49
Referat Asfiksia Mekanik Tugas Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Disusun oleh : Tania Amrina, S.Ked Excellena, S.Ked Vera Kurniawati, S.Ked Ressei Amanda, Sked Astika, S.ked Yogi Saputra Rosadi S.ked Indra Hadiwijaya, S.ked Pembimbing : Dr, Ramli Baschin

Referat asfiksia mekanik

Embed Size (px)

Citation preview

Referat

Asfiksia Mekanik

Tugas

Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal

Disusun oleh :Tania Amrina, S.Ked

Excellena, S.KedVera Kurniawati, S.KedRessei Amanda, Sked

Astika, S.kedYogi Saputra Rosadi S.ked

Indra Hadiwijaya, S.ked

Pembimbing :

Dr, Ramli Baschin

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2013

HALAMAN PENGESAHAN

Referat dengan judul

Asfiksia Mekanik

oleh:

Tania Amrina, S.KedExcellena, S.Ked

Vera Kurniawati, S.KedRessei Amanda, Sked

Astika, S.kedYogi Saputra Rosadi S.ked

Indra Hadiwijaya, S.ked

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan

Klinik Senior di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas

Sriwijaya.

Palembang, Desember 2013

Dosen Pembimbing

dr. Ramli Baschin

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang

telah memberikan karunia dan rahmat-Nya serta kesehatan dan kesempatan sehingga

penulis dapat menyelesaikan makalah sebagai salah satu syarat dalam mengikuti

Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kedokteran Forensik Palembang,

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Seiring dengan selesainya penulisan makalah yang berjudul “Asfiksia Mekanik”, penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat kepada dr. Ramli Baschin selaku pembimbing referat ini.

Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi tercapainya hasil

yang lebih baik dan membawa manfaat bagi semua.

Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat serta dapat dijadikan

pertimbangan dan sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan

Palembang, Desember 2013

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................................ii

KATA PENGANTAR.............................................................................................................iii

DAFTAR ISI............................................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Asfiksia...............................................................................................................

2.2.Asfiksia mekanis.................................................................................................

BAB III PENUTUP

. Kesimpulan.............................................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada

seseorang melalui pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh mayat.

Perubahan itu akan terjadi dari mulai terhentinya suplai oksigen. Manifestasinya akan

dapat dilihat setelah beberapa menit, jam dan seterusnya. Terhentinya suplai oksigen

bisa juga menjadi penyebab kematian. Hal ini disebabkan karena adanya hambatan

masuknya oksigen ke dalam sistem respirasi sehingga kadarnya berkurang (hipoksia).

Hambatan ini juga akan berakibat terganggunya pengeluaran karbondioksida dari

tubuh sehingga kadarnya dalam darah meningkat (hiperkapnea).1,2

Keadaan dimana terjadi gangguan dalam pertukaran udara pernafasan yang

normal disebut asfiksia.1,2 Asfiksia dalam bahasa Indonesia disebut dengan “mati

lemas”. Sebenarnya, pemakaian kata asfiksia tidaklah tepat, sebab kata asfiksia ini

berasal dari bahasa Yunani, menyebutkan bahwa asfiksia berarti “absence of pulse”

(tidak berdenyut), sedangkan pada kematian karena asfiksia, nadi sebenarnya masih

dapat berdenyut untuk beberapa menit setelah pernapasan berhenti. Istilah yang tepat

secara terminologi kedokteran ialah anoksia atau hipoksia.3,4

Asfiksia merupakan penyebab kematian terbanyak yang ditemukan dalam

kasus kedokteran forensik. Asfiksia yang diakibatkan oleh karena adanya

obstruksi pada saluran pernafasan disebut asfiksia mekanik. Asfiksia jenis inilah

yang paling sering dijumpai dalam kasus tindak pidana yang menyangkut tubuh dan

nyawa manusia.1

Dalam penyidikan untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban

yang diduga karena peristiwa tindak pidana, seorang penyidik berwenang

mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau

dokter dan atau ahli lainnya.1

1.2. Tujuan dan Manfaat

Referat ini ditulis untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik senior di

Departemen/SMF Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Rumah Sakit

Mohammad Hoessin Palembang dan untuk menambah wawasan serta pengetahuan

dalam penerapan ilmu forensik khususnya mengenai asfiksia mekanik yang diperoleh

semasa kepaniteraan klinik senior di Departemen/SMF Ilmu Kedokteran Forensik

dan Medikolegal Rumah Sakit Mohammad Hoessin Palembang.

BAB II

Tinjauan Pustaka

II. 1 Asfiksia

II.1.1 Definisi

Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan

pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang

(hipoksia) disertai dengan peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea).

Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen (hipoksia

hipoksik) dan terjadi kematian.1

Pembagian asfiksia berdasarkan penyebabnya :1

1. Kekurangan oksigen (hipoksi-hipoksia/anoksi-anoksia dalam darah paru-

paru)

a. Kekurangan oksigen dalam udara bebas (atmosfer)

contoh : ada gas dalam cerobong asap, exposure to seur gas

(pembakaran hutan)

b. Secara mekanik : gangguan dalam saluran pernapasan (paru-paru)

1. Smothering : tertutupnya saluran napas pada hidung dan mulut

2. Chocking : terdapatnya benda dalam saluran pernapasan

3. Drowning (tenggelam)

c. tekanan saluran pernapasan dari luar (strangulation)

1. Manual stranglation (throttling/cekikan)

2. Ligatur strangulation (jeratan)

3. Hanging (gantung diri)

4. Tekanan pada dada atau perut yang kuat

5. Kegagalan saluran pernapasan primer : paralise pusat pernapasan

dan elektrik

2. Anemik hipoksia

Berkurangnya kemampuan membawa oksigen je dalam darah

Contoh : keracunan CO (dimana HbCO > dari HbO2)

3. Gangguan sirkulasi darah dalam pelepasan oksigen permenit (stagnan

hipoksia)

Contoh : pasien dalam keadaan syok

II.1.2 Etiologi

Dari segi etiologi (secara umum), asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut: 1

1. Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernapasan

seperti laringitis, difteri, atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti

fibrosis paru.

