29
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah menolong dan memberkati kami menyelesaikan refarat ini. Referat ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di RSUD Prof. DR. W. Z. Yohannes Kupang yang bertujuan agar penyusun lebih memahami mengenai Karsinoma Nasofaring. Dalam penyusunan referat ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada dr. M. A. Sri Wahyuningsih, Sp.THT-KL selaku pembimbing, atas arahan dan bimbingan dalam penyusunan referat ini. Akhir kata, penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, baik dari pemikran, pengetahuan, penyusunan bahasa, maupun sistematika. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang membaca referat ini sangat diharapkan guna menjadi pelajaran bagi penulis dalam menyusun referat di waktu yang akan datang dan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya. Penulis

referat karsinoma nasofaring

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat karsinoma nasofaring

Citation preview

Page 1: referat karsinoma nasofaring

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah menolong dan memberkati kami menyelesaikan refarat ini.

Referat ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di RSUD Prof. DR. W. Z. Yohannes Kupang yang bertujuan agar penyusun lebih memahami mengenai Karsinoma Nasofaring.

Dalam penyusunan referat ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada dr. M. A. Sri Wahyuningsih, Sp.THT-KL selaku pembimbing, atas arahan dan bimbingan dalam penyusunan referat ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, baik dari pemikran, pengetahuan, penyusunan bahasa, maupun sistematika. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang membaca referat ini sangat diharapkan guna menjadi pelajaran bagi penulis dalam menyusun referat di waktu yang akan datang dan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya.

Penulis

Page 2: referat karsinoma nasofaring

HALAMAN PENGESAHAN

Referat ini diajukan oleh:

Nama : Lewis Richart Adson Nggeolima

Fakultas : Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang

Bagian : Telinga Hidung dan Tenggorokan

Referat ini telah disusun dan dilaporkan dalam rangka memenuhi salah satu syarat Kepaniteraan

Klinik di Bagian Ilmu Telinga Hidung dan Tenggorokan RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes

Kupang.

PEMBIMBING KLINIK

1. dr. Ni Wayan Rini, Sp. THT-KL (……………………………………)

Ditetapkan di : Kupang

Tanggal : 2016

Page 3: referat karsinoma nasofaring

BAB I

PENDAHULUAN

Karsinoma nasofaring adalah pertumbuhan sel yang ganas dan tidak terkendali

terdiri dari sel-sel epithelial yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya sebagai

proses metastasis. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan di daerah kepala

dan leher yang merupakan tumor lima besar diantara keganasan bagian tubuh lain

bersama dengan kanker serviks, kanker payudara, tumor ganas getah bening dan kanker

kulit sedangkan di daerah kepala dan leher menduduki tempat pertama (KNF mendapat

persentase hampir 60% dari tumor di daerah kepala dan leher, diikuti tumor ganas hidung

dan sinus paranasal 18%, laring 16%, dan tumor ganas rongga mulut, tonsil dan faring).

Angka kejadian karsinoma nasofaring paling tinggi ditemukan di Asia dan jarang

ditemukan di Amerika dan Eropa1. Angka kejadian karsinoma nasofaring di Indonesia

adalah cukup tinggi yaitu 4,7: 100.000 kasus pertahun.1,2

Gejala awal yang sering ditemukan ialah hidung buntu, perdarahan dari hidung,

pendengaran menurun, tinitus dan sakit kepala. Ada juga pasien datang dengan keluhan

benjolan atau massa pada leher, ini terjadi apabila terjadi metastase sel-sel ganas ke

kelenjar getah bening regional sehingga kebanyakan penderita datang sudah pada stadium

lanjut dan ini menyebabkan kematian tinggi selama satu tahun setelah terapi radiasi.

