41
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman mycrobacterium tuberkulosis ini, sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya 18 . 2.2 Etiologi Mycobacterium tuberkulosis adalah kuman obligat aerob, berbentuk batang yang tidak membentuk spora. Walaupun tidak mudah diwarna, jika telah diwarnai kuman ini tahan penghilangan warna (dekolorisasi) oleh asam atau alkohol oleh karena itu dinamakan basil tahan asam. Pada proses pertumbuhannya kuman ini mendapat energi dari oksidasi berbagai senyawa karbon sederhana. Kenaikan tekanan CO2 meningkatkan pertumbuhan. Aktivitas biokimianya tidak khas, dan laju pertumbuhannya lebih lambat dari pada

REFARAT TUBERCULOSIS

Embed Size (px)

DESCRIPTION

PARU

Citation preview

Page 1: REFARAT TUBERCULOSIS

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman

mycrobacterium tuberkulosis ini, sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi

dapat juga mengenai organ tubuh lainnya18.

2.2 Etiologi

Mycobacterium tuberkulosis adalah kuman obligat aerob, berbentuk batang

yang tidak membentuk spora. Walaupun tidak mudah diwarna, jika telah diwarnai

kuman ini tahan penghilangan warna (dekolorisasi) oleh asam atau alkohol oleh

karena itu dinamakan basil tahan asam. Pada proses pertumbuhannya kuman ini

mendapat energi dari oksidasi berbagai senyawa karbon sederhana. Kenaikan tekanan

CO2 meningkatkan pertumbuhan. Aktivitas biokimianya tidak khas, dan laju

pertumbuhannya lebih lambat dari pada kebanyakan kuman lain. Waktu penggandaan

basil tuberkel adalah sekitar 18 jam. Bentuk saprofit cenderung tumbuh lebih

cepat,berkembang biak dengan baik pada suhu 22-23 derajat celcius, menghasilkan

banyak pigmen, dan kurang tahan asam dari pada bentuk yang patogen.

Mycobacterium tuberkulosis menyebabkan tuberkulosis dan merupakan patogen yang

sangat penting bagi manusia. Terdapat lebih dari 50 spesies mikobakterium, antara

lain banyak yang merupakan saprofit7.

Page 2: REFARAT TUBERCULOSIS

8

2.3 Klasifikasi

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosis memerlukan suatu

“definisi kasus” yang meliputi empat hal, yaitu18:

a. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru-paru atau ekstrapulmonal.

b. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikrokopis): BTA positif

atau BTA negatif.

c. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.

d. Riwayat pengobatan TB paru sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati

Beberapa istilah dalam definisi kasus:

1) Kasus TB Baru: pasien Tuberkulosis paru yang telah dibuktikan secara

mikroskopis atau didiagnosis oleh dokter.

2) Kasus TB paru pasti (definitif): pasien dengan biakan BTA positif untuk

mycobacterium tuberkulosis atau bila tidak ada fasilitas biakan,sekurang

kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) hasilnya

BTA positif.

1. Klasifikasi Berdasarkan Organ Tubuh Yang Terkena

a. TB paru

TB paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim)

paru,tidak termasuk pleura dan kelenjar getah bening pada hilus.

b. TB ekstrapulmunal

Page 3: REFARAT TUBERCULOSIS

9

TB yang menyerang organ tubuh lain selain paru,misalnya pleura, selaput

otak, selaput jantung (perikardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian,

kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain6.

2. Klasifikasi Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Mikroskopis

A. TB Paru BTA Positif

1) Sekurang-kurangnya dua dari tiga spesimen dahak spss hasilnya

positif.

2) Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada

menunjukan gambaran tuberkulosis.

3) Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB

paru positif.

4) Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah tiga spesimen

dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA positif dan

tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non- obat anti

tuberkulosis (OAT)6.

B. TB Paru BTA Negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada Tuberkulosis paru BTA positif.

Kriteria diagnostik Tuberkulosis paru BTA negatif harus meliputi6:

1) Paling tidak tiga spesimen sputum SPS hasilnya BTA negatif

2) Foto toraks abnormal menunjukan gambaran TB.

3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian anti biotika non-OAT.