2. Trauma mekanik yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang

mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak, pneumotoraks bilateral;

sumbatan atau halangan pada saluran napas dan sebagainya.

3. Keracunan bahan yang menimbulkan depresi pusat pernapasan, misalnya

barbiturat dan narkotika.

II.1.3 Gejala

Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dapat dibedakan

dalam empat fase, yaitu: 1,3

1. Fase Dispnea

Penurunan kadar oksigen sel darah merah dan penimbunan karbondioksida

dalam plasma akan merangsang pusat pernapasan di medula oblongata,

sehingga amplitudo dan frekuensi pernapasan akan meningkat, nadi cepat,

tekanan darah meninggi dan mulai tampak tanda-tanda sianosis terutama pada

muka dan tangan.

2. Fase Kejang

Perangsangan terhadap susunan saraf pusat sehingga terjadi konvulsi (kejang),

yang mula-mula berupa kejang klonik tetapi kemudian menjadi kejang tonik,

dan akhirnya timbul spasme opistotonik.

Pupil mengalami dilatasi, denyut jantung dan tekanan darah menurun. Efek ini

berkaitan dengan paralisis pusat yang lebih tinggi dalam otak akibat

kekurangan oksigen.

3. Fase Kelelahan (Exhaustion phase)

Korban kehabisan nafas karena depresi pusat pernapasan, otot menjadi lemah,

hilangnya refleks, dilatasi pupil, tekanan darah menurun, pernapasan dangkal

dan semakin memanjang, akhirnya berhenti bersamaan dengan lumpuhnya

pusat-pusat kehidupan. Walaupun nafas telah berhenti dan denyut nadi hampir

tidak teraba, pada stadium ini bisa dijumpai jantung masih berdenyut beberapa

saat lagi.

4. Fase Apnea

Terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap. Pernafasan berhenti setelah

kontraksi otomatis otot pernapasan kecil pada leher. Jantung masih berdenyut

beberapa saat setelah pernapasan berhenti.

Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi.

Umumnya berkisar antara 4-5 menit. Fase 1 dan 2 berlangsung lebih kurang 3-4

menit, tergantung dari tingkat penghalangan oksigen, bila tidak 100% maka

waktu kematian akan lebih lama dan tanda-tanda asfiksia akan lebih jelas dan

lengkap.

Tanda Asfiksia pada Pemeriksaan Jenazah

Tanda asfiksia pada pemeriksaan luar jenazah dapat ditemukan, yaitu: 1,4

1. Sianosis

Merupakan warna kebiru-biruan yang terdapat pada kulit dan selaput lendir

yang terjadi akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tidak

berikatan dengan oksigen).

2. Kongesti

Terjadi perbendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung kanan.

Gambaran perbendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah

konjungtiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase 2. Akibatnya tekanan

hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat terutama dalam vena, venula

dan kapiler. Selain itu, hipoksia dapat merusak endotel kapiler sehingga

dinding kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah dan timbul bintik-

bintik perdarahan yang dinamakan sebagai Tardieu’s spot.

Gambar 2.1. Tardieu’s spot

3. Buih halus

Terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan

aktivitas pernapasan pada fase 1 yang disertai sekresi selaput lendir saluran

napas bagian atas. Keluar masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit

akan menimbulkan busa yang kadang-kadang bercampur darah akibat

pecahnya kapiler.

4. Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap

Warna lebam mayat merah kebiruan gelap ini terbentuk lebih cepat.

Distribusi lebam lebih luas akibat kadar karbondioksida yang tinggi dan

akitivitas fibrinolisin dalam darah sehingga darah sukar membeku dan mudah

mengalir. Pada pemeriksaan dalam jenazah dapat ditemukan, antara lain: 1,4

1. Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer karena kadar karbondioksida

yang tinggi dan fibrinolisin darah yang meningkat paska kematian.

2. Busa halus di dalam saluran pernapasan.

3. Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga

menjadi lebih berat, berwarna lebih gelap, dan pada pengirisan banyak

mengeluarkan darah.

4. Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian

belakang jantung belakang daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis

paru terutama di lobus bawah pars diafragmatika dan fisura interlobaris,

kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa

epiglotis, dan daerah subglotis.

II.1.4 Perubahan patologi secara umum

Dengan berkurangnya oksigen/hipoksia secara cepat dan tiba-tiba maka

akan terjadi hipoksia sel dalam jaringan tubuh, diikuti dengan kekurangan oksigen

pada dinding kapiler, sehingga terjadi pecahnya kapiler atau terjadi pendarahan

(ptechiae haemorhagik). Selain itu, juga terjadi dilatasi kapiler yang menyebabkan

adanya stasis darah pad kapiler venus atau pembuluh darah lainnya, terjadilah

kongestif (bendungan darah). Dari uraian diatas maka secara umum asfiksia akan

didapati : 1

1. Ptechiae haemoraghik : pada konjungtiva bulbi, pleura.

2. Dilatasi pembuluh darah

3. Kongesti/bendungan darah akibat dilatasi pembuluh darah kapiler

4. Transudat plasma ke dalam jaringan

karena meningkatnya ereabilitas kapiler, diikuti dengan peningkatan pad

saluran limfe selama pembuluh limfe memenuhi pembuluh darah yang

berdilatasi maka tidak terjadi transudat. Jika tidak terpenuhi akan teerjadi

transudat /edema, terutama edema paru

5. Post mortem fluidity (pengenceran)

apabila pemeriksaan jenazah segera, maka darah akan mengalami

pengenceran dan darah yang keluar dari jantung mengalami pembekuan.

