49
RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA 1 DRAFT RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR ....... TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH ACEH 2010 - 2030 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pemanfaatan ruang di wilayah Aceh secara serasi, selaras, seimbang, berdaya guna, berhasil guna, berbudaya, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan serta dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan; b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antarsektor, antarwilayah, dan antarpelaku dalam pemanfaatan ruang; c. bahwa terjadi perubahan bentang alam serta kerusakan fisik dan sosial akibat bencana tsunami pada tanggal 26 Desember 2004, serta diberlakukannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA); d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a, b dan c, perlu menetapkan Qanun Aceh tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh. Mengingat: 1. Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Atjeh dan Perubahan Peraturan Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara RI Tahun 1956 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 1103); 2. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria (Lembaran Negara RI Tahun 1960 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 2043); 3. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara RI Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3274); 4. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara RI Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3419);

Rancangan Qanun RTRW Aceh 2010-2030

Embed Size (px)

DESCRIPTION

RTRW Aceh Besar

Citation preview

  • RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA

    1

    DRAFT

    RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR ....... TAHUN 2010

    TENTANG

    RENCANA TATA RUANG WILAYAH ACEH 2010 - 2030

    BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

    GUBERNUR ACEH,

    Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pemanfaatan ruang di wilayah Aceh secara serasi, selaras, seimbang, berdaya guna, berhasil guna, berbudaya, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan serta dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan;

    b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antarsektor, antarwilayah, dan antarpelaku dalam pemanfaatan ruang;

    c. bahwa terjadi perubahan bentang alam serta kerusakan fisik dan sosial akibat bencana tsunami pada tanggal 26 Desember 2004, serta diberlakukannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA);

    d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a, b dan c, perlu menetapkan Qanun Aceh tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh.

    Mengingat:

    1. Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Atjeh dan Perubahan Peraturan Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara RI Tahun 1956 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 1103);

    2. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara RI Tahun 1960 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 2043);

    3. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara RI Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3274);

    4. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara RI Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3419);

  • RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA

    2

    5. Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3469);

    6. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3470);

    7. Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3478);

    8. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati;

    9. Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara RI Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3647);

    10. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3881);

    11. Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3888); sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4412);

    12. Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3893);

    13. Undang-Undang RI Nomor 37 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 525, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4054);

    14. Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4145);

    15. Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara RI Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4169);

    16. Undang-Undang RI Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi (Lembaran Negara RI Tahun 2003 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4377);

    17. Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4377);

    18. Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4389);

    19. Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4411);

  • RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA

    3

    20. Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran RI Negara Nomor 4421);

    21. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4433);

    22. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4437); sebagaimana telah diubah/diamandemen beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4844);

    23. Undang-Undang RI Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lemnaran Negara RI Nomor 4438);

    24. Undang-Undang RI Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4441);

    25. Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2005 tentang Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara Menjadi Undang-Undang;

    26. Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara RI Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4633);

    27. Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Pidie Jaya (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4683);

    28. Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Subulussalam (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4684);

    29. Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 2025 (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4700);

    30. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4722);

    31. Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4723);

    32. Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4724);

    33. Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4725);

    34. Undang-Undang RI Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4739);

  • RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA

    4

    35. Undang-Undang RI Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4746);

    36. Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4849);

    37. Undang-Undang RI Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4925);

    38. Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4956);

    39. Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4959);

    40. Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4966);

    41. Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4974);

    42. Undang-Undang RI Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5052);

    43. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5059);

    44. Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5068);

    45. Peraturan Pemerintah RI Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara RI Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3445);

    46. Peraturan Pemerintah RI Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara RI Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3660);

    47. Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara RI Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3776);

    48. Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3816);

    49. Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3838);

    50. Peraturan Pemerintah RI Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3934);

    51. Peraturan Pemerintah RI Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4146);

    52. Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4163);

  • RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA

    5

    53. Peraturan Pemerintah RI Nomor 38 Tahun 2002 tentang Keadaan Geografis Titik-Titik Garis Pangkal (Lembaran Negara RI Tahun 2002 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4211);

    54. Peraturan Pemerintah RI Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota (Lembaran Negara RI Tahun 2002 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4242);

    55. Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan (Lembaran Negara RI Tahun 2002 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4254);

    56. Peraturan Pemerintah RI Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 No. 45, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4385);

    57. Peraturan Pemerintah RI Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4452);

    58. Peraturan Pemerintah RI Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4453);

    59. Peraturan Pemerintah RI Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara RI Tahun 2006 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4624);

    60. Peraturan Pemerintah RI Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara RI Tahun 2006 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4638);

    61. Peraturan Pemerintah RI Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4696);

    62. Peraturan Pemerintah RI Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4737);

    63. Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4741);

    64. Peraturan Pemerintah RI Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4777);

    65. Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4833);

    66. Peraturan Pemerintah RI Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara RI Tanun 2008 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4858);

    67. Peraturan Pemerintah RI Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4859);

    68. Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4987);

    69. Peraturan Pemerintah RI Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Perkotaan (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5004);

  • RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA

    6

    70. Peraturan Pemerintah RI Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5070);

    71. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan (Lembaran Negara RI Tahun 2010 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor

    72. Peraturan Pemerintah RI Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara RI Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5103);

    73. Peraturan Presiden RI Nomor 30 Tahun 2005 Tentang Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara;

    74. Peraturan Presiden RI Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern;

    75. Keputusan Presiden RI Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;

    76. Keputusan Presiden RI Nomor 33 Tahun 1991 tentang Penggunaan Tanah bagi Kawasan Industri;

    77. Keputusan Presiden RI Nomor 52 Tahun 1992 tentang Pengelolaan Kawasan Budidaya;

    78. Keputusan Presiden RI Nomor 33 Tahun 1998 tentang Pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser;

    79. Keputusan Presiden RI Nomor 4 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional;

    80. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Proses Perencanaan Tata Ruang Di Daerah;

    81. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi, serta Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang;

    82. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Letusan Gunung Berapi dan Kawasan Rawan Gempa Bumi;

    83. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kwasan Rawan Bencana Longsor;

    84. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 40 Tahun 2007 tentang Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai;

    85. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41 Tahun 2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya;

    86. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Perencanaan Kawasan Perkotaan;

    87. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan;

    88. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Daerah;

    89. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2008 tentang Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh di Daerah;

    90. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11 Tahun 2009 tentang Pedoman Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota beserta Rencana Rinciannya;

    91. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.28/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Pelaksanaan Konsultasi Dalam Rangka Pemberian Persetujuan

  • RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA

    7

    Substansi Kehutanan atas Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerah;

    92. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 15 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi;

    93. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16 tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten;

    94. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota;

    95. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 41/Permentan/OT.140/9/2009 tentang Kriteria Teknis Kawasan Peruntukan Pertanian;

    96. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 14 Tahun 2002 tentang Kehutanan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;

    97. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 20 Tahun 2002 tentang Konservasi Sumber Daya Alam;

    98. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 21 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam;

    99. Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan Qanun;

  • RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA

    8

    Dengan Persetujuan Bersama

    DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH dan

    GUBERNUR ACEH

    MEMUTUSKAN Menetapkan : QANUN ACEH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH

    ACEH

    BAB I KETENTUAN UMUM

    Pasal 1

    Dalam Qanun ini yang dimaksud dengan:

    1. Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Gubernur.

    2. Pemerintah Daerah Aceh yang selanjutnya disebut Pemerintah Aceh adalah unsur penyelenggara pemerintahan Aceh yang terdiri atas Gubernur dan Perangkat Daerah Aceh.

    3. Gubernur adalah kepala Pemerintah Aceh.

    4. Dewan Perwakilan Rakyat Aceh yang selanjutnya disingkat DPRA adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh.

    5. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang berada di wilayah Aceh.

    6. Qanun Aceh adalah peraturan perundang-undangan sejenis peraturan daerah provinsi yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat Aceh.

    7. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.

    8. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.

    9. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

    10. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.

    11. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang selanjutnya disebut RTRWN adalah Rencana Tata Ruang Nasional sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

    12. Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh yang selanjutnya disebut RTRW Aceh adalah yang ditetapkan dalam Qanun ini.

  • RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA

    9

    13. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut RTRW Kabupaten/ Kota adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota di Aceh yang ditetapkan dengan Qanun Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

    14. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.

    15. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya.

    16. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan.

    17. Kawasan Budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi atau potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.

    18. Kawasan Andalan adalah kawasan yang memiliki potensi untuk memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan pergeseran struktur ekonomi.

    19. Kawasan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

    20. Kawasan Perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman pedesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

    21. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utamabukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

    22. Kawasan Strategis Nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia.

    23. Kawasan Strategis Aceh adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting di Aceh secara ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, dan mendukung pertahanan dan keamanan.

    24. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disingkat PKN adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi.

    25. Pusat Kegiatan Nasional Promosi selanjutnya disingkat PKNp adalah pusat kegiatan yang dipromosikan untuk di kemudian hari dapat ditetapkan menjadi PKN sebagai peningkatan dari status PKW.

