REFERAT OBGYN Informed Consent in Obstetric FIX

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Doc.x

Citation preview

  • 5/28/2018 REFERAT OBGYN Informed Consent in Obstetric FIX

    1/29

    1

    INFORMED CONSENT (PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS) DALAM

    PROSES PERSALINAN

    I. PENDAHULUANWalaupun bukan merupakan hal yang baru di dalam profesi kedokteran tetapi

    persetujuan tindakan medis (Informed Consent) merupakan piranti hukum kedokteran

    yang sangat rumit untuk dipahami, diterapkan, dan menjadi alat bukti kesepahaman

    pasien-penolong. Peraturan Menteri Kesehaatan RI No. 585 tahun 1989 menggunakan

    istilah persetujuan tindakan medik (pasal 1 ayat a) sebagai pengganti informed consent.1

    Penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia di bidang kedokteran atau PatientRights, ditetapkan sebagai salah satu kewajiban etik yang harus dipatuhi oleh setiap

    warga profesi kedokteran. Selanjutnya, sesuai dengan perkembangan kehidupan

    masyarakat, maka informed consent yang semula lebih terkait pada kewajiban etik,

    kemudian berkembang menjadi kewajiban administrasi dan badan hukum. Informed

    consent terhadap pengobatan adalah suatu keharusan yang tidak selalu diterapkan oleh

    para dokter sepanjang sejarah kedokteran, diakibatkan karena sikap paternalistik banyak

    dokter.1

    Tidak ada prosedur medis yang boleh dilakukan tanpa informed consentdari pasien

    kecuali pada kasus-kasus inkompetensi legal. Penderita memiliki niatan yang paling

    murni dalam pengambilan keputusan mengenai kepentingan hidupnya. Orang lain

    mungkin akan memiliki pertimbangan dalam pengambilan keputusan mengenai

    kepentingan hidupnya. Penderita harus bebas dan mampu dalam pemberian informed

    consent. Informed consent memerlukan penjelasan mengenai kondisi sebenarnya dari

    dokter, pengertian mengenai penjelasan tersebut oleh pasien, pengambilan keputusan

    secara sukarela, kompetensi legal dari pasien, rekomendasi untuk jalur tindakan yang

    terbaik, keputusan terakhir oleh pasien, dan pemberian kewenangan oleh pasien untuk

    membuat keputusan setelah menimbang pilihan dokter dan pilihan dari perawatan.

    Informed Consent dapat dilakukan dalam bentuk pasien mendelegasikan pengambilan

    keputusan atau pasien sendiri mengambil keputusan.1

    Pentingnya etika dalam pelayanan praktek kedokteran telah dibukikan di sepanjang

    sejarah. Bahkan sejak 2500 tahun lalu Hipocrates telah menekankan kebijakan yang

    diharapkan menjadi ciri dan petunjuk perilaku dokter. Pada paruh terakhir abad ke-20,

    teknologi kedokteran berkembang demikian cepat, sehingga dokter obstetri dan

    ginekologi menghadapi pertanyaan-pertanyaaan etik yang kompleks, seperti teknologi

  • 5/28/2018 REFERAT OBGYN Informed Consent in Obstetric FIX

    2/29

    2

    reproduksi berbantu, diagnosis prenatal, aborsi selektif, masalah awal dan akhir

    kehidupan, dan penggunaan informasi genetik.2

    Masalah-masalah ini tidak dapat diselesaikan dengan pengetahuan kedokteran

    semata. Keputusan-keputusan di bidang ini bergantung pada pertimbangan yang dalam

    dari unsur-unsur nilai, kepentingan, tujuan , serta hak dan kewajiban orang-orang yang

    terlibat yang peduli dengan etika kedokteran.2

    Etika dan hukum mempunyai kaitan yang erat dan saling melengkapi dalam arti

    saling menunjang tercapainya tujuan masing-masing. Norma hukum dibuat secara resmi

    oleh negara dan dapat dipaksakan berlakunya pada masyarakat , sehingga dapat terwujud

    masyarakat yang tertib dan damai. Etika dikatakan sebagai nilai-nilai perilaku sehinggamemerlukan tuntunan jika terjadi pelanggaran, sedangkan hukum merupakan nilai-nilai

    masyarakat sehingga dapat menimbulkan tuntutan jika terjadi pelanggaran.2

    Pengambilan keputusan etik dalam bidang klinik tidak dapat secara khusus

    mengandalkan pendekatan tunggal etika secara biomedis. Masalah klinik yang sering

    terlalu kompleks untuk diselesaikan dengan aturan sederhana atau aplikasi yang kaku dari

    prinsip-prinsip etik. Kebijakan seperti kehati-hatian, kejujuran, dan kepercayaan, yang

    memungkinkan prinsip-prinsip etik digunakan secara efektif pada situasi di mana terdapat

    konflik prinsip-prinsip atau nilai-nilai moral. Kebijakan khusus yang ditekankan mungkin

    bervariasi dari satu keadaaan ke yang lainnya, tetapi pada penanganan kesehatan

    perempuan, harus ada kepekaan khusus untuk kebutuhannya. Selanjutnya, pada hampir

    setiap situasi sulit yang membutuhkan wawasan etik, terdapat tekanan antara keadaan dan

    kepentingan individual pasien dan kepentingan komunitas. Dokter harus mengambil

    keputusan untuk bertindak, yang mungkin saja benar menurut analisa rasional tertentu.

    Pengambilan keputusan mempunyai dasar yang rapuh, yang tidak mudah untuk

    dipertahankan apabila keputussan ini ternyata membawa masalah baru.2

    Seringkali lebih dari satu cara tindakan dapat dibenarkan secara moral. Namun,

    pada suatu saat tidak ada yang dapat diterima, karena menghasilkan kerugian secara

    bermakna. Meskipun demikian, salah satu dari pilihan yang tersedia harus ditentukan dan

    pilihannya didukung oleh pertimbangan etik. Usaha untuk menyelesaikan masalah harus

    dilakukan dengan analisis rasional dari bermacam-macam faktor yang terlibat.2

    Dengan mengingat bahwa ilmu kedokteran atau kedokteran gigi bukanlah ilmu

    pasti, maka keberhasilan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi bukan pula suatu

    kepastian, melainkan dipengaruhi oleh banyak faktor yang dapat berbeda-beda dari satu

  • 5/28/2018 REFERAT OBGYN Informed Consent in Obstetric FIX

    3/29

    3

    kasus ke kasus lainnya. Sebagai masyarakat yang beragama, perlu juga disadari bahwa

    keberhasilan tersebut ditentukan oleh izin Tuhan Yang Maha Esa.3

    Dewasa ini pasien mempunyai pengetahuan yang semakin luas tentang bidang

    kedokteran, serta lebih ingin terlibat dalam pembuatan keputusan perawatan terhadap diri

    mereka. Karena alasan tersebut, persetujuan yang diperoleh dengan baik dapat

    memfasilitasi keinginan pasien tersebut, serta menjamin bahwa hubungan antara dokter

    dan pasien adalah berdasarkan keyakinan dan kepercayaan.3

    Jadi, proses persetujuan tindakan kedokteran merupakan manifestasi dari

    terpeliharanya hubungan saling menghormati dan komunikatif antara dokter dengan

    pasien, yang bersama-sama menentukan pilihan tindakan yang terbaik bagi pasien demimencapai tujuan pelayanan kedokteran yang disepakati.

    3

    Departemen Kesehatan telah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang

    Persetujuan Tindakan Medik pada tahun 1989, dan kemudian pada tahun 2004

    diundangkan Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang

    juga memuat ketentuan tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi.

    Lebih jauh Undang-Undang tersebut memandatkan agar diterbitkan Permenkes untuk

    mengaturnya lebih lanjut.3

    Sejalan dengan itu, Konsil Kedokteran Indonesia menerbitkan buku pelaksanaan

    Persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi, yang untuk selanjutnya dalam

    buku ini akan disebut sebagai Persetujuan Tindakan Kedokteran.3

    II. INFORMED CONSENT (PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK)Saat ini informed consent adalah suatu keharusan etis, yang harus diterima

    sepenuhnya oleh para dokter. Informed consent berasal dari kata informedyang berarti

    telah mendapatkan penjelasan dan consent yang berarti persetujuan. Dengan demikian,

    persetujuan tindakan medik atau informed consent dalam profesi kedokteran adalah

    adanya persetujuan dari pasien terhadap tindakan medik yang akan dilakukan terhadap

    dirinya. Persetujuan diberikan setelah pasien tersebut diberikan penjelasan yang lengkap

    dan objektif tentang pemeriksaan yang akan dilakukan, diagnosis penyakit, upaya

    penyembuhan, tujuan dan pilihan yang akan dilakukan, termasuk prognosis penyakit.2

    Dilihat dari segi yuridis, informed consent menunjukkan kepada peraturan hukum

    yang menentukan hak dan kewajiban para dokter dalam interaksi dengan pasien. Juga

    dapat memberikan sanksi dalam keadaan tertentu apabila dokternya menyimpang dari apa

    yang sudah ditentukan. Jika dilihat dari sudut doktrin etika, maka informed consent

  • 5/28/2018 REFERAT OBGYN Informed Consent in Obstetric FIX

    4/29

    4

    adalah pencetusan dan berakar dalam nilai-nilai otonomi di dalam masyarakat yang

    diyakini sebagai hak-hak mereka dalam menentukan nasibnya sendiri apabila akan

    dilakukan tindakan medik. Di dalam hubungan antar personal dimana profesi dokter

    berhubungan dengan pasien dalam memilih cara tindakan pengobatan yang cocok untuk

    pasiennya.2

    Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang

    efektif antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan

    dan apa yang tidak akan dilakukan terhadap pasien. Informed consent dilihat dari aspek

    hukum bukanlah sebagai perjanjian antara dua pihak, melainkan lebih kearah persetujuan

    sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain.

