14
Kolokium Jalan dan Jembatan Asruifak,M., Irsyam,M., Budiono,B., Triyoso,W., Adiamar,F., Firmanti,A. PETA RESPON SPEKTRA INDONESIA DI PERMUKAAN UNTUK BERBAGAI KONDISI TANAH DENGAN MODEL SUMBER GEMPA 3-D M. Asrurifak 1) , Masyhur Irsyam 1) , Bambang Budiono 1) , Wahyu Triyoso 1) , Fahmi Aldiamar 2) , Anita Firmanti 3) 1) Institut Teknologi Bandung, [email protected] Abstrak Studi ini dimaksudkan untuk memperoleh peta spektra hazard di permuakaan tanah untuk berbagai kondisi tanah. Peta spektra hazard yang diamplifikasi meliputi spektra periode getar pendek (0.2 detik) dan periode getar 1 detik untuk periode ulang gempa 2500 tahun. Data dan parameter sumber gempa yang digunakan untuk mendapatkan hasil spektra hazard adalah dari catalog gempa terbaru dan informasi sesar aktif terkini yang didapat dari referensi yang sudah dipublikasi maupun dari hasil analisa serta diskusi anggota Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010. Model sumber gempa yang digunakan adalah 3-D meliputi: sumber gempa fault, sumber gempa subduksi dan sumber gempa background. Hasil analisa dari studi ini menampilkan peta spektra hazard periode ulang gempa 2500 tahun dan peta respon spektra disain di permuaan tanah untuk kondisi tanah klas C (tanah keras), klas D (tanah sedang) dan klas E (tanah lunak). Kata kunci: spectra hazard, amplifikasi, model sumber 3-D 1. Pendahuluhan Wilayah Indonesia yang dikenal sebagai wilayah dengan aktifitas gempa yang sangat tinggi. Oleh karena itu, perencanaan bangunan-bangunan sipil di wilayah Indonesia harus didesain terhadap beban gempa. SNI 03-1726-2002 telah disusun sebagai standard perencanaan bangunan tahan gempa, dimana didalamya antara lain memuat peta gempa Wilayah Indonesia. Peta percepatan puncak dibatuan dasar yang ada di SNI-03-1726-2002 adalah merupakan peta percepatan gempa yang nilainya diambil dari rerata hasil yang dilakukan oleh empat penelitian dari berbagai latar belakang, yaitu Jodi Firmansyah & Masyhur Irsyam dari Perguruan Tinggi (ITB), Theo F Najoan dari Puslitbang Sumber Daya Air, Departemen Pekerjaan Umum, Teddy Boen & Haresh Shah dari Konsultan Swasta dan Engkon Kertapati dari Badan Geologi, Departemen Mineral dan Sumber Daya Energi. Konsep pembuatan peta hazard gempa oleh beberapa peneliti ini dilakukan dengan mengacu pada konsep UBC-1997 yang analisanya menggunakan Teorema Probabilitas Total (McGuire, 1976) untuk model sumber gempa dua dimensi (2D). Dengan adanya pengembangan model sumber gempa 3D ditambah dengan data-data gempa besar terbaru yang tidak pernah diprediksi sebelumnya, seperti gempa Aceh (M w 9.09.3), maka parameter-parameter sumber gempa yang digunakan untuk pembuatan peta hazard pada SNI tersebut diatas menjadi berubah. Pertemuan yang membahas rencana perubahan SNI 03-1726-2002 telah dilaksanakan oleh Departemen PU dan HAKI pada bulan Juli 2006, dimana telah di rencanakan

Pusjal-kolokium-peta Respon Spektra Indonesia Di Permukaan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pusjal-kolokium-peta Respon Spektra Indonesia Di Permukaan

Kolokium Jalan dan Jembatan

Asruifak,M., Irsyam,M., Budiono,B., Triyoso,W., Adiamar,F., Firmanti,A.

PETA RESPON SPEKTRA INDONESIA DI PERMUKAAN UNTUK BERBAGAI KONDISI TANAH DENGAN MODEL SUMBER GEMPA 3-D

M. Asrurifak1), Masyhur Irsyam1), Bambang Budiono1), Wahyu Triyoso1), Fahmi Aldiamar2), Anita Firmanti3)

1)

Institut Teknologi Bandung, [email protected]

