Upload
chaira-hisan
View
208
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
PROPOSAL RONDE KEPERAWATAN
1. Latar Belakang
Peningkatan mutu pelayanan keperawatan pada klien secara profesional dapat
membantu klien dalam mengatasi masalah keperawatan yang dihadapi. Salah satu bentuk
penataan sistem pemberian pelayanan keperawatan adalah melalui pengembangan model
praktik keperawatan yang ilmiah dan sering disebut sebagai model praktik keperawatan
profesional (MPKP), (Sitorus, R & Nurachmah, 2005). Salah satu metode yang diterapkan
pada MPKP adalah dengan memperhatikan seluruh kebutuhan maupun keluhan yang
dirasakan klien kemudian mendiskusikannya dengan tim keperawatan untuk merencanakan
pemecahan masalahnya.
Pelayanan keperawatan yang perlu dikembangkan untuk mencapai hal tersebut adalah
dengan ronde keperawatan. Dimana ronde keperawatan merupakan sarana bagi perawat baik
perawat primer maupun perawat assosiate untuk membahas masalah keperawatan yang terjadi
pada klien yang melibatkan klien dan seluruh tim keperawatan termasuk konsultan
keperawatan. Berdasarkan hasil observasi didapatkan bahwa Di ruang Kelas interne pernah
dilakukan ronde keperawatan oleh mahasiswa praktek manajemen dari institusi lain namun
perawat di Ruang kelas interne belum pernah melakukan ronde keperawatan.
Melalui ronde keperawatan perawat dapat meningkatkan kemampuan afektif, kognitif,
dan psikomotor. Salah satu tujuan dari kegiatan ronde keperawatan adalah meningkatkan
kepuasan klien terhadap pelayanan keperawatan.
Ronde keperawatan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah
keperawatan klien yang dilaksanakan oleh perawat, disamping pasien dilibatkan untuk
membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan akan tetapi pada kasus tertentu harus
dilakukan oleh perawat primer atau konselor, kepala ruangan, perawat associate yang perlu
juga melibatkan seluruh anggota tim.
2. Tujuan
a. Tujuan umum
Setelah dilakukan ronde keperawatan, diharapkan dapat menyelesaikan masalah
pasien melalui pendekatan berfikir kritis.
1
b. Tujuan khusus
Setelah dilaksanakan ronde keperawatan, perawat mampu :
1. Menumbuhkan cara berfikir kritis dan sistematis dalam pemecahan masalah
keperawatan klien
2. Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berorientasi pada
masalah pasien
3. Meningkatkan kemampuan validasi data pasien
4. Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosa keperawatan
5. Meningkatkan kemampuan justifikasi
6. Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja
7. Meningkatkan kemampuan memodifikasi rencana Asuhan Keperawatan
8. Melaksanakan asuhan keperawatan secara menyeluruh.
3. Topik dan sasaran kegiatan
Topik : Perawatan klien dengan Idiopatik Trombositopenia Puspura ( ITP )
Ruangan : Kelas Interne RSUD Achmad mochtar, Bukittinggi
Sasaran : Tn. M
Hari / tanggal : Senin, 22 Juni 2013
4. Peran
a. Peran perawat primer dan perawat assosiate
1) Menjelaskan data pasien yang mendukung masalah pasien.
2) Menjelaskan diagnosis keperawatan.
3) Menjelaskan intervensi yang dilakukan.
4) Menjelaskan hasil yang didapat
5) Menjelaskan rasional (alasan ilmiah) tindakan yang diambil
6) Menggali masalah-masalah pasien yang belum terkaji
b. Peran perawat konselor
1) Memberikan justifikasi
2) Memberikan reinforcement
3) Memvalidasi kebenaran dari masalah dan intervensi keperawatan serta rasional
tindakan
4) Mengarahkan dan koreksi
5) Mengintegrasikan konsep dan teori yang telah dipelajari
2
5. Materi
a. Definisi
ITP adalah singkatan dari Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. Idiopathic berarti
tidak diketahui penyebabnya. Thrombocytopenic berarti darah yang tidak cukup
memiliki keping darah (trombosit). Purpura berarti seseorang memiliki luka memar
yang banyak (berlebihan). Istilah ITP ini juga merupakan singkatan dari Immune
Thrombocytopenic Purpura. (Family Doctor, 2006).
Idiophatic (Autoimmune) Trobocytopenic Purpura (ITP/ATP) merupakan kelainan
autoimun dimana autoanti body Ig G dibentuk untuk mengikat trombosit.
ITP (Idiopathic Thrombocytopenic Purpura) juga bisa dikatakan merupakan suatu
kelainan pada sel pembekuan darah yakni trombosit yang jumlahnya menurun sehingga
menimbulkan perdarahan. Perdarahan yang terjadi umumnya pada kulit berupa bintik
merah hingga ruam kebiruan. (Imran, 2008)
Immune thrombocytopenic purpura (ITP) merupakan kelainan autoimun dimana
terbentuk antibody yang menyerang antigen pada permukaan trombosit, menyebabkan
trombosit tersebut dikeluarkan dari peredaran darah oleh sel-sel retikuloendotel,
terutama limpa. (Davey, 2005)
b. Etiologi
Penyebab ITP ini tidak diketahui. Seseorang yang menderita ITP, dalam tubuhnya
membentuk antibodi yang mampu menghancurkan sel-sel darah merahnya. Dalam
kondisi normal, antibodi adalah respons tubuh yang sehat terhadap bakteri atau virus
yang masuk ke dalam tubuh. Tetapi untuk penderita ITP, antibodinya bahkan
menyerang sel-sel darah merah tubuhnya sendiri.
1) Penyebab pasti belum diketahui (idiopatik).
2) Tetapi kemungkinan akibat dari:
a) Hipersplenisme.
b) Infeksi virus.
c) Intoksikasi makanan / obat (asetosal para amino salisilat (PAS).
Fenil butazon, diamokkina, sedormid).
d) Bahan kimia.
e) Pengaruh fisi (radiasi, panas).
f) Kekurangan factor pematangan (malnutrisi).
g) Autoimnue.
3
c. Klasifikasi ITP
Idiopathic thrombocytopenic Purpura mempengaruhi anak-anak dan orang dewasa.
Anak-anak sering mengalami idiopathic thrombocytopenic Purpura setelah infeksi virus
dan biasanya sembuh sepenuhnya tanpa pengobatan. Pada orang dewasa yang menderita
penyakit ITP sering lebih kronis. ITP diperkirakan merupakan salah satu penyebab
kelainan perdarahan didapat yang banyak ditemukan oleh dokter anak, dengan insiden
penyakit simtomatik berkisar 3 sampai 8 per 100000 anak per tahun. Di bagian ilmu
kesehatan Anak RSU Dr. Soetomo terdapat 22 pasien baru pada tahun 2000.
Ada dua tipe ITP berdasarkan kalangan penderita :
1) Tipe pertama umumnya menyerang kalangan anak-anak, anak-anak berusia 2
hingga 4 tahun yang umumnya menderita penyakit ini.
2) Tipe kedua menyerang orang dewasa, sebagian besar dialami oleh wanita
muda, tapi dapat pula terjadi pada siapa saja. ITP bukanlah penyakit keturunan.
(Family Doctor, 2006).
3) Tipe kambuhan. Mula-mula terjadi trombositopenia, relaps berulang, Jumlah
trombosit kembali normal diantara waktu kambuh.
ITP juga dapat dibagi menjadi dua, yakni akut ITP dan kronik ITP. Batasan yang
dipakai adalah waktu jika dibawah 6 bulan disebut akut ITP dan diatas 6 bulan disebut
kronik ITP. Akut ITP sering terjadi pada anak-anak sedangkan kronik ITP sering terjadi
pada dewasa. (Imran, 2008)
Tabel Perbedaan ITP akut dengan ITP kronik
ITP akut ITP kronik
Awal penyakit 2-6 tahun 20-40 tahun
Rasio L:P 1:1 1:2-3
Trombosit <20.000/Ml 30.000-100.000/mL
Lama penyakit 2-6 minggu Beberapa tahun
Perdarahan Berulang Beberapa
hari/minggu
(Bakta, 2006; Mehta, et. al, 2006)
d. Patofisiologi
4
Kerusakan trombosit pada ITP melibatkan autoantibody terhadap gliko protein
yang terdapat pada membran trombosit. Penghancuran terjadi terhadap trombosit yang
diselimuti antibody, hal tersebut dilakukan oleh magkrofag yang terdapat pada limpa
dan organ retikulo endotelial lainnya. Megakariosit pada sumsum tulang bisa normal
atau meningkat pada ITP. Sedangkan kadar trombopoitein dalam plasma, yang
merupakan progenitor proliferasi dan maturasi dari trombosit mengalami penurunan
yang berarti, terutama pada ITP kronis.
Adanya perbedaan secara klinis maupun epidemologis antara ITP akut dan kronis,
menimbulkan dugaan adanya perbedaan mekanisme patofisiologi terjadinya
trombsitopenia diantara keduanya. Pada ITP akut, telah dipercaya bahwa penghancuran
trombosit meningkat karena adanya antibody yang dibentuk saat terjadi respon imun
terhadap infeksi bakteri atau virus atau pada imunisasi, yang bereaksi silang dengan
antigen dari trombosit.
Mediator lainnya yang meningkat selama terjadinya respon imun terhadap produksi
trombosit. Sedangkan pada ITP kronis mungkin telah terjadi gangguan dalam regulasi
sistem imun seperti pada penyakit autoimun lainnya yang berakibat terbentuknya
antibodi spesifik terhadap antibodi.
Saat ini telah didefinisikan (GP) permukaan trombosit pada ITP, diantaranya GP
Ib-lia, GP Ib, dan GP V. Namun bagaimana antibodi antitrombosit meningkat pada ITP,
perbedaan secara pasti patofisiologi ITP akut dan kronis, serta komponen yang terlibat
dalam regulasinya masih belum diketahui.
e. Manifestasi klinis
1) Bintik-bintik merah pada kulit (terutama di daerah kaki), seringnya bergerombol
dan menyerupai rash. Bintik tersebut ,dikenal dengan petechiae, disebabkan
karena adanya pendarahan dibawah kulit .
2) Memar atau daerah kebiruan pada kulit atau membran mukosa (seperti di bawah
mulut) disebabkan pendarahan di bawah kulit. Memar tersebut mungkin terjadi
tanpa alasan yang jelas. Memar tipe ini disebut dengan purpura. Pendarahan
yang lebih sering dapat membentuk massa tiga-dimensi yang disebut hematoma.
3) Hidung mengeluarkan darah atau pendarahan pada gusi. Ada darah pada urin
dan feses. Beberapa macam pendarahan yang sukar dihentikan dapat menjadi
tanda ITP. Termasuk menstruasi yang berkepanjangan pada wanita (menoragia).
5
Pendarahan pada otak jarang terjadi, dan gejala pendarahan pada otak dapat
menunjukkan tingkat keparahan penyakit.
4) Jumlah platelet yang rendah akan menyebabkan nyeri, fatigue (kelelahan), sulit
berkonsentrasi.
f. Komplikasi
1) Reaksi tranfusi
2) Relaps.
3) Perdarahan susunan saraf pusat (kurang dari 1% kasus yang terkena)
4) Efek samping dari kortikosteroid
5) infeksi pneumococcal. Infeksi ini biasanya didapat setelah pasien mendapat
terapi splenektomi. Penderita juga umumnya akan mengalami demam sekitar
38.80C.
g. Pencegahan
1) Idiopatik Trombositopeni Purpura (ITP) tidak dapat dicegah, tetapi dapat
dicegah komplikasinya.
2) Menghindari obat-obatan seperti aspirin atau ibuprofen yang dapat
mempengaruhi platelet dan meningkatkan risiko pendarahan.
3) Lindungi dari luka yang dapat menyebabkan memar atau pendarahan. Lakukan
terapi yang benar untuk infeksi yang mungkin dapat berkembang.
4) Konsultasi ke dokter jika ada beberapa gejala infeksi, seperti demam. Hal ini
penting bagi pasien dewasa dan anak-anak dengan ITP yang sudah tidak
memiliki limfa.
h. Pemeriksaan penunjang
1) Hitung darah lengkap dan jumlah trombosit menunjukkan penurunan
hemoglobin, hematokrit, trombosit (trombosit < 20.000 / mm3).
2) Anemia normositik: bila lama berjenis mikrositik hipokrom.
3) Leukosit biasanya normal: bila terjadi perdarahan hebat dapat terjadi
leukositosis. Ringan pada keadaan lama: limfositosis relative dan leucopenia
ringan.
4) Sum-sum tulang biasanya normal, tetapi megakariosit muda dapat bertambah
dengan maturation arrest pada stadium megakariosit.
6
5) Masa perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, retraksi pembekuan
abnormal, prothrombin consumption memendek, test RL (+).
i. Penatalaksanaan
1) ITP akut
a) Tanpa pengobatan, karena dapat sembuh secara spontan.
b) Pada keadaan yang berat dapat diberikan kortikosteraid (prednison) peroral
dengan atau tanpa transfusi darah.
Bila setelah 2 minggu tanpa pengobata belum terlihat tanda kenaikan jumlah
trombosit, dapat dianjurkan pemberian kortikosteroid karena biasanya
perjalanan penyakit sudah menjurus kepada ITP menahun.
c) Pada trombositopenia yang disebabkan oleh DIC, dapat diberikan heparin
intravena.pada pemberian heparin ini sebaiknya selalu disiapkan antidotumnya
yaitu protamin sulfat.
d) Bila keadaan sangat gawat (perdarahan otak) hendaknya diberikan tranfusi
suspensi trombosit.
2) ITP menahun
a) Kortikosteroid, diberikan selama 6 bulan.
b) Obat imunosupresif (misalnya 6-merkaptopurin, azation, siklofosfamid).
Pemberian obat golongan ini didasarkan atas adanya peranan proses
imunologis pada ITP menahun.
c) Splenekotomi dianjurkan bila tidak diperoleh hasil dengan penambahan obat
iminosupresif selama 2-3 bulan. Kasus ini seperti dianggap telah resisten
terhadap prednison dan obat imunosupresif, sebagai akibat produks antibodi
terhadap trombosit yang berlebihan oleh limpa. Splenektomi seharusnya
dikerjaka dalam waktu 1 tahun sejak permulaan timbulnya penyakit, karena
akan memberikan angka remisi sebesar 60-80%. Spelenektomi yang dilakukan
terlambat hanya memberikan angka remisi sebesar 50%.
3) Splenektomi
Indikasi splenektomi :
a) Resisten setelah pemberian kombinasi kortikosteroid dan obat imunosupresif
selama 2-3 bulan.
b) Remisi spontan tidak terjadi dalam waktu 6 bulan pemberian kortikosteroid
saja dengan gambaran klinis sedang sampai berat.
7
c) Penderita yang menunjukkan respons terhadap kortikosteroid namun
memerlukan dosis yang tinggi untuk mempertahankan keadaan klinis yang
baik tanpa adanya perdarahan.
Kontraindikasi splenektomi
Sebaiknya splenektomi dilakukan setelah anak berumur lebih dari 2 tahun,
karena sebelum 2 tahun fungsi limfa terdapat infeksi belum dapat diambil alih oleh
alat tubuh yang lain ( hati, kelenjar getah bening,tinus). Hal ini hendaknya
diperhatikan, terutama dinegeri yang sedang berkembang karena mortalitas dan
morbiditas akibat infeksi masih tinggi.
j. Pathway
Idiopathic, infeksi virus, hipersplenisme
↓
Antigen (makrofag) menyerang trombosit
↓
Destruksi trombosit dalam sel penyaji antigen (dipicu oleh antibody)
↓
Pembentukan neoantigen
↓
Trombositopeni
↓
Nyeri ← Perdarahan
↓
Anemia Splenomegali
mudah lelah
↓ nafsu makan
↓
Gg keseimbangan nutrisi Intoleransi aktivitas
purpura
Gg. Pemenuhan keb. O2 ← ↓ Hemoglobin ↓
↓ Gg. Integritas kulit
Gg. Perfusi jaringan
8
k. Pengkajian keperawatan
PENGKAJIAN
1. Keluhan utama :
Memar, bintik-bintik pada kulit, keluarnya darah pada hidung dan perdarahan pada
gusi gigi.
2. Riwayat penyakit sekarangang ditandai dengan
Klien mengalami ITP yg ditandai dengan Memar, bintik-bintik pada kulit,
keluarnya darah pada hidung dan perdarahan pada gusi gigi.
3. Riwayat penyakit dahulu
HIV AIDS yang mungkin diturunkan dari orang tua klien.
4. Riwayat penyakit keluarga
Pihak keluarga mengalami HIV AIDS, kelainan hematologi.
5. Riwayat lingkungan
Kondisi lingkungan kurang baik atau kumuh karena penyakit ini bias disebabkan
oleh virus atau bakteri seperti rubella, rubiola dan paksinasi dengan virus aktif.
a. Asimtomatik sampai jumlah trombosit menurun di bawah 20.000.
b. Tanda-tanda perdarahan.
1) Petekie terjadi spontan.
2) Ekimosis terjadi pada daerah trauma minor.
3) Perdarahan dari mukosa gusi, hidung, saluran pernafasan.
4) Menoragie.
5) Hematuria.
6) Perdarahan gastrointestinal.
c. Perdarahan berlebih setelah prosedur bedah.
d. Aktivitas / istirahat.
Gejala : - keletihan, kelemahan, malaise umum.
- toleransi terhadap latihan rendah.
Tanda : - takikardia / takipnea, dispnea pada beraktivitas / istirahat.
- kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
e. Sirkulasi.
Gejala : - riwayat kehilangan darah kronis, misalnya perdarahan GI kronis,
menstruasi berat.
- palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : - TD: peningkatan sistolik dengan diastolic stabil.
9
f. Integritas ego.
Gejala : - keyakinan agama / budaya mempengaruhi pilihan pengobatan:
penolakan transfuse darah.
Tanda : - DEPRESI.
g. Eliminasi.
Gejala : - Hematemesis, feses dengan darah segar, melena, diare, konstipasi.
Tanda : - distensi abdomen.
h. Makanan / cairan.
Gejala : - penurunan masukan diet.
- mual dan muntah.
Tanda : - turgor kulit buruk, tampak kusut, hilang elastisitas.
i. Neurosensori.
Gejala : - sakit kepala, pusing.
- kelemahan, penurunan penglihatan.
Tanda : - epistaksis.
- mental: tak mampu berespons (lambat dan dangkal).
j. Nyeri / kenyamanan.
Gejala : - nyeri abdomen, sakit kepala.
Tanda : - takipnea, dispnea.
k. Pernafasan.
Gejala : - nafas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : - takipnea, dispnea.
l. Keamanan
Gejala : penyembuhan luka buruk sering infeksi, transfuse darah sebelumnya.
Tanda : petekie, ekimosis.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan pemenuhan nutrisi dan cairan kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia yang ditandai dengan kelemahan, berat badan
menurun, intake makanan kurang, kongjungtiva.
b. Nyeri akut berhubungan dengan cedera agen (biologis, psikologi, kimia, fisik)
ditandai dengan gangguan pola tidur, klien meringis kesakitan di daerah nyeri,
skala nyeri (data subyektif).
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan imobilisasi
10
d. Kurang pengetahuan pada keluarga tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan salah interpretasi informasi ditandai dengan keterbatasan
belajar, tidak familiar dengan sumber informasi.
e. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor imunologis
ditandai dengan immobilisasi, kelemahan, hipertermi, perubahan turgor kulit.
f. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler
yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel ditandai dengan
sianosis, oedema, pucat.
g. Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen berhubungan dengan penurunan
kapasitas pembawa oksigen darah ditandai dengan hypoxia, takikardi.
INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Gangguan pemenuhan nutrisi dan cairan kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia.
Tujuan dan
kreteria hasil
Intervensi Rasional
Setelah dilakukan
tindakan 2x24 jam
diharapkan
pemenuhan nutrisi
klien terpenuhi
dengan
Tujuan:
Menghilangkan
mual dan muntah
Criteria hasil:
Menunjukkan berat
badan stabil
1) Berikan makanan dalam
porsi kecil tapi sering.
2) Pantau pemasukan
makanan dan timbang
berat badan setiap hari.
3) Lakukan konsultasi
dengan ahli diet.
4) Libatkan keluarga pasien
dalam perencanaan makan
sesuai dengan indikasi.
1) porsi lebih kecil dapat
meningkatkan masukan yang
sesuai dengan kalori.
2) anoreksia dan kelemahan dapat
mengakibatkan penurunan
berat badan dan malnutrisi
yang serius.
3) sangat bermanfaat dalam
perhitungan dan penyesuaian
diet untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi pasien.
4) meningkatkan rasa
keterlibatannya, memberikan
informasi pada keluarga untuk
memahami kebutuhan nutrisi
pasien.
11
b. Nyeri akut berhubungan dengan cedera agen (biologis, psikologi, kimia, fisik).
