19
REFERAT TINEA UNGUIUM Disusun Oleh : 1. Afgrin Tri hardanik J500090045 2. Isti Latifah J500090101 3. Taufik Rahman J500090032 4. Adhitya Gilang Tintyarza J500070027 5. Nadira Fasha Agfrianti J500090103 Pembimbing: dr. Rully, Sp.KK KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RSUD DR HARJONO PONOROGO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014

Referat Tinea Unguium Baru

Embed Size (px)

Citation preview

  • 5/21/2018 Referat Tinea Unguium Baru

    1/19

    REFERAT

    TINEA UNGUIUM

    Disusun Oleh :

    1. Afgrin Tri hardanik J500090045

    2. Isti Latifah J500090101

    3. Taufik Rahman J500090032

    4. Adhitya Gilang Tintyarza J500070027

    5. Nadira Fasha Agfrianti J500090103

    Pembimbing: dr. Rully, Sp.KK

    KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

    RSUD DR HARJONO PONOROGO

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

    2014

  • 5/21/2018 Referat Tinea Unguium Baru

    2/19

    LEMBAR PENGESAHAN

    REFERAT

    TINEA UNGUIUM

    Yang diajukan oleh :

    1. Afgrin Tri hardanik J500090045

    2. Isti Latifah J500090101

    3. Taufik Rahman J500090032

    4. Adhitya Gilang Tintyarza J500070027

    5. Nadira Fasha Agfrianti J500090103

    Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas

    Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta,

    Mengetahui :

    dr. Rully, Sp.KK (........................................)

    KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

    RSUD DR HARJONO PONOROGO

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

    2014

  • 5/21/2018 Referat Tinea Unguium Baru

    3/19

    DAFTAR ISI

    DAFTAR ISI .. i

    BAB I. PENDAHULUAN 1

    BAB II. PEMBAHASAN . 2

    2.1. DEFINISI ... 2

    2.2. EPIDEMIOLOGI ... 2

    2.3. ANATOMI .. 3

    2.4. ETIOPATOGENESIS 4

    2.5. GEJALA KLINIS .. 6

    2.6. PEMERIKSAAN LABORATORIUM .. 7

    2.7. DIAGNOSIS . 10

    2.8. DIAGNOSIS BANDING 10

    2.9. PENGOBATAN ... 11

    2.10. PROGNOSIS .. 13

    BAB III. KESIMPULAN 14

    DAFTAR PUSTAKA .. 15

  • 5/21/2018 Referat Tinea Unguium Baru

    4/19

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Salah satu bentuk dermatomikosis adalah onikomikosis yaitu satu kelainan kuku yang

    disebabkan oleh infeksi jamur dematofita, ragi (yeasts) dan kapang (moulds).1Onikomikosis

    umumnya disebabkan oleh dermatofita biasanya bergejala dan dapat menyebabkan gangguan

    fungsi. Gambaran klinis onikomikosis meliputi hiperkeratosis dengan penebalan dan

    perubahan warna pada lempeng kuku.2

    Tinea unguium kadang-kadang muncul sebagai akibat tinea pedis, dengan

    karakteristik onikolisis dan penebalan, perubahan warna (putih, kuning, coklat, dam hitam),

    rapuh, dan kuku kekurangan nutrisi. Walaupun inflamasi jarang terjadi, beberapa pasien

    merasakan nyeri.5Tinea unguium pada kuku kaki dapat menyebabkan nyeri dan sebagai

    predisposisi infeksi sekunder bakteri dan ulserasi pada dasar kuku. Komplikasi ini banyak

    terjadi pada individu dengan immunocompromiseddan diabetes.6

  • 5/21/2018 Referat Tinea Unguium Baru

    5/19

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1 DEFINISI

    Tinea unguium adalah kelainan kuku yang disebabkan oleh jamur

    dermatofita.3Istilah tinea unguium digunakan setelah ditemukan dermatofit pada

    hasil sebuah kultur.4

    2.2 EPIDEMIOLOGI

    Usia, jenis kelamin, dan ras merupakan faktor epidemiologi yang penting, dimana

    prevalensi infeksi dermatofit pada laki-laki lima kali lebih banyak dari wanita. Alas kaki