    26. Pusat Kegiatan Strategis Nasional yang selanjutnya sisingkat PKSN adalah kawasan perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan negara.

    27. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disingkat PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota.

    28. Pusat Kegiatan Wilayah Promosi yang selanjutnya disingkat PKWp adalah pusat kegiatan yang dipromosikan untuk di kemudian hari dapat ditetapkan menjadi PKW sebagai peningkatan dari PKL atau yang memenuhi syarat sebagai PKL.

    29. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disingkat PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan.

  • RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA

    10

    30. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disingkat PPK adalah pusat pelayanan yang berfungsi melayani kegiatan skala kecamatan.

    31. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disingkat PPL adalah pusat pelayanan yang berfungsi melayani kegiatan skala Mukim atau beberapa Gampong.

    32. Wilayah Sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.

    33. Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

    34. Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

    35. Peraturan Zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.

    36. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat atau badan hukum.

    37. Peran serta masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak dan prakarsa masyarakat, untuk berminat dan bergerak dalam penyelenggaraan penataan ruang.

    38. Pembangunan Berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

    BAB II WILAYAH, MUATAN, DAN JANGKA WAKTU RENCANA

    Bagian Pertama Wilayah Rencana

    Pasal 2 (1) Lingkup wilayah RTRW Aceh adalah daerah dengan batas yang ditentukan berdasarkan

    aspek administratif mencakup wilayah daratan seluas kurang lebih 56.758,8482 km2, wilayah laut kewenangan sejauh 12 mil laut dari garis pangkal seluas kurang lebih 89.047,88 km2, wilayah udara di atas daratan dan laut kewenangan, serta termasuk ruang di dalam bumi di bawah wilayah daratan dan laut kewenangan.

    (2) Batas-batas wilayah adalah sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka dan Laut Andaman, sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka dan Provinsi Sumatera Utara, sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara dan Samudera Hindia, dan sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia.

    Bagian Kedua Muatan Rencana

    Pasal 3

  • RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA

    11

    Muatan dalam RTRW Aceh meliputi:

    a. Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah Aceh;

    b. Rencana struktur ruang wilayah Aceh yang meliputi sistem perkotaan dalam wilayahnya yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan sistem jaringan prasarana wilayah Aceh;

    c. Rencana pola ruang wilayah Aceh yang meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis Aceh;

    d. Penetapan kawasan strategis Aceh;

    e. Arahan pemanfaatan ruang wilayah Aceh yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan;

    f. Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Aceh yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi sistem provinsi, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

    Bagian Ketiga Jangka Waktu Rencana

    Pasal 4 Jangka waktu RTRW Aceh adalah 20 (dua puluh) tahun sejak diundangkannya qanun ini, atau sampai tersusunnya Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh yang baru sebagai hasil evaluasi dan/atau revisi.

    BAB III TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH ACEH

    Bagian Pertama Tujuan Penataan Ruang Wilayah Aceh

    Pasal 5 Penataan ruang wilayah Aceh bertujuan untuk mewujudkan tata ruang wilayah Aceh yang Islami dan maju, produktif, adil dan merata, serta berkelanjutan.

    Pasal 6 RTRW Aceh menjadi pedoman untuk:

    a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang Aceh;

    b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah Aceh;

    c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah Aceh;

    d. perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah kabupaten dan kota dan keserasian antarsektor di wilayah Aceh;

    e. penetapan lokasi dan fungsi ruang dalam wilayah Aceh untuk investasi;

    f. penataan ruang kawasan strategis Aceh;

    g. penataan ruang wilayah kabupaten dan kota di Aceh.

  • RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA

    12

    Bagian Kedua Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Aceh

    Pasal 7 Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah Aceh meliputi kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang dan pola ruang wilayah Aceh.

    Pasal 8 (1) Kebijakan pengembangan struktur ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 meliputi:

    a. peningkatan fungsi-fungsi pelayanan pada pusat-pusat kegiatan dalam wilayah Aceh sesuai dengan hierarki dan fungsi yang ditetapkan;

    b. peningkatan akses pelayanan pusat-pusat dalam wilayah Aceh yang merata dan berhierarki;

    c. peningkatan akses dari dan ke luar wilayah Aceh, baik dalam lingkup nasional maupun lingkup internasional;

    d. peningkatan kualitas pelayanan dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, energi, telekomunikasi, sumber daya air yang merata di seluruh wilayah Aceh.

    (2) Strategi pengembangan struktur ruang untuk peningkatan fungsi-fungsi pelayanan pada pusat-pusat kegiatan dalam wilayah Aceh sesuai dengan hierarki dan fungsi yang ditetapkan meliputi:

    a. mengembangkan dan meningkatkan fasilitas atau sarana pelayanan yang sesuai dengan fungsi dan hierarki pusat-pusat kegiatan;

    b. mengembangkan fungsi atau kegiatan baru pada pusat-pusat kegiatan yang dapat meningkatkan kualitas pelayanannya dalam rangka mendorong pertumbuhan wilayah yang dilayaninya.

    (3) Strategi pengembangan struktur ruang untuk peningkatan akses pelayanan pusat-pusat dalam wilayah Aceh yang merata dan berhierarki meliputi:

    a. menjaga dan meningkatkan keterkaitan antarpusat atau antarkawasan perkotaan, keterkaitan antara pusat atau kawasan perkotaan dengan kawasan perdesaan, serta antara kawasan perkotaan dengan kawasan sekitarnya;

    b. mengendalikan perkembangan kota atau kawasan perkotaan yang terletak di pesisir pantai;

    c. mendorong kawasan perkotaan dan pusat pertumbuhan agar lebih kompetitif dan lebih efektif dalam pengembangan wilayah di sekitarnya.

    (4) Strategi pengembangan struktur ruang untuk peningkatan akses dari dan ke luar wilayah Aceh, baik dalam lingkup nasional maupun lingkup internasional meliputi:

    a. mengembangkan pusat kegiatan Banda Aceh dan Sabang, sebagai implementasi Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Banda Aceh Darussalam dan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, sehingga dapat berperan sebagai pintu gerbang Indonesia bagian barat dalam hubungan ekonomi secara internasional;

    b. melengkapi sarana dan prasarana pendukung sebagai pintu gerbang ekonomi.

  • RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA

    13

    (5) Strategi pengembangan struktur ruang untuk peningkatan kualitas pelayanan dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, energi, telekomunikasi, sumber daya air yang merata di seluruh wilayah Aceh meliputi:

    a. meningkatkan jaringan prasarana transportasi dan keterpaduan pelayanan transportasi darat, laut, penyeberangan, dan udara;

    b. meningkatkan jaringan energi listrik dengan pengembangan pembangkit tenaga listrik dengan memanfatkan sumber energi terbarukan dan tidak terbarukan secara optimal serta mewujudkan keterpaduan sistem penyediaan tenaga listrik;

    c. mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi yang dapat menjangkau seluruh wilayah;

    d. meningkatkan kuantitas dan kualitas jaringan prasarana serta mewujudkan keterpaduan sistem jaringan sumber daya air;

    e. mengembangkan jaringan prasarana dengan memperhatikan fungsi dan perannya mendukung upaya mitigasi bencana.

    Pasal 9 Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang wilayah Aceh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 meliputi:

    a. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan lindung;

    b. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budidaya.

    Pasal 10 (1) Kebijakan pengembangan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a

    meliputi:

    a. peningkatan kualitas kawasan lindung yang telah menurun fungsi perlindungannya dan penjagaan kualitas kawasan lindung yang ada;

    b. pemeliharaan dan perwujudan kelestarian lingkungan hidup;

    c. pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup.

    (2) Strategi pengembangan kawasan lindung untuk peningkatan kualitas kawasan lindung yang telah menurun fungsi perlindungannya dan penjagaan kualitas kawasan lindung yang ada meliputi:

    a. mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun akibat pengembangan kegiatan budidaya dalam rangka mewujudkan dan memelihara keseimbangan ekosistem wilayah;

    b. meningkatkan kualitas kawasan hutan yang berfungsi sebagai kawasan lindung, yaitu kawasan hutan lindung dan kawasan hutan konservasi;

    c. mengeluarkan secara bertahap bentuk-bentuk kegiatan yang berada dalam kawasan lindung yang tidak sesuai dengan fungsi perlindungan dan/atau dapat merusak fungsi perlindungan kawasan lindung.

    (3) Strategi pengembangan kawasan lindung untuk pemeliharaan dan perwujudan kelestarian lingkungan hidup meliputi:

    a. menetapkan fungsi lindung dan/atau fungsi perlindungan di ruang darat, ruang laut, ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi;

  • RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA

    14

    b. menetapkan proporsi luas kawasan lindung di daratan wilayah Aceh paling sedikit 40 % (empat puluh persen) dari luas darat wilayah, dan luas kawasan hutan dalam wilayah Aceh paling sedikit 60 % (enam puluh persen) dari luas darat wilayah.

