20
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan bayi dan anak dengan memasukan vaksin ke dalam tubuh agar membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Angka kesakitan bayi di Indonesia relatif masih cukup tinggi, meskipun menunjukkan penurunan dalam satu dekade terakhir. Imunisasi dikatakan lengkap apabila mendapat BCG 1 kali, DPT 3 kali, Hepatitis 3 kali, Campak 1 kali, dan Polio 4 kali. Bayi yang tidak mendapat imunisasi secara lengkap dapat mengalami berbagai penyakit, misalnya difteri, tetanus, campak, polio, dan sebagainya. Oleh karena itu, imunisasi harus diberikan dengan lengkap sesuai jadwal. Imunisasi secara lengkap dapat mencegah terjadinya berbagai penyakit tersebut. 2 Pemerintah telah memberikan berbagai upaya dan kebijakan dalam bidang kesehatan untuk menekan angka kesakitan, namun masyarakat belum bisa memanfaatkannya secara optimal karena ada sebagian ibu yang memiliki persepsi bahwa tanpa imunisasi anaknya juga dapat tumbuh dengan sehat. 3 Dalam lingkup pelayanan kesehatan, bidang preventif merupakan prioritas utama. Imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Imunisasi 1

Referat Imunisasi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pediatri

Citation preview

Page 1: Referat Imunisasi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan bayi dan anak dengan

memasukan vaksin ke dalam tubuh agar membuat zat anti untuk mencegah terhadap

penyakit tertentu.

Angka kesakitan bayi di Indonesia relatif masih cukup tinggi, meskipun

menunjukkan penurunan dalam satu dekade terakhir. Imunisasi dikatakan lengkap

apabila mendapat BCG 1 kali, DPT 3 kali, Hepatitis 3 kali, Campak 1 kali, dan Polio 4

kali. Bayi yang tidak mendapat imunisasi secara lengkap dapat mengalami berbagai

penyakit, misalnya difteri, tetanus, campak, polio, dan sebagainya. Oleh karena itu,

imunisasi harus diberikan dengan lengkap sesuai jadwal. Imunisasi secara lengkap

dapat mencegah terjadinya berbagai penyakit tersebut.2

Pemerintah telah memberikan berbagai upaya dan kebijakan dalam bidang

kesehatan untuk menekan angka kesakitan, namun masyarakat belum bisa

memanfaatkannya secara optimal karena ada sebagian ibu yang memiliki persepsi

bahwa tanpa imunisasi anaknya juga dapat tumbuh dengan sehat.3

Dalam lingkup pelayanan kesehatan, bidang preventif merupakan prioritas

utama. Imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif

dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Imunisasi merupakan hal

mutlak yang perlu diberikan pada bayi. Imunisasi adalah sarana untuk mencegah

penyakit berbahaya, yang dapat menimbulkan kematian pada bayi. Penurunan insiden

penyakit menular telah terjadi berpuluh-puluh tahun yang lampau di negara-negara

maju yang telah melakukan imunisasi dengan teratur dengan cakupan yang luas.

Dengan melakukan imunisasi terhadap seorang anak, tidak hanya memberikan

perlindungan pada anak tersebut tetapi juga berdampak kepada anak lainnya karena

terjadi tingkat imunitas umum yang meningkat dan mengurangi penyebaran infeksi.

Banyak penyakit menular yang bisa menyebabkan gangguan serius pada perkembangan

fisik dan mental anak. Imunisasi bisa melindungi anak-anak dari penyakit melalui

vaksinasi yang bisa berupa suntikan atau melalui mulut.

1

Page 2: Referat Imunisasi

1.2. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui dan memahami pentingnya imunisasi sebagai upaya pencegahan

primer terhadap suatu penyakit.

2. Mengetahui kapan seharusnya imunisasi dilakukan dan seberapa pentingnya

imunisasi harus didapatkan.

