55
REFERAT IMUNISASI Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Tugurejo Semarang Pembimbing : dr. Noor Hidayati, Sp.A Disusun oleh : Sandhy Hapsari Andamari H2A010046 1

Referat Imunisasi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

imunisasi adalah suatu usaha untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak terhadap suatu penyakit tertentu.

Citation preview

Page 1: Referat Imunisasi

REFERAT IMUNISASI

Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Anak

di RSUD Tugurejo Semarang

Pembimbing :

dr. Noor Hidayati, Sp.A

Disusun oleh :

Sandhy Hapsari Andamari

H2A010046

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2015

1

Page 2: Referat Imunisasi

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Imunisasi adalah suatu usaha untuk memberikan kekebalan pada bayi

dan anak terhadap penyakit tertentu. Guna terwujudnya kesehatan yang

tinggi, pemerintah telah menempatkan fasilitas pelayanan.1

Angka kesakitan bayi di Indonesia relative masih cukup tinggi,

meskipun menunjukkan penurunan dalam satu decade terakhir. Program

imunisasi bisa didapatkan tidak hanya di puskesmas atau di rumah sakit

saja, akan tetapi juga diberikan di posyandu yang dibentuk masyarakat

dengan dukungan oleh petugas kesehatan dan diberikan secara gratis

kepada masyarakat dengan maksud program imunisasi dapat berjalan

sesuai dengan harapan. Program imunisasi di posyandu telah

menargetkan sasaran yang ingin dicapai yakni pemberian pemberian

imunisasi pada bayi secara lengkap. Imunisasi dikatakan apabila

mendapat BCG 1 kali, DPT 3kali, Hepatitis 3 kali, Campak 1 kali, dan

polio 4 kali. Bayi yang tidak mendapat imunisasi secara lengkap dan

mengalami berbagai penyakit, misalnya difteri, tetanus, campak, polio

dan sebagainya. Oleh karena itu, imunisasi harus diberikan dengan

lengkap sesuai jadwal. Imunisasi secara lengkap dapat mencegah

terjadinya berbagai penyakit tersebut.2

Dalam lingkup pelayanan kesehatan, bidang preventif merupakan

prioritas utama. Imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan

yang sangat efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan

balita. Imunisasi adalah sarana untuk mencegah penyakit berbahaya,

yang dapat menimbulkan kematian pada bayi. Penurunan insiden

penyakit menular telah terjadi berpuluh – puluh tahun yang lampau di

Negara – Negara maju yang telah melakukan imunisasi dengan teratur

dengan cakupan yang luas.

2

Page 3: Referat Imunisasi

Untuk dapat melakukan pelayanan imunisasi yang baik dan benar

diperlukan pengetahuan dan keterampilan tentang vaksin (vaksinologi),

ilmu kekebalan (imunologi) dan cara atau prosedur pemberian vaksin

yang benar. Dengan melakukan imunisasi terhadap seorang anak, tidak

hanya memberikan perlindungan pada anak tersebut tetapi juga

berdampak kepada anak lainnya karena terjadi tingkat imunitas umum

yang meningkat dan mengurangi penyebaran infeksi. Banyak penyakit

menular yang bisa menyebabkan gangguan serius pada perkembangan

fisik dan mental anak. Imunisasi bisa melindungi anak – anak dari

penyakit melalui vaksinasi yang bisa berupa suntukan atau melalui

mulut.

3

Page 4: Referat Imunisasi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Imunisasi adalah suatu cara meningkatkan kekebalan seseorang

secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan

pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit. Imunisasi terhadap

suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada

penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit yang lain

diperlukan imunisasi lainnya.3

B. TUJUAN

Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang

dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat

atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia.3 Imunisasi

tidak hanya memberikan perlindungan pada individu melainkan juga

pada komunitas, terutama untuk penyakit yang ditularkan melalui

manusia. Jika komunitas memiliki angka cakupan imunisasi yang

tinggi, komunitas tersebut memiliki imunitas yang tinggi pula.

Sehingga kemungkinan, anak yang belum atau tidak mendapat

imunisasi karena alasan tertentu memiliki kemungkin yang rendah

terjangkit penyakit tersebut.4,5

Imunisasi juga bermanfaat mencegah epidemic pada generasi

yang akan datang. Cakupan imunisasi yang rendah pada generasi

sekarang dapat menyebabkan penyakit semakin meluas pada generasi

yang akan datang, bahkan dapat menyebabkan epidemic. Sebaliknya

jika cakupan imunisasi tinggi, penyakit akan datang dihilangkan dari

dunia.5

Sasaran dari pemberian imunisasi tidak hanya pada anak –

anak, tetapi juga mencakup wanita hamil (awal kehamilan – 8 bulan),

wanita usia subur (calon mempelai). Pada anak – anak, imunisasi

4

Page 5: Referat Imunisasi

diberikan sejak bayi dibwah umur 1 tahun (0-11 bulan) sampai anak

sekolah dasar (kelas 1 – kelas 6).

C. JENIS VAKSIN

Pada dasarnya, vaksin dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :

Live attenuated ( bakteri atau virus hidup yang dilemahkan )

Inactivate ( bakteri, virus atau komponennya dibuat tidak aktif )

Vaksin attenuated6

Diproduksi di laboratorium dengan cara melakukan modifikasi

virus atau bakteri penyebab penyakit. Vaksin mikroorganisme yang

dihasilkan masih memiliki kemampuan untuk tumbuh menjadi banyak

(replikasi) dan menimbulkan kekebalan tetapi tidak menyebabkan

penyakit. Vaksin hidup dibuat dari virus atau bakteri liar (wild)

penyebab penyakit. Virus atau bakteri liar ini dilemahkan (attinuated)

dilaboratorium, biasanya dengan cara pembiakan berulang-ulang.

Vaksin hidup attenuated bersifat labil dan dapat mengalami

kerusakan bila kena panas dan sinar, maka harus dilakukan

pengelolaan dan penyimpanan dengan baik dan hati-hati.

Vaksin hidup attenuated yang tersedia

Berasal dari virus hidup :

Vaksin campak, gondongan (parotitis), rubela, polio, rotavirus,

demam kuning (yellow fever).

Berasal dari bakteri :

Vaksin BCG dan demam tifoid oral.

Kelebihan dari vaksin hidup attenuated adalah:

a. Vaksin merangsang respon seluler dan antibodi yang kuat sehingga

dapat bertahan seumur hidup dengan hanya satu atau dua dosis

pemberian.

b. Untuk beberapa jenis vaksin virus mudah diproduksi.

5

Page 6: Referat Imunisasi

Kekurangan dari vaksin hidup attenuated adalah 6 :

a. Vaksin bersifat labil dan dapat mengalami kerusakan bila terkena

panas atau sinar.

b. Vaksin dapat menyebabkan penyakit yang umumnya bersifat

ringan dan dianggap sebagai kejadian ikutan (adverse event).

c. Vaksin dapat berubah menjadi bentuk patogenik seperti semula

(hanya terjadi pada vaksin polio hidup).

Vaksin Inactivated

Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara membiakkan bakteri

atau virus dalam media pembiakan ( persemaian ), kemudian dibuat

tidak aktif dengan penambahan bahan kimia ( biasanya formalin ).

