Upload
ngoduong
View
241
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
RINGKASAN LAPORAN PRA PENILAIAN LAPANGAN SERTIFIKASI PENGELOLAAN HUTAN TANAMAN
LESTARI (PHTL)
Unit Manajemen IUPHHK-HT
PT. SATRIA PERKASA AGUNG Propinsi Riau
Luas areal 76.017 ha
Oleh
Lembaga Sertifikasi PT. TUV RHEINLAND INDONESIA
PROSES PENAPISAN
PT. Satria Perkasa Agung telah mengajukan permohonan kepada lembaga
sertifikasi PT TUV International Indonesia untuk di lakukan proses sertifikasi
pengelolaan hutan tanaman lestari (PHTL) dengan skema sertifikasi bertahap yang
mengacu kepada Pedoman LEI 77 mengenai Pedoman Sertifikasi Bertahap PHPL
dan Standard LEI 5000-2 mengenai Standard PHTL. Areal yang diajukan untuk
dilakukan sertifikasi adalah mencakup seluruh areal kerja IUPHHK Hutan Tanaman
seluas 76.017 hektar.
Salah satu tahapan dari proses sertifikasi Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari
(PHTL) Standar Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) dengan skema Bertahap adalah
Tahapan penapisan oleh Panel Pakar I dan penetapan keputusan penapisan yang
dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi proses penilaian. Hasil dari proses
penapisan oleh Panel Pakar I ini adalah untuk memutuskan apakah proses sertifikasi
PHTL dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya atau tidak.
Proses penapisan oleh Panel Pakar I ini berpedoman kepada Pedoman LEI 77-21
mengenai Pedoman Penapisan Panel Pakar I sertifikasi Bertahap PHTL, Pedoman
LEI – 77 Sistem Sertifikasi Bertahap PHPL. Pengambilan keputusan didasarkan
kepada review dokumen dan pengecekan ke lapangan.
Pengumuman publik
Dengan skema sertifikasi bertahap, sebelum dilakukannya proses penapisan,
terlebih dahulu harus dilakukan pengumuman publik untuk mengundang masukan-
masukan atau input yang terkait informasi mengenai unit manajemen dari pemangku
kepentingan (stakeholders) yang akan dijadikan bahan informasi untuk penilaian.
Pengumuman kepada publik tentang proses sertifikasi PHTL PT SPA dilakukan
dengan Pengumuman melalui media massa “Kompas” dan “Riau Pos” pada tanggal
15 September 2010
Proses Penapisan
Proses penapisan awal dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh kesiapan PT SPA
untuk melangkah ke tahap selanjutnya. Proses penapisan dilakukan oleh tim Panel
Pakar I mengacu pada Pedoman LEI 77-21, diawali dengan penelaahan dokumen-
dokumen yang terkait dengan kegiatan pengelolaan hutan PT SPA
Tim Panel Pakar I dari PT TUV International Indonesia yang melakukan kegiatan
penapisan awal untuk 3 aspek yang dinilai yaitu:
1 Ir. Budi Prihanto, Msi untuk aspek Produksi 2 Dr.Machmud Thohari, DEA. untuk aspek Ekologi 3 Dr. Ir. Pudji Mulyono, M.Si. untuk aspek Sosial 4. Fadli sebagai fasilitator
Konsultasi Publik /Forum Konsultasi Daerah
Sebagai bagian dari proses penapisan pada skema sertifikasi bertahap, harus
dilakukan konsultasi publik untuk menampung semua masukan dari pemangku
kepentingan (stakeholders). Pelaksanaan konsultasi publik dilakukan di Pekan Baru
pada tanggal 15 Oktober 2010 dengan bekerjasama dengan Forum Komunikasi
Daerah Riau. Kegiatan ini dilakukan dengan mengundang semua pihak yang
berkepentingan dari kalangan institusi pendidikan, pemerintah daerah, lembaga
swadaya masyarakat (LSM), masyarakat adat, organisasi massa, dll.
Proses Peninjauan Lapangan
Proses penapisan dilanjutkan dengan kegiatan kunjungan lapangan dilokasi Unit
Manajemen selama 5 hari (11 s/d 15 Oktober 2010). Dari hasil penapisan yang
mencakup penelaahan dokumen dan kunjungan lapangan serta konsultasi publik
maka Tim Panel Pakar I memutuskan bahwa PT Satria Perkasa Agung
direkomendasikan melanjutkan proses sertifikasi PHTL ke tahap berikutnya dengan
skema sertifikasi bertahap.
PROFIL PERUSAHAAN
PT. SPA didirikan di Jakarta pada tanggal 2 Juli 1985 berdasarkan Akta No. 29
tentang Pendirian Perusahaan Terbatas PT. SPA di hadapan Notaris Jhon Leonard
Waworuntu, dan telah disahkan oleh Menteri Kehakiman melalui Keputusan No. C2-
8141 HT.01.01TH.85 tanggal 18 Desember 1985.
Unit Manajemen IUPHHK – HT PT. Satria Perkasa Agung (SPA) terletak di Provinsi
Riau, berdasarkan SK Menhutbun No.244/Kpts-II/2000 tanggal 22 Agustus 2000,
memiliki luas 76.017 Ha. PT. SPA terdiri dari 3 distrik, yaitu : Distrik Siak Kecil
(13.185 Ha), Distrik Dexter (21.540 Ha), dan Distrik Simpang Kanan (41.292 Ha).