Pengenceran ini disebabkan oleh factor fibrinolisin 90 % yang akan aktif

bila ada thrombus. Dengan alas an ini fibrinolisis terjadi jika proses

pembekuan

6. Terjadi dilatasi jantung

salah satu karakteristik asfiksia adalah dilatasi jantung, salah satunya

adalah secondary muscular flaccidity

7. Perubahan biokimia (Swan dan Brucer)

menurut Brucer : pH (keasaman), konsentrasi CO2, konsentrasi oksigen

bila diukur akan terdapat perbedaan sesuai dengan penyebab asfiksia.

Asfiksia dikatakan asfiksia mutlak bila ada :1,5

- Ptechiae haemorhagik

- Kongesti alat-alat dalam

- Dilatasi pembuluh darah

- Sianosis

sianosis terjadi bila ada reduce Hb yang banyak, sedangkan Hb O2

lenih sedikit dalam darah atau proporsi Hb O2 dalam darah tidak

mencukupi kebutuhan tubuh.

- Pengenceran darah

II.1.5 Pemeriksaan

Pemeriksaan Jenazah

Pada pemeriksaan luar jenazah dapat ditemukan sianosis pada bibir,

ujung-ujung jari dan kuku. Pembendungan sistemik maupun pulmoner dan

dilatasi jantung kanan merupakan tanda klasik pada kematian akibat asfiksia.

Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat.

Distribusi lebam lebih luas akibat kadar CO2 yang tinggi dan aktivitas

fibrinolisin dalam darah sehingga darah sukar membeku dan mudah mengalir.

Terdapat pula bula halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat

peningkatan aktivitas pernapasan pada fase 1 yang disertai sekresi selaput

lendir saluran pernapasan bagian atas. Keluar masuknya udara yang cepat

dalam saluran sempit akan menimbulkan busa yang kadang-kadang

bercampur darah akibat pecahnya kapiler.

Gambaran pembendungan pada mata, berupa pelebaran pembuluh

darah konjungtiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase 2. Akibatnya

tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat terutama dalam vena,

venula, dan kapiler. Selain itu, hipoksia dapat merusak endotel kapiler

sehingga dinding kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah dan timbul

bintik-bintik perdarahan yang dinamakan sebagai Tardieu’s spot. Kapiler

yang lebih mudah pecah adalah kapiler pada jaringan ikat longgar, misalnya

pada konjungtiva bulbi, palpebrae, dan subserosa lainnya. Kadang-kadang

dijumpai pula di kulit wajah. Penulis lain mengatakan bahwa Tardieu’s spot

ini timbul karena permeabilitas kapiler yang meningkat akibat hipoksia. 2,3,6

Pemeriksaan Bedah Jenazah

Kelainan yang umum ditemukan pada pembedahan jenazah korban

mati akibat asfiksia adalah:2,3,6

1. Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, karena fibrinolisin darah

yang meningkat pasca mati.

2. Busa halus di dalam saluran pernapasan.

3. Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga

menjadi lebih berat, berwarna lebih gelap dan pada pengirisan banyak

mengeluarkan darah.

4. Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada

bagian belakang jantung daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis

paru terutama di lobus bawah pars diafragmatika dan fisura interlobaris,

kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa

epiglotis dan daerah sub-glotis.

5. Edema paru sering terjadi pada kematian yang berhubungan dengan

hipoksia.

6. Kelainan-kelainan yang berhubungan dengan kekerasan, seperti fraktur

laring langsung atau tidak langsung, perdarahan faring terutama bagian

belakang rawan krikoid (pleksus vena submukosa dengan dinding tipis).

II.2 Asfiksia Mekanik

II.2.1 Definisi

Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan terhalang

memasuki saluran pernapasan oleh berbagai kekerasan (yang bersifat mekanik),

misalnya:1,2,3

1. Penutupan lubang saluran pernapasan bagian atas:

- Pembekapan (smothering)

- Penyumbatan (gagging dan choking)

2. Penekanan dinding saluran pernapasan:

- Penjeratan (strangulation)

- Pencekikan (manual strangulation, throttling)

- Gantung (hanging)

3. Penekanan dinding dada dari luar (asfiksia traumatik)

4. Saluran pernapasan terisi air (tenggelam/ drowning)

II.2.2 Gantung (hanging)

Yang disebut peristiwa gantung (hanging) adalah peristiwa dimana

seluruh atau sebagian dari berat tubuh seseorang ditahan dibagian lehernya

oleh sesuatu benda dengan permukaan yang relatif sempit dan panjang

(biasanya tali) sehingga daerah tersebut mengalami tekanan.2,6,7

Dengan definisi seperti itu berarti peristiwa gantung tidak harus

seluruh tubuh berada diatas lantai, sebab tekanan berkekuatan 10 pon pada

leher sudah cukup untuk menghentikan aliran darah di daerah itu. Oleh sebab

itu tindakan gantung diri yang sebagian tubuhnya menyentuh lantai agak

berbeda dengan ciri – ciri peristiwa gantung yang seluruh tubuhnya berada

diatas lantai yaitu :2

- Jejas jerat tidak begitu nyata

- Letak jejas jerat di leher lebih rendah

- Arah jejas jerat lebih mendekati horizontal

- Karena efek tali hanya menekan vena maka tanda – tanda lain yang

dapat dilihat adalah muka menjadi sembab, warna merah kebiruan dan

ditemukan bintik – bintik perdarahan.