    yang tertutup, berjalan, adanya tempat temperatur, kebiasaan penggunaan pelembab, dan

    kaos kaki yang berkeringat meningkatkan kejadian tinea pedis dan onikomikosis.7

    Dermatofit yang sangat memberikan respon pada suhu di negara-negara barat adalah

    onikomikosis, sedangkan candidadan jamur non-dermatofita lebih sering terjadi di negara-

    negara dengan suhu panas dan udara yang lembab.8

    Rata-rata prevalensi onikomikosis ditentukan oleh umur, faktor predisposisi, status

    sosial, pekerjaan, iklim, lingkungan, dan seberapa seringnya berjalan.9Beberapa faktor dapat

    berperan pada peningkatan onikomikosis. Pertama, berdasarkan populasi umur, dengan

    beberapa sebab termasuk sirkulasi yang buruk ke perifer, diabetes, trauma kuku yang

    berulang, terpapar lama dengan jamur patogen, fungsi imun yang sub optimal, kemalasanmemotong kuku kaki atau perawatan kuku kaki yang baik. Kedua, beberapa orang

    dengan immunocompromisedkarena infeksi dari human immunodeficiency virusdan

    penggunaan pengobatan immunosuppressive, kemoterapi kanker atau antibiotik. Ketiga,

    kerajinan dalam partisipasi olahraga meningkat dengan masuk dalam klub kesehatan, kolam

    renang komersil, dan oklusi kaki diapakai latihan.9,10

  • 5/21/2018 Referat Tinea Unguium Baru

    6/19

    2.3 ANATOMI

    Kuku merupakan salah satu organ kulit tambahan yang mengandung lapisan tanduk

    yang terdapat pada ujung-ujung jari tangan dan kaki, gunanya selain membantu jari-jari

    untuk memegang juga digunakan sebagai cermin kecantikan. Lempeng kuku terbentuk dari

    sel-sel keratin yang mempunyai dua sisi berhubungan dengan udara luar dan sisi lainnya

    tidak.1

    1. Matriks kuku

    Merupakan pembentuk jaringan kuku yang baru

    2. Kutikel (cuticle)

    Merupakan penghubung dua permukaan epitel dari lipatan kulit proximal. Melindungi

    struktur dasar kuku (matrix germinatif) dari iritasi, alergi, bakteri/jamur patogen.

  • 5/21/2018 Referat Tinea Unguium Baru

    7/19

    3. Lipatan kuku lateral

    Menutupi sisi lateral lempeng kuku

    4. Lunula

    Dasar dari lipatan proximal. Merupakan bagian lempeng kuku yang berwarna putih di

    dekat akar kuku berbentuk bulan sabit,sering tertutup oleh kulit.

    5. Dasar kuku (nai l bed)

    Terdiri dari bagian epidermal dan mendasari dermis yang berhubungan dengan

    periosteum dari distal phalanx. Normal berwarna merah muda karena vaskularisasi yang

    nampak melalui lempeng kuku yang translusen.

    6. Hiponikium

    Ruang di bawah kuku yang bebas, memisahkan lempeng kuku dan dasar kuku pada

    ujung distal.

    7. Lempeng kuku (nail plate)

    Sebagai proteksi yang keras. Statis dan dengan kuat menempel pada dasar kuku.

    Dikelilingi tiga sisi lipatan kuku. Terbentuk dari tiga lapiasn horisontal: lamina dorsal tipis,

    lamina intermedit tebal, lapisan ventral dari dasar kuku. Kerasnya lempeng kuku karena high

    sulfur matrix protein.

    8. Sisi bebas

    2.4 ETIOPATOGENESIS

    Etiologi yang paling sering pada onikomikosis adalah dermatofita (tinea unguium)

    95-97%

    terutama Trichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrophytes var.

    interdigitale.5,6

    Sebagian kecil disebabkan oleh :Epidermophyton floccosum, T. violaceum,

    T. schoenleinii, T. verrucosum (biasanya hanya pada kuku tangan).7

  • 5/21/2018 Referat Tinea Unguium Baru

    8/19

    Onikomikosis primer disebabkan oleh karena infeksi jamur pada kuku yang sehat.