Lokasi areal PT. SPA berada di wilayah Kabupaten Siak, Kabupaten Bengkalis,
Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) dan Kabupaten Indragiri Hilir
(Inhil). Namun berdasarkan SK Menhut No. 633/Menhut-II/2009 tanggal 7 Oktober
2009 ditetapkan batas areal kerja IUPHHK – HT PT. SPA adalah seluas 77.702 Ha
terletak di Kabupaten Siak dan Kabupaten Bengkalis di Provinsi Riau.
PT. SPA saat ini bekerja pada areal konsesi sesuai dengan SK definitif yaitu SK
Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 244/Kpts-II/2000 tanggal 22 Agustus 2000.
Berdasarkan SK Menhutbun No. 244/Kpts-II/2000 tanggal 22 Agustus 2000, luas areal
kerja PT. SPA adalah 76.017 ha. Sesuai dengan isi SK tersebut, areal tersebut
terpisah dalam 2 kelompok hutan, yaitu :
- Di Kelompok hutan S. Simpang Kanan – S. Awas seluas 41.292 ha. Bagian areal
ini selanjutnya disebut Blok Simpang Kanan.
- Di Kelompok hutan S. Bukit Batu – S. Pakning seluas 34.725 ha. Bagian ini di
lapangan terbagi menjadi 2 sub bagian, yang selanjutnya disebut Blok Siak Kecil
(luas 13.185 ha) dan Blok Dexter (luas 21.540 ha).
Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1 : 250.000 (Bakosurtanal) tahun 1984
dan Peta Satuan Lahan dan Tanah skala 1 : 250.000 yang diterbitkan oleh Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat tahun 1990, Lembar Siak Sri Indrapura (0916),
Dumai (0817) dan Bagan Siapiapi (0818), seluruh areal PT. SPA merupakan dataran
dengan topografi datar (kelas lereng A) dan kemiringan lereng 0 – 8 %.
Tipe iklim areal kerja didekati berdasarkan data dari Stasiun Meteorologi Bandara
Simpang Tiga Pekanbaru tahun 1995 – 2004 dan data dari Stasiun Rengat. Menurut
sistem klasifikasi Schmidt dan Ferguson, areal PT. SPA termasuk daerah beriklim
sangat basah (Tipe A) dengan nilai Q = 2 % (data stasiun Simpang Tiga). Suhu udara
rata-rata bulanan di sekitar areal kerja berkisar antara 26,5 – 27,9 ºC dengan rata-rata
tahunan sebesar 27,1 ºC. Kelembaban udara (relatif) bulanan berkisar antara 71,4 –
75,1 % dengan rata-rata tahunan 73,0 %.
Pembangunan hutan tanaman yang dilaksanakan oleh PT SPA dengan kelas
perusahaan kayu serat (jenis Acasia sp.) bertujuan untuk menghasilkan kayu, yang
selanjutnya akan digunakan sebagai bahan baku industri pulp dari group perusahaan,
yaitu PT. Indah Kiat Pulp and Paper. Selain agar dapat memasok bahan baku kayu
secara terus-menerus dengan kuantitas dan kualitas yang memadai juga dapat
memberikan dampak positif terhadap aspek ekologi (keanekaragaman hayati) dan
lingkungan yang harus dikelola secara benar dan lestari. Apalagi mengingat PT.
Satria Perkasa Agung Distrik Siak Kecil merupakan bagian dari landsekap hutan Giam
Siak Kecil, dimana Kawasan Lindung PT. SPA Distrik Siak Kecil dan Dexter
merupakan Zona inti Cagar Biosfer Giam Siak Kecil dan Hutan Tanaman berfungsi
sebagai Zona Penyangga.
Visi dan Misi, dan Kebijakan Lingkungan
PT. SPA memiliki komitmen yang kuat dalam rangka pengelolaan hutan tanaman
secara lestari. Komitmen ini terlihat dari Visi, Misi dan Kebijakan Lingkungan
perusahaan seperti disampaikan dibawah ini.
VISI
”Menjadi perusahaan berkelas dunia yang menempatkan pengelolaan hutan lestari
yang harmonis secara sosial, berkesinambungan secara ekonomi, dan dapat diterima
secara lingkungan”
MISI
Mengelola dan mengembangkan sumberdaya hutan dengan:
1. Mengembangkan suatu hutan tanaman industri yang lestari pada tataran biaya
yang efisien dan resiko terendah untuk memasok bahan baku kayu.
2. Menyediakan kesempatan dan lapangan kerja bagi masyarakat dan industri terkait
dan memperbaiki kesejahteraan masyarakat sekitar.
3. Melindungi areal hutan yang mempunyai manfaat konservasi dan meningkatkan
kinerja lingkungan.
4. Berperan serta dalam penerimaan pajak Negara dan menghasilkan keuntungan
optimal.
KEBIJAKAN LINGKUNGAN
PT SPA adalah perusahaan di bidang kehutanan yang mempunyai komitmen
melaksanakan pengelolaan hutan secara lestari untuk memasok kayu sebagai bahan
baku pembuatan pulp PT. Indah Kiat Pulp & Paper. PT SPA melaksanakan perbaikan
kinerja lingkungan secara berkelanjutan dengan jalan sebagai berikut :
1. Melakukan pengelolaan lingkungan dengan mematuhi perundang-undangan dan
peraturan lingkungan serta persyaratan lingkungan lainnya yang berlaku.