Gantung diri juga dapat dilakukan dengan cara meletakan leher pada suatu

benda (misalnya tangan kursi, tangga, atau tali yang terbentang) guna

menahan sebagian atau seluruh berat tubuhnya. Jejas yang terlihat pada leher

tidak jelas dan tidak khas , bahkan mungkin tidak terlihat sama sekali.

Jenis Penggantungan

a. Dari letak tubuh ke lantai dapat dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu: 6

1. Tergantung total (complete), dimana tubuh seluruhnya tergantung di

atas lantai.

2. Setengah tergantung (partial), dimana tidak seluruh bagian tubuh

tergantung, misalnya pada posisi duduk, bertumpu pada kedua lutut,

dalam posisi telungkup dan posisi lain.

b. Dari letak jeratan dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu: 6

1. Tipikal, dimana letak simpul di belakang leher, jeratan berjalan

simetris di samping leher dan di bagian depan leher di atas jakun.

Tekanan pada saluran nafas dan arteri karotis paling besar pada tipe

ini.

2. Atipikal, bila letak simpul di samping, sehingga leher dalam posisi

sangat miring (fleksi lateral) yang akan mengakibatkan hambatan pada

arteri karotis dan arteri vetebralis. Saat arteri terhambat, korban segera

tidak sadar.

Penyebab Kematian

Kematian yang terjadi pada peristiwa gantung dapat disebabkan oleh

karena :5,7

1. Asfiksia

Penekanan pada leher menyebabkan saluran pernafasan menjadi

tersumbat.

2. Iskemik otak

Disebabkan oleh penekanan pada arteri besar di leher yang berperan

dalam mensuplai darah ke otak, umunya pada arteri karotis dan arteri

vertebralis.

3. Kongesti vena

Disebabkan oleh lilitan tali pengikat pada leher sehingga terjadi

penekanan pada vena jugularis oleh alat penjerat sehingga sirkulasi

serebral menjadi terhambat.

4. Fraktur atau dislokasi dari vertebra servikal 2 dan 3

Hentakan yang tiba-tiba pada ketinggian 1-2 meter oleh berat badan

korban dapat menyebabkan fraktur dan dislokasi dari vertebra servikalis

yang selanjutnya dapat menekan atau merobek spinal cord sehingga

terjadi kematian yang tiba-tiba.

5. Syok vagal

Menyebabkan serangan jantung mendadak karena terjadinya hambatan

pada refleks vaso-vagal secara tiba-tiba. Hal ini terjadi karena adanya

tekanan pada nervus vagus.

Kelainan Pos Mortem

Jika sebab kematian karena asfiksia maka akan dapat ditemukan tanda – tanda

sebagai berikut:1,6,8

1. Tanda – tanda umum

Tanda – tanda umum tersebut berupa tanda – tanda umum asfiksia,

yaitu:

- Sianosis

- Bintik – bintik perdarahan dan pelebaran pembuluh darah

- Kongesti di daerah kepala, leher, dan otak

- Darah menjadi lebih gelap dan lebih encer

2. Tanda – tanda khusus

- Jejas jerat, yaitu berupa lekukan melingkari leher (secara penuh

atau sebelum) dan di sekitarnya kadang – kadang terlihat

adanya bendungan. Arah jejas tidak melingkar horisontal,

melainkan mengarah ke atas menuju kea rah simpul dan

membentuk sudut atau jika jejas diteruskan (pada jejas yang

tak melingkar secara penuh)akan membentuk sudut yang semu.

Warna jejas coklat kemerahan (karena lecet akibat tali yang

kasar), perabaan keras seperti kertas perkamaen. Pada

pemeriksaan mikrosokpik ditemukan adanya pelepasan

(deskuamasi) epitel serta reaksi jaringan

- Resapan darah pada jaringan bawah kulit dan otot

- Patah tulang, yaitu os hyoid (biasanya pada cornu mayus) atau

cartilago cricoid

- Lebam mayat

- Jika sesudah mati tetap dalam keadaan tergantung cukup lama

maka lebam mayat dapat ditemukan pada tubuh bagian bawah,

anggota badan bagian distal serta alat genetalia bagian distal.

- Lidah

- Jika posisi tali dibawah cartilago thyroida maka lidah akan

terlihat menjulur keluar dan berwarna lebih gelap akibat proses

pengeringan.

II.2.3 Jeratan (Strangulation by ligature)

Bila pada peristiwa gantung kekuatan jeratnya berasal dari berat

tubuhnya sendiri, maka pada jeratan dengan tali kekuatan jeratnya berasal dari

taarikan pada kedua ujungnya.Dengan kekuatan tersebut, pembuluh darah

balik atau jalan nafas dapat tersumbat.Tali yang dipakai sering disilangkan

dan sering juga dijumpai adanya simpul. Jeratan pada bagian depan leher

hampir selalu melewati membrana yang menghubungkan tulang rawan hyoid

dan tulang rawan thyroid.Jika tali yang digunakan dari bahan yang lembek

dan halus atau jika sesudah mati ikatan menjadi longgar maka jeratan tersebut

sering tidak meninggalkan jejas pada leher.1,2

Sebab Kematian

Pada peristiwa penjeratan dengan tali maka kematian yang terjadi dapat

disebabkan :

- Tertutupnya jalan nafas sehingga menimbulkan anoksia atau hipoksia

- Tertutupnya vena sehingga menyebabkan anoksia pada otak

- Refleks vagal

- Tertutupnya pembuluh darah karotis sehingga jaringan otak

kekurangan darah, kecuali pada bunuh diri yang kekuatan jeratnya

diragukan mampu menutup pembuluh darah karotis.

