Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
2
HAK BEREKSPRESI DAN BERPENDAPAT (HISTORIS,FILOSOFIS, SOSIO-
LEGAL)
1. Pendahuluan
Secara teoritis dan kontekstual pemahaman terhadap Hak Asasi Manusia atau
biasa disebut HAM merupakan suatu Hak Kodrati yang fundamental melekat
dalam diri manusia.1 Memahami HAM sebagai hak dasar manusia maka secara
mutatis mutandis penghayatan atas perlindungan HAM merupakan keniscayaan
yang tidak dapat dirampas, dikurangi oleh siapapun. Proses pemenuhan (to fullfil),
penghormatan (to respect) dan pemulihan (remedy) HAM merupakan tugas utama
yang wajib dipenuhi Negara.2 Menurut Albert V Dicey salah satu ciri negara
hukum, baik rechstaats ataupun rule of law ialah menjunjung tinggi HAM.3
Dalam Konteks HAM sejatinya terbagi dalam dua dimensi, pertama terkait
dengan hak hukum yang diberikan negara melalui penjaminan hak dalam tata
peraturan perundang-undangan baik secara lingkup nasional maupun internasional.
Kedua yakni terkait hak dasar manusia yang tidak dapat dicabut dan dipisahkan
terhadap diri setiap manusia atau Non derogeble right karena merupakan nilai
fundamental seseorang sebagai manusia. Hak-hak dasar meliputi hak yang
berkaitan dengan moral, nilai kemanusian dan bertujuan untuk melindungi diri
setiap insan atas martabat yang melekat pada setiap manusia.4
1 Jack Donnely, Universal Human Rights in Theory and Practice, Cornell University Press,
Ithaca and London, 2003, hlm. 7-21. Juga Maurice Cranston, What are Human Rights? Taplinger, New York, 1973, hlm. 70
2 Menurut Soewandi Ham adalah hak-hak subjektif tiap individu manakala telah terjadi kesepakatan perjanjian untuk membentuk pemerintahan (pactum unionis), sehingga hak-hak demikian bersifat fundamen dan tidak dapat diubah oleh kekuasaan negara yang bahkan berhak mengubah konstitusi. Lihat dalam Soewandi. Hak-hak Dasar Dalam Konstitusi-konstitusi Demokrasi Modern. PT Pembangunan. Jakarta, 1957, hal. 24
3 A. V. Dicey. 1897. Introduction to the study of the law of the Constitution. London: Macmillan, hlm.19
4 Rhona K.M Smith dkk, 2008, Hukum Hak Asasi Manusia, Pusham UII, Yogyakarta, hlm. 41 s/d 51. Amira Rahma Sabela, Dina Wahyu Pritaningtias,. (2017) “Kajian Freedom of Speech and Expression dalam Perlindungan Hukum terhadap Demonstran di Indonesia”, Lex Scientia Law Review. Volume 1 No. 1, November, hlm. 81-92
3
Hak untuk hidup, menentukan nasib sendiri, hak untuk mengeluarkan
berpendapat dan berekspresi, hak untuk tidak disiksa dan diskriminasi serta hak
untuk bebas merdeka merupakan kepingan hak dasar setiap insan yang
keberlakuannya diberikan secara langsung oleh Tuhan YME sebagai Hak Asasi
Manusia. Dalam hal ini berbicara terkait kebebasan berekspresi dan mengeluarkan
pendapat termasuk pada kategori hak tanpa reduksi makna yang tidak dapat
dicabut, dikurangi oleh siapapun bahkan oleh Negara sekalipun.5
Kebebasan berekspresi secara konstitusional diatur dalam narasi pasal 28 E
ayat 4 UUD NRI 1945 yang berburnyi “hak atas kebebasan berserikat, berkumpul
dan mengeluarkan pendapat” serta dalam pasal 28F UUD NRI 1945 “setiap
orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, menyampaikan informasi dengan
segala jenis saluran yang tersedia.6 Selain itu dalam konstelasi internasional turut
membahas terkait pengaturan kebebasan berekspresi yakni International
Convenant on Civil and Political Rights atau (ICCPR) dalam article 19 ayat 2
menyatakan bahwa “setiap orang berhak atas kebebasan untuk menyatakan
pendapat; hak ini termasuk kebebasan mencari, menerima dan memberikan
informasi dan pemikiran apapun...”7
Esensi keberlakuan adanya hak kebebasan berekspresi dan mengeluarkan
pendapat merupakan koherensi linear terhadap paham Negara modern yang
menganut sistem demokrasi.8 Tidak ada demokrasi tanpa kebebasan berpendapat,
demokrasi merupakan pelindung hak mengeluarkan pendapat, dan hak
5 John Locke berpendapat Hak asasi Manusia seperti kebebasan berekspresi sebagai manusia
maerupakan kodrat setiap insan sebagai manusia dan diberikan sejak dilahirkan. Majda El Muhtaj, 2007, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia, Kencanai, Jakarta, hlm.29.
