Upload
arsitektur90
View
87
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik dan Perencanaan Universitas Mercu Buana.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Nunung Widyaningsih Dipl.Eng. REKAYASA TRANSPORTASI
10 MODUL 10
REKAYASA TRANSPORTASI (3 sks)
10.1 MATERI KULIAH :
Pengertian tentang signal control, definisi-definisi dalam metode Webster’s, aliran lalu lintas
jenuh, kapasitas, satuan mobil penumpang.
10.2. POKOK BAHASAN :.
Oleh Ir. Nunung Widyaningsih,Pg.Dip.(Eng)
10.3. SIGNAL CONTROL
Tujuan utama dari "Signal Control":
• mengatur rute arus lalu lintas
• mengurangi kemacetan dan kecelakaan
• memberikan priotas utama kepada angkutan umum
• memberikan pelayanan yang maksimal kepada pengguna jalan
• memberikan fasilitas penyebrangan untuk pejalan kaki dan pengguna sepeda
• membantu kerja polisi
10.4. Prinsip-prisip dasar dari "Control"
• memisahkan konflik antara mobil/mobil, mobil/motor, mobil/pejalan kaki,
mobil/sepeda
• konflik dalam ruang/tempat dan waktu
10.5. Batasan-batasan
• tidak ada batasan dan hukum yang digunakan secara umum
• keputusan-keputusan berdasarkan (PU, Pemerintah Daerah, DLLAJR)
1. kecepatan, arus lalu lintas, volume pejalan kaki
Pengertian tentang lampu lalu lintas
Rekayasa Transportasi/Teknik Sipil/FTSP/Universitas Mercu Buana/Modul ke 10
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Nunung Widyaningsih Dipl.Eng. REKAYASA TRANSPORTASI
2
2. data-data kecelakaan
3. kondisi lingkungan yg ada : bunderan dll.
10.6. Keuntungan dan kerugian dari adanya rambu lalu lintas:
Keuntungan: Kerugian
1. diperlukan ruang yg relative kecil lebih lambat untuk lalu lintas yg rendah
2. lebih flexible lebih berbahaya untuk beberapa jenis
kecelakaan
3. perlu koordinasi diperluan biaya pemeliharaan
4. biaya relative rendah biaya tinggi unt operator UTC dan
peralatannya sukar digunakan putaran bentuk U
10.7. Bagan alir perencanaan priode nyala lampu lalu lintas
desain arus lalu lintas
jumlah fase
konversi PCU/SMP
derajad kejenuhan (max/fase)
waktu antara nyala hijau, waktu hilang
waktu siklus optimum
waktu nyala hijau effektiv
waktu nyata nyala hijau effektiv
menggambar diagram priode nyala
Rekayasa Transportasi/Teknik Sipil/FTSP/Universitas Mercu Buana/Modul ke 10
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Nunung Widyaningsih Dipl.Eng. REKAYASA TRANSPORTASI
3
10.8. Fase lampu lalu lintas (phasing)
Pengaturan arus lalu lintas pada penyimpangan jalan dimaksudkan untuk sedapat
mungkin mencegah konflik diantara aliran kendaraan dan dilakukan dengan
memisahkan waktu pergerakan arus lalu lintas. Pengaturan waktu pergerakan arus
lalu lintas tersebut dinamakan fase.
Pemilihan jumlah fase tergantung dari banyaknya konflik utama diantara arus lalu lintas
dengan mempertimbangkan keselamatan.
Sebagai contoh untuk simpang 4 dengan arus lalu lintas utama utara-selatan dan barat-
timur bila digunakan sistem dua fase:
a) Sistem dua fase
phase a phase b
b) Sistem tiga fase
phase a phase b
Rekayasa Transportasi/Teknik Sipil/FTSP/Universitas Mercu Buana/Modul ke 10
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Nunung Widyaningsih Dipl.Eng. REKAYASA TRANSPORTASI
4
phase c
10.8.1. Waktu siklus dan waktu antara nyala hijau
Waktu siklus (cycle time) adalah :
Waktu yang dibutuhkan untuk satu rangkaian nyala lampu lalu lintas secara lengkap.
Satu rangkaian dapat terdiri dari 2 fase atau lebih.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar:
10.8.2. Waktu antara nyala hijau (intergreen period):
Matinya nyala lampu hijau pada suatu fase dan nyalanya lampu hijau pada fase
berikutnya,biasanya lamanya adalah 4 detik.