Kematian Pos Mortem

Pada tubuh jenazah yang mati akibat jeratan dengan tali dapat ditemukan

kelainan sebagai berikut:1,2,3

1. Leher

a. Jejas berat

- Tidak sejelas jejas gantung

- Arahnya horizontal

- Kedalaman regular tetapi jika ada simpul atau tali disilingkan

maka jejas jerat pada tempat tersebut labih dalam atau lebih

nyata

- Tinggi kedua ujung jejas jerat tidak sama

b. Lecet/memar

- Pada peristiwa pembunuhan sering ditemukan adanya lecet –

lecet atau memar- memar disekitar jejas. Kelainan tersebut

terjadi karena korban berusaha membuka jeratan.

2. Kepala

a. Terlihat tanda – tanda asfiksia

b. Kongesti dan bintik – bintik perdarah pada daerah diatas jejas. Jika

kematian karena refleks vagal maka tanda – tanda tersebut tidak

ditemukan

3. Tubuh bagian dalam

a. Leher bagian dalam terdapat :

- Resapan darah pada otot dan jaringan ikat

- Fraktur dari tulang rawan ( terutama tulang rawan thyroid),

kecuali pada korban yang masih muda dimana tulang rawan

masih sangat elastik

- Kongesti pada jaringan ikat, kelenjar limfe, dan pangkal lidah

-

b. Paru – paru

- Sering ditemukan edema paru- paru

- Sering ditemukan adanya buih halus pada jalan nafas

II.2.4 Cekikan (manual strangulation)

Cekikan merupakan jenis strangulasi yang hampir selalu disebabkan

oleh pembunuhan.Memang dapat disebabkan kecelakaan (misalnya, pada

latihan bela diri atau pembuatan film), tetapi sangat jarang sekali. Peristiwa

pencekikan tidak mungkin digunakan untuk bunuh diri, sebab cekikan akan

lepas begitu orang yang melakukan bunuh diri itu mulai kehilangan

kesadaran.1,2,3

Pada pembunuhan, cekikan dapat dilakukan dengan menggunakan satu

atau kedua tangan.Kadang – kadang digunakan lengan bawah untuk

membantu menekan leher dari samping.1

Mekanisme :,5,8

1. penekanan pada leher dengan penyempitan saluran nafas (hipoksi-

hipoksia)

2. kompresi/penekanan pada sinus carotus lalu terjadi reflek vagal dan

terjadi cardiac arrest

3. obstruksi arteri carotis dan vena jugularis internal, terjadi hipoksi

cerebral, memerlukan waktu yang lama untuk menyebabkan kematian.

Jenis Pencekikan

Beberapa cara melakukan pencekikan, yaitu: 4

1. Menggunakan 1 tangan dan pelaku berdiri di depan korban.

2. Menggunakan 2 tangan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang

korban.

3. Menggunakan 1 lengan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang

korban.

Pemeriksaan:

Pada pemeriksaan kasus cekikan, fokus pemeriksaan pada daerah

leher. Di sini kita harus hati-hati sekali, mengamati dengan cermat; apakah

ada memar yang halus, luka lecet tekan yang tipis pada daerah sisi kanan dan

kiri leher yang berbentuk cetakan dari telapak jari jempol di sebelah kanan

korban (untuk penyekik "right handed") atau luka lecet tekan dengan cetakan

dari telapak jari jempol di sebelah kiri korban dengan keempat jari lainnya di

kanan (untuk penyekik "left handed").7,9

Bentuk luka lecet tekan akibat jari jempol mirip seperti bulan sabit

"crescent appearance".

Letak dari luka akibat cekikan ini sejajar dengan tulang jakun di samping

kiri atau kanan, di atas m. sternocleidomastoideus di bawah angulus

mandibulae (daerah sinus caroticus). Diusahakan pemeriksaan secepat

mungkin dan pada siang hari. Apabila diperiksa kebetulan pada malam

hari maka dengan sinar lampu yang cukup terang.

Setelah dilakukan pemeriksaan luar, pada pemeriksaan dalam; setelah

insisi pertama (primary incision), jangan dulu dipotong iga II – VII.

Dikupas dulu kulit bagian leher secara hati-hati untuk melihat apakah ada

bintik perdarahan, memar pada lapisan dalam kulit yang merupakan

lanjutan dari luka lecet di bagian luar tadi. Juga otot-otot leher

diperhatikan adanya bintik perdarahan serta tulang-tulang rawan,os hyoid,

os crycoid, apakah ada yang patah atau retak.

Untuk melengkapi pemeriksaan yang mungkin dicekik dengan

lengan bawah, diteliti dengan patah tulang pada columna vertebralis

cervicalis, apakah ada retak atau patah tulang. Seseorang yang dicekik bisa

saja meninggal karena vagal refleks. Tentu pada keadaan ini tidak ditemukan

tanda-tanda asfiksia pada tubuh korban. Kalau kita mendapatkan ciri-ciri khas

(crescent appearance) dan kita menduga suatu vagal refleks, maka kita harus

menemukan tidak adanya tanda-tanda asfiksia pada tubuh korban (negative

finding). Ini perlu untuk mencocokkan di TKP (Tempat Kejadian Perkara).

Keterangan

Pemeriksaan Pada pemeriksaan kasus cekikan, fokus

pemeriksaan pada daerah leher. Di sini kita harus

hati-hati sekali, mengamati dengan cermat; apakah

ada memar yang halus, luka lecet tekan yang tipis

pada daerah sisi kanan dan kiri leher yang

berbentuk cetakan dari telapak jari jempol di

sebelah kanan korban (untuk penyekik "right

handed") atau luka lecet tekan dengan cetakan dari

telapak jari jempol di sebelah kiri korban dengan

keempat jari lainnya di kanan (untuk penyekik "left

handed").