6 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 7 Pasal 19 Ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 Tentang
Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak Sipil Dan Politik).
8 “klassiek liberale en democratische rechstaat” atau negara hukum yang demokratis sangat memerluka konsep kebebasan berpendapat setiap warga negara. Ni’matul Huda, 2005, Negara Hukum, Demokrasi dan Judicial Review. Yogyakarta; UII Press.hlm.14.
4
mengeluarkan pendapat merupakan ciri suatu negara yang menganut paham
demokratis. Jika meminjam istilah Jhon Stuart Mill pada abad 17 yang berbicara
kebebasan berekspresi yakni “Semakin luas kebebasan berekspresi dibuka dalam
sebuah masyarakat atau peradaban maka masyarakat atau peradaban tersebut
semakin maju dan berkembang”.9 Terdapat hubungan langsung antara kebebasan
berekspresi dengan kebebasan untuk berfikir dan langkah penting dalam
penyaluran ide dan gagasan oleh setiap individu. Kesempatan setiap individu
untuk mengemukakan ide maupun gagasan mereka secara terbuka marupakan
bentuk aktualisasi diri konkrit yang akan menempatkan mereka sebagai anggota
masyarakat secara penuh dan bebas berekspresi adalah ciri masyarakat
demokratis.10
Maka atas postulat tersebut merupakan konsekuensi logis bagi setiap negara
melindungi dan mengukuhkan hak kebebasan berekspresi tiap individu karena
merupakan tesis modern dari paradigma negara hukum yang demokratis
(democratische rechstaate).
2. Esensi Hak Kebebasan Berekspresi dan Berpendapat
Hak kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat secara universal
diakui sebagai hak asasi manusia yang fundamental dan mendasar, bukan hanya
landasan demokrasi, tetapi juga sangat diperlukan oleh masyarakat sipil yang
berkembang.11
Alhasil, kebebasan berekspresi dianggap sebagai “hak asasi
manusia yang paling penting bagi kepentingan masyarakat. Proteksi hak
kebebasan berekspresi dan berpendapat dilindungi oleh beragam international
treaties, seperti dalam perjanjian ICCPR atas lanjutan dari konvensi universal
declaration of human right (UDHR) oleh Persatuan Bangsa-Bangsa dan telah
9 John R. Fitzpatrick, John Stuart Mill's Political Philosophy, (London: Continuum, 1988), hlm.
108. 10 UNESCO, Glosarium Toolkit, Kebebasan Berekspresi bagi Aktivis Informasi tentang
kebebasan berekspresi, hal.77 11 ‘’In its very first session, the UN General Assembly declared that the Freedom of
Information [which inheres in the Freedom of Expression] is a fundamental human right and…the touchstone of all the freedoms to which the United Nations is consecrated.” Lihat dalam Resolusi Majelis Umum Persatuan Bangsa Bangsa 59(1), 14 December 1946.
5
diratifikasi oleh setidaknya 165 Negara. Substansi yang dikembangkan dalam
UDHR yakni :
“Everyone shall have the right to freedom of expression; this right shall
include the freedom to seek, receive and impart information and ideas of all
kinds, regardless of frontiers, either orally, in writing or in print, in the form
of art, or through any other media of his choice”12
Berdasarkan treaties international law, UDHR dianggap merupakan skema
hukum yang final sebagai bagian atas kebiasaan internasional untuk melindungi
Hak Asasi Manusia.13
Kebebasan berekspresi berlaku untuk semua orang, dan
berarti bahwa orang pada umumnya bebas untuk berbicara tentang atau menulis
tentang atau mengekspresikan ide dan pendapat mereka tanpa sensor atau
gangguan dari negara.14
Dalam pandangan yang sama Majelis Umum PBB
melalui resolusi Nomor 59 (1) menyatakan bahwa “hak atas informasi
merupakan hak asasi manusia fundamental dan ... standar dari semua kebebasan
yang dianggap suci oleh PBB”. Dalam narasi UDHR dan resolusi Majelis
Umum tersebut menyiratkan bahwa kebebasan berekspresi merupakan hak yang
sudah ada sejak manusia dilahirkan bukan hak yang berasal dari negara terhadap
warga negara. Sehingga kebebasan berekspresi harus senantiasa dikedepankan
karena tanpa hak ini maka tidak akan ada hak-hak lainya.
Sejalan dengan hal tersebut menurut Juergen Hebermas dalam karyanya
public sphere menilai, kebebasan berbicara merupakan sarana kebebasan
ekspresif yang merupakan bentuk dari penciptaan ruang publik yang sehat karena
didalamnya warga negara dapat membangun dan menyuarakan opini secara
12 Pasal 19 Universal Declaration of Human Rights 13 “There is legally binding to ratified the Universal Declaration of Human Rights, lihat dalam
OHCHR, Human right A Basic Handbook for United Nations Staff, United Nation Publisher, Geneva, hlm.11.
14 Equality and Human Right Commision, 2015, Guidence legal framework freedom of expression, EHRC Published, hlm.5.
6
bersama dalam ruang publik.15
“the sphere... made up of private people gathered
together as a public and articulating the needs of society with the state...” John
Locke turut berpendapat bahwa kebebasan berekspresi merupakan sarana untuk
terciptanya nilai-nilai kebenaran. Artinya setiap insan yang memiliki informasi
tentang kebenaran dapat menyaimpaikan secara bebas dan terlepas dari intervensi
pihak manapun.16
Atau menurut john stuart mill kebebasan berekspresi adalah
cara terbaik untuk memproteksi warga masyarakat sebagai weakness power
terhadap penguasa yang super power.17
Esensi kebebasan berpendapat diklasifikasikan menurut Bonaventura Rutinwa
kedalam dua elemen besar yakni
“freedom of expression consist two element the first is the freedom to seek,
receive and impart information and ideas of all kinds, regardless of frontiers
and the second is the right to choose the means to do so. Thus the freedom of
expression protects not only the substance of ideas and information, but also
their form, their carriers and the means of transmission and reception”
Selain itu Esensi perlindungan kebebasan berekspresi paling tidak bersandar
pada dua landasan filosofis besar yakni konsep negara hukum dan demokrasi.
Pertama dalam bingkai negara hukum, negara hukum merupakan konsep
penyempurna dari welfare state yang mengedepankan kesejahteraan masyarakat.
Namun disamping menciptakan kesejahteraan nasional, negara hukum menjamin
keadilan kepada warga negaranya dalam bentuk pengaturan melalui hukum.18
Hukum dianggap dasar terciptanya keadilan dan keadilan merupakan dasar
terciptanya kebahagiaan masayarakat.
15 Jurgen Habermas, The Structural Transformation of the public sphere: an inquiry into a
categoryof bourgeois society, Cambrigdge, MIT Press, hlm.7. 16 Larry Alexander, Is There A Right to Freedom of Expression, (New York: Cambridge
University Press, 2005), hlm. 128. 17 John R. Fitzpatrick, John Stuart Mill's Political Philosophy, (London: Continuum, 1988) hlm.
108. 18 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1988, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia,
PSHTN FH UI dan Sinar Bakti, hal. 153
7
Prinsip dasar suatu negara dikatakan negara hukum menurut Friedrich Julius
Stahl yakni adanya prinsip trias politica, negara berdasarkan peraturan (legalitas),
adanya lembaga peradilan administrasi serta adanya hak-hak asasi manusia.19
Menurut Paul Scholten, rechtstaat terbagi dalam dua dimensi yang pertama: “er
is recht tengover den staat” yaitu adanya hak warga negara terhadap negara,
bukan sebatas negara mengatur secara bebas. Kedua: es is scheiding van machten
artinya dalam negara hukum ada pemisahan kekuasaan.20
Menurut Jimly
Ashiddiqie prinsip negara hukum baru akan terlaksana apabila memenuhi 12
prinsip minimal yakni supremasi hukum, equality before the law, asas legalitas,
pembatasan kekuasaan, organ eksekutif yang independent, peradilan yang
independent, peradilan tata usaha negara, peradilan tata negara serta
perlindungan Hak Asasi Manusia.21
Berdasarkan standar minimal negara hukum diatas maka sesuatu hal yang
dapat disimpulkan yakni konsep negara hukum sangat mengakomodir
perlindungan Hak Asasi Manusia warga negara. Artinya kebebasan berpendapat
dan berekspresi merupakan hal minimal yang wajib dipenuhi bagi tiap-tiap
negara yang menganut negara hukum karena kebebasan berpendapat merupakan
hak asasi manusia yang tidak dapat dikesampingkan.
Kedua terkait Demokrasi sebagai landasan filosofis negara wajib melindungi
kebebasan berekspresi setiap warga negara. Dalam negara demokrasi kebebasan
berpendapat merupakan pilar tegaknya sistem demokrasi. Sebagai prasyarat
mutlak, kebebasan berpendapat dimaksudkan agar rakyat dapat memegang
peranan dalam sistem demokrasi secara cerdas dan bertanggung jawab. Menurut
19 Miriam Budiardjo. 1998, Dasar-dasar Ilmu Politik. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal.
57-58. 20 O. Notohamidjojo, 1970, Makna Negara Hukum Bagi Pembaharuan Negara dan Wibawa
Hukum Bagi Pembaharuan Masyarakat di Indonesia, Badan Penerbit Kristen, Jakarta, hlm.25. 21 B. Arief Sidharta, “Kajian Kefilsafatan tentang Negara Hukum”, dalam Jentera (Jurnal
Hukum), “Rule of Law”, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Jakarta, edisi 3 Tahun II, November 2004, hal.124-125 lihat lebih lanjut dalam Jimly Asshidiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indoneisa, hlm.127-134.
8
Jimly Assidiqie jika tidak ada kebebasan, apapun alasan pengkebirianya maka
tak akan ada demokrasi.22
Demokrasi secara historical contex lahir di Yunani kuno pada abad 6 sampai
abad ke4 M yang dirpraktekan secara langsung. Kemudian dalam piagam magna
charta sebagai perjanjian antara raja John dan kaum bangsawan di Inggris yang
menjadikan milestone penerapan demokrasi empirik.23
Alam demokrasi sejatinya
merupakan antitesa dari penerapan pemerintahan masa lampau yang dipimpin
dengan otoriter dan absolut oleh raja.24
Dalam pemerintahan monarki, raja
memegang puncak kekuasaan tertinggi yang membawahi seluruh instrumen tata
negara dan tata pemerintahan. Besarnya kekuasaan tersebut menimbulkan
problematika di masyarakat karena kekuasaan raja cenderung menimbulkan
pemerintahan yang oligarki.25
Sehingga berdasarkan kondisi tersebut
konseptualisasi demokrasi dianggap sebagai tesis penyempurna dari monarki
karena demokrasi merupakan bentuk pemerintahan dari rakyat (government from
people), pemerintahan oleh rakyat (government for people) dan pemerintahan
untuk rakyat (government from people).26
Aspek kedaulatan rakyat merupakan syarat fundamentil demokrasi karena
rakyat lah yang dijadikan sumber kekuasaan tertinggi menurut teori kedaulatan
22 Jimly Assidiqie, 2006, Konstitusi dan Konstitusionalisme di Indonesia, Konstitusi Press,
Jakarta, hlm. 127-134 23 Lihat dalam Magna Charta 24 Absolutisme raja L’etat c’est moi (Negara adalah saya) merupakan implikasi dari gagasan
absolutisme raja di daratan eropa lihat dalam FX Adji Samekto, 2014, Mengungkap Relasi Kapitalisme, Demokrasi Dan Globalisasi (Kajian Dalam Perspektif Studi Hukum Kritis), Jurnal Dinamika Hukum Vol 14 No.2 Hlm. 304.
25 Pola Pemerintahan Oligarki atau pola pemerintah yang dikuasasi oleh sejumlah kaum Borjuis yang merupakan bentuk counter atas perlakuan Raja yang tirani dan Berdasarkan bentuk Timokrasi (negara yang dipimpin oleh tentara yang berkuasa) dan pola pemerintahan oligarki disempurnakan kembali menjadi pola pemerintahan Demokrasi atau pola pemerintahan atas rakyat sipil. Franz Magnis Suseno, 1991, Etika Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, Hlm.289-290, lihat juga Theo Hujibers, 1981, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah , Yogyakarta: Kanisius, hlm. 110-115.
26 Abraham Lincoln Specch “shall have a new birth of freedom — and that government of the people, by the people, for the people, shall not perish from the earth.” The Getysburg address, 2001, Columbia Encyclopedia 6th Edition, Columbia University Press.
9
rakyat.27
Sehingga sangatlah logis manakala pendapat yang disampaikan oleh
jimly assidiqie bahwa negara demokrasi memiliki pilar utama yakni kebebasan
berekspresi masyarakat. Demokrasi merupakan sarana masyarakat untuk
memegang kendali dan untuk mencapai hal tersebut maka dibutuhkan kebebasan
berekspresi.28
Liberalisasi masyarakat dalam demokrasi harus dibuka selebar-
lebarnya karena kebebasan berpendapat merupakan organ vital dari demokrasi
karena dengan adanya kebebasan berpendapat maka pemerintahan dapat
dikontrol oleh masyarakat dengan bersuara dan berpendapat. Bahkan apabila
dicermati, demokrasi juga terlahir dari suara dan pendapat rakyat, tuntutan rakyat
akan keadilan yang diderogasi oleh absolutisme raja. Sehingga dapat ditarik
benang merah bahwa sistem negara demokrasi dan kebebasan berpendapat
merupakan entitas yang tidak terpisahkan, tidak akan pernah tercipta demokrasi
tanpa ada perlindungan akan hak kebebasan berpendapat.
3. Sejarah Hak Kebebasan Berpendapat
Kebebasan berekspresi dan berpendapat memiliki sejarah panjang yang
mendahului bahkan dari perjanjian Hak Asasi manusia Internasional.29
Dalam
catatan, the freedom of speech sejatinya sudah muncul pada abad ke 6 atau awal
ke 5 SM atau pada masa Socrates dan Plato dalam negara polis Athena atau
Yunani Kuno.30
Namun kebebasan yang ada saat itu sebenarnya masih amat
terbatas, karena hanya filsuf, penulis dan segelintir masyarakat athena yang bebas
27 Teori keadulatan rakyat berakar dari teori dan aliran filsafat hukum alam (Nature law)
yang menekankan bahwa titik pusat keadaulatan tuhan diturunkan secara langsung dalam keadaulatan Raja sehingga memunculnya gejolak yang menciptakan Demokrasi dan merubah keadulatan raja menjadi kedaulatan Rakyat. Lihat dalam William S Carpenter, 1960, Introduction to: John Locke, Two Treatis of Civil Government, London, J.M and Sons LTD, hlm. viv-xv.
28 Henry B Mayo, 1960, An Introduction to Democratic Theory. (New york; Oxford University Press,hlm.70
29 David Smith, 2006. “Timeline a History of Free Specch, The Guardian. London. https://www.theguardian.com/media/2006/feb/05/religion.news diakses pada senin 21 April pukul 1.30 WIB .
30 Socrates said 'If you offered to let me off this time on condition I am not any longer to speak my mind... I should say to you, "Men of Athens, I shall obey the Gods rather than you." Kurt Raaflaub, Ober Josiah, Robert Wallace, (2007). Origins of democracy in ancient Greece. University of California, Universiity of California Press, hlm. 65.
10
mengkritik pemerintah. Istilah yang digunakan adalah “parrhesia” atau
“kebebasan berbicara” yang kemudian digunakan secara luas dan
dikonseptualisasikan sebagai hak kebebasan berbicara. Kemudian kebebasan hak
masyarakat untuk mendapatkan hak berbicara muncul pasca Perjanjian Raja John
dan kaum borjuis Inggris untuk membentuk magna charta. Dalam piagam tersebut
Raja john sepakat untuk memberlakukan regulasi yang adil tentang pajak dan
mengakui adanya kesamaan hak dimata hukum.
Selanjutnya materi atas Hak dimasukan dalam first amandment U.K
Constitution atau dokumen yang awalnya dikenal sebagai Bill of Rights Inggris
tahun 1689. Isi dari 1st Amandment atau Bill of Rights berisi terkait pemisahan
kekuaasaan, Pembatasan kekuasaan raja dan ratu, membentuk demokrasi melalui
pemilu, mendukung adanya hak kebebasan berbicara dan debat.31
Bill of Rights
1689 sebagian besar merupakan pernyataan tentang hak positif tertentu yang
penulis anggap sebagai warga negara dan / atau penduduk masyarakat bebas dan
demokratis. Sebagai salah satu regulasi yang fundamental, the UK Bill of Rights
kemudian diadopsi di Amerika yakni dalam first amandment of U.S Consitution
atau U.S Bill of Rights.32
Perlindungan konstitusional diberikan seperti kebebasan
untuk individu dalam berbicara, berkumpul dan beribadah. Secara umum,
Amandemen Pertama menjamin hak untuk mengekspresikan ide dan informasi.