Page 4: REFARAT TUBERCULOSIS

10

4) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

3. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan:

a. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapat OAT

sebelumnya atau riwayat mendapatkan OAT kurang dari 1 bulan.

b. Kasus dengan riwayat pengobatan sebelumnya adalah pasien yang

pernah mendapatkan OAT 1 bulan atau lebih. Kasus ini diklasifikasikan

lebih lanjut berdasarkan hasil pengobatan terakhir sebagai berikut:

Kasus kambuh adalah pasien yang sebelumnya pernah

mendapatkan OAT dan dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap

pada akhir pengobatan dan saat ini ditegakkan diagnosis TB episode

rekuren (baik untuk kasus yang benar-benar kambuh atau episode

baru yang disebabkan reinfeksi).

Kasus pengobatan setelah gagal adalah pasien yang sebelumnya

pernah mendapatkan OAT dan dinyatakan gagal pada akhir

pengobatan.

Kasus setelah putus obat adalah pasien yang pernah menelan OAT

1 bulan atau lebih dan tidak meneruskannya selama lebih dari 2

bulan berturut-turut atau dinyatakan tidak dapat dilacak pada akhir

pengobatan. (Pada revisi guideline WHO tahun 2013 klasifikasi ini

direvisi menjadi pasien

Page 5: REFARAT TUBERCULOSIS

11

dengan perjalanan pengobatan tidak dapat dilacak (loss to

follow up)

yaitu pasien yang pernah mendapatkan OAT dan dinyatakan tidak

dapat dilacak pada akhir pengobatan).

Klasifikasi berikut ini baru ditambahkan pada revisi guideline WHO

tahun 2013 yaitu: kasus dengan riwayat pengobatan lainnya

adalah pasien sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan hasil akhir

pengobatannya tidak diketahui atau tidak didokumentasikan.

Pasien pindah adalah pasien yang dipindah dari register TB (TB 03)

lain untuk melanjutkan pengobatan. (Klasifikasi ini tidak lagi

terdapat dalam revisi guideline WHO tahun 2013).

Pasien yang tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya

adalah pasien yang tidak dapat dimasukkan dalam salah satu

kategori di atas.

4. Klasifikasi Berdasarkan Tingkat Keparahan Penyakit

Pada TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat

keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila

gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas

(misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk6

2.4. Gejala Klinis

Page 6: REFARAT TUBERCULOSIS

12

Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala

respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.

1. Gejala respiratorik

• batuk ≥ 3 minggu

• batuk darah

• sesak napas

• nyeri dada

Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala

sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita

terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam

proses penyakit, maka penderita mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang

pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk

membuang dahak ke luar. Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari

organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi

pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada

meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara pada

pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada

sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

2. Gejala sistemik

Page 7: REFARAT TUBERCULOSIS

13

• Demam subfebris <37,5ºC

• gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan

menurun

2.5. Patogenisis dan Patologi TB paru

1. Patogenesis TB Paru Primer

Ketika seorang penderita TB paru batuk, bersin atau berbicara maka droplet

nucleus akan jatuh dan menguap akibat suhu udara yang panas, maka kuman

TB akan berterbangan di udara berpotensi sebagai sumber infeksi pada orang

sehat. Hal ini yang sering disebut sebagai airborne infection. pada sekali batuk

dikeluarkan tiga ribu droplet. Setelah melewati barrier mukusilier saluran

nafas, basil TB paru-paru dikenal sebagai focus ghon. Basil juga mencapai

kelenjar limfe hilus melalui aliran limfe sehingga terjadi limfadenopati hilus.

Focus Ghon dan limfadenopati hilus akan membentuk kompleks primer.

Kompleks primer berlokasi di lobus bawah karena ventilasi lebih baik di area

tersebut8.

Respon imun seluler berupa hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada empat

sampai enam minggu setelah infeksi primer. Banyaknya basil TB paru dan

kemampuan daya tahan tubuh akan menentukan perjalanan penyakit

selanjutnya. Pada kebanyakan kasus, respon imun tubuh dapat menghentikan

multiplikasi kuman dan sebagian kuman menjadi dorman11.

Page 8: REFARAT TUBERCULOSIS

14

Berawal dari kompleks primer infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui

berbagai jalan:

Secara Bronkogen

Menyebar ke paru-paru yang bersangkutan atau melalui seputum ke paru-paru

sebelahnya dan dapat tertelan sehingga dapat menyebabkan TB paru pada

gastrointestinal12.