    (4) Strategi pengembangan kawasan lindung untuk pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup meliputi:

    a. menyelenggarakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup;

    b. melindungi kemampuan daya dukung lingkungan hidup dari tekanan perubahan dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;

    c. melindungi kemampuan daya tampung lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lainnya yang dibuang ke dalamnya;

    d. mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau tidak langsung menimbulkan perubahan sifat fisik lingkungan yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan;

    e. mengendalikan pemanfatan sumber daya alam secara bijaksana untuk menjamin kepentingan generasi masa kni dan generasi masa depan;

    f. mengelola sumber daya alam tidak terbarukan untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana, dan sumber daya alam yang terbarukan untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya; dan

    g. membatasi pengembangan kegiatan budidaya di kawasan rawan bencana, yaitu hanya untuk kegiatan yang mempunyai daya adaptasi bencana.

    Pasal 11 (1) Kebijakan pengembangan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf

    b meliputi:

    a. peningkatan produktivitas kawasan budidaya;

    b. perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antarkegiatan budidaya;

    c. pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan.

    (2) Strategi pengembangan kawasan budidaya untuk peningkatan produktivitas kawasan budidaya meliputi:

    a. memanfaatkan lahan yang tidak atau kurang produktif yang berada di luar kawasan lindung menjadi kawasan budidaya yang sesuai sifak dan kondisi lahannya, termasuk untuk produksi budidaya kayu;

    b. meningkatkan produktivitas kawasan budidaya pertanian dengan usaha-usaha intensifikasi dan diversifikasi pertanian;

    c. membatasi alih fungsi secara ketat terhadap lahan pertanian tanaman pangan berkelanjutan.

    (3) Strategi pengembangan kawasan budidaya untuk perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antarkegiatan budidaya meliputi:

    a. mengembangkan kegiatan budidaya unggulan lokal di dalam kawasan budidaya beserta prasarana pendukungnya secara sinergis dan berkelanjutan untuk mendorong pengembangan perekonomian kawasan dan wilayah sekitarnya;

  • RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA

    15

    b. mengembangkan kegiatan budidaya untuk menunjang aspek politik, pertahanan dan keamanan, sosial budaya, serta ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan penetapan acuan yang sesuai dengan kondisi dan kerakter daerah;

    c. mengembangkan dan melestarikan kawasan budidaya pertanian pangan untuk mendukung perwujudan ketahanan pangan;

    d. mengembangkan pulau-pulau kecil dengan pendekatan gugus pulau dan/atau pulau tersendiri untuk meningkatkan daya saing dan mewujudkan skala ekonomi, dengan tetap memperhatikan pelestarian ekosistem dan sumber daya alam; dan

    e. mengembangkan kegiatan pengelolaan sumber daya kelautan yang bernilai ekonomi tinggi di wilayah laut kewenangan Aceh.

    (4) Strategi pengembangan kawasan budidaya untuk pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan meliputi:

    a. membatasi perkembangan kegiatan budidaya terbangun pada kawasan rawan bencana untuk meminimalkan potensi kejadian bencana dan potensi kerugian akibat bencana;

    b. menerapkan pengembangan berbasis mitigasi bencana pada kawasan budidaya terbangun dan kawasan lain di sekitarnya yang terletak pada kawasan rawan bencana;

    c. mengembangkan kawasan perkotaan dengan bangunan bertingkat terutama untuk kegiatan-kegiatan dengan fungsi komersial atau bernilai ekonomi tinggi guna penghematan ruang dan memberikan ruang terbuka pada kawasan tersebut;

    d. mengembangkan ruang terbuka hijau dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan perkotaan;

    e. membatasi perkembangan kawasan terbangun di kawasan perkotaan untuk mempertahankan tingkat pelayanan prasarana dan sarana kawasan perkotaan serta mempertahankan fungsi kawasan perdesaan di sekitarnya;

    f. mengembangkan kegiatan budidaya yang dapat mempertahankan keberadaan pulau-pulau kecil.

    BAB IV RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH ACEH

    Bagian Pertama Umum

    Pasal 12 (1) Rencana Sruktur Ruang Wilayah Aceh meliputi:

    a. sistem perkotaan atau pusat pelayanan Aceh;

    b. sistem jaringan prasarana transportasi Aceh;

    c. sistem jaringan prasarana energi Aceh;

    d. sistem jaringan prasarana telekomunikasi Aceh;

    e. sistem jaringan sumber daya air;

    f. prasarana permukiman perkotaan lintas kabupaten/kota.

    (2) Rencana Struktur Ruang Wilayah Aceh digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 : 250.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Qanun ini.

  • RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA

    16

    Bagian Kedua Sistem Perkotaan/Pusat Pelayanan dan Wilayah Pengembangan Aceh

    Pasal 13 (1) Sistem perkotaan atau pusat pelayanan Aceh tediri atas PKN, PKNp, PKSN, PKW, PKWp,

    PKL, PPK, dan PPL.

    (2) PKN, PKSN, dan PKW ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah No.26 Tahun 2008 tentang RTRWN.

    (3) PKNp, PKWp, dan PKL ditetapkan dalam Qanun ini.

    (4) PKN, PKNp, PKSN, PKW, PKWp, dan PKL tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Qanun ini.

    (5) PPK dan PPL ditetapkan dengan Qanun Kabupaten/Kota tentang RTRW Kabupaten/Kota yang bersangkutan setelah dikonsultasikan dengan Gubernur Aceh.

    Pasal 14 PKN, PKNp, PKW, PKWp, dan PKL di Aceh dapat berupa:

    a. kawasan perkotaan besar;

    b. kawasan perkotaan sedang;

    c. kawasan perkotaan kecil.

    Pasal 15 (1) PKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) ditetapkan dengan kriteria:

    a. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul dalam kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional;

    b. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi; dan/atau

    c. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi.

    (2) PKNp sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) ditetapkan dengan kriteria:

    a. kawasan perkotaan yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai PKW dalam Peraturan Pemerintah No.26 Tahun 2008 tentang RTRWN;

    b. pusat kegiatan yang dipromosikan untuk di kemudian hari dapat ditetapkan menjadi PKN dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

    (3) PKSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) ditetapkan dengan kriteria:

    a. pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas dengan negara tetangga;

    b. pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang menghubungkan dengan negara tetangga;

    c. pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang menghubungkan wilayah sekitarnya; dan/atau

    d. pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat emndorong perkembangan kawasan sekitarnya.

    (4) PKW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) ditetapkan dengan kriteria:

  • RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA

    17

    a. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor-impor yang mendukung PKN;

    b. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten; dan/atau

    c. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten.

    (5) PKWp sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) ditetapkan dengan kriteria:

    a. kawasan perkotaan yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai PKL atau yang memenuhi syarat sebagai PKL;

    b. pusat kegiatan yang dipromosikan untuk di kemudian hari dapat ditetapkan menjadi PKW dengan kriterian sebagaimana dimaksud dalam ayat (4).

    (6) PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) ditetapkan dengan kriteria:

    a. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan; dan atau

    b. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan.

    (7) PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) ditetapkan dengan kriteria:

    a. pusat pelayanan yang berfungsi sebagai pusat kegiatan pemerintahan, ekonomi, dan sosial, yang melayani skala kecamatan atau beberapa mukim dan/atau gampong;

    b. pusat pelayanan transportasi yang melayani skala kecamatan atau beberapa mukim dan/atau gampong.

    (8) PPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) ditetapkan dengan kriteria:

    a. pusat pelayanan yang berfungsi sebagai pusat kegiatan pemerintahan, ekonomi, dan sosial, yang melayani skala mukim atau beberapa gampong;

    b. pusat pelayanan transportasi yang melayani skala mukim atau beberapa gampong.

    Pasal 16 (1) Wilayah Pengembangan yang selanjutnya disebut WP adalah kesatuan wilayah dalam

    wilayah Aceh yang disusun dengan mempertimbangkan sistem perkotaan atau pusat pelayanan dan jangkauan pelayanan fungsionalnya.

    (2) Penetapan WP tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Qanun ini.

    Bagian Ketiga Sistem Jaringan Prasarana Transportasi Aceh

    Pasal 17 (1) Sistem jaringan prasarana transportasi Aceh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat

    (1) huruf b terdiri atas:

    a. sistem jaringan prasarana transportasi darat;

    b. sistem jaringan prasarana transportasi di perairan; dan

    c. sistem jaringan prasarana transportasi udara.

    (2) Sistem jaringan prasarana transportasi darat terdiri atas jaringan jalan, dan jaringan jalur kereta api;

  • RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA

    18

    (3) Sistem jaringan prasarana transportasi di perairan terdiri atas tatanan kepelabuhanan dan alur pelayaran.

    (4) Sistem jaringan prasarana transportasi udara terdiri atas tatanan kebandarudaraan dan ruang udara untuk penerbangan.

