Upload
sugeng-abdullah
View
3.194
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Pemanfaatan samapah plastik untuk bahan isolasi limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya)
Citation preview
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 0
LAPORAN PENELITIAN(Program Riset Poltekkes Semarang Tahun 2006)
PENGARUH ISOLASI DAN STABILISASI LIMBAH B3 (BAHANBERACUN DAN BERBAHAYA ) MENGGUNAKAN SAMPAH
PLASTIK
Oleh :Sugeng Abdullah
Nur HilalTeguh Widiyanto
DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAPOLITEKNIK KESEHATAN SEMARANGJURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PURWOKERT02006
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 1
PENGARUH ISOLASI DAN STABILISASI LIMBAH B3 (BAHAN
BERACUN DAN BERBAHAYA ) MENGGUNAKAN SAMPAH
PLASTIK
Oleh : Sugeng Abdullah 1), Nur Hilal 2), Teguh Widiyanto 3)
INTISARI
Dewasa ini limbah B3 ( bahan beracun dan berbahaya) dan sampah plastik merupakanpermasalah yang belum dapat dipecahkan secara paripurna. Oleh karena itu perlu dilakukanupaya penanggulangganya melalui penelitian ini.
Peneltian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan sampah plastik untuk mengisolasi –stabilisasi limbah B3. Juga untuk mengetahui jumlah dan ratio B3 dengan sampah plastikyang diperlukan dalam pembuatan bata plastik isolasi-stabilisasi B3.
Metode penelitian yang dipakai adalah percobaan semu (quasi experiment) dalam bentukpembuatan bata ukuran 3 x 15 x 30 cm dari sampah plastik yang berisi baterai bekas (limbahB3). Selanjutnya bata plastik direndam dalam aquades selama 60 hari. Air rendaman batapada hari ke1 dan ke 60 diperiksa kadar kekeruhan, warna, padatan terlarut, pH, ammonia,zink, mangan dioksida dan acetylene black.
Hasil penelitian menunjukan bahwa volume sampah yang diperlukan untuk membuat bataplastik ukuran 5 x 15 x 30 cm adalah 88,7 – 94,8 liter. Ratio B3 dengan sampah plastik 0,004– 0,008 (volume) dan 0,21 – 0,45 (berat). Isolasi-stabilisasi B3 menggunakan sampahplastik mampu menghambat terjadinya pencemaran kekeruhan, warna, padatan terlarut, pH,ammonia, zink, mangan dioksida dan acetylene black.
Kata kunci : sampah plastik, B3, isolasi-stabilisasi.
1), 2), 3) Dosen pada Jurusan Kesehatan Lingkungan Purwokerto Politeknik Kesehatan Semarang
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 2
PENGARUH ISOLASI DAN STABILISASI LIMBAH B3 (BAHAN
BERACUN DAN BERBAHAYA ) MENGGUNAKAN SAMPAH
PLASTIK
Oleh : Sugeng Abdullah 1), Nur Hilal 2), Teguh Widiyanto 3)
Abstract
For this time hazard waste and plastic waste problems there are not solution exactly. So,research about isolation-stabilization hazard waste with plastic waste is needed.
The research objective to find out plastic waste abality to cover (isolation) hazard waste.Neither to find amount and hazard waste with plastic waste ratio that cover hazard waste(used battery waste).
A quasy experimental is undertaken with producing 5 x 15 x 30 cm plastic block from plasticwaste that content hazard waste (used battery waste). Plastic block taken into aquades for60 days. On first dan 60th day taken with polluted level analyzed for several parametersi.e. colour, turbidity, acidity, ammonium, zink, mangan dioxide and acetylene black.
Research findings show that amount (volume) is 88,7 – 94,8 liters plastic waste needed formake 5 x 15 x 30 cm plastic block. Hhazard waste with plastic waste ratio that cover hazardwaste is 0,004 – 0,008 (volume) dan 0,21 – 0,45 (weight). Isolation hazard waste withplastic waste can prevet or inhibit pollutant (colour, turbidity, acidity, ammonium, zink,mangan dioxide and acetylene black) release to environment.
Key words : hazard, plastic waste, isolation
1), 2), 3) Staff member of Jurusan Kesehatan Lingkungan Purwokerto Politeknik Kesehatan Semarang
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 3
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Salah satu upaya untuk menanggulangi permasalahan sampah adalah melakukan
kegiatan pemanfatan kembali dan daur ulang sampah plastik. Dewasa ini kegiatan tersebut
telah dilakukan para Pemulung, namun masih terbatas pada sampah plastik yang menurutnya
memiliki nilai ekonomi. Sampah plastik yang berupa kantong bekas kemasan produk belum
banyak dimanfaatkan. Justru sampah plastik seperti ini yang menjadi persoalan di TPA,
karena tidak dapat terurai secara alami oleh mikroorganisme. Pelapukan sampah plastik
secara alami diperkirakan membutuhkan waktu 15 - 90 tahun. Sampah plastik yang belum
dimanfaatkan oleh para Pemulung ini memiliki potensi untuk digunakan sebagai bahan
isolasi B3.
Manusia akan selalu membuang sampah dari segala bentuk kegiatan yang
dilakukannya. Di samping membuang sampah umum (refuse), manusia juga membuang
sampah beracun dan berbahaya (B3). Sampah B3 membutuhkan pengelolaan dan
penanganan dengan persyaratan yang lebih ketat. Sampah B3 harus dikelola sedemikian
rupa sehingga tidak mencemari lingkungan dan tidak membahayakan manusia dan mahluk
hidup lainnya. Upaya final terhadap pengelolaan sampah B3 adalah pembuangan akhir
(dispossal) dalam bentuk bahan yang sudah stabil. Agar sampah B3 menjadi stabil dapat
dilakukan dengan cara isolasi, sementasi / solidifikasi, glasifikasi dan sejenisnya.
Andreas Krisbayu R. (2001) menuturkan bahwa bahan berbahaya dan beracun, yang
lebih akrab dengan singkatan B3, keberadaannya di Indonesia makin hari makin
mengkhawatirkan. Lebih dari 75% bahan berbahaya dan beracun (B3) merupakan
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 4
sumbangan dari sektor industri melalui limbahnya, sedangkan sisanya berasal dari sektor lain
termasuk rumah tangga yang menyumbang 5-10% dari total limbah B3 yang ada. Peningkatan
jumlah limbah bahan berbahaya dan beracun di Indonesia antara kurun waktu 1990 – 1998
saja mencapai 100 % ( tahun 1990 sekitar 4.322.862 ton dan pada tahun 1998 mencapai
8.722.696 ton ). Jumlah ini akan naik drastis seiring dengan perkembangan industrialisasi
yang cukup pesat di negara berkembang seperti Indonesia. Dari hasil proyeksi jumlah limbah
B3 yang dilakukan oleh Direktorat Pengelolaan Limbah dan B3 BAPEDAL, sampai tahun
2020 akan terdapat 60 juta ton total limbah B3.
