38
Rhesus Darah, Macam, Penentu dan Pegaruhnya pada Kehamilan http://indahkeluargaku.blogspot.com/2012/03/rhesus-darah- macam-penentu-dan.html Rhesus darah merupakan salah satu metode penggolongan darah. Memang penggolongan darah berdasarkan rhesus memang jarang dijumpai di Indonesia. Penggolongan darah di Indonesia sering kali dibedakan menjadi 4 golongan utama dan faktor penentu penggolongan darah berdasarkan pemberian aglutinogen atau anti penggumpalan darah, yaitu: Golongan darah A, apabila darah menggumpal bila diberikan aglutinogen β. Golongan darah B, apabila darah menggumpal bila diberikan aglutinogen α. Golongan darah AB, apabila darah menggumpal bila diberikan aglutinogen α dan β. Golongan darah O, apabila darah sama sekali tidak menggumpal bila diberikan aglutinogen α dan β. Sedangkan macam penggolongan darah berdasar ada tidaknya protein atau antigen dalam permukaan darah , jarang sekali digunakan. Hal ini digunakan sebagai faktor penentu macam rhesus seseorang, yaitu rhesus positif (+) atau rhesus negatif (-), yaitu: Apabila seseorang memiliki protein di permukaan sel darahnya, maka orang tersebut diidentifikasikan rhesus positif (+). Apabila seseorang tidak memiliki protein di permukaan sel darahnya, maka orang tersebut diidentifikasikan rhesus negatif (-). Istilah rhesus darah diambil dari suatu spesies kera Macaca mulatta yang banyak dijumpai di India dan Tiongkok.

Rhesus Darah Refrensi

  • Upload
    fira-w

  • View
    296

  • Download
    13

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Rhesus Darah Refrensi

Rhesus Darah, Macam, Penentu dan Pegaruhnya pada Kehamilan http://indahkeluargaku.blogspot.com/2012/03/rhesus-darah-macam-penentu-dan.html

Rhesus darah merupakan salah satu metode penggolongan darah. Memang penggolongan darah berdasarkan rhesus memang jarang dijumpai di Indonesia. Penggolongan darah di Indonesia sering kali dibedakan menjadi 4 golongan utama dan faktor penentu penggolongan darah berdasarkan pemberian aglutinogen atau anti penggumpalan darah, yaitu:

Golongan darah A, apabila darah menggumpal bila diberikan aglutinogen β. Golongan darah B, apabila darah menggumpal bila diberikan aglutinogen α.

Golongan darah AB, apabila darah menggumpal bila diberikan aglutinogen α dan β.

Golongan darah O, apabila darah sama sekali tidak menggumpal bila diberikan aglutinogen α dan β.

Sedangkan macam penggolongan darah berdasar ada tidaknya protein atau antigen dalam permukaan darah, jarang sekali digunakan. Hal ini digunakan sebagai faktor penentu macam rhesus seseorang, yaitu rhesus positif (+) atau rhesus negatif (-), yaitu:

Apabila seseorang memiliki protein di permukaan sel darahnya, maka orang tersebut diidentifikasikan rhesus positif (+).

Apabila seseorang tidak memiliki protein di permukaan sel darahnya, maka orang tersebut diidentifikasikan rhesus negatif (-).

Istilah rhesus darah diambil dari suatu spesies kera Macaca mulatta yang banyak dijumpai di India dan Tiongkok.

Rhesus negatif, banyak dijumpai pada penduduk Eropa, Australia dan Amerika, sedangkan rhesus positif banyak dijumpai pada penduduk Asia dan Afrika. Oleh karena penduduk Indonesia mayoritas memiliki rhesus positif, dan hanya 2% yang memiliki rhesus negatif, perlu persiapan pemeriksaan golongan darah khusus bagi wanita yang merencanakan kehamilan. Siapa tahu calon ibu memiliki rhesus negatif, sehingga membahayakan janin yang dikandungnya.

Apabila janin memiliki rhesus positif, tubuh calon ibu akan membuat produk antirhesus yang akan menyerang janin, namun apabila janin memiliki rhesus negatif dan calon ibu memiliki rhesus positif, tidak akan membahayakan janin yang dikandung..

Page 2: Rhesus Darah Refrensi

1. Rhesus

Jenis penggolongan darah lain yang cukup dikenal adalah dengan memanfaatkan faktor Rhesus atau faktor Rh. Nama ini diperoleh dari monyet jenis Rhesus yang diketahui memiliki faktor ini pada tahun 1940 oleh Karl Landsteiner. Seseorang yang tidak memiliki faktor Rh di permukaan sel darah merahnya memiliki golongan darah Rh-. Mereka yang memiliki faktor Rh pada permukaan sel darah merahnya disebut memiliki golongan darah Rh+. Jenis penggolongan ini seringkali digabungkan dengan penggolongan ABO. Golongan darah O+ adalah yang paling umum dijumpai, meskipun pada daerah tertentu golongan A lebih dominan, dan ada pula beberapa daerah dengan 80% populasi dengan golongan darah B.

Kecocokan faktor Rhesus amat penting karena ketidakcocokan golongan. Misalnya donor dengan Rh+ sedangkan resipiennya Rh-) dapat menyebabkan produksi antibodi terhadap antigen Rh(D) yang mengakibatkan hemolisis. Hal ini terutama terjadi pada perempuan yang pada atau di bawah usia melahirkan karena faktor Rh dapat memengaruhi janin pada saat kehamilan.

Page 3: Rhesus Darah Refrensi

Menikah Beda Rhesus, Berbahaya Bagi Janin

Image by : Dokumentasi Ayahbunda

Beda rhesus darah antara  ibu dengan janin bisa berakibat fatal bagi janin. Sehingga penting untuk mengenal rhesus darah.

Ada tidaknya antigen (karbohidrat dan protein) dalam sel darah kita. Itulah yang membedakan rhesus positif dan rhesus negatif. Disebut positif jika ada antigen dalam darah kita, dan bila tak ada disebut rhesus negatif. Kabar baiknya, orang Indonesia yang termasuk ras Asia, kebanyakan dengan rhesus positif. Di seluruh dunia ini, hanya sedikit orang yang memiliki rhesus negatif, sehingga bila memerlukan donor darah agak sulit. Rhesus negatif umumnya dijumpai pada orang-orang yang mempunyai garis keturunan Kaukasian (berkulit putih).

Menikah beda rhesus. Masalah akan timbul bila Anda memiliki rhesus negatif kemudian menikah dengan pria yang memiliki rhesus positif. Ketidak samaan ini bisa jadi cikal bakal ketidakcocokan rhesus yang sangat berbahaya bagi bayi. Kehadiran janin di tubuh ibu merupakan benda asing, apalagi jika rhesuf janin tidak sama dengan rhesus ibu. Secara alamiah tubuh bereaksi dengan merangsang sel darah merah berupa zat antibodi/antirhesus untuk melindungi tubuh ibu sekaligus melawan ‘benda sing’ tersebut (janin). Inilah yang menimbulkan anti rhesus (penghancuran sel arah merah) atau hemolitik. Kondisi ini dapat menyebabkan kematian janin dlam rahim, atau jika lahir menderita hati yang bengkak, anemia, kuning (jaundice), dan gagal jantung.

Bahaya di Kehamilan Kedua. Perbedaan rhesus antara ibu dan janin tak terlalu berbahaya

Page 4: Rhesus Darah Refrensi

pada kehamilan pertama. Sebab, kemungkinan terbentuknya zat antirhesus atau antibodi pada kehamilan pertama. Sebab, kemungkinan terbentuknya zat antirhesus atau antibodi pada kelahiran pertama sangat kecil. Kalaupun sampai terbentuk, jumlahnya tidak banyak, sehingga bayi pertama dapat lahir sehat. Pembentukan zat antirhesus baru benar-benar dimulai pada saat proses persalinan (atau keguguran) kehamilan pertama. Saat plasenta lepas, pembuluh-pembuluh darah yang menghubungkan dinding rahim dengan plasenta juga putus. Akibatnya, sel-sel darah merah bayi dapat masuk ke dalam jumlah yang lebih besar. Selanjutnya, 48-72 jam setelah  persalinan atau keguguran, tubuh ibu dirangsang lagi untk memproduksi zat antibodi/antirhesus lebih banyak lagi. Kelak saat ibu mengandung lagi, zat antibodi/antirhesus di tubuh ibu akan menembus plasenta dan menyerang sel darah merah janin.

Produksi antibodi ini sama seperti produksi antibodi pada umumnya bila ada zat asing masuk dalam tubuh. Sekali ada makhluk asing yang sudah dikenali, maka antibodi akanmelindungi ibu agar bila zat asing itu muncul kembali, tubuh ibu dapat menyerang dan menghancurkannya. Proses ini terjadi demi keselamatan ibu sendiri. Namun, kadar antibodi atau antirhesus pada setiap ibu tidak sama. Ada yang rendah, ad ayang tinggi. Yang gawat, bila antibody kadarnya tinggi. Dalam kondisi ini, janin harus dipantau dengan alat ultrasonografi. Dokter akan memanatu masalah pad apernapasan dan peredaran darah, cairan paru-paru, atau pembesaran hati, yang merupakan gejala-gejala penderitaan bayi akibat rendahnya sel darah merah. Kadang-kadang lalu diputuskan persalinan lebih dini, sejauh usia janin sudah cukup kuat untuk dibesarkan di luar rahim.

Yang harus dilakukan:1. Periksa kesehatan sebelummenikah. anjuran "klasik" ini sangat berguna untuk kasus-

kasus penyait genetik seperti ini. namun bila sebelum menikah And adan pasangan tidak melakukan pemeriksaan kesehatan darah, termasuk rhesus, lakukan segera saat hamil.

2. Bila rhesus darah Anda beda dengan suami, dokter bisa memberikan tindakan pencegahan terbentuknya zat antirheus dengan obat anti-Rhogama globulin (RhoGAM) atau Rh Immunuglobulin. RhoGAM disuntikkan pad ausia kehamilan 28 minggu dan saat persalinan.

3. Bila ibu mempunyai rheusu negatif, atau ketidakcocokan golongan daran antara janin dan ibu baru diketahui usia peraslinan, suntikan RhoGAM untuk ibu sebaiknya diberikan dalam waktu maksimal 72 jam setelah persalinan. rhoGAM efektif hanya berlangsung 12 minggu, sehingga setelah lewat masa tersebut Anda harus mendapat suntikan kembali agar kehamilan berikutnya tidak bermasalah.

Peta rhesus janin.

  Ayah Rh + Ayah Rh - Ibu Rh + Janin Rh +

Tidak bermasalah

Janian Rh +

Tidak bermasalah. Ibu Rh - Janin Rh +

Akan timbul masalah karena beda dengan ibu.

Janin Rh –

Tidak bermasalah.

Page 5: Rhesus Darah Refrensi

TAK PERLU CEMASKAN RHESUS INKOMTABILITA DAN KEGUGURAN BERULANG

Mengandung, melahirkan dan membesarkan anak merupakan salah satu kebahagiaan yang besar bagi wanita. Banyak pasangan yang mengharapkan keturunan, kalau bisa lebih dari satu, karena Rasulullah SAW membanggakan banyaknya jumlah ummatnya.Namun tak jarang beberapa wanita mengalami keguguran berulang atau bayi lahir mati, sehingga sang buah hati urung ditimang. Penyebab keguguran berulang dan bayi lahir mati sangat banyak, salah satunya ialah ketidak cocokan rhesus (rhesus inkontabilita).

Di dunia medis dikenal banyak sekali cara penggolongan darah. Namun yang biasanya dipertimbangkan hanya dua cara penggolongan, yaitu sistem ABO dan faktor rhesus. Biasanya masyarakat Indonesia cukup akrab dengan sistem ABO. Yaitu penggolongan darah yang terdiri dari golongan darah A, B, AB dan O. Tapi mengenai faktor rhesus, sepertinya sedikit sekali masyarakat kita yang mengetahuinya, walaupun rhesus sangat penting dalam masalah darah.

Rhesus, merupakan penggolongan atas ada atau tidak adanya antigen-D. Antigen-D pertama dijumpai pada sejenis kera yang disebut Rhesus pada tahun 1937, dari kera inilah sebutan rhesus diambil. Orang yang dalam darahnya mempunyai antigen-D disebut rhesus positif, sedang orang yang dalam darahnya tidak dijumpai antigen-D, disebut rhesus negatif. Pada jaman dahulu dalam transfusi darah, asal golonganya sama, tidak dianggap ada masalah lagi. Padahal, bila terjadi ketidak cocokan rhesus, bisa terjadi pembekuan darah yang berakibat fatal, yaitu  kematian penerima darah.

Dengan kemajuan teknologi screening darah, maka sekarang ketidak cocokan rhesus dalam transfusi hampir bisa dibilang tidak ada lagi. Orang-orang dengan rhesus negatif mempunyai sejumlah kesulitan karena diseluruh dunia ini, memang orang dengan rhesus negatif relatif lebih sedikit jumlahnya. Pada orang kulit putih, rhesus negatif hanya sekitar 15%, pada orang kulit hitam sekitar 8%, dan pada orang asia bahkan hampir seluruhnya merupakan orang dengan rhesus positif.

Di Indonesia, kasus kehamilan dengan rhesus negatif ternyata cukup banyak dijumpai. Umumnya dijumpai pada orang-orang asing atau orang yang mempunyai garis keturunan asing seperti Eropa dan Arab, walaupun tidak langsung. Ada juga orang yang tidak mempunyai riwayat keturunan asing, namun jumlahnya lebih sedikit.

KEHAMILAN DENGAN RHESUS NEGATIF

Mengapa dalam kehamilan faktor rhesus sangat penting? Ada atau tidaknya antigen-D dalam darah seseorang sangat berpengaruh pada kehamilan.  Bila seorang wanita dengan rhesus negatif mengandung bayi dari pasangan yang mempunyai rhesus positif, maka ada kemungkinan sang bayi mewarisi rhesus sang ayah yang positif. Dengan demikian akan terjadi kehamilan rhesus negatif dengan bayi rhesus positif. Hal ini disebut kehamilan dengan ketidak cocokan rhesus. Efek ketidak cocokan bisa mengakibatkan kerusakan besar-besaran pada sel darah merah bayi yang disebut erytroblastosis foetalis dan hemolisis. Hemolisis ini pada jaman dahulu merupakan penyebab umum kematian janin dalam rahim, disamping

Page 6: Rhesus Darah Refrensi

hydrop fetalis, yaitu bayi yang baru lahir dengan keadaan hati yang bengkak, anemia dan paru-paru penuh cairan yang dapat mengakibatkan kematian.

Selain itu kerusakan sel darah merah bisa juga memicu kernikterus (kerusakan otak) dan jaundice (bayi kuning/hiperbilirubinimia), gagal jantung dan anemia dalam kandungan maupun setelah lahir. Karena hati bayi yang baru lahir belum cukup matang, maka ia tak dapat mengolah sel darah merah yang rusak (bilirubin) ini dengan baik untuk dikeluarkan oleh tubuhnya, sehingga terjadi hiper bilirubin/bayi kuning. Selain itu sang hati pun akan bekerja terlalu keras sehingga mengakibatkan pembengkakkan hati dan dibanjirinya paru-paru dengan cairan. Karena produk perusakan sel darah merah adalah racun bagi otak maka terjadi kernicterus (kerusakan otak). Selain itu sumsum bayi yang belum matang tak dapat mengganti sel darah merah dengan cukup cepat, maka ia akan kembali melepaskan sel darah merah yang belum matang dalam sirkulasi darah (reticulocytes dan erythroblast). Dalam kondisi ini sang ibu tetap aman karena bilirubin yang masuk dalam sirkulasi darahnya lewat plasenta akan dikeluarkan oleh sistem metabolismenya.

APA PENYEBAB KETIDAK COCOKAN RHESUS?

Ibu dan bayi mempunyai sirkulasi darah masing-masing yang terpisah. Aliran darah bertemu sangat dekat di plasenta, yang hanya dipisahkan oleh sehelai sel tipis. Hal ini memungkinkan adanya kebocoran kecil darah janin kedalam sirkulasi darah ibu, sehingga darah ibu tercampur sedikit darah janin.

Bila seorang wanita dengan rhesus negatif mengandung bayi dengan rhesus positif, hal ini berarti darah janin yang mengandung antigen-D, masuk dalam darah ibu yang tidak mengandung antigen-D. Karena perbedaan ini, tubuh ibu mengisyaratkan adanya benda asing yang masuk dalam darah. Karena itu tubuh ibu kemudian memproduksi antibodi untuk menghancurkan ‘mahluk asing’ yang beredar dalam darah tersebut. Produksi antibodi ini sama seperti produksi antibodi kebanyakan manusia bila ada zat asing dalam tubuh, seperti misalnya produksi antibodi ketika seseorang diimunisasi cacar. Sehingga sekali antibodi tercipta, maka antibodi ini akan ada seumur hidup.

Produksi antibodi ini untuk melindungi ibu agar bila zat asing itu muncul kembali, maka tubuh ibu dapat menyerang dan menghancurkanya, hal ini untuk keselamatan sang ibu sendiri. Produksi antibodi ini sangat lambat, karena itu masalah ketidak cocokan rhesus sangat jarang dijumpai pada kehamilan pertama, karena antibodi belum terbentuk kecuali pada kasus tertentu. Misalnya ibu sudah mempunyai antibodi akibat dari transfusi darah yang mengandung antigen-D sebelumnya.

Kalaupun  telah terjadi kebocoran darah janin, maka jumlah antibodi tersebut belum cukup membahayakan si janin. Paling jauh dari kebocoran pada kehamilan pertama terhadap bayi tersebut sang bayi akan menjadi kuning setelah dilahirkan. Pada kehamilan kedua dan berikutnya, bila ibu kembali mengandung bayi dengan rhesus positif, antibodi yang telah terbentuk akan mengenali darah bayi sebagai zat asing. Mereka menjalankan tugasnya dengan menyerang zat tersebut, yang mengakibatkan perusakan sel darah merah bayi.

Sel pembatas plasenta yang memisahkan sirkulasi darah ibu dan janin memiliki pori yang teramat kecil, sehingga darah tak dapat melaluinya, karena ukuran sel darah yang lebih besar. hal ini mencegah mengalirnya darah ibu ke janin, atau sebaliknya. Namun karena ukuran

Page 7: Rhesus Darah Refrensi

antibodi yang teramat kecil, antibodi dapat melewati sel pembatas ini dan memasuki sirkulasi darah bayi, dan menjalankan tugasnya.

DIAGRAM KEHAMILAN DENGAN KETIDAK COCOKKAN RHESUS:

1. Wanita dengan rhesus negatif yang mendapat pasangan pria dengan rhesus positif kemungkinan akan mengandung bayi dengan rhesus positif.

2. Darah janin yang mengandung rhesus positif memasuki sirkulasi darah ibu yang memiliki rhesus negatif.

3. Darah janin yang memasuki sirkulasi darah ibu tanpa injeksi RhoGam akan memicu terciptanya antibodi dalam tubuh ibu.

4. Antibodi menyeberang ke sirkulasi darah janin dan menghancurkan sel darah merah janin, yang mengakibatkan serangkaian penderiataan bagi janin.

PEMICU TERBENTUKNYA ANTIBODI TERHADAP ANTIGEN-D

1. Kebocoran darah janin. Kebocoran darah janin kedalam sirkulasi darah ibu terjadi pada hampir 75% persalinan. Karena pada saat persalinan rahim yang berkontraksi akan mengganggu sel pembatas yang tipis tersebut. Selain itu terkadang pada usia kehamilan 28 minggu bisa juga terjadi kebocoran darah janin ke sirkulasi darah ibu. Selain pada persalinan, bisa juga pada kasus keguguran dan aborsi serta terminasi.

2. Transfusi darah yang mengandung antigen-D pada penerima yang merupakan orang dengan rhesus negatif.

3. Pada proses amniosentesis.

PENANGANGAN KEHAMILAN DENGAN RHESUS NEGATIF

Karena begitu jarangnya orang dengan rhesus negatif, maka sangat sedikit rumah sakit yang dapat menanganinya. Begitu pula dengan dokter kandungan, ternyata banyak sekali yang masih tidak mengerti masalah kehamilan dengan rhesus negatif ini. Maka itu bila Anda mengetahui rhesus darah Anda adalah negatif, segera cari informasi rumah sakit dan dokter mana yang bisa menangani kehamilan Anda.

Walaupun tidak selalu ada masalah, dokter biasanya akan tetap menangani kehamilan dengan rhesus negatif secara khusus. Seorang wanita dengan rhesus negatif pada pemeriksaan kehamilan pertama akan diperiksa darahnya untuk memastikan jenis rhesus darah dan melihat apakah telah tercipta antibodi. Bila belum tercipta antibodi, maka pada usia kehamilan 28 minggu dan dalam 72 jam setelah persalinan akan diberikan injeksi anti-D (Rho) immunoglobulin, atau biasa juga disebut RhoGam. Bila kehamilan tanpa injeksi mempunyai peluang untuk selamat hanya 5%, Injeksi ini akan mengurangi resiko hingga 1%. Bahkan bila digunakan dengan tepat, bisa mengurangi resiko hingga 0.07% (yang berarti peluang selamat meningkat hingga 99.93%).  Pada kasus keguguran, aborsi dan terminasi pun injeksi ini perlu diberikan.

RhoGam ini akan menghancurkan sel darah merah janin yang beredar dalam darah ibu, sebelum sel darah merah itu memicu pembentukan antibodi yang dapat menyeberang ke dalam sirkulasi darah janin. Dengan demikian sang janin akan terlindung dari serangan antibodi.  Tidak seperti antibodi yang akan bertahan seumur hidup, RhoGam akan habis

Page 8: Rhesus Darah Refrensi

dalam beberapa minggu, karena itu, ia cukup aman bagi janin. Pada kehamilan-kehamilan berikutnya, dokter akan terus memantau apakan telah terjadi kebocoran darah janin ke dalam sirkulasi darah ibu, untuk menghindari telah terbentuknya antibodi. Dan injeksi RhoGam terus diulang pada setiap kehamilan.

Rhesus Anti-D-immunoglobulin tersedia dalam ampul 2ml yang mengandung 1000 unit. Untuk kehamilan 8-12 minggu 375 unit sudah cukup, tapi untuk kehamilan lebih lanjut, harus diberikan 1000 unit. Karena langkanya kehamilan dengan rhesus negatif, maka hanya apotik tertentu saja yang menyediakan rhoGam ini, biasanya harus dipesan terlebih dahulu minimal 5-7 hari sebelum dibeli.

Injeksi ini tidak lagi diperlukan dalam kasus berikut:

1. Kehamilan muda dibawah 7 minggu, kecuali dalam kondisi tertentu.2. Janin juga memiliki rhesus negatif, hal ini dipastikan bila ayah janin juga memiliki

rhesus negatif.

3. Tubuh ibu telah memproduksi antibodi.

4. Ibu pasti tidak akan hamil atau melahirkan lagi.

PENANGANAN BAYI PADA IBU YANG TELAH MEMPUNYAI ANTIBODI

Bila ibu menunjukkan kadar antibodi yang sangat tinggi dalam darahnya, maka akan dilakukan penanganan khusus terhadap janin yang dikandung, yaitu dengan monitoring secara reguler dengan scanner ultrasonografi. Dokter akan memantau masalah pada pernafasan dan peredaran darah, cairan paru-paru, atau pembesaran hati, yang merupakan gejala-gejala penderitaan bayi akibat rendahnya sel darah merah. Tindakan lain yang biasanya diambil ialah dengan melakukan pengecekan amniosentesis secara berkala untuk mengecek level anemia dalam darah bayi.

Pada kasus tertentu, kadang diputuskan untuk melakukan persalinan lebih dini, sejauh usia janin sudah cukup kuat untuk dibesarkan diluar rahim. Tindakan ini akan segera diikuti dengan penggantian darah janin dari donor yang tepat.  Induksi persalinan juga akan dilakukan pada ibu yang belum mempunyai antibodi bila kehamilannya telah lewat dari waktu persalinan yang diperkirakan sebelumnya, untuk mencegah kebocoran yang tak terduga.

Pada kasus yang lebih gawat, dan janin belum cukup kuat untuk dibesarkan diluar, akan dilakukan transfusi darah terhadap janin yang masih dalam kandungan. Biasanya bila usia kandungan belum mencapai 30 minggu. Proses transfusi ini akan diawasi secara ketat dengan scanner ultrasonografi dan bisa diulang beberapa kali hingga janin mencapai ukuran dan usia yang cukup kuat untuk diinduksi.

Setelah bayi lahir, ia akan mendapat beberapa pemerikasaan darah secara teratur untuk memantau kadar bilirubin dalam darahnya. Bila diperlukan akan dilakukan phototerapi. Bila kadar bilirubin benar-benar berbahaya akan dilakukan penggantian darah dengan transfusi. Kadar cairan dalam paru-paru dan jantungnya juga akan diawasi dengan ketat, demikian juga dengan kemungkinan anemia.

Page 9: Rhesus Darah Refrensi

BEBERAPA ISTILAH DALAM ARTIKEL

1. Amniosentesis: pengambilan cairan disekitar janin dalam rahim untuk memeriksa keadaan janin.

2. Antibodi: molekul protein berbentuk Y yang dibentuk tulang sum-sum dan dibawa oleh darah yang merupakan pertahanan tubuh yang utama. Yang dapat mengenali dan bahkan menghancurkan zat asing seperti bakteri dan virus.

3. Antigen: substansi protein yang menstimulasi produksi antibodi.

4. Athetoid celebral palsy : kerusakan sistem syaraf  yang muncul sebelum usia 3 tahun karena kerusakan otak dalam jangka waktu yang lama.

5. Bilirubin: Sisa sel darah merah yang rusak.

6. Erythroblast :  pelepasan sel darah merah yang belum matang ke dalam sirkulasi darah karena ketidak mampuan tulang sum-sum memproduksi pengganti sel-sel darah merah yang rusak, karena kerusakan sel darah merah dalam jumlah besar dalam sirkulasi darah karena sebab tertentu.

7. Erytroblastosis foetalis: erytroblastosis yang terjadi pada janin (bayi yang belum dilahirkan) yang umumnya terjadi karena serangan antibodi dari tubuh sang ibu yang memasuki sirkulasi darah janin karena ketidak cocokan rhesus.

8. Hemolisis: Kerusakan sel darah merah.

9. Hiperbilirubinemia: Kelebihan bilirubin dalam darah bayi.

10. Hydrop fetalis: bayi yang baru lahir dengan keadaan hati yang bengkak, anemia dan paru-paru penuh cairan.

11. Jaundice: Bayi kuning

12. Kernicterus: kerusakan otak yang bisa mengakibatkan athetoid celebral palsy, kehilangan pendengaran dan masalah pada gigi.

13. Phototerapi: Pencahayaan khusus untuk mengurai bilirubin menjadi cairan yang dapat dikeluarkan oleh tubuh.

14. Reticulocytes: Jumlah sel darah merah yang belum matang terlalu banyak ditemui dalam sirkulasi darah.

15. Terminasi: Pengakhiran kehamilan karena berbagai pertimbangan medis, karena bayi yang tidak mungkin selamat atau kehamilan yang membahayakan ibunya.

SUMBER-SUMBER

Abortion, A Practical Guide for Doctors, The Rhesus Antagonism, bab14 hal. 48, dalam situs www.isad.org 31 Maret 2003Glosary of Terms, dalam situs www.paternityangel.com, 3 maret 2003Kernicterus, dalam situs www.cdc.gov, 31 Maret 2003Medical Dictionary,  dalam situs www.Cancerweb.ncl.ac.uk, 5 Mei 2003Rhesus Disease, dalam situs www.iafrica.com 31 Maret 2003Rhesus Disease, dalam situs www.paternityangel.com 31 Maret 2003

Page 10: Rhesus Darah Refrensi

Rhesus Factor Problem,  dalam situs www.babyworld.com, 31 maret 2003Rhesus Incompability, dalam situs www.monaghanhospital.com,  31 Maret 2003

SUMBER GAMBAR

Rhesus-Negative Blood and pregnancy, dalam situs http://www.staywell.com/,  31 Maret 2003

Page 11: Rhesus Darah Refrensi

Rhesus Negatif dan Rhesus PositifPosted on September 10, 2013 by fanesarizkilia

Rhesus darah manusia itu dibagi jadi 2, yaitu rhesus darah positif dan rhesus darah negatif. Perbedaan antara rhesus positif dan negatif adalah terletak pada kandungan antigen (karbohidrat dan protein). Rhesus darah positif memiliki kandungan antigen, sedangkan rhesus negatif tidak memiliki kandungan antigen. 

Tapi.. Pada umumnya sebagian besar manusia ber-rhesus positif tidak lebih dari 15% jumlah penduduk di Indonesia, jumlahnya sangat minim. Rhesus darah ini dipengaruhi faktor keturunan (biasanya), misalnya ayahnya ber-rhesus negatif dan ibunya ber-rhesus positif ada 2 kemungkinan, anak bisa ber-rhesus positif atau bisa juga ber-rhesus negatif. 

Orang yang darahnya ber-rhesus negatif tidak bisa mendapat donor dari orang yang darahnya be-reshus positif, begitupun sebaliknya. Jika seandainya, orang yang darahnya be-rhesus negatif dialiri darah orang be-rhesus positif, maka kemungkinan orang tersebut bisa meninggal. Ini terjadi karena di dalam darah orang yang be-rhesus positif terdapat kandungan antigen, ketika darah ini mengalir di dalam tubuh yang didalamnya mengalir rhesus negatif maka darah itu akan dianggap sebagai benda asing sehingga antibody (sistem pertahanan tubuh) akan menghancurkan benda asing tersebut dan akibatnya akan terjadi penggumpalan darah sehingga terjadi kematian. 

Dalam kasus perbedaan rhesus ini juga, pasangan (yang berbeda rhesus) kemungkinan besar tidak bisa memiliki keturunan. Jika terjadi fertilisasi, rhesus ibu dan janin berbeda, maka antibody akan menghancurkan benda asing (janin) pada ibu, karena janin tersebut dianggap benda asing karena perbedaan rhesus, sehingga terjadi kematian/keguguran janin atau bisa saja bayinya lahir, tapi akan terjadi pembengkakan pada hati bayi, gagal jantung, kuning dan anemia. 

Pada saat kehamilan pertama, mungkin tidak terlalu berbahaya, karena terbentuknya zat antirhesus atau antibody sangat kecil, kalaupun terbentuk jumlahnya sedikit sehingga bayi bisa lahir. Puncaknya adalah saat kelahiran atau keguguran kehamilan pertama, plasenta yang lepas berarti memutuskan pembuluh-pembuluh darah yang menghubungkan dinding rahim dan plasenta mengakibatkan sel darah merah bayi masuk ke dalam dalam jumlah yang lebih banyak. Setelah 48-72 jam setelah kelahiran/keguguran, tubuh akan kembali membentuk zat antirhesus yang lebih banyak dari sebelumnya untuk menghancurkan benda asing (janin), sehingga pada kehamilan kedua, zat antirhesus akan menyerang sel darah janin. 

Tapi, pasangan berbeda rhesus jangan khawatir kalau tidak bisa mempunyai bayi, karena sudah ada solusinya : Konsultasikan pada dokter, dokter akan memberikan pencegahan terbentuknya zat antirhesus dengan obat anti-Rhogama globulin pada saat usia kandungan berumur 28 hari dan saat persalinan.

Page 12: Rhesus Darah Refrensi

MENGENAL RHESUS DARAH

25 Januari 2012 oleh infosehat09hartonoprasetyo

Saat menunggu antrian di Tempat Pelayanan Terpadu, saya tertarik pada artikel di surat kabar yang membahas tentang orang Indonesia yang memiliki rhesus negatif beserta tantangan yang dihadapi. Ternyata selain penggolongan darah ABO (A, B, AB dan O) darah juga dapat digolongkan menjadi rhesus positif dan rhesus negatif.

Apa yang dimaksud dengan Rhesus ?

Rhesus adalah protein (antigen) yang terdapat pada permukaan sel darah merah. Sistem penggolongan berdasarkan rhesus ini ditemukan oleh Landsteiner dan Wiener tahun 1940. Disebut “rhesus” karena saat itu Landsteiner-Wiener melakukan riset dengan menggunakan darah kera rhesus (Macaca mulatta), salah satu spesies kera yang banyak dijumpai di India dan Cina. Mereka yang mempunyai faktor protein ini disebut rhesus positif. Sedangkan yang tidak memiliki faktor protein ini disebut rhesus negatif.Mengapa kita perlu mengetahui rhesus darah ?

Mengenali rhesus khususnya rhesus negatif menjadi begitu penting karena di dunia ini hanya sedikit orang yang memiliki rhesus negatif. Persentase jumlah pemilik rhesus negatif berbeda-beda antar kelompok ras. Pada ras bule (seperti warga Eropa, Amerika, dan Australia), jumlah pemilik rhesus negatif sekitar 15 – 18%. Sedangkan pada ras Asia, persentase pemilik rhesus negatif jauh lebih kecil. Menurut data Biro Pusat Statistik 2010, hanya kurang dari satu persen penduduk Indonesia, atau sekitar 1,2 juta orang yang memiliki rhesus negatif. Karena persentasenya sangat kecil, jumlah pendonor pun amat langka, sehingga bila memerlukan donor darah agak sulit.Apa yang terjadi bila darah dengan rhesus positif didonorkan pada pasien dengan rhesus negatif ?

Pemilik rhesus negatif tidak boleh ditranfusi dengan darah rhesus positif. Ini dikarenakan sistem pertahanan tubuh si reseptor (penerima donor) akan menganggap darah (rhesus positif) dari donor itu sebagai “benda asing” yang perlu dilawan seperti virus atau bakteri. Sebagai bentuk perlawanan, tubuh reseptor akan memproduksi antirhesus. Saat transfusi pertama, kadar antirhesus masih belum cukup tinggi sehingga relatif tak menimbulkan masalah serius. Tapi pada tranfusi kedua, akibatnya bisa fatal karena antirhesus mencapai kadar yang cukup tinggi. Antirhesus ini akan menyerang dan memecah sel-sel darah merah dari donor, sehingga ginjal harus bekerja keras mengeluarkan sisa pemecahan sel-sel darah merah itu. Kondisi ini

Page 13: Rhesus Darah Refrensi

bukan hanya menyebabkan tujuan tranfusi darah tak tercapai, tapi malah memperparah kondisi si reseptor sendiri.Bagaimana bila hal itu terjadi pada ibu dan janinnya / kehamilan ?

Meskipun faktor rhesus tidak berpengaruh terhadap kesehatan, namun hal itu perlu diperhatikan bila seandainya Anda dan pasangan Anda memiliki rhesus yang berbeda

Ibu Ayah Janin Injeksi immunoglobulin

Rhesus positif Rhesus positif Rhesus positif Tdk diperlukan

Rhesus negatif Rhesus negatif Rhesus negatif Tdk diperlukan

Rhesus positif Rhesus negatif Bisa Rhesus + / - Tdk diperlukan

Rhesus negatif Rhesus positif Bisa Rhesus + / - Diperlukan

Hal ini disebabkan karena akan terbentuk antibodi bila ibu dan janinnya memiliki rhesus yang berbeda. Bila ibu memiliki rhesus positif dan janin memiliki rhesus negatif, maka perbedaan itu tidak menimbulkan masalah. Masalah akan muncul bila ibu memiliki rhesus negatif sedangkan janin rhesus positif (diturunkan dari ayahnya).

Apa yang dimaksud dengan antibodi ?

Selama kehamilan, plasenta bertugas sebagai penghalang antara sel-sel darah merah ibu dan janin. Namun, terkadang ada sejumlah kecil darah janin yang dapat melintas ke dalam pembuluh darah ibunya. Jika ada sel darah janin rhesus positif bercampur dengan darah ibu yang rhesus negatif, maka tubuh ibu secara alamiah akan bereaksi dengan merangsang sel darah merah berupa zat antibodi/antirhesus untuk melindungi tubuh ibu sekaligus melawan ‘benda asing’ tersebut (janin). Inilah yang menimbulkan antirhesus (penghancuran sel arah merah) atau hemolitik. Kondisi ini dapat menyebabkan kematian janin dalam rahim atau jika lahir menderita hati yang bengkak, anemia, kuning (jaundice), dan gagal jantung.Kondisi A. Antibodi belum terbentuk saat kehamilan

Pada usia kehamilan 28 minggu dan dalam 72 jam setelah persalinan akan diberikan suntikan anti-D (Rho) immunoglobulin, atau biasa juga disebut RhoGam. RhoGam ini akan menghancurkan sel darah merah janin yang beredar dalam darah ibu, sebelum sel darah merah itu memicu pembentukan antibodi yang dapat menyeberang ke dalam sirkulasi darah janin. Dengan demikian sang janin akan terlindung dari serangan antibodi. Pada kehamilan-kehamilan berikutnya, dokter akan terus memantau apakan telah terjadi kebocoran darah janin ke dalam sirkulasi darah ibu, untuk menghindari telah terbentuknya antibodi. Dan injeksi RhoGam terus diulang pada setiap kehamilan kedua, ketiga, dan seterusnya.Suntikan immunoglobulin mungkin juga diperlukan ibu dengan rhesus negatif bila terjadi :a. Keguguranb. Aborsi

Page 14: Rhesus Darah Refrensi

c. Hamil di luar kandungan (ectopic)d. Perdarahan selama kehamilanKondisi B Antibodi sudah terbentuk saat kehamilan

Bila ibu menunjukkan kadar antibodi yang sangat tinggi dalam darahnya, maka akan dilakukan penanganan khusus terhadap janin yang dikandung, yaitu :1. Scanner ultrasonografi, untuk mengecek masalah pada pernafasan dan peredaran darah, cairan paru-paru, atau pembesaran hati, yang merupakan gejala-gejala penderitaan bayi akibat rendahnya sel darah merah.2. Pengecekan amniosentesis secara berkala untuk mengecek level anemia dalam darah bayi.3. Persalinan lebih dini, sejauh usia janin sudah cukup kuat untuk dibesarkan diluar rahim dan diikuti penggantian darah janin dari donor yang tepat.4. Pada kasus yang lebih gawat, dan janin belum cukup kuat untuk dibesarkan diluar, akan dilakukan transfusi darah terhadap janin yang masih dalam kandungan.

Perhatian :

Karena pemilik rhesus negatif pada ras Asia dan Afrika kurang dari 1 %, maka jumlah pendonor pun amat langka. Lebih-lebih golongan AB Rhesus negatif. Ini merupakan golongan darah paling langka. Di bank darah PMI, stok darah Rhesus negatif biasanya hanya satu kantung untuk masing-masing golongan darah ABO. Selain karena jumlah pendonor langka, permintaannya pun memang sangat jarang.

Untuk menyiasati jika ada kebutuhan sewaktu-waktu, PMI menerapkan sistem donor panggilan (on call). Sebagai bank data, PMI mencatat identitas lengkap orang-orang yang diketahui berhesus negatif. Jika ada permintaan darah Rhesus negatif, PMI akan menghubungi mereka agar mendonorkan darahnya.Kendati demikian, saat-saat tertentu PMI kadang tetap tidak bisa memenuhi permintaan darah Rhesus negatif. Bank data pemilik Rhesus negatif ini biasanya tercatat di PMI tingkat daerah (provinsi) dan cabang (kabupaten atau kota).Anda juga dapat menghubungi komunitas Rhesus Negatiif Indonesia (RNI) atau klik di http://www.rhesusnegatif.com

http://infosehat09hartonoprasetyo.wordpress.com/2012/01/25/mengenal-rhesus-darah/

Page 15: Rhesus Darah Refrensi

RHESUS MASALAH YANG CUKUP SERIUS

                        Bagi sebagian besar kalangan, syarat dua individu untuk menikah hanyalah

jika mereka saling suka, disetujui keluarga dua belah pihak, serta berbagai factor internal

yang lain. Akan tetapi apakah mereka tahu bahwa hal yang sangat penting yang mesti

diketahui calon pasangan suami-istri adalah rhesus darah mereka. Karena jika terjadi

perkawinan beda rhesus, maka suatu saat nanti akan timbul masalah yang cukup serius pada

keturunan mereka. Sistem Rhesus merupakan suatu sistem yang sangat kompleks. Masih

banyak perdebatan baik mengenai aspek genetika, nomenklatur maupun interaksi

antigeniknya. Rhesus positif (rh positif) adalah seseorang yang mempunyai rh-antigen pada

eritrositnya sedang rhesus negatif (rh negatif) adalah seseorang yang tidak mempunyai rh-

antigen pada eritrositnya.

            Jika terjadi perbedaan rhesus pada seorang istri dan suami, misalnya istrinya berhesus

negative sedangkan suaminya ber-rhesus positif, maka akan muncul kemungkinan calon bayi

memiliki rhesus positif yang artinya berbeda dengan rhesus ibunya. Jika tidak cepat

ditangani, perbedaan rhesus antara calon bayi dengan ibu ini akan menimbulkan masalah.

Lewat plasenta, rhesus darah janin akan masuk ke peredaran darah si ibu. Selanjutnya ini

akan menyebabkan tubuh si ibu memproduksi antirhesus. Lewat plasenta juga, antirhesus ini

akan melakukan serangan balik ke dalam peredaran darah si calon bayi sehingga sel-sel darah

merah si calon bayi akan dihancurkan.

Pada saat anak pertama, kehamilan tidak bermasalah. Tapi bila anak ke dua lalu bayi

yang dikandung ibu memiliki rhesus yang berbeda dengannya, maka antibodi si ibu siap

menyerang janin itu. Dan hal ini dapat menyebabkan anak anemia, kuning, kernikterus

(gangguan saraf yang disebabkan tingginya billirubin dalam darah), atau kematian janin.

Fenomena ini dikenal dengan istilah eritroblastosis fetalis.

            Dari pemaparan di atas, sangatlah dianjurkan bagi pasangan yang akan menikah untuk

melakukan pemeriksaan kesehatan pranikah dan bagi ibu yang ingin memiliki bayi atau yang

telah dinyatakan positif hamil untuk segera memeriksa kesehatannya sehingga masalah yang

muncul karena perbedaan rhesus dapat diminimalisir kemungkinan terjadinya.