Sampai saat ini terapi yang memuaskan belum ditemukan. Keberhasilan terapi sangat

ditentukan oleh stadium penderita.1,2

Dengan mengetahui hal-hal tersebut, sangat diperlukan pengetahuan mengenai

kanker nasofaring sehingga diharapkan dokter umum dapat berperan dalam pencegahan,

deteksi dini, terapi maupun rehabilitasi dari karsinoma nasofaring ini.

Page 4: referat karsinoma nasofaring

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Karsinoma adalah pertumbuhan sel yang ganas dan tidak terkendali terdiri dari

sel-sel epithelial yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya sebagai proses

metastasis.

Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku yang merupakan bagian

dari faring dan terletak dibelakang hidung.

Karsinoma Nasofaring merupakan tumor ganas yang timbul pada epithelial

pelapis ruangan dibelakang hidung (nasofaring).1

2.2. EPIDEMIOLOGI

Insiden karsinoma nasofaring relatif tinggi di seluruh dunia, di Selatan Negara

China, insidennya mencapai 10-15:100 000 pada laki-laki dan 5-10:100 000 pada

perempuan. Di daerah Guandong dan Guangxi insiden KNF mencapai 50:100 000

orang.2,3

Di Indonesia insiden KNF sebanyak 4,7:100 000 orang pertahun dimana

parbandingan laki-laki dengan perempuan berkisar 2-3:1 orang menurut survey tahun

2005.1

2.3. ANATOMI NASOFARING

Nasofaring merupakan rongga dibelakang hidung dengan dinding kaku di bagian

atas, belakang dan lateral yang merupakan bagian dari faring.

Batas nasofaring:

Superior : basis kranii, diliputi oleh mukosa dan fascia

Inferior : bidang horizontal yang ditarik dari palatum durum ke posterior, bersifat

subjektif karena tergantung dari palatum durum.

Anterior : choane, oleh os vomer dibagi atas choane kanan dan kiri.

Page 5: referat karsinoma nasofaring

Posterior :

- vertebra cervicalis I dan II

- Fascia space = rongga yang berisi jaringan longgar

- Mukosa lanjutan dari mukosa atas

Lateral :

- mukosa lanjutan dari mukosa atas dan belakang

- Muara tuba eustachii

- Fossa rosenmulleri

Pada dinding lateral nasofaring lebih kurang 1,5 inci dari bagian belakang konka

nasal inferior terdapat muara tuba eustachius. Pada bagian belakang atas muara tuba

eustachius terdapat penonjolan tulang yang disebut torus tubarius dan dibelakangnya

terdapat suatu lekukan dari fossa Rosenmuller dan tepat diujung atas posteriornya terletak

foramen laserum. Pada daerah fossa ini sering terjadi pertumbuhan jaringan limfe yang

menyempitkan muara tuba eustachius sehingga mengganggu ventilasi udara telinga

tengah.1

Dinding lateral nasofaring merupakan bagian terpenting, dibentuk oleh lamina

faringobasilaris dari fasia faringeal dan otot konstriktor faring superior. Fasia ini

mengandung jaringan fibrokartilago yang menutupi foramen ovale, foramen jugularis,

kanalis karotis dan kanalis hipoglossus. Struktur ini penting diketahui karena merupakan

tempat penyebaran tumor ke intrakranial.

Page 6: referat karsinoma nasofaring

Gambar 1 Anatomi nasofaring

Gambar 2 Fossa of Rosenmuller

Nasofaring berbentuk kerucut dan selalu terbuka pada waktu respirasi karena

dindingnya dari tulang, kecuali dasarnya yang dibentuk oleh palatum molle.

Page 7: referat karsinoma nasofaring

Nasofaring akan tertutup bila paltum molle melekat ke dinding posterior pada waktu

menelan, muntah, mengucapkan kata-kata tertentu.

Struktur penting yang ada di Nasopharing

1. Ostium Faringeum tuba auditiva muara dari tuba auditiva

2. Torus tubarius, penonjolan di atas ostium faringeum tuba auditiva yang disebabkan

karena cartilago tuba auditiva

3. Torus levatorius, penonjolan di bawah ostium faringeum tuba auditiva yang

disebabkan karena musculus levator veli palatini.

