Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
RELASI SEMANTIK SINONIMI BAHASA SASAK
DESA KELAYU JORONG LOMBOK TIMUR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana
(S1) Pendidikan Bahasa dan Seni pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Oleh
NUR AQILIL HASANI
E1C006030
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2010
HALAMAN PERSETUJUAN
RELASI SEMANTIKSINONIMI BAHASA SASAK DESA KELAYU JORONG
LOMBOK TIMUR
OLEH
NUR AQILIL HASANI
EIC006030
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui pada tanggal Juli 2010.
Dosen Pembimbing I,
Dosen Pembimbing II,
(Drs. I Nyoman Sudika, M.Hum) (Drs. Kaharuddin, M.Hum)
NIP. 19621231198903 1 024 NIP. 19590228198602 1 003
Mengetahui:
Ketua Program Studi Bahasa dan
Sastra Indonesia dan Daerah
(Drs. Mar’i, M.Si)
NIP. 19641231199303 1 014
HALAMAN PENGESAHAN
RELASI SEMANTIK SINONIMI BAHASA SASAK DESA KELAYU JORONG
LOMBOK TIMUR
Skripsi ini telah diuji, disetujui, dan disahkan pada Juli 2010 oleh tim penguji.
Dewan Penguji;
Ketua,
(Drs. I Nyoman Sudika, M.Hum)
NIP. 19621231198903 1 024
Anggota, Anggota,
(Drs. Kaharuddin, M.Hum) (Ahmad Sirulhaq, S.Pd.,M.A)
NIP. 19590228198602 1 003 NIP. 19800621200501 1 003
Mengesahkan;
Dekan FKIP Universitas Mataram
(Drs. H. Rusdiawan, M.Pd)
NIP. 19577051198203 1 002
Tuhan memberikan kebijaksanaan (hikmat) kepada siapa yang disukai-Nya
dan orang yang diberikan-Nya kebijaksanaan itu telah diberi kebaikan yang
banyak,
hanyalah orang yang berakal dapat mengerti ( Al-Baqarah:269)
Kepada...
Dua insan yang mengasah semangat ketegaranku
dan membawa nyata wajah keserjanaanku
Kepada...
Dua tangan mungil yang menyapih mutiara hikmah dalam diriku
Kepada...
Dia yang menguatkan dan membangkitkan ketabahan serta kesabaranku
Kepada...
Mereka yang datang memberi inspirasi yang diingatkan Tuhan bagiku dalam
skripsi ini
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah yang telah memberikan rahmat taufik serta
hinayah-Nya, sehingga alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “RELASI SEMANTIK SINONIMI BAHASA SASAK DESA KELAYU
JORONG LOMBOK TIMUR”
Solawat serta salam tidak lupa penulis haturkan kepada junjungan alam
Nabi besar Muhammad SAW yang telah merombak umat manusia dari umat yang
biadap menuju umat yang beradap seperti apa yang kita rasakan saat ini.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan,
bimbingan, saran, dan keritik dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesemptan ini
penulis menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya
kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. H. Rusdiawan, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Mataram
2. Bapak Drs. Kamaluddin Yusra, MA., Ph.D., selaku Ketua Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Seni
3. Bapak Drs. Mar’i, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra
Indonesia, dan Daerah.
4. Bapak Drs. I Nyoman Sudika, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing Utama
5. Bapak Drs. Kaharuddin, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing Pendamping
6. Bapak Ahmad Sirulhaq,S.Pd., M.A., selaku Dosen Penguji
7. Kedua orang tua “Ayahanda Syamsuddin” dan Ibunda “Partini” tercinta.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang selalu
memberikan semangat, motivasi,dan dukungan untuk kemajuanku selama ini.
Dengan rendah hati penulis menyadari banyak kekurangan dan penulisan
skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik serta
saran dari para pembaca yang bersifat membangun. Akhirnya penulis berharap
semoga skripsi ini bermanfaat bagi kemaslahatan. Amin Ya Rabbal Alamin.
Mataram, Juli 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN.....................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN........................................iv
KATA PENGANTAR..................................................................................v
DAFTAR ISI ...............................................................................................vi
ABSTRAK .................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 3
1.3 Tujuan dan Manfaat ................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka...................................................................... 5
2.2 Landasan Teori..........................................................................8
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Populasi dan Sampel .............................................................. 16
3.2 Metode Pengumpulan Data .................................................... 17
3.3 Metode Analisis Data.............................................................. 19
3.4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data ................................... 19
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Jenis- Jenis Relasi Semantik Sinonimi dalam bahasa Kelayu Jorong
.......................................................................................................22
4.1.1 Perangkat Sinonimi yang Pemakaiannya bergantung kepada waktu
....................................................................................................23
4.1.2 Perangkat Sinonimi yang salah satu lebih memiliki nilai rasa
daripada yang
lain...................................................................... 29
4.1.3 Perangkat Sinonimi yang pemakaiannya terbatas pada kata-
kata tertentu (keterbatasan
kolokasi)................................................. 36
4.1.4 Perangkat Sinonimi yang salah satu memiliki makna lebih umum
Dari yang lain............................................................................. 43
4.2 Bentuk-Bentuk Relasi Semantik Sinonimi.................................. 51
4.2.1 Perangkat Sinonim kata dasar dan kata dasar..................... 51
4.2.2 Perangkat Sinonim Kata Dasar dan Kata Jadian................. 57
4.2.3 Perangkat Sinonim Kata Jadian dan Kata Jadian ............... 64
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan ................................................................................... 72
5.2 Saran ......................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
ABSTRAK
Salah satu bahasa daerah di NTB yang sangat penting dibina dan dikembangkan terus menerus agar peranannya tidak hanya sebagai alat komunikasi antar penutur saja, tetapi dapat juga menjadi sumber pengayaan bahasa Indonesia dalam bahasa Kelayu Jorong. Bahasa Kelayu Jorong sebelumnya tidak pernah diteliti, bahasa ini mempunyai keunikan tersendiri yang tidak sama dengan bahasa daerah sekitarnya (bahasa sasak). Hal ini tampak dalam pemakaian relasi semantik sinonimi ketika masyarakat tersebut berkomunikasi dan berinteraksi antar sesamanya.Tulisan ini merupakan penelitian lapangan yang bertujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang jenis-jenis relasi semantik sinonim dan bentuk-bentuknya dalam bahasa Kelayu Jorong sehingga nantinya bermanfaat sebagai acuan untuk penelitian berikutnya. Data yang akan ditampilkan dalam penelitian ini adalah contoh-contoh ujaran masyarakat Kelayu Jorong yang dikumpulkan dengan metode intropeksi, catat dan simak. Adapun langkah-langkah kerjanya: pertama, data-data berupa kata-kata diklasifikasikan dan dipilih menjadi satuan kata-kata yang lengkap dan bermakna. Kedua, kata-kata tersebut kemudian dikelompokkan berdasarkan bentuk dan jenis yang melekatinya menjadi sebuah data yang siap dianalisis. Ketiga, kata-kata tersebut dilekatkan pada konteks kalimat, kemudian dikelompokkan dan diartikan ke dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan hasil pembahasan, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis relasi semantik sinonimi dalam bahasa Kelayu Jorong ada Empat yaitu:(1) Perangkat sinonim yang pemakaiannya bergantung kepada waktu, (2) Perangkat sinonimi yang salah satu lebih memiliki nilai rasa dari yang lain, (3) Perangkat sinonim yang pemakaiannya terbatas pada kata-kata tertentu, (4) Perangkat sinonim yang salah satu lebih umum maknanya dari yang lain. Bentuk-bentuk relasi semantik sinonimi dalam bahasa Kelayu Jorong ada Tiga yaitu: (1) Perangkat sinonim kata dasar dan kata dasar, (2) Perangkat sinonim kata dasar dan kata jadian, (3) Perangkat sinonim kata jadian dan kata jadian.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa merupakan salah satu milik manusia yang tidak pernah lepas dari
segala kegiatan dan gerak manusia sebagai makhluk berbudaya dan bermasyarakat.
Tidak ada kegiatan manusia yang tidak disertai oleh bahasa. Banyak penelitian
menunjukkan bahwa bahasa selalu menarik perhatian untuk dikaji. Selain itu, bahasa
mengandung fungsi dan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Semua
orang mengetahui bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang utama.
Dengan bahasa, manusia dapat berkomunikasi antarsesama dan dengan cara
yang hampir tanpa batas. Manusia dapat mengutarakan keinginan kepada orang lain
sehingga orang lain tersebut dapat mengetahui keinginannya. Melalui bahasa,
manusia dapat menjelaskan ide, pikiran, dan gagasannya kepada orang lain. Bahasa
bahkan dapat menciptakan sebuah dunia yang tidak nyata (khayalan) menjadi sesuatu
yang nyata. Hal ini senada dengan yang dijelaskan oleh Keraf (2001:1) bahwa
interaksi dan segala macam kegiatan dalam masyarakat akan lumpuh tanpa bahasa.
Bahasa daerah yang dipakai sebagai bahasa penghubung intradaerah juga memiliki
fungsi yang sama. Setiap masyarakat yang merupakan wadah suatu budaya tentu
mempergunakan bahasa sebagai alat atau usaha komunikasi bagi warga masyarakat
itu sendiri (Samsuri, 1988:1).
Salah satu bahasa daerah yang terdapat di kawasan NTB adalah bahasa sasak
yang ada di desa Kelayu Jorong, Bahasa ini digunakan dan dilestarikan oleh
masyarakat. Bahasa Kelayu Jorong memiliki identitas kebudayaan dengan bahasa
daerah lainnya, yaitu:
1. Lambang kebudayaan daerah
2. Lambang identitas daerah
3. Sarana perhubungan antar masyarakat di daerah, dan sarana
pengembangan dan pendukung kebudayaan daerah.
Oleh karena itu, maka pengkajian terhadap bahasa sangat perlu dilakukan untuk
meningkatkan kredibilitas bahasa itu sendiri.
Sebagai bagian dari fenomena sosial-budaya bahasa Kelayu Jorong memiliki
karakteristik yang dapat merealisasikan fenomena tentang sinonimi. Harimurti
Kridalaksana melontarkan definisi tentang sinonimi yaitu: bentuk bahasa yang
maknanya mirip atau sama dengan bentuk lain, kesamaan itu berlaku bagi kita,
kelompok kata atau kalimat walaupun yang umumnya dianggap sinonim hanyalah
kata-kata saja (Kridalaksana dalam Aminuddin 2001:115). Fenomena ini terlihat pada
sistem leksikal, Misalnya, dalam bahasa Kelayu Jorong bentuk kata kategori
pronomina persona kedua tunggal, komu dan side yang memiliki makna sama dengan
kamu, akan tetapi, dalam kaitannya dengan nuansa citra mental atau nilai rasa
pemakaiannya, kedua kata yang bersinonim itu memiliki nuansa pemakaian yang
berbeda, penutur yang sedang marah atau jengkel, lazim menggunakan kata komu
bukan side kepada lawan bicaranya, sebaliknya jika penutur sedang merasa senang
atau gembira lazim menggunakan side kepada lawan bicaranya. Dengan demikian,
dapat dikatakan faktor nuansa mentalitas yang mempengaruhi penggunaan komu dan
side. Kemudian jika dikaitkan dengan tingkat usia dan status sosial, kata komu dan
side juga memiliki tingkat pemakaian yang berbeda, kata side lazim digunakan
terhadap lawan bicara yang (1). Tingkat usia lebih tua dan (2) Status sosial lebih
tinggi, sedangkan kata komu lazim digunakan terhadap lawan bicara yang (1) Tingkat
usia lebih muda atau sebaya dan (2) Status sosial lebih rendah. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa pengunaan kata komu dan side faktor mentalisme yang
mempengaruhi. Seperti halnya dengan kata sigon dan kekete, kedua kata ini memiliki
makna yang sama sekaligus fungsi yang sama, adapun maknanya sama-sama
mempunyai arti wajan dan fungsi sama-sama untuk menggoreng, tetapi alat yang
berbeda.
Dalam bahasa hal seperti ini merupakan bagian dari kajian relasi semantik
sinonimi. Relasi Semantik Sinonimi dalam bahasa Kelayu Jorong menarik untuk
ditelusuri, karena hal ini belum pernah diteliti, adanya penelitian relasi semantik
sinonimi dalam bahasa Kelayu Jorong ini diharapkan dapat mengisi khasanah
penelitian bidang semantik, secara umum penelitian ini diharapkan menggugah minat
penelitian di bidang Semantik dan khususnya penelitian tentang relasi Semantik
Sinonimi pada bahasa lainnya terutama bahasa-bahasa yang berada di wilayah NTB.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah jenis-jenis relasi semantik sinonimi dalam bahasa Kelayu
Jorong?
2. Bagaimanakah bentuk-bentuk relasi semantik sinonimi dalam bahasa Kelayu
Jorong?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui jenis-jenis relasi semantik sinonimi dalam bahasa Kelayu Jorong.
2. Mendeskripsikan bentuk-bentuk relasi semantik sinonimi dalam bahasa
Kelayu Jorong.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Secara aplikatif hasil yang ingin dicapai dalam penelitian ini dapat
dimanfaatkan:
1. Sebagai bahan atau sumber acuan untuk menghindarkan kekurang tepatan
pemakaian kata pengungkap sinonimi pada penutur bahasa Kelayu Jorong.
2. Sebagai bahan informasi untuk memantapkan sistem pengajaran kosa kata,
khususnya kosa kata yang berhubungan dengan sinonimi.
3. Sebagai bahan kajian untuk memaparkan keseluruhan kata dari suatu jenis
sinonimi.
4. Sebagai sumber acuan untuk membantu penyusunan kamus, khususnya kamus
yang komperhensif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Penelitian bahasa tentang sinonimi bukan hal yang baru karena telah banyak
dilakukan oleh para linguis; antara lain: Palmer (1976), Lyons (1977), (ada dalam
Fatimah, 1993). Ahli bahasa tersebut mencoba menyusun sebuah teori tentang
sinonimi dengan menggunakan hasil penelitian sebuah teori tentang sinonimi dalam
banyak bahasa. Fatimah (1993) sendiri juga telah menelaah sinonimi dalam bahasa
Indonesia. Dia merumuskan tentang apa itu sinonimi, masalah yang sehubungan
dengan sinonimi dalam bahasa Indonesia. Tiga cara penentuan sinonimi merupakan
kelemahan linguistik moderen, kesinoniman bukannya didasarkan pada kesamaan
makna melainkan lebih-lebih pada kesamaan informasi, padahal informasi termasuk
dalam analisis ujaran, juga tidak termasuk dalam semantik, walaupun demikian ia
juga sedikit memberikan gabungan tentang sinonimi.
Penelitian lain tentang semantik sinonimi juga pernah dilakukan oleh Soedjito
(1989) dalam bukunya yang berjudul “Sinonim”, ia menjelaskan bahwa kata-kata
bersinonim dapat muncul pada kata asli dan serapan, kata asli merupakan kata yang
berasal dari daerah itu sendiri tanpa pengaruh dari bahasa daerah lain. Sedangkan kata
serapan merupakan kata yang diserap akan diambil dari bahasa daerah lain dan
menjadi bahasa komunikasi daerah itu sendiri. Menurutnya sinonim dapat berupa: (1)
Kata asli dan kata asli, misalnya: mati -meninggal - berpulang, baik - bagus -
indah dan lain-lain. (2) Kata asli dan kata serapan, misalnya: selesai - rampung -
tuntas, datang – hadir, dan lain-lain. (3) Kata serapan dan kata serapan, misalnya:
buku - kitab - pustaka, sebab - karena, dan lain-lain. Kata-kata bersinonim dapat
berbentuk: (1) Kata dasar dan kata dasar, misalnya:betul – benar, dapat – bisa, dan
lain-lain. (2) Kata dasar dan kata jadian, misalnya: awal – permulaan, gawat –
berbahaya, dan lain-lain. (3) Kata jadian dan kata jadian, misalnya: ketua –
pemimpin, orangtua – ibu bapak, dan lain-lain. Jenis-jenis sinonim yang
berdasarkan: distribusi, kelaziman pemakain, nilai rasa, makna dasar atau makna
tambahan dan ragam bahasa, kemudian Parera (1990) dalam penelitiannya
mengemukakan jika kata merupakan simbol dari referen yang mempunyai referen
atau kata juga merupakan simbol dari konsep, maka sinonim seharusnya tidak ada,
sedikit sekali kata dapat mencatat bahwa simbol bahasa atau kata yang tidak memiliki
sinonim adalah kata-kata yang menunjukkan bahwa benda tertentu (khusus) binatang,
senjata, hiasan, ukuran, dan sebagian nasabah keluarga, ia juga mengemukakan
bahwa kesinoniman sebuah bahasa lebih banyak terjadi akibat serapan antarbahasa,
antardialek, antarragam bahasa.
Penelitian-penelitian yang dipaparkan di atas kajiannya tidak difokuskan
secara khusus. Dengan kata lain, penelitian tersebut kajiannya masih bersifat umum
dan dibahas secara keseluruhan (tanpa membahas masing-masing sinonimi secara
terpisah). Ada juga menjadikan sinonimi sebagai teropong untuk mengkaji masalah
kebahasaan yang lain yang memiliki hubungan dengan sinonim, penelitian mengenai
relasi semantik sinonimi dalam bahasa asing dan bahasa daerah tetap disinggung dan
dibahas sepintas ketika ada kaitannya dengan masalah kebahasaan yang diteliti,
bertolak dari hal tersebut penulis ingin meneliti relasi semantik sinonimi secara
terpisah khusus yaitu mengenai relasi semantik sinonimi bahasa Kelayu Jorong.