3. Memahami dan dapat mempraktekan cara-cara pemberian imunisasi.

2

Page 3: Referat Imunisasi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bayi baru lahir hingga berusia 1 tahun, imunisasi dasar wajib dipenuhi untuk

memberikan kekebalan terhadap penyakit yang berbahaya pada awal masa anak. Saat

anak berusia 1-4 tahun, imunisasi ulangan bertujuan untuk memperpanjang masa

kekebalan imunisasi dasar tersebut. Masa ini juga berfungsi untuk melengkapu

imunisasi yang belum lengkap (catch up immunization). Imunisasi diulang pada usia

sekolah (5-12 tahun) dan usia remaja 13-18 tahun sambil melengkapi imunisasi. 

Kelompok Umur Jenis ImunisasiLahir – 1 tahun BCG, polio, hepatitis B, DPT,

campak, HiB, pneumokokus, rotavirus

1 – 4 tahun DPT, polio, MMR, tifoid, hepatitis A, varisela, influenza, HiB, pneumokokus

5 – 12 tahun DPT, polio, campak, MMR, tifoid, Hepatitis A, varisela, influenza, pneumokokus

12 – 18 tahun TT, hepatitis B, (MM)R, tifoid, hepatitis A, varisela, influenza, pneumokokus, HPV

Lansia Influenza, pneumokokus

Vaksin adalah mikroorganisme bakteri, virus atau riketsia) atau toksoid yang

diubah ( dilemahkan atau diamtikan) sedemikian rupa sehingga patogenisitas atau

toksisitasnya hilang, tetapi tetap mengandung sifat antigenisitas. Bila vaksin diberikan

kepada manusia maka akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap

penyakit tertentu.

IMUNISASI yang wajib diberikan adalah imunisasi yang telah menjadi suatu

komitmen global. Artinya, imunisasi tersebut harus diberikan oleh semua negara di

dunia seperti program pemberantasan penyakit polio, tetanus, pertusis, campak, Hib,

hepatitis B, dan rotavirus. Imunisasi BCG hanya dianjurkan bagi negara endemis.

3

Tabel 1.  Jenis Vaksin Sesuai Kelompok Umur

Page 4: Referat Imunisasi

2.1. Hepatitis B1,3

Di Indonesia, vaksinasi hepatitis B merupakan vaksinasi wajib bagi bayi dan

anak karena pola penularannya bersifat vertikal. Ada berbagai jenis pilihan vaksin yang

diproduksi oleh beberapa perusahaan farmasi dan dosis serta cara pemberiannya

sebagaimana dapat dilihat pada tabel 2.

Nama Dagang

Produsen Cara Pemberian

Dosis Interval Pemberian

Engerix B GSK IM AnakDewasa

10 mcg20 mcg

Bulan ke-0,1,6

Euvax Sanofi pasteur

IM AnakDewasa

10 mcg20 mcg

Bulan ke-0,1,6

HB VAX II

MSD IM AnakDewasa

10 mcg20 mcg

Bulan ke-0,1,6

Hepavax Gene

Kalbuitech IM AnakDewasa

10 mcg20 mcg

Bulan ke-0,1,6

Hepatitis B

Bio Farma IM Anak 10 mcg20 mcg

Bulan ke-0,1,6

Secara umum, vaksin diberikan 3 kali pemberian, disuntikan secara dalam (sampai ke

otot). Vaksinasi diberikan dengan jadwal 0, 1, 6 bulan (kontak pertama, 1 bulan, dan 6

bulan kemudian). Khusus vaksinasi bayi baru lahir diberikan dengan jadwal berikut :

1. Dosis pertama : sebelum umur 12 jam

2. Dosis kedua : umur 1-2 bulan

3. Dosis ketiga : umur 6 bulan

Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah meperoleh imunisasi

hepatitis B, maka secepatnya diberikan. Untuk ibu dengan HbsAg positif, selain vaksin

hepatitis B diberikan juga hepatitis B immunoglobulin (HBIg) 0,5 ml disisi tubuh yang

berbeda dalam 12 jam setelah lahir. Sebab, Hepatitis B imunoglobulin (HBIg) dalam

waktu singkat segera memberikan proteksi meskipun hanya jangka pendek (3-6 bulan).