2. Melakukan pemantauan kinerja lingkungan secara terus menerus
3. Meningkatkan efisiensi pemakaian sumberdaya
4. Meningkatkan kesadaran lingkungan semua karyawan melalui pendidikan dan
pelatihan secara terus-menerus dan memberikan informasi lingkungan kepada
masyarakat dan pemerintah
5. Memelihara kesiapsiagaan dan tanggap terhadap situasi darurat
6. Meningkatkan partisipasi dan kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat setempat
melalui program Pembangunan Masyarakat Desa Hutan.
Alamat unit manajemen
Kantor Jakarta :
Plaza BII Menara 2 Lt. 19
Jln. MH Thamrin No. 51 Jakarta 10350.
Telp. 021-39834473,
Fax. 021-39834707, 39834798
Kantor Riau :
Jl. Teuku Umar No. 51 Pekan Baru
Telp : 0761 – 858888
Pengurus Perusahaan
Susunan Komisaris :
• Komisaris Utama : Muktar Widjaya
• Komisaris : Stanley Najoan
Susunan Direksi :
• Direktur Utama : John Pandelaki
• Direktur : Soebardjo
• Direktur : Didi Harsa
RESUME HASIL PRA PENILAIAN LAPANGAN
I. ASPEK PRODUKSI
A. ISU KRITIS ASPEK PRODUKSI
- Ancaman terhadap kemantapan kawasan akibat potensi konflik kawasan dengan
masyarakat, meskipun secara legal kawasan hutan telah dikukuhkan secara
tuntas (ditetapkan).
- Potensi kerawanan gangguan kebakaran hutan lahan gambut akibat aktivitas
berladang dan okupasi konsesi oleh masyarakat.
- Jangka benah penataan kawasan hutan menuju pembentukan unit – unit
kelestarian pada setiap distrik.
- Perlu optimalisasi pemanfaatan potensi HHNK untuk meningkatkan secara
keseluruhan produktivitas ekosistem hutan dan manfaatnya bagi masyarakat.
- Pengembangan kemitraan usaha yang selaras dengan pola mata pencaharian
masyarakat, sebagai bagian dari kelola sosial untuk memantapkan kawasan.
- Kebijakan perusahaan tentang penetapan tingkat harga jual kayu bahan baku
pulp yang dijual ke industri dalam Sinarmas Group secara insider trading.
- Kebijakan penyediaan anggaran operasional UM yang cukup dari Sinarmas
Group dan pemberlakuan standar biaya yang seragam, padahal terdapat variasi
tingkat kemahalan akibat perbedaan aksesibilitas antar distrik/UM.
B. Rekomendasi Beberapa Indikator Aspek Produksi
INDIKATOR
REKOMENDASI
PIHAK-PIHAK TERLIBAT
Indikator P1.1
Kepastian lahan
sebagai areal hutan
tanaman.
1. Mengidentifikasi kawasan eksisting perambahan dan potensial rawan perambahan.
2. Memperkuat kelola sosial untuk mengendalikan perambahan.
3. Meningkatkan intensitas kegiatan pengelolaan pada lokasi-lokasi eksisting perambahan dan potensial rawan perambahan.
• Unit Manajemen
Indikator P1.2 Sistem
manajemen kebakaran
hutan.
1. Identifikasi secara akurat
kawasan rawan kebakaran.
2. Pengendalian kegiatan yang
• Unit Manajemen
beresiko menimbulkan
kebakaran, baik kegiatan
operasional pengelolaan hutan,
maupun kegiatan masyarakat di
dalam dan sekitar areal kerja.
Indikator P1.4
Pengembangan
manfaat hasil hutan
non kayu.
Perlu dikembangkan program untuk
lebih mengoptimalkan pemanfaatan
HHNK, agar produktivitas ekosistem
hutan meningkat, dan manfaat hutan
bagi masyarakat semakin meningkat.
• Unit Manajemen
• Tokoh Masyarakat
Indikator P1.5
Penerapan pengamatan
pertumbuhan tegakan
dan hasilnya.
Melakukan analisis secara
komprehensif data PSP dan data
inventory lain untuk menghasilkan
informasi yang diperlukan untuk
mendukung kegiatan perencanaan.
• Unit Manajemen
Indikator P1.8
Permasyarakatan hak-
hak atas areal.
Pendataan areal konflik dan
menyusun road map penyelesaian.
• UM
• Tokoh masyarakat
Indikator P2.1 Besaran
gangguan hutan.
Perlu dilakukan kajian internal
tentang kapasitas organisasi
pengendalian kebakaran hutan,
khususnya dalam mobilisasi
sumberdaya dan jangkauan
pengendalian dalam mengatasi
volume dan sebaran spasial potensi
kebakaran hutan.
• Unit Manajemen
Indikator P2.4
Kemampuan
pemeliharaan serta
kualitas hasilnya.
Melakukan kajian kualitas tegakan
dan hubungannya dengan
karakteristik tempat tumbuh.
• Unit Manajemen
Indikator P2.7
Kelancaran dan
keteraturan pendanaan
untuk setiap aspek
Penyesuaian/diferensiasi standar
biaya operasional sesuai dengan
tingkat kemahalan agar menjamin
kecukupan pendanaan setiap aspek
• Unit Manajemen
kegiatan.
kegiatan pengelolaan hutan lestari.
Indikator P3.1
Pengorganisasian areal
produksi.
Menyusun jangka benah yang
menuju pembentukan unit – unit
kelestarian pada setiap distrik.
• Unit manajemen
Indikator P3.4
Kesesuaian luas areal
produksi efektif dengan
perkiraan rentabilitas
usaha/kesehatan
perusahaan.