Penelitian bahasa dari segi semantik juga pernah dilakukan oleh Johan
Mahyudi dalam skripsinya yang berjudul Struktur Semantis Verba Tindakan dalam
Bahasa Sasak. Dalam penelitian ini Johan Mahyudi mencoba untuk mendeskripsikan
bahasa sasak dalam lingkup struktur semantik verba tindakan. Berdasarkan hasil
penelitian, Johan Mahyudi menemukan ada tiga tipe verba tindakan dalam bahasa
sasak. Ketiga verba itu antara lain:(1) Tipe bergerak menyatakan argumen
perpindahan dan disertai oleh tiga properti utama yaitu: arah, cara, dan tempat.
Verba-verba yang tergolong dalam tipe ini dapat berpola secara kontras, contohnya
verba lalo ‘pergi’, ngangkat ‘berangkat’, dan lain-lain. (2) Tipe menyatakan
berhubungan dengan ujaran. (3) Tipe melakukan mencakup tiga kombinasi yaitu:
melakukan atau berpindah, melakukan atau merasakan, dan melakukan atau terjadi.
Penelitian bahasa lainnya yang berkaitan dengan semantik pernah juga dilakukan oleh
Suci Amelia dalam skripsinya yang berjudul Relasi Semantk Homonimi dalam
Bahasa Sasak. Dalam skripsinya Suci Amalia menyimpulkan bahwa Bentuk-bentuk
dan makna homonimi yang terjadi antar kata dalam bahasa sasak antara lain:
1. Kata atas dalam bahasa sasak dialek nggeto-nggete berarti ‘tinggi’, sedangkan
dalam dialek ngeno-ngene dan meno-mene berarti ‘atas’.
2. Kata bakat dalam bahasa sasak dialek nggeto-nggete bertarti ‘ kena’, sedangkan
dalam dialek ngeno-ngene berarti ‘luka’.
3. Kata baraq dalam bahasa sasak dialek meno-mene berarti ‘beritahu’, sedangkan
dalam dialek ngeno-ngene dan nggeto-nggete berarti ‘bengkak’.
2.2 Landasan Teori
Linguistik merupakan studi bahasa secara ilmiah, sebagai suatu studi bahasa,
linguistik mempunyai tataran-tataran atau bidang-bidang kajian, tataran-tataran atau
bidang-bidang kajian tersebut ada fonologi, morfologi, morfofonologi, sintaksis,
wacana, dan semantik (Verhaar, 1978:124).
Dalam setiap bahasa, sering ditemukan adanya hubungan kemaknaan atau
relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa lainnya dengan kata atau satuan
bahasa lainnya lagi. Hubungan kemaknaan ini mungkin menyangkut kesamaan
makna (sinonimi), lawan makna (antonimi), kegandaan makna (polisemi atau
ambiguitas), ketercakupan makna (hiponimi), kelainan makna (homonimi) dan
sebagainya ( Abdul Chaer, 1995:82). Semantik berasal dari bahasa Yunani, yang
mengandung makna to signify atau memaknai, sebagai istilah lain, semantik
mengandung pengertian “studi tentang makna”. Dengan anggapan bahwa makna
bagian dari bahasa, maka semantik merupakan bagian dari lingustik, seperti halnya
bunyi dan tata bahasa, pada tingkat kedua, maka komponen makna menduduki
tingkat paling akhir (Aminuddun, 2001:15).
Secara Ethimologi kata sinonimi berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu,
anoma yang berarti “nama” dan syn yang berarti “dengan” , maka secara harfiah kata
sinonimi berarti nama lain untuk benda atau hal yang sama. Sinonimi adalah
ungkapan ( biasanya sebuah kata, tetapi dapat pula frase atau malah kalimat) yang
kurang lebih sama maknanya dengan suatu ungkapan lain ( Verhaar, 1978:132).
Contoh dalam bahasa Indonesia : kata buruk dan jelek adalah dua buah kata yang
bersinonim; bunga, kembang, puspa adalah tiga buah kata yang bersinonim; mati,
wafat, meninggal dan mampus adalah empat buah kata yang bersinonim. Hubungan
antara dua buah kata yang bersinonim, jadi kata bunga bersinonim dengan kata
kembang, maka kata kembang juga bersinonim dengan kata bunga ( Chaer, 1995:82).
Harimurti Kridalaksana juga melontarkan definisi tentang Sinonim yaitu:
bentuk bahasa yang maknanya mirip atau sama dengan bentuk lain, kesamaan itu
berlaku bagi kelompok kata, atau kalimat walaupun pada umumnya dianggap sinonim
hanyalah kata-kata saja (Kridalaksana dalam Aminuddin, 2001:115). Menurut Parera
(1990:49), “dua ujaran dalam bentuk morfem terikat, kata, frase atau kalimat
menunjukkan kesamaan makna disebut sinonimi”. Untuk menunjukkan kesamaan
makna digunakan beberapa teori makna yaitu:(1) Teori refrensial (ujaran itu
menunjukkan kepada objek atau benda atau referen atau rujukan yang sama). (2)
Teori kontekstual (untuk menentukan dua ujaran yang bersinonim atau tidak). (3)
Teori pemakaian (makna kata disesuaikan dengan pemakaiannya) dalam teori
pemakaian kita berhadapan dengan faktor pilihan. Dari sini muncullah postulat : dua
kata yang dapat bergantian dalam pemakaian tanpa menimbulkan perbedaan baik
real maupun mental disebut sinonim. Contoh dalam kata raya dan besar dalam frase,
“kebun raya Bogor”, akan tetapi kita belum pernah menjumpai “kebun besar
Bogor”. Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah variasi stilistik aku, saya, patik
dan beta adalah bersinonim karena rujukan identik. Ternyata dalam pemakaian
terjadi pilihan yang bervariasi baik regional maupun stilistik. Selanjutnya Bambang
Yudi Cahyono (1995:208) sinonim adalah dua kata atau lebih yang memiliki makna
yang sama atau hampir sama , tetapi tidak selau dapat saling mengganti dalam
kalimat, sedangkan Fatimah (1993:36) sinonim yang digunakan untuk menyatukan
“sameness of meaning” kesamaan arti. Hal tersebut dilihat dari kenyataan sejumlah
perangkat kata memiliki makna sama, semua bersifat sinonim, atau satu sama lain
sama makna, atau hubungan diantara kata-kata mirip ( dianggap mirip) maknanya,
jadi jika dua buah kata atau lebih memiliki makna yang sama, maka perangkat kata
itu disebut sinonim, kesamaan makna dapat ditentukan dengan tiga cara:
(1) Substitusi (penyulihan), dapat terjadi bila kata dalam konteks tertentu dapat
disulih dengan kata lain dan makna konteks tidak berubah.
(2) Pertentangan, suatu kata dapat dipertentangkan dengan sejumlah kata yang lain.
(3) Penentuan konotasi, jika terdapat perangkat kata yang memiliki makna kognitif
sama, tetapi makna emotif berbeda.
Pada prinsipnya semua pendapat di atas memiliki pandangan yang sama
tentang sinonim, yaitu kata yang bersinonim itu kesamaannya tidak seratus persen,
hanya kurang lebih saja, kesamaanya tidak bersifat mutlak, dikatakan tidak bersifat
mutlak karena didasarkan pada prinsip umum dalam semantik yang menyatakan
apabila bentuk berbeda, makna pun akan berbeda, walaupun perbedaannya sedikit.
Demikian juga kata-kata yang bersinonim, karena bentuknya berbeda maka
maknanya pun tidak persis sama (Chaer, 1995 : 83). Andaikata kata mati dan
meninggal itu makna persis sama, tentu kita akan dapat mengganti kata mati dalam
kalimat “katak itu mati tertindas mobil” dengan kata meninggal dalam kalimat
“katak itu meninggal tertindas mobil” tetapi ternyata penggantian itu tidak dapat
dilakukan, ini bukti yang jelas bahwa kata-kata yang bersinonim itu tidak memiliki
makna yang persis sama.
Abdul Chaer (1995:85-86) jika dalam kajiannya mengenai sinonimi
mengemukakan ketidak mungkinan kita untuk menukar sebuah kata dengan kata
lain yang bersinonim adalah banyak, antara lain:
(1) Faktor waktu
Kata hulubalang bersinonim dengan kata komandan. Namun, keduanya tidak
mudah dipertukarkan karena kata hulubalang hanya cocok untuk situasi kuno,
klasik atau arkais, sedangkan kata komandan cocok untuk masa kini.
(2) Faktor tempat atau daerah
Kata saya dengan beta adalah bersinonim, tetapi kata saya pemakaianya lebih
umum artinya seluruh Indonesia. Sedangkan kata beta hanya khusus digunakan di
daerah maluku.
(3) Faktor sosial
Kata aku dan kata saya keduanya bersinonim, akan tetapi, kata aku hanya dapat
digunakan untuk teman sebaya dan tidak dapat digunakan untuk orang yang lebih
tua atau yang status sosialnya lebih tinggi.
(4) Faktor bidang kegiatan
Kata tasauf, kebatinan dan mistik adalah tiga kata yang bersinonim, namun,
penempatan kata ini berbeda, kata tasauf lazim dalam agama Islam dan mistik
untuk semua agama.
(5) Faktor nuansa makna
Kata melihat, melirik, melotot dan mengintip adalah kata-kata yang bersinonim.
Namun nuansa makna yang ditimbulkan berbeda. Kata melihat digunakan secara
umum, kata melirik digunakan untuk menyatakan melihat dengan sudut mata,
kata melotot digunakan untuk melihat dengan mata terbuka, dan mengintip
digunakan untuk menyatakan melihat dari tempat tersembunyi.
Penelitian tentang Relasi Semantik Sinonimi juga pernah dilakukan oleh
Aminuddin (2001:116) menyatakan bahwa ada empat cara yang dapat digunakan
dalam menentukan adanya sinonim yaitu:
(1) Seperangkat sinonim itu mungkin merupakan kata-kata yang digunakan dalam
dialek yang berbeda.
(2) Seperangkat kata yang berada dalam berbagai pemakaian.
(3) Suatu kata ditinjau berdasarkan makna kognitif, makna emotif dan makna
evaluatif.
(4) Suatu kata yang semula memiliki kolokasi sangat ketat sering dipakai secara
tumpang tindih karena dianggap bersinonim.
Selanjutnya beberapa ahli bahasa membagi sinonim berbeda-beda mulai tahun
1960-an. Menurut Collinson (Ulman dalam Aminuddin, 2001:118-119) bahwa
kesamaan maupun kemiripan makna bentuk kebahasaaan satu dan yang lainnya
memiliki nuansa perbedaan tertentu. Nuansa perbedaan itu berhubungan dengan
kenyataan bahwa:
(1) Kata yang satu memiliki makna yang lebih umum dari yang lainnya, misalnya
kata bunga dan mawar.
(2) Kata yang satu lebih menuansakan pengertian yang dalam dari yang lainnya
sehingga nilai intensionalitasnya lebih tinggi, misalnya: kata mengkaji dengan
mempelajari.
(3) Kata yang satu memiliki daya emotif dari yang lain, misalnya: kata memukul
dengan menggebrak.
(4) Kata yang satu lebih bersifat netral atau umum dari yang lain, misalnya: kata
latihan dengan tes.
(5) Kata yang satu lebih profesional dari yang lain, misalnya: kata diskusi dengan
pembahasan.
(6) Kata yang satu lebih menuansakan kesan keindahan dari yang lain, misalnya kata
dewi malam dengan bulan.
(7) Kata yang satu lebih kolokial dari yang lain, misalnya: kata situ dengan anda
(8) Kata yang satu lebih banyak dipengaruhi dialek atau warna lokal dari yang lain,
misalnya: kata nangkring dengan duduk.
(9) Kata yang satu termasuk dalam bahasa anak-anak dari yang lain, misalnya: kata
kucing dengan meong.
Selanjutnya Palmer (1976:60-62) (dalam Fatimah, 1993:40) membagi sinonim
sebagai berikut:
(1) Perangkat sinonim yang salah satu anggotanya berasal dari bahasa daerah atau
bahasa asing, misalnya antara kata konde dengan sanggul.
(2) Perangkat sinonim yang pemakaiannya tergantung pada laras bahasa, misalnya
antara kata dara dengan gadis,
(3) Perangkat sinonim yang berbeda makna emotifnya, tetapi makna kognitifnya
sama, misalnya antara kata ningrat dengan feodal.
(4) Perangkat sinonim yang pemakaiannya terbatas pada kata tertentu (keterbatasan
kolokasi), misalnya antara kata busuk, basi, tengik, dengan buruk.
(5) Perangkat sinonim yang maknanya kadang-kadang tumpangtindih, misalnya
antara kata nyata dengan kongkrit.
Kemudian Lions (1977:441) (dalam Fatimah, 1993:40) membagi sinonim
menjadi empat golongan, yaitu:
1. Sinonim lengkap dan mutlak, misalnya antara kata surat kabar
dengan koran.
2. Sinonim lengkap dan tidak mutlak, misalnya antara kata orang
dengan manusia.
3. Sinonim tidak lengkap dan mutlak, misalnya antara kata gadis
dengan perempuan.
4. Sinonim tidak lengkap dan tidak mutlak, misalnya antara kata gadis
dengan cewek.
Lions berpendapat bahwa sinonim lengkap terdapat apabila makna
kognitif sama dengan makna emotif, sedangkan sinonim mutlak dipakai untuk
sinonim yang dapat saling menggantikan (saling menyulih) dalam semua konteks,
sinonim lengkap dan mutlak sulit ditemukan dengan alasan dalam suatu bahasa tidak
ada alasan untuk mempertahankan kata yang maknanya sama.
Berbeda dengan ahli bahasa yang lain. Verhaar (1977:132) membagi
sinonim berdasarkan taraf terjadinya gejala itu, yaitu:
(1) Sinonim antarkalimat, misalnya, Sukmana melihat Ahmad dengan Ahmad dilihat
Sukmana.
(2) Sinonim antarfrase, misalnya, laut biru itu dengan laut yang biru itu.
(3) Sinonim antarkata , misalnya, memuaskan dengan menyenangkan.
(4) Sinonim antarmorfem, misalnya, kutulis dengan saya tulis.
Berbagai teori yang dipaparkan di atas, akan digunakan untuk mengkaji
jenis dan bentuk Relasi Semantik Sinonimi dalam bahasa Kelayu Jorong.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi dan Sampel
3.1.1 Populasi
Menurut Mahsun (2007b:28) dalam hubungannya dengan penelitian bahasa,
populasi terkait dengan dua hal, yaitu masalah satuan penutur dan masalah satuan
wilayah teritorial. Dalam hubungannya dengan masalah penutur maka yang menjadi
populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan penutur bahasa Sasak yang ada di
desa Kelayu Jorong. Sementara satuan wilayah teritorialnya adalah wilayah yang
menjadi populasi penelitian ini adalah wilayah Kelurahan kelayu Jorong.
3.1.2 Sampel
Pemilihan sebagian dari keseluruhan penutur atau wilayah pakai bahasa yang
menjadi objek penelitian sebagai wakil yang memungkinkan untuk membuat
generalisasi terhadap populasi itulah yang disebut sampel penelitian. Oleh karena itu,
kita dapat mengambil beberapa orang informan dari satu atau beberapa wilayah pakai
bahasa. Sampel yang berhubungan dengan penutur, untuk meneliti aspek struktur
bahasa, Samarin (1998 dalam Mahsun, 2007b:29) mengisyaratkan cukup diperlukan
satu informan yang baik. Namun, mungkin terlalu riskan jika hanya seorang, karena
data yang diperoleh tidak dapat dikoreksi silang demi keabsahannya. Untuk itu,
sampel penelitian disarankan minimal dua orang.
Dengan demikian, syarat penentuan sampelnya didasarkan pada syarat
penentuan informan sebagai berkut :
(1) Penutur asli bahasa sasak desa Kelayu Jorong;
(2) Mengetahui atau menguasai bahasanya secara mantap;
(3) Tidak pernah atau jarang bepergian atau meninggalkan daerahnya;
(4) Memiliki kosa kata lengkap;
(5) Berusia 17-60 tahun atau tidak pikun;
(6) Sehat jasmani dan rohani; dan
(7) Dapat berbahasa Indonesia.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data kebahasaan dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan beberapa metode sebagai berikut.
3.2.1 Metode Introspeksi
Metode introspeksi adalah metode penyediaan data dengan memanfaatkan
intuisi kebahasaan peneliti yang meneliti bahasa yang dikuasainya untuk
menyediakan data yang diperlukan bagi analisis sesuai dengan tujuan penelitiannya
(Mahsun, 2007:104). Dalam arti peneliti menggali potensi bahasanya tanpa
mengabaikan peran kepenelitiannya. Dalam hal ini bahasa yang dimaksud adalah
Bahasa Sasak yang ada di desa Kelayu Jorong.
3.2.2 Metode Cakap
Metode cakap adalah metode yang digunakan untuk memperoleh informasi
dengan percakapan antara peneliti dengan informan. Dengan teknik dasar pancingan.
Pancingan biasanya muncul dalam makna-makna yang tersusun dalam daftar
pertanyaan atau secara spontanitas, maksudnya pancingan dapat muncul di tengah-
tengah percakapan (Mahsun, 2007:96). Artinya, peneliti berusaha memancing
informan dengan memberikan pertanyaan sederhana yang dapat dipahami oleh
penutur guna memperoleh data verbal tentang jenis-jenis relasi semantik sinonimi
bahasa sasak di desa Kelayu Jorong.
