Upload
ahdir
View
105
Download
11
Embed Size (px)
Citation preview
BAGIAN ILMU BEDAH REFERATFAKULTAS KEDOKTERAN MARET 2013UNIVERSITAS HASANUDDIN
TIROIDITIS RIEDEL
OLEH:
WAWAN SUSILO
110 207 073
PEMBIMBING:
dr. ANNAS AHMAD
SUPERVISOR:
dr. HARYASENA, Sp.B(K).Onk
DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
TIROIDITIS RIEDEL
I. PENDAHULUAN
a. Defenisi
Tiroiditis Riedel adalah suatu proses inflamasi kronik yang jarang,
tetapi dapat terjadi pada satu atau kedua lobus dari tiroid, dapat menginvasi
struktur-struktur leher di sekitarnya seperti daerah fasia, trakea, otot-otot,
serabut saraf, dan pembuluh darah, sehingga sulit dibedakan secara klinik,
dengan karsinoma tiroid anaplastik. Penderita pada umumnya hipotiroid. 1,2
Tiroiditis Riedel disebut juga riedel disease, tiroiditis fibrosa invasive,
struma riedel, tiroiditis kayu, tiroiditis ligneous, dan tiroiditis invasif. Penyakit
ini ditandai oleh adanya jaringan fibrosis padat yang menggantikan parenkim
tiroid yang normal. Kira-kira 1/3 kasus Tiroiditis Riedel berhubungan dengan
fibrosklerosis multifokal. 1,3,4
Pada tahun 1883, Prof. Bernhard Moritz Carl Ludwig Riedel yang
pertama kali mengenali penyakit ini. Dia menguraikan dua kasus pada tahun
1896 dan satu kasus pada tahun 1897. Riedel menggunakan istilah struma
eisenharte untuk menggambarkan konsistensi kelenjar tiroid yang keras
seperti batu serta fiksasinya pada struktur-struktur di sekitarnya. Dia melihat
adanya peradangan kronik tanpa disertai gambaran keganasan pada
pemeriksaan mikroskopik. 1
b. Insiden
Di Amerika, Tiroiditis Riedel merupakan penyakit yang amat jarang
ditemui, di Mayo Clinic terdapat 37 kasus Tiroiditis Riedel dalam 57.000
tiroidektomi yang dilakukan antara tahun 1920-1984 (0,06%). Insidens total
untuk penderita rawat inap berjumlah 1,6 per 100.000 populasi, usia rata-rata
50 tahun, dan lebih sering ditemukan pada wanita. Walaupun banyak
dilaporkan pada ras kulit putih namun Tiroiditis Riedel juga dapat ditemui
pada ras yang lain. 1,3
II. Anatomi dan Fisiologi
Kelenjar tirod terletak pada leher yaitu pada bagian anterior daripada
trakea, dan terdiri dari 2 lobus yang dihubungkan oleh suatu jaringan yang
disebut isthmus tiroid. Kadang-kadang ditemukan juga lobus ke 3, terdapat pada
isthmus ke atas atau di bagian depan larings yang disebut lobus piramidalis.
Lobus-lobus ini dibagi atas septa-septa jaringan ikat fibrous menjadi lobulus-
lobulus, yang masing-masing terdiri dari 30-40 folikel. Kelenjar tiroid ini
mengandung banyak pembuluh darah dan mempunyai kecepatan aliran darah
yang tinggi. 3
Kelenjar tiroid berfungsi mempertahankan derajat metabolisme dalam
jaringan pada titik optimal. Hormon tiroid merangsang penggunaan O2 pada
kebanyakan sel tubuh, membantu mengatur metabolisme lemak dan hidrat
arang, serta sangat diperlukan untuk pertumbuhan serta maturasi normal.
