52
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyakit tuberkulosis (TBC) adalah penyakit kronis menular yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World Health Organization (WHO) dalam Annual Report on Global TB Control 2003 menyatakan terdapat 22 negara dikategorikan sebagai highburden countries terhadap TBC. Indonesia tiap tahun terdapat 557.000 kasus baru TBC. Jumlah tersebut berdasarkan pada 250.000 kasus (115/100.000) merupakan penderita TBC menular. Dengan keadaan ini, Indonesia menempati peringkat ketiga jumlah penderita TBC di dunia, setelah India (1.762.000) dan China (1.459.000). TBC telah membunuh tiga juta orang pertahun. Diperkirakan, kasus TBC meningkat 5-6 persen dari total kasus. TBC merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberkulosis. Kuman ini dapat menular lewat percikan ludah yang keluar saat batuk, bersin atau 1

REFRAT IKM KARIN

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: REFRAT IKM KARIN

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Penyakit tuberkulosis (TBC) adalah penyakit kronis menular yang masih

merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World

Health Organization (WHO) dalam Annual Report on Global TB Control 2003

menyatakan terdapat 22 negara dikategorikan sebagai highburden countries terhadap

TBC. Indonesia tiap tahun terdapat 557.000 kasus baru TBC. Jumlah tersebut

berdasarkan pada 250.000 kasus (115/100.000) merupakan penderita TBC menular.

Dengan keadaan ini, Indonesia menempati peringkat ketiga jumlah penderita TBC di

dunia, setelah India (1.762.000) dan China (1.459.000). TBC telah membunuh tiga

juta orang pertahun. Diperkirakan, kasus TBC meningkat 5-6 persen dari total kasus.

TBC merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium

tuberkulosis. Kuman ini dapat menular lewat percikan ludah yang keluar saat batuk,

bersin atau berbicara. Umumnya kuman menyerang paru karena penularannya

melalui udara yang mengandung bakteri Mycobacterium tuberkulosis dan terhirup

saat bernapas.1

Berdasarkan Global Tuberculosis Control tahun 2009 (data tahun 2007)

menunjukkan bahwa pada tahun 2007 prevalensi semua tipe TBC sebesar 244 per

100.000 penduduk atau sekitar 565.614 kasus semua tipe TBC, insidensi semua tipe

TBC sebesar 228 per 100.000 penduduk atau sekitar 528.063 kasus semua tipe TBC,

Insidensi kasus baru TBC BTA Positif sebesar 102 per 100.000 penduduk atau

1

Page 2: REFRAT IKM KARIN

sekitar 236.029 kasus baru TBC Paru BTA Positif sedangkan kematian TBC 39 per

100.000 penduduk atau 250 orang per hari.2

Case Detection Rate kasus TBC untuk provinsi Kalsel tahun 2010 triwulan I

belum mencapai target yaitu 10,9 % dari target 17,5%. Case Detection Rate

menggambarkan cakupan penemuan pasien baru BTA positif pada wilayah tersebut.

Pada puskesmas S.parman Banjarmasin pada bulan januari sampai agustus 2010

terdapat 95 kasus suspek TBC dan 17 kasus TBC dengan BTA positif dengan kasus

baru di setiap bulannya. Rendahnya cakupan ini disebabkan karena pengembangan

pelayanan yang belum menyeluruh, juga disebabkan oleh faktor perilaku penderita,

masyarakat dan petugas yaitu kurangnya pengetahuan, sikap dan praktek dalam

pencegahan dan penularan TB, tidak teraturnya penderita minum obat yang bisa

mengakibatkan resistensi.2

Sejak tahun 1995, program pemberantasan TBC telah dilaksanakan dengan

Strategi Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy (DOTS) strategi

komprehensif untuk digunakan oleh pelayanan kesehatan primer di seluruh dunia

untuk mendeteksi dan menyembuhkan penderita TBC, agar transmisi penularan

dapat dikurangi di masyarakat, merupakan pendekatan yang paling tepat saat ini dan

harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh. Program ini menekankan pada

diagnosis yang benar dan tepat dilanjutkan dengan pengobatan jangka pendek yang

efektif serta pengawasan, dan target angka keberhasilan pengobatan mencapai 85%.1

Sejak tahun 1996, pendekatan Strategi DOTS dalam Program

Penanggulangan TBC di Kalimantan Selatan telah dimulai, dimana diketahui bahwa

2

Page 3: REFRAT IKM KARIN

perkiraan prevalensi TBC di daerah ini berkisar antara 300-600 per 100.000

penduduk.3

Dalam rangka penanggulangan TBC, pemerintah telah berupaya keras

memenuhi sarana dan prasarana seperti sarana diagnosa, sarana pengobatan dan

pengawasan serta pengendalian pengobatan. Sejak tahun 1995/1996, setelah

dilakukan evaluasi bersama WHO, Indonesia mulai melaksanakan strategi DOTS

melalui pembentukan Kelompok Puskesmas Pelaksana (KPP) dan Puskesmas

Pelaksana Mandiri (PPM). Strategi ini memberikan harapan tingkat kesembuhan

yang tinggi. Kegiatan yang dimaksud meliputi deteksi penderita melalui pemeriksaan

laboratorium, penentuan kategori pengobatan, pengawasan langsung menelan obat,

dan pengamatan pasien yang tidak patuh berobat. Selain itu juga dilakukan

pemantauan tingkat kesembuhan pada akhir fase awal. Namun, meskipun demikian

penderita TBC tetap saja meningkat dan cakupan pengobatannya masih rendah.4,5

Seiring dengan pembentukan gerdunas TBC, maka pemberantasan penyakit

tuberkulosis paru berubah menjadi program penanggulangan TBC. Tujuan jangka

pendek penanggulangan TBC adalah menurunkan angka kesakitan dan angka

kematian penyakit TBC dengan cara memutuskan rantai penularan, sehingga

penyakit TBC tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia.1

Kasus penyakit TBC sangat terkait dengan faktor perilaku dan lingkungan.

Faktor lingkungan, sanitasi dan higiene terutama sangat terkait dengan keberadaan

kuman, dan proses timbul serta penularannya. Faktor perilaku sangat berpengaruh

pada kesembuhan dan bagaimana mencegah untuk tidak terinfeksi kuman TBC.