Vaksin inactivated tidak hidup dan tidak dapat tumbuh, maka seluruh

dosis antigen dimasukkan dalam suntikan. Vaksin ini tidak

menyebabkan penyakit (walaupun pada orang dengan defisiensi imun)

dan tidak dapat mengalami mutasi menjadi bentuk patogenik.

Vaksin inactivated selalu memerlukan dosis ganda. Pada

umumnya pada dosis pertama tidak menghasilkan imunitas protektif,

tetapi hanya memacu atau menyiapkan sistem imun. Respons imun

protektif baru timbul setelah dosis kedua atau ketiga.

Vaksin Inactivated yang tersedia saat ini berasal dari :

a. Seluruh sel virus yang inactivated, contoh influenza, polio, rabies,

hepatitis A.

b. Seluruh bakteri yang inactivated, contoh pertusis, tifoid, kolera,

lepra.

c. Vaksin fraksional yang masuk sub-unit, contoh hepatitis B,

influenza, pertusis a-seluler, tifoid Vi, lyme disease.

d. Toksoid, contoh difteria, tetanus, botulinum.

e. Polisakarida murni, contoh pneumokokus, meningokokus, dan

haemophilus influenzae tipe b.

6

Page 7: Referat Imunisasi

f. Gabungan polisakarida ( haemophillus influenzae tipe B dan

pneumokokus ).

Kelebihan dari vaksin inactivated adalah6 :

a. Vaksin tidak menyebabkan penyakit (walaupun pada orang dengan

defisiensi imun).

b. Vaksin tidak dapat mengalami mutasi menjadi bentuk patogenik.

Kekurangan dari vaksin inactivated adalah6 :

a. Vaksin selalu membutuhkan dosis multipel untuk membentuk

respon imun protektif.

b. Respon imun terhadap vaksin inactivated sebagian besar humoral,

hanya sedikit atau tak menimbulkan imunitas seluler.

7

Page 8: Referat Imunisasi

D. Pemberian dua atau lebih vaksin pada hari yang sama

Pemberian vaksin-vaksin yang berbeda pada umur yang sesuai,

boleh diberikan pada hari yang sama. Vaksin inactivated dan vaksin

virus hidup, khususnya vaksin yang dianjurkan dalam jadwal

imunisasi, pada umumnya dapat diberikan pada lokasi yang berbeda

saat hari kunjungan yang sama. Misalnya pada kesempatan yang sama

dapat diberikan vaksin-vaksin DPT, Hib, hepatitis B, dan polio.

Lebih dari satu macam vaksin virus hidup dapat diberikan pada

hari yang sama, tetapi apabila hanya satu macam yang diberikan,

vaksin virus hidup yang kedua tidak boleh diberikan kurang dari 2

minggu dari vaksin yang pertama, sebab respons terhadap vaksin yang

kedua mungkin telah banyak berkurang. Vaksin-vaksin yang berbeda

tidak boleh dicampur dalam satu semprit. Vaksin-vaksin yang berbeda

yang diberikan pada seseorang pada hari yang sama harus disuntikkan

pada lokasi yang berbeda dengan menggunakan semprit yang berbeda.

E. Penyimpanan vaksin

Aturan umum untuk sebagian besar vaksin, Bahwa vaksin

harus didinginkan pada temperatur 2-8°C dan tidak membeku.

Sejumlah vaksin ( DPT, Hib, hepatitis B, dan hepatitis A ) menjadi

tidak aktif bila beku

F. Cara penyuntikan vaksin7

1) Subkutan

Penyuntikan subkutan diperuntukan imunisasi MMR, varisela,

meningitis. Perhatikan rekomendasi untuk umur anak.

8

Page 9: Referat Imunisasi

2) Intramuskular

Diperuntukan Imunisasi DPT, DT,TT, Hib, Hepatitis A & B,

Influenza. Perhatikan rekomendasi untuk umur anak

9

Table 1. Cara penyuntikan subkutan

Table 2. Cara penyuntikan intramuskular

Page 10: Referat Imunisasi

G. Tata cara pemberian imunisasi

Sebelum melakukan vaksinasi, dianjurkan mengikuti tata cara

sebagai berikut :

a. Memberitahukan secara rinci tentang risiko imunisasi dan risiko

apabila tidak divaksinasi.

b. Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan secepatnya

bila terjadi reaksi ikutan yang tidak diharapkan.

c. Baca dengan teliti informasi tentang produk ( vaksin ) yang akan

diberikan dan jangan lupa mendapat persetujuan orang tua.

Melakukan tanya jawab dengan orang tua atau pengasuhnya

sebelum melakukan imunisasi.

d. Tinjau kembali apakah ada kontraindikasi terhadap vaksin yang

diberikan.

e. Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila

diperlukan.

f. Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah

disimpan dengan baik.

g. Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda

perubahan. Periksa tanggal kadarluwarsa dan catat hal-hal

istimewa, misalnya adanya perubahan warna yang menunjukkan

adanya kerusakan.

h. Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan

ditawarkan pula vaksin lain untuk mengejar imunisasi yang

tertinggal ( catch up vaccination ) bila diperlukan.

i. Berikan vaksin dengan teknik yang benar. Lihat uraian mengenai

pemilihan jarum suntik, sudut arah jarum suntik, lokasi suntikan,

dan posisi bayi/anak penerima vaksin.

j. Setelah pemberian vaksin, kerjakan hal-hal sebagai berikut :

i. Berilah petunjuk ( sebaiknya tertulis ) kepada orang tua atau

pengasuh apa yang harus dikerjakan dalam kejadian reaksi

10

Page 11: Referat Imunisasi

yang biasa atau reaksi ikutan yang lebih berat.

ii. Catat imuniasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan

klinis.

iii. Catatan imunisasi secara rinci harus disampaikan kepada Dinas

Kesehatan bidang Pemberantasan Penyakit Menular.

iv. Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan

vaksinasi untuk mengejar ketinggalan, bila diperlukan.

H. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi7

Setiap tindakan medis apa pun bisa menimbulkan risiko bagi

pasien si penerima layanan baik dalam skala ringan maupun berat.

Demikian halnya dengan pemberian vaksinasi, reaksi yang timbul

setelah pemberian vaksinasi disebut kejadian ikutan pasca imunisasi

(KIPI) atau adverse following immunization (AEFI).

Secara khusus KIPI dapat didefinisikan sebagai kejadian medik

yang berhubungan dengan imunisasi, baik oleh karena efek vaksin

maupun efek samping, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek

farmakologis, kesalahan program, reaksi suntikan, atau penyebab lain

yang tidak dapat ditentukan. Secara umum, reaksi KIPI dapat

dikategorikan sebagai akibat kesalahan program, reaksi suntikan, dan

reaksi vaksin.

Kesalahan program. Sebagian besar kasus KIPI berhubungan

dengan kesalahan teknik pelaksanaan vaksinasi, misalnya kelebihan

dosis, kesalahan memilih lokasi dan cara menyuntik, sterilitas, dan

penyimpanan vaksin. Dengan semakin membaiknya pengelolaan

vaksin, pengetahuan, dan ketrampilan petugas pemberi vaksinasi, maka

kesalahan tersebut dapat diminimalisasi.