    Pasal 18 (1) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) terdiri atas jalan arteri

    primer, jalan kolektor primer, dan jalan lokal primer.

    (2) Jaringan jalan arteri primer dikembangkan secara menerus dan berhierarki berdasarkan kesatuan sistem orientasi untuk menghubungkan:

    a. antar-PKN;

    b. antara PKN dan PKW; dan/atau

    c. PKN dan/atau PKW dengan bandar udara dan pelabuhan.

    (3) Jaringan jalan bebas hambatan dikembangkan sebagai jalan arteri primer khusus.

    (4) Jaringan jalan kolektor primer dikembangkan untuk menghubungkan antar-PKW dan antara PKW dan PKL.

    (5) Jaringan jalan lokal primer dikembangkan untuk menghubungkan antar-PKL dan antara PKL dan PPK.

    (6) Pengembangan jaringan jalan tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Qanun ini.

    Pasal 19 (1) Jaringan jalur kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) adalah jaringan

    jalur kereta api umum.

    (2) Pengembangan jaringan jalur kereta api terdiri atas:

    a. revitalisasi jaringan jalur kereta api di pesisir timur, yang menghubungkan Banda Aceh ke Provinsi Sumatera Utara, sebagai bagian dari jaringan jalur kereta api lintas timur Pulau Sumatera;

    b. pengembangan jaringan jalur kereta api di pesisir barat, yang menghubungkan Banda Aceh ke Provinsi Sumatera Utara, sebagai bagian dari jaringan jalur kereta api lintas barat Pulau Sumatera.

    Pasal 20 (1) Jenis kepelabuhanan di Aceh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) terdiri atas:

    a. pelabuhan laut; dan

    b. pelabuhan sungai dan danau.

    (2) Pelabuhan laut di Aceh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a melayani:

    a. angkutan laut; dan

    b. angkutan penyeberangan.

    (3) Pelabuhan laut di Aceh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berdasarkan hierarki fungsinya terdiri atas:

    a. pelabuhan utama;

    b. pelabuhan pengumpul;

  • RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA

    19

    c. pelabuhan pengumpan.

    (4) Pelayanan pelabuhan laut di Aceh meliputi:

    a. angkutan laut luar negeri;

    b. angkutan laut dalam negeri antarprovinsi dan dalam provinsi;

    c. angkutan laut pelayaran rakyat;

    d. angkutan laut khusus;

    e. angkutan penyeberangan luar negeri;

    f. angkutan penyeberangan dalam negeri antarprovinsi dan dalam provinsi.

    (5) Pengembangan pelabuhan, pelayanan angkutan termasuk lintasan/rute penyeberangan tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Qanun ini.

    Pasal 21 Pelabuhan sungai dan danau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b ditetapkan dalam RTRW Kabupaten/Kota.

    Pasal 22 (1) Tatanan kebandarudaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4) terdiri atas:

    a. bandar udara umum;

    b. bandar udara khusus.

    (2) Bandar udara umum dari sudut penggunaannya terdiri atas:

    a. bandar udara internasional;

    b. bandar udara domestik.

    (3) Bandar udara umum dari sudut hierarkinya terdiri atas:

    a. bandar udara pengumpul;

    b. bandar udara pengumpan.

    (4) Bandar udara khusus dikembangkan untuk menunjang pengembangan kegiatan tertentu dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan di bidang kebandarudaraan.

    (5) Pengembangan bandar udara tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Qanun ini.

    Bagian Keempat Sistem Jaringan Prasarana Energi Aceh

    Pasal 23 Sistem jaringan prasarana energi Aceh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf c terdiri atas:

    a. pembangkit tenaga listrik;

    b. jaringan transmisi tenaga listrik.

    Pasal 24 (1) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a ditetapkan

    dengan kriteria:

  • RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA

    20

    a. mendukung ketersediaan pasokan tenaga listrik untuk kepentingan umum di kawasan perkotaan, perdesaan hingga ke kawasan terisolasi;

    b. mendukung pengembangan kawasan perdesaan, pulau-pulau kecil, dan kawasan terisolasi;

    c. mendukung pemanfaatan teknologi baru untuk menghasilkan sumber energi yang mampu mengurangi ketergantungan terhadap energi tak terbarukan;

    d. berada pada kawasan dan/atau di luar kawasan yang memiliki potensi sumber daya energi;

    e. berada pada lokasi yang aman terhadap kegiatan lain dengan memperhatikan jarak bebas dan jarak aman.

    (2) Pengembangan pembangkit tenaga listrik terdiri atas:

    a. PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap), yang potensial dikembangkan di pesisir barat;

    b. PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gas), yang potensial dikembangkan di pesisir timur dan Banda Aceh dan sekitarnya;

    c. PLTP (Pembangkit Linstrik Tenaga Panas Bumi), yang potensial dikembangkan di Sabang dan Aceh Besar;

    d. PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air), yang potensial dikembangkan pada DAS Peusangan dan beberapa DAS lainnya;

    e. PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel), yang dikembangkan untuk setempat pada wilayah yang belum terjangkau jaringan listrik;

    f. PLTM (Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro), yang dikembangkan untuk setempat pada wilayah yang belum terjangkau jaringan listrik.

    Pasal 25 (1) Jaringan transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf b ditetapkan

    dengan kriteria:

    a. mendukung ketersediaan pasokan tenaga listrik untuk kepentingan umum di kawasan perkotaan hingga perdesaan;

    b. mendukung kawasan perdesaan, pulau-pulau kecil, dan kawasan terisolasi;

    c. melintasi kawasan permukiman, wilayah sungai, laut, hutan, persawahan, perkebunan, dan jalur transportasi;

    d. berada pada lokasi yang aman terhadap kegiatan lain dengan memperhatikan persyaratan ruang bebas dan jarak aman;

    e. merupakan media penyaluran tenaga listrik adalah kabel saluran udara, kabel bawah laut, dan kabel bawah tanah;

    f. menyalurkan tenaga listrik berkapasitas besar dengan tegangan nominal lebih dari 35 (tiga puluh lima) kilo Volt.

    (2) Rencana pengembangan jaringan transmisi tenaga listrik berupa Saluran Udara Tegangan Tinggi atau SUTT tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Qanun ini.

    (3) Pengembangan jaringan transmisi tenaga listrik didukung pengembangan Gardu Induk atau GI yang meliputi peningkatan kapasitas (up rating) dan pembangunan baru tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Qanun ini.

    (4) Jaringan transmisi tenaga listrik yang dikembangkan merupakan kesatuan dengan sistem interkoneksi Sumatera bagian utara.

  • RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA

    21

    (5) Jaringan distribusi tenaga listrik tersebar di kawasan perkotaan, kawasan perdesaan, pulau-pulau kecil, dan kawasan terisolasi.

    Bagian Kelima Sistem Jaringan Prasarana Telekomunikasi Aceh

    Pasal 26 (1) Sistem jaringan prasarana telekomunikasi Aceh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12

    huruf d adalah jaringan terestrial yang ditetapkan dengan kriteria:

    a. menghubungkan antar pusat perkotaan / pusat pelayanan di Aceh;

    b. menghubungkan pusat perkotaan / pusat pelayanan di Aceh dengan pusat-pusat di luar baik pada skala nasional maupun internasional;

    c. mendukung pengembangan kegiatan di Aceh.

    (2) Jaringan telekomunikasi terestrial terdiri atas:

    a. sistem jaringan telekomunikasi dengan kabel;

    b. sistem jaringan telekomunikasi seluler atau tanpa kabel, dengan didukung pengembangan menara BTS (Base Transciever Station).

    (3) Jaringan telekomunikasi tanpa kabel (wireless) dikembangkan untuk mewujudkan Aceh Cyber Province yang saling menghubungkan dengan 23 kabupaten/kota melalui:

    a. pengembangan menara melalui SID-SITAC;

    b. pengembangan sistem komunikasi dengan dasar BWA (Broaadband Wireless Access);

    c. pengembangan VSAT (Very Small Aperture Terminal) di 23 kabupaten/kota.

    Bagian Kelima Sistem Jaringan Prasarana Sumber Daya Air Aceh

    Pasal 27 Sistem jaringan prasarana sumber daya air Aceh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf e terdiri atas:

    a. pengembangan wilayah sungai (WS);

    b. pengembangan daerah irigasi (DI); dan

    c. pengembangan waduk.

    Pasal 28 (1) Pengembangan sumber daya air menurut masing-masing wilayah sungai (WS) adalah

    pengelolaan yang terdiri atas:

    a. konservasi sumber daya air; b. pendayagunaan sumber daya air; dan c. pengendalian daya rusak air.

    (2) Pengembangan pengelolaan wilayah sungai (WS) tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Qanun ini.

  • RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA

    22

    Pasal 29 (1) Pengembangan daerah irigasi (DI) terdiri atas daerah irigasi kewenangan Pemerintah Pusat

    dan kewenangan Pemerintah Aceh.

    (2) Pengembangan daerah irigasi (DI) adalah untuk mendukung pengembangan lahan pertanian tanaman pangan lahan basah berkelanjutan di Aceh.

    (3) Pengembangan daerah irigasi Aceh tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Qanun ini.

    (4) Pengembangan daerah irigasi (DI) kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota ditetapkan dalam RTRW Kabupaten/Kota.

    Pasal 30 (1) Pengembangan waduk ditujukan untuk pemanfaatan yang meliputi:

    a. irigasi;

    b. air bersih; dan

    c. pembangkit tenaga listrik.

    (2) Rencana pengembangan waduk di Aceh tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Qanun ini.

    Bagian Keenam Prasarana Permukiman Perkotaan Lintas Kabupaten/Kota

    Pasal 31 1. Prasarana permukiman perkotaan lintas kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam

    Pasal 12 huruf f terdiri atas:

    a. prasarana jaringan air bersih perpipaan;

    b. prasarana pengolahan sampah.

    2. Pengembangan prasarana jaringan air bersih perpipaan lintas kabupaten/kota terdiri atas:

    a. kawasan perkotaan PKNp Banda Aceh, yang merupakan lintas Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar;

    b. kawasan perkotaan PKN Lhokseumawe, yang merupakan lintas Kota Lhokseumawe dan Kabupaten Aceh Utara.

    3. Pengembangan prasarana pengolahan sampah lintas kabupaten/kota terdiri atas:

    a. kawasan perkotaan PKNp Banda Aceh, yang merupakan lintas Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar;

    b. kawasan perkotaan PKN Lhokseumawe, yang merupakan lintas Kota Lhokseumawe dan Kabupaten Aceh Utara.

  • RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA

    23

    BAB V RENCANA POLA RUANG WILAYAH ACEH

    Bagian Pertama Umum

    Pasal 32 (1) Rencana pola ruang wilayah Aceh terdiri atas:

    a. kawasan lindung Aceh;

    b. kawasan budidaya Aceh.

    (2) Rencana pola ruang wilayah Aceh digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 : 250.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Qanun ini.

    Bagian Kedua Kawasan Lindung Aceh

    Paragraf 1 Kriteria Kawasan Lindung

    Pasal 33 (1) Kriteria kawasan lindung mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008

    tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

    (2) Kriteria kawasan lindung sebagaimana dimaksud ayat (1) tercantum dalam Lampiran XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Qanun ini.

    Paragraf 2 Jenis dan Sebaran Kawasan Lindung Aceh

    Pasal 34 (1) Jenis dan sebaran kawasan lindung Aceh yang ditetapkan dalam Qanun ini adalah yang

    memiliki nilai strategis Aceh dan kawasan lindung nasional yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang terletak di Aceh, sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Qanun ini.

    (2) Jenis kawasan lindung Aceh yang ditetapkan sebarannya terdiri atas:

    a. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya, yaitu: kawasan hutan lindung;

    b. kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya, yaitu: cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, tawan wisata alam (darat), taman wisata alam laut, taman hutan raya, pantai berhutan bakau, dan cagar budaya;

    c. kawasan lindung lainnya, yaitu: taman buru, kawasan perlindungan plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa, terumbu karang, koridor satwa yang dilindungi, dan hutan dengan tujuan khusus.

    (3) Jenis kawasan lindung yang diindikasikan sebarannya terdiri atas:

    a. kawasan rawan bencana alam;

    b. kawasan rawan bencana alam geologi;

  • RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA

    24

    c. kawasan perlindungan setempat, khususnya kawasan sekitar danau;

    (4) Jenis kawasan lindung yang diindikasikan sebarannya serta jenis dan sebaran kawasan lindung lainnya dalam wilayah Aceh akan ditetapkan dalam rencana rinci pada Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Aceh, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota, dan rencana turunannya.

    Pasal 35 (1) Jenis dan sebaran kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan

    bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf a adalah kawasan hutan lindung (HL) dengan luas sekitar 1.558.802,00 Ha, yang tersebar di kabupaten/kota: Aceh Besar, Sabang, Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Utara, Aceh Timur, Langsa, Aceh Tamiang, Aceh Tenggara, Gayo Lues, Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Subulussalam, dan Simeulue;

    (2) Dalam kawasan hutan lindung (HL) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a termasuk hutan lindung pantai (HLP) yang merupakan kawasan berhutan bakau, yang terletak di pesisir timur di Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten Aceh Timur, dan Kota Langsa, dan di pesisir barat yaitu di muara Sungai Singkil Kabupaten Aceh Singkil.

    Pasal 36 Jenis dan sebaran kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf b terdiri atas:

    a. kawasan cagar alam (CA) dengan luas sekitar 311,00 Ha, yaitu Cagar Alam Serbajadi (untuk Raflesia), terletak di Kabupaten Aceh Timur;

    b. kawasan suaka margasatwa (SM) dengan luas sekitar 78.588,00 Ha, yaitu Suaka Margasatwa Rawa Singkil, yang terletak di Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Singkil, dan Kota Subulussalam;

    c. kawasan taman nasional (TN) dengan luas sekitar 880.910,00 Ha, yaitu Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), terletak di Kabupaten Aceh Tenggara, Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Barat Daya, Kota Subulussalam, dan Kabupaten Aceh Tamiang;

    d. kawasan taman wisata alam (TWA) darat dengan luas sekitar 45.987,00 Ha, yaitu:

    1. TWA Iboih Sabang, dengan luas sekitar 1.166,00 Ha, terletak di Kota Sabang;

    2. TWA Pinus Aceh, dengan luas sekitar 18.013,00 Ha, terletak di Kabupaten Aceh Besar;

    3. TWA Kuta Malaka, dengan luas sekitar 1.428,00 Ha, terletak di Kabupaten Aceh Besar;

    4. TWA Pulau Banyak, dengan luas sekitar 23.616,00 Ha, terletak di Kabupaten Aceh Singkil;

    5. TWA Anak Laut Singkil, dengan luas sekitar 1.259,00 Ha, terletak di Kabupaten Aceh Singkil;

    6. TWA Makam Teuku Umar, dengan luas sekitar 505,00 Ha, terletak di Kabupaten Aceh Barat.

    e. kawasan taman wisata alam laut (TWAL) dengan luas sekitar 209.239,00 Ha, yaitu:

    1. TWAL Pulau Weh Sabang, dengan luas sekitar 5.297,00 Ha, yang juga mencakup kawasan terumbu karang, terletak di Kota Sabang;

    2. TWAL Kepulauan Banyak, dengan luas sekitar 203.942,00 Ha, yang juga mencakup kawasan terumbu karang, terletak di Kabupaten Aceh Singkil;

  • RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA

    25

    3. TWAL Pinang-Siumat-Simanaha, dengan luas belum diidentifikasi, yang juga mencakup kawasan terumbu karang, terletak di Kabupaten Simeulue;

    f. kawasan taman hutan raya (Tahura) dengan luas sekitar 7.110,00 Ha, yaitu:

    1. Taman Hutan Raya (Tahura) Pocut Meurah Intan, dengan luas 6.289,00 Ha, terletak di Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Pidie;

    2. Taman Hutan Raya (Tahura) Tepah Selatan, dengan luas sekitar 821,00 Ha, terletak di Kabupaten Simeulue;

    g. kawasan pantai berhutan bakau adalah kawasan hutan lindung pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2);

    h. kawasan cagar budaya, terdiri atas:

    1. Peninggalan Kesultanan Aceh, berupa bangunan dan/atau situs, yang terletak di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar;

    2. Peninggalan Kerajaan Islam Samudera Pasai berupa bangunan dan/atau situs dan Monumen Samudera Pasai, yang terletak di Kabupaten Aceh Utara.

    Pasal 37 Jenis dan sebaran kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf c terdiri atas:

    a. taman buru (TB) dengan luas sekitar 86.505,00 Ha, yaitu Taman Buru Lingga Isaq, terletak di Kabupaten Aceh Tengah;

    b. kawasan perlindungan plasma nutfah (KPPN) dengan luas sekitar 3.121,00 Ha, yaitu:

    1. kebun plasma nutfah (KPN) Leupung, dengan luas sekitar 1.300,00 Ha, terletak dalam Kawasan Hutan Produksi di Kabupaten Aceh Besar;

    2. kebun plasma nutfah (KPN) Kapur, dengan luas sekitar 1.821,00 Ha, terletak dalam Areal Penggunaan Lain (APL) atau kawasan budidaya di Kota Subulussalam;

    3. kawasan pengungsian satwa dengan luas sekitar 912 Ha, yaitu Pusat Konservasi Gajah (PKG) Cot Girek, dengan luas sekitar 1.224,00 Ha, terletak di Kabupaten Aceh Utara;

    c. terumbu karang tercakup dalam penetapan TWAL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf e;

    d. koridor satwa yang dilindungi dengan luas sekitar 2.307 Ha, yaitu Koridor Singkil-Bengkung, yang terletak pada kawasan Taman Nasional Gunung Leuser di Kabupaten Aceh Selatan;

    e. kawasan hutan dengan tujuan khusus, yaitu hutan pendidikan STIK dengan luas sekitar 80,00 Ha, yang terletak dalam Kawasan Hutan Produksi di Kabupaten Aceh Besar.