3.2.3 Metode Simak
Metode simak adalah metode yang digunakan untuk memperoleh data dengan
menyimak penggunaan bahasa. Istilah menyimak di sini tidak hanya berkaitan dengan
bahasa lisan, tetapi juga penggunaan bahasa secara tertulis (Mahsun, 2007:93).
Artinya, untuk menguji kebenaran data atau dalam mengumpulkan data tidak hanya
dengan menyimak penutur bahasa tetapi juga menyimak bentuk- bentuk tulisan dalam
bahasa tersebut jika ada. Jenis data yang diperoleh dapat berupa data tulis yang
diperoleh dari penyimakan pada naskah-naskah, narasi-narasi, dan lain-lain, dan data
verbal yang diperoleh dari hasil menyimak penutur bahasa yang dilakukan dengan
berbaur dalam komunitas tersebut lalu mencatat bentuk-bentuk relasi semantik
sinonimi, dalam hal ini relasi semantik sinonimi bahasa sasak.
3.3 Metode Analisis Data
Setelah data terkumpul selanjutnya dianalisis menggunakan metode padan
intralingual dengan teknik hubung banding menyamakan dan hubung banding
membedakan dan metode padan ekstralingual.
3.3.1 Metode Padan Intralingual
Metode padan intaralingual adalah metode analisis data dengan cara
menghubung-bandingkan unsur-unsur yang bersifat lingual, baik yang terdapat dalam
satu bahasa maupun dalam beberapa bahasa yang berbeda (Mahsun, 2007:118).
Dalam metode analisis digunakan teknik hubung banding menyamakan dan hubung
banding membedakan. Teknik ini digunakan untuk menentukan jenis dan bentuk
masing-masing relasi semantik sinonimi.
3.3.2 Metode Padan Ekstralingual
Metode padan ekstralingual adalah metode analisis data dengan cara
menghubung-bandingkan unsur bahasa yang bersifat ekstralingual, yaitu
menghubung-bandingkan masalah bahasa dengan hal yang berada di luar bahasa
(Mahsun, 2007:120). Dalam metode ini juga digunakan teknik hubung banding
menyamakan dan hubung banding membedakan. Teknik ini digunakan untuk
menentukan makna atau nilai rasa dalam relasi semantik sinonimi.
3.4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Hasil analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara formal dan
informal. Metode formal adalah penyajian hasil analisis data dengan menggunakan
tanda-tanda atau lambang-lambang. Adapun tanda-tanda atau lambang-lambang
tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut:
- Tanda asteris (*) digunakan untuk menunjukkan suatu bentuk lingual yang
tidak gramatikal dan diletakkan sebelum tuturan itu, misalnya: *mencantik,
*mempersempitkan dan lain-lain.
- Kurung biasa ( ( ) ) digunakan untuk menyatakan bahwa formatif yang berada
di dalamnya memiliki alternasi sejumlah formatif yang berada di dalamnya,
misalnya BS ditemukan bentuk-bentuk : lim (α, E, e) ‘lima’. Artinya untuk
makna ‘lima’ dalam BS direalisasikan dengan sekurang-kurangnya empat
leksem,yaitu:limα, limE, dan lime.
- Kurung kurawal ({}) digunakan untuk menyatakan bahwa beberapa satuan
lingual yang ada di dalamnya yang disusun secara berlajur dapat dan perlu
dipilih salah satu apabila digunakan bersama satuan-satuan lain yang ada di
depan atau di belakangnya.
- Tanda kurung siku ( [ ] ) menunjukkan bahwa satuan di dalamnya adalah
satuan fonetis dan biasanya digunakan dalam bidang fonologi untuk
melambangkan bunyi tertentu yang tidak berstatus fonem.
- Tanda garis miring ( // ) digunakan untuk menunjukkan satuan di dalamnya
adalah fonem.
- Tanda kali ( x ) menunjukkan tidak tepat pada kata yang ditulis
- Tanda > menunjukkan berubah menjadi
- Tanda # menunjukkan batas kata
- Tanda -# menunjukkan posisi akhir
- Tanda ~ menunjukkan variasi
- Tanda ø menujukkan zero (kosong)
- Tanda ¡ menunjukkan vokal tinggi, tengah, antara tegang dan kendur
- Tanda כ menunjukkan vokal belakang, tengah, terbuka
- Tanda Ə menunjukkan shwa
- Tanda + menunjukkan melekatnya sebuah kata
- Tanda - menunjukkan tidak melekatnya sebuah kata
Sedangkan metode informal yaitu metode penyajian hasil analisis data
dengan menggunakan kata-kata biasa termasuk penggunaan terminologi yang bersifat
teknis (Mahsun, 2007:123). Dalam hal ini digunakan untuk menyajikan hasil analisis
data relasi semantik sinonimi bahasa sasak di desa Kelayu Jorong.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Relasi Semantik Sinonimi
Sinonimi adalah bentuk bahasa yang maknanya mirip atau sama dengan
bentuk lain, dapat berupa kata, kelompok kata atau kalimat, walaupun umumnya yang
dianggap sinonim hanyalah kata-kata saja (Kridalaksana dalam Aminuddin,
2001:115). Relasi semantik sinonimi adalah hubungan kemaknaan suatu bentuk
bahasa, dapat berupa kata, kelompok kata atau kalimat yang maknanya mirip atau
sama dengan bentuk lain atau kesamaanya tidak bersifat mutlak.
Sehubungan dengan relasi semantik sinonimi, penulis mencoba melakukan
penelitian terhadap relasi semantik sinonimi yang terdapat dalam bahasa sasak yang
ada di desa Kelayu Jorong. Bentuk relasi semantik sinonimi dalam bahasa Kelayu
Jorong tidak begitu kompleks (hal ini terkait dengan bahasa Kelayu Jorong tidak
menggunakan bahasa halus seperti bahasa sasak umumnya). Biasanya sinonimi ini
muncul dalam peristiwa bahasa ketika masyarakat Kelayu Jorong melakukan
interaksi antar sesamanya. Selanjutnya, dipaparkan jenis-jenis relasi semantik
sinonimi serta bentuknya yang lebih difokuskan pada tataran kata dalam bahasa
Kelayu Jorong .
4.2 Jenis-Jenis Relasi Semantik Sinonimi dalam Bahasa Kelayu Jorong
Berdasarkan penelitian ini, diketahui bahwa jenis-jenis relasi semantik
sinonimi dalam bahasa Kelayu Jorong dapat dibagi menjadi 4 yaitu:
4.2.1 Perangkat Sinonimi yang pemakaiannya bergantung kepada waktu
Teori pemakaian yang dikeluarkan oleh Jerman Wittgenstein (1830 dan 1858)
menyatakan bahwa kata tidak mungkin dipakai dan bermkna untuk semua konteks
karena konteks itu selalu berubah dari waktu ke waktu. Makna tidak mantap di luar
kerangka pemakainya (Parera, 1990:18).
Waktu yang dimaksud adalah masa seperangkat kata yang bersinonim
dikatakan lazim atau tidak lazim dalam pemakaiannya. Masa tersebut adalah masa
dahulu adalah klasik dan masa kini atau sekarang. Sebuah kata lazim dan berterima
jika digunakan pada masa sekarang. Begitu pula sebaliknya sebuah kata yang lazim
dan berterima jika digunakan pada masa sekarang belum tentu lazim, berterima serta
ada pada masa dahulu.
Contoh-contohnya antara lain:
1. Kata dEndEη – anaq aluη
Dalam bahasa Indonesia kedua kata di atas merupakan kata yang bersinonim
mempunyai arti sama yaitu ’penumbuk’ , dua kata di atas memiliki fungsi yang sama
yaitu sama-sama untuk menumbuk beras, biji-bijian atau jajan, kedua kata ini tidak
dapat ditukarkan, karena masing-masing kata ini memiliki waktu atau situasi
pemakaian yang berbeda, kata dEndEη digunakan pada zaman dahulu, sedangkan
pada anaq aluη digunakan pada zaman sekarang, masyarakat Kelayu Jorong tidak
lagi menggunakan kata dEndEη karena sudah pergantian zaman dan perkembangan
tekhnologi maka kata dendEη diganti dengan anaq aluη, kata dEndEη pada zaman
sekarang tidak berterima dan tidak lazim digunakan.
dEndEη → lazim digunakan pada masa lampau atau dahulu
anaq aluη → lazim digunakan pada masa kini atau sekarang
Contoh dalam kalimat:
a) /dEndEη/
Bitang oku dEndEng b∂ras lEq mudin lawang.
‘Ambilkan aku penumbuk beras di belakang pintu’.
‘Ambilkan saya penumbuk beras itu di belakang pintu’.
b) /anaq aluη/
MbE taoqbi noloq anaq aluη popuqbi.
‘Dimana tahu kamu taruh penumbuk nenekmu’.
’Dimana kamu taruh penumbuk nenekmu’.
Dua kalimat di atas sama-sama memiliki fungsi masing-masing,
walaupun penggunaan kalimat yang berbeda tetapi makna dari tiap kata tersebut tetap
tidak berubah, hanya saja waktu pemakaiannya yang berbeda, seperti pada uraian di
atas dEndEη digunakan pada zamam dahulu atau klasik, dan tidak lazim digunakan
pada zaman sekarang dan diganti dengan anaq aluη yang lebih berterima dan lazim
digunakan.
2. Kata bבsaη - tian
Dalam arti bahasa Indonesia yang sebenarnya, kedua kata tersebut memiliki
makna yang sama yaitu ’perut’, tetapi pemakaiannya tidak dapat dipetukarkan,
berdasarkan teori pemakaian, kata bבsaη dipakai pada masa dahulu, dan bosang
sekarang tidak digunakan oleh masyarakat yang ada di desa Kelayu Jorong, namun
diganti dengan kata tian karena kata tian sekarang lazim digunakan, dan bosang sudah
hilang pemakaiannya atau tidak lazim digunakan.
bבsaη → tidak terdengar dan tidak lagi digunakan sehingga lazim
digunakan pada masa dahulu
tian → lazim digunakan pada masa sekarang
Contoh dalam kalimat:
a) / bבsaη/
Saη b∂lEq bבsaη lok m∂nE n∂ηk∂ j∂?n∂.
‘Besar perut kamu (laki-laki) sekarang’.
’Kamu (laki-laki) besar perut sekarang’.
b) /tian/
∂p∂ isIn tianbi ampo?n∂ η∂ni b∂ci? n∂.
’Apa isi perutmu (perempuan) sehingga itu kecil’.
’ Apa isi perutmu (perempuan) sehingga begitu kecil’.
Berdasarkan teori referensial kedua contoh di atas digunakan pada waktu yang
berbeda atau dipengaruhi oleh faktor waktu, teori pemakaian yang lazim maupun
tidak lazim digunakan pada kedua contoh di atas terlihat jelas, seperti halnya contoh
pada kalimat pertama yang menggunakan kata bבsaη kata ini memiliki waktu
pemakaian yang berbeda dengan kata tian , bבsaη digunakan pada masa dahulu dan
dianggap lazim oleh masyarakat pemakainya pada zaman dahulu, namun bosaη
sekarang tidak lazim digunakan dan sudah dihilangkan oleh masyarakat, karena
faktor waktu yang berbeda dan teori pemakaian bבsaη diganti dengan tian yang yang
memiliki arti sama yaitu ’perut’ dan lazim digunakan oleh masyarakat Kelayu
Jorong pada masa sekarang.
3. Kata laη-laη – k∂liaη
Dalam bahasa Indonesia kedua kata di atas memiliki arti yang sama yaitu
’kepala dusun atau kepala lingkungan’ . Namun teori pemakaian yang tidak dapat
dipetukarkan pemakaiannya, karena jelas waktu sekarang dan dahulu berbeda, dan
penempatannya pun tidak dapat ditempatkan sembarangan, maksudnya laη-laη
digunakan pada masa sekarang sangat tidak lazim, begitu juga sebaliknya k∂liaη
digunakan pada masa dahulu juga tidak lazim pemakaiannya, oleh karena itu teori
pemakaian yang membedakan keduanya. laη-laη digunakan pada masa dahulu dan
tidak lazim digunakan pada masa sekarang namun lazim digunakan pada masa
dahulu,sedangkan k∂liaη pemakaiannya digunakan pada masa sekarang dan tidak
lazim digunakan pada masa dahulu, namun lazim digunakan pada masa sekarang.
laη-laη → lazim digunakan pada masa dahulu dan tidak lazim digunakan pada
masa sekarang
k∂liaη → lazim digunakan pada masa sekarang
Contoh dalam kalimat:
a) / laη-laη /
S∂i j∂ri laη-laη sin∂ mosi idup popuqku.
’Siapa jadi kepala dusun ketika masih hidup kakekku?.
’Siapa yang menjadi kepala dusun ketika kakek saya masih hidup?.
b) /k∂liaη/
Kar∂ng du∂ taon ampoq n∂ j∂r∂ aman madani jori k∂liang.
’Tinggal dua tahun lagi dia berhenti pak madani jadi kepala dusun’.
’Tinggal dua tahun pak Madani berhenti menjadi kepala dusun’.
Kedua kalimat di atas tidak dapat ditukarkan walaupun memiliki arti yang
sama, karena didasarkan pada teori yang pemakaiannya yang berbeda, yang
didasarkan atas faktor waktu, laη-laη digunakan pada masa dahulu dan lazim
digunakan, sedangkan k∂liaη digunakan pada masa sekarang dan lazim digunakan
pada masa sekrang, kedua contoh kalimat di atas dapat membedakan antara laη-laη
dan k∂liaη karena berdasarkan teori pemakaian yang tidak dapat ditukar tempat
pemakaiannya.
4. Kata distr∂k - dotu
Dalam bahasa Indonesia kedua kata tersebut sama-sama berarti ’bupati’,
walaupun memiliki arti yang sama namun penggunaannya berbeda, distrek digunakan
pada masa dahulu, sedangkan dotu digunakan pada masa sekarang, itu artinya tidak
dapat ditukar tempat pemakaiannya, dan ini berdasarkan teori pemakaian yang sudah
ada yang berkaitan dengan faktor waktu.
distr∂k → lazim digunakan pada masa lampau atau dahulu
dotu → lazim digunakan pada masa sekarang
Contoh dalam kalimat:
a) /distr∂k/
Zaman laEq d∂ηan mbayar listr∂k lEk kantor distr∂k.
‘Zaman dahulu orang bayar listrik di kantor bupati’.
‘Zaman dahulu orang membayar listrik di kantor bupati’.
b) /dotu/
Piran t∂ b∂dEang dotu si adil.
’Kapan kita mendapat bupati yang adil?’.
Kata pertama dan kata kedua sudah lazim digunakan oleh masyarakat untuk
berkomunikasi, namun pemakaian setiap kata seperti distr∂k dan dotu tidak dapat
ditukar tempat pemakaiannya walaupun memiliki arti yang sama yaitu ’bupati’
5. Kata kasut - lampaq
Dalam arti bahasa Indonesia yang sebenarnya, kedua kata tersebut memiliki
makna yang sama yaitu ’sandal’, tetapi pemakaiannya tidak dapat dipetukarkan,
berdasarkan teori pemakaian, kata kasut dipakai pada masa dahulu dan sekarang tidak
digunakan oleh masyarakat yang ada di desa Kelayu Jorong, namun diganti dengan
kata lampaq karena kata lampaq sekarang lazim digunakan, dan kasut sudah hilang
pemakaiannya atau tidak lazim digunakan.
kasut → tidak terdengar dan tidak lagi digunakan sehingga lazim
digunakan pada masa dahulu
lampaq → lazim digunakan pada masa sekarang
Contoh dalam kalimat:
a) / kasut/
Saη b∂lEq kasut lok m∂nE n∂ηk∂ j∂?n∂.
‘Besar sandal kamu (laki-laki) sekarang’.
’Sandal kamu (laki-laki) besar sekarang’.
b) /lampaq/
∂ji pir∂ lampaq lEq p∂k∂n.
’Berapa harga sandal di pasar?’.
Berdasarkan teori referensial kedua contoh di atas digunakan pada waktu yang
berbeda atau dipengaruhi oleh faktor waktu, teori pemakaian yang lazim maupun
tidak lazim digunakan pada kedua contoh di atas terlihat jelas, seperti halnya contoh
pada kalimat pertama yang menggunakan kata kasut kata ini memiliki waktu
pemakaian yang berbeda dengan kata lampaq , kasut digunakan pada masa dahulu
dan dianggap lazim oleh masyarakat pemakainya pada zaman dahulu, namun kasut
sekarang tidak lazim digunakan dan sudah dihilangkan oleh masyarakat, karena
faktor waktu yang berbeda.
4.2.2 Perangkat sinonimi yang salah satu lebih memiliki nilai rasa daripada
yang lain
F.De Saussure yang membedakan analisis bahasa atas parole, langue, dan
langage secara tidak langsung telah mempelopori teori mana yang bersifat
mentalistik. Ia menghubungkan bentuk bahasa lahiriah (parole) dengan konsep atau
citra mental pemakainya (langue) (Parera,1990:17). Citra mental atau nilai rasa yang
berbeda pada seperangkat kata yang bersinonim menyebabkan kelaziman dalam
pemakaiannya. Nilai rasa ini bersifat positif (tinggi, baik, sopan, halus, hormat dan
sebagainya), dan mungkin juga bersifat negativ (rendah, jelek, kasar, kotor, tidak
sopan, porno dan sebagainya).