Apabila tidak terdapat kelenjar tiroid, orang tidak akan tahan dingin, akan timbul
kelambanan mental dan fisik, dan pada anak-anak terjadi retardasi mental dan
dwarfisme. Sebaliknya, sekresi tiroid yang berlebihan menimbulkan
pertumbuhan tubuh yang lambat, gugup, takikardi, tremor, dan terjadi produksi
panas yang berlebihan. 3
Gambar 1 : Diagram pengaturan sekresi tiroid3
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang
kemudian berubah kedalam bentuk aktifnya menjadi triyodotironin (T3). Iodium
nonorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon
tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai
afinitas yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid. T3 dan T4 yang dihasilkan ini
kemudian akan disimpan dalam bentuk koloid di dalam tiroid. Sebagian besar T4
kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap di dalam
kelenjar yang kemudian mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormon tiroid akan
terikat oleh protein yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid binding globulin, TBG)
atau prealbumin pengikat albumin (thyroxine binding prealbumine, TBPA).
Hormon stimulator tiroid (thyroid stimulating hormone, TSH) memegang peranan
terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus
anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebagai negative feedback
sangat penting dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi, sehingga,
sekresi tiroid dapat mengadakan penyesuaian terhadap perubahan-perubahan di
dalam maupun di luar tubuh. Juga dijumpai adanya sel parafolikuler yang
menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur metabolisme kalsium,
yaitu menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang. 3
Kelenjar tiroid terdiri atas :
Isthmus : menutupi cincin trachea ke dua dan ke tiga.
Lobus lateral : tiap lobus memanjang dari kartilago tiroidea sampai cincin
trakhea ke enam.
Lobus piramidal : jika ada, menonjol ke atas, biasanya dari isthmus bagian
kiri. 7,8
Kelenjar ini tertutup oleh fasia pretrakheal, otot-otot pengikat, serta m.
sternokleidomastoideus. Vena-vena jugularis anterior berjalan melewati isthmus.
Jika terjadi pembesaran tiroid, otot-otot yang melekat pada tiroid meregang,
sehingga tampak seperti fascia yang tipis saat pembedahan. 7,8
Pada bagian belakang tiroid terdapat laring dan trakhea, disertai faring dan
esofagus dibelakangnya serta arteri karotis disampingnya. Terdapat dua saraf
yang berhubungan dengan tiroid yaitu diantara trakhea dan esofagus terdapat n.
laringeal rekuren dan pada kutub atas tiroid terdapat cabang eksterna dari n.
laringeal superior yang berjalan menuju m. krikotiroidea. 7,8
Pada kelenjar tiroid terdapat tiga pembuluh darah arteri yang menyuplai
darah yaitu arteri tiroidea superior, berasal dari arteri karotis eksterna menuju
kutub atas tiroid. Arteri tiroidea inferior, berasal dari trunkus tiroservikal bagian
pertama dari arteri subklavia dan berjalan di belakang arteri karotis menuju ke
belakang tiroid. Dan yang terakhir arteri tiroidea ima, tidak selalu ada, dan jika
ada, ia berasal dari arkus aorta atau arteri brakhiosefalika. 7,8
Aliran darah vena dari kelenjar tiroid terdiri dari tiga yaitu : Vena tiroidea
superior mengeluarkan darah dari kutub atas tiroid menuju v. jugularis interna.
Vena tiroidea medialis mengeluarkan darah dari bagian lateral menuju vena
jugularis interna. Vena tiroidea inferior mengeluarkan darah dari kutub bawah
menuju vena-vena brakhiosefalika. 7,8
Gambar 2 : Anatomi tiroid beserta perdarahannya. 9
III. ETIOPATOLOGI
a. Etiologi
Etiologi dari Tiroiditis Riedel tidak diketahui secara pasti, namun
diperkirakan sebagai stadium akhir dari Hashimoto. Beberapa teori juga
mengatakan bahwa Tiroiditis Riedel diakibatkan oleh suatu proses autoimun. 1,3,4,5
b. Patofisiologi
Teori patogenesis pertama mengatakan bahwa Tiroiditis Riedel
diakibatkan oleh suatu proses autoimun. Teori kedua mengatakan bahwa
Tiroiditis Riedel merupakan kelainan fibrotik primer. 1,5
Berikut ini adalah beberapa bukti yang mendukung patogenesis
autoimun Tiroiditis Riedel :
1. Adanya antibodi antitiroid pada penderita Tiroiditis Riedel (67% dari 178
kasus dalam penelitian)
2. Gambaran patologis infiltrasi seluler, termasuk limfosit, sel plasma, dan
histiosit.