4. Plica salpingopalatina, lipatan di depan torus tubarius

5. Plica salpingopharingea, lipatan di belakang torus tubarius, merupakan penonjolan dari

musculus salphingopharingeus yang berfungsi untuk membuka ostium faringeum tuba

auditiva terutama ketika menguap atau menelan.

6. Recessus Pharingeus disebut juga fossa rossenmuller. Merupakan tempat predileksi

Karsinoma Nasofaring.

7. Tonsila pharingea, terletak di bagian superior nasopharynx. Disebut adenoid jika ada

pembesaran. Sedangkan jika ada inflammasi disebut adenoiditis.

8. Tonsila tuba, terdapat pada recessus pharingeus.

9. Isthmus pharingeus merupakan suatu penyempitan di antara nasopharing dan

oropharing karena musculus sphincterpalatopharing

10. Musculus constrictor pharingeus dengan origo yang bernama raffae pharingei

2.4. ETIOLOGI

Page 8: referat karsinoma nasofaring

Penyebab karsinoma nasoaring (KNF) secara umum dibagi menjadi tiga, yaitu

genetik, lingkungan dan virus Ebstein Barr.4

2.4.1. Genetik

Perubahan genetik mengakibatkan proliferasi sel-sel kanker secara tidak terkontrol.

Beberapa perubahan genetik ini sebagian besar akibat mutasi, putusnya kromosom, dan

kehilangan sel-sel somatik.5 Sejumlah laporan menyebutkan bahwa HLA (Human Leucocyte

antigen) berperan penting dalam kejadian KNF. Teori tersebut didukung dengan adanya studi

epidemiologik mengenai angka kejadian dari kanker nasofaring. Kanker nasofaring banyak

ditemukan pada masyarakat keturunan Tionghoa.5

2.4.2. Virus Ebstein Barr

Pada hampir semua kasus kanker nasofaring telah mengaitkan terjadinya kanker

nasofaring dengan keberadaan virus Ebstein Barr.5 Virus ini merupakan virus DNA yang

diklasifikasi sebagai anggota famili virus Herpes yang saat ini telah diyakini sebagai agen

penyebab beberapa penyakit yaitu, mononucleosis infeksiosa, penyakit Hodgkin,

limfoma-Burkitt dan kanker nasofaring. Virus ini seringkali dijumpai pada beberapa

penyakit keganasan lainnya tetapi juga dapat dijumpai menginfeksi orang normal tanpa

menimbulkan manifestasi penyakit.5 Virus tersebut masuk ke dalam tubuh dan tetap

tinggal di sana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama. Untuk

mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator. Jadi, adanya virus ini tanpa faktor

pemicu lain tidak cukup untuk menimbulkan proses keganasan.5

2.4.3. Lingkungan

Ikan yang diasinkan kemungkinan sebagai salah satu faktor etiologi terjadinya

kanker nasofaring. Teori ini didasarkan atas insiden kanker nasofaring yang tinggi pada

nelayan tradisionil di Hongkong yang mengkonsumsi ikan kanton yang diasinkan dalam

jumlah yang besar dan kurang mengkonsumsi vitamin, sayur, dan buah segar. Faktor lain

yang diduga berperan dalam terjadinya kanker nasofaring adalah debu, asap rokok, uap

zat kimia, asap kayu bakar, asap dupa, serbuk kayu industri, dan obat-obatan tradisional,

tetapi hubungan yang jelas antara zat-zat tersebut dengan kanker nasofaring belum dapat

dijelaskan.5

Belakangan ini penelitian dilakukan terhadap pengobatan alami (chinese herbal

medicine atau CHB) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara terjadinya