    Pasal 38 Jenis kawasan lindung yang diindikasikan sebarannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) terdiri atas:

    a. kawasan rawan bencana alam, terdiri atas:

    1. kawasan rawan longsor, yaitu kawasan yang dilalui oleh sesar aktif di wilayah bagian tengah/pegunungan wilayah Aceh;

    2. kawasan gelombang pasang, yaitu kawasan di sepanjang pesisir wilayah Aceh;

    3. kawasan rawan banjir, tersebar di semua kabupaten/kota;

    4. kawasan rawan kekeringan, tersebar di semua kabupaten/kota;

  • RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA

    26

    5. kawasan rawan angin badai, yaitu di Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Aceh Utara, dan Kabupaten Aceh Barat;

    6. kawasan rawan kebakaran hutan, yaitu hutan di sepanjang pinggir jalan, hutan pinus, dan lahan gambut;

    b. kawasan rawan bencana geologi, terdiri atas:

    1. kawasan rawan letusan gunung berapi, terletak di Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Pidie, Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten Aceh Besar, dan Kota Sabang;

    2. kawasan rawan gempa bumi, yaitu kawasan yang dilalui oleh sesar aktif di wilayah bagian tengah/pegunungan wilayah Aceh;

    3. kawasan rawan gerakan tanah (longsor dan amblas), yaitu kawasan yang dilalui oleh sesar aktif di bagian tengah/pegunungan wilayah Aceh;

    4. kawasan yang terletak di zona patahan aktif, yaitu kawasan yang dilalui oleh sesar aktif di wilayah bagian tengah/pegunungan wilayah Aceh;

    5. kawasan rawan tsunami, yaitu kawasan di sepanjang pesisir wilayah Aceh;

    6. kawasan rawan abrasi, yaitu di Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Aceh Besar, Kota Banda Aceh, Kabupaten Pidie, Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten Bireuen, Kabupaten Aceh Utara, Kota Lhokseumawe, Kabupaten Aceh Timur, Kota Langsa, dan Kabupaten Aceh Tamiang;

    7. kawasan rawan bahaya gas beracun, yaitu pada kawasan rawan letusan gunung berapi di Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Pidie, Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten Aceh Besar, dan Kota Sabang;

    c. kawasan perlindungan setempat khususnya kawasan sekitar danau, terdiri atas:

    1. kawasan sekitar Danau Laut Tawar di Kabupaten Aceh Tengah;

    2. kawasan sekitar Danau Anak Laut di Kota Sabang.

    Bagian Ketiga Kawasan Budidaya Aceh

    Paragraf 1 Kriteria Kawasan Budidaya

    Pasal 39 (1) Kriteria kawasan budidaya mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008

    tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

    (2) Kriteria kawasan budidaya sebagaimana dimaksud ayat (1) tercantum dalam Lampiran XIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Qanun ini.

  • RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA

    27

    Paragraf 2 Kawasan Budidaya Yang Memiliki Nilai Strategis Aceh

    Pasal 40 (1) Kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis Aceh terdiri atas:

    a. kawasan hutan produksi;

    b. kawasan pertanian pangan lahan basah.

    (2) Kawasan budidaya yang memiliki nilai stategis Aceh tercantum dalam Lampiran XV sebagai bagian tidak terpisahkan dari Qanun ini.

    Pasal 41 (1) Kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) huruf a terdiri

    atas:

    a. Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT);

    b. Kawasan Hutan Produksi tetap (HP);

    c. Kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK).

    (2) Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dengan luas sekitar 88.017,00 Ha, tersebar di Kabupaten Bireuen, Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Nagan Raya, Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Tengah, dan Kabupaten Simeulue.

    (3) Kawasan Hutan Produksi Tetap (HP) dengan luas sekitar 580.178,00 Ha, tersebar di Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Pidie, Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten Bireuen, Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Aceh Timur, Kota Langsa, Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Nagan Raya, Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Singkil, Kota Subulussalam, Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Bener Meriah, dan Kabupaten Simeulue.

    (4) Kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK) dengan luas sekitar 112.834,00 Ha, tersebar di Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Pidie, Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten Bireuen, Kabupaten Aceh Timur, Kota Langsa, Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Nagan Raya, Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Singkil, Kota Subulussalam, Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Tengah, dan Kabupaten Bener Meriah.

    Pasal 42 (1) Kawasan pertanian pangan lahan basah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1)

    huruf b adalah kawasan pertanian pangan lahan basah yang didukung oleh jaringan irigasi teknis kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh dan merupakan bagian utama dari lahan pertanian pangan berkelanjutan.

    (2) Kawasan pertanian pangan lahan basah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan luas sekitar 180.568,00 Ha, tersebar di Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Pidie, Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten Bireuen, Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Aceh Timur, Kota Langsa, Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Nagan Raya, Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Tenggara, Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Bener Meriah, dan Kabupaten Simeulue.

    (3) Kawasan pertanian lahan basah yang didukung oleh jaringan irigasi teknis kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota ditetapkan dalam RTRW Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

  • RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA

    28

    Paragraf 2 Kawasan Budidaya Lainnya di Aceh

    Pasal 43 (1) Kawasan budidaya lainnya diindikasikan dengan penetapaan kegiatan budidaya unggulan

    menurut Kawasan Andalan Aceh (KAA).

    (2) Kawasan Andalan Aceh (KAA) ditetapkan sesuai dengan Wilayah Pengembangan (WP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) dan selanjutnya disebut KAA-WP.

    (3) Penetapan kegiatan budidaya unggulan menurut KAA-WP tercantum dalam Lampiran XVI sebagai bagian tidak terpisahkan dari Qanun ini.

    (4) Kawasan budidaya lainnya menurut masing-masing jenisnya ditetapkan secara lebih rinci dalam RTRW Kabupaten/Kota.

    Pasal 44 (1) Kegiatan unggulan wilayah laut kewenangan Aceh ditetapkan menurut Kawasan Andalan

    Laut Aceh (KALA).

    (2) Penetapan kegiatan unggulan menurut KALA tercantum dalam Lampiran XVII sebagai bagian tidak terpisahkan dari Qanun ini.

    BAB VI PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS ACEH

    Bagian Pertama Kriteria Kawasan Strategis

    Pasal 45 (1) Penetapan kawasan strategis Aceh dilakukan berdasarkan kepentingan:

    a. pertumbuhan ekonomi;

    b. sosial dan budaya;

    c. pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi;

    d. fungsi dan daya dukung lingkungan.

    (2) Kriteria kawasan strategis mengacu kepada kriteria kawasan strategis nasional sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVIII sebagai bagian tidak terpisahkan dari Qanun ini.

    Bagian Kedua Penetapan Kawasan Strategis Aceh

    Pasal 46 Penetapan Kawasan Strategis Aceh tercantum dalam Lampiran XIX dan peta Kawasan Strategis Aceh dalam Lampiran XX sebagai bagian tidak terpisahkan dari Qanun ini.

    Pasal 47 (1) Kawasan Strategis Aceh dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi meliputi:

    a. Koridor Banda Aceh Lhokseumawe Langsa Kuala Simpang;

    b. Koridor Banda Aceh Meulaboh Subulussalam.

  • RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA

    29

    (2) Karakter pengembangan kawasan strategis Aceh Koridor Banda Aceh Lhokseumawe Langsa Kula Simpang meliputi:

    a. memiliki sektor unggulan yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah Aceh;

    b. pertumbuhan ekonomi yang pesat selayaknya dikendalikan agar tidak menurunkan kinerja kawasan.

    (3) Arahan penanganan kawasan strategis Aceh Koridor Banda Aceh Lhokseumawe Langsa Kuala Simpang meliputi:

    a. mengembangkan pusat-pusat kegiatan ekonomi yang mendorong pertumbuhan ekonomi Aceh;

    b. mengembangkan dan meningkatkan prasarana dan sarana pendukung pusat-pusat kegiatan ekonomi;

    c. mengendalikan pemanfaatan ruang dan alih fungsi ruang yang dapat menurunkan kualitas lingkungan dan layanan transportasi wilayah.

    (4) Karakter pengembangan kawasan strategis Aceh Koridor Banda Aceh Meulaboh Subulussalam meliputi:

    a. memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi;

    b. mempercepat pertumbuhan ekonomi pada kawasan yang relatif tertinggal.