    2

    Informed consent memiliki tiga elemen, yaitu:

    2

    1. Treshhold ElementsPemberi consent haruslah seseorang yang kompeten (kapasitasnya untuk

    membuat keputusan). Secara hukum seseorang dianggap cakap (kompeten)

    apabila telah dewasa, sadar, dan berada dalam keadaan mental yang tidak di

    bawah pengampunan.

    2. Information ElementsElemen ini terdiri atas dua bagian, yaitu disclosure (pengungkapan) dan

    understanding (pemahaman). Pengertian berdasarkan pemahaman yang adekuat

    membawa konsekuensi kepada tenaga medis untuk memberikan informasi

    (disclosure) sedemikian rupa agar pasien dapat mencapai pemahaman yang

    adekuat.

    3. Consent ElementsElemen ini juga terbagi dua bagian, yaitu voluntarines (kesukarelaan,

    kebebasan) dan authorization (persetujuan). Kesukarelaan mengharuskan tidak

    adanya tipuan, mispresentasi ataupun paksaan. Pasien juga harus bebas dari

    tekanan yang dilakukan tenaga medis yang bersikap seolah-olah akan dibiarkan

    apabila tidak menyetujui tawarannya.

    Ada beberapa unsur pokok yang harus diperhatikan di dalam proses pembuatan

    persetujuan tindakan medik (informed consent) yaitu:2

    a) Pihak yang menyampaikan penjelasan

    Unsur pertama yang perlu diperhatikan adalah kewenangan dan tanggung

    jawab pihak yang menyampaikan penjelasan kepada pasien. Menurut ketentuan,

  • 5/28/2018 REFERAT OBGYN Informed Consent in Obstetric FIX

    5/29

    5

    pihak tersebut ialah klinisi atau dokter yang akan melakukan tindakan. Apabila

    akibat keadaan tertentu atau kedaruratan, dokter tersebut berhalangan, maka tugas

    penjelasan dapat diwakilkan kepada dokter lain dengan sepengetahuan dokter

    yang bersangkutan. Pendelegasian wewenang kepada perawat hanya dibenarkan

    apabila tindakan kedokteran tersebut bukan merupakan tindakan bedah atau

    tindakan invasif lainnya.

    b) Penjelasan yang harus disampaikan

    Penjelasan yang akan disampaikan harus berkisar pada lima hal yang pokok,

    yaitu:

    -

    Penjelasan tentang tujuan tindakan medis yang akan dilakukan- Penjelasan tentang cara tindakan yang akan dilakukan

    - Penjelasan tentang risiko yang mungkin akan dihadapi

    - Penjelasan tentang tindakan medik alternatif dan risiko dari masing-masing

    tindakan.

    - Penjelasan tentang prognosis apabila tindakan tersebut dilakukan atau tidak

    dilakukan.

    c) Cara Menyampaikan Penjelasan

    Secara umum, penjelasan ini dibedakan atas: penjelasan yang disampaikan

    secara lisan dan yang disampaikan secara tertulis. Sangat dianjurkan untuk

    memberi penjelasan secara lisan. Penjelasan tertulis hanya sebagai pelengkap dari

    penjelasan yang telah disampaikan secara lisan.

    d) Pihak yang berhak Menyampaikan Persetujuan

    Sesuai dengan asas persetujuan yang mandiri maka pihak yang berhak

    menyatakan persetujuan tersebut adalah pasien sendiri. Melalui penjelasan yang

    disampaikan oleh dokter, pasien diharapkan mengerti dan memahami tahapan

    dan pengaruh prosedur terhadap dirinya. Berdasarkan pemehaman tersebut,

    pasien menetapkan keputusan mandiri, yang menurut pertimbangannya adalah

    terbaik bagi dirinya (adequate decision). Pasien harus berada dalam kondisi layak

    untuk mengambil keputusan sesuai Treshold Elements yaitu pemberi consent

    haruslah sesorang yang kompeten. Apabila kondisinya tidak memungkinkan

    (misalnya tidak sadar, gangguan mental, belum dewasa) maka keputusan tersebut

    di wakilkan pada pihak ketiga (wali atau kurator). Jika walinya berhalangan maka

    keputusan diwakili oleh keluarga terdekat. Tetapi jika semua yang berwenang

    untuk mengambil keputusan tidak dapat dihadirkan, dalam keadaaan darurat demi

  • 5/28/2018 REFERAT OBGYN Informed Consent in Obstetric FIX

    6/29

    6

    kepentingan pasien maka dokter dapat segera melakukan tindakan tanpa adanya

    persetujuan tersebut (sesuai kaidah dasar bioetik/moral Non-malificience)

    e) Cara Menyatakan Persetujuan

    Pernyataan persetujuan terhadap tindakan medik yang akan dilakukan, dibagi

    menjadi:

    - Persetujuan yang dinyatakan (expressed consent). Yaitu dinyatakan secara

    tertulis, cara ini umumnya diperlukan apabila tindakan medik yang akan

    dilakukan mengandung risiko yang tinggi dan persetujuan yang dinyatakan

    secara lisan, cara ini diperlukan apabila tindakan medik yang akan dilakukan

    tidak mengandung risiko tinggi.- Persetujuan yyang tidak dinyatakan (implied consent). Pasien tidak

    menyatakan, baik secara lisan maupun tertulis, namun melakukan tingkah

    laku (gerakan) yang menunjukkan jawabannya. Meskipun consent jenis ini

    tidak memiliki bukti, namun consent jenis inilah yang paling banyak

    dilakukan dalam praktek sehari-hari (misalnya seseorang yang menggulung

    lengan bajunya dan mengulurkan lengannya ketika akan diambil darahnya

    untuk pemeriksaan laboratorium)

    Sekalipun gagasan informed consent bersumber dari kalangan luar kedokteran,

    tetapi prinsip-prinsip informed consent bagi kalangan kedokteran, bukanlah merupakan

    hal yang baru. Dengan mengacu pada tujuan akhir yang ingin dicapai oleh informed

    consent yakni terselenggaranya pelayanan kedokteran yang terbaik bagi pasien, maka

    prinsip-prinsip yang seperti ini telah lama dikenal. Secara sederhana, prinsip-prinsip dasar

    tersebut dapat dibedakan atas tiga macam yaitu:2

    1. Prinsip bahwa masalah kesehatan seseorang (pasien) adalah tanggung jawab orang

    (pasien) itu sendiri. Apabila kondisi seseorang cukup layak untuk mengambil

    keputusan tentang perlu tidaknya suatu prosedur pengobatan/tindakan medik, maka

    semua akibat yang timbul, menjadi tanggung jawab yang bersangkutan.

    2. Prinsip bahwa tindakan medik (sebagai upaya terapi), merupakan upaya yang tidak

    wajib menerima tindakan medik yang ditawarkan, harus mengacu pada

    keselamatan seseorang atau pasien. Bila penolakan tersebut tidak membahayakan

    dirinya atau orang di dalam tanggung jawabnya. Keputusan tersebut seyogianya

    dihormati. Pemaksaan sangat bertentangan dengan sifat ketidakpastian hasil suatu

    upaya, yang merupakan salah satu ciri dari pelayanan kedokteran.

  • 5/28/2018 REFERAT OBGYN Informed Consent in Obstetric FIX

    7/29

    7

    3. Prinsip bahwa hasil dari tindakan kedokteran akan lebih berdaya guna dan berhasil

    guna apabila terjalin kerjasama yang baik antara pasien dan dokter. Prinsip

    kerjasama yang baik pada dasarnya merupakan salah satu syarat pelayanan

    kedokteran yang baik pula, yakni dalam rangka meningkatkan hubungan dokter

    pasien (doctor-patient relationship). Dampak positifnya adalah berkurangnya kadar

    ketidakpastian hasil pelayanan kedokteran. Kerjasama tersebut membuat dokter

    dan pasien dapat saling mengisi dan melengkapi.

    Bila melihat kembali bagaimana informed consentpada era abad pertengahan 18 di

    Inggris dimana penentuan klaim berdasarkan hukum, diberlakukan secara tidak legaldalam memberikan pendekatan untuk suatu tindakan pada seseorang atau pasien.

    Informed consent termasuk baru di Amerika Serikat, mulai muncul pada tahun 1950.

    Klaim informed consent biasanya didasarkan pada kekhawatiran akan kelalaian dan

    berpusat pada apakah informasi yang diberikan cukup untuk pasien untuk membuat

    keputusan dalam pelayanan kesehatan seseorang. Informed consent adalah lebih dari

    sekedar membuat pasien untuk dapat menandatangani izin untuk prosedur bedah, tapi

    sebuah proses komunikasi antara dokter dan pasienlah yang menghasilkan keputusan oleh

    pasien dalam menjalani prosedur.4

    Persetujuan tindakan sebenarnya tidak sepenuhnya sama dengan informed consent.

    Definisi dari informed consent itu sendiri adalah memberikan kewenangan kepada dokter

    setelah mengerti sepenuhnya dan mendapat informasi mengenai manfaat dan risiko

    tindakan yang akan dilakukan, termasuk prosedur dan tindakan alternatif atau pengobatan

    lainnya. Pada prinsipnya harus tetap memegang teguh dari segi etika, terutama hak pasien

    untuk mendapat manfaat dan informasi sejujurnya. Pasien berhak untuk menolak tawaran

    tindakan. Dalam melakukan proses mendapat persetujuan, ada beberapa hal yang perlu

    diperhatikan yaitu:4

    a. Siapa yang mengambil keputusan. Hal ini penting diperhatikan karena pada

    pasien wanita seringkali suaminya menjadi dominan. Sebenarnya pasien berhak

    untuk menentukan nasibnya. Bila pasien masih di bawah umur maka harus ada

    wali.

    b. Ciri pasien, latar belakang pendidikan serta bahasa perlu diperhatikan oleh

    dokter. Informasi yang sejujurnya berkaitan dengan bukti berdasar prakatik

    (evidence based practice) harus disampaikan dengan cara yang dapat dterima

    dan tidak menakutkan.

  • 5/28/2018 REFERAT OBGYN Informed Consent in Obstetric FIX

    8/29

    8

    c. Emosi, perasaan dan ketakutan dari pasien jangan ditimbulkan, berikan

    bayangan yang wajar dan tidak mengelabui.

    Dalam pengambilan keputusan hendaknya dihindarkan dengan adanya konflik

    kepentingan. Dokter mungkin menyarankan pemeriksaan (tes laboratorium, pencitraan)

    atau tindakan yang lebih menguntungkan rumah sakit atau pribadinya, yang sedapat

    mungkin dihindarkan atau ada alternatif lain yang lebih baik bagi pasien.4

    Contoh pada seksio sesarea. Semua persetujuan bedah harus dibuat pada formulir

    tertulis yang mengandung alternatif tindakan, prosedur secara singkat dan pernyataan

    bahwa pasien sudah memahami sepenuhnya untuk memberikan kewenangan.

    4

    III. INFORMED CONSENT BERKAITAN DENGAN PERHATIANTERHADAP PASIEN

    Pada perkembangan suatu literatur menekankan tentang keterlibatan aktif pasien

    dalam pengambilan keputusan ketika pasien terlibat dalam tindakan yang berisiko. Hal ini

    paling baik dijelaskan dengan informed consent dari dokter kepada pasien yang ingin

    menjalani tindakan medis, maka pentingnya mendapat permintaan pasien untuk terlibat

    dalam pengambilan keputusan, begitu juga dalam hal edukasi kesehatan.5

    Kualitas keseluruhan informed consentdan lebih khusus lagi pada berapa banyak

    pasien, ada yang dapat memahami informasi kesehatan dan mengingatnya setelah

    menyelesaikan proses persetujuan, namun tetap masih merupakan hal yang kontroversi.

    Dua alasan yang berkaitan dengan fenomena tersebut. Pertama, pasien mungkin

    mengalami kesulitan dalam membuat keputusan, terutama jika kualitas informasi kurang

    dan keputusan yang terlalu rumit atau melibatkan beberapa pilihan, atau jika kondisi

    pasien mengganggu kemampuannya untuk memahami dan berkomunikasi secara efektif.

    Kedua, penyedia layanan kesehatan mungkin kurang dalam pemahaman yang memadai

    tentang kinerjanya yang relatif terhadap rekan-rekan mereka karena pelatihan yang tidak

    memadai, atau dibatasi oleh aturan dan larangan yang mutlak karena konflik keuangan

    atau kepentingan, terutama bila dokter tersebut melakukan penelitian yang disponsori.

    Dalam perawatan klinis, semakin berisiko suatu prosedur, semakin tinggi kebutuhan akan

    informed consentyang efektif.5

    Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan informed consent. Dua

    faktor masing-masing menanggung pertimbangan khusus. Faktor pertama adalah

    kepercayaan umum pasien terhadap suatu institusi, peneliti, dan penyedia layanan

  • 5/28/2018 REFERAT OBGYN Informed Consent in Obstetric FIX

    9/29

    9

    kesehatan. Kepercayaan yang bagusdari pasien, rentan dan tidak mudah diperoleh. Jika

    diperoleh, maka dapat meningkatkan kepercayaan pasien untuk terlibat dalam penelitian

    medis dan mematuhi nasihat medis. Namun, jika kepercayaan tidak diperoleh, partisipasi

    sukarela akan langka, penelitian klinis tidak bisa maju, sehingga tidak masyarakat dari

    manfaat potensial. Dalam konteks empiris, kepercayaan telah diperlakukan dengan cara

    yang berbeda, tergantung pada apakah kepercayaan diasumsikan variabel dependen atau

    eksogen, atau apakah itu represor endogen, represor dinamis, atau regressor statis.5

    Faktor kedua adalah satu pengungkapan yang lengkap akan informasi yang

    berkaitan dengan tingkat keparahan risiko perawatan. Namun, ini tidak berarti bahwa

    informasi tersebut akan menjamin meningkatkan pemahaman pasien. Masalahpemahaman telah menjadi fokus dari banyak penelitian baru-baru ini dan berada di atas

    cakupan makalah ini. Kurangnya informasi sangat terkait dengan kurangnya informasi

    biaya. Sebagai contoh, rumah sakit yang berbeda dapat mengajukan tagihan yang berbeda

    untuk operasi yang sama. Sebuah jajak pendapat tahun 2006 menunjukkan bahwa 84%

    responden ingin melihat harga perawatan kesehatan yang diterbitkan. Selain itu, dalam

    survei skrining kanker pasien dengan penyedia mereka, 90% melaporkan bahwa penyedia

    telah membahas sejalan, tetapi hanya 19% sampai 30% dilaporkan tidak sejalan.5

    IV. INFORMED CONSENT DALAM PANDANGAN HUKUM DI INDONESIADi Indonesia, informed consent diatur dalam permenkes 585/1989 yang mengatur

    hubungan antara dokter dan pasien sehubungan dengan tindakan medis yang akan

    dilakukan.6

    Berbagai kasus dalam praktek kedokteran yang menyebabkan dokter terkena

    gugatan perdata atau sanksi pidana selama ini mendorong perlunya peraturan hukum

    antara dokter dan pasien dalam apa yang disebut persetujuan tindakan medis. Oleh karenaitu, masalah perlunya informed consent tadi tidak hanya menyangkut hak-hak pasien,

    tetapi sekaligus melindungi dokter dalam menjalankan profesinya sehaari-hari. Seperti

    dikemukakan oleh dr. Kartono Muhammad, PB IDI, informed consent yang lebih

    dikaitkan dengan pengertian hukum pada dasarnya juga mempunyai landasan etik. Dasar

    etik yang terkuat dalam informed consent ini adalah keharusan bagi setiap dokter untuk

    menghormati kemandirian (otonomi) pasiennya.6

  • 5/28/2018 REFERAT OBGYN Informed Consent in Obstetric FIX

    10/29

    10

    4.1. Pengaturan Informed Consent7Di Indonesia terdapat ketentuan informed consent yang diatur dalam :

    7

    1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.

    2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik

    Kedokteran dan Penjelasannya.

    3. Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI).

    4. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang

    Persetujuan Tindakan Medis.

    5. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1419/Men.Kes/Per/X/2005 tentang

    Penyelanggaraan Praktik Kedokteran.6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan.

    7. Surat Keputusan PB IDI No 319/PB/A4/88.

    Adapun pernyataan IDI tentang informed consent tersebut adalah:7

    a. Manusia dewasa sehat jasmani dan rohani berhak sepenuhnya menentukan apa

    yang hendak dilakukan terhadap tubuhnya. Dokter tidak berhak melakukan

    tindakan medis yang bertentangan dengan kemauan pasien, walaupun untuk

    kepentingan pasien sendiri.

    b.

    Semua tindakan medis (diagnotik, terapeutik maupun paliatif) memerlukan

    informed consent secara lisan maupun tertulis.

    c. Setiap tindakan medis yang mempunyai risiko cukup besar, mengharuskan

    adanya persetujuan tertulis yang ditandatangani pasien, setelah sebelumnya

    pasien memperoleh informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medis

    yang bersangkutan serta risikonya.

    d. Untuk tindakan yang tidak termasuk dalam butir 3, hanya dibutuhkan persetujuan

    lisan atau sikap diam.

    e.

    Informasi tentang tindakan medis harus diberikan kepada pasien, baik diminta

    maupun tidak diminta oleh pasien. Menahan informasi tidak boleh, kecuali bila

    dokter menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan

    pasien. Dalam hal ini dokter dapat memberikan informasi kepada keluarga

    terdekat pasien. Dalam memberi informasi kepada keluarga terdekat dengan

    pasien, kehadiran seorang perawat atau paramedik lain sebagai saksi adalah

    penting.

  • 5/28/2018 REFERAT OBGYN Informed Consent in Obstetric FIX

    11/29

    11

    f. Isi informasi mencakup keuntungan dan kerugian tindakan medis yang

    direncanakan, baik diagnostik, terapeutik maupun paliatif. Informasi biasanya

    diberikan secara lisan, tetapi dapat pula secara tertulis.

    V. INFORMED CONSENT DALAM PANDANGAN KONSEP ETIKAInformed Consent(Persetujuan Tindakan Medis) adalah sebuah konsep etika yang

    telah menjadi bagian utuh dari etika kedokteran kontemporer dan praktek medis. Sebagai

    pengakuan atas pentingnya etika informed consent , para ahli dalam komite etika dari

    American College of Obstetricians and Gynekologist ( ACOG ) menegaskan tujuh

    pernyataan berikut :

    8

    1. Perlunya memperoleh informed consent untuk perawatan medis, dan berpartisipasi

    dalam penelitian medis bila diimungkinkan atau untuk berpartisipasi dalam latihan

    mengajar yang melibatkan mahasiswa dan masyarakat merupakan prasyarat etis yang

    sebagian tercermin dalam doktrin hukum dan sesuai persyaratan.

    2. Mencari informed consent, mengungkapkan rasa hormat bagi pasien sebagai pribadi,

    serta menghormati hak pasien secara moral untuk integritas tubuhnya, untuk

    menentukan nasib sendiri mengenai kehidupan dan kapasitas reproduksi, dan

    mendukung kebebasan pasien untuk membuat keputusan dalam hubungan kepedulian.