Dimulai dari perilaku hidup sehat (makan makanan yang bergizi dan seimbang,

3

Page 4: REFRAT IKM KARIN

istirahat cukup, olahraga teratur, hindari rokok, alkohol, mengatasi stress),

memberikan vaksinasi dan imunisasi baik pada bayi, balita maupun orang dewasa.

Penderita dengan berperilaku tidak meludah sembarangan, menutup mulut apabila

batuk atau bersin, dan terutama kepatuhan untuk minum obat dan pemeriksaan rutin

untuk memantau perkembangan pengobatan serta efek samping.1

Dalam menyukseskan upaya pemberantasan TBC, maka peran petugas

kesehatan dalam surveillance dan pencatatan pelaporan yang baik merupakan suatu

keharusan. Peran kader serta masyarakat lainnya dapat berperan aktif melalui

kunjungan rumah bersama petugas kesehatan, tokoh masyarakat untuk melakukan

pendidikan di masyarakat melalui penyuluhan, konseling atau pemantauan secara

terpadu, terintegrasi dengan upaya-upaya lain termasuk peningkatan ekonomi

keluarga. Berdasarkan wawancara dengan petugas di Puskesmas S.parman

pemanfaatan kader kesehatan untuk menjaring pasien suspek TBC telah dilakukan

namun hasilnya belum optimal.1

Dalam rangka mensukseskan pembangunan nasional, khusus dibidang

kesehatan, bentuk pelayanan kesehatan diarahkan pada prinsip bahwa masyarakat

bukanlah sebagai objek akan tetapi merupakan subjek dari pembangunan itu sendiri.

Pada hakekatnya kesehatan dipolakan mengikut sertakan masyarakat secara aktif dan

bertanggung jawab. Keikutsertaan masyarakat dalam meningkatkan efisiensi

pelayanan adalah atas dasar terbatasnya daya dan adaya dalam operasional pelayanan

kesehatan masyarakat akan memanfaatkan sumber daya yang ada di masyarakat

seoptimal mungkin. Perilaku kesehatan tidak terlepas dari pada kebudayaan

masyarakat. Dalam upaya untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat harus pula

4

Page 5: REFRAT IKM KARIN

diperhatikan keadaan sosial budaya masyarakat. Sehingga untuk mengikut sertakan

masyarakat dalam upaya pembangunan khususnya dalam bidang kesehatan, tidak

akan membawa hasil yang baik bila prosesnya melalui pendekatan dengan edukatif

yaitu, berusaha menimbulkan kesadaran untuk dapat memecahkan permasalahan

dengan memperhitungkan sosial budaya setempat.1

Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari pembangunan nasional

dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk

meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Program pemberantasan

penyakit menular mempunyai peranan penting dalam menurunkan angka kesakitan

dan kematian melalui penerapan teknologi kesehatan secara tepat oleh petugas

kesehatan yang didukung oleh peran serta aktif masyarakat, termasuk

penanggulangan penyakit TBC.3

Berdasarkan Survei Prevalensi Tuberkulosis tahun 2004 pengetahuan

mengenai TBC di masyarakat masih rendah. Dari mereka yang menyatakan tahu cara

penularan TBC, hanya 11 persen yang menjawab dengan benar. Dari mereka yang

menyatakan tahu gejala dan tanda penyakit TBC, hanya 26 persen yang menjawab

dengan betul. Proporsi kecil dari masyarakat yaitu 19 persen yang mengetahui

adanya pemberian obat anti TBC gratis. Riwayat pernah diobati anti TBC pada anak

usia <15 tahun sebesar 4 persen dan dari mereka yang dapat diamati 70 persen

menunjukkan adanya jaringan parut/scar. Berdasarkan hasil dan kesimpulan survei

ini dapat disarankan untuk penanganan program TBC Nasional perlu

mempertimbangkan keragaman prevalensi TBC dan insidens TBC menurut kawasan.

Masih perlu upaya promosi dan advokasi yang lebih intens untuk meningkatkan

5

Page 6: REFRAT IKM KARIN

pengetahuan, sikap dan praktek masyarakat terhadap TBC. Masih diperlukan upaya

peningkatan kemitraan dengan berbagai sektor dalam upaya meningkatkan

penanggulangan pemberantasan penyakit TBC (lintas program, lintas sektor, lintas

wilayah, lintas profesi dan lintas institusi).2

I.2. Permasalahan

Dari uraian diatas diketahui bahwa angka kesakitan penyakit TBC masih cukup

tinggi, meskipun strategi DOTS telah dijalankan. Hal ini diperkirakan karena adanya

penderita yang tidak terdeteksi dan menjadi sumber penularan bagi masyarakat

lainnya.

6

Page 7: REFRAT IKM KARIN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Tuberkulosis

II.1.1. Definisi

Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil

Mycobacterium tuberkulosa tipe humanus. TBC paru merupakan penyakit infeksi

saluran nafas bagian bawah. Basil Mycobacterium tuberkulosa tersebut masuk secara

inhalasi ke jaringan paru melalui saluran nafas (droplet infeksius) sampai alveoli,

terjadilah infeksi primer6,7. Mycobacterium tuberkulosis dapat menyebabkan lesi

pada berbagai jaringan tubuh, namun yang sering terkena adalah jaringan paru8.

II.1.2. Etiologi dan Karakteristik Kuman TBC

Etiologi dari TBC adalah Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini berbentuk

batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan sehingga

disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TBC cepat mati dengan sinar

matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap

dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dorman atau tertidur lama

selama beberapa tahun.9

II.1.3. Patofisiologi

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman

TBC. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem

pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan

7

Page 8: REFRAT IKM KARIN

menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TBC berhasil berkembang biak dengan

cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran

limfe akan membawa kuman TBC ke kelenjar limfe disekitar hilus paru, dan ini

disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai

pembentukan kompleks primer adalah 4–6 mingg. Infeksi dapat dibuktikan dengan

terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif.9

Proses setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya

respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya, reaksi daya tahan tubuh

tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TBC. Meskipun demikian, ada

beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persisten atau dorman. Dalam suatu

keadaan tertentu, daya tahan tubuh tidak mampu mengehentikan perkembangan

kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita

TBC. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi

sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.9

TBC pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah

infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau

status gizi yang buruk. Ciri khas dari TBC pasca primer adalah kerusakan paru yang

luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.4

8

Page 9: REFRAT IKM KARIN

II.1.4. Cara Penularan TBC

Sumber penularan TBC adalah penderita TBC BTA positif. Pada waktu

batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet

(percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada

suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi apabila droplet tersebut

terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TBC masuk kedalam tubuh

manusia melalui pernapasan, kuman TBC tersebut dapat menyebar dari paru ke

bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran

napas, atau penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya.

Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang

dikeluarkan dari paru. Derajat positif yang tinggi dari hasil pemeriksaan dahak, maka

semakin menular penderita tersebut. Hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat

kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.

Kemungkinan seseorang terinfeksi TBC ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam

udara dan lamanya menghirup udara tersebut.10

Resiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection =

ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan berfariasi antara 1 - 2 %. Pada daerah

dengan ARTI sebesar 1 %, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 (sepuluh)

orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi

penderita TB, hanya 10 % dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB. Dari

keterangan tersebut diatas, dapat diperkirakan bahwa daerah dengan ARTI 1 %,

maka diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 (seratus) penderita

tuberkulosis setiap tahun, dimana 50 % penderita adalah BTA positif.

9

Page 10: REFRAT IKM KARIN

Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TB

adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya karena gizi buruk atau

HIV/AIDS.9

Faktor-faktor yang erat hubungannya dengan terjadinya infeksi basil TBC

adalah 11:

1. Ada sumber penularan

2. Jumlah basil yang mempunyai kemampuan mengadakan terjadinya infeksi

cukup banyak dan terus menerus.

3. Virulensi (keganasan basil)

4. Daya tahan tubuh yang menurun yang memungkinkan basil TBC

berkembang biak. Keadaan ini sangat berhubungan dengan :

- faktor genetik

- faktor faali, jenis kelamin, usia

- faktor lingkungan : nutrisi, perumahan, pekerjaan

II.1.5. Klasifikasi TBC

Klasifikasi TBC dibagi menjadi 7:

1. Tuberkulosis paru

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak

termasuk pleura.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC Paru dibagi dalam :

- TBC Paru BTA positif

10

Page 11: REFRAT IKM KARIN

- TBC Paru BTA negatif

2. TBC ekstra paru

TBC yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak,

selaput jantung (perikardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus,

ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain.

TBC ekstra paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu :

- TBC ekstra paru ringan

- TBC ekstra paru berat

II.1.6. Tipe Penderita

Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada

beberapa tipe penderita yaitu7 :

1. Kasus baru

2. Kambuh

3. Pindahan

4. Lalai/ drop out/ default

5. Lain-lain

a. Gagal

b. Kronis

Selain itu, terdapat juga suspek penderita TBC atau TBC paru tersangka

dimana dalam hal ini sputum BTA (-), namun tanda-tanda lain mendukung atau juga

meragukan. Dalam 2-3 bulan, suspek TBC paru harus sudah dapat dipastikan apakah

termasuk TBC aktif atau bekas TBC atau tidak TBC. Dalam klasifikasi ini perlu

11

Page 12: REFRAT IKM KARIN

dicantumkan status bakteriologis, sputum BTA langsung, biakan sputum (kultur),

status radiologis, dan riwayat OAT. 12

II.1.7. Gejala - gejala TBC

Gejala Umum : Batuk terus menerus dan berdahak selama 2 minggu atau

lebih.9,10,12,14

Gejala Lain Yang Sering Dijumpai :9,10,12,14

1. Dahak bercampur darah.

2. Batuk darah.

3. Sesak napas dan rasa nyeri dada.

4. Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun.

5. Rasa kurang enak badan (malaise).

6. Berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan

7. Demam meriang lebih dari sebulan.\

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan anemis pada konjungtiva, gizi

kurang atau buruk (nampak kurus), demam, dan ronki basah. Dapat pula didapatkan

tanda-tanda efusi pleura. 12

Pada TBC paru, pemeriksaan sputum merupakan pemeriksaan sederhana

namun penting terutama hal ini dapat dikerjakan di puskesmas. Selain untuk

menegakkan diagnosis, juga dapat digunakan sebagai evaluasi pengobatan. Namun,

kadang tidak mudah untuk mendapatkan sputum, terutama jika pasien batuk non-

produktif atau tidak batuk. Dalam hal ini di anjurkan satu hari sebelum pemeriksaan

12

Page 13: REFRAT IKM KARIN

sputum, penderita di anjurkan minum air putih ± 2 liter dan diajarkan refleks batuk.

Dapat pula diberikan obat mukolitik ekspektoran. 12

Bila sputum sudah didapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit didapat.

Kuman baru didapat jika bronkus yang terlibat penyakit terbuka ke luar sehingga

sputum yang mengandung kuman BTA mudah ke luar. Di Indonesia, diperkirakan

terdapat 50% penderita BTA (+), namun kuman tersebut tidak ditemukan di sputum

mereka. Kriteria sputum BTA (+) adalah minimal ditemukan 3 batang kuman BTA

dalam 1 sediaan atau 5000 kuman dalam 1 mL sputum. 12

Pemeriksaan penunjang lain yang dapat membantu penegakan diagnosis TBC

antara lain pemeriksaan radiologi, laboratorium, tes tuberkulin. 12

II.1.8. Diagnosis TBC

Diagnosis TBC paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan

ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan

dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga SPS BTA hasilnya positif. Bila

hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto

rontgen dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang.

Hasil rontgen yang mendukung TBC, maka penderita di diagnosis sebagai penderita

TBC BTA positif. Hasil rontgen yang tidak mendukung TBC, maka dilakukan

pemeriksaan lain, misalnya biakan. Pada pemeriksaan sputum SPS, apabila

didapatkan tiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya

Kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1 - 2 minggu. Bila tidak ada perubahan,

namun gejala klinis tetap mencurigakan TBC, ulangi pemeriksaan dahak SPS .9,14

13

Page 14: REFRAT IKM KARIN

Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TBC BTA positif.

Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemriksaan foto rontgen dada, untuk

mendukung diagnosis TBC.  Bila hasil rontgen mendukung TBC, diagnosis

sebagai penderita TBC BTA negatif rontgen positif. Bila hasil rontgen tidak

mendukung TBC, penderita tersebut bukan TBC.

Unit Pelayanan Kesehatan yang tidak memiliki fasilitas rontgen, penderita

dapat dirujuk untuk difoto rontgen dada.

II.1.9. Komplikasi Pada Penderita TBC

Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut6,13 :

Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat

mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan

napas. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.

Bronkiektasis dan Fibrosis pada paru.

Pneumotoraks spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.

Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan

sebagainya.

Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).

Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah

sakit. Penderita TB paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA

negatif) masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan

dengan kasus kambuh. Pada kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak

diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan simptomatis. Bila perdarahan berat,

penderita harus dirujuk ke unit spesialistik.9,1

14

Page 15: REFRAT IKM KARIN

II.1.10. Perjalanan Alamiah TBC yang Tidak Diobati

Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50 % dari penderita TBC akan

meninggal, 25 % akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25 %

sebagai kasus kronik yang tetap menular.7,14

II.1.11. Penatalaksanaan TBC

Karena yang menjadi sumber penyebaran TBC adalah penderita TBC itu

sendiri, pengontrolan efektif TBC adalah dengan mengurangi pasien TBC tersebut.

Ada dua cara yang dilakukan untuk mengurangi penderita TBC saat ini, yaitu terapi

dan imunisasi.9

Untuk terapi, WHO merekomendasikan strategi penyembuhan TBC jangka

pendek dengan pengawasan langsung atau dikenal dengan istilah DOTS (Directly

Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy). Dalam strategi ini ada tiga tahapan

penting, yaitu mendeteksi pasien, melakukan pengobatan, dan melakukan

pengawasan langsung.14,15

Deteksi atau diagnosa pasien sangat penting karena pasien yang lepas dari

deteksi akan menjadi sumber penyebaran TBC berikutnya. Seseorang yang batuk

lebih dari 2 minggu bisa diduga mengidap TBC. Orang ini kemudian harus

didiagnosa dan dikonfirmasikan terinfeksi kuman TBC atau tidak. Sampai saat ini,

diagnosa yang akurat adalah dengan menggunakan mikroskop. Diagnosa dengan

sinar-X kurang spesifik, sedangkan diagnosa secara molekular seperti Polymerase

Chain Reaction (PCR) belum bisa diterapkan.14,15

15

Page 16: REFRAT IKM KARIN

Jika pasien telah diidentifikasi mengidap TBC, dokter akan memberikan obat

dengan komposisi dan dosis sesuai dengan kondisi pasien tersebut. Adapun obat

TBC yang biasanya digunakan adalah Isoniazid, Rifampicin, Pyrazinamide,

Streptomycin, dan Ethambutol. Untuk menghindari munculnya bakteri TBC yang

resisten, biasanya diberikan obat yang terdiri dari kombinasi 3-4 macam obat ini.

Dokter atau tenaga kesehatan kemudian mengawasi proses peminuman obat serta

perkembangan pasien. Ini sangat penting karena ada kecenderungan pasien berhenti

minum obat karena gejalanya telah hilang. Setelah minum obat TBC biasanya gejala

TBC bisa hilang dalam waktu 2-4 minggu. Walaupun demikian, untuk benar-benar

sembuh dari TBC diharuskan untuk mengkonsumsi obat minimal selama 6 bulan.

Efek negatif yang muncul jika berhenti minum obat adalah munculnya kuman TBC

yang resisten terhadap obat. Jika ini terjadi, dan kuman tersebut menyebar,

pengendalian TBC akan semakin sulit dilaksanakan.

DOTS adalah strategi yang paling efektif untuk menangani pasien TBC saat ini,

dengan tingkat kesembuhan bahkan sampai 95 persen. DOTS diperkenalkan sejak

tahun 1991 dan sekitar 10 juta pasien telah menerima perlakuan DOTS ini. Di

Indonesia sendiri DOTS diperkenalkan pada tahun 1995 dengan tingkat kesembuhan

87 persen pada tahun 2000. Angka ini melebihi target WHO, yaitu 85 persen, tapi

sangat disayangkan bahwa tingkat deteksi kasus baru di Indonesia masih rendah.

Berdasarkan data WHO, untuk tahun 2001, tingkat deteksi hanya 21 persen, jauh di

bawah target WHO, 70 persen, sehingga usaha untuk mendeteksi kasus baru perlu

ditingkatkan.1,2,6

16

Page 17: REFRAT IKM KARIN

Tabel 1. Jenis, Sifat,dan Dosis OAT

Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut 6,9,11:

OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam

jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan

gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis

Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan

langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas

Menelan Obat (PMO).

Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Tahap awal (intensif)

- Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu

diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

- Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,

biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2

minggu.

17

Page 18: REFRAT IKM KARIN

- Sebagian besar pasien TBC BTA positif menjadi BTA negatif

(konversi) dalam 2 bulan.

Tahap Lanjutan

- Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun

dalam jangka waktu yang lebih lama.

- Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga

mencegah terjadinya kekambuhan.

