20
REFLEKSI KASUS ANESTESI PADA PASIEN IBS Disusun Oleh : Ni Ketut Jesica Rachael Monica 42150036 KEPANITERAAN KLINIK ANESTESI RUMAH SAKIT EMANUEL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA

refkas EDH

Embed Size (px)

DESCRIPTION

edh

Citation preview

Page 1: refkas EDH

REFLEKSI KASUS ANESTESI

PADA PASIEN IBS

Disusun Oleh :

Ni Ketut Jesica Rachael Monica

42150036

KEPANITERAAN KLINIK ANESTESI RUMAH SAKIT EMANUEL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA

YOGYAKARTA

2016

Page 2: refkas EDH
Page 3: refkas EDH

Identitas pasienNama Pasien : Bpk HSNNomor R.M. : 0044xxxxTanggal Lahir : 26 Februari 1990Usia : 26 tahunAlamat : PurbalinggaTanggal Masuk : 9 Februari 2016Klinik yang dituju : IGD

AnamnesisKeluhan didapat dengan aloanamnesis pihak keluargaKeluhan utama Pasien mengeluhkan pusing dan muntah mengeluarkan darahRiwayat penyakit sekarangPasien datang dengan keluhan pusing dan muntah setelah mengalami kecelakaan lalu lintas (kepala terbentur aspal). Pasien mengeluhkan pusing, muntah mengeluarkan darah dan dari telinga juga keluar darah. Pasien awanya masih sadar ketika dibawa ke rumah sakit namun kesadaran pasien berangsur-angsur menurun dan akhirnya tidak sadarkan diri.Riwayat Penyakit DahuluPasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi dan rutin mengonsumsi obat dari puskesmas. Penyakit seperti DM, asma dan gangguan ginjal disangkal.Riwayat Alergi Obat dan MakananPasien tidak ada riwayat alergi obat maupun makananRiwayat Penyakit KeluargaAyah dari pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi dan stroke.

Assesmen Pra AnestesiKeadaan Umum : SedangTanda vitalTekanan Darah : 111/63 mmHgNadi : 87x/ menitRR : 26x/menitSuhu : 3600CNyeri : sedang

Pemeriksaan FisikPre OperatifKeadaan Umum : Jelek Kesadaran : SoporTekanan Darah : 87/50Suhu : 360C

Page 4: refkas EDH

Nadi : 95x/menitRespirasi : 16x/menitNyeri : skala nyeri 5 (sedang)

A: AirwayJalan napas : jalan napas tidak bebas, menggunakan NGT, dan menggunakan nasal canulHidung :Terdapat perdarahan yang keluar melalui hidungMulut : Gigi palsu/ goyang/ ompong (-)Lidah : Simetris, ukuran normalFaring : Malapati 2TMD : ± 6,5 cm (3 jari)Gerak sendi antrantooksipital : -

B: BreathingRespirasi : 16x/ menitSuara nafas : vesikulerPergerakan dinding dada : Simetris

C: CirculationTekanan Darah : 87/50 mmHgNadi : 95x/ menit, nadi teraba kuat dan regularSaturasi :99%CPR : <2 detikKondisi akral : hangat

D: DisabilityKeadaan umum : JelekGCS :13-14

Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan ImagingCT Scan kepala tanpa kontrasJaringan ekstrakranial tampak pembengkakan pada parieto fronto temporal kananTulang tampak fraktur frontal sampai dinding orbita kanan sisi posterior medialHematosinus frontalis kanan, sinus ethmoidalis terutama kanan, sinus maksilaris kanan, sinus sfenoidalisSinus paranasal yang lain dan mastoid aircell yang tervisualisasi tak jelas kelainanTampak perdarah epidural pada fronto temporal kanan, perdarahan subdural pada temporal kanan perdarahan subarachnoid pada perifalk serebri, peritentorium serebelli kanan kiri. Volume perdarahan 91.98 cc

Page 5: refkas EDH

Tampak gambaran diffuse brain swellingSulkus kortikalis dan fissure Sylvii kanan kiri menyempitSisterna menyempit, ventrikel 4 dbn, ventrikel 3 dan lateral terutama kanan menyempitTampak deviasi midline >5 mm ke kiri

Pemeriksaan LaboratoriumPemeriksaan darah rutin9 Februari 2016 (13.42)

