23
BAB I PENDAHULUAN Limfadenopati adalah kelainan kelenjar getah bening berupa perubahan ukuran, konsistensi, dan jumlah nodus limfatikus, disebabkan oleh invasi sel-sel inflamasi maupun sel neoplastik pada nodus. 1,2,3 Limfadenitis adalah limfadenopati yang disebabkan oleh faktor infeksi atau inflamasi lainnya. 1 Manusia normal memiliki sekitar 500 hingga 600 nodus limfatikus, organ ini peka terhadap berbagai perubahan fisiologis maupun patologis, sering kali merupakan tanda pertama suatu penyakit. 4 Prevalensi limfadenopati lebih sering dijumpai pada anak-anak yaitu sekitar 38-45% pada populasi anak-anak. Berdasarkan temuan Fitjen,dkk, insiden limfadenopati pada orang dewasa sekitar 0,6% setiap tahunnya. 4 Dalam praktik sehari-hari, kurang dari 1% pasien dengan limfadenopati disebabkan oleh keganasan. Angka kejadian malignansi ditemukan sekitar 0,4% pada populasi pasien berusia dibawah 40 tahun, sedangkan 4% pada populasi pasien berusia diatas 40 tahun. 5 Limfadenopati disebabkan oleh berbagai proses yang dapat dikategorikan menggunakan akronim “MIAMI”, yaitu Malignacies (keganasan), Infection (infeksi), Autoimmune disorder (kelainan autoimun), Miscellaneous, dan Iatrogenic. 3 1

Referat hepatosplenomegali

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hepatosplenomegali

Citation preview

Page 1: Referat hepatosplenomegali

BAB I

PENDAHULUAN

Limfadenopati adalah kelainan kelenjar getah bening berupa perubahan

ukuran, konsistensi, dan jumlah nodus limfatikus, disebabkan oleh invasi sel-sel

inflamasi maupun sel neoplastik pada nodus.1,2,3 Limfadenitis adalah

limfadenopati yang disebabkan oleh faktor infeksi atau inflamasi lainnya.1

Manusia normal memiliki sekitar 500 hingga 600 nodus limfatikus, organ ini peka

terhadap berbagai perubahan fisiologis maupun patologis, sering kali merupakan

tanda pertama suatu penyakit.4

Prevalensi limfadenopati lebih sering dijumpai pada anak-anak yaitu sekitar

38-45% pada populasi anak-anak. Berdasarkan temuan Fitjen,dkk, insiden

limfadenopati pada orang dewasa sekitar 0,6% setiap tahunnya.4 Dalam praktik

sehari-hari, kurang dari 1% pasien dengan limfadenopati disebabkan oleh

keganasan. Angka kejadian malignansi ditemukan sekitar 0,4% pada populasi

pasien berusia dibawah 40 tahun, sedangkan 4% pada populasi pasien berusia

diatas 40 tahun.5

Limfadenopati disebabkan oleh berbagai proses yang dapat dikategorikan

menggunakan akronim “MIAMI”, yaitu Malignacies (keganasan), Infection

(infeksi), Autoimmune disorder (kelainan autoimun), Miscellaneous, dan

Iatrogenic.3 Sebagian besar kejadian limfadenopati disebabkan oleh infeksi dan

sangat sedikit disebabkan oleh proses keganasan, namun pertimbangan proses

keganasan sebagai faktor penyebab limfadenopati harus tetap menjadi

pertimbangan serius.1,5

Limfadenopati merupakan kasus yang banyak ditemukan di layanan

kesehatan primer. Evaluasi gambaran klinis dari limfadenopati sangat penting

untuk menetukan faktor penyebab dan tindak lanjut yang harus dilakukan. Pasien

dengan limfadenopati akibat proses infeksi dapat ditatalaksana di tahap layanan

kesehatan primer, namun limfadenopati akibat keganasan harus dirujuk ke dokter

spesialis atau ke tempat pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.

1

Page 2: Referat hepatosplenomegali

Tinjauan pustaka ini akan membahas mengenai etiologi, evaluasi gambaran

klinis, pemeriksaan penunjang, dan tatalaksana pada pasien dengan limfadenopati.

Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk memahami pendekatan diagnosis pasien

dengan limfadenopati sehingga kelainan yang mendasari dapat ditegakkan dan

ditatalaksana secara cepat dan tepat.

2

Page 3: Referat hepatosplenomegali

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Limfadenopati merupakan kelainan kelenjar getah bening berupa

perubahan ukuran, konsistensi, dan jumlah nodus limfatikus, disebabkan oleh

invasi sel-sel inflamasi maupun sel neoplastik pada nodus.1,2,3 Nodus limfatikus

merupakan merupakan sel-sel terspesialisasi yang merupakan bagian dari

sistem imun pada tubuh.2 Limpa, tonsil, adenoid, dan Peyer’s patches

merupakan bagian dari jaringan limfoid dan memiliki peran dalam

membersihkan antigen dari cairan ekstraseluler.5

2.2. Etiologi

Limfadenopati terjadi akibat invasi baik sel-sel inflamasi ataupun sel-sel

neoplastik ke dalam nodus. Limfadenopati terjadi karena berbagai proses

penyakit yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi “MIAMI”,

yaitu Malignacies (keganasan), Infection (infeksi), Autoimmune disorder

(kelainan autoimun), Miscellaneous, dan Iatrogenic.3 Berikut ini merupakan

berbagai penyebab limfadenopati

Tabel 1. Etiologi limfadenopati 2,3,6

Malignansi Limfoma (contoh: Hodgkin’s dan Non-Hodgkin’s), Leukemia, Kaposis’s sarkoma, Metastase

InfeksiBakteri Streptococcal faringitis, infeksi kulit, cat scratch disease,

tularemia, difteri, Brucellosis, Leptospirosis, limfogranuloma venereum, demam tifoid, sifilis

Virus HIV, Epstein Barr Virus, herpes simpleks, cytomegalovirus, mumps, measles, rubella, hepatitis, adenovirus

Mycobacterium Atipikal mycobacterial, Mycobacterium tuberculosisFungal Histoplasmosis, coccidioidmycosis, paracoccidioidmycosis,

cryptococcosisProtozoal Toksoplasmosis, leismaniasis

Autoimun Dermatomiositis, sistemik lupus eritematosus, rheumatoid arthritis, Sjorgen syndrome, hipersensitivitas obat

Miscellaneous Sarcoidosis, Kawasaki’s disease, Kikuchi’s disease, amiloidosis, histiositosis, penyakit granulomatosa kronik, lipid storage

diseaseIatrogenic Serum sickeness, karena pengobatan

3

Page 4: Referat hepatosplenomegali

2.3. Evaluasi Gambaran Klinis

Faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam mengevaluasi pasien

dengan limfadenopati adalah usia, lokasi, morfologi, durasi, gejala penyerta,

serta keadaan lain meliputi jenis kelamin, riwayat dahulu, dan pengobatan

yang didapat sebelumnya.

a) Usia

Usia merupakan faktor penting dalam membangun dugaan klinis

kearah keganasan pada pasien dengan limfadenopati.4 Tingkat keganasan

limfadenopati pada anak-anak sangat rendah, tetapi meningkat berbanding

lurus terhadap usia.3 Mayoritas penyebab limfadenopati pada anak-anak

adalah agen infeksi.3 Pada penelitian Lee,dkk pada tahun 1973-1977

menunjukkan hasil berupa limfadenopati jinak pada 79% pasien di bawah

30 tahun, 59% pada pasien 31-50 tahun, dan hanya 40% pasien usia 51-80

tahun dengan limfadenopati jinak.4

b) Lokasi

Terdapat tiga regio utama pemeriksaan nodus limfatikus yaitu kepala

dan leher, aksila, dan inguinal (Gambar 1, 2, dan 3).7 Limfadenopati

diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu lokalisata dan generalisata

dengan perbandingan prevalensi 75% dan 25%. Limfadenopati lokalisata

lebih sering dijumpai dan memberikan informasi diagnosis.4

Limfadenopati servikalis biasanya berhubungan dengan infeksi saluran

nafas, sedangkan limfadenopati supraklavikula mayoritas merupakan

perubahan abnormal dan berhubungan dengan proses keganasan.1 Nodus

supraklavikula menerima aliran dari dada dan mediastinum, dan pada sisi

kiri menerima aliran dari duktus thorasikus dari limfatikus abdominalis.

Pembesaran nodus limfatikus bagian kiri (nodus Virchow’s)

mengindikasikan adanya neoplasma abdominalis.7 Beberapa proses primer

yang mendasari limfadenopati lokalisata dapat dilihat pada tabel 2.

Sementara limfadenopati generalisata didefinisikan sebagai pembesaran

dua atau lebih nodus limfatikus. Beberapa etiologi limfadenopati lokalisata

dapat dilihat pada tabel 3.

4

Page 5: Referat hepatosplenomegali

Gambar 1. Nodus Limfatikus Regio Kepala dan Leher3

Gambar 2. Nodus Limfatikus Regio Aksila3

Gambar 3. Nodus Limfatikus Regio Inguinal3

5

Page 6: Referat hepatosplenomegali

Tabel 2. Etiologi Limfadenopati Lokalisata4

Tabel 3. Etiologi Limfadenopati Generalisata1

6

Page 7: Referat hepatosplenomegali

c) Morfologi

Beberapa hal yang penting untuk dinilai dari nodus limfatikus adalah

ukuran, konsistensi, nyeri tekan, perabaan suhu, serta mobilisasi.

i. Ukuran

Ukuran normal nodus limfatikus pada setiap kelompok usia tidaklah

sama. Oleh karena itu sangatlah penting untuk mengetahui ukuran

normal nodus limfatikus. Beberapa kepustakaan menyatakan bahwa

ukuran nodus limfatikus harus lebih kecil dari 1 cm, namun hal itu

tidaklah mutlak benar.4 Anak-anak sering terpapar dengan antigen

baru yang memacu sistem imun sehingga ukuran nodus limfatikus

umumnya lebih besar dibanding orang dewasa. Selain itu, ukuran

normal nodus limfatikus di satu tempat dengan tempat lain tidaklah

sama. Pada regio leher dan aksila, nodus limfatikus dengan ukuran

mencapai 1 cm masih dikategorikan normal. Ukuran normal nodus

limfatikus pada regio inguninal mencapai diameter 1,5 cm, sedangkan

pada regio epitrochlear ukuran normal nodus adalah sekitar 0,5 cm.1

Ukuran diameter yang lebih besar dari ukuran normal ini

meningkatkan kecurigaan keganasan sebagai etiologinya.5 Pada

penelitian Pangalis menunjukkan bahwa hasil biopsi dari

limfadenopati dengan ukuran kurang dari 1 cm tidak menunjukkan

keganasan, limfadenopati dengan ukuran 1-2,25 cm menunjukkan 8%

mengarah ke sebuah keganasan, sedangkan 38% limfadenopati dengan

ukuran lebih dari 2,25 cm adalah akibat proses keganasan.4

ii. Konsistensi

Inflamasi akut ditandai dengan infiltrasi nodus limfatikus membuat

konsitensinya lunak disertai nyeri tekan karena peregangan kapsul.

Inflamasi kronik menyebabkan perubahan fibrotik sehingga pada

palpasi teraba lebih keras. Perabaan nodus yang keras dan tidak nyeri

biasanya merupakan tanda dari metastase kanker atau penyakit

granulomatosa.5

7

Page 8: Referat hepatosplenomegali

iii. Nyeri tekan

Nyeri tekan dan suhu hangat saat perabaan merupakan tanda non-

spesifik, biasanya disebabkan karena infeksi. Pada beberapa kasus,

nyeri dapat disebabkan karena perdarahan pada inti nekrosis, akibat

stimulasi pada reseptor nyeri, atau karena ekspansi tumor yang cepat.5

iv. Mobilitas

Limfadenopati akibat infeksi dan penyakit kolagen vaskular biasanya

dapat bergerak bebas pada regio subkutan. Limfadenopati yang

berhubungan dengan keganasan biasanya terfiksir pada jaringan dan

kulit sekitarnya.5

d) Durasi

Limfadenopati berdasarkan durasinya dapat diklasifikasikan menjadi

limfadenopati akut dan kronis. Limfadenopati akut jika limfadenopati

berlangsung kurang dari 4 minggu, sementara limfadenopati kronis jika

limfadenopati berlangsung lebih dari 4 minggu.1 Limfadenopati akut

menunjukkan adanya proses infeksi akut baik oleh virus ataupun bakteri.

Limfadenopati kronis disebabkan karena proses keganasan ataupun infeksi

kronis.1 Limfadenopati yang berlangsung kurang dari 4 pekan atau lebih

dari satu tahun yang menetap tanpa perubahan dapat dipertimbangkan

sebagai proses jinak, namun hal ini tidak mutlak dan pasien dengan faktor

risiko lain sehingga harus diperiksa lebih lanjut. Pada penyakit seperti

Hodgkin’s limfoma low grade dan Non-Hodgkin’s limfoma serta chronic

lymphocytic leukemia (CLL) terjadi limfadenopati yang berlangsung lama,

biasanya lebih dari 1 tahun.4

e) Gejala Penyerta

Limfadenopati biasanya muncul bersamaan dengan berbagai tanda

dan gejala. Infeksi pernapasan akut dapat menyebabkan limfadenopati

servikal, biasanya self-limited.5 Trias gejala berupa demam tinggi,

faringitis, dan nyeri tekan nodus yang disertai splenomegali (>50%)

merupakan tanda klasik infeksi mononukleosis.5 Hepes virus-1, HIV,

toksoplasmosis, dan cytomegalovirus dapat menimbulkan manifestasi

8

Page 9: Referat hepatosplenomegali

mirip mononukleosis.5 Tanda berupa demam, keringat pada malam hari,

dan kehilangan berat badan signifikan (lebih dari 10% dalam waktu 6

bulan), merupakan B symptom pada kelainan limfoproliferatif, atau dapat

juga terdapat pada TB dan penyakit kolagen vaskular.4,5 Limfadenopati

yang disertai dengan purpura atau petechiae dan splenomegali dapat terjadi

pada kodisi leukemia. Gatal yang menyeluruh terjadi pada 30% kasus

limfoma Hodgkin’s dan 10% pada kasus limfoma non-Hodgkin’s.5

f) Keadaan lain

Pada salah satu studi menunjukkan adanya hubungan jenis kelamin

dengan kemungkinan keganasan limfadenopati dan pada studi tersebut

menyatakan laki-laki memiliki risiko lebih tinggi. Riwayat penyakit

sebelumnya seperti tuberkulosis, leukemia, kanker, atau limfoma, serta

riwayat keganasan pada keluarga harus menjadi pertimbangan kausa

limfadenopati.4 Riwayat pengobatan yang didapat juga harus

dipertimbangkan karena beberapa obat dapat menyebabkan limfadenopati

(Tabel 4)

Tabel 4. Obat-obatan yang dapat menyebabkan limfadenopati4

Dari evaluasi klinis sangat penting membedakan antara limfadenopati yang

diakibatkan proses keganasan dan jinak. Berikut ini merupakan tabel

perbandingan gambaran klinis limfadenopati jinak dan ganas.

Tabel 5. Gambaran klinis limfadenopati ganas dan jinak2,4

Gambaran klinis Keganasan JinakUkuran >2cm <2cm, biasanya <1cmKonsistensi Keras LunakDurasi >4 minggu <4 mingguMobilitas Terfiksir Bebas (mobile)Lokasi Supraklavikula, epitrochlear, atau

generalisataInguinal, submandibular

Nyeri tekan Tidak nyeri Nyeri tekan

9

Page 10: Referat hepatosplenomegali

2.4. Diagnosis

Penegakan diagnosis limfadenopati sangatlah penting. Amanesis yang

komprehensif dan pemeriksaan fisik akan membatu klinisi dalam

mengevaluasi limfadenopati. Berikut ini merupaka algoritme diagnosis pasien

dengan limfadenopati perifer:

Gambar 4. Algoritme Diagnosis dan Evaluasi Pasien dengan Limfadenopati perifer5

10

Page 11: Referat hepatosplenomegali

2.5. Diagnosis Banding

Sekitar 75% dari seluruh kasus limfademopati perifer adalah

limfadenopati lokalisata, dan lebih dari 50%-nya ditemukan pada kepala dan

leher.5 Berikut ini merupakan berbagai etiologi yang dapat menyebabkan

limfadenopati lokalisata

Tabel 6. Diagnosis Banding Limfadenopati Perifer5

2.6. Pemeriksaan Penunjang

Setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, untuk

menyingkirkan diagnosis banding maka dapat dilakukan berapa pemeriksaan

penunjang seperti:

a) Pemeriksaan Laboratorik

Pemeriksaan laboratorik yang pertama kali dilakukan adalah

pemeriksaan darah lengkap (complete blood count). Temuan leukositosis

neutofilik menandakan adanya suatu infeksi bakteri akut, sedangkan

leukositosis limfositik berhubungan dengan adanya infeksi virus Ebstein-

Barr.1 Limfosit atipikal yang ditemukan pada apusan darah tepi dapat

menandakan adanya leukemia akut.5 Pemeriksaan serologis antibodi IgM

anti-cytomegalovirus merupakan pemeriksaan untuk cytomegalovirus,

11

Page 12: Referat hepatosplenomegali

sedangkan pemeriksaan antibodi IgM toksoplasma merupakan

pemeriksaan untuk infeksi toksoplasmosis.5

b) Pemeriksaan Radiologis1,5

Foto thorax merupakan pemeriksaan esensial dalam evaluasi

limfadenopati generalisata dan lokalisata kronik. Sekitar dua per tiga

pasien dengan limfoma Hodgkin’s menunjukkan adanya pelebaran

mediastinum. Pelebaran nodus limfatikus hilar juga dapat ditemukan pada

penderita TB dan histoplasmosis.1

Pemeriksaan ultrasonografi merupakan pemeriksaan yang tidak

invasif dan tidak radiatif.1 Ultrasonografi dapat menilai jumlah, ukuran,

bentuk, tepi, dan struktur internal nodus limfatikus.5 Pemeriksaan ini dapat

melihat nodus limfa yang hipocchoic dan terdapat proses supuratif pada

bagian sentralnya.1

Pemeriksaan CT scan dapat dilakukan jika dibutuhkan informasi

anatomis yang rinci. Pemeriksaan ini lebih bermanfaat pada evaluasi

rongga thoraks dan rongga abdominopelvik. Contrast enhanced CT

merupakan modalitas yang sangat sensitif dalam mendeteksi infeksi pada

ruang leher (deep neck space).1

c) Pemeriksaan Jaringan1,5,8,9,10

Penentuan etiologi dari kondisi limfadenopati dapat dilakukan

dengan FNAC (fine needle aspiration cytology), dan untuk diagnosis pasti

dilakukan dengan biopsi eksisi.8 FNAC merupakan prosedur sederhana,

aman, dan murah, memberikan informasi akurat dalam mengarahkan

pendekatan pasien dengan limfadenopati dan dapat membuktikan

diagnosis hiperplasia reaktif, infeksi, limfadenopati granulomatosa,

limfoma, dan metastase keganasan.9,10 Kelemahan dari pemeriksaan FNAC

adalah spesimen yang tidak adekuat, dan tingginya nilai negatif palsu pada

limfoma Hodgkin’s dan non-Hodgkin’s.5

Biopsi eksisi merupakan modalitas pasti dalam mendiagnosis adanya

keganasan atau lesi granulomatosa pada TB dan sarkoidosis. Biopsi eksisi

sebaiknya dilakukan sedini mungkin ketika dicurigai adanya kemungkinan

12

Page 13: Referat hepatosplenomegali

suatu keganasan yang mendasari etiologi.1 Berikut ini merupakan beberapa

tanda yang sebaiknya dicurigai sebagai lesi keganasan.

Tabel 7. Keadaan kapan dipertimbangkan dilakukan biopsi2

Ukuran Lebih besar dari 2 cmUkuran membesar cepat dalam waktu 2 mingguTidak terdapat penurunan ukuran nodus setelah 4 minggu

Lokasi SupraklavikulaKonsistensi Keras

MattedElastis (rubbery)

Keadaan lain

Gambaran radiologis abnormal yang menunjukkan limfomaDemamKehilangan berat badan cepatHepatosplenomegali

2.7. Tatalaksana

Penatalaksanaan limfadenopati didasari pada etiologinya. Terapi

glukokortikoid sebaiknya dihindari sampai ditegakkan diagnosis pasti.

Glukokortikoid akan menghambat penegakkan diagnosis leukemia dan

limfoma.1

13

Page 14: Referat hepatosplenomegali

BAB III

KESIMPULAN

Limfadenopati adalah kelainan kelenjar getah bening berupa perubahan

ukuran, konsistensi, dan jumlah nodus limfatikus, dan sering kali merupakan

tanda pertama dari suatu penyakit.

Limfadenopati dapat disebabkan oleh berbagai proses yang dapat

dikategorikan menggunakan akronim “MIAMI”, yaitu Malignacies

(keganasan), Infection (infeksi), Autoimmune disorder (kelainan autoimun),

Miscellaneous, dan Iatrogenic

Limfadenitis adalah limfadenopati yang disebabkan oleh faktor infeksi atau

inflamasi lainnya

Limfadenopati yang disebabkan proses keganasan biasanya dijumpai pada

usia tua, lokasi di supraklavikula, ukuran lebih dari 1-2cm, konsistensi keras,

tanpa nyeri tekan, dan biasanya terfiksir.

Limfadenopati akibat keganasan biasanya berlangsung kronis lebih dari 4

pekan, limfadenopati yang menetap lebih dari 1 tahun tanpa perubahan masih

dapat dipertimbangkan sebagai proses jinak.

Limfadenopati yang disertai dengan gejala yang mengarah ke suatu

keganasan perlu dilakukan pemeriksaan jaringan baik dengan FNAC (fine

needle aspiration cytology) dan biopsi eksisi.

14

Page 15: Referat hepatosplenomegali

DAFTAR PUSTAKA

1. Sahai, S. Lymphadenopathy. 2013; 34: pp216-26.

2. Abba, A.A, M.Z. Khalil. Clinical Approach to Lymphadenopathy. 2012; 6

(1): pp11-6

3. Bazemore, A.W, D. Smucker. Lymphadenopathy and Malignancy. 2002; 66

(11): pp2103-10

4. Lukic, S, G. Marjanovic, J. Zivanovic. Palpable Lymphadenopathy in

Primary Care. 2011; 28 (1): pp17-23

5. Mohseni, S, A.Shojaiefard, Z. Khorgmani, S.Alinejad, A.Ghorbani, A.

Ghafouri. Peripheral Lymphadenopathy: Approach and Diagnostic

Tools.2014; 39 (2): pp158-66

6. Sambandan T, C.Mabel. Cervival Lymphadenopathy – A Review. 2011; 2 (1):

pp31-3

7. Karnath, B.M. Approcah to The Patient with Lymphadenopathy. 2005. pp29-

33

8. Mohan, A, M.K. Reddy, B.V. Phaneendra, A. Chandra. Aetiology of

Peripheral lymphadenopathy in Adults: Analysis of 1724 case seen at a

tertiary case teaching hospital in southern India. 2007; 10 (2): pp78-80

9. Abdullah, A, M.Z. Khalil. Clinical Approach to Lymphadenopathy. 2011; 16

(1-2): pp1-5

10. Qadri, SK. NH Hamdani, P Shah, MI Lone, KM Baba. Profile to

Lymphadenopathy in Kashmir Valley: A Cytological Study. 2012; 13: pp3621

15