Secara Hematogen dan Limfogen

Vena pulmonalis yang melewati lesi paru dapat membawa material yang

mengandung kuman TB dan kuman ini dapat mencapai berbagai organ melalui

aliran darah dan system limfatik. Penyebaran secara hematogen lebih sering

terjadi pada tempat dengan tekanan oksigen yang tinggi seperti pada otak,

epifisis tulang panjang, ginjal, tulang vertebra dan daerah apikal-posterior paru-

paru. Reaktivasi TB lebih cenderung berkembang didaerah apikal oleh karena

PO2 yang lebih tinggi sehingga cocok untuk pertumbuhan kuman. Daerah

apikal-posterior juga merupakan area yang defisensi produksi limfe sehingga

jadi penurunan drainase sehingga kuman TB susah dieliminasi diarea

tersebut12.

2. Patogenesis Reaktivasi TB paru

Banyak sebutan terhadap fase ini seperti penyakit kronik paska TB paru primer,

reinfeksi atau TB paru progresif dewasa, endogen reinfeksi, reaktifasi terjadi

setelah priode laten (beberapa bulan atau tahun) setelah infeksi primer. Dapat

Page 9: REFARAT TUBERCULOSIS

15

terjadi karena reaktifasi atau reinfeksi. Reaktifasi oleh karena kuman dormant

mengalami multipikasi setelah beberapa bulan atau tahun setelah infeksi primer.

Reinfeksi diartikan sebagai infeksi ulang pada seseorang yang sebelumnya

pernah mengalami infeksi primer. TB paru pos-primer dimulai dari sarang

pneumonia dini yang umumnya pada segmen apikal lobus superior atau lobus

inferior, yang awalnya berbentuk sarang pneumonik kecil. Sarang pneumonia

ini dapat mengalami suatu keadaan, direabsobsi dan sembuh tanpa

meninggalkan cacat, sarang pneumonia meluas,tetapi mengalami penyembuhan

berupa jaringan fibrosis dan perkapuran. Sarang pneumonia meluas membentuk

jaringan keju yang bila dibatukkan akan membentuk kavitas awalnya

berdinding tipis kemudian menjadi tebal12.

Bentuk dari TB paru pos-primer dapat sebagai tuberculosis paru seperti adanya

kavitas, infiltrat, fibrosis dan endobronkial TB, atau dapat sebagai TB paru

ekstra pulmunal seperti efusi pleura, limfa denopati, meningitis, TB tulang13.

2.6. Patologi TB Paru

Perubahan mendasar pada jaringn paru akibat infeksi kuman TB paru berupa

lesi eksudatif, fibrinomacrophagic alveolitis, polymorphonuclear alveolitis, kaseosa

dan kavitas, tuberkuloma8.

2.7. Diagnosis TB Paru

Diagnosis TB paru ditegakan berdasarkan gejala klinis,pemeriksaan fisik,

pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya. Gejala klinis

Page 10: REFARAT TUBERCULOSIS

16

tuberculosis dibagi menjadi dua golongan, yaitu gejala sistemik dan gejala lokal.

Gejala sistemik berupa demam, malaise, keringat malam, anoreksia, dan berat badan

menurun. Pada paru-paru akan timbul gejala lokal berupa gejala respiratori. Norman

Horne membuat daftar gejala dan tanda TB paru seperti tidak ada gejala, batuk,

sputum purulen, batuk darah, nyeri dada, sesak nafas, “mengi” yang terlokalisir.

Akan tetapi, tanda dan gejala ini tergantung pada luas lesi. Pada pemeriksaan fisik,

kelainan jasmani tergantung dari organ yang terlibat dan luas kelainan struktur paru18.

Pada awal perkembangan penyakit sangat sulit menemukan kelainan paru pada

pemeriksaan fisik. Kelainan paru terutama pada daerah lobus superior terutama apeks

dan segmen posterior, serta apeks lobus inferior14.

Pada pemeriksaan fisik kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur

paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit

sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus

superior terutama daerah apex dan segmen posterior , serta daerah apex lobus

inferior.

Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari

banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi

suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. 14.

Diagnosis yang paling baik adalah dengan cara mengisolasi kuman. Untuk

membedakan spesies mikobakterium satu dari yang lain harus dilihat sifat-sifat

koloni, waktu pertumbuhan, sifat biokimia pada berbagai media dan perbedaan

Page 11: REFARAT TUBERCULOSIS

17

kepekaan terhadap OAT. Bahan pemeriksaan bakteriologi dapat berasal dari sputum,

cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bronchoalveolar lavage, urin,

jaringan biopsi. Pada pemeriksaan bakteriologi yang menggunakan sputum, cara

pengambilannya terdiri dari tiga kali yaitu sewaktu (pada saat kunjungan), pagi

(keesokan harinya), sewaktu (pada saat mengantarkan dahak pagi)13.