Pada tingkat dasar, itu berarti bahwa orang dapat mengungkapkan pendapat
bahkan yang tidak populer atau tidak sopan tanpa takut akan sensor pemerintah.
Pemerintah Amerika memahami betul akan kebebasan dari setiap orang warga
Negara Amerika terbiasa untuk melalukan kritis secara pedas manakala mereka
31 That the Freedome of Speech and Debates or Proceedings in Parlyament ought not to be
impeached or questioned in any Court or Place out of Parlyament. Lihat dalam English Bill of Rights. 32 First amendment of US Constitutio Cornell University Law School Legal Information
Institute, lihat dalam https://www.law.cornell.edu/constitution/first_amendment diakses pada Senin 21 April 2019 pada 2.01 WIB.
11
berbeda pandangan dengan pemerintah karena itu adalah bentuk pendewasaan
akan demokrasi.33
Sejalan dengan hal tersebut pemerintahan perancis melalui Universal
Declaration of The Rights of The Man And The Citizen atau perjanjian atas
kemerdekaan (revolusi prancis). Deklarasi yang diinisiai oleh Thomas Jefferson
pada agustus 1789 dalam preambule pembukaannya menggambarkan
karakteristik mendasar dari hak-hak dengan kualifikasi “nature, uneliable,
sacred”. Dalam paragraf kedua hak alami dan tidak dapat diderogasi
didefinisikan sebagai “liberty, property, security, and resistance to oppresion”.34
Ia menyerukan penghancuran hak istimewa aristokrat dengan memproklamirkan
berhentinya feodalisme dan penghapusan atas pajak, kebebasan dan persamaan
hak untuk semua "Pria", dan akses ke jabatan publik berdasarkan bakat. Monarki
dibatasi, dan semua warga negara memiliki hak untuk mengambil bagian dalam
proses legislatif. Kebebasan berbicara dan pers diumumkan, dan penangkapan
sewenang-wenang dilarang.35
Kebebasan berbicara merupakan sendi yang wajib dipenuhi negara dibelahan
dunia manapun, setiap proklamasi kemerdekaan dan konstitusi negara di eropa
dan Amerika menekankan atas pentingnya kebebasan berbicara. Berdasarkan
kondisi tersebut masyarakat dunia secara resmi membentuk deklarasi universal
tentang hak asasi manusia yang digagas oleh Persatuan Bangsa-Bangsa.
Penjaminan atas hak kebebasan berbicara telah resmi diakui universal declaration
of human right selanjutnya dibentuk konvensi internasional tentang hak-hak sipil
dan politik atau international convention on civil and political right mengatur
tentang setiap orang berhak untuk berpendapat tanpa campur tangan pihak lain,
setiap orang berhak atas kebebasan berekspresi yang termasuk kebebasan dalam
33 Rizki Ariestandi Irmansyah, Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Demokrasi, Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2013, hal.55 34 Arthur W. Diamond Law, 2008, “Declaration of the right of Man and the Ciitizen, library at
Columbia Law School, Hrcr.org. www.hrcr.org. diakses pada senin 21 April Pukul 2.00 WIB 35 Jackson J. Spielvogel, 2008, Western Civilization: 1300 to 1815, Wadsworth Publishing.
hlm.580.
12
mencari, menerima dan memberikan informasi dan ide/gagasan, terlepas dari
pembatasan-pembatasan.
4. Implementasi dan Pembatasan Hak Kebebasan Berekspresi menurut
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998
Kebebasan berekspresi secara yuridis konstitusional NKRI diatur dalam pasal
28 E ayat 4 UUD NRI 1945 yang berburnyi “hak atas kebebasan berserikat,
berkumpul dan mengeluarkan pendapat”. Narasi pasal a quo merupakan
tanda bahwa Indonesia adalah negara yang mengakui dan menghormati atas
kebebasan berbicara warga negara nya tanpa batasan apapun. Pasal 28 E ayat
4 tersebut juga mengilhami pembentukan Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia, dimana dalam pasal 24 Undang-Undang a
quo menyatakan “ Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan
berserikat untuk maksud-maksud damai.”.36
Arus penghormatan atas kebebasan berbicara dan berpendapat kembali
diperkuat dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998
Tentang Kemerdekaan menyampaikan pendapat di Muka Umum serta
ratifikasi atas ICCPR yakni Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang
Pengesahan ICCPR. Pengesahan kedua Undang-undang tersebut membawa
angin segar atas keringnya pengaturan dan perlindungan kebebasan berbicara
di Indonesia. Dalam pasal 19 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005
menyatakan “setiap orang berhak untuk berpendapat tanpa campur tangan
orang lain”. Artinya setiap warga negara, secara perorangan atau kelompok,
bebas menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab
berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Kelahiran sejumlah regulasi atas kebebasan berbicara dan berpendapat
merupakan refleksi kritis terhadap pembungkaman kebebasan berbicara yang
marak terjadi pada masa Orde baru. Kala itu arus untuk mengakses
menyebarkan dan membuat informasi dihambat. Kebebasan berekspresi
36 Pasal 24 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
13
senantiasa berlawanan dengan sikap represif negara yang didasarkan atas
penilaian subjektif frasa “bebas dan bertanggung jawab”.37
Namun terhadap kondisi demikian telah jauh berubah, pasca gejolak
demonstrasi mahasiswa yang meruntuhkan pola pemerintahan otoriter telah
menimbulkan semangat reformasi berbangsa dan bernegara termasuk didalam
nya mencakup penghayatan atas hak. Sebuah proses baru muncul dan harus
dilalui oleh Indonesia, mengaitkan antara kebebasan berekspresi dan
demokrasi yang sangat kaya pola dan tekstur. Reformasi Indonesia
memberikan wajah yang begitu sumringah dari sisi kebebasan sekaligus juga
melahirkan desentralisasi membawa Indonesia seakan menembus batas
kebebasan bereskpresi dalam hentakan tempo cepat permainan, a perpetuum
mobile.38
Perlindungan hak atas kebebasan berekspresi pasca era reformasi telah
melindungi ekspresi konvensional, seperti hak atas informasi, kebebasan
akademik, kebebasan pers, kebebasan berpendapat, demonstrasi damai, dan
spesies-spesies ekspresi lainnya. Namun sekalipun sudah begitu akrabnya
indonesia dengan hak kebebasan berbicara dan berpendapat, narasi ketentuan
terkait kebebasan tetap memiliki batasan yang digunakan sebagai sarana untuk
melakukan kontrol atas implementasi hak berbicara. Pembatasan dilakukan
dengan maksud melindungi hak privasi seseorang, ketertiban umum dan
Kepentingan negara. Sekalipun kebebasan berbicara adalah hak fundamental
negara namun kepentingan nasional suatu negara tetap tidak dapat
dikesampingkan,
Jika mengacu dalam substansi first amandment US Constitution
menerapkan pembatasan pada: materi cabul seperti pornografi anak,
37 Frasa bebas dan bertanggung jawab diterjemahkan secara amatir oleh rezim orde baru
dengan tanpa standar yang jelas sehingga acapkali menimbulkan adanya kriminalisasi kebebasan berbicara. Lihat dalam Wahyu Jafar dan Rohiatul Aswidah, 2012, Intimidasi dan Kebebasan: Ragam, corak dan masalah kebebasan berekspresi di lima propinsi periode 2011-2012 diterbitkan oleh Elsam bekerjasama dengan Yayasan TIFA, hlm. 34.
38 Vincenzo Zeno-Zencovich, Freedom of Expression: A Critical and Comparative Analysis, (New York: Routledge-Cavendish, 2008), hal. 1.
14
Plagiarisme, materi yang dilindungi hak cipta, Fitnah (pencemaran nama baik
dan fitnah), Pidato yang menghasut tindakan ilegal atau meminta orang lain
untuk melakukan kejahatan juga tidak dilindungi oleh Amandemen Pertama.39
US Supreme Court of Justice pernah memberikan putusan terhadap Aktivis
Partai Sosialis Charles Schenck yang ditangkap karena melanggar Undang-
Undang Spionase setelah ia membagikan selebaran yang mendesak pria muda
untuk menghindari wajib militer. US Supreme Court of Justice akhirnya
berkeyakinan dengan menciptakan standar "bahaya jelas dan saat ini", atau
secara implisit membenarkan ketika pemerintah diizinkan membatasi
kebebasan berbicara.