Page 9: referat karsinoma nasofaring

kanker nasofaring, infeksi Virus Epstein Barr (EBV), dan penggunaan CHB. Kebiasaan

merokok dalam jangka waktu yang lama juga mempunyai resiko yang tinggi menderita

kanker nasofaring.5

2.5. PATHOGENESIS

Gambar 3. Skema pathogenesis KNF

Hubungan antara virus Epstein-Barr (EBV) dan konsumsi nitrosamine diketahui

sebagai penyebab utama terjadinya karsinoma nasofaring. EBV adalah suatu virus dari

Page 10: referat karsinoma nasofaring

keluarga herpes (yang termasuk Virus herpes simpleks dan Cytomegalovirus), yang

merupakan salah satu virus-virus paling umum di dalam manusia. Banyak orang yang terkena

infeksi EBV, yang sering asimptomatis tetapi biasanya penyakit akibat radang yang cepat

menyebar. Virus tersebut dapat masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal disana tanpa

menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama.2

Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator. Kebiasaan untuk

mengkonsumsi ikan asin atau makanan dengan kandungan garam tinggi secara terus

menerus mulai dari masa anak-anak, merupakan mediator utama yang dapat

mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan karsinoma nasofaring.

2.6. Diagnosis

Diagnosis KNF dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan juga pemeriksaan

penunjang.

Adapun kriteria Digby, dimana menggunakan skoring untuk setiap gejala mempunyai nilai

diagnostik dan berdasarkan jumlah nilai dapat menentukan KNF.5

Tabel 1. Digby skoring

Jika jumlah nilai mencapai 50, diagnosa klinik karsinoma nasofaring dapat

dipertangungjawabkan. Sekalipun secara klinik jelas karsinoma nasofaring, namun biopsi

tumor primer mutlak dilakukan, selain untuk konfirmasi diagnosis histopatologi, juga

menentukan subtipe histopatologi yang erat kaitannya dengan pengobatan dan prognosis.

Page 11: referat karsinoma nasofaring

2.6.1. Manisfestasi klinis

Simtomatologi ditentukan oleh hubungan anatomi nasofaring terhadap hidung, tuba

Eustachii dan dasar tengkorak1,4,5

a. Gejala Hidung :

- Epistaksis: rapuhnya mukosa hidung sehingga mudah terjadi perdarahan.

- Sumbatan hidung. Sumbatan menetap karena pertumbuhan tumor kedalam

rongga nasofaring dan menutupi koana, gejalanya : pilek kronis, ingus

kental, gangguan penciuman.

b. Gejala telinga

- Kataralis/ oklusi tuba Eustachii : tumor mula-mula di fosa Rosen Muler,

pertumbuhan tumor dapat menyebabkan penyumbatan muara tuba

(berdengung, rasa penuh, kadang gangguan pendengaran)

- Otitis Media Serosa sampai perforasi dan gangguan pendengaran

c. Gejala lanjut

- Limfadenopati servikal : melalui pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat

mencapai kelenjar limfe dan bertahan disana. Dalam kelenjar ini sel tumbuh

dan berkembang biak hingga kelenjar membesar dan tampak benjolan di

leher bagian samping, lama kelamaan karena tidak dirasakan kelenjar akan

berkembang dan melekat pada otot sehingga sulit digerakkan.

d. Gejala mata dan saraf

- Gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut karsinoma

ini dikarenakan posisi anatomi nasofaring yang berhubungan dekat dengan

rongga tengkorak melalui beberapa lubang/foramen. Penjalaran melalui

foramen laserum akan mengenai saraf otak ke II, IV, VI dan dapat pula ke

V, sehingga tidak jarang gejala diplopia lah yang membawa pasien lebih

dahulu ke dokter mata. Neuralgia trigeminal merupakan gejala yang sering

ditemukan oleh ahli saraf jika belum terdapat keluhan lain yang berarti.