Menyadari bahwa problem B3 telah sampai pada tingkatan rumah tangga, maka
upaya pengelolaanya melibatkan seluruh komponen masyarakat. Upaya yang dapat dilakukan
melalui beberapa pendekatan diantaranya adalah dengan pendekatan teknologi isolasi /
stabilisasi B3. Yulinah (1998) menyatakan bahwa beberapa teknik stabilisasi dan solidifikasi
yang digunakan diataranya adalah : (1) solidifikasi dengan semen, (2) solidifikasi dengan
kabur dan bahan potzolana, (3) “membungkus” limbah dengan bahan termoplast seperti
bitumen, parafin dan polyetilen, (4) kapsulasi dengan bahan termoset atau polymerisasi,
misalnya dengan urea formaldehide, polyester, polybutadine, (5) kapsulasi makro dengan
bahan inert, (6) glasifikasi dengan silika, (7) sementasi dengan bahan lain.
Sampah plastik yang berupa kantong bekas kemasan produk sebagian besar memiliki
sifat termoplast dan sebagian kecil bersifat termoset. Termoplast berarti bersifat lembek bila
dipanaskan dan akan keras bila didinginkan. Termoset berarti bersifat lembek ketika
dipanaskan (dibuat) dan keras bila didingan, serta tetap keras bila dipaskan kembali. Dengan
demikian sampah plastik dapat digunakan sebagai bahan untuk isolasi atau stabilisasi limbah
B3.
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 5
Potensi sampah plastik sebagai bahan isolasi B3 perlu diketahui secara rinci melalui
kegiatan penelitian / percobaan. Oleh karena itu penelitian / percobaan isolasi dan stabilisasi
limbah b3 (bahan beracun dan berbahaya) menggunakan sampah plastik menjadi relevan
untuk dilakukan.
2. Permasalahan
a. Umum
Bagaimanakah kemampuan sampah plastik untuk mengisolasi dan stabilisasi limbah B3
b. Khusus
1) Berapa jumlah sampah plastik yang diperlukan untuk isolasi dan stabilisasi limbah B3
dengan ukuran setara batu bata dengan dimensi 5 x 15 x 30Cm.
2) Berapa rasio sampah plastik yang mampu ”membungkus” dengan jumlah limbah B3 yang
bisa diisolasi .
3) Apakah adan perbedaan tingkat pencemaran pada limbah B3 yang diisolasi dengan yang
tidak diisolasi, apabila di rendam dalam air.
3. Tujuan
a. Tujuan umum
Mengetahui kemampuan sampah plastik untuk mengisolasi dan stabilisasi limbah B3
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 6
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui jumlah sampah plastik yang diperlukan untuk isolasi dan stabilisasi limbah
B3 dengan ukuran setara batu bata dengan dimensi 5 x 15 x 30Cm.
2. Mengetahui rasio sampah plastik yang mampu ”membungkus” dengan jumlah limbah B3
yang bisa diisolasi .
3. Mengetahui adanya perbedaan tingkat pencemaran pada limbah B3 yang diisolasi dengan
yang tidak diisolasi, apabila di rendam dalam air.
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Karakteristik Limbah B3
B3 merupakan singkatan dari bahan berbahaya dan beracun, yang merupakan
terjemahan dari hazard atau hazard waste. RCRA (Yulinah, 1998) mendefinisikan B3 sebagai
limbah (padat) atau gabungan dari limbah (padat) yang karena jumlah dan konsentrasinya
atau karena sifat fisik-kimia mengakibatkan timbulnya atau menyebabkan semakin parahnya
penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau penyakit yang melumpuhkan.
Dalam PP No 19 tahun 1994 disebutkan bahwa B3 adalah setiap limbah yang karena
sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya secara langsung atau tidak langsung dapat
merusak dan/atau mencemari lingkungan hidup dan/atau membahaykan kesehatan manusia.
Senada dengan dengan hal tersebut, definisi tentang B3 yang terdapat pada PP 74 tahun 2001
berbunyi : Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat dengan B3 adalah
bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau Karakteristik dan Sumber
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau
merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
Untuk menetapkan apakah suatu bahan dapat dikategorikan sebagai B3, lazimnya
dilakukan identifikasi. Identifikasi diawali pemeriksaan secara fisik – kimia dilaboratorium.
Selanjutnya di cocokkan dengan daftar jenis B3 yang ada. Apabila tidak cocok, biasanya
ditentukan berdasarkan sifat atau karakteristinya. Menurut pasal 5 PP No 74 Tahun 2001, B3
dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. mudah meledak (explosive); b. pengoksidasi
(oxidizing); c. sangat mudah sekali menyala (extremely flammable); d. sangat mudah
menyala (highly flammable); e. mudah menyala (flammable); f. amat sangat beracun
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 8
(extremely toxic); g. sangat beracun (highly toxic); h. beracun (moderately toxic); i.
berbahaya (harmful); j. korosif (corrosive); k. bersifat iritasi (irritant); l. berbahaya bagi
lingkungan (dangerous to the environment); m. karsinogenik (carcinogenic); n. teratogenik
(teratogenic); o. mutagenik (mutagenic).
Yulinah (1998) mengemukakan bahwa beberapa sifat dan karakteristik B3
diantaranya adalah mudah menyala, korosif, reaktif, toksis, radioaktif, infeksius, fitotoksik,
teratogenik dan mutagenik.
a) Mudah menyala dicirikan dengan bahan tersebut memiliki titik nyala < 60oC, dalam
bentuk padat akan segera menyala bila terkena gesekan / tekanan, dalam bentuk gas akan
mudah terbakar bila hadir bahan oksidan, bahan tersebut mudah mengalami perubahan
kimia secara spontan.
b) Korosif ditandai dengan adanya keasaman (pH) < 2 atau ≥ 12,5 dan menyebabkan karat
pada baja sebesar 0,625 cm/th dalam temperatur 55oC.
c) Reaktif berarti bereaksi spontan, bereaksi hebat dengan air dengan membentuk kabut,
dapat membentuk gas beracun bila terkena air atau asam/basa, dapat meledak pada suhu
normal.
d) Toksik dicirikan dengan bahan tersebut memiliki LD50 (oral) terhadap tikus < 50 mg/kg
atau LC50 (inhalasi) terhadap tikus < 2mg/L atau LD50 (dermal) terhadap kelinci < 200
mg/kg atau dapat menyebabkan penyakit yang tidak tersembuhkan.
e) Radioaktif lebih diartikan sebagai radiasi pengion.
f) Infektius berarti mengandung bibit penyakit yang dapat/sangat menular.
g) Fitotoksik berarti dapat menyebabkan kerusakan pada tumbuhan
h) Teratogenik berarti dapat mengakibatkan kelainan (cacat) pada janin.
i) Mutagenik berarti dapat mengakibatkan mutasi sel, dengan akibat lebih jauh berupa
kanker atau munculnya sifat-sifat baru yang merugikan.
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 9
Sifat dan karakteristik seperti yang sebutkan diatas, dalam beberapa kasus penetapan
B3 kemudian disederhanakan menjadi 4 kriteria yang dikenal dengan ICRT. ICRT
merupakan kependekan dari I=Ignitable (menyala), C=Corosive (berkarat), R=Reactive
(mudah bereaksi), T=Toxic (beracun). Peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia
tampaknya juga mengadopsi sifat, karakteristik dan kriteria dimaksud untuk
mendeskripsikan B3.
