Upload
doandan
View
244
Download
14
Embed Size (px)
Citation preview
UNIVERSITAS INDONESIA
RANCANG BANGUN SISTEM PENGUKUR EFISIENSI SELPELTIER BERBASIS MIKROKONTROLER
SKRIPSI
SHEPTA DH
1006806702
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI FISIKA EKSTENSI
DEPOKDESEMBER 2012
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
RANCANG BANGUN SISTEM PENGUKUR EFISIENSI SELPELTIER BERBASIS MIKROKONTROLER
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana sains
SHEPTA DH
1006806702
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI FISIKA EKSTENSI
DEPOKDESEMBER 2012
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun diruju
telah saya nyatakan dengan bener.
Nama : Shepta Dh
NPM : 1006806702
Tanda Tangan :
Tanggal : Desember 2012
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh :Nama : Shepta DhNPM : 1006806702Program Studi : Fisika InstrumentasiJudul Skripsi : Rancang Bangun Sistem Pengukur Efisiensi Sel
Peltier Berbasis Mikrokontroler
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterimasebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar untukmemeperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi FisikaInstrumentasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : Dr.Prawito ( )
Pembimbing II : Drs. Arief Sudarmaji, M.T ( )
Penguji I : Dr. Cuk Imawan ( )
Penguji II : Prof. Dr. BEF da Silva, M.Sc ( )
Ditetapkan di : Ruang Seminar, Gedung Fisika, FMIPA UI, Depok.Tanggal : Desember 2012
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan
kepada Allah SWT atas segala rahmat, berkah dan karunia-NYA. Dan Tak lupa
juga penulis panjatkan salam dan shalawat bagi junjungan kita nabi besar
Muhammad SAW beserta segenap kelurga dan para sahabatnya. Serta Do’a restu
dan dorongan dari berbagai pihak dan akhirnya penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini yang berjudul “ Rancang bangun Sistem Pengukur Efisiensi Sel Peltier
Berbasis Mikrokontroler”.
Penulisan skripsi ini untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains, Departemen Fisika, Program studi Fisika Instrumentasi pada
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.
Dalam menyelesaikan tugas akhir ini, berbagai pihak telah memberikan
bantuan, bimbingan, doa yang tulus dan masukan baik secara langsug maupun
tidak langsung. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak
terima kasih yang sebesar-besarny kepada:
1. Dr. Prawito dan Drs. Arief Sudarmaji, MT selaku pembimbing yang telah
memberikan kemudahan dalam berpikir, petunjuk, nasehat-nasehat dalam
perancangan hardware dan software serta menyediakan waktu untuk
menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Dr. Sastra Kusuma Wijaya selaku Ketua Program Peminatan Instrumentasi
Elektronika.
3. Dosen Penguji dan Dosen yang telah mengajar selama perkuliahan
berlangsung.
4. Kepada kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan Do’a dari
seberang pulau agar proses penyusunan skrispi ini berjalan lancar dan
selalu memberikan dukungan mental dan materi dari awal kuliah sampai
skripsi selesai.
5. Kepada saudara-saudara saya ayuk sinta, ayuk silfia, adek sindika dan
adek sintia, bang evan dan adex rafa yang selalu memberikan do’a,
dukungan dan selalu mensupport saya hingga selesai.
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
v
6. Kepada Pak Parno yang telah membantu dalam menyelesaikan mekanik
alat, Pak Budi (kumis) yang selalu sabar di lab.interface dan elektronika,
serta pegawai sekret Ibu Eri, Mbak Ratna, Pak Mardi, Pak Budi, Mas
Rizky dan seluruh civitas akademik FMIPA Universitas Indonesia.
7. Kepada semua senior-senior saya yang telah memberikan saran dan
support dalam menyelesaikan skripsi saya.
8. Temen-temen seperjuangan S1 Ekstensi Fisika Instrumentasi 2010, dan
teman-teman lasmiar yang telah memberikan supportnya dan doa’nya.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam menyelesaikan
laporan tugas akhir ini, maka ada pribahasa “Tak ada gading yang tak retak”.
Oleh karena itu,ada baiknya pembaca memberikan kritik dan saran yang sangat
membantu dalam menulis karya ilmiah selanjutnya.
Besar harapan penulis, semoga penulisan ilmiah ini memberikan
kontribusi positif dan bermanfaat untuk senantiasa berguna bagi masyarakat
umum agar terus memperoleh wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang
teknologi dan memajukan teknologi yang ada serta bisa dimanfaatkan kembali.
Depok, 19 November 2012
Penulis
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
viiUniversitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Shepta DhProgram Studi : Fisika InstrumentasiJudul : Rancang Bangun Sistem Pengukur Efisiensi Sel Peltier
Berbasis Mikrokontroler
Sistem pengukur efisiensi sel Peltier berbasis mikrokontroler telah selesai
dibuat. Sistem ini menggunakan prinsip kerja dari efek Seebeck dan efek Peltier.