Abstrak Studi ini dimaksudkan untuk memperoleh peta spektra hazard di permuakaan tanah untuk berbagai kondisi tanah. Peta spektra hazard yang diamplifikasi meliputi spektra periode getar pendek (0.2 detik) dan periode getar 1 detik untuk periode ulang gempa 2500 tahun. Data dan parameter sumber gempa yang digunakan untuk mendapatkan hasil spektra hazard adalah dari catalog gempa terbaru dan informasi sesar aktif terkini yang didapat dari referensi yang sudah dipublikasi maupun dari hasil analisa serta diskusi anggota Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010. Model sumber gempa yang digunakan adalah 3-D meliputi: sumber gempa fault, sumber gempa subduksi dan sumber gempa background. Hasil analisa dari studi ini menampilkan peta spektra hazard periode ulang gempa 2500 tahun dan peta respon spektra disain di permuaan tanah untuk kondisi tanah klas C (tanah keras), klas D (tanah sedang) dan klas E (tanah lunak). Kata kunci: spectra hazard, amplifikasi, model sumber 3-D

1. Pendahuluhan Wilayah Indonesia yang dikenal sebagai wilayah dengan aktifitas gempa yang sangat tinggi. Oleh karena itu, perencanaan bangunan-bangunan sipil di wilayah Indonesia harus didesain terhadap beban gempa. SNI 03-1726-2002 telah disusun sebagai standard perencanaan bangunan tahan gempa, dimana didalamya antara lain memuat peta gempa Wilayah Indonesia. Peta percepatan puncak dibatuan dasar yang ada di SNI-03-1726-2002 adalah merupakan peta percepatan gempa yang nilainya diambil dari rerata hasil yang dilakukan oleh empat penelitian dari berbagai latar belakang, yaitu Jodi Firmansyah & Masyhur Irsyam dari Perguruan Tinggi (ITB), Theo F Najoan dari Puslitbang Sumber Daya Air, Departemen Pekerjaan Umum, Teddy Boen & Haresh Shah dari Konsultan Swasta dan Engkon Kertapati dari Badan Geologi, Departemen Mineral dan Sumber Daya Energi. Konsep pembuatan peta hazard gempa oleh beberapa peneliti ini dilakukan dengan mengacu pada konsep UBC-1997 yang analisanya menggunakan Teorema Probabilitas Total (McGuire, 1976) untuk model sumber gempa dua dimensi (2D). Dengan adanya pengembangan model sumber gempa 3D ditambah dengan data-data gempa besar terbaru yang tidak pernah diprediksi sebelumnya, seperti gempa Aceh (Mw 9.0–9.3), maka parameter-parameter sumber gempa yang digunakan untuk pembuatan peta hazard pada SNI tersebut diatas menjadi berubah.

Pertemuan yang membahas rencana perubahan SNI 03-1726-2002 telah dilaksanakan oleh Departemen PU dan HAKI pada bulan Juli 2006, dimana telah di rencanakan

Page 2: Pusjal-kolokium-peta Respon Spektra Indonesia Di Permukaan

Kolokium Jalan dan Jembatan

Asruifak,M., Irsyam,M., Budiono,B., Triyoso,W., Adiamar,F., Firmanti,A.

merevisi peta gempa Indonesia pada tahun 2008. Pertemuan lanjutan dilaksanakan pada bulan September 2007 yang dihadiri oleh wakil-wakil dari Departemen PU, HAKI, HATTI, Universitas, LIPI, Badan Geologi serta dari USGS dengan tujuan untuk mengkawal pembuatan peta hazard Indonesia yang baru. Tanggal 27 Oktober 2008 di Jakarta pada pertemuan yang dikoordinir oleh Departemen Pekerjaan Umum dan dihadiri oleh ahli-ahli dari Perguruan Tinggi, Konsultan Swasta maupun organisasi-organisasi terkait telah menyepakati bersama bahwa SNI 03-1726-2002 segera direvisi, dan acuan yang akan digunakan adalah IBC-2006 dengan penyesuaian untuk kondisi wilayah Indonesia. Pada tahun 2009 telah dilakukan tiga kali pertemuan yaitu di kantor Menristek pada bulan Juli yang dihadiri oleh wakil-wakil dari Menristek, Departemen PU, Universitas dan LIPI kemudian bulan Sempember yang dihadiri oleh wakil-wakil dari Departemen PU, Menristek dan Universitas yang mana pada pertemuan ini telah disepakati bahwa peta hazard gempa Indonesia harus selesai pada akhir tahun 2009 dan akhirnya rapat 30 November 2009 di Inspektorat Jendral Departemen Pekerjaan Umum, yang dihadiri oleh stakeholder dibentuk Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010 dan ditargetkan Peta Gempa akan selesai awal bulan Maret 2010. 2. Seismotektonik Wilayah Indonesia Wilayah Indonesia yang terletak di daerah pertemuan tiga lempeng tektonik besar dan sembilan lempeng tektonik kecil (Bird dkk, 2003) merupakan lempeng-tempeng yang yang menciptakan jalur-jalur subduksi dan jalur-jalur sesar yang terus aktif (Gambar 2.1), hal ini mengakibatkan kepulauan lndonesia memiliki aktivitas kegempaan tertinggi didunia. Zona subduksi atau penunjaman dan sesar atau patahan, dengan ditambah informasi dari data geofisika, geodesi dan kegempaan selanjutnya dapat disebut sebagai zona sumber gempa bumi /seismic source zone (Algermisen et.al, 1982; Crouse, 1992; Adams dan Basham, 1994 ; Kertapati dkk, 2006). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa suatu zona sumber gempa adalah suatu zona yang dapat diidentifikasi dari data geologi, geodesi, geofisika, dan dari aspek kegempaan sehingga mempunyai potensi untuk menimbulkan gempa bumi di waktu mendatang.