Tujuan dan
kreteria hasil
Intervensi Rasional
Setelah dilakukan
tindakan 2x24 jam
diharapkan nyeri
yang dirasakan
klien berkurang
dengan
Tujuan :
-Melaporkan nyeri
yang dialaminya
-Klien mampu
mengontrol rasa
nyeri melalui
aktivitas
-Mengikuti
program
pengobatan
-
Mendemontrasikan
tehnik relaksasi dan
pengalihan rasa
nyeri melalui
aktivitas yang
mungkin.
1) Tentukan riwayat nyeri,
lokasi, durasi dan intensitas
2) Evaluasi therapi:
pembedahan, radiasi,
khemotherapi, biotherapi,
ajarkan klien dan keluarga
tentang cara menghadapinya.
3) Berikan pengalihan seperti
reposisi dan aktivitas
menyenangkan seperti
mendengarkan musik atau
nonton TV
4) Menganjurkan tehnik
penanganan stress (tehnik
relaksasi, visualisasi,
bimbingan), gembira, dan
berikan sentuhan therapeutik.
5) Evaluasi nyeri, berikan
pengobatan bila perlu.
6) Diskusikan penanganan nyeri
dengan dokter dan juga
dengan klien
7) Berikan analgetik sesuai
indikasi seperti morfin,
methadone, narkotik dll
1) Memberikan informasi yang
diperlukan untuk
merencanakan asuhan.
2) Untuk mengetahui terapi yang
dilakukan sesuai atau tidak,
atau malah menyebabkan
komplikasi.
3) Untuk meningkatkan
kenyamanan dengan
mengalihkan perhatian klien
dari rasa nyeri.
4) Meningkatkan kontrol diri atas
efek samping dengan
menurunkan stress dan
ansietas.
5) Untuk mengetahui efektifitas
penanganan nyeri, tingkat
nyeri dan sampai sejauhmana
klien mampu menahannya
serta untuk mengetahui
kebutuhan klien akan obat-
obatan anti nyeri.
6) Agar terapi yang diberikan
tepat sasaran.
7) Untuk mengatasi nyeri.
12
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
Tujuan dan
kreteria hasil
Intervensi Rasional
Setelah dilakukan
tindakan 2x24 jam
diharapkan klien
dapat melakukan
aktivitas sendiri
tanpa bantuan dari
orang lain dengan
Tujuan:
Meningkatkan
partisipasi dalam
aktivitas.
Criteria hasil:
Menunjukkan
peningkatan
toleransi aktivitas.
1) Kaji kemampuan pasien
untuk melakukan aktivitas
normal, catat laporan
kelemahan, keletihan.
2) Awasi TD, nadi, pernafasan.
3) Berikan lingkungan tenang.
4) Ubah posisi pasien dengan
perlahan dan pantau terhadap
pusing.
1) mempengaruhi pilihan
intervensi.
2) manifestasi kardiopulmonal
dari upaya jantung dan paru
untuk membawa jumlah
oksigen ke jaringan.
3) meningkatkan istirahat
untuk menurunkan
kebutuhan oksigen tubuh.
4) hipotensi postural / hipoksin
serebral menyebabkan
pusing, berdenyut dan
peningkatan resiko cedera.
d. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor imunologis
Tujuan dan kreteria
hasil
Intervensi Rasional
Setelah dilakukan
tindakan 2x24 jam
diharapkan kerusakan
bisa berkurang dengan
Tujuan :
-Klien dapat
mengidentifikasi
intervensi yang
berhubungan dengan
kondisi spesifik
-Berpartisipasi dalam pencegahan
komplikasi dan
a. Kaji integritas kulit untuk
melihat adanya efek
samping therapi kanker,
amati penyembuhan luka.
b. Anjurkan klien untuk
tidak menggaruk bagian
yang gatal.
c. Ubah posisi klien secara
teratur.
a. Memberikan informasi
untuk perencanaan
asuhan dan
mengembangkan
identifikasi awal terhadap
perubahan integritas
kulit.
b. Menghindari perlukaan
yang dapat menimbulkan
infeksi.
c. Menghindari penekanan
yang terus menerus pada
13
percepatan penyembuhan
d. Berikan advise pada klien
untuk menghindari
pemakaian cream kulit,
minyak, bedak tanpa
rekomendasi dokter.
suatu daerah tertentu.
d. Mencegah trauma
berlanjut pada kulit dan
produk yang kontra
indikatif
e. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler
yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel.