Bentuk Luka Bentuk luka lecet tekan akibat jari jempol mirip

seperti bulan sabit "crescent appearance".

Letak Luka Letak dari luka akibat cekikan ini sejajar dengan

tulang jakun di samping kiri atau kanan, di atas m.

sternocleidomastoideus di bawah angulus

mandibulae (daerah sinus caroticus). Diusahakan

pemeriksaan secepat mungkin dan pada siang hari.

Apabila diperiksa kebetulan pada malam hari maka

dengan sinar lampu yang cukup terang.

Pemeriksaan Dalam -

Pemeriksaan Lengkap

Pada pemeriksaan dalam; setelah insisi pertama

(primary incision), jangan dulu dipotong iga II –

VII. Dikupas dulu kulit bagian leher secara hati-hati

untuk melihat apakah ada bintik perdarahan, memar

pada lapisan dalam kulit yang merupakan lanjutan

dari luka lecet di bagian luar tadi. Juga otot-otot

leher diperhatikan adanya bintik perdarahan serta

tulang-tulang rawan, os hyoid, os crycoid, apakah

ada yang patah atau retak.

Untuk melengkapi pemeriksaan yang mungkin

dicekik dengan lengan bawah, diteliti dengan patah

tulang pada columna vertebralis cervicalis, apakah

ada retak atau patah tulang. Seseorang yang dicekik

bisa saja meninggal karena vagal refleks. Tentu

pada keadaan ini tidak ditemukan tanda-tanda

asfiksia pada tubuh korban. Kalau kita mendapatkan

ciri-ciri khas (crescent appearance) dan kita

menduga suatu vagal refleks, maka kita harus

menemukan tidak adanya tanda-tanda asfiksia pada

tubuh korban (negative finding). Ini perlu untuk

mencocokkan di TKP (Tempat Kejadian Perkara).

II.2.5 Pembekapan (Smothering)

Smothering adalah tertutupnya permukaan saluran napas hidung-mulut

atau hidung saja yang menghambat pemasukan udara ke paru-paru.

Smothering umumnya terjadi karena kecelakaan pada bayi/infant dimana

keluarga/orang tua bayi kurang/lalai memperhatikan bayinya. Biasanya

bahan/alat yang membuat tertutup selimut, bantal. Dapat juga bayi dibunuh

(infanticide) oleh ibunya sendiri dengan memberikan bekapan kain, bedak.

Ada juga dilaporkan bayi meninggal karena tertekan oleh bekapan payudara

ketika sedang menyusui.6,8

Smothering bisa juga gradual, karena tidak semua saluran napas

tertutup (sebagian) dimana dapat bertahan beberapa menit atau jam.

Cara kematian yang berkaitan dengan pembekapan dapat berupa:

1. Bunuh diri (suicide). Bunuh diri dengan cara pembekapan masih

mungkin terjadi misalnya pada penderita penyakit jiwa, orang tahanan

dengan menggunakan gulungan kasur, bantal, pakaian, yang diikatkan

menutupi hidung dan mulut.

2. Kecelakaan (accidental smothering). Kecelakaan dapat terjadi

misalnya pada bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya,

terutama bayi prematur bila hidung dan mulut tertutup oleh bantal atau

selimut. Anak-anak atau dewasa muda yang terkurung dalam suatu

tempat yang sempit dengan sedikit udara misalnya terbekap dalam

kantong plastik. Orang dewasa yang terjatuh waktu bekerja atau pada

penderita epilepsi yang mendapat serangan dan terjatuh sehingga

mulut dan hidung tertutup dengan pasir, gandum, tepung, dan

sebagainya.

3. Pembunuhan (homicidal smothering). Biasanya terjadi pada kasus

pembunuhan anak sendiri. Pada orang dewasa hanya terjadi pada

orang tidak berdaya seperti orang tua, orang sakit berat, orang dalam

pengaruh obat atau minuman keras.

Pemeriksaan Luar

Didapati pada daerah hidung/mulut hiperemis/bintik-bintik

perdarahan/memar disekitar mulut serta ditandai tanda-tanda asfiksia umum

(lebam mayat lebih gelap, dilatasi pembuluh darah, ptechiae haemorrhagic

bola mata, congestive alat-alat dalam, dilatasi pembuluh darah (arteri/vena).1

II.2.6 Penyumpalan (Choking/Gaging)

Penyumpalan merupakan jenis asfiksia yang disebabkan blokade jalan

nafas oleh benda asing yang datangnya dari luar ataupun dalam tubuh, missal

inhalasi tumpahan, tumor, lidah jatuh akibat penurunan kesadaran, bekuan

darah, atau gigi yang lepas.Gelaja khas yaitu dimulai dengan batuk – batuk

yang tiba – tiba diikuti sianosis dan akhirnya meninggal dunia.Pada

pemeriksaan pos mortem dapat dilihat tanda – tanda asfiksia yang jelas

kecuali jika kematian karena refleks vagal.Dapat ditemukan adanya material

yang menyebabkan blokade jalan nafas.Kadang – kadang kematian dapat

terjadi sangat cepat tanpa adanya tanda – tanda chocking, terutama pada

kematian akibat refleks vagal atau inhalasi makanan dan memberikan kesan

adanya serangan jantung.Kasus seperti itu sering disebut Café Coronaries.1,2

Kematian dapat terjadi akibat:2

1. Bunuh diri (suicide). Hal ini jarang terjadi karena sulit memasukkan

benda asing ke dalam mulut sendiri disebabkan adanya refleks batuk

atau muntah. Umumnya korban adalah penderita sakit mental atau

tahanan.

2. Pembunuhan (homicidal chocking). Umumnya korban adalah bayi,

orang dengan fisik lemah atau tidak berdaya.

