Upload
moniagaprawira
View
86
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
pediatri
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan bayi dan anak dengan
memasukan vaksin ke dalam tubuh agar membuat zat anti untuk mencegah terhadap
penyakit tertentu.
Angka kesakitan bayi di Indonesia relatif masih cukup tinggi, meskipun
menunjukkan penurunan dalam satu dekade terakhir. Imunisasi dikatakan lengkap
apabila mendapat BCG 1 kali, DPT 3 kali, Hepatitis 3 kali, Campak 1 kali, dan Polio 4
kali. Bayi yang tidak mendapat imunisasi secara lengkap dapat mengalami berbagai
penyakit, misalnya difteri, tetanus, campak, polio, dan sebagainya. Oleh karena itu,
imunisasi harus diberikan dengan lengkap sesuai jadwal. Imunisasi secara lengkap
dapat mencegah terjadinya berbagai penyakit tersebut.2
Pemerintah telah memberikan berbagai upaya dan kebijakan dalam bidang
kesehatan untuk menekan angka kesakitan, namun masyarakat belum bisa
memanfaatkannya secara optimal karena ada sebagian ibu yang memiliki persepsi
bahwa tanpa imunisasi anaknya juga dapat tumbuh dengan sehat.3
Dalam lingkup pelayanan kesehatan, bidang preventif merupakan prioritas
utama. Imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif
dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Imunisasi merupakan hal
mutlak yang perlu diberikan pada bayi. Imunisasi adalah sarana untuk mencegah
penyakit berbahaya, yang dapat menimbulkan kematian pada bayi. Penurunan insiden
penyakit menular telah terjadi berpuluh-puluh tahun yang lampau di negara-negara
maju yang telah melakukan imunisasi dengan teratur dengan cakupan yang luas.
Dengan melakukan imunisasi terhadap seorang anak, tidak hanya memberikan
perlindungan pada anak tersebut tetapi juga berdampak kepada anak lainnya karena
terjadi tingkat imunitas umum yang meningkat dan mengurangi penyebaran infeksi.
Banyak penyakit menular yang bisa menyebabkan gangguan serius pada perkembangan
fisik dan mental anak. Imunisasi bisa melindungi anak-anak dari penyakit melalui
vaksinasi yang bisa berupa suntikan atau melalui mulut.
1
1.2. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui dan memahami pentingnya imunisasi sebagai upaya pencegahan
primer terhadap suatu penyakit.
2. Mengetahui kapan seharusnya imunisasi dilakukan dan seberapa pentingnya
imunisasi harus didapatkan.
3. Memahami dan dapat mempraktekan cara-cara pemberian imunisasi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bayi baru lahir hingga berusia 1 tahun, imunisasi dasar wajib dipenuhi untuk
memberikan kekebalan terhadap penyakit yang berbahaya pada awal masa anak. Saat
anak berusia 1-4 tahun, imunisasi ulangan bertujuan untuk memperpanjang masa
kekebalan imunisasi dasar tersebut. Masa ini juga berfungsi untuk melengkapu
imunisasi yang belum lengkap (catch up immunization). Imunisasi diulang pada usia
sekolah (5-12 tahun) dan usia remaja 13-18 tahun sambil melengkapi imunisasi.
Kelompok Umur Jenis ImunisasiLahir – 1 tahun BCG, polio, hepatitis B, DPT,
campak, HiB, pneumokokus, rotavirus
1 – 4 tahun DPT, polio, MMR, tifoid, hepatitis A, varisela, influenza, HiB, pneumokokus
5 – 12 tahun DPT, polio, campak, MMR, tifoid, Hepatitis A, varisela, influenza, pneumokokus
12 – 18 tahun TT, hepatitis B, (MM)R, tifoid, hepatitis A, varisela, influenza, pneumokokus, HPV
Lansia Influenza, pneumokokus
Vaksin adalah mikroorganisme bakteri, virus atau riketsia) atau toksoid yang
diubah ( dilemahkan atau diamtikan) sedemikian rupa sehingga patogenisitas atau
toksisitasnya hilang, tetapi tetap mengandung sifat antigenisitas. Bila vaksin diberikan
kepada manusia maka akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap
penyakit tertentu.
