28
REFRAT DENGUE HAEMORAGIC FEVER (DHF) Disusun oleh : Agnes Cecilia Anggoman 0661050096 Pembimbing : dr. Tri Yanti, Sp.A Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Universitas Kristen Indonesia

REFRAT DHF

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hhh

Citation preview

REFRATDengue Haemoragic Fever (DHF)

Disusun oleh :Agnes Cecilia Anggoman0661050096

Pembimbing :dr. Tri Yanti, Sp.A

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah BekasiUniversitas Kristen IndonesiaJakarta2013

BAB IPENDAHULUAN

Dengue, merupakan penyakit virus yang diperantarai oleh nyamuk, sering terjadi pada manusia. Gambaran awal gejala mirip dengue pertama sekali disebutkan dalam Chinese Encyclopedia and Symptoms selama dinasti chin (265-420 M). Penyakit ini disebut juga dengan racun air dan berhubungan dengan serangga yang terbang dekat air. Sekarang, dengue diketahui disebabkan oleh virus RNA strain tunggal dengan nucleocapsid icosahedral dan ditutupi oleh kapsul lipid.1Dengue merupakan penyakit virus tropis endemik di banyak wilayah di dunia. Meskipun kasus dapat dideteksi setiap tahun, jumlah kasus jelas berhubungan dengan perubahan siklik musim: peningkatan jumlah kasus biasanya terjadi pada musim hujan. Biasanya hal tersebut akan meningkatkan angka kejadian penyakit tersebut di beberapa wilayah tertentu, termasuk di Kep. Karibia.3Dengue atau epidemik seperti dengue dilaporkan terjadi pada abad 19 dan awal abad 20 di Amerika, Eropa Selatan, Afrika Utara, Mediterania, Asia dan Australia, dan beberapa pulau di Samudra Hindia, Samudra Pasifik dan Karibia. DF dan DHF telah meningkat dengan pesat sejak 40 tahun lalu, dan pada tahun 1996, 2500-3000 masyarakat tinggal di daerah dengan risiko potensial transmisi virus dengue. Tiap-tiap tahun diperkirakan terdapat sekitar 20 juta kasus infeksi dengue, yang mengakibatkan angka kematian sekitar 24.000.4Di Indonesia kasus DHF pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun 1968, akan tetapi konfirmasi serologis baru di dapat pada tahun 1972. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah . Jumlah penderita menunjukkan kecenderungan naik dari tahun ke tahun. Penyakit ini banyak terjadi di daerah kota yang padat penduduknya, akan tetapi dalam tahun-tahun terakhir ini demam berdarah juga berjangkit di daerah pedesaan. Penyebaran penyakit biasanya dimulai dari sumber-sumber penularan di kota kemudian menjalar ke daerah-daerah pedesaan. Makin ramai lalu lintas manusia di suatu daerah, makin besar pula kemungkinan penyebaran penyakit ini.5,7

BAB IIDengue Haemoragic Fever (DHF)

DEFINISIDemam Dengue (dengue fever, selanjutnya disingkat DF) adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak remaja atau orang dewasa, dengan tanda - tanda klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam (rash) dan limfadenopati, demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakan bola mata, rasa mengecap yang terganggu, trombositopenia ringan dan bintik-bintik perdarahan (petekie) spontan.4,5,6,8Demam Berdarah Dengue (dengue haemorrhagic fever, selanjutnya disingkat DHF), ialah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama. Uji tourniquet akan positif dengan tanpa ruam disertai beberapa atau semua gejala perdarahan seperti petekie spontan yang timbul serentak, purpura, ekimosis, epitaksis. hematemesis, melena, trombositopenia, masa perdarahan dan masa protrombin memanjang, hematokrit meningkat dan gangguan maturasi megakariosit.4,5,7Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome, selanjutnya disingkat DSS) ialah penyakit DHF yang disertai renjatan.5

ETIOLOGIVirus dengue Penyebab dari Dengue adalah virus dengue, bagian dari kelompok Flavivirus. Ada empat tipe virus dengue yang dikenal, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Meskipun keempat tipe memiliki antigen tertentu, antibodi yang melawan masing-masing antigen tersebut hanya dapat menetralisir tipe antigen yang sama. Epidemik periodik berhubungan dengan timbulnya serotipe yang berbeda.1,3,52. VektorVirus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 420).Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari.

3. HostJika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue huntuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta.