Gambar 1. Model pelat tektonik wilayah Indonesia dan sekitarnya berdasarkan pada

Bird dkk., 2003 dan vektor kecepatan pergerakan dari data survey GPS mulai tahun 1991 sampai dengan 2001 (ITRF-2000)

Page 3: Pusjal-kolokium-peta Respon Spektra Indonesia Di Permukaan

Kolokium Jalan dan Jembatan

Asruifak,M., Irsyam,M., Budiono,B., Triyoso,W., Adiamar,F., Firmanti,A.

3. Model Sumber Gempa Model tatanan seismotektonik wilayah Indonesia terbaru yang telah dipublikasi dan dievaluasi oleh beberapa peneliti dipakai sebagai acuan model sumber gempa dan dijadikan input parameter PSHA. Parameter-parameter yang diperlukan dalam membuat model sumber gempa meliputi seismogenic zones, focal mechanisms dan earthquake catalogues. Kondisi seismogenic ini termasuk geometri atau geomorfologi lempeng tektonik seperti fault dan zona subduksi. Model-model sumber gempa yang digunakan dalam studi ini adalah sumber gempa background, sumber gempa fault dan sumber gempa subduksi. Model ini diperlukan sebagai hubungan antara data kejadian gempa dengan model perhitungan yang digunakan dalam menentukan tingkat resiko gempa. Model Sumber Gempa Fault Mode sumber gempa fault ini uga disebut sebagai sumber tiga dimensi karena dalam perhitungan probabilitas jarak, yang dilibatkan adalah jarak dari site ke hypocenter. Jarak ini memerlukan data dip dari fault yang akan dipakai sebagai perhitungan probabilitas tersebut. Input parameter yang diperlukan dalam analisa probabilitas dengan model sumber gempa fault adalah: koordinat lintasan fault (lat, long), mekanisme pergerakan fault (strike-slip, dip-slip), slip-rate, dip, panjang dan lebar fault. Penentuan lokasi sesar (fault trace) ini didapat dari data-data peneliti yang sudah dipublikasi yang kemudian di trace ulang dengan menggunakan data Shuttle Radar Topographic Mission (SRTM) yang berbentuk peta geomorfologi dan data gempa historic yang sudah direlokasi (Gambar 2). Penentuan nilai slip-rate) bisa didapat melalui metoda survey GPS. Data GPS pada titik-titik yang telah dipilih dapat analisa pola dan kecepatan perubahan koordinat dari titik-titik tersebut dari survei yang satu ke survei berikutnya, sehingga dari hasil ini dapat diketahui karakteristik deformasi dan geodinamika sesar yang dikaji berdasarkan hasil hitungan dan model matematis yang berupa analisa regangan tektonik (Gambar 3).

Gambar 2. Penampakan sesar Lawanopo dan sesar Matano dari data SRTM serta

model mekanisme gempa yang terjadi disekitarnya (Meilano, 2010).

Sesar Matano

Sesar Lawanopo

Page 4: Pusjal-kolokium-peta Respon Spektra Indonesia Di Permukaan

Kolokium Jalan dan Jembatan

Asruifak,M., Irsyam,M., Budiono,B., Triyoso,W., Adiamar,F., Firmanti,A.

Gambar 3. Contoh model analisa perhitungan slip-rate Palu-Koro dari data GPS (Tim

Geodesi ITB)

Model Sumber Gempa Subduksi Sumber gempa subduksi dimodelkan dengan data-data parameter yang meliputi lokasi subduksi yang dituangkan dalam koordinat lintang dan bujur, a dan b-value dari areal subduksi yang bisa didapatkan dari data gempa dengan metode least square (Gutenberg-Richter, 1944) atau metode Maximum Likelihood (Aki, 1965). Batas kedalaman dari sumber gempa ini adalah 50 km atau merupakan daerah Megathrust. Untuk sumber gempa yang lebih dalam (>50 km) daerah Benioff diwakili oleh model sumber gempa deep background. Penentuan sudut subduksi (Megathrust) dilakukan dengan membuat potongan melintang pada daerah Megathrust (Gambar 4) dengan data-data gempa historis yang sudah di relokasi dan tanpa ada sorting (independence dan dependence shock). Hasil potongan melintang tersebut akan tampak distribusi lokasi sumber gempa yang ada sehingga bisa dipisahkan peruntukan dari masing-masing gempa yang ada menjadi model sumber gempa yang akan digunakan sebagai input parameter dalam PSHA. Model Sumber Gempa Background (gridded seismicity) Suatu daerah yang data seismogenic-nya belum teridentifikasi dengan baik bisa digunakan sebagai suatu model sumber gempa bila didaerah tersebut terdapat data-data gempa historik. Model sumber gempa ini disebut sebagai sumber gempa background. Pemodelan yang digunakan untuk sumber gempa background ini adalah gridded yang berdasar pada laju gempa (earthquake rates) secara spatially smoothed (Frankel, 1995).

Page 5: Pusjal-kolokium-peta Respon Spektra Indonesia Di Permukaan

Kolokium Jalan dan Jembatan

Asruifak,M., Irsyam,M., Budiono,B., Triyoso,W., Adiamar,F., Firmanti,A.

Gambar 4. Pengambilan data gempa historis yang sudah direlokasi (Engdahl dkk,

2007) pada daerah subduksi (atas) dan model potongan melintang daerah subduksi dengan Tomografi seismik gelombang P (Widiyantoro, 2009) (a) dan dengan software Z-Map (b).

4. Katalog Gempa Dalam membuat model sumber gempa, data kejadian gempa historik yang pernah terjadi di wilayah Indonesia dan sekitarnya perlu dikumpulkan dari berbagai sumber baik itu lembaga nasional maupun internasioanal seperti: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Indonesia, Nasional Earthquake Information Center U.S. Geological Survey (NEIC-USGS), dimana data ini merupakan gabungan dari katalog gempa yang dikeluarkan oleh USGS, The Bureau Central International de Seismologie (BCIS), International Seimological Summeries (ISS), International Seimological Center (ISC), Preliminary Determination of Epicenter (PDE). The Advanced National Seismic System (ANSS) composite catalog dari world-wide earthquake catalog. Katalog Centennial yang mana merupakan kompilasi katalog Abe, Abe & Noguchi, Newcomb & McCann, serta Pacheco & Sykes dimana gempa-gempa menegah sampai besar telah direlokasi dan dikoreksi. Katalog gempa yang sudah direlokasi oleh Engdahl (2007) yang didapat dari Prof. Sri Widiyantoro, dimana catalog ini berguna untuk mengontrol geometri dari subduksi atau patahan. Data yang diambil adalah dalam perioda yang dimulai dari tahun 1900 sampai tahun 2009 dengan batasan kordinat 10˚LU - 12˚LS dan 90˚BT - 145˚BT, sedangkan untuk analisa annual rate digunakan data dari tahun 1964 sampai tahun 2009.

5. Seismic Hazard Analysis

Analisa hazard gempa (seismic hazard analysis) yang digunakan adalah model Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA) yang dikembangkan oleh Cornell (1968 dan 1971), kemudian dilanjutkan oleh Merz dan Cornell (1973). Teori ini mengasumsikan magnitude gempa M dan jarak R sebagai variabel acak independen

Page 6: Pusjal-kolokium-peta Respon Spektra Indonesia Di Permukaan

Kolokium Jalan dan Jembatan

Asruifak,M., Irsyam,M., Budiono,B., Triyoso,W., Adiamar,F., Firmanti,A.

yang menerus. Dalam bentuk umum teori probabilitas total ini dapat dinyatakan sebagai berikut:

P[I ≥ i] = rmP[I ≥ im dan r]fM(m).fR(r) dm dr dimana: fM = fungsi kepadatan dari magnitude fR = fungsi kepadatan dari jarak hiposenter

P[I ≥ i | m dan r] = kondisi probabilitas acak intensitas I yang melampaui nilai i pada suatu lokasi akibat magnitude gempa M dan jarak hiposenter R.

