Upload
evi-lusiana
View
755
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
REKAM MEDIS
I. IDENTIFIKASI
Nama : Ny. E
Umur : 25 tahun
Alamat : Dsn III Musibanyuasin
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
MRS : 25 Oktober 2010 pukul 13.30
II. ANAMNESA ( 25 Oktober 2010)
Anamnesis Umum
A. Riwayat pernikahan
nikah 1 kali, lamanya usia pernikahan 8 tahun. Umur suami 35 tahun.
B. Riwayat obstetri: G2P1A0
Anak: Ke – 1 : tahun 2004, lahir di bidan, spontan, perempuan, bb 2400gr C. Riwayat haid
Menarche umur 13 tahun. Haid teratur 28 hari, lamanya 7 hari, jumlah
darah haid sedang, sakit waktu haid tidak ada, HPHT 10 Januari 2010.
D. Nafsu Makan biasa, miksi tidak ada kelainan, defekasi tidak ada
kelainan.
E. Riwayat penyakit yang pernah diderita
DM disangkal
Penyakit jantung disangkal
Hipertensi disangkal
Asma disangkal
Alergi disangkal
Tiroid disangkal
Pre-eklampsia dan Eklampsia disangkal
Merokok disangkal
F. Riwayat ante natal care tidak ada
1
Anamnesis Khusus
Keluhan Utama : Mau melahirkan
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Sejak lebih kurang 6 jam sebelum masuk rumah sakit pasien
mengeluh perut mules yang menjalar ke pinggang makin lama makin kuat dan
sering. Riwayat keluar darah lendir (+). Riwayat keluar air-air (-). Riwayat
trauma (-). Riwayat keputihan (-). Riwayat post coital (-). Riwayat darah
tinggi (-) Pasien mengaku hamil cukup bulan dang gerakan anak masih
dirasakan.
HPHT : 10-01-2010
TP : 17-10-2010
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Presents
Keadaan Umum : sakit sedang Jantung: murmur (-), gallop (-)
Kesadaran : compos mentis Paru :vesikuler(+)N,ronkhi(-),
wheezing (-)
Berat Badan : 65 kg Hati/limpa: sulit dinilai
Tinggi Badan : 157 cm Refleks fisiologis : +/+
Tekanan Darah : 110/80 mmHg Refleks patologis : -/-
Nadi : 80 x/menit BAK : Biasa
Pernafasan : 20 x/menit BAB : Biasa
Suhu : 36,7o C Turgor kulit : Biasa
Anemia/icterus : -/- Mata cekung : -/-
Gizi : sedang Edema pretibial : -/-
Tipe badan : asthenicus Hb : 12,4 gr%
Payudara : Hiperpigmentasi (+) Leukosit : 14000/mm3
2
B. Status Obstetrik
Pemeriksaan Luar :
Tanggal : 25-10-2010 pukul 13.30 WIB
Abdomen cembung, lemas, simetris, fundus uteri tiga jari di bawah Prosessus
Xyphoideus (32cm), letak janin memanjang, punggung kanan, terbawah kepala,
penurunan 4/5. DJJ (+) 148x/m. His 4/10/40. TBJ 2900gr.
Pemeriksaan dalam vagina :
Tanggal : 25-10-2010 pukul 13.30 WIB
Portio : konsistensi lunak, posisi medial dan pendataran 100%, pembukaan 8cm,
bagian terbawah kepala, HIII, penunjuk ubun-ubun kecil kiri depan.
Pemeriksaan panggul:
Promontorium tidak dapat dinilai, KV >13cm, linea innominata 1/3-1/3, sakrum
konkaf, spina iskiadika tidak menonjol, arkus pubis >90 derajat dan dinding
samping lurus, kesan panggul luas.
IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 25 Oktober 2010
Darah
Hb : 12,4 gr/dl
Trombosit : 258000 mm3
Leukosit : 14000/mm3
Hitung jenis : 4 / 11 / 80 / 4 / 1 /
0
V. PEMERIKSAAN TAMBAHAN
Pemeriksaan USG:
- JTH Preskep
- BPD : 37w5d
- FL : 38w1d
- EDD : 28-10-2010
- Ketuban cukup
3
- Plasenta corpus depan
Kesan : hamil 37 – 38 mgg, jth preskep
VI. DIAGNOSIS SEMENTARA
G2P1A0 hamil aterm inpartu Kala I fase aktif, JTH Preskep
VII. PENATALAKSANAAN
- Informed consent
- Observasi TVI, DJJ dan his
- Kosongkan kandung kemih
- Evaluasi sesuai partograf WHO
- Cek DR, UR
- R/ partus pervaginam
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia
Quo ad functionam : dubia
4
LAPORAN PERSALINAN
25-10-2010/13.30/Evi/Dr.Edo
Status Present:
Ku : sedang TD: 120/80mmHg RR : 20x/m
Sens : cm N : 82x/m Temp : 36,5oC
Pukul 14.20 tampak parturient ingin mengedan kuat. Pada pemeriksaan didapatkan:
- portio tidak teraba
- pembukaan lengkap
- ketuban (-), jernih, bau (-)
- terbawah kepala
- H III +
- penunjuk ubun-ubun kecil kiri depan
D/: G2P1A0 hamil aterm inpartu kala II, janin tunggal hidup presentasi kepala
- T/: pimpin persalinan
Pukul 14.30 WIB Lahir spontan neonatus hidup, laki-laki, 2800 gr, PB 42cm, AS 8/9
Dilakukan manajemen aktif kala III:
Oxytocin 10 iu IM
Peregangan tali pusat terkendali
Massase fundus uteri
Pukul 14.45 WIB Plasenta lahir lengkap,
Dilakukan eksplorasi jalan lahir, tidak ditemukan diskontinuitas dan laserasi
jaringan.
Keadaan umum ibu post partum baik, perdarahan aktif (-).
D/ P2A0 post partum spontan
FOLLOW UP
5
26 Oktober 2010, Pukul 07.00 WIB
S/ keluhan: tidak bisa buang air kecil
O/ Status Present:
Ku : sedang TD: 120/80mmHg RR : 20x/m
Sens : cm N : 82x/m Temp : 36,5oC
Status Obstetrikus:
PL :abdomen cembung lemas simetris, kontraksi baik, tifut sulit dinilai,
vesica urinaria teraba sepusat, perdarahan aktif (-), lokia rubra (+),
vulva tenang (+).
A/ P2A0 Post Partum spontan + Retensio urine
P/ - Observasi TVI dan perdarahan
- Mobilisasi dini
- Asi sesuai kebutuhan
- Vulva hygiene (pagi dan sore)
- Obat-obatan: - Asam mefenamat 3x 500 mg
- Ciprofloxacin 2x500mg
- Viferon 2x1 tablet
- Dexamethason 2 x
- dilakukan kateterisasi didapatkan, urine 2000 cc,
[kateter menetap (hari per-1)], catat input-output
27 Oktober 2010, Pukul 07.00 WIB
S/ keluhan: tidak bisa buang air kecil
O/ Status Present:
Ku : sedang TD: 120/70mmHg RR : 20x/m
Sens : cm N : 84x/m Temp : 36,6oC
Status Obstetrikus:
PL :abdomen cembung lemas simetris, kontraksi baik, tifut 2 jbpst, vesica
urinaria tidak teraba, perdarahan aktif (-), lokia rubra (+), vulva tenang
(+).
Input Output
- Minum: 800cc - IWL: 650cc
- IVFD: 1500cc - Urine: 1500cc
2300cc 2150cc
A/ P2A0 Post Partum spontan + Retensio urine
6
P/ - Observasi TVI dan perdarahan
- Asi sesuai kebutuhan
- Obat-obatan: - Asam mefenamat 3x 500 mg
- Ciprofloxacin 2x500mg
- Viferon 2x1 tablet
- kateter menetap (hari ke-2)
28 Oktober 2010, Pukul 07.00 WIB
S/ keluhan: tidak bisa buang air kecil
O/ Status Present:
Ku : sedang TD: 120/80mmHg RR : 20x/m
Sens : cm N : 82x/m Temp : 36,5oC
Status Obstetrikus:
PL :abdomen cembung lemas simetris, kontraksi baik, tifut 2 jbpst, vesica
urinaria tidak teraba, perdarahan aktif (-), lokia sanguilenta (+), vulva
tenang (+).
A/ P2A0 Post Partum spontan + Retensio urine
P/ - Observasi TVI dan perdarahan
- Asi sesuai kebutuhan
- Obat-obatan: - Asam mefenamat 3x 500 mg
- Ciprofloxacin 2x500mg
- Viferon 2x1 tablet
- up kateter- residu urine 3x perhitungan = 150 cc
BAB II
7
PERMASALAHAN
1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?
2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat?
3. Apakah prognosa dari kasus ini?
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
8
Definisi
Retensio urin postpartum merupakan tidak adanya proses berkemih spontan
setelah kateter menetap dilepaskan, atau dapat berkemih spontan dengan urin sisa
kurang dari 150 ml. Menurut Stanton, retensio urin adalah tidak bisa berkemih selama
24 jam yang membutuhkan pertolongan kateter, dimana tidak dapat mengeluarkan
urin lebih dari 50% kapasitas kandung kemih.1,2
Patofisiologi
Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu pengisian dan
penyimpanan urine dan pengosongan kandung kemih. Hal ini saling berlawanan dan
bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot kandung kemih dalam hal penyimpanan
dan pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf otonom dan somatik. Selama fase
pengisian, pengaruh sistem saraf simpatis terhadap kandung kemih menjadi
bertekanan rendah dengan meningkatkan resistensi saluran kemih. Penyimpanan urin
dikoordinasikan oleh hambatan sistem simpatis dari aktivitas kontraktil otot detrusor
yang dikaitkan dengan peningkatan tekanan otot dari leher kandung kemih dan
proksimal uretra.1 Pengeluaran urine secara normal timbul akibat dari kontraksi yang
simultan otot detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal ini dipengaruhi oleh sistem
saraf parasimpatis yang mempunyai neurotransmiter utama yaitu asetilkholin, suatu
agen kolinergik.1 Selama fase pengisian, impuls afferen ditransmisikan ke saraf
sensoris pada ujung ganglion dorsal spinal sakral segmen 2-4 dan informasikan ke
batang otak. Impuls saraf dari batang otak menghambat aliran parasimpatis dari pusat
kemih sakral spinal. Selama fase pengosongan kandung kemih, hambatan pada aliran
parasimpatis sakral dihentikan dan timbul kontraksi otot detrusor.1
Hambatan aliran simpatis pada kandung kemih menimbulkan relaksasi pada
otot uretra trigonal dan proksimal. Impuls berjalan sepanjang nervus pudendus untuk
merelaksasikan otot halus dan skelet dari sphincter eksterna. Hasilnya keluarnya urine
dengan resistensi saluran yang minimal.1
Retensi postpartum paling sering terjadi. Setelah terjadi kelahiran pervaginam
spontan, disfungsi kandung kemih terjadi 9-14 % pasien; setelah kelahiran
menggunakan forcep, angka ini meningkat menjadi 38 %. Retensi ini biasanya terjadi
akibat dari dissinergis antara otot detrusor-sphincter dengan relaksasi uretra yang
tidak sempurna yang kemudian menyebabkan nyeri dan edema. Sebaliknya pasien
9
yang tidak dapat mengosongkan kandung kemihnya setelah sectio cesaria biasanya
akibat dari tidak berkontraksi dan kurang aktifnya otot detrusor.1,2
Etiologi
Berkemih yang normal melibatkan relaksasi uretra yang diikuti dengan
kontraksi otot-otot detrusor. Pengosongan kandung kemih secara keseluruhan
dikontrol didalam pusat miksi yaitu diotak dan sakral. Terjadinya gangguan
pengosongan kandung kemih akibat dari adanya gangguan fungsi di susunan saraf
pusat dan perifer atau didalam genital dan traktus urinarius bagian bawah.1
Pada wanita, retensi urine merupakan penyebab terbanyak inkontinensia yang
berlebihan. Dalam hal ini terdapat penyebab akut dan kronik dari retensi urine. Pada
penyebab akut lebih banyak terjadi kerusakan yang permanen khususnya gangguan
pada otot detrusor, atau ganglion parasimpatis pada dinding kandung kemih. Pada
kasus yang retensi urine kronik, perhatian dikhususkan untuk peningkatan tekanan
intravesical yang menyebabkan reflux ureter, penyakit traktus urinarius bagian atas
dan penurunan fungsi ginjal.1
Pasien post operasi dan post partum merupakan bagian yang terbanyak
menyebabkan retensi urine akut. Fenomena ini terjadi akibat dari trauma kandung
kemih dan edema sekunder akibat tindakan pembedahan atau obstetri, epidural
anestesi, obat-obat narkotik, peregangan atau trauma saraf pelvik, hematoma pelvik,
nyeri insisi episiotomi atau abdominal, khususnya pada pasien yang mengosongkan
kandung kemihnya dengan manuver Valsalva. Retensi urine pos operasi biasanya
membaik sejalan dengan waktu dan drainase kandung kemih yang adekuat.1
Gambaran Klinis
Retensi urine memberikan gejala gangguan berkemih, termasuk diantaranya
kesulitan buang air kecil; pancaran kencing lemah, lambat, dan terputus-putus; ada
rasa tidak puas, dan keinginan untuk mengedan atau memberikan tekanan pada
suprapubik saat berkemih.1
Suatu penelitian melaporkan bahwa gejala yang paling bermakna dalam
memprediksikan adanya gangguan berkemih adalah pancaran kencing yang lemah,
pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna, mengedan saat berkemih, dan
nokturia.1,2
10
Diagnosis
Pada pasien dengan keluhan saluran kemih bagian bawah, maka anamnesis
dan pemeriksaan fisik yang lengkap, pemeriksaan rongga pelvis, pemeriksaan
neurologik, jumlah urine yang dikeluarkan spontan dalam 24 jam, pemeriksaan
urinalisis dan kultur urine, pengukuran volume residu urine, sangat dibutuhkan.1
Fungsi berkemih juga harus diperiksa, dalam hal ini dapat digunakan uroflowmetry,
pemeriksaan tekanan saat berkemih, atau dengan voiding cystourethrography.1
Dikatakan normal jika volume residu urine adalah kurang atau sama dengan
50ml, sehingga jika volume residu urine lebih dari 200ml dapat dikatakan abnormal
dan biasa disebut retensi urine. Namun volume residu urine antara 50 - 200ml menjadi
pertanyaan, sehingga telah disepakati bahwa volume residu urine normal adalah 25%
dari total volume vesika urinaria.1,2
Penatalaksanaan
Ketika kandung kemih menjadi sangat menggembung diperlukan kateterisasi,
kateter Foley ditinggal dalam kandung kemih selama 24-48 jam untuk menjaga
kandung kemih tetap kosong dan memungkinkan kandung kemih menemukan
kembali tonus normal dan sensasi.1
Bila kateter dilepas, pasien harus dapat berkemih secara spontan dalam waktu
4 jam. Setelah berkemih secara spontan, kandung kemih harus dikateter kembali
untuk memastikan bahwa residu urine minimal. Bila kandung kemih mengandung
lebih dari 200 ml urine, drainase kandung kemih dilanjutkan lagi.1
Komplikasi
Karena terjadinya retensi urine yang berkepanjangan, maka kemampuan
elastisitas vesica urinaria menurun, dan terjadi peningkatan tekanan intra vesika yang
menyebabkan terjadinya reflux, sehingga penting untuk dilakukan pemeriksaan USG
pada ginjal dan ureter atau dapat juga dilakukan foto BNO-IVP.1
Bladder training
11
Adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kencing yang
mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi optimal neurogenik (UMN
atau LMN), dapat dilakukan dengan pemeriksaan refleks-refleks:
1. Refleks otomatik
Refleks melalui saraf parasimpatis S2-3 dansimpatis T12-L1,2, yang
bergabung menjadi n.pelvikus. Tes untuk mengetahui refleks ini adalah tes air
es (ice water test). Test positif menunjukkan tipe UMN sedangkan bila negatif
(arefleksia) berarti tipe LMN.
2. Refleks somatic
Refleks melalui n.pudendalis S2-4. Tesnya berupa tes sfingter ani eksternus
dan tes refleks bulbokarvernosus. Jika tes-tes tersebut positif berarti tipe
UMN, sedangkan bila negatif berarti LMN atau tipe UMN fase syok spinal
Langkah-langkah Bladder Training:
1. Tentukan dahulu tipe kandung kencing neurogeniknya apakah UMN/LMN
2. Rangsangan setiap waktu miksi
3. Kateterisasi:
1. Pemasangan indwelling cathether (IDC)=dauer cathether
IDC dapat dipasang dengan sistem kontinu ataupun penutupan berkala
(clamping). Dengan pemakaian kateter menetap ini, banyak terjadi infeksi
atau sepsis. Karena itu kateterisasi untuk bladder training adalah
kateterisasi berkala. Bila dipilh IDC, maka yang dipilih adalah penutupan
berkala oleh karena IDC yang kontinu tidal fisiologis dimana kandung
kencing yang selalu kosong akan mengakibatkan kehilangan potensi
sensasi miksi serta terjadinya atrofi serta penurunan tonus otot kandung
kemih
2. Kateterisasi berkala
Keuntungan kateterisasi berkala antara lain:
- Mencegah terjadinya tekanan intravesikal yang tinggi/overdistensi
yang mengakibatkan aliran darah ke mukosa kandung kencing
dipertahankan seoptimal mungkin
- Kandung kencing dapat terisi dan dikosongkan secara berkala seakan-
akan berfungsi normal
12
- Bila dilakukan secara dini pada penderita cedera medula spinalis, maka
penderita dapat melewati masa syok spinal secara fisiologis sehingga
fedback ke medula spinalis tetap terpelihara
- Teknik yang mudah dan penderita tidak terganggu kegiatan sehari
harinya
BAB 1V
ANALISA KASUS
13
Pada tanggal 25 Oktober 2010, Ny. E berusia 25 tahun, alamat Dsn III
Musibanyuasin, berkebangsaan Indonesia, pekerjaan ibu rumah tangga, melahirkan
spontan neonatus hidup laki-laki BB 2800 gr, PB 42 cm, AS 8/9. Setelah 6 jam
melahirkan, Ny. E tidak dapat buang air kecil, walaupun sudah mengedan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran kompos
mentis, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 80 x/m, respirasi 20 x/m, suhu
36,7◦C.Pada pemeriksaan luar obstetri didapatkan abdomen cembung, lemas, simetris,
fundus uteri sulit dinilai dan vesica urinaria teraba sepusat.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik-obstetri dan pemeriksaan penunjang,
pasien ini didiagnosa P2A0 post partum spontan dan retensio urine.
Dilakukan penatalaksanaan: observasi TVI dan perdarahan, mobilisasi dini,
ASI sesuai kebutuhan, vulva hygiene (pagi dan sore), obat-obatan asam mefenamat 3
x 500mg, ciprofloxacin 2 x 500 mg, viferon 2 x 1 tab dan dilakukan kateterisasi
didapatkan urine 2000 cc lalu kateter dipasang menetap dan dicatat urine output.
Setelah hari ke-3 dilakukan pemeriksaan residu urine dengan cara pasien disuruh
minum sebanyak-banyaknya dan disuruh kencing sepuas-puasnya. Setelah itu
dipasang kateter dan diukur urine outputnya. Dilakukan pengukuran 3 kali dan
didapatkan urine residu 150 cc.
Menurut Andi, dalam Jurnal kedokteran Indonesia, berkemih yang normal
melibatkan relaksasi uretra yang diikuti dengan kontraksi otot-otot detrusor.
Pengosongan kandung kemih secara keseluruhan dikontrol didalam pusat miksi yaitu
diotak dan sakral. Terjadinya gangguan pengosongan kandung kemih akibat dari
adanya gangguan fungsi di susunan saraf pusat dan perifer atau didalam genital dan
traktus urinarius bagian bawah.
Retensi urine yang terjadi pada pasien ini terjadi akibat dari dissinergis antara
otot detrussor – sphincter dengan relaksasi uretra yang tidak sempurna yang kemudian
menyebabkan edema.
Prognosis ibu quo ad vitam and functionam dubia ad bonam karena pada
anamnesis dan pemeriksaan fisik pada Ny. E onset penyakit terjadi satu hari, tidak
ditemukan hematuri, dan didapatkan jumlah rata-rata urine residu kurang dari 150ml.
BAB V
KESIMPULAN
14
1. Diagnosis pada pasien ini sudah tepat berdasarkan hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang.
2. Penatalaksanaan pada kasus ini belum tepat, yaitu pemasangan kateter
menetap selama 2 hari dilanjutkan dengan penghitungan urine residu..
3. Prognosis pada pasien ini adalah bonam untuk quo ad vitam dan bonam untuk
quo ad functionam.
DAFTAR PUSTAKA
15
1. Andi. Retensio Urin Post Partum. Dalam : Jurnal kedokteran Indonesia, 20
Februari 2008.
2. Junizaf. Tinjauan Kasus Retensio Urin Post Partum di RSUD Ulin
Banjarmasin 2002-2003. Jurnal Kedokteran dan Farmasi, Vol 19/1/2006. 10-
13.
3. Barus PR. Infeksi dalam Kehamilan dan Persalinan. Cermin Dunia Kedokteran.
Edisi Khusus. No 80. 1992. 57-59
16