Contohnya antara lain:
1. Kata matE – plבt
Jika dianalisis kedua contoh di atas menggunakan teori mentalistik,
keduanya memiliki citra mental atau nilai rasa yang berbeda. Perbedaan pada nilai
rasa yang ditimbulkan kedua kata ini menyebabkan perbedaan dalam kelaziman
pemakainya.
matE → status sosial yang digunakan untuk yang lebih tinggi
plבt → status sosial yang digunakan untuk yang rendah biasa digunakan
untuk hewan
Contoh dalam kalimat :
a) /matE/
Aman l∂ Dian matE t∂tabrak mבntבr rubin ElEq-ElEq.
’Bapak si Dian meninggal ditabrak mobil kemarin sore’.
’BapaknyaDian meninggal kemarin sore ditabrak mobil’.
b) /plבt/
Ineq b∂linc∂k ino plבt ∂nd∂tn∂ isiq p∂palang koyuq.
’Ibu, cecak itu mati tertindas dengan batang kayu yang malang.’
’Ibu, cecak itu mati tertindas batang kayu.’
Dalam bahasa Indonesia kedua kata tersebut memiliki makna yang sama
yaitu ’mati’ namun jika dilihat dari cara pemakaiannya, kata matE biasanya
digunakan oleh orang yang bersatus terhormat, dan kata plבt biasanya dignakan
untuk hewan, dan nilai rasa yang dimiliki kedua kata tersebut berbeda, matE
memiliki nilai rasa yang tinggi artinya lebih terhormat daripada plבt, dan biasanyat pl
t lebih kasar penggunaanya dan dapat digunakan untuk hewan seperti yang terlihatב
pada contoh di atas, sedangkan mate memiliki nilai rasa yang lebih sopan dan
terhormat dan pada umumnya digunakan pada manusia. Nilai rasa yang ditumbul
oleh kedua kata tersebut pemakaianya tidak dapat dipetukarkan, dan masing-masing
juga memiliki kelaziman pemakaian dengan nilai rasa yang dimiliki masing-masing
kata.
2. Kata n∂ηkבdבh - maηan
Citra mental yang dimiliki masing-masing kata tersebut berbeda walaupun
memiliki arti yang sama yaitu ’makan’. ’Makan’ merupakan aktivitas setiap makhluk
hidup, namun citra mental atau nilai rasa yang dikandung masing-masing kata
tersebut berbeda, neηkבdבh citra mental yang dikandung sangat kasar dan jorok,
sedangkan maηan citra mental yang dikandungnya sopan dan terhormat ketika
masyarakat memakainya. Dan kedua kata ini pemakaiannya tidak dapat dipetukarkan.
n∂ηkבdבh → citra mental atau nilai rasa yang dikandung kasar dan jorok
maηan → citra mental atau nilai rasa yang dikandung sopan dan
terhormat
Contoh dalam kalimat:
a) /n∂ηkבdבh/
Basoη ini j∂kn∂ n∂ n∂ηkבdבh dבaη gawEkn∂.
‘Anjing ini ya dia makan aja kerjaannya’.
’Anjing ini makan saja pekerjaanya’.
b) /maηan/
Popuq mElEηku mangan lapar oku inE.
’Nenek mauku makan lapar aku ini’.
’Nenek saya lapar, saya mau makan’.
Kedua kalimat tersebut menempati pemakaian yang berbeda, terlihat jelas
perbedaan antara n∂ηkבdבh dan maηan, walaupun memiliki arti yang sama, namun
nilai rasa yang ditimbulkan berbeda, ketika n∂ηkבdבh dipakai oleh masayarakat, citra
mental yang timbul sangat kasar dan seolah-olah menyamakan manusia dengan
hewan, lain halnya dengan maηan, maηan memiliki nilai rasa atau citra mental yang
sopan, dan bahasa yang digunakan pada masyarakat sehari-hari ketika mau makan
menggunakan kata maηan bukan n∂ηkבdבh, perbedaan status citra mental sangat
menentukan kedudukan masayarakat, dan ketika masyarakat menggunakan n∂ηkבdבh
untuk mempersilahkan tamunya, maka secara otomatis tamu tersebut merasa
tersinggung, karena pemakaiannya tidak lazim dan kurang berterima.
3. Kata ubEq - krowi
Kata ubEq dan krowi dalam bahasa Indonesia memiliki arti sama yaitu
’pelacur’, namun dalam bahasa sasak ubEq dan krowi memiliki citra mental yang
berbeda dan tempat pemakaiannya pun berbeda. ubEq dalam bahasa sasak
kedengarannya halus sedangkan krowi kedengarannya sangat kasar, ketika seseorang
merasakan jengkel, marah maupun sakit hati kepada lawan bicara, maka mereka
menggunakan kata krowi, begitu juga sebaliknya ketika seseorang merasakan agak
bahagia kepada lawan bicara maka mereka menngunakan kata ubEq, walaupun
keduanya sebenarnya sama-sama merupakan tindakan asusila, perbedaan citra mental
yang berbeda, pemakaiannyapun berbeda.
ubEq → citra mental yang ditimbulkan sopan
krowi → citra mental yang ditimbulkan kasar dan tidak sopan
Contoh dalam kalimat:
a) /ubEq/
DEndEq ulEq t∂η∂q k∂l∂m laloq paran n∂ komu ubEq siq d∂ηan.
’Jangan pulang tengah malam terlalu dinamakan kamu pelacur oleh orang’.
’Jangan pulang terlalu malam nanti kamu dikira pelacur sama orang’.
b) /krowi/
LaEq parann∂ inambi jori krowi.
’Dulu Ibumu dikira pelacur’.
Kalimat di atas merupakan kalimat yang membuktikan bahwa kedua kata
tersebut pemakaiaannya tidak dapat ditukarkan, walaupun memiliki arti yang sama,
kalimat satu kedengarannya sopan, sedangkan pada kalimat kedua kedengaraanya
kasar dan tidak sopan, citra mental yang dimbulkan masing-masing kata tersebut
sudah memiliki tempat tersendiri atau pemakaian masing-masing.
4. Kata maηan-l∂ll∂k
Dalam bahasa Indonesia kedua kata di atas memiliki arti yang sama yaitu
’makan’, namun pemakaiannya tidak dapat ditukarkan, dan kelazimannya pun tidak
dapat saling tukar, dan kedua kata tersebut memiliki citra mental yang berbeda,
mangan memiliki citra mental atau nilai rasa yang sopan, sedangkan l∂ll∂k memiliki
nilai rasa yang kedengarannya tidak sopan dan kasar, lazim tidaknya kedua kata
tersebut dapat dilihat dari segi citra mental atau nilai rasa yang dimiliki, mangan
tidak lazim digunakan ketika seseorang merasa marah karena memiliki citra mental
atau nilai rasa yang kedengarannya sopan, begitu juga sebaliknya dengan l∂ll∂k yang
kedengarannya kasar, maka lazim digunakan ketika seseorang merasakan jengkel
atau marah.
maηan → citra mental atau nilai rasa yang ditimbulkan sopan
l∂ll∂k → citra mental atau nilai rasa yang ditimbulkan kasar dan tidak sopan
Contoh dalam kalimat :
a) / maηan /
Alo ne maηan lEq pבndבk bar∂η s∂m∂tonn∂ tono.
’Ke sana dia makan di dapur sama saudaranya di sana’.
’Di sana dia makan bersama saudaranya di dapur’.
b) / l∂ll∂k/
Bi l∂ll∂k doaη komu j∂?n∂ lEηan laEq.
’Kamu makan saja dari dulu’.
’Dari dulu kamu makan saja’.
Citra mental atau nilai rasa yang ditimbulkan masing-masing kedua kata di
atas tidak dapat dipetukarkan, karena yang satu memiliki nilai rasa yang tidak sopan
dan yang satunya mememiliki nilai rasa yang sopan, kedua kalimat tersebut
mememiliki makna tersendiri tergantung dari kata yang dipakai, seperti halnya
kalimat pertama menggunakan kalimat yang kedengarannya sopan, lain halnya
dengan kalimat kedua yang kedengarannya tidak sopan, karena kalimat kedua
tersebut digunakan ketika seseorang tidak senang terhadap lawan bicaranya.
5. Kata jouq – b∂nd∂
Dalam bahasa Indonesia jouk dan b∂nd∂ memiliki arti yang sama yaitu
’membawa’, namun nilai rasa yang ditimbulkan berbeda, jouq memiliki citra mental
atau nilai rasa yang lebih sopan, sedangkan b∂nd∂ memiliki citra mental atau nilai
rasa yang tidak sopan, dan keduanya tidak dapat dipetukarkan, selain memiliki nilai
rasa atau citra mental yang berbeda, jouq dan b∂nd∂ juga memiliki kelaziman dalam
pemakaian, seperti jouq tidak lazim digunakan ketika seseorang merasa marah, dan
b∂nd∂ tidak lazim digunakan ketika seseorang merasa senang, maka keduanya tidak
dapat dipetukarkan walaupun sama-sama berterima di masyarakat.
jouq → nilai rasa atau citra mental yang dimiliki sopan dan berterima di
masyarakat
b∂nd∂ → nilai rasa atau citra mental yang dimiliki tidak sopan
Contoh dalam kalimat:
a) /jouq /
Piran bi jouq ambכn in∂ bar∂η g∂daη in∂ ontoq sEd∂ iy∂.
’Kapan kamu (perempuan) membawa ubi ini dengan pepaya ini nanti rusak dia’.
’Kapan kamu membawa ubi dan pepaya ini? Nanti rusak’.
b) /b∂nd∂/
Aluraη be ne b∂nd∂ iye baraη-baraη ino.
’Biarkanlah dia membawa dia barang-barang itu’.
’Biarkan dia membawa barang-barang itu’.
Dilihat dari citra mental atau nilai rasa yang dimiliki arti kalimat satu dengan
dua jauh berbeda, kalimat satu menggunakan kata yang kedengarannya sopan yaitu
menggunakan kata jouq dan berterima di masyarakat karena digunakan ketika
seseorang merasa senang, sedangkan pada kalimat dua kedengarannya tidak sopan
atau kasar dan berterima juga di masyarakat, karena digunakan ketika seseorang
sedang bertengkar atau merasa jengkel, jadi keduanya sama-sama berterima
tergantung dari situasi yang ada.
4.2.3 Perangkat sinonimi yang pemakaiannya terbatas pada kata-kata
tertentu (keterbatasan kolokasi)
Keterbatasan kolokasi pada seperangkat kata yang bersinonim menyebabkan
kelaziman atau ketidaklaziman dalam pemakaianya. Dalam teori Firth kita dapat
menyimpulkan pikiran tentang konteks situasi dalam analisis makna. Teori
kontekstual sejalan dengan teori relafisme dalam pendekatan semantik bandingan
antar bahasa. Teori kontekstual yang menyatakan bahwa makna sebuah kata terikat
pada lingkungan kultural dan ekologis pemakai bahasa, serta teori pemakaian
menyatakan bahwa kata tidak mungkin dipakai dan bermakna untuk semua konteks
karena konteks itu selalu berubah dari waktu ke waktu. Makna tidak tepat atau tidak
mantap penempatannya jika berada diluar kerangka pemakaiannya (Parera, 1990:17-
18). Suatu kata lazim melekat pada suatu konteks, akan tetapi ketika dilekatkan pada
konteks yang lain, kata tersebut kurang berterima, tidak lazim atau kurang tepat.
Contoh-contohnya antara lain:
1. Kata sEd∂ – lבas.
Kedua kata tersebut masing-masing merupakan bentuk kata dasar yang
bersinonim yang memiliki arti sama yaitu ‘rusak’, kedua kata ini dikatakan
bersinonim, karena memiliki komponen yang identik, /sEd∂/, dan /lבas/, sama-sama
digunakan pada sesuatu yang mengalami kerusakan,tetapi keduanya memiliki
perbedaan, sEd∂ digunakan pada sesutu barang tidak hanya buah saja tetapi juga bisa
pada barang yang berbentuk elektronik {komputer, televisi, radio, kipas angin, dan
lain-lain}, sedangkan lבas bisa digunakan pada buah dan bisa juga pada sesuatu yang
sudah melepuh seperti kaki dan tangan dan jika dianalisis menggunakan teori
kontekstual, kedua kata ini tidak dapat saling menggantikan dalam sebuah konteks
kalimat karena memiliki konteks pemakaian yang berbeda.
sEd∂ → biasanya digunakan pada sesuatu barang yang rusak
lבas → biasanya digunakan pada buah atau sesuatu yang sudah melepuh
Contoh dalam kalimat:
a) / sEd∂/
ηEndEη tul∂η bi b∂it tambah si sEd∂ ino .
’Minta tolong kamu (perempuan) ambil cangkul yang rusak itu’.
’Tolong kamu (perempuan) ambil mangga yang rusak itu bisa kita’.
b) /lבas/
T∂raη loas sabo si b∂lin t∂ rubin ino in∂q.
‘Jangan-jangan rusak sawo yang dibeli kemarin itu ibu’.
‘Ibu, jangan-jangan rusak sawo yang dibeli kemarin’.
Dalam bahasa Indonesia kedua kata tersebut memiliki arti yang sama yaitu
‘rusak’ dua kata yang berbentuk kata dasar ini terlihat perbedaannya ketika
ditempatkan pada kalimat, kalimat satu dapat dibandingkan dengan kalimat dua
begitu juga dengan kalimat dua dapat dilihat perbandingannya pada kalimat satu.
Jadi dua kata tersebut tidak dapat saling menggantikan.
2. Kata bori - l∂ηi
Dua kata tersebut memiliki arti yang sama yaitu ‘basi’, namun ketika dilihat
berdasarkan teori kontekstual, masing-masing kata tersebut memiliki makna
tersendiri, bori mengandung arti rusak pada nasi, l∂ηi mengandung arti rusak pada
makanan ringan atau jajan. Dua kata tersebut tidak dapat saling mengantikan, masing-
masing kata tersebut sama-sama berterima berdasarkan kondisi dari makanan. bori,
l∂ηi, dua komponen yang identik juga sama seperti contoh satu, namun pemakaiannya
tidak dapat saling menggantikan, bori tidak berterima pada kuah makanan namun
berterima pada nasi , leηi berterima pada jajan.
bori → mengandung arti basi pada nasi
l∂ηi → mengandung arti basi makanan ringan atau jajan
Contoh dalam kalimat:
a) /bori/
DEndEq embEη adimbi ηaken nosi? si wah bori lEq pכnjכl.
’Jangan kasih adikmu makan nasi yang sudah basi di bakul’.
’Adikmu jangan dikasih makan nasi yang sudah basi di bakul’.
b) /leηi/
Buk∂q j∂j∂ si lEq toplEs ag∂n dEq n∂ l∂ηi ini g∂los.
’Buka jajan yang di toples biar tidak dia basi itu tolong’.
’Tolong buka jajan yang di toples agar tidak basi’.
Perbandingan dari masing-masing kata yang terbentuk dalam kalimat
terlihat jelas, selain uraian yang memperjelas, kalimat yang ditempati masing-masing
kata tersebut dapat membedakan kata bori, dan l∂ηi, walaupun memiliki arti yang
sama, namun tidak dapat saling menggantikan, bori kurang berterima pada kuah
makanan, dan l∂ηi tidak berterima pada kuah makanan, untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada gambaran berikut:
bori - kurang berterima pada l∂ηi
l∂ηi – tidak berterima pada ηeru
bori + berterima pada nasi
l∂ηi + berterima pada makanan ringan
Dari gambaran di atas juga sebagai penjelasan dari perbedaan antara
/bori/ dan /leηi/.
3. Kata mb∂l∂tus – η∂mpבk
Dua rangkaian kata tersebut merupakan sinonim yang memiliki arti sama
yaitu ’meletus’, walaupun memiliki arti sama, namun jika dikaji dengan teori
kontekstual dua kata tersebut pemakaiannya tidak dapat ditukarkan atau saling
menggantikan. mb∂l∂tus terjadi pada hal-hal kecil atau kejadian kecil seperti pada
tangan, kaki, bibir (anggota tubuh) yang biasanya terkena dengan api, sedangkan
η∂mpבk terjadi pada kejadian yang besar seperti gunung. mb∂l∂tus tidak berterima
pada gunung, namun berterima pada anggota tubuh, ηempok berterima pada gunung,
dan tidak berterima pada anggota tubuh.
mb∂l∂tus → meletus pada kejadian kecil biasanya pada anggota tubuh
η∂mpok → meletus pada kejadian yang besar seperti pada gunung
Contoh dalam kalimat:
a) /mb∂l∂tus/
KumbEq n∂ t∂ ampoq n∂ mb∂l∂tus biwir bi.
’Kenapa sih lagi dia meletus bibir kam’?
’Kenapa bibirmu meletus lagi’?
b) /η∂mpבk/
Gun∂η rinj∂ni η∂mpok mal∂n kE.
’Gunung rinjani meletus tadi malam apakah’.
’Apakah gunung rinjani meletus tadi malam’?
Dua kata yang merupakan sinonim di atas tidak dapat saling menggantikan,
terlihat pada rangkaian kalimat di atas, mb∂l∂tus tidak dapat menggantikan posisi
kalimat dua, begitu juga dengan η∂mpבk tidak dapat menggantikan posisi kalimat
satu, karena sudah memiliki tempat masing-masing, jika dapat digantikan kedua kata
tersebut, maka akan terjadi kesimpangsiuran, dan data yang nyata tidak menjadi
fakta. Jadi kedua kata tersebut tidak dapat saling menggantikan.