Perhitungan PSHA dalam studi ini dilakukan dengan menggunakan software dari USGS (Harmsen, 2007) dan input parameter yang digunakan adalah seperti yang akan dijelaskan dalam model sumber gempa datas. Besar nilai hazard ini didapat dari fungsi empirik dari hasil penelitian lapangan yang memberikan gambaran nilai penurunan percepatan gelombang gempa dari suatu sumber gempa sampai di site yang ditinjau. Fungsi ini disebut sebagai fungsi atenuasi. Nilai atenuasi ini tergantung pada: magnitude gempa, jarak ke site, mekanisme sumber gempa, kondisi tanah setempat dan kondisi model tektonik dari sumber gempa tersebut. Untuk wilayah Indonesia, pemilihan fungsi atenuasi berdasarkan pada model sumber gempa dan sebagian besar sudah menggunakan Next Generation Attenuation (NGA) dimana data gempa yang digunakan adalah data gempa global (worldwide data). Fungsi atenuasi untuk gempa shallow crustal (model sumber gempa shallow background dan fault) menggunakan Boore-Atkinson NGA (2008), Campbell-Bozorgnia NGA (2008) dan Chiou-Youngs NGA (2008). Sumber gempa subduksi interface (Megathrust) menggunakan Geomatrix subduction (Youngs et al, SRL, 1997), Atkinson-Boore BC rock & global source. (Atkinson & Boore, 2003) dan Zhao et al., dengan variabel Vs-30. (Zhao et al, 2006). Sumber gempa deep intraslab (model sumber gempa deep background) menggunakan AB intraslab seismicity Puget Sound region BC-rock condition (Atkinson and Boore, 1995), Geomatrix slab seismicity rock, 1997 (Youngs et al, 1997) dan AB 2003 intraslab seismicity world data region BC-rock condition. (Atkinson and Boore, 2003). Pemilihan fungsi atenuasi ini didasarkan pada kesamaan kondisi geologi dan tektonik dari wilayah dimana fungsi atenuasi itu dibuat. Analisa respon spektra di permukaan ini didapat dari proses amplifikasai spektra hazard di batuan dasar dengan kecepatan geser (Vs-30 = 760 m/dt), dimana nilai amplifikasi didapatkan dari perbandingan nilai spektra kondisi Vs-30 = 760, 360, 180 dan 100 m/detik dimana kondisi ini menggambarkan batas antara tanah klas-B (batuan), klas-C (tanah keras atau batuan lunak), klas-D (tanah sedang/kaku) dan klas-D (tanah lunak). Analisa ini dilakukan dengan menggunakan atenuasi NGA yang sudah mempunyai fasilitas analisa dengan berbagai variabel Vs30. 6. Hasil Analisa Hazard Hasil dari analisa hazard probabilistik ini berupa peta percepatan di batuan dasar pada kondisi PGA, spektra 0.2 detik dan 1.0 detik untuk perioda ulang 2500 tahun atau 2% probabilitas terlampaui dalam 50 tahun umur rencana bangunan. Peta spektra ini bisa dilihat pada Gambar 5 s/d 7. Hasil dari analisa respon spektra berupa peta percepatan di permukaan tanah pada spektra 0.2 detik dan 1.0 detik untuk 2500 tahun atau 2% probabilitas terlampaui dalam 50 tahun bisa dilihat pada Gambar 7 s/d 9 masing-masing untuk tanah klas-C (tanah keras atau batuan lunak), klas-D (tanah sedang/kaku) dan klas-E (tanah lunak). Untuk periode 1-detik bisa dilihat pada Gambar 10 s/d 12 masing-masing untuk tanah klas-C, klas-D dan klas-E.

Page 7: Pusjal-kolokium-peta Respon Spektra Indonesia Di Permukaan

Kolokium Jalan dan Jembatan

Asruifak,M., Irsyam,M., Budiono,B., Triyoso,W., Adiamar,F., Firmanti,A.

Gambar 5. Peta hazard gempa Indonesia di batuan dasar pada kondisi PGA (T = 0

detik) untuk periode ulang 2500 tahun.

Gambar 6. Peta hazard gempa Indonesia di batuan dasar pada kondisi spektra T = 0.2

detik untuk periode ulang 2500 tahun.

Page 8: Pusjal-kolokium-peta Respon Spektra Indonesia Di Permukaan

Kolokium Jalan dan Jembatan

Asruifak,M., Irsyam,M., Budiono,B., Triyoso,W., Adiamar,F., Firmanti,A.

Gambar 7. Peta hazard gempa Indonesia di batuan dasar pada kondisi spektra T =

1.0 detik untuk periode ulang 2500 tahun.

Gambar 8. Peta respon spektra 0.2 detik di permukaan periode ulang 2500 tahun untuk tanah klas-C (tanah keras dan batuan lunak)

Page 9: Pusjal-kolokium-peta Respon Spektra Indonesia Di Permukaan

Kolokium Jalan dan Jembatan

Asruifak,M., Irsyam,M., Budiono,B., Triyoso,W., Adiamar,F., Firmanti,A.

Gambar 9. Peta respon spektra 0.2 detik di permukaan periode ulang 2500 tahun untuk tanah klas-D (tanah sedang/kaku)

Gambar 10. Peta respon spektra 0.2 detik di permukaan periode ulang 2500 tahun untuk tanah klas-E (tanah lunak)

Page 10: Pusjal-kolokium-peta Respon Spektra Indonesia Di Permukaan

Kolokium Jalan dan Jembatan

Asruifak,M., Irsyam,M., Budiono,B., Triyoso,W., Adiamar,F., Firmanti,A.