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukanHb 13,9 (L) 14-18Lekosit 12,70 (H) 4,8-10,8Eritrosit 5 4.7-6.1Hct 40,8 (L0 42-52Trombosit 293 79-99Neutrofil segmen 42,9 L 42,9Eosinofil 5,4 2-4Limfosit 47,3 25-40Monosit 38 2-8

Page 6: refkas EDH

Basofil 0,6 0-1Glukosa sewaktu 151 (H) 70-115Golongan darah B

Kesimpulan Assesment Pra AnestesiDiagnosis : Kraniotomi EDH Frontotemporoparietal DextraStadium ASA : IV ERencana Teknik Anestesi: GA – Intubasi

Diagnosa KerjaDiagnosa Medis : Epidural HematomaDiagnosa tindakan : KraniotomiRencana Anestesi : General Anestesi – IntubasiDiagnosis Anestesi : ASA IV EmergencyPersiapan Anestesi : -

Pelaksanaan OperasiIdentitas : Telah TercantumAhli Bedah : dr. Samuel Zacharias, Sp.B, MMAhli Anestesi : dr. Yos Kresna, Sp.An, M.ScJenis Anestesi : GA dengan IntubasiOperasi : 9 Februari 2016, pukulObat :

Premedikasi :Fentanyl 0,05mg/cc, 1 ampul isi 2 cc.Induksi : Pasien diberikan fentanyl dan tramus

(10mg/cc), dilanjutkan propofol 10mg/cc (1 ampul isi 20 cc) Maintenance : Gas O2, NO2, Sevofluran, ephedrine (50mg/cc)Post Operasi : Remopain, Ondansentron

Persiapan induksi :S stetoskop, laringoskopT tubes: Endotracheal tube oral ukuran 7,5 mmA airway: oropharyngeal airway (goodle), bag valve maskT tapes : hipafixI introducer : styletC connector: penghubung dari sungkup ke corrugateS suction: tabung, selang, canule suction.

Cairan infuse : Ring As Koloid

Hemodinamik selama operasi

Waktu Tekanan Darah Nadi

Page 7: refkas EDH

16.50 95/72 9516.55 86/51 9417.00 78/ 40 10517.05 103/ 69 11517.10 88/40 10617.15 98/ 59 11217.20 98/52 10217.25 97/51 8917.30 88/49 9817.35 81/49 11517.40 67/40 10717.45 78/49 11517.50 78/47 11117.55 81/50 11018.00 78/49 13818.05 83/49 12318.10 62/35 125

Pasca Operatif (Recovery Room)Kesadaran Umum : sedang A: AirwayJalan napas : jalan napas tidak bebas, menggunakan NGT, dan menggunakan ET, dialirkan oksigen 10 literHidung :Terdapat perdarahan yang keluar melalui hidungGerak sendi antrantooksipital : -

B: BreathingRespirasi : 18x/ menitSuara nafas : vesikulerPergerakan dinding dada : Simetris

C: CirculationTekanan Darah : 87/44 mmHgNadi : 127x/ menit, nadi teraba kuat dan regularSaturasi :99%CPR : <2 detikKondisi akral : hangat

D: DisabilityKeadaan umum : sedang GCS :13-14

Page 8: refkas EDH

Aldrette score : Tersedasi, pasien masuk ICU, masih dengan intubasi ET,

Dasar Teori

EPIDURAL HEMATOMA

Epidural hematoma adalah trauma kepala yang menyebabkan terakumulasinya darah diantara kranium bagian dalam dan lapisan duramater. Pada 85-95% pasien, trauma terjadi akibat adanya fraktur hebat pada kranium. Pembuluh darah otak yang berada di daerah fraktur atau dekat daerah fraktur akan mengalami perdarahan dan menyebabkan hematoma. Sebagian besar hematoma epidural (70-80%) berlokasi di daerah temporoparietal, di mana bila biasanya terjadi fraktur calvaria yang berakibat robeknya arteri meningea media atau cabang-cabangnya, sedangkan 10 % EDH berlokasi di frontal maupun oksipital

Patofisiologi:

Hematoma epidural terjadi karena adanya pukulan atau tumbukan langsung pada kalvarium yang menyebabkan terlepasnya perlekatan duramater dari permukaan kalvarium yang disertai terputusnya atau robeknya pembuluh darah baik disertai dengan atau tanpa adanya fraktur tulang kranium. Hematoma epidural yang disebabkan rupturnya arteri meningea dan sinus dura akan cepat menimbulkan peninggian tekanan intrakranial dibandingkan dengan hematoma yang berasal dari vena sehingga pada kasus yang pertama masa intrakranial akan cepat terbentuk akibatnya kompensasi tidak mempunyai waktu yang cukup untuk mengatasinya. Lokasi terbentuknya hematoma juga berperan dalam menentukan cepat lambatnya gejala timbul, karena terkait pada efek lokal dari desakan hematoma itu sendiri. Hematoma di daerah frontal atau subfrontal akan kurang atau lebih lambat memberikan efek desak ruang dibandingkan hematoma yang terbentuk didaerah temporal. Hal ini berkaitan dengan jauh atau dekatnya lokasi dengan jaras motorik pada batang otak. Perdarahan epidural daerah temporal akan mendesak unkus dan girus hipokampus kearah garis tengah dan tepi bebas tentorium akan menyebabkan dilatasi pupil ipsilateral serta hemiparese kontralateral. Dilatasi pupil menunjukkan adanya penekanan terhadap nervus okulomotorius.

Hematoma yang besar akan menekan korteks serebri , bila tekanan pada hemisfer sudah cukup besar maka bagian medial lobus temporalis akan terdorong kearah tentorial sehingga menekan nervus okulomotorius yang berjalan sepanjang tentorium. Serabut-serabut parasimpatis yang berfungsi melakukan konstriksi pupil mata berada pada permukaan nervus okulomotorius . Paralisis serabut-serabut ini yang disebabkan oleh penekanan, akan

Page 9: refkas EDH

mengakibatkan dilatasi pupil karena aktivitas serabut simpatis tidak dihambat. Bila penekanan ini terus berlanjut akan menimbulkan paralisis total nervus okulomotorius yang menimbulkan gejala deviasi bola mata ke lateral dan kebawah (down and out).

Bagian otak besar sering mengalami herniasi melalui incisura tentorial adalah medial lobus temporalis yang disebut unkus. Herniasi unkus juga menyebabkan penekanan traktus piramidalis yang berjalan pada otak tengah. Traktus piramidalis atau traktus motoris menyilang garis tengah menuju sisi berlawanan pada level foramen magnum, sehingga penekanan pada traktus ini menyebabkan paresis otot-otot sisi tubuh kontra-lateral.

Dilatasi pupil ipsilateral disertai hemiplegik kontra lateral dikenal sebagai sindrom klasik herniasi tentorial. Tidak jarang lesi masa yang terjadi menekan dan mendorong otak tengah ke sisi yang berlawanan pada tepi tentorium serebelli dan mengakibatkan hemiplegic dan dilatasi pupil pada sisi yang sama dengan hematoma intrakranialnya, sindroma ini dikenal dengan sindroma lekukan Kernohan. Epidural hematoma biasanya mengikuti suatu trauma langsung pada kepala, terjadi suatu periode penurunan kesadaran, pulih kembali (lucid interval), selama ini hanya terdapat keluhan atau gejala minimal.

Gejala klinis:DeliriumMalaisePelebaran diameter pupilNyeri kepalaLucid IntervalMual atau muntahKelemahan pada tubuh

Pemeriksaan Penunjang :1. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah untuk melihat ada atau tidaknya abnormalitas koagulasi Resiko DIC

2. Pemeriksaan Imaging

CT Scan

Pada CT scan hematoma epidural tampak sebagai lesi ekstra serebri dengan densitas yang tinggi. Tapi pada bagian lateral mengikuti gambaran permukaan dalam kalvarium sedangkan tepi medialnya konveks karena adanya perlekatan yang kuat antara durameter dan kalvarium yang membatasi perluasan hematoma. Akan tampak pula pergeseran garis tengah (middle shift) kearah kontra lateral dan fraktur tulang cranium bila ada. Densitas hematoma epidural pada CT scan kadang-kadang tidak terlalu tinggi, bahkan dapat

Page 10: refkas EDH

sama (isodens) atau lebih rendah (hipodens) dibanding jaringan otak. Keadaan ini didapatkan pada penderita dengan hematokrit rendah atau anemia berat.

