21
INVERTED PAPILLOMA Riko Radityatama Susilo, Rizalina A. Asnir Pendahuluan Inverted papilloma merupakan tumor jinak yang berasal dari epitel mukosa hidung, umumnya mengenai dinding lateral rongga hidung. Epitel yang hyperplastik secara mikroskopsik terlihat membalik atau terdapat pertumbuhan endofatik ke stroma di bawahnya. 1,2 Tumor ini mudah pecah, berwarna merah sampai kelabu seperti bentuk edem yang terlihat bening, menyerupai polip tetapi lebih padat dan biasanya bersifat unilateral. Meskipun secara histologi inverted papilloma merupakan tumor jinak tapi berkemampuan untuk tumbuh cepat dan bertendensi menjadi keganasan 5-15%. Dikatakan sebagai tumor pra ganas berdasarkan dua alasan : 1). bersifat invasih lokal, terkadang menyebabkan erosi tulang yang luas dan jika diangkat secara konservatif, maka kejadian untuk terulang kembali cukup tinggi; 2). dalam papilloma ditemukan fokus – fokus karsinoma sel gepeng yaitu pada sekitar 10 persen kasus. Umumnya inverted papilloma sering terjadi pada orang dewasa umur 40 – 70 tahun, terutama laki-laki cenderung lebih banyak dari perempuan dengan perbandingan 4 : 1. 1,2,3 Penatalaksanaan inverted papiloma yang baik adalah dengan metode operasi dengan pengangkatan tumor secara keseluruhan tanpa meninggalkan sisa, oleh karena punya kecenderungan untuk kambuh 1

Refarat Inverted Papilloma

Embed Size (px)

DESCRIPTION

inverted

Citation preview

INVERTED PAPILLOMARiko Radityatama Susilo, Rizalina A. AsnirPendahuluanInverted papilloma merupakan tumor jinak yang berasal dari epitel mukosa hidung, umumnya mengenai dinding lateral rongga hidung. Epitel yang hyperplastik secara mikroskopsik terlihat membalik atau terdapat pertumbuhan endofatik ke stroma di bawahnya.1,2Tumor ini mudah pecah, berwarna merah sampai kelabu seperti bentuk edem yang terlihat bening, menyerupai polip tetapi lebih padat dan biasanya bersifat unilateral. Meskipun secara histologi inverted papilloma merupakan tumor jinak tapi berkemampuan untuk tumbuh cepat dan bertendensi menjadi keganasan 5-15%. Dikatakan sebagai tumor pra ganas berdasarkan dua alasan : 1). bersifat invasih lokal, terkadang menyebabkan erosi tulang yang luas dan jika diangkat secara konservatif, maka kejadian untuk terulang kembali cukup tinggi; 2). dalam papilloma ditemukan fokus fokus karsinoma sel gepeng yaitu pada sekitar 10 persen kasus. Umumnya inverted papilloma sering terjadi pada orang dewasa umur 40 70 tahun, terutama laki-laki cenderung lebih banyak dari perempuan dengan perbandingan 4 : 1. 1,2,3

Penatalaksanaan inverted papiloma yang baik adalah dengan metode operasi dengan pengangkatan tumor secara keseluruhan tanpa meninggalkan sisa, oleh karena punya kecenderungan untuk kambuh dan berhubungan dengan keganasan. Tindakan operasi yang paling sering dipilih adalah pendekatan rinotomi lateral jika tumor berbatas pada rongga hidung, jika sudah meluas ke sinus paranasal dapat dilakukan maksilektomi. 1,2,4 Anatomi

Hidung Luar

Bentuk hidung luar seperti piramid. Bagian puncak hidung disebut apeks. Agak ke atas dan belakang dari apeks disebut batang hidung (dorsum nasi), yang berlanjut sampai ke belakang ke pangkal hidung dan menyatu ke dahi. Yang disebut kolumela membranosa mulai dari apeks, yaitu di posterior bagian tengah pinggir dan terletak sebelah distal dari kartilago septum. Titik pertemuan kolumela dengan bibir atas dikenal sebagai dasar hidung. Disini bagian bibir atas membentuk cekungan dangkal memanjang dari atas ke bawah, disebut filtrum. Sebelah kanan dan kiri kolumela adalah nares anterior atau nostril kanan dan kiri, sebelah laterosuperior dibatasi oleh ala nasi dan di sebelah inferior oleh dasar hidung.3,5Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung.2