Reaksi KIPI yang sering terjadi umumnya berupa reaksi lokal yang ringan dan

bersifat sementara, terkadang dapat menimbulkan demam ringan untuk 1-2 hari. Sampai

4

Tabel 2. Produsen, Jenis, Cara pemberian, Dosis, dan Interval Pemberian Vaksin

Hepatitis B (Ali sulaiman dan J. Sundoro,2007)

Page 5: Referat Imunisasi

saat ini tidak ada kontraindikasi absolut pemberian vaksin Hepatitis B. Kehamilan dan

laktasi bukan kontraindikasi vaksin Hepatitis B.

 

2.2. BCG1,3,4

Adalah vaksin hidup yang dibuat dari Mycobacterium bovis dibiak berulang

selama 1-3 tahun sehingga di dapat basil yang tidak virulen tetapi masih mempunyai

imunogenitas.Vaksin BCG merupakan vaksin hidup yang memberi perlindungan

terhadap penyakit TB. Vaksin TB tidak mencegah infeksi TB, tetapi mencegah infeksi

TB berat (meningitis TB dan TB milier). Vaksin BCG membutuhkan waktu 6-12

minggu untuk menghasilkan efek (perlindungan) kekebalannya. Vaksinasi BCG

memberikan proteksi yang bervariasi antara 50-80% terhadap tuberkulosis. Pemberian

vaksinasi BCG sangat bermanfaat bagi anak.

Di Indonesia, vaksin BCG merupakan vaksin yang diwajibkan pemerintah.

Vaksin ini diberikan pada bayi yang baru lahir dan sebaiknya diberikan pada umur

sebelum 2 bulan. Vaksin BCG juga diberikan pada anak usia 1-15 tahun yang belum

divaksinasi (tidak ada catatan atau tidak ada scar).

Dosis untuk bayi kurang dari 1 tahun adalah untuk 0,05 ml dan untuk anak 0,10

ml, diberikan secara intrakutan di daerah insersio M. deltoideus kanan. WHO tetap

menganjurkan pemberian vaksin BCG di insersio M. deltoid kanan dan tidak di tempat

lain (bokong, paha), penyuntikan secara intradermal di daerah deltoid lebih mudah

dilakukan (tidak terdapat lemak subkutis yang tebal), ulkus yang terbentuk tidak

mengganggu struktur otot setempat (dibandingkan pemberian di daerah gluteal lateral

atau paha anterior) dan sebagai tanda baku untuk keperluan diagnosis apabila

diperlukan.

Vaksin BCG merupakan vaksin hidup, maka tidak diberikan pada pasien

imunokompromais (leukemia, dalam pengobatan steroid jangka panjang atau pada

infeksi HIV).

KIPI yang didapat setelah vaksinasi adalah papul merah yang kecil timbul dalam

waktu 1 – 3 minggu. Papul ini akan semakin lunak, hancur, dan menimbulkan parut.

Luka ini mungkin memakan waktu sampai 3 bulan untuk sembuh. Biarkan vaksinasi

sembuh sendiri dan pastikan agar tetap bersih dan kering. 

5

Page 6: Referat Imunisasi

2.3. DPT1,3

Vaksinasi Difteri

Jenis vaksin difteri yang diberikan harus sesuai dengan usia saat pemberian.