Anestesi pada kasus emergencyMasalah-masalah yang sering terjadi pada kasus emergency:

1. Keterbatasan waktu untuk melakukan evaluasi pra anestesi yang lengkap2. Pasien dalam keadaan takut dan gelisah3. Lambung penuh (cairan & makanan)4. Sistem hemodinamik sering terganggu, keadaan umum menurun (hipotensi, takikardia)5. Menderita cedera ganda6. Kelainan sebelum sakit sering tidak diketahui7. Komplikasi/ penyakit yang tidak dapat diterapi dengan baik sebelum pembedahan

A. PersiapanPemeriksaan preoperatif:a. Airway jalan napas

Jalan napas dibebaskan dari lidah yang turun kebelakang dengan posisi kepala ekstensi. Jika perlu dipasang pipa orofaring atau pipa endotrakheal. Bersihkan sisa muntahan, darah lendir atau gigi palsu. Jika muntah pasien dibaringkan miring. Isi lambung dikosongkan melalui pipa nasogatrik untuk menghidari aspirasi muntahan.

b. Pernafasan breathingGangguan pernapasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral atau perifer. Kelainan sentral disebabkan oleh depresi pernapasan yang ditandai dengan pola pernapasan Cheyne stokes, hiperventilasi neurogenik sentral atau ataksik.Kelainan perifer disebabkan oleh aspirasi , trauma dada, edema paru, emboli paru atau infeksi. Tata laksana: Oksigen dosis tinggi, 10-15 liter/menit, intermittenCari dan atasi faktor penyebabJika perlu menggunakan ventilator

c. Sirkulasi circulationGangguan sirkulasi yang perlu diwaspadai adalah hipotensi dengan tekanan sistolik dibawah 90 mmHg yang beresiko terhadap kecacatan dan kematian. Hipotensi kebaynakan terjadi akibat faktor ekstrakranial seperti hipovolemia karena perdarahan luar atau ruptur alat dalam, trauma dada disertai tamponade jantung/ pneumotoraks atau syok septic. Tata laksananya dengan menghentikan sumber perdarahan, perbaikan fungsi jantung, mengganti darah yang hilang atau sementara dengan cairan isotonic NaCl.

Page 11: refkas EDH

B. Pemeriksaan FisikSetelah resusitasi ABC dilakukan lanjutkan dnegan pemeriksaan fisik yang meliputi kesadaran, tensi, nadi, pola dan frekuensi respirasi, pupil (besar, bentuk dan reaksi cahaya).

C. PremedikasiPremedikasi secara intravena dilakukan beberapa menit sebelum operasi:1. Pengosongan lambung

Pada kasus emergency di mana waktu puasa pasien tidak diketahui secara jelas, perlu diberikan obat-obatan antihistamin -2 receptor (ranitidin:25mg/ml), golongan proton pump inhibitor (omeprazol), metoclopramid (250mg/ml) untuk mencegah sindrom aspirasi paru. Selain melalui obat-obatan, bisa dipasangkan NGT pada pasien.

2. SedasiUntuk meredakan kecemasan bisa diberikan sedasi berupa diazepam (5mg/ml) atau midazolam (1mg/ml).

3. AnalgetikDiberikan penghilang nyeri kuat golongan narkotik seperti petidin (50mg/ml) atau Fentanyl (0,05 mg/cc; 1 ampul berisi 2 cc).

InduksiUntuk induksi dapat diberikan thiopental dengan dosis 3-7 mg/kgBB . Propofol dengan dosis 2-3 mg/kgBB (sediaan: 10mg/cc). Ketalar dapat diberikan dengan dosis 1-2 mg/kgBB (sediaan 100 mg/cc), namun perlu diperhatikan bahwa ketalar tidka dapat diberikan pada pasien hipertensi.

Rapid Sequence IntubationManajemen airway adalah hal yang paling penting ketika terjadi kasus emergency, di mana kegagalan dalam mempertahankan jalan napas dapat menyebabkan kecacatan hingga kematian. Intubasi endotrakeal dengan metode Rapid Sequence Intubation (RSI) adalah salah satu manajemen untuk mempertahankan jalan napas pada kondisi darurat.

Page 12: refkas EDH

P

Page 13: refkas EDH

R

Rumatan AnestesiaRumatan anestesia bisa dilakukan secara intravena atau dengan inhalasi atau campuran intravena dan inhalasi. Rumatan intravena misalnya dengan menggunakan opioid dosis tinggi, yaitu fentanil 10-50μg/kgBB. Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 3:1 ditambah halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4 vol% atau isofluran 2-4 vol% atau sevofluran 2-4%.