3. Kecelakaan (accidental choking). Pada bolus death yang terjadi bila

tertawa atau menangis saat makan, sehingga makanan tersedak ke

dalam saluran pernapasan. Mungkin pula terjadi akibat regurgitasi

makanan yang kemudian masuk ke dalam saluran pernapasan.

Pada pemeriksaan jenazah dapat ditemukan tanda-tanda asfiksia baik

pada pemeriksaan luar maupun pembedahan. Dalam rongga mulut (orofaring

atau laringofaring) didapatkan sumbatan

II.2.7 Tenggelam (drowning)

Pada peristiwa tenggelam, seluruh tubuh tidak harus tenggelam

didalam air. Asalkan lubang hidung dan mulut berada dibawah permukaan air

maka hal tersebut sudah cukup memenuhi kriteria sebagai peristiwa

tenggelam. Berdasarkan pengertian tersebut maka peristiwa tenggelam tidak

hanya terjadi dilaut atau sungai tetapi dapat juga di wastafel atau ember berisi

air. Perlu diketahui bahwa jumlah air yang dapat mematikan jika dihirup oleh

paru – paru sebanyak 2 liter untuk orang dewasa dan 30 – 40 mililiter untuk

bayi.1,3,5

Berdasarkan penyebabnya, mati tenggelam terbagi atas: 1,6

1. Dry drowning adalah mati tenggelam tanpa ada air di saluran nafas.

Penyebab kematian pada kasus ini, antara lain:

a. Spasme laring (menimbulkan asfiksia).

b. Vagal reflex/cardiac arrest/kolaps sirkulasi.

2. Wet drowning adalah mati tenggelam dimana cairan masuk ke dalam

saluran nafas.

Sebab Kematian

Kematian yang terjadi pada peristiwa tenggelam dapat disebabkan oleh :1,2,3

1. Refleks vagal

Peristiwa tenggelam yang mengakibatkan kematian karna refleks vagal

disebut tenggelam tipe I. Kematian terjadi sangat cepat dan pada

pemeriksaan pos mortem tidak ditemukan tanda – tanda asfiksia maupun

air di dalam paru – paru sehingga sering disebut tenggelam kering (dry

drowning).

2. Spasme laring

Kematian karena spasme laring pada peristiwa tenggelam sangat h]jarang

sekali terjadi. Spasme laring tersebut disebabkan rangsangan air yang

masuk ke laring.Pada pemeriksaan pos mortem ditemukan tanda – tanda

asfiksia, tetapi paru – parunya tidak didapati adanya air atau benda –

benda air.Tenggelam jenis ini juga disebut tenggelam tipe I.

3. Pengaruh air yang masuk paru – paru

a. Pada peristiwa tenggelam di air tawar akan menimbulkan anoksia

disertai gangguan elektrolit. Perlu diketahui bahwa masuknya air

tawar didalam paru – paru akan mengakibatkan hemodilusi dan

hemolysis. Dengan pecahnya eritrosit maka ion kalium intrasel akan

terlepas sehingga menimbulkan hyperkalemia yang akan

mempengaruhi kerja jantung (terjadi fibrilasi ventrikel).

Pemeriksaan pos mortem ditemukan tanda – tanda asfiksia, kadar

NaCl jantung kanan lebih tinggi dari jantung kiri dan adanya buih

serta benda air pada paru – paru. Tenggelam jenis ini disebut

tenggelam tipe II A.

b. Pada peristiwa tenggelam di air asin akan mengakibtakan terjadinya

anoksia dan hemokonsentrasi. Tidak terjadi gangguan keseimbangan

elektrolit. Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II B.

Dibandingkan dengan tipe II A maka kematian pada tipe II B terjadi

lebih lambat. Pemeriksaan pos mortem ditemukan adanya tanda –

tanda asfiksia, kadar NaCl pada Jantung kiri lebih tinggi daripada

jantung kanan dan ditemukan buih serta benda – benda air pada paru

– paru.

Kelainan Pos Mortem

1. Pemeriksaan Luar.1

- Pakaian basah, kadang – kadang bercampur lumpur

- Kulit basah, keriput, dan terkadang seperti kulit angsa (cutis anserina)

- Kulit tangan dan kaki terkadang menyerupai washer woman skin

- Lebam mayat terutama pada kepala dan leher

- Terkadang ditemukan cadaveric spasm

- Tanda khas pemeriksaan luar pada kasus tenggelam adalah

ditemukannya buih halus yang terbentuk akibat acute pulmonary

edema, berwarna putih, dan persisten. Buih menjadi banyak jika dada

ditekan

2. Pemeriksaan Dalam.1

- Saluran nafas, trakea dan bronkus, ditemukan adanya buih halus

- Paru – paru membesar dan pucat seperti layaknya paru – paru

penderita asma tetapi lebih berat dan basah. Dibanyak bagian terdapat

gambaran marmer, bila permukaannya ditekan meninggalkan lekukan

dan bila diiris terlihat buih berair. Kondisi ini disebut emfisema

aquosum yang merupakan petunjuk kuat terjadinya peristiwa

tenggelam

- Lambung dan esophagus berisi air dengan butir – butir pasir dan alga

- Bila terjadinya hemolisis maka akan terlihat adanya bercak hemolisis

pada dinding aorta

Tes Konfirmasi

Berbagai tes konfirmasi dapat dilakukan untuk membantu menegakkan

diagnosis tenggelam, antara lain:

1. Tes Asal Air

Tes ini diperlukan untuk membedakan apakah air dalam paru – paru

berasal dari luar atau dari proses edema. Mencocokan air dalam paru –

paru dengan air dilokasi tempat tenggelam, yaitu degan meneliti

spesies dari ganggang diatome. Tes dilakukan dengan cara memeriksa

air dari paru – paru atau lambung secara mikroskopik. Dapat juga

dilakukan pemeriksaan distruksi paru – paru.