4. Kata maηan-kak∂n
Dalam bahasa Indonesia maηan dan kak∂n memiliki arti yang sama yaitu
’makan’ , namun jika di telaah dengan teori kontekstual, kedua kata tersebut tidak
dapat saling menggantikan, maηan dengan makna + makan, kak∂n + makan, sama-
sama kegiatan sehari-hari masyarakat dalam proses pencernaan, namun maηan
adalah kegiatan sehari-sehari yang dilakukan masyarakat ketika lapar, artinya ketika
seseorang merasakan lapar maka ia akan makan (nasi+lauk pauk), sedangkan kak∂n
adalah proses pencernaan yang dilakukan seseorang ketika melihat jajan atau
makanan lain selain nasi.
maηan → makan dalam arti khusus makan nasi saja
kak∂n → makan dalam arti makanan yang dimakan adalah makanan
ringan
Contoh dalam kalimat:
a) /maηan/
MElEngku maηan lapar oku lEkan rubin.
’Mauku makan lapar aku dari kemarin’.
’Saya lapar dari kemarin, saya mau makan’.
b) /kak∂n/
DEndEq kak∂n j∂j∂ si lEq atas mEj∂ ini.
’Jangan makan jajan yang di atas meja itu’.
’Jajan yang di atas meja itu jangan dimakan’.
Kedua kalimat di atas merupakan bentuk kalimat yang bersinonim, namun
kedua kata tersebut tidak dapat saling menggantikan, arti makan yang pertama
dikhususkan pada nasi yang disebut maηan, sedangkan arti makan pada kalimat dua
dikhususkan pada makanan ringan atau jajan yang disebut kaken.
5. Kata bontEt – g∂mpoq – mבkבh
Dalam bahasa Indonesia tiga kata di atas memiliki arti yang sama yaitu
’gemuk’ tapi kata-kata tersebut juga memiliki perbedaan. bontEt adalah gemuk pada
bagian perut saja, g∂mpoq adalah gemuk pada seluruh tubuh tapi tidak terlalu gemuk
(badan cukup berisi), sedangkan mכkכh adalah gemuk pada seluruh tubuh. Ketika
masing-masing kata tersebut dipakai oleh pemakainya, maka sudah pasti mereka
dapat menempatkan masing-masing kata tersebut dan tidak dapat saling
menggantikan satu sama lain. Seseorang tidak dapat mengatakan g∂mpoq pada orang
yang berbadan bontEt (tidak berterima), g∂mpoq pada orang yang bertubuh mכkכh
(kurang berterima).
bontEt → gemuk pada bagian perut saja
g∂mpoq → gemuk pada seluruh tubuh tapi tidak terlalu gemuk (tubuh
cukup berisi)
mכkכh → vvgemuk pada seluruh anggota tubuh
Contoh dalam kalimat:
a) /bontEt/
Munt∂ galaη ηin∂m j∂?n∂ bontEt tian t∂.
’Kalau kita sering minum ya gemuk perut kita’.
’Kalau kita sering minum, perut kita gemu’.
b) /g∂mpoq/
∂p∂ kak∂nbi ampok n∂ η∂ni g∂mpoq bi laloq.
’Apa makan kamu sehingga begitu gemuk kamu sangat’.
’Apa kamu makan, sehingga begitu sangat gemuk’.
c) /mכkכh/
Pire tohu m∂t∂q t∂ kak∂n ampoq t∂ mכkכh m∂r∂q awaqmEq ini.
’Berapa tahu mentah kita makan sehingga kita gemuk seperti badan kamu (laki- laki) itu’?
’Berapa tahu mentah kita makan, sehingga badan menjadi gemuk seperti kamu’?
Ketiga kalimat di atas masing-masing memiliki seperangkat kata yang
bersinonim, karena berdasarkan teori kontekstual tiga kata tersebut tidak dapat saling
menggantikan, g∂mpoq bukan berarti mכkכh walaupun sama-sama mendekati tingkat
kegemukan, namun pemakaiannya kurang berterima di masyarakat, begitu juga
dengan bontEt tidak berterima pada seseorang yang bertubuh mכkכh, suatu kata dapat
dikatakan berterima, tergantung dari kata yang menempatinya dan teori yang
menyangkut kata tersebut.
4.2.4 Perangkat sinonimi yang salah satu memiliki makna lebih umum dari
yang lainnya
Teori pemakaian menyatakan bahwa kata tidak mungkin dipakai dan
bermakna untuk semua konteks karena konteks itu selalu berubah dari waktu ke
waktu (parera, 1990:18). Perangkat sinonim yang lebih umum dikatakan kurang
mampu memberikan penjelasan yang lebih khusus mengenai ide atau gagasan,
sehingga perangkat sinonim yang memiliki makna lebih khusus lebih mampu
memperjelas suatu ide atau gagasan dalam suatu pemakaian.
Contoh-contohnya antara lain:
1. Kata kErEη – lEmpבt
Dua kata ini dikatakan bersinonim, karena memiliki arti yang sama yaitu
’sarung’, dan jika dikaitkan dengan analisis komponensial maka kedua kata ini
identik. Kedua kata ini dapat dianalisis sebagai berikut: kErEη dikatakan pada kain
(+ kain), lEmpבt dikatakan pada kain (+ kain), namun jika dikaitkan dengan teori
pemakaian ketiga kata ini memiliki makna yang berbeda. kErEη diartikan sarung
secara umum, dan /lEmpבt/ diartikan sarung secara khusus.
kErEη → sarung yang diartikan secara umum
lEmpבt → sarung yang diartikan secara khusus, biasanya digunakan untuk
menggendong bayi
Contoh dalam kalimat:
a) /kErEng/
EmbE kErEng si boru ino ku η∂du e n∂ηk∂ s∂mbahyaη.
’Mana sarung yang baru itu aku pakai dia sekarang sholat’.
’Dimana sarung yang baru itu, saya mau pakai shalat sekaran’.
b) /lEmpבt/
Bitaη ie lEmpot ini nekodu ηumbeq anakne.
’Ambilkan dia sarung itu di pakai untuk menggendong anaknya’.
’Ambilkan dia sarung itu dia pakai gendong anaknya’.
Kesinoniman yang dimiliki oleh kedua kata tersebut memiliki arti yang
sama yaitu ’sarung’, namun pemakaiannya berbeda, lEmpot diartikan secara khusus,
karena biasanya dipakai untuk menggendong bayi, dan bentuk dari lEmpot itu
berbeda dengan kErEη, lempot kain yang bentuknya memanjang tanpa jahitan,
sedangkan kereng ada jahitannya, dan kErEη tempat pemakaiannya banyak sehingga
kErEη dikatakan lebih umum daripada lEmpot. Namun satu arti yang membuat
keduanya identik dan memiliki kesinoniman.
2. Kata lEmbar – poηgo? - bEntEq - jouq
Empat kata ini sama-sama memiliki keunikan dari makna tersendiri
sehingga dapat disebut dengan kata-kata yang identik, dan ketika menempati posisi
masing-masing empat kata tersebut memiliki arti yang sama yaitu ’membawa’, jouq
berarti membawa secara umum, karena semua sesuatu barang itu bisa di jouq,
sedangkan lEmbar, poηgo?, dan bEntEq berarti membawa secara khusus. Empat kata
di atas memiliki pemakaian yang berbeda, namun tidak dapat saling menggantikan
posisi masing-masing.
lEmbar → mengandung arti membawa secara khusus, biasanya membawa
barang dengan pundak
poηgo? → mengandung arti membawa secara khusus, membawa barang
dengan pundak
bEntEq → mengandung arti membawa secara khusus, membawa barang
dengan tangan
jouq → mengandung arti membawa secara umum
Contoh dalam kalimat:
a) /lEmbar/
Git∂qku amambi lEmbar kכyuq b∂lEq lEq kokoq.
’Melihat saya bapakmu membawa kayu besar di sungai’.
’Saya melihat bapak bapakmu membawa kayu besar di sungai’.
b) /poηgo?/
ηEndEη tul∂η poηgo?aη oku b∂ras inE an∂η balE.
’Minta tolong bawakan aku beras ini ke rumah’.
‘Tolong, bawakan saya beras ini ke rumah’.
c) /bEntEq/
Soi bEntEq nyiur inE n∂ηk∂ an∂η k∂bבn.
’Siapa yang bawa kelapa ini sekarang ke kebun’?
’Siapa yang membawa kelapa ini ke kebun sekarang’?
d) /jouq/
Piran n∂ jouq b∂ras ino lEkan p∂k∂n?
’Kapan dia bawa beras itu dari pasar’?
’Kapan dia membawa beras itu dari pasar’?
Bentuk keempat kalimat di atas berbeda-beda, namun keempat kata
tersebut merupakan kata yang bersinonim {lEmbar, poηgoq, bEntEq,dan jouq},
namun pemakaiannya tidak dapat saling menggantikan, walaupun memiliki arti yang
sama, tapi makna yang dikandung dari setiap kata-kata tersebut berbeda, artinya,
/lEmbar/ + bawa diartikan membawa suatu barang yang berat, biasanya terletak
dipundak dan barang tersebut bentuknya memanjang {kayu, bambu, besi dan lain-
lain}, contoh kalimatnya dapat di lihat pada bagian (a). /poηgoq/ + ’bawa’ diartikan
membawa suatu barang yang berat, biasanya terletak di pundak juga tapi, barang
tersebut bentuknya menumpuk {beras, pasir, batu, air dan lain-lain}dan biasanya kata
/poηgoq/ ini bisa dipakai pada saat membawa anak kecil, sedangkan /bEntEq/ +
’bawa’ diartikan membawa secara khusus juga, adapun jenis barang yang dibawa
tidak berat atau ringan, biasanya dibawa menggunakan tangan {panci, ember, sayur-
sayuran dan lain-lain}, kata bEntEq juga bisa dipakai pada saat membawa anak kecil
yang reweldan cerewet, sedangkan /jouq/ + ’bawa’ diartikan membawa secara umum,
karena semua barang itu bisa di jouq.
3. Kata sIgבn – k∂kEtE
Dalam bahasa Indonesia dua kata tersebut merupakan kata sinonim yang
sama-sama mempunyai arti ’wajan’, berdasarkan teori kontekstual dua kata tersebut
pemakaiannya tidak dapat saling menggantikan, karena yang satu mengandung arti
secara umum dan yang satu mengandung arti secara khusus. sIgבn diartikan wajan
secara umum, sedangkan kekEtE diartikan wajan secara khusus, sIgבn digunakan
untuk menggoreng semua jenis makanan baik yang berbentuk kuah atau tidak,
sedangkan kekEtE digunakan khusus untuk menggoreng kopi.
sIgבn → wajan yang diartikan secara umum
k∂kEtE → wajan yang diartikan secara khusus, biasanya digunakan untuk
menggoreng kopi
Contoh dalam kalimat:
a) /sIgבn/
Bitaη oku sigבn ini mEh t∂ kodu nyiבη samb∂l gבrEη k∂r∂mb∂.
’Ambilkan saya wajan itu kita pakai menggoreng sambal goreng ikan’.
’Ambilkan saya wajan itu, dipakai untuk menngoreng sambal ikan’.
b) /kekEtE/
KekEtE ini kodu nyiבη kupi baEh.
’Wajan itu pakai menggoreng kopi nanti’.
’ Wajan itu nanti dapakai untuk menggoreng kopi’.
Kedua kata tersebut memiliki arti yang sama yaitu ’wajan’ namun
pemakaiannya tidak dapat saling menggantikan, kekEtE tidak berterima untuk
menggoreng ikan, karena kekEtE khusus dipakai untuk menggoreng kopi,
perbedaanya juga terletak pada bahannya, artinya, kekEtE terbuat dari tanah,
sedangkan sIgבn terbuat dari besi. Walaupun bahan dasar pada saat pembuatannya
berbeda, namun kedua kata tersebut sama-sama berbentuk wajan sehingga dinamakan
’wajan’, namun pemakainnya tidak dapat saling menggantikan.
4. Kata tIndoq – begElaq
Kata tIndoq dan begElaq adalah dua kata yang dipakai oleh masyarakat
dalam bertutur kata, dan kedua kata ini berbeda, tapi memiliki arti yang sama, yaitu
memiliki arti ’tidur’, tIndoq berarti ’tidur’ dengan mata terpejam dan bisa jadi tidur
terlelap, sedangkan begElaq berarti ’tidur’ dengan mata terbuka. Dua kata yang
saling mendukung dalam kejadian yang sama, ”begElaq” belum tentu tidur, namun
tIndoq lebih umum maknanya daripada begElaq , setiap kejadian yang dilakukan
dengan posisi tidur di lantai atau dimanapun, itu sudah pasti tIndoq , dan bisa jadi
juga dikatakan begElaq karena mata tidak dipejamkan, namun tetap pada intinya
tIndoq lebih umum daripada begElaq , dan dua kata ini pemakaiannya tidak dapat
saling menggantikan.
Tindoq → berarti tidur dengan mata terpejam, biasanya tidur terlelap
BegElaq → berarti tidur dengan mata terbuka
Contoh dalam kalimat:
a) /tIndoq?
Wah kE ηonEqn∂ tIndoq inambi ini.
‘Sudah dari tadi ya tidur ibumu itu’.
’Apakah ibumu tidur dari tadi’ ?
b) /begElaq/
T∂ lalo tEh b∂gElaq ito lEq t∂l∂g∂ si ElEn.
’Kita pergi ayok tidur di kolam yang udaranya segar’.
’Ayok kita pergi tidur di kolam yang udaranya segar’.
Kedua kalimat di atas mengandung makna tersendiri, walaupun sama-sama
dilekati kata yang bersinonim, kita dapat membedakan artinya, kalimat (a)
mengandung arti seorang ibu yang sudah tidur terlelap, yang dilekati sinonim tIndoq,
dan pada kalimat (b) mengandung arti seseorang yang mau pergi tidur, tapi tidak tidur
terlelap yang dilekati sinonim begElaq, tIndoq lebih umum dari begElaq, makna
dalam kalimat pun masing-masing juga berbeda dan pemakaiannya tidak dapat saling
menggantikan walaupun memiliki arti yang sama.
5. Kata git∂q-intE
Dalam bahasa Indonesia dua kata ini memiliki arti yang sama, yaitu ’lihat’
dan berdasarkan teori kontekstual yang ada, keduanya tidak dapat saling
menggantikan, Giteq lebih umum maknanya dari intE, pemakaiaannya pun berbeda,
inte dipakai pada saat seseorang melihat orang dari dekat, sedangkan git∂q dipakai
ketika melihat orang dari kejauhan maupun dekat, oleh karena itu git∂q lebih umum
pemakaiaannya dari intE.
Contoh dalam kalimat:
a) /git∂q/
∂pe git∂q bi ηonEq simbi an∂η pantE.
’Apa lihat kamu tadi ketika ke pantai’.
’Apa yang kamu lihat ketika ke pantai tadi’.
b) /intE/
Bi ηinte ∂p∂ ini ampoq bi p∂d∂ t∂doq-t∂doq dבaη.
‘Kamu lihat apa itu sehingga kamu semua diam-diam saja’.
’Apa yang dilihat sehingga kalian diam saja’.
Kedua kalimat tersebut masing-masing dilekati kata yang bersinonim, dan
pemakaian keduanya pun tidak dapat saling menggantikan, git∂q yang memiliki arti
lebih umum dari intE tidak dapat saling tukar, walaupun sama-sama melihat dengan
mata, namun intE mengandung arti melihat dari dekat, dan ketika melihat sesuatu itu
biasanya dilakukan dengan diam (tidak bergerak), pada umumnya yang dilihat itu
adalah orang mencuri, bersetubuh, orang mandi dan lain-lain. Sedangkan giteq
mengandung arti melihat secara umum, adapun ketika melihat tidak sama dengan
cara intE, seandainya seseorang dengan sengaja ataupun tidak sengaja melihat
seseorang ditempat keramaian, maka itu dinamakan /git∂q/ + ’melihat’, dan ketika
sengaja ataupun tidak sengaja melihat seseorang ditempat yang sepi maka itu
dinamakan /intE/ + ’melihat’, namun seringkali kata intE digunakan karena unsur
kesengajaan.
4.3 Bentuk-bentuk Relasi Semantik Sinonimi dalam Bahasa Kelayu Jorong
Berdasarkan penelitian ini, bentuk-bentuk relasi semantik sinonimi dalam
bahasa Kelayu Jorong dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
4.3.1 Perangkat sinonimi kata dasar dan kata dasar
Contoh-contohnya antara lain:
1. Kata g∂mpoq –bבntEt
Bentuk kata yang bersinonim ini adalah kata dasar dan kata dasar. Keduanya
dalam bahasa Indonesia berarti ’gemuk’, karena memiliki referen yang identik serta
komponen yang sama, oleh karena itu keduanya dikatakan bersinonim.
Contoh dalam kalimat:
a) /g∂mpoq/
Sang g∂mpoq n∂ s∂koli n∂ηk∂ j∂qn∂ l∂ m∂nE.
’Gemuk dia sekali sekarang kamu’.
’Dia gemuk sekali sekarang’.
b) /bontEt/
Epe kaken mEq ampoq mEq s∂ηk∂r bontEt tian mEq ηeni
’Apa makan kamu (laki-laki)sehingga kamu sampai gemuk perut kamu begitu’?
’Apa kamu makan sehingga perutmu begitu gemuk’ ?
2. Kata bodo- b∂b∂l – blבk
Ketiga kata ini merupakan kata yang identik, ketiga kata ini juga merupakan
sinonim yang berbentuk kata dasar, yang sama-sama memiliki arti ’bodoh’ .
Contoh dalam kalimat:
a) /bodo/
Belajar isiq bilaη jelo agen ndeq te p∂d∂ bodo.
’Belajar tiap hari agar tidak kita semua bodoh’.
’Kita semua belajar tiap hari agar tidak bodoh’.
b) /bebel/
Ara?an mEq belajar tono agen ndeq te b∂b∂l laloq jori b∂bE∂q.
’Lebih baik kamu (laki-laki) belajar sana agar tidak terlalu bodoh menjadi anak’.
’Lebih baik kamu belajar agar tidak terlalu bodoh menjadi anak’.
c) /blבk/
PekedE?kan mEq dבaη ampoq בtaq mEq je? blבk m∂r∂q ∂m∂ mEq.
’Bermain kamu saja sehingga kepalamu bodoh seperti bapakmu’.
’Kamu bermain saja, sehingga bodoh seperti bapakmu’.
3. Kata t∂riq – r∂b∂q
Dalam bahasa Indonesia, kedua kata ini merupakan bentuk kata yang
bersinonim, dan memiliki arti yang sama yaitu ’jatuh’, dua kata ini sama-sama
berbentuk kata dasar.
Contoh dalam kalimat:
a) /t∂riq/
AdEη-adEη isiq lEkaη mבntבr agen ndeq de teriq.
’Hati-hati caranya jalankan motor agar tidak jatuh’.
’Hati-hati mengandarai sepeda motor agar tidak jatuh’.
b) /r∂b∂q/
DEndEq tEnaq adimbi lEq tono baEh ontoq rebeq iye.
’Jangan ajak adikmu di sana nanti jatuh dia’.
’Jangan ajak adikmu di sana nanti dia jatuh’.
4. Kata awEq – Ent∂k
Kedua kata ini sama-sama berbentuk kata dasar, yang merupakan kata
sinonim yang memiliki arti sama, yaitu ’tarik’.
Contoh dalam kalimat:
a) /awEq/
AwEq toli ino ampok sambuη iy∂ lEq koyuq si lEq b∂w∂q.
’Tarik tali itu dan sambung dia ke kayu yang di bawah’.
’Tarik tali itu, dan sambung ke kayu yang dibawah’.
b) /Ent∂k/
DEndEq Entek toli ini ag∂n nd∂q n∂ p∂tב?.
’Jangan tarik tali itu agar tidak dia putus’.
’Jangan tarik tali itu agar tidak putus’.
5. Kata kEpeq – kEnjoq
Dalam bahasa Indonesia keempat kata ini memiliki arti yang sama, yaitu
’cacat’, ’cacat’ yang dimaksud di sini adalah cacat pada bagian kaki, dua kata ini
merupakan kata-kata yang berkomponen dan identik dan sama-sama berbentuk kata
dasar, sehingga dapat tergolong dalam kata yang mengandung arti sama yaitu
sinonim, walaupun memiliki persamaan arti, namun dua kata di atas tidak dapat
saling menggantikan, dua kata di atas memiliki persamaan dan perbedaan, adapun
persamaanya, yaitu sama-sama berbentuk kata dasar dan sama-sama mempunyai arti
’cacat’ sedangkan perbedaannya: /kEpeq/ + ’cacat’ pada bagian kaki ini adalah
seseorang yang tidak bisa berjalan sama sekali, sedangkan /kEnjoq/ + ’cacat’ pada
bagian kaki ini adalah seseorang yang masih bisa berjalan atau pincang.
Contoh dalam kalimat:
a) /kEp∂q/
P∂q Eko kEp∂q lEkan sin∂ ulEq lEngan baηk∂t.
’Pak Eko cacat sejak dia pulang dari sawah’.
b) /kEnjoq/
Wah n∂ ηilat ∂p∂ t∂ ampoq n∂ kEnjoq naEn amambi
’Sudah dia injak apa sehingga dia cacat kaki bapakmu’.
’Dia sudah menginjak apa sehingga kaki bapakmu cacat’.
6. Kata j∂gol - jבgaη
Bentuk dari kedua kata di atas sama-sama berbentuk kata dasar, dan
keduanya memiliki arti yang sama, yaitu ’gila’, dua bentuk kata dasar ini
pemakaiannya tidak dapat saling menggantikan, karena keduanya mempunyai
konteks yang berbeda dalam penempatan masing-masing.
Contoh dalam kalimat:
a) /j∂gol/
DEndEq tבkבl lEq tini baEh dat∂η d∂ηan j∂gol ino.
’Jangan duduk di situ nanti datang orang gila itu’.
’Jangan duduk di sana nanti orang gila itu datang’.
b) /jבgaη/
N∂ ilang anak inan Iskandar ampoq n∂ jogaη.
’Dia hilang anak Ibu Iskandar sehingga dia gila’.
’Anak Ibu Iskandar hilang, sehingga dia menjadi gila’.
7. Kata jagur – kבpבk
Kata sinonim yang memiliki persamaan arti terdapat pada dua kata di atas
yaitu sama-sama mempunyai arti ’pukul’, dan yang membentuk keduanya menjadi
kata bersinonim juga adalah sama-sama berbentuk kata dasar, walaupun sama arti dan
sama-sama berbentuk kata dasar, tapi keduanya tidak dapat saling menggantikan.
Contoh dalam kalimat:
a) / jagur/
Siliq loq Ari bar∂η loq dEdi b∂sual baEh sal∂η jagur iy∂.
’Larang si Ari dan si Dedi bertengkar nanti saling pukul mereka’.
’Larang Ari dan Dedi bertengkar, nanti mereka saling pukul’.
b) /kבpבk/
DEndEq kבpבk otaq anakku baEh matE iy∂.
’Jangan pukul kepala anakku nanti meninggal dia’.
’Jangan pukul kepala anak saya nanti dia meninggal’.
8. Kata t∂doq – m∂co – mבmבt
Dalam bahasa Indonesia, ketiga kata ini merupakan kata yang bersinonim,
karena memiliki arti yang sama, yaitu ’diam’, dan ketiga bentuk kata ini sama-sama
berbentuk kata dasar.
Contoh dalam kalimat:
a) /t∂doq/
∂b∂q bi p∂d∂ t∂doq munku beleq bejoreq.
’Coba kamu semua diam kalau aku larang bercanda’.
‘Coba diam semua kalau saya larang bercanda’.
b) /m∂co/
Girangbi m∂co munt∂ k∂l∂q lEngan ngonEq.
’Biasa kamu diam kalau kita panggil dari tadi’.
’ Kamu kebiasaan diam kalau dipanggil dari tadi’.
c) /mבmבt/
LEηan sine matE s∂m∂m∂q ne ino ne galaη mבmבt.
’Sejak dia mati suaminya dia itu sering diam’.
’Sejak suaminya meninggal dia sering diam’.
9. Kata cבkבt - m∂lak
Bentuk dari dua kata sinonim di atas sama-sama berbentuk kata dasar, dan
memiliki arti yang sama juga yaitu ’rakus’ yang diambil dari kata sifat, berdasarkan
teori kontekstual, keduanya mempunyai pemakaian yang berbeda, dan tidak dapat
saling menggantikan.
Contoh dalam kalimat:
a) /cבkבt/
DEndEq giraη cokot lEq d∂ηan munt∂ git∂q kak∂nan.
’Jangan suka rakus di orang kalau lihat makanan.’
’Jangan suka rakus sama orang kalau melihat makanan.’
b) /m∂lak/
Parann∂ iy∂ melak isiqn∂ si mb∂li k∂lombi bagus.
’Dinamakan dia rakus soalnya dia membeli baju bagus’.
’Dia dinamakan rakus karena membeli baju bagus’.
4.3.2 Perangkat sinonimi kata dasar dan kata jadian
Contoh-contohnya antara lain:
1. Kata b∂sual – b∂g∂jבh
Bentuk dari kedua kata di atas adalah kata dasar dan kata jadian, besual
berbentuk kata dasar dan b∂g∂jבh berbentuk kata jadian yang mendapat perfiks be-
yang dalam bahasa Indonesia berarti me- yang diambil dari kata dasar g∂jבh dan
menjadi bentuk kata jadian b∂g∂jבh yang mempunyai arti ’bertengkar’, begitu juga
dengan kata dasar b∂sual yang mempunyai arti ’bertengkar’ juga yang merupakan
bentuk kata jadian, sehingga bentuk keduanya merupakan kata yang bersinonim,
walaupun karena bentuk yang berbeda dan mengandung arti yang sama, tetapi
pemakaian keduanya tidak dapat saling menggantikan.
Contoh dalam kalimat:
a) /b∂sual/
Inan loq Darto bar∂η Inan loq Mahmud n∂ b∂sual tono bEq sal∂η k∂ramaq.
‘Ibu si Darto dan Ibu si Mahmud dia bertengkar di sana dengan saling cakar’.
’IBu Darto dan IBu Mahmud bertengkar dan saling cakar di sana’.
b) /b∂g∂joh/
DEndEq b∂g∂joh lEq dEkEtku ndEq ku iniq tindoq.
’Jangan bertengkar di dekatku tidakku bisa tidur’.
’Jangan bertengkar di dekat saya, saya tidak bisa tidur’.
2. Kata m∂gat – t∂j∂r∂
Dalam bahasa Indonesia dua kata ini merupakan kata yang bersinonim
karena memiliki arti yang sama, yaitu ’bercerai’ dan memiliki komponen yang
identik terhadap dua kata tersebut yaitu bentuk yang berbeda, kata megat berbentuk
kata dasar dan kata tejere berbentuk kata jadian, dua kata ini pemakaianya tidak
dapat saling menggantikan. Kata megat + ’bercerai’ mengandung makna yang jelas
dan kedengarannya kasar ketika seseorang ingin bercerai (langsung mengucapkan
kata cerai), sedangkan kata tejere berasal dari kata j∂r∂q yang mendapat imbuhan te-,
dalam bahasa Indonesia mengandung arti ber- sehingga berbentuk kata jadian t∂j∂r∂
yang mempunyai arti bercerai juga, t∂j∂r∂ kedengarannya lebih sopan dari kata
m∂gat, tetapi tetapi tetap keduanya merupakan kata yang bersinonim.
Contoh dalam kalimat:
a) /m∂gat/
Ku ηEndEη dEndEq t∂ m∂gat m∂sa?ak∂n anaq jarint∂.
’Ku minta jangan kita bercerai kasihan anak kita semuanya’.
’Saya minta jangan kita bercerai, kasihan anak-anak kita’.
b) /t∂j∂r∂/
Piran te t∂j∂r∂ l∂lah oku idup m∂nd∂rit∂.
’Kapan kita bercerai capek aku hidup menderita’.
’Kapan kita bercerai, saya capek hidup menderita’.
3. Kata b∂k∂l∂lampan – mEt∂
Dua bentuk kata di atas berbentuk kata dasar yaitu b∂k∂l∂lampan dan
berbentuk kata jadian yaitu mEt∂ yang berasal dari kata pete kedua kata ini
merupakan kata-kata yang bersinonim karena memiliki arti yang sama yaitu
’mencari’. Berdasarkan teori kontekstual dua kata ini tidak dapat saling
menggantikan, karena mengandung makna tersendiri. Kata b∂k∂l∂lampan
mengandung arti mencari dalam hal mencari rizki, seseorang yang mengatakan
b∂k∂l∂lampan secara langsung orang tersebut mencari rizki, sedangkan yang
berbentuk kata jadian mengandung arti mencari secara umum. Seseorang yang
mencari rizki, mereka akan memakai kata bekelelampan, dan kurang berterima jika
menggunakan kata mEt∂ kecuali di ikuti dengan tujuan yang dimaksud, seperti mEte
rizki.
Contoh dalam kalimat:
a) /b∂k∂l∂lampan/
N∂ l∂k∂q amaηku b∂k∂l∂lampan oηkatn∂ in∂q.
’Dia jalan bapakku mencari rizki katanya ibu’.
’Ibu, katanya bapak saya bapak saya mau berangkat mencari rizki’.
b) /mEt∂/
Ku lalo mEte adimbi juluq aneη sedin kokoq.
’Ku pergi mencari adikmu dulu ke pinggir sungai.’
’Saya pergi mencari adikmu dulu ke pinggir sungai.’
4. Kata ηuliq – b∂gawEan
Kata ηuliq dan b∂gawEan adalah dua bentuk kata yang berbeda, yaitu kata
dasar dan kata jadian, kata dasarnya adalah ηuliq dan kata jadiannya adalah
begawean yang berasal dari kata gawEq yang mendapat perfiks be- dan akhiran -an
yang dalam bahasa Indonesia mengandung arti ber-, sehingga kata gaweq dengan
imbuhan be- dan akhiran -an akan membentuk kata jadian yaitu begawean, antara
kata nguliq dan begawean mempunyai arti yan sama yaitu ’bekerja’, namun
pemakaiannya berbeda-beda. Ada sedikit pernedaan anatara kedua tersebut, ηuliq +
’bekerja’ mengandung makna ketika seseorang bekerja pasti akan mendapat hasil,
sedangkan begawean + ’bekerja’ mengandung makna ketika seseorang bekerja
belum tentu mendapatkan hasil, misalnya: menolong orang yang sedang mengadakan
kenduri, karena berbagai aktifitas ada di acara tersebut, tapi pada dasarnya tetap
keduanya berbentuk sinonim.
Contoh dalam kalimat:
a) /ηuliq/
Tono lEq balEn p∂q karim bi taoq ηuliq.
’Di sana di rumah pak karim kamu tempat bekerja’.
’Di sana di rumah pak karim tempatmu bekerja’.
b) /b∂gawEan/
DEndEq ∂mbEng ∂m∂q rorimEq b∂gawEan.
’Jangan kasih paman kamu bekerja’.
’Pamanmu jangan dikasih bekerja’.
5. Kata m∂t∂q - b∂rבmpבq
Bentuk dari dua kata di atas adalah berbentuk kata dasar dan berbentuk
kata jadian, m∂t∂q berbentuk kata dasar, b∂rבmpבq berbentuk kata jadian, dua kata
ini mempunyai komponen yang identik sehingga dikategorikan dalam bentuk kata
yang bersinonim, dan keduanya memiliki arti yang sama yaitu: ‘memanen’, arti
memanen di sini diartikan khusus untuk memanen padi. Kata meteq yang berarti
memanen mempunyai pengertian yang berbeda dengan berבmpבq. M∂t∂q adalah
memanen dengan cara memetik padi, sedangkan berompoq adalah memanen dengan
cara menyabit padi, dan cara ini biasanya lebih rumit. Pemakaian kata keduanya
hampir sama, hanya saja tergantung pemakai bahasa, kata mana yang mau dipakai.
Contoh dalam kalimat:
a) /m∂t∂q/
Ara?an bi lalo m∂t∂q tono an∂η baηk∂t.
’Lebih baik kamu pergi memanen padi di sana ke sawah’.
’Lebih baik kamu pergi memanen padi di sawah’.
b) /b∂rבmpבq/
Inaηku n∂ lalo b∂rבmpבq lEq baηk∂t ∂m∂q k∂k∂.
’Ibuku dia pergi memanen padi di sawah paman’.
’Ibu saya pergi memanen padi di sawah paman’.
6. Kata tUηgu - ηonti
Bentuk dari dua kata di atas adalah berbentuk kata dasar dan berbentuk kata
jadian, kata dasarnya terdapat pada kata tunggu, dan kata jadiannya terdapat pada
kata ngonti yang yang berasal dari kata onti, dan mendapat perefiks ng- dalam bahasa
Indonesia berarti perefiks me- , kedua kata tersebut merupakan kata-kata yang
bersinonim, karena sama-sama mempunyai arti ”menunggu” , persamaan arti yang
dimiliki belum tentu maknanya sama, artinya, kata nUηgu lebih sering dan lebih
berterima dipakai ketika seseorang sedang menunggu orang sakit, sedangkan kata
ηonti dipakai ketika seseorang menunggu orang yang tidak ada, seperti halnya orang
yang bertamu, atau seseorang yang menunggu saudaranya yang jauh, dan pemakain
dari dua kata ini tidak dapat saling menggantikan.
Contoh dalam kalimat:
a) /tUηgu/
N∂ tuηgu ∂m∂n∂ si sakit lEηan rubin.
’Dia menunggu bapaknya yang sakit dari kemarin’.
’Dia menunggu bapaknya yang sedang sakit dari kemarin’.
b) /ηonti/
DEndEq ηonti laloq tini mosi j∂kn∂ ulEq dבaη iy∂ baEh.
’Jangan menunggu terlalu di situ masih pulang saja dia nanti’.
’Jangan terlalu menunggu di sana, nanti dia selalu pulang’.
7. Kata malEq - η∂j∂r
Dalam bahasa Indonesia dua kata di atas merupakan kata-kata yang
bersinonim, karena memiliki arti yang sama, yaitu ’mengejar’, selain persamaan arti
yang menyebabkan dua kata ini termasuk sinonim, dua bentuknya yang juga berbeda,
yaitu berbentuk kata dasar dan kata jadian, malEq merupakan sinonim yang
berbentuk kata dasar, sedangkan η∂j∂r merupakan sinonim yang berbentuk kata
jadian yang berasal dari kata kejer dan mendapat imbuhan ng- dalam bahasa
Indonesia berarti imbuhan me-, pemakaian dua kata tersebut hampir sama, dan
pemakaiannya dapat dipertukarkan.
Contoh dalam kalimat:
a) /malEq/
Amaηku lalo malEq mal∂η.
’Bapakku pergi mengejar pencuri’.
‘Bapak saya pergi mengejar pencuri’.
b) /η∂j∂r/
DEndEq galaη η∂j∂r anjing baEh KEkEq n∂ ∂nt∂.
‘Jangan biasa mengejar anjing nanti digigit kamu’.
‘Jangan suka mengejar anjing, nanti kamu digigit’.