Ada beberapa tipe interpretasi pemeriksaan mikroskopis. WHO

merekomendasikan pembacaan dengan sekala International Union Against

Tuberkulosis and Lung Disease (IUATLD)1:

a. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang,disebut negatif.

b. Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman

yang ditemukan.

c. Ditemukan 10-99 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut + (1+).

d. Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang,disebut ++ (2+).

e. Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+).

Pada tahun 2014 ISTC (Internasional Standards For Tuberculosis Care) merilis

standar untuk mendiagnosa Tuberculosis. ISTC harus dipandang sebagai dokumen

hidup yang akan direvisi sebagai teknologi, sumber daya, dan keadaan berubah.

Seperti yang tertulis, standar di ISTC disajikan dalam konteks dari apa yang

umumnya dianggap layak sekarang atau dalam waktu dekat.

Standar adalah sebagai berikut:

Standar 1

Page 12: REFARAT TUBERCULOSIS

18

Untuk memastikan diagnosis dini, penyedia harus menyadari individu dan

kelompok faktor risiko TBC dan melakukan evaluasi klinis yang cepat dan tes

diagnostik yang tepat bagi orang-orang dengan gejala dan temuan konsisten dengan

TB.

Standar 2

Semua pasien, termasuk anak-anak, dengan batuk yang tidak dapat dijelaskan

yang berlangsung dua atau lebih minggu atau dengan temuan yang tidak dapat

dijelaskan mengarah ke TB pada rontgent thorak harus dievaluasi untuk tuberkulosis.

Standar 3

Semua pasien, termasuk anak-anak, yang diduga menderita TBC paru dan

mampu menghasilkan dahak harus memiliki minimal dua pemeriksaan sputum atau

sputum tunggal spesimen untuk Xpert® MTB / RIF * pengujian di laboratorium

kualitas terjamin. Pasien pada risiko resistensi obat, yang memiliki risiko HIV, atau

yang sakit serius, harus memiliki Xpert MTB / RIF dilakukan sebagai awal diagnostic

tes. Tes serologi berbasis darah dan interferon-gamma release assay tidak boleh

digunakan untuk diagnosis TB aktif.

* Xpert®MTB / RIF (Cepheid Corp Sunnyvale, California, Amerika Serikat) adalah

satu-satunya Uji molekul yang cepat dan disetujui oleh WHO untuk penggunaan awal

dalam mendiagnosis TB, dengan demikian, secara khusus.

Page 13: REFARAT TUBERCULOSIS

19

Standar 4

Untuk semua pasien, termasuk anak-anak, yang diduga menderita TBC ekstra

paru, spesimen yang tepat dari organ yang diduga terlibat harus diperoleh untuk

pemeriksaan mikrobiologi dan histologi. Tes Xpert MTB / RIF direkomendasikan

sebagai mikrobiologi awal yang lebih direkomendasikan untuk tersangka meningitis

TB karena kebutuhan untuk diagnosis yang cepat.

Standar 5

Pada pasien yang diduga menderita TB paru yang hasil sputumnya negatif,

Xpert MTB / RIF dan atau kultur dahak harus dilakukan. Di antara orang-orang yang

negatif BTA dan Xpert MTB / RIF dengan bukti klinis sangat mendukung TB,

pengobatan anti tuberculosis harus dimulai setelah koleksi spesimen untuk

pemeriksaan kultur.

Standar 6

Untuk semua anak yang diduga menderita TB intratoraks (yakni, paru, pleura,

dan hilus atau mediastinum kelenjar getah bening), konfirmasi bakteriologi harus

dicari melalui pemeriksaan sekret pernapasan (ekspektorasi dahak, induksi dahak,

bilas lambung) untuk mikroskopi, sebuah Xpert MTB / RIF tes, dan atau kultur.