EPIDEMOLOGIEpidemi penyakit yang berhubungan dengan demam dengue pertama kali dilaporkan dalam literatur atau pustaka kedokteran terjadi pada tahun 1779 di Batavia (sekarang disebut Jakarta). Dan pada tahun 1780 di Philadelphia. Sejak saat itu epidemik telah dilaporkan di Calcutta (1824, 1853, 1871, 1905), India Barat (1827), Hongkong (1901), Yunani (1927-1928), Australia (1925-1926, 1942), Amerika Serikat (1922) dan Jepang (1942-1945).5,6 Dengue sering terdapat di daerah tropis terutama di Asia Tenggara, Afrika dan bagian selatan Amerika. Epidemik DHF yang terbesar terjadi di Kuba pada tahun 1981 dengan 24.000 kasus DHF dan 10.000 kasus DSS. Pada tahun 1986 dan 1987 angka kejadian Dengue dilaporkan di Brasil. Pada tahun 1988 epidemik dengue dilaporkan terjadi di Meksiko dan pada tahun 1990 kira-kira seperempat dari 300.000 penduduk yang tinggal di Iquitos Peru menderita Demam Dengue.6Data yang terkumpul dari tahun 1968-1993 menunjukkan DHF dilaporkan terbanyak terjadi pada tahun 1973 sebanyak 10.189 pasien dengan usia pada umumnya di bawah 15 tahun. Penelitian di Pusat Pendidikan Jakarta, Semarang, Yogya dan Surabaya menunjukkan bahwa DHF dan DSS juga ditemukan pada usia dewasa, dan terdapat kecenderungan peningkatan jumlah pasiennya.5Vektor utama dengue di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti, di samping pula Aedes albapidus. Vektor ini bersarang di bejana-bejana yang berisi air jernih dan tawar seperti bak mandi, drum penampung air, kaleng bekas dan lain-lainnya3,5,6. Adanya vektor tersebut berhubungan erat dengan beberapa faktor, antara lain:1. Kebiasaan masyarakat menampung air bersih untuk keperluan sehari-hari.2. Sanitasi lingkungan yang kurang baik.3. Penyediaan air bersih yang langka.Daerah yang terjangkit DHF adalah wilayah yang ada penduduk, karena:1. Antar rumah jaraknya berdekatan, yang memungkinkan penularan karena jarak terbang 40-100 meter.2. A.aegypti betina mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple biters), yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat.5Dengan makin lancarnya hubungan lalu lintas, kota-kota kecil atau daerah semiurban dekat kota besar pun saat ini menjadi mudah terserang akibat penjalaran penyakit dan suatu sumber di kota besar.Kasus DHF cenderung meningkat pada musim hujan, kemungkinan disebabkan:1. Perubahan musim mempengaruhi frekuensi gigitan nyamuk; karena pengaruh musim hujan, puncak jumlah gigitan terjadi pada siang dan sore hari.2. Perubahan musim mempengaruhi manusia sendiri dalam sikapnya terhadap gigitan nyamuk, misalnya dengan lebih banyak berdiam di rumah selama musim hujan.5