IMUNISASI yang wajib diberikan adalah imunisasi yang telah menjadi suatu
komitmen global. Artinya, imunisasi tersebut harus diberikan oleh semua negara di
dunia seperti program pemberantasan penyakit polio, tetanus, pertusis, campak, Hib,
hepatitis B, dan rotavirus. Imunisasi BCG hanya dianjurkan bagi negara endemis.
3
Tabel 1. Jenis Vaksin Sesuai Kelompok Umur
2.1. Hepatitis B1,3
Di Indonesia, vaksinasi hepatitis B merupakan vaksinasi wajib bagi bayi dan
anak karena pola penularannya bersifat vertikal. Ada berbagai jenis pilihan vaksin yang
diproduksi oleh beberapa perusahaan farmasi dan dosis serta cara pemberiannya
sebagaimana dapat dilihat pada tabel 2.
Nama Dagang
Produsen Cara Pemberian
Dosis Interval Pemberian
Engerix B GSK IM AnakDewasa
10 mcg20 mcg
Bulan ke-0,1,6
Euvax Sanofi pasteur
IM AnakDewasa
10 mcg20 mcg
Bulan ke-0,1,6
HB VAX II
MSD IM AnakDewasa
10 mcg20 mcg
Bulan ke-0,1,6
Hepavax Gene
Kalbuitech IM AnakDewasa
10 mcg20 mcg
Bulan ke-0,1,6
Hepatitis B
Bio Farma IM Anak 10 mcg20 mcg
Bulan ke-0,1,6
Secara umum, vaksin diberikan 3 kali pemberian, disuntikan secara dalam (sampai ke
otot). Vaksinasi diberikan dengan jadwal 0, 1, 6 bulan (kontak pertama, 1 bulan, dan 6
bulan kemudian). Khusus vaksinasi bayi baru lahir diberikan dengan jadwal berikut :
1. Dosis pertama : sebelum umur 12 jam
2. Dosis kedua : umur 1-2 bulan
3. Dosis ketiga : umur 6 bulan
Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah meperoleh imunisasi
hepatitis B, maka secepatnya diberikan. Untuk ibu dengan HbsAg positif, selain vaksin
hepatitis B diberikan juga hepatitis B immunoglobulin (HBIg) 0,5 ml disisi tubuh yang
berbeda dalam 12 jam setelah lahir. Sebab, Hepatitis B imunoglobulin (HBIg) dalam
waktu singkat segera memberikan proteksi meskipun hanya jangka pendek (3-6 bulan).
Reaksi KIPI yang sering terjadi umumnya berupa reaksi lokal yang ringan dan
bersifat sementara, terkadang dapat menimbulkan demam ringan untuk 1-2 hari. Sampai
4
Tabel 2. Produsen, Jenis, Cara pemberian, Dosis, dan Interval Pemberian Vaksin
Hepatitis B (Ali sulaiman dan J. Sundoro,2007)
saat ini tidak ada kontraindikasi absolut pemberian vaksin Hepatitis B. Kehamilan dan
laktasi bukan kontraindikasi vaksin Hepatitis B.
2.2. BCG1,3,4
Adalah vaksin hidup yang dibuat dari Mycobacterium bovis dibiak berulang
selama 1-3 tahun sehingga di dapat basil yang tidak virulen tetapi masih mempunyai
imunogenitas.Vaksin BCG merupakan vaksin hidup yang memberi perlindungan
terhadap penyakit TB. Vaksin TB tidak mencegah infeksi TB, tetapi mencegah infeksi
TB berat (meningitis TB dan TB milier). Vaksin BCG membutuhkan waktu 6-12
minggu untuk menghasilkan efek (perlindungan) kekebalannya. Vaksinasi BCG
memberikan proteksi yang bervariasi antara 50-80% terhadap tuberkulosis. Pemberian
vaksinasi BCG sangat bermanfaat bagi anak.
Di Indonesia, vaksin BCG merupakan vaksin yang diwajibkan pemerintah.
Vaksin ini diberikan pada bayi yang baru lahir dan sebaiknya diberikan pada umur
sebelum 2 bulan. Vaksin BCG juga diberikan pada anak usia 1-15 tahun yang belum
divaksinasi (tidak ada catatan atau tidak ada scar).