2.8. Penatalaksanaan

Sejarah pengobatan pada TB paru dimulai pada tahun 1943, dimana Wacksman

dan Schatz di New Jersey menemukan Stroptomyces griseus yang dikenal sebagai

streptomisin, merupakan OAT pertama yang digunakan. Penggunaan streptomisin

Page 14: REFARAT TUBERCULOSIS

20

sebagai obat tunggal terjadi sampai tahun 1949. Kemudian ditemukan Para Amino

Salsilat (PAS), sehingga mulai dilakukan kombinasi antara keduanya, tetapi pada

akhir 1946, pemakaian PAS sudah jarang dipublikasikan. Pada tahun 1952 ditemukan

isoniazid (INH) yang kemudian menjadi komponen penting dalam pengobatan TB

paru, sejak saat itu durasi pengobatan dapat diturunkan. Pada tahun 1972 mulai

digunakan Rifampisin (R) sebagai panduan obat dikombinasi dengan Etambutol (E)

dan Pirazinamid21.

Dalam standar penatalaksanaan TB, ISTC membuat 8 standar penatalaksanaan,

diantaranya sebagai berikut :

Standar 7

Untuk memenuhinya, tanggung jawab kesehatan publik, serta tanggung jawab

kepada individu pasien, penyedia harus meresepkan pengobatan yang tepat,

memantau kepatuhan terhadap pasien, dan bila perlu memberitahu faktor yang

menyebabkan gangguan atau penghentian pengobatan. Memenuhi tanggung jawab ini

kemungkinan akan memerlukan koordinasi dengan kesehatan masyarakat setempat

jasa dan atau lembaga lainnya.

Standar 8

Semua pasien yang belum pernah diobati dan tidak memiliki faktor risiko

resistensi obat harus menerima lini pertama pengobatanWHO menggunakan obat

kualitas terjamin. Tahap awal harus terdiri dari dua bulan isoniazid, rifampisin,

Page 15: REFARAT TUBERCULOSIS

21

pirazinamid, dan etambutol. *Fase lanjutan harus terdiri dari isoniazid dan rifampicin

diberikan selama 4 bulan. Dosis obat anti tuberkulosis yang digunakan harus sesuai

rekomendasi WHO. Obat kombinasi dosis tetap dapat memberikan perbaikan dari

pemberian obat.

* Etambutol dapat diabaikan pada anak yang HIV-negatif dan yang memiliki non-

kavitas TBC.

Standar 9

Pendekatan berpusat pada pasien untuk pengobatan harus dikembangkan

untuk semua pasien dalam rangka untuk mempromosikan kepatuhan, meningkatkan

kualitas hidup, dan meredakan menderita. Pendekatan ini harus didasarkan pada

kebutuhan pasien dan saling menghormati antara pasien dan penyedia.

Standar 10

Respon terhadap pengobatan pada pasien dengan TB paru (termasuk orang-

orang dengan TB didiagnosis dengan tes molekuler cepat) harus dipantau oleh BTA

mikroskop pada saat penyelesaian dari fase awal pengobatan (dua bulan). Jika BTA

adalah positif pada penyelesaian tahap awal, tes sputum harus dilakukan lagi pada 3

bulan dan, jika positif lakukan tes kepekaan obat molekuler pengujian cepat (jalur

pemeriksaan tes atau Xpert MTB / RIF) atau kultur pengujian dengan kerentanan

terhadap obat harus dilakukan. Pada pasien dengan TBC paru dan pada anak-anak,

respon pengobatan terbaik dinilai Klinis

Page 16: REFARAT TUBERCULOSIS

22

Standar 11

Penilaian terhadap kemungkinan resistensi obat, riwayat pengobatan

sebelumnya, paparan kasus kemungkinan sumber organisme yang resistan terhadap

obat, dan prevalensi resistensi obat dalam masyarakat (jika diketahui), harus

diketahui untuk semua pasien. pengujian kerentanan Obat harus dilakukan pada awal

terapi untuk semua pasien pada risiko resistensi obat. Pasien yang tetap BTA positif

pada penyelesaian 3 bulan pengobatan, pasien yang pengobatan telah gagal, dan

pasien yang putus obat atau kambuh setelah satu atau lebih program pengobatan

harus selalu dinilai untuk resistensi obat. Untuk pasien yang dianggap resistensi obat

tes / RIF Xpert MTB harus dilakukan untuk diagnostik awal. Jika resisten rifampisin

terdeteksi, kultur dan pengujian untuk kerentanan terhadap isoniazid,

fluoroquinolones, dan lini kedua obat suntik harus dilakukan segera. Konseling

pasien dan pendidikan, serta pengobatan dengan empiris obat lini kedu, harus segera

dilaksanakan untuk meminimalkan potensi transmisi.