    3. Informed consent tidak hanya menjamin perlindungan pasien terhadap pengobatan

    yang tidak diinginkan, tetapi juga memungkinkan keterlibatan aktif pasien dalam

    perencanaan medis dan perawatan.

    4. Komunikasi diperlukan jika informed consent ingin diwujudkan, dan dokter harus

    dapat membantu menemukan cara-cara untuk memfasilitasi komunikasi tidak hanya

    dalam hubungan individu dengan pasien, tetapi juga dalam konteks terstruktur dalam

    lembaga perawatan medis.

    5. Informed consent seharusnya dipandang sebagai proses lebih dari sekedar

    penandatanganan pada formulir consent. Proses ini meliputi saling berbagi informasi

    dari waktu ke waktu antara dokter dan pasien untuk memfasilitasi autonomi pasien

    dalam proses membuat dan memutuskan pilihan yang akan terjadi.

    6. Persyaratan etika untuk mencari informed consent tidak perlu menimbulkan

    pertentangan dengan dokter dalam keseluruhan kewajiban etis dalam memberikan hal

    terbaik untuk pasien yaitu dokter harus melakukan segala upaya untuk

    menggabungkan komitmen untuk izin tertulis dalam komitmen yang memberikan

    manfaat medis untuk pasien.

  • 5/28/2018 REFERAT OBGYN Informed Consent in Obstetric FIX

    12/29

    12

    7. Ketika informed consent oleh pasien mustahil untuk dilakukan, maka perlu untuk

    mencari pembuat keputusan pengganti untuk mewakili keinginan pasien atau

    kepentingan yang terbaik. Dalam situasi darurat, profesi kesehatan mungkin harus

    bertindak sesuai dengan persepsi mereka terhadap kepentingan terbaik pasien, dalam

    kasus yang jarang terjadi, mungkin harus melupakan memperoleh persetujuan oleh

    pasien dan keluarganya karena beberapa kewajiban etis lainnya lebih utama, seperti

    melindungi kesehatan pasien agar situasi darurat bisa terlewati menjadi lebih baik.

    Pada tahun 1980, Komite Etik Kedokteran mengembangkan pernyataan pada

    informed consent. Pernyataan tersebut menyatakan bahwa, "Pertimbangan Etis Terkait

    denganInformed Consent," kemudian disetujui dan diterbitkan pada tahun 1980 sebagaipernyataan kebijakan oleh Badan Eksekutif ACOG. Pernyataan tersebut oleh komite etik

    mencerminkan apa yang sekarang umumnya diakui sebagai pergeseran paradigma dalam

    pemahaman tentang etika hubungan dokter-pasien.8

    5.1.Pendapat Komite Etika Terhadap Hubungan Ibu-janin9Dalam konteks suatu kerangka kerja yang mengakui keterkaitan dari wanita

    hamil dan janin dan menekankan kepentingan mereka bersama, pendapat tertentu yang

    sebelumnya diterbitkan oleh Komite Etika ACOG sangat relevan. Hal ini termasuk:

    Informed Consent,

    Pilihan Pasien dalam Hubungan Ibu dan Janin,

    Risiko terhadap Penggunaan Obat terlarang: Isu Etika dalam Praktek Obstetri dan

    Ginekologi.

    Salah satu kewajiban etis profesional yang fundamental pada perawatan

    kesehatan adalah untuk menghormati pengambilan keputusan autonomi pasien dan untuk

    mematuhi persyaratan dalam proses informed consent untuk intervensi medis. Pada

    Januari 2004, Komite Etika menerbitkan edisi revisi dari "Informed Consent" di mana

    poin-poin berikut yang membela dalam hal:9

    Kebutuhan akan informed consent merupakan ekspresi penghormatan terhadap

    pasien sebagai pribadi, selain itu sangat menghormati hak moral pasien untuk

    keutuhan atau integritas tubuhnya, serta menentukan nasib sendiri mengenai

    seksualitas dan kapasitas reproduksi, dan dukungan kebebasan pasien dalam

    hubungan kepedulian.

  • 5/28/2018 REFERAT OBGYN Informed Consent in Obstetric FIX

    13/29

    13

    Persyaratan etika informed consent tidak perlu bertentangan dengan keseluruhan

    kewajiban etis dokter untuk memperhatikan prinsip beneficience, yaitu, segala upaya

    harus dilakukan untuk memasukkan komitmen pada informed consent hal ini

    berkaitan dalam komitmen untuk memberikan manfaat medis pasien dan dengan

    demikian menghormati mereka secara keseluruhan dan perwujudan seseorang.

    Kehamilan tidak meniadakan atau membatasi persyaratan untuk memperoleh

    informed consent. Intervensi atas nama janin harus dilakukan melalui tubuh dan dalam

    konteks kehidupan wanita hamil, dan karena persetujuannya untuk perawatan medis yang

    diperlukan, terlepas dari indikasi pengobatan. Namun, kehamilan menyajikan satu

    masalah khusus. Hal yang terkait dengan penolakan informasi perawatan oleh wanitahamil dibahas dalam jajak pendapat di bulan Januari 2004 dengan tema "Pilihan Pasien

    dalam Hubungan Ibu-janin.9

    Pendapat ini menyatakan bahwa dalam kasus-kasus penolakan ibu terhadap

    pengobatan demi janin, dalam putusan hukum memerintahkan campur tangan terhadap

    keinginan wanita hamil jarang jika pernah diterima. Dokumen ini menyajikan tinjauan

    pertimbangan etis umum yang berlaku untuk wanita hamil yang tidak mengikuti saran

    dari dokter mereka atau tampaknya tidak membuat keputusan demi kepentingan terbaik

    dari janin mereka.9

    Meskipun kemungkinan intervensi oleh badan hukum yang memerintahkan yang

    dapat dibenarkan tidak sepenuhnya dikesampingkan, dokumen menyajikan beberapa

    rekomendasi yang sangat tidak menyarankan tindakan pemaksaan, Tanggapan dokter

    kandungan untuk keengganan pasien dalam bekerja sama dengan nasihat medis. Harus

    menyampaikan dengan jelas alasan untuk memberikan rekomendasi kepada wanita hamil,

    memeriksa hambatan untuk berubah seiring dengannya, dan mendorong perkembangan

    perilaku yang dapat meningkatkan kesehatan.9

    VI. INFORMED CONSENT DALAM TINDAKAN PERSALINANSelama edukasi mengenai perawatan prenatal, ada peluang yang sangat besar untuk

    mencapai semua atau paling tidak sebagian informasi persetujuan untuk informed consent

    yang diperlukan untuk proses persalinan. Ada juga keuntungan dalam mengamankan

    dokumentasi informed consent yang tepat untuk pengelolaan persalinan dan prosedur

    obstetri yang mungkin terkait, intervensi risiko dan manfaat ketika telah mulai

    prosedurnya didapatkan lalu ditinjau dan dibahas bersama.10

  • 5/28/2018 REFERAT OBGYN Informed Consent in Obstetric FIX

    14/29

    14

    Persetujuan untuk anestesi juga dapat diperoleh sebelum masuk. Risiko seperti

    laserasi derajat ketiga dan keempat dengan episiotomydan persalinan operatif yang tepat

    juga harus dibahas, serta manfaat dari jarak kelahiran dan pilihan kontrasepsi. Manfaat

    kesehatan ibu, bayi, dan keluarga telah dikaitkan dengan jarak kelahiran optimal, yang

    diperkirakan sekitar 2 sampai 5 tahun. Interval kehamilan yang jaraknya pendek

    berhubungan dengan peningkatan berat badan lahir rendah, kelahiran prematur, dan hasil

    kehamilan yang merugikan lainnya dikaitkan dengan penurunan cadangan maternal

    sedangkan jarak kelahiran berkepanjangan telah dikaitkan dengan peningkatan risiko

    kanker payudara, preeklamsia, dan bayi lahir mati.10

    Manfaat dari menjarak usia kelahiran perlu ditekankan oleh praktisi kesehatan danharus disebarluaskan. Hal ini terkait dengan peningkatan kesehatan ibu (penurunan risiko

    ruptur uterus, endometritis, perdarahan antepartum, anemia, depresi), meningkatkan

    kesehatan anak (penurunan penyakit anak-anak, cedera, kematian, meningkatkan

    pendidikan), dan meningkatkan kesehatan keluarga, fungsi, dan status sosial ekonomi.

    Meskipun pilihan kontrasepsi yang banyak, ligasi tuba adalah metode yang paling umum

    di Amerika Serikat. Jika ligasi tuba ditawarkan, risiko, manfaat, dan alternatif postpartum

    dibandingkan ligasi selang harus didiskusikan.10

    Manfaat khusus dan risiko kelahiran normal setelah operasi caesar sangat penting

    untuk dibahas sebelum persalinan, dan itu adalah umum untuk mendokumentasikan

    kedua komponen dari proses informed consent serta pilihan pasien sehubungan dengan

    alur persalinan.10

    6.1. Persiapan Sebelum MelahirkanPengenalan edukasi bagaimana cara dan proses melahirkan dan konsumerisme

    telah memiliki dampak yang signifikan terhadap praktek kebidanan. Keberhasilan praktek

    kebidanan dalam mencegah bahaya, telah memungkinkan untuk menarik fokus pada

    kualitas persalinan dan pengalaman perinatal. Penelitian telah menunjukkan

    bahwapersiapan dalam proses persalinan dapat memiliki efek menguntungkan pada

    persalinan.10

    Periode prenatal harus menjadi salah satu di mana pasien mendapat informasi

    tentang kehamilan, persalinan normal dan kelahiran, anestesi dan analgesia, komplikasi

    obstetrik, dan operasi obstetri (misalnya, episiotomi, sesar, dan persalinan denganforceps

    atau vakum). Klinik prenatal adalah tempat yang tepat untuk mendapatkan informed

    consent dari pasien untuk perawatan dan manajemen intrapartum, dan untuk membahas

  • 5/28/2018 REFERAT OBGYN Informed Consent in Obstetric FIX

    15/29

    15

    keprihatinan dan pengetahuan tentang persalinan. Tentu saja, hal ini dapat memberi

    dukungan dari faktor lingkungan yang lebih baik, tenang, dan bebas rasa sakit

    dibandingkan dengan mempertimbangkan keadaan dalam serangkaian persalinan.