Dosis untuk bayi kurang dari 1 tahun adalah untuk 0,05 ml dan untuk anak 0,10
ml, diberikan secara intrakutan di daerah insersio M. deltoideus kanan. WHO tetap
menganjurkan pemberian vaksin BCG di insersio M. deltoid kanan dan tidak di tempat
lain (bokong, paha), penyuntikan secara intradermal di daerah deltoid lebih mudah
dilakukan (tidak terdapat lemak subkutis yang tebal), ulkus yang terbentuk tidak
mengganggu struktur otot setempat (dibandingkan pemberian di daerah gluteal lateral
atau paha anterior) dan sebagai tanda baku untuk keperluan diagnosis apabila
diperlukan.
Vaksin BCG merupakan vaksin hidup, maka tidak diberikan pada pasien
imunokompromais (leukemia, dalam pengobatan steroid jangka panjang atau pada
infeksi HIV).
KIPI yang didapat setelah vaksinasi adalah papul merah yang kecil timbul dalam
waktu 1 – 3 minggu. Papul ini akan semakin lunak, hancur, dan menimbulkan parut.
Luka ini mungkin memakan waktu sampai 3 bulan untuk sembuh. Biarkan vaksinasi
sembuh sendiri dan pastikan agar tetap bersih dan kering.
5
2.3. DPT1,3
Vaksinasi Difteri
Jenis vaksin difteri yang diberikan harus sesuai dengan usia saat pemberian.
Sebagai imunisasi dasar, vaksin difteri diberikan bersamaan dengan imunisasi tetanus
dan pertusis, dalam bentuk vaksin DPT. Pada beberapa dekade terakhir, pemberian
vaksin DPT telah menjadi imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah. Vaksin DPT
(DtaP atau DTwP) diberikan untuk anak usia diatas 6 minggu sampai 7 tahun. Untuk
anak usia 7-18 tahun diberikan vaksin difteri dalam bentuk vaksin Td (Tetanus dan
Difteri) atau vaksin Tdap (tetanustoxoid, reduced diphteria toxoid, dan acellular
pertusis vaccine adsorbed). Vaksin Td diberikan juga pada anak dengan kontraindikasi
terhadap komponen pertusis dan dianjurkan pada anak usia lebih dari 7 tahun untuk
memperkecil kejadian ikutan pasca-imunisasi karena toxoid difteri.
Jadwal vaksinasi yang dianjurkan saat ini dimulai pada usia 2 bulan, melalui
suntikan intramuskular. Vaksin diberikan sebanyak 3 kali dengan selang waktu 6-8
minggu (usia 2-4-6 bulan). Ulangan pertama dilakukan 1 tahun sesudahnya (usia 15-18
bulan) dan ulangan kedua diberikan 3 tahun setelah ulangan yang pertama (4-6 tahun).
Dari laporan yang ada, daya proteksi vaksin difteri sebesar 98,45% setelah
suntikan yang ketiga, namun kekebalan yang terbentuk setelah imunisasi dasar hanya
bertahan selama 10 tahun, sehingga perlu diberikan booster setiap 10 tahun sekali.
Pemberian booster cukup dengan vaksin Td (tetanus dan difteri).
Dianjurkan memberikan booster pada usia 11 sampai dengan 12 tahun atau
minimal 5 tahun setelah pemberian terakhir. Setelah itu direkomendasikan untuk
memberikan booster setiap 10 tahun.
Jadwal vaksinasi untuk usia 7 - 18 tahun sebagai imunisasi primer dengan
menggunakan vaksin Td, yaitu 3 dosis dengan jarak 4 minggu diantara dosis pertama
dan kedua, dan 6 bulan diantara dosis kedua dan ketiga. Ikuti dengan dosis booster 6
bulan setelah dosis ketiga.
Reaksi KIPI dari vaksin DPT adalah terjadinya demam ringan dan reaksi lokal
berupa kemerahan, bengkak, dan nyeri pada lokasi suntikan. Demam yang timbul dapat
mengakibatkan kejang demam (sekitar 0,06%). Vaksin DPT tidak boleh diberikan pada
anak dengan riwayat alergi dan kejang pada pemberian vaksin yang pertama.
