Upload
ista-fatimah-kurnia-rahmi
View
27
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
hepatosplenomegali
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Limfadenopati adalah kelainan kelenjar getah bening berupa perubahan
ukuran, konsistensi, dan jumlah nodus limfatikus, disebabkan oleh invasi sel-sel
inflamasi maupun sel neoplastik pada nodus.1,2,3 Limfadenitis adalah
limfadenopati yang disebabkan oleh faktor infeksi atau inflamasi lainnya.1
Manusia normal memiliki sekitar 500 hingga 600 nodus limfatikus, organ ini peka
terhadap berbagai perubahan fisiologis maupun patologis, sering kali merupakan
tanda pertama suatu penyakit.4
Prevalensi limfadenopati lebih sering dijumpai pada anak-anak yaitu sekitar
38-45% pada populasi anak-anak. Berdasarkan temuan Fitjen,dkk, insiden
limfadenopati pada orang dewasa sekitar 0,6% setiap tahunnya.4 Dalam praktik
sehari-hari, kurang dari 1% pasien dengan limfadenopati disebabkan oleh
keganasan. Angka kejadian malignansi ditemukan sekitar 0,4% pada populasi
pasien berusia dibawah 40 tahun, sedangkan 4% pada populasi pasien berusia
diatas 40 tahun.5
Limfadenopati disebabkan oleh berbagai proses yang dapat dikategorikan
menggunakan akronim “MIAMI”, yaitu Malignacies (keganasan), Infection
(infeksi), Autoimmune disorder (kelainan autoimun), Miscellaneous, dan
Iatrogenic.3 Sebagian besar kejadian limfadenopati disebabkan oleh infeksi dan
sangat sedikit disebabkan oleh proses keganasan, namun pertimbangan proses
keganasan sebagai faktor penyebab limfadenopati harus tetap menjadi
pertimbangan serius.1,5
Limfadenopati merupakan kasus yang banyak ditemukan di layanan
kesehatan primer. Evaluasi gambaran klinis dari limfadenopati sangat penting
untuk menetukan faktor penyebab dan tindak lanjut yang harus dilakukan. Pasien
dengan limfadenopati akibat proses infeksi dapat ditatalaksana di tahap layanan
kesehatan primer, namun limfadenopati akibat keganasan harus dirujuk ke dokter
spesialis atau ke tempat pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.
1
Tinjauan pustaka ini akan membahas mengenai etiologi, evaluasi gambaran
klinis, pemeriksaan penunjang, dan tatalaksana pada pasien dengan limfadenopati.
Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk memahami pendekatan diagnosis pasien
dengan limfadenopati sehingga kelainan yang mendasari dapat ditegakkan dan
ditatalaksana secara cepat dan tepat.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Limfadenopati merupakan kelainan kelenjar getah bening berupa
perubahan ukuran, konsistensi, dan jumlah nodus limfatikus, disebabkan oleh
invasi sel-sel inflamasi maupun sel neoplastik pada nodus.1,2,3 Nodus limfatikus
merupakan merupakan sel-sel terspesialisasi yang merupakan bagian dari
sistem imun pada tubuh.2 Limpa, tonsil, adenoid, dan Peyer’s patches
merupakan bagian dari jaringan limfoid dan memiliki peran dalam
membersihkan antigen dari cairan ekstraseluler.5
2.2. Etiologi
Limfadenopati terjadi akibat invasi baik sel-sel inflamasi ataupun sel-sel
neoplastik ke dalam nodus. Limfadenopati terjadi karena berbagai proses
penyakit yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi “MIAMI”,
yaitu Malignacies (keganasan), Infection (infeksi), Autoimmune disorder
(kelainan autoimun), Miscellaneous, dan Iatrogenic.3 Berikut ini merupakan
berbagai penyebab limfadenopati
Tabel 1. Etiologi limfadenopati 2,3,6
Malignansi Limfoma (contoh: Hodgkin’s dan Non-Hodgkin’s), Leukemia, Kaposis’s sarkoma, Metastase
InfeksiBakteri Streptococcal faringitis, infeksi kulit, cat scratch disease,
tularemia, difteri, Brucellosis, Leptospirosis, limfogranuloma venereum, demam tifoid, sifilis
Virus HIV, Epstein Barr Virus, herpes simpleks, cytomegalovirus, mumps, measles, rubella, hepatitis, adenovirus
Mycobacterium Atipikal mycobacterial, Mycobacterium tuberculosisFungal Histoplasmosis, coccidioidmycosis, paracoccidioidmycosis,
cryptococcosisProtozoal Toksoplasmosis, leismaniasis
Autoimun Dermatomiositis, sistemik lupus eritematosus, rheumatoid arthritis, Sjorgen syndrome, hipersensitivitas obat
Miscellaneous Sarcoidosis, Kawasaki’s disease, Kikuchi’s disease, amiloidosis, histiositosis, penyakit granulomatosa kronik, lipid storage
diseaseIatrogenic Serum sickeness, karena pengobatan
3
2.3. Evaluasi Gambaran Klinis
Faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam mengevaluasi pasien
dengan limfadenopati adalah usia, lokasi, morfologi, durasi, gejala penyerta,
serta keadaan lain meliputi jenis kelamin, riwayat dahulu, dan pengobatan
yang didapat sebelumnya.
a) Usia
Usia merupakan faktor penting dalam membangun dugaan klinis
kearah keganasan pada pasien dengan limfadenopati.4 Tingkat keganasan
limfadenopati pada anak-anak sangat rendah, tetapi meningkat berbanding
lurus terhadap usia.3 Mayoritas penyebab limfadenopati pada anak-anak
adalah agen infeksi.3 Pada penelitian Lee,dkk pada tahun 1973-1977
menunjukkan hasil berupa limfadenopati jinak pada 79% pasien di bawah
30 tahun, 59% pada pasien 31-50 tahun, dan hanya 40% pasien usia 51-80
tahun dengan limfadenopati jinak.4
b) Lokasi
Terdapat tiga regio utama pemeriksaan nodus limfatikus yaitu kepala
dan leher, aksila, dan inguinal (Gambar 1, 2, dan 3).7 Limfadenopati
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu lokalisata dan generalisata
dengan perbandingan prevalensi 75% dan 25%. Limfadenopati lokalisata
lebih sering dijumpai dan memberikan informasi diagnosis.4
Limfadenopati servikalis biasanya berhubungan dengan infeksi saluran
nafas, sedangkan limfadenopati supraklavikula mayoritas merupakan
perubahan abnormal dan berhubungan dengan proses keganasan.1 Nodus
supraklavikula menerima aliran dari dada dan mediastinum, dan pada sisi
kiri menerima aliran dari duktus thorasikus dari limfatikus abdominalis.
Pembesaran nodus limfatikus bagian kiri (nodus Virchow’s)
mengindikasikan adanya neoplasma abdominalis.7 Beberapa proses primer
yang mendasari limfadenopati lokalisata dapat dilihat pada tabel 2.
Sementara limfadenopati generalisata didefinisikan sebagai pembesaran
dua atau lebih nodus limfatikus. Beberapa etiologi limfadenopati lokalisata
dapat dilihat pada tabel 3.
4
Gambar 1. Nodus Limfatikus Regio Kepala dan Leher3
Gambar 2. Nodus Limfatikus Regio Aksila3
Gambar 3. Nodus Limfatikus Regio Inguinal3
5
Tabel 2. Etiologi Limfadenopati Lokalisata4
Tabel 3. Etiologi Limfadenopati Generalisata1
6
c) Morfologi
Beberapa hal yang penting untuk dinilai dari nodus limfatikus adalah
ukuran, konsistensi, nyeri tekan, perabaan suhu, serta mobilisasi.
i. Ukuran
Ukuran normal nodus limfatikus pada setiap kelompok usia tidaklah
sama. Oleh karena itu sangatlah penting untuk mengetahui ukuran
normal nodus limfatikus. Beberapa kepustakaan menyatakan bahwa
ukuran nodus limfatikus harus lebih kecil dari 1 cm, namun hal itu
tidaklah mutlak benar.4 Anak-anak sering terpapar dengan antigen
baru yang memacu sistem imun sehingga ukuran nodus limfatikus
umumnya lebih besar dibanding orang dewasa. Selain itu, ukuran
normal nodus limfatikus di satu tempat dengan tempat lain tidaklah
sama. Pada regio leher dan aksila, nodus limfatikus dengan ukuran
mencapai 1 cm masih dikategorikan normal. Ukuran normal nodus
limfatikus pada regio inguninal mencapai diameter 1,5 cm, sedangkan
pada regio epitrochlear ukuran normal nodus adalah sekitar 0,5 cm.1
Ukuran diameter yang lebih besar dari ukuran normal ini
meningkatkan kecurigaan keganasan sebagai etiologinya.5 Pada
penelitian Pangalis menunjukkan bahwa hasil biopsi dari
limfadenopati dengan ukuran kurang dari 1 cm tidak menunjukkan
keganasan, limfadenopati dengan ukuran 1-2,25 cm menunjukkan 8%
mengarah ke sebuah keganasan, sedangkan 38% limfadenopati dengan
ukuran lebih dari 2,25 cm adalah akibat proses keganasan.4
ii. Konsistensi
Inflamasi akut ditandai dengan infiltrasi nodus limfatikus membuat
konsitensinya lunak disertai nyeri tekan karena peregangan kapsul.
Inflamasi kronik menyebabkan perubahan fibrotik sehingga pada
palpasi teraba lebih keras. Perabaan nodus yang keras dan tidak nyeri
biasanya merupakan tanda dari metastase kanker atau penyakit
granulomatosa.5
7
iii. Nyeri tekan
Nyeri tekan dan suhu hangat saat perabaan merupakan tanda non-
spesifik, biasanya disebabkan karena infeksi. Pada beberapa kasus,
nyeri dapat disebabkan karena perdarahan pada inti nekrosis, akibat
stimulasi pada reseptor nyeri, atau karena ekspansi tumor yang cepat.5
iv. Mobilitas
Limfadenopati akibat infeksi dan penyakit kolagen vaskular biasanya
dapat bergerak bebas pada regio subkutan. Limfadenopati yang
berhubungan dengan keganasan biasanya terfiksir pada jaringan dan
kulit sekitarnya.5
d) Durasi
Limfadenopati berdasarkan durasinya dapat diklasifikasikan menjadi
limfadenopati akut dan kronis. Limfadenopati akut jika limfadenopati
berlangsung kurang dari 4 minggu, sementara limfadenopati kronis jika
limfadenopati berlangsung lebih dari 4 minggu.1 Limfadenopati akut
menunjukkan adanya proses infeksi akut baik oleh virus ataupun bakteri.
Limfadenopati kronis disebabkan karena proses keganasan ataupun infeksi
kronis.1 Limfadenopati yang berlangsung kurang dari 4 pekan atau lebih
dari satu tahun yang menetap tanpa perubahan dapat dipertimbangkan
sebagai proses jinak, namun hal ini tidak mutlak dan pasien dengan faktor
risiko lain sehingga harus diperiksa lebih lanjut. Pada penyakit seperti
Hodgkin’s limfoma low grade dan Non-Hodgkin’s limfoma serta chronic
lymphocytic leukemia (CLL) terjadi limfadenopati yang berlangsung lama,
biasanya lebih dari 1 tahun.4
e) Gejala Penyerta
Limfadenopati biasanya muncul bersamaan dengan berbagai tanda
dan gejala. Infeksi pernapasan akut dapat menyebabkan limfadenopati
servikal, biasanya self-limited.5 Trias gejala berupa demam tinggi,
faringitis, dan nyeri tekan nodus yang disertai splenomegali (>50%)
merupakan tanda klasik infeksi mononukleosis.5 Hepes virus-1, HIV,
toksoplasmosis, dan cytomegalovirus dapat menimbulkan manifestasi
8
mirip mononukleosis.5 Tanda berupa demam, keringat pada malam hari,
dan kehilangan berat badan signifikan (lebih dari 10% dalam waktu 6
bulan), merupakan B symptom pada kelainan limfoproliferatif, atau dapat
juga terdapat pada TB dan penyakit kolagen vaskular.4,5 Limfadenopati
yang disertai dengan purpura atau petechiae dan splenomegali dapat terjadi
pada kodisi leukemia. Gatal yang menyeluruh terjadi pada 30% kasus
limfoma Hodgkin’s dan 10% pada kasus limfoma non-Hodgkin’s.5
f) Keadaan lain
Pada salah satu studi menunjukkan adanya hubungan jenis kelamin
dengan kemungkinan keganasan limfadenopati dan pada studi tersebut
menyatakan laki-laki memiliki risiko lebih tinggi. Riwayat penyakit
sebelumnya seperti tuberkulosis, leukemia, kanker, atau limfoma, serta
riwayat keganasan pada keluarga harus menjadi pertimbangan kausa
limfadenopati.4 Riwayat pengobatan yang didapat juga harus
dipertimbangkan karena beberapa obat dapat menyebabkan limfadenopati
(Tabel 4)
Tabel 4. Obat-obatan yang dapat menyebabkan limfadenopati4
Dari evaluasi klinis sangat penting membedakan antara limfadenopati yang
diakibatkan proses keganasan dan jinak. Berikut ini merupakan tabel
perbandingan gambaran klinis limfadenopati jinak dan ganas.
Tabel 5. Gambaran klinis limfadenopati ganas dan jinak2,4
Gambaran klinis Keganasan JinakUkuran >2cm <2cm, biasanya <1cmKonsistensi Keras LunakDurasi >4 minggu <4 mingguMobilitas Terfiksir Bebas (mobile)Lokasi Supraklavikula, epitrochlear, atau
generalisataInguinal, submandibular
Nyeri tekan Tidak nyeri Nyeri tekan
9
2.4. Diagnosis
Penegakan diagnosis limfadenopati sangatlah penting. Amanesis yang
komprehensif dan pemeriksaan fisik akan membatu klinisi dalam
mengevaluasi limfadenopati. Berikut ini merupaka algoritme diagnosis pasien
dengan limfadenopati perifer:
Gambar 4. Algoritme Diagnosis dan Evaluasi Pasien dengan Limfadenopati perifer5
10
2.5. Diagnosis Banding
Sekitar 75% dari seluruh kasus limfademopati perifer adalah
limfadenopati lokalisata, dan lebih dari 50%-nya ditemukan pada kepala dan
leher.5 Berikut ini merupakan berbagai etiologi yang dapat menyebabkan
limfadenopati lokalisata
Tabel 6. Diagnosis Banding Limfadenopati Perifer5
2.6. Pemeriksaan Penunjang
Setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, untuk
menyingkirkan diagnosis banding maka dapat dilakukan berapa pemeriksaan
penunjang seperti:
a) Pemeriksaan Laboratorik
Pemeriksaan laboratorik yang pertama kali dilakukan adalah
pemeriksaan darah lengkap (complete blood count). Temuan leukositosis
neutofilik menandakan adanya suatu infeksi bakteri akut, sedangkan
leukositosis limfositik berhubungan dengan adanya infeksi virus Ebstein-
Barr.1 Limfosit atipikal yang ditemukan pada apusan darah tepi dapat
menandakan adanya leukemia akut.5 Pemeriksaan serologis antibodi IgM
anti-cytomegalovirus merupakan pemeriksaan untuk cytomegalovirus,
11
sedangkan pemeriksaan antibodi IgM toksoplasma merupakan
pemeriksaan untuk infeksi toksoplasmosis.5
b) Pemeriksaan Radiologis1,5
Foto thorax merupakan pemeriksaan esensial dalam evaluasi
limfadenopati generalisata dan lokalisata kronik. Sekitar dua per tiga
pasien dengan limfoma Hodgkin’s menunjukkan adanya pelebaran
mediastinum. Pelebaran nodus limfatikus hilar juga dapat ditemukan pada
penderita TB dan histoplasmosis.1
Pemeriksaan ultrasonografi merupakan pemeriksaan yang tidak
invasif dan tidak radiatif.1 Ultrasonografi dapat menilai jumlah, ukuran,
bentuk, tepi, dan struktur internal nodus limfatikus.5 Pemeriksaan ini dapat
melihat nodus limfa yang hipocchoic dan terdapat proses supuratif pada
bagian sentralnya.1
Pemeriksaan CT scan dapat dilakukan jika dibutuhkan informasi
anatomis yang rinci. Pemeriksaan ini lebih bermanfaat pada evaluasi
rongga thoraks dan rongga abdominopelvik. Contrast enhanced CT
merupakan modalitas yang sangat sensitif dalam mendeteksi infeksi pada
ruang leher (deep neck space).1
c) Pemeriksaan Jaringan1,5,8,9,10
Penentuan etiologi dari kondisi limfadenopati dapat dilakukan
dengan FNAC (fine needle aspiration cytology), dan untuk diagnosis pasti
dilakukan dengan biopsi eksisi.8 FNAC merupakan prosedur sederhana,
aman, dan murah, memberikan informasi akurat dalam mengarahkan
pendekatan pasien dengan limfadenopati dan dapat membuktikan
diagnosis hiperplasia reaktif, infeksi, limfadenopati granulomatosa,
limfoma, dan metastase keganasan.9,10 Kelemahan dari pemeriksaan FNAC
adalah spesimen yang tidak adekuat, dan tingginya nilai negatif palsu pada
limfoma Hodgkin’s dan non-Hodgkin’s.5
Biopsi eksisi merupakan modalitas pasti dalam mendiagnosis adanya
keganasan atau lesi granulomatosa pada TB dan sarkoidosis. Biopsi eksisi
sebaiknya dilakukan sedini mungkin ketika dicurigai adanya kemungkinan
12
suatu keganasan yang mendasari etiologi.1 Berikut ini merupakan beberapa
tanda yang sebaiknya dicurigai sebagai lesi keganasan.
Tabel 7. Keadaan kapan dipertimbangkan dilakukan biopsi2
Ukuran Lebih besar dari 2 cmUkuran membesar cepat dalam waktu 2 mingguTidak terdapat penurunan ukuran nodus setelah 4 minggu
Lokasi SupraklavikulaKonsistensi Keras
MattedElastis (rubbery)
Keadaan lain
Gambaran radiologis abnormal yang menunjukkan limfomaDemamKehilangan berat badan cepatHepatosplenomegali
2.7. Tatalaksana
Penatalaksanaan limfadenopati didasari pada etiologinya. Terapi
glukokortikoid sebaiknya dihindari sampai ditegakkan diagnosis pasti.
Glukokortikoid akan menghambat penegakkan diagnosis leukemia dan
limfoma.1
13
BAB III
KESIMPULAN
Limfadenopati adalah kelainan kelenjar getah bening berupa perubahan
ukuran, konsistensi, dan jumlah nodus limfatikus, dan sering kali merupakan
tanda pertama dari suatu penyakit.
Limfadenopati dapat disebabkan oleh berbagai proses yang dapat
dikategorikan menggunakan akronim “MIAMI”, yaitu Malignacies
(keganasan), Infection (infeksi), Autoimmune disorder (kelainan autoimun),
Miscellaneous, dan Iatrogenic
Limfadenitis adalah limfadenopati yang disebabkan oleh faktor infeksi atau
inflamasi lainnya
Limfadenopati yang disebabkan proses keganasan biasanya dijumpai pada
usia tua, lokasi di supraklavikula, ukuran lebih dari 1-2cm, konsistensi keras,
tanpa nyeri tekan, dan biasanya terfiksir.
Limfadenopati akibat keganasan biasanya berlangsung kronis lebih dari 4
pekan, limfadenopati yang menetap lebih dari 1 tahun tanpa perubahan masih
dapat dipertimbangkan sebagai proses jinak.
Limfadenopati yang disertai dengan gejala yang mengarah ke suatu
keganasan perlu dilakukan pemeriksaan jaringan baik dengan FNAC (fine
needle aspiration cytology) dan biopsi eksisi.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Sahai, S. Lymphadenopathy. 2013; 34: pp216-26.
2. Abba, A.A, M.Z. Khalil. Clinical Approach to Lymphadenopathy. 2012; 6
(1): pp11-6
3. Bazemore, A.W, D. Smucker. Lymphadenopathy and Malignancy. 2002; 66
(11): pp2103-10
4. Lukic, S, G. Marjanovic, J. Zivanovic. Palpable Lymphadenopathy in
Primary Care. 2011; 28 (1): pp17-23
5. Mohseni, S, A.Shojaiefard, Z. Khorgmani, S.Alinejad, A.Ghorbani, A.
Ghafouri. Peripheral Lymphadenopathy: Approach and Diagnostic
Tools.2014; 39 (2): pp158-66
6. Sambandan T, C.Mabel. Cervival Lymphadenopathy – A Review. 2011; 2 (1):
pp31-3
7. Karnath, B.M. Approcah to The Patient with Lymphadenopathy. 2005. pp29-
33
8. Mohan, A, M.K. Reddy, B.V. Phaneendra, A. Chandra. Aetiology of
Peripheral lymphadenopathy in Adults: Analysis of 1724 case seen at a
tertiary case teaching hospital in southern India. 2007; 10 (2): pp78-80
9. Abdullah, A, M.Z. Khalil. Clinical Approach to Lymphadenopathy. 2011; 16
(1-2): pp1-5
10. Qadri, SK. NH Hamdani, P Shah, MI Lone, KM Baba. Profile to
Lymphadenopathy in Kashmir Valley: A Cytological Study. 2012; 13: pp3621
15