- Sebelum terjadi kelumpuhan saraf kranial, didahului oleh gejala subyektif

dari penderita seperti : kepala sakit atau pusing, hipestesia daerah pipi dan

hidung, kadang sulit menelan atau disfagia. Perluasan kanker primer ke

Page 12: referat karsinoma nasofaring

dalam kavum kranii akan menyebabkan kelumpuhan N. II, III, IV, V dan VI

akibat kompresi maupun infiltrasi atau perluasan tumor menembus jaringan

sekitar atau juga secara hematogen dengan manifestasinya adalah diplopia.

Gejala saraf kranialis meliputi :

- Kerusakan N.I bisa terjadi karena karsinoma nasofaring sudah mendesak N.I

melalui foramen olfaktorius pada lamina kribrosa. Penderita akan mengeluh

anosmia,

- Sindroma Petrosfenoidal. Pada sindroma ini nervi kranialis yang terlibat

secara berturut-turut adalah N.IV, III, VI dan yang paling akhir mengenai

N.II. Paresis N.II, apabila perluasan kanker mengenai kiasma optikum maka

N.optikus akan lesi sehingga penderita memberikan keluhan penurunan

tajam penglihatan. Paresis N.III menimbulkan kelumpuhan mata m.levator

palpebra dan m.tarsalis superior sehingga menyebabkan oftalmoplegia serta

ptosis bulbi (kelopak mata atas menurun), fissura palpebra menyempit dan

kesulitan membuka mata. Paresis N.III, IV dan VI akan menimbulkan

keluhan diplopia

- Parese N.V yang merupakan saraf motorik dan sensorik, akan menimbulkan

keluhan parestesi sampai hipestesi pada separuh wajah atau timbul neuralgia

pada separuh wajah

- Sindroma parafaring. Proses pertumbuhan dan perluasan lanjut karsinoma,

akan mengenai saraf otak N.kranialis IX, X, XI, dan XII jika penjalaran

melalui foramen jugulare, yaitu suatu tempat yang relatif jauh dari

nasofaring. Gangguan ini sering disebut dengan sindrom Jackson. Bila

sudah mengenai seluruh saraf otak disebut sindrom unilateral. Dapat pula

disertai dengan destruksi tulang tengkorak dengan prognosis buruk. Parese

N.IX menimbulkan gejala klinis : hilangnya refleks muntah, disfagia ringan,

deviasi uvula ke sisi sehat, hilangnya sensasi pada laring, tonsil, bagian atas

tenggorok dan belakang lidah, salivasi meningkat akibat terkenanya pleksus

timpani pada lesi telinga tengah, takikardi pada sebagian lesi N.IX mungkin

akibat gangguan refleks karotikus. Paresis N.X akan memberikan gejala :

gejala motorik (afoni, disfoni, perubahan posisi pita suara, disfagia, spasme

Page 13: referat karsinoma nasofaring

otot esofagus), gejala sensorik (nyeri daerah faring dan laring, dispnea,

hipersalivasi). Parese N.XI akan menimbulkan kesukaran mengangkat dan

memutar kepala dan dagu. Parese N.XII akibat infiltrasi tumor melalui

kanalis n.hipoglossus atau dapat pula karena parese otot-otot yang

dipersarafi yaitu m.stiloglossus, m.longitudinalis superior dan inferior,

m.genioglossus (otot-otot lidah). Gejala yang timbul berupa lidah yang

deviasi ke sisi yang lumpuh saat dijulurkan, suara pelo dan disfagia.

2.6.2. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Nasofaring

Pemeriksaan tumor primer di nasofaring dapat dilakukan dengan cara rinoskopi

posterior (tidak langsung) dan nasofaringoskop (langsung).1,4,5

b. Pemeriksaan Radiologi

Digunakan untuk melihat massa tumor nasofaring dan melihat massa tumor yang

menginvasi pada jaringan sekitarnya dengan menggunakan :

- Computed Tomografi (CT), dapat memperlihatkan penyebaran ke jaringan

ikat lunak pada nasofaring dan penyebaran ke ruang paranasofaring. Sensitif

mendeteksi erosi tulang, terutama pada dasar tengkorak.