Post anestesiUntuk post anestesi bisa diberikan analgetik golongan narkotik, NSAID dan non NSAID. Sementara jika pasien mengeluhkan mual dan muntah bisa diberikan antiemetic seperti ondansentron.

PembahasanPenatalaksanaan anestesi terhadap pasien dengan cedera kepala traumatik bertujuan

untuk mengendalikan tekanan intrakranial dan memelihara tekanan perfusi serebral, melidungi jaringan saraf dari iskemi dan cedera, menyediakan kondisi pembedahan yang adekuat.Untuk itu perlunya manajemen ABC yang bagus di mana airway, jalan nafas harus bebas sepanjang waktu; breathing, ventilasi kendali untuk mendapatkan oksigenasi adekuat dan normokapnea; circulation menghindari peningkatan atau penurunan tekanan darah yang berlebihan, menghindari faktor mekanis yang meningkatkan tekanan vena serebral, menjaga kondisi normotensi, normoglikemi, isoosmolar selama anestesi. Selain itu perlu dipertimbangkan juga perlu diperhatikan untuk menghindari obat dan tehnik anestesi yang dapat meningkatkan TIK.

Pasien masuk ke dalam ruang operasi dengan kesadaran yang menurun. Sebagai premedikasi pasien sudah diberikan analgetik kuat, yaitu Fentanyl dengan dosis 2 cc + 8 cc NaCl 0,9% (sediaan 0,05 mg/cc, 1 ampul isi 2 cc).

Tindakan intubasi dipilih karena anestesi emergency berhubungan dengan pengosongan lambung yang lama (tidak ada program puasa sebelumnya). Aspirasi cairan lambung ke daerah pulmonal merupakan faktor resiko dari anestesi emergency. Untuk mengurangi resiko ini, sehingga saat premedikasi seharusnya diberikan obat-obatan golongan proton pump inhibitor misalnya omeprazole, ranitidine ataupun metoclopramide pada saat premedikasi sebelum pemberian fentanyl. Metode Rapid sequence intubation merupakan metode intubasi yang dipilih pada kasus-kasus emergency karena lebih cepat proses penginduksiannya dan paralisis. Hal ini sangat berguna pada pasien yang tidak puasa dan mempunyai resiko tinggi untuk muntah dan aspirasi pulmo. Untuk induksi, pasien

Page 14: refkas EDH

diberikan propofol dengan dosis 2 mg/kgBB. Setelah itu dilanjutkan dengan injeksi Tramus dengan dosis 0,5 mg/kgBB (10mg/cc) sebagai muscle relaxant. Selain dengan induksi injeksi, pasien juga diberikan induksi inhalasi berupa oksigen dan sevofluran. Setelah pasien tidak sadar kemudian dilakukan tindakan intubasi.

Obat anestesi intravena propofol mempunyai sifat kerja menurunkan aliran darah ke otak sehingga mengurangi tekanan intrakranial. Selain itu obat ini memiliki efek minimal pada autoregulasi dan reaktivitas terhadap CO2 sehingga menguntungkan untuk anestesi cedera kepala. Pemberian efedrin bertujuan untuk menaikkan tekanan darah selama operasi berlangsung karena pasien sempat mengalami penurunan tekanan darah. Efedrin dengan dosis 0,2 mg/kgBB diberikan untuk mencegah terjadinya kehilangan darah yang berlebih pada otak.

Selama operasi berlangsung, pasien diberi cairan resusitasi berupa ring as, karena terdapat perdarahan pada ET dan tekanan darah pasien menurun diduga adanya perdarahan internal sehingga diberikan cairan koloid. Setelah operasi berakhir pasien diberikan ondansentron sebagai antiemetik dan remopain sebagai analgesi.

Untuk menjaga kondisi pasien tetap stabil, maka pasien segera dibawa ke ruang ICU. Selama menuju ruang ICU pasien harus dijaga supaya tetap stabil keadaannya. ET disambungkan ke Jakson-Rees yang dialirkan oksigen 10 liter.

Kesimpulan:- Persiapan operasi kurang maksimal karena kurangnya pre medikasi, yaitu tidak

diberikannya obat-obatan seperti ranitidine dan metoclopramid untuk mencegah terjadinya aspirasi cairan lambung ke paru.

- Transportasi post operatif menuju ICU sudah sesuai di mana prinsip utama adalah menja ga kondisi pasien supaya tetap stabil.