Reaksi suntikan. Tidak berhubungan dengan kandungan vaksin,

tetapi lebih karena trauma akibat tusukan jarum, misalnya bengkak,

nyeri, dan kemerahan di tempat suntikan. Selain itu, reaksi suntikan

dapat terjadi bukan akibat dari trauma suntikan melainkan karena

11

Page 12: Referat Imunisasi

kecemasan, pusing, atau pingsan karena takut terhadap jarum suntik.

Reaksi suntikan dapat dihindari dengan melakukan teknik penyuntikan

secara benar.

Reaksi vaksin. Gejala yang muncul pada reaksi vaksin sudah

bisa diprediksi terlebih dahulu, karena umumnya perusahaan vaksin

telah mencantumkan reaksi efek samping yang terjadi setelah

pemberian vaksinasi. Keluhan yang muncul umumnya bersifat ringan

(demam, bercak merah, nyeri sendi, pusing, nyeri otot). Meskipun hal

ini jarang terjadi, namun reaksi vaksin dapat bersifat berat, misalnya

reaksi anafilaksis dan kejang. Bila keluhan KIPI bersifat ringan,

misalnya demam, nyeri tempat suntikan, atau bengkak maka dapat

dilakukan pengobatan sederhana, misalnya dengan minum obat

antipiretik saja. Tetapi bila kejadian pasca imunisasi bersifat serius,

maka harus secepat mungkin dibawa kerumah sakit.

I. Imunisasi yang diwajibkan9

1. BCG

Bacille Calmete-Guerin adalah vaksin hidup yang dibuat dari

Mycobacterium Bovis yang dilemahkan, sehingga didapatkan basil

yang tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas.

Vaksinasi BCG menimbulkan sensitivitas terhadap tuberculin.

Imunisasi BCG diberikan pada umur sebelum 3 bulan. Namun

untuk mencapai cakupan yang lebih luas, dianjurkan pemberian

imunisasi BCG pada umur antara 0-12 bulan.

Dosis 0,05 ml untuk bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 ml untuk

anak (>1 tahun). Vaksin BCG diberikan secara intrakutan di daerah

lengan kanan atas pada insersio M.Deltoideus sesuai anjuran

WHO, tidak ditempat lain (bokong, paha) .

Vaksin BCG tidak dapat mencegah infeksi tuberculosis, namun

dapat mencegah komplikasinya. Apabila BCG diberikan pada umur

lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberculin terlebih

12

Page 13: Referat Imunisasi

dahulu. Vaksin BCG diberikan apabila uji tuberculin negatif.

Efek proteksi timbul 8-12 minggu setelah penyuntikkan.

Berhubungan dengan beberapa faktor yaitu mutu vaksin yang

dipakai, lingkungan dengan Mycobacterium atipik atau faktor

pejamu (umur, keadaan gizi dan lain-lain).8

Vaksin BCG tidak boleh terkena sinar matahari, harus

disimpan pada suhu 280C, tidak boleh beku. Vaksin yang telah

dienccerkan harus dipergunakan dalam waktu 8 jam.

Kejadian ikutan pasca imunisasi vaksinasi BCG

Penyuntikan BCG intradermal akan menimbulkan ulkus local

yang superficial 3 minggu setelah penyuntikkan. Ulkus tertutup

krusta, akan sembuh dalam 2-3 bulan, dan meninggalkan parut

bulat dengan diameter 4-8 mm, apabila dosis terlalu tinggi maka

ulkus yang timbul lebih besar, namun apabila penyuntikkan terlalu

dalam maka parut yang terjadi tertarik ke dalam.

a. Limfadenitis Limfadenitis supuratif di aksila atau di leher

kadang-kadang dijumpai setelah penyuntikan BCG.

Limfadenitis akan sembuh sendiri, jadi tidak perlu diobati.

Apabila limfadenitis melekat pada kulit atau timbul fistula

maka dapat dibersihkan (drainage) dan diberikan obat anti

tuberculosis oral. Pemberian obat anti tuberculosis sistemik

tidak efektif.

b. BCG-itis diseminasi Jarang terjadi, seringkali berhubungan

dengan imunodefisiensi berat. Komplikasi lainnya adalah

eritema nodosum, iritis, lupus vulgaris dan osteomielitis.

Komplikasi ini harus diobati dengan kombinasi obat anti

tuberculosis.

Kontra indikasi BCG8

1) Reaksi uji tuberculin >5 mm

2) Menderita infeksi HIV atau dengan resiko tinggi infeksi HIV,

13

Page 14: Referat Imunisasi

imunokompromais akibat penggunaan kortikosteroid, obat

imunosupresif, mendapat pengobatan radiasi, penyakit

keganasan yang mengenai sumsum tulang atau system limfe. -

Menderita gizi buruk. - Menderita demam tinggi. - Menderita

infeksi kulit yang luas.

3) Pernah sakit tuberculosis.

4) Kehamilan.

Rekomendasi

1) BCG diberikan pada bayi < 2bulan.

2) Pada bayi yang kontak erat dengan penderita TB dengan BTA

+3 sebaiknya diberikan INH profilaksis dulu, apabila pasien

kontak sudah tenang bayi dapat diberi BCG.

2. Hepatitis B

Vaksin hepatitis B (hep B) harus segera diberikan setelah lahir,

mengingat vaksinasi hepB merupakan upaya pencegahan yang

sangat efektif untuk memutuskan rantai penularan melalui

transmisi maternal dari ibu kepada bayinya.

Vaksin diberikan secara intramuscular dalam. Pada neonatus

dan bayi diberikan di anterolateral paha, sedangkan pada anak

besar dan dewasa, diberikan di region deltoid.

Imunisasi aktif

1) Imunisasi hepB-1 diberikan sedini mungkin (dalam waktu

12 jam) setelah lahir.

2) Imunisasi hepB-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dari

imunisasi hepB-1 yaitu saat bayi berumur 1 bulan. Untuk

mendapat respon imun optimal, interval imunisasi hepB-2

dengan hepB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Maka

imunisasi hepB-3 diberikan pada umur 3-6 bulan.

3) Bila sesudah dosis pertama, imunisasi terputus, segera

14

Page 15: Referat Imunisasi

berikan imunisasi kedua. Sedangkan imunisasi ketiga

diberikan dengan jarak terpendek 2 bulan dari imunisasi

kedua.

4) Bila dosis ketiga terlambat, diberikan segera setelah

memungkinkan.

5) Bayi lahir dari ibu dengan Hbs-Ag yang tidak diketahui,

hepB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir

dan dilanjutkan pada umur 1 bulan dan 3-6 bulan. Apabila

semula status Hbs-Ag ibu tidak diketahui dan ternyata

dalam perjalanan selanjutnya diketahui ibu dengan Hbs-Ag

positif, maka ditambahkan hepatitis B immunoglobulin

(HBIg) 0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari.

6) Bayi lahir dari ibu dengan Hbs-Ag positif, diberikan vaksin

hepB-1 dan HBIg 0,5 ml secara bersamaan dalam waktu 12

jam setelah lahir.