- Magnetic Resonance Imaging (MRI), menunjukkan kemampuan imaging

yang multiplanar dan lebih baik dibandingkan CT dalam membedakan

tumor dari peradangan. MRI juga lebih sensitif dalam mengevaluasi

metastase pada retrofaringeal dan kelenjar limfe yang dalam. MRI dapat

mendeteksi infiltrasi tumor ke sumsum tulang, dimana CT tidak dapat

mendeteksinya.3,4,5

c. Pemeriksaan Serologi

Pemeriksaan serologi dilakukan untuk mendeteksi infeksi EBV dimana dilakukan

biopsi jarum halus pada sel tumor. Melalui pemeriksaan imunohistokimia dapat

mendeteksi mRNA EBV pada jaringan tumor. EBV dapat dijumpai pada

undifferentiated carcinoma dan non keratinizing squamous cell carcinoma.1,2,5

d. Pemeriksaan Pathologi

Pemeriksaan pathologi dapat dilakukan dengan biopsi aspirasi jarum halus dan

biopsi jaringan.

Page 14: referat karsinoma nasofaring

- Biopsi aspirasi jarum halus pada kelenjar getah bening servikalis.

Sejumlah kasus karsinoma nasofaring diketahui berdasarkan pemeriksaan sitologi

biopsi aspirasi kelenjar getah bening servikal.5

- Biopsi Jaringan

Biopsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung dan dari mulut. Biopsi

melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy). Cunam

biopsi dimasukkan melalui rongga hidung menyusuri konka media ke nasofaring

kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsi. Biopsi melalui mulut

dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukkan melalui hidung dan

ujung kateter yang berada di dalam mulut ditarik keluar dan diklem bersama-sama

dengan ujung kateter yang dihidung. Demikian juga dengan kateter disebelahnya

sehingga palatum mole tertarik ke atas. Kemudian dengan kaca laring dilihat

daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca tersebut

atau memakai nasofaringoskop yang dimasukkan melalui mulut, massa tumor

akan terlihat lebih jelas.5

2.7. KLASIFIKASI

Klasifikasi WHO tahun 2005 membagi karsinoma nasofaring menjadi

i. Tipe WHO 1

- Karsinoma sel skuamosa (KSS)

- Deferensiasi baik sampai sedang.

- Sering eksofilik (tumbuh dipermukaan).

ii. Tipe WHO 2

- Karsinoma non keratinisasi (KNK).

- Paling banyak variasinya.

- Menyerupai karsinoma transisional

iii. Tipe WHO 3

- Karsinoma tanpa diferensiasi (KTD).

-Seperti antara lain limfoepitelioma, Karsinoma anaplastik, “Clear Cell

Carsinoma”, varian sel spindel.

- Lebih radiosensitif, prognosis lebih baik.

Page 15: referat karsinoma nasofaring

2.8. STAGGING STADIUM KARSINOMA NASOFARING

Penentuan stadium dilakukan berdasarkan atas kesepakatan antara UICC (Union

Internationale Centre Cancer ) dan AJCC (Americant Joint Committe on Cancer). Untuk

karsinoma nasofaring pembagian TNM adalah sebagai berikut :