PATOFISIOLOGIProses patologi infeksi Dengue dimulai ketika adanya hubungan erat antara host dan vektor yang membawa virus. Manusia terinfeksi dengan virus setelah nyamuk yang terinfeksi menghisap darah dari host (manusia). Kasus yang jarang, transmisi virus dari manusia ke manusia melalui luka atau cedera akibat jarum suntik juga pernah dilaporkan.1Infeksi dengan virus Dengue mempunyai spektrum gambaran klinis yang luas. Pada banyak kasus terutama pada anak-anak dibawah 15 tahun, pasien biasanya asimptomatis atau memiliki riwayat demam yang ringan. Demam dengue secara khas bersifat self-limited, akut, yang terjadi setelah periode inkubasi selama 4 7 hari. Pada anak lebih muda, dapat disertai dengan ruam makulo papular. Pada pasien yang lebih tua, penyakit biasanya ringan, dengan onset demam tinggi yang mendadak, sakit kepala, nyeri retroorbital. Nyeri badan difus, kelemahan, muntah, serak, perubahan sensasi rasa dan ruam makulopapular. Virus dengue tidak ada di dalam aliran darah pada saat demam menghilang.1,5Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF dengan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilak-tosin, histamin dan serotonin serta aktivasi sistem kalikrein yang berakibat ekstravasasi cairan intra-vaskular. Hal ini berakibat mengurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat pemulaan demam dan mencapai puncaknya pada saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%.5,9Gambaran utama dari demam berdarah dengue adalah plasma leakage (kebocoran plasma). Hal ini berasal dari celah endotel dalam pembuluh darah bagian perifer tanpa adanya nekrosis atau inflamasi dalam endotelium. Demam berdarah dengue biasanya dimulai berupa gambaran demam dengue. Terjadinya demam akut (>40C) seperti yang terdapat pada demam dengue dan berakhir dalam 2 7 hari. Meskipun demikian, pada individu dengan demam berdarah dengue, demam dapat muncul kembali memberikan gambaran kurva demam bifasik atau saddle back yang tidak didapatkan pada individu dengan demam dengue. Sepanjang demam bifasik tersebut, pasien dengan demam berdarah dengue mengalami trombositopenia progresif, peningkatan hematokrit (20% diatas nilai rata-rata) yang menyebabkan haemokonsentrasi, manifestasi perdarahan yang berat (>50% pasien dengan tes tourniquet positif), dan efusi progresif (pleura atau peritonium). Syok hipovolemik dapat terjadi sebagai akibat kehilangan plasma yang besar, bila tidak segera diatasi dapat berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolik dan bahkan kematian.1,5Syok yang terjadi bersifat akut dan perbaikan klinis yang drastis setelah pemberian plasma ekspander yang efektif. Sebab lain kematian adalah perdarahan. Perdarahan pada demam berdarah dengue umumnya berkaitan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan koagulasi. Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit, hal tersebut menunjukkan meningkatnya destruksi trombosit. Fungsi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan sistem koagulasi disebabkan di antaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang terbukti terganggu oleh aktivasi sistem koagulasi.5,9,10Masalah terjadi tidaknya DIC pada penderita DHF/DSS terutama penderita dengan perdarahan hebat sejak lama telah menjadi bahan pertentangan. Penyelidikan mutakhir Srichaikul dkk. (1977) membuktikan bahwa DIC secara potensial dapat terjadi juga pada penderita DHF tanpa renjatan, yang dapat dibuktikan dengan meningkatnya konsumsi fibrinogen disertai perubahan hematologis lain. Mereka beranggapan bahwa pada masa dini DHF, peranan DIC tidak menonjol dibandingkan dengan perembesan plasma, tetapi apabila penyakit memburuk sehingga terjadi renjatan dan asidosis, maka renjatan akan memperberat DIC sehingga peranannya akan menonjol. Renjatan dan DIC akan saling mempengaruhi sehingga penyakit akan memasuki renjatan ireversibel disertai perdarahan hebat, dan terlibatnya organ-organ vital yang biasanya diakhiri dengan kematian. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perdarahan kulit penderita DHF pada umumnya disebabkan oleh faktor kapiler dan trombositopeni, sedangkan perdarahan masif ialah akibat kelainan mekanisme yang lebih kompleks lagi, yaitu trombositopeni, gangguan faktor pembekuan dan kemungkinan besar oleh faktor DIC, terutama pada penderita dengan renjatan lama yang tidak dapat diatasi disertai komplikasi asidosis metabolik.5,9

MANIFESTASI KLINIKKriteria DHF menurut WHO 1997 Kriteria klinis :1. Demam tinggi mendadak terus-menerus selama 2 sampai 7 hari dengan sebab yang tidak jelas dengan tipe demam yang bifasik2. Manifestasi perdarahan : uji torniquet positif, dan atau perdarahan spontan, petekia, ekimosis, perdarahan gusi, hematemesis/ melena3. Hepatosplenomegali4. Tanpa atau dengan gejala-gejala syok seperti : Nadi lemah, cepat dan kecil sampai tak teraba Tekanan nadi turun menjadi 20 mmhg atau kurang Tekanan darah menurun 80 mmHg atau kurang Kulit yang teraba lembab dan dingin terutama daerah akral (ujung jari tangan, kaki dan hidung) Sianosis di mulut, ujung jari tangan dan kaki

Kriteria laboratorium1. Trombosit < 100.000 gr/dl2. Hemokonsentrasi yang ditandai dengan peninggian nilai hematokrit sebesar 20 % atau lebih dibanding masa konvalesen

Penegakan diagnosis DBD adalah 2 kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi

Demam pada DHF berpola saddle backHari 1-2 naikHari 3-4 turunHari 2-6 naik

Derajat DHFDerajat I : demam mendadak 2-7 hari disertai gejala khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji torniquet positif.Derajat II: derajat I disertai dengan perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lainnya.Derajat III: derajat II ditambah kegagalan sirkulasi ringan yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun ( fase kritis (saat suhu turun), perjalanan penyakit dapat berkembang menjadi syok

SSD Manifestasi klinis seperti DBD, disertai kegagalan sirkulasi (syok). Gejala syok : Anak gelisah, hingga terjadi penurunan kesadaran, sianosis. Nafas cepat, nadi teraba lembut hingga tidak teraba. Tekanan darah turun, tekanan nadi < 10 mmHg. Akral dingin, capillary refill turun. Diuresis turun, hingga anuria.