Sebagai imunisasi dasar, vaksin difteri diberikan bersamaan dengan imunisasi tetanus

dan pertusis, dalam bentuk vaksin DPT. Pada beberapa dekade terakhir, pemberian

vaksin DPT telah menjadi imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah. Vaksin DPT

(DtaP atau DTwP) diberikan untuk anak usia diatas 6 minggu sampai 7 tahun. Untuk

anak usia 7-18 tahun diberikan vaksin difteri dalam bentuk vaksin Td (Tetanus dan

Difteri) atau vaksin Tdap (tetanustoxoid, reduced diphteria toxoid, dan acellular

pertusis vaccine adsorbed). Vaksin Td diberikan juga pada anak dengan kontraindikasi

terhadap komponen pertusis dan dianjurkan pada anak usia lebih dari 7 tahun untuk

memperkecil kejadian ikutan pasca-imunisasi karena toxoid difteri.

Jadwal vaksinasi yang dianjurkan saat ini dimulai pada usia 2 bulan, melalui

suntikan intramuskular. Vaksin diberikan sebanyak 3 kali dengan selang waktu 6-8

minggu (usia 2-4-6 bulan). Ulangan pertama dilakukan 1 tahun sesudahnya (usia 15-18

bulan) dan ulangan kedua diberikan 3 tahun setelah ulangan yang pertama (4-6 tahun).

Dari laporan yang ada, daya proteksi vaksin difteri sebesar 98,45% setelah

suntikan yang ketiga, namun kekebalan yang terbentuk setelah imunisasi dasar hanya

bertahan selama 10 tahun, sehingga perlu diberikan booster setiap 10 tahun sekali.

Pemberian booster cukup dengan vaksin Td (tetanus dan difteri).

Dianjurkan memberikan booster pada usia 11 sampai dengan 12 tahun atau

minimal 5 tahun setelah pemberian terakhir. Setelah itu direkomendasikan untuk

memberikan booster setiap 10 tahun.

Jadwal vaksinasi untuk usia 7 - 18 tahun sebagai imunisasi primer dengan

menggunakan vaksin Td, yaitu 3 dosis dengan jarak 4 minggu diantara dosis pertama

dan kedua, dan 6 bulan diantara dosis kedua dan ketiga. Ikuti dengan dosis booster 6

bulan setelah dosis ketiga.

Reaksi KIPI dari vaksin DPT adalah terjadinya demam ringan dan reaksi lokal

berupa kemerahan, bengkak, dan nyeri pada lokasi suntikan. Demam yang timbul dapat

mengakibatkan kejang demam (sekitar 0,06%). Vaksin DPT tidak boleh diberikan pada

anak dengan riwayat alergi dan kejang pada pemberian vaksin yang pertama.

6

Page 7: Referat Imunisasi

Vaksinasi Pertusis

Bayi baru lahir memiliki kekebalan terhadap pertusis yang didapat dari ibu,

namun kekebalan ini hanya bertahan sampai usia 4 bulan. Oleh karena itu, sebaiknya

anak usia kurang dari 1 tahun diberikan vaksin. Vaksin pertusis diberikan dalam bentuk

vaksin DPT (DTwP atau DtaP) dimulai pada saat bayi berusia 2 bulan melalui suntikan

ke dalam otot. Imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali dengan selang waktu 6-8

minggu (usia 2-4-6 bulan). Ulangan pertama dilakukan 1 tahun sesudahnya (usia 18

bulan) dan ulangan kedua diberikan 3 tahun setelah ulangan yang pertama (usia 4-6

tahun).

Pada awal pembuatan vaksin DPT, komponen pertusis yang digunakan

merupakan whole pertusis (DTwP), yaitu seluruh bakteri Bordetella pertusis yang telah

di non aktifkan. Namun, sejak tahun 1962 mulai beredear vaksin dengan menggunakan

fraksi sel/aselular (DtaP) yang mengandung satu atau lebih protein Bordetella pertusis.

Dengan penggunaan vaksin DtaP, ternyata efek samping, baik lokal maupun sistemik

yang ditimbulkan lebih rendah (75%) jika dibandingkan dengan vaksin DTwP. Vaksin

ini tidak dapat mencegah pertusis seluruhnya, namun terbukti dapat meperingan durasi

dan tingkat keparahan pertusis.