Standar 12

Pasien dengan atau sangat mungkin untuk menderita tuberkulosis yang

disebabkan oleh resisten-obat (Khususnya MDR / XDR) seharusnya diobati dengan

paduan obat khusus mengandung lini kedua obat antituberkulosis kualitas terjamin.

Dosis obat anti tuberkulosis harus sesuai dengan rekomendasi WHO. Obat yang

dipilih dapat distandardisasi atau berdasarkan diduga atau dikonfirmasi pola

Page 17: REFARAT TUBERCULOSIS

23

kerentanan terhadap obat. Setidaknya lima obat, pirazinamid dan empat obat yang

diketahui atau diduga rentan, termasuk agen suntik, harus digunakan dalam 6-8 bulan

fase intensif, dan setidaknya 3 obat yang diketahui atau dianggap rentan, harus

digunakan dalam fase lanjutan. Pengobatan harus diberikan paling sedikit 18-24

bulan di luar kultur. Tindakan berpusat pada pasien, termasuk pengamatan

pengobatan, diperlukan untuk memastikan kepatuhan. Konsultasi dengan spesialis

yang berpengalaman dalam pengobatan pasien dengan TB MDR / XDR harus

dilakukan.

Standar 13

Catatan sistematis dari semua obat yang diberikan, respon bakteriologis, hasil,

dan efek samping harus didapatkan dari semua pasien.

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting

untuk menyembuhkan pasien dan mengindari Multi Drug Resistant Tuberkulosis

(MDR TB). Pengembangan strategi Directly Observed Treatment Shortcourse

(DOTS) untuk mengontrol epidemik TB merupakan prioritas utama WHO.

Pengobatan TB paru bertujuan untuk tiga hal yaitu18.

a. Untuk mengurangi secara cepat jumlah dari basil mikobakterium, sehingga

dapat mengurangi durasi dari pengobatan.

b. Untuk mencegah resistensi obat. Pengobatan yang tidak adekuat dapat

menyebabkan resistensi obat dengan segera, sehingga dapat meningkatkan

Page 18: REFARAT TUBERCULOSIS

24

kegagalan pengobatan dan kekambuhan. Resistensi tidak hanya pada

pasien yang bersangkutan,tetapi juga dapat menular pada seseorang yang

sebelumnya belum pernah terinfeksi.

c. Sterilisasi untuk mencegah kekambuhan dan mengurangi jumlah dan

kelangsungan hidup kuman.

1. Kombinasi Dosis Tetap (KDT)

Di Indonesia OAT KDT pertama kali digunakan pada tahun 1999 di

Sulawesi Selatan dengan hasil cukup memuaskan. Dari 172 penderita yang

diobati dengan KDT di enam belas pukesmas, tidak ada yang menolak dengan

pengobatan KDT dan hanya 10 % dengan efek samping ringan tanpa harus

menghentikan pengobatan dan hanya 0,6 % yang dapat efek samping berat18.

OAT KDT adalah tablet yang berisi kombinasi beberapa jenis obat anti TB

dengan dosis tetap. Jenis tablet KDT untuk dewasa18:

a. Tablet yang mengandung empat macam obat dikenal sebagai empat

KDT. Sebab tablet mengandung: 75 mg INH, 150 mg Rifampisin, 400

mg Pirazinamid, 275 mg Etambutol. Tablet ini digunakan setiap hari

untuk pengobatan setiap hari dalam tahap intensif dan untuk sisipan,

jumlah tablet yang digunakan sesuai dengan berat badan penderita.

b. Tablet yang mengandung dua macam obat dikenal sebagai empat KDT.

Setiap tablet mengandung 150 mg INH dan 150 mg Rifampisin. Tablet

ini digunakan untuk pengobatan intermiten tiga kali seminggu dalam

Page 19: REFARAT TUBERCULOSIS

25

tahap lanjutan. Jumlah tablet yang digunakan sesuai dengan berat badan

penderita. Pada katagori I obat yang digunakan bila terdapat BTA

positif ialah 2RHZE/4RH.

Dasar perhitungan pemberian OAT KDT adalah:

1) Dosis sesuai dengan berat badan penderita

2) Lama dan jumlah dosis pemberian pada Katagori I adalah:

a. Tahap intensif adalah:2 bulan x 4 minggu x 7 hari =56 dosis.

b. Tahap lanjutan 4 bulan x 4 minggu x 3 kali =48 dosis

Kombinasi empat komponen aktif OAT atau KDT akan mampu mengurangi

resistensi kuman TB paru terhadap obat TB paru karena penderita kecil

kemungkinannya untuk memilih salah satu dari obat TB paru yang akan

diminum6.