6
Vaksinasi Pertusis
Bayi baru lahir memiliki kekebalan terhadap pertusis yang didapat dari ibu,
namun kekebalan ini hanya bertahan sampai usia 4 bulan. Oleh karena itu, sebaiknya
anak usia kurang dari 1 tahun diberikan vaksin. Vaksin pertusis diberikan dalam bentuk
vaksin DPT (DTwP atau DtaP) dimulai pada saat bayi berusia 2 bulan melalui suntikan
ke dalam otot. Imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali dengan selang waktu 6-8
minggu (usia 2-4-6 bulan). Ulangan pertama dilakukan 1 tahun sesudahnya (usia 18
bulan) dan ulangan kedua diberikan 3 tahun setelah ulangan yang pertama (usia 4-6
tahun).
Pada awal pembuatan vaksin DPT, komponen pertusis yang digunakan
merupakan whole pertusis (DTwP), yaitu seluruh bakteri Bordetella pertusis yang telah
di non aktifkan. Namun, sejak tahun 1962 mulai beredear vaksin dengan menggunakan
fraksi sel/aselular (DtaP) yang mengandung satu atau lebih protein Bordetella pertusis.
Dengan penggunaan vaksin DtaP, ternyata efek samping, baik lokal maupun sistemik
yang ditimbulkan lebih rendah (75%) jika dibandingkan dengan vaksin DTwP. Vaksin
ini tidak dapat mencegah pertusis seluruhnya, namun terbukti dapat meperingan durasi
dan tingkat keparahan pertusis.
Reaksi KIPI adalah demam ringan dengan reaksi lokal berupa kemerahan,
bengkak, dan nyeri pada lokasi suntikan. Demam yang timbul dapat mengakibatkan
kejang demam (0,06%), anak gelisah dan menangis terus menerus selama beberapa jam
pasca suntikan (inconsolable crying). KIPI yang berat dapat terjadi ensefalopati akut
atau reaksi alergi berat (anafilaksis).
Vaksin tidak boleh diberikan pada anak dengan riwayat alergi berat dan
ensefalopati pada pemberian vaksin sebelumnya. Keadaan lain yang perlu mendapatkan
perhatian khusus adalah bila pada pemberian pertama dijumpai riwayat demam tinggi,
respon dan gerak yang kurang (hipotonik- hiporesponsif) dalam 48 jam, anak menangis
terus menerus selama 2 jam, dan riwayat kejang dalam 3 hari sesudah imunisasi DPT.
Vaksinasi Tetanus
Pada anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin DPT. DPT
diberikan satu seri yang terdiri atas 5 suntikan pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 15-18
bulan, dan terakhir saat sebelum masuk sekolah (4-6 tahun). Pemberian vaksin DPT
pada anak-anak harus ditunda jika anak mengalami demam tinggi, memiliki kelainan
saraf, atau mengalami gangguan pertumbuhan. KIPI pemberian vaksinasi tetanus
7
biasanya bersifat ringan, berupa rasa nyeri, warna kemerahan dan bengkak di tempat
penyuntikan, dan demam.
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap Difteri,
Tetanus dan Pertusis. Biasanya vaksin DPT atau DT diberikan dalam bentuk suntikan,
yang disuntikkan pada otot lengan atau paha secara intramuskular atau subkutan
sebanyak 0,5 ml.2
Imunisasi DPT diberikan 3 kali yaitu sejak umur 2 bulan (DPT I), umur 3 bulan
(DPT II) dan pada umur 4 bulan (DPT III) dengan selang waktu tidak kurang dari 4
minggu. Imunisasi DPT ulangan (DPT IV) diberikan 1 tahun setelah DPT III yaitu pada
umur 18-24 bulan dan DPT V diberikan pada saat usia prasekolah (5-6 tahun).
Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi awal, sebaiknya diberikan booster
vaksin DT pada usia 14-16 tahun dan kemudian dilanjutkan setiap 10 tahun karena
vaksin memberikan perlindungan selama 10 tahun dan setelah 10 tahun diberikan
booster. Hampir 85% anak yang mendapatkan minimal 3 kali suntikan yang
mengandung vaksin difteri, akan memberikan perlindungan terhadap difteri selama 10
tahun.2
Jika anak mengalami reaksi alergi terhadap vaksin pertusis, maka sebaiknya
diberikan DT, bukan DPT. Jika anak menderita penyakit yang lebih serius dari flu
ringan, imunisasi DPT bisa ditunda sampai anak sehat. Jika ada riwayat kejang,
penyakit otak atau perkembangannya abnormal, penyuntikan DPT sering ditunda
sampai kondisinya membaik atau kejangnya bisa dikendalikan.
Dosis vaksin DTP atau TT diberikan dengan dosis 0,5 ml secara intramuskular
baik pada imunisasi dasar maupun ulangan.
2.4. Polio1,3
Pada saat ini ada dua jenis vaksin polio yaitu OPV (oral polio vaccine) dan IPV
(inactivated polio vaccine). OPV diberikan 2 tetes melalui mulut, sedangkan IPV
diberikan melalui suntikan dengan dosis 0,5 ml dengan suntikan subkutan dalam 3 kali
di lengan dengan jarak 2 bulan. Vaksin polio oral diberikan pada bayi baru lahir
kemudian dilanjutkan dengan imunisasi dasar, diberikan pada usia 2, 4, dan 6 bulan.
Pada PIN (pekan imunisasi nasional) semua balita harus mendapat imunisasi tanpa
memandang status imunisasi kecuali pada penyakit dengan daya tahan tubuh menurun
8
(imunokompromais). Bila pemberiannya terlambat, jangan mengulang pemberiannya
dari awal tetapi lanjutkan dan lengkapi imunisasi sesuai dengan jadwal. Bagi ibu yang
anaknya diberikan OPV, diberikan 2 tetes dengan jadwal seperti imunisasi dasar.
Pemberian air susu ibu tidak berpengaruh terhadap respons pembentukan daya tahan
tubuh terhadap polio, jadi saat pemberian vaksin, anak tetap bisa minum ASI.
Imunisasi polio ulangan diberikan saat masuk sekolah (5-6 tahun) dan dosis
berikutnya diberikan pada usia 15-19 tahun. Sejak tahun 2007, semua calon jemaah haji
dan umroh dibawah usia 15 tahun harus mendapat 2 tetes OPV.
Pernah dilaporkan bahwa penyakit poliomielitis terjadi setelah pemberian vaksin
polio. Vaksin polio pada sebagian kecil orang dapat menimbulkan gejala pusing, diare
ringan, dan nyeri otot. Vaksinasi polio tidak dianjurkan diberikan ketika seseoarang
sedang demam, muntah, diare, sedang dalam pengobatan radioterapi atau obat penurun
daya tahan tubuh, kanker, penderita HIV, dan alergi pada vaksin polio.
OPV tidak diberikan pada bayi yang masih dirumah sakit karena OPV berisi
virus polio yang dilemahkan dan vaksin jenis ini bisa diekskresikan melalui tinja selama
6 minggu, sehingga bisa membahayakan bayi lain. Untuk bayi yang dirawat dirumah
sakit, disarankan pemberian IPV.
2.5. Campak
Vaksin campak merupakan bagian dari imunisasi rutin pada anak-anak. Vaksin
biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan dan campak jerman
(vaksin MMR). Jika hanya mengandung campak vaksin diberikan pada usia 9 bulan
dalam 1 dosis 0,5 ml subkutan dalam. Terdapat 2 jenis vaksin campak, yaitu vaksin
yang berasal dari virus campak hidup dan dilemahkan (tipe Edmonston-B) dan vaksin
yang berasal dari virus campak yang dimatikan (virus campak yang berada dalam
larutan formalin yang dicampur dengan garam aluminium).