PENATALAKSANAANFase DemamTatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat simtomatik dansuportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada 7BD. Parasetamoi direkomendasikan untuk pemberian atau dapat di sederhanakan seperti tertera pada Tabel 1. Rasa haus dankeadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia danmuntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang masih minum asi, tetap harus diberikan disamping larutan oiarit. Bila terjadi kejang demam, disamping antipiretik diberikan antikonvulsif selama demam.Umur (tahun)Paracetamol (Tiap kali pemberian)

Dosis (mg)Tablet (1tab=500mg)

< 1 60 1/8

1 - 3 60 - 1251/8

4 - 6125 - 250 -

7 - 12250 - 500 - 1

Pada seminar ini akan dibahas penatalaksanaan : 1) kasus DBD yang memungkinkan untuk berobat jalan, 2) kasus DBD derajat I & II, 3) kasus DBD derajat III & IV, dan 4) kasus DBD dengan penyulit.

1. Kasus DBD yang diperkenankan berobat jalanBila penderita hanya mengeluh panas, tetapi keingingan makan dan minum masih baik. Untuk mengatasi panas tinggi yang mendadak diperkenankan memberikan obat panas paracetamol 10 15 mg/kg BB setiap 3-4 jam diulang jika simptom panas masih nyata diatas 38,5 0C. Obat panas salisilat tidak dianjurkan karena mempunyai resiko terjadinya penyulit perdarahan dan asidosis. Sebagian besar kasus DBD yang berobat jalan ini adalah kasus DBD yang menunjukkan manifestasi panas hari pertama dan hari kedua tanpa menunjukkan penyulit lainnya.Apabila penderita DBD ini menunjukkan manifestasi penyulit hipertermi dan konvulsi sebaiknya kasus ini dianjurkan di rawat inap.

2. Kasus DBD derajat I & II Pada hari ke 3, 4, dan 5 panas dianjurkan rawat inap karena penderita ini mempunyai resiko terjadinya syok. Untuk mengantisipasi kejadian syok tersebut, penderita disarankan diinfus cairan kristaloid dengan tetesan berdasarkan tatanan 7, 5, 3. Pada saat fase panas penderita dianjurkan banyak minum air buah atau oralit yang biasa dipakai untuk mengatasi diare. Apabila hematokrit meningkat lebih dari 20% dari harga normal, merupakan indikator adanya kebocoran plasma dan ssebaiknya penderita dirawat di ruang observasi di pusat rehidrasi selama kurun waktu 12-24 jam.Penderita DBD yang gelisah dengan ujung ekstremitas yang teraba dingin, nyeri perut dan produksi air kemih yang kurang sebaiknya dianjurkan rawat inap. Penderita dengan tanda-tanda perdarahan dan hematokrit yang tinggi harus dirawat di rumah sakit untuk segera memperoleh cairan pengganti.Volume dan macam cairan pengganti penderita DBD sama dengan seperti yang digunakan pada kasus diare dengan dehidrasi sedang (6-10% kekurangan cairan) tetapi tetesan harus hati-hati. Kebutuhan cairan sebaiknya diberikan kembali dalam waktu 203 jam pertama dan selanjutnya tetesan diatur kembali dalam waktu 24-48 jam saat kebocoran plasma terjadi. Pemeriksaan hematokrit ecara seri ditentukan setiap 4-6 jam dan mencatat data vital dianjurkan setiap saat untuk menentukan atau mengatur agar memperoleh jumlah cairan pengganti yang cuykup dan cegah pemberian transfusi berulang. Perhitungan secara kasar sebagai berikut :

(ml/jam) = ( tetesan / menit ) x 3

Jumlah cairan yang dibutuhkan adalah volume minimal cairan pengganti yang cukup untuk mempertahankan sirkulasi secara efektif selama periode kebocoran (24-48 jam), pemberian cairan yang berlebihan akan menyebabkan kegagalan faal pernafasan (efusi pleura dan asites), menumpuknya cairan dalam jaringan paru yang berakhir dengan edema.