Sumber pencemaran (limbah) B3 adalah industri manufaktur baik yang berskala besar
maupun kecil, kecelakaan dan rumah tangga. B3 dari industri manufaktur berupa bahan
yang tidak dipakai (spent material), produk sampingan, lumpur dari UPL, IPAL dan gas. Juga
produk industri yang terkontaminasi, tidak memenuhi spesifikasi, tumpahan, tersisa dalam
kontainer dan kedaluwarsa. B3 dari sumber kecelakaan misalnya tumpahan minyak dari
tanker atau instalasi nuklir yang meledak. B3 yang bersumber dari rumah tangga umumnya
berupa eks kemasan pestisida, cairan pencuci, baterai, lampu lisrik, dll. Sumber B3 bisa juga
dikelompokkan dalam sumber spesifik (dari industri atau kegiatan tertentu) dan sumber non
spesifik (dari kegiatan yang bukan proses utama, misalnya dari pemeliharaan alat, inhibitor
korosi, pelarutan kerak, dll). Jenis B3 untuk masing-masing sumber dapat diperiksa pada
lampiran PP 18 Tahun 1999
Andreas Krisbayu R. (2001) menuturkan bahwa bahan berbahaya dan beracun, yang
lebih akrab dengan singkatan B3, keberadaannya di Indonesia makin hari makin
mengkhawatirkan. Lebih dari 75% bahan berbahaya dan beracun (B3) merupakan
sumbangan dari sektor industri melalui limbahnya, sedangkan sisanya berasal dari sektor lain
termasuk rumah tangga yang menyumbang 5-10% dari total limbah B3 yang ada. Peningkatan
jumlah limbah bahan berbahaya dan beracun di Indonesia antara kurun waktu 1990 – 1998
saja mencapai 100 % ( tahun 1990 sekitar 4.322.862 ton dan pada tahun 1998 mencapai
8.722.696 ton ). Jumlah ini akan naik drastis seiring dengan perkembangan industrialisasi
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 10
yang cukup pesat di negara berkembang seperti Indonesia. Dari hasil proyeksi jumlah limbah
B3 yang dilakukan oleh Direktorat Pengelolaan Limbah dan B3 BAPEDAL, sampai tahun
2020 akan terdapat 60 juta ton total limbah B3.
B. Sampah Baterai Sebagai B3
Sampah baterai atau baterai bekas (zwak) mengandung bahan beracun dan berbahaya
(B3) yang komposisinya tergantung dari masing-masing jenis baterai. Terdapat beragam jenis
baterai yang digunakan masyarakat. Secara umum beberapa jenis baterai yang ada di pasaran
adalah : jenis Carbon-Zinc, Alkaline Manganese Dioxide-Zinc, Alkaline Zinc-Air (Mercury) ,
Mercuric oxide, Nickel-Cadmium, Silver Oxide-Zinc, Lithium-Manganese Dioxide. Menurut
USEPA (2002) semua jenis baterai tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua yakni baterai
non reachargeable ( setelah dipakai tidak bisa diisi lagi dan langsung dibuang) dan baterai
rechargeable (setelah dipakai bisa diisi kembali dan dibuang setelah rusak).
Menurut Keenan, dkk (1980) semua jenis baterai pada dasar merupakan jenis sel
primer dan sel sekunder. Sel primer adalah baterai yang selnya dibentuk dengan anoda dan
katode yang dihabiskan secara kimia ketika sel itu manghasilkan arus. Sel primer inilah yang
dikenal dengan baterai sekali pakai. Sebaliknya, sel skunder adalah sel yang elektrodenya
dapat dikembalikan seperti pada kondisi awal. Sel sekunder dikenal sebagai baterai yang
dapat di cas (charge) ulang. Menurut Keenan, dkk (1980) janis baterai yang termasuk dalam
kategori sel primer dan sel sekunder yang ada di masyarakat dan terus dikembangkan adalah
seperti yang disajikan dalam tabel 2.1.
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 11
TABEL 2.1.
NAMA BATERAI YANG TERDAPAT DI PASARAN YANG TERUSDIKEMBANGKAN
No. Nama Sistem baterai Tipe sel
1. Sel Leclanche (sel kering) Zn | NH4Cl (aq) | MnO2 Sel primer
2. Sel Zink Oksigen Zn | KOH(aq) | O2 Sel primer
3. Sel Lithium Chlor Li | LiCl (l) |Cl2 Sel Primer
4. Sel Timbal Asam Pb | H2SO4 (aq) | PbO2 Sel sekunder
5. Se Nikel Cadmium Cd | KOH (aq) | NiOH2 Sel sekunder
6. Sel Perak - Zink Zn | KOH (aq) | Ag2O Sel sekunder
7. Sel Zink -udara Zn | KOH (aq) | air Sel sekunder
8. Sel lithium tembaga flourida Li |KPF6 (non aq) | CuF2 Sel sekunder
Sumber : Keenan, dkk (1980)
Pada dasarnya baterai terdiri dari anoda dan katoda yang didalamnya terdapat bahan
kimia elektrolit dengan komposisi sesuai jenis sel . Keenan (1980) menyatakan bahwa
konstruksi baterai merupakan perpaduan antara ilmu dan seni, sehingga dihasilkan baterai
dengan beragam bentuk, ukuran, disain, tenaga, sifat rechargeable, dan lainnya. Secara
umum anatomi baterai adalah seperti ditunjukkkan pada gambar 2.1.
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 12
(a) (b)
Gambar 2.1. : Anatomi baterai (a) sel kering (b) sel perak-zink oksida
Sampah baterai pada akhirnya akan mencemari air tanah, karena 73 % sampah
baterai dibuang dalam tanah (land fill). Di dalam tanah, kandungan bahan beracun dan
berbahaya (B3) yang ada dalam sampah baterai akan terlarut dalam air. Tingkat pelarutan
bahan kimia yang ada dalam baterai Zink- Carbon mencapai 35 –43%. Kondisi demikian
mengakibatkan perubahan keasaman air menjadi pH 4,7 – 6. Logam berat yang ada dalam
baterai rechargeable seperti Nikel, Cadmium, Mercurt, Plumbum, Silver dan lainnya akan
ikut terlindi yang dapat mengakibatkan pencemaran air tanah. Pencemaran air tanah oleh
sampah baterai sudah sangat menghawatirkan. Sebagai gambaran, penggunaan baterai
rechargeable di USA medio 1996 saja mencapai 350 juta buah untuk penggunaan pada
skala rumah tangga (USEPA, 2002).
Di Indonesia penggunaan baterai rechargeble belum ada data angka yang pasti.
Demikian juga penggunaan baterai non rechargeable. Namun demikian panggunaan baterai
oleh masyarakat masih didominasi oleh baterai non rechargeable. Baterai non rechargeable
yang banyak dipakai masyarakat diantaranya adalah jenis carbon zink. Sesuai dengan yang
tercantum dalam Produk Safety Data Sheet (Energizer, 2006) komposisi baterai carbon-zink
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 13
yang merupakan salah satu baterai non rechargeable adalah acetylene black, ammonium
chloride, mangan diokside, zink dan Zink oxide
Lebih lanjut dikemukakan oleh Energizer (2006) bahwa Acetelene black yang
merupakan serbuk hitam dan tidak berbau dapat menyebabkan iritasi pada kulit, mata dan
saluran pernafasan. Dalam jangka panjang bahkan dapat menyebabkan kerusakan fatal pada
organ paru-paru. Demikian halnya dengan mangan, dalam jangka panjang menghirup udara
tercemar debu mangan dapat mengakibatkan inflamasi pada jaringan paru-paru seperti
pnemonia dan kerusakan jaringan saraf. Keracunan mangan dapat terjadi terutama pada orang
yang mengalami defisiensi besi atau kurang darah.
Bedasarkan data RTECS (Eveready, 2006) beberapa bahan kimia yang ada dalam
baterai carbon-zink dapat mengakibatkan gangguan sistem reproduksi yakni Mangan
dioksiada, Zink Cloride, Zink Okside. Robert Lauwerys, dkk (1985) mengemukakan bahwa
kontak dengan debu mangan dapat mengakibatkan penurunan tingkat fertililas pada kaum
pria. Bahan lain yang bersigat bersifat mutagenik dan karsinogenik yaitu acetylene black
dan zink chloride.
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 14
Tingkat bahaya pada bahan kimia penyusun baterai carbon zink dapat dilihat dari
Kadar Ambang Batas di lingkungan (TLV = Threshould Limited Value) yang dapat dilihat
pada tabel berikut :
TABEL 2.2.
TINGKAT BAHAYA (TOKSISITAS) BAHAN YANG TERKANDUNGDALAM BATERAI CARBON -ZINK
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 15
C. Isolasi – Stabilisasi B3
Yulinah (1998) menyatakan bahwa beberapa teknik isolasi-stabilisasi dan solidifikasi
limbah B3 yang digunakan diataranya adalah : (1) solidifikasi dengan semen, (2) solidifikasi
dengan kabur dan bahan potzolana, (3) “membungkus” limbah dengan bahan termoplast
seperti bitumen, parafin dan polyetilen, (4) kapsulasi dengan bahan termoset atau
polymerisasi, misalnya dengan urea formaldehide, polyester, polybutadine, (5) kapsulasi
makro dengan bahan inert, (6) glasifikasi dengan silika, (7) sementasi dengan bahan lain.
Solidifikasi diartikan sebagai sebuah teknik untuk mencampur limbah B3 dengan
bahan lain, sehingga terjadi ikatan yang mampu menjadi bahan padat yang stabil.
Solidifikasi dimaksudkan untuk mengkonversi limbah beracun menjadi massa yang secara
fisik stabil, innert, memiliki daya leaching (melarut) rendah, serta memiliki kekuatan
mekanik yang cukup memadai. Karena memiliki kekuatan mekanik yang cukup, maka
selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan pengisi bangunan, reklamasi tanah atau landfill.
Isolasi merupakan tindakan untuk menyekat limbah B3 agar tidak dapat kontak dengan
lingkungan luar, sehingga B3 akan menjadi bahan yang mati dan stabil bila digunakan sebagai
bahan pengisi bangunan, pengisi tanah atau land fill.
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 16
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Tempat dan Waktu Penelitian
a. Waktu penelitian
• Persiapan : Bulan Juli s/d Agustus 2006
• Pelaksanaan : Bulan September s/d Oktober 2006
• Penyelesaian : Bulan Nopember s/d Desember 2006
b. Lokasi penelitian
Penelitian dilakukan di laboratorium dan bengkel kerja Jurusan Kesehatan Lingkungan
(JKL) Purwokerto Poltekkes Semarang, di desa Karangmangu, kecamatan Baturraden,
Kabupaten Banyumas. Pembuatan bata plastik isolasi-stabilisasi B3 dilakukan di bengkel
kerja, dan perendaman serta pemeriksaan kadar pencemar dilakukan di laboratorium.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah semi eksperimen
3. Disain Penelitian
Disain penelitian adalah quasi experiment non random. Bagan alir jalannya penelitian
pada lampiran.
4. Populasi dan Sampel
Sampel sampah plastik diambil dari salah satu TPS di Baturraden, Kabupaten Banyumas.
Sampel air diambil pada air (aquades) rendaman limbah B3 yang diisolasi dengan
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 17
sampah plastik dan air (aquades) rendaman limbah B3 yang tidak diisolasi dengan
sampah plastik pada hari ke 1 dan ke 60.
5. Variabel
Variabel bebas adalah Limbah B3 diisolasi sampah plastik
Variabel terikat adalah Kadar pencemar dalam air
6. Cara Pengumpulan Data
a. Bahan dan alat
sampah plastik
limbah B3 dari rumah tangga (berupa batu bateray bekas)
minyak tanah
tungku batu bara
aquades
reagent untuk pemeriksaan Ammonia, Zink, Mangan, Acetylene black.
boiler bubur plastik
cetakan batu bata dari plat besi
gayung logam
timbangan / penakar.
Spectrofometer jinjing merk Orbeco-Hellige model MP-975 berikut kelengkapannya
Komputer, printer berikut kelengkapannya.
b. Cara kerja / langkah-langkah penelitian
1). Persiapan
Pengurusan surat-surat perijinan dan persiapan lokasi penelitian
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 18
Pembuatan instrument penelitian / alat percobaan
Uji coba instrument penelitian
Persiapan lokasi
2) Pelaksanaan
Pemilahan sampah untuk mendapatkan sampah plastik jenis termoplast
Pengepresan sampah plastik tersebut untuk mengurangi kadar air. Tekanan
pengepresan 0,22 kg/cm2, menggunakan alat sederhana sebagaimana ditunjukan
pada lampiran.
Mengukur volume atau menimbang sampah plastik (tanpa dicuci). Volume
sampah setelah dipress diukur dengan menggunakan kotak kayu berukuran 25cm x
25cm x 50 Cm. Penimbangan dilakukan dengan neraca pegas
Mengukur volume atau menimbang limbah B3. Pengukuran volume B3
menggunakan prinsip hukum Archimides, yakni menggunakana gelas ukur berisi
air, selanjutnya B3 dimasukkan kedalammya. Selisih volume air sebelum dan
sesudah diisi B3 menunjukkan volume B3. Penimbangan dilakukan dengan neraca
pegas
Membuat bubur plastik untuk isolasi – stabilisasi limbah B3, dengan cara
dipanaskan dalam boiler bubur plastik. Pemanas menggunakan kompor minyak
tanah bertekanan.
Membuat isolasi – stabilisasi limbah B3 dengan bubur plastik, berupa bata
plastik yang berisi limbah B3, menggunakan cetakan pelat besi atau aluminium
yang berukuran 5 x 15 x 30 cm. Bata plastik dibuat 2 jenis yakni jenis I bata berisi
12 buah batu bateray dengan tebal pelapisan palstik 2 – 5 mm. Jenis II berupa bata
berisi 6 buah batu bateray dengan tebal pelapisan 10 – 25 mm
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 19
Menghitung ratio volume atau berat sampah plastik dengan limbah B3, dengan
rumus sbb:
Volume B3 (Cm3)Ratio volume : ---------------------------------------- Volume sampah plastik (Cm3)
Berat B3 (gram)Ratio berat : --------------------------- Berat sampah plastik (gram)
Perendaman B3 yang diisolasi dan yang tidak diisolasi dalam aquades. Perendaman
dilakukan selama 60 hari. Air / aquades yang digunakan untuk merendam sebanyak 6
liter setiap bata plastik dimaksud. Pada hari ke 1 dan ke 60 dilakukan pemeriksaan
kadar pencemar dalam air.
Pengukuran kadar pencemar dalam aquades rendaman bata plastik isolasi-stabilisasi
B3 meliputi parameter warna, tingkat warna, tingkat kekeruhan, pH, padatan terlarut,
ammonia, zink , Mangan dioksida dan acetylene black. Pemeriksaan dilakukan dengan
metode potensiometri dan spektofotometri. Pemeriksaan dilakukan dengan
spektrofotometer Orbeco-Hellige Model MP-975, pH tester dan TDS-meter. Prosedur
pemeriksaan adalah sebagaimana ditunjukkan pada lampiran.
