sourced woods from illegal practice.
FCU is an embryo for Eyes on the Forest (EoF) coalition that established in 2004. The coalition com-prising Jikalahari (Riau network to rescue natural forest), Walhi Riau (Friends of Earth Indonesia) and WWF-Indonesia that led by Samsu as coordinator. EoF coalition conducted investigation on deforestation by pulp and paper industry as well as forestry crime such as corruption and in recent two years they also investigate illegal palm oil plantations inside conservation areas. In his investigation work for WWF and EoF, Samsu planned investigative plans, recommend GIS support for investigators and recruit, train and mentoring investigators. He started the kind of responsibility since 2004.
Samsu is also responsible for compiling workplans for EoF work, consult with partner Jikalahari and WALHI Riau. His robust accountability and trustworthy that have been dedicated for running EoF pro-gram since 2004 are paid by sustainable support by international donors. And he is fully backed by strong leadership management from WWF-Indonesia.
EoF have contributed to pressure APP and APRIL to run sustainable and responsibility business. APP declared its Forest Conservation Program (FCP) in 2013 and implement logging moratorium despite its process and development still needs improvement and intense monitoring of implementation from CSO in-cluding EoF coalition. In 2014 APRIL followed APP by launching Sustainable Forest Management Policy (SFMP) by declaring its commitment not to source fiber from natural forest. EoF coalition monitoring the implementation by the two pulp giants from external position.
Nursamsu leads palm oil traceability’s monitoring as EoF’s work menu since investigation on illegal palm oil plantations inside Tesso Nilo National Park in 2013. EoF also monitors such a violation in Bukit Ti-gapuluh landscape and Bukit Betabuh Sumatran tiger corridor in central Sumatra. In 2013 EoF expanded its organization by setting up West Kalimantan network consisting of some NGOs and followed in 2016 by establishing Sumatra network which its member is KKI Warsi, a leading local NGO in Jambi.
EoF coalition have helped law enforcers to nab corrupt officials related to pulp and paper industry’s licensing in 2009-2014 and palm oil related corruption in 2015. Issues of corruption in forestry sector and forest fires as well as other forms of forest crime will be their DNA beside monitoring of deforestation. In 2016 EoF published its first book, a compilation of investigative reports 2005-2016. In 2018, Nursamsu is awarded as the Whole-heartedly Dedication Staff by WWF-Indonesia. And Eyes on the Forest awarded by WWF-Indonesia as the most dedicated team that got acknowledgement from national and international sides.
104
SEKILAS TENTANG TIM PERUMUS
Made Ali, SH
Alumnus Fakultas Hukum Unri, Alumni Lembaga Pers Bahana Mahasiswa Universitas Riau. Kontributor Mongabay Indonesia dan
pendiri Senarai. Kini Wakil Koordinator Jikalahari (2015 - 2018)
Okto Yugo Setyo, SE
Alumnus Fakultas Ekonomi Unri, Alumni Humendala FE Universitas Riau. Kini Staf Ad-vokasi dan Kampanye Jikalahari (2015 - 2018)
Nurul Fitria, SPd
Alumnus Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendi-dikan Jurusan Matematika Universitas Riau, Alumni Lembaga Pers Bahana Mahasiswa
UR. Aktif di Senarai dan menjadi Kontributor Mongabay Indonesia wilayah Riau. Kini Staf Advokasi dan Kampanye Jikalahari (2016 -
2018