7) Anak dari ibu pengidap hepatitis B, yang telah memperoleh

imunisasi dasar 3x pada masa bayi, maka pada saat usia 5

tahun tidak perlu imunisasi ulang (booster). Hanya

dilakukan pemeriksaan kadar anti HBs

8) Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah

memperoleh imunisasi hepatitis B, maka secepatnya

diberikan imunisasi Hep B dengan jadwal 3x pemberian

(catch up vaccination). Catch up vaccination merupakan

upaya imunisasi pada anak atau remaja yang belum pernah

di imunisasi atau terlambat > 1 bulan dari jadwal yang

seharusnya. Khusus pada imunisasi hepatitis B, imunisasi

catch up ini diberikan dengan interval minimal 4 minggu

antara dosis pertama dan kedua, sedangkan interval antara

dosis kedua dan ketiga minimal 8 minggu atau 16 minggu

sesudah dosis pertama.

15

Page 16: Referat Imunisasi

9) Ulangan imunisasi (hepB-4) dapat dipertimbangkan pada

umur 10-12 tahun, apabila kadar pencegahan belum

tercapai (anti Hbs< 10µg/ml).

Imunisasi pasif

Hepatitis B immune globulin (HBIg) dalam waktu singkat akan

memberikan proteksi meskipun hanya untuk jangka pendek (3-6

bulan). HBIg hanya diberikan pada kondisi pasca paparan.

Sebaiknya HBIg diberikan bersama vaksin VHB sehingga

proteksinya berlangsung lama. Pada needle stick injury maka

diberikan HBIg 0,06 ml/kg maksimum 5 ml dalam 48 jam pertama

setelah kontak. Pada penularan dengan cara kontak seksual HBIg

diberikan 0,06 ml/kg maksimum 5 ml dalam waktu <14 hari

sesudah kontak terakhir.

Efek samping

Umumnya berupa reaksi local yang ringan dan bersifat

sementara. Kadang-kadang dapat menimbulkan demam ringan

untuk 1-2 hari.9 Vaksin hepatitis B dikenal aman dan efektif.

Efektivitas vaksin mencapai 90 – 95% dalam mencegah timbulnya

penyakit hepatitis B. pertahanan akan bertahan sampai minimal 12

tahun setelah imunisasi.9

Kontra indikasi : Tidak ada kontra ondikasi yang absolute.

3. DTP

Imunisasi DTP mengandung toksoid difteri, toksoid tetanus dan

vaksin pertusis. Dengan demikian vaksin ini memberikan

perlindungan terhadap 3 penyakit sekaligus, yaitu difteri, pertusis,

dan tetanus.

Difteri merupakan suatu penyakit akut yang disebabkan oleh

toksin dari kuman Corynebacterium diphteriae. Anak dapat

terinfeksi kuman difteria pada nasofaringnya.3 gejala yang timbul

16

Page 17: Referat Imunisasi

antara lain sakit tenggorokan dan demam. Kemudian akan timbul

kelemahan dan sesak nadas akibat obstruksi pada saluran nafas,

sehingga perlu dilakukan intubasi atau trakeotomi.9 Dapat pula

timbul komplikasi berupa miokarditis, neuritis, trombositopenia

dan proteinuria.9

Pertusis atau batuk rejan (batuk seratus hari) disebabkan oleh

bakteri Bordetella pertusis. Sebelum ditemukannya vaksin pertusis,

penyakit ini merupakan penyakit tersering yang menyerang anak –

anak dan merupakan penyebab utama kematian. Gejala utama

pertusis yaitu terjadinya batuk proksimal tanpa inspirasi yang

diakhiri dengan bunyi whoop. Serangan batuk sedemikian berat

sehingga dapat menyebabkan pasien muntah, sianosis, lemas dan

kejang.9

Tetanus merupakan penyakit akut yang disebabkan toksin dari

bakteri Clostridium tetani. Seseorang dapat terinfeksi tetanus

apabila terdapat luka yang memungkinkan bakteri ini hidup

disekitar luka tersebut dan memproduksi toksinnya. Toksin tersebut

akan menempel pada saraf di sekitar daerah luka dan

mempengaruhi pelepasan neurotransmitter inhibitor yang berakibat

kontraksi serta spastisitas otot yang tidak terkontrol, kejang –

kejang dan gangguan saraf otonom.9 Kematian dapat terjadi akibat

gangguan pada mekanisme pernafasan.

Vaksin DTP dibedakan menjadi 2, yaitu DTwP dan DtaP

berdasarkan perbedaan pada vaksin tetanus. DTwP (Difteri Tetanus

whole cell Pertusis) mengandung suspense kuman B. pertusis yang

telah mati, sedangkan DTaP (Difteri Tetanus acellular Pertusis)

tidak mengandung seluruh komponen kuman B.Pertusis, melainkan

hanya beberapa komponen yang berguna dalam pathogenesis dan

memicu pembentukan antibody. Vaksin DTaP mempunyai efek

samping yang lebih ringan dibandingkan vaksin DTwP.9

17

Page 18: Referat Imunisasi

Vaksin DTP diberikan saat anak berumur 2, 4 , dan 6 bulan.

Setelah itu, dapat dilanjutkan dengan pemberian vaksin kembali

saat anak berumur 18 bulan, 5 tahun dan 12 tahun.9

Ulangan booster DTP selanjutnya diberikan satu tahun setelah

DTP-3 yaitu pada umur 18-24 bulan dan DTP-5 pada saat masuk

sekolah umur 5 tahun. Pada booster umur 5 tahun harus tetap

diberikan vaksin dengan komponen pertusis (sebaiknya diberikan

DTaP untuk mengurangi demam pasca imunisasi) mengingat

kejadian pertusis pada dewasa muda meningkat akibat ambang

proteksi telah sangat rendah sehingga dapat menjadi sumber

penularan pada bayi dan anak. DT-5 diberikan pada kegiatan

imunisasi di sekolah dasar. Ulangan DT-6 diberikan pada 12 tahun,

mengingat masih dijumpai kasus difteria pada umur lebih dari 10

tahun. Dosis DTwP atau DTaP atau DT adalah 0,5 ml,

intramuscular, baik untuk imunisasi dasar maupun ulangan. Jadwal

untuk imunisasi rutin pada anak, dianjurkan pemberian 5 dosis

pada usia 2,4,6,15-18 bulan dan usia 5 tahun atau saat masuk

sekolah. Dosis ke 4 harus diberikan sekurang-kurangnya 6 bulan

setelah dosis ke 3. kombinasi toksoid difteria dan tetanus(DT) yang

mengandung 10-12 Lf dapat diberikan pada anak yang memiliki

kontra indikasi terhadap pemberian yang pertusis.

Kejadian ikutan pasca imunisasi DTP

a. Reaksi local kemerahan, bengkak dan nyeri pada lokasi injeksi

terjadi pada separuh penerima DTP.

b. Proporsi Demam ringan dengan reaksi local sama dan

diantaranya dapat mengalami hiperpireksia.

c. Anak gelisah dan menangis terus menerus selama beberapa jam

paska suntikan (inconsolable crying).

d. Dari suatu penelitian ditemukan adanya kejang demam sesudah

vaksinasi yang dihubungkan dengan demam yang terjadi.

18

Page 19: Referat Imunisasi

e. Kejadian ikutan yang paling serius adalah terjadinya

ensefalopati akut atau reaksi anafilaksis dan terbukti

disebabkan oleh pemberian vaksin pertusis.