Dalam hal ini diterapkan teknologi termoelektrik dengan menggunakan bahan
semikonduktor yaitu Sel Peltier. Sel Peltier akan bekerja ketika terjadi perbedaan
temperatur di antara ujung sel dan menghasilkan arus listrik. Sistem ini
menggunakan Heater 120 watt yang berfungsi sebagai sistem pemanas pada
sistem, daya pada heater diatur dengan menggunakan PWM. Sistem ini juga
menggunakan sistem pendingin yang dijaga konstan. Adanya perbedaan suhu
pada sistem akan dibaca oleh sensor temperatur DS1820. Seluruh sistem
dihubungkan pada komputer oleh mikrokontroler memalui kabel serial RS232.
Semua hasil pengukuran ditampilkan pada LCD text dan monitoring komputer
dengan menggunakan software LabVIEW. Berdasarkan hasil penelitian bahwa
nilai efisiensi yang terukur merupakan hasil perbandingan antara daya output sel
Peltier dan daya input heater.
Kata kunci: Efisiensi, Sel Peltier, Heater, ACS712, DS1820, Efek Seebeck, Efek
Peltier,
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
viiiUniversitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Shepta DhStudy Program : Physics InstrumentationTitle : Design of Microcontroller-based Peltier Cell Efficiency
Measurement System
The Efficiency Measurement System of Peltier Cell Based onMicrocontroller has been designed. The system uses Seebeck effect and Peltiereffect principles that is implemented by semiconductor-based thermoelectrictechnology. Peltier cell will work, that is generating electrical current, when theend plates of Peltier cell have a temperature difference. This sistem usescontrollable 120W electrical heater that can be set by PWM method. Moreover,this sistem has also uses a cooling system to keep in a fixed temperature. Thetemperature difference will be read the DS1820 temperature sensor. The entiresystem is connected to a computer using RS232 communication cable. Allmeasurement results acquaired by the system will be displayed on LCD text andmonitoring computer using LabVIEW program. According to the conductedexperiment,the measured efficiency which is the ratio of Peltier cell output powerand heater input power, depends on the Peltier cell temperature difference.
Keywords: Efficiency, Peltier Cell, Heater, DS 1820, Seebeck effect and Peltiereffect.
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
ixUniversitas Indonesia
DAFTAR ISI
HalamanHALAMAN JUDUL .............................................................................................. iHALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... iiHALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iiiKATA PENGANTAR .......................................................................................... ivLEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH.............................viiABSTRAK............................................................................................................viiDAFTAR ISI......................................................................................................... ixDAFTAR GAMBAR ............................................................................................xiiDAFTAR TABEL.............................................................................................. xivDAFTAR PERSAMAAN.....................................................................................xvDAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xxiv
BAB 1 : PENDAHULUAN................................................................................... 11.1 Latar Belakang ................................................................................ 11.2 Tujuan Penelitian ............................................................................ 41.3 Deskripsi Singkat ............................................................................ 41.4 Batasan Masalah ............................................................................. 61.5 Metode Penelitian ........................................................................... 61.6 Sistematika Penelitian ..................................................................... 7
BAB 2 : TEORI DASAR ...................................................................................... 92.1 Efek Seebeck................................................................................... 92.2 Efek Peltier....................................................................................102.3 Sel Peltier ......................................................................................112.4 Perpindahan Panas ........................................................................14
2.4.1 Konduksi ..............................................................................152.3.1.1 Konduktivitas Termal ......................................................162.4.2 Konveksi ..............................................................................162.4.3 Radiasi .................................................................................17
2.5 Daya Listrik ..................................................................................182.6 Efisiensi.........................................................................................20
2.6.1 Actual Efficiency .................................................................202.6.2 Carnot Efficiency.................................................................212.6.3 Adjusted Efficiency .............................................................22
2.7 Sensor Temperatur ........................................................................232.8 Pulse Width Modulation ...............................................................242.9 Relay .............................................................................................29
BAB 3 : PERANCANGAN DAN CARA KERJA SISTEM............................313.1 Sistem Mekanik ............................................................................313.2 Perancangan Mekanik ...................................................................32
3.2.1 Blok sistem ..........................................................................323.2.2 Sistem Pendingin .................................................................343.2.3 Sistem Pemanas ...................................................................35
3.3 Rangkaian Elektronika..................................................................353.3.1 Rangkaian Pengendali Nilai Hambatan Pada Sel Peltier ....35
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
xUniversitas Indonesia
3.3.2 Rangkaian Sensor Temperatur .............................................373.3.3 Rangkaian Power Supply.....................................................37
3.3.5.1 Rangkaian Power Supply 5V...................................383.3.5.2 Rangkaian Power Supply 12V.................................383.3.5.3 Rangkaian Power Supply 15V.................................39
3.3.4 Rangkaian Penguat AD620..................................................403.3.5 Rangkaian PWM untuk Variabel Tegangan Pada Heater....403.3.6 Rangkaian Mikrokontