121
REPRESENTASI RELIGI PADA NOVEL BULAN TERBELAH DI LANGIT AMERIKA KARYA HANUM SALSABIELA RAIS DAN RANGGA ALMAHENDRA DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA INDONESIA DI SMA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Oleh: AHMAD MAULANA 1111013000068 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015

REPRESENTASI RELIGI PADA NOVEL BULAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29375/1/AHMAD... · pengalaman hidup yang berharga serta semangat dalam penulisan ... Kristen

Embed Size (px)

Citation preview

REPRESENTASI RELIGI

PADA NOVEL BULAN TERBELAH DI LANGIT AMERIKA KARYA

HANUM SALSABIELA RAIS DAN RANGGA ALMAHENDRA

DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN

SASTRA INDONESIA DI SMA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sebagai Salah Satu Syarat untuk

Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh:

AHMAD MAULANA

1111013000068

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015

ABSTRAK

Ahmad Maulana (1111013000068). Representasi Religi Pada Novel Bulan

Terbelah di Langit Amerika Karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga

Almahendra dan Hubungannya dengan Pembelajaran Sastra Indonesia di

SMA.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan segala hal tentang religiusitas di

dalam novel Bulan Terbelah di Langit Amerika dan relevansinya dengan

pembelajaran sastra Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kualitatif dengan pendekatan sosiologi sastra. Pendekatan sosiologi sastra dalam

penelitian ini dimaksudkan dapat terjelaskan hal-hal religiusitas yang terdapat di

dalam novel tersebut dengan mengaitkannya dengan kehidupan.

Berdasarkan penelitian, disimpulkan bahwa nilai religiusitas yang terdapat

dalam novel tersebut ialah nilai ibadah, nilai akhlak, nilai amanah, nilai

keteladanan, dan ikhlas. Selain itu, religiusitas terdapat dalam dimensi religi dan

religi di dalam masyarakat. Penelitian ini memiliki relevansi dengan pembelajaran

sastra Indonesia di sekolah, yaitu dapat memperbaiki karakter siswa menjadi lebih

baik. Hal ini dikarenakan di dalamnya terdapat banyak pesan agama, pesan sosial,

ataupun inspirasi pendidikan sehingga mampu membangun pribadi siswa lebih

baik. Dengan demikian, penelitian pada novel Bulan Terbelah di Langit Amerika

mengenai segala hal tentang religi, dapat bermanfaat bagi para pembaca, baik guru

maupun siswa. Serta penelitian ini dapat diimplementasikan dalam pembelajaran di

sekolah.

Kata kunci : Religiusitas, Novel, Pembelajaran Sastra

ABSTRACT

Ahmad Maulana (1111013000068). Delegation of Religion in Novels Moon

Clefth in the American Sky Works Hanum Salsabiela Rais and Rangga

Almahendra and Relevance with Learning Literature Indonesia in Senior

High School.

The aim of this thesis with the intent able to describe everything about the

religiosity of the novel Moon Cleft in the United State Sky and its relevance to the

study of literature. The method used in this study is a qualitative approach to the

sociology of literature. Sociological approach in the study of literature is intended

to be explained religiosity matters contained in the novel by associating it with life

.

Based on the research, it was concluded that the value of religiosity

contained in the novel are religious values, moral values, values of trust, exemplary

values, and sincere. In addition there is the religious dimension of religion and

religion in society. This research has relevance to the teaching of Indonesian

literature in schools, which can improve the character of the students become better

. This is because in it there are many religious message, a social message, or

inspiration education so that they can build better personal student. Thus, research

on novel Moon Cleft in the American Sky on all matters of religion, it can be useful

to readers, both teachers and students. As well as this study can be implemented in

learning at school.

Keyword : Religious, Novels, Learning Literature.

i

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala

rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun skripsi yang

berjudul “Perwakilan Religi pada Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika Karya

Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra dan Hubungannya dengan

Pembelajaran Sastra Indonesia di SMA.” Shalawat serta salam kita haturkan kepada

junjungan kita baginda Nabi Muhammad Saw, karena berkat beliau lah kita berada

di zaman yang penuh cahaya terang benderang ilmu pengetahuan dan jauh dari

kebodohan.

Penulisan skripsi ini diajukan untuk mendapatkan gelar sarjana pendidikan

bahasa dan sastra Indonesia. Penulis pun sadar, skripsi yang telah penulis susun

memiliki kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Dalam penyelesaian skripsi ini,

penulis mendapatkan bantuan, doa, dan saran dari berbagai pihak. Maka penulis

mengucapkan terima kasih banyak kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA, selaku Dekan FITK UIN Jakarta yang

telah mempermudah dan melancarkan dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Makyun Subuki, M.Hum., sebagai ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia yang memberikan semangatnya dalam proses penyusunan

dan penyelesaian skripsi.

3. Jamal D. Rahman, M.Hum., sebagai dosen pembimbing yang senantiasa

memberikan waktu luang, nasihat, ilmu yang bermanfaat, dan arahan

dengan sabar kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

4. Seluruh Dosen FITK dan PBSI yang tidak dapat disebutkan satu persatu

yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, selama penulis

sebagai mahasiswa di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

5. Ucapan teristimewa kepada H. Mujeri dan Hj. Musriah sebagai kedua orang

tua penulis yang telah merawat, mendidik, dan memotivasi penulis sehingga

skripsi ini dapat diselesaikan.

6. Ucapan teristimewa kepada Hj. Muliah sebagai nenek penulis yang selalu

membantu biaya pendidikan penulis selama menjadi mahasiswa di Jurusan

ii

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan dukungan moral kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Kiki Noffitri, seorang teman hidup yang telah mendukung dan membantu

dalam penyusunan skripsi ini.

8. Sahabat-sahabat terbaik, yaitu Rully Pratistya, Ahmad Khudori, Noviana

Nitami, dan Endah Sri Rahayu. Kalian telah tulus berbagi ide, gagasan,

memberikan dukungan moral, dan pesan-pesan kepada penulis dalam

penyusunan skripsi ini.

9. Seluruh teman-teman seperjuangan, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia angkatan 2011, khususnya PBSI B yang telah memberikan

pengalaman hidup yang berharga serta semangat dalam penulisan skripsi

ini.

10. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan dikatakan

masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari hal tersebut, penulis menerima segala

kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua

pihak, terutama bermanfaat terhadap kajian novel tentang religiusitas.

Jakarta, 20 September 2015

Penulis

Ahmad Maulana

iii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQOSAH

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK

ABSTRACT

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ................................................................................. 4

C. Pembatasan Masalah ................................................................................ 4

D. Perumusan Masalah .................................................................................. 4

E. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5

F. Manfaat Penelitian .................................................................................... 5

BAB II LANDASAN TEORI .............................................................................. 7

A. Hakikat Novel .......................................................................................... 7

B. Hakekat Religi dan Masyarakat ....................................................................11

C. Hakikat Pembelajaran Sastra .........................................................................31

D. Penelitian yang Relevan ......................................................................... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................................ 33

A. Metode Penelitian ................................................................................... 33

B. Pendekatan Penelitian ............................................................................. 34

C. Objek Penelitian ..................................................................................... 35

D. Sumber Data ........................................................................................... 35

E. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 35

F. Teknik Analisis Data .............................................................................. 36

BAB IV REPRESENTASI RELIGI DALAM NOVEL BULAN TERBELAH DI

LANGIT AMERIKA RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN

SASTRA ........................................................................................................... 38

A. Biografi Pengarang ................................................................................. 38

B. Latar Belakang Lahirnya Karya ....................................................................40

C. Sinopsis Novel ....................................................................................... 41

iv

D. Analisis Unsur Intrinsik Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika ...........42

E. Representasi Religi dalam Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika .......74

F. Relevansi Representasi Religi pada Novel Bulan Terbelah di Langit

Amerika dengan Pembelajaran Sastra Indonesia ..................................................95

BAB V KESIMPULAN DAN PENUTUP ......................................................... 97

A. Kesimpulan ............................................................................................ 97

B. Saran ...................................................................................................... 98

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 99

LAMPIRAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia. Hal ini

dikarenakan salah satu fungsi bahasa yaitu untuk berkomunikasi kepada

orang lain yang bertujuan untuk menyampaikan pesan. Wujud bahasa

berupa lisan ataupun tulisan. Bahasa lisan merupakan suatu tuturan yang

diujarkan manusia. Sedangkan bahasa tulisan merupakan tuturan yang

disampaikan dalam bentuk sebuah tulisan. Bahasa lisan atau tulisan yang

memiliki nilai estetika dapat disebut sastra dan bentuknya dikatakan sebagai

karya sastra.

Karya sastra yang dihasilkan setiap penulis akan berbeda

berdasarkan kreativitas dan imajinatif penulis. Ini mendefinisikan sastra

bukan ilmu pasti seperti ilmu pengetahuan alam, karena akan terlihat

perbedaan pendapat seseorang tentang sastra dan karya-karya yang

dihasilkan. Sastra berbeda dengan ilmu eksak karena tidak mencakup satu

aspek, tetapi mencakup semua aspek manusia dan alam keseluruhannya.

Baik kehidupan sosial masyarakat ataupun hubungan ketuhanan.

Karya sastra yang mencakup seluruh aspek kehidupan salah satunya

novel. Novel merupakan hasil karya kreatif penulis yang memiliki isi dan

bahan cakupan yang begitu luas. Tak hanya pada satu tema, akan tetapi isi

dan bahan yang terkandung dalam sebuah novel terdiri dari berbagai hal.

Novel memiliki dua unsur pembangun, yaitu unsur intrinsik dan unsur

ekstrinsik. Unsur intrinsik merupakan unsur yang terkandung di dalam

karya tersebut. Unsur ini meliputi tema, latar, setting, alur, sudut pandang,

dan tokoh, sedangkan unsur ekstrinsik meliputi latar belakang pengarang,

masyarakat disekitar pengarang, kondisi sosial atau latar belakang

pengarang dalam membuat karya tersebut.

Sebuah karya sastra, khususnya novel mengandung nilai cermin

kehidupan manusia yang salah satunya yaitu nilai religi. Nilai religi yaitu

1

2

mengenai nilai ketuhanan. Religi sebagai sesuatu yang identik dengan hal

yang berhubungan dengan ketuhanan, agama, hubungan manusia dengan

manusia dan kepercayaan manusia terhadap suatu zat yang Maha Tinggi.

Kepercayaan kepada Tuhan merupakan suatu hal mutlak bagi

manusia, akan tetapi terdapat manusia yang tidak mempercayai adanya

Tuhan. Keragaman kepercayaan terjadi karena manusia merupakan

makhluk paling sempurna yang diciptakan oleh Allah sebagai makhluk

hidup yang memiliki akal dan pikiran. Kepercayaan yang diyakini

diantaranya Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, dan

lain-lain.

Setiap negara memiliki jumlah pengikut agama yang berbeda-beda.

Contohnya, di Indonesia mayoritas masyarakatnya memiliki kepercayaan

terhadap Islam yang artinya kebudayaan dan deskripsi kehidupan di

Indonesia berdasarkan kepercayaan Islam, terutama kegiatan-kegiatan

dalam beribadah. Di Amerika Serikat mayoritas masyarakatnya memiliki

kepercayaan terhadap agama Kristen, baik protestan maupun

katolik,kehidupannya bebas dan hanya terikat terhadap perundang-

undangan negara saja.

Manusia sebagai makhluk yang memiliki akal dan pikiran sering kali

salah menggunakan kelebihan mereka dalam memandang suatu

kepercayaan/agama. Kesalahan penggunaan kelebihan itu menyebabkan

terjadinya pergesekan-pergesekan paham tentang yang benar dan yang

salah. Berdasarkan kesalahpahaman atas kepercayaan ketuhanan mereka,

pihak yang salah tersebut membawa dirinya atas agama melakukan suatu

tindakan yang tidak baik dan mencoreng nama agama tersebut di mata

masyarakat umum di tempat tersebut. Perilaku segelintir pihak yang

mengatasnamakan agama mengakibatkan masyarakat yang menganut

agama tersebut menjadi korban, baik itu dalam sosialisasi maupun

beribadah. Selain itu, yang menjadi korban tersebut bukan hanya dari agama

yang sama melainkan juga berasal dari berbagai agama lain sehingga para

3

penganut agama lain mempunyai sudut pandang yang buruk terhadap agama

tersebut. Walaupun terdapat segelintir pihak yang memiliki paradigma yang

berbelok dari yang diajarkan Tuhan, masih banyak masyarakat yang

menjalankan dan memiliki paradigma sesuai ajaran Tuhan yang diyakini

dalam masing-masing agama.

Demikian juga dalam novel Bulan Terbelah di Langit Amerika

merupakan salah satu karya sastra yang mengangkat tema religi. Novel ini

membahas mengenai masyarakat di barat yang tidak terlalu bisa menerima

kehadiran Islam di dunia, terutama di Amerika Serikat setelah kejadian 11

September 2001. Novel ini menceritakan tentang Suami Istri yang bernama

Rangga dan Hanum seorang muslim yang tinggal di negara barat. Hanum

yang bekerja sebagai wartawan mendapat tugas baru yang berat dari

kantornya yang mengharuskannya menulis artikel berjudulkan “Akankah

Lebih Baik Dunia Ini Tanpa Islam”.

Dalam novel tersebut, pengarang lebih banyak mendeskripsikan sisi

religi sebagai posisi yang tak dapat terlepaskan dari kehidupan manusia,

terutama agama Islam. Dunia tanpa adanya Islam tidak akan secerah dan

lebih baik daripada saat ini. Novel ini diterbitkan Juni 2014 ditulis

berdasarkan sebuah draft ketika di Amerika. Novel ini berbeda dengan 99

Cahaya di Langit Eropa yang merupakan perjalanan spiritual yang nyata

dialami oleh pengarang dan menjadi best seller.

Bulan Terbelah di Tangit Eropa dikatakan sebagai novel

dikarenakan terdapat cerita fiksi. Hal ini terlihat pada peristiwa setelah

Hanum terjebak di dalam demonstrasi dan kebersamaan dengan Azima dan

keluarganya. Novel ini telah mendapatkan penghargaan sebagai novel best

seller.

Sebagai mahasiswa yang akan berkecimpung di dalam dunia

pendidikan, peneliti sangat tertarik untuk menganalisis lebih lanjut

bagaimana keberadaan agama atau religi dalam kehidupan sosial manusia

di suatu tempat yang dituangkan dalam dua tokoh utama. Tokoh utama

wanita mengalami perjalanan spiritual yang begitu lekat untuk

4

kehidupannya di suatu tempat yang kurang bisa menerima kehadiran agama

yang dianutnya. Dibalik itu, Hanum berusaha mencari narasumber untuk

kebenaran yang diyakininya. Berdasarkan pemaparan tersebut, adapun

judul yang akan penulis ajukan adalah Representasi Religi Pada Novel

Bulan Terbelah di Langit Amerika Karya Hanum Salsabiela Rais dan

Rangga Almahendra Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra Indonesia

di SMA.

B. Identifikasi Masalah

Pada latar belakang skripsi yang telah disajikan, terdapat beberapa

masalah utama. Untuk memudahkan penulis dalam menjelaskan masalah

yang terdapat dalam latar belakang penulisan skripsi ini, maka penulis

mengidentifikasi masalah tersebut. Identifikasi masalah berupa:

1. Novel merupakan sebuah karya sastra yang memiliki nilai estetika dan

seharusnya diapresiasi oleh setiap insan.

2. Perilaku religiulitas yang terdapat di masyarakat terdapat berbagai

macam, mulai perilaku fanatik hingga tidak menghargai ketuhanan

bahkan mengabaikan.

3. Hubungan perilaku religi dengan pembelajaran sastra Indonesia di

SMA.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, untuk membatasi masalah yang

akan disajikan, peneliti akan memfokuskan penelitian ini berdasarkan judul

skripsi yang telah disajikan. Penelitian ini difokuskan hanya pada

representasi religi pada novel Bulan Terbelah di Langit Amerika untuk lebih

memudahkan dan membatasi peneliti dalam meneliti hal religi atau pun

agama serta dapat dihubungkan dalam pembelajaran siswa di SMA.

D. Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah representasi religi pada novel Bulan Terbelah di Langit

Amerika karya Hanum Salsabila Rais dan Rangga Almahendra?

2. Apa relevansi penelitian ini dengan pembelajaran sastra Indonesia di

SMA?

5

E. Tujuan Penelitian

1. Tujuan utama dari penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan

representasi religi dalam novel Bulan Terbelah di Langit Amerika karya

Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra.

2. Untuk mengetahui relevansi representasi religi dengan pembelajaran

sastra di SMA sehingga cocok digunakan sebagai bahan ajar dalam

pembelajaran sastra.

F. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini, diharapkan pembaca mendapatkan

informasi dan manfaat mengenai tindakan yang mewakili religiusitas,

adapun manfaat dari penelitian ini yaitu:

a. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih terhadap

teori representasi yang sebelum-sebelumnya pernah dilakukan. Dengan

demikian, adanya penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk para

pembaca, pemerhati sastra, dan guru bahasa Indonesia bahwa berbagai

hal religiusitas yang terdapat di dalam sebuah novel dapat dijadikan

suatu bahan ajar yang baik dan inovatif. Selain itu dapat membantu

memperbaiki kepribadian siswa untuk menjadi lebih baik.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara langsung atau

pun secara praktis terhadap para guru bahasa Indonesia, pembaca sastra,

dan pemerhati sastra maupun peneliti sendiri dalam kehidupan sehari-

hari.

Berikut ini merupakan manfaat praktis yang dapat bermanfaat

untuk masyarakat terutama pembaca sastra, yaitu :

1. Memberikan informasi dan pengetahuan yang lebih terkait

hubungan religiusitas dengan karya sastra kepada pembaca.

6

2. Amanat yang disampaikan dalam novel yang telah diteliti, dapat

diterapkan dalam kehidupan sehari-hari ataupun di dalam

pendidikan.

3. Memberikan referensi kepada guru untuk menanamkan sifat religi

dalam setiap pembelajaran ataupun kehidupan kepada siswa.

7

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Hakikat Novel

1. Pengertian Novel

Menurut Kamus Bahasa Indonesia, novel merupakan karangan

prosa yang panjang yang mengandung rangkaian cerita kehidupan

seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya dengan menonjolkan

watak dan sifat setiap pelaku.1

Beberapa pandangan para ahli yang menjabarkan hakikat novel

sebagai berikut. 2

Pertama, R.J. Rees menjabarkan novel sebagai sebuah cerita

fiksi dalam bentuk prosa yang cukup panjang. Tokoh dan

perilakunya merupakan cerminan kehidupan dan digambarkan

dalam suatu plot yang cukup kompleks.

Kedua, Eric Reader berpandangan novel merupakan sebuah

cerita fiksi dalam bentuk prosa dengan panjang kurang lebih satu

volume. Tokoh-tokoh dan sifatnya digambarkan sebagai cerminan

kehidupan nyata dalam plot yang berkesinambungan.

Ketiga, berbeda dari dua pendapat sebelumnya, Jeremy

Hawthorn, mengatakan novel merupakan sebuah cerita fiksi dalam

bentuk prosa yang cukup panjang. Tokoh dan penokohannya

merupakan cerminan kehidupan di masa kini ataupun di masa

lampau yang digambarkan dalam satu plot yang cukup kompleks.

Keempat, J.S. Badudu dan Zain berpendapat bahwa, novel

merupakan karangan dalam bentuk prosa tentang peristiwa yang

menyangkut kehidupan manusia seperti yang dialami orang dalam

1Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat

Bahasa,2008), hlm. 1008 2 Furqonul Aziz dan Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi Sebuah Pengantar, (Bogor: Ghalia

Indonesia, 2010), hlm. 1-2

7

8

kehidupan sehari-hari, tentang suka-duka, kasih dan benci, tentang

watak dan jiwanya, dan sebagainya.

Menurut Antilan Purba dalam buku Sastra Indonesia

Kontemporer, Abrams berpendapat bahwa istilah novel berasal dari

istilah novel dalam bahasa Inggris. Sebelumnya istilah novel dalam

bahasa Inggris, berasal dari bahasa Itali, yaitu novella, yang dalam

bahasa German yaitu novelle). Novella diartikan sebuah barang

baru yang kecil kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam

bentuk prosa.

Saat ini, istilah novella atau novelle mengandung pengertian

yang sama dengan istilah novelet (dalam bahasa Inggris novelette)

yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukup, tidak

terlalu panjang, namun tidak terlalu pendek. Menurut Nurgiyantoro

dalam buku Sastra Indonesia Kontemporer karya Antilan Purba.3

Berdasarkan pengertian novel di atas, maka penulis

mengambil kesimpulan tentang pengertian novel. Novel merupakan

sebuah cerita fiksi dalam bentuk prosa yang cukup panjang yang

mengandung nilai-nilai kehidupan dan dicerminkan lewat tokohnya

yang dituliskan dengan bahasa yang memiliki nilai estetika.

2. Unsur-Unsur Novel

Dalam penyusunan novel terdapat unsur-unsur yang

membangun novel tersebut. Unsur pada novel terbagi ke dalam dua

bagian, yakni unsur Intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik

yaitu unsur yang terdapat di dalam novel tersebut, sedangkan unsur

ekstrinsik merupakan unsur yang terdapat di luar novel.

Berikut ini merupakan unsur intrinsik dari sebuah novel.

3 Antilan Purba, Sastra Indonesia Kontemporer, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm. 62

9

a. Tema

Tema adalah gagasan (makna) dasar umum yang menopang

sebuah karya sastra sebagai struktur semantis dan bersifat

abstrak secara berulang-ulang dimunculkan lewat motif-

motif dan biasanya dilakukan secara implisit.4 Menurut

Wahyudi Siswanto, tema adalah ide yang mendasari cerita.

Tema berperanan sebagai pangkal tolak pengarang dalam

memaparkan karya rekaan yang diciptakannya.5

Berdasarkan kedua pendapat tersebut tentang tema, terdapat

suatu kesamaan tentang pengertian tema itu sendiri yaitu

suatu gagasan yang menjadi dasar utama dalam suatu cerita.

b. Alur (Plot)

Menurut Abrams, alur ialah rangkaian cerita yang dibentuk

oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin sebuah

cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.

Sudirman mengartikan alur sebagai jalinan peristiwa di

dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu.6 Selain

pengertian akan alur (plot), alur (plot) terbedakan dalam lima

tahapan, yaitu

1) Tahap penyituasian, tahap utama yang berisi pelukisan

dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita.

Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita,

pemberian informasi awal, dan lain-lain yang terutama

menjadi landasan cerita yang dikisahkan pada tahap

berikutnya.

2) Tahap pemunculan konflik, masalah-masalah dan

peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik

mulai dimunculkan.

4 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University

Press, 2013), hlm. 115 5 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), hlm. 161 6 Ibid., hlm. 159

10

3) Tahap peningkatan konflik, konflik yang telah

dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin

berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya.

4) Tahap klimaks, konflik atau pertentangan yang terjadi,

yang dilakukan dan atau yang ditimpahkan kepada para

tokoh cerita mencapai intensitas puncaknya.

5) Tahap Penyelesaian, konflik yang telah mencapai

klimaks diberi jalan keluar, cerita diakhiri. Pada tahap ini

berkesesuaian dengan tahap akhir di atas.7

c. Latar

Menurut Abrams, latar atau setting yang disebut juga

sebagai landa tumpu, menunjuk pada pengertian tempat,

hubungan waktu sejarah, dan lingkungan sosial tempat

terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.8

d. Tokoh dan Penokohan

Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa

dalam cerita sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita.

Sedangkan cara sastrawan menampilkan tokoh disebut

penokohan, ini lah yang dikemukakan oleh Aminuddin.9

e. Sudut Pandang

Sudut pandang adalah tempat seorang sastrawan

memandang ceritanya. Dari tempat itulah sastrawan

bercerita tentang tokoh, peristiwa, tempat, waktu dengan

gayanya sendiri.10

f. Gaya Bahasa

Menurut Aminuddin, Gaya bahasa adalah cara seorang

pengarang menyampaikan gagasannya dengan

menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta

7 Burhanudin Nurgiyantoro, op. cit., hlm 209-210 8 Ibid., hlm. 302 9 Wahyudi Siswanto, op.cit., hlm. 142 10 Ibid., hlm. 151

11

mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat

menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca.11

g. Amanat

Amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra, serta

pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca

atau pendengar.12

B. Hakekat Religi dan Masyarakat

1. Pengertian Religi

Mangunwijaya menyatakan pada awal mulanya, segala

sastra merupakan religius. Istilah religiositas lebih digunakan

dibandingkan agama atau religi.13

Agama menunjukkan kepada kelembagaan ketakwaan

kepada Tuhan atau dunia akhirat dalam aspek resmi, yuridis,

peraturan dan hukum serta keseluruhan organisasi tafsir kitab suci

dan sebagainya yang meliputi segi kemasyarakatan. Sedangkan

religiositas lebih terhadap aspek di dalam lubuk hati, suara getaran

nurani pribadi, dan sifat personal yang mengandung misteri bagi

orang lain karena mengandung intimitas jiwa. Religiositas pada

dasarnya lebih mendalam dibandingkan agama yang tampak, formal

dan resmi, karena religiositas lebih bergerak dalam paguyuban yang

memiliki ciri yang lebih intim.14

Religion is a doubly rich and complex phenomenon. Not only

has it the complexity indicated by this need to hold together is outer

and inner aspects, but it also has existed and exists in avariety of

forms of faith.15

11 Ibid., hlm. 159 12 Ibid., hlm. 162 13 Mangunwijaya, Sastra dan Religiusitas, (Yogyakarta: Kanisius, 1988), hlm. 11 14 Ibid., hlm 12 15 Ninian Smart, The Religious Experience Of Mankind, (America: Charles Scribner’s

Sons, 1984), cet ke-3, hlm. 3

12

Religi adalah hal yang melebihi kekayaan dan

perwujudannya kompleks. Bukan hanya memiliki itu,

kompleksitasnya ditunjukkan pada kebutuhan pegangan bersama

untuk aspek dalam dan luar diri, tetapi religi telah mengeluarkan

beragam bentuk keimanan.

Menurut Subijantoro Atmosuwito, pada The World Book

Dictionary kata religiousity berarti religious feeling or sentiment

atau perasaan keagamaan. Religi diartikan lebih luas daripada

agama. Dahulu kata religi menurut asal katanya berarti ikatan atau

pengikatan diri. Berdasarkan pengertian tersebut, maka

pengertiannya lebih pada masalah personalitas, hal pribadi.

Menurut Fowler, yang dimaksud dengan “perasaan

keagamaan ialah segala perasaan batin yang ada hubungannya

dengan Tuhan. Perasaan dosa (guit feeling), perasaan takut (fear to

God), kebesaran Tuhan (God’s Glory) adalah sedikit contoh tentang

perasaan keagamaan”.16

Religi memang dikatakan yaitu kepercayaan akan adanya

Tuhan dan ini pun hampir sama dengan pengertian James Fowler

walau terdapat sudut pandang berbeda dalam kepercayaan. Menurut

James Fowler kepercayaan ekstensial adalah sebagai suatu legiatan

“relasional”, sebagai “berada dalam relasi dengan sesuatu”.17

Menurut Fowler, kepercayaan tidak identik dengan agama, agama

diartikan secara sempit, yaitu sebuah tradisi kumulatif yang bersifat

historis, budaya, dan kultus di mana suatu masyarakat tertentu

melalui khazanah simbol, upacara, norma etis dan ekspresi estetis

secara resmi, umum, dan terlembaga mengungkapkan gambaran

tentang realitas transenden. Fowler mengakui “kepercayaan

16 Subijantoro Atmosuwito, Perihal Sastra dan Religiusitas Dalam Sastra, (Bandung:

Sinar Baru, 1989), hlm. 123-124 17 James W. Fowler, Teori Perkembangan Kepercayaan, (Yogyakarta: Kanisius, 1995),

Dialih bahasakan oleh Agus Cremers, hlm. 21

13

ekstensial” berupa “kepercayaan religi” yang terungkap dan

terwujud lewat perantaraan lembaga sistem keagamaan.

Belief atau kepercayaan menunjuk pada aspek kognitif dan

“objektif” pada kepercayaan, pada isi kepercayaan yang diyakini

sebagai hal yang benar. Belief atau kepercayaan, sebagai isi kognitif

keyakinan religius menyangkut simpanan kebenaran dan

keseluruhan kebenaran wahyu sebagai dasar objektif bagi pengertian

keagamaan. Sedangkan Faith atau kepercayaan ekstensisal meliputi

cara percaya kita, yaitu kegiatan menciptakan arti akhir sebagian dan

menyeluruh yang bersumber pada perasaan hati.

Jadi, berdasarkan pendapat Fowler, kepercayaan ekstensial

sebagai kepercayaan religi walaupun agama tidak diidentikkan

dengan kepercayaan. 18 Tetapi agama juga merupakan bagian dari

kepercayaan.

Pernyataan Fowler tentang kepercayaan tidak diidentikan

dengan agama adalah benar berdasarkan definisi kepercayaan atau

keyakinan. Kepercayaan adalah suatu perasaan manusia bahwa apa

yang diyakininya adalah benar.19 Sedangkan defini agama menurut

Emile Durkheim adalah suatu sistem terpadu yang terdiri atas

kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal suci.20

Konsep religi Glock & Stark, yaitu bentuk keberagamaan

seseorang bukan hanya pada satu atau dua dimensi saja, akan tetapi

mencoba memperhatikan segala bentuk dimensi.21

Kata religiusitas berasal dari bahasa latin “relegare” yang

berarti mengikat secara erat atau ikatan kebersamaan. Religiusitas

merupakan sebuah ekspresi spiritual seseorang yang berkaitan

dengan sistem keyakinan, nilai, hukum yang berlaku dan ritual.

18 Ibid., hlm. 22-23 19 Rusmin Tumanggor dan Kholis Ridho, Antropologi Agama, (Jakarta: UIN Press, 2014),

hlm. 17 20 Ibid., hlm. 16 21 Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori Suroso, Psikologi Islami; Solusi Islam atas

Problem-problem Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), Cet. 2, hlm. 80

14

Definisi lainnya mengatakan bahwa religiusitas merupakan

sebuah proses untuk mencari sebuah jalan kebenaran yang

berhubungan dengan sesuatu yang sakral atau dengan kata lain

proses kehidupan dalam mencari jalan kebenaran untuk mengetahui

tujuan hidup.22

Berdasarkan pengertian religi di atas, bahwa religi ialah

suatu kepercayaan kepada Tuhan yang berkaitan dengan hal-hal

tentang ketuhanan bukan hanya agama saja walaupun agama

termasuk di dalamnya.

2. Nilai Religi pada Karya Sastra

Sebuah karya sastra di dalamnya terdapat beragam nilai-nilai

yang menggambarkan yang ingin disampaikan oleh pengarang

kepada semua pembaca termasuk pemerhati sastra. Nilai yang

terkandung di dalam karya sastra salah satunya nilai religi.

Terdapatnya nilai religi dalam sebuah karya sastra dapat

menjadi sebuah nilai tambah untuk karya sastra selain nilai lainnya

yang disampaikan seperti nilai sosial, nilai moral, nilai kebudayaan

atau pun nilai lainnya. Nilai religi terdapat dalam sebuah karya sastra

dimaksudkan agar pembaca dapat merasakan spiritualisme dan

mendidik untuk menuju kehidupan yang lebih baik berdasarkan

tuntunan ajaran agama. Selain itu nilai religi di dalam sebuah karya

sastra dapat menggambarkan keadaan religiusitas yang dialami oleh

penulis itu sendiri karena sang penulis ingin menyampaikan keadaan

religiusitas dan spiritualitas yang dia pernah alami.

Seorang sastrawan dapat menyampaikan pikiran, gagasan,

pengalaman, dan perasaan yang dia alami ke dalam karya sastra yang

22 Ahmad Thontowi, “Hakekat Religiusitas”,

http://sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/hakekatreligiusitas.pdf , diunduh pada 30 Juni 2015,

pukul 09.00 WIB

15

dia ciptakan untuk diketahui, dibaca, diamati, dan dirasakan oleh

para pembaca karya sastra. Selain itu, segala yang dituangkan

penulis dalam karyanya termasuk nilai-nilai yang ada dapat

mempengaruhi pembaca.23 Maka dengan terdapatnya nilai religius

di dalam karya sastra dapat memberi pengalaman religi yang lebih

baik kepada para pembaca. Tujuannya untuk membuat pembaca

menjadi sosok pribadi yang lebih mulia dibandingkan sebelumnya

sesuai ajaran agama.

Pengalaman religi yang disampaikan oleh penulis di dalam

karyanya bukan hanya sekadar pengalaman saja, tetapi juga

berdasarkan kedalaman keagamaan yang diyakini. Banyak karya

sastra, salah satunya puisi yang menunjukkan unsur, nilai,

pengalaman religiusitas akan tetapi tidak menonjolkan identitas

suatu agama. berdasarkan hal tersebut, manusia termasuk sastrawan

ataupun penyair dapat mengatasi segala perbedaan agama, suku,

bangsa, dan negara. Sastra yang bersifat universal sehingga dapat

menyerap nilai-nilai religi ataupun sifat ketuhanan sehingga dapat

dirasakan oleh segala kalangan pembaca.24

Nilai religi di dalam sebuah karya sastra bukan hanya

mengenai sebuah pengalaman religiusitas yang berdasarkan agama

saja, tetapi lebih dari hal tersebut. Walaupun bukan berdasarkan

agama saja, agama tetap menjadi bagian nilai religi.

Agama dan sastra merupakan suatu hal yang berbeda, tetapi

saling terkait ibarat dua sisi logam yang berbeda tetapi tidak dapat

dipisahkan. Agama tanpa adanya bahasa dan sastra yang memiliki

nilai estetik akan terasa berbeda, maka dari hal tersebut agama

membutuhkan bahasa dan sastra sebagai pencatat segala ajaran yang

23 Ahmad Muzakki, Kesusastraan Arab Pengantar Teori dan Terapan, (Jogjakarta: Ar-

Ruzz Media, 2006), hlm. 83 24 Ibid., hlm. 99

16

terdapat di dalamnya serta menyampaikannya kepada manusia,

mengingat agama adalah sebuah ajaran yang berharga. Agama sudah

dekat dan memerlukan sastra sudah terbukti dengan sejarah yang

terjadi, terutama saat sebelum datangnya Islam. Keduanya sama-

sama membutuhkan inspirasi serta keduanya memiliki tujuan yang

sama, yaitu mendidik manusia ke arah yang lebih baik. Agama

mengajarkan dengan ajaran-ajaran suci, serta sastra mengajarkan

dengan perasaan yang benar serta perkataan dan imajinasi yang

indah.25

Sastra dan agama memiliki hubungan saling keterkaitan,

terutama tujuan yang sama untuk lebih mendidik manusia ke arah

yang lebih baik menjadi salah satu nilai positif terhadap nilai religi

di dalam karya sastra. Maka dari hal tersebut, terdapatnya nilai religi

di dalam sebuah karya sastra sangatlah baik untuk para pembaca

karena dapat berdampak positif untuk menjadi manusia yang lebih

baik.

Berikut merupakan jenis-jenis nilai religi, yaitu : Nilai

Ibadah, Nilai Ruhul Jihad, Nilai Akhlak dan Kedisiplinan,

Keteladanan, dan Nilai Amanah dan Ikhlas. 26

a. Nilai Ibadah

Kata ibadah berasal dari bahasa Arab, yaitu dari

mashdar ‘abada yang berarti penyembahan. Sedangkan secara

istilah berarti khidmat kepada Tuhan, taat menjalankan

perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Jadi ibadah adalah

ketaatan dan kepatuhan manusia kepada Tuhan yang

25 Ibid., hlm. 84 26 Muhammad Faturrohman, “Kategorisasi Nilai Religius”,

http://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/11/12/kategorisasi-nilai-religius/, diunduh pada 14

September 2014, pukul 17.30 WIB

17

diimplementasikan dalam kegiatan sehari-hari misalnya sholat,

puasa, zakat, dan lain sebagainya.

b. Nilai Ruhul Jihad

Kata Ruhul Jihad berasa dari bahasa arab artinya adalah

jiwa yang mendorong manusia untuk bekerja atau berjuang

dengan sungguh-sungguh. Hal ini dilandasi adanya tujuan hidup

manusia yaitu hablum minallah dan hablum minannas. Adanya

komitmen ruhul jihad di dalam kehidupan, maka aktualisasi diri

dan unjuk kerja selalu didasari sikap berjuang dan ikhtiar

dengan sungguh-sungguh.

c. Nilai Akhlak dan Kedisiplinan

Akhlak merupakan bentuk jamak dari khuluq, artinya

perangai, tabiat, rasa malu dan adat kebiasaan. Menurut Quraish

Shihab, “Kata akhlak walaupun terambil dari bahasa Arab (yang

biasa berartikan tabiat, perangai, kebiasaan bahkan agama),

namun kata seperti itu tidak ditemukan dalam al Qur’an. Yang

terdapat dalam al Qur’an adalah kata khuluq, yang merupakan

bentuk mufrad dari kata akhlak.

Akhlak adalah perilaku yang terdapat pada diri manusia

dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari hal tersebut, akhlak

merupakan cerminan keadaan jiwa seseorang. Apabila akhlak

yang dimiliki akhlak mahmudah, maka jiwa pun akan baik dan

sebaliknya, bila akhlak madzmumah, maka jiwa pun tidak baik.

Sedangkan kedisiplinan itu termanifestasi dalam

kebiasaan manusia ketika melaksanakan ibadah setiap hari.

Semua agama mengajarkan suatu amalan terhadap setiap

pengikutnya sebagai aktifitas yang dilakukan secara rutin dan

18

merupakan sarana penghubung manusia terhadap Tuhan serta

terjadwalkan secara rapi. Jika manusia melaksanakan ibadah

secara tepat waktu dan tidak ditinggalkan, maka secara tidak

sadar telah tertanam nilai kedisiplinan dalam diri seseorang.

Lalu apabila dilaksanakan secara rutin, tepat waktu, serta ikhlas,

maka akan menjadi sebuah kebudayaan yang mengandung nilai

religius.

d. Keteladanan

Pada dunia pendidikan, guru merupakan cermin dari

nilai keteladanan, dikarenakan guru ialah tonggak yang akan

ditirukan siswa diluar orang tua mereka di rumah. Nilai

keteladanan tercermin dari perilaku guru. Keteladanan

merupakan hal yang sangat penting dalam pendidikan dan

pembelajaran. Seperti yang dikatakan al-Ghazali, sebagaimana

yang dikutip Ibn Rusn, kepada setiap guru untuk senantiasa

menjadi teladan dan pusat perhatian bagi muridnya. Ia harus

mempunyai karisma yang tinggi. Ini merupakan faktor penting

yang harus ada pada diri seorang guru. Sebagaimana

perkataannya dalam kitabnya Ayyuha al-Walad.

Dalam menciptakan budaya religius di lembaga

pendidikan, keteladanan merupakan faktor utama penggerak

motivasi peserta didik. Keteladanan harus dimiliki oleh guru,

kepala lembaga pendidikan maupun karyawan. Hal tersebut

dimaksudkan agar para peserta didik menjadi lebih baik.

Pada lingkungan sekitar, nilai teladan bisa kita raih dari

siapapun sosoknya. Nilai teladan yang terdapat di lingkungan

kita karena berkat ajaran semua agama untuk berbuat baik.

e. Nilai Amanah dan Ikhlas

19

Secara etimologi amanah artinya dapat dipercaya serta

dalam konsep kepemimpinan amanah disebut juga dengan

tanggung jawab. Pada konteks pendidikan, nilai amanah harus

dipegang oleh seluruh pengelola lembaga pendidikan, baik

kepala lembaga pendidikan, guru, tenaga kependidikan, staf,

maupun komite di lembaga tersebut.

Nilai amanah merupakan nilai universal. Dalam dunia

pendidikan, nilai amanah paling tidak dapat dilihat melalui dua

dimensi, yaitu akuntabilitas akademik dan akuntabilitas publik.

Dalam kehidupan sosial, nilai amanah merupakan suatu hal

yang kongkrit karena secara hubungan sosial atau individu

sangat berpengaruh.

Nilai penting lainnya yang untuk ditanamkan dalam diri

peserta didik adalah nilai ikhlas. Kata ikhlaş berasal dari kata

khalaşa yang berarti membersihkan dari kotoran. Pendidikan

harus dilandaskan pada prinsip ikhlas, sebagaimana perintah

membaca yang diperintahkan Allah kepada Nabi Muhammad

Saw yang terdapat pada awal surah al-alaq yang dikaitkan

dengan nama Yang Maha Pencipta. Perintah membaca yang

dikaitkan dengan nama Tuhan yang Maha Pencipta tersebut

merupakan indikator bahwa pendidikan harus dilaksanakan

dengan ikhlas.

Nilai ikhlas pada kehidupan bermasyarakat adalah suatu

hal yang penting, terutama sikap saling membantu terhadap

sesama. Selain itu, nilai ikhlas harus ditanamkan agar dapat

menerima segala kejadian yang terjadi. Dan segala amalan

perbuatan yang diajarkan sesuai ajaran agama masing-masing

kita lakukan dengan ikhlas karena Tuhan. Jika niat seseorang

dalam beramal adalah semata-mata mencari ridho Allah, maka

20

niat tersebut termasuk ikhlas yaitu murni karena Allah semata

dan tidak dicampuri oleh motif-motif lain.

Nilai religi memang bertujuan untuk mengarahkan manusia

agar menjadi lebih baik serta merasakan rasa spiritualitas di dalam

dirinya dapat membantu membuat kebutuhan manusia yang sering

kali bisa menjadikan manusia berperilaku kurang baik menjadi lebih

baik. Menurut Zakiah Daradjat, kebutuhan manusia terbagi atas 2

pokok, yaitu: a) Kebutuhan primer ( seperti makan, minum, pakaian,

tempat tinggal, dan lain-lain). b) Kebutuhan jiwa atau sekunder yang

terdiri dari rohani dan sosial. Beliau kemudian membagi kebutuhan

sekunder menjadi 6 macam, yaitu : 1) kebutuhan akan rasa kasih

sayang, 2) kebutuhan rasa aman, 3) Kebutuhan akan rasa harga diri,

4) kebutuhan akan rasa bebas, 5) kebutuhan akan rasa sukses, dan 6)

kebutuhan rasa ingin tahu.

Selain enam kebutuhan di atas, masih terdapat satu

kebutuhan sekunder lagi yang perlu diperhatikan oleh manusia,

yaitu kebutuhan agama. Seperti yang diketahui, manusia adalah

makhluk paling sempurna yang diciptakan oleh Tuhan karena dapat

berpikir dan meneliti suatu masalah, akan tetapi manusia masih

memiliki kekurangan yang diberikan yaitu rasa bimbang dan

bingung atas hidupnya. Maka dari itu manusia pun memerlukan

kebutuhan agama.27

Dengan adanya nilai religi pada karya sastra yang memiliki

tujuan mulia, diharapkan dapat memberikan kebaikan kepada para

pembaca dan penikmat sastra dari segala kalangan. Ini bertujuan

agar semuanya dapat meresapi dan merasakan nilai-nilai religi yang

27 Jalaludin dan Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 1993),

Cet. Kedua, hlm 69-70

21

terdapat di dalam sastra di dalam diri mereka. Nilai-nilai religi

tersebut yang telah dirasakan setelah membaca karya sastra, dapat

teraktualisasikan dalam kehidupan mereka hingga mereka

merasakan terpenuhi segala kebutuhan jiwanya dan dapat menjadi

manusia yang lebih baik serta berguna.

3. Dimensi Religiusitas

Keberagamaan atau religiusitas diwujudkan manusia dalam

berbagai sisi kehidupan. Aktivitas beragama seseorang bukan hanya

ketika dia beribadah tetapi dapat terwujudkan dalam berbagai

kegiataan lainnya yang didorong oleh kekuatan supranatural.

Aktivitas keberagamaan seseorang bukan hanya saja yang berwujud

dan terasa indra manusia, tetapi aktivitas yang tak terwujudkan serta

tak tampak dan terjadi di hati seseorang. Karena itu, keberagamaan

seseorang akan meliputi berbagai sisi atau dimensi kehidupan.

Menurut Glock & Stark dimensi keberagamaan atau

religiusitas terbagi ke dalam lima macam, yaitu dimensi keyakinan

(ideologis), dimensi peribadatan atau praktik agama (ritual), dimensi

penghayatan (eksperiensial), dimensi pengalaman (konsekuensial),

dan dimensi pengetahuan agama (intelektual).

Untuk mengetahui kelima dimensi yang telah dikatakan oleh

Glock & Stark, kita harus mengetahui masing-masing dari dimensi

terebut walaupun tidak terlalu dalam mengetahuinya. Berikut di

bawah ini penjelasan tentang kelima dimensi di atas, yaitu

Pertama, dimensi keyakinan. Dimensi ini berisikan

pengharapan dari setiap insan yang religius yang berpegang teguh

pada pandangan teologis dan membenarkan atau mengakui doktrin

setiap ajaran agama. Setiap ajaran agama memiliki seperangkat

kepercayaan bahwa pengikutnya atau orang yang meyakini

22

agamanya akan taat. Walaupun demikian, isi dan ruang lingkup

keyakinan bukan hanyalah di antara agama-agama, tetapi sering

berada di antara tradisi-tradisi di dalam agama yang sama.

Kedua, dimensi praktik agama. dimensi ini mencakup bentuk

perilaku manusia dalam peribadatannya kepada Tuhan. Dimulai

perilaku pemujaan, ketaatan, dan tindakan lain sebagai komitmen

dan kesetiaan terhadap agama yang dianutnya. Praktik keagamaan

terbagi pada dua kelas penting, yaitu:

a) Ritual, mengacu kepada seperangkat upacara keagamaan,

tindakan formal, dan praktik ibadah.

b) Ketaatan. Ketaatan dan ritual merupakan dua hal yang penting

walaupun memiliki perbedaan kepentingan. Ritual lebih

mengacu kepada praktik ibadah, sedangkan ketaatan dalam

menjalankan ibadah.

Ketiga, dimensi pengalaman. Dimensi ini mencakup

pengalaman keagamaan, perasaan, perspektif, dan sensasi yang

dirasakan seseorang atau kelompok keagamaan yang kemudian

dideskripsikan atau didefinisikan dengan esensi ketuhanan yaitu

keterkaitan dengan Tuhan.

Keempat, dimensi pengetahuan agama. Dimensi ini

mengacu kepada tentang pengetahuan-pengetahuan penganut suatu

agama terhadap ritual-ritual, sejarah agama, isi kitab suci, dan

tradisi-tradisi agama yang dianutnya walaupun yang diketahuinya

baru hanya sekadar dasar-dasarnya. Diharapkan dengan mengetahui

pengetahuan agama, para penganut agama akan semakin meyakini

agama yang dipercayainya.

Kelima, dimensi pengamalan atau konsekuensi. Dimensi ini

berbeda dengan dimensi keempat yang telah dijelaskan sebelumnya.

23

Pada dimensi ini mengacu kepada identifikasi akibat dari keyakinan

keagamaan, praktik, pengalaman, dan pengetahuan keagamaan dari

hari ke hari. Agama memang memerintahkan manusia untuk berpikir

dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari, akan tetapi tidak

diketahui batas konsekuensi agama dari komitmen kita terhadap

agama.28

Menurut Verbit, komponen religiusitas terbagi menjadi

enam. Keenam komponen tersebut adalah: ritual, doctrin, emotion,

knowledge, ethics, dan community. 29

1) Ritual yaitu aktivitas yang dapat dilakukan secara sendiri

maupun bersama dalam upacara keagamaan.

2) Doctrin yaitu ajaran sebuah keyakinan akan suatu hal yang

menegaskan hubungan manusia dengan Tuhan.

3) Emotion yaitu perasaan yang dirasakan manusia seperi kagum,

cinta, takut, dan sebagainya.

4) Knowledge yaitu pengetahuan tentang ajaran agama yang

diyakini, ayat – ayat kitab suci masing-masing agama dan

prinsip - prinsip suci agama.

5) Ethics yaitu aturan-aturan untuk membimbing perilaku

interpersonal dalam membedakan hal yang benar dan hal yang

salah serta hal yang baik dan hal yang buruk.

6) Community yaitu hubungan manusia dengan makhluk atau

individu yang lain yang saling terhubung menjadi sebuah

kelompok.

Berikut ini dimensi religi yang dinyatakan oleh Marxim, yaitu The

Ritual Dimension, The Mythological Dimension, The Doctoral

28 Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori Suroso, op. cit., hlm. 76-78

29 Ahmad Thontowi, op. cit., diunduh pada 30 Juni 2015, pukul 09.45 WIB

24

Dimension, The Ethical Dimension, The Social Dimension, and The

Social Dimension.30

The Ritual Dimension (Dimensi Ritual)

Religion tends in part to express itself through such rituals: through

worship, prayers, offerings, and the like31

Agama cenderung sebagian untuk mengekspresikan diri melalui

ritual seperti : melalui ibadah, doa, persembahan, dan sejenisnya.

The Mythological Dimension (Dimensi Mitologi)

Some important comments need to be made about this mythological

dimension. First, in accordance with modern usage in theology and

in the comparative study of religion. Second, it is convenient to use

the term to include not merely stories about God.32

Beberapa ulasan penting perlu dibuat tentang dimensi mitologis

ini. Pertama , sesuai dengan penggunaan modern dalam teologi dan

studi perbandingan agama. Kedua, akan lebih mudah untuk

menggunakan istilah untuk menyertakan bukan hanya cerita tentang

Tuhan.

The Doctrinal Dimension (Dimensi Doktrin)

Third, Doctrines are attempt to give system, clarity, and intellectual

power to what is revealed through the mythological and symbolic

language of religious fait and ritual.33

Ketiga, doktrin mencoba untuk memberikan sistem, kejelasan,

dan kekuatan intelektual untuk apa yang terungkap melalui bahasa

mitologis dan simbolis fait agama dan ritual.

30 Ninian Smart, op. cit., hlm. 6 31 Ibid., hlm. 6 32 Ibid., hlm 8 33 Ibid., hlm 8

25

The Ethical Dimension

Troughout history we find that religions usually incorporate a code

of ethics. Ethics concern the behavior of the individual and, to some

extent, the code of ethics of the dominant religion control

community.34

Di luar sejarah kita menemukan bahwa agama biasanya

memasukkan kode etik. Etika menyangkut perilaku individu dan,

sampai batas tertentu, kode etik masyarakat kontrol agama dominan.

The Social Dimension (Dimensi Sosial)

Religions are not just system of belief: they are also organizations,

or part of organizations. They have communal and social

significance.35

Agama bukan hanya sistem kepercayaan : mereka juga

organisasi, atau bagian dari organisasi. Mereka memiliki signifikansi

komunal dan sosial.

The Experiential Dimension

The dimension we have so far discussed would indeed be hard to

account for were it not for the dimension with which this book

centrally concerned : that of experience, the experiental

dimension.36

Dimensi eksperiental sejauh ini dibahas memang akan sulit

untuk dijelaskan kalau bukan karena buku ini terpusat pada :

pengalaman , dimensi eksperiental.

34 Ibid., hlm. 9 35 Ibid., hlm. 9 36 Ibid., hlm. 10

26

Berdasarkan dimensi-dimensi religiusitas di atas, bahwa

kajian objek religius bukan hanya pada kepercayaan kepada Tuhan,

tetapi dapat dalam beberapa dimensi. Dimensi-dimensi religi dapat

menjadi bentuk pengalaman yang disampaikan pengarang agar

pembaca dapat merasakan nilai religi dalam karya sastra yang

dikarang pengarang.

4. Pengertian Masyarakat

Berikut ini merupakan definisi masyarakat menurut beberapa ahli37

:

1. R. Linton, seorang ahli antropologi mendefinisikan masyarakat

adalah kelompok manusia yang bekerjasama sehingga dapat

mengorganisasikan sebagai kesatuan sosial dengan batas

terntentu.

2. S.R.Steinmetz, seorang sosiologi bangsa Belanda mengatakan

bahwa masyarakat adalah kelompok manusia terbesar yang

memiliki pengelompokkan manusia yang lebih kecil, serta

memiliki hubungan erat dan teratur.

3. Hendropuspito mendefinisikan masyarakat kedalam tiga

pengertian. Pertama, masyarakat adalah kesatuan terbesar

manusia yang saling bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan

berdasarkan kebudayaan yang sama. Kedua, masyarakat

merupakan jalinan kelompok manusia yang saling mengait

dalam kesatuan yang lebih besar. Ketiga, kesatuan tetap yang

berasalkan orang-orang yang tinggal pada daerah tertentu dan

saling bekerja sama dalam kelompok.

4. Koentjajaningrat mendefinisikan masyarakat adalah kesatuan

hidup manusia yang berinteraksi berdasarkan sistem adat istiadat

yang kontinyu dan terikat identitas.

37 Yusron Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif

Islam, (Jakarta: Laboratorium Sosiologi Islam, 2008), hlm. 126-128

27

5. Paul B. Horton mengatakan masyarakat adalah sekumpulan

manusia yang hidup bersama dalam waktu lama di suatu wilayah

tertentu secara mandiri dan sebagian besar kegiatan dilakukan

dalam kelompok.

Berdasarkan definisi para ahli, masyarakat merupakan sekumpulan

manusia yang hidup bersama dengan memiliki hubungan yang

terkait dan saling bekerja sama.

5. Religi di dalam Masyarakat

Religi atau segala hal yang terkait tentang ketuhanan

memang suatu hal yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan

sosial. Sosial merupakan hal yang berkenaan dengan masyarakat

dalam segala perihal. Agama adalah bagian dari religi dan

merupakan kepercayaan yang terdapat di dalam masyarakat sosial.

Multi religi yang terdapat di masyarakat merupakan bukti bahwa

agama atau religi tidak dapat terpisahkan dari masyarakat karena

agama memiliki fungsi di masyarakat, salah satunya, yaitu fungsi

Perdamaian.

Akan tetapi ada hal-hal yang menyebabkan masyarakat di

belahan dunia ini tidak dapat menerima keberadaan suatu agama,

dan menyalah tafsirkan atas ajaran agama yang dipelajarinya untuk

kehidupan sosial. Salah tafsir tersebut menimbulkan kejadian-

kejadian yang tidak menyenangkan, seperti baru-baru ini masyarakat

dikagetkan oleh masalah-masalah yang telah menimbulkan gejolak

munculnya sentimen keagamaan. Dalam skala internasional adalah

kasus pemuatan karikatur Nabi Muhammad SAW. Oleh harian

Jyllands-Posten di Denmark.

Menurut Jalaludin, sentimen secara etimologis diartikan

sebagai semacam pendapat atau pandangan yang didasarkan

perasaan yang berlebihan terhadap sesuatu yang bertentangan

28

dengan pikiran manusia. Sebagai gejala psikologis, sentimen

mendeskripsikan luapan rasa tidak puas atau benci terhadap sesuatu

yang menyalahi ataupun bertentangan dengan kondisi yang ada.

Ataupun dianggap melecehkan sistem nilai yang ada dan oleh

pendukungnya dianggap sebagai sesuatu yang benar dan harus

dipertahankan. Rasa sentimen dapat berpengaruh menimbulkan

luapan perasaan yang pada suatu tingkat tertentu dapat

menimbulkan reaksi.38

Fungsi agama bukan hanya sebagai perdamaian, akan tetapi

dapat berfungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas.

Para penganut agama yang sama secara psikologis akan

merasa memiliki kesamaan dalam kesatuan yaitu Iman dan

kepercayaan. Rasa kesatuan akan membina rasa solidaritas serta

kebersamaan dalam kelompok maupun perorang, bahkan dapat

membina rasa persaudaraan yang kokoh. Pada beberapa agama rasa

persaudaraan itu bahkan dapat mengalahkan rasa kebangsaan.39

Fungsi agama yaitu sebagai pemupuk rasa solidaritas antar

kaum beragama walaupun kepercayaan agama yang diyakini

berbeda tetapi meyakini adanya Tuhan. Akan tetapi, fungsi agama

belum terserap kepada semua lapisan masyarakat yang meyakini

agama maupun tidak, sehingga timbul rasa kurangnya solidaritas

serta tenggang rasa.

Contoh realita seperti yang telah dijabarkan. Kaum

revolusioner barat sebagai buah karya revolusi Prancis masih

setengah hati dalam menerima keberadaan agama, yaitu agama

dianggap sebagai hal yang pribadi dan tidak masuk wilayah publik,

serta tidak memungkinkan bersentuhan secara damai dengan ilmu

38 Jalaluddin, Psikologi Agama Memahami perilaku dengan mengaplikasikan prinsip-

prinsip psikologi, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2012), hlm. 244

39 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010), hlm, 263

29

pengetahuan positivisme. Namun, mereka menolak menghilangkan

peran agama sepenuhnya. Akhirnya mereka pun untuk saling

menghormati dan bersolidaritas kepada masyarakat yang lain,

mereka memiliki solusi yaitu dengan membagi lahan kehidupan.

Agama menurut mereka hanyalah urusan hati dan pribadi,

sedangkan yang lainnya adalah wilayah kebebasan intelektual dan

kemerdekaan bersama40 berdasarkan pernyataan tersebut, fungsi

agama masih memiliki peran yang dapat mempengaruhi sebuah

pemikiran sebuah kelompok.

Berikut ini merupakan salah satu contoh fungsi agama

sebagai pemupuk solidaritas dan tenggang rasa tidak tertanamkan

pada lapisan masyarakat. Weber berpandangan, aktifitas keagamaan

yang dilakukan oleh kaum Yahudi merupakan model yang ditirukan

oleh Islam untuk mengembangkan ide jihad sebagai kewajiban

agama. Ide jihad yang dijadikan sebagai kewajiban beragama

dianggap sebagai kombinasi khas suatu kelompok keprajuritan Arab

yaitu ide ketuhanan yang universal atau secara menyeluruh, perang

suci, dan penghambaan tiada tara, dengan tegasnya Islam

dicerminkan tak lain sebagai agama prajurit atau agama

perperangan.

Bagi Weber, Islam bukanlah agama keselamatan umat

manusia, karena dalam prakteknya ia menggantikan penaklukan

orang-orang kafir dengan tujuan-tujuan perpajakan demi

“evengelism tulen” (penyiaran agama).41 Pandangan Weber

mengenai Islam menunjukkan bahwa fungsi agama tidak

40 Yadi Purwanto, Epistimologi Psikologi Islami, (Bandung: Refika Aditama, 2007), hlm.

44 41 Bryan S. Turner, Sosiologi Islam Suatu Telaah Analitis Atas Tesa Sosiologi Weber,

(Jakarta: Rajawali Pers, 1991), Diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dari Buku Aslinya yaitu

Weber and Islam oleh G. A. Ticoalu, hlm. 181

30

tertanamkan padanya. Weber tidak menghargai agama lain di luar

agama yang diyakininya.

Telah disebutkan fungsi agama di atas, terdapat salah satu

agama yang mengajarkan fungsi tersebut sebagai fungsi agamanya,

yaitu Islam. Seluruh ajaran Islam ditujukan untuk kesejahteraan

manusia. Namun khusus dalam bidang sosial, Islam menjunjung

tinggi tolong-menolong, saling menasihati tentang hak dan

kesabaran, kesetiakawanan, egaliter (kesamaan derajat), tenggang

rasa dan kebersamaan.42 Ajaran Islam di dalam bidang sosial

menerapkan fungi perdamaian dan solidaritas antar umat beragama.

Nasionalisme dalam Islam itu adalah salah satu hal yang

penting. Ini terlihat dari, nasionalisme dalam Islam yang

mengajarkan prinsip keadilan lintas agama dan hidup bermasyarakat

dalam toleransi umat beragama dan nasionalisme dalam Islam

menentang adanya pelecehan agama karena yang demikian akan

menimbulkan suasana tidak sehat dalam hubungan antar umat

beragama.43 Berdasarkan salah satu ideologi nasionalisme dalam

Islam, nasionalisme dalam Islam mengajarkan kita saling

menghargai dalam keragaman perbedaan individu dan pilihan hidup.

Berdasarkan fungsi agama yang merupakan keadamaian,

pemupukan solidaritas, dan tenggang rasa, seiring para manusia

yang kini sudah melakukan hal yang diajarkan agama di dalam

kehidupan sosial, maka kini agama terutama Islam sudah mulai bisa

diterima dengan baik di salah satu belahan dunia, yaitu Eropa dan

Amerika. Maka dari hal tersebut, religi berperan penting dalam

kehidupan sosial masyarakat dan saling menghargai perbedaan yang

ada di masyarakat.

42 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 88 43 Eggi Sudjana, Islam Fungsional, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hlm. 138 dan 139

31

C. Hakikat Pembelajaran Sastra

1. Pembelajaran Sastra

Pembelajaran sastra adalah pembelajaran yang mencoba

mengembangkan kompetensi apresiasi, kritik, dan proses kreatif

sastra. Pada pembelajaran sastra terdapat kompetensi apresiasi untuk

mengasah kemampuan siswa yaitu kemampuan menikmati dan

menghargai karya sastra. Pendidikan semacam ini, siswa diajak

untuk langsung membaca, memahami, menganalisis, dan

nmenikmati karya sastra secara langsung.44

Pembelajaran sastra mengajak siswa untuk memahami dan

menganalisis berdasarkan bukti nyata yang ada di dalam karya sastra

dan kenyataan di luar sastra. Selain itu, pembelajaran sastra juga

mengajak siswa untuk mengembangkan sikap positif terhadap karya

sastra. Pendidikan sejenis ini akan mengembangkan kemampuan

pikir, sikap, dan keterampilan peserta didiknya.45

Pembelajaran sastra dianggap penting untuk siswa, terutama

dapat menimbulkan sikap moral yang baik, keagamaan, dan khidmat

terhadap Tuhan. Jika terdapat relevansi di antara keduanya,

diharapakan rasa yang ditumbulkan sastra tersebut dapat

teraplikasikan dengan baik di dalam pribadi siswa.

D. Penelitian yang Relevan

Penelitian ini berbeda dengan skripsi Syarifah Alawiyah yang

berjudul “Agama dan Interaksi Sosial Studi Kasus Relasi Aktivis Rohis

dan Aktivis Rohkris Dengan Pemeluk Agama Lain di SMA 79 Jakarta”.

Dalam hal objek penelitian, objek pada skripsi tersebut adalah para

murid SMA 79 Jakarta, sedangkan penelitian ini, yaitu novel Bulan

Terbelah di Langit Amerika. Akan tetapi dari banyak perbedaan yang

44 Wahyudi Siswanto, op. cit., hlm. 168 45 Ibid., hlm. 169

32

terdapat antara penelitian ini dengan skripsi tersebut, terdapat relevansi

pada keduanya yaitu agama mengajarkan moral yang baik dan

menghargai orang lain yang berbeda kepercayaan. Itulah relevansi

antara penelitian ini dengan skripsi tersebut.

Pada penelitian ini memiliki relevansi dengan beberapa skripsi,

yaitu skripsi Dimyati Usman yang berjudul “Nilai Religiusitas dalam

Novel Dosa Kita Semua Karya Motinggo Busye: Implikasi Terhadap

Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA”. Pada skripsi

Dimyati Usman, nilai religiusitas yang terfokuskan pada kehidupan

berkeluarga berdasakan pandangan religius. Pada skripsi ini, sisi

religiusitas yang tertangkap jelas pada penyesalan seorang suami yang

telah melalaikan istri dan anak-anaknya. Pada skripsi Ariyadih yang

berjudul “Nilai Religius Pada Novel Opera Van Gontor Karya Amroeh

Adiwijaya dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra

Indonesia”. Relevanasi judul skripsi peneliti dengan kedua skripsi

tersebut, berupa persamaan hal religius yang merupakan analisisnya.

Pada penelitian ini, objektifitas yang dikaji begitu berbeda dengan judul

yang diajukan. Pada skripsi Ariyadih, seorang santri disebuah

pesantren, yaitu di Pesantren Gontor dan analisisnya disesuaikan sekali

dengan syarat-syarat sebuah novel dikatakan religi.

Pada skripsi Hildawati dengan judul “Nilai Religiusitas Islam

Dalam Novel Atheis Karya Achdiat Karya Mihardja dan Implikasinya

Terhadap pembelajaran Sastra”, masih memiliki relevansi dengan judul

skripsi yang diajukan yaitu kajian religius yang menjadi fokus

penelitian dalam sebuah novel. Akan tetapi, terdapat perbedaan yakni

objek yang dikaji serta titik fokus religi bisa terdapat sub-sub dalam

nilainya.

Relevansi judul penelitian ini dengan beberapa skripsi yang

telah dicantumkan, yaitu pada fokus religi sebagai subjek penelitian.

Perbedaannya terdapat pada sub di luar religi dan objek-objek yang

dikaji.

33

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian tidak terlepas dari metode karena metode dalam

penelitian adalah suatu hal yang penting. Metode dalam penelitian

merupakan cara memecahkan sebuah masalah penelitian yang

dilaksanakan secara terencana dan cermat dengan berniat

mendapatkan fakta dan simpulan agar dapat memahami dan

menjelaskan data penelitian yang dikumpulkan, serta

mengendalikan suatu keadaan. Metode penelitian juga merupakan

cara kerja yang tepat untuk memahami dan mendalami objek yang

menjadi sasaran.1 Menurut Siswantoro, metode dalam sebuah

penelitian memiliki peran sangat penting sebagaimana diungkapkan

Hadari Nawawi, yaitu metode dapat menghindari kita dari cara

memecahkan masalah dan berpikir yang spekulatif, selain itu

metode dapat menghindari kita dari cara bekerja yang bersifat trial

and error, dan meningkatkan sifat objektivitas kita dalam menggali

kebenaran sebuah pengetahuan.2

Berdasarkan pernyataan Siswantoro dan Syamsuddin AR,

metode merupakan suatu hal yang penting untuk penelitian.

Metode dapat membuat kita sebagai peneliti tidak akan

menganalisis sebuah masalah dengan kesalahan yang fatal serta

dapat menggali kebenaran sebuah pengetahuan.

Penelitian ini termasuk penelitian sastra karena objek dan

kajian utama penelitian ini terpusatkan pada karya sastra dan kajian

yang terdapat di dalamnya. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode penelitian sastra dan tipe metode yang

1 Syamsuddin AR dan Vismaia S. Damaianti, Metode Penelitian Pendidikan Bahasa,

(Bandung: Remaja Rosda Karya, 2009) cet. 3, hlm. 14 2 Siswantoro, Metode Penelitian Sastra Analisis Struktur Puisi, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2010), hlm. 56

34

digunakan metode kualitatif, hal ini disesuaikan dengan objek

yang menjadi sasaran penelitian.

Menurut Suwardi Endraswara, “metode penelitian sastra

adalah cara yang dipilih oleh peneliti dengan mempertimbangkan

bentuk, isi, dan sifat sastra sebagai subjek kajian”.3 Sedangkan

Metode Kualitatif adalah penelitian yang dilakukan seusai hasil

pemecahan masalah dengan penelitian kuantitatif tidak menemukan

titik terang penyelesaiannya. Penelitian kualitatif bersikap

deskriptif karena data yang dianalisisnya bukan lah untuk

menerima atau menolak hipotesis seperti kuantitatif yang dapat

menolak atau menerima hipotesis. Penelitian kualitatif hasil

analisisnya berupa deskripsi objek yang diteliti, dan tidak harus

selalu berupa angka-angka atau koefisien variabel. Penelitian

kualitatif cenderung berkembang dan digunakan dalam ilmu sosial

yang berhubungan dengan perilaku sosial atau manusia.4 Jadi

penelitian kualitatif akan penelitian sastra ialah penelitian yang

menghasilkan data-data berupa deskriptif dalam bentuk kata-kata

baik tulisan atau lisan dengan objek dan kajiannya yaitu sastra.

B. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian merupakan suatu cara yang

digunakan peneliti untuk menjawab perumusan masalah yang telah

ditetapkan dengan menyesuaikan pertanyaan-pertanyaannya.

Menurut Abrams pendekatan dalam penelitian sastra dapat

dilakukan melalui empat macam, yaitu melalui pendekatan

objektif, mimetik, ekspresif, dan pragmatik. Selain pendekatan

yang dikemukakan oleh Abrams, terdapat pendekatan interdisiplin

ilmu dalam pendekatan analisis penelitian. Pendekatan dalam

3 Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Sastra Epistemologi, Model, Teori, dan

Aplikasi, (Jakarta: Buku Seru, 2013), hlm. 8 4 M. Subana, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), cet. 3,

hlm. 17

35

penelitian ini menggunakan pendekatan interdisiplin ilmu, yaitu

pendekatan sosiologi sastra. Sosiologi sastra ini digunakan peneliti

karena ingin mengkaitkan kehidupan kemasyarakatan di dalam

analisisnya. Untuk dapat menggunakan pendekatan sosiologi sastra

dalam menganalisis penelitian dengan baik, sebelumnya kita harus

mengetahui apa itu pendekatan sosiologi sastra itu sendiri.

Sosiologi sastra merupakan pendekatan penelitian sastra

yang bersifat reflektif atau di luar kehendak peneliti. Pendekatan

Sosiologi sastra berupa penelitian yang terfokus pada masalah

manusia karena sastra sering mengungkapkan perjuangan umat

manusia dalam menentukan masa depannya.5 Menurut Heru

Kurniawan, ia mengemukakan bahwa sosioologi sastra objek

kajian utamanya merupakan sastra, yang berupa karya sastra,

sedangkan sosiologi merupakan ilmu yang memahami gejala yang

terdapat dalam sastra, baik penulis, fakta sastra, maupun pembaca

yang menghidupi penulis, masyarakat yang dideskripsikan secara

jelas, dan pembaca sebagai individu yang menghidupi masyarakat.6

C. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah novel karya Hanum Salsabila

Rais yang dipusatkan pada novel Bulan Terbelah di Langit

Amerika yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama.

D. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdapat

pada dua objek, pertama yang berdasarkan novel Bulan Terbelah di

Langit Amerika dan kedua berdasarkan buku, jurnal, dan data-data

yang didapatkan dari secara online.

E. Teknik Pengumpulan Data

Sebuah penelitian agar mendapatkan hasil pemecahan

masalahnya dibutuhkan data-data untuk dianalisis. Data-data yang

5 Suwardi Endraswara, Op. Cit., hlm. 79 6 Heru kurniawan, Teori, Metode, dan Aplikasi Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: Graha

Ilmu, 2012), hlm. 5

36

dibutuhkan untuk penelitian dikumpulkan dengan berbagai macam

teknik pengumpulan disesuaikan penelitian yang dilaksanakan.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu dengan menggunakan teknik kepustakaan.

Istilah studi kepustakaan digunakan dalam ragam istilah

oleh para ahli, diantaranya yang dikenal adalah: kajian pustaka,

tinjauan pustaka, kajian teoritis, dan tinjuan teoritis. Penggunaan

istilah-istilah tersebut, pada dasarnya merujuk pada upaya umum

yang harus dilalui untuk mendapatkan teori-teori yang relevan

dengan topik penelitian. Bila kita telah memperoleh kepustakaan

yang relevan, maka segera untuk disusun secara teratur untuk

dipergunakan dalam penelitian. Oleh karena itu studi kepustakaan

meliputi proses umum seperti: mengidentifikasikan teori secara

sistematis, penemuan pustaka, dan analisis dokumen yang memuat

informasi yang berkaitan dengan topik penelitian.7 Berdasarkan

pengertian tersebut, berbagai data yang dikumpulkan berupa

artikel, catatan, buku, jurnal, dan yang bersumber dari internet.

F. Teknik Analisis Data

Setelah mengumpulkan data yang diperoleh, kemudian

dilakukan analisis data. Dalam menganalisis data, digunakan

teknik-teknik untuk mempermudah peneliti melakukan tugasnya.

Teknik analisis data bertujuan untuk mengungkapkan data yang

terdapat di dalam objek penelitian, yaitu struktur data objek

penelitian, representasi religiusitas, dan nilai-nilai religiusitas yang

terdapat di dalam novel Bulan Terbelah di Langit Amerika karya

Hanum Salsabila Rais ke dalam suatu uraian sehingga dapat

diambil kesimpulan tentang representasi religi di masyarakat dan

nilai-nilai religi yang dilengkapi dengan data-data yang

mendukung.

7 Atep Afia, “Studi Kepustakaan”, dosen.narotama.ac.id/wp-content/.../Modul-6-Studi-

Kepustakaan-.doc diunduh pada 14 September 2014, pukul 21.00 WIB

37

Data yang telah terkumpul kemudian diklasifikasi,

dideskripsikan kemudian dianalisis berdasarkan topik masalah yang

diangkat penulis.8 Berikut ini merupakan teknik analisis data yang

digunakan :

1. Membaca secara kritis, lebih mendalam, dan diulang hingga

beberapa kali secara teratur.

2. Mengelompokkan atau mengklasifikasi data berdasarkan topik

penelitian, yaitu unsur intrinsik novel (tokoh/penokohan, alur,

amanat, gaya bahasa, latar, tema, dan sudut pandang), deskripsi

religiusitas di dalam masyarakat, serta nilai religi yang terdapat

pada novel.

3. Mendeskripsikan struktur novel, segala religiusitas di dalam

masyarakat dan nilai religi yang terdapat pada novel.

4. Menganalisis struktur novel, segala religiusitas di dalam

masyarakat dan nilai religi yang terdapat pada novel.

5. Membuat kesimpulan berdasarkan hasil analisis yang telah

dilakukan dalam skripsi.

6. Menyusun data hasil analisis

8 Ariyadih, “Nilai Religiusitas Dalam Novel Opera Van Gontor Karya Amroeh Adiwijaya

dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah” Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, Jakarta, 2013, hlm. 35, tidak dipublikasikan.

38

BAB IV

REPRESENTASI RELIGI DALAM NOVEL BULAN TERBELAH DI LANGIT

AMERIKA RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA

A. Biografi Pengarang

1. Hanum Salsabiela Rais

Hanum Salsabiela Rais merupakan putri kedua dari tokoh politik

nasional, yaitu Amien Rais. Ia lahir, dibesarkan, dan menempuh pendidikan di

Yogyakarta hingga meraih gelar doktor gigi dari Universitas Gadjah Mada. Ia

mengawali karirnya bukanlah sebagai doktor gigi, melainkan sebagai jurnalis dan

reporter-presenter di Trans TV.

Hanum telah menikah dengan pria bernama Rangga Almahendra.

Setelah menikah, ia bersama sang suami sempat tinggal selama 3,5 tahun di

Austria. Selama di Austria, ia mengenyam sebagai jurnalis dan video podcast

film maker di Executive Academy Vienna, dan menjadi koresponden untuk

detik.com selama 3 tahun.

Pada tahun 2013, Hanum terpilih menjadi duta perempuan mewakili

Indonesia untuk Youth Global Forum di Suzuka, Jepang, yang dilaksanakan oleh

Honda Foundation. Salah satu karya tulisnya, yaitu buku Berjalan di Atas

Cahaya mendapat apresiasi buku dan Penulis Nonfiksi terfavorit 2013 oleh

Goodreads Indonesia. Novel karyanya yang berjudul 99 Cahaya di Langit Eropa

dijadikan film dengan judul yang sama dalam dua chapter. Skenario filmnya

tersebut ditulis olehnya dan suaminya. Film tersebut mendapat apresiasi dari 1,8

juta penonton versi filmindonesia.id. film ini diputar di ajang Cannes, Bethesda

Washington DC dan Melbourne Film Festival.

Hanum yang memiliki pengalaman sebagai jurnalis, dia menulis beberapa

buku. Berikut ini buku-bukunya yang diterbitkan, yaitu 1) Menapak Jejak Amien

38

39

Rais: Persembahan Seorang Putri Untuk Ayah Tercinta(2010). Buku ini ditulis

Hanum ditujukan untuk Ayah tercinta yaitu Amien Rais. Bukan hanya buku, ia

menulis cerita dalam bentuk novel, yaitu 2) 99 Cahaya di Langit Eropa (2011).

Novel ini kemudian dijadikan sebuah film dengan judul yang sama. 3) Berjalan

di Atas Cahaya (2013), novel inilah yang mulai mencuat namanya menjadi

penulis yang dikenal dengan begitu baiknya sehingga mendapat sebuah

penghargaan. 4) Bulan Terbelah di Langit Amerika (2014).

Kini, pekerjaan sehari-harinya Hanum yaitu menjabat sebagai direktur

PT. Arah Dunia Televisi (ADiTV), TV Islami modern di Yogyakarta. Ia pun

dapat dihubungi melalui surat elektronik atau email [email protected] dan

twitter @hanumrais. 1

2. Rangga Almahendra

Rangga Almahendra merupakan suami Hanum Salsabila Rais sekaligus teman

seperjalanan dan penulis novel Bulan Terbelah di Langit Amerika. Selama masa

bersekolah, dia menamatkannya di Yogyakarta, kemudian berkuliah di Institut

Teknologi Bogor dan gelar magisternya dia raih di Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta. Keduanya diraihnya dengan predikat cum laude.

Rangga mendapatkan beasiswa S-3 di WU Vienna dari pemerintah

Austria. Saat kuliah S-3 nya, dia mempresentasikan paper doktoralnya dalam

Strategic Management Conference di Washington DC dan Roma dan ini yang

menjadikannya inspirasi kisah ini.

Pada tahun 2010, gelar doctor resmi diraih di bidang Internasional

Business dan Management. Rangga tercatat sebagai salah satu dosen di Fakultas

Ekonomi dan Bisnis di UGM Yogyakarta dan Johannes Kepler University. Saat

ini bekerja sebagai Direktur utama AdiTV, Ikatan Alumni mahasiswa ITB yang

1 Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra, Bulan Terbelah di Langit Amerika, (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2014), hlm. 339

40

berasal dari Yogyakarta, serta menjadi Manager of Office Internasional Affairs

FEB-UGM. Rangga dapat dihubungi melalui surel [email protected] dan

twitter @rangga_alma. 2

B. Latar Belakang Lahirnya Karya

Sebenarnya novel Bulan Terbelah di Langit Amerika merupakan novel terbaru

yang dikarang oleh Hanum pada tahun 2014. Awal karangan novel ini ketika Hanum

dan suaminya diwawancarai oleh seorang penyiar radio yang membuat dirinya

sadar. Sebuah pertanyaan membuat dirinya teringat pada suatu draf tulisan tentang

perjalanan muhibah ke Amerika Serikat pada 2009 silam yang terabaikan. Draf buku

tersebut lebih awal daripada 99 Cahaya di Langit Eropa, berdasarkan perjalanan

ketika berkunjung ke New York dan Wasington DC selama 12 hari dan

menyempatkan datang ke semua ikon duo kota besar tersebut.

Kisah dalam novel Bulan Terbelah di Langit Amerika merupakan perpaduan

antara berbagai dimensi genre buku (drama, fakta sejarah, dan ilmiah, traveling,

spiritual, serta fiksi).

Awal draf novel Bulan Terbelah di Langit Amerika adalah true story, namun

mengingat suatu perjalanan bukan hanya untuk bercerita, Hanum berubah pikiran.

Beberapa cerita yang dituangkan dalam novel ini berasal dari inspirasi yang

dilihat Hanum dan suaminya di jaringan media, online news, atau youtube. Banyak

di antaranya juga berasal dari kisah nyata yang diceritakan oleh para mualaf dan

narasumber terpercaya selama Hanum menjadi wartawan dan scholar di Eropa.

Semua fakta sejarah, ilmiah, bangunan bersejarah, atau peristiwa yang disampaikan

juga adaptasi dari kejadian sebenarnya.

Pada Februari-Mei 2014 Hanum bergegas mengerjakan draf “Amerika yang

belum ada judul” di tengah kesibukan sebagai dosen dan staf direksi PT. Arah Dunia

2Ibid., hlm. 340

41

Televisi (ADiTV),TV islami modern di Yogyakarta serta pengerjaan film 99

Cahaya di Langit Eropa.3

C. Sinopsis Novel

Tokoh utama dalam novel ini adalah Hanum dan Rangga. Mereka berdua

adalah sepasang suami isteri berkeyakinan Islam yang sedang tinggal di Eropa, lalu

Amerika dikarenakan suatu perihal suaminya.

Hanum awalnya hanya di Eropa hanya berdiam diri saja di apartemen atau

jalan-jalan menelusuri Eropa tanpa ada aktivitas yang membuatnya bersemangat,

akhirnya dia memutuskan mencari pekerjaan dengan mengirimkan surat lamaran

pekerjaan berdasarkan lowongan pekerjaan yang pernah diberikan temannya Fatma

Pasha ke alamat surel yang terdapat pada koran. Akhirnya Hanum diterima dan

menjadi seorang wartawan.

Pada suatu hari Rangga, suami Hanum mendapatkan ide untuk paper berikutnya

setelah melihat berita tentang Philippus Brown, kemudian diajukan kepada

dosennya yaitu Reinhard. Ide untuk paper Rangga disetujui oleh Reinhard bahkan

Rangga diperintahkan untuk mempresentasikan pappernya di Amerika Serikat dan

menjumpai Philippus Brown untuk memintanya memberikan perkuliahan singkat di

kampusnya. Hanum pun mendapat tugas yang mencengangkan dari bos sekaligus

sahabatnya, yaitu Gertrud. Hanum diperintahkan untuk menulis Artikel berjudulkan

“Akan Lebih Baikkah Dunia Ini Tanpa Islam?” yang mengharuskannya pergi ke

Amerika Serikat.

Saat di Amerika Serikat, Hanum dan Rangga sempat terpisah selama 2 hari.

Hanum ketika sedang mewawancarai seorang demonstran yaitu Michael Jones

mengalami insiden buruk sehingga membuatnya terpaksa terpisah dengan Rangga.

Akan tetapi, seorang penjaga museum yang merupakan seorang muslim

3 Ibid., hlm. 336-337

42

menolongnya dan mengenalkan keluarganya kepada Hanum. Hanum akhirnya dapat

bertemu kembali dengan narasumber pertamanya dan suaminya Rangga atas

bantuan Azima Hussein sebagai narasumber keduanya.

Esok hari, Rangga dan Hanum beserta keluarga Azima Hussein datang ke acara

live CNN TV secara langsung dan menjadi tamu kehormatan. Philippus Brown

memberikan sambutan dan menyampaikan hal yang membuat semua orang terharu

serta terbuka matanya akan Islam dan sikap saling menghargai perbedaan di

kehidupan ini.

D. Analisis Unsur Intrinsik Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika

Unsur intrinsik adalah unsur yang terpenting dalam sebuah novel. Berdasarkan

landasan teori yang telah diungkapkan pada bab 2, unsur intrinsik terdiri dari tujuh

bagian, yaitu tema, alur (plot), latar, tokoh dan penokohan, sudut pandang, gaya

bahasa, dan amanat.

Berikut ini analisis unsur intrinsik novel Bulan Terbelah di Langit Amerika :

1. Tema

Tema merupakan suatu gagasan yang menjadi dasar dari sebuah cerita.

Sebuah cerita mengandung tema bukan hanya satu saja, bahkan dua atau lebih.

Menurut Burhan Nurgiantoro, tema terbagi ke dalam dua jenis, yakni tema

mayor dan tema minor. Tema mayor merupakan tema pokok atau tema utama

yang menjadi dasar sebuah karya, sedangkan tema minor merupakan tema

tambahan atau tema bagian yang terdapat pada beberapa bagian dari sebuah

cerita dan makna tambahan berdiri sendiri, terpisah dari tema inti cerita yang

berkaitan dengan novel yang menjadi satu kesatuan.4

Tema yang terdapat pada novel ini bukan hanya satu jenis saja sebagai

intinya, tetapi dua jenis yaitu

4 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,

2013), hlm. 133-134

43

a. Tema Mayor

Tema mayor merupakan tema utama cerita, pada novel Bulan Terbelah

di Langit Amerika, tema utamanya adalah religiusitas. Religiusitas yang

merupakan suatu hubungan antara manusia dengan Tuhan memiliki

keterkaitan dengan kebudayaan dan agama yang terdapat dalam kehidupan.

Keterkaitan tersebut terwujudkan bukan hanya dalam bentuk ritual ibadah,

tetapi dapat dalam bentuk kegiatan yang sesuai ajaran-ajaran agama.

Pada novel ini, religiusitas terepresentasikan dalam berbagai bidang

dimensi, bukan hanya pada ritual ibadah, tetapi kegiatan sehari-hari

manusia. Hal ini sudah terlihat dari awal cerita ketika Hanum menulis

tokoh-tokoh yang dianggap kantornya sebagai tokoh besar dan baik, tetapi

berlainan dengan ajaran-ajaran serta norma agama yang diyakininya.

Gambaran religius pada novel ini tergambarkan pada kutipan berikut.

Aku pernah ditugasi menulis kisah si kaya raya pemilik shopping

mall Lugner City Wina, Richard Lunger. Apa yang menarik dari

dirinya bagi pembaca ternyata sama sekali tidak membuatku ingin

menuliskan bahkan namanya.

Bagaimana tidak? Aku harus menyanjung-nyanjung pria tua tak

tahu diri yang hobi gonta-ganti pacar setiap bulan? Mewawancarainya

pada pagi hari dengan dikelilingi para selir imutnya membuatku seolah

turun derajat. Jujur, itu dosa terbesarku selama menulis profil orang

yang dianggap Getrud meraup kesuksesan besar.5

Pada kutipan tersebut memperlihatkan bahwa sebagai manusia yang

meyakini Tuhan serta ajaran-Nya, maka melaksanakan perintah-Nya

dengan baik walau dalam keadaan yang tidak sesuai dengan kebaikan iman.

Tokoh utama sebagai seorang muslim merasa berdosa karena dirinya

bukanlah berbagi ilmu yang bermanfaat dengan mewawancarai tokoh yang

dapat membuat manusia menuju yang lebih baik. Seorang manusia yang

5 Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra, Bulan Terbelah di Langit Amerika, (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2014), hlm. 22

44

mempercayai ajaran Tuhan dan melakukan setiap perintah-Nya, dapat

menjadikan kepribadian dirinya yang baik. Bahkan manusia kehidupannya

akan menjadi lebih tenang, dekat dengan Tuhan, dan memperoleh hal yang

lebih dari apa yang dilakukan.

Pada novel ini, seorang tokoh utama laki-laki yaitu Rangga, terinspirasi

bahkan mengagumi seorang filantropi bernama Phillipus yang

mendonasikan keuangannya sebesar 100 juta dollar Amerika untuk

beasiswa anak-anak korban perak Irak dan Afganistan. Bukan hanya pada

Brown, Rangga terinspirasi dan mengagumi cara berbisnis seorang muslim

dengan sistem bersedekah kepada siapapun yang bernama Deewan.

Berikut ini kutipan yang menunjukkan bahwa dengan mengikuti ajaran

Tuhan, hidup akan tetap bahagia bahkan melebihi itu.

“Khan, kau ingat kan restoran All You Can Eat, Pay as You Wish

di daerah Schottentor itu?” tanyaku sukacita. Ya, itu restoran yang

menjadi andalan anak-anak beasiswa seperti kami karena bisa makan

sepuasnya dan bayar sesuka hati. Restoran muslim lagi!

“Deewan, pemiliknya yakin bahwa bisnisnya bisa berkembang

karena kedermawanannya. Konsep terbalik dari bisnis yang selama ini

kita pelajari.”

“Konsep yang sedikit aneh dan sinting, kukira. Bagaimana dia

bisa untung?” celoteh Stefan.”

“kenyataannya, dia tidak bangkrut. Sudah sepuluh tahun dia

menjalankan bisnis restoran Pakistan itu. Brown, aku yakin, punya

cara berpikir seperti Deewan. Gila! Seratus juta dollar AS untuk

sedekah! Kalau Brown bisa berpikir demikian, aku rasa pasti banyak

orang di Wina ini yang punya pikiran sama, yang bisa kujadikan

narasumber!6

Pada kutipan di atas menunjukkan seorang manusia dapat

terinspirasi bahkan ingin meneladani orang-orang yang menjalani

kehidupannya dengan baik karena melakukannya berdasarkan ajaran Tuhan

6 Ibid., hlm. 33

45

yang dipercayai. Dan inspirasinya tersebut menghasilkan sebuah karya

yang hebat.

Dengan kata lain, penulis ingin mengungkapkan bahwa untuk

membuat kehidupan menjadi lebih indah dan berkah, alangkah baiknya

dekatkan diri dengan Tuhan salah satunya menjalankan aktifitas

berdasarkan ajaran agama.

b. Tema Minor

Tema minor merupakan tema atau makna dari sebuah cerita yang hanya

terdapat pada beberapa bagian saja dan tema tambahan yang dapat berdiri

sendiri. Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika memiliki beberapa tema

minor, yakni percintaan dan persahabatan.

1) Percintaan

Novel ini memang termasuk novel religi, akan tetapi sang

penulis menghadirkan tema tambahan, salah satunya yaitu tema

percintaan. Tema ini hadir di dalam novel sebagai salah satu daya tarik.

Berbeda dengan novel lainnya, tema percintaan pada novel ini

mengisahkan tentang dua tokoh utama yaitu Hanum dan Rangga

sebagai suami-istri yang saling mencintai. Bukan hanya mereka, kisah

cinta pun terjelaskan pada tokoh Ibrahim Hussein dengan Azima

Hussein, dan Michael Jones dengan Joanna Jones. Kisah cinta tokoh-

tokoh tersebut diawali pada kisah cinta Ibrahim dengan Azima pada

awal prolog. Kisah cinta mereka diawali disaat hari peringatan

pernikahan mereka yang kedua. Ibrahim yang sangat mencintai

isterinya tersebut, berpura-pura tidak mengingat momentum yang

teramat istimewa dalam kehidupan mereka. Dia telah mempersiapkan

hadiah spesial untuk sang isteri bahkan sampai meminta izin kepada bos

di tempat kerja barunya hanya untuk membuat tersenyum indah sang

pujaan hati. Berikut ini kutipan yang menjelaskan awal percintaan

mereka berdua.

46

Seorang laki-laki berawajah Arab baru saja keluar dari

toko perhiasan di Manhattan. Wajahnya berbinar pertanda dia

begitu bahagia. Dia punya misi terhadap dirinya dan idealismenya.

Setidaknya, untuk keluarganya. Pagi itu dalam perjalanan menuju

kantor, dia tak akan melewatkan satu acara paling bermakna dalam

perjalanan cinta bersama istrinya. Hari itu adalah hari paling sakral

penyatuan cinta mereka. Hari itu persis dua tahun mereka berjanji

dalam ikatan perniakahan Islam.

“kau tak ingat hari apa ini?” tanya istrinya sangat pagi-pagi

benar. Dan laki-laki Arab itu menggeleng. Dia sunggulah berpura-

pura.7

“Jadi, bolehkah aku pulang lebih awal hari ini, Jo....?

Ayolah....” tanya laki-laki itu dalam anggukan pelan. Dia

memikirkan istri dan anak semata wayangnya. Hanya itu.8

Laki-laki itu mengajukan proposal pulang cepat hari ini.

Ada alasan pribadi mengapa demikian. Dia tak ingin mengucapkan

selamat ulang tahun perkawinan hanya lewat telepon.

Pengucapannya itu harus lebih spesial dari tahun-tahun

sebelumnya.9

Berdasarkan kutipan tersebut, terdeskripsikan bahwa Ibrahim

begitu mencintai Azima. Hal itupun berbanding sejalan, Azima sangat

mencintai Ibrahim. Walau Ibrahim telah tiada, Azima tetap mencintai

sang suami yang telah meninggal dunia. Berikut ini kutipan yang

menunjukkan Azima begitu pula mencintai Ibrahim.

... beberapa tahun setelah peristiwa 11 September, aku

memutuskan untuk pindah ke museum 9/11. Aku ingin...mencari

kenyataan yang tersingkap. Azima menggiring wajahnya untukku.

Kata-katanya begitu misterius.

“kenyataannya apa?”

“suamiku Abe. Satu-satunya peninggalannya untukku

adalah... suara-suara kematiannya.”10

7 Ibid., hlm. 7 8 Ibid., hlm. 10 9 Ibid., hlm. 11 10 Ibid., hlm. 156

47

“Setiap hari aku berharap ada tamu museum yang datang

kemudian berkata mereka tahu bagaimana Abe tewas. Setiap hari

aku berharap dari sekian ribu nama orang yang tewas ini...,” Azima

mengusap air matanya lalu menyisir isi tasnya.11

Kutipan di atas memperlihatkan betapa suci cinta sepasang

manusia walau harus terpisahkan oleh kematian. Akan tetapi tidak

mengurangi rasa cintanya. Hanum dan Rangga, sepasang suami-istri

yang saling mencintai, ini sudah terlihat dari awal cerita dimana setiap

waktu berdua dijadikan momentum yang istimewa. Sehingga Rangga

membuat kejutan untuk sang istri tercinta dan istrinya memukul-mukul

badan suaminya dengan rasa haru dan tak ingin berpisah lagi. Berikut

ini kutipan yang menunjukkan waktu berdua mereka dihabiskan

bersama menjadi momentum yang istimewa.

Saturday freeday adalah forum kami melakukan aktivitas kecil

bersama seperti membersihkan rumah, belanja kebutuhan sehari-

hari untuk seminggu kedepan, menghadiri pengajian di KBRI,

mengajar ngaji di surau kecil Wina, atau sekadar bersenda gurau

dalam bus dan kereta U-Bahn demi memaksimalkan penggunaan

tiket bulanan. Kemudian rutinitas kecil itu kami tutup denan makan

sinag dari satu restoran ke restoran lain di Wina. Itu adalah

seremoni kami untuk merayakan pencapaian satu pekan yang kami

lalui dengan susah payah. Pekan yang hampir saja memisahkan

kami setiap harinya dan membuat kami bertemu hanya pada malam

hari.12

Detik itu, satu tangkap tangan kokoh menutup mata dan wajahku

tiba-tiba dengan keangkuhan otot-otot jarinya. Tangan satunya

memelukku dari belakang. Aku berontak karena kekagentan yang

luar biasa. Begitu aku membalikkan badan, dia mencium keningku.

Membelai rambutku.

“Inilah kejutan terbesarku untukmu, Say,” ucap Rangga tanpa

rasa bersalah.

Tanganku refleks akan memukul dadanya, tapi ditepisnya cepat.

11 Ibid., hlm. 157 12 Ibid., hlm. 53

48

Aku urungkan niatku memukul dirinya. Kudekap Rangga seerat

aku mendekap Azima tadi malam. Ku raih tangan Rangga yang

melingkar di leherku. Begitu hangat. Aku tak ingin kehilangan

suamiku lagi. Aku tak ingin kami “terbelah” lagi.13

Kutipan di atas menunjukkan bahwa waktu adalah hal yang

berharga terutama untuk kebahagiaan bersama pasangan hidup. Begitu

pula dengan Michael dan Joanna yang saling mencintai namun harus

terpisahkan oleh kematian. Akan tetapi kematian Joanna tidak dapat

diterima oleh Michael.

Aku mencintai istriku, Anna. Dan telah berjanji akan

membahagiakannya. Tapi semua sirna karena para lalim itu. Siang

dan malam aku hanya merenung, mencoba meninabobokan

perasaanku yang berkecambuk. Sejak 11 September, hatiku tidak

bisa bergerak pada perempuan mana pun. Aku tidak tahu harus

marah pada siapa. Hingga akhirnya aku mendengar pembangunan

Masjid Ground Zero yang begitu dekat dengan kompleks tragedi itu

terjadi.14

Kutipan di atas menunjukkan bahwa cinta dapat membuat

seseorang yang menanam amarah menjadi sebuah benci karena rasa

sakit yang terbuahkan. Namun hal itu dapat berubah, jika bersikap ikhlas

terhadap kenyataan yang terjadi.

2) Persahabatan

Tema persahabatan pada novel ini hanya sebagai bumbu dari

kisah perjalanan cerita. Sehingga terlihat lebih menarik pembaca dalam

membacanya. Tema persahabatan di novel ini tidak terlalu menonjol

seperti tema religi. Tema persahabatan pada novel ini terjadi pada

Rangga dengan kedua sahabatnya yaitu Stefan dan Khan. Ketiga orang

tersebut merupakan mahasiswa S-3 di Wina dengan beasiswa yang

13 Ibid., hlm. 322-333 14 Ibid., hlm. 225

49

didapatkan dari pemerintah Swiss. Rangga dan Khan adalah seorang

muslim dan Stefan seorang ateis (tidak mempercayai Tuhan), akan

tetapi ketiganya berbeda pendapat tentang suatu walaupun mereka

bersahabat baik. Berikut kutipan yang menjelaskan persahabatan

mereka bertiga.

... Sekarang, pakai baju saja kok diatur sih? Suka-suka kita dong.

Kali ini Khan bangkit dari duduknya, lalu melintas di depan Stefan

sambil menjawil pipinya dengan senyum kecil. Aku bertaruh kalau

Khan sudah berbahasa tubuh demikian, pastilah dia akan membalas

dengan jawaban yang mengenyakkan.

“oh my brother, kalau tidak diatur aku pasti dengan senang hati

ke kampus untuk menghadiri sidang disertasiku nanti dengan celana

renang saja. Bagaimana pendapatmu?”

Aku hampir saja tersedak dengan tawaku mendengar jawaban

Khan yang taktis. Aku melihat Stefan tertawa-tawa sendiri sambil

mengusap pipinya yang ditowel Khan. Benar-benar, dua anak

manusia ini bisa sebntar sebagai minyak dan air, tapi sebentar

kemudian mereka menjadi sahabat kental.15

Berdasarkan kutipan di atas, walaupun terdapat perbedaan ras,

budaya, dan agama, manusia dapatlah menjalin persahabatan yang baik

dengan sesama. Perbedaan pendapat menjadi suatu kewajaran dan dapat

menjadi nilai tambah untuk mempererat persahabatan.

2. Alur (Plot)

Alur merupakan rangkaian jalannya sebuah cerita. Pada novel Bulan

Terbelah di Langit Amerika alur yang digunakan adalah alur maju. Hal ini

dikarenakan proses penceritaan yang berdasarkan rentetan waktu peristiwa.

Mulai dari kejadian tahun 2001 hingga pengklarifikasian yang sesungguhnya

terjadi oleh Brown. Dalam alur terdapat lima tahapan, yakni tahap penyituasian,

15 Ibid., hlm. 32

50

tahap pemunculan konflik, tahap peningkatan konflik, tahap klimaks, dan tahap

penyelesaian.

a. Tahap Penyituasian

Tahap ini merupakan tahap awal yang melandasi sebuah cerita. Pada

novel ini, tahap penyituasian terjadi pada saat Hanum sedang memasak di

rumahnya di Wina mendapatkan telepon oleh Gertrud, dan saat berbincang

Gertrud mengatakan bahwa ada hal yang sangat penting telah terjadi.

“Hanum, can you do me a favor?” suara Gertrud tiba-tiba lebih

memelas.

“Maaf meneleponmu malam-malam. Besok kau harus masuk pagi-

pagi...,” suaranya kini sedikit bergetar. Ada harap besar padaku.

“Besok? Besok kan Sabtu, hari liburku, dan aku sudah punya rencana

dengan suamiku.”

“Batalkan...,” sambar Gertrud. “this is an emergency, Hanum.”16

b. Tahap Pemunculan Konflik

Tahap ini merupakan tahap munculnya sebuah konflik dalam sebuah

cerita. Pada novel ini, pemunculan konflik terjadi di kala Hanum menemui

Gertrud di ruang kerjanya seperti permintaannya di telepon. Kemudian

Gertrud memberitahu hal yang menjadi sangat penting yaitu salah satunya

Hanum harus menulis sebuah artikel yang bertemakan “Akan lebih baikkah

dunia ini jika tanpa Islam?”.

Hal tersebut memicu konflik dalam diri Hanum sehingga akhirnya

Hanum setuju karena dirinya tak ingin ada orang yang merusak agama

kepercayaannya hanya untuk sebuah bisnis.

“Dewan redaksi ingin Heute ist Wunderbar menulis artikel perdana

dalam format full service-nya dengan topik: “Would the world be better

without Islam?”,’Akankah dunia lebih baik tanpa Islam?”17

“Tidak, Gertrud. Aku tidak akan mungkin menulis artikel seperti itu.

Kita bisa menulis seseuatu yang kau sebut apa itu-mengubah dunia-

demi manaikkan oplah pada hari pertama tayang nanti. Tapi bukan

16 Ibid., hlm. 21 17 Ibid., hlm. 44

51

dengan menggiring opini semacam itu yang memojokkan

keyakinanku...,”18

“Gertrud aku terima tantanganmu. Aku akan menulis artikel itu.”19

c. Tahap Peningkatan Konflik

Tahap ini terjadi ketika Hanum sedang mencari narasumber untuk

artikel yang di carinya. Hingga akhirnya dia bertemu dengan Michael Jones

di dalam aksi demontrasi. Akan tetapi karena aksi demonstrasi yang

memuncak, Hanum menjadi terpisah dengan suaminya Rangga.

“Sir, do you think the world would be better without Islam?”

teriakku sedikit melengking.

Pria berwajah gahar itu akhirnya menoleh padaku yang terus

mengejarnya. Dia menatapku sebentar lalu menyeringai seraya

menyodorkan tangannya. Aku terengah-engah sambil mendengarkan

nama itu.

“Hi, I’m Michael Jones.”20

.... Dalam beberapa detik Jones sudah melesat kembali ke arena

demo.

Dalam beberapa detik pula demonstrasi berubah kacau.

Kekacauan yang mengepungku.21

d. Tahap Klimaks

Tahap ini terjadi ketika Hanum bertemu dengan Azima Hussein atau

Collins. Situasi seperti ini menjadi puncak dari berbagai peristiwa

dikarenakan pertemuan Hanum dengan Azima bersedia menjadi

narasumbernya dengan membuka banyak penjelasan untuk Hanum.

“.... Aku menerima tawaran menjadi narasumbermu. Tapi dengan satu

syarat, pakailah nama muslimku, bukan Julia, dalam laporanmu.”

“Azima Hussein, Hanum.”

Ya Tuhan! Aku...aku telah salah menilai orang. Aku benar-benar

mengingat nama itu di antara nama-nama yang lain.22

18 Ibid., hlm. 45 19 Ibid., hlm. 51 20 Ibid., hlm. 94 21 Ibid., hlm. 99 22 Ibid., hlm. 141

52

e. Tahap Penyelesaian

Tahap ini terjadi disaat Brown menyampaikan peristiwa yang

sesungguhnya saat 11 September 2001 di depan para hadirin maupun

televisi yang telah tersembunyi selama delapan tahun.

“Jones dan Azima, izinkan saya berkisah mengenai kejadian nyata

dalam 100 menit yang mencekam itu....23

3. Latar

Latar merupakan tempat terjadinya peristiwa di dalam sebuah cerita.

Selain itu latar merupakan landasan sebuah pertiwa terjadi. Latar memiliki tiga

unsur, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial-budaya. Ketiga unsur

tersebut memang berbeda, tetapi saling memiliki keterkaitan satu dengan

lainnya.24

Penggambaran latar novel Bulan Terbelah di Langit Amerika sebagai

berikut:

a. Latar Tempat

1) Pesawat Terbang America Airlines

“Halo America Airlines Flight 11 di sini...melaporkan...pesawat

ini dibajak...,” suara pramugari bermata sipit membetikkan

kepanikan luar biasa. Dia menelepon Air Traffic Control di Boston.

Matanya masih tegar. Toh lama-lama air mata merembes dari kedua

sudut matanya seiring dengan gejolak kerisauan yang telah

menembus batas.25

Kutipan di atas terdapat pada prolog novel ini dan menggambarkan

bahwa tempat terjadi suatu peristiwa yaitu pembajakan berada di

pesawat terbang. Peristiwa tersebut, membuat pesawat terjatuh di

sebuha gedung raksasa dan meluluh lantakannya serta karena pesawat

tersebut menjadi awal kisah cerita ini.

23 Ibid., hlm. 281 24 Burhan Nurgiantoro, op. cit., hlm. 314 25 Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra, op. cit., hlm. 12

53

2) World Trade Centre

Laki-laki Arab itu tersenyum lega. Matanya menerawang

menembus jendela di belakang meja bosnya. Dia memandang awan

putih yang bergumul-gumul, menarik tak beraturan seolah dientak

badai. Gumpalan awan itu melewati gedung Worl Trade Centre

menara utara.

Gedung kembar di sebelahnya, menara selatan, tampak terlalu

sombong sekadar untuk menyunggingkan senyum untuknya.26

Pada kutipan di atas, digambarkan bahwa seorang tokoh laki-laki sedang

berada di gedung WTC dan melihat benda yang meluncur ke tempat dia

berdiri di balik gumpalan awan. Kejadian ini, tahap menuju

terbenturnya sebuah pesawat ke gedung WTC dan meluluhlantakkannya

dan terjadilah peristiwa 9 September 2001.