Kontra indikasi

Saat ini didapatkan dua hal yang diyakini sebagai kontra

indikasi mutlak terhadap pemberian vaksin pertusis baik whole cell

maupun acelular. Yaitu :

a. anafilaksis pada pemberian vaksin sebelumnya.

b. Ensefalopati sesudah pemberian vaksin pertusis sebelumnya.

c. Keadaan lain dapat dinyatakan sebagai perhatian khusus

(precaution). Misalnya pemberian vaksin pertusis berikutnya

bila pada pemberian pertama dijumpai riwayat hiperpireksia,

keadaan hipotonik-hiporesponsif dalam 48 jam, anak menangis

terus menerus selama 3 jam dan riwayat kejang dalam 3 hari

sesudah imunisasi DTP Riwayat kejang dalam keluarga dan

kejang yang tidak berhubungan dengan pemberian vaksin

sebelumnya, kejadian ikutan paska imunisasi atau alergi

terhadap vaksin bukanlah suatu indikasi kontra terhadap

pemberian vaksin DTaP. Walaupun demikian keputusan untuk

pemberian vaksin pertusis harus dipertimbangkan secara

individual dengan memperhitungkan keuntungan dan resiko

pemberiannya.

Vaksin pertusis aseluler adalah vaksin pertusis yang berisi

komponen spesifik toksin dari Bordetellapertusis yang dipilih

sebagai dasar yang berguna dalam patogenesis pertusis dan

perannya dalam memicu antibody yang berguna untuk pencegahan

terhadap pertusis secara klinis.

4. Polio

Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh

19

Page 20: Referat Imunisasi

yang disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah

virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui

mulut, mengifeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran

darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan

melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralisis).

Poliovirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas tiga strain

berbeda dan amat menular. Virus akan menyerang sistem saraf dan

kelumpuhan dapat terjadi dalam hitungan jam. Polio menyerang

tanpa mengenal usia, lima puluh persen kasus terjadi pada anak

berusia antara 3 hingga 5 tahun. Masa inkubasi polio dari gejala

pertama berkisar dari 3 hingga 35 hari. Anak-anak kecil yang

terkena polio seringkali hanya mengalami gejala ringan dan

menjadi kebal terhadap polio. Karenanya, penduduk di daerah yang

memiliki sanitasi baik justru menjadi lebih rentan terhadap polio

karena tidak menderita polio ketika masih kecil. Vaksinasi pada

saat balita akan sangat membantu pencegahan.

Polio di masa depan karena polio menjadi lebih berbahaya jika

diderita oleh orang dewasa. Orang yang telah menderita polio

bukan tidak mungkin akan mengalami gejala tambahan di masa

depan seperti layu otot; gejala ini disebut sindrom postpolio.

Jenis polio:

1) Polio non-paralisis

2) Polio paralisis spinal

3) Polio bulbar

Imunisasi Polio

Penyakit polio yang dapat menyebabkan kelumpuhan ini,

disebabkan virus poliomyelitis yang sangat menular. Penularannya

bias lewat makanan/minuman yang tercemar virus polio. Bisa juga

lewat percikan ludah/air liur penderita polio yang masuk ke mulut

orang sehat. Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap

20

Page 21: Referat Imunisasi

penyakit poliomielitis. Polio bisa menyebabkan nyeri otot dan

kelumpuhan pada salah satu maupun kedua lengan/tungkai. Polio

juga bisa menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot pernafasan dan

otot untuk menelan. Polio bisa menyebabkan kematian.

Terdapat 2 macam vaksin polio:

a. IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung

virus polio yang telah dimatikan dan diberikan melalui

suntikan.

b. OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin

hidup yang telah dilemahkan, diberikan dalam bentuk cairan.

Bentuk trivalen (TOPV) efektif melawan semua bentuk polio,

bentuk monovalen (MOPV) efektif melawan 1 jenis polio.

Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan

respon kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat

diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibody sampai pada

tingkat yang tertinggi. Kepada penderita gangguan sistem

kekebalan (misalnya penderita AIDS, infeksi HIV, leukemia,

kanker, limfoma), dianjurkan untuk diberikan IPV. IPV juga

diberikan kepada orang yang sedang menjalani terapi penyinaran,

terapi kanker, kortikosteroid atau obat imunosupresan lainnya. IPV

bisa diberikan kepada anak yang menderita diare. Jika anak sedang

menderita penyakit ringan atau berat, sebaiknya pelaksanaan

imunisasi ditunda sampai mereka benar-benar pulih. IPV bisa

menyebabkan nyeri dan kemerahan pada tempat penyuntikan, yang

biasanya berlangsung hanya selama beberapa hari. Masa inkubasi

virus antara 6-10 hari. Setelah demam 2-5 hari, umumnya akan

mengalami kelumpuhan mendadak pada salah satu anggota gerak.

Namun tak semua orang yang terkena virus polio akan mengalami

kelumpuhan, tergantung keganasan virus polio yang menyerang

dan daya tahan tubuh si anak. Imunisasi polio akan memberikan

21

Page 22: Referat Imunisasi

kekebalan terhadap serangan virus polio.

Usia Pemberian

Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I,II, III, dan IV)

dengan interval tidak kurang dari 4 minggu. Pertama dilakukan saat

lahir (usia 0 bulan) dan berikutnya di usia 2, 4, 6 bulan. Imunisasi

polio ulangan diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio IV,

kemudian pada saat masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat

meninggalkan SD (12 tahun). Dilanjutkan pada usia 18 bulan dan 5

tahun. Kecuali saat lahir, pemberian vaksin polio selalu dibarengi

dengan vaksin DTP.

Cara Pemberian

Bisa lewat suntikan (Inactivated Poliomyelitis Vaccine/IPV),

atau lewat mulut (Oral Poliomyelitis Vaccine/OPV). Di tanah air,

yang digunakan adalah OPV.

Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes (0,1 mL) langsung ke

mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang berisi air gula.

Kepada orang yang pernah mengalami reaksi alergi hebat

(anafilaktik) setelah pemberian IPV, streptomisin, polimiksin B

atau neomisin, tidak boleh diberikan IPV. Sebaiknya diberikan

OPV.

Efek Samping

Hampir tak ada. Hanya sebagian kecil saja yang mengalami

pusing, diare ringan, dan sakit otot. Kasusnya pun sangat jarang.

Dapat mungkin terjadi berupa kelumpuhan dan kejang-kejang.

Tingkat Kekebalan: Dapat mencekal hingga 90%.

Indikasi Kontra:

Tak dapat diberikan pada anak yang menderita penyakit akut

atau demam tinggi (di atas 380C); muntah atau diare; penyakit

kanker atau keganasan; HIV/AIDS; sedang menjalani pengobatan

steroid dan pengobatan radiasi umum; serta anak dengan

22

Page 23: Referat Imunisasi

mekanisme kekebalan terganggu.

5. Campak (Morbili)

Penyakit Campak (Rubela, Campak 9 hari, measles) adalah

suatu infeksi virus yang sangat menular, yang ditandai dengan

demam, batuk, konjungtivitis (peradangan selaput ikat

mata/konjungtiva) dan ruam kulit. Penyakit ini disebabkan karena

infeksi virus campak golongan Paramyxovirus.