3) Penyelesaian
Pengolahan dan analisis data
Penyusunan laporan
Seminar
Revisi laporan
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 20
7.Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data meliputi kegiatan editing, coding, klasifikasi dan tabulating. Analisis
deskriptif dilakukan terhadap komposisi/ ratio jumlah sampah plastik dengan limbah B3
yang ideal. Analisis tabel digunakan untuk mengetahui perbedaan adanya pecemaran
limbah B3 yang diisolasi dan yang tidak diisolasi.
8 Definisi Operasional
Limbah B3 yang dimaksud adalah limbah yang memiliki salah satu sifat sesuai pasal
5 PP No 74 Tahun 2001, yang biasa terdapat pada rumah tangga. Dalam hal ini dipilih
batu bateray yang sudah tidak terpakai (zwack). Sifat B3 dimaksud adalah seperti
ditunjukkan pada lampiran.
Isolasi – stabilisasi adalah kemampuan menyekat dan menahan pengaruh limbah B3
agar tidak dapat kontak dan bereaksi dengan lingkungan luar dalam kurun waktu
tertentu, sehingga dapat menghindari terjadinya pencemaran lingkungan (air). Diukur
melalui pendekatan jumlah / kadar pencemar (B3) yang dapat menerobos sekat atau
mencemari lingkungan (air).
Sampah plastik adalah semua sampah plastik jenis termoplast hasil pemilahan sampah
umum (refuse) yang diperoleh dari salah satu TPS di Baturraden.
Kadar pencemar adalah konsentrasi pencemar limbah B3 dalam air aquades yang telah
direndami bata isolasi – stabilisasi B3 yang di representasikan dalam parameter
temperatur, warna, tingkat warna, tingkat kekeruhan, pH, padatan terlarut, ammonia,
zink , Mangan dioksida dan acetylene black. Pemeriksaan dilakukan dengan
spektrofotometer Orbeco-Hellige Model MP-975, pH tester dan TDS-meter
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 21
9. Kerangka Pikir
Aktivitas Manusia
Produk berguna Produk tidakberguna
Digunakanmanusia
SAMPAH /LIMBAH
Pemilahan Refuse B3
Sampah Plastik
Reuse &Recycling Bahan Isolasi
ISOLASI &STABILISASI
TPS
TPA
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 22
10. Susunan Tim Peneliti
1. Penelti Utama• Nama : Sugeng Abdullah, SST, MSi• Tempat / Tgl Lahir : Kesugihan Cilacap, 16 Juli 1963• Jabatan : Lektor• Pendidikan : S2 Ilmu Lingkungan UGM Yogyakarta
2. Peneliti I• Nama : Nur Hilal, SKM, MKes• Tempat / Tgl Lahir : Luwung, 07 April 1962• Jabatan : Lektor Kepala• Pendidikan : S2 / Magister Kesehatan UGM Yogyakarta
3. Peneliti II• Nama : Teguh Widiyanto, S.Sos• Tempat / Tgl Lahir : Purbalingga, 01 Juni 1961• Jabatan : Lektor• Pendidikan : Kandidat Magister Kesehatan Lingkungan UNDIP Semarang.
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil penelitian
1. Lokasi penelitian
Penelitian dilakukan di bengkel kerja dan laboratorium Jurusan Kesehatan
Lingkungan (JKL) Purwokerto Poltekkes Semarang. Pembuatan bata plastik isolasi-
stabilisasi B3 dilakukan di bengkel kerja, sedangkan perendaman dan pemeriksaan kadar
pencemar dilakukan di laboratorium. JKL Purwokerto terletak di Desa Karangmangu,
Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas. Daerah ini memiliki ketinggian 500 M
dpl, sehingga memiliki udara sejuk.
Desa Karangmangu termasuk daerah padat penduduk. Sebagaimana penduduk di
daerah lainnya, sebagian diantaranya telah terbiasa dengan penggunaan barang-barang
elektronik yang bersumber energi dari batu bateray. Demikian juga penggunaan plastik
sebagai bahan pembungkus atau kemasan produk, sehingga sampah yang dihasilkan dari
desa Karangmangu sebagian besar juga berupa sampah plastik.
2. Kondisi cuaca
♦ Temperatur udara
♦ Kelembaban udara
: 19 –24 oC
: 70 – 85 %
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 24
3. Karakteristik bahan baku isolasi-stabilisasi B3
a. Sampah plastik
Sampah plastik yang dipakai memiliki karakteristik sbb. :
♦ Sumber
♦ Jenis & rupa
♦ Densitas
♦ Kandungan air
♦ Tingkat kebersihan
: TPS ( dari rumah tangga)
: Termoplast berupa bekas kemasan beraneka produk
: 20,3 gram / L (tanpa pengepresan)
: 185,9 gram / L (dengan pengepresan ± 0,22 Kg/Cm2)
: < 10% (kering)
: Kotor, banyak debu/tanah menempel. Sampah plastik
tidak dilakukan pencucian.
b. Bahan Beracun dan Berbahaya (B3)
B3 yang digunakan berupa batu bateray bekas dengan spesifikasi sbb. :
♦ Ukuran
♦ Bentuk
♦ Volume
♦ Berat
♦ Merk
♦ Type
♦ Kandungan B3
: AA 1,5 Volt
: silinder
: 58 Cm3
: 64 – 69 gram
: ABC dan Eveready
: Seng - Karbon ( Zink-Carbon)
: Acetylene Black, Ammonium Chloride,
Manganese Dioxide, Zinc, Zinc Chloride.
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 25
4. Karakteristik bata plastik isolasi-stabilisasi B3
Bata plastik dibuat 2 jenis dengan spesifikasi masing-masing ditunjukkan pada tabel
berikut :
TABEL . 4 .1.
SPESIFIKASI BATA PLASTIK ISOLASI-STABILISASI B3
Karakteristik Jenis I Jenis II
♦ Ukuran bata
♦ Bentuk bata
♦ Volume bata
♦ Jumlah bateray
♦ Volume baterai
♦ Berat baterai
♦ Jumlah sampah plastik
♦ Volume sampah plastik
♦ Berat bata
♦ Tebal pelapisan plastik
pada B3
♦ Kondisi fisik bata
♦ Ratio volume B3
terhadap sampah
♦ Ratio berat B3 terhadap
sampah
5 x 15 x 30 Cm
Balok
2.250 Cm3
12 buah
696 cm3
804 gram
1.800 gram
88.670 cm3
2.650 gram
3 – 5 mm
ada banyak retakan
696: 88.670 (0,008)
804 : 1.800 (0,45)
5 x 15 x 30 Cm
Balok
2.250 Cm3
6 buah
348 cm3
402 gram
1.925 gram
94.828 cm3
2.284 gram
10 – 21 mm
ada retakan lembut
348 : 94.828 (0,004)
402 : 1.925 (0,21)
Dalam percobaan pembuatan bata plastik isolasi-stabilisasi B3 ini digunakan
kompor minyak tanah untuk pemanasan / pencairan sampah plastik / pembuatan bubur
plastik. Untuk pembuatan 1 (satu) buah bata plastik ukuran 5 x 15 x 30 cm mulai dari
pembuatan bubur plastik hingga menjadi bata membutuhkan waktu 60 –100 menit.