    Sementara edukasi yang disebutkan di atas biasanya dapat disampaikan oleh dokter

    kandungan pada kunjungan awal atau melalui serangkaian kunjungan balik, pasien datang

    untuk mengharapkan keterlibatan lebih secara pribadi daripada diberi buku berupa

    panduan untuk membaca.10

    Tujuan perawatan prenatal adalah untuk memastikan sebanyak mungkin,

    kehamilan dan persalinan tidak rumit untuk bayi hidup yang sehat. Ada bukti bahwa ibu

    dan anak yang menerima perawatan prenatal memiliki risiko komplikasi yang lebihrendah. Ada juga bukti bahwa keadaan emosional ibu selama kehamilan dapat memiliki

    efek langsung pada janinnya. Dalam satu studi, dilaporkan bahwa kecemasan dalam

    persalinan berkorelasi positif dengan kadar epinefrin plasma, yang, pada gilirannya,

    tampaknya menghasilkan pola denyut jantung janin abnormal dan skor Apgar rendah.

    Demikian pula, penelitian lain, yang diukur kecemasan pada wanita pada trimester ketiga,

    mencatat bahwa pada bayi baru lahir pada ibu yang mengalami kecemasan, dalam waktu

    5 menit Apgar skor secara signifikan lebih rendah.11

    Idealnya, seorang wanita berencana untuk memiliki anak harus memiliki evaluasi

    medis sebelum ia menjadi hamil. Hal ini memungkinkan dokter untuk menetapkan

    berdasarkan riwayat, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium keseluruhan

    kebugaran pasien untuk masuk dalam proses persalinan. Ini adalah waktu yang ideal

    untuk menekankan dan edukasi ibu hamil terhadap bahaya merokok, alkohol dan

    penggunaan narkoba, dan paparan teratogen pada ibu hamil. Instruksi diet yang tepat dan

    kebiasaan olahraga juga dapat diberikan. Vitamin, terutama asam folat, diambil 3 bulan

    sebelum pembuahan mungkin bermanfaat (mengurangi kejadian defek pada tabung saraf)

    Sayangnya, sebagian besar pasien tidak mencari perawatan selama prakonsepsi, dan

    kunjungan prenatal awal dijadwalkan baik setelah kehamilan berlangsung.11

    Alasan umum mengapa wanita hamil mungkin tidak menerima perawatan prenatal

    yang memadai, akibat ketidakmampuan untuk membayar untuk perawatan kesehatan,

    takut atau kurangnya kepercayaan pada para tenaga profesional perawatan kesehatan,

    kurangnya kepercayaan diri, penundaan akan kecurigaan kehamilan atau dalam

    melaporkan kehamilan kepada orang lain pada individu yang berbeda atau persepsi

    budaya akan pentingnya perawatan prenatal, perasaan negatif pada awal kehamilan, dan

  • 5/28/2018 REFERAT OBGYN Informed Consent in Obstetric FIX

    16/29

    16

    larangan agama atau budaya. Faktor-faktor ini harus diskrining untuk segera ditangani

    sebelum terjadi kesalaahpahaman dalam proses persalinan.11

    6.2. Persiapan Sebelum Tindakan PersalinanDasar asuhan persalinan normal adalah asuhan yang bersih dan aman selama

    persalinan dan setelah bayi lahir, serta upaya pencegahan komplikasi terutama perdarahan

    pasca persalinan, hipotermia, dan asfiksia bayi baru lahir. Sementara itu, fokus utamanya

    adalah mencegah terjadinya komplikasi. Hal ini merupakan suatu pergeseran paradigma

    dari sikap menunggu dan menangani komplikasi menjadi mencegah komplikasi yang

    mungkin terjadi. Pencegahan komplikasi selama persalinan dan setelah bayi lahir akanmengurangi kesakitan dan kematian ibu serta bayi baru lahir. Penyesuaian ini sangat

    penting dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Hal ini

    dikarenakan sebagian besar persalinan di Indonesia masih terjadi di tingkat pelayanan

    kesehatan primer dengan penguasaan keterampilan dan pengetahuan petugas kesehatan di

    fasilitas tersebut masih belum memadai.2

    Tujuan dari asuhan persalinan normal adalah mengupayakan kelangsungan hidup

    dan mencapai derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui berbagai upaya

    yang terintegrasi dan lengkap serta intervensi minimal sehingga prinsip keamanan dan

    kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang optimal.2

    Kegiatan yang tercakup dalam asuhan persalinan normal, adalah sebagai berikut:2

    1. Secara konsisten dan sistematik menggunakan sarung tangan sesuai dengan yang

    diharapkan, menjaga lingkungan yang bersih bagi proses persalinan dan kelahiran

    bayi, serta menerapkan standar proses peralatan.

    2. Memberikan asuhan rutin dan pemantauan selama persalinan dan setelah bayi

    lahir, termasuk penggunaan partograf. Partograf digunakan sebagai alat bantu

    untuk membuat suatu keputusan klinik, berkaitan dengan pengenalan dini

    komplikasi yang mungkin terjadi dan memilih tindakan yang sesuai.

    3. Memberikan asuhan saying ibu secara rutin selama persalinan, pascapersalinan,

    dan nifas, termasuk menjelaskan kepada ibu dan keluarganya mengenai proses

    kelahiran bayi dan meminta para suami dan kerabat untuk turut berpartisipasi

    dalam proses persalinan dan kelahiran bayi.

    4. Menyiapkan rujukan bagi setiap ibu bersalin atau melahirkan bayi.

  • 5/28/2018 REFERAT OBGYN Informed Consent in Obstetric FIX

    17/29

    17

    5. Menghindari tindakan-tindakan berlebihan atau berbahaya, seperti episiotomi

    rutin, amniotomi, kateterisasi, dan penghisapan lendor secara rutin sebagai upaya

    untuk mencegah perdarahan pascapersalinan.

    6. Memberikan asuhan bayi baru lahir, termasuk mengeringkan dan menghangatkan

    tubuh bayi, member ASI secara dini, mengenal sejak dini komplikasi dan

    melakukan tindakan yang bermanfaat secara rutin.

    7. Memberikan asuhan dan pemantauan ibu dan bayi baru lahir, termasuk dalam

    masa nifas dini secara rutin.

    Segera setelah masa nifas telah lama diakui sebagai waktu yang tepat untuk

    membahas keluarga berencana, meskipun diskusi ini idealnya harus dimulai selamakehamilan. Keputusan pencegahan kehamilan dan pengendalian kelahiran harus

    dilakukan sebelum pemulangan dengan perawatan yang memenuhi syarat oleh dokter

    atau asisten dokter atau dengan bantuan media untuk edukasi pasien tentang macam-

    macam kontrasepsi yang dapat dipilih oleh pasien berdasarkan penjelasan oleh dokter

    kandungan atau bidan tersebut. Jadi tergantung oleh autonomi pasien dalam memilih

    tindakan kontrasepsi yang diinginkan dalaam hal menjarak kehamilan, menunda

    kehamilan dan atau sterilisasi (Kontrasepsi Mantap).11

    6.3. Pertimbangan Tindakan dalam Proses PersalinanTidak seharusnya wanita yang hamil harus diberi mandat untuk menjalani

    percobaan persalinan. Pada persalinan normal atau pervaginam, tahap pertama persalinan

    dievaluasi oleh laju perubahan penipisan serviks, dilatasi serviks, dan turunnya kepala

    janin. Frekuensi dan durasi kontraksi uterus saja bukan merupakan ukuran yang memadai

    kemajuan persalinan. Tahap kedua persalinan dimulai setelah dilatasi serviks penuh.

    Kemajuan tahap ini diukur dengan keturunan, fleksi, dan rotasi dari bagian presentasi

    janin. Persalinan normal merupakan proses yang berkesinambungan yang telah dibagi

    menjadi tiga tahap untuk tujuan studi, dengan tahap pertama kemudian dibagi lagi

    menjadi dua fase, fase laten dan fase aktif.11

    Wanita paling mungkin mengalami kehamilan dan persalinan normal yang dapat

    terjadi pada semua wanita yang mendapat perawatan kehamilan yang memadai tanpa

    adanya komplikasi secara signifikan pada janin dan pada usia kehamilan 36 minggu atau

    lebih. Setiap kali seorang wanita hamil dievaluasi untuk proses persalinannya, faktor-

    faktor berikut harus dinilai dan dicatat yaitu:11

  • 5/28/2018 REFERAT OBGYN Informed Consent in Obstetric FIX

    18/29

    18

    Waktu onset dan frekuensi kontraksi, keadaan selaput ketuban, riwayat perdarahan,

    dan gerakan janin.

    Riwayat alergi, penggunaan obat-obatan, dan waktu, jumlah, dan isi dari asupan

    nutrisi terakhir.

    Catatan Prenatal dengan perhatian khusus melihat hasil laboratorium yang

    berddampak langsung dengan kehamilan selama intrapartum dan manajemen

    postpartum (misalnya, human immunodeficiency virus [HIV] dan status hepatitis B).

    Tanda-tanda vital ibu, protein urin dan glukosa, dan pola kontraksi uterus.