Gambar 1 anatomi hidung luar6Kerangka tulang terdiri dari : 3.61. Sepasang os nasalis

2. Prosesus frontalis os maksila3. Prosesus nasalis os frontalSedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari 3,61. Sepasang kartilago nasalis lateral superior

2. Sepasang kartilago nasalis lateral inferior

3. Beberapa pasang kartilago ala minor

4. Kartilago septumKerangka tulang dan kartilago dari hidung ditutupi oleh otot-otot yang dapat menggerakkan ala nasi, otot-otot tersebut antara lain:61. M. proserus

2. M. dilator nares

3. M. levator labii superior

4. M. nasalis

5. M. depresor septi

Hidung dalam

Hidung dalam dibagi menjadi kavum nasi kanan dan kiri oleh septum nasi. Setiap kavum nasi tersebut dihubungkan dengan dunia luar melalui nares anterior dan dihubungkan dengan nasofaring melalui nares posterior (koana). 3,6Hidung bagian dalam terdiri dari :3a. Vestibulum

Terletak tepat di belakang nares anterior, dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut yang disebut vibrissae.

b. Septum nasi dibentuk oleh tulang dan tulang rawan, yang membagi kavum nasi menjadi kavum nasi kanan dan kiri.

Bagian tulang terdiri dari:

Lamina perpendikularis os etmoid

Os vomer

Krista nasalis os. Maksila

Krista nasalis os. PalatineBagian tulang rawan terdiri dari:

Kartilago septum (lamina kuadraangularis)

kolumelac. Kavum Nasi1. Dasar hidung

Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatina os. Maksila dan prosesus horizontal os. Palatum

2. Atap hidung

Terdiri dari kartilago lateralis superior dan inverior, os nasal prosesus nasalis os. Maksila, korpus os. Etmoid dan korpus os. Sphenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang didahului oleh filament-filamen n. olfaktorius yang berasal dari permukaan bawah bulbus olfaktorius berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan cranial konka superior.

3. Dinding lateral

Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os. Maksila, os. Lakrimalis, konka superior, konka media, konka inferior, lamina perpendikularis os. Palatum dan lamina pterigodeus medial.

4. Konka

Pada dinding lateral hidung terdapat 4 buah konka. Dari bawah ke atas yaitu konka inferior, konka media, konka superior dan konka suprema. Konka suprema ini biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os. Maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media dan superior merupakan bagian dari labirin etmoid

5. Meatus nasi

Diantara konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Meatus inferior terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung, dimana pada meatus ini terdapat muara duktus nasolakrimalis. Meatus media terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung, di meatus ini terdapat muara sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang antara konka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sphenoid.

6. Dinding medial

Dinding medial hidung adalah septum nasi.

Gambar 2 : Struktur dinding lateral hidung6Perdarahan Hidung 6Septum Nasi

1. Sistem karotis interna

a. Arteri etmoidalis anterior

b. Arteri etmoidalis posterior

Kedua arteri ini adalah cabang dari arteri ophtalmika

2. Sistem karotis eksterna

a. Arteri spenopalatina (cabang arteri maksilaris).

b. Arteri palatina mayor cabang septum (cabang dari arteri maksilaris).

c. Arteri labialis superior cabang septum (cabang dari arteri fasialis).

Dinding Lateral

1. Sistem karotis interna

a. Arteri etmoidalis anterior

b. Arteri etmoidalis posterior

Kedua arteri ini adalah cabang dari arteri ophtalmika2. Sistem karotis eksterna

a. Arteri spenopalatina

b. Arteri palatina mayor( dari arteri maksilaris

c. Arteri maksilaris cabang infraorbital

d. Cabang arteri fasialisPada bagian bawah depan dari septum terdapat anastomosis dari empat jenis arteri yaitu arteri etmoidalis anterior, arteri laibialis superior, arteri sfenopalatina, arteri palatina mayor, yang membentuk plexus Kiesselbach (Littles Area). Area ini mudah berdarah oleh trauma dan merupakan lokasi biasa terjadinya epistaksis pada anak-anak dan dewasa muda.3Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena ophtalmika superior yang berhubungan dengan sinus kavernosus.3Persarafan hidung31. Saraf motorik

Untuk gerakan otot-otot pernafasan pada hidung luar mendapat persarafan dari cabang nervus fasialis.