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis di Indonesia adalah :

Program Nasional Penanggulangan TB di Indonesia menggunakan panduan

OAT4,7:

Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3

- Kasus baru dengan sputum BTA (+)

- Kasus baru dengan sputum BTA (-) namun Rontgen (+)

- Kasus baru dengan TB berat

Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3

- Kasus kambuh dengan sputum BTA (+)

- Kasus gagal dengan sputum BTA (+)

Kategori 3 : 2 HRZ/4H3R3

- Kasus BTA (-) dengan kelainan paru yang tidak luas

- TB ekstra paru selain kategori 1

Kategori 4 : TB kronis

Kategori Anak: 2HRZ/4HR

18

Page 19: REFRAT IKM KARIN

Tabel 2. Dosis Kategori 1 Pengobatan TBC

BBPenderita (Kg)

TAHAP INTENSIF SELAMA 2 BULAN

TAHAP LANJUTAN SELAMA 4 BULAN

TIAP HARI TABLET 4 FDC

R150+H75+Z400+E275

TIAP HARI TABLET 2 FDC

R150+H75

3 X SEMINGGU TABLET 2 FDC

R150+H15030 -37

38 -54

55 -70

>71

2 tablet

3 tablet

4 tablet

5 tablet

2 tablet

3 tablet

4 tablet

5 tablet

2 tablet

3 tablet

4 tablet

5 tablet

Tabel 3. Dosis Kategori 2 Pengobatan TBC ( 2HRZES/HRZE/5H3R3E3)

BERAT BADAN

TAHAP INTENSIF SELAMA 3 BULAN TAHAP LANJUTAN 3

X SEMINGGU SELAMA 5 BULANTIAP HARI

2 BULANTIAP HARI1 BULAN

30 -37

38 -54

55 -70

>71

2 tab 4 FDC+ 2 ml Strepto

3 tab 4 FDC+ 3 ml Strepto

4 tab 4 FDC+ 4 ml Strepto

5 tab 4 FDC+ 5 ml Strepto

2 Tab 4 FDC

3 Tab 4 FDC

4 Tab 4 FDC

5 Tab 4 FDC

2 Tab 4 FDC

+ 2 Tab Etambutol

3 Tab 4 FDC

+ 3 Tab Etambutol

4 Tab 4 FDC

+ 4 Tab Etambutol

5 Tab 4 FDC

+ 5 Tab Etambutol

19

Page 20: REFRAT IKM KARIN

II.1.12. Imunisasi

Pengontrolan TB yang kedua adalah imunisasi. Imunisasi akan memberikan

kekebalan aktif terhadap penyaki TB. Vaksin TB, yang dikenal dengan nama BCG

terbuat dari bakteri Mycobacterium tuberculosis strain Bacillus Calmette-Guerin

(BCG). Bakteri ini menyebabkan TBC pada sapi, tapi tidak pada manusia. Vaksin ini

dikembangkan pada tahun 1950 dari bakteri Mycobakterium tuberculosis yang hidup

(live vaccine), karenanya bisa berkembang biak di dalam tubuh dan diharapkan bisa

menginduksi antibodi seumur hidup. Selain itu, pemberian dua atau tiga kali tidak

berpengaruh, karena itu vaksinasi BCG hanya diperlukan sekali seumur hidup. Di

Indonesia, diberikan sebelum berumur dua bulan.

Imunisasi TBC tidak sepenuhnya melindungi kita dari serangan TBC. Tingkat

efektivitas vaksin ini berkisar antara 70-80 %, sehingga walaupun telah menerima

vaksin, kita masih harus waspada terhadap serangan TBC ini. Efektivitas vaksin

yang tidak sempurna menimbulkan dua pendapat tentang imunisasi TBC. Pendapat

pertama adalah tidak perlu imunisasi. Amerika Serikat adalah salah satu di antaranya.

Amerika Serikat tidak melakukan vaksinasi BCG, tetapi mereka menjaga ketat

terhadap orang atau kelompok yang berisiko tinggi serta melakukan diagnosa

terhadap mereka. Pasien yang terdeteksi akan langsung diobati. Sistem deteksi dan

diagnosa yang rapi inilah yang menjadi kunci pengontrolan TBC di AS.14,15

Pendapat yang kedua adalah perlunya imunisasi. Pendapat ini berdasarkan

pada tingkat efektivitasnya 70-80 %, sehingga sebagian besar rakyat bisa dilindungi

dari infeksi kuman TBC. Negara-negara Eropa dan Jepang adalah negara yang

menganggap perlunya imunisasi. Bahkan Jepang telah memutuskan untuk melakukan

20

Page 21: REFRAT IKM KARIN

vaksinasi BCG terhadap semua bayi yang lahir tanpa melakukan tes Tuberculin, tes

yang dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya antibodi yang dihasikan oleh infeksi

kuman TBC Jika hasil tes positif, dianggap telah terinfeksi TBC dan tidak akan

diberikan vaksin. Kasus TBC yang jarang di Jepang, sehingga dianggap semua anak

tidak terinfeksi kuman TB, sehingga diputuskan bahwa tes Tuberculin tidak perlu

lagi dilaksanakan.9,10

Indonesia adalah negara yang besar dengan jumlah penduduk yang terus

meningkat namun tidak diiringi perkembangan ekonomi yang seimbang, sehingga

masih perlu melaksanakan vaksinasi BCG ini. Dengan melaksanakan vaksinasi ini,

jumlah kasus dugaan (suspected cases) jauh akan berkurang, sehingga memudahkan

kita untuk mendeteksi pasien TBC, untuk selanjutnya dilakukan terapi DOTS untuk

pasien yang terdeteksi. Kedua pendekatan, yaitu vaksinasi dan terapi perlu dilakukan

untuk memberantas TBc dari di Indonesia.9,14,15

II.2. Promosi Kesehatan

II.2.1. Definisi

Promosi kesehatan adalah proses memberdayakan masyarakat untuk

memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya melalui peningkatan

kesadaran, kemauan dan kemampuan, serta mengembangkan lingkungan sehat.15

Promosi mencakup aspek perilaku, yaitu upaya untuk memotivasi,

mendorong dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki masyarakat

agar mereka mampu meningkatkan kesehatannya.15

21

Page 22: REFRAT IKM KARIN

Disamping itu promosi kesehatan juga mencakup berbagai aspek khususnya

yang berkaitan dengan aspek lingkungan atau suasana yang mempengaruhi

perkembangan perilaku yang berkaitan dengan aspek sosial budaya, pendidikan,

ekonomi politik dan pertahanan/keamanan.15

II.2.2. Penyuluhan TBC

Penyuluhan kesehatan yang merupakan bagian dari promosi kesehatan adalah

rangkaian kegiatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu

keadaan dimana individu, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan dapat hidup

sehat dengan cara memelihara, melindungi dan meningkatkan kesehatannya.16

Penyuluhan TBC perlu dilakukan karena masalah TB banyak berkaitan

dengan masalah pengetahuan dan perilaku masyarakat. Tujuan penyuluhan adalah

meningkatkan kesadaran, kemauan dan peran serta masyarakat dalam

penanggulangan TBC.16

Penyuluhan TBC dapat dilaksanakan dengan menyampaikan pesan penting

secara langsung ataupun menggunakan media.

Penyuluhan langsung bisa dilakukan :

- perorangan

- kelompok

Penyuluhan tidak langsung dengan menggunakan media, dalam bentuk :

- bahan cetak seperti leaflet, poster atau spanduk

- media masa, yang dapat berupa media cetak dan media elektronik

II.2.3. Tujuan

Tujuan Umum15

22

Page 23: REFRAT IKM KARIN

Tujuan umum dalam promosi penanggulangan TBC adalah meningkatkan

kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam upaya penanggulangan TBC.15

Tujuan Khusus15

1. Meningkatkan pengetahuan, sikap dan kemampuan penderita, keluarga dan

masyarakat tentang penyakit TBC dan upaya penanggulangannya.

2. Meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku PMO.

3. Meningkatkan jumlah penderita yang berobat teratur sampai sembuh.

4. Meningkatkan pengetahuan sikap dan praktek petugas kesehatan tentang

Promosi Penanggulangan TBC.

5. Meningkatkan peran aktif lintas sektor, LSM, kelompok potensial dalam

pelaksanaan promosi Penanggulangan TBC.

6. Meningkatkan dukungan politis dan dukungan dana dari para pengambil

keputusan/ pemimpin/ penyandang dana dalam Promosi Penanggulangan

TBC.

II.2.4. Sasaran dan Perilaku Sasaran yang Diharapkan

II.2.4.1. Sasaran

Yang dimaksud sasaran primer adalah kelompok sasaran yang diharapkan berubah

perilakunya dengan dilaksanakannya Promosi Penanggulangan TBC yaitu15 :

a. penderita TB dan keluarganya

b. masyarakat umum

Yang dimaksud sasaran sekunder adalah : kelompok sasaran yang dapat

mempengaruhi perubahan perilaku sasaran primer, misalnya :

a. Petugas kesehatan

23

Page 24: REFRAT IKM KARIN

b. Petugas Lintas Sektor terkait antara lain : sektor yang melaksanakan urusan

Dalam Negeri, Agama, Pendidikan nsional dan Instansai pemberdayaan

Perempuan

c. Kader /PMO

d. Lembaga Swadaya Masyarakat

e. Pengusaha/ sektor swasta

f. Kelompok Media Massa

g. Kelompok Profesi

II.2.4.2. Perilaku yang diharapkan

1. Bagi penderita TBC

- bersedia periksa ke sarana kesehatan sesuai anjuran petugas kesehatan

- minum obat secara teratur sampai dinyatakan sembuh oleh petugas kesehatan

2. Bagi keluarga penderita / PMO dan masyarakat

- mengawasi penderita minum obat setiap hari

- merujuk penderita ke puskesmas

- mengingatkan penderita untuk periksa ke petugas puskesmas dan periksa

dahak ulang ke laboratorium

- memahami gejala, cara penularan dan pencegahan TBC

II.2.5. Pola Pikir

Kerangka Pola Pikir

1. Input

Dalam hal ini termasuk masalah TBC dan Promosi Kesehatan, Tenaga

Penyuluh, Buku Pedoman, Media Promosi, dana APBD

24

Page 25: REFRAT IKM KARIN

2. Proses

Dalam hal ini termsuk strategi dalam advokasi, bina suasana, dan gerakan

masyarakat

3. Output

Berupa masyarakat yang mampu dan mandiri dalam penanggulangan TBC

4. Outcome

- Angka kesembuhan > 85 %

- Cakupan Penemuan > 70 %

5. Impact

Tuberkulosis tidak menjadi masalah kesehatan.

II.2.6. Strategi

Gerakan masyarakat adalah upaya proaktif untuk menumbuhkan dan

mengembangkan masyarakat agar mampu mempraktekkan upaya penanggulangan

TBC15.

Pendekatan ini ditujukan kepada semua kelompok sasaran baik penderita,

keluarganya, masyarakat umum, secara individu, kelompok maupun massal2.

Tujuannya agar kelompok sasaran meningkat pengetahuan, kesadaran,

kemauan dan kemampuannya sehingga dapat berperilaku positif dalam

penanggulangan TBC. Cara pelaksanaannya dapat dilakukan dengan penyuluhan

perorangan konseling, penyuluhan kelompok dan melalui berbagai media masa baik

cetak maupun elektronik2.

II.2.7. Pesan Pokok yang harus disampaikan adalah 15:

1. Penderita

25

Page 26: REFRAT IKM KARIN

- penyakit TBC, cara penularan, gejala dan pencegahannya

- pengobatan dan sembuh berobat

- patuh berobat akan sembuh

- akibat tidak patuh berobat

2. Keluarga penderita/ PMO

- penyakit TBC, cara penularan, gejala dan pencegahannya

- akibat tidak patuh berobat

- peran keluarga/ PMO

3. Masyarakat

- penyakit TBC, cara penularan, gejala dan pencegahannya

Hal-hal penting yang disampaikan pada kunjungan pertama yaitu tentang apa

itu TBC, tentang riwayat pengobatan sebelumnya, bagaimana cara pengobatan TBC,

pentingnya pengawasan langsung menelan obat, serta bagaimana penularan TBC.

Sedangkan hal-hal yang perlu dibahas dengan penderita pada kunjungan berikutnya

adalah cara menelan OAT, jumlah obat dan frekuensi menelan OAT, apakah terjadi

efek samping OAT, pentingnya dan jadwal pemeriksaan dahak ulang, arti hasil

pemeriksaan ulang dahak : negatif atau tetap positif, serta apa yang dapat terjadi bila

pengobatan tidak teratur atau tidak lengkap16.