    (5) Arahan penanganan kawasan strategis Aceh Koridor Banda Aceh Meulaboh Subulussalam meliputi:

    a. mengembangkan kegiatan dan pusat-pusat kegiatan agroindustri, agromarine, dan wisata alam termasuk wisata bahar;

    b. keterkaitan dan keterpaduan prasarana wilayah: transportasi, energi, dan telekomunikasi;

    c. pengendalian kelestarian lingkungan di daratan dan perairan laut di sekitarnya.

    Pasal 48 (1) Kawasan Strategis Aceh dari sudut kepentingan sosial budaya meliputi:

    a. Kawasan Cagar Budaya Peninggalan Kesultanan Aceh di Banda Aceh dan Aceh Besar;

    b. Kawasan Cagar Budaya Peninggalan Kerajaan Samudera Pasai di Aceh Utara.

    c. Kawasan Pemakaman Massal Korban Tsunami dan Museum Bencana Tsunami 2004 di Banda Aceh.

    (2) Karakter pengembangan kawasan strategis Aceh Kawasan Cagar Budaya Peninggalan Kesultanan Aceh di Banda Aceh dan Aceh Besar adalah pelestarian peninggalan budaya Aceh dan nasional.

    (3) Arahan penanganan kawasan strategis Aceh Kawasan Cagar Budaya Peninggalan Kesultanan Aceh di Banda Aceh dan Aceh Besar meliputi:

    a. pelestarian cagar budaya;

    b. sebagai objek wisata budaya dan religi.

    (4) Karakter pengembangan kawasan strategis Aceh Kawasan Cagar Budaya Peninggalan Kerajaan Samudera Pasai di Aceh Utara adalah pelestarian peninggalan budaya Aceh dan nasional.

    (5) Arahan penanganan kawasan strategis Aceh Kawasan Cagar Budaya Peninggalan Kerajaan Samudera Pasai di Aceh Utara meliputi:

  • RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA

    30

    a. pelestarian cagar budaya;

    b. sebagai objek wisata budaya dan religi.

    (6) Karakter pengembangan kawasan strategis Aceh Kawasan Pemakaman Massal Korban Tsunami dan Museum Bencana Tsunami 2004 di Banda Aceh adalah memiliki nilai sejarah.

    (7) Arahan penanganan kawasan strategis Aceh Kawasan Pemakaman Massal Korban Tsunami dan Museum Bencana Tsunami 2004 di Banda Aceh meliputi:

    a. pelestarian kawasan dengan fungsi khusus;

    b. sebagai objek wisata budaya.

    Pasal 49 (1) Kawasan Strategis Aceh dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam

    dan/atau teknologi tinggi adalah DAS (Daerah Aliran Sungai) Peusangan.

    (2) Karakter pengembangan kawasan strategis Aceh DAS Peusangan adalah memiliki sumber daya air yang bersifat lintas kabupaten yang dapat didayagunakan untuk mendukung perkembangan wilayah yang pesat di pesisir timur Aceh.

    (3) Arahan penanganan kawasan strategis Aceh DAS Peusangan meliputi:

    a. pemanfaatan sumber daya air untuk energi, irigasi, dan air bersih;

    b. konservasi sumber daya air DAS Peusangan, untuk menjaga kuantitas dan kualitas air.

    Pasal 50 (1) Kawasan Strategis Aceh dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan

    meliputi:

    a. Kawasan Ekosistem Ulu Masen;

    b. Kawasan Gunung Seulawah;

    c. Kawasan Hutan Lindung Pesisir (Hutan Bakau) Pesisir Timur Aceh (Aceh Tamiang, Langsa, Aceh Timur);

    d. Kawasan Hutan Bakau di Pesisir Barat Aceh (Gosong Telaga TWA Anak Laut Singkil);

    e. Kawasan TWA/TWAL Pulau Weh Sabang;

    f. Kawasan TWA/TWAL Kepulauan Banyak Aceh Singkil.

    (2) Karakter pengembangan kawasan strategis Aceh Kawasan Ekosistem Ulu Masen adalah perlindungan ekosistem, perlindungan keanekaragaman hayati, dan perlindungan wilayah hulu tata air.

    (3) Arahan penanganan kawasan strategis Aceh Kawasan Ekosistem Ulu Masen meliputi:

    a. konservasi alam sebagai suatu ekosistem dengan keanekaragaman hayati, dan memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;

    b. pembatasan dan pengendalian pembangunan.

    (4) Karakter pengembangan kawasan strategis Aceh Kawasan Gunung Seulawah adalah perlindungan ekosistem sebagai gunung berapi (volkanik) yang solitair.

    (5) Arahan penanganan kawasan strategis Aceh Kawasan Gunung Seulawah meliputi:

    a. konservasi alam sebagai suatu ekosistem gunung berapi (volkanik);

    b. pemanfaatan panas bumi Gunung Seulawah;

    c. pengendalian kegiatan budidaya di kaki dan lereng Gunung Seulawah.

  • RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA

    31

    (6) Karakter pengembangan kawasan strategis Aceh Kawasan Hutan Lindung Pesisir (Hutan Bakau) Pesisir Timur Aceh (Aceh Tamiang, Langsa, Aceh Timur) adalah perlindungan ekosistem hutan bakau.

    (7) Arahan penanganan kawasan strategis Aceh Kawasan Hutan Lindung Pesisir (Hutan Bakau) Pesisir Timur Aceh (Aceh Tamiang, Langsa, Aceh Timur) meliputi:

    a. rehabilitasi dan revitalisasi hutan bakau;

    b. pengendalian kegiatan budidaya perikanan dan permukiman di sekitar kawasan hutan bakau.

    (8) Karakter pengembangan kawasan strategis Aceh Kawasan Hutan Bakau di Pesisir Barat Aceh (Gosong Telaga TWA Anak Laut Singkil) adalah perlindungan ekosistem hutan bakau.

    (9) Arahan penanganan kawasan strategis Aceh Kawasan Hutan Bakau di Pesisir Barat Aceh (Gosong Telaga TWA Anak Laut Singkil) meliputi:

    a. rehabilitasi dan revitalisasi hutan bakau;

    b. pengendalian kegiatan budidaya perikanan dan permukiman di sekitar kawasan hutan bakau.

    (10) Karakter pengembangan kawasan strategis Aceh Kawasan TWA/TWAL Pulau Weh Sabang adalah perlindungan ekosistem darat dan laut yang terintegrasi dalam kawasan.

    (11) Arahan penanganan kawasan strategis Aceh Kawasan TWA/TWAL Pulau Weh Sabang meliputi:

    a. menjaga kualitas kawasan dengan keanekaragaman fauna dan flora;

    b. pengendalian pemanfaatan sebagai objek wisata alam.

    (12) Karakter pengembangan kawasan strategis Aceh Kawasan TWA/TWAL Kepulauan Banyak Aceh Singkil adalah perlindungan ekosistem darat dan laut yang terintegrasi dalam kawasan.

    (13) Arahan penanganan kawasan strategis Aceh Kawasan TWA/TWAL Kepulauan Banyak Aceh Singkil meliputi:

    a. menjaga kualitas kawasan dengan keanekaragaman fauna dan flora;

    b. pengendalian pemanfaatan sebagai objek wisata alam.

    BAB VII ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH ACEH

    Pasal 51 (1) Pemanfaatan ruang wilayah Aceh berpedoman pada rencana struktur ruang dan rencana

    pola ruang wilayah Aceh.

    (2) Pemanfaatan ruang wilayah Aceh dilaksanakan melalui penyusunan dan pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta perkiraan pendanaannya yang selaras dengan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) Aceh serta rencana turunannya yaitu rencana kerja pemerintah (RKP) Aceh.

    Pasal 52 (1) Program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) disusun

    berdasarkan indikasi program utama lima tahunan yang ditetapkan dalam Lampiran XXI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Qanun ini.

  • RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA

    32

    (2) Pendanaan program pemanfaatan ruang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA), Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten/Kota, investasi swasta, masyarakat, dan/atau kerjasama pendanaan.

    (3) Kerjasama pendanaan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

    BAB VIII ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH ACEH

    Bagian Pertama Umum

    Pasal 53 (1) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Aceh digunakan sebagai acuan dalam

    pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Aceh.

    (2) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Aceh terdiri atas:

    a. indikasi arahan peraturan zonasi sistem Aceh;

    b. arahan perizinan;

    c. arahan pemberian insentif dan disinsentif;

    d. arahan sanksi.

    Bagian Kedua Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Sistem Aceh

    Paragraf 1 Lingkup Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Sistem Aceh

    Pasal 54 (1) Indikasi arahan peraturan zonasi sistem Aceh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat

    (2) huruf a digunakan sebagai pedoman bagi pemerintah daerah kabupaten/kota dalam menyusun peraturan zonasi.

    (2) Indikasi arahan peraturan zonasi sistem Aceh meliputi indikasi arahan peraturan zonasi untuk:

    a. pola ruang wilayah Aceh yang terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budidaya;

    b. ruang di sekitar jaringan prasarana wilayah Aceh.