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 26
5. Uji perendaman bata plastik isolasi-stabilisasi B3
Bata plastik (isolasi-stabilisasi B3) yang telah jadi, selanjutnya masing-masing jenis
direndam dalam aquades sebanyak 6 liter. Demikian juga batu bateray yang tidak
diperlakukan dengan isolasi-stabilisasi juga direndam dalam aquades 6 liter. Hasil
pemeriksaan terhadap kandungan kimia pada air rendaman tersebut disajikan pada tabel
berikut ini :
TABEL 4.2
KADAR PENCEMARAIR RENDAMAN BATA PLASTIK ISOLASI-STABILISASI B3
TANGGAL 17 OKTOBER 2006 (HARI KE 1)
Kadar pencemar pada air rendaman bata plastikNo. ParameterTanpa isolasi (A) Jenis I (B) Jenis II (C)
1. Temperatur 22 oC 22 oC 22 oC
2. Warna Tak berwarna Tak berwarna Tak berwarna
3. Tingkat warna 12 TCU 12 TCU 12 TCU
4. Tingkat Kekeruhan 0 FTU 0 FTU 0 FTU
5. Padatan terlarut 4 mg/l 4 mg/l 4 mg/l
6. Keasaman (pH) 7 7 7
7. Ammonia 0 mg/l 0 mg/l 0 mg/l
8. Zink 0 mg/l 0 mg/l 0 mg/l
9. Mangan Dioksida 0 mg/l 0 mg/l 0 mg/l
10. Acetylene black 0 mg/l 0 mg/l 0 mg/l
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 27
TABEL 4.3.
KADAR PENCEMARAIR RENDAMAN BATA PLASTIK ISOLASI-STABILISASI B3
TANGGAL 16 DESEMBER 2006 (HARI KE 60)
Kadar pencemar pada air rendaman bata plastikNo. ParameterTanpa isolasi (A) Jenis I (B) Jenis II (C)
11. Temperatur 21 oC 21 oC 21 oC
12. Warna Coklat kehitaman Tak berwarna Tak berwarna
13. Tingkat warna 442.3 TCU 75,3 TCU 50,5 TCU
14. Tingkat Kekeruhan 113,3 FTU 29,7 FTU 16,3 FTU
15. Padatan terlarut 2.180 mg/l 564,7 mg/l 228,3 mg/l
16. Keasaaman (pH) 4 5 7
17. Ammonia 14,7 mg/l 15,5 mg/l 2,6 mg/l
18. Zink 90 mg/l 76,7 mg/l 50,3 mg/l
19. Mangan Dioksida 0 mg/l 0 mg/l 0 mg/l
20. Acetylene black 0 mg/l 0 mg/l 0 mg/l
B. Pembahasan
1. Kondisi Tempat Penelitian
Laboratorium JKL Purwokerto yang berada di desa Karangmangu, kecamatan
Baturraden, kabupaten Banyumas dengan ketinggian 500 mdpl merupakan tempat yang
cocok untuk penelitian semacam ini. Beberapa alasan yang mendukung kesesuaian
lokasi ini untuk penelitian di laboratorium JKL Purwokerto telah tersedia sarana dan
peralatan yang mendukung terlaksananya penelitian dimaksud diantaranya
spektrofotometer, TDS meter, pHmeter, Termometer.
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 28
Ketinggian tempat 500 mdpl memberikan pengaruh secara fisiko-kimia terhadap
kondisi lingkungan sekitar. Udara terasa sejuk karena kisaran temperatur udara 19 –24 oC
dengan kelembaban 70 – 85 % memungkinkan berlangsungnya transfer gas dari udara
kedalam air atau sebaliknya pelepasan gas dari dalam air berjalan secara normal. Kondisi
demikian perlu memperoleh perhatian berkaitan dengan mekanisme pelarutan suatu zat
di dalam air sebagaimana yang terjadi dalam penelitian ini. Sebagai contoh dapat
dikemukakan tentang kemampuan pelarutan gas oksigen (O2) kedalam air yang
berhubungan dengan temperatur udara dikemukakan oleh Linsley & Franszini (1995)
sebagaimana disajikan dalam tabel 4.4.
Temperatur udara di lokasi penelitian adalah 19 –24 oC, sehingga kemampuan
oksigen melarut dalam air maksimal 9,2 mg/l. Hal ini tentu dapat difahami bahwa
oksidasi yang terjadi di dalam air percobaan dapat berlangsung secara alamiah normal
tanpa ada intervensi manusia. Artinya pengaruh udara terhadap berlangsungnya penelitian
ini adalah dapat disamakan dengan tempat lain yang memiliki keadaan yang setara.
TABEL 4.4.
KONSENTRASI KESEIMBANGAN OKSIGEN TERLARUT DALAM AIR
No Temperatur udara(oC)
Konsentrasi OksigenTerlarut dalam air
(mg/l)1. 0 14,52. 5 12,73. 10 11,34. 15 10,15. 20 9,26. 25 8,47. 30 7,78. 40 6,8
Sumber : Linsley dan Franzini (1995)
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 29
2. Karakteristik bahan baku isolasi-stabilisasi B3 (sampah plastik)
Sampah plastik yang digunakan untuk membuat bubur plastik memiliki karateristis
sebagaimana dipaparkan diatas, memungkinkan terjadinya pengikatan bahan lain selain
B3 (batu baterai). Kondisi sampah plastik yang kotor tentu memiliki zat lain yang
meninempel bersama kotoran tersebut. Debu dan kotoran pada plastik akan
mempengaruhi kekuatan ikatan antar partikel bubur plastik ketika membeku menjadi bata
plastik. Akibatnya, pada saat pendinginan akan terjadi perbedaan temperatur diantara
partikel bubur plastik. Perbedaan temperatur antar pertikel bubur plastik ketika proses
pendinginan, mengakibatkan tingkat penyusutan zat akan berbeda pula. Akibat lanjut
berupa terjadi retak pada permukaan bata plastik.
Perbedaan temperatur ketika proses pendinginan bata plastik, diduga tidak terjadi
hanya karena plastik kotor, tetapi juga oleh bahan pengisi bata plastik berupa batu baterai.
Seng yang merupakan bahan pembungkus baterai merupakan konduktor dan penyimpan
panas yang baik. Sangat mungkin terjadi akumulasi panas pada seng tersebut. Sementara
didalam baterai terdapat serbuk ammonium chlorida dan bahan lain yang bukan
merupakan konduktor panas. Ringkasnya, perbedaan panas pada serbuk amonium
chlorida, seng pembungkus dan partikel bubur plastik dapat memicu terjadinya retak-
retak di permukaan bata plastik.
Plastik dan seng bukanlah zat yang dapat menempel secara alamiah. Keduanya
memiliki daya adesi yang sangat lemah terhadap satu sama lain. Keduanya diperlukan
bahan lain atau katalis agar dapat menempel satu sama lainnya. Lem merupakan bahan
yang lazim digunakan untuk menempelkan dua bahan yang berbeda. Katalis yang bisa
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 30
digunakan untuk menempelkan plastik pada seng diantaranya adalah panas / pemanasan.