Menyiapkan data finansial
perusahaan yang menggambarkan
rentabilitas usaha/kesehatan
perusahaan.
• Unit Manajemen
Indikator P3.5
Pemanfaatan penelitian
dan pengembangan
hutan tanaman.
Mendayagunakan data PSP dan TSP
untuk mendapatkan informasi lain
tentang perkembangan /trend
tegakan, merumuskan tindakan
pengelolaan dan instrumen-
instrumen perencanaan.
• Unit Manajemen
Indikator P3.6
Terbentuknya
kemitraan usaha
dengan masyarakat
setempat.
Mengembangkan program kemitraan
usaha yang sejalan dengan pola
mata pencaharian masyarakat
setempat yang lebih produktif dan
bermanfaat bagi masyarakat, serta
mengurangi resiko/ancaman
kemantapan kawasan.
• Unit Masyarakat
• Tokoh Masyarakat
II. ASPEK EKOLOGI
A. ISU KRITIS ASPEK EKOLOGI
a. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri PT.
Satria Perkasa Agung meliputi areal seluas ± 76.017,00 ha. Keseluruhan areal
konsesi tersebut berupa lahan gambut dalam sampai sangat dalam. UM telah
menetapkan Kawasan Lindung sesuai dengan fungsi dan peruntukan kawasan
hutan yang dipertahankan dan ditetapkan sebagai kawasan lindung seluas 33.461
Ha atau 44,02% dari total luasan areal konsesi. Areal tanaman pokok seluas
38.201,36 ha atau 50,25%. Dari segi ekologi, kondisi areal tanaman pokok yang
seluruhnya berupa lahan gambut dalam merupakan hal yang harus diperlakukan
dengan ekstra hati-hati, walaupun lahan gambut dalam tersebut tidak terletak di
hulu sungai atau rawa. Peat subsidence atau penurunan permukaan gambut
karena pembuatan kanal untuk mengatur permukaan air tanah agar tanaman
dapat tumbuh memberikan potensi terjadinya genangan atau kebakaran pada
musim kemarau akibat keringnya permukaan lahan gambut; Potensi terjadinya
genangan pada musim hujan dikarenakan lahan gambut yang kering tidak mampu
mengikat butiran air dan menampung air hujan.
(Indikator terkait: E1.1, E1.2, E1.5, E2.2)
b. Kondisi gambut dalam sampai sangat dalam yang ditanami tanaman pokok akan
mengakibatkan penurunan tingkat kesuburan pada masa yang akan datang.
Keadaan ini menuntut dilakukannya upaya-upaya keras dan dengan komitmen
tinggi untuk mencegah terjadinya penurunan tingkat kesuburan tersebut, apalagi
bila dalam proses produksi digunakan pupuk kimia anorganik dan pestisida yang
dapat menimbulkan pencemaran badan air oleh masuknya padatan tersuspensi
tanah gambut. Pengukuran untuk mengetahui kecenderungan perubahan
kesuburan harus dilakukan secara teratur dan diperlukan hasil pengukuran dalam
satu seri waktu supaya dapat diketahui perubahan besaran parameter kesuburan
tersebut dari satu waktu ke waktu berikutnya. Dalam jangka panjang diharapkan
kesimpulan yang lebih tepat menurut data pengukuran dalam beberapa rotasi
penebangan.
(Indikator terkait: E1.6)
c. Keberadaan jenis-jenis vegetasi yang semula ada di areal lahan gambut telah
berganti dengan tanaman pokok. Keberadaan jenis-jenis vegetasi alam setempat
hanya tersisa di dalam kawasan-kawasan lindung. Dengan demikian keberadaan
seluruh komunitas vegetasi alam tersebut mutlak harus dipertahankan di dalam
kawasan lindung. Pemantauan yang dilakukan oleh UM belum memberikan
indikasi ada/tidaknya penurunan jumlah jenis tumbuhan di dalam kawasan lindung,
apalagi jenis-jenis yang dilindungi.
(Indikator terkait: E1.8, E1.12)
d. Kelola produksi yang dilakukan secara intensif menimbulkan efek pemerangkapan
dan transformasi unsur hara dan bahan cemaran (pollutant). Walaupun pada saat
ini fenomena tersebut belum terlihat, tetapi mengingat penggunaan bahan kimia
(pupuk anorganik dan pestisida) digunakan terus menerus maka terjadinya
akumulasi bahan-bahan tersebut ke dalam tanah gambut dan ke dalam badan air
sangat dimungkinkan. Untuk mengevaluasi keberhasilan pengelolaan lingkungan
maka keseimbangan biomassa harus dipantau secara teliti. Hal ini dapat diketahui
melalui pengukuran konsentrasi dan volume aliran air yang masuk dan keluar
lahan gambut.
(Indikator terkait: E1.9, E1.11, E1.13, E1.14)
e. Berdasarkan atas temuan adanya beberapa jenis satwa liar, diantaranya termasuk
dilindungi/langka/terancam punah, maka areal konsesi PT SPA semula merupakan
wilayah jelajah (home range) berbagai jenis satwa tersebut. Berdasarkan atas
inventarisasi yang dilakukan oleh UM, jenis-jenis satwa yang dijimpai di kawasan
lindung diantaranya adalah siamang (Hylobates syndactylus), beruang madu
(Helarctos malayanus), macan dahan (Neofelis nebulosa), rangkong (Buceros
rhinoceros), elang rawa (Cirus aeruginosus). Data tersebut mengindikasikan
bahwa areal tanaman pokok pun dahulunya merupakan wilayah jelajah bahkan
mungkin habitat berbagai jenis satwa tersebut. Kelola produksi di areal tanaman
pokok akan berpengaruh terhadap kehidupan satwa-satwa tersebut karena
komunitas vegetasi alam dari ekosistem gambut saat ini telah berubah menjadi
jenis monokultur hutan tanaman. Untuk itu jalur-jalur lintasan satwa harus dapat
diamankan dari tindakan-tindakan para pekerja atau masyarakat yang dapat
mengakibatkan pergerakan satwa terganggu.
(Indikator terkait: E2.5)
B. Rekomendasi Beberapa Indikator Aspek Ekologi
INDIKATOR
REKOMENDASI
PIHAK-PIHAK TERLIBAT
Indikator E1.1
Persentase atau rasio
luas aktual kawasan
lindung yang berfungsi
baik yang telah
ditetapkan/dikukuhkan
terhadap luas ideal
(seharusnya) kawasan
lindung.
• Penggunaan istilah tipe-tipe
kawasan lindung pada
dokumen-dokumen yang
berbeda (laporan Deliniasi
Mikro, laporan RKL-RPL, bahan
Presentasi UM) harus sama,
yaitu merujuk pada peratutan
yang ada.
• Untuk pendokumentasian
secara menyeluruh dan jelas,
data masing-masing distrik
(Conservation Management
Plan, dan lain-lain) termasuk
hasil pelaksanaan kerja (RKL,
RPL, dan lain-lain) harus
direkap dalam satu dokumen,
sehingga memudahkan pihak
lain untuk memahami kondisi
UM secara satu kesatuan.
• Data luas masing-masing tipe
kawasan lindung harus
diperiksa ulang, sehingga
datanya konsisten.
• Unit Manajemen
Indikator E1.2.
Perencanaan penataan
areal produksi efektif
berdasarkan kesesuaian
dan kemampuan lahan
serta kelangsungan
fungsi tata air.
• UM agar menambah luasan
areal tanaman unggulan dan
areal tanaman kehidupan
sesuai dengan persyaratan
yang ditentukan. Kebutuhan ini
dapat atasi dengan
memfungsikan areal lain,
misalnya kawasan lindung yang
difungsikan juga sebagai areal
tanaman kehidupan dan areal
tanaman unggulan. Sudah tentu
hal ini memerlukan pengkajian
terlebih dahulu. Demikian pula
penataan kawasan konservasi,
areal tanaman unggulan dan
• Unit Manajemen
• Tokoh Masyarakat
tanaman kehidupan harus
dilakukan sebaik-baiknya
sehingga memenuhi
kesesuaian dan kemampuan
lahan serta kelangsungan
fungsi tata air
Indikator E.1.3
Persentase atau rasio
tanda batas aktual
kawasan lindung dan
areal produksi efektif
(kesesuaian dan
kemampuan lahan dan
kelangsungan fungsi tata
air) terhadap tanda batas
seharusnya.
• UM harus terus melakukan
pemeliharaan secara reguler
pada tata batas setiap kawasan
lindung.
• Tata batas areal produksi
dengan kawasan lindung harus
dijaga sebaik-baiknya agar
tidak bergeser posisinya, dan
disertai dengan berita acara
pelaksanaan yang lengkap dan
jelas.
• Unit Manajemen
Indikator E.1.4
Rasio atau persentase
tanda batas kawasan
lindung yang berfungsi
baik terhadap tanda
batas seharusnya (ideal).
• Pemasangan papan-papan
nama agar ditertibkan sesuai
dengan status kawasan lindung
menurut peraturan yang ada.
• Unit Manajemen
Indikator E.1.5
Perancangan dan
penerapan sistem
silvikultur yang dapat
mengendalikan erosi di
areal tebangan atau
produksi.
• UM harus melakukan evaluasi
hasil dari upaya-upaya
mengurangi dampak
penggunaan alat-alat berat saat
pemanenan terhadap terjadinya
compaction gambut walaupun
telah dilakukan penyerakan
serasah dan kulit pohon secara
merata pada areal bekas
tebang.
• Unit Manajemen
Indikator E.1.6
Perubahan tingkat
kesuburan tanah (fisik
dan kimia), termasuk
pencemarannya akibat
kegiatan produksi.
• UM harus melakukan
pengukuran parameter
kesuburan berdasarkan SPT
(Satuan Peta Tanah) pada
petak tanam yang berbeda
siklus kelas umurnya yang
diukur pada tiga areal berbeda,
• Unit Manajemen
yaitu pada hutan alam dan
pada areal tanam dari beberapa
umur tanam berbeda, secara
berkala.
• UM harus membuat upaya
untuk mengurangi penurunan
tingkat kesuburan sebagai
dampak dari kegiatan produksi.
Lakukan terus pemantauan
secara teliti atas dampak dari
penggunaan pupuk anorganik.
• Unit Manajemen
Indikator E1.7
Persentase perubahan
erosi tanah pada areal
produksi.
• Upaya-upaya untuk
menghambat laju peat
subsidence dan penurunan
water table harus terus
dilakukan secara serius,
• Lakukan terus langkah-langkah
untuk mencegah pencemaran
badan air oleh masuknya
padatan tersuspensi tanah
gambut.
• Unit Manajemen
• Unit Manajemen
Indikator E1.8
Persentase perubahan
atau hilangnya struktur
dan jenis vegetasi pada
kawasan lindung.