    Tingkat denyut jantung janin, presentasi, dan estimasi klinis berat janin.

    Status membran, dilatasi serviks dan penipisan (kecuali kontraindikasi, misalnya, oleh

    plasenta previa), dan stasiun bagian presentasi.

    Persalinan aktif dibagi menjadi tiga fase atau kala yang berbeda. Kala satu

    persalinan mulai ketika telah tercapai kontraksi uterus dengan frekuansi, intensitas, dan

    durasi yang cukup untuk menghasilkan pendataran dan dilatasi serviks yang progresif.

    Kala satu persalinan selesai ketika serviks sudah membuka lengkap (sekitar 10 cm)

    sehingga memungkinkan kepala janin lewat. Oleh karena itu, kala satu persalinan disebut

    stadium pendataran dan dilatasi serviks. Kala dua persalinan dimulai ketika dilatasi

    serviks sudah lengkap, dan berakhir ketika janin sudah lahir. Kala dua persalinan disebut

    juga sebagai stadium ekspulsi janin. Kala tiga persalinan dimulai segera setelah janin

    lahir dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban janin. Kal tiga persalinan

    disebut juga sebagai pemisahan dan ekspulsi plasenta.12

    Ibu hamil juga harus diberi penjelasan tentang persalinan dengan proses induksi

    dan augmentasi persalinan bila terdapat indikasi. Induksi persalinan adalah proses

    memulai kelahiran dengan cara buatan, augmentasi adalah rangsangan buatan persalinan

    yang dimulai secara spontan. Induksi persalinan harus dilakukan hanya setelah penilaian

    kondisi yang tepat dari ibu dan janin. Selain itu, risiko, manfaat, dan alternatif untuk

    induksi dalam setiap kasus harus dievaluasi dan menjelaskan kepada pasien. Dengan ada

    tidaknya indikasi medis untuk induksi, kematangan janin harus dikonfirmasi melalui

    tenggang waktu kehamilan yang tepat, pertama pengukuran USG setiap trimester, dan

    atau analisis cairan ketuban.11

    Evaluasi status serviks dalam hal penipisan dan pelunakan penting dalam

    memprediksi keberhasilan induksi dan sangat dianjurkan sebelum induksi elektif. Secara

    umum, induksi harus dilakukan dalam menanggapi indikasi tertentu misalnya pada ibu

  • 5/28/2018 REFERAT OBGYN Informed Consent in Obstetric FIX

    19/29

    19

    indikasinya seperti terjadinya preeklampsia, penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung

    pada ibu, dan riwayat kehamilan yang cepat, sedangkan pada bayi diindikasikan apabila

    terjadi persalinan kala I lama, gangguan janin, ketuban pecah dini, curiga Intrauterine

    Growth Restriction(IUGR), dan insufisiensi plasenta. Sedangkan kontraindikasi induksi-

    augmentasi seperti terjadinya plasenta previa, bekas parut pada rahim riwayat SC

    sebelumnya, riwayat myomectomy, dan presentasi lintang.11

    Selain itu, keputusan tindakan kala kedua persalinan oleh forceps atau ekstraksi

    vakum ditunjukkan dalam kondisi apapun mengancam ibu atau janin yang mungkin akan

    memudahkan persalinan. Beberapa indikasi ibu termasuk penyakit jantung, cedera paru

    atau kompresi, infeksi intrapartum, kondisi neurologis tertentu, kelelahan, atau persalinankala dua yang memanjang. Yang terakhir ini didefinisikan oleh American College of

    Obstetricians dan Gynecologists (2002),bahwa lebih dari 3 jam dan dengan lebih dari 2

    jam tanpa analgesia regional pada wanita nulipara. Pada wanita yang partus (melahirkan),

    dengan kala dua yang memanjang didefinisikan sebagai lebih dari 2 jam dengan dan lebih

    dari 1 jam tanpa analgesia regional.13

    Perlunya memberikan informasi tentang kemungkinan resiko terburuk dalam

    persalinan yaitu informed consent kematian ibu oleh berbagai macam penyebab.

    Diperkirakan dari setiap ibu yang meninggal dalam kehamilan, persalinan, atau nifas, 16-

    17 ibu menderita komplikasi yang memepengaruhi kesehatan mereka, umumnya

    menetap. Penyebab utama kematian ibu yaitu perdarahan, infeksi, dan hiperstensi dalam

    kehamilan, partus macet, dan aborsi. Sebaliknya, risiko dan manfaat dari percobaan

    terhadap perslinan dibandingkan dengan kelahiran secara operasi atau SC (Sectio

    Cesarea) yang berulang, harus didiskusikan kepada ibu hamil dengan parut uterus

    sebelumnya. Keputusan akhir untuk mencoba melahirkan melalui vagina harus

    diputuskan oleh pasien atas informasi dari dokternya. The American Academy of

    Pediatrics dan American College of Obstetricians dan Gynecologists (2002)membahas

    dan merekomendasikan hal-hal berikut bahwa:14,15

    1. Keuntungan dari keberhasilan persalinan pervaginam, misalnya, perawatan

    postpartum selama tinggal di rumah sakit tidak lama, kurang menimbulkan rasa sakit

    post partum, pemulihan yang lebih cepat, dan lain-lain.

    2. Kontraindikasi untuk mendapatkan persalinan secara pervaginam, misalnya tindakan

    sectio cesariasebelumnya , plasenta previa, dan lain-lain.

    3. Risiko ruptur uterus.

  • 5/28/2018 REFERAT OBGYN Informed Consent in Obstetric FIX

    20/29

    20

    4. Peningkatan risiko ruptur uterus dengan lebih dari satu kali SC sebelumnya, upaya

    pematangan serviks atau induksi persalinan.

    5. Dalam hal terjadinya ruptur, ada 10 sampai 25 persen risiko gejala sisa janin yang

    merugikan.

    6. Meskipun ruptur uteri merupakan bencana yang dapat menyebabkan kematian

    perinatal atau cedera neonatal permanen namun jarang terjadi, lebih sering pada 1

    per 1.000 upaya persalinan VBAC (melakukan persalinan pervaginam setelah

    operasi Sectio Sesarea atau persalinan normal dengan parut uterus ), hal itu terjadi

    meskipun sumber daya terbaik yang tersedia, dan harus diobservasi di rumah sakit

    dengan fasilitas dan sarana yang memadai.

    6.4. Indikasi Sectio CesariaIndikasi untuk persalinan sesar pada ibu hamil, relatif sedikit dan dapat dianggap

    sebagai tindakan medis atau mekanik secara alami meskipun agak diperdebatkan. Kondisi

    jantung ibu tertentu seperti penyakit arteri koroner stabil iskemik dan aorta melebar

    dengan sindrom Marfan telah dianggap indikasi untuk operasi sesar. Diagnosa ini dapat

    menimbulkan risiko bagi memburuknya kondisi ibu dengan stres dalam persalinan.

    Penyakit pernapasan serius yang memerlukan ventilasi dan kondisi yang mengakibatkan

    perubahan status mental dibantu mungkin juga penetapan keputusan harus sesar. Kelainan

    sistem saraf pusat di mana peningkatan tekanan intrakranial akan tidak diinginkan seperti

    menyertai kala dua persalinan juga telah menyebabkan beberapa ahli untuk

    merekomendasikan operasi sesar.16

    Tabel I.Indikasi Persalinan Sesar16

    Maternal Janin Ibu-Janin

    Penyakit jantung tertentu (sindrom

    Marfan, penyakit arteri koroner stabil)

    Penyakit pernapasan spesifik danpenyakit Sindrom Guillian-Barr

    Kondisi yang berhubungan denganpeningkatan tekanan intrakranial

    Obstruksi mekanik dari segmen bawah

    uterus (tumor, fibroid)

    Obstruksi mekanik vulva (kondiloma)

    Status janin yang

    mengkhawatirkan(Gawat Janin)

    Sungsang ataumelintang

    Herpes Maternal

    Anomali

    kongenital

    Disproporsi

    sefalopelvik

    Solusio plasenta

    Plasenta Previa

    Pilihan untuk

    melahirkan secarasesar

    Mayoritas kelahiran sesar dilakukan untuk kondisi yang mungkin menimbulkan

    ancaman bagi ibu dan janin jika persalinan pervaginam terjadi. Plasenta previa dan

    solusio plasenta dengan potensi perdarahan adalah contoh yang jelas. Distosia

  • 5/28/2018 REFERAT OBGYN Informed Consent in Obstetric FIX

    21/29

    21

    menyajikan risiko untuk kedua trauma janin dan ibu langsung. Hal ini juga dapat

    membahayakan janin oksigenasi dan status metabolik.16

    Meskipun kegagalan untuk membuat kemajuan cukup dalam fase aktif persalinan,

    telah dikaitkan dengan adanya kekurangan dalam aktivitas kontraksi uterus, kegagalan

    untuk kemajuan persalinan dapat juga berpotensi dari berbagai pendekatan oleh dokter

    untuk pengelolaan persalinan itu sendiri. Lama waktu yang tepat untuk stimulasi

    oksitosin yang memadai pada gangguan penggambaran tidak terdefinisi, dengan sebagian

    besar praktisi yang memungkinkan "beberapa jam." Karena telah terbukti oksitosin yang

    belum bekerja sama sekali dalam banyak kelahiran sesar dilakukan untuk distosia, dapat

    disimpulkan bahwa uji coba yang tidak memadai pada stimulasi oksitosin dapat menjadifaktor yang signifikan dalam beberapa tindakan sesar yang tidak perlu.