Page 16: Rhesus Darah Refrensi

Golongan Darah Sistem Rhesus

Sistem golongan darah Rhesus lebih sering kita dengar selain sistem golongan darah ABO, dibandingkan dengan sistem golongan darah lainnya. Sistem golongan darah yang memperhatikan faktor Rh berarti darah seseorang dibedakan berdasarkan ada tidaknya antigen-Rh dalam eritrositnya.

Istilah Rh atau Rhesus (juga biasa disebut Rhesus Faktor) pertama sekali dikemukakan pada tahun 1940 oleh Landsteiner dan Weiner. Dinamakan rhesus karena dalam riset tersebut digunakan darah kera rhesus (Macaca mulatta), salah satu spesies kera yang paling banyak dijumpai di India dan Cina.

Pada sistem ABO, yang menentukan golongan darah adalah antigen A dan B, sedangkan pada Rh faktor, golongan darah ditentukan adalah antigen Rh (dikenal juga sebagai antigen D).

Jika hasil tes darah di laboratorium seseorang dinyatakan tidak memiliki antigen Rh, maka ia memiliki darah dengan Rh negatif (Rh-), sebaliknya bila ditemukan antigen Rh pada pemeriksaan, maka ia memiliki darah dengan Rh positif (Rh+).

Sejarah

Jauh sebelum sistem golongan darah Rhesus ditemukan, telah dikenal gejala klinis yang disebut dengan hydrops fetalis, jaundice dan kernicterus.  Umumnya, bayi meninggal beberapa hari sesudah dilahirkan.

Pada tahun 1921, von Gierke mengemukakan pendapatnya bahwa hydrops fetalis, jaundice dan kernicterus mungkin bukanlah beberapa hal yang berdiri sendiri, melainkan suatu perjalanan penyakit karena suatu penyebab.

Pada saat itu telah diketahui bahwa pada kasus hydrops fetalis, jaundice dan kernicterus, janin/bayi yang menderita penyakit ini juga mengalami anemia berat, dan pada pemeriksaan laboratorium terlihat  hemolisis serta adanya peningkatan jumlah eritroblast yang sangat tinggi.

Pada tahun 1932, Diamond dkk menyatakan bahwa hydrops fetalis, jaundice, kernicterus, serta hemolisisdi masukkan  ke dalam satu proses patologik yang dinamakan erythroblastosis fetalis. Sekarang, erythroblastosis fetalis dinamakan Hemolytic Disease of the Newborn (HDN) atau Hemolytic Disease of the Fetus and Newborn (HDFN).

Selama beberapa tahun, penyebab hemolisis belum diketahui, sampai akhirnya pada tahun 1938, Darrow mengemukakan usulan bahwa patomekanisme dari erythroblastosis fetalis adalah reaksi

Page 17: Rhesus Darah Refrensi

antigen-antibodi. Darrow memperkirakan hemoglobin janin dianggap sebagai imunogen bagi ibu, sehingga sistem imun ibu memproduksi antibodi terhadap sel darah merah janin. 

Dengan adanya antibodi ibu terhadap sel darah merah janin maka terjadilah respon imun yang melisiskan sel darah merah janin. Pendapat Darrow pada waktu itu bahwa reaksi antigen-antibodi merupakan dasar terjadinya  erythroblastosis fetalis memang masih merupakan teori, namun pendapat itu sudah merupakan koreksi terhadap pendapat sebelumnya.

Pada tahun 1939, Levine dan Stetson melaporkan tentang seorang ibu yang mengalami dua kejadian yaitu reaksi transfusi setelah mendapat transfusi darah dari suaminya, dan janin/bayi si ibu mengalami HDN. Si ibu mengalami reaksi transfusi yang sekarang dikenal dengan nama Acute Hemolytic Transfusion Reaction (reaksi hemolisis akut karena transfusi).  Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan bahwa si ibu ternyata membentuk antibodi terhadap sel darah merah suaminya, namun belum diketahui jenis antigen apa pada sel darah merah suaminya yang dikenali oleh antibodi ibu.  

Dari pemeriksaan ini, reaksi transfusi yang terjadi pada si ibu telah dapat diterangkan, tetapi mengapa terjadi HDN belum dapat dijelaskan. Pada saat itu, adanya antibodi ibu terhadap sel darah merah suaminya belum dikaitkan dengan kasus HDN yang terjadi. Apalagi beberapa waktu sesudah kejadian itu, didapatkan si ibu tidak memproduksi lagi antibodi terhadap sel darah merah suaminya. Kejadian ini berlalu tanpa dikaitkan dengan HDN yang terjadi, dan dianggap sebagai kejadian yang terpisah.

Di tahun 1940 dan 1941, Landsteiner dan Weiner mendeskripsikan eksperimen yang mereka lakukan pada guinea pigs dan kelinci. Eksperimen tersebut adalah sebagai berikut: 

pertama, mereka mengimunisasi / menyuntikkan sel darah merah kera rhesus ke guinea pigs dan kelinci. Dengan imunisasi ini maka guinea pigs dan kelinci membentuk antibodi terhadap sel darah merah kera Rhesus (oleh penelitinya antibodi ini dinamakan anti-Rhesus).  

Kedua, anti-Rhesus  ini diambil dan direaksikan / dicampur dengan sel darah manusia dari berbagai individu.  

Ketiga, reaksi dari campuran tersebut diamati, positif atau negatif. Disebut reaksi positif,  bila sel darah merah manusia menjadi lisis dan disebut reaksi negatif bila sel darah merah manusia tidak lisis. Ternyata, 85% eksperimen menunjukkan reaksi positif. Dengan demikian disimpulkan bahwa anti-Rhesus juga bereaksi terhadap sel darah merah manusia. Dengan kata lain, pada sebagian besar sel darah manusia terdapat antigen yang dikenali oleh anti-Rhesus. Sel darah merah yang TIDAK lisis (15%) berarti tidak mempunyai antigen yang dikenali oleh antibodi tersebut (gambar 1). Di dunia, populasi dengan Rhesus (+), 85% populasi berada di Eropa Barat dan Amerika Utara. 

Page 18: Rhesus Darah Refrensi

Gambar 1

Antigen yang dikenali oleh anti-Rhesus disebut dengan antigen Rhesus. Dengan demikian pada sel darah manusia terdapat antigen yang sama dengan yang terdapat pada sel darah merah kera rhesus yaitu antigen Rhesus. Sel darah merah manusia yang mempunyai antigen Rhesus akan lisis bila direaksikan dengan anti-Rhesus, tetapi sel darah merah manusia yang tidak mempunyai antigen Rhesus tidak akan lisis bila direaksikan dengan anti-Rhesus (gambar 1).

Jadi sejak saat itu diketahui bahwa berdasarkan ada tidaknya antigen-Rh, maka golongan darah manusia dibedakan atas dua kelompok, yaitu : 

Rh-positif (Rh+), berarti darahnya memiliki antigen-Rh yang ditunjukkan dengan reaksi positif atau terjadi penggumpalan eritrosit pada waktu dilakukan tes dengan anti-Rh (antibodi Rh). 

Rh-negatif (Rh-), berarti darahnya tidak memiliki antigen-Rh yang ditunjukkan dengan reaksi negatif atau tidak terjadi penggumpalan saat dilakukan tes dengan anti-Rh (antibodi Rh).

Faktor Genetik pada Sistem Penggolongan Darah Rh

Menurut Landsteiner golongan darah Rh ini, bersifat herediter yang diatur oleh satu gen yang terdiri dari 2 alel, yaitu R dan r. R dominan terhadap r, sehingga terbentuknya antigen-Rh ditentukan oleh gen dominan R. Orang Rh+ mempunyai genotip RR atau Rr, sedangkan orang Rh- mempunyai genotip rr.

Wiener menyatakan bahwa golongan darah Rh ditentukan oleh satu seri alel yang terdiri dari 8 alel. Hal ini didasarkan pada kenyataan tidak semua orang Rh+ mempunyai antigen-Rh yang sama, begitu juga dengan orang Rh-. Kedelapan alel tersebut yaitu: (1) Rh+, alel-alelnya RZ , R1 , R2 , R0 dan (2) Rh-, alel-alelnya ry, r’, r”, r

Peneliti lain yaitu R.R. Race dan R.A. Fisher berpendapat bahwa golongan darah Rh ditentukan oleh 3 pasang gen (C, D, dan E). Gen-gen ini bukan alel, tetapi terangkai amat berdekatan satu sama lain dan ketiga gen ini dominan terhadap alelnya c, d, dan e.