Efek samping dapat timbul pada penggunaan tablet KDT, apabila efek samping

timbul, maka tablet KDT harus diubah dalam bentuk OAT yang terpisah.

Reaski efek samping biasanya terjadi hanya pada 3-6% pasien-pasien dalam

pengobatan TB paru. Reaksi efek samping lebih sering terjadi pada pasien

dengan koinfeksi dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) (khususnya

Thioacetazone), bagaimanapun KDT tidak dikontraindikasikan absolut pada

pasien-pasien ini18.

KDT dapat digunakan pada beberapa kondisi khusus, misalnya pada gagal

ginjal, dosis Rifampisin, INH dan pirazinamid dan dapat digunakan dosis

Page 20: REFARAT TUBERCULOSIS

26

normal. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal dosis Etambutol harus

dikurangin karena ekskresi primer dari obat tersebut adalah melalui ginjal18.

2. Tujuan

Tujuan pengobatan Tuberkulosis pada dasarnya adalah:

Menyembuhkan penderita

Mencegah kematian

Mencegah kekambuhan

Menurunkan tingkat penularan

3. Jenis Dosis Obat

Lini pertama :

a. Isoniasid (H)

Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi

kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif

terhadap kuman dalam keadaan metabolic aktif, yaitu kuman yang sedang

berkembang. Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kg BB (berat badan),

sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan

dosis 10 mg/kg BB1.

b. Rifampisin (R)

Page 21: REFARAT TUBERCULOSIS

27

Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi dormant (persister) yang

tidak dapat dibunuh oleh isoniasid. Dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk

pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu1.

c. Pirasinamid (Z)

Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan

suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB, sedangkan untuk

pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dosis 35 mg/kg BB1.

d. Streptomisin (S)

Bersifat bakterisid, Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB, sedangkan

untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama.

Penderita TB paru yang berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75 gram/hari,

sedangkan untuk berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50 gram/hari1.

e. Etambutol (E)

Bersifat sebagai bakteriostatik, Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB,

sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30

mg/kg BB1.

Page 22: REFARAT TUBERCULOSIS

28

Tabel 2.1. Dosis obat TB pada anak dan dewasa

Tahap intensif

Pada tahap intensif (awal) penderita dapat obat setiap hari dan di awasi

langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT, terutama

Rifampisin. Bila tahap intensif di berikan secara tepat, biasanya penderita

menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar

penderita TB paru BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada akhir

pengobatan intensif1.

Page 23: REFARAT TUBERCULOSIS

29

Tahap lanjutan

Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam

jangka waktu yang lebih lama1.

Pembentukan dan perkembangan lesi serta penyembuhannya atau progresivitas

penyakit tuberkulosis terutama ditentukan oleh:

jumlah mikobakteria dalam inokulum dan perkembangbiakan selanjutnya

resistensi dan hipersensitivitas dari inang

secara eksperimen, populasi mycobacterium tuberkulosis didalam lesi

dikelompokkan menjadi 4 golongan yaitu6:

Populasi A, yang terdiri atas kuman yang secara aktif berkembang biak

dengan cepat. Kuman ini banyak terdapat pada dinding kavitas atau

dalam lesi yang pHnya netral.

Populasi B, terdiri atas kuman yang tumbuhnya sangat lamban dan

berada dalam lingkungan pH yang rendah. Lingkungan asam inilah

yang melindunginya terhadap obat anti tuberkulosis tertentu.

Populasi C, yang terdiri atas kuman tuberkulosis yang berada dalam

keadaan dormant hampir sepanjang waktu, hanya kadang-kadang saja

kuman ini mengadakan metabolisme secara aktif dalam waktu yang

singkat. Kuman jenis ini banyak terdapat dalam dinding kavitas.

Populasi D, terdiri atas kuman-kuman yang sepenuhnya bersifat

dormant sehingga sama sekali tidak bias dipengaruhi oleh obat-obat anti

Page 24: REFARAT TUBERCULOSIS

30

tuberkulosis. Jumlah populasi ini tidak jelas dan hanya dapat

dimusnahkan oleh mekanisme pertahanan tubuh manusia.

Bila kuman TB paru kontak dengan OAT, maka pertumbuhannya akan

melemah dalam 2 atau 3 hari,dan kemudian aktif kembali. Masa dua atau tiga

hari ini disebut lag phase, dan ini merupakan dasar mengapa obat TB paru

dapat diberikan secara intermiten dua atau tiga kali seminggu.selain itu dalama

suatu populasi kuman sejak awal sudah ada sebagian yang resisten terhadap

satu jenis obat. Bila pada populasi itu hanya diberi satu jenis obat saja maka

kuman yang sensitive akan turun jumlahnya sedang yang resisten akan naik,

sehingga setelah beberapa waktu populasi kuman telah berubah menjadi kuman

yang resisten saja. Hal inilah yang disebut fall and rise phenomena, dan

menjadi salah satu dasar mengapa kita harus memberikan beberapa obat

sekaligus pada penderita TB paru6.

4. Panduan OAT di Indonesia

WHO dan IUATLD merekomendasikan panduan OAT standar dimana

pemerintah melalui Program Nasional Penanggulangan TB paru di Indonesia

menggunakan paduan OAT1:

Kategori 1 : 2 HRZE/4H3R3

Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3

Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3

Page 25: REFARAT TUBERCULOSIS

31

5. Kategori Pengobatan TB Paru Menurut WHO6 :

Kategori Kasus Paduan obat yang diajurkan Keterangan

I - TB paru BTA +,

  BTA - , lesi luas       

2 RHZE / 4 RH atau2 RHZE / 6 HE*2RHZE / 4R3H3

 

II - Kambuh- Gagal pengobatan

-RHZES / 1RHZE / sesuai hasil uji resistensi atau 2RHZES / 1RHZE / 5 RHE-3-6 kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin / 15-18 ofloksasin, etionamid, sikloserin atau 2RHZES / 1RHZE / 5RHE

Bila streptomisin alergi, dapat diganti kanamisin

II - TB paru putus berobat

Sesuai lama pengobatan sebelumnya, lama berhenti minum obat dan keadaan klinis, bakteriologi dan radiologi saat ini (lihat uraiannya) atau*2RHZES / 1RHZE / 5R3H3E3

 

III -TB paru BTA neg. lesi minimal 

2 RHZE / 4 RH atau6 RHE atau*2RHZE /4 R3H3

 

IV - Kronik RHZES / sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif) + obat lini 2 (pengobatan minimal 18 bulan)

 

IV - MDR TB 

Sesuai uji resistensi + OAT   lini 2 atau H seumur hidup

 

2.9. Evaluasi

Evaluasi dilakukan pada minggu awal, sesudah 2 minggu dan 8 minggu pada

fase pengobatan intensif yang meliputi gejala klinis seperti batuk, demam, nyeri

dada, perubahan berat badan sedangkan evaluasi bakteriologis dilakukan sampai

hasil pemeriksaan 2 kali berturut-turut negatif. Konversi sputum umumnya terjadi

50% pada satu bulan pengobatan, 85% setelah pengobatan intensif18.

Page 26: REFARAT TUBERCULOSIS

32

2.10. komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi karena infekti mikobakterium

tuberculosis adalah :

1. Batuk Darah (Haemoptoe) Pada dasar nya proses TB Paru adalah proses

nekrotis, dan jaringan yang mengalami nekrotis terdapat pada pembulub

darah. Jumlah darah yang dibatukkan keluar bervariasi mulai dari sangat

sedikit sampai banyak sekali, tergantung pada pembuluh darah yang terkena.

2. Hematogen Penyebaran hematogen terjadi bilamana proses nekrotis mengenai

pembuluh darah. Bahan-bahan nekrotis yang penuh basil-basil TB akan

tertumpah dalam aliran darah. Basil-basil ini kemudian akan bersarang di

organorgan tubuh. hariya ada dua organ tubuh yang memang secara alamiah

tidak dapat diserang TB, yaitu otot sekiet dan otot jantung.

3. TB Larings Karena tiap kali dahak yang mengandung basil TB dikeluarkan

melalui lanings, maka basil yang tersangkut di larings akan menimbulkan

proses TB di larings. Maka terjadilah TB larings.

4. Penumotoraks Apabila proses riekrotis dekat dengan pleura maka pleura akan

bocor. Sehingga terjadilah penumathorules (pecahnya dinding kavitas yang

berdekatan dengan pleura).

5. Abses paru Infeksi sekunder dapat pula mengenai jaringan nekrotis itu

langsung, sehingga terjadi abses paru.

Page 27: REFARAT TUBERCULOSIS

33