    10

    6.5. Komplikasi Sectio CesariaKomplikasi yang paling umum yang dihasilkan dari operasi sesar adalah

    perdarahan postpartum, endometritis, dan infeksi luka. Pemberian antibiotik profilaksis

    dan memastikan hemostasis sebelum penutupan perut telah membantu mengurangi

    kejadian komplikasi ini. Faktor utama yang mempengaruhi penyembuhan insisi uterus

    adalah hemostasis, ketepatan posisi, kualitas dan jumlah bahan jahitan, dan menghindari

    infeksi dan strangulasi jaringan. Secara umum dapat dinyatakan bahwa semakin lama

    prosedur operasi, semakin besar kemungkinan komplikasi pasca operasi. Bencana pada

    bedah sesar jarang terjadi, ada beberapa hal jelas kadang tidak dapat dicegah. Lainnya

    adalah akibat langsung dari kesalahan teknik bedah, terutama kurangnya perhatian

    terhadap hemostasis, anestesi tidak kompeten dan perilaku buruk yang dipilih,

    penggantian produk darah yang tidak memadai atau transfusi darah yang tidak cocok, dan

    diagnosis tertunda atau kesalahan manajemen infeksi.17

    Selain itu komplikasi intraoperatif juga dapat terjadi sebagai resiko dari tindakan SC,

    termasuk perdarahan dan timbulnya kerusakan pada bagian tubuh atau organ-organ

    sekitar, misalnya laserasi uteri, cedera pada buli-buli (Bladder Injury), luka pada ureter,

    luka pada sistem gastrointestinal, atonia uteri, plasenta akreta, bahkan kematian pada ibu

    dapat terjadi. Komplikasi juga dapat timbul pada pasca SC, seperti endomyometritis,

    infeksi pada luka pasca operasi, penyakit tromboemboli, serta Septic Pelvic

    Thrombophlebitis.10

  • 5/28/2018 REFERAT OBGYN Informed Consent in Obstetric FIX

    22/29

    22

    6.6. Contoh Informed Consent Dalam Persalinan:1. I nf ormed Consent Persalinan Sectio Cesaria18

    Kondisi

    Sungsang Kembar Post SC

    Plasenta Previa Lain-lain

    Perencanaan Sectio Cesaria

    Sebelum tindakan persalinan sectio cesarea, perawat atau bidan akan

    mempersiapkan pasien sebelum operasi. Pasien akan diberikan pengobatan untuk

    mengurangi asam lambung. Hal ini akan mencegah asam lambung masuk ke sistem

    pernafasan atau langsung ke paru-paru dan menyebabkan masalah. Sistem pencernaan

    pasien akan dibersihkan.

    Anestesi akan diberikan sehingga pasien tidak merasakan sakit selama operasi.

    Pasien akan diberikan anestesi umum, dengan blok epidural atau blok tulang belakang/

    spinal. Jika anestesi umum digunakan, pasien tidak akan terjaga selama proses

    persalinan, tapi ini hal yang biasa.

    Blok epidural mematikan bagian bawah tubuh. Injeksi dilakukan pada ruang di

    tulang belakang di punggung bawah pasien. Sebuah tabung kecil dapat dimasukkan ke

    dalam ruang ini sehingga lebih banyak obat dapat diberikan melalui tabung nanti, jika

    diperlukan. Dengan begitu, pasien tidak perlu diberikan suntikan lain.

    Blok Saraf tulang belakang/Spinal (SAB) mirip dengan blok epidural. Hal ini

    juga mematikan bagian bawah tubuh. Pasien menerima obat dengan cara yang sama,

    tapi obat yang disuntikkan langsung ke dalam cairan tulang belakang. Jenis anestesi

    yang digunakan tergantung pada banyak faktor, termasuk kondisi ibu dan bayi. Dokter

    akan berbicara dengan pasien tentang jenis anestesi dan mencatat keinginan atau

    pilihan pasien ke dokumentasi.

    Setelah anestesi diberikan, kateter (tabung) kemudian ditempatkan di dalam

    kandung kemih pasien. Menjaga kandung kemih kosong mencegah melukai kandung

    kemih selama operasi. Bebat khusus dipasang pada tungkai bawah pasien, yang

    membantu mencegah pembentukan gumpalan darah.

    Dokter akan membuat sayatan melalui kulit dan dinding perut. Sayatan kulit

    mungkin melintang (horisontal) atau vertikal, tepat di atas garis rambut kemaluan.

    Otot-otot di perut juga akan dipindah dan, dalam banyak kasus, tidak perlu dipotong.

  • 5/28/2018 REFERAT OBGYN Informed Consent in Obstetric FIX

    23/29

    23

    Sayatan lain akan dibuat di dinding rahim (uterus). Sayatan pada dinding rahim juga

    akan dilakukan secara melintang atau vertikal.

    Jika memungkinkan, sayatan melintang di dalam rahim lebih baik karena

    dilakukan di bawah, lebih tipis dari bagian rahim dan tidak timbul banyak. Hal ini juga

    membuat proses penyembuhan lebih baik. Namun, terkadang sayatan vertikal

    diperlukan-misalnya, jika ibu mengandung bayi prematur sangat dan kepala bayi tidak

    berada di vertex (kepala di bawah) posisi.

    Bayi akan dilahirkan secara berturut melalui sayatan, tali pusat akan dipotong,

    dan kemudian plasenta juga dikeluarkan/ dilahirkan. Rahim akan ditutup dengan

    jahitan yang akan langsung diserap tubuh. Lalu dengan menggunakan plester akanmenutupi kulit dan luka.

    Kemungkinan Komplikasi

    Rahim, organ panggul terdekat, atau sayatan kulit bisa terinfeksi.

    Pasien dapat kehilangan darah, kadang-kadang akan memerlukan transfusi

    darah.

    Pasien dapat mengalami bekuan darah di kaki, organ panggul, atau paru-paru.

    Usus atau kandung kemih bisa terluka.

    Pasien dapat mengalami reaksi alergi terhadap obat atau jenis anestesi yang

    digunakan.

    Setelah Melahirkan

    Jika pasien terjaga selama operasi, pasien mungkin bisa menggendong bayinya

    segera. Kemudian akan dibawa ke ruang pemulihan atau langsung ke kamar pasien.

    Tekanan darah, denyut nadi, kecepatan napas, dan perut akan diperiksa secara teratur.

    Jika pasien berencana untuk menyusui, jangan khawatir karena meskipun

    melahirkan sesar tidak berarti ibu tidak akan dapat menyusui bayinya. Ibu harus dapat

    mulai menyusui segera.

    Ibu bayi mungkin harus tinggal di tempat tidur untuk sementara waktu. Hanya

    beberapa kali ibu boleh bangun dari tempat tidur, perawat atau orang dewasa lain

    (keluarga) akan membantu.

    Segera setelah operasi, kateter akan dilepas dari saluran kemih. Pasien akan

    mendapat cairan melalui infus setelah melahirkan, sampai pasien mampu untuk makan

    dan minum. Sayatan perut akan terasa sakit untuk beberapa hari. Dokter dapat

    memberikan resep obat sakit bagi pasien untuk diberikan setelah obat bius telah

  • 5/28/2018 REFERAT OBGYN Informed Consent in Obstetric FIX

    24/29

    24

    berkurang. Ada banyak cara yang berbeda untuk mengontrol rasa sakit. Pasien perlu

    untuk tetap berbicara tentang pilihannya sendiri.

    Masa perwatan setelah melahirkan sesar di rumah sakit biasanya 2-4 hari. Lama

    waktunya tergantung pada alasan untuk kelahiran sesar dan berapa lama waktu yang

    dibutuhkan bagi tubuh pasien untuk pulih. Ketika pasien pulang, mungkin perlu

    berhati-hati dari diri sendiri dan termasuk sering membatasi aktivitasnya.

    Edukasi Di Rumah

    Pasca operasi akan memakan waktu beberapa minggu luka perut untuk sembuh.

    Meskipun pulih, ibu mungkin akan mengalami:

    Kram ringan, terutama jika sedang menyusuiPerdarahan atau bercak (lokia) selama sekitar 4-6 minggu

    Perdarahan dengan gumpalan dan bisa timbul kram

    Nyeri pada luka bekas operasi

    Pemantauan (follow up)

    Dokter akan menganjurkan pasien untuk kontrol 2 minggu dan 6 minggu setelah

    melahirkan. Pada pertemuan pertama, luka pasca bedah akan diperiksa, dokter ingin

    tahu bagaimana proses pemulihan dari operasi, dan bagaimana dengan kedaan bayi

    dan proses menyusuinya. Pada kunjungan kedua, pemeriksaan yang lebih lengkap

    akan dilakukan dan dokter dan akan berbicara kepada pasien tentang pengendalian

    kelahiran (kontrasepsi) dan kunjungan rutin tindak lanjut.

    Apa yang harus diperhatikan

    Pastikan pasien mengetahui tanda-tanda peringatan dari masalah yang berkaitan

    dengan operasi. Dianjurkan menghubungi dokter jika mengalami salah satu dari gejala

    berikut:

    Muntah

    Pingsan

    sakit perut parah atau kram

    Pendarahan berat

    keputihan abnormal

    Demam atau kedinginan

    timbulnya peradangan dari sayatan

    Sesak napas atau nyeri dada

  • 5/28/2018 REFERAT OBGYN Informed Consent in Obstetric FIX

    25/29

    25

    Saya telah berbicara dengan dokter saya dan membaca penjelasan rinci tentang

    prosedur saya. Saya memahami risiko, manfaat, dan alternatif dari Caesar.