Page 19: Rhesus Darah Refrensi

Ada tidaknya antigen-Rh dalam eritrosit seseorang ditentukan oleh gen D. Orang Rh+ mempunyai gen D dan bergenotip CDE atau cDe , dan sebagainya. Orang Rh-, tidak mempunyai gen D dan genotipnya dapat ditulis cdE atau CdE. Ketiga sistem tersebut tetap berlaku karena belum dapat dipastikan sistem mana yang benar sampai sekarang

Peranan Faktor Rh dalam Klinik

Faktor Rh dalam darah seseorang mempunyai arti penting dalam klinik. Orang yang serum dan plasma darahnya tidak mempunyai anti-Rh dapat distimulir (dipacu) untuk membentuk anti-Rh. Pembentukan anti-Rh ini dapat melalui jalan :

1. Transfusi Darah. Contoh kasus ini misalnya pada seorang perempuan Rh- yang kerena sesuatu hal harus ditolong dengan transfusi darah. Darah donor kebetulan Rh+, berarti mengandung antigen-Rh. Antigen-Rh ini akan dipandang sebagai protein asing, sehingga perempuan itu akan distimulir membentuk anti-Rh.

Serum darah perempuan yang semula bersih dari anti-Rh akan mengandung anti-Rh. Anti-Rh akan terus bertambah jika transfusi dilakukan lebih dari sekali. Anti-Rh akan membuat darah yang mengandung antigen-Rh menjadi menggumpal sehingga perempuan Rh- tersebut tidak bisa menerima darah dari orang Rh+.

Orang Rh- harus selalu ditransfusi dengan darah Rh-. Seseorang yang akan melakukan transfuse, sebaiknya selain memeriksa golongan darah dengan sistem ABO juga harus memeriksakan faktor Rhnya.

2. Perkawinan. Kasus ini bisa terjadi misalnya seorang perempuan Rh- (genotip rr) menikah dengan laki-laki Rh+ (bergenotip homozigotik RR) dan perempuan tersebut hamil. Janin dari pasangan ini tentunya akan bergolongan darah Rh+ (genotip Rr) yang diwarisi dari ayahnya.

Sebagian kecil darah janin yang mengandung antigen-Rh tersebut akan menembus plasenta dan masuk kedalam tubuh ibunya. Serum dan plasma darah ibu distimulir untuk membentuk anti-Rh, sehingga darah ibu yang mengalir kembali ke janin mengandung anti-Rh.

Anti-Rh ini akan merusak sel darah merah janin yang mengandung antigen-Rh, sehingga janin akan mengalami hemolisis eritrosit. Hemolisis eritrosit akan menghasilkan bilirubin indirek yang bersifat tidak larut air, tetapi larut lemak dan tentunya akan meningkatkan kadar bilirubin darah janin.

Peningkatan ini dapat menyebabkan ikterus patologis yaitu suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan Kern ikterus, bila tidak segera ditangani.

Kern ikterus menyebabkkan suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nukleus sub talamus, hipokampus, nukleus merah dan nukleus pada dasar ventrikulus IV.

Bayi yang mengalami kern ikterus biasanya mengalami kuning disekujur tubuhnya. Ada 2 kemungkinan bagi janin yang mengalami ketidakcocokan Rh ini, yaitu : Bayi pertama bisa selamat karena anti-Rh yang dibentuk oleh ibu itu masih sedikit, sedangkan bayi pada kehamilan kedua bisa meninggal, jika mengalami anemia berat. Penyakit seperti ini dikenal dengan nama eritoblastosis fetalis.

Kejadian ini akan terulang pada waktu ibu hamil berikutnya. Bayi dapat juga hidup, tetapi biasanya akan mengalami cacat, lumpuh, dan retardasi mental.

Hemolytic Disease of the Newborn (HDN) 

Page 20: Rhesus Darah Refrensi

Rangkaian kejadian yang dialami bayi tersebut, pada tahun 1941, ditulis oleh Levine dkk dalam suatu laporan lengkap tentang etiologi dari HDN. Dalam tulisannya dijelaskan bahwa hemolisis pada kasus HDN disebabkan antibodi ibu terhadap sel darah merah janin. 

Antibodi ini menembus plasenta kemudian berikatan dengan sel darah merah janin, menimbulkan respon imun berikutnya, yang berakibat HDN. Dari berbagai studi termasuk studi literatur didapatkan bahwa antibodi pada HDN adalah antibodi yang dilaporkan oleh Landsteiner dan Weiner (yaitu anti-Rhesus). 

Dengan demikian nampaklah benang merah bahwa HDN adalah suatu kondisi patologik yang didasari oleh reaksi antigen-antibodi. Antibodi yang berperanan disebut anti-Rhesus, dan antigennya disebut dengan antigen Rhesus. 

Sel darah merah janin mempunyai antigen Rhesus, sedangkan sel darah merah ibu tidak mempunyai antigen Rhesus, sehingga antigen Rhesus merupakan benda asing bagi ibu. Antigen Rhesus ini merangsang sistem imun ibu untuk membentuk anti-Rhesus, yang dapat menembus plasenta dan berikatan dengan sel darah merah janin (gambar 2). 

Gambar 2

Laporan dari Wiener dan Peters pada tahun 1940 memberikan tambahan bahwa antibodi tersebut menyebabkan reaksi transfusi berupa hemolisis.

Kompilasi dari berbagai penemuan oleh Levine dan Stetson, Landsteiner dan Wiener, Levine dkk, membuahkan penemuan sebuah sistem golongan darah yang dinamakan Sistem Golongan Darah Rhesus.

Kembali pada reaksi transfusi hemolisis akut yang diderita sang ibu, sekarang, peristiwa yang tejadi sekian puluh tahun lalu, dapat diterangkan sebagai berikut: sel darah merah si ibu tidak mempunyai antigen Rhesus, tetapi sel darah merah suaminya mempunyai antigen Rhesus, dan sel darah merah janin/bayi sama seperti sel darah merah ayahnya yaitu mempunyai antigen Rhesus.  

Page 21: Rhesus Darah Refrensi

Sel darah merah ibu yang tidak mempunyai antigen Rhesus menyebabkan si ibu merasa asing terhadap antigen Rhesus pada sel darah merah suami dan janin/bayinya, sehingga pada saat ditransfusi dengan sel darah merah suaminya si ibu membentuk anti-Rhesus dan menyebabkan reaksi transfusi hemolisis akut pada ibu, si ibu pun membentuk anti-Rhesus tehadap janin/bayinya yang  menembus plasenta dan berikatan dengan sel darah merah janin/bayi sehingga terjadi HDN (gambar 2).

Page 22: Rhesus Darah Refrensi

Sistem Transportasi (5) : Golongan darah RhesusSeperti juga golongan darah berdasarkan sistem ABO, golongan darah Rhesus juga didasarkan pada jenis aglutinogen pada eritrosit dan aglutinin pada plasma darah.

Golongan darah Rhesus ini juga ditemukan oleh Landsteiner. Penamaan golongan Rhesus ini diambil dari nama kera yang diteliti Landsteiner, namanya Macacus rhesus. Pada kera ini didapati antigen dan antibodi yang sama dengan manusia.

Sang monyet : Macacus rhesus.

Ada dua jenis golongan Rhesus, yaitu Rhesus (+) dan Rhesus (-). Orang bergolongan Rhesus + memiliki antigen Rhesus (antigen Rh) pada eritrositnya dan tidak memiliki antibodi. Golongan Rhesus – memiliki antibodi Rhesus (anti Rh) pada plasma darahnya dan tidak memiliki antigen. Lihat tabel berikut:

Golongan Rhesus + Rhesus -

antigen antigen Rhesus -

antibodi -anti Rhesus

Orang bergolongan Rhesus – bisa menjadi donor terhadap golongan Rhesus – maupun Rhesus + (dalam kondisi darurat). Tetapi orang Rhesus + hanya diperbolehkan mendonorkan darahnya kepada Rhesus + saja, dan tidak boleh ke Rhesus –. Alasannya sama seperti golongan darah ABO, yaitu karena Rhesus + sebagai donor memiliki antigen (antigen Rhesus) dan Rhesus -  sebagai resipien memiliki antibodi (anti Rhesus). Inkompatibilitas ini akan menyebabkan penggumpalan (aglutinasi) antigen Rhesus oleh anti Rhesus, dan bisa menyebabkan kematian sang resipien.