II.2.8. Indikator Keberhasilan Promosi dalam Penanggulangan TBC

Indikator Out Put dalam strategi Gerakan Masyarakat

a. Penderita mengetahui, menyadari dan mampu untuk mencegah dan mematuhi

pengobatan

26

Page 27: REFRAT IKM KARIN

b. Keluarga dan masyarakat lingkungannya mau dan mampu untuk mencegah,

menanggulangi dan mengawasi pengobatan penderita.

c. Adanya gerakan di masyarakat yang peduli dalam penanggulangan TBC

Indikator Out Come

Indikator angka out come dapat diukur dari :

1. angka kesembuhan > 85 %

2. cakupan penemuan penderita minimal 70 %

Indikator Impact

Indikator keberhasilan impact diukur dari :

- turunnya prevalensi TBC sehingga tidak merupakan masalah kesehatan lagi.

II.3. Penyuluhan TBC

II.3.1. Penyuluhan Langsung Perorangan

Cara penyuluhan langsung perorangan lebih besar kemungkinan untuk

berhasil dibandingkan dengan cara penyuluhan melalui media. Penyuluhan ini dapat

dilakukan di rumah, di puskesmas, posyandu, dan tempat-tempat lain sesuai dengan

kesempatan yang ada.16

Dalam penyuluhan langsung perorangan, unsur yang terpenting yang harus

diperhatikan adalah membina hubungan yang baik antara petugas kesehatan dengan

penderita16.

Penyuluhan ini dapat dianggap berhasil bila16 :

- penderita bisa menjelaskan secara tepat tentang riwayat pengobatan

sebelumnya.

- Penderita datang berobat secara teratur sesuai jadwal pengobatannya.

27

Page 28: REFRAT IKM KARIN

- Anggota keluarga penderita dapat menjaga dan melindungi kesehatannya.

II.3.2 Penyuluhan kelompok

Penyuluhan kelompok adalah penyuluhan TBC yang ditujukan kepada

sekelompok orang (sekitar 15 orang), bisa terdiri penderita TBC dan keluarganya16.

II.3.3 Penyuluhan massa

Penyakit menular termasuk TBC bukan hanya merupakan masalah bagi

penderita. Tetapi juga masalah bagi masyarakat, oleh karena itu keberhasilan

penanggulangan TBC sangat tergantung tingkat kesadaran dan partisipasi

masyarakat. Pesan-pesan penyuluhan TBC melalui media massa akan menjangkau

masyarakat umum16.

Penyampaian pesan TBC perlu memperhitungkan kesiapan unit pelayanan,

misalnya tenaga sudah dilatih, obat tersedia dan sarana laboratorium berfungsi. Hal

ini perlu dipertimbangkan agar tidak mengecewakan masyarakat yang datang untuk

mendapatkan pelayanan16.

II.4 Kader Kesehatan

II.4.1 Definisi Kader

Definisi kader menurut L. A. Gunawan adalah kader kesehatan dinamakan

juga promotor kesehtaan desa (prokes) adalah tenaga sukarela yang dipilih oleh dari

masyarakat dan bertugas mengembangkan masyaraka. Direktorat bina peran serta

masyarakat Depkes RI memberikan batasan kader yaitu kader adalah warga

masyarakat setempat yang dipilih dan ditinjau oleh masyarakat dan dapat bekerja

secara sukarela.17

28

Page 29: REFRAT IKM KARIN

II.4.2 Tujuan Pembentukan Kader

Dalam rangka mensukseskan pembangunan nasional, khusus dibidang

kesehatan, bentuk pelayanan kesehatan diarahkan pada prinsip bahwa masyarakat

bukanlah sebagai objek akan tetapi merupakan subjek dari pembangunan itu sendiri.

Pada hakekatnya kesehatan dipolakan mengikut sertakan masyarakat secara aktip dan

bertanggung jawab. Keikut sertaan masyarakat dalam meningkatkan efisiensi

pelayanan adalah atas dasar terbatasnya daya dan adaya dalam operasional pelayanan

kesehatan masyarakat akan memanfaatkan sumber daya yang ada di masyarakat

seoptimal mungkin. Menurut Santoso Karo-Karo, kader yang dinamis dengan

pendidikan rata-rata tingkat desa teryata mampu melaksanakan beberapa hal yang

sederhana, akan tetapi berguna bagi masyarakat sekelompoknya meliputi:17

a. Pengobatan/ringan sederhana, pemberian obat cacing pengobatanterhadap

diare dan pemberian larutan gula garam, obat-obatan sederhan dan lain-lain.

b. Penimbangan dan penyuluhan gizi.

c. Pemberantasan penyakit menular, pencarian kasus, pelaporan vaksinasi,

pemberian distribusi obat/alat kontrasepsi KB penyuluhan dalam upaya

menanamkan NKKBS.

d. Peyediaan dan distribusi obat/alat kontasepsi KB penyuluhan dalam upaya

menamakan NKKBS.

e. Penyuluhan kesehatan dan bimbingan upaya keberhasilan lingkungan,

pembuatan jamban keluarga da sarana air sederhana.

f. Penyelenggaraan dana sehat dan pos kesehatan desa dan lain-lain.