2. Saraf sensoris

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari nervus etmoidalis anterior, merupakan cabang dari nervus nasosiliaris, yang berasal dari nervus ophtalmika (N. V-I). rongga hidung lainnya sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari nervus maksila melalui ganglion sfenopalatina.

3. Saraf otonom

Ganglion sfenopalatinum, selain memberikan persarafan sensoris, juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut parasimpatis dari nervus petrosus profundus. Ganglion sfenopalatinum terletak di belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media.

4. Nervus olfaktorius (penciuman)

Nervus olfaktorius turun melalui lamina kribriformis dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.Definisi Inverted papilloma merupakan tumor jinak yang berasal dari epitel mukosa hidung, umumnya mengenai dinding lateral rongga hidung1,2Kekerapan Angka kejadian terbanyak pada usia antara 40 70 tahun, dengan perbandingan angka kejadian pada laki-laki dan perempuan 4 : 1.5,7,8

Etiologi

Sampai saat ini penyebab yang pasti dari papiloma inverted ini belum diketahui. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh seperti alergi, sinusitis kronis, terpapar zat karsinogen dan infeksi virus.7,9 Histopatologi

Gambaran makroskopis papiloma inverted mirip seperti polip tetapi lebih padat dan permukaan bergerombol, dengan warna bervariasi dari merah muda sampai agak pucat, lebih banyak jaringan vaskularnya dari polip.5

Lesi dari papiloma inverted ini umumnya berasal dari mukosa dinding lateral dari nasal dan dapat melibatkan sinus paranasal, orbital dan anterior basis kranii.5

Papiloma inverted merupakan bentuk kelainan yang ditandai dengan epitel yang hiperplastik terlihat membalik (inverted) dan terdapat pertumbuhan yang endofilik ke stroma dibawahnya Papiloma ini secara histologik dibagi dalam tiga tipe yaitu papiloma inverted, papiloma fungiform dan papiloma silindris. Papiloma fungiform berasal dari septum nasi, sedangkan papiloma inverted dan silindrik berasal dari dinding lateral hidung.5,10,1Gejala Klinik

Lamanya timbul gejala papiloma inverted bervariasi antara beberapa minggu sampai tahunan, tidak ada gejala spesifik yang dapat membedakan papiloma inverted dan papiloma inverted dengan keganasan.4,12

Gejala utama yang paling banyak dikeluhkan oleh penderita papiloma inverted ini adalah sumbatan hidung yang bersifat unilateral, diikuti oleh gejala rinorhea dan perdarahan hidung. Kemudian gejala proptosis dan epipora pada kondisi yang lebih lanjut melibatkan orbita dan duktus lakrimalis.4,12Pemeriksaan Penunjang

Radiologi

Pemeriksaan radiologi penting untuk mengetahui keadaan tumor, kerusakan terhadap jaringan sekitarnya yang akan menentukan tindakan yang akan dilakukan serta evaluasi. Pada pemeriksaan foto polos tampak bayangan radioopak di sinus paranasal dan destruksi tulang pada sebagian besar kasus.a) Pemeriksaan tomografi computer (CT Scan) lebih bermanfaat, karena dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang keadaan tumor, perluasan ke jaringan sekitarnya, destruksi tulang atau perluasan ke intracranial. Pada keganasan dapat terlihat gambaran obliterasi, infiltrasi ke struktur sekitarnya. Pemeriksaan itu juga dapat mendeteksi adanya pembesaran kelenjar limfe leher.

Gambar 3 : CT Scan inverted papiloma, Massa inferted papilloma13b) Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging ( MRI ) lebih unggul dalam menilai batas-batas tumor, secara 3 dimensi tanpa memanipulasi posisi penderita pada saat pemeriksaan.

Oleh karena papiloma inverted sangat tinggi angka rekurensinya dan hubungannya dengan keganasan maka seharusnya dilakukan CT Scan ataupun MRI untuk menentukan secara akurat perluasan dari tumor.5,14,15 Pemeriksaan Biopsi

Hasil pemeriksaan biopsi merupakan diagnosis pasti serta menentukan derajat keganasan. Selain itu untuk menentukan terapi selanjutnya serta meramalkan prognosis. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan sebelum operasi dan ketika operasi berlangsung, biopsi dilakukan dengan hati-hati karena dapat terjadi perdarahan.5 Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan:

Anamnesa yang cermat dari gejala klinis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang: Radiologis HistopatologiDiagnosa Banding