Imunisasi ulangan juga dianjurkan dalam situasi tertentu :1
a. Mereka yang memperoleh imunisasi sebelum umur 1 tahun dan terbukti bahwa
potensi vaksin yang digunakan kurang baik (tampak peningkatan insidens
kegagalan vaksinasi). Pada anak-anak yang memperoleh imunisasi ketika berumur
12-14 bulan tidak disarankan mengulangi imunisasinya tetapi hal ini bukan kontra
indikasi
9
b. Apabila terdapat kejadian luar biasa peningkatan kasus campak, maka anak SD,
SLTP dan SLTA dapat diberikan imunisasi ulang
c. Setiap orang yang pernah memperoleh imunoglobulin
d. Seseorang yang tidak dapat menunjukkan catatan imunisasinya
Kontraindikasi bagi mereka yang sedang menderita demam tinggi, sedang
memperoleh pengobatan imunosupresif, hamil, memiliki riwayat alergi, sedang
memperoleh pengobatan imunoglobulin atau bahan-bahan berasal dari darah, alergi
terhadap protein telur.
2.6. MMR
Vaksin MMR diberikan pada usia 15-18 bulan dengan minimal interval 6 bulan
antara imunisasi campak dengan MMR. MMR diberikan minimal 1 bulan sebelum atau
sesudah penyuntikan imunisasi lain. Apabila seorang anak telah mendapat imunisasi
MMR pada usia 12-18 bulan dan diulang pada usia 6 tahun, imunisasi campak
(monovalen) tambahan pada usia 6 tahun tidak perlu lagi diberikan. Bila imunisasi
ulangan (booster) belum diberikan setelah berusia 6 tahun, berikan vaksin
campak/MMR kapan saja saat bertemu. Pada prinsipnya, berikan imunisai campak 2
kali atau MMR 2 kali.
2.7. HiB
IMUNISASI HiB dapat berupa vaksin PRP-T (konjugasi) diberikan pada usia 2,
4, dan 6 bulan, dan diulang pada usia 18 bulan. Vaksin HiB juga dapat diberikan dalam
bentuk vaksin kombinasi. Apabila anak datang pada usia 1-5 tahun, HiB hanya
diberikan 1 kali. Anak di atas usia 5 tahun tidak perlu diberikan karena penyakit ini
hanya menyerang anak dibawah usia 5 tahun. Saat ini, imunisasi HiB telah telah masuk
program pemerintah, yaitu vaksin Pentabio produksi Bio Farma, vaksin HiB diberikan
bersama DPT, Hepatitis B.5
2.8. Pneumokokus
Imunisasi yang penting lainnya yaitu imunisasi Pneumokokus untuk mencegah
infeksi kuman pneumokokus salah satu penyebab penting dari radang telinga,
pneumonia, meningitis dan beredarnya bakteri dalam darah. Sayangnya, imunisasi ini
belum masuk program pemerintah.
10
Imunisasi pneumokokus diberikan tergantung usia pasien (Table 3).
Usia Dosis dan Interval Ulangan2 – 6 bulan 3 dosis, interval 6 –
8 minggu1 dosis, 12 – 15 bulan
7 – 11 bulan 2 dosis, interval 6 – 8 minggu
1 dosis, 12 – 15 bulan
12 – 23 bulan 2 dosis, interval 6 – 8 minggu
> 24 bulan 1 dosis
2.9. Rotavirus
Angka kejadian kematian diare masih tinggi di Indonesia dan untuk mencegah
diare karena rotavirus, digunakan vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus yang beredar di
Indonesia saat ini ada 2 macam. Pertama Rotateq diberikan sebanyak 3 dosis:
pemberian pertama pada usia 6-14 minggu dan pemberian ke-2 setelah 4-8 minggu
kemudian, dan dosisi ke-3 maksimal pada usia 8 bulan. Kedua, Rotarix diberikan 2
dosis: dosis pertama diberikan pada usia 10 minggu dan dosis kedua pada usia 14
minggu (maksimal pada usia 6 bulan). Apabila bayi belum diimunisasi pada usia lebih
dari 6-8 bulan, maka tidak perlu diberikan karena belum ada studi keamanannya. 5
2.10. Influenza
Vaksin influenza diberikan dengan dosis tergantung usia anak. Pada usia 6-35
bulan cukup 0,25 mL. Anak usia >3 tahun, diberikan 0,5 mL. Pada anak berusia <8
tahun, untuk pemberian pertama kali diperlukan 2 dosis dengan interval minimal 4-6
minggu, sedangkan bila anak berusia >8 tahun, maka dosis pertama cukup 1 dosisi saja.