Jenis Cairan(1) KristaloidRinger Laktat5% Dekstrose di dalam larutan Ringer Laktat5% Dekstrose di dalam larutan Ringer Ashering5% Dekstrose di dalam larutan setengah normal garam fisiologi (faali), dan5% Dekstrose di dalam larutan normal garam fisiologi (faali)

(2) KoloidalPlasma expander dengan berat molekul rendah (Dekstran 40)Plasma

Kebutuhan Cairan

Tabel 1. Kebutuhan cairan untuk dehidrasi sedangBerat waktu masuk (kg)Jumlah cairan ml/kg BB per hari

< 7220

7 11165

12 18132

> 1888

Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur dan berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma sesuai dengan derajat hemokonsentrasi yang terjadi. Pada anak yang gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan ideal anak umur yang sama. Kebutuhan cairan rumatan dapat diperhitungkan dari tabel berikut.

Tabel 2. Kebutuhan cairan rumatanBerat badan (kg)Jumlah cairan (ml)

10100 per kg BB

10 201000 + 50 x kg (diatas 10 kg)

> 201500 + 20 x kg (diatas 20 kg)

3. Kasus DBD derajat III & IVDengue Shock Syndrome (sindrome renjatan dengue) termasuk kasus kegawatan yang membutuhkan penanganan secara cepat dan perlu memperoleh cairan pengganti secara cepat.Biasanya dijumpai kelaian asam basa dan elektrolit (hiponatremi). Dalam hal ini perlu dipikirkan kemungkinan dapat terjadi DIC. Terkumpulnya asam dalam darah mendorong terjadinya DIC yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan hebat dan renjatan yang sukar diatasi.Penggantian secara cepat plasma yang hilang digunakan larutan gaam isotonik (Ringer Laktat, 5% Dekstrose dalam larutan Ringer Laktat atau 5% Dekstrose dalam larutan Ringer Asetat dan larutan normal garam faali) dengan jumlah 10-20 ml/kg/1 jam atau pada kasus yang sangat berat (derajat IV) dapat diberikan bolus 10 ml/kg (1 atau 2x).Jika syok berlangsung terus dengan hematokrit yang tinggi, larutan koloidal (dekstran dengan berat molekul 40.000 di dalam larutan normal garam faal atau plasma) dapat diberikan dengan jumlah 10-20 ml/kg/jam.Selanjutnya pemberian cairan infus dilanjutkan dengan tetesan yang diatur sesuai dengan plasma yang hilang dan sebagai petunjuk digunakan harga hematokrit dan tanda-tanda vital yang ditemukan selama kurun waktu 24-48 jam. Pemasangan cetral venous pressure dan kateter urinal penting untuk penatalaksanaan penderita DBD yang sangat berat dan sukar diatasi. Cairan koloidal diindikasikan pada kasus dengan kebocoran plasma yang banyak sekali yang telah memperoleh cairan kristaloid yang cukup banyak.Pada kasus bayi, dianjurkan 5% dekstrose di dalam setengah larutan normal garam faali (5% dekstrose NSS) dipakai pada awal memperbaiki keadaan penderita dan 5% dekstrose di dalam 1/3 larutan normal garam faali boleh diberikan pada bayi dibawah 1 tahun, jika kadar natrium dalam darah normal. Infus dapat dihentikan bila hematokrit turun sampai 40% dengan tanda vital stabil dan normal. Produksi urine baik merupakan indikasi sirkulasi dalam ginjal cukup baik. Nafsu makan yang meningkat menjadi normal dan produksi urine yang cukup merupakan tanda penyembuhan.Pada umumnya 48 jam sesudah terjadi kebocoran atau renjatan tidak lagi membutuhkan cairan. Reabsorbsi plasma yang telah keluar dari pembuluh darah membutuhkan waktu 1-2 hari sesudahnya. Jika pemberian cairan berkelebihan dapat terjadi hipervolemi, kegagalan faal jantung dan edema baru. Dalam hal ini hematokrit yang menurun pada saat reabsorbsi jangan diintepretasikan sebagai perdarahan dalam organ. Pada fase reabsorbsi ini tekanan nadi kuat (20 mmHg) dan produksi urine cukup dengan tanda-tanda vital yang baik.