Plastik dapat menempel pada seng pembungkus baterai melalui pemanasan menjadi
bubur plastik, tetapi ikatan keduanya tidaklah kuat. Agar diperoleh ikatan yang kuat
diperlukan katalis kimia atau bahan kimia lainnya.
3. Karakteristik bata plastik isolasi-stabilisasi B3
Kedaan bata plastik yang retak-retak dapat dimaklumi sebagaimana dijelaskan
dimuka. Besar retakan yang berbeda pada kedua jenis bata plastik tersebut, diduga akibat
tebal pelapisan yang berbeda. Kekuatan ikatan kohesi suatu bahan juga dipengaruhi
oleh ketebalan bahan. Hal ini dapat diilustrasikan dengan kertas yang tipis dan kertas
yang tebal. Kertas yang tipis tentu akan muda dirobek. Tebal pelapisan plastik (bubur
plastik) ketika digunakan untuk membungkus B3 (batu baterai) akan berpengaruh
terhadap ikatan kohesi plastik tersebut. Hal itu juga terlihat dari hasil pembuatan bata
plastik sebagaimana disajikan pada tabel 4.1. Plastik jenis II yang memiliki ketebalan
pelapisan lebih besar memiliki retakan yang lebih lembut.
Retakan yang terjadi pada bata plastik merupakan kondisi yang merugikan dalam
hal mengisolasi B3 yang ada didalamnya. B3 yang ada dalam bata plastik dapat
menerobos keluar lepas di lingkungan, sehingga masih memungkinkan terjadinya
pencemaran. Sebaliknya, adanya retak pada permukaan bata plastik juga dapat bersifat
menguntungkan bila bata plastik tersebut akan direkatkan satu sama lainnya
menggunakan lem, dalam rangka pemanfaatan untuk bahan bangunan. Retakan tersebut
akan memberikan efek penguatan terhadap ikatan perekatan lem. Perekatan ikatan lem
akan semakin kuat bila kedua permukaan yang dilem kondisinya kasar (banyak retak).
Ukuran, berat, volume dan bentuk bata plastik yang dibuat sebenarnya sangat
mungkin untuk bisa digunakan sebagai bahan bangunan. Sayang sekali dalam penelitian
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 31
ini tidak memungkinkan untuk dilakukan uji kekuatan bahan terhadap tekanan, daya
lentur, daya tarik dan daya awet. Oleh karena itu perlu dilakukan uji kekuatan kekuatan
bahan tersebut, sehingga dapat diperoleh informasi yang akurat. Lebih lanjut, diharapkan
akan di temukan material baru untuk bahan bangunan dari sampah plastik.
Penanggulangan problem sampah plastik dapat sedikit terkurangi.
Penanggulangan sampah plastik dengan memanfaatkannya untuk pembuatan bata
sebagai bahan bangunan sangat prospektif. Hal itu ditunjukkan dalam hasil penelitian
dalam pembuatan bata plastik sebagaimana disajikan pada tabel 4.1. diatas. Untuk
membuat bata plastik ukuran 5 x 15 x 30 Cm dengan bahan pengisi batu baterai
dibutuhkan sampah plastik sebanyak 88.670 - 94.828 cm3 (88,7 – 94,8 liter). Kira – kira
satu drum sampah plastik dapat dibuat dua buah bata. Apabila bata tersebut semuanya
dibuat dari sampah plastik tanpa diberi bahan pengisi, dipastikan jumlah sampah
plastik yang dibutuhkan semakin banyak. Berdasarkan perhitungan, untuk membuat bata
dengan ukuran yang sama tanpa adanya bahan pengisi diperlukan sampah sebanyak
112.513 -130.542 liter. Ini berarti dapat mereduksi volume sampah plastik hingga
5.801.900 % (volume sampah plastik dikurang hingga 58.019 kali). Sebuah upaya
pengurangan timbunan sampah yang sangat signifikan.
Batu baterai sebagai B3 yang dapat diisolasi dengan bata plastik sebanyak 6 – 12
buah. Apabila dalam satu keluarga menggunakan baterai sebanyak 2 –4 buah tiap bulan,
maka terdapat 3 - 6 keluarga yang limbah B3 nya dapat diolah. Potensi pencemaran B3
oleh batu baterai dari rumah tangga dapat dikurangi.
4. Uji perendaman bata plastik
Untuk mengetahui kemampuan bata plastik dapat mengisolasi bahan pencemar
B3 dari batu baterai, dilakukan uji perendaman dalam aquades. Bila dibandingkan antara
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 32
perendaman hari ke 1 dan hari ke 60 hasilnya tampak berbeda pada beberapa parameter
seperti yang disajikan pada tabel 4.2 dan 4.3. baterai yang tidak diisolasi dan direndam
dalam aquades selama 60 hari ternyata dapat menyebabkan pencemaran. Bahan kimia
berbahaya dapat lepas dan melarut kedalam air. Ini menjadi sangat logis, karena tingkat
pelarutan bahan kimia yang ada dalam baterai Zink- Carbon mencapai 35 –43%. Hal
ini terbukti dengan kondisi air aquades yang digunakan untuk baterai tanpa diisolasi
sampah plastik. Kekeruhan, warna, padatan terlarut, pH, Ammonia dan zink pada air
tersebuk memiliki kadar yang sangat berbeda pada hari ke 1 dan hari ke 60.
Berbeda halnya pada air yang digunakan untuk merendam bata plastik isolasi
stabilisasi B3 (baterai) baik pada jenis I dan jenis II. Isolasi sampah plastik terhadap B3
ternyata mempu menghambat pelarutan B3 yang ada dalam baterai. Ternyata bata plastik
dengan ketebalan pelapisan (isolasi) terhadap B3 sebesar 3 – 21 mm tidak mampu
mengisolasi secara total terhadap terjadinya pencemaran B3. Ketebalan isolasi 3 –21
mm masih memungkinkan terjadinya retakan yang mengakibatkan lepasnya sebagian
pencemar B3. Oleh karena itu perlu adanya kajian lebih lanjut tentang pengaruh ketebalan
isolasi sampah plastik terhadap kemampuan lepasnya bahan pencemar B3 ke lingkungan.
Ada kecenderungan semakin tebal pelapisan / isolasi sampah plastik, pencemar B3 yang
dapat lolos semakin kecil (cermati kembali tabel 4.2. dan tabel 4.3.).
Retak yang ada pada bata plastik isolasi stabilisasi B3, ternyata mampu
menghambat bahan-bahan padat terlarut dan bahan padat tersuspensi. Hal ini terbukti
pada kadar kekeruhan dan padatan terlarut pada air rendaman bata plastik jenis I dan jenis
II pada hari ke 1 dan ke 60, yang tampak berbeda. Apalagi bila dibandingkan dengan air
rendaman baterai tanpa diisolasi, kondisinya sangat berbeda.
Menarik untuk dikaji lebih mendalam adalah kadar mangan dioksida dan
acetylene black pada hasil pemeriksaan air rendaman baterai tanpa isolasi dan baterai
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 33
yang disiolasi sampah plastik, hasilnya menunjukkan tidak adanya perbedaan dan
perubahan baik pada hari ke 1 dan ke 60. Ada beberapa kemungkinan, diantaranya bahan-
bahan tersebut tidak larut dalam air atau justru membentuk senyawa baru bersama bubur
plastik sehingga menjadi bahan yang inert dan stabil. Kemungkinan lainnya adalah
instrumen (spektrofometer jinjing merk Orbeco-Hellige Model MP-975) yang dipakai
untuk mengukur kadar bahan dimaksud tidak sensitif.