Jika seseorang pernah menderita campak, maka seumur

hidupnya dia akan kebal terhadap penyakit ini. Tidak ada

pengobatan khusus untuk campak. Anak sebaiknya menjalani tirah

baring. Vaksin campak biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi

dengan gondongan dan campak Jerman (vaksin MMR/mumps,

measles, rubella), disuntikkan pada otot paha atau lengan atas. Jika

hanya mengandung campak, vaksin diberikan pada umur 9 bulan.

Dalam bentuk MMR, dosis pertama diberikan pada usia 12-15

bulan, dosis kedua diberikan pada usia 4-6 tahun. selain itu

penderita juga harus disarankan untuk istirahat minimal 10 hari dan

makan makanan yang bergizi agar kekebalan tubuh meningkat.

Imunisasi campak efektif untuk memberi kekebalan terhadap

penyakit campak sampai seumur hidup. Penyakit campak yang

disebabkan oleh virus yang ganas ini dapat dicegah jika seseorang

mendapatkan imunisasi campak, minimal dua kali yakni semasa

usia 6 – 59 bulan dan masa SD (6 – 12 tahun). Penyakit ini mampu

menyebabkan cacat dan kematian karena komplikasinya seperti

radang paru (pneumonia); diare, radang telinga (otitis media) dan

radang otak (ensefalitis) terutama pada anak dengan gizi buruk.

Penularan campak terjadi lewat udara atau butiran halus air ludah

(droplet) penderita yang terhirup melalui hidung atau mulut. Pada

masa inkubasi yang berlangsung sekitar 10-12 hari, gejalanya sulit

23

Page 24: Referat Imunisasi

dideteksi. Setelah itu barulah muncul gejala flu (batuk, pilek,

demam), mata kemerah-merahan dan berair, si kecil pun merasa

silau saat melihat cahaya. Kemudian, di sebelah dalam mulut

muncul bintik - bintik putih yang akan bertahan 3-4 hari. Beberapa

anak juga mengalami diare. Satu - dua hari kemudian timbul

demam tinggi yang turun naik, berkisar 38-40,5°C. Seiring dengan

itu, barulah keluar bercak-bercak merah yang merupakan ciri khas

penyakit ini. Ukurannya tidak terlalu besar, tapi juga tak terlalu

kecil. Awalnya hanya muncul di beberapa bagian tubuh saja seperti

kuping, leher, dada, muka, tangan dan kaki. Dalam waktu 1

minggu, bercak - bercak merah ini akan memenuhi seluruh tubuh.

Namun bila daya tahan tubuhnya baik, bercak-bercak merah ini

hanya di beberapa bagian tubuh saja dan tidak banyak. Jika bercak

merah sudah keluar, umumnya demam akan turun dengan

sendirinya. Bercak merah pun akan berubah jadi kehitaman dan

bersisik, disebut hiperpigmentasi. Pada akhirnya bercak akan

mengelupas atau rontok atau sembuh dengan sendirinya.

Umumnya, dibutuhkan waktu hingga 2 minggu sampai anak

sembuh benar dari sisa-sisa campak. Dalam kondisi ini, tetaplah

meminum obat yang sudah diberikan dokter. Jaga stamina dan

konsumsi makanan bergizi. Pengobatannya bersifat simptomatis,

yaitu mengobati berdasarkan gejala yang muncul. Hingga saat ini,

belum ditemukan obat yang efektif mengatasi virus campak. Jika

tak ditangani dengan baik campak bisa sangat berbahaya. Bisa

terjadi komplikasi, terutama pada campak yang berat. Ciri-ciri

campak berat, selain bercaknya di sekujur tubuh, gejalanya tidak

membaik setelah diobati 1-2 hari. Komplikasi yang terjadi biasanya

berupa radang paru-paru (broncho pneumonia) dan radang otak

(ensefalitis). Komplikasi inilah yang umumnya paling sering

menimbulkan kematian pada anak.

24

Page 25: Referat Imunisasi

Deskripsi Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang

dilemahkan. Vaksin ini berbentuk vaksin beku kering yang harus

dilarutkan hanya dengan pelarut steril yang tersedia secara terpisah.

Vaksin ini telah memenuhi persyaratan WHO untuk vaksin

campak.

Indikasi Untuk Imunisasi aktif terhadap penyakit campak.

Komposisi

Tiap dosis (0,5 ml) vaksin yang sudah dilarutkan mengandung :

Virus Campak >= 1.000 CCID50, Kanamycin sulfat <= 100 mcg,

Erithromycin <= 30 mcg

Dosis dan Cara Pemberian Imunisasi campak terdiri dari dosis 0,5

ml yang disuntikkan secara SUBKUTAN, lebih baik pada lengan

atas. Vaksin yang telah dilarutkan hanya dapat digunakan pada hari

itu juga (maksimum untuk 8 jam) dan itupun berlaku hanya jika

vaksin selama waktu tersebut disimpan pada suhu 2°-8°C serta

terlindung dari sinar matahari. Pelarut harus disimpan pada suhu

sejuk sebelum digunakan. Satu dosis vaksin campak cukup untuk

membentuk kekebalan terhadap infeksi. Di negara-negara dengan

angka kejadian dan kematian karena penyakit campak tinggi pada

tahun pertama setelah kelahiran, maka dianjurkan imunisasi

terhadap campak dilakukan sedini mungkin setelah usia 9 bulan

(270 hari). Di negaranegara yang kasus campaknya sedikit, maka

imunisasi boleh dilakukan lebih dari usia tersebut. Vaksin campak

tetap aman dan efektif jika diberikan bersamaan dengan vaksin-

vaksin DT, Td, TT, BCG, Polio, (OPV dan IPV), Hepatitis B, dan

Yellow Fever.

Usia & Jumlah Pemberian

Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di usia 6 tahun.

Dianjurkan, pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena

antibodi dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan, penyakit campak

25

Page 26: Referat Imunisasi

umumnya menyerang anak usia balita. Jika sampai 12 bulan belum

mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12 bulan harus

diimunisasi MMR (Measles Mumps Rubella).

Efek Samping

Umumnya tidak ada. Pada beberapa anak, bisa menyebabkan

demam dan diare, namun kasusnya sangat kecil. Biasanya demam

berlangsung seminggu. Kadang juga terdapat efek kemerahan mirip

campak selama 3 hari.

Kontraindikasi

Terdapat beberapa kontraindikasi yang berkaitan dengan

pemberian vaksin campak. Walaupun berlawanan penting untuk

mengimunisasi anak yang mengalami malnutrisi. Demam ringan,

infeksi ringan pada saluran nafas atau diare, dan beberapa penyakit

ringan lainnya jangan dikategorikan sebagai kontraindikasi.

Kontraindikasi terjadi bagi individu yang diketahui alergi berat

terhadap kanamycin dan erithromycin. Karena efek vaksin virus

campak hidup terhadap janin belum diketahui, maka wanita hamil

termasuk kontraindikasi. Individu pengidap virus HIV (Human

Immunodficiency Virus). Vaksin Campak kontraindikasi terhadap

individu-individu yang mengidap penyakit immune deficiency atau

individu yang diduga menderita gangguan respon imun karena

leukimia, lymphoma atau generalized malignancy. Bagaimanapun

penderita HIV, baik yang disertai gejala ataupun tanpa gejala harus

diimunisasi vaksin campak sesuai jadwal yang ditentukan. Bagi

anak-anak yang sedang sakit berat seperti diare dan demam tinggi,

menurut Jane, diinstruksikan tidak perlu diimunisasi campak. Para

petugas cukup mencatat namanya. Apabila anak tersebut telah

sembuh, petugas akan mendatangi rumahnya untuk diberi

imunisasi. Kemasan Vaksin tersedia dalam kemasan vial 10 dosis +

5 ml pelarut dalam ampul.