    Probabilitas infeksi terjadi karena suplai vaskuler yang rusak (yaitu dengan bertambahnya

    usia, insufisiensi vena kronis, penyakit arteri perifer), setelah trauma (mis: patah tungkai

    bawah), atau gangguan persarafan (mis: cedera pleksus brachialis, trauma tulang belakang.

    Sedangkan onikomikosis sekunder, pada kuku kaki biasanya terjadi setelah tinea pedis. Pada

    kuku tangan onikomikosis sekunder setelah tinea manum, tinea korporis atau tinea kapitis.7

    Dermatofita dapat bertahan hidup pada stratum korneum, yang menyediakan sumber

    nutrisi bagi dermatofita dan pertumbuhan jamur mycelia. Infeksi dermatofita melibatkan tiga

    tahap: perlekatan pada keratinosit, penetrasi melalui dan diantara sel-sel, dan membangun

    respon pejamu. Perlekatan jamur superfisial harus mengatasi berbagai kendala seperti

    menahan pengaruh sinar ultraviolet, variasi suhu, dan kelembaban, kompetisi dengan flora

    normal, dansphingosinesyang diproduksi oleh keratin agar artrokonidia, elemen infeksius,

    dapat melekat pada jaringan keratin.8,14

    Selanjutnya adalah penetrasi, spora berkembang dan menembus stratum korneum

    lebih cepat daripada deskuamasi. Penetrasi dapat terjadi bila sekresi proteinase, lipase, dan

    enzim mukolitik, yang memberikan nutrisi bagi jamur.8,14

    Membangun respon pejamu, tingkat peradangan dipengaruhi baik oleh status

    imunologi dan organisme yang terlibat. Deteksi kekebalan dan kemotaksis untuk inflamasi

    dapat terjadi melalui beberapa mekanisme. Beberapa jamur memiliki faktor-faktor

    kemotaksis berat molekul rendah seperti yang dihasilkan bakteri. Komplemen lainnya

    diaktifkan melalui jalur alternatif, untuk menciptakan turunan faktor kemotaksis.14

    Pembentukan antibodi tidak timbul untuk melindungi dari infeksi dermatofita, pada

    pasien dengan infeksi yang luas mungkin memiliki peningkatan titer antibodi. Sebagai

    alternatif, reaksi tipe IV atau reaksi hipersentsitifitas tipe lambat, memiliki peran penting

    dalam melawan dermatofita. Kekebalan seluler oleh sekresi interferon- dari tipe 1

    limfosit T-helper. Ini merupakan hipotesis bahwa antigen dermatofita diproses di sel-sel

    epidermis langerhans dan disajikan pada kelenjar getah bening lokal untuk limfosit T.

    Limfosit T mengalami proliferasi klonal dan migrasi pada tempat yang terinfeksi jamur.14

  • 5/21/2018 Referat Tinea Unguium Baru

    9/19

    2.5 GEJALA KLINIS

    Terdapat beberapa tipe tinea unguium :

    1. Onikomikosis Subungual Distal/Lateral

    Onikomikosis subungual distal dan lateral merupaka pola infeksi yang paling seringdidapatkan.

