6
RANCANG BANGUN “PORTABLE LINE HAULER” UNTUK PENGOPERASIANBUBU LAUT DALAM DI TELUK PALABUHANRATU Kegiatan penangkapan ikan di wilayah perairan Indonesia sudah mendekati kondisi yang kritis. Tekanan penangkapan yang meningkat dari hari ke hari semakin mempercepat penurunan stok sumberdaya ikan. Tingginya tekanan penangkapan khususnya di pesisir pantai telah menyebabkan menurunnya stok sumber daya ikan dan meningkatnya kompetisi antar alat penangkapan ikan yang tidak jarang menimbulkan konflik diantara nelayan. Sebagai akibat dari menurunnya pendapatan, nelayan melakukan berbagai macam inovasi dan modifikasi alat penangkapan ikan untuk menutupi biaya operasi penangkapannya. Pelanggaran penggunaan alat tangkap dan metoda penangkapan ikan bukan berita baru lagi dalam kegiatan penangkapan ikan. Salah satunya adalah pelanggaran penggunaan trawl (pukat harimau) secara illegal di beberapa wilayah peraiaran. Pemerintah (dalam hal ini DKP) sebenarnya tidak menutup mata atas semua kejadian pelanggaran itu. Penegakan hukum terhadap pelanggar memang sudah dilakukan. Namun, kesulitan mengontrol seluruh aktivitas nelayan khususnya di daerah terpencil dan perbatasan telah mendorong meningkatnya pelanggaran penangkapan ikan (illegal fishing). Bila kita menengok sejarah pengelolaan sumberdaya ikan, fakta menunjukkan bahwa kegagalan pengelolaan beberapa stok sumberdaya baik secara regional maupun dunia berpangkal dari kesalahan kita dalam perencanaan dan antisipasi awal terhadap dampak pengoperasian alat tangkap dan dinamikanya. Penemuan dan penggunaan purse seine dan echosounder pada perikanan pelagis contohnya. Penggunaan purse seine yang dilengkapi echosounderdalam waktu yang sangat singkat telah mampu mempercepat pemenuhan kebutuhan akan ikan dunia. Namun dibalik itu, pengembangan alat tangkap yang tak terencana dan dinamika perubahannya yang tanpa kontrol telah mempercepat punahnya sumberdaya ikan pelagis seperti sardin dan anchovy (clupeids). Demikian juga dengan penemuan pukat harimau, yang diyakini sebagai alat tangkap paling produktif, ternyata juga mempunyai dampak negatif terhadap biota lain yang tak termanfaatkan dan lingkungan sekitarnya. Disisi lain, sejarah juga mencatat bahwa kesalahan dalam mengantisipasi dinamika alat tangkap juga telah menyebabkan punahnya sumberdaya ikan. Bangkrutnya perikanan anchovy di Peru telah memberi pelajaran kepada kita bahwa kesalahan dalam mengantisipasi perilaku nelayan dalam merespon setiap

RANCANG BANGUN bubu

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: RANCANG BANGUN bubu

RANCANG BANGUN “PORTABLE LINE HAULER” UNTUK PENGOPERASIANBUBU LAUT DALAM DI TELUK PALABUHANRATU

Kegiatan penangkapan ikan di wilayah perairan Indonesia sudah mendekati kondisi yang kritis.Tekanan penangkapan yang meningkat dari hari ke hari semakin mempercepat penurunan stok sumberdaya ikan.Tingginya tekanan penangkapan khususnya di pesisir pantai telah menyebabkan menurunnya stok sumber daya ikandan meningkatnya kompetisi antar alat penangkapan ikan yang tidak jarang menimbulkan konflik diantara nelayan.Sebagai akibat dari menurunnya pendapatan, nelayan melakukan berbagai macam inovasi dan modifikasi alatpenangkapan ikan untuk menutupi biaya operasi penangkapannya.Pelanggaran penggunaan alat tangkap dan metoda penangkapan ikan bukan berita baru lagi dalam kegiatanpenangkapan ikan. Salah satunya adalah pelanggaran penggunaan trawl (pukat harimau) secara illegal di beberapawilayah peraiaran.Pemerintah (dalam hal ini DKP) sebenarnya tidak menutup mata atas semua kejadian pelanggaran itu. Penegakanhukum terhadap pelanggar memang sudah dilakukan. Namun, kesulitan mengontrol seluruh aktivitas nelayan khususnyadi daerah terpencil dan perbatasan telah mendorong meningkatnya pelanggaran penangkapan ikan (illegal fishing).Bila kita menengok sejarah pengelolaan sumberdaya ikan, fakta menunjukkan bahwa kegagalan pengelolaan beberapastok sumberdaya baik secara regional maupun dunia berpangkal dari kesalahan kita dalam perencanaan dan antisipasiawal terhadap dampak pengoperasian alat tangkap dan dinamikanya.Penemuan dan penggunaan purse seine dan echosounder pada perikanan pelagis contohnya. Penggunaan purseseine yang dilengkapi echosounderdalam waktu yang sangat singkat telah mampu mempercepat pemenuhan kebutuhanakan ikan dunia. Namun dibalik itu, pengembangan alat tangkap yang tak terencana dan dinamika perubahannya yangtanpa kontrol telah mempercepat punahnya sumberdaya ikan pelagis seperti sardin dan anchovy (clupeids).Demikian juga dengan penemuan pukat harimau, yang diyakini sebagai alat tangkap paling produktif, ternyata jugamempunyai dampak negatif terhadap biota lain yang tak termanfaatkan dan lingkungan sekitarnya.Disisi lain, sejarah juga mencatat bahwa kesalahan dalam mengantisipasi dinamika alat tangkap juga telahmenyebabkan punahnya sumberdaya ikan. Bangkrutnya perikanan anchovy di Peru telah memberi pelajaran kepada kitabahwa kesalahan dalam mengantisipasi perilaku nelayan dalam merespon setiap perubahan baik internal maupun

Page 2: RANCANG BANGUN bubu

eksternal stok sumberdaya ikan telah merusak keberlanjutan kegiatan perikanan pelagis.Bertolak dari beberapa pengalaman tersebut, kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa pemanfaatan sumberdayaikan berkelanjutan hanya dapat dilakukan jika pengoperasian suatu alat tangkap direncankan secara matang danterencana.Keputusan untuk pengoperasian alat tangkap (termasuk teknologinya) harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian dandiperlukan evaluasi mendalam sebelumnya. Karena, setiap pengoperasin unit penangkapan ikan akan berdampak baikterhadap sumberdaya ikan yang ditangkap maupun lingkungannnya, sehingga perlu dikaji sampai sejauh manadampaknya dan bagaimana meminimalkan dampaknya.Evaluasi dampak pengoperasian alat tangkap minimal harus mampu menjawab tiga dampak utama, yaitu :1. Dampak terhadap lingkungan,2. Dampak terhadap kelimpahan sumberdaya3. Dampak terhadap target sumberdaya ikan itu sendiri.Disamping mengevaluasi dampak pengoperasian alat tangkap, perencanaan pemanfaatan sumberdaya juga harusmempertimbangkan aspek dinamika upaya penangkapan ikan. Kesalahan mengantisipasi dinamika upaya penangkapanikan akan berdampak pada apa yang dinamakan sebagai berlebihnya kapasitas perikanan atau overcapacity.Rejim open access yang diterapkan sebagian besar negara pada masa lalu yang membiarkan jumlah dan teknologi alattangkap berkembang tanpa kontrol ditambah subsidi pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan nelayan dinegara berkembang telah mendorong percepatan terjadinya overcapacity di sebagian besar perikanandunia.Overcapacity yang juga dapat diartikan sebagai berlebihnya armada penangkapan atau tingginya teknologipenangkapan yang digunakan dalam operasi penangkapan ini telah menjadi isu hangat para pakar perikanan padatahun-tahun terakhir dalam upaya memperbaiki sistem pengelolaan sumberdaya ikan yang ada selama ini

Page 3: RANCANG BANGUN bubu

RANCANG BANGUN BUBU PARALON SEBAGAI ALAT TANGKAP SIDAT DI PERAIRAN SULAWESI SELATAN

Engineering of Bubu Paralon as a Eels Fishing Gears In South Sulawesi Waters

Bambang Soegiri 1, Novita Rahma Budiaryani 2 dan Agus Wiyono 3

ABSTRAKIkan sidat (Anguilla sp) merupakan salah satu komoditas hasil perikanan yang cukup potensial untuk dikomersilkan mengingat jenis ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan secara komersil mempunyai nilai jual yang cukup tinggi baik secara lokal maupun ekspor. Untuk menangkap ikan ini biasanya nelayan menggunakan alat tangkap bubu yang termasuk dalam golongan alat tangkap perangkap (traps) dan terbuat dari bambu. Mencermati desain dan bahan alat tangkap ikan sidat konvensional tersebut masih memungkinkan dilakukan rancang bangun untuk mendapatkan alat tangkap yang lebih praktis dalam pengoperasian. Metode uji yang digunakan dalam rancang bangun paralon ini dengan menggunukan uji alat tangkap dengan rancangan penuh, dimana pembuatan bubu paralon menggunkan ketentuan teknis perbandingan daya tenggelam dan daya apung= ≥ 2 : 1. Pengujian alat tangkap dilakukan di Muara Sungai Jeneberang, Sulawesi Selatan, Makasar. Berdasarkan hasil tangkapan alat tangkap bubu paralon memperoleh ikan sidat 6 ekor dengan panjang 60-135 cm dan berat 500-950 gram. Sedangkan hasil tangkapan yang lain adalah udang, kepiting, ikan dan keong.Kata kunci : rancang bangun, bubu paralon, ikan sidat

ABSTRACT

Eels (Anguilla sp) is one commodity that fisheries potential for commercial enough to remember this type can be used as food and commercial value is high enough to sell both locally and export. To catch these fish are usually fishermen using bubu (traps) and made of bamboo. Looking at the design and material discharge means of conventional fish catch is still possible be done to get the design of fishing gears more practical in operation. Test methods used in this design with paralon test menggunukan fishing equipment with a full design, where it bubu paralon comparisons using the technical provisions of the sinking and buoyancy = ≥ 2: 1. Tests conducted in the fishing equipment Jeneberang River Estuary, South Sulawesi, Makassar. Catch compotition are 6 eels with length 60-135 cm and weight 500-950 grams. While other catches are crustacea, crabs, fish and snails zone. Keywords : engineering, bubu paralon, eels

1 Fungsional Perekayasa Muda BBPPI Semarang2 Calon Fungsional Perekayasa BBPPI Semarang3 Fungsional Litkayasa BBPPI Semarang

Page 4: RANCANG BANGUN bubu

Rancang Bangun Kelaikan Kapal Perikanan

Rancang bangun dan kelaikan kapal perikanan diarahkan untuk pengembangan armada perikanan yang produktif,

selektif dan efisien melalui introduksi teknologi pembangunan kapal yang maju, tepat guna untuk meningkatkan

kualitas hasil penangkapan, serta membina dan mengembangkan industri perikanan tangkap dari hulu dan hilir.

Rancang bangun dan kelaikan kapal perikanan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kapal perikanan dalam

memanfaatkan sumberdaya perikanan. Hal ini dilaksanakan melalui beberapa hal sebagai berikut : 1) pemeriksaan

dan menelaah gambar rancang bangun dan spesifikasi teknis kapal perikanan dan konstruksi kapal; 2) penerapan

standar dokumen teknis dan syarat-syarat pembangunan kapal perikanan; 3) pengawasan pembangunan teknis

konstruksi kapal perikanan; 4) pola pengembangan pembangunan kapal perikanan yang meliputi perumusan sistem

dan prosedur, juklak dan juknis operasional rancang bangun dan konstruksi kapal perikanan; dan 5) penerapan

standar dan sertifikasi rancang bangun dan konstruksi kapal.Tested By Nandra Maulana Irawan on  dec 21st  2009

 

Page 5: RANCANG BANGUN bubu

Rancang Bangun dan Kelaikan Alat Penangkapan Ikan

Rancang bangun dan kelaikan alat penangkap ikan merupakan penyangga utama pembangunan perikanan tangkap.

Pengembangan alat penangkap ikan yang produktif, berdaya guna dan berhasil guna dapat dicapai melalui analisis

seluruh komponen/struktur rancang bangun dan kelaikan alat penangkap ikan, penyajian informasi tentang alat

penangkap ikan; dan penataan dan pengaturan penggunaan alat penangkapan ikan.

Pembinaan rancang bangun dan kelaikan alat penangkap ikan akan tetap diarahkan bagi upaya-upaya perolehan

hasil tangkapan ikan yang optimal dan tetap menjaga kelestarian sumberdayanya. Selain dari pada itu pembinaan

rangcang bangun dan kelaikan alat penangkap ikan juga memperhatikan kebutuhan nelayan akan produktivitas,

dimana untuk beberapa waktu belakangan ini produktivitas alat penangkap ikan dirasakan sangan minim. Oleh

karena itu penemuan alat penangkap ikan ikan dan informasi yang akurat menyangkut pengembangan teknologi alat

penangkap ikan akan tetap terus dikembangkan selaras dan sesuai dengan tuntutan nelayan.

Penemuan teknik, motoda dan rancang bangun alat penangkap ikan yang efisien dan produktif menjadi sangan

menarik dan penting. Untuk itu segala daya dan upaya bagi pemenuhan kebutuhan yang sangat mendesak akan

teknologi penangkapan ikan yang modern, efisien dan efektif tidak dapat ditunda-tunda lagi.

Struktur dan komposisi alat penangkap ikan yang selama ini didominasi oleh alat-alat tradisional yang pasif dan tidak

produktif, lambat laun atau sedikit demi sedikit akan terdesak dan terkikis oleh alat penangkap ikan yang lebih

dinamis dan produktif. 

Page 6: RANCANG BANGUN bubu