- T menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan perluasannya

T1 :Tumor terbatas pada nasofaring

T2 :Tumor meluas ke orofaring dan atau fossa nasal

T2a :Tanpa perluasan ke parafaring

T2b :Dengan perluasan ke parafaring

T3 :Invasi ke struktur tulang dan atau sinus paranasal

T4 :Tumor meluas ke intrakranial dan atau mengenai syaraf otak, fossa

infratemporal,

hipofaring atau orbita

- N menggambarkan keadaaan kelenjar limfe regional

N0 : Tidak ada pembesaran kelenjar

N1 : Terdapat pembesaran kelenjar ipsilateral < 6 cm

N2 : Terdapat pembesaran kelenjar bilateral < 6 cm

N3 : Terdapat pembesaran kelenjar > 6 cm atau ekstensi ke supraklavikula

- M menggambarkan metastase jauh

M0 : Tidak ada metastase jauh

M1 : Terdapat metastase jauh

- Stadium 0 : Tis dengan N0 dan M0

Page 16: referat karsinoma nasofaring

- Stadium I : T1 dan N0 dan M0

- Stadium IIA : T2 dan N0 dan M0

- Stadium IIB : T1 atau T2 dan N1 dan M0

Page 17: referat karsinoma nasofaring

- Stadium III : T1/T2 dan N1/N2 dan M0 atau T3 dan N0/N1/N2 dan M0

- Stadium IVA : T4 dan N0/N1 dan M0 atau T dan N2 dan M0

Page 18: referat karsinoma nasofaring

- Stadium IVB : T1/T2/T3/T4 dan N3A/N3B dan M0

- Stadium IVC : T1/T2/T3/T4 dan N0/N1/N2/N3 dan M1.

2.9. Diagnosis Banding

Page 19: referat karsinoma nasofaring

Adapun diagnosa banding dari karsinoma nasofaring ini adalah : 1

1. TBC nasofaring

Dapat dibedakan dengan pemeriksaan histopatologi ( PA ).

2. Angiofibroma nasofaring

Insidennya pada laki-laki dewasa muda, tanpa gejala metastase karena merupakan

tumor jinak

2.10 Penatalaksanaan

Modalitas penatalaksaan dapat dilakukan

a. Radioterapi

Radioterapi merupakan terapi pilihan utama karena karsinoma

nasofaring adalah tumor yang radiosensitif, biaya relatif murah, dan cukup

efektif terutama terhadap tumor yang belum mengadakan invasi ke

intrakranial. Tetapi jika sudah metastase jauh maka radiasi merupakan

pengobatan yang bersifat paliatif. Dosis untuk radioterapi radikal adalah 6000-

7000 rad dengan aplikasi radium dalam 7 hari atau 5000-6000 rad dengan sinar

X dalam waktu 5-6 minggu. Untuk terapi paliatif diberikan pada nasofaring

dan kelenjar limfe servikal kanan dan kiri. Dosisnya adalah dua pertiga dari

dosis radikal. Evaluasi pasca radiasi diadakan setiap bulan pada tahun pertama,

kemudian setiap 3 bulan pada tahun kedua, dan setiap 6 bulan selama 5

tahun.3,4

b. Khemoterapi

Kemoterapi merupakan terapi adjuvan yang hingga saat ini masih tetap

digunakan. Berbagai macam kombinasi dikembangkan, yang terbaik sampai saat

ini adalah kombinasi dengan Cis-platinum sebagai inti. Pemberian adjuvan

kemoterapi Cis-platinum, bloemycin, dan 5-fluorouracil sedang dikembangkan di

Departemen THT FKUI dengan hasil sementara yang cukup memuaskan.

Obat-obatan sitostatika yang direkomendasikan adalah : 1,2

Obat tunggal :

- Methotrexate, dosis 25 mg / minggu per oral

- Cyclophosphamide, dosis 1 gram / minggu intravena

Page 20: referat karsinoma nasofaring

- Bleomycin, dosis 10 mg / m2 luas permukaan tubuh / minggu im

- 5 Fluorouracil atau 5FU dan Cisplatin

Cisplatin menghambat sintesis DNA dan proliferasi sel dengan jalan membuat

rantai silang pada DNA dan menyebabkan denaturasi helik ganda. 5FU akan

menghambat sintesis timidilat dan juga mempengaruhi fungsi dan sintesi RNA,

berpengaruh terhadap DNA, dan berguna pada pengobatan paliatif pada pasien

dengan penyakit yang progresif.5

Obat-obatan ganda :

COMP :