    6Proses ini menjalar ke proksimal dan di bawah kuku terbentuk sisa kuku yang

    rapuh. Kalau proses berjalan terus, maka permukaan kuku bagian distal akan hancur dan

    yang terlihat hanya kuku rapuh yang menyerupai kapur.3Biasanya nampak pewarnaan putih

    atau kuning pada ujung bantalan kuku, paling sering terdapat di lipatan kuku lateral.6Bentuk

    ini umumnya disebabkan T. rubrum.15

    Jika mengenai kuku tangan, pada umumnya dengan

    pola dua kaki dan satu tangan. Secara klinis, bagian kuku subungual distal menunjukkan

    hiperkeratosis dan onikolisis. Penyebaran bagian proksimal terjadi sepanjang jalur

    longitudinal.13

    2. Onikomikosis superficial putih (leukonikia trikofita)

    Kelainan ini juga jarang ditemui. Kelainan kuku pada bentuk ini merupakan

    leukonikia atau keputihan di permukaan kuku yang dapat dikerok untuk dibuktikan adanya

  • 5/21/2018 Referat Tinea Unguium Baru

    10/19

    elemen jamur.6

    Merupakan infeksi lapisan dorsal kuku yang disebabkan bercak bersisik

    putih.16

    Oleh Ravant dan Rabeau (1921) kelainan ini dihubungkan dengan Trichophyton

    mentagrophytessebagai penyebabnya.12

    Dapat pula disebabkan oleh Trichophyton

    rubrumpada pasien yang terinfeksi HIV.15

    3. Onikomikosis subungual proksimal

    Onikomikosis subungual proksimal disebabkan oleh T.rubrum dan T.

    Megninii. Jamur mencapai zona matriks keratogenus kuku melalui lapisan kuku proksimal.

    Penyebab terseringnya yaitu jamur (Scopulariopsis brevicaulis, Fusarium spp.

    danAspergillus spp).13,14

    Secara bertahap, warna keputihan mulai memasuki lunula, lalu

    berpindah ke distal kuku yang terinfeksi. Terjadi pembesaran hingga dapat menyebar pada

    seluruh kuku, hiperkeratosis subungual, leukonikia, onikolisis proksimal dan destruksi pada

    seluruh kuku.6,14

    Pola seperti ini jarang terjadi, namun 10 tahun belakangan telah menjadi

    bagian pada pasien AIDS.6

    4. Onikomikosis Endoniks

    Onikomikosis endoniks adalah tipe yang paling jarang. Umumnya disebabkan

    oleh T.soundanesedan T.violaceum. Dapat diasosiasikan dengan infeksi pada plantar.

    Gambaran klinis berupa perubahan warna putih susu dan difus opak pada lempeng kuku

    tanpa subungual keratosis dan onikolisis.13

  • 5/21/2018 Referat Tinea Unguium Baru

    11/19

    2.6 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

    Pemeriksaan mikologik untuk membantu menegakkan diagnosis terdiri atas

    pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pada pemeriksaan mikologik untuk

    mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis, yang dapat berupa kerokan kulit, rambut dan

    kuku. Bahan pemeriksaan mikologik diambil dan dikumpulkan terlebih dahulu di tempat

    kelainan dan dibersihkan dengan spiritus 70% lalu untuk kuku bahan diambil dari permukaan

    kuku yang sakit dan dipotong sedalam-dalamnya sehingga mengenai seluruh tebal kuku,

    bahan di bawah kuku diambil pula.3

    I. Mikroskopi Langsung (Di rect M icroscopy)

    Pemeriksaan mikroskopik langsung pada sampel kuku untuk konfirmasi diagnosis.Materi keratinaseous dari kerokan kuku ditempatkan pada kacaslide, ditutupi dengan kaca

    penutup, disuspensikan dengan larutan KOH lalu dipanaskan dengan hati-hati, KOH

    membantu melarutkan jaringan epitel. Penambahan dimethyl sulfoxidedan atau tintaParker

    Quink pada larutan KOH dapat memudahkan identifikasi elemen jamur. Identifikasi spesifik

    untuk patogen biasanya sulit dengan mikroskopik, tetapi pada banyak kasus, ragi dapat

    dibedakan dengan dermatofita dari morfologinya.7

    Gambaran mikroskopik jamur dermatofita

    1. Tr ichophyton mentagrophytes

    Koloni : putih hingga krem dengan permukaaan seperti tumpukan kapas pada PDA, tidak