Polip nasal, mempunyai gambaran berupa massa putih keabuan, permukaan licin dan mengkilat. Dapat terjadi pada semua golongan umur, biasanya setelah dewasa, tidak ada perbedaan tingkat kejadian pada jenis kelamin, biasanya ada riwayat alergi ataupun infeksi yang bersifat kronis.7,8 Angiofibroma, gambaran massa berwarna merah muda sampai keabuan, permukaan rata, mudah berdarah, konsistensi kenyal, tumbuh dengan cepat. Berasal dari posterolateral atau superior kavum nasi, dapat menyebar dan mendestruksi jaringan sekitarnya. Secara histologis terdiri dari jaringan ikat dan pembuluh darah.7,8Penatalaksanaan

Pembedahan

Prinsip pengobatan papiloma inverted adalah pengangkatan tumor secara keseluruhan, tanpa meninggalkan sisa, mengingat tumor ini cenderung kambuh. Sebagai pilihan pengobatan utama adalah pengangkatan tumor dan eksisi dengan pendekatan rinotomi lateral atau degloving.2 Pendekatan degloving atau rinotomi lateral yang dikombinasi dengan medial maksilektomi sangat menurunkan angka rekurensi.7,10a) Rinotomi Lateral

Myers dan Thawley menganjurkan rinotomi lateral pada dinding samping hidung diikuti dengan pengangkatan dengan hati-hati semua mukosa lainnya yang ada pada ipsilateral sinus paranasal. Sessions, Larson dan Pope menganjurkan cara rinotomi lateral yang dilanjutkan dengan etmoidektomi dan maksilekstomi medial untuk mengangkat tumor-tumor yang terlokalisir di hidung, baik jinak maupun ganas.Teknik rinotomi lateral telah mengalami beberapa modifikasi. Moure, membuat insisi di samping hidung setinggi kantus medial samapai ke ala nasi, diteruskan sampai ke dasar kolumela, bila insisi Moure dilanjutkan ke bawah melalui sulkus infranasal dan mendorong bibir atas disebut insisi weber. Bila insisi weber ini diperluas sampai dibawah kelopak mata disebut insisi weber-ferguson. Insisi dapat diteruskan sampai bersambung dengan insisi gingivobukal.Setelah kulit diinsisi dan periosteum dilepaskan dari tulang muka, dilakukan osteotomi untuk mengangkat tulang hidung. Mukosa hidung dipotong sepanjang pinggir aperture piriformis sehingga pyramid hidung bisa ditarik ke sisi yang berlawanan. Semua kasus kasus yang ditemui bersama skuamosa sel karsinoma telah ditanggulangi dengan cara seperti di atas tanpa terjadi kekambuhan kembali tumor tersebut dan didapat hasil yang cukup baik mengenai aspek kosmetik dan fungsionalnya16,17,18,19b) DeglovingTeknik pembedahan degloving yang digunakan ada 2 jenis yaitu: Menurut Conley dan Price serta Magnila:Pada prinsipnya dibuat 4 macam insisi yaitu:1. Insisi sublabial seperti pada operasi Caldwell luc, mulai dari tuberositas maksila satu sisi sampai tuberositas maksila sisi lainnya. Insisi diteruskan sampai mencapai periosteum dan jaringan lunak muka dilepaskan dari dinding depan maksila sampai mencapai foramen infraorbita. Saraf dan pembuluh darah infraorbita dipertahankan.2. Dilakukan insisi transfiksi yang akan memisahkan tulang rawan septum dengan kolumela3. Insisi interkartilago pada kedua sisi, sehingga memisahkan jaringan lunak hidung dengan kartlago lateral atas hidung. Periosteum di atas tulang dilepaskan ke lateral sejauh mungkin dan juga ke superior sampai mencapai pangkal hidung.4. Insisi sekeliling apertura piriformis pada kedua sisi.Keempat insisi ini dihubungkan menjadi satu dengan mempergunakan gunting lengkung, sehingga jaringan lunak di bagian tengah muka dan hidung dapat ditarik ke arah kranial sampai mencapai sutura nasofrontal dan lengkung infraorbita. Tarikan ke atas dapat dilakukan retraktor langerbeck atau 2 buah penrose drain yang dimasukkan melalui lubang hidung dan kemudian dijepitkan dengan hemostat yang kuat pada penutup kepala. Setelah itu dilakukan reseksi tulang sesuai dengan kebutuhan untuk jalan masuk ke arah nasofaring dan tempat-tempat lain sesuai kebutuhan. Mula-mula dilakukan pengangkatan dinding depan sinus maksilaris dan tulang sepanjang pinggir apertura piriformis. Bila kelainan meluas sampai ke arah duktus nasofrontal dan lamina kribriformis, dilakukan osteotomi medial, lateral dan superior. Bila perlu tulang hidung dan prosesus frontalis maksila dapat diangkat. Dengan bantuan elevatorium, mukosa dinding lateral rongga hidung beserta konka inferior dan media dilepaskan dari dinding lateral rongga hidung dan kemudian tulang dinding lateral rongga hidung diangkat seluruhnya dengan menggunakan pahat dan rongeur. Sel-sel etmoid dibersihkan dengan kuret. Mukosa dinding lateral rongga hidung kemudian digunting dari depan, menyusuri rongga hidung ke arah posterior maksila kemudian melengkung ke atas mencapai dasar orbita. Mukosa ini bersama konka yang melekat padanya ditarik ke lateral atas masuk ke rongga sinus maksilaris.