Apabila bahan tersebut mampu membentuk senyawa baru yang inert dan stabil
bila bereaksi dengan bubur plastik, maka dapat dinyatakan bahwa isolasi-stabilisasi B3
menggunakan sampah plastik layak untuk direkomendasikan dipakai sebagai sebuah
alternatif penanggulangan limbah B3 (baterai) dan sampah plastik. Beberapa catatan yang
perlu disampaikan diantaranya adalah ketebalan pelapisan dalam bata plastik perlu
ditambah hingga benar-benar tidak timbul retak-retak pada bata plastik. Perlu adanya studi
komparatif tentang biaya pembuatan bata isolasi dengan sampah plastik dan bahan
lainnya yang lebih prospektif.
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 34
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
4. Jumlah sampah plastik yang diperlukan untuk isolasi dan stabilisasi limbah B3 dengan
ukuran setara batu bata dengan dimensi 5 x 15 x 30 Cm adalah 88.670 - 94.828 cm3 (88,7
– 94,8 liter).
5. Rasio sampah plastik yang mampu ”membungkus” dengan jumlah limbah B3 yang bisa
diisolasi adalah 0,004 – 0,008 (untuk ratio volume B3 terhadap sampah plastik) dan 0,21
– 0,45 (untuk ratio berat B3 terhadap sampah plastik).
6. Melalui analisis tabel diketahui ada perbedaan tingkat pencemaran air oleh limbah B3
yang diisolasi sampah plastik dengan yang tidak diisolasi pada parameter kekeruhan,
warna, padatan terlarut, pH, ammonia dan zink. Akan tetapi tidak ada perbedaan pada
parameter mangan dioksida dan acetylene black.
B. Saran
1. Bagi para pengelola limbah B3 atau pengelola pembuangan sampah dapat menerapkan
Isolasi – stabilisiasi limbah B3 (baterai) menggunakan sampah plastik sebagai satu
alternatif penanggulangan limbah B3 dan sampah plastik. Hal ini bermanfaat untuk
menghambat terjadinya pencemaran lingkungan dan mengurangi timbunan sampah
plastik.
2. Bagi para mahasiswa, dosen dan peneliti perlu melakukan penelitian lebih lanjut tentang
biaya pembuatan bata plastik isolasi stabilisasi B3 dan ketebalan isolasi sampah plastik
terhadap B3 yang mampu megisolir pencemar secara total.
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 35
DAFTAR PUSTAKA
Andreas Krisbayu R., 2001, Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), Bom waktu yangterlupakan, ITS Surabaya
Departemen Kesehatan RI, tt, PerMenkes Nomor 472/MENKES/PER/VI/1996 TENTANGPengamanan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan
Energizer (2006), Material Safety Data Sheet : Carbon – Zink Cathode Mix, EnergizerBattery Manufacturing, Inc.
Eveready (2006), Product Safety Data Sheet : Carbon Zinc Batteries, Eveready BatteryCompany, Inc. 25225 Detroit Road Westlake, OH 44145
http://www.menlh.go.id/publik/peraturan/Keputusan_Kepala/bapedal. KepKa Bapedal Nomor03/BAPEDAL/09/1995/tentang Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3
Juli Soemirat Slamet. 1996. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta : Gajah Mada UniversityPress
Keenan, Kleinfelter dan Wood, 1980, Kimia Untuk Universitas - Terjemahan A HadyanaPudjaatmaka, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Linsley, RK dan Franzini, JB. 1995. Teknik Sumber Daya Air. Jilid 2 edisi III, terjemahanDjoko Sasongko. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Nazir, Moh., 1985, Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia.
Nur Hilal, 2003, Identifikasi Mikroorganisme dalam Tahap Pengomposan Sampah KotaPurwokerto, JKL Purwokerto.
Robert Lauwerys, Harry Roels, Pierre Genet, Guy Toussaint, Andre Boukaert, dan SergeDeCooman, 1985, “Fertility of Male Workers Exposed to Mercury Vapor or toManganese Dust: A Questionaire Study,” Westlake, Ohio.
USEPA (2002), The Batteray Act, Enforement Allert, United State EnvironmentalProtection Agency
Yulinah (1998), Hand Out Ekotoksikologi, tidak dipublikasikan, ITS Surabaya.
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 36
Lampiran :
Refuse(sampahumum)
Pemilahan plastiktermoplast
Pengukuran volume& penimbangan
Pemanasan plastik(pembuatan bubur
plastik)
Pencetakan bataplastik, diisi limbahB3 (bateray bekas)
Bateray bekas(limbah B3)
Bata plastik(Isolasi –
stabilisasi B3)
Direndamdalam Aquades
Direndamdalam aquades
HARI KE 1
HARI KE 60
Pengukuran / pemeriksaankadar pencemar : warna,
kekeruhan, keasaman,padatan terlarut, mangandioksida, zink, ammonia,acetylene black (sesuai
bahan penyusun baterai)
Gambar : Bagan alir penelitian isolasi- stabilisasi limbah B3
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 37
Lampiran :
20 Cm20 Cm
Tinggi
100 Kg
Sampah plastik yg dipress
Kotak kayu
Beban berupa batuatau pasir
Gambar : Model alat pengepresan sampah plastik sederhana
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 38
Lampiran :
SIFAT B3 (BAHAN BERACUN DAN BERBAHAYA)
Sesuai Bab II Pasal 5 PP No 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan B3, yang dimaksuddengan B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) adalah bahan yang memiliki salah satu sifatsebagai berikut :
a. mudah meledak (explosive);b. pengoksidasi (oxidizing);c. sangat mudah sekali menyala (extremely flammable);d. sangat mudah menyala (highly flammable);e. mudah menyala (flammable);f. amat sangat beracun (extremely toxic);g. sangat beracun (highly toxic);h. beracun (moderately toxic);i. berbahaya (harmful);j. korosif (corrosive);k. bersifat iritasi (irritant);l. berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment);m. karsinogenik (carcinogenic);n. teratogenik (teratogenic);o. mutagenik (mutagenic).
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 39
Lampiran :
A. Pemeriksaan Keasaman
Bahan : Air contoh uji
Alat : Digital pH tester
Cara kerja :a) pasang bateray pada tempatnyab) Lakukan kalibrasi dengan cara : sklar dalam posisi ON, kemudian eletroda dicelupkan
pada larutan dengan nilai pH standar. Atur angka pH yang ada pada layar display pHdigital
c) sesuai dengan pH larutan tersebut.d) Cuci elektroda, kemudian celupkan pada air contoh uji. Baca nilai pH yang ada pada layar
display pH digital
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 40
Lampiran :
Gambar : Skema bata isolalsi-stabilisasi B3
Selimut isolasi dari plastik termoplast, terbuat daribubur sampah plastik (plastik yang dipanaskan).
Limbah B3 berupa bateray bekas,dibenamkan dalam bata plastik
5 Cm
15 Cm
30 Cm
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 41
Lampiran :
FOTO PENELITIAN
Foto : Perendaman bata plastik Isolasi –Stabilisasi B3
Foto : Air rendaman bata plastik hari ke1 (kiri) dan hari ke 60 (kanan)A : tanpa isolasi, B: isolasi tebal 3-5 mm, C: isolasi tebal 10-21mm