    muncul pigmen.8,14

  • 5/21/2018 Referat Tinea Unguium Baru

    12/19

    Gambaran mikroskopik : mikrokonidia yang bergerombol, bentuk cerutu yang jarang,

    terkadang hifa spiral.8,14

    2. Tri chophyton rubrum

    Koloni : putih bertumpuk di tengah dan berwarna merah marun pada tepinya.8,14

    Gambaran mikroskopik : beberapa mikrokonidia berbentuk air mata, sedikit

    makrokonidia berbentuk pensil.8,14

    3. Epidermophyton f loccosum

    Koloni : seperti bulu datar dengan lipatan sentral dan warna kuning kehijauan, kuning

    kecoklatan.8,14

    Gambaran mikroskopik : tidak ada mikrokonidia, beberapa dinding tipis dan tebal.

    Makrokonidia berbentuk ganda.8,14

    II. Kultur Jamur

    Tujuan pemeriksaan biakan ialah identifikasi spesies jamur penyebab, membantu

    keperluan pengobatan, membantu prognosis penyakit dan untuk keperluan studi

    epidemiologi.17

  • 5/21/2018 Referat Tinea Unguium Baru

    13/19

    Cara pemeriksaan yaitu pembiakan dilakukan dalam media agar sabouroud atau

    modifikasinya pada suhu kamar 25-30C kemudian sekitar 5 hari baru tampak adana

    pertumbuhan dan 1 minggu lagi baru terlihat jelas karakteristiknya. Selama pertumbuhan

    ini harus diperhatikan ada tidaknya warna yang dibentuk in versoatau in recto, ada tidaknya

    hifa aereal yang seperti kapas, beludru, bubuk, dan lain-lain. Juga bentuknya menonjol

    seperti gunung kecil dengan batas yang tajam, ireguler dengan permukaan yang licin seperti

    tetesan lilin. Pemeriksaan biakan sebaiknya dilakukan tidak terlalu lama setelah diperkirakan

    ada pertumbuhan sifat-sifat khusus jamur tersebut. Untuk dermatofit tenggang waktunya 3

    minggu setelah penanaman. Bila terlalu lama, golongan jamur ini akan terjadi pleomorfik,

    dimana tanda-tanda khasnya akan hilang.17

    III. Pemeriksaan Histopatologi

    Dilakukan jika hasil pemeriksaan KOH ditemukan negatif. Pewarnaan PAS

    digunakan untuk mendeteksi jamur pada kuku.7Hifa dapat ditemukan melekat diantara

    lamina kuku paralel hingga kelapisan dasar, dengan predileksi bagian ventral kuku dan

    bantalan kuku bagian stratum korneum. Bagian epidermis menunjukkan spongiosis dan fokal

    parakeratosis, dan minimal inflamasi respon dermis.14

    2.7 DIAGNOSIS

    Untuk mendiagnosis Onikomikosis (tinea unguium) selain dari gejala klinis juga

    dapat menggunakan pemeriksaan mikroskopik, kultur, dan histopatologi.15

    Oleh karena onikomikosis bertanggung jawab besar pada distropi kuku, maka

    pemeriksaan dengan laboratorium sangat membantu sebelum memberikan pengobatan anti

    jamur.

    Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan KOH, hisopatologi, dan

    kultur jamur.14

  • 5/21/2018 Referat Tinea Unguium Baru

    14/19

    2.8 DIAGNOSIS BANDING

    1. Psoriasis Kuku

    Psoriasis ini ditandai dengan lubang, (salmon) atau bercak yang berminyak, onikolisis

    dan distrofi kuku. Lubang ini mulai berkembang dari lesi psoriasis yang ada pada proksimal

    matriks kuku. Kedalaman dan durasi lubang mencerminkan keparahan dari psoriasis pada

    kuku. Pada kuku terdapat reaksi inflamasi terutama infiltrat limfosit pada dermis atas dengan

    kapiler yang melebar, spongiosis dengan eksositosik limfositik, dan parakeratosis yang

    mengandung neutrofil tunggal.18

    2. Paronikia

    Paronikia adalah inflamasi yang mengenai lipatan kulit disekitar kuku. Paronikia

    ditandai dengan pembengkakan jaringan yang nyeri dan bernanah. Bila infeksi berlangsung

    kronik maka terdapat celah horizontal pada dasar kuku. Biasanya mengenai 1-3 jari terutama

    jari telunjuk dan jari tengah. Penyebab terjadinya paronikia ini adalah akibat trauma yang

    kemudian terjadi pemisahan antara lempeng kuku dari eponikium, celah ini kemudian

    terkontaminasi oleh piogenik atau jamur.