3. Seringnya ditemukan vaskulitis fokal pada pemeriksaan patologi.
4. Respon yang baik terhadap pengobatan dengan kortikosteroid sistemik
Namun demikian, jumlah limfosit dan kadar komplemen serum yang
normal berlawanan dengan mekanisme autoimun, apalagi kadar antibodi
antitiroid yang meningkat hanya mencerminkan ekspos terhadap sistem imun
dari antigen yang dilepaskan oleh destruksi parenkim tiroid dari suatu
kelainan fibrotik primer. 1,5
Teori bahwa Tiroiditis Riedel merupakan kelainan fibrotik primer
didukung berdasarkan hubungannya dengan fibrosklerosis multifokal.
Sindrom idiopatik yang jarang ini ditandai dengan adanya fibrosis yang
melibatkan berbagai sistem organ. Manifestasi ekstraservikal dari
fibrosklerosis multifokal meliputi retroperitoneal, fibrosis mediastinal,
pseudotumor orbita, fibrosis paru, kholangitis sklerosis, fibrosis kelenjar
lakrimal, dan parotitis fibrosa. Tiroiditis Riedel mungkin salah satu
manifestasi dari penyakit multifokal. 1
Perubahan histopatologi Tiroiditis Riedel sangat mirip dengan semua
manifestasi pada fibrosis multifokal. Apalagi, sepertiga dari kasus Tiroiditis
Riedel yang ditemukan menunjukkan setidaknya satu manifestasi dari
fibrosklerosis ekstraservikal. Kemampuan kortikosteroid sistemik untuk
menghambat fibrogenesis memberikan efek yang baik pada kedua kondisi
tersebut, yakni Tiroiditis Riedel beserta manifestasi fibrosklerosis
ekstraservikal. 1
IV. GAMBARAN KLINIS
Riedel disease didefinisikan sebagai tergantinya parenkim tiroid yang
normal dengan jaringan fibrotik padat disertai perluasan dari fibrosis tersebut ke
struktur-struktur leher di sekitarnya. Penderita biasanya khas dengan goiter yang
keras terfiksir tanpa rasa nyeri. Ciri khas dari kelenjar tiroid ini sering
digambarkan seperti batu atau kayu. Awal munculnya goiter biasa tiba-tiba
ataupun bertahap, dapat unilateral maupun bilobar.1,3,8
Fungsi tiroid tergantung pada luasnya fibrosis yang telah menggantikan
kelenjar tiroid normal dan pada umumnya adalah eutiroid (normal).
Hipotiroidisme ditemukan kira-kira pada 30% kasus, sedangkan hipertiroidisme
jarang terjadi.1,311
Adapun Tanda-tanda hipertiroidisme adalah :
1. Tidak tahan suhu tinggi, nafsu makan meningkat, BB menurun, diare.
2. Palpitasi, takikardi, fibrilasi atrium.
3. Cepat lelah sulit tidur.
4. Eksoftalmus akibat proptosis, retraksi kelopak mata, oftalmoplegi,
strabismus.
5. Miksedem, edem pretibial.l5
Sedangkan tanda-tanda hipotiroidisme adalah :
1. Penderita gemuk
2. Somnolen berat (khas) karena waktu tidumya yang sangat lama 12 - 24
jam/hari.
3. Bila hipotiroid diderita sejak kecil, orang tersebut tetap kecil.I6
Gejala-gejala kompresi lokal seperti dispneu, disfagja, suara parau, dan
batuk sering timbul. Gejala-gejala tersebut diakibatkan massa tiroid yang
membesar atau meluasnya fibrosis pada struktur-struktur leher di sekitarnya.''
V. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Pada anamnesis biasanya penderita mengeluh gejala-gejala kompresi
lokal seperti dispneu, disfagia, suara parau, dan batuk sering timbul. Gejala-
gejala tersebut diakibatkan massa tiroid yang membesar atau meluasnya
fibrosis pada struktur-struktur leher disekitarnya. 1, 10
b. Pemeriksaan fisik
Gambaran klinik Tiroiditis Riedel sangat mirip dengan karsinoma
anaplastik tiroid. Umumnya penderita tetap eutiroid (normal). Kira-kira 30%
penderita menjadi hipotiroid (kurang dari normal) dan jarang yang menjadi
hipertiroid (lebih dari normal) dan sifatnya unilateral. Pada penderita
didapatkan massa tiroid yang tumbuh sangat cepat tanpa rasa nyeri dan bila
dipalpasi terasa keras seperti kayu dengan bentuk yang tidak teratur serta
melekat ke jaringan sekitar, namun demikian untuk diagnosis yang tepat
Tiroiditis Riedel memerlukan biopsi insisi. 1,2,3,5
c. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada Tiroiditis Riedel tidak spesifik, kadar
sedimentasi eritrosit umumnya meningkat. Dalam satu penelitian, ditemukan
kadar antibodi antitiroid yang meningkat pada 67 % dan 178 kasus. Namun,
belum dapat dipastikan apakah kadar autoantibodi yang demikian bersifat
patogen atau hanya mencerminkan ekspos terhadap sistem imun dari
antigen terasing yang dilepaskan oleh destruksi fibrotik dari parenkim tiroid
normal. 1,5
d. Radiologi
Pada kasus Riedel disease, pemeriksaan radiologi dapat membantu
diagnosis, tetapi hasil temuan yang didapatkan bukanlah penentu diagnosis.
Pembesaran kelenjar tiroid yang terkena dan kompresi atau invasi struktur-
struktur di sekitarnya, seperti otot-otot pengikat, trakhea, esophagus, atau
karotis dapat diobservasi lewat CT Scan atau MRI. Namun, pemeriksaan ini
tidak dapat membedakan antara Tiroiditis Riedel dan keganasan tiroid
invasif. 1,11
Pada MRI, kelenjar tiroid yang terkena memberikan gambaran khas
hipointes pada pencitraan T1 dan T2. Perbaikan kondisi yang meningkat dan
menurun telah dilaporkan pada penggunaan kontras Gadolinium.1,11,12
Scan tiroid nuklir umumnya memperlihatkan suatu area cold nodul dari
ambilan pada titik dimana kelenjar tiroid terkena. 1
USG tiroid menunjukkan gambaran hipoekhoik homogen, dengan
hilangnya batas tegas dari kelenjar saat terjadi invasi fibrotik pada struktur-
struktur anatomi di sekitranya.1,11,12
e. Histologi
Diagnosis Tiroiditis Riedel memerlukan konfirmasi histologi melalui
biopsi bedah terbuka. Biopsi jarum halus pada penderita Tiroiditis Riedel
memperlihatkan perubahan fibrotik dari kelenjar tiroid, namun cara ini tidak
dapat diandalkan untuk membedakannya dengan perubahan fibrotik yang
berhubungan dengan karsinoma anaplastik. Perubahan fibrotik dan
kurangnya sel-sel folikular tiroid biasanya mengakibatkan biopsi aspirasi
jarum halus menjadi tidak adekuat, karena alasan ini maka biopsi bedah
terbuka esensial untuk menegakkan diagnosis. 1,
Gambar 3 : Gambaran sel folikel14 Gambar 4 :Folikel kelenjar tiroid14
Bagian dari kelenjar tiroid yang tersering pada penderita Tiroiditis
Riedel secara khas digambarkan seperti batu atau kayu. Massa tiroid
umumnya berbatas tegas tetapi tidak berkapsul. Perluasan proses fibrotik ke
struktur-struktur leher disekitarnya, mengakibatkan massa tiroid terfiksasi dan
tidak ada lagi tempat untuk jaringan normal. Fibrosis dapat mencapai otot-
otot leher pendek, trakhea, esophagus, karotis, kelenjar paratiroid, dan
syaraf-syaraf laringeal. Saat diinsisi, jaringan yang terkena relatif avaskuler,
“cuts like cartilage”, dan biasanya berwarna putih. Tiroiditis Riedel tidak dapat
dibedakan dengan karsinoma anaplastik melalui pemeriksaan patologi
makro. 1,3,9
Pita-pita fibrosa kolagen menginfiltrasi bagian dari kelenjar tiroid yang
terkena. Pada akhirnya, asinus tiroid berkurang atau bahkan menghilang.
Infiltrasi seluler dari limfosit, sel plasma, dan eosinofil menyertai proses
fibrosis. Sel-sel radang dalam dinding arteri dan vena kecil dapat
menghasilkan suatu vaskulitis lokal. Invasi dari proses fibroinflamasi
menembus kapsul tiroid dapat menghilangkan bidang anatomi yang normal. 1, 5
Gambar 5 : Patologi makro, potongan tepi yang avaskuler tampak khas
berwarna putih1
VI. DIAGNOSIS BANDING 1,4,
Tiroiditis Hashimoto dan Karsinoma Tiroid anaplastik adalah salah satu
diagnosis banding dari Tiroiditis Riedel.
Tabel 1 : Perbandingan Tiroiditis Riedels dan tiroiditis Hashimoto
Riedel’s Disease Tiroiditis Hashimoto
Umur 30-60 tahun Segala umur terutama 30-50 tahun
Etiologi Tadak diketahui dengan pasti Autoimun
Jenis kelamin
(Wanita : Pria)
9:1 4:1
Maninfestasi
klinis
Keras, nyeri, unilateral,
melekat pada jaringan
sekitar.
Kadang tidak ada benjolan, bila
ada, benjolan sedang, asimetris,
agak padat, sedikit nyeri.
Gambaran
Patologi
Infiltrasi seluler dari limfosit,
sel plasma, dan eosinofil
menyertai proses fibrosis
Infiltrasi limfosit yang profus,
lymphoid germinal centers, dan
destruksi sel-sel folikel tiroid.
Fungsi tiroid Umumnya Eutiroid Hipotiroid
VII. PENATALAKSANAAN
a. Medikamentosa
Golongan Kortikosteroid : sebagai anti inflamasi dan menyebabkan efek
metabolik yang sangat besar dan bervariasi. Kortikosteroid memodifikasi
respon imun tubuh untuk stimulus yang berbeda-beda. Obat yang biasa
digunakan antara lain adalah Prednisone. 1
Golongan Antineoplastik : Untuk Tiroiditis Riedel progresif yang tidak
berespon terhadap kortikosteroid ataupun bedah dekompresi.
Memberikan perbaikan gejala dan mengecilkan ukuran jaringan yang
terkena seperti yang terukur pada CT Scan. Obat yang biasa digunakan
antara lain adalah Tamoxifef 1,5
Golongan Hormon tiroid : Untuk mengoreksi hipotiroidisme akibat Riedel
disease. Obat yang biasa digunakan antara lain adalah Levothyroxine 1
b. Pembedahan
Pembedahan terhadap penderita Tiroiditis Riedel memiliki tujuan untuk
menegakkan diagnosis dan menghilangkan kompresi trakhea. 3
Biopsi bedah terbuka esensial untuk menegakkan diagnosis Tiroiditis
Riedel secara tepat dan menyingkirkan kemungkinan karsinoma.
Pembedahan tiroid yang lebih luas umumnya tidak dilakukan karena dapat
mengubah struktur anatomi dan menghilangkan bidang pembedahan. 1,4,
Follow up
a) Perkembangan penderita harus diikuti untuk melihat progresi dari Tiroiditis
Riedel dan perkembangan fibrosklerosis multifokal. Pemeriksaan CT Scan
atau MRI leher harus dilakukan ulang pada interval progresivitas penyakit.
b) Kadar TSH secara rutin harus diperiksa dan diatur dalam batas normal
dengan memberikan levothyroxine bila perlu. 1
VIII. PROGNOSIS
Tiroiditis Riedel umumnya merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri
dengan prognosis yang baik. Kematian akibat gangguan jalan nafas sangat
jarang terjadi. Sepertiga dari penderita Tiroiditis Riedel pada akhirnya
berkembang menjadi setidaknya satu manifestasi ekstraservikal dari
fibrosklerosis multifokal, termasuk di dalamnya yaitu fibrosis retroperitoneal,
fibrosis mediastinal, dan kholangitis sklerosis. Pada penderita-penderita
demikian, prognosisnya kurang begitu bagus sehingga sebaiknya dilakukan
pemeriksaan radiologi perut dan dada saat Tiroiditis Riedel terdiagnosis, guna
menyingkirkan manifestasi-manifestasi yang dapat menyertainya. 1,11,12
IX. Kesimpulan
Tiroiditis Riedel merupakan suatu proses inflamasi kronik yang jarang
terjadi pada satu atau kedua lobus dari tiroid. Di Amerika, Tiroiditis Riedel
merupakan penyakit yang amat jarang ditemui. Di Mayo Clinic terdapat 37 kasus
Tiroiditis Riedel dalam 57.000 tiroidektomi yang dilakukan antara tahun 1920-
1984 (0,06%). Etiologi dari Tiroiditis Riedel tidak diketahui secara pasti. Namun
diperkirakan sebagai stadium akhir dari Hashimoto. Beberapa teori juga
mengatakan bahwa Tiroiditis Riedel diakibatkan oleh suatu proses autoimun.
Gejala pada tiroiditis riedel ini bisa berupa gejala hipotiroidisme dan
hipertiroidisme. Gejala-gejala kompresi lokal seperti dispneu, disfagja, suara
parau, dan batuk sering timbul. Gejala-gejala tersebut diakibatkan massa tiroid
yang membesar atau meluasnya fibrosis pada struktur-struktur leher di
sekitarnya. Penatalaksanaan pada tiroiditis riedel dapat dilakukan secara
medikamentosa dan pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Boone J. Riedel Thyroiditis, In : Emedicine Specialist. Available from:
URL:http://www.emedicine.com, Update Februari 2013
2. Sjamsuhidajat R. Sistem Endokrin, dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
Jakarta, EGC ; 2004. P .683-95
3. Shires T,et all, Endocrine system In : Principles of Surgery. 6 th Edition, New
York; 1989.p.1628-30
4. Oertli D, Udelsman R. Thyroid Patology In : Surgery of the Thyroid and
Paratyhroid Glands, Verlag Berlin Heidelberg, Spinger ; 2007. p.1-2,115-16
5. De M, Jaap A, Dempster J. Tamoxifen Therapy in steroid-Resistant Riedel’s
Disease.2002. Available from : URL:http://www.smj.org.uk, Update Februari
2013
6. Prinz RA, Staren ED. Endocrine Surgery. Georgetown, Texas : Landes
Bioscience. 2000. p.1-9
7. Ellis H. Clinical Anatomy:a revision and applied anatomy for clinical students.
10thed. Oxford: Blackwell Science. 2002. p.284-86
8. Ozgen A, Cila A. Riedel’s Thyroiditis in Multifocal Fibrosclerosis : CT and MR
Imaging Findings. 2000. Available from : URL:http://www.ajnr.org
9. Slatosky J, Shipton B, Wahba H. Thyroiditis : Differential Diagnosis and
Management. 2000. Available from : URL:http://www.aafp.com
10. Ain K, Rosenthall MS. Hashimoto’s thyroiditis and other types of thyroiditis. In
the textbook of the complete thyroid book. McGrawhill. New York.2005.P 92-
3
11. Way w Lawrence. Thyroid and Parathyroid. Current Surgical Diagnosis &
treatment. Ed. 11 2003. P.305-06
12. Siregar.B.H. Head & Neck Breast Soft Tissue Skin Tumor. Oncology Surgery
Department Hasanuddin university, Makassar. 2006. Hal : 32-6