• Untuk mengetahui adanya
perubahan struktur dan jenis
vegetasi atau adanya jenis-jenis
vegetasi dilindungi yang hilang
pada kawasan lindung, UM
harus terus melakukan
pemantauan secara teratur,
sehingga diperoleh data dalam
seri waktu.
• Unit Manejemen
Indikator E1.9
Persentase perubahan
kuantitatif (debit sungai),
kontinuitas (ketersediaan
air yang konstan) dan
kualitas (kandungan
bahan kimia, padatan,
suspensi) di badan-
badan air terhadap
ukuran standar yang
• Hasil pemantauan kuantitatif air
sungai (debit sungai) dan
kualitas air harus
diimplementasikan sebaik-
baiknya untuk memperbaiki
sistem kelola produksi,
sehingga mengurangi laju
penurunan tinggi muka air
tanah, laju sedimentasi, dan
• Unit Manajemen
telah ada yang
disebabkan oleh aktivitas
unit manajemen.
penurunan debit sungai.
Indikator E1.10
Penerapan sistem/pola
pemanfaatan lahan
dalam kegiatan
penanaman dan
pemeliharaan tegakan
hutan tanaman yang
dapat mempengaruhi
kondisi kualitas lahan
dan fungsi tata air.
• UM harus melakukan
penanaman tanaman penutup
tanah yang dapat mencegah
penurunan kualitas tanah, dan
yang dapat berfungsi juga untuk
menjaga kelembaban tanah
dan menghambat pertumbuhan
gulma di semua lokasi yang
terbuka, areal produksi yang
terbuka, dengan jenis-jenis
yang sesuai dengan lingkungan
setempat.
• Unit Manajemen
Indikator E1.11 Kegiatan
perlindungan tanah
terhadap erosi dan
pencemaran tanah dan
air (sebagai contoh:
penggunaan pestisida,
herbisida, dan pupuk
ramah lingkungan).
• Penggunaan pestisida,
herbisida, dan pupuk kimia oleh
petugas lapangan harus terus
diawasi sebaik-baiknya agar
tidak terjadi pencemaran ke
dalam badan-badan air.
• Bangunan gudang agar
direnovasi atau disediakan
bangunan khusus gudang
penyimpanan bahan-bahan
kimia yang sesuai dengan
persyaratan lingkungan dan
kesehatan petugasnya.
Demikian pula tata cara
penyimpanan bahan-bahan
kimia dalam gudang harus
dilakukan secara tepat, dengan
sistem pencatatan yang rapih
dan sistematis.
• Unit Manajemen
• Unit Manajemen
Indikator E1.12
Kegiatan pemeliharaan
dan rehabilitasi struktur
dan komposisi jenis
hutan (vegetasi) kawasan
lindung.
• UM harus terus melakukan
pemantauan kemungkinan
terjadinya perubahan vegetasi
struktur dan komposisi jenis
hutan (vegetasi), dan dilakukan
rehabilitasi lahan dan
• Unit Manajemen
pemeliharaan struktur vegetasi,
dan melakukan pengayaan
jenis-jenis vegetasi sebagai
sumber pakan satwa.
Indikator E1.13 Sistem
penanganan limbah
untuk menjaga
kelestarian kualitas lahan
dan fungsi tata air.
• SOP yang berkaitan dengan
penanganan limbah harus
diimplementasikan secara
cermat.
• UM harus menyediakan lokasi
khusus gudang penyimpanan
sementara limbah B3 sebelum
dikirim keluar.
• Unit Manajemen
• Unit Manajemen
Indikator E1.14
Penggunaan bahan kimia
yang mungkin dapat
mencemari air.
• Buat SOP tentang
penyimpanan dan penggunaan
bahan kimia dan
implementasikan secara
cermat.
• Unit Manajemen
Indikator E1.15
Keterlibatan masyarakat
secara aktif dalam sistem
pola pemanfaatan lahan
yang ramah lingkungan.
• UM harus dapat
mengembangkan peluang-
peluang usaha bagi masyarakat
sekitar berkaitan dengan
pemanfaatan sumberdaya
hutan yang ada.
• Peningkatan keterampilan
masyarakat harus terus
dilakukan dalam rangka
pemberdayaan mereka.
• UM agar memulai menjalin
kerjasama dengan masyarakat
dalam penanaman tanaman
yang bermanfaat bagi
masyarakat serta
operasionalisasinya di lapangan
sehingga terjalin saling
pemahaman, pengertian, dan
kemanfaatannya bagi kedua
belah pihak.
• Unit Manajemen
• Tokoh Masyarakat
• Unit Manajemen
• Tokoh Masyarakat
• Unit Manajemen
• Tokoh Masyarakat
Indikator E.2.1
Persentase luas aktual
kawasan lindung (plasma
• Pemeliharaan tanda batas
harus dilakukan secara teratur
• Penataan areal harus dilakukan
• Unit Manajemen
nutfah, habitat flora/fauna
khas/unik dan atau
langka, koridor satwa,
zona penyangga, dan
sumberdaya hutan yang
dimanfaatkan oleh
masyarakat) yang
berfungsi baik dan yang
telah dikukuhkan di
lapangan terhadap luas
ideal (seharusnya)
kawasan lindung.
terhadap semua kawasan lindung
Indikator E2.2 Penataan
areal unit manajemen
yang didasarkan pada
kepentingan konservasi
flora/fauna, perlindungan
tegakan hutan tanaman,
dan sumberdaya hutan
yang sangat berguna
bagi masyarakat lokal.
• UM agar melakukan pencatatan
pemanfaatan sumberdaya
hutan di areal kawasan lindung
oleh masyarakat, meliputi asal
masyarakat & jumlah
masyarakat yang
memanfaatkan, jenis sumber
daya hutan, jumlah ambilan.
• Perlu diperiksa kesesuaian
lokasi areal kerja UM dengan
rancangan yang dibuat dan
sesuai dengan baku lingkungan
untuk kepentingan konservasi
flora dan fauna, perlindungan
tegakan hutan tanaman, dan
sumber daya hutan yang
sangat berguna bagi
masyarakat lokal yang dapat
menjamin terpeliharanya
keanekaragaman hayati dan
kestabilan ekosistem tegakan
hutan tanaman dalam jangka
panjang.
• Unit Manajemen
• Masyarakat sekitar
• Unit Manajemen
Indikator E2.3
Persentase luas aktual
kawasan lindung (plasma
nutfah, habitat flora/fauna
khas/unik dan atau
langka, koridor satwa,
zona penyangga, dan
• UM harus segera merapikan
pendokumentasian klasifikasi
kawasan lindung dan luas
masing-masing, agar
pencantuman data pada
berbagai dokumen konsisten
• Unit Manajemen
areal tanaman kehidupan
yang dimanfaatkan oleh
masyarakat) yang telah
ditata secara baik di
lapangan terhadap luas
ideal (seharusnya)
kawasan lindung.
sama tidak berbeda-beda.
Indikator E2.4
Terjaminnya/terpeliharan
ya keamanan kawasan
lindung (plasma nutfah,
habitat flora/fauna
khas/unik dan atau
langka, koridor satwa,
zona penyangga, dan
sumberdaya hutan yang
dimanfaatkan oleh
masyarakat).
• Pelaksanaan kegiatan
perlindungan dan pengamanan
kawasan lindung harus
dilaksanakan secara terpadu
dengan melibatkan tenaga dari
bagian Lingkungan
• Unit Manajemen
Indikator E 2.5 Kekayaan
jenis satwaliar di areal
produksi.
• UM harus menyempurnakan
formulir pencatatan satwaliar di
areal produksi, yang mudah
dikerjakan oleh petugas
lapangan.
• WI pemantauan keberadaan
satwa liar di areal produksi
harus terus diimplementasikan
dengan baik, termasuk metode
perjumpaan, koordinat
keberadaan satwaliar yang
dijumpai.
• Unit Manajemen
• Unit Manajemen
Indikator E 2.6 Sistem
informasi sumberdaya
hutan (lokasi, potensi,
teknik budidaya, teknik
pemanenan, dll).
• UM harus segera membangun
sistem informasi sumberdaya
hutan dan mensosialisasikan
kepada masyarakat lokal
sehingga mereka dapat
memanfaatkan sumberdaya
alam hayati secara baik dan
benar dalam jangka panjang
• UM
• Masyarakat sekitar
Indikator E2.7 Kegiatan
pengendalian hama,
• UM harus terus • Unit Manajemen
penyakit dan gulma
dengan menggunakan
teknologi ramah
lingkungan (sebagai
contoh dengan
menggunakan predator
alaminya), sehingga tidak
mengganggu/ mengubah
ekosistem alami yang
ada di dalam areal unit
manajemen
mengimplementasikan secara
reguler panduan sistem
peringatan dini (early warning
system) hama dan penyakit
tanaman untuk mengantitisipasi
terjadinya serangan.
• UM harus mulai menyiapkan
penggunaan musuh alami untuk
mengendalikan populasi hama
dan penyakit tanaman yang
secara potensial dapat
menyerang.
• Unit Manajemen
Indikator E2.8
Keberadaan sumberdaya
hutan yang dapat
dimanfaatkan oleh
masyarakat lokal.
• UM supaya melakukan
penanaman jenis-jenis tanaman
yang dibutuhkan oleh
masyarakat setempat, misalnya
pohon buah-buahan, tanaman
obat-obatan, yang ditanam di
areal tanaman kehidupan.
• UM harus mengembangkan
komoditas-komoditas hutan lain
yang dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat setempat dan
sistem kerjasamanya, termasuk
pemberdayaan masyarakat di
bidang pelestarian lingkungan.
• Unit Manajemen
• Masyarakat sekitar
• Unit Manajemen
• Masyarakat sekitar
II. ASPEK SOSIAL
A. ISU KRITIS ASPEK SOSIAL
a. Kemantapan kawasan/status areal pemanfaatan hutan PT. SPA belum terjamin
statusnya secara mantap. Masyarakat Desa Bukit Kerikil yang terletak di sekitar
areal kawasan konsesi Distrik Siak Kecil sebagian besar belum mengenal
terhadap PT. SPA dan mereka belum mengetahui dimana batas kawasan konsesi
dengan areal yang dimanfaatkan oleh warga masyarakat. Sebagian masyarakat
Desa Pulau Muda juga masih melakukan klaim pada sebagian kawasan di Distrik
Simpang Kanan. Permasalahan klaim lahan oleh masyarakat di dalam kawasan
hutan tanaman tersebut sampai saat ini belum dapat diatasi secara penuh oleh
unit manajemen dan masih perlu penanganan dan partisipasi berbagai pihak
terkait dalam upaya penyelesaiannya. Indikator yang terkait adalah S1.1 dan S2.1.
b. Pelaksanaan dan monitoring terhadap mekanisme pengelolaan konflik, khususnya
dalam mengatasi permasalahan konflik lahan dengan masyarakat dan keterlibatan
berbagai pihak yang mempunyai kepentingan terhadap hal tersebut. Indikator yang
terkait adalah S2.2 dan S2.7.
c. Belum efektifnya program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh unit
manajemen diakibatkan oleh adanya beberapa hambatan dan keterbatasan yang
dihadapi oleh unit manajemen. Indikator yang terkait adalah S1.4, S2.3, S2.8 dan
S2.9.
B. Rekomendasi Indikator Aspek Sosial
INDIKATOR
REKOMENDASI
PIHAK-PIHAK TERLIBAT
Indikator S1.1
Kepastian status
areal pemanfaatan
hutan.
• Perlu dilakukan langkah-langkah
strategis dan bijaksana dalam
rangka memantapkan status areal
kawasan hutan, terutama
menyangkut areal yang diokupasi
oleh masyarakat setempat (areal di
sekitar Desa Bukit Kerikil) dan
rencana pengembangan areal
untuk tanaman kehidupan pada
areal hutan lindung di sekitar Desa
• Unit Manajemen
• Tokoh Masyarakat
• Pemerintahan Desa
Pulau Muda.
Indikator S1.4
Peluang kerja
terbuka bagi
seluruh warga
komuniti.
• Unit manajemen perlu membuka
peluang kerja lebih banyak bagi
warga komuniti dengan tetap
memperhatikan kualitas dan
profesionalisme kerja yang
diberlakukan oleh unit manajemen.
• Unit Manajemen
• Tokoh Masyarakat
• Pemerintahan Desa
Indikator S2.1 Unit
manajemen
mempertimbangka
n terjadinya
dampak sosial
budaya pada
komuniti.
• Unit manajemen perlu
mempertimbangkan terjadinya
dampak sosial budaya pada
komuniti akibat adanya
operasionalisasi oleh unit
manajemen di sekitar kawasan
konsesi.
• Unit Manajemen
Indikator S2.2
Ada kompensasi
terhadap
penggunaan atau
kerusakan
sumberdaya milik
warga komuniti.
• Unit manajemen perlu memberikan
kompensasi/ganti rugi yang adil dan
disetujui bersama warga komuniti
atas terjadinya kerusakan hak milik
atau sumber daya warga komuniti
akibat adanya operasionalisasi oleh
unit manajemen.
• Unit Manajemen
• Masyarakat sekitar
Indikator S2.3
Penambahan
ragam sumber
ekonomi bagi
warga komuniti.
• Unit manajemen perlu
mengupayakan agar sumber mata
pencaharian makin bervariasi
sebagai akibat adanya kegiatan
pengusahaan hutan dan ada
dukungan unit manajemen
sehingga pendapatan ekonomi
rumah tangga warga komuniti
meningkat.
• Unit Manajemen
• Tokoh Masyarakat
• Pemerintahan Desa
Indikator S2.7
Bekerjanya
mekanisme
pengelolaan
konflik
• Agar mekanisme pengelolaan
konflik dapat bekerja dengan baik
dan efektif, dalam prosedur
penyelesaian konflik perlu
melibatkan semua pihak
(stakeholders) dengan partisipasi
• Unit Manajemen
• Tokoh Masyarakat
• Pemerintahan Desa
secara jujur, adil dan beradab.
Indikator S2.8
Tercipta dan
terpeliharanya
produktivitas
usaha warga
komuniti.
• Unit manajemen harus terus
mengupayakan agar terjadi
pengembangan perekonomian
komuniti sehingga produktivitas
usaha warga meningkat secara
signifikan terutama melalui program
kemitraan.
• Unit Manajemen
• Kelompok
Tani/Masyarakat
• Pemerintahan Desa
Indikator S2.9
Besarnya
kontribusi unit
manajemen dalam
pertumbuhan
ekonomi di
kawasan unit
manajemen.
• Kontribusi unit manajemen dalam
pertumbuhan ekonomi di kawasan
unit manajemen perlu ditingkatkan,
terutama bagi perkembangan
ekonomi masyarakat di sekitar
kawasan hutan melalui program
kemitraan.
• Unit Manajemen
• Tokoh Masyarakat
• Pemerintahan Desa
C. KEPUTUSAN
Berdasarkan hasil Pra-penilaian lapangan sertifikasi Pengelolaan Hutan Tanaman
Lestari dari Unit Manajemen PT. Satria Perkasa Agung (SPA) Propinsi Riau yang
telah dilakukan oleh Panel Pakar I aspek produksi, ekologi dan sosial, , maka Tim
Panel Pakar I memutuskan bahwa Unit Manajemen PT. Satria Perkasa Agung
dengan luas areal 76.017 hektar dinyatakan memenuhi syarat untuk melanjutkan
proses sertifikasi PHTL secara bertahap ke tahap berikutnya sesuai dengan Pedoman
LEI 77 dan Standard LEI 5000-2.
Isu-isu pokok atau isu kritis dan Rekomendasi-rekomendasi setiap aspek dari laporan
ini harus ditindaklanjuti oleh Unit Manajemen sebelum melangkah ke proses
selanjutnya dan dijadikan dasar dalam pembuatan rencana kegiatan sertifikasi
bertahap.
Jakarta, Nopember 2010
Tim Panel Pakar I :
Ir. Budi Prihanto, MSi Dr. Machmud Thohari, DEA Dr. Ir. Pudji Muljono, Msi Aspek Produksi Aspek Ekologi Aspek Sosial