2.11. Varisela
Vaksin varisela (cacar air) diberikan pada usia >1 tahun, sebanyak 1 kali. Untuk
anak berusia >13 tahun atau pada dewasa, diberikan 2 kali dengan interval 4-8 minggu.
Apabila terlambat, berikan kapan pun saat pasien datang, karena imunisasi ini bisa
diberikan sampai dewasa. 5
11
Tabel 3. Jadwal dan Dosis Pemberian Imunisasi Pneumokokus
2.12. Hepatitis A & Tifoid
Imunisasi hepatitis A dan tifoid diberikan pada usia lebih dari 2 tahun. Imunisasi
hepatitis A diberikan sebanyak 2 dosis dengan interval 6-12 bulan. Imunisasi tifoid
diberikan pada usia lebih dari 2 tahun, dengan ulangan setiap 3 tahun. Vaksin tifoid
merupakan vaksin polisakarida sehingga di atas usia 2 tahun.
Vaksin oral: berasal dari kuman Salmonella typhi yang dilemahkan. Disimpan
dalam suhu 2-8oC dan dikemas dalam bentuk kapsul. Vaksin oral diberikan pada saat
anak berusia 6 tahun atau lebih sebanyak 4 kapsul dengan jarak setiap 1 hari (hari 1-3-5-
7). Pemberiannya dapat diulang tiap 5 tahun. Respon imun akan terbentuk 10-14 hari
setelah dosis terakhir.
Yang perlu diperhatikan dalam pemberian vaksin ini adalah tidak boleh
dilakukan saat sedang demam, tidak boleh dilakukan pada orang dengan penurunan
sistem kekebalan tubuh (HIV, keganasan, sedang kemoterapi atau sedang terapi steroid)
dan riwayat anafilaksis, tidak boleh kepada orang yang alergi gelatin.
KIPI yang ditimbulkan oleh vaksin ini cukup ringan, yaitu muntah, diare,
demam, dan sakit kepala. Dengan efektivitas vaksin yang lebih tinggi dan disertai efek
samping yang lebih rendah daripada jenis vaksin tifoid lainnya, maka vaksin tifoid oral
ini merupakan pilihan utama. Sayangnya, vaksin oral belum tersedia di Indonesia.
Vaksin parenteral: berasal dari polisakarida Vi dari kapsul salmonella typhi,
yang dimatikan. Susunan vaksin polisakarida setiap 0,5 ml mengandung kuman
Salmonella typhi, polisakarida 0,025 mg, fenol dan larutan bufer yang mengandung
natrium klorida, disodium fosfat, monosodium fosfat dan pelarut untuk suntikan.
Disimpan dalam suhu 2-8oC dan tidak boleh dibekukan. Diberikan pada anak berusia 2
tahun atau lebih. Satu dosis dapat diberikan setiap 2-3 tahun. Dilakukan secara
intramuskular atau subkutan di deltoid atau paha atas. Respon imunitas akan terbentuk
dalam 15 hari sampai 3 minggu setelah imunisasi.
Keadaan yang dihindarkan saat pemberian vaksin adalah jangan diberikan
sewaktu demam, riwayat alergi, dan keadaan penyakit akut. KIPI yang timbul berupa
demam, pusing, sakit kepala, nyeri sendi, nyeri otot tempat suntikan.
12
BAB III
KESIMPULAN
Upaya pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan banyak cara. Salah satunya
adalah dengan meningkatkan kekebalan atau imunitas tubuh dalam menghadapi
ancaman penyakit yang dilakukan dengan pemberian imunisasi. Imunisasi dasar pada
anak usia dibawah 2 tahun sangat penting untuk dilakukan oleh karena bisa menurunkan
angka kesakitan dan kematian yang seharusnya dapat dicegah walaupun imunisasi tidak
menjamin 100% bahwa seseorang tidak akan terjangkit penyakit tersebut.
Dalam hal ini maka harus terus digalakkan program imunisasi kepada
masyarakat luas sehingga masyarakat menyadari pentingnya imunisasi dan mau
membawa anaknya untuk melakukan imunisasi, khususnya imunisasi yang diwajibkan.
Jika imunitas pada masyarakat tinggi, maka risiko terjadinya penularan dan wabah juga
akan berkurang.
13