    Piogen yang tersering adalah StaphylococcusatauPseudomonassedangkan jamur

    tersering adalahCandida albican.12

    3. Liken planus kuku

    Liken planus pada kuku dapat timbul tanpa kelainan kuku. Perubahan pada kuku berupa

    belahan longitudinal, lipatan kuku yang menggelembung (pterigium kuku), dan kadang-

    kadang anonikia. Lempeng kuku menipis dan papul liken planus dapat mengenai kuku.12

    2.9 PENGOBATAN

    Pilihan terapi untuk pengobatan onikomikosis antara lain terapi paliatif, debridemen

    mekanik atau kimia, anti jamur topikal dan sistemik. Kombinasi variasi pengobatan lainnya.

  • 5/21/2018 Referat Tinea Unguium Baru

    15/19

    Pilihan terapi dipengaruhi oleh gambaran dan keparahan penyakit, terapi lain yang digunakan

    penderita, terapi yang telah digunakan sebelumnya (dan efek lain).20

    Terapi antibikotik sistemik12

    Griseofulvin. Obat ini bersifat fungistatik yang efektif untuk jamur. Dosis yang

    digunakan adalah 0,5-1 g untuk orang dewasa dan 0,25-0,5 g untuk anak-anak dalam

    sehari atau 10-25 mg/kgBB.

    Ketokonazol. Obat ini bersifat fungistatik dan juga digunakan jika resisten terhadap

    pemberian griseofulvin dengan dosis 200 mg/ hari selama 10-14 hari pada pagi hari

    setelah makan.

    Itrakonazol. Obat ini juga bersifat fungistatik dan digunakan jika pada pasien tidak bisa

    mengkonsumsi ketokonazol akibat penyakit pada hepar dan merupakan pilihan yang

    paling baik dengan dosis denyut selama 3 bulan pada onikomikosis. Cara pemberiannya

    secara tiga tahap dengan interval 1 bulan. Setiap tahap dalam 1 minggu dosisnya 2 x 200

    mg sehari dalam kapsul.

    Terbinafin. Bersifat fungisidal dan dapat diberikan sebagai pengganti dari griseofulvin

    dengan dosis 62,5 mg250 mg sehari tergantung berat badan selama 2-3 minggu.

    Terapi topical

    Pada terapi topikal tersedia dalam bentuk losion dan lacquer(cat kuku).

    Amorolfine lacquerdilaporkan efektif dengan penggunaan selama 12 bulan. Sedangkan

    ciclopirox (penlac) nail lacqueradalah agen topikal (ciclopirox 80%) yang efektif digunakan

    selama 48 minggu.14

    Debridemen

    Mengangkat jaringan kuku yang distropik, pasien seharusnya didebridemen setiap

    satu minggu. Pada onikomikosis subungual distal, hiperkeratotik harus diangkat. Pada

    onikomikosis superfisial putih, kuku diangkat dengan cara dikuret.14

  • 5/21/2018 Referat Tinea Unguium Baru

    16/19

    Terapi Novel laser

    Telah dikemukakan terapi laser untuk mengobati onikomikosis (total distropi,

    proksimal subungual onikomikosis, distal subungual onikomikosis dan onikomikosis

    endoniks). Terapi laser dikembangkan karena terapi dengan farmakologi dianggap

    membutuhkan waktu yang lama. Terapi bedah laser juga mempunyai efek bakterisidal.