Hari I : Cyclophosphamide 500 mg intravena

Vincristine 1 mg intravena

5 FU 750 mg intravena

Hari VIII : Cyclophosphamide 500 mg intravena

Vincristine 1 mg intravena

Methotrexate 50 mg intravena

Diulang setiap 4 minggu

Methotrexate-Bleomycin-Cisplatin :

Hari I : Bleomycin 10 mg / m2 intravena

Methotrexate 20 mg / m2 intravena

Diulang setiap 2 minggu sampai 4 kali

Hari II: CispIatin 80 mg / m2 intravena

Diulang setelah 10 minggu

Harus diperhatikan efek samping dengan cara melakukan kontrol yang baik

terhadap fungsi hemopoitik, fungsi ginjal dan sebagainya.

Karena tingginya insiden kerusakan jaringan regional akibat radioterapi dan juga

karena tingginya metastase jauh dari kanker nasofaring, maka kombinasi

modalitas therapy radiasi dan kemotherapi adalah konsep yang cukup atraktif.

Kombinasi ini dapat saling melengkapi atau bahkan sinergis. Ada beberapa cara

untuk kombinasi ini, dimana dapat diberikan secara neoadjuvan (kemoterapi yang

diikuti dengan radiotherapi) atau sebagai adjuvant therapi (radiotherapi yang

Page 21: referat karsinoma nasofaring

diikuti dengan kemoterapi). Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin C

dan 5-fluorouracil oral setiap hari sebelum diberikan radiasi yang bersifat

“radiosensitizer” memperlihatkan hasil yang memberi harapan akan kesembuhan

total pasien karsinoma nasofaring.5

c. Pembedahan

Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal, dilakukan jika masih ada

sisa kelenjar/tidak menghilang pasca radiasi (residu) atau adanya kekambuhan

kelenjar/timbul kembali setelah penyinaran, tetapi dengan syarat bahwa tumor

primer sudah dinyatakan bersih, atau sudah hilang yang dibuktikan dengan

pemeriksaan radiologi dan serologi. Operasi tumor induk sisa atau kambuh

diindikasikan, tetapi sering timbul komplikasi yang berat akibat operasi.

2.11 Prognosis

Angka ketahanan hidup dipengaruhi oleh usia dimana usia muda mempunyai

prognosis yang lebih baik bebanding usia lanjut, staging klinik dan lokasi dari metatase

regional juga berperan. Studi terakhir dengan menggunakan TNM Staging System

menunjukkan 5 years survival rate untuk stage I 98%, stage II A-B 95%, stage III 86%,

dan stage IV A-B 73%.6 Secara mikroskopis, prognosis lebih buruk pada keratinizing

squamous cell carcinoma dibandingkan dengan yang lainnya. Untuk non keratinizing

squamous cell carcinoma, prognosis buruk bila dijumpai :

1. Anaplasia dan atau plemorfism.

2. Proliferasi sel yang tinggi (dihitung dari mitotik atau dengan proliferasi yang

dihubungkan dengan marker imunohistokimia).

3. Sedikitnya jumlah sel radang limfosit.

4. Tingginya densitas dari S-100 protein yang positif untuk sel-sel dendritik.

5. Dijumpai banyak pembuluh darah kecil.

6. Dijumpai ekspresi c-erb B-2.

BAB III

Page 22: referat karsinoma nasofaring

KESIMPULAN

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas nomor satu yang mematikan dan

menempati urutan ke 10 dari seluruh tumor ganas di tubuh.

a. Banyak faktor yang diduga berhubungan dengan KNF, yaitu

a. Adanya infeksi EBV,

b. Faktor lingkungan

c. Genetik

b. Karsinoma nasofaring banyak ditemukan pada ras mongoloid, termasuk di Indonesia

c. Deteksi dini terhadap karsinoma nasofaring harus dilaksanakan karena penemuan

penyakit ini pada stadium yang lebih dini berdampak pada prognosis penyakit yang lebih

baik.