2. Tes Kimia Darah

Tes ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hemokonsentrasi

atau hemodilusi pada masing – masing sisi dari jantung dengan cara

memeriksa gaya berat spesifik dari serum masing – masing sisi dan

memeriksa kadar elektrolit dari serum masing – masing sisi, antara

lain kadar sodium atau chlorida. Tes ini baru dianggap reliabel jika

dilakukan dalam 24 jam setelah kematian.

3. Tes Diatome Jaringan

Tes ini dapat dilakukan untuk menemukan adanya diatome

padajaringan tubuh.Jika pada hati, otak, sumsum tulang ditemukan

diatome maka hal ini dapat dijadikan bukti kuat terjadinya peristiwa

tenggelam.Pada mayat yang sudah membusuk, dimana kelainan-

kelainan yang dapat memberi petunjuk tenggelam sulit ditemukan

maka pemeriksaan ini menjadi sangat bermanfaat.

II.2.8 Asfiksia Traumatik (Burking)

Kematian akibat asfiksia traumatik terjadi karena penekanan dari luar

pada dinding dada yang menyebabkan dada terfiksasi dan menimbulkan

gangguan gerak pernapasan, misalnya tertimbun pasir, tanah, runtuhan

tembok, atau tertimpa saat saling berdesakan.1,8

Penyebab Kematian

Penyebab kematian dapat diakibatkan oleh kegagalan pernapasan dan

sirkulasi.1

Tanda Asfiksia pada Pemeriksaan Jenazah

Pada pemeriksaan luar ditemukan sianosis dan bendungan hebat.

Bendungan tersebut menyebabkan muka membengkak dan penuh dengan

petekie, edema konjungtiva, dan perdarahan subkonjungtiva. Petekie terdapat

pula pada leher, bokong, dan kaki.1

BAB III

Kesimpulan

Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan

pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia)

disertai dengan peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ

tubuh mengalami kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian.1

Tanda asfiksia pada pemeriksaan luar jenazah dapat ditemukan berupa sianosis,

kongesti, buih halus, warna lebam mayat merah-kebiruan gelap.

Pada pemeriksaan dalam didapatkan darah berwarna lebih gelap dan lebih

encer, busa halus di dalam saluran pernapasan, pembendungan sirkulasi pada seluruh

organ dalam tubuh. Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium

pada bagian belakang jantung daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis paru

terutama di lobus bawah pars diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala

sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa epiglotis dan daerah sub-glotis.

Edema paru dan kelainan-kelainan yang berhubungan dengan kekerasan, seperti

fraktur laring langsung atau tidak langsung, perdarahan faring terutama bagian

belakang rawan krikoid (pleksus vena submukosa dengan dinding tipis).

Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan

terhalang memasuki saluran pernapasan oleh berbagai kekerasan (yang bersifat

mekanik). Asfiksia mekanik antara lain adalah pembekapan, gagging , choking,

pencekikkan dan penjeratan.

Pembekapan adalah penutupan lubang hidung dan mulut yang menghambat

pemasukan udara ke paru-paru. Gagging dan Chocking terjadi jika jalan napas

tersumbat oleh benda asing. Pada gagging sumbatan terdapat dalam orofaring,

sedangkan pada chocking terdapat pada laringofaring.

Pencekikan adalah penekanan leher dengan tangan yang menyebabkan

dinding saluran napas bagian atas tertekan dan terjadi penyempitan saluran napas

sehingga udara pernapasan tidak dapat lewat. Mekanisme kematian adalah asfiksia

dan refleks vagal.

Penjeratan adalah penekanan benda asing berupa tali, ikat pinggang rantai,

stagen, kawat, kabel, kaos kaki dan sebagainya, melingkari dan mengikat leher yang

makin lama makin kuat sehingga saluran napas tertutup. Mekanisme kematian adalah

asfiksia atau refleks vagal.

Gantung adalah penekanan benda asing berupa benda panjang melingkari

leher dengan tekanan tenaga yang berasal dari barat badan korban sendiri.

Mekanisme kematian berupa kerusakan batang otak dan medula spinalis, asfiksia,

iskemi otak, dan refleks vagal. Diketahui beberapa jenis gantung: typical hanging

(titik gantung pada garis pada garis pertengahan belakang dan tekanan pada arteri

karotis paling besar), atypical hanging (titik gantung di samping menimbulkan

gambaran muka yang kebiruan), dan kasus dengan titik gantung di depan atau di

dagu.

DAFTAR PUSTAKA

1. Budiyanto. Kematian Akibat Asfiksia Mekanik. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi

1. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997. h55-70.

2. Amir A. Sebab Kematian. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 2. Medan:

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 2007. h120-125.

3. Martland HS. Traumatic Aphyxia: Strangulation. Legal Medicine Pathology And

Toxicology. p454-474.

4. Knight B. Asphyxia. Forensic Medicine. 9th ed. London: Edward Arnold; 1985.

p87-104.

5. Chadha PV. Kematian Akibat Asfiksia. Ilmu Forensik dan Toksikologi. India;

2003. p105-123.

6. Nandy A. Violent Asphyxial Deaths. Principles of Forensic Medicine. India: New

Central Book Agency, Ltd: 2001. p315-342.

7. Kerr JA. Asphyxia. Forensic Medicine. 5th ed. London:In The University of

Edinburgh;1954. p152-168.

8. Gresham GA. Asphyxia and Poisoning. A colour Atlas of Forensic Pathology.

Holland:Wolfe Publishing Ltd;1975. p235-243.