Untuk keadaan pada arus lalu lintas yang membelok kekanan agak terkurung ditengah-
tengah daerah persimpangan jalan, maka intergreen period dapat diperpanjang.
Perpanjangan intergreen period juga dilakukan untuk keadaan dengan cukup banyak
kendaraan berkecepatan tinggi saat melewati garis berhenti pada permulaan nyala
merah.
Dari gambar dapat dilihat bahwa untuk intergreen period selama 4 detik, terdapat 1 detik
dengan isyarat bukan nyala amber untuk kedua mulut jalan. Maka 1 detik yang
dibicarakan tersebut dikenal dengan sebutan "waktu hilang pada intergreen period" (lost
time during intergreen period). Dalam praktek nyala amber diambil 3 detik, dan waktu
hilang akibat ketertundaan berangkat (lost time due to starting delay) adalah 2 detik.
10.8.3. Penentuan waktu nyala hijau effectif.
Rekayasa Transportasi/Teknik Sipil/FTSP/Universitas Mercu Buana/Modul ke 10
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Nunung Widyaningsih Dipl.Eng. REKAYASA TRANSPORTASI
5
Aliran lalu lintas yang melewati garis berhenti suatu mulut jalan, tidak akan segera
melonjak naik pada permulaan nyala hijau dan tidak akan segera menjadi nol pada akhir
nyala hijau. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar:
Saturation flow
Rate of
discharge
of queue
in fully
saturated
green
period
Effective green time
Time
A B C Dstarting' lost time 'end' lost time
Red/Amber Green Amber Red
Red
10.8.4. Waktu siklus optimum pada persimpangan jalan.
Panjang waktu siklus suatu pengoperasian lampu lalu lintas tergantung dari desain
volume lalu lintas pada persimpangan jalan tersebut.
∴∴∴∴ Vol.lalu lintas tinggi →→→→ panjang waktu siklus menjadi lebih lama.
Dalam menentukan panjang waktu siklus yang dipakai terlebih dahulu dihitung derajat
kejenuhan (saturation degree) dari setiap mulut jalan. Derajad kejenuhan tsb dapat
diperoleh dengan membagi volume lalu lintas dengan aliran lalu lintas jenuh setiap
mulut jalan.
Penentuan panjang waktu siklus dapat mempengaruhi rata-rata waktu tertunda
(average delay) bagi kendaraan yang melewati pertemuan jalan tersebut.
Rekayasa Transportasi/Teknik Sipil/FTSP/Universitas Mercu Buana/Modul ke 10
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Nunung Widyaningsih Dipl.Eng. REKAYASA TRANSPORTASI
6
Pengaruh panjang waktu siklus terhadap rata-rata waktu tertunda pada pertemuan jalan
berlampu lalu lintas. (Sumber: F.V. Webster 1961, Traffic Signal Settings, RR
No.39.)
Y1
5L5.1
y....yy1
5L5.1C
n21o −
+=−−
+=
dimana:
Co= siklus optimum yaitu panjang waktu siklus yang memberikan rata-rata waktu tertunda
minimum (detik)
L = jumlah waktu hilang setiap siklus (detik)
Y= jumlah derajad kejenuhan maksimum untuk setiap fase
y =q
s = derajad kejenuhan setiap mulut jalan
q= arus lalu lintas jenuh (smp/jam)
s= aliran lalu lintas jenuh (smp/jam)
Panjang waktu siklus yang didapat dari persamaan diatas mempunyai toleransi
34 C s / d 1 .5 C o o
Dalam praktek batasan minimum waktu siklus sebesar 25 detik dan maksimum 120 detik.
( ) ( ){ }lnl +=∑+∑ a-Ia-I=L
dimana :
L= jumlah waktu hilang setiap siklus (detik)
n= jumlah fase
I= waktu antara nyala hijau (detik)
a= waktu nyala amber (detik)
(I-a)= waktu hilang selama intergreen period (detik)
l = l l1 2+ = waktu hilang akibat ketertundaan berangkat dan akhir (start/end loss time
=detik)
10.8.5. Aliran lalu lintas jenuh.
Rekayasa Transportasi/Teknik Sipil/FTSP/Universitas Mercu Buana/Modul ke 10
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Nunung Widyaningsih Dipl.Eng. REKAYASA TRANSPORTASI
7
Kapasitas pertemuan jalan sebidang berlampu lalu lintas dibatasi oleh kapasitas setiap
mulut jalan dari persimpangan jalan tsb.