8. Kata t∂pu – η∂nt∂η
Dalam bahasa Indonesia dua kata ini berbentuk kata dasar dan kata jadian,
keduanya sama-sama mempunyai arti ‘tingal’, walaupun kata sasak berbentuk kata
jadian, tapi artinya bisa juga berbentuk kata dasar seperti di atas, dan keduanya juga
mengandung arti ‘tertinggal’ perbedaan makna dari keduanya adalah ketergantungan
dari pemakaian. Kata t∂pu dipakai ketika meninggalkan sesuatu barang dengan
sengaja, dan η∂nt∂η dipakai ketika meninggalkan sesuatu barang dengan tidak
sengaja.
Contoh dalam kalimat:
a) /t∂pu/
Bi t∂pu ke lEq popuq bi ag∂n n∂ ∂r∂q j∂g∂q e.
’Kamu tinggal aja di sana agar ada menjaga dia’.
’Lebih baik kamu tinggal di sana agar ada yang menjaganya’.
b) /η∂nt∂η/
piran bi η∂nt∂ηaη jaηan k∂l∂q lEq baηk∂t inE.
’Kapan kamu tinggalkan sayuran di sawah ini’.
’kapan kamu meninggalkan sayuran di sawah ini’.
4.3.3 Perangkat sinonimi kata jadian dan kata jadian
Contoh-contohnya antara lain:
1. Kata m∂maηan - b∂kak∂nan
Bentuk dari kata di atas adalah sama-sama berbentuk kata jadian, dua kata
di atas juga memiliki arti yang sama yaitu sama-sama mempunyai arti ’memakan’.
Kata m∂maηan berasal dari kata maηan yang mendapat imbuhan me-, dalam bahasa
Indonesia berarti me-, sehingga menjadi kata jadian m∂maηan, begitu juga dengan
b∂kak∂nan yang berasal dari kata kaken dan mendapat imbuhan be-, dalam bahasa
Indonesia berarti me-, jadi keduanya sama-sama berimbuhan me- yang mempunyai
arti sama yaitu ’memakan’, dua kata ini memiliki pemakaian yang berbeda. Kata
m∂maηan memiliki nilai rasa yang kurang sopan, biasanya digunakan pada hewan,
sedangkan kata b∂kak∂nan memiliki nilai rasa yang sopan, kata ini biasanya
digunakan pada manusia, makanan yang dimakan adalah semua makanan.dan ketika
kata ini ada dalam kalimat, maka kalimat tersebut kedengarannya kurang berterima
dan kurang sopan, walaupun pada dasarnya kata ini adalah sopan, dua kata ini tidak
dapat saling mengantikan walaupun sama-sama berbentuk kata sinonim, seperti
terlihat pada dua kalimat berikut:
Contoh dalam kalimat:
a) /m∂maηan/
Jaran si rubin b∂li n∂ lEq MasbagEk galaη m∂maηgan siq r∂r∂bu.
‘Kuda yang kemarin beli dia di MasbagEk saja memakan dengan rumput’.
‘Kuda yang kemarin dibeli di Masbagek itu memakan rumput
terus’.
b) /b∂kak∂nan/
Awaq inaηku b∂lEq isiqn∂ b∂kak∂nan ∂mp∂q dבaη gawEqn∂.
’Tubuh Ibuku besar karena memakan ikan saja pekerjaannya’.
’Tubuh Ibu saya besar karena pekerjaannya memakan ikan’.
2. Kata s∂s∂m∂lan – ηila?aη
Dalam bahasa Indonesia dua kata ini merupakan kata yang bersinonim
karena sama-sama mempunyai arti ’memalukan’, dan sama-sama berbentuk kata
jadian, berdasarkan teori pemkaian dua kata ini tidak dapat saling menggantikan.
Kata sesemelan memiliki nilai rasa yang tidak sopan atau kasar, sedangkan kata ηila?
aη memiliki nilai rasa yang kedengarannya sopan. Contoh kalimatnya dapat dilihat
sebagai berikut:
Contoh dalam kalimat:
a) /s∂s∂m∂lan/
Loq s∂s∂m∂lan bilaη mEq b∂k∂tEq mEq m∂m∂lakaη diriqmEq d.aηב
’Dasar memalukan setiap kamu ke sini kamu merakuskan dirimu saja’.
’Dasar memalukan, setiap kamu ke sini kamu merakuskan diri saja’.
b) /ηila?aη/
Bi ηila?aη it∂ j∂ri d∂ηan to∂q bi doaη siq p∂gawEanbi
’Kamu memalukan kita jadi orang tua kamu saja dengan pekerjaanmu’.
‘Pekerjaanmu memalukan kedua orangtuamu saja’.
3. Kata t∂do?aη -aluraη
Bentuk dari dua kata di atas adalah berbentuk kata jadian, dan mempunyai
arti yang sama, yaitu ’biarkan’ , dua kata ini mendapat akhiran -ng yang dalam
bahasa Indonesia berakhiran -kan, dua kata ini pemakaiannya hampir sama, dan dapat
saling menggantikan.
Contoh dalam kalimat:
a) /t∂do?aη/
T∂do?aη iy∂ n∂ tIndoq dEndEq g∂rido-rIdo iy∂.
‘Biarkan dia tidur jangan ganggu-ganggu dia’.
‘Biarkan dia tidur jangan diganggu’.
b) /aluraη/
Aluraη n∂ losiq-losiq diriqn∂ tono.
’Biarkan dia pergi-pergi sendirinya sana’.
’Biarkan dia pergi dengan sendirinya’.
4. Kata mundבkin – n∂nambah
Dalam bahasa Indonesia kedua kata diatas memiliki arti yang sama,
yaitu ‘mencangkul’ dan sama-sama berbentuk kata jadian, walaupun memiliki arti
yang sama dan bentuk yang sama, tetapi pemakaiannya tidak dapat saling
menggantikan, karena masing-masing kata memiliki pengertian secara umum yang
berbeda. Kata mundבkin berasal dari kata pundok yang berarti pematang sawah,
ketika dilekati dengan akhiran -in yang dalam bahasa Indonesia berarti imbuhan me-,
maka arti pundok itu berubah menjadi mundokin yang berarti ‘mencangkul’.
Sedangkan kata nenambah berasal dari kata tambah yang dilekati dengan imbuhan
ne- yang dalam bahasa Indonesia berimbuhan me- sehingga berubah menjadi
‘mencangkul’, kata nenambah lebih umum maknanya dari kata mundבkin, kata mund
kin dikhususkan untuk mencangkul pematang saja, lain halnya denganב nenambah
yang lebih umum maknanya.
Contoh dalam kalimat:
a) /mundokin/
Amaηku lalo mundokin lEηan rubin lEq baηk∂t.
’Bapakku pergi mencangkul dari kemarin di sawah’.
‘Bapak saya mencangkul dari kemarin di sawah’.
b) /n∂nambah/
P∂gawEan amaηku bilaη j∂lo j∂qn∂ n∂nambah.
’Pekerjaan bapakku setiap hari yaitu mencangkul’.
’Pekerjaan bapak saya setiap hari adalah mencangkul’.
5. Kata ηEηat – b∂git∂q
Kata ηEηat dan b∂git∂q adalah kata-kata yang bersinonim, karena
memiliki arti yang sama yaitu ’melihat’, dan sama-sama berbentuk kata jadian. Kata
ηEηat berasal dari kata Eηat yang mendapat perfiks ng- dalam bahasa Indonesia
berimbuhan me-, sedangkan begiteq berasal dari kata giteq yang mendapat imbuhan
be- dalam bahasa Indonesia berarti berimbuhan me- juga, walaupun sama-sama
berbentuk kata jadian dan mempunyai arti yang sama namun pemakaian keduanya
berbeda dan tidak dapat saling menggantikan. ηEηat dipakai ketika melihat seseorang
denga membelokkan kepala ke belakang sedikit, sedangkan begiteq dipakai ketika
melihat seseorang dengan biasa, dalam arti melihat secara umum.
Contoh dalam kalimat:
a) /ηEηat/
DEndEq η∂ηat mun dEq ku wah k∂lEq.
’Jangan melihat kalau tidak aku sudah panggil’.
‘Jangan melihat sebelum saya panggil’.
b) /b∂git∂q/
Popuqku wah ndEq n∂ tao b∂git∂q.
’Kakekku sudah tidak dia bisa melihat.’
’Kakek saya sudah tidak bisa melihat’.
6. Kata rבsבkan -pבpבan
Kedua di atas adalah kata yang bersinonim yang diambil dari bahasa
sasak dan berbentuk kata jadian, dua kata di atas memiliki arti yang sama, yaitu
’cucian’, kata rבsבkan berasal dari kata rבsבq yang berarti cuci, kata ini mendapat
akhiran -an yang dalam bahasa Indonesia berakhiran -an juga, begitu juga dengan
kata pבpבan yang berasal dari kata popo? yang berarti cuci, namun keduanya
memiliki pemakaian yang berbeda, karena rosokan mengandung arti cucian yang
berbentuk barang pecah belah {piring, gelas, mangkok dan lain-lain, sedangkan pבp
,an mengandung arti cucian selain yang berbentuk barang pecah {baju, celana, kainב
dan lain-lain}.
Contoh dalam kalimat:
a) /rבsבkan/
Saη luEq rosokan bi lEk pבndבq.
’Banyak sekali cucian kamu di dapur’.
’Banyak sekali cucianmu di dapur’.
b) /pבpבan/
Juaη oku pבpבan inE an∂η j∂d∂η
’Bawakan aku cucian ini ke kamar mandi’.
’Bawakan saya cucian ini ke kamar mandi’.
7. B∂kErEη - B∂lEmpבt
Dua bentuk kata di atas sama-sama berbentuk kata jadian, dan
mempunyai arti yang sama, yaitu berkain, dua kata di atas masing-masing
mempunyai kata dasar, b∂kErEη kata dasarnya kErEη dan mendapat perfiks be-
dalam bahasa Indonesia yang berarti imbuhan ber-, begitu juga dengan b∂lEmpבt kata
dasarnya lEmpבt dan mendapat imbuhan be- dalam bahasa Indonesia berarti imbuhan
ber-, walaupun memiliki arti yang sama dan bentuk yang sama, namun pemakaian
keduanya tidak dapat saling menggantikan, b∂kErEη biasanya dipakai untuk orang
dewasa, sedangkan b∂lEmpבt/dipakai untuk menggendong anak kecil atau bayi.
Contoh dalam kalimat:
a) / b∂kErEη/
Bagus isiq b∂kErEη munt∂ mElE s∂mbahyaη.
‘Bagus caranya berkain kalau mau sholat’.
’Berkain yang bagus kalau mau shalat’.
b) /b∂lEmpבt/
DEndEq b∂lEmpבt lalo an∂η baηk∂t.
‘Jangan berkain pergi ke sawah’.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan pada Bab IV, dapat disimpulkan beberapa
hal sebagai berikut:
1. Jenis-jenis relasi semantik sinonimi dalam bahasa Kelayu Jorong ada 4
yaitu:
a) Perangkat sinonim yang pemakaiannya bergantung kepada
waktu. Contoh-contohnya antara lain:
1. dEndEη – anaq aluη ’penumbuk’
2. bבsaη – tian ’perut’
3. laη-laη – keliaη ‘kepala dusun’
b) Perangkat sinonim yang salah satu lebih memiliki nilai rasa
daripada yang lain. Contoh-contohnya antara lain:
1. matE – plבt ’mati’
2.ubEq – krowi ’pelacur ’
3. n∂ηkבdבh – maηan ’makan’
c) Perangkat sinonim yang pemakaiannya terbatas pada kata-kata
tertentu (keterbatasan kolokasi). Contoh-contohnya antara
lain:
1. sEd∂ –lבas ’rusak’
2. bori - l∂ηi’basi’
3. mb∂l∂tus – η∂mpok ’meletus’
d) Perangkat sinonim yang salah satu memiliki makna lebih umum
dari yang lainnya. Contoh-contohnya antara lain:
1. kErEη – lEmpot ’kain atau sarung’
2. lEmbar – poηgo? - BEntEq – Jouq ’membawa’
3. sIgבn – k∂kEtE ’wajan’
2. Bentuk-bentuk relasi semantik sinonim dalam bahasa Kelayu Jorong ada 3
yaitu:
a) Perangkat sinonim kata dasar dan kata dasar. Contoh-contohnya
antara lain:
1. g∂mpoq –bבntEt ’gemuk’
2. bodo- b∂b∂l – blבk ’bodoh’
3. maηan – kaken ’makan’
b) Perangkat sinonim kata dasar dan kata jadian. Contoh-contohnya
antara lain:
1. b∂sual – b∂g∂joh ’bertengkar’
2. m∂gat – t∂j∂r∂ ’bercerai’
3. b∂k∂l∂lampan – m∂t∂ ’mencari’
c) Perangkat sinonim kata jadian dan kata jadian. Contoh-contohnya
antara lain:
1. m∂maηan - b∂kak∂nan ’memakan’
2. s∂s∂m∂lan – ηila?aη ’memalukan’
3. t∂do?aη –aluraη ’biarkan’
5.2 Saran
1. Penelitian terhadap bahasa daerah sebgai salah satu usaha pelestarian dan
pengembangan perlu dilakukan dalam berbagai aspek kebahasaan.
2. Penelitian terhadap relasi semantik sinonimi dalam bahasa Kelayu yang
lain perlu dilakukan, kemudian dikombinasikan dengan penelitian ini
sehingga nantinya dapat dilihat persamaan dan perbedaannya.
3. Penelitian tentang relasi semantik sinonimi juga perlu dilakukan secara
terpisah dan khusus, bahasa Kelayu Jorong dijadikan sebagai alat untuk
membahas kebahasaan yang lain yang ada kaitannya dengan relasi
semantik sinonimi.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 2001. Semantik: Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta.
.1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Depdikbud. 1997. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Djajasudarma, Fatimah. 1993. Semantik: Pengantar Ke Arah Ilmu Makna. Bandung: Eresco.
Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Grafindo Persada.
Parera, J.D.1990. Teori Semantik. Jakarta: Erlangga.
Samsuri. 1997. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga
Soedjito. 1989. Sinonim. Bandung: Sinar Baru.
Suci Amelia. 2007. Relasi Semantik Homonimi dalam Bahasa Sasak. Mataram: FKIP UNRAM
Verhaar, J.W.M. 1999. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Yudi Cahyono, Bambang. 1995. Kristal-Kristal Ilmu Bahasa. Surabaya: Airlangga University Press.
Lampiran 1
Data -Data Sinonim Bahasa Sasak Desa Kelayu Jorong
1. Kata dEndEη – anaq aluη
c) /dEndEη/
Bitang oku dEndEng b∂ras lEq mudin lawang.
‘Ambilkan saya penumbuk beras itu di belakang pintu’.
d) /anaq aluη/
MbE taoqbi noloq anaq aluη popuqbi.
’Dimana kamu taruh penumbuk nenekmu’.
2. Kata bבsaη - tian
a) / bבsaη/
Saη b∂lEq bבsaη lok m∂nE n∂ηk∂ j∂?n∂.
’Kamu (laki-laki) besar perut sekarang’.
b) /tian/
∂p∂ isIn tianbi ampo?n∂ η∂ni b∂ci? n∂.
’ Apa isi perutmu (perempuan) sehingga begitu kecil’.
3. Kata laη-laη – k∂liaη
b) / laη-laη /
S∂i j∂ri laη-laη sin∂ mosi idup popuqku.
’Siapa yang menjadi kepala dusun ketika kakek saya masih hidup?.
b) /k∂liaη/
Kar∂ng du∂ taon ampoq n∂ j∂r∂ aman madani jori k∂liang.
’Tinggal dua tahun pak Madani berhenti menjadi kepala dusun’.
4. Kata distr∂k - dotu
a) /distr∂k/
Zaman laEq d∂ηan mbayar listr∂k lEk kantor distr∂k.
‘Zaman dahulu orang membayar listrik di kantor bupati’.
b) /dotu/
Piran t∂ b∂dEang dotu si adil.
’Kapan kita mendapat bupati yang adil?’.
6. Kata kasut – lampaq
a) / kasut/
Saη b∂lEq kasut lok m∂nE n∂ηk∂ j∂?n∂.
’Sandal kamu (laki-laki) besar sekarang’.
b) /lampaq/
∂ji pir∂ lampaq lEq p∂k∂n?.
’Berapa harga sandal di pasar?’.
7. Kata matE – plבt
c) /matE/
Aman l∂ Dian matE t∂tabrak mבntבr rubin ElEq-ElEq.
’BapaknyaDian meninggal kemarin sore ditabrak mobil’.
d) /plבt/
Ineq b∂linc∂k ino plבt ∂nd∂tn∂ isiq p∂palang koyuq.
’Ibu, cecak itu mati tertindas batang kayu.’
7. Kata n∂ηkבdבh - maηan
a) /n∂ηkבdבh/
Basoη ini j∂kn∂ n∂ n∂ηkבdבh dבaη gawEkn∂.
’Anjing ini makan saja pekerjaanya’.
b) /maηan/
Popuq mElEηku mangan lapar oku inE.
’Nenek saya lapar, saya mau makan’.
8. Kata ubEq - krowi
b) /ubEq/
DEndEq ulEq t∂η∂q k∂l∂m laloq paran n∂ komu ubEq siq d∂ηan.
’Jangan pulang terlalu malam nanti kamu dikira pelacur sama orang’.
b) /krowi/
LaEq parann∂ inambi jori krowi.
’Dulu Ibumu dikira pelacur’.
9. Kata maηan-l∂ll∂k
c) / maηan /
Alo n∂ maηan lEq pבndבk bar∂η s∂m∂tonn∂ tono.