Jika perlu untuk memperluas lapangan operasi dapat dilakukan reseksi submukosa tulang rawan dan septum bagian posterior. Jika tumor telah meluas ke fosa pterigomaksila, dinding posterior sinus maksila diangkat. Dengan bantuan jari-jari, tumor dilepaskan dari perlengketan sekitarnya dan ditentukan tempat basis tumor melekat. Dengan elevatorium basis tumor dilepaskan, kemudian tumor dikeluarkan dengan tang tumor. Perdarahan diatasi dengan tampon tekan dan kauterisasi, kemudian dipasang tampon posterior dan anterior pada kedua rongga hidung.

Insisi transfiksi dijahit dengan dexon 3/0 yang membentuk angka delapan agar pinggir insisi tepat bertemu dan tidak bergeser. Insisi sublabial dijahit seperti biasa, hidung luar difiksasi dengan plester. Pada hari ketiga tampon posterior dan anterior dibuka. Cara Pavolainen dan Malmberg

1. Dilakukan insisi sublabial bilateral seperti cara Conley.

2. Mukosa hidung hanya diinsisi sepanjang bagian bawah apertura piriformis.

3. Dilakukan osteotomi lateral pada kedua sisi, yang juga memotong mukosa hidung sampai mencapai sutura naso frontal.

4. Tulang rawan septum bersama mukosa yang menutupinya digunting mulai dari spina nasalis anterior ke atas sampai mencapai sutura nasofrontal, yaitu pada batas atas osteotomi sejajar dengan arah osteotomi. Kemudian dilakukan tindakan yang sama seperti cara Conley untuk mengeksisi massa tumor.16,17,18,19 Teknik yang mulai dikembangkan di beberapa negara saat ini adalah menggunakan alat endoskopi dengan keberhasilan cukup baik. Pemeriksaan endoskopi ini memiliki angka kekambuhan yang rendah dan beberapa keuntungan lain baik secara kosmetik, mempersingkat waktu perawatan, perdarahan yang sedikit dan yang penting adalah pandangan yang jelas dari tumor sehingga mencegah pengangkatan tumor secara tidak lengkap.20 Radioterapi

Penggunaan radioterapi pada papiloma inverted masih diperdebatkan. Beberapa penulis menganggap radioterapi tidak efektif untuk tumor ini dan juga tidak efektif untuk mencegah kekambuhan. Radioterapi juga dianggap mempunyai resiko menimbulkan transformasi ganas.5 Kemoterapi

Kemoterapi diindikasikan untuk kasus-kasus yang sudah jelas ada keganasan, keadaan penderita inoperable dan bersifat paliatif. Adanya metastase jauh juga merupakan indikasi untuk kemoterapi.5Prognosa

Prognosisnya dipengaruhi banyak faktor seperti usia penderita, lokasi dan penyebaran tumor dan keterlibatan organ sekitar serta jenis terapi dan teknik pendekatan yang dilakukan, keterlibatan kelenjar limfe leher dan gambaran histology.4Kesimpulan