3) Apartemen di Wina

Aku memandang keluar jendela apartemen. Matahari awal

musim gugur masih menumpahkan sisa sinarnya, meski waktu

sudah menunjukkan hampir pukul 21.00. Hingga selarut ini,

Rangga belum juga pulang dari kampus. Kelumrahan yang terjadi

memasuki tahun kedua masa studi S-3nya di Wina.27

Pada kutipan di atas menunjukkan bahwa Hanum dan Rangga

tinggal di sebuah apartemen selama di Wina dikarenakan studi S-3 sang

suami. Di tempat inilah mereka berdua hidup bersama hingga

berakhirnya masa studi S-3 dan terjadinya peristiwa-peristiwa di dalam

hidup mereka.

4) Kantor Universitas

Stefan Rudolfsky melempar koran Heute ist Wunderbar ke meja

kerjaku28

Aku segera melenggang keluar kantor menuju perpustakaan.

Aku masih melihat Stefan dan Khan saling pandang.29

26 Ibid., hlm. 14 27 Ibid., hlm. 20 28 Ibid., hlm. 29 29 Ibid., hlm. 34

54

Pada kutipan di atas menunjukkan keberadaan Rangga sedang

berada di meja kerjanya yaitu di ruang kantornya. Kantornya tersebutpun

ruang kerja asisten dosen S-3. Latar tempat ini yang menunjukkan

perbedaan antara sahabat, dapat diterima dengan baik walaupun terjadi

diskusi-diskusi hebat, salah satunya diskusi tentang the power of giving

in bussiness.

5) Stasiun U-Bahn

Tak mau hanya sibuk berkasak-kusuk tanpa berani meminta foto

idola sebagaimana perempuan-perempuan muda di U-Bahn ini, aku

memberanikan diri menghampiri Cooper. Aku menyalaminya dan

meminta foto untuk ku pamerkan pada Hanum nanti.

Begitu kereta meluncur dengan embusan angin yang melewati

lorong gelap dan berhenti, aku meloncat ke dalamnya.30

Pada kutipan di atas menunjukkan bahwa Rangga sedang berada

di stasiun U-Bahn. Peristiwa berdasarkan kutipan di atas dimaksudkan

untuk memberi kejutan yang mendebarkan untuk istrinya disaat dirinya

pulang.

6) Ruang Kerja Getrud di Kantor Heute ist Wunderbar

Aku memandang atasanku itu sedang membuang pandang ke

jendela. Entah sudah berapa ratus kali jendela ruang kaca itu dia

tatap, seolah jendela itu bisa memberikan penyelesaian itu semua

masala kantor. Di atas lantai 3 kantor ini, jendela ruang kaca

Gertrud menjadi semacam gang untuk masuk ke dunia inspirasi.31

Pada kutipan di atas Hanum sedang berada di ruang Gertrud. Hanum di

ruang tersebut mendapatkan tugas yang berat dan besar untuk sebuah

keyakinan agamanya. Tugas tersebut yang membuat Hanum harus

berangkat ke Amerika untuk memperoleh informasi yang tepat dan baik.

30 Ibid., hlm. 36 31 Ibid., hlm. 38

55

7) Harlem, New York

Kami berdua menginjakkan kaki di sebuah titik di kawasan

Harlem itu. Di jalan yang ramai dengan orang hitam berlalu-lalang.

Mobil-mobil usang masih terlihat di kota paling modern sedunia

ini.32

Pada kutipan di atas, menunjukkan Hanum dan Rangga sedang berada

di daerah Harlem, New York. Keberadaan mereka di daerah tersebut

dimaksudkan untuk mencari narasumber wawancara Hanum atas

peristiwa 11 September 2001.

8) Museum Memorial 9/11

Entah sudah berapa lama waktu yang dia habiskan untuk

kegiatan itu selam dia bekerja di Museum memorial 9/11 new York

ini. Kurasa, museum ini pilihan terbaik untuk menghangatkan

badan sesaat.

“Hi, Morning! Please Come in!”

Dia baru beranjak dari duduknya ketika aku dan Rangga

memasuki entrance museum. Dia tersenyum manis pada kami,

mengayunkan tangannya mempersilakan tamu.33

Pada kutipan di atas menunjukkan Hanum dan Rangga sedang

berada di Museum 9/11 walaupun baru memasuki museum tersebut. Di

tempat ini, awal pertemuan Hanum dan Rangga dengan Julia Collins

yang akhirnya Julia dan Hanum menjadi bersahabat walau awalnya

seorang yang tidak dikenal.

9) Kompleks Ground Zero/Grand Memorial 9/11

Aku masih terus mengamati jalanan dan mencoba

menancapkannya dalam ingatan. Selingkaran proyek besar Grand

Memorial 9/11 seakan dilindungi puluhan crane.34

32 Ibid., hlm. 75 33 Ibid., hlm. 85 34 Ibid., hlm. 89

56

Pada kutipan di atas mendeskripsikan bahwa Hanum sedang berada di

kompleks Ground Zero atau Grand memorial. Di tempat tersebut,

Hanum sedang mencari narasumber untuk berita yang akan ditulisnya

dan di tempat itulah dia bertemu dengan Michael Jones sebagai

narasumbernya yang berasal dari luar muslim.

10) Bus

Sudah dua kali aku ke toilet dalam bus dan terpaksa harus

membangunkan pria tua ini hingga membuatnya mendelik lalu

merengut setiap mencoleknya. Sudah dua kali juga aku

mempersilahkannya bertukat tempat denganku karena kukatakan

saja aku penderita gangguan pencernaan setiap pergi ke luar

negeri.35

Kutipan di atas memperlihatkan bahwa Rangga sedang berada di

dalam bus dan mengalami gangguan pencernaan. Di dalam bus tersebut,

Rangga bertemu dengan seorang pria tua yang ketika membicarakan

tentang Islam, pria tua terebut memiliki pendapat yang cukup liberal dan

kuno. Pria tersebut mengidentikkan Islam dengan perang sehingga

membuat perangai Rangga menjadi tidak baik kepadanya.

11) Masjid New York Manhattan

Maaf, masjid ini ikut-ikutan disorot karena dekat dengan lokasi

pembangunan Masjid Gorund Zero. Jadi aku tidak bisa

membiarkanmu tidur di sini.36

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Hanum sedang berada di dalam

sebuah masjid yang tidak jauh dari Masji Ground Zero. Masjid itu

Masjid New York Manhattan. Nama masjid itu diketahui karena

dituliskan oleh sang pengarang novel di bagian awal. Masjid ini

35 Ibid., hlm. 122 36 Ibid., hlm. 119

57

merupakan awal mula Hanum mengenal lebih jauh tentang Julia Collins

atau Azima Hussein.

12) Rumah Azima Hussein

Azima menyiapkan sebuah kamar untukku, tepatnya kamar

Sarah yang dipinjamkan untukku, sementara Sarah tidur bersama

ibunya malam ini. Azima juga memberiku baju ganti dan handuk

serta pil pengurang rasa sakit.37

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Azima sedang menyiapkan kamar

untuk Hanum tidur. Hal itu berarti Hanum dan Azima sedang berada di

rumah Azima. Di rumah Azima Hanum berkenalan dengan ny. Hyacint

Collins. Selain itu dia berdialog dengan Azima sehingga diketahuilah

sejarah sebenarnya icon yang berada di beberapa lembaga yang ada di

Amerika, gambar nabi Muhammad yang disejajarkan dengan tokoh

besar Amerika, video saat kejadian 9/11, serta Azima yang tetap

berusaha menjalani ajaran agama Islam dengan baik, salah satunya

dengan menutup aurat.

13) Empire State Building

Seorang pelayan lift berseragam merah, berdiri sambil

tersenyum karena melihatku ketakutan. Hampir semua orang New

York dalam lift 4x4 meter ini memperhatikanku. Mereka tersenyum

geli melihat wajah cemasku. Mungkin mereka mengiraku tak hanya

takut, tapi juga norak dan udik. Rasanya menyesal membeli tiket

seharga 27 dolar untuk naik observation desk di lantai 86 Empire

State Building, karena seolah aku baru saja membeli rasa cemas.38

Berdasarkan kutipan di atas, menjelaskan bahwa Hanum tepat sedang

berada di Empire State Building. Di gedung ini, dia bertemu dengan

Jones, dia mengembalikan foto Anna yang sempat terbawa olehnya lalu

mewawancari Jones tentang kejadian tersebut serta “Akankah Dunia

37 Ibid., hlm. 161 38 Ibid., hlm. 216

58

Lebih Baik Tanpa Islam?”. Hanum pun mendapatkan jawaban yang

cukup untuk datanya.

14) Hotel Arlington

Kami duduk di restoran yang sama di Hotel Airlington,

menikmati sarapan pagi. Melihat bagaimana orang-orang

berlimpah uang yang bermalam di hotel bintang lima meletakkan

makanan beraneka rupa di piring mereka. Juga minuman.39

Pada kutipan di atas, menunjukkan bahwa kedua tokoh utama sedang

berada di Hotel Airlington. Di hotel ini, mereka berdua bermalam,

Hanum bercerita tentang segala kejadian yang menghampirinya selam

tidak bersama sang suami. Selain di tempat ini, Rangga mengirimi semua

hasil kerja Hanum ke Gertrud termasuk beberapa file yang dimiliki

Hanum dia kirim kepada Phillipus Brown sehingga terbalaslah surel

Rangga. Mereka pun di tempat ini berdiskusi tentang kehidupan saat

sedang menyantap sarapan di restoran hotel.

15) Baird Auditorium

Aku melihat dengan jelas bagaimana sepasang mata pria paruh

baya itu terus menembus saputan udara di Baird Auditorium yang

gelap. Aku menoleh bolak-balik, siapa yang dia sedang pandangi di

anjungan ini. Oh, mungkin Layla di sampingku. Atau...siapa?40

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Hanum serta Layla dan keluarga

Azima, sedang berada di Baird Auditorium. Di tempat ini, Phillipus

Brown mengungkap tabir yang selama ini tersembunyi dan membuka

mata semua para hadirin dan pemirsa dunia yang menyaksikan acara

tersebut di tv. Berkat Brown, Azima mengetahui hal yang sebenarnya

terjadi terhadap suaminya dan begitu terasa sedih dengan air mata yang

mengalir saat mengetahui itu.

39 Ibid., hlm. 265 40 Ibid., hlm. 277

59

b. Latar Waktu

Latar waktu merupakan latar yang menunjukkan waktu terjadinya

sebuah peristiwa di dalam sebuah cerita, baik novel ataupun cerpen. Pada

novel Bulan Terbelah di Langit Amerika, latar waktu yang tergambarkan

yaitu pada pagi hari, siang, dan malam. Berikut ini merupakan kutipan

yang menjelas waktu terjadinya sebuah peristiwa di dalam novel ini.

1) Pagi

Pada hari kerja, newsroom ini selalu hiruk-pikuk oleh manusia

yang bersaing ketat denagn suara printer dan delapan layar televisi

yang selalu menayangkan berita dari berbagai penjuru Eropa atau

belahan dunia lainnya. Tapi ruang redaksi di lantai 3 tampak

membisu pagi ini; aku hanya melihat satu-satunya cahaya keluar

dari balik jendela di ujung lantai: ruang Gertrud.41

Kutipan di atas menunjukkan latar waktu yang terjadi pada peristiwa

Hanum bertemu dengan Gertrud yang membawa tugas besar dan sangat

berat untuknya terjadi pada waktu pagi hari. Ini awal peristiwa Hanum

dan Rangga menuju Amerika dengan kejadian yang tidak terduga.

2) Siang

Aku harus mencapai Penn-Station di Madison Square Bus

Station sebelum pukul 3 siang.42

Kutipan di atas menjelaskan waktu yang terjadi pada saat itu ada

siang hari waktu Amerika. Ini terjelaskan Hanum yang sedang berusaha

mencapai stasiun bus sebelum jam 3, yang artinya dirinya sedang berada

jam 2 siang.

3) Malam

Akhirnya Brown mulai berbicara.

41 Ibid., hlm. 38 42 Ibid., hlm. 109

60

Dengan suara parau dai mengucapkan selamat malam pada para

hadirin yang terhormat.43

Kutipan berikut menunjukkan secara jelas kepada kita, bahwa peristiwa

yang terjadi saat itu ketika malam hari. Peristiwa tersebut, awal dari

terungkapnya tabir yang selama ini dirahasiakan oleh Brown selama delapan

tahun setelah peristiwa tersebut. Dan peristiwa tersebut memecah tangisan

Azima karena telah mengetahui hal yang dicarinya selama ini tentang

kejadian sebenarnya yang terjadi pada suaminya.

Peristiwa dalam cerita ini terjadi pada tahun 2001 dan 2009. Pada awal

cerita, dikisahkan tentang sebuah pesawat yang dibajak oleh dua orang yang

mengaku sebagai muslim. Kemudian pesawat tersebut menabrakkan dirinya

ke sebuah gedung terbesar di dunia yang gedung tersebut bernama World

Trade Centre yang meluluhlantakkan gedung tersebut dan menghilangkan

ribuan korban jiwa.

Peristiwa terungkap kejadian sebenarnya yang diungkapkan oleh Brown

terjadi pada tahun 2009, ini terlihat berasal dari kutipan berikut.

Dengan cerita saya ini, saya ingin kalian tahu, saya berhutang

budai dan nyawa pada seorang muslim. Dan itu cukup mengatakan,

Islam bukanlah seperti para teroris yang memanipulasi pikiran dan hati

kira selama delapan tahun terakhir.44

Secara rasional kita pun dapat memperkirakan tahun peristiwa Brown

mengungkapkan semua itu. Maka dari itu peristiwa itu terjadi pada tahun

2009.

43 Ibid., hlm. 276 44 Ibid., hlm. 281

61

c. Latar Sosial-Budaya

Latar sosial-budaya merupakan latar tentang kehidupan yang terdapat

di dalam sebuah cerita. Baik kehidupan sosial ataupun budaya. Pada novel

ini latar sosial yang tergambarkan di awal cerita yaitu kehidupan di Eropa,

khususnya Swiss.

Sayangnya, aku tak bisa sedikitpun mengkritiknya. Tentu saja,

gonta-ganti pacar, hidup bersama, berciuman di sembarang tempat

merupakan nilai sosial yang normal bagi orang sini. Mungkin jika tak

terheran-heran, justru akulah yang tidak normal.45

Untung Gertrud tidak memintaku datang Minggu. Pada hari

Minggu, semuanya menjadi lebih ketat tanpa ampun. Jika pada sabtu

beberapa kantor atau toko grosiran masih membuka diri, pada hari

Minggu, jka nekat berbisnis, mereka bisa dipolisikan dan diperkarakan

karena dianggap melanggar hukum. Minggu adalah hari keluarga,

tidak ada alasan untuk menggugat urusan apapun.46

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Eropa merupakan negara yang

memiliki nilai sosial yang berbeda dengan nilai sosial orang timur, seperti

negara Indonesia dan beberapa negara yang bermayoritaskan muslim yang

menjaga attitude kesopanan terutama kehidupan sosial. Nilai sosial di sana

begitu begitu bebasnya, akan tetapi waktu untuk keluarga dihargai. Keluarga

ialah hal yang penting dalam kehidupan manusia, maka dari hal tersebut,

orang Swiss menghargai kebersamaan kita bersama keluarga.

Hanum dan Rangga sangat senang dengan kebijakan tentang tidak

bolehnya bekerja pada hari Minggu, karena mereka dapat menghabiskan

waktu bersama sebagai sebuah keluarga kecil. Walaupun mereka harus

sangat menghargai nilai sosial yang berada di sana. Saat di Amerika,

kehidupan sosial yang mereka hadapi tidak jauh berbeda dengan Eropa yang

mengandung kebebasan, akan tetapi di Amerika ini, terlatarkan bahwa

45 Ibid., hlm. 22 46 Ibid., hlm. 37-38

62

kehidupan di Amerika sangatlah keras dan kurangnya nilai religiusitas

disetiap hembusan nafasnya.

Kereta kami berhenti di sebuah satsiun saat seorang nenek tua

kulit hitam dengan helai-helai uban masuk. .... Tak dinyana, bukannya

membantu si nenek tua, tiga preman yang berdiri persis di bibir pintu

kereta malah tertawa mendengking bernada meledek. Pria putih malah

memperagakan secara terang-terangan gaya tertatih-tatih si nenek

tua.47

Persoalan klise, pikirku. Masjid di Wina, tempat aku dan Hanum

biasa mengajar Al-Qur’an juga dirundung masalah yang sama. Tak

sanggup membayar tunggakan sewa yang semakin melejit harganya.

Bersaing dengan kafe besar yang siap menerkam siapa yang kesulitan

kapital. .... Ini bukan masalah diskriminasi, tentu saja. Ini masalah

ketamakan manusia saja. Business is business. Kalaupun yang berdiri

adalah gereja, gereja itu pasti tersaruk-saruk setorannya.48

Pada kutipan di atas, berdasarkan latar sosial yang terjelaskan, sisi

religiusitas manusia sudah sangat jauh berkurang. Tempat ibadah yang

seharusnya dilindungi dan didatangi, malah tergusurkan oleh ketamakan

uang. Uang memang dibutuhkan untuk kehidupan, terutama kehidupan

dengan fasilitas yang memadai. Akan tetapi seperti kata Brown, banyak uang

bukan berarti hidupmu akan menjadi tenang, sedikit uangpun begitu. Dekat

dengan Tuhan dengan menjalankan ajara-Nya dalam kebaikan, dapat

membuat hidup menjadi lebih tenang dan penuh keberkahan.

4. Tokoh dan Penokohan

a. Hanum

Hanum merupakan tokoh utama dalam novel ini. Hal ini terlihat sejak

awal cerita hingga akhir cerita, dia dan satu tokoh utama lainnya selalu

terdapat sosok mereka, dan mereka memiliki peran penting di dalam cerita

tersebut.

47 Ibid., hlm. 125 48 Ibid., hlm. 77

63

Tokoh utama merupakan tokoh yang selalu hadir dalam setiap kejadian dan

paling banyak ditemukan pada setiap halaman. Selain itu tokoh utama

merupakan tokoh yang banyak diceritakan dibanding tokoh lainnya.49

Hanum merupakan tokoh yang cerdik dalam setiap pekerjaannya, terutama

dalam berbicara.

Gertrud Robinson merasa dirinya berhutang budi padaku atas

keberhasilan besarku mewawancarai Natascha Kampusch. Tak ada satu

media pun yang sanggup mewawancarai perempuan muda ini, yang

sukses melarikan diri setelah sembilan tahun dikurung penculik yang

menyekapnya di bungker rumah di Wina.50

Hanum pun seorang yang mempunyai sisi religius yang baik, itu terlihat

dari dirinya yang selalu mengingat Allah dalam setiap kejadian yang

dihadapinya. Akan tetapi, dirinya masih belum menjalankan perintah Allah

untuk wanita, yaitu berjilbab.

Ya Allah, anugerahi aku dengan kesabaran menghadapi

ketidakmampuanku yang satu ini : memahami jalan.51

Ya Tuhan, lelakon apa yang sedang ku jalani?52

Aku kembali melihat diriku sendiri yang masih belum berhijab.

Kenyataan Azima yang mempertahankan hijabnya dengan cara tak

terbayangkan ini, membuatku tertohok ucapan ucapan Ayse, anak

Fatma, pada suatu kali.53

Dibalik semua sifat positif Hanum, secara tidak sadar Hanum memiliki sifat

negatif yaitu suka meremehkan orang lain.

“Kau bertemu dengan Andy beneran? Kenapa nggak bilang-bilang!

Oh, tidak mungkin. Ini pasti rekaan photoshop!” kekeh Hanum sambil

masih tergagap melihat fotoku bersama Andy Cooper.54

49 Burhan Nuriantoro, op. cit., hlm. 259 50 Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra, op. cit., hlm. 27 51 Ibid., hlm. 114 52 Ibid., hlm. 115 53 Ibid., hlm. 182 54 Ibid., hlm. 57

64

b. Rangga

Rangga merupakan tokoh utama seperti Hanum. Dia pun sering terlihat

diberbagai peristiwa dalam cerita ini. Rangga merupakan tokoh laki-laki

yang menyayangi istrinya dan penuh kejutan.

Rangga Almahendra, pria belahan jiwaku ini memang pria

penuh kejutan. Setelah mengejutkanku dengan mengirimku surel

video perjalanan Eropa pada hari ulang tahunku, berpura-pura di

hadapan Gertrud dirinya pencemburu berat demi menghindarkanku

dari liputan spencer Tunik, beberapa kali memasakkanku makanan

Indonesia ketika aku sakit, dan terakhir memberiku foto Andi

Cooper bersamanya di U-Bahn.55

Selain itu Rangga merupakan seorang yang menyukai humoris

dengan sering bercanda dengan Hanum.

Ranggapun seorang yang tidak pantang menyerah dalam meraih mimpi dan

memiliki sisi religius yang cukup baik.

“Kau tahu kan, 100 surel berbeda kukirim dalam kurun waktu 1 tahun

untuk mendapatkan 1 jawaban dari beasiswa S-3 Austria ini?” tukas

Rangga, mengingat kekerasannya mengejar mimpi sekolah di Eropa.56

Selain itu, Rangga memiliki sifat berani berkenalan dengan orang yang

tidak dikenalnya tanpa rasa malu. Ini terlihat saat dia berkenal diri dengan

Andy Cooper untuk meminta foto bersama, berbiara dengan penjual hotdog

halal di New York, dan mengenalkan diri kepada Pllipus Brown sehingga

namanya disebutkan dalam acara besar di auditorium.

“Phillipus Brown?” kuulurkan tangan pada pria berkacamata tebal itu.

Dia telah mengoleskan mentega di roti gandum yang sekeras batu. Dia

tersenyum ramah padaku dan meletakkan pisau rotinya seketika lalu

menjabat tanganku. Aku keraskan namaku saat menyebutnya. “Rangga

Almahendra from Indonesia.”57

55 Ibid., hlm. 59 56 Ibid., hlm. 24 57 Ibid., hlm. 193

65

Tak mau hanya sibuk berkasak-kusuk tanpa berani meminta foto idola

sebagaimana perempuan-perempuan muda di U-Bahn ini, aku

memberanikan diri menghampiri Cooper. Aku menyalaminya dan

meminta foto untuk ku pamerkan pada Hanum nanti.58

c. Azima Hussein

Azima hussein merupakan tokoh tambahan yang penting dalam cerita

ini. Dia merupakan istri dari alm. Ibrahim Hussein dan merupakan sosok

wanita yang penyayang. Ini terlihat dari Azima sangat menyayangi ibunya

sehingga rela melepas jilbabnya. Walaupun seperti itu, dia tetaplah orang

yang menjalankan perintah agama dengan sebaik yang bisa dilakukan

dengan menggunakan pakaian yang sangat tertutup serta rambut palsu

pengganti jilbab dan tetap memegang kepercayaannya terhadap Islam.

Tangannya kini melepas sesuatu yang menyelubung di atas

kepalanya. Perlahan aku tahu apa itu. Itu jelas bukan bagian asli

tubuhnya.

Wig? Rambut palsu?

“Hanum, inilah caraku menenggang perasaan ibuku sekaligus Tuhan.

Aku ingin menjadi muslimah sejati, sekaligus ingin selamat dari

cemoohan sosial. Dan hijabku telah kuganti dengan rambut palsu

ini....”59

Selain itu, Azima merupakan sosok yang lembut, ramah, dan baik hatinya.

“Assalamu’alaikum. My name is Julia Collins. Call me Julia. Where’s

your friend?”

Perempuan itu menyalamiku. Dengan sigap dia membuka plastik yang

dia bawa dan mengulurkan gulungan perban putih. Dia tidak peduli

dengan kebengonganku yang begitu jelas. Aku mengenali wajahnya.

Senyumnya begitu tulus.

Setulus dia menyalamiku di Museum Serangan 11 September di

Ground Zero pagi-pagi tadi.60

58 Ibid., hlm. 36 59 Ibid., hlm. 181 60 Ibid., hlm. 120

66

d. Ibrahim Hussein

Ibrahim Hussein merupakan Suami Azima Hussein. Pada novel ini,

Ibrahim memiliki peran yang sangat penting sebagai tokoh tambahan,

walaupun dirinya terdeskripsikan sebagai cerita masa lampau. Karakteristik

dirinya pun diketahui berkat cerita tentang dirinya, berbeda dengan tokoh

lainnya yang yang dideskripsikan sebagai tokoh hidup.

Ibrahim Hussein adalah tokoh yang sangat menyayangi keluarga,

menghormati orang tua, serta memiliki sikap religius yang cukup baik

dengan ajaran agama yang diaplikasikan di dalam kehidupannya.

“Hari ini my love, aku akan berteriak sekeras-kerasnya dari lantai atas

kantor untuk mencoba memanggilmu. Kau pasti bisa mendengarnya.

Lalu, aku akan berteriak kedua kalinya untuk bayi kita.61

Sebencinya ibu terhadap suamiku, aku menaruh kekaguman pada Abe

kaerna dia tetap menghormati dan menyayangi ibuku. Setelah beberapa

bulan berlalu, aku dan orang tuaku tak saling menyapa. Tapi Abe

memintaku untuk selalu bersujud pada orang yang telah melahirkanku.62

Nyonya Azima Hussein, dalam kegentingan itu suami Anda begitu

tegar. Saya berguru padanya dalam menit-menit terakhir itu. Dia

menderas dalam doa. Saya tak tahu dia berbicara apa. Tapi saat itulah

saya dihantam kesombongan saya selama ini.63

e. Michael Jones

Michael Jones merupakan tokoh tambahan yang memiliki peran yang

cukup penting di dalam novel ini. Dia merupakan tokoh yang memiliki sifat

penyayang, terutama kepada istrinya. Akan tetapi rasa benci pun terbentuk

di tokoh tersebut, karena rasa cinta yang begitu besar kepada istrinya.

Aku mencintai istriku, Anna. Dan telah berjanji akan

membahagiakannya. Tapi semua sirna karena para lalim itu. Siang dan

malam aku hanya merenung, mencoba meninabobokan perasaanku yang

berkecambuk. Sejak 11 September, hatiku tidak bisa bergerak pada

perempuan mana pun. Aku tidak tahu harus marah pada siapa. Hingga

61 Ibid., hlm. 8 62 Ibid., hlm. 179 63 Ibid., hlm. 294

67

akhirnya aku mendengar pembangunan Masjid Ground Zero yang

begitu dekat dengan kompleks tragedi itu terjadi.64

Selain itu dia adalah orang yang memiliki hati yang baik walaupun

secara religi tidaklah sebaik Ibrahim.