Gambar 11. Peta respon spektra 1.0 detik di permukaan periode ulang 2500 tahun untuk tanah klas-C (tanah keras dan batuan lunak)

Gambar 12. Peta respon spektra 1.0 detik di permukaan periode ulang 2500 tahun untuk tanah klas-D (tanah sedang/kaku)

Page 11: Pusjal-kolokium-peta Respon Spektra Indonesia Di Permukaan

Kolokium Jalan dan Jembatan

Asruifak,M., Irsyam,M., Budiono,B., Triyoso,W., Adiamar,F., Firmanti,A.

Gambar 13. Peta respon spektra 1.0 detik di permukaan periode ulang 2500 tahun untuk tanah klas-E (tanah lunak)

7. Diskusi dan Kesimpulan Studi ini menampilkan peta spektra hazard dengnan periode ulang gempa 2500 tahun di batuan dasar dan peta respon spektra disain di permukaan tanah untuk kondisi tanah keras, tanah sedang dan tanah lunak pada periode getar pendek (0.2 detik) dan periode getar 1-detik. Peta hasil studi PSHA untuk percepatan puncak (PGA), spektra 0.2 detik dan 1.0 detik di batuan dasar untuk periode ulang gempa 500 dan 2500 tahun digunakan sebagai usulan pengembangan peta gempa wilayah Indonesia yang sudah ada di SNI 03-1726-2002. Nilai hazard seperti yang ada pada peta diatas menunjukkan bahwa akibat dari sumber gempa sesar/fault nilai hazard memberikan pengaruh yang besar pada daerah yang jaraknya dekat dengan sumber hal ini berdeba dengan peta gempa yang ada di SNI 03-1726-2002. Secara umum nilai percepatan respon spektra disain semakin membesar sehubungan dengan kondisi tanah yang semakin lunak, kecuali pada nilai percepatan lebih besar dari 0.8g yang justru mengalami penurunan. Peta respon spektra di permukaan tanah untuk periode pendek dan periode 1-detik berdasarkan pada IBC-2009 bisa digunakan sebagai pertimbangan perencanaan stuktur bangunan tahan gempa untuk berbagai kondisi tanah.

Referensi Arabasz, W.J. and Robinson, R. , 1976, ‗Microseismicity and Geologic Structure in the Northern

South Island, New Zealand,‘ New Zealand Journal of Geology and Geophysics, Vol. 19, No. 2, pp. 561-1367.

Asrurifak M., Irsyam M., Budiono B., Triyoso W., Hendriyawan., (2010): Development of Spectral Hazard Map for Indonesia with a Return Period of 2500 Years using

Page 12: Pusjal-kolokium-peta Respon Spektra Indonesia Di Permukaan

Kolokium Jalan dan Jembatan

Asruifak,M., Irsyam,M., Budiono,B., Triyoso,W., Adiamar,F., Firmanti,A.

Probabilistic Method, J. Civil Engineering Dimension, Vol. 12, No. 1, March 2010, 52-62 ISSN 1410-9530 print / ISSN 1979-570X online.

Atkinson, G.M., and Boore, D.M., 2007, Erratum—Earthquake ground-motion prediction equations for eastern North America: Bulletin of the Seismological Society of America, v. 97, p. 1032.

Atkinson, G.M., Boore, D.M, 2003, "Empirical Ground-Motion Relations forSubduction-Zone Earthquakes and Their Application to Cascadia and OtherRegions," Bulletin of the Seismological Society of America, Vol. 93, No. 4, pp 1703-1729.

Atkinson, G., Boore, D., 1995. New ground motion relations for eastern North America. Bull. Seismol. Soc. Am. 85, 17– 30.

Beca Carter Hollings & Ferner, 1979, ‗Indonesian Earthquake Study,‘ Vol. 1-7. Bird, P., 2003, An updated digital model of plate boundaries: Geochemistry, Geophysics,

Geosystems, v. 4, no. 3, 1027, doi:10.1029/2001GC000252, (http://element.ess.ucla.edu/ publications/2003_PB2002/2001GC000252.pdf).

Boore, D., and Atkinson, G., 2007, Next generation attenuation relations to be published in Earthquake Spectra.

Campbell, K., and Bozorgnia, Y., 2007, Next generation attenuation relations to be published in Earthquake Spectra.

Chiou, B., and Youngs, R., 2007, Next generation attenuation relations to be published in Earthquake Spectra.

Cornell, C.A. 1968, ‗Engineering Seismic Risk Analysis,‘ Bulletin of the Seismological Society of America, Vol. 58.

Crouse, C.B., ‗Ground Motion Attenuation Equations for Earthquake on the Cascadia Subduction Zone,‘ Earthquake Spectra, 7(2), 201-236, 1991.

Engdahl, E. R., Villasenor, A., DeShon, H. R. & Thurber, C. H., (2007). Teleseismic relocation and assessment of seismicity (1918–2005) in the region of the 2004 Mw 9.0 Sumatra–Andaman and 2005 Mw 8.6 Nias island great earthquakes, Bull. Seismol. Soc. Am., 97, S43-S61.