    Karena cahaya lokal laser sangat panas yang dapat membunuh mikroorganisme dan sebagai

    simulasi proses penyembuhan. Pada studi laser yang digunakan adalah VSP Nd:YAG 1066

    nm, yang penetrasi sampai ke plat kuku, dermis dan jaringan kuku lainnya.19

    2.10 PROGNOSIS

    Tanpa terapi yang efektif, onikomikosis tidak dapat sembuh secara spontan.

    Keterlibatan yang progresif dari beberapa kuku adalah biasa. Onikomikosis subungual

    distal/lateral menetap setelah terapi tinea pedis dan sering menyebabkan episode berulang

    dermatofita epidermal pada kaki, pangkal paha, dan lokasi lain. Tinea pedis dan/atau

    onikomikosis subungual distal/lateral merupakan awal untuk infeksi bakteri berulang (S.

    aureus, group A streptococcus), khususnya sellulitis pada tungkai bawah.7

    Prevalensi pada penderita diabetes diperkirakan 33%; onikomikosis subungualdistal/lateral memberikan kontribusi terhadap keparahan masalah kaki: infeksi bakteri

    superfisial, ulserasasi, selulitis, osteomielitis, nekrosis, amputasi. Diabetes membutuhkan

    intervensi dini dan harus diskrining reguler oleh dermatologis. HIV yang tidak diobati

    dikaitkan dengan peningkatan dermatofita. Tingkat relaps jangka panjang dengan terapi oral

    terbaru seperti terbinafin, atau itarconazole dilaporkan 15-21% 2 tahun setelah terapi

    berhasil. Penyebab kambuh atau reinfeksi: reinfeksi, inkompetensi imulogis, trauma terus

    menerus, penyebab tidak diketahui. Kultur mikologi dapat positif tanpa gejala klinis yang

    jelas. Kebersihan kaki dan kuku sangat penting: sabunbenzoyl peroxidepada saat mandi dan

    preparat antijamur atau ethanol/isopropyl gel.7

  • 5/21/2018 Referat Tinea Unguium Baru

    17/19

    BAB III

    KESIMPULAN

    Onikomikosis adalah satu kelainan kuku yang disebabkan oleh infeksi jamur

    dematofita, ragi (yeasts) dan kapang (moulds). Tinea unguium istilah khusus untuk kelainan

    kuku akibat infeksi dermatofita.

    Etiologi yang paling sering pada tinea unguium terutama Trichophyton

    rubrumdan Trichophyton mentagrophytes var. interdigitable. Onikomikosis primer

    disebabkan oleh karena infeksi jamur pada kuku yang sehat. Probabilitas infeksi terjadi

    karena suplai vaskuler yang rusak, post trauma, atau gangguang persarafan. Sedangkan

    onikomikosis sekunder biasanya terjadi setelah tinea pedis, tinea manum, tinea corporis atau

    tinea capitis.

    Keluhan utama berupa kerusakan kuku. Kuku menjadi suram, dan rapuh, dapat

    dimulai dari arah distal (perimarginal) atau proksimal. Terdapat beberapa tipe tinea unguium:

    onikomikosis subungual distal/lateral, onikomikosis subungual proksimal, onikomikosis

    superfisial putih, onikomikosis endoniks, onikomikosis distrofik total, onikomikosis kandida.

    Onikomikosis memerlukan pemeriksaan laboratorium sebelum memulai terapi,

    karena waktu terapi yang lama, mahal, dan dosis memiliki resiko. Pemeriksaan laboratorium

    berupa mikroskopi langsung, kultur jamur, dan pemeriksaan histopatologi. Onikomikosis

    (tinea unguium) dapat didiagnosis dari gejala yang tampak dan pemeriksaan lanoratorium.

    Pengobatan terdiri dari pengobatan topikal denganAmoralfine nail

    lacquerdan Ciclopirox (Penlac) nail lacquer. Pengobatan oral antifungi dengan terbinafin,

    itrakoazole, dan flukonazol. Sedangkan untuk penggunaan griseofulvin dan ketokonazole

    tidak dianjurkan. Kombinasi terapi lebih efektif daripada hanya terapi oral atau topikal.

    Terbinafin dikombinasi dengan ciclopiroxdapt juga kombinasi terbinafin dan amorolfine.