26

Page 27: Referat Imunisasi

J. Imunisasi yang dianjurkan

1. HIB

Sesuai namanya, imunisasi ini bermanfaat untuk mencekal

kuman HiB (Haemophyllus influenzae type B). Kuman ini

menyerang selaput otak sehingga terjadilah radang selaput otak

yang disebut meningitis. Meningitis sangat berbahaya karena dapat

merusak otak secara permanen sampai kepada kematian. Selain

mengakibatkan radang selaput otak, kuman ini juga dapat

menyebabkan radang paru dan radang epiglotis. Terdapat dua jenis

vaksin Hib konjungat yang beredar di Indonesia yaitu vaksin Hib

yang berisi PRP-T (capsular polysaccharide polyriibosyl ribitol

phosphate- konjugasi dengan protein tetanus) dan PRP-OMP (PRP

berkonjugasi outer membrane protein complex).

Jadwal imunisasi

a. Vaksin Hib yang berisi PRT-P diberikan umur 2,4, dan 6 bulan.

b. Vaksin Hib yang berisi PRP-OMP diberikan pada umur 2 dan 4

bulan, dosis ketiga (6 bulan) tidak diperlukan.

c. Vaksin Hib dapat diberikan dalam bentuk vaksin kombinasi

(DTwP/Hib, DTaP/Hib/IPV)

Dosis

a. Satu dosis Hib berisi 0,5 ml, diberikan secara intramuscular.

b. Tersedia vaksin kombinasi (DTwP/Hib, DTaP/Hib,

DTaP/Hib/IPV (vaksin kombinasi yang beredar berisi vaksin

Hib PRT-P) dalam kemasan prefilled syringe 0,5 ml.

Ulangan

a. Vaksin Hib baik PRT-P ataupun PRP-OMP perlu diulang pada

umur 18 bulan.

b. Apabila anak datang pada umur 1-5 tahun, Hib hanya diberikan

satu kali.

27

Page 28: Referat Imunisasi

2. PCV

Jenis imunisasi ini tergolong baru di Indonesia. PCV atau

Pneumococcal Vaccine alias imunisasi pneumokokus memberikan

kekebalan terhadap serangan penyakit IPD (Invasive Peumococcal

Diseases), yakni meningitis (radang selaput otak), bakteremia

(infeksi darah), dan pneumonia (radang paru). Ketiga penyakit ini

disebabkan kuman Streptococcus Pneumoniae atau Pneumokokus

yang penularannya lewat udara. Gejala yang timbul umumnya

demam tinggi, menggigil, tekanan darah rendah, kurang kesadaran,

hingga tak sadarkan diri. Penyakit IPD sangat berbahaya karena

kumannya bisa menyebar lewat darah (invasif) sehingga dapat

memperluas organ yang terinfeksi. Diperlukan imunisasi

Pneumokukus untuk mencekal penyakit ini. Terdapat 2 jenis vaksin

pneumokokus yang beredar di Indonesia, yaitu vaksin

pneumokokus polisakarida berisi polisakarida murni, 23 serotipe

disebut pneumococus polysaccharide vaccine (PPV23). Vaksin

pneumokokus generasi kedua berisi vaksin polisakarida

konjungasi, 7 serotipe disebut pneumococcal conjungate vaccine

(PCV7).

a. Vaksin PCV7 dikemas dalam prefilled syringe 5 ml

diberikan intramuskular.

b. Dosis pertama tidak berikan sebelum umur 6 minggu

c. Untuk bayi BBLR (<1500 gram) vaksin diberikan setelah

umur kronologik 68 minggu, tanpa memperhatikan umur

atau apabila berat badan telah mencapai.>2000 gram.

d. Dapat diberikan bersama vaksin lain. Untuk setiap vaksin

pada sisi badan yang berbeda.

3. MMR

Memberikan kekebalan terhadap serangan penyakit Mumps

(gondongan/parotitis), Measles (campak), dan Rubella (campak

28

Page 29: Referat Imunisasi

Jerman). Terutama buat anak perempuan, vaksinasi MMR sangat

penting untuk mengantisipasi terjadinya rubela pada saat hamil.

Sementara pada anak lelaki, nantinya vaksin MMR mencegah agar

tak terserang rubella dan menulari sang istri yang mungkin sedang

hamil. Penting diketahui, rubela dapat menyebabkan kecacatan

pada janin. Toksin MMR diberikan pada umur 15 -18 bulan

minimal interval 6 bulan antara imunisasi campak (9 bulan) dan

MMR. Dosis satu kali 0,5 ml secara sub kutan. MMR diberikan

minimal satu bulan sebelum atau setelah penyuntikan imunisasi

lain. Apabila seorang anak telah mendapat imunisasi MMR pada

umur 12 -18 bulan dan 6 tahun, imunisasi campak tambahan pada

umur 5-6 tahun tidak perlu diberikan. Ulangan imunisasi MMR

diberikan pada umur 6 tahun.

4. Influenza

Influenza merupakan penyakit infeksi saluran napas yang

disebabkan virus. Penyakit ini dapat menular dengan mudah karena

virusnya bisa menyebar lewat udara yang bila terhirup dan masuk

ke saluran pernapasan kita langsung tertular. Sebenarnya, influenza

tergolong ringan karena sifatnya yang self-limiting disease alias

bisa sembuh sendiri tanpa diobati. Penderita hanya perlu

beristirahat, banyak minum air putih, dan meningkatkan daya tahan

tubuh dengan konsumsi makanan bergizi seimbang.

Jadwal

Vaksin influenza diberikan pada anak umur 6 sampai 23 bulan,

baik anak sehat maupun dengan risiko (asma, penyakit jantung,

penyakit sel sickle, HIV, dan Diabetes).

Dosis

Tergantung umur anak

1) Umur 6-35 bulan 0,25 ml.

2) Umur ≥3 tahun 0,5 ml

29

Page 30: Referat Imunisasi

3) Umur ≤8 tahun: untuk pemberian pertama kali diperlukan 2

dosis dengan interval minimal 4 -6 minggu, pada tahun

beriktunya hanya diberikan satu dosis

Vaksin influenza diberikan secara intramuskular pada paha

antero lateral atau deatoid

5. Tifoid

Ada 2 jenis vaksin tifoid yang bisa diberikan ke anak, yakni

vaksin oral (Vivotif) dan vaksin suntikan (TyphimVi). Keduanya

efektif mencekal demam tifoid alias penyakit tifus, yaitu infeksi

akut yang disebabkan bakteri Salmonella typhi. Bakteri ini hidup di

sanitasi yang buruk seperti lingkungan kumuh, dan

makananminuman yang tidak higienis. Dia masuk melalui mulut,

lalu menyerang tubuh, terutama saluran cerna. Gejala khas

terinfeksi bakteri tifus adalah suhu tubuh yang berangsur-angsur

meningkat setiap hari, bisa sampai 400c. Basanya di pagi hari

demam akan menurun tapi lalu meningkat di waktu sore/malam.