29

Page 30: REFRAT IKM KARIN

Dengan terbentuknya kader kesehatan, pelayanan kesehatan yang selama ini

dikerjakan oleh petugas kesehatan saja dapat dibantu oleh masyarakat. Dengan

demikian masyarakat bukan hanya merupakan objek pembangunan, tetapai juga

merupakan mitra pembangunan itu sendiri. Selanjutnya dengan adanay kader, maka

pesan-pesan yang disampaikan dapat diterima dengan sempurna berkat adanya kader,

jelaslah bahwa pembentukan kader adalah perwujudan pembangunan dalam bidang

kesehatan.17

II.4.3 Tugas Kegiatan Kader

Tugas kegiatan kader akan ditentukan, mengingat bahwa pada umumnya

kader bukanlah tenaga profesional melainkan hanya membantu dalam pelayanan

esehatan. Dalam hal ini perlu adanya pembatasan tugas yang diemban, baik

menyangkut jumlah maupun jenis pelayanan. Adapun kegiatan pokok yang perlu

diketahui oleh dokter kader dan semua pihak dalam rangka melaksanakan kegiatan-

kegiatan baik yang menyangkut didalam maupun diluar Posyandu.17

II.4.4 Persyaratan menjadi Kader

Pembangunan dibidang kesehatan dapat dipengaruhi dari keaktifan

masyarakat dan pemuka-pemukanya termasuk kader, maka pemilihan calon kader

yang akan dilatih perlu mendapat perhatian. Secara disadari bahwa memilih kader

yang merupakan pilihan masyarakat dan mendapat dukungan dari kepala desa

setempat kadang-kadang bukan hal yang mudah. Namun bagaimanapun proses

pemilihan kader ini hendaknya melalui musyawarah dengan masyarakat, sudah

barang tentu para pamong desa harus juga mendukung. Dibawah ini salah satu

persaratan umum yang dapat dipertimbangkan untuk pemilihan calon kader yaitu:17

30

Page 31: REFRAT IKM KARIN

a. Dapat baca, tulis dengan bahasa Indonesia

b. Secara fisik dapat melaksanakan tugas-tugas sebagai kader

c. Mempunyai penghasilan sendiri dan tinggal tetap di desa yang bersangkutan.

d. Aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial maupun pembangunan desanya

e. Dikenal masyarakat dan dapat bekerjasama dengan masyarakat calon kader

f. lainnya dan berwibawa

g. Sanggup membina paling sedik 10 KK untuk meningkatkan keadaan

h. kesehatan lingkungan

i. Diutamakan telah mengikuti KPD atau mempunayai keterampilan

Persyaratan kader kesehatan menurut dr. Ida Bagus adalah : 17

a. Berasal dari masyarakat setempat.

b. Tinggal di desa tersebut.

c. Tidak sering meninggalkan tempat untuk waktu yang lama.

d. Diterima oleh masyarakat setempat.

e. Masih cukup waktu bekerja untuk masyarakat disamping mencari nafkah

lain.

f. Sebaiknya yang bisa baca tulis.

Dari persyaratan-persyaratan yang diutamakan oleh beberapa ahli diatas

dapat disimpulkan bahwa kriteria pemilihan kader kesehatan antara lain, sanggup

bekerja secara sukarela, mendapat kepercayaan dari masyarakat serta mempunya

krebilitas yang baik dimana perilakunya menjadi panutan masyarakat, memiliki jiwa

pengabdian yang tinggi, mempunyai penghasilan tetap, pandai baca tulis, sanggup

membina masayrakat sekitarnya. Kader kesehatan mempunyai peran yang besar

31

Page 32: REFRAT IKM KARIN

dalam upanya meningkatkan kemampuan masyarakat menolong dirinya untuk

mencapai derajat kesehatan yang optimal. Selain itu peran kader ikut membina

masyarakat dalam bidang kesehatan dengan melalui kegiatan yang dilakukan baik di

Posyandu.17

32

Page 33: REFRAT IKM KARIN

BAB III

PENUTUP

Sampai sekarang permasalahan penyakit TB belum tuntas, tidak hanya di

Indonesia, juga di seluruh dunia. Deteksi dini penderita TB berguna untuk

menemukan, menekan dan mengobati dengan tuntas penderita TB agar tidak timbul

komplikasi. Hal ini juga diharapkan untuk mencegah penularan apabila telah

terdeteksi setidaknya untuk meningkatkan kewaspadaan bagi penderita suspek TB

dan masyarakat sekitar. Promosi kesehatan bertujuan untuk memberikan

pengetahuan, pengertian dan menumbuhkan kesadaran bagi penderita TB, keluarga

dan masyarakat mengenai penyakit TB, cara penularan, komplikasi dan pentingnya

pengobatan.

33

Page 34: REFRAT IKM KARIN

DAFTAR PUSTAKA

1. Hendrawati, PA. Hubungan Antara Partisipasi Pengawasan Minum Obat Keluarga Dengan Sikap Penderita Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Banyuanyar Surakarta. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.2008

2. Departemen Kesehatan RI. Situasi Epidemiologi Tuberkulosis Indonesia : Angka Insiden, Prevalensi dan Kematian. 2010.

3. Azhar Z. Epidemiologi Tuberkulosis dalam Tuberkulosis Tinjauan Multidisiplin. Pusat Studi Tuberkulosis fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat-RSUD ULIN Banjarmasin. Edisi Pertama. 2001

4. Ditjen P2M dan PL Departemen Kesehatan RI. Laporan Asesmen Kinerja Program Pemberantasan TB Strategi DOTS di Propinsi Kalsel dan NTT. Kerjasama Jurusan Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dan Subdit Pemeberantasan Tuberkulosis Paru

5. Girsang M. Pengobatan Standar Penderita TBC. CDK 2002;137:6-8

6. STOP TB Partnership Childhood TB Subgroup WHO. Chapter 1 : Introduction and Diagnosis of tuberculosis in children in Guidance for National Tuberculosis Programmes on the management of tuberculosis in children. Int J Tuberc Lung Dis 2006;10(10):1091-7.

7. Kusnindar. Masalah Penyakit tuberkulosis dan pemberantasannya di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran 1990, No. 63 hal. 8 –12.

8. Putra AE. Peningkatan Pengetahuan Masyarakat Mengenai TB Paru Melalui Penyuluhan Kesehatan, Pengobatan dan Identifikasi Dini Penderita. Majalah Kedokteran Andalas 2003,;27 (1):21-

9. Aditama TY, Kamso S, Basri C. Pedoman Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2007.

10. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis :Pedoman Diagnosis dan

Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : PDPI 2002.

11. Amin, Muhamad. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press. 1990.

12. Amin Z, Asril B. Tuberkulosis Paru. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi

I, Simadibrata M, Setiati S, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi

34

Page 35: REFRAT IKM KARIN

ke-4. Jakarta:Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.hal.988-

1000.

13. WHO. Global tuberculosis control : epidemiology, strategy, financing : WHO

report 2009. Geneva, Switzerland : WHO Press.

14. Rahajoe NN, Supriyanto B, Setyanto DB.Buku Ajar Respirologi.Jakarta:

Badan Penerbit IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia). 2008.

15. Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI. Pedoman Umum Promosi Penanggulangan Tuberkulosis. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.1992

16. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan ke-6. Jakarta. 2001

17. Zulkifli. Posyandu dan Kader Kesehatan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 2003

35