Dalam pasal 19 International Convention on Civil and Political Rights
mengakui bahwa kebebasan bereskpresi menerbitkan “kewajiban dan
tanggung jawab khusus”. Oleh karena itu dikenai pembatasan yang diberi
syarat harus ditetapkan berdasar hukum dan sesuai dengan kebutuhan dengan
alasan “menghormati hak atau nama baik orang lain” dan “melindungi
keamanan nasional atau ketertiban umum atau kesehatan atau moral
masyarakat”. Kovenan tersebut juga sungguh-sungguh menghilangkan
imunitas kebebasan berespresi dalam propaganda yang merangsang perang
juga segala tindakan yang menganjurkan kebencian atas dasar kebangsaan, ras
atau agama yang merupakan hasutan untuk melakukan diskriminasi,
permusuhan atau kekerasan yang dinyatakan harus dilarang oleh hukum.40
” Pelaksanaan hak yang diatur dalam ayat (2) pasal ini menimbulkan
kewajiban dan tanggung jawab khusus”41
Oleh karena itu dapat dikenai pembatasan tertentu, namun pembatasan
tersebut hanya diperbolehkan apabila diatur menurut hukum dan dibutuhkan
untuk: (a) menghormati hak atau nama baik orang lain; (b) melindungi
39 First amendment of U.S Constitutions Article 19 40 Pasal 19 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Ratifikasi International
Convention on Civil and Political Right. 41 Pasal 19 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Ratifikasi International
Convention on Civil and Political Right.
15
keamanan nasional atau ketertiban umum atau kesehatan atau moral
masyarakat.
Dalam ius constitutum indonesia pembatasan kebebasan berekspresi
dilakukan dalam Undang-Undang Dasar NRI 1945 pasal 28 J yang berbunyi :
”Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk
kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan
maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan
atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil
sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis”42
Dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum membatasi kebebasan berpendapat
terkait lokasi pembatasan yakni di lingkungan istana kepresidenan, tempat
ibadah. instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta
api. terminal angkutan darat, dan obyek-obyek vital nasional. Serta dalam
pasal 6 Undang-Undang a quo menggariskan menghormati hak-hak dan
kebebasan orang lain menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum,
menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum dan menjaga
keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa. Pertanggung jawaban dalam
menyampaikan ekspresi dan pendapat ditujukan proses demokrasi yang
substansial.43
Negara dalam melalukan pengawasan pembatasan kebebasan
berekspresi dilakukan dengan mekanisme menghargai asas legalitas,
mengedepankan asas presumption of innocent, menyelenggarakan keaman
42 Lihat juga Pasal 70 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang menyatakan Dalam
menjalankan hak dan kewajibannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan undang undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. 43 Pasal 6 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan menyampaikan pendapat di Muka Umum
16
dan Hak Asasi Manusia. Alhasil meskipun kebebasan berekspresi adalah hak
asasi paling fundamental dalam setiap manusia, pembatasan dengan aturan
yang adil merupakan win-win solution dari perpaduan antara hak
menyampaikan pendapat dan hak privasi masyarakat luas berupa terciptanya
kepentingan umum dan ketertiban sosial.44
44 Pasal 7 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan menyampaikan pendapat di Muka Umum
MUHAMMAD
ALJABAR PUTRA
PROFILE
Alamat : Jl. H. Jum II RT03/RW08
Nomor 39, Paninggilan Utara,
Ciledug, Kota Tangerang,
Banten 15153
Tanggal Lahir : 9 September 1997
Agama : Islam
CONTACT
PHONE:
08953-221-77642 (WA)
EMAIL:
PENDIDIKAN
(2015 – sekarang)UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta (Ilmu hukum, IPK : 3,29)
(2012-2015) SMAN 12 Kota Tangerang
(2009-2012) SMPN 11 Kota Tangerang
(2003-2009) SDN 02 Paninggilan Utara, Kota Tangerang
PENGHARGAAN
2018 – Juara 1 dan Best Paper Lomba Karya Tulis Nasional Maliki
Law Fair, UIN Malang
2018 – Juara 1 Essay competition, HTN Literary Festival oleh Himpunan
Mahasiswa Hukum Tata Negara UIN Jakarta
2018 – Finalist dan Best Presentation dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional
di Airlangga Law Competition, Universitas Airlangga
2017 – Finalist dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional di Diponegoro
Law Fair, Diponegoro University
KARYA TULIS
1. (Penerapan Judicial Restraint pada Mahkamah Konstitusi dalam Menangani
Sengketa Pemilihan Kepala Daerah) - 2018
2. (Urgensi Pembentukan Badan Peradilan Khusus Pilkada) – 2018
3. (Menakar Prinsip Legal Certainty bagi Perlindungan Saksi dan Korban dalam
Integrated Criminal Justice System (Analisis Urgensitas LPSK sebagai Lembaga
Eksaminasi Justice Collaborator di Indonesia)) – 2018