Reaksi KIPI adalah demam ringan dengan reaksi lokal berupa kemerahan,

bengkak, dan nyeri pada lokasi suntikan. Demam yang timbul dapat mengakibatkan

kejang demam (0,06%), anak gelisah dan menangis terus menerus selama beberapa jam

pasca suntikan (inconsolable crying). KIPI yang berat dapat terjadi ensefalopati akut

atau reaksi alergi berat (anafilaksis).

Vaksin tidak boleh diberikan pada anak dengan riwayat alergi berat dan

ensefalopati pada pemberian vaksin sebelumnya. Keadaan lain yang perlu mendapatkan

perhatian khusus adalah bila pada pemberian pertama dijumpai riwayat demam tinggi,

respon dan gerak yang kurang (hipotonik- hiporesponsif) dalam 48 jam, anak menangis

terus menerus selama 2 jam, dan riwayat kejang dalam 3 hari sesudah imunisasi DPT.

Vaksinasi Tetanus

Pada anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin DPT. DPT

diberikan satu seri yang terdiri atas 5 suntikan pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 15-18

bulan, dan terakhir saat sebelum masuk sekolah (4-6 tahun). Pemberian vaksin DPT

pada anak-anak harus ditunda jika anak mengalami demam tinggi, memiliki kelainan

saraf, atau mengalami gangguan pertumbuhan. KIPI pemberian vaksinasi tetanus

7

Page 8: Referat Imunisasi

biasanya bersifat ringan, berupa rasa nyeri, warna kemerahan dan bengkak di tempat

penyuntikan, dan demam.

Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap Difteri,

Tetanus dan Pertusis. Biasanya vaksin DPT atau DT diberikan dalam bentuk suntikan,

yang disuntikkan pada otot lengan atau paha secara intramuskular atau subkutan

sebanyak 0,5 ml.2

Imunisasi DPT diberikan 3 kali yaitu sejak umur 2 bulan (DPT I), umur 3 bulan

(DPT II) dan pada umur 4 bulan (DPT III) dengan selang waktu tidak kurang dari 4

minggu. Imunisasi DPT ulangan (DPT IV) diberikan 1 tahun setelah DPT III yaitu pada

umur 18-24 bulan dan DPT V diberikan pada saat usia prasekolah (5-6 tahun).

Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi awal, sebaiknya diberikan booster

vaksin DT pada usia 14-16 tahun dan kemudian dilanjutkan setiap 10 tahun karena

vaksin memberikan perlindungan selama 10 tahun dan setelah 10 tahun diberikan

booster. Hampir 85% anak yang mendapatkan minimal 3 kali suntikan yang

mengandung vaksin difteri, akan memberikan perlindungan terhadap difteri selama 10

tahun.2

Jika anak mengalami reaksi alergi terhadap vaksin pertusis, maka sebaiknya

diberikan DT, bukan DPT. Jika anak menderita penyakit yang lebih serius dari flu

ringan, imunisasi DPT bisa ditunda sampai anak sehat. Jika ada riwayat kejang,

penyakit otak atau perkembangannya abnormal, penyuntikan DPT sering ditunda

sampai kondisinya membaik atau kejangnya bisa dikendalikan.

Dosis vaksin DTP atau TT diberikan dengan dosis 0,5 ml secara intramuskular

baik pada imunisasi dasar maupun ulangan. 

2.4. Polio1,3

Pada saat ini ada dua jenis vaksin polio yaitu OPV (oral polio vaccine) dan IPV

(inactivated polio vaccine). OPV diberikan 2 tetes melalui mulut, sedangkan IPV

diberikan melalui suntikan dengan dosis 0,5 ml dengan suntikan subkutan dalam 3 kali

di lengan dengan jarak 2 bulan. Vaksin polio oral diberikan pada bayi baru lahir

kemudian dilanjutkan dengan imunisasi dasar, diberikan pada usia 2, 4, dan 6 bulan.

Pada PIN (pekan imunisasi nasional) semua balita harus mendapat imunisasi tanpa

memandang status imunisasi kecuali pada penyakit dengan daya tahan tubuh menurun

8

Page 9: Referat Imunisasi

(imunokompromais). Bila pemberiannya terlambat, jangan mengulang pemberiannya

dari awal tetapi lanjutkan dan lengkapi imunisasi sesuai dengan jadwal. Bagi ibu yang

anaknya diberikan OPV, diberikan 2 tetes dengan jadwal seperti imunisasi dasar.

Pemberian air susu ibu tidak berpengaruh terhadap respons pembentukan daya tahan

tubuh terhadap polio, jadi saat pemberian vaksin, anak tetap bisa minum ASI.

Imunisasi polio ulangan diberikan saat masuk sekolah (5-6 tahun) dan dosis

berikutnya diberikan pada usia 15-19 tahun. Sejak tahun 2007, semua calon jemaah haji

dan umroh dibawah usia 15 tahun harus mendapat 2 tetes OPV.

Pernah dilaporkan bahwa penyakit poliomielitis terjadi setelah pemberian vaksin

polio. Vaksin polio pada sebagian kecil orang dapat menimbulkan gejala pusing, diare

ringan, dan nyeri otot. Vaksinasi polio tidak dianjurkan diberikan ketika seseoarang

sedang demam, muntah, diare, sedang dalam pengobatan radioterapi atau obat penurun

daya tahan tubuh, kanker, penderita HIV, dan alergi pada vaksin polio.

OPV tidak diberikan pada bayi yang masih dirumah sakit karena OPV berisi

virus polio yang dilemahkan dan vaksin jenis ini bisa diekskresikan melalui tinja selama

6 minggu, sehingga bisa membahayakan bayi lain. Untuk bayi yang dirawat dirumah

sakit, disarankan pemberian IPV. 

2.5. Campak

Vaksin campak merupakan bagian dari imunisasi rutin pada anak-anak. Vaksin

biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan dan campak jerman

(vaksin MMR). Jika hanya mengandung campak vaksin diberikan pada usia 9 bulan

dalam 1 dosis 0,5 ml subkutan dalam. Terdapat 2 jenis vaksin campak, yaitu vaksin

yang berasal dari virus campak hidup dan dilemahkan (tipe Edmonston-B) dan vaksin

yang berasal dari virus campak yang dimatikan (virus campak yang berada dalam

larutan formalin yang dicampur dengan garam aluminium).

Imunisasi ulangan juga dianjurkan dalam situasi tertentu :1

a. Mereka yang memperoleh imunisasi sebelum umur 1 tahun dan terbukti bahwa

potensi vaksin yang digunakan kurang baik (tampak peningkatan insidens

kegagalan vaksinasi). Pada anak-anak yang memperoleh imunisasi ketika berumur

12-14 bulan tidak disarankan mengulangi imunisasinya tetapi hal ini bukan kontra

indikasi

9

Page 10: Referat Imunisasi

b. Apabila terdapat kejadian luar biasa peningkatan kasus campak, maka anak SD,

SLTP dan SLTA dapat diberikan imunisasi ulang

c. Setiap orang yang pernah memperoleh imunoglobulin

d. Seseorang yang tidak dapat menunjukkan catatan imunisasinya

Kontraindikasi bagi mereka yang sedang menderita demam tinggi, sedang

memperoleh pengobatan imunosupresif, hamil, memiliki riwayat alergi, sedang

memperoleh pengobatan imunoglobulin atau bahan-bahan berasal dari darah, alergi

terhadap protein telur.

2.6. MMR

Vaksin MMR diberikan pada usia 15-18 bulan dengan minimal interval 6 bulan

antara imunisasi campak dengan MMR.  MMR diberikan minimal 1 bulan sebelum atau

sesudah penyuntikan imunisasi lain. Apabila seorang anak telah mendapat imunisasi

MMR pada usia 12-18 bulan dan diulang pada usia 6 tahun, imunisasi campak

(monovalen) tambahan pada usia 6 tahun tidak perlu lagi diberikan. Bila imunisasi

ulangan (booster) belum diberikan setelah berusia 6 tahun, berikan vaksin

campak/MMR kapan saja saat bertemu. Pada prinsipnya, berikan imunisai campak 2

kali atau MMR 2 kali.

2.7. HiB

IMUNISASI HiB dapat berupa vaksin PRP-T (konjugasi) diberikan pada usia 2,

4, dan 6 bulan, dan diulang pada usia 18 bulan. Vaksin HiB juga dapat diberikan dalam

bentuk vaksin kombinasi. Apabila anak datang pada usia 1-5 tahun, HiB hanya

diberikan 1 kali. Anak di atas usia 5 tahun tidak perlu diberikan karena penyakit ini

hanya menyerang anak dibawah usia 5 tahun. Saat ini, imunisasi HiB telah telah masuk

program pemerintah, yaitu vaksin Pentabio produksi Bio Farma, vaksin HiB diberikan

bersama DPT, Hepatitis B.5

2.8. Pneumokokus

Imunisasi yang penting lainnya yaitu imunisasi Pneumokokus untuk mencegah

infeksi kuman pneumokokus salah satu penyebab penting dari radang telinga,

pneumonia, meningitis dan beredarnya bakteri dalam darah. Sayangnya, imunisasi ini

belum masuk program pemerintah.

10

Page 11: Referat Imunisasi

Imunisasi pneumokokus diberikan tergantung usia pasien (Table 3).

 Usia Dosis dan Interval Ulangan2 – 6 bulan 3 dosis, interval 6 –

8 minggu1 dosis,  12 – 15 bulan

7 – 11 bulan 2 dosis, interval 6 – 8 minggu

1 dosis, 12 – 15 bulan

12 – 23 bulan 2 dosis,  interval 6 – 8 minggu

 

> 24 bulan 1 dosis    

2.9. Rotavirus

Angka kejadian kematian diare masih tinggi di Indonesia dan untuk mencegah

diare karena rotavirus, digunakan vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus yang beredar di

Indonesia saat ini ada 2 macam. Pertama Rotateq diberikan sebanyak 3 dosis:

pemberian pertama pada usia 6-14 minggu dan pemberian ke-2 setelah 4-8 minggu

kemudian, dan dosisi ke-3 maksimal pada usia 8 bulan. Kedua, Rotarix diberikan 2

dosis: dosis pertama diberikan pada usia 10 minggu dan dosis kedua pada usia 14

minggu (maksimal pada usia 6 bulan). Apabila bayi belum diimunisasi pada usia lebih

dari 6-8 bulan, maka tidak perlu diberikan karena belum ada studi keamanannya. 5

 2.10. Influenza

Vaksin influenza diberikan dengan dosis tergantung usia anak. Pada usia 6-35

bulan cukup 0,25 mL. Anak usia >3 tahun, diberikan 0,5 mL. Pada anak berusia <8

tahun, untuk pemberian pertama kali diperlukan 2 dosis dengan interval minimal 4-6

minggu, sedangkan bila anak berusia >8 tahun, maka dosis pertama cukup 1 dosisi saja.

2.11. Varisela

Vaksin varisela (cacar air) diberikan pada usia >1 tahun, sebanyak 1 kali. Untuk

anak berusia >13 tahun atau pada dewasa, diberikan 2 kali dengan interval 4-8 minggu.