“Aku menyesal mengapa setelah delapan tahun, semua ini baru

menjadi jelas. Tapi, hari ini aku sadar, mengapa Tuhan membuatku

menunggu selama ini. Setelah Joanna tewas, aku merasa hidupku tidak

berguna lagi. Delapan tahun yang menyesakkan, delapan tahun dalam

dendam. ...”65

f. Gertrud Robinson

Gertrud Robinson berperan sebagai bos Hanum di Heute Ist Wunderbar.

Gertrud sebagai tokoh tambahan yang memiliki peran penting di dalam

cerita ini. Dialah yang memerintahkan Hanum untuk membuat sebuah

artikel besar dan berat yang semua itu langkah awal cerita. Gertrud yang

suka memberi Hanum tugas-tugas berat ini memiliki sifat yang tidak dapat

diperkirakan. Dia begitu sayang terhadap ibunya dan tak ingin membuat

kecewa ibunya. Walaupun Gertrud seorang penyang, tetapi dia bukanlah

seorang yang taat beribadah ataupun religius.

Tapi baiklah, bagi Gertrud agaknya ini masalah besar. Seorang anak

yang merasa tak dapat membahagiakan orang tuanya sepanjang

hidupnya adalah masalah besar.66

“.... kau kan tahu, aku sendiri bukan orang yang religius dalam hidup.

Aku tahu aku harus meryakan Natal dan Paskah tiap tahun. Tapi aku tak

tahu, apakah itu hanya menjadi tradisi atau sesuatu yang hendaknya

mendamaikan hidup.67

Gertrud memang bukanlah seorang yang religius, tetapi dia orang yang

menghargai agama lain dan tak ingin merusak agama tersebut di mata orang

64 Ibid., hlm. 225 65 Ibid., hlm. 312 66 Ibid., hlm. 39 67 Ibid., hlm. 40

68

lain. Selain itu Gertrud merupakan seorang yang benar-benar teliti dan

pintar, ini terlihat dari daftar narasumber yang harus diwawancarai Hanum.

“Jangan salah. Aku sebenarnya tidak setuju dengan agenda besar

dewan redaksi tentang laporan 9/11 ini. Untuk itulah aku menyuruhmu,

seorang muslim yang menulisnya, bukan Jacob yang tak tahu apa-apa.

Tapi, ya sudahlah....”68

Ya Tuhan! Aku...aku telah salah menilai orang. Aku benar-benar

mengingat nama itu di antara nama-nama yang lain. ya, aku telah salah

menilai Gertrud Robinson. Lagi-lagi aku tak percaya dengan semua

keajaiban di Amerika ini.69

g. Phillipus Brown

Phillipus Brown pada cerita ini sebagai tokoh tambahan. Walaupun

tokoh tambahan, dia memiliki peran yang cukup penting dalam novel ini.

Tanpa ada dirinya, rahasia yang selama ini terembunyi, tidak akan terbuka.

Brown merupakan seorang miliuner yang memiliki sifat sopan, ramah, dan

terbuka kepada orang lain.

“Phillipus Brown?” kuulurkan tangan pada pria berkacamata tebal

itu. Dia telah mengoleskan mentega di roti gandum yang sekeras batu.

Dia tersenyum ramah padaku dan meletakkan pisau rotinya seketika lalu

menjabat tanganku. Aku keraskan namaku saat menyebutnya. “Rangga

Almahendra from Indonesia.”

“Please sit down Mr. Mahendra. Nice to have company, just call

me Phillip”.70

Bukan hanya sopan serta ramah, Brownpun memiliki hati yang lembut

dengan mudah terharu dan dirinya pun seorang yang berusaha menepati

janji.

Phillipus Brown menunduk. Dengan sebuah napas panjang dia

mendongakkan kepala. Air matanya berhulu di sudut mata.71

68 Ibid., hlm 47 69 Ibid., hlm. 141 70 Ibid., hlm. 193-194 71 Ibid., hlm. 294

69

“Hadirin semua, aku memang telah berbohong pada Ibrahim. Aku

tak pernah kembali untuknya. Tapi cita-citanya untuk Sarah

anaknya...akan kulunasi.”

“Sekolah ke mana pun kau mau, Nak. Wujudkan impian ayahmu.

Princeton.”72

5. Sudut Pandang

Sudut pandang merupakan daya pandang pengarang untuk menyajikan

sebuah tokoh di dalam sebuah cerita. Pada novel Bulan Terbelah di Langit

Amerika, sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang orang pertama

atau tokoh sentral dalam cerita. Pada novel ini terbilang unik, karena tokoh yang

menjadi sentral cerita terdapat dua tokoh yaitu pada tokoh Hanum dan Rangga.

Kedua tokoh ini sama-sama menggunakan “aku” sebagai pelaku dan penerima

kejadian tersebut dan orang yang mengetahui cerita tersebut.

Aku diam sambaran kata-kata Rangga. Sediam-diamnya. Aku tahu

suamiku itu tengah nyinyir senyinyir-nyinyirnya padaku.73(Hanum)

Aku melihat jam tanganku. Sudah hampir pukul 23.00. hanum pasti

sudah menungguku di rumah, atau malah sudah terlelap.74 (Rangga)

Berdasarkan kutipan di atas, mereka berdua adalah tokoh utama

yang menjadi sentral cerita. Selain itu tokoh aku yang berjumlah dua ini

dikarenakan pengarang pada novel ini berjumlah dua orang, walaupun

pengarang perempuan yang lebih mendominasi jalannya cerita. Hal yang

membuat sudut pandang novel ini menarik adalah kedua sudut pandang berasal

dari dua orang yang dipadukan menjadi satu pendapat di dalam sebuah novel

dan kedua pengarang novel tersebut suami-istri yang dapat selalu berbagi ide,

pikiran, perasaan, dan gagasan setiap saat dan lebih dekat.

6. Gaya Bahasa

72 Ibid., hlm. 318 73 Ibid., hlm. 24 74 Ibid., hlm. 36

70

Gaya bahasa merupakan cara khas pengarang menyampaikan ceritanya

melalui sebuah bahasa. Dalam novel Bulan Terbelah di Langit Amerika, gaya

bahasa yang digunakan berdasarkan latar sosial pengarang, yakni mereka

menggunakan bahasa semi baku ataupun menggunakan bahasa Indonesia yang

baik dan benar.

Julia lalu memperingatkan Sarah agar berhenti menyorongkan anjing itu

kepadaku.75

Aku berdoa Gertrud tidak menugasiku meliput acara yang tidak

menuntut integritas otakku.76

Selain itu, secara sosiolinguistik, pada novel ini bahasa yang digunakan terdapat

campur kode atau alih kode, yaitu terdapat bahasa Inggris yang dicampur dengan

bahasa Indonesia dalam kalimatnya.

Aku yakin semua ini adalah grand design Allah.77

Melewati sebuah gereja kecil, kami menyaksikan sebuah deretan

homeless people mengantre untuk mendapat giliran makan gratis dan

undian tidur Cuma-Cuma.78

7. Amanat

Pada setiap cerita, baik itu novel atau cerpen, pasti terdapat amanat atau

pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada para pembaca. Pada novel

ini, pengarang ingin menyampaikan banyak sekali pesan kepada para pembaca.

Tema yang disampaikan adalah tema religius, akan tetapi amanat yang ingin

disampaikan bukan hanya mengenai religiusitas saja.

Tema pada amanat ini, yakni sebagai berikut:

a. Jangan Menyerah untuk Meraih Kesuksesan

Hanum merasa malu harus mengirim lamaran pekerjaan ke lima belas

macam perusaan berbeda dan empat belas perusahaan tidak merespon

75 Ibid., hlm. 138 76 Ibid., hlm. 44 77 Ibid., hlm. 60 78 Ibid., hlm.68

71

dengan baik. Pada perusahaan terakhir yang ingin dikirimi, ia merasa ragu

sehingga suaminya marah dan menasihatinya dengan sebuah perbandingan.

Berikut ini kutipan yang menggambarkan amat tersebut.

“Berapa sih biaya semua rasa malu untuk mengirim surel?”

tanya Rangga akhirnya.

Aku tak bisa menjawabnya.

“Kau tahu kan, 100 surel berbeda kukirim dalam kurun waktu 1 tahun

untuk mendapatkan 1 jawaban dari beasiswa S-3 Austria ini?” tukas

Rangga, mengingat kekerasannya mengejar mimpi sekolah di Eropa.

“Kau tahu kan, berapa kali Thomas Alva Edison membuat rangkaian

hingga menemukan lampu?” ....

“Beda kali, Mas. Thomas Alva Edison itu sudah yakin akan teorinya,

hanya masalah waktu dia bisa menemukan lampu.”

“Nah itu kau jawab sendiri. Hanya masalah waktu kau mendapat

pekerjaan di sini,” labrak Rangga menanggapi kata-kataku barusan.79

Berdasarkan kutipan di atas, kita dapat mengambil hikmahnya bahwa

janganlah pernah menyerah untuk meraih kesuksesanmu. Hanyalah waktu

yang menentukan kapan mimpimu akan terealisasikan.

b. Hargai Kepercayaan Agama Orang Lain

Menghargai sebuah keyakinan adalah suatu hal yang penting di dalam

kehidupan sosial. Tanpa adanya sikap toleransi dan tidak memaksa,

kehidupan bermasyarakatpun akan terasa lebih baik. Kita bisa mengambil

hikmah dari kutipan di bawah ini yang menunjukkan bahwa menghargai

kepercayaan orang lain adalah suatu hal yang penting dan baik untuk

sesama.

Salah seorang berandal itu kemudian menunjuk-nunjuk sepasang

penumpang. Semua orang menoleh pada pasangan itu; pria berjenggot

panjang dengan gamis ala Pakistan Shalwar Khameez yang bersama-

kurasa-istrinya, yang berkerudung dan bercadar.

“Hey man, do you think the ninja is really a female? Si berandal

putih bertanya nakal pada berandal hitam.

“No...no.... I think they are twins... hahahaha” Si berandal hitam

yang tampak lebih mabuk menjawab dengan kengawuran.

79 Ibid., hlm. 24

72

Tiba-tiba kereta berhenti di stasiun dengan sedikit rem pegas yang

mendecit. Semua orang sempat terenyak.80

Pada kutipan di atas terlihat sangat kontras, dua orang yang seperti

berandal tidak menghargai sepasang suami istri yang beragama Islam.

Mereka mengejek dan menghina suami-istri tersebut dengan tidak baik. Dan

akhirnya mereka mendapat balasannya yaitu sempat terenyak dikarenakan

kereta yang berhenti mendadak. Amanat yang dapat diambil, yaitu harus

menghargai agama apapun yang dipercayai oleh orang lain tanpa menghina

dan menjelekkannya. Hal itu dapat merugikan diri sendiri dengan

mendapatkan balasan yang tidak baik oleh Tuhan. Serta perasaan orang lain

merasa terluka dengan tidak adanya rasa menghargai. Dalam dunia

pendidikan, amanat yang ingin disampaikan, yakni setiap murid wajib saling

menghargai pendapat temannya masing-masing jika sedang berada di dalam

diskusi serta menghargai hasil karya teman.

c. Menjaga Lisan untuk Kebaikan

Ada sebuah pepatah, lidahmu harimaumu dan lidah lebih tajam dari

pedang. Pepatah tersebut bukan hanya sebagai perangai saja, tetapi itu

merupakan bukti nyata jika tidak mampu menjaga diri. Hanum sedang

meradang kekesalan di hatinya karena belum menemukan seorang

narasumber yang tepat. Kemudian sang suami bergurai kepadanya dan

memuncak amarahnya sehingga berkata tanpa memikir apa yang akan

terjadi ke depannya. Hingga akhirnya Hanum menyesali segala perkataanya,

setelah semua itu terjadi pada dirinya.

“Masih bercanda saja kamu, Mas... Aku lagi bingung! Gini deh.

Kalau mau, kita BERPISAH di New York. Aku akan cari narasumberku

sendiri sampai dapat. Mas Rangga ke Washington sendiri juga urusi

presentasi yang juga sama pentingnya. Fair, kan!”81

80 Ibid., hlm. 127 81 Ibid., hlm. 80

73

Ya Allah ya Tuhan, atas segala malaikat-malaikat di atas sana.... Aku

tidak benar-benar mengucapkannya. Aku benar-benar tidak

menginginkannya.... mengapa Engkau kabulkan semua ini?82

Kutipan di atas mengajarkan untuk tidak berbicara secara seenaknya,

karena Tuhan bisa mendengar yang diucapkan manusia di mana pun dan

kapan pun. Selain itu, setiap perkataan dapat berdampak berbalik terhadap

diri sendiri karena ada seseorang yang merasa terluka dengan ucapan yang

kurang menghargai orang lain. Dalam dunia pendidikan, amanat ini

memiliki keterkaitan yaitu disaat menghargai karya orang lain dengan

mengapresiasikannya walau terdapat kelemahan, karya sendiri pun akan

dihargai dan diapresiasikan dengan baik oleh orang lain. Sedangkan apabila

mencaci, menjelekkan, dan mengungkapkan segala kelemahan karya orang

lain tanpa memberi saran untuk lebih baiknya, hal itu dapat terjadi kepada

diri sendiri walaupun belum diketahui saat terjadinya.

d. Jangan Membenci Karena Rasa Sakit

Rasa sakit akan suatu hal memang tidak mudah untuk dihilangkan

begitu saja, akan tetapi akan menjadi lebih baik jika rasa sakit tidak menjadi

suatu kebencian. Berikut ini kutipan yang menunjukkan rasa sakit hingga

menjadi membenci.

Aku mencintai istriku, Anna. Dan telah berjanji akan

membahagiakannya. Tapi semua sirna karena para lalim itu. Siang dan

malam aku hanya merenung, mencoba meninabobokan perasaanku yang

berkecambuk. Sejak 11 September, hatiku tidak bisa bergerak pada

perempuan mana pun. Aku tidak tahu harus marah pada siapa. Hingga

akhirnya aku mendengar pembangunan Masjid Ground Zero yang

begitu dekat dengan kompleks tragedi itu terjadi.83

Pada kutipan tersebut, mengajarkan kepada kita bahwa, hal yang

membuat rasa sakit atau kecewa, jangan membenci penyebabnya tersebut.

82 Ibid., hlm. 116 83 Ibid., hlm. 225

74

Relevansinya dengan dunia pendidikan, ketika meraih nilai yang buruk dari

sebuah mata pelajaran, jangan membencinya.

e. Menjalankan Hidup Berdasarkan Ajaran Agama

Hidup tanpa ilmu, maka akan dibodohkan orang lain. Hidup tanpa

agama, maka akan terjatuh dalam keterpurukan jiwa serta kegelisahan hidup.

Maka dari itu kita memerlukan keduanya. Dalam menjalankan hidup, terasa

akan lebih baik jika kita berlandaskan ajaran Tuhan yang disampaikan

melalui agama yang kita yakini. Berikut ini kutipan yang berisikan pelajaran

hidup yang mengajarkan hidup dengan berlandas agama.

“Ibrahim mengajarkan saya sesuatu. Usaha dan berupaya sekuat

raya, dalam keadaan apapun, hingga Tuhan melihat kesungguhan itu

mengulurkan tangan-Nya. Ibrahim mengajari saya seseuatu yang

bernama ikhlas. Ikhlas terhadap takdit yang telah digariskan Tuhan,

setelah usaha maksimal. Harapan yang kandas, belum tentu sungguh-

sungguh kandas. Tuhan tak akan mengandaskan impian hamba-Nya

begitu saja. Dia tak akan menaruh kita dalam kesulitan yang tak terperi

tanpa menukarnya dengan kemuliaan pada masa mendatang. Itulah

mengapa saya mendedikasikan hidup saya untuk manusia.”84

Pada kutipan di atas mengajarkan kepada kita bahwa apabila kita

melakukan sesuatu dengan berlandaskan apa yang diajarkan Tuhan melalui

Nabi dan Rasul-Nya, kita akan memperoleh hal yang mulia di masa akan

mendatang. Serta tak akan ada rasa putus asa yang begitu terpuruknya

dikarenakan tak akan benar-benar kandas harpan yang dilakukan

berdasarkan usaha.

E. Representasi religi dalam Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika

Representasi religi merupakan perwakilan tentang hal religi, baik nilai-nilai

religi, atau pun dimensi religi. Pada novel ini, penggambaran religi ditunjukkan

bukanlah dalam bentuk ritual ibadah saja, tetapi bentuk keyakinan terhadap Tuhan

yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan menjalankan ajaran agama.

84 Ibid., hlm. 307

75

1. Nilai Religi

Pada novel Bulan Terbelah di Langit Amerika memiliki lima nilai religi,

yakni Nilai Ibadah, Nilai Ruhul Jihad, Akhlak Dan Kedisiplinan, Keteladanan,

dan Nilai Amanah dan Ikhlas. Walaupun tidak diperlihatkan secara jelas melalui

gerakan hidup tokoh.

a. Nilai Ibadah

Ibadah merupakan bentuk penyembahan manusia kepada Tuhan.

Bentuk penyembahan terhadap Tuhan bukanlah hanya seperti Sholat bagi

umat Islam, berdoa di gereja bagi umat kristiani atau ritual seperti tersebut.

Bentuk ibadah manusia kepada Tuhan dapat dilakukan dalam kegiatan

sehari-harinya, terutama sesuai ajaran agama masing-masing. Contohnya

seperti berdzikir, membaca Alqur’an, mengaji, berdoa, dan lainnya.

Nilai ibadah pada novel ini tidak tertuju hanya pada tokoh utama,

tetapi pada tokoh tambahan lainnya. Hanum merupakan seorang istri yang

taat dalam menjalankan perintah agama, walaupun terdapat sebuah perintah

yang belum dapat dia laksanakan. Dan Rangga merupakan suami dari

Hanum. Saat tinggal di Wina, Swiss, Hanum bersama suaminya tidak

melupakan kewajibannya sebagai muslim. Di sana mereka mengajarkan Al-

Qur’an di sebuah Masjid di Wina kepada para muslim di sana. Ini terlihat

dari pengakuan Rangga.

Persoalan klise, pikirku. Masjid di Wina, tempat aku dan Hanum

biasa mengajar Al-Qur’an juga dirundung masalah yang sama. Tak

sanggup membayar tunggakan sewa yang semakin melejit harganya.85

Berdasarkan kutipan di atas, Hanum dan Rangga tidak pernah

melupakan salah satu kewajiban dirinya sebagai seorang muslim untuk

muslim lainnya. Mengajarkan membaca Al-Qur’an adalah suatu bentuk

85 Ibid., hlm. 77

76

ibadah kita terhadap Tuhan dengan membuat orang lain dapat membaca

ayat-ayat suci Al-Qur’an dengan baik yang dilakukan secara ikhlas.

Selain mengajarkan Al-Qur’an, Hanum selalu berdoa terhadap Allah

atas segala yang dihadapinya. Hal ini terlihat sejak Hanum secara

mengejutkan diberikan tugas berat oleh Gertrud.

Ya Tuhan, ganjarlah aku dengan kekuatan untuk melaksanakan tugas

berat ini.86

Doa merupakan salah satu bentuk ketakwaan seorang hamba kepada

Tuhan. Dengan berdoa, Allah akan mengabulkan segala permintaan.

Karena apabila tidak berdoa, maka Allah pun akan marah terhadap hamba-

Nya.

Bukan hanya Islam yang berdoa sebagai wujud ketakwaan kepada

Tuhan, tetapi agama lain juga berdoa sebagi wujud ketakwaannya. Nyonya

Collins melihat sebuah gereja ketika perjalanan mereka menuju

Washington DC dan meminta berhenti untuk mengikuti misa di gereja

tersebut.

“Ada gereja di pinggir jalan. Kita ikut misa dulu. Mumpung ini hari

Minggu.87

“Kalian ini masih muda malas berdoa. Kalau Ayahmu tahu, pasti

kecewa. Ayo, Sarah!” Nyonya Collins menggamit tangan Sarah, lalu

turun mobil.88

Misa di gereja yang dilakukan pada hari Minggu merupakan bentuk

peribadatan mereka kepada Tuhan mereka dengan mereka berdoa melalui

nyanyian-nyanyian. Hanum dan Azima bukanlah sosok yang tidak berdoa

86 Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra, Op. Cit., hlm. 50 87 Ibid., hlm. 238 88 Ibid., hlm. 239

77

kepada Tuhan, namun agama yang mereka berdua percaya dan yakini

berbeda dengan Nyonya Collins.

Berdasarkan kutipan di atas, kegiatan yang dilakukan Hanum dan Nyonya

Collins adalah kegiatan yang bermakna nilai dan ritual ibadah.

b. Nilai Ruhul Jihad

Ruhul Jihad merupakan dorongan jiwa kita sebagai manusia untuk

melakukan yang terbaik secara sungguh-sungguh dalam bekerja. Terkadang

manusia di dalam hubungannya sesama manusia, seperti saling membantu

dalam kebaikan ataupun membantu saling menjaga kehidupan, tidak

dilakukan dengan sungguh-sungguh. Begitupun hubungan manusia dengan

Tuhan, kita sering kali tidak secara kaffah menjalankan segala ajaran Tuhan

dengan baik ataupun sungguh-sungguh.

Pada novel ini, nilai Ruhul Jihad terepresentasikan pada usaha Ibrahim

dengan sungguh-sungguh untuk tetap berusaha hidup di dalam sebuah

kesulitan serta membantu teman kerjanya secara sekuat tenaga untuk tetap

hidup dan tidak putus asa.

“Jangan menyerah, JOANNA! Ingat suami dan keluarga yang

menunggu Anda di rumah!” bantah Ibrahim.89

“Pak, pergilah. Saya akan berusaha sampai titik darah penghabisan

untuk tiba di bumi. Tapi...tolonglah. saya tak ingin merintangi takdir

Anda sekarang. Lihatlah diri Anda, Tuhan nyaris tak memberi Anda

luka yang berarti. Lihatlah saya sekarang. Inilah pertanda baik bagi

Anda. Pergilah, selagi ada kesempatan! Go away!!! Go away!!! Leave

me, Sir!”90

Berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memperoleh keselamatan

hidup merupakan salah satu usaha paling keras yang dilakukan manusia.

Terutama yang dilakukan oleh Ibrahim serta rekan kerjanya. Tidak putus

asa dan terus berusaha menyemangati dengan sungguh-sungguh

89 Ibid., hlm. 289 90 Ibid., hlm. 303

78

menunjukkan hablum min al-anas yang baik karena menunjukkan

usahanya.

Berdasarkan kutipan di atas, bahwa dengan segala usaha yang

sungguh-sungguh, maka akan menghasilkan suatu hal yang diharapkan.

Allah akan merubah nasib suatu kaum apabila kaum tersebut mau

merubahnya. Lain kata Allah akan mengabulkan dan mempermudah

sebuah harapan manusia apabila manusia tersebut berusaha dengan

sungguh-sungguh.

Bukan hanya Ibrahim yang menunjukkan kesungguhan dalam

berusaha. Sang istri, Azima Hussein selama delapan tahun selalu berusaha

dengan sungguh-sungguh untuk mencari tahu pesan terakhir yang

disampaikan oleh sang suami, serta mencari tahu apakah ada yang

mengetahui jasad Ibrahim saat kejadian tersebut. Setelah delapan tahun

tidak mengetahui apapun tentang hari terakhir kehidupan suaminya, Azima

mengetahui semua kebenaran dari Phillipus Brown yang diungkapkan

melalui sebuah acara di Baird Auditorium.

Berdasarkan tindakan yang dilakukan oleh Ibrahim dan Azima,

kegiatan yang dilakukan dengan sepenuh hati, termasuk kegiatatan yang

bermakna Ruhul Jihad dan mendapatkan hasil yang sesuai.

c. Akhlak dan Kedisiplinan

Akhlak merupakan sifat atau sikap yang dilakukan selama hidup di

dunia. Berdasarkan pengetahuan agama, akhlak terbagi menjadi dua, yakni

akhlak mahmudah (akhlak terpuji) dan akhlak mahmudah (akhlak tercela).

Religiusitas seseorang dapat menentukan akhlak yang terdapat di dalam

dirinya, akankah memiliki akhlak mahmudah ataupun akhlak mazmumah.

Akan tetapi, terbentunya akhlak manusia dapat diketahui berdasarkan

bagaimana terbentuk sejak kecil. Mulai dari apa yang diajarkan dan

dicontohkan kedua orang tua terhadap anak, lingkungan sosial tempat

79

manusia dibesarkan, peran orang tua dalam setiap nasihat yang tak

mengekang pilihan hidup anak untuk menjadi lebih baik.

Manusia ialah makhluk paling sempurna yang diciptakan oleh Allah,

akan tetapi tetap memiliki kekurangan. Manusia memiliki akhlak yang

terpuji, akan tetapi pasti terdapat sedikit sifat yang terarah kepada akhlak

mazmumah. Ada seorang manusia yang terhindar dari akhlak tercela yaitu

Nabi Muhammad Saw. Baginda Rasul, teladan untuk terciptanya akhlak

terpuji.

Dalam novel Bulan Terbelah di Langit Amerika, sang pengarang novel

tidak menonjolkan akhlak yang terpuji hanya pada tokoh utama saja,

melainkan pada tokoh-tokoh lainnya yang berada di dalam novel. Hanum

memiliki akhlak terpuji dan dapat kita lihat dengan dirinya selalu berdoa

dan mengingat Tuhan di saat apapun. Ia selalu tidak pernah mengeluh atas

tugas berat yang diberikan oleh atasan karena kewajibannya sebagai muslim

untuk membela agama keyakinannya.

Tidak semua manusia akan selalu mengingat Tuhan di setiap kehidupan.

Itu hal yang sering dilupakan oleh manusia. Bahkan manusia akan benar-

benar mengingat Tuhan di saat mereka dihadapi dengan ujian yang berat

dan bagi yang tidak kuat beriman kepada-Nya, akan dihujat Allah dengan

segala prasangka buruk dan bagi yang selalu mengingat Allah serta berdoa

kepada-Nya, akan terlindungi dirinya dan semakin membaik akhlaknya.

Berjuang membela kehormatan agama dari penghinaan palsu adalah

kewajiban bagi umat untuk membelanya. Mengklarifikasi kebenarannya,

merupakan perjuangan jihad Fii Sabilillah yang mendapat ganjaran pahala

dari Tuhan. Segala tindakan yang dilakukan Hanum adalah suatu bentuk

usaha pembelaan terhadap agamanya dan mengklarifikasikan semua

judgement buruk kepada Islam karena teroris.