Firmansyah, J. and Irsyam, M. 2001, ‗Development of Attenuation Model and Engineering Practice for Confident Level Acceptence Criteria,‘ Research Report to BP-Arco Bali North, LAPI ITB.

Frankel, A., 1995, Mapping seismic hazard in the central and eastern United States: Seismological Research Letters, v. 66, n.4 p. 8-21

Frankel, A.D., Petersen, M.D., Mueller, C.S., Haller, K.M., Wheeler, R.L., Leyendecker, E.V., Wesson, R.L., Harmsen, S.C., Cramer, C.H., Perkins, D.M., Rukstales, K.S., 2002, Documentation for the 2002 Update of the National Seismic Hazard Maps: U.S. Geological Survey Open-File Report 02-420.

Gardner, J.K., and Knopoff L., 1974, Is the sequence of earthquakes in southern California, with aftershocks removed, Poissonian?: Bulletin of the Seismological Society of America, v. 64, p. 1363–1367.

Gutenberg, B. and Richter, C. (1944). Frequency of earhquakes in California. Bull. Seism. Soc. Am., 34:185–188.

Hall, R, &, Wilson, M.E.J., 2000, Neogene sutures in eastern Indonesia, Journal of Asian Earth Sciences 18 (2000) 781–808.

Harmsen, S., 2007, USGS Software for Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA), Draft Document, (unpublished).

Idriss, I.M. 1990, ‗Response of Soft Soil Sites During Earthquake,‘ in J.M. Duncan, ed., Proceedings, H. Bolton Seed Memorial Symposium, BiTech Publishers, Vancouver, British Columbia, Vol. 2.

International Bulding Code, 2000, International Code Council, Inc. Key, D. E., Earthquake Design Practice for Buildings, Thomas Telford, 1988

Irsyam M., Asrurifak M., Hendriyawan, Budiono B., Triyoso W., Anita Firmanti A., (2010): Development of Spectral Hazard Maps for Proposed Revision of Indonesia Seismic Building Code, Geomechanic and Geoengineering an International Journal, Vol. 5. No. 1, 35-47, DOI: 10.1080/17486020903452725.

Irsyam, M., Dangkua, D.T., Hendriyawan, Hoedajanto, D., Hutapea, B.M., Kertapati, E., Boen, T., and Petersen, M.D., 2008, Proposed Seismic Hazard Maps of Sumatra and Java Islands and Microzonation Study of Jakarta City, Indonesia, Journal of Earth System Science, accepted for publication.

Page 13: Pusjal-kolokium-peta Respon Spektra Indonesia Di Permukaan

Kolokium Jalan dan Jembatan

Asruifak,M., Irsyam,M., Budiono,B., Triyoso,W., Adiamar,F., Firmanti,A.

Kijko, A. and Sellevol, M.A. 1992, ‗Estimation of Earthquake Hazard Parameters from Incomplete Data Files Part II, Incorporation of Magnitude Heterogeinity,‘ Bulletin of the Seismological Society of America, Vol. 82, No. 1, pp. 120-134.

Kulkarni, R.B., Youngs, R.R., and Coppersmith, K.J. 1984,’Assessment of Confidence Interval for Results of Seismic Hazard Analysis,‘ Proceedings, 8th World Conference on Earthquake Engineering, San Fransisco, Vol. 1.

McCaffrey, R. 1996. Slip Partitioning at Convergent Plate Boundaries of SE Asia, in Hall, R. and Blundell, D. (eds.), 1996. Tectonic Evolution of Southeast Asia, Geological Society Special Publication No. 106, London, pp. 3-18.

Meilano I., (2009), Slip-rate Estimation from Crustal Deformation Observation, Workshop Peta Zonasi Gempa Indonesia Terpadu Untuk Membangun Kesiapsiagaan Masyarakat, RISTEK 21 Juli 2009, Jakarta

Merz, H.A. and Cornell, C.A (1973). Aftershocks in Engineering Seismic Risk Analysis. Report R73-25. Massachusetts: Department of Civil Engineering, MIT, Cambridge.

Pacheco, J.F., and Sykes, L.R., ‗Seismic Moment Catalog of Large Shallow Earthquakes, 1900 to 1989,‘ Bulletin of the Seismological Society of America, Vol. 82, No. 3, pp. 1306-1349, 1992.

Petersen, M.D., Dewey, J., Hartzell, S., Mueller, C., Harmsen, S., Frankel, A.D., and Rukstales, K., 2004, Probabilistic seismic hazard analysis for Sumatra, Indonesia and across the southern Malaysian Peninsula: Tectonophysics, v. 390, p. 141–158.