Apabila terlambat, berikan kapan pun saat pasien datang, karena imunisasi ini bisa

diberikan sampai dewasa. 5

 

11

Tabel 3. Jadwal dan Dosis Pemberian Imunisasi Pneumokokus

Page 12: Referat Imunisasi

2.12. Hepatitis A & Tifoid

Imunisasi hepatitis A dan tifoid diberikan pada usia lebih dari 2 tahun. Imunisasi

hepatitis A diberikan sebanyak 2 dosis dengan interval 6-12 bulan. Imunisasi tifoid

diberikan pada usia lebih dari 2 tahun, dengan ulangan setiap 3 tahun. Vaksin tifoid

merupakan vaksin polisakarida sehingga di atas usia 2 tahun.

Vaksin oral: berasal dari kuman Salmonella typhi yang dilemahkan. Disimpan

dalam suhu 2-8oC dan dikemas dalam bentuk kapsul. Vaksin oral diberikan pada saat

anak berusia 6 tahun atau lebih sebanyak 4 kapsul dengan jarak setiap 1 hari (hari 1-3-5-

7). Pemberiannya dapat diulang tiap 5 tahun. Respon imun akan terbentuk 10-14 hari

setelah dosis terakhir.

Yang perlu diperhatikan dalam pemberian vaksin ini adalah tidak boleh

dilakukan saat sedang demam, tidak boleh dilakukan pada orang dengan penurunan

sistem kekebalan tubuh (HIV, keganasan, sedang kemoterapi atau sedang terapi steroid)

dan riwayat anafilaksis, tidak boleh kepada orang yang alergi gelatin.

KIPI yang ditimbulkan oleh vaksin ini cukup ringan, yaitu muntah, diare,

demam, dan sakit kepala. Dengan efektivitas vaksin yang lebih tinggi dan disertai efek

samping yang lebih rendah daripada jenis vaksin tifoid lainnya, maka vaksin tifoid oral

ini merupakan pilihan utama. Sayangnya, vaksin oral belum tersedia di Indonesia.

Vaksin parenteral: berasal dari polisakarida Vi dari kapsul salmonella typhi,

yang dimatikan. Susunan vaksin polisakarida setiap 0,5 ml mengandung kuman

Salmonella typhi, polisakarida 0,025 mg, fenol dan larutan bufer yang mengandung

natrium klorida, disodium fosfat, monosodium fosfat dan pelarut untuk suntikan.

Disimpan dalam suhu 2-8oC dan tidak boleh dibekukan. Diberikan pada anak berusia 2

tahun atau lebih. Satu dosis dapat diberikan setiap 2-3 tahun. Dilakukan secara

intramuskular atau subkutan di deltoid atau paha atas. Respon imunitas akan terbentuk

dalam 15 hari sampai 3 minggu setelah imunisasi.

Keadaan yang dihindarkan saat pemberian vaksin adalah jangan diberikan

sewaktu demam, riwayat alergi, dan keadaan penyakit akut. KIPI yang timbul berupa

demam, pusing, sakit kepala, nyeri sendi, nyeri otot tempat suntikan.

12

Page 13: Referat Imunisasi

BAB III

KESIMPULAN

Upaya pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan banyak cara. Salah satunya

adalah dengan meningkatkan kekebalan atau imunitas tubuh dalam menghadapi

ancaman penyakit yang dilakukan dengan pemberian imunisasi. Imunisasi dasar pada

anak usia dibawah 2 tahun sangat penting untuk dilakukan oleh karena bisa menurunkan

angka kesakitan dan kematian yang seharusnya dapat dicegah walaupun imunisasi tidak

menjamin 100% bahwa seseorang tidak akan terjangkit penyakit tersebut.

Dalam hal ini maka harus terus digalakkan program imunisasi kepada

masyarakat luas sehingga masyarakat menyadari pentingnya imunisasi dan mau

membawa anaknya untuk melakukan imunisasi, khususnya imunisasi yang diwajibkan.

Jika imunitas pada masyarakat tinggi, maka risiko terjadinya penularan dan wabah juga

akan berkurang.

13