80

Akhlak terpuji ditunjukkan oleh tokoh lainnya, yaitu Azima Hussein. Ia

begitu ramah dan sopan kepada siapapun yang dijumpai, termasuk Hanum

yang baru pertama kali jumpa ketika di Museum. Sangat baik hatinya

dengan menolong Hanum dari segala kesulitan dihadapi, walaupun belum

dikenal dengan baik dan baru mengetahui rupa Hanum yang berjumpa

pertama kali di Museum. Akhlak terpuji Azima yang lainnya

ditunjukkannya dengan sangat menyayangi sang ibu, menghormati dan

menghargai segala perbedaan agama mereka dan berusaha tidak menyakiti

perasaan Ibu.

“Hi, Morning! Please Come in!”

Dia baru beranjak dari duduknya ketika aku dan Rangga memasuki

entrance museum. Dia tersenyum manis pada kami, mengayunkan

tangannya mempersilakan tamu91

“Aku sedang tidak bergairah ikut misa, Mom. Mom saja,”

Azima menepi sambil mematikan mesin.92

Pada kutipan di atas, terlihat Azima ramah kepada para tamunya serta

disambut dengan penuh senyum. Azima mencoba tetap menghargai dan tak

melukai perasaan ibunya walau dia harus berbohong karena perbedaan

agama yang terjalin pada mereka.

Ramah dan sopan merupakan suatu bentuk tata krama yang baik yang

perlu dilakukan oleh manusia. Ramah dan sopan selalu ditunjukkan oleh

Rasulullah selama hidupnya. Serta menyayangi dan merawat orang tua

merupakan suatu bentuk bakti anak kepada mereka.

d. Keteladanan

Keteladanan merupakan perangai atau tindakan yang dapat diambil

hikmahnya dan diaplikasikan dalam kegiatan. Pada novel Bulan Terbelah

91 Ibid., hlm. 85 92 Ibid., hlm. 238

81

di Langit Amerika, keteladanan dapat terlihat pada sosok Ibrahim Hussein.

Dirinya diibaratkan seperti Nabi Ibrahim oleh Phillipus Brown dikarenakan

kegigihan untuk dapat bertahan hidup tanpa ada rasa putus asa. Bukan

hanya gigih bertahan hidup, ia selalu berusaha memberi harapan hidup

kepada teman-temannya yang hampir putus asa untuk tetap hidup.

“Nyonya Hussein, perkenankan saya mengisahkan betapa muslim

seperti Ibrahim, berlaku seperti Abraham sang Nabi. Yang tak gentar

dibakar api. Yang tak gentar menerjang panas. Demi sebuah takdir yang

dia perjuangkan. Bukan untuknya, tapi untuk saya.

“saya bukan orang yang memiliki pengharapan utuh seperti suami

Anda dalam keadaan seperti itu. Harapan saya sudah centang-perenang.

Bagaikan menggantang asap. Memeluk angin. Harapan saya seperti

gelas kaca yang pernah beremah-remah. Dan ibrahim merakitnya lagi

untuk saya. Mengais satu persatu remah-remah itu, merangkainya lagi

menjadi gelas kaca yang indah.93

Keteladanan dapat terlihat pada tokoh lainnya, yaitu Azima. Dirinya

yang tetap meyakini Islam sebagai agamanya walaupun kegundahan

terkadang menghampirinya. Ia tidak mempercayai kaum muslim bertindak

sangat keji dan berkeinginan menjadi muslimah sejati karena keteguhannya

terhadap Islam. Sikapnya yang ramah tamah, sopan santun, baik hati, dan

menghargai perbedaan agama, dapat sebagai contoh membangun karakter

yang lebih baik.

“Hanum, katakan padaku, para teroris penyerang Amerika itu.

Mereka bukan muslim! Itu omong kosong, kan? Mereka adalah

pengecut! Mereka hanya bercita-cita dikenang sejarah menjadi orang

hebat dalam membinasakan manusia! Ya, kan Hanum? Katakan ini

tidak benar. Kau kan lebih muslim daripada aku. Aku ini hanyalah

mualaf yang labil. Aku...aku....”94

“Hanum, inilah caraku menenggang perasaan ibuku sekaligus

Tuhan. Aku ingin menjadi muslimah sejati, sekaligus ingin selamat

93 Ibid., hlm. 294 94 Ibid., hlm. 177

82

dari cemoohan sosial. Dan hijabku telah kuganti dengan rambut palsu

ini....”95

Berdasarkan kutipan di atas, kelabilan yang dirasakan Azima lebih

lemah daripada kepercayaan dan keteguhan atas Islam. Islam disampaikan

Rasulullah kepada para manusia sebagai agama Rahmatan Lil ‘Alamin

(Penuh kerahmatan dan kesejahteraan bagi semua makhluk), maka

kepercayaan terhadap Islam lebih kuat dibandingkan kelabilan yang

menghampiri. Keinginannya menjadi muslim sejati seperti yang diajarkan

Rasullah, tidak dirasakan oleh semua kaum muslim, baik mualaf maupun

muslim sejak lahir.

Keteladanan tokoh-tokoh pada novel Bulan Terbelah di Langit

Amerika, terwakili berdasarkan tindakan yang dilakukan pada setiap

peristiwa.

e. Amanah dan Ikhlas

Amanah adalah sebuah pesan yang wajib disampaikan kepada orang

lain. Tokoh Hanum dan Rangga merupakan tokoh yang amanah dalam

menjalankan tugas yang diembankan oleh atasan mereka. Hanum

melaksanakan dengan baik tugas yang diberikan oleh Gertrud bahkan

mendapatkan kepuasan yang diperoleh para atasannya. Rangga pun seperti

tokoh Hanum, dia begitu amanahnya dalam menjalankan setiap pesan yang

disampaikan kepada dirinya. Pesan sang Dosen untuk meminta Phillipus

Brown datang ke kampus dan menyampaikan materi, dijalankan dengan

penuh ikhlas dan amanah.

Satu-satunya cara, aku harus mengirim pidato Phillipus Brown

dari kamera rekamku kepada Reinhard, seperti permintaan Reinhard

tadi pagi di telepon.96

Aku ingat, sudah 3 permohonan pembicara tamu kuajukan ke

Brown siang ini. Tidak ada surat yang terbalas. Padahal aku sudah

95 Ibid., hlm. 181 96 Ibid., hlm. 262

83

memberi impresi padanya bahwa aku adalah pria Indonesia yang siap

menemaninya berjalan-jalan keliling Nusantara nanti. Aku harus

mencari cara lain untuk menarik perhatiannya. Dan aku yakin caraku

kali ini pasti berhasil. Aku tahu bagaimana membuat emailku dibalas

olehnya.97

Pada kutipan di atas, Rangga menunjukkan kesungguhan hati dalam

menjalankan amanah yang diembankan demi sebuah kepercayaan. Di sisi

lain, sebuah pahala terjatuhkan pada seorang yang menjalankan amanah

yang dipercayakan disampaikan atau dilakukan dengan kesungguhan hati.

Ikhlas merupakan perbuatan tanpa mengharapkan suatu balasan apapun

dari manusia dan hanya mengharapkan keridhaan Allah semata. Ikhlas pun

tindakan tanpa penuh keluh kesah dan berlapang dada untuk melakukan

sesuatu. Pada novel ini, keikhlasan terlihat pada dua tokoh, yakni Hanum

dan Azima.

Hanum yang sedang mendapat ujian yang tak pernah terkira olehnya,

yaitu terpisah dari suami serta badan terluka, lemas, dan sebagainya, dia

tak putus asa dengan ujian yang sedang dihadapinya tersebut. Dia selalu

mengingat Allah dalam kejadiannya tersebut. Selain itu, dirinya

menglapangkan hati atau mengikhlaskan akan ujian yang diberikan Allah

kepadanya dengan tidak putus asa dan tetap berusaha bertahan hidup.

Sebuah harapan kecil masih tetap menyembul dalam keteguhan

tak berpaling dari Allah. Di antara tangisan yang tak berguna ini, aku

tidak boleh menunjukkan kekesalanku pada takdir. Aku harus

menerimanya dengan lapang. Tidak. Tidak. Lapang bukan berarti

runtuh usaha tak berbekas. Aku harus melindungi diriku sendiri kini.98

Berdasarkan kutipan di atas, segala kesulitan yang menghampiri,

hati dan pengharapan tetap tertuju kepada Allah dengan ikhlas.

97 Ibid., hlm. 263 98 Ibid., hlm. 161

84

Melapangkan hati atau mengikhlaskan bukan berarti pasrah, tetapi suatu

usaha maksimal yang hasilnya diserahkan kepada Tuhan.

Azima sebelumnya tak mengenal Hanum secara dalam, hanya

mengetahui Hanum adalah tamu yang datang berkunjung ke museum 9/11

tanpa mengetahui nama Hanum. Azima menolong hanum dengan

keikhlasan disaat kesulitannya. Dia membantu mengobati luka-luka

Hanum, memberikan tempat singgah untuk beristirahat, dan mengantarkan

Hanum ke Washington DC secara Cuma-Cuma. Hal itu dilakukannya

karena keikhlasan dirinya.

Perempuan itu menyalamiku. Dengan sigap dia membuka

plastik yang dia bawa dan mengeluarkan gulungan perban putih. Dia

tidak peduli dengan kebengonganku yang begitu jelas. Aku

mengenali wajahnya.

Senyumnya begitu tulus.99

Dan kini, perempuan bernama Azima ini malah memberiku

hadiah tak dinyana dengan tawaran tumpangan gratis ke

Washington!100

Berdasarkan kutipan di atas, keikhlasan dapat meringankan kesulitan

seseorang walaupun yang diberikan hanya sedikit. Keikhlasan merupakan

salah satu sifat yang harus dimiliki dan ditanamkan di dalam jiwa, karena

keikhlasan meringankan langkah hidup.

2. Dimensi Religi

Dimensi religi merupakan ruang bentuk dari religi. Dimensi religi tidak

jauh berbeda dengan nilai religi, yang membedakannya hanya pada titik fokus

dimensi religi yaitu pada bentuk religi.

99 Ibid., hlm. 120 100 Ibid., hlm. 184

85

Menurut C.Y. Glock & R. Stark, dimensi religi terbagi menjadi lima,

yaitu dimensi keyakinan, dimensi praktik agama, dimensi pengalaman, dimensi

pengetahuan agama, dan dimensi pengamalan atau konsekuensi. Akan tetapi,

pada novel ini analisis dimensi religi lebih difokuskan penelitiannya pada tiga

dimensi saja. Hal ini dikarenakan dua dimensi yang lainnya sudah lebih

terdeskripsikan pada nilai religi. Ketiga dimensinya yaitu, dimensi pengalaman,

pengetahuan agama, dan pengamalan atau konsekuensi.

a. Dimensi Pengalaman

Dimensi ini merupakan dimensi di saat seseorang mengalami

pengalaman spiritualitas yang terjadi terhadap diri mereka terkait ketuhanan.

Pada novel ini, dimensi pengalaman dialami oleh Hanum disaat dirinya

sedang mencari narasumber untuk tugas artikelnya.

Pertama kalinya Hanum merasakan skenario Tuhan yang begitu besar

terjadi di dalam kehidupannya. Dia harus bertahan hidup dari kerasnya

lingkungan Amerika, perpisahan untuk pertama kali dengan sang suami saat

berada di luar negeri, berjumpa seorang narasumber yang ternyata namanya

terdapat dalam riset Gertrud, dan kejutan besar yang diungkapkan oleh

Phillipus Brown. Dan semua itu menguji kekuatan keimanan Hanum,

akankah dia tetap mengingat Tuhan dan meminta tolong kepada-Nya

ataukah berkeluh kesah karena ketetapan takdir Tuhan yang luar biasa di luar

dugaan.

“Mas Rangga, Hanum terjebak kerusuhan. Hanum takut, Mas!

Mas! Mas! Kamu dengar aku! Mas, aku takut...semua jalan ditutup.

Mas! Bagaimana denganmu! Halo... Ketemu di Penn-Station!

Halo...kau mendengarku? Mas, Hanum takut sekali!” teriakku dengan

gugusan kecemasan.101

Aku merasakan kakiku terganjal kabel besar yang melintang di

jalan. Detik itu aku hanya mengingat lututku terseret aspal saat

mencoba menahan beban badanku yang limbung. Dan saat itulah

detik-detik menyedihkan terjadi. Ketika kesialan berikutnya

101 Ibid., hlm. 104

86

memutuskan tali harapanku satu-satunya. Telepon genggamku

terplanting jauh dan tamatlah riwayatnya.102

Harapan itu memang selalu benar adanya. Sebuah jalan yang

ditunjukkan Allah dengan cara yang tak terduga. Tak perlu strategi

yang bermaklumat. Tapi dia datang dengan dahsyat. Kucermati

coretan itu: denah menuju masjid pemberian perempuan di Museum

9/11.103

Ya Tuhan! Aku...aku telah salah menilai orang. Aku benar-

benar mengingat nama itu di antara nama-nama yang lain. ya, aku telah

salah menilai Gertrud Robinson. Lagi-lagi aku tak percaya dengan

semua keajaiban di Amerika ini.

Nama itu ada dalam daftar hasil riset narasumber milik Gertrud

yang kusia-siakan!104

Tak kusangka, dia telah mempersiapkan semua kejutan yang

mengharukan ini sejak tadi malam. Tak perlu bertanya lagi, dia dipilih

Tuhan menjadi boneka marionette yang digerakkan talinya untuk

menguak misteri perjalanan Amerika ini. Aku tak pernah menyangka,

permintaannya untuk membantuku mengirim hasil liputanku kepada

Gertrud adalah permintaan Tuhan. Ini adalah keajaiban. Bukan. Bukan

keajaiban biasa.105

Berdasarkan kutipan di atas, takdir Tuhan sangat besar adanya. Manusia

hanya sebagian kecil bentuk kekuasaannya. Manusia hanya dapat berusaha

tapi tidak dapat merubah takdir yang telah ditetapkan Tuhan. Maka dari hal

itu, harus kuat keimanan manusia terhadap Tuhan. Apabila lemah keimanan,

maka takkan ada usaha yang dilakukan, hanya berkeluh kesah terhadap

Tuhan, dan bahkan berpaling dari-Nya.

b. Dimensi Pengetahuan Agama

Dimensi ini merupakan dimensi yang terkait mengenai pengetahuan

agama yang dimiliki seseorang. Pada novel Bulan Terbelah di Langit

Amerika, terdapat tentang pengetahuan agama yang tidak diajarkan secara

umum selama di bangku pendidikan, dan hanya dapat diketahui apabila

102 Ibid., hlm. 120 103 Ibid., hlm. 117 104 Ibid., hlm. 141 105 Ibid., hlm. 229

87

seseorang membaca buku dan diberitahu oleh guru private atau siapapun

yang mengetahui sejarah Islam lebih dalam.

Sebuah tempat bernama Malcom X Memorial diambil dari nama

seorang pejuang kulit hitam di Amerika yang menuntut kesetaraan antara

kulit putih dengan kulit hitam. Pejuang tersebut menuntut persamaan hak

yang seharusnya dimiliki oleh semua manusia tanpa membedakan ras atau

agama. Pejuang tersebut terinspirasi dari Bilal bin Rabah yang merupakan

muadzin pertama dari budak berkulit hitam di zaman Rasulullah Saw

sehingga akhirnya memeluk Islam. Berikut kutipan tentang Malcom X

Memorial di dalam novel.

Bangunan besar berpintu hijau itu bernama Malcom X Memorial,

The Shabazz Center. Diambil dari nama pejuang kulit hitam pertama

Amerika yang menuntut keseteraan antara kaum hitam dan putih. ....

Hingga seorang pria berandalan diselkan. Dia berhibernasi tentang

kehidupannya, mencari jalan tentang keadilan dan kesamaan hak. Pria

kulit hitam ini membaca kisal Bilal bin Rabah, budak hitam seperti

dirinya yang tak bernilai namun diangkat derjatnya menyuarakan adzan

dan memimpin shalat, karena suaranya yang indah.

Pria ini kemudian memeluk Islam, berhaji, dan berkontemplasi. Dia

ingin menjadi orang yang lebih berguna. Dia melihat saudara-

saudaranya yang berdedikasi, tersungkur karena ketidak adilan dan

konstruksi masyarakat yang merugikan. Era diskriminasi hitam dan

putih harus diakhiri di Amerika. Sebagai amanat deklarasi kemerdekaan

bangsa. Sesuai perjuangan pemimpin sebelumnya. Sejalan dengan

keyakinan barunya, Islam, bahwa otak kesejahteraan manusia adalah

keadilan dan kesetaraan.106

Pada kutipan di atas, sebuah sejarah Islam yaitu salah satunya mengenai

seorang budak yang menginginkan kesetaraan, akhirnya menemukan hal

yang diinginkannya ketika dirinya melihat Islam. Dengan kata lain, semua

manusia memiliki hak yang sama di dunia ini, yang membedakannya hanya

amal ibadah dan tak membedakan perbedaan ras, gender, atau pun sosial

106 Ibid., hlm. 74

88

keluarga. Selain itu, rasa humanisme yang tinggi dari seseorang seperti

pejuang Malcom X, dapat membuat manusia saling peduli terhadap orang

lain. Secara religiusitas, Malcom X menjadi seorang yang mendapatkan

hidayah dari Allah dan melakukan peribadatan, baik ibadah ritual maupun

kehidupan sehari-hari sesuai ajaran agama dengan baik. Perjuangan yang

dilakukan oleh pejuang Malcom X dibenarkan seperti yang diungkapkan

oleh anaknya yaitu Ilyasab Shabazz dalam peringatan 50 tahun meninggal

ayahnya dan sebuah artikel yang dipublishkan sebuah website.

My father’s struggle for the benefit of people began long before

he made Hajj. He traveled around this country alone tirelessly

educating and lecturing because of his love for people, because of his

love for our humanity. For all of those years of sacrifice, he pleaded

with this nation’s citizens and demanded of its government because he

possessed great compassion for humanity. It seems that his Hajj served

to increase his awareness and understanding. That’s why people make

Hajj—but it did not change him into one who loved humanity. He had

already proven himself as such.107

Perjuangan ayah saya untuk kepentingan orang-orang sudah

dimulai jauh sebelum dia berhaji. Dia melakukan perjalanan di seluruh

negeri tanpa kenal lelah untuk mendidik dan mengajar karena cintanya

kepada orang, cintanya kepada kemanusiaan. Untuk semua tahun-tahun

pengorbanannya, dia membela warga negaranya dan menuntut

pemerintah karena kasih sayangnya yang besar untuk kemanusiaan.

Tampaknya hajinya bertugas untuk meningkatkan kesadaran dan

pemahamannya. Itulah sebabnya dia berhaji. Tapi itu tidak merubah rasa

cintanya terhadap kemanusiaan. Dia sudah membuktikan seperti itulah

dirinya.

Pengetahuan lain yang terdapat pada novel ini, yaitu mengenai presiden

ketiga Amerika Serikat Thomas Jefferson yang memiliki Al-Qur’an dan

dipelajarinya. Selain itu pandai berbahasa Arab dan membuat Alkitab

tersendiri yang dikenal dengan Jefferson Bible. Berikut ini kutipan mengenai

107 Ilyasab Shabazz, “Malcom X”, http://theshabazzcenter.net/page/malcolm_x.html diunduh

pada 9 September 2015, pukul 20.50 WIB

89

Thomas Jefferson yang dibahas sedikit oleh Rangga bersama seorang

penumpang.

“Jefferson juga mahir berbahasa Arab,” sambung pria tua itu.

“Kau tahu, dia punya Al-Qur’an?” tanyanya lagi sambil menunjuk

bangunan Jefferson Memorial yang kabur di layar kameraku.

“Maksudmu?”

“Ya, Jefferson punya Al-Qur’an. Seperti punyamu. Entah

mengapa dia tertarik mempelajarinya. Mungkin setelah membaca Al-

Qur’an, dia jadi bersimpati pada budak-budak kulit hitam waktu itu,

yang tentu saja sebagian besar muslim.....”

“Tunggu, jangan besar kepala dulu, Anak muda. Jefferson juga

membuat bible-nya sendiri. The Jefferson Bible. Bedanya, dia

mengubah-ubah isi bible itu. Agar tidak seperti alkitab kaum Nasrani

kebanyakan. Ya, kurang kerjaan saja Presiden satu itu.”108

Pada kutipan di atas, menunjukkan bahwa pengetahuan agama bukan

mengenai ajaran agama saja, tetapi bisa pada sejarahnya. Contohnya pada

Jefferson, seorang Kristiani yang memiliki ketertarikan pada Al-Qur’an

sehingga mempelajari dan merubah paradigmanya tentang kehidupan.

Jefferson mengubah isi kitab suci kaum nasrani menjadi kitab suci yang

berbeda dan dikenal dengan The Jefferson Bible. Secara religiusitas,

Jefferson, seseorang yang kontroversi karena ketertarikannya terhadap Al-

Qur’an serta Islam.

c. Dimensi Pengamalan atau Konsekuensi

Dimensi ini mengenai konsekuensi terhadap keyakinan suatu agama

yang dipercayai. Serta komitmen terhadap agama tersebut. Pada novel ini,

dimensi konsekuensi terlihat jelas terdapat pada tokoh Azima dan agama

Islam di Amerika sejak peristiwa 11 September 2001.

Azima merupakan seorang mualaf. Kemualafannya dimulai setelah

mempelajari tentang Islam dan menikah dengan Ibrahim. Setelah peristiwa

11 September 2001, Azima mengalami kesulitan di dalam hidupnya dengan

108 Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra, op. cit., hlm. 145

90

teruji keyakinan agama Islam yang baru dipercayai. Para muslimin dan

muslimah lainnya jua harus menerima konsekuensi sosial atas kejadian

tersebut.

Konsekuensi pertama yang harus diterima karena keteguhan hati

meyakini agamanya, adalah harus berakting sebagai non-muslim dihadapan

sang ibu. Kedua, jilbab yang telah dikenakan sebelumnya harus dilepaskan

agar tidak menyakiti perasaan ibunya dan menghindari radikalisme

masyarakat Amerika terhadap seorang muslim. Di balik konsekuensi yang

dihadapi, Islam agama yang tetap diyakini. Auratnya ditutup dengan cara

yang berbeda, yakni menggunakan rambut palsu dan pakaian yang tertutup.

Untuk menghindari salah satu makanan yang diharamkan Islam, yakni

daging babi, Azima selalu mengaku sebagai vegetarian. Dan mengajarkan

anaknya membaca Al-Qur’an serta melarang anaknya membaca Alkitab

walaupun diperbolehkan mendengarnya untuk menghargai perasaan ibunya.

Hingga pada suatu ketika, aku bermunajat pada Tuhan. Dengan berat

hati, dengan membohongi hati kecilku,...tak sampai setahun setelah 11

September. Aku berpikir ulang untuk berjilbab.

Berbeda haluan keyakinan dengan orang yang paling berkorban

dalam hidup. Lalu ditekan dari segala arah oleh sosial yang kalut karena

11 September, tentulah tak mudah untuk Azima lalui selama bertahun-

tahun. Menyembunyikan identitas kemuslimannya demi Ibu tercinta

yang sudah sakit-sakitan, yang kontrak kehidupannya sudah di ambang

batas, hanya karena tidak ingin menyakiti ibunya pada sisa hidupnya.109

“Di satu sisi aku masih menggit erat imanku, tapi entahlah, di sisi

lain aku telah mengkhianati Tuhan. Selama delapan tahun ini aku berada

dalam ketidaknyamanan hati, Hanum.”110

“Ya, Grandma memintaku mendengarkan dia membaca Alkitab saat

malam sebelum tidur, dan Mom mengajariku membaca Al-Qur’an

sebelum aku berangkat sekolah sebelum Grandma bangun pagi,”

jawabnya tanpa beban.111

109 Ibid., hlm. 155 110 Ibid., hlm. 153 111 Ibid., hlm. 162

91

Tangannya kini melepas sesuatu yang menyelubung di atas

kepalanya. Perlahan aku tahu apa itu. Itu jelas bukan bagian asli

tubuhnya.

Wig? Rambut palsu?

“Hanum, inilah caraku menenggang perasaan ibuku sekaligus Tuhan.

Aku ingin menjadi muslimah sejati, sekaligus ingin selamat dari

cemoohan sosial. Dan hijabku telah kuganti dengan rambut palsu ini....”

Aku benar-benar tersentak. Rambut palsu itu begitu lembut. Begitu

dilepas, terlihatlah di sebuah dalaman jilbab yang menutupi rambut

aslinya. Tiba-tiba aku menyadari mengapa Azima mengenakan sweter

turtle neck panjang hingga ujung telinga itu. 112

“Oh, baiklah. Aku bingung saja dengan kalian ini. Kenapa bisa semua

orang di sini menjadi vegetarian kecuali aku,”....113

Berdasarkan kutipan di atas, konsukuensi yang dialami sebagai seorang

mualaf sangat berat, akan tetapi tidak tergoyahkan keimanan untuk tetap

menjadi seorang muslim. Bahkan ingin menjadi seorang muslim atau

muslimah yang sejati. Hal tersebut dapat terjadi jika perasaan, kepercayaan,

dan keimanan tetap teguh terhadap agama yang diyakini, walaupun terdapat

kebimbangan apabila mengingat konsekuen yang menghampiri diri mereka.

Berdasarkan analisis dimensi pengamalan atau konsekuensi, tetap

berpegang teguh kepada agama Tuhan, walaupun konsekuensi yang diterima

besar, maka akan mendapatkan pahala atau hadiah tak terduga dari Tuhan.

3. Religi di dalam Masyarakat

Religiusitas merupakan suatu hal yang berkoheren terhadap ketuhanan

dan suatu hal di luar pemikiran rasional manusia yang tidak dapat ditangkap oleh

indra dan terkait tehadap ajaran agama. Religiusitas yang terjadi di kehidupan

masyarakat dapat berupa kegiatan sehari-hari yang berhubungan kepada Tuhan

maupun terkait agama.