Prawirodirdjo, L., Bock, Y., Genrich, J.F., Puntodewo, S.S.O., Rais, J., Subarya, C., and Sutisna, S., 2000, One century of tectonic deformation along the Sumatran fault from triangulation and Global Positioning System surveys: Journal of Geophysical Research, v. 105, p. 28,343–28,361.

Rangin, C., Le Pichon, X., Mazzotti, S., Pubellier, M., Chamot-Rooke, N., Aurelio, M., Walpersdorf, A., and Quebral, R., 1999, Plate convergence measured by GPS across the Sundaland/Philippine Sea Plate deformed boundary—The Philippines and eastern Indonesia: Geophysical Journal International, v. 139, p. 296–316.

Reiter, L. 1990. Earthquake Hazard Analysis: Issues and Insights. Columbia University Press, New York.

Sengara, I W., Hendarto, Natawidjaja, D.H., triyoso, W., (2006), ―Preliminary Probabilistik Seismic Hazard analysis of sumatera for Input to Indonesia Seismic Zonation‖, Seminar on The active Geosphere KAGI 21 ITB Univ. Kyoto and Institut Teknologi Bandung.

Shah, H.C., Boen, T., 1996. Seismic Hazard Model for Indonesia, RMS internal document. 21 pp. (unpublished but cited in GSHAP, 1999).

Sieh, K., Natawidjaja, D., 2000. Neotectonics of the Sumatran fault, Indonesia. J. Geophys. Res. 105, 28295–28326.

Silver, E.A., Reed, D., McCaffrey, R. 1983, ‗Back Arc Thrusting in the Eastern Sunda Arc, Indonesia: A Consequence of Arc Continent Collisin,‘ Journal of Geophysical Research, Vol. 88, No. B9, pp 7429-7448.

Simandjuntak, T.O. and Barber, A.J. 1996. Contrasting Tectonic Styles in the Neogene Orogenic Belts of Indonesia, in Hall, R. and Blundell, D. (eds.). 1996 Tectonic Evolution of Southeast Asia, Geological Society Special Publication No. 106, London, pp. 3-18.

Simons W. J. F., el al. 2007. A Decade of GPS in Southeast Asia: Resolving Sunda Land Motion And Boundaries, J. Geophysics. Res., 112.B06420. doi: 10.1029/ 2005JB003868

Socquet, A., Vigny, C., Chamot-Rooke, N., Simons, W., Rangin, C., and Ambrosius, B., 2006, India and Sunda plates motion and deformation along their boundary in Myanmar determined by GPS: Journal of Geophysical Research, v. 111, B05406, doi: 10.1029/2005JB003877, 11 p.

Standar Nasional Indonesia (2002), Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002), Badan Standardisasi Nasional.

Stepp, J.C. 1973, ‗Analysis of the Completeness of the Earthquake Hazard Sample in the Puget Sound Area,‘ NOAA Technical Report, ERL 267-ESL 30, Boulder, CO.

Uhrhammer, R.A. 1986, ’Characteristics of Northern and Central California Seismicity,‘ Earthquake Notes, Vol. 57, No. 1, pp. 21.

USGS, NEIC. 2008, Seismic Hazard of Western Indonesia, Map prepare by United State of Geology Survey, URL http://earthquake.usgs.gov/research/hazmap/product_data/

Page 14: Pusjal-kolokium-peta Respon Spektra Indonesia Di Permukaan

Kolokium Jalan dan Jembatan

Asruifak,M., Irsyam,M., Budiono,B., Triyoso,W., Adiamar,F., Firmanti,A.

Weichert, D.H. 1980, ‗Estimation of the Earthquake Recurrence Parameters for Unequal Observation Periods for Different Magnitudes,‘ Bulletin of the Seismological Society of America, Vol. 70, No. 4, pp. 1337-1346.

Wells, D.L., and Coppersmith, K.J., 1994, New empirical relationships among magnitude, rupture length, rupture width, and surface displacements: Bulletin of the Seismological Society of America, v. 84, p. 974–1002.

Widiyantoro, S., (2008), Seismic tomography reveals a saddle-shaped structure of the subducted oceanic lithosphere in the upper mantle beneath North Sumatra, Proceedings of the Indonesian Association of Geophysics (HAGI) Annual Meeting.

Wiemer, S. (2001). A software package to analyze seismicity: ZMAP. Seismological Research Letters, 72(2):373–382.

Youngs, R.R., Chiou, S.J., Silva, W.J., Humphrey, J.R., 1997. Strong ground motion attenuation relationships for subduction zone earthquakes. Seismol. Res. Lett. 68, 58–73.

Zhao John X., Zhang, J., Asano, A., Ohno, Y., Oouchi, T., Takahashi, T., Ogawa, H., Irikura, K., Thio, H., Somerville, P., et al.,2006, Attenuation Relations of Strong Motion in Japan using site classification based on predominant period, Bull. Seismol. Soc. Am., 96, 898