    TANDATANGAN PASIEN________________

    Silahkan Tandatangan

    TANDATANGAN DOKTER_______________

    TNDATANGAN SAKSI ___________________

    Silahkan Tandatangan

    TANGGAL_____________________

    NO_____________________________

  • 5/28/2018 REFERAT OBGYN Informed Consent in Obstetric FIX

    26/29

    26

    2. I nformed Consent Persalinan Pervaginam (Normal)19Berikut ini telah menjelaskan kepada saya secara umum dan aku mengerti bahwa:

    Prosedur persalinan yang alami untuk melahirkan bayi melalui jalan lahir dengan

    kemungkinan penggunaan forceps atau ekstraksi vakum. Episiotomi (berupa usaha

    melebarkan jalan lahir dalam ruang antara jalan lahir dan tempat pembuangan

    kotoran dengan cara menggunting jaringan antara jalan lahir dan tempat pembuangan

    kotoran) dapat dilakukan sebagai bagian dari persalinanpervaginam/ normal.

    Bila melalui persalinan normal tidak berhasil, maka persalinan dengan operasi

    caesar dengan insisi/ membuka perut bagian bawah dengan diiris, dibantu oleh ahli

    anestesi (dokter bius) dengan tepat mungkin diperlukan.Sebagai hasil dari prosedur persalinan yang dilakukan, dapat timbul risiko, yaitu:

    Dapat terjadi infeksi, reaksi alergi, jaringan parut, kehilangan darah, mungkin di

    kemudian hari dapat timbul disfungsi dasar panggul, nyeri dan ketidaknyamanan,

    cedera pada saluran kemih, dan kemungkinan cedera pada bayi (laserasi atau luka

    pada kepala bayi, hematomaatau perdarahan dalam jaringan di kepala, fraktur/ patah

    tulang tengkorak, cedera saraf dan cedera otak).

    Saya memahami dan menerima bahwa ada komplikasi, termasuk risiko dari yang

    kecil hingga terburuk atau kematian atau cacat serius, yang dapat terjadi pada saya

    dan bayi saya.

    Saya sadar bahwa dalam kebanyakan kasus, persalinan pervaginam / normal

    hasilnya dapat berhasil pada kesehatan ibu dan bayi, namun saya menyadari bahwa

    tidak ada jaminan.

    Saya setuju secara sukarela untuk memungkinkan ____________________ atau

    dokter yang ditunjuk atau dipilih oleh pasien dan semua tenaga medis di bawah

    pengawasan langsung dan kontrol dokter tersebut untuk melakukan prosedur yang

    dijelaskan atau disebutkan di atas.

    ______________________ _______________

    Tanda Tangan Pasien Waktu dan Tanggal

    ________________________ ________________

    Tanda Tangan Saksi Waktu dan Tanggal

    ________________________ ________________

    Tanda Tangan Dokter Waktu dan Tanggal

  • 5/28/2018 REFERAT OBGYN Informed Consent in Obstetric FIX

    27/29

    27

    VII. KESIMPULANDari uraian tentang prinsip-prinsip serta latar belakang informed consent

    sebagaimana dikemukakan di atas, maka secara umum informed consent memang

    mempunyai arti yang amat penting bagi dokter dalam menyelenggarakan pelayanan

    kedokteran. Kepentingan yang dimaksud jika disederhanakan dapat dibedakan atas lima

    macam yaitu:1

    1. Membantu lancarnya tindakan kedokteran

    Informed consent menjamin jalinan kerjasama antara dokter dengan pasien,

    sehingga memperlancar tindakan klinik yang akan dilakukan. Keadaan ini

    menyebabkan efisiensi waktu dalam berbagai upaya pengobatan atau tindakangawat darurat.

    2. Mengurangi efek samping dan komplikasi yang mungkin terjadi

    Tindakan klinik yang tepat dan segera, akan sangat mengurangi kejadian efek

    samping dan komplikasi. Kondisi ini sangat mengurangi beban dokter dalam

    menangani akibat efek sampingan suatu tindakan klinik.

    3. Mempercepat proses pemulihan dan Penyembuhan Penyakit

    Akibat pemahaman yang cukup terhadap tindakan klinik yang akan dilakukan,

    maka proses pemulihan dan penyembuhan penyakit akan lebih cepat.

    4. Meningkatkan mutu pelayanan

    Peningkatan mutu yang disebabkan oleh tindakan klinik yang lancar, minimnya

    efek samping dan komplikasi, cepatnya proses pemulihan dan penyembuhan

    penyakit, tentunya akan sangat menguntungkan dokter.

    5. Melindungi dokter dari kemungkinan tuntutan hukum

    Bila tindakan medik yang dilakukan memang tidak menimbulkan masalah

    apapun, maka tidak ada hal yang dikhawatirkan oleh dokter. Jika timbul efek

    samping dan atau komplikasi, maka kondisi ini sangat berbeda dengan kelalaian

    ataupun kesalahan tindakan (malpraktek)

    Informed Consent atau persetujuan tindakan medik (setelah pasien tersebut

    mendapatkan penjelasan lengkap dan objektif) sesungguhnya identik dengan prinsip-

    prinsip pelayanan kedokteran. Apabila informed consent dilakukan dnegan baik,

    manfaatnya akan dirasakan oleh semua pihak. Sebagai dokter, mempunyai kewenangan

    besar untuk menjelaskan kepada pasien maupun keluarganya, sangat perlu berpikir

    cermat dan cepat dalam mengambil keputusan, baik dalam keadaan darurat maupun

    dalam kondisi bukan darurat termasuk dalam tindakan pada proses persalinan.

  • 5/28/2018 REFERAT OBGYN Informed Consent in Obstetric FIX

    28/29

    28

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Mappeware NA. Informed Consent. In: Mappeware NA, editor. Pengantar

    Bioetika Hukum Kedokteran Dan Hak Asasi Manusia. Makassar: FK UMI; 2009.

    p. 28-34.

    2. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Kebidanan Dalam Masa Lampau, Kini Dan

    Kelak. In: Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, editors. Ilmu Kebidanan. 4th ed.

    Jakarta: Tridasa Printer; 2010. p. 10-15.

    3. Utja AS, Rafly A, Sarsito AS, Purwadito A, Et a. Manual Persetujuan Tindakan

    Kedokteran. In. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia; 2006. p. 1-40.4. Avery DM. Summary of Informed Consent and Refusal. American Journal of

    Clinical Medicine 2009;6:28-29.

    5. Khedhiri M, Adlan AA, Abolfotouh MA. Informed Consent in Clinical Care:

    Models of Patients' Satisfaction and Attitude Based on General Trust and Risks

    Disclosure. International Journal of Medicine and Medical Sciences

    2013;46:1271-1277.

    6. Samil RS. Informed Consent. In: Samil RS, editor. Etika Kedokteran Indonesia.

    Jakarta: YBP-SP; 2001. p. 45-48.

    7. Wardhani RK. Tinjauan Yuridis Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent)

    Di RSUP Kariadi Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro; 2009.

    8. Opinion AC. Informed Consent. The American College of Obstetricians and

    Gynecologists 2009:1-8.

    9. Ethics ACo. Maternal Decision Making, Ethics and the Law. The American

    College of Obstetricians and Gynecologists 2005:1-12.

    10. Gabbe SG. Genetic Counseling, Screening, And Prenatal Diagnosis. In: Gabbe

    SG, Niebyl JR, Simpson JL, editors. Gabbe: Obstetrics: Normal and Problem

    Pregnancies. 5th ed. Philadelphia, USA: Churchill Livingstone; 2007. p. 1-13.

    11. DeCherney AH. Normal Pregnancy And Prenatal Care. In: DeCherney AH,

    Nathan L, Goodwin TM, Laufer N, editors. Current Diagnosis & Treatment

    Obstetrics & Gynecology. 10th ed. USA: McGraw Hill; 2007. p. Chapter 9. p1-

    30.

    12. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Fisiologi dan Mekanisme Persalinan Normal.

    In: Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, editors. Ilmu Kebidanan. 4th ed. Jakarta:

    Tridasa Printer; 2010. p. 296-298.

  • 5/28/2018 REFERAT OBGYN Informed Consent in Obstetric FIX

    29/29

    29

    13. Cunningham FG. Labor And Delivery, Forceps Delivery And Vacuum

    Extraction. In: Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, John C. Hauth, Et a,

    editors. Williams Obstetric. 27th ed. USA: McGraw Hill; 2007. p. Chapter 23,

    Section IV p20.

    14. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Kematian Ibu Hamil. In: Rachimhadhi T,

    Wiknjosastro GH, editors. Ilmu Kebidanan. 4th ed. Jakarta: Tridasa Printer; 2010.

    p. 53-55.

    15. Cunningham FG. Prior Cesarean Delivery. In: Cunningham FG, Leveno KJ,

    Bloom SL, John C. Hauth, Et a, editors. Williams Obstetric. 27th ed. USA:

    McGraw Hill; 2007. p. Chapter 26, Section IV. p1-23.16. Gabbe SG. Cesarean Delivery. In: Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson JL, editors.

    Gabbe: Obstetrics: Normal and Problem Pregnancies. 5th ed. Philadelphia, USA:

    Churchill Livingstone; 2007. p. Chapter 19. Section III p1-20.

    17. DeCherney AH. Operative Delivery. In: DeCherney AH, Nathan L, Goodwin

    TM, Laufer N, editors. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology.

    10th ed. USA: McGraw Hill; 2007. p. Chapter 30.p27.

    18. Fung Lam, Callen KR, Wiggins D, Fang J, Et a. Cesarean Section Informed

    Consent. Available at: URL:www.medfusion.net.Accessed March 20, 2014.

    19. Hospital AV. Vaginal Birth Informed Consent. Available at: URL:

    www.aspenvalleyhospital.org.Accessed March 20, 2014.

    http://www.medfusion.net/http://www.medfusion.net/http://www.medfusion.net/http://www.aspenvalleyhospital.org/http://www.aspenvalleyhospital.org/http://www.aspenvalleyhospital.org/http://www.medfusion.net/