Papiloma inverted merupakan tumor jinak yang jarang dengan angka kekambuhan yang sangat tinggi. Papiloma inverted secara histologi jinak tapi berkemampuan untuk tumbuh cepat dan bertendensi menjadi keganasan. Teknik pendekatan bedah dengan sebersih mungkin mengangkat massa tumor dengan tidak meninggalkan sisa untuk menghindari rekurensi. Penggunaan radioterapi pada papiloma inverted masih diperdebatkan. Radioterapi tidak dianjurkan karena dapat meningkatkan transformasi keganasan.Kepustakaan1. M.D, Hilger, Penyakit Hidung, dalam: Buku Ajar Penyakit THT, edisi 6, Jakarta, EGC, 1997,h: 200- 392. Averdi Roezin, Endang M, Tumor Hidung Dan Sinus Paranasal, dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala dan Leher, edisi kelima, Jakarta, FKUI, 2001, h: 143-53. Ballenger JJ, Aplikasi Klinis Anatomi dan Fisiologi Hidung dan Sinus Paranasal, dalam : Ballenger JJ, Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala dan Leher, Jilid I, edisi 13, Jakarta, Bina Rupa Aksara, 1994, h: 1-254. LEE KJ, The Nose and Paranasal Sinus, in: Essential Otolaryngology Head and Neck Surgery, ninth edition, Mc Graw Hill Medical, New York, 2008 365-4125. Carrau LR, Zimmer AL, Neoplasma of the Nose and Paranasal Sinuses, Bailey JB, Head and Neck Surgery Otolaryngology, fourth edition, lippincot raven, New York, 2006, p : 1482-98.6. Dhingra PL. Disease of the Nose and Paranasal Sinuses. In: Disease of Ear, Nose and Throat. Fourth Edition. Elsevier. India. 2007. 7. Lalwani AK, Paranasal Sinus Neoplasms, in Current Diagnosis and Treatment Otolaryngology Head and NeckSurgery, second edition, Mac Graw-Hill, 2007.8. Chessman AD, Jami O, Cyst Granulomas and Tumours oh the Jaws, Nose, and Sinuses, in : Scott Browns Otolaryngology, Sixth Edition, Vol. 5 Laryngology and Head and Neck Surgery, BH. International Edition, British 1997, p : 5/23/1-249. Oikawa et al, Clinical and Pathological Analysis of Recurrent Inverted Papilloma, in :The Annals of Otology, Rhinology and Laryngologi : April 2007; 116, 4.10. Marhaimi Sri, Inverted Papiloma Sinus Maksilaris dengan Teknik Degloving, dalam : Kumpulan Karya Ilmiah Bagian THT, FK USU, 1999, h : 101-18.11. Ara A. Chalian, MD, Neoplasms of the Nose and Paranasal Sinuses, Ballengers Manual of Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery, Hamilton London, 2002, 304-1312. Dhingra PL, NEOPLASMS OF NASAL CAVITY. In: Disease of Ear, Nose and Throat. Fourth Edition. Elsevier. India. 2007. 13. Sharma V and Koirala K, Lateral rhinotomy vs mid-facial degloving for T3 inverted papilloma of nose and paranasal sinus, Department of ENT and Head Neck surgery, Nepal Med Coll J 2009; 11(2): 115-11714. Zeifer A Barbara, Sinus Imaging, Bailey JB, Head and Neck Surgery Otolaryngology, fourth edition, lippincot raven, New York, 2006, p : 430-4615. Kim YJ et al, The prevalence of human papillomavirus infection in sinonasal inverted papilloma specimens classified by histological grade, in: American journal of Rhinology, Vol. 21, 6, 2007.16. Shah P Jatin, Nasal Cavity and paranasal sinuses, in : Head and Neck Surgery and Onkology, Third Edition, Philadelphia, 2003, p: 57-92.17. Stern JS, Hanna E, Cancer of the Nasal Cavity and Paranasal Sinuses, in : Myers NE, Cancer of the Head and Neck, Third Edition, Philadelphia, 1996, p: 204-31.18. Mark CS, Surgical Approach for Tumors of the Nose, Sinuses and Anterior Skull Base, in : Nasal and Sinus Surgery, WB Saunders, Philadelphia 2000, p : 317-4019. F. Walter,Approaches to the Paranasal Sinuses, Anterior Skull Base, Midface, Orbi and Pituitary, in; Surgical approaches in Otorhinolaryngology, Thieme New York, 1999, p :186-209 20. Sautter BN et al, Comparison of open versus andoscopic resection of inverted papilloma, in : American Journal of Rhinology, Vol. 21, 3 2007.10