Koreksi Elektrolit dan Kelainan MetabolikPada kasus yang berat, hiponatremia dan asidosis metabolik sering dijumpai, oleh karena itu kadar elektrolit dan gas dalam darah sebaiknya ditentukan secara teratur terutama pada kasus dengan renjatan yang berulang. Kadar kalium dalam serum kasus yang berat biasanya rendah, terutama kasus yang memperoleh plasma dan darah yang cukup banyak. Kadanga-kadang terjadi hipoglemia.

Obat PenenangPada beberapa kasus obat penenang memang dibutuhkan terutama pada kasus yang sangat gelisah. Obat yang hepatotoksik sebaiknya dihindarkan, chloral hidrat oral atau rektal dianjurkan dengan dosis 12,5-50 mg/kg (tetapi jangan lebih dari 1 jam) digunakan sebagai satu macam obat hipnotik. Di RSUD Dr. Soetomo digunakan valium 0,3 0,5 mg/kg/BB/1 kali (bila tidak terjadi gangguan pernapasan) atau Largactil 1 mg/kgBB/kali.

Terapi OksigenSemua penderita dengan renjatan sebaiknya diberikan oksigen

Transfusi DarahPenderita yang menunjukkan gejala perdarahan seperti hematemesis dan melena diindikasikan untuk memperoleh transfusi darah. Darah segar sangat berguna untuk mengganti volume masa sel darah merah agar menjadi normal.

Kelainan GinjalDalam keadaan syok, harus yakin benar bahwa penggantian volume intravaskular telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum mencukupi 2 ml/kgBB/jam sedangkan cairan yang diberikan sudah sesuai kebutuhan, maka selanjutnya furasemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan tetap dilakukan untuk jumlah diuresis, kadar ureum dan kreatinin. Tetapi apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya syok juga belum dapat dikoreksi dengan baik, maka pemasangan CVP (central venous pressure) perlu dilakukan untuk pedoman pemberian cairan selanjutnya.

MonitoringTanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada monitoring adalah: Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi. Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai keadaan klinis pasien stabil Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan, jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah mencukupi. Jumlah dan frekuensi diuresis.

Kriteria Memulangkan PasienPasien dapat dipulangkan, apabila: Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik Nafsu makan membaik Tampak perbaikan secara klinis Hematokrit stabil Tiga hari setelah syok teratasi Jumlah trombosit > 50.000/l Tidak dijumpai distress pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)

Komplikasi DBD Pada DD tidak terdapat komplikasi berat namun anak dapat mengeluh lemah / lelah (fatigue) saat fase pemulihan. Penyebab kematian pada deman berdarah dengue: Syok berkepanjangan (Prolonged shock) Kelebihan cairan Perdarahan masif Manifestasi yang jarang : Ensefalopati dengue Gagal ginjal akut Ensefalopati DBD Diduga akibat disfungsi hati, udem otak, perdarahan kapiler serebral atau kelainan metabolik Ditandai dengan kesadaran menurun dengan atau tanpa kejang, baik pada DBD dengan atau tanpa syok Ketepatan diagnosis Bila ada syok, harus diatasi dulu Pungsi lumbal setelah syok teratasi, hati-hati trombosit < 50000/ul Transaminase, PT/PTT, gula darah, analisa gas darah, elektrolit, amoniak darah

Algoritma 1. Diagnosis Demam Dengue dan DBD

Algoritma 2. Tatalaksana DBD Derajat II

Algoritma 3. Tatalaksana DBD Derajat III/IV atau SSD

DAFTAR PUSTAKA

1. vani, demam berdarah dengue dalam: http:/ www.bmjournals.com , may 2005. 2. Caribbean Epidemiologi Center (CAREC) Dengue dalam: http://www.carec.org/publications/DENGUIDE_lab.htm3. WHO, Clinical Diagnosis of Dengue dalam: http:// www.who.int/entity/csr/resources/publications/dengue/12-23.pdf4. Hagop Isnar,MD, Dengue dalam : http://www.emedicine.com5. WHO, Clinical Diagnosis of Dengue dalam: http:// www.who.int/entity/csr/resources/publications/dengue/1-11.pdf6. Scott B.Halstead, Dengue Haemorragic Fever dalam Textbook of Pediatrics7. WHO, Dengue and Dengue Haemorragic Fever dalam: http://w3.whosect.org/en/section10/section332/section1631.htm8. BHJ, Dengue, Dengue Haemorragic Fever, Dengue Shock Syndrome dalam: http://www.bhj.org/journal/2001_4303_july01/review_380.htm