’Di sana dia makan bersama saudaranya di dapur’.
d) / l∂ll∂k/
Bi l∂ll∂k doaη komu j∂?n∂ lEηan laEq.
’Dari dulu kamu makan saja’.
10. Kata jouq – b∂nd∂
c) /jouq /
Piran bi jouq ambכn in∂ bar∂η g∂daη in∂ ontoq sEd∂ iy∂.
’Kapan kamu membawa ubi dan pepaya ini? Nanti rusak’.
d) /b∂nd∂/
Aluraη bE n∂ b∂nd∂ iye baraη-baraη ino.
’Biarkan dia membawa barang-barang itu’.
11. Kata sEd∂ – lבas.
a) / sEd∂/
ηEndEη tul∂η bi b∂it tambah si sEd∂ ino .
’Tolong kamu (perempuan) ambil mangga yang rusak itu bisa kita’.
b) /lבas/
T∂raη loas sabo si b∂lin t∂ rubin ino in∂q.
‘Ibu, jangan-jangan rusak sawo yang dibeli kemarin’.
12. Kata bori - l∂ηi
c) /bori/
DEndEq ∂mbEη adimbi ηak∂n nosi? si wah bori lEq pכnjכl.
’Adikmu jangan dikasih makan nasi yang sudah basi di bakul’.
d) /leηi/
Buk∂q j∂j∂ si lEq toplEs ag∂n dEq n∂ l∂ηi ini g∂los.
’Tolong buka jajan yang di toples agar tidak basi’ .
13. Kata mb∂l∂tus – η∂mpבk
c) /mb∂l∂tus/
KumbEq n∂ t∂ ampoq n∂ mb∂l∂tus biwir bi.
’Kenapa bibirmu meletus lagi’?
d) /η∂mpבk/
Gun∂η rinj∂ni η∂mpok mal∂n kE.
’Apakah gunung rinjani meletus tadi malam’?
14. Kata maηan-kak∂n
a) /maηan/
MElEngku maηan lapar oku lEkan rubin.
’Saya lapar dari kemarin, saya mau makan’.
b) /kak∂n/
DEndEq kak∂n j∂j∂ si lEq atas mEj∂ ini.
’Jajan yang di atas meja itu jangan dimakan’.
15. Kata bontEt – g∂mpoq – mבkבh
d) /bontEt/
Munt∂ galaη ηin∂m j∂?n∂ bontEt tian t∂.
’Kalau kita sering minum, perut kita gemu’.
e) /g∂mpoq/
∂p∂ kak∂nbi ampok n∂ η∂ni g∂mpoq bi laloq.
’Apa kamu makan, sehingga begitu sangat gemuk’
f) /mכkכh/
Pire tohu m∂t∂q t∂ kak∂n ampoq t∂ mכkכh m∂r∂q awaqmEq ini.
’Berapa tahu mentah kita makan, sehingga badan menjadi gemuk seperti kamu’?
16. Kata kErEη – lEmpבt
c) /kErEng/
EmbE kErEng si boru ino ku η∂du e n∂ηk∂ s∂mbahyaη.
’Dimana sarung yang baru itu, saya mau pakai shalat sekaran’.
d) /lEmpבt/
Bitaη ie lEmpot ini nekodu ηumbeq anakne.
’Ambilkan dia sarung itu dia pakai gendong anaknya’.
17. Kata lEmbar – poηgo? - bEntEq - jouq
e) /lEmbar/
Git∂qku amambi lEmbar kכyuq b∂lEq lEq kokoq.
’Saya melihat bapak bapakmu membawa kayu besar di sungai’.
f) /poηgo?/
ηEndEη tul∂η poηgo?aη oku b∂ras inE an∂η balE.
‘Tolong, bawakan saya beras ini ke rumah’.
g) /bEntEq/
Soi bEntEq nyiur inE n∂ηk∂ an∂η k∂bבn.
’Siapa yang membawa kelapa ini ke kebun sekarang’?
h) /jouq/
Piran n∂ jouq b∂ras ino lEkan p∂k∂n?
’Kapan dia membawa beras itu dari pasar’?
18. Kata sIgבn – k∂kEtE
a) /sIgבn/
Bitaη oku sigבn ini mEh t∂ kodu nyiבη samb∂l gבrEη k∂r∂mb∂.
’Ambilkan saya wajan itu, dipakai untuk menngoreng sambal ikan’.
b) /k∂kEtE/
KekEtE ini kodu nyiבη kupi baEh.
’ Wajan itu nanti dapakai untuk menggoreng kopi’.
19. Kata tIndoq – b∂gElaq
a) /tIndoq?
Wah kE ηonEqn∂ tIndoq inambi ini.
’Apakah ibumu tidur dari tadi’ ?
b) /b∂gElaq/
T∂ lalo tEh b∂gElaq ito lEq t∂l∂g∂ si ElEn.
’Kita pergi ayok tidur di kolam yang udaranya segar’.
20. Kata git∂q-intE
a) /git∂q/
∂p∂ git∂q bi ηonEq simbi an∂η pantE.
’Apa yang kamu lihat ketika ke pantai tadi’.
b) /intE/
Bi ηintE ∂p∂ ini ampoq bi p∂d∂ t∂doq-t∂doq dבaη.
’Apa yang dilihat sehingga kalian diam saja’.
21. Kata bodo- b∂b∂l – blבk
a) /bodo/
B∂lajar isiq bilaη j∂lo ag∂n nd∂q t∂ p∂d∂ bodo.
’Kita semua belajar tiap hari agar tidak bodoh’.
b) /b∂b∂l/
Ara?an mEq b∂lajar tono ag∂n nd∂q t∂ b∂b∂l laloq jori b∂bE∂q.
’Lebih baik kamu belajar agar tidak terlalu bodoh menjadi anak’.
c) /blבk/
P∂k∂dE?kan mEq dבaη ampoq בtaq mEq j∂? blבk m∂r∂q ∂m∂ mEq.
’Kamu bermain saja, sehingga bodoh seperti bapakmu’.
22. Kata t∂riq – r∂b∂q
a) /t∂riq/
AdEη-adEη isiq lEkaη mבntבr ag∂n nd∂q d∂ t∂riq.
’Hati-hati mengandarai sepeda motor agar tidak jatuh’.
b) /r∂b∂q/
DEndEq tEnaq adimbi lEq tono baEh ontoq r∂b∂q iy∂.
’Jangan ajak adikmu di sana nanti dia jatuh’.
23. Kata awEq – Ent∂k
a) /awEq/
AwEq toli ino ampok sambuη iy∂ lEq koyuq si lEq b∂w∂q.
’Tarik tali itu, dan sambung ke kayu yang dibawah’.
b) /Ent∂k/
DEndEq Ent∂k toli ini ag∂n nd∂q n∂ p∂tב.
’Jangan tarik tali itu agar tidak putus’.
24. Kata kEpeq – kEnjoq
a) /kEp∂q/
P∂q Eko kEp∂q lEkan sin∂ ulEq lEngan baηk∂t.
’Pak Eko cacat sejak dia pulang dari sawah’.
b) /kEnjoq/
Wah n∂ ηilat ∂p∂ t∂ ampoq n∂ kEnjoq naEn amambi
’Dia sudah menginjak apa sehingga kaki bapakmu cacat’.
25. Kata j∂gol - jבga
a) /j∂gol/
DEndEq tבkבl lEq tini baEh dat∂η d∂ηan j∂gol ino.
’Jangan duduk di sana nanti orang gila itu datang’.
b) /jבgaη/
N∂ ilang anak inan Iskandar ampoq n∂ jogaη.
’Anak Ibu Iskandar hilang, sehingga dia menjadi gila’.
26. Kata jagur – kבpבk
a) / jagur/
Siliq loq Ari bar∂η loq dEdi b∂sual baEh sal∂η jagur iy∂.
’Larang Ari dan Dedi bertengkar, nanti mereka saling pukul’.
b) /kבpבk/
DEndEq kבpבk otaq anakku baEh matE iy∂.
’Jangan pukul kepala anak saya nanti dia meninggal’.
27. Kata t∂doq – m∂co – mבmבt
a) /t∂doq/
∂b∂q bi p∂d∂ t∂doq munku b∂l∂q b∂jor∂q.
‘Coba diam semua kalau saya larang bercanda’.
b) /m∂co/
Girangbi m∂co munt∂ k∂l∂q lEngan ngonEq.
’ Kamu kebiasaan diam kalau dipanggil dari tadi’.
c) /mבmבt/
LEηan sin∂ matE s∂m∂m∂q n∂ ino n∂ galaη mבmבt.
’Sejak suaminya meninggal dia sering diam’.
28. Kata cבkבt - m∂lak
a) /cבkבt/
DEndEq giraη cokot lEq d∂ηan munt∂ git∂q kak∂nan.
’Jangan suka rakus sama orang kalau melihat makanan.’
b) /m∂lak/
Parann∂ iy∂ m∂lak isiqn∂ si mb∂li k∂lombi bagus.
’Dia dinamakan rakus karena membeli baju bagus’.
29. Kata b∂sual – b∂g∂jבh
a) /b∂sual/
Inan loq Darto bar∂η Inan loq Mahmud n∂ b∂sual tono bEq sal∂η k∂ramaq.
’IBu Darto dan IBu Mahmud bertengkar dan saling cakar di sana’.
b) /b∂g∂joh/
DEndEq b∂g∂joh lEq dEkEtku ndEq ku iniq tindoq.
’Jangan bertengkar di dekat saya, saya tidak bisa tidur’.
30. Kata m∂gat – t∂j∂r∂
a) /m∂gat/
Ku ηEndEη dEndEq t∂ m∂gat m∂sa?ak∂n anaq jarint∂.
’Saya minta jangan kita bercerai, kasihan anak-anak kita’.
b) /t∂j∂r∂/
Piran te t∂j∂r∂ l∂lah oku idup m∂nd∂rit∂.
’Kapan kita bercerai, saya capek hidup menderita’.
31. Kata b∂k∂l∂lampan – mEt∂
a) /b∂k∂l∂lampan/
N∂ l∂k∂q amaηku b∂k∂l∂lampan oηkatn∂ in∂q.
’Ibu, katanya bapak saya bapak saya mau berangkat mencari rizki’.
b) /mEt∂/
Ku lalo mEte adimbi juluq aneη sedin kokoq.
’Saya pergi mencari adikmu dulu ke pinggir sungai.’
32. Kata ηuliq – b∂gawEan
a) /ηuliq/
Tono lEq balEn p∂q karim bi taoq ηuliq.
’Di sana di rumah pak karim tempatmu bekerja’.
b) /begawEan/
DEndEq ∂mbEng ∂m∂q rorimEq b∂gawEan.
’Pamanmu jangan dikasih bekerja’.
33. Kata m∂t∂q - b∂rבmpבq
a) /m∂t∂q/
Ara?an bi lalo m∂t∂q tono an∂η baηk∂t.
’Lebih baik kamu pergi memanen padi di sawah’.
b) /b∂rבmpבq/
Inaηku n∂ lalo b∂rבmpבq lEq baηk∂t ∂m∂q k∂k∂.
’Ibu saya pergi memanen padi di sawah paman’.
34. Kata tUηgu - ηonti
a) /tUηgu/
N∂ tuηgu ∂m∂n∂ si sakit lEηan rubin.
’Dia menunggu bapaknya yang sedang sakit dari kemarin’.
b) /ηonti/
DEndEq ηonti laloq tini mosi j∂kn∂ ulEq dבaη iy∂ baEh.
’Jangan terlalu menunggu di sana, nanti dia selalu pulang’.
35. Kata malEq - η∂j∂r
a) /malEq/
Amaηku lalo malEq mal∂η.
‘Bapak saya pergi mengejar pencuri’.
b) /η∂j∂r/
DEndEq galaη η∂j∂r anjing baEh KEkEq n∂ ∂nt∂.
‘Jangan suka mengejar anjing, nanti kamu digigit’.
36. Kata t∂pu – η∂nt∂η
a) /t∂pu/
Bi t∂pu ke lEq popuq bi ag∂n n∂ ∂r∂q j∂g∂q e.
’Lebih baik kamu tinggal di sana agar ada yang menjaganya’.
b) /η∂nt∂η/
Piran bi η∂nt∂ηaη jaηan k∂l∂q lEq baηk∂t inE.
’Kapan kamu meninggalkan sayuran di sawah ini’.
37. Kata m∂maηan - b∂kak∂nan
a) /m∂maηan/
Jaran si rubin b∂li n∂ lEq MasbagEk galaη m∂maηgan siq r∂r∂bu.
‘Kuda yang kemarin dibeli di Masbagek itu memakan rumput terus’.
b) /b∂kak∂nan/
Awaq inaηku b∂lEq isiqn∂ b∂kak∂nan ∂mp∂q dבaη gawEqn∂.
’Tubuh Ibu saya besar karena pekerjaannya memakan ikan’.
38. Kata s∂s∂m∂lan – ηila?aη
a) /s∂s∂m∂lan/
Loq s∂s∂m∂lan bilaη mEq b∂k∂tEq mEq m∂m∂lakaη diriqmEq dבaη.
’Dasar memalukan, setiap kamu ke sini kamu merakuskan diri saja’.
b) /ηila?aη/
Bi ηila?aη it∂ j∂ri d∂ηan to∂q bi doaη siq p∂gawEanbi
‘Pekerjaanmu memalukan kedua orangtuamu saja’.
39. Kata t∂do?aη -aluraη
a) /t∂do?aη/
T∂do?aη iy∂ n∂ tIndoq dEndEq g∂rido-rIdo iy∂.
‘Biarkan dia tidur jangan diganggu’.
b) /aluraη/
Aluraη n∂ losiq-losiq diriqn∂ tono.
’Biarkan dia pergi dengan sendirinya’.
40. Kata mundבkin – n∂nambah
a) /mundokin/
Amaηku lalo mundokin lEηan rubin lEq baηk∂t.
‘Bapak saya mencangkul dari kemarin di sawah’.
b) /n∂nambah/
P∂gawEan amaηku bilaη j∂lo j∂qn∂ n∂nambah.
’Pekerjaan bapak saya setiap hari adalah mencangkul’.
081918194797
41. Kata ηEηat – b∂git∂q.
a) /ηEηat/
DEndEq η∂ηat mun dEq ku wah k∂lEq.
‘Jangan melihat sebelum saya panggil’.
b) /b∂git∂q/
Popuqku wah ndEq n∂ tao b∂git∂q.
’Kakek saya sudah tidak bisa melihat’.
42. Kata rבsבkan -pבpבan
a) /rבsבkan/
Saη luEq rosokan bi lEk pבndבq.
’Banyak sekali cucianmu di dapur’.
b) /pבpבan/
Juaη oku pבpבan inE an∂η j∂d∂η
’Bawakan saya cucian ini ke kamar mandi’.
43. B∂kErEη - B∂lEmpבt
a) / b∂kErEη/
Bagus isiq b∂kErEη munt∂ mElE s∂mbahyaη.
’Berkain yang bagus kalau mau shalat’.
b) /b∂lEmpבt/
DEndEq b∂lEmpבt lalo an∂η baηk∂t.
‘Jangan berkain pergi ke sawah’.
Keterangan Tentang Informan
1. Nama : Amaq Junedi
Tempat Tanggal Lahir : Kelayu Jorong, Tahun 1965
Usia : 45 Tahun
Pekerjaan : Buruh Tani
Bahasa yang dikuasai : Bahasa Sasak
Pendidikan : SD
Alamat Sekarang : Kelayu Jorong
2. Nama : Syamsuddin
Tempat Tanggal Lahir : Tanggak Kelayu Jorong, Tahun 1960
Usia : 50 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Bahasa yang dikuasai : Inodonesia Dan Sasak
Pendidikan : Aliyah / SLTA
Alamat Sekarang : Kelayu Jorong
3. Nama : Amaq Sahrul Fikri
Tempat Tanggal Lahir : Tanggak Kelayu Jorong, Tahun 1970
Usia : 40 Tahun
Pekerjaan : Kusir Cidomo
Bahasa yang dikuasai : Bahasa Sasak
Pendidikan : SD
Alamat Sekarang : Kelayu Jorong
4. Nama : Sirojiddin Ali, S.pd
Tempat Tanggal Lahir : Kelayu Jorong, 12 Mei 1975
Usia : 35 Tahun
Pekerjaan : Guru
Bahasa yang dikuasai : Indonesia dan Sasak
Pendidikan : S1
Alamat Sekarang : Kelayu Jorong
5. Nama : Beni Eristina
Tempat Tanggal Lahir : Tanggak, 23 Juli 1986
Usia : 24 Tahun
Pekerjaan : Guru Honorer
Bahasa yang dikuasai : Indonesia dan Sasak
Pendidikan : S1 Unram
Alamat Sekarang : Kelayu Jorong
6. Nama : Iskandar Sukmana
Tempat Tanggal Lahir : Kelayu Jorong, 02 Februari 1960
Usia : 50 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Bahasa yang dikuasai : Indonesia dan Sasak
Pendidikan : SLTA
Alamat Sekarang : Kelayu Jorong
7. Nama : Papuq Seni
Tempat Tanggal Lahir : Kelayu Jorong, Tahun 1970
Usia : 40 Tahun
Pekerjaan : Buruh Tani
Bahasa yang dikuasai : Bahasa Sasak
Pendidikan : SD
Alamat Sekarang : Kelayu Jorong
8. Nama : Partini
Tempat Tanggal Lahir : Kelayu Jorong, Tahun 1975
Usia : 35 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Bahasa yang dikuasai : Indonesia dan Sask
Pendidikan : SLTA
Alamat Sekarang : Kelayu Jorong