Page 23: Rhesus Darah Refrensi

Nilai medis lain dari golongan Rhesus ini terutama dalam masalah perkawinan. Jika seorang pria Rhesus + menikah dengan wanita Rhesus –, maka anaknya berpeluang mengalami eritroblastosis fetalis (penyakit kuning pada bayi). Kasus ini hanya terjadi pada tipe perkawinan pria Rhesus + dengan wanita Rhesus –.

Jika ibu Rhesus – mengandung anak pertama Rhesus +, maka sang ibu akan membentuk anti Rhesus (antibodi). Jika kehamilan kedua sang anak bergolongan Rhesus + maka anti Rhesus ibu akan menyerang dan menyebabkan kerusakan eritrosit bayi yang dikandungnya.

Karena banyak eritrosit yang rusak, darah bayi lebih banyak mengandung eritroblas (eritrosit yang masih muda dan berinti). Sementara itu kerusakan eritrosit yang cukup tinggi mengakibatkan meningkatnya urobilin, yaitu pigmen kuning yang memberi warna pada urine. Inilah yang menyebabkan bayi tampak berwarna kuning.

Pada kasus tertentu pertolongan pada bayi dapat dilakukan dengan fototherapi yaitu penyinaran dengan cahaya ultraviolet, transfusi post natal (setelah lahir), atau transfusi pre natal (sebelum lahir) dengan menyuntikkan darah langsung ke umbilikal (tali pusar).

Berdasarkan pembagian ras manusia, ternyata rhesus negatif lebih banyak dijumpai pada orang:

Eropa (bule) sekitar 15% Rh – dan 88% Rh + Negro : 7-8% Rh – dan 90 – 93% Rh +

Asia : 99% rhesus + dan Rh – < 1%

Mungkin inilah yang menyebabkan cukup tingginya prevalensi eritroblastosis fetalis jika terjadi pernikahan pria Asia dengan wanita bule.

Page 24: Rhesus Darah Refrensi

Sistem Penggolongan Darah ( ABO, MN, Rhesus )

Golongan darah manusia dibagi menjadi beberapa macam. Hal ini dapat dilihat dari aglutinogen (antigen) dan aglutinin (antibodi ) yang terkandung dalam darah seseorang. Penggolongan darah ini pertama kali ditemukan oleh Dr. Lendsteiner dan Donath. Di dalam darah manusia terdapat aglutinogen (antigen) pada eritrosit dan aglutinin (antibodi ) yang terdapat di dalam plasma darah.

Penemuan Karl Landsteiner diawali dari penelitiannya, yaitu ketika eritrosit seseorang dicampur dengan serum darah orang lain, maka terjadi penggumpalan (aglutinasi). Tetapi pada orang selanjutnya, campuran itu tidak menyebabkan penggumpalan darah. Aglutinogen (aglutinin) yang terdapat pada eritrosit orang tertentu dapat bereaksi dengan zat aglutinin (antibodi) yang terdapat pada serum darah. Aglutinogen dibedakan menjadi dua yaitu:

Aglutinogen A : memiliki enzim glikosil transferase yang mengandung glutiasetil glukosamin pada rangka glikoproteinnya.

Aglutinogen B : memiliki enzim galaktose pada rangka glikoproteinnya. Aglutinin dibedakan menjadi aglutinin α dan β .

Darah seseorang memungkinkan dapat mengandung aglutinogen A saja atau aglutinogen B saja. Tetapi kemungkinan juga dapat mengandung aglutinogen A dan B. Ada juga yang tidak mengandung aglutinogen sama sekali. Adanya aglutinogen dan aglutinin inilah yang menjadi dasar penggolongan darah manusia berdasarkan sistem ABO.

Menurut sistem ABO, golongan darah manusia dibedakan menjadi empat, yaitu sebagai berikut :

Page 25: Rhesus Darah Refrensi

Penggolongan darah pada manusia maupun hewan selain dengan sistem ABO, juga dapat digolongkan berdasarkan sistem MN. Hal ini didasarkan pada hasil penemuan antigen baru oleh K. Landsteiner dan P. Levine pada tahun 1927 pada eritrosit. Antigen ini oleh Landsteiner dan Levin diberi nama antigen M dan antigen N. Sama halnya dengan sistem ABO, apabila di dalam eritrosit seseorang terdapat antigen M maka golongan darah orang tersebut disebut golongan darah M, apabila di dalam eritrosit seseorang yang lain terdapat antigen N maka golongan darah orang tersebut disebut golongan darah N, dan apabila sesorang yang lain lagi memiliki kedua antigen tersebut (MN) maka orang tersebut bergolongan darah MN.

Di dalam eritrosit, antigen M dan N dikendalikan oleh sebuah gen yang memiliki alela ganda, yaitu alela LM yang mengendalikan antigen M dan alela LN yang mengendalikan antigen N. Pada penggolongan darah MN ini tidak terdapat dominansi antara alela LM dan alela LN, artinya apabila seseorang memiliki kedua antigen tersebut (M dan N) maka orang itu bergolongan darah MN.

Untuk pewarisan golongan darah MN parental kepada filiusnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Page 26: Rhesus Darah Refrensi

Landsteiner dan A.S. Weiner pada tahun 1946 menemukan antigen tertentu dalam darah Maccacus rhesus, yang diberi nama antigen rhesus (Rh). Antigen ini jugaditemukan dalamsel darah merah manusia, sehingga darah manusia di golongkanmenjadi 2 yaitu Rh+ dan Rh- :

Orang bergolongan Rh+ : Bila di dalam eritrositnya terkandung aglutinogen Rhesus, yang 85% dimiliki orang berkulit berwarna.

Orang bergolongan Rh- : Bila dalam eritrositnya tidak terdapat aglutinogen Rhesus, yang 85% dimiliki orang berkulit putih.

Adanya antigen Rh di dalamdarah dikendalikan oleh gen IRh, yang dominanterhadap Irh. Sehingga genotif orang menurut sistem Rh ini dapat dibedakan atas :

Seorang ibu yang Rh+ mengandung embrio bergolongan Rh- atau Rh+, kemungkinan anaknya akan lahir dengan selamat, dalam arti tidak terjadi gangguan darah karena faktor Rh, tetapi pada ibu yang bergolongan darah Rh- :

bila mengandung embrio Rh-, embrio tidak akan mengalami gangguan apapun dan mungkin lahir dengan selamat

bila mengandung embrio Rh+, kemungkinan kandungan pertama akan lahir dengan selamat, artinya tidak mengalami gangguan karena sistem Rh ini. Tetapi pada waktu bayi ini lahir dalam rahim ibu kemungkinan akan tertinggal antigen Rh yang dapat ikut peredaran darah ibu, sehingga dalam tubuh ibu akan terbentuk zat anti Rh.

Apabila bayi bergolongan Rh+ berada dalam kandungan ibu bergolongan RH-, dimana darah ibu sudah terbentuk zat anti Rh+, maka tubuh bayi akan kemasukan zat anti Rh+, dan anak itu akan menderita penyakit kuning atau anemia berat sejak lahir yang disebut erythroblastosis foetalis (sel darah merahnya tidak dapat dewasa) yang ditandai dengan :

tubuh menggembung oleh cairan hati dan limpha membengkak

dalam darah banyak erithroblast (eritrosit yang belum masak yang dya ikatanya terhadap oksigen berkurang )

kulit berwarna kuning keemasan

Page 27: Rhesus Darah Refrensi

Hal ini dapat terjadi karena zat anti Rh dari ibu masuk ke sistem peredaran darahanak, sehingga zat anti Rh tersebut bertemu dengan antigen Rh. Bayi yangmengalami gangguan ini biasanya tidak berumur panjang. Tetapi kondisi ini sekarang dapat ditolong dengan jalan mengganti seluruh darahnya dengan darahyang normal.

Page 28: Rhesus Darah Refrensi

catatan Selama melahirkan, sering kali ada kebocoran sel darah merah bayi dalam sirkulasi

darah ibu. Jika bayi Rh positif (karena mewarisi sifat dari ayahnya) dan ibu Rh-negatif, sel-sel merah akan menyebabkan ibu untuk membuat antibodi terhadap antigen Rh. Antibodi, biasanya dari kelas IgG, tidak menimbulkan masalah bagi anak itu, tapi ternyata nantinya bisa melewati plasenta dan menyerang sel merah janin Rh + berikutnya. Dari hal Inilah maka sel darah merah anak yang ke dua dan berikutnya akan dihancurkan sehingga terjadi anemia dan penyakit kuning. Penyakit ini, disebut Erythroblastosis fetalis atau penyakit hemolitik pada bayi yang baru lahir, mungkin begitu parah sehingga bisa membunuh janin atau bahkan bayi yang baru lahir. Ini adalah contoh dari gangguan sitotoksisitas antibodi-dimediasi.