112 Ibid., hlm. 181 113 Ibid., hlm. 201

92

Seorang manusia yang hidup di bumi Allah yang Maha Pemurah lagi

Maha Penyayang, setiap detik kehidupannya dapat mendekatkan hatinya kepada

Allah, memohon petunjuk dan kekuatan dalam kehidupan setiap hari. Dan

manusia pun berhubungan langsung kepada Allah tanpa perantara manusia

untuk berdoa kepada Tuhannya.114

Doa merupakan suatu bentuk komunikasi antara manusia dengan

Tuhan. Baik dalam meminta petunjuk dan kekuatan, maupun menuangkan keluh

kesahnya yang terjadi di kehidupannya terhadap Allah ataupun memohon

ampunan. Pada novel ini, terlihat begitu jelas tokoh Hanum yang selalu berdoa

kepada Allah meminta petunjuk dan memohon ampun serta meminta kekuatan

dalam menjalani cobaan yang dia terima.

Ya Tuhan, ganjarlah aku dengan kekuatan untuk melaksanakan

tugas berat ini.115

Ya Allah, akhirnya aku hanyalah perempuan.

Akhirnya aku hanyalah kelemahan.

Aku tidak pernah merasa selembek ini sebelumnya.116

Ya Allah ya Tuhan, atas segala malaikat-malaikat di atas sana....

Aku tidak benar-benar mengucapkannya. Aku benar-benar tidak

menginginkannya.... mengapa Engkau kabulkan semua ini?117

Ini merupakan salah satu nilai religiusitas yang teraplikasikan di

kehidupan masyarakat.

Usaha untuk mewujudkan suatu kehidupan harmonis, selalu terbentuk

dua sikap di antara kalangan penganut agama. Pertama, sikap menghargai dan

menghormati penganut agama lain dikarenakan suatu kepentingan, seperti

kepentingan politik atau pun negara. Dan yang kedua, sikap menghargai dan

menghormati penganut agama lain dikarenakan kesadaran dirinya akan ajaran

114 Huston Smith, Agama-Agama Manusia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), Cet. 8,

Diindonesiakan oleh Saafroedin Bahar, hlm. 272 115 Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra, op. cit., hlm. 50 116 Ibid., Hlm. 109 117 Ibid., hlm. 116

93

agama Tuhan.118 Kesadaran mewujudkan kehidupan harmonis antara penganut

agama adalah suatu hal yang sangat penting.

Pada novel ini, sikap untuk saling menghargai dan menghormati

kepercayaan agama orang lain terlihat dari Brown yang tidak memaksakan anak

asuhnya Layla untuk seperti dirinya, seorang Kristiani. Dan terlihat dari Gertrud

yang menghargai agama yang dianut Hanum sehingga dia sangat

mempercayakan tugas berat membuat artikel bertemakan dunia tanpa Islam

kepada Hanum.

“Kau muslim, Layla?” tanyaku menyerobot pembicaraan polos ini.

Layla sejenak menatapku. Lalu aku meyodorkan tanganku.

“Hanum.”

“Ya, aku muslim, walau ayahku tidak. Tapi dia juga tidak pernah

memintaku menjadi seperti dirinya,” tegas Layla.119

“Jangan salah. Aku sebenarnya tidak setuju dengan agenda besar

dewan redaksi tentang laporan 9/11 ini. Unbtuk itulah aku menyuruhmu,

seorang muslim yang menulisnya, bukan Jacob yang tak tahu apa-apa.

Tapi, yasudahlah...,” terang Gertrud dengan suara yang semakin

serak.120

Berdasarkan kutipan di atas, sikap menghargai dan menghormati

pilihan kepercayaan agama orang lain adalah suatu hal yang penting, karena

sampai kapanpun takkan ada rasa sukar, rasa jenuh, dan emosi dalam

berhubungan kepada Tuhan serta menjalankan perintah agama.

Dibalik penghargaan umat beragama di Amerika, menyalah pahami

tentang Nabi Muhammad sebagai Nabi dan Rasul umat Islam yang disejajarkan

dengan para tokoh besar dalam bentuk visualisasi patung adalah suatu

kesalahan. Ini dikarenakan setiap tokoh besar pada agama masing-masing, tidak

boleh disalah tafsirkan oleh pemeluk agama lain ke dalam bentuk visual maupun

pikiran.

118 Syahrin Harahap, Teologi Kerukunan, (Jakarta: Prenada Media Grup, 2011), hlm. 53 119 Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra, Op. Cit., hlm. 274 120 Ibid., hlm. 47

94

Aku mendelik tak terima karena junjunganku, Nabi

Muhammad Saw., dibuatkan patung relief neo klasik pada dinding

Supreme Court atau Mahkamah Agung Amerika Serikat. Nabi

Muhammad Saw., memgang buku tebal yang kuasumsikan Al-Qur’an,

diletakkan di tengah, diapit beberapa tokoh besar sejarah dunia. Para

pengapitnya adalah Hammurabi, Charlemagne, King John, Justinian,

dan sejumah tokoh yang kurang kukenal karena hidup pada masa

Sebelum Masehi. 121

Berdasarkan kutipan di atas, sikap menghargai umat beragama

diharuskan, tetapi janganlah salah menafsirkannya tanpa mengetahui ilmunya.

Menvisualisasikan gambar Nabi, baik Nabi Muhammad atau Nabi lainnya itu

tidak diperbolehkan karena akan terjadi pergolakan umat beragama dan tidak

harmonis.

Menurut Daradjat, terdapat ruang lingkup psikologi agama dengan

salah satunya yaitu pengaruh ayat-ayat Al-Qur’an terhadap orang yang

mempercayainya, baik setelah membacanya atau mendengar ayat-ayat

tersebut.122 Mempercayai ayat-ayat suci Al-Qur’an kemudian

mengaplikasikannya di dalam hidup kita merupakan suatu hal yang baik. Karena

setiap firman Allah adalah kebenaran.

Pada novel ini, hal tersebut terlihatkan pada Universitas Harvard yang

ditemboknya terdapat relief ukiran yang ternyata ukiran ayat suci Al-Qur’an.

Ukiran ayat tersebut dijadikan landasan dalam kehidupan di universitas tersebut.

Aku melihat foto kliping Universitas Harvard yang begitu

megah akan ketenarannya menghasilkan intelektual-intelektual bertaraf

dunia. Foto itu diambil dari salah satu pintu gerbang fakultasnya.

Fakultas hukum. Tapi, mengapa foto itu memuat salah satu dinding

berukiran inskripsi ayat Al-Qur’an?

Ini adalah pahatan nukilan ayat Al-Qur’an tentang kehebatan

ajaran keadilan sebagai lambang supremasi ukum manusia. Surat An-

Nisaa` ayat 135.123

121 Ibid., hlm. 206 122 Heny Narendrany Hidayati dan Andri Yudiantoro, Psikologi Agama, (Jakarta: UIN Jakarta

Press, 2007), hlm. 11 123 Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra, Lock. Cit.,hlm. 207

95

Bukan hanya di Universitas Harvard, di Italia tepatnya gereja katedral

terdapat tulisan basmalah.

Sebagaimana tulisan Arab “Bismillahirrahmaanirrahiim” di depan

gerbang katedral Palermo di Sisilia, Italia, yang pernah ku kunjungi.124

Berdasarkan kutipan di atas, sunggulah penting memahami arti dari

setiap ayat-ayat suci Al-Qur’an, karena setiap ayatnya mengandung kebenaran

dari Allah yang dapat dijadikan landasan kehidupan yang baik untuk manusia.

F. Relevansi Representasi Religi Pada Novel Bulan Terbelah di Langit

Amerika dengan Pembelajaran Sastra Indonesia

Kurikulum KTSP 2006 adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan

dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.125 KTSP menjelaskan bahwa

pusat pembelajaran lebih mengarah kepada siswa, bukan hanya pada seorang

pendidik. Maka dari hal tersebut, pembelajaran setiap mata pelajaran lebih

mengarah kepada siswa walaupun guru ikut berkontribusi. Pembelajaran sastra

di sekolah diprogramkan oleh pihak kurikulum ataupun sekolah untuk membina

daya potensi kreativitas siswa, baik dalam ketenangan mental, sikap yang baik,

maupun kreativitas berfikir siswa. Apabila pembelajaran berjalan dengan baik,

maka program yang dicanangkan akan teraplikasikan di dalam keseharian siswa

dan membuat mereka menjadi manusia yang memiliki daya cipta di kehidupan.

Melalui pembelajaran sastra, seorang siswa akan lebih terbina pada hal

emosional atau ekspresi, kreativitas, dan sensitivitas atau daya tangkap mereka

selain potensi yang mereka miliki. Tujuan pembelajaran sastra yang

mengharapkan siswa dapat menuangkan daya imajinasi mereka ke dalam

124 Ibid., hlm. 208 125 Tim Penyusun Buku Panduan KTSP, Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, (Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan,

2006), hlm. 6

96

sebuah wadah, searah dengan Kurikulum KTSP 2006. Maka, siswa dapat

membuat cerpen, puisi, pantun, atau pun teks drama berdasarkan luapan

ekspresi mereka yang diarahkan dengan baik oleh pembelajaran sastra.

Dalam pembelajaran terkadang terdapat sikap siswa yang tidak

diharapakan terjadi. Oleh karena itu, pada pembelajaran sastra dibutuhkan nilai-

nilai kehidupan yang diajarkan dan diaplikasikan kepada murid melalui media

sastra. Salah satunya yaitu nilai religiusitas.

Nilai kehidupan yang terdapat dalam karya sastra direlevansikan

dengan pembelajaran siswa di sekolah. Ini bertujuan untuk mengetahui arti

penting nilai kehidupan pada karya sastra jika diterapkan di dalam

pembelajaran.

Relevansi dapat diartikan yakni memiliki hubungan atau keterkaitan

terhadap suatu hal. Relevansi representasi religi berarti terdapat keterkaitan

religi di dalam pembelajaran sastra. Sehingga hal-hal tentang religiusitas dapat

dijadikan salah satu bahan untuk pembelajaran. Pada penelitian ini, representasi

religi pada novel Bulan Terbelah di Langit Amerika karya Hanum Salsabiela

Rais dan Rangga Almahendra direlevansikan dengan pembelajaran sastra

Indonesia.

Representasi religi pada Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika

banyak mendeskripsikan hal religiusitas yang dapat diambil hikmahnya, baik

nilai religi, dimensi religi, maupun religi di masyarakat. Religiusitas yang

terdapat di dalam novel tersebut, patut untuk diaplikasikan oleh para

masyarakat terutama guru bahasa Indonesia, karena religiusitas memberikan

pesan-pesan yang positif dengan kegiatan sehari-hari sebagai contohnya,

sehingga membangun pribadi siswa lebih baik. Oleh karena itu, representasi

religi dapat direlevansikan dengan pembelajaran sastra pada tingkat Sekolah

Menengah Atas (SMA) kelas XI yaitu pada aspek membaca, terutama karya

sastra yang mengandung religiusitas.

97

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dalam novel Bulan Terbelah di Langit

Amerika, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Religi yang terepresentasikan pada novel Bulan Terbelah di Langit Amerika,

yaitu terbagi ke dalam tiga ranah. Nilai religi, dimensi religi, dan religi di

masyarakat. Pada nilai religi, novel ini memiliki kegiatan-kegiatan

kesehariannya yang bernilai religiusitas. Contoh pada nilai keteladanan, pada

nilai ini dicontohkan oleh Ibrahim Hussein yang rela membantu menyelamatkan

nyawa orang lain dan tidak membiarkan mereka putus asa karena Tuhan pasti

melihat usaha makhluk-Nya, walaupun dirinya sendiripun dalam keadaan

terancam kehilangan nyawa. Pada dimensi religi, kegiatan-kegiatan yang

digambarkan dalam novel ini memiliki makna yang mengandung religiusitas,

contohnya pada dimensi konsekuensi yang ditunjukkan oleh tokoh Azima yang

tetap teguh memeluk agama Islam walaupun mengetahui banyak konsekuensi

yang akan diterima. Keteguhan hati terhadap agama Allah menunjukkan makna

dari sebuah hubungan manusia dengan Tuhan-Nya. Pada religi di masyarakat,

novel ini memperlihatkannya pada ayat-ayat Al-Qur’an yang terukir dan

digunakan sebagai dasar kehidupan sebuah tempat, walaupun yang menjadikan

ayat tersebut sebagai landasan hidup mereka adalah bukan seorang muslim.

2. Religiusitas yang terdapat dalam novel Bulan Terbelah di Langit Amerika

memiliki relevansi dengan pembelajaran sastra Indonesia di sekolah, yaitu dapat

memperbaiki atau membangun karakter siswa yang baik. Hal ini dikarenakan di

dalamnya terdapat banyak pesan agama, pesan sosial, ataupun inspirasi

pendidikan sehingga mampu membangun pribadi siswa lebih baik. Oleh karena

itu, representasi religi di dalam novel ini, dapat direlevansikan dengan

97

98

pembelajaran sastra pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas XI yaitu

pada aspek membaca.

B. Saran

Berdasarkan analisis yang telah diuraikan, penulis mengajukan beberapa saran,

yaitu:

1. Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika dapat dijadikan sebagai sumber media

pembelajaran sastra di sekolah.

2. Sekolah diharapkan dalam setiap pembelajarannya, selalu mengajarkan tentang

ilmu keagamaan walaupun pelajaran yang diajarkan bukanlah pelajaran agama.

3. Nilai religius dan inspirasi yang terdapat di dalam novel ini, hendaknya dapat

diaplikasikan dalam kehidupan nyata siswa.

4. Guru hendaknya dapat lebih kreatif dalam menggunakan strategi dan media

dalam pembelajaran.

5. Sekolah menyediakan novel-novel bertemakan dan memiliki nilai religius tanpa

mengabaikan novel-novel lainnya yang baik untuk siswa.

99

DAFTAR PUSTAKA

Ancok, Djamaludin dan Fuat Nashori Suroso. Psikologi Islami; Solusi Islam atas

Problem-problem Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995.

AR, Syamsuddin dan Vismaia S. Damaianti. Metode Penelitian Pendidikan

Bahasa. Bandung: Remaja Rosda Karya. cet. 3, 2009.

Atmosuwito, Subijantoro. Perihal Sastra dan Religiusitas Dalam Sastra. Bandung:

Sinar Baru, 1989.

Aziz, Furqonul dan Abdul Hasim. Menganalisis Fiksi Sebuah Pengantar. Bogor:

Ghalia Indonesia, 2010.

Endraswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Sastra epistemologi, Model, Teori,

dan Aplikasi. Jakarta: Buku Seru, 2013.

Fowler, James W. Teori Perkembangan Kepercayaan. Yogyakarta: Kanisius.

Dialih bahasakan oleh Agus Cremers, 1995.

Harahap, Syahrin. Teologi Kerukunan. Jakarta: Prenada Media Grup, 2011.

Hendropuspito. Sosiologi Agama. Yogyakarta: Kanisius, 1983.

Hidayati, Heny Narendrany dan Andri Yudiantoro. Psikologi Agama. Jakarta: UIN

Jakarta Press, 2007.

Jalaludin. Psikologi Agama. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010.

_______. Psikologi Agama Memahami Perilaku dengan Mengaplikasikan prinsip-

prinsip psikologi. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2012.

Jalaludin dan Ramayulis. Pengantar Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Kalam Mulia. Cet.

Kedua, 1993.

Kurniawan. Heru. Teori, Metode, dan Aplikasi Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Graha

Ilmu, 2012.

Mangunwijaya. Sastra dan Religiusitas. Yogyakarta: Kanisius, 1988.

Muzakki, Ahmad. Kesusastraan Arab Pengantar Teori dan Terapan. Jogjakarta: Ar

Ruzz Media, 2006.

99

100

Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998.

Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University

Press, 2013.

Purba, Antilan. Sastra Indonesia Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.

Purwanto, Yadi. Epistimologi Psikologi Islami. Bandung: Refika Aditama, 2007.

Rais, Hanum Salsabiela dan Rangga Almahendra. Bulan Terbelah di Langit

Amerika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2014.

Razak, Yusron. Sosiologi Sebuah Pengantar Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif

Islam. Jakarta: Laboratorium Sosiologi Islam, 2008.

Siswantoro. Metode Penelitian Sastra Analisis Struktur Puisi. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2010.

Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo, 2008.

Smart, Ninian. The Religious Experience Of Mankind. America: Charles Scribner’s

Sons, 1984.

Smith, Huston. Agama-Agama Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Cet. 8.

Diindonesiakan oleh Saafroedin Bahar, 2008.

Subana, M. Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, Bandung: Pustaka Setia, cet. 3, 2009.

Sudjana, Eggi. Islam Fungsional. Jakarta: Rajawali Pers, 2008.

Tumanggor, Rusmin dan Kholis Ridho. Antropologi Agama. Jakarta: UIN Press, 2014.

Turner, Bryan S. Sosiologi Islam Suatu Telaah Analitis Atas Tesa Sosiologi Weber.

Jakarta: Rajawali Pers. Diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dari Buku

Aslinya yaitu Weber and Islam oleh G. A. Ticoalu, 1991.

Tim Penyusun Buku Panduan KTSP. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Badan Standar

Nasional Pendidikan, 2006.

Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat

Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008.

101

Afia, Atep. “Studi Kepustakaan”. dosen.narotama.ac.id/wp-content/.../Modul-6-

Studi-Kepustakaan-.doc. Diunduh pada 14 September 2014, pukul 21.00

WIB.

Ariyadih, “Nilai Religiusitas dalam Novel Opera Van Gontor Karya Amroeh

Adiwijaya dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah”

Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2013.

Sumaryadi. “Pembelajaran Sastra di Sekolah: Metode Imersi”.

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/imersi%20%28EDIT%29.pdf.

Diunduh pada 20 November 2014, pukul 22.00 WIB.

Thontowi, Ahmad. “Hakekat Religiusitas”.

http://sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/hakekatreligiusitas.pdf. Diunduh

pada 30 Juni 2015, pukul 09.00 WIB.

Faturrohman, Muhammad. “Kategorisasi Nilai Religius”.

http://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/11/12/kategorisasi-nilai-

religius/. Diunduh pada 14 September 2014, pukul 17.30 WIB.

Shabazz, Ilyasab. “Malcom X”. http://theshabazzcenter.net/page/malcolm_x.html.

Diunduh pada 9 September 2015, pukul 20.50 WIB.

RENACANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

Nama Sekolah : SMAN 1 Jakarta

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

Kelas/Semester : XI/1

Alokasi Waktu : 2 x 45 Menit (1 Pertemuan)

Standard Kompetensi : 7. Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel

terjemahan.

Kompetensi Dasar : 7.2 Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik

novel Indonesia/terjemahan

Indikator Pencapaian Kompetensi :

Siswa Mampu menganalisis unsur-unsur ekstrinsik dan intrinsik (alur, tema, penokohan,

sudut pandang, latar, dan amanat) novel Indonesia

Siswa mampu menganalisis unsur-unsur ekstrinsik dan intrinsik (alur, tema, penokohan,

sudut pandang, latar, dan amanat) novel terjemahan

Siswa mampu membandingkan unsur-ekstrinsik dan intrinsik novel terjemahan dengan

novel Indonesia

I. Tujuan Pembelajaran

Setelah Pembelajaran ini, siswa mampu

Menganalisis unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia dan novel Terjemahan;

Membandingkan Perbedaan unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia dengan novel

terjemahan.

Karakter siswa yang diharapkan : Dapat dipercaya

Rasa hormat dan perhatian

Tekun

Tanggung Jawab

Kreatif

II. Materi Ajar/Pembelajaran

1. Materi Fakta :

2. Materi Konsep

Novel merupakan karangan prosa yang panjang yang mengandung rangkaian cerita

kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak

dan sifat setiap pelaku.

Daftar Isi

1 Novel

1.1 Pengertian novel

1.2 Unsur intrinsik dan ekstrinsik

1.3 Nilai-nilai dalam novel

1.4 Macam-macam novel

3. Materi Prosedur

1. Novel

1.1. Pengertian novel

1.2. Unsur intrinsik dan ekstrinsik

1.3. Nilai-nilai dalam novel

1.4. Macam-macam novel

III. Metode Pembelajaran

-Contoh – Diskusi

- Tanya jawab

- Latihan -CTL

IV. Langkah-Langkah Pembelajaran

A. Pendahuluan :

Mengucapkan salam dan menanyakan kehadiran kepada siswa.

Mengabsen kehadiran dan dimulai dengan membaca basmalah

Apersepsi, motivasi, dan prakonsep

Penyampaian tujuan pembelajaran

B. Kegiatan Inti :

Eksplorasi

Dalam kegiatan eksplorasi, guru:

Mampu menjelaskan tentang definisi novel dan lainnya secara baik dan tepat;

Membagi siswa-siswi menjadi beberapa kelompok

Peserta didik secara individu memperhatikan pada contoh novel yang

dicontohkan guru.

Melibatkan peserta didik mencari informasi yang lebih luas dari pembelajaran

yang diajarkan;

Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan

sumber belajar;

Melibatkan peserta didik secara aktif dalam pembelajaran;

Memfasilitasi terjadinya interaksi antar peserta didik, serta peserta didik dengan

guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya.

Elaborasi

Dalam kegiatan elaborasi, guru :

Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk

memunculkan ide baru;

Peserta didik mengembangkan hasil temuan yang mereka temukan saat membaca

lalu dibicarakan dengan kelompok.

Memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif;

Memfasilitasi peserta didik berkompetensi sehat untuk meningkatkan prestasi;

Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik

lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok;

Setiap kelompok mengirimkan perwakilan dan kelompok lain memberi

tanggapan atas asumsi yang dikemukakan kelompok sebelumnya.

Konfirmasi

Dalam kegiatan konfirmasi, guru:

Memberikan umpan balik positif dan menguatkan pendapat dalam bentuk lisan,

tulisan, isyarat, ataupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik;

Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik

melalui berbagai sumber;

Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman

belajar;

Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui peserta didik;

Secara bersama, siswa menyepakati hasil pembelajaran tentang novel tersebut;

Guru menambahkan informasi untuk lebih menguatkan hasil pembelajaran

tentang novel.

C. Kegiatan Akhir :

Refleksi:

Dalam kegiatan penutup, guru:

Bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat

rangkuman/simpulan pelajaran;

Melakukan penilaian dan/refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan

Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;

Menyimpulkan cara menganalisis unsur intrinsik dan ekstrinsik.

Menyampaikan amanat dari novel tersebut untuk kelaknya diaplikasikan.

V. Sumber/Bahan/Alat

Buku Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

Laptop

Power point

Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika

V. Penilaian

Penilaian dilaksanakan selama proses dan sesudah pembelajaran

Indikator Pencapaian

Kompetensi

Penilaian

Teknik

Penilaian

Bentuk

Penilaian Instrumen

Siswa Mampu

menganalisis

unsur-unsur

ekstrinsik dan

intrinsik (alur,

tema,

penokohan,

sudut pandang,

latar, dan

amanat) novel

Indonesia

Siswa mampu

menganalisis

unsur-unsur

ekstrinsik dan

intrinsik (alur,

tema,

penokohan,

sudut pandang,

latar, dan

amanat) novel

terjemahan

Siswa mampu

membandingkan

unsur-ekstrinsik

dan intrinsik

novel

terjemahan

dengan novel

Indonesia

Tes Praktik Uji Petik Kerja

Analisis unsur

intrinsik dan

ekstrinsik

dalam novel

Indonesia.

Analisis unsur

intrinsik dan

ekstrinsik

dalam novel

terjemahan.

Bandingkanlah

perbedaan

unsur intrinsik

dan ekstrinsik

pada novel

Indonesia

dengan novel

terjemahan.

Hasil analisis

coba

diterapkan

dalam

pembelajaran.

Bentuk tes : lisan dan tulisan

No Aspek Penilaian Bobot Nilai

1 Kemampuan menganalisis unsur

intrinsik dan ekstrinsik

a. Tepat (3)

b. Kurang tepat (2)

c. Tidak tepat (1)

4

2 Kemampuan Membedakan dua

karya yang berbeda

a. Tepat(4)

b. Kurang tepat (2)

c. Tidak tepat (1)

6

3 Kemampuan menjelaskan hasil

analisis

a. Tepat(4)

b. Kurang tepat (2)

c. Tidak tepat (1)

6

4 Membuat simpulan hasil analisis

novel

a. Tepat(3)

b. Kurang tepat (2)

c. Tidak tepat (1)

4

5 Kemampuan membaca dengan teliti

a. Tepat(4)

b. Kurang tepat (2)

c. Tidak tepat (1)

5

Keterangan

Skor maksimum 5 x (20) = 100

Nilai Akhir : skor yang diperoleh x 100

Skor maksimal

Mengetahui, 03 Oktober 2015

Kepala SMAN 1 Jakarta Guru Mapel BHS Indonesia

(Drs. Suhardi, M. Ag) (Ahmad Maulana)

NIP : 196711121997031001 NIP : 1111013000068

BIODATA PENULIS

Penulis bernama lengkap Ahmad Maulana,

lahir di Jakarta, 24 Juli 1993. Bertempat tinggal di Jl.

Kemandoran 1, Pulo Mawar, RT 007/RW 04, No. 4.

Kelurahan Grogol Utara, Kecamatan kebayoran Lama,

Jakarta Selatan. Penulis merupakan anak tunggal dari

pasangan H. Mujeri dan Hj. Musriah. Selama masa studi,

penulis pernah aktif berorganisasi ketika di masa MTs

dan MA. Ketika di MTs pernah aktif di Rohis dan

sebagai salah satu pengurus utama. Ketika di MA,

penulis aktif di ekskul KIR dan pernah mengikuti

perlombaan karya ilmiah remaja bersama kelompok

studi IPS tingkat Jakarta Selatan dan aktif sebagai sekretaris II dalam organisasi PK

di MAN 4 Jakarta. Selama studi di perguruan tinggi, penulis hanya sering mengikuti

kajian-kajian saja tanpa mendaftar sebagai anggota UKM. Penulis memiliki

ketertarikan lebih terhadap bidang elektronik, olahraga, dan ekonomi di luar bidang

sastra. Penulis memiliki hobby bermain futsal, mencari tahu informasi tentang

komputer, membaca buku agama, dan bermain game manajemen. Bermottokan

mengalir dengan tenang bagai air tetapi tidak mengikuti arus.

Riwayat pendidikan penulis diawali dengan Sekolah Dasar Islam (SDI) Al-

Ikhlas, Jakarta (1999-2005), kemudian melanjutkan ke MTs Negeri 12 Jakarta

(2005-2008), dan kembali melanjutkan pendidikan di sekolah berlandaskan agama

Islam, yaitu MA Negeri 4 Jakarta (2008-2011). Selepas MA, penulis kembali

melanjutkan dunia pendidikan ke Perguruan Tinggi Negeri Islam, yaitu UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dengan mengambil konsentrasi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia (2011-2015).