Gejala lainnya adalah mencret, mual berat, muntah, lidah kotor,

lemas, pusing, dan sakit perut, terkesan acuh tak acuh bahkan

bengong, dan tidur pasif (tak banyak gerak). Pada tingkat ringan

atau disebut paratifus (gejala tifus), cukup dirawat di rumah. Anak

harus banyak istirahat, banyak minum, mengonsumsi makanan

bergizi, dan minum antibiotik yang diresepkan dokter. Tapi kalau

berat, harus dirawat di rumah sakit. Penyakit ini, baik ringan

maupun berat, harus diobati hingga tuntas untuk mencegah

kekambuhan. Selain juga untuk menghindari terjadi komplikasi

karena dapat berakibat fatal.

Jenis vaksin

1) Vaksin kapsuler Vi polisakarida

Diberikan pada umur lebih dua tahun, ulangan dilakukan setiap

3 tahun. Kemasan dalam prefilled syringe 0,5 ml pemberian

30

Page 31: Referat Imunisasi

secara intramuskular.

2) Tifoid oral Ty21a - Diberikan pada umur lebih dari 6 tahun. -

Dikemas dalam kapsul, diberikan 3 dosis dengan interval

selang sehari (hari 1,3,5). - Imunisasi ulangan diberikan setiap

3-5 tahun.

6. Hepatitis A

Penyebaran virus hepatitis A (VHA) sangat mudah. Penderita

akan mengeluarkan virus ini saat meludah, bersin, atau batuk. Bila

virus ini menempel di makanan, minuman, atau peralatan makan,

kemudian dimakan atau digunakan oleh anak lain maka dia akan

tertular. Namun, untuk memastikan apakah anak mengidap VHA

atau tidak, harus dilakukan tes darah. Vaksin Hep A diberikan pada

umur lebih dari 2 tahun. Vaksin kombinasi HepB atau HepA

diberikan pada bayi kurang dari 12 bulan. Maka vaksin kombinasi

di indikasikan pada anak umur lebih dari 12 bulan terutama catch-

up immunization yaitu mengejar imunisasi pada anak yang belum

pernah mendapatkan imunisasi Hep B sebelumnya atau imunisasi

Hep B yang tidak lengkap. Kemasan liquid satu dosis/vial prefilled

syringe 0,5 ml. Dosis pediatrik 720 ELISA units diberikan 2 kali

dengan interval 6-12 bulan, intramuskular di daerah deltoid.

Kombinasi HepB/HepA (berisi Hep B 10µg dan Hep A 720 ELISA

units) dalam kemasan prefilled syringe 0,5 ml intramuskular. Dosis

HDosis Hep A untuk dewasa (≥19 tahun) 1440 ELISA units dosis 1

ml, 2 dosis, interval 6-12 bulan.

7. Varisela

Memberikan kekebalan terhadap cacar air atau chicken pox,

penyakit yang disebabkan virus varicella zooster. Termasuk

penyakit akut dan menular, yang ditandai dengan vesikel

(lesi/bintik berisi air) pada kulit maupun selaput lendir.

Penularannya sangat mudah karena virusnya bisa menyebar lewat

31

Page 32: Referat Imunisasi

udara yang keluar saat penderita meludah, bersin, atau batuk.

Namun yang paling potensial menularkan adalah kontak langsung

dengan vesikel, yaitu ketika mulai muncul bintik dengan cairan

yang jernih. Setelah bintik-bintik itu berubah jadi hitam, maka

tidak menular lagi. Imunisasi varisela diberikan pada anak umur

lebih dari 5 tahun. Untuk anak yang mengalami kontak dengan

pasien varisela, imunisasi dapat mencegah apabila diberikan dalam

kurun 72 jam setelah kontak. Dosis 0,5 ml subkutan satu kali.

Untuk umur lebih dari 13 tahun atau dewasa, diberikan 2 kali

dengan jarak 4-8 minggu.

32

Page 33: Referat Imunisasi

JADWAL IMUNISASI TAHUN 2014 MENURUT IDAI10

33

Page 34: Referat Imunisasi

BAB III

KESIMPULAN

Upaya pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan banyak cara.

Salah satunya adalah dengan meningkatkan kekebalan atau imunitas tubuh

dalam menghadapi ancaman penyakit yang dilakukan dengan pemberian

imunisasi. Imunisasi dasar pada anak usia dibawah 2 tahun sangat penting

untuk dilakukan oleh karena bisa menurunkan angka kesakitan dan kematian

yang seharusnya dapat dicegah walaupun imunisasi tidak menjamin 100%

bahwa seseorang tidak akan terjangkit penyakit tersebut.

Pada tahun 2014 berdasarkan rekomendasi IDAI (Ikatan Dokter Anak

Indonesia) ditetapkan program imunisasi wajib dan program imunisasi yang

dianjurkan.

Dalam hal ini maka harus terus digalakkan program imunisasi kepada

masyarakat luas sehingga masyarakat menyadari pentingnya imunisasi dan

mau membawa anaknya untuk melakukan imunisasi, khususnya imunisasi

yang diwajibkan. Jika imunitas pada masyarakat tinggi, maka risiko terjadinya

penularan dan wabah juga akan berkurang

34

Page 35: Referat Imunisasi

DAFTAR PUSTAKA

1. Suharjo, JB. Vaksinasi cara ampuh cegah penyakit infeksi. Kanisius :

2010 2.

2. Sri, Rezeki S Hadinegoro. Prof. Dr. dr. SpA(K), dkk. Pedoman

imunisasi di Indonesia. Ikatan Dokter Indonesia. Edisi ke-2. Jakarta

2005 3.

3. Hadinegoro SRS. Jadwal Imunisasi. Dalam : Ranuh IGN, Suyitno H,

Hadinegoro SRS, Kartasasmita CB, Ismoedijanto, Soedjatmiko, editor.

Pedoman imunisasi di Indonesia. Ed 3. Jakarta : Satgas Imunisasi

Ikatan Dokter Anak Indonesia: 2008.

4. Rahajoe NN, Basir D, Makmuri MS, Kartasasmita CB, penyunting.

Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. Edisi kedua. Jakarta: UKK

Respiratologi PP IDAI; 2007.

5. Lawrence M Tierney Jr MD, Stephen J McPhee MD, Maxine A

Papadakis MD. Current Medical Diagnosis and Treatment 2002.

6. Suyitno, H. Jenis Vaksin. In: Pedoman Imunisasi di Indonesia Edisi

4. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011.

7. Suharjo, JB. Vaksinasi cara ampuh cegah penyakit infeksi. Kanisius :

2010

8. Eric AF Simoes MD DCH and Jessie R Groothius MD. Immunization.

9. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Non-spore-forming gram positive

bacilli: corynebacterium, propionibacterium, listeria, erysipelothrix,

actinomycetes, & related pathogens. In: Jawetz, Melnick, & Adelberg’s

medical microbiology. 23th ed. McGraw-Hill.2004

10. Jadwal Imunisasi Anak - Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia

(IDAI) 2014 [image on the Internet]. Jakarta: Ikatan Dokter Anak

Indonesia, 2014 Available from : I (http://

idai.or.id/public-articles/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-anak-

idai.html)

35