  • 5/21/2018 Referat Tinea Unguium Baru

    18/19

    DAFTAR PUSTAKA

    1.

    Leelavathi M, Tzar MN, Adawiah J. Common Microorganisms CausingOnychomycosis in Tropical Climate. Sains Malays.2012: 697-700.

    2. Husein M, Hassab-El-Naby M, Shaheen IMI, Abdo HM, El-Shafey HAM.

    Comparative study for the reliability of potassium hydroxide mount versus nail

    clipping biopsy in diagnosis of onychomycosis. The Gulf Journal of Dermatology and

    Venerology.2011;18

    3. Budimulja U. Mikosis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit

    Kulit dan Kelamin. 5th

    ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.

    p. 89-105.

    4. Arroll B, Oakley A. Preventing long term relapsing tinea unguium with tropical anti

    fungal cream:a case report. Cases Journal.2009;2:70.

    5. Tullio V, Banche G, Panzone M, Cerveetti O, Roana J, Allizond V, et al. Tinea pedis

    and tinea unguium in a 7-year-old child.J Med Microbiol. 2006;56:1122-3.

    6. Hay RJ, Moore MK. Mycology. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C,

    editors. Rooks Textbook of Dermatology. 7th

    ed. UK: Blackwell Publishing; 2004. p.

    31.1-.101.

    7. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology.

    6th

    ed. New York: McGraw-Hill Companies.

    8. Kurniati, CR. Etiopatogenesis dermatofitosis.Jurnal Berkala Ilmu Kesehatan Kulit

    dan Kelamin.2008;20:243-50.

    9. Havlickova B, Czaika VA, Friedrich M. Epidemiological trends in skin mycoses

    worldwide.Mycoses. 2008, 51(suppl 4):2-15.

    10.

    Kaur R, Kashyap B, Bhalla P. Onychomicosis-epidemiology, diagnosis, andmanagement.Indian J Med Microbi. 2008;26(2):108-16.

    11.Sanjiv A, Shalini M,Charoo H. Etiological Agents of Onychomycosis from a Tertiary

    Care Hospital in Central Delhi, India.Indian Journal of Fundamental and Applied

    Life Sciences.2011;1(2):11-4.

  • 5/21/2018 Referat Tinea Unguium Baru

    19/19

    12.Soepardiman L. Kelainan Kuku. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu

    Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th

    ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

    Indonesia; 2007. P.312-7.

    13.Tosti A, Baran R, Dawber RP, Haneke E. Onychomycosis and its treatment. In: Baran

    R, Dowber RP, Haneke E, Tosti A, Bristow I, editors. A Text Atlas of Nail Disorders.

    3rd

    ed. London: Taylor & Francis Group; 2003. p. 197-220.

    14.Verna S, Heffernan MP. Fungal Disease. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,

    Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatricks Dermatology in General

    Medicine. 7th

    ed. New York: McGraw-Hill Companies; 2008. p. 1807-21.

    15.James WD, Berger TG, Elston DM. Disease Resulting from Fungi and Yeasts.

    Andrews Disease of The Skin : Clinical Dermatology. 10th

    ed. Philadelphia:

    Elsevier; 2006. p. 297-331.

    16.Sterry W, Paus R, Burgdorf W. Thieme Clinicals Companions Dermatology. New

    York: Thieme; 2006.

    17.Amiruddin MD. Ilmu Penyakit Kulit. Makassar: Bagian Ilmu Penyakit Kulit &

    Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2003.

    18.Haneke E. Histopathology of common nail conditions. In : Baran R, Dowber RP,

    Haneke E, Tosti A, Bristow I, editors. A Text Atlas of Nail Disorders. 3rd

    ed. London:

    Taylor & Francis Group; 2003. p.268-70.19.Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapin RP. Dermatology. 2

    nded: Mosby Elsevier.

    20.Kozarev J, Vizintin Z. Novel Laser Therapy in Treatment of Onychomycosis. J.

    LAHA.2010;2010(1). p.1-8.