Jadi aliran lalu lintas jenuh dapat didefinisikan sebagai iring-iringan kendaraan maksimum
yang mengalir secara terus menerus melewati garis berhenti suatu mulut jalan dari
pertemuan jalan sebidang berlampu lalu lintas, selama periode nyala hijau,
dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp=PCU) setiap jam (R.J. Salter
1980).
Aliran lalu lintas jenuh dengan keadaan semua berjalan lurus (straight ahead)
menggunakan persamaan:
5munt w 525w=s ⟩
dimana:
s= aliran lalu lintas jenuh (smp/jam)
w= lebar mulut jalan (m)
Untuk lalu lintas menerus pada mulut jalan dengan lebar kurang dari 5 m, dapat
digunakan nilai aliran lalu lintas jenuh seperti berikut:
w(m) 3 3.5 4 4.5 5 5.5
s(smp/jam) 1870 1875 1975 2175 2550 2900
Sumber: Highway Traffic Analysis and Design, R.J.Salter 1980.
Untuk menentukan aliran lalu lintas jenuh bagi lalu lintas yang membelok ke kanan
(opposed right turn traffic) digunakan persamaan:
s =1800
1+1.52r
atau 1600 smp/jam untuk arus tunggal
s =3000
1+1.52r
atau 2700 smp/jam untuk arus ganda
r= jari-jari belokan ke kanan (m)
Rekayasa Transportasi/Teknik Sipil/FTSP/Universitas Mercu Buana/Modul ke 10
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Nunung Widyaningsih Dipl.Eng. REKAYASA TRANSPORTASI
8
Untuk lalu lintas pada mulut jalan dengan keadaan berjalan lurus dan membelok ke kanan
bersama-sama, maka nilai aliran lalu lintas jenuh dihitung dengan menganggap
semua aliran lalu lintas berjalan lurus, tetapi ekivalensi setap kendaraan terhadap
mobil penumpang yang membelok ke kanan dinaikan 75 %.
10.8.6. Kapasitas ultimit pertemuan jalan.
Kapasitas ultimit suatu pertemuan jalan adalah jumlah maksimum arus lalu lintas yang
dapat melewati pertemuan jalan dengan arus lalu lintas dan pergerakan membelok
pada setiap mulut jalan yang relatif sama (R.J. Salter'80)
Kapasitas ultimit tergantung jumlah waktu hilang seluruh fase atau seluruh siklus lampu
lalu lintas. Setiap fase mempunyai derajad kejenuhan yang maksimum. Kapasitas
ultimit dapat tercapai dengan tercapainya 90 % jumlah derajad kejenuhan
maksimum untuk setiap fase.
Jumah derajad kejenuhan maksimum untuk setiap fase yang mungkin dapat dicapai
adalah:
Y Lpractis = −0 9 0 0075. .
dimana:
Ypractis= batasan maksimum derajad kejenuhan praktis setiap siklus.
L= jumlah waktu hilang setiap siklus (detik)
Untuk mengetahui cadangan kapasitas pertemuan jalan yang masih tersedia dapat
dihitung dengan persamaan sbb:
( )%
Y
YY100=cadangan Kapasitas
exist
existpractis −
dimana:
existY = derajad kejenuhan setiap siklus yg ada
Rekayasa Transportasi/Teknik Sipil/FTSP/Universitas Mercu Buana/Modul ke 10
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Ir. Nunung Widyaningsih Dipl.Eng. REKAYASA TRANSPORTASI
9
Pertemuan jalan sebidang yang sudah tidak mempunyai kapasitas cadangan atau
keadaan over capacity dapat diatasi dengan cara:
• memperbesar aliran lalu lintas jenuh setiap mulut jalan dengan menambah
atau memisahkan jalur kendaraan.
• memisahkan bidang pertemuan dengan merencanakan sebagai simpang
susun (interchange).
Tabel Ekivalensi SMP/PCU (Sumber: Kimber et al,1982)
Bus 2
Heavy commercial vehicles 2.3
Medium commercial vehicles 1.5
Light vehicles 1
Motorcycles 0.4
Pedalcycles 0.2