Tujuan dan kreteria
hasil
Intervensi Rasional
Setelah dilakukan
tindakan 2x24 jam
diharapkan kembali
kebentuk normal dengan
Tujuan:
-Tekanan darah normal.
-Pangisian kapiler baik.
Kriteria hasil:
Menunjukkan perbaikan
perfusi yang dibuktikan
dengan TTV stabil.
1) Awasi TTV, kaji pengisian
kapiler.
2) Tinggikan kepala tempat
tidur sesuai toleransi.
3) Kaji untuk respon verbal
melambat, mudah
terangasang.
4) Awasi upaya parnafasan,
auskultasi bunyi nafas.
1) memberikan informasi
tentang derajat/
keadekuatan perfusi
jaringan dan membantu
menentukan kebutuhan
intervensi.
2) meningkatkan ekspansi
paru dan memaksimalkan
oksigenasi untuk
kebutuhan seluler.
3) dapat mengindikasikan
gangguan fungsi serebral
karena hipoksia.
4) dispne karena regangan
jantung lama /
peningkatan kompensasi
curah jantung.
14
f. Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen berhubungan dengan penurunan
kapasitas pembawa oksigen darah.
Tujuan dan kreteria
hasil
Intervensi Rasional
Setelah dilakukan
tindakan 2x24 jam
diharapkan
Tujuan:
Mengurangi distress
pernafasan.
Criteria hasil:
Mempertahankan pola
pernafasan normal /
efektif
1) Kaji / awasi frekuensi
pernafasan, kedalaman dan
irama.
2) Tempatkan pasien pada
posisi yang nyaman.
3) Beri posisi dan Bantu ubah
posisi secara periodic.
4) Bantu dengan teknik nafas
dalam.
1) perubahan (seperti
takipnea, dispnea,
penggunaan otot
aksesoris) dapat
menindikasikan
berlanjutnya keterlibatan /
pengaruh pernafasan yang
membutuhkan upaya
intervensi.
2) memaksimalkan ekspansi
paru, menurunkan kerja
pernafasan dan
menurunkan resiko
aspirasi.
3) meningkatkan areasi
semua segmen paru dan
mobilisasikan sekresi.
4) membantu meningkatkan
difusi gas dan ekspansi
jalan nafas kecil.
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Pelaksanaan sesuai dengan ITP dengan intervensi yang sudah ditetapkan
(sesuai dengan literature).
EVALUASI
Hal hal yang perlu dievaluasi dalam pemberian asuhan keperawatan berfokus
pada criteria hasil dari tiap-tiap masalah keperawatan dengan pedoman pembuatan
SOAP, pada masalah yang tidak terselesaikan atau teratasi sebagian.
15
PP
validasi data
Penetapan Pasien
Persiapan Pasien : Inform ConcerntHasil Pengkajian/ Validasi data
Kesimpulan dan rekomendasi solusi
masalah
PenyajianMasalah
Lanjutan-diskusi di Nurse Station
Diskusi PP-PP, Konselor,KARU
TAHAP RONDE PADA BED KLIEN
TAHAP PRA RONDE
TAHAP PASCA RONDE
TAHAP PELAKSANAAN DI NURSE STATIONApa yang menjadi masalah?Cross cek data yang adaBagaimana intervensi yang sudah dilakukan?Apa hambatan yang ditemukan?
6. Alur ronde keperawatan
7. Proses ronde keperawatan
16
NoWakt
uTahapan Kegiatan Pelaksana Kegiatan klien Tempat
1 Pra
ronde
1. Menentukan
kasus & topic
2. Menentukan Tim
ronde
3. Informed
Consent
4. Membuat Pra
planning
5. Diskusi
6. Mencari Sumber
Literatur
Tim 1. –
2. –
3. Memberikan
persetujuan
ronde
keperawatan
4. –
5. –
6. –
Nurse
station
2 5
menit
Ronde Pembukaan :
1. Salam pembukaan
2. Memperkenalkan
klien dan tim
ronde dan
menjelaskan
tujuan kegiatan
ronde serta
mempersilahkan
PP1
menyampaikan
kasusnya
Kepala
ruangan 1. Menjawab
salam
2. Mendengarkan
dan
memperhatikan
Nurse
station
20
menit
Penyajian :
1. Menyampaikan
dasar
pertimbangan
dilakukan ronde.