    Paragraf 2 Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Lindung

    Pasal 55 (1) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan hutan lindung meliputi:

    a. pemanfaatan ruang untuk wisata alam dengan tanpa mengubah bentang alam;

    b. pemanfaatan ruang secara terbatas hanya diizinkan bagi penduduk asli dengan luasan tetap, tidak mengurangi fungsi lindung kawasan, dan di bawah pengawasan ketat;

    c. pelarangan terhadap kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan hutan dan tutupan vegetasi;

  • RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA

    33

    d. kawasan hutan lindung adalah kawasan dengan status hutan.

    (2) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan bergambut meliputi:

    a. pemanfatan ruang untuk wisata alam dengan tanpa mengubah bentang alam; b. pengendalian material sedimen yang masuk ke kawasan bergambut melalui badan air;

    c. pelarangan terhadap kegiatan yang berpotensi mengubah tata air dan ekosistem unik.

    (3) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan resapan air meliputi:

    a. pemanfaatan ruang secara terbatas untuk kegiatan budidaya tidak terbangun yang memiliki kemampuan tinggi menahan limpasan air hujan;

    b. penghijauan dan penyediaan sumur resapan dan/atau waduk/kolam pada lahan terbangun yang sudah ada;

    c. penerapan prinsip zero delta Q policy terhadap setiap kegiatan budidaya terbangun yang diajukan izinnya;

    d. pelarangan kegiatan yang dapat mengurangi daya serap tanah terhadap air.

    Pasal 56 (1) Indikasi arahan peraturan zonasi sempadan pantai meliputi:

    a. pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau (RTH), dan rekreasi pantai;

    b. penetapan lebar sempadan sungai sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

    c. pengembangan struktur alami dan struktur buatan untuk mencegah abrasi dan intrusi air laut;

    d. pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan rekreasi pantai;

    e. pelarangan semua jenis kegiatan yang dapat menurunkan luas, nilai ekologis, dan estetika kawasan.

    (2) Indikasi arahan peraturan zonasi sempadan sungai meliputi:

    a. pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau (RTH);

    b. penetapan lebar sempadan sungai sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

    c. pengembangan struktur alami dan struktur buatan untuk mencegah abrasi dan/atau mempertahankan bentuk badan sungai dan aliran sungai;

    d. pelarangan pendirian bangunan selain untuk pengelolaan badan air dan/atau pemanfaatan air sungai;

    e. bila sempadan sungai juga berfungsi sebagai taman rekreasi, dapat didirikan bangunan yang terbatas untuk menunjang fungsi rekreasi.

    (3) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan sekitar danau/waduk meliputi:

    a. pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau (RTH); b. penetapan lebar kawasan sekitar danau/waduk sesuai ketentuan peraturan perundang-

    undangan;

    c. pengembangan struktur alami dan struktur buatan untuk mencegah abrasi dan/atau mempertahankan bentuk badan air danau/waduk;

    d. pelarangan pendirian bangunan selain untuk pengelolaan badan air dan/atau pemanfaatan air danau/waduk;

    e. bila kawasan sekitar danau/waduk juga berfungsi sebagai taman rekreasi, dapat didirikan bangunan yang terbatas untuk menunjang fungsi rekreasi.

  • RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA

    34

    (4) Indikasi arahan peraturan zonasi ruang terbuka hijau (RTH) Kota meliputi:

    a. pemanfaatan RTH untuk kegiatan rekreasi, perbaikan iklim mikro, estetika, dan edukasi/pendidikan;

    b. penetapan luas RTH kawasan perkotaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

    c. pembatasan pendirian bangunan hanya untuk menunjang kegiatan rekreasi dan fasilitas umum lainnya;

    d. pelarangan pendirian bangunan permanen selain yang dimaksud huruf c.

    Pasal 57 (1) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan cagar alam meliputi:

    a. pemanfaatan ruang cagar alam untuk penelitian, pendidikan dan wisata alam;

    b. pelarangan kegiatan selain yang dimaksud pada huruf a;

    c. pembatasan pendirian bangunan hanya untuk menunjang kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a;

    d. pelarangan pendirian bangunan selain yang dimaksud pada huruf c;

    e. cagar alam adalah kawasan dengan status hutan.

    (2) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan suaka margasatwa meliputi:

    a. pemanfaatan ruang suaka margasatwa untuk penelitian, pendidikan, dan wisata alam;

    b. pelarangan kegiatan selain yang dimaksud pada huruf a;

    c. pembatasan pendirian bangunan hanya untuk menunjang kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a;

    d. pelarangan pendirian bangunan selain yang dimaksud pada huruf c;

    e. suaka margasatwa adalah kawasan dengan status hutan.

    (3) Indikasi arahan peraturan zonasi taman nasional meliputi:

    a. pemanfaatan ruang taman nasional sebagai kawasan hutan untuk wisata alam dengan tanpa mengubah bentang alam;

    b. pemanfatan ruang untuk kegiatan budidaya hanya diizinkan bagi penduduk asli di zona penyangga dengan luasan tetap, tidak mengurangi fungsi lindung kawasan, dan di bawah pengawasan ketat;

    c. pelarangan kegiatan budidaya di zona inti;

    d. pelarangan kegiatan budidaya yang berpotensi mengurangi tutupan vegetasi di zona penyangga;

    e. taman nasional adalah kawasan dengan status hutan.

    (4) Indikasi arahan peraturan zonasi taman wisata alam dan taman wisata alam laut meliputi:

    a. pemanfaatan ruang taman wisata alam dan taman wisata alam laut untuk wisata alam tanpa mengubah bentang alam;

    b. pelarangan kegiatan selain yang dimaksud pada huruf a;

    c. pembatasan pendirian bangunan hanya untuk menunjang kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a;

    d. pelarangan pendirian bangunan selain yang dimaksud pada huruf c;

  • RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA

    35

    e. taman wisata alam adalah kawasan dengan status hutan.

    (5) Indikasi arahan peraturan zonasi taman hutan raya meliputi:

    a. pemanfaatan ruang taman hutan raya untuk penelitian, pendidikan, dan wisata alam;

    b. pelarangan kegiatan selain yang dimaksud pada huruf a;

    c. pembatasan pendirian bangunan hanya untuk menunjang kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a;

    d. pelarangan pendirian bangunan selain yang dimaksud pada huruf c;

    e. taman hutan raya adalah kawasan dengan status hutan.

    (6) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan pantai berhutan bakau meliputi:

    a. pemanfatan ruang kawasan pantai berhutan bakau untuk pendidikan, penelitian, dan wisata alam;

    b. pelarangan pemanfaatan kayu bakau;

    c. pelarangan kegiatan yang dapat mengubah, merusak, mengurangi luas, dan/atau mencemari ekosistem bakau;

    d. pelarangan kegiatan yang dapat mengganggu fungsi ekosistem bakau (mangrove), vegetasi pantai lainnya, dan/atau tempat perkembangbiakan biota laut;

    e. kawasan pantai berhutan bakau adalah kawasan dengan status hutan.

    (7) Indikasi arahan peraturan zonasi cagar budaya dan ilmu pengetahuan meliputi:

    a. pemanfaatan ruang cagar budaya untuk penelitian, pendidikan, dan wisata budaya;

    b. pelarangan kegiatan dan pendirian bangunan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan;

    c. pelarangan kegiatan yang dapat merusak cagar budaya.

    Pasal 58 (1) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan rawan tanah longsor meliputi:

    a. pemanfaatan ruang kawasan rawan tanah longsor mempertimbangkan karakteristik, jenis, dan ancaman bencana;

    b. pemanfaatan ruang kawasan rawan longsor secara terbatas dan/atau bersyarat untuk kegiatan pertanian, perkebunan, perikanan, dan hutan, dengan jenis vegetasi yang sesuai, teknologi pengolahan tanah yang sesuai, dan drainase yang lancar;

    c. pembatasan pendirian bangunan kecuali untuk kepentingan pemantauan ancaman bencana dan kepentingan umum;

    d. pelarangan pendirian bangunan penting seperti industri atau pabrik, fasilitas umum dan fasilitas sosial.

    (2) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan rawan gelombang pasang meliputi:

    a. pemanfaatan ruang kawasan rawan gelombang pasang mempertimbangkan karakteristik, jenis, dan ancaman bencana;

    b. pemanfaatan ruang kawasan rawan gelombang pasang secara terbatas dan/atau bersyarat untuk kegiatan pertanian, perkebunan, perikanan, dan hutan, dengan jenis vegetasi yang sesuai, teknologi pengolahan tanah yang sesuai, dan dukungan struktur alam dan/atau struktur buatan penahan gelombang pasang;

    c. pembatasan pendirian bangunan kecuali untuk kepentingan pemantauan ancaman bencana dan kepentingan umum;

  • RANCANGAN QANUN RTRW ACEH DRAFT PEMERINTAH ACEH DI KIRIM KE DPRA

    36

    d. pelarangan pendirian bangunan pe