2. Menjelaskan
riwayat penyakit
3. Menjelaskan
Perawat
primer
dan
perawat
associate
1. –
2. Memperhatikan
perawat
3. Memperhatikan
Bed
klien
17
masalah klien
yang belum
terselesaikan dan
tindakan yang
telah dilaksanakan
4. Menyampaikan
evaluasi
5. Klarifikasi data
yang telah
disampaikan
Validasi data :
1. Memvalidasi data
yang telah
disampaikan.
2. Menjawab
pertanyaan dari
keluarga pasien.
perawat
4. Memperhatikan
perawat
5. Memperhatikan
perawat
1. Memperhatikan
perawat
2. Bertanya
5
menit
Penutup :
1. Menyimpulkan
hasil diskusi
pasien
2. Memberikan
leaflet
3. Memberi salam
penutup
Kepala
ruangan.
Perawat
primer,
perawat
konselor
1. Mendengarkan
dan
memperhatikan
2. Menerima leaflet
3. Menjawab salam
Nurse
station
3 Pasca
ronde
1. Karu membuka
dan memimpin
diskusi.
2. Diskusi antar
anggota tim dan
klien tentang
masalah
keperawatan
Kepala
ruangan,
pembimb
ing dan
supervisi
- Nurse
station
18
tersebut
3. Menyimpulkan
hasil diskusi dan
merekomendasik
an solusi yang
dilakukan dalam
mengatasi
masalah.
4. Reward dan
Salam penutup.
8. Media dan alat
a. Materi yang disampaikan secara lisan
b. Status pasien
c. Leaflet
9. Kriteria evaluasi
a. Struktur
1) Persyaratan administratif (informed consent, alat, dll)
2) Tim ronde keperawatan hadir di tempat pelaksanaan ronde keperawatan
3) Persiapan dilakukan sebelumnya
b. Proses
1) Peserta mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir
2) Seluruh peserta berperan aktif dalam kegiatan ronde sesuai peran yang telah
ditentukan
c. Hasil
1) Pasien merasa puas dengan hasil pelayanan
2) Masalah pasien dapat teratasi
3) Perawat dapat :
a) Menumbuhkan cara berfikir yang kritis
b) Meningkatkan cara berfikir yang sistematis
c) Meningkatkan kemampuan validitas data pasien
d) Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosis keperawatan
e) Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang
berorientasi pada masalah klien.
10. Pengorganisasian
19
a. Kepala ruangan : Roza febrina, S.Kep,
b. Perawat primer : Chairatun hisan, S.Kep
c. Perawat associate : Marsista, S.Kep,
Yunita gusti, S.Kep
d. Perawat konselor : Hj. Adriani, S.Kp, M.Kes
Ns. Gusbet, S.Kep
Bukittinggi, 22 Juni 2013
Kepala ruangan Perawat primer
Kelas Interne
( Ns. Susanti, S.Kep ) ( Chairatun Hisan, S.Kep )
Mengetahui,
Pembimbing/konselor
CI Akademik CI Klinik
( Hj. Adriani, S.Kp, M.Kes ) ( Ns. Gusbet, S.Kep )
Lampiran 1
20
INFORMED CONSENT
SURAT PERSETUJUAN DILAKUKAN
RONDE KEPERAWATAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :
Umur :
Alamat :
Adalah suami/istri/orang tua/ anak/ klien :
Nama :
Umur :
Alamat :
No. MR :
Dengan ini menyatakan setuju untuk dilakukan ronde keperawatan
Dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Pasien/keluarga mengisi surat persetujuan untuk kerja sama dalam ronde keperawatan
2. Pasien dan keluarga telah mendapatkan penjelasan tentang maksud dan tujuan
dilakukan ronde keperawatan
3. Pasien dan keluarga menerima untuk dilakukan ronde keperawatan
4. Pasien dan keluarga memberikan persetujuan untuk dilakukan ronde keperawatan
Ketentuan ronde keperawatan tersebut diatas telah dijelaskan oleh perawat dan saya
telah mengerti dengan sepenuhnya.
Demikianlah persetujuan ini saya buat dengan sebenar-benarnya untuk dipergunakan
sebagaimana mestinya.
Bukittinggi, 20 Juli 2013
Perawat yang menerangkan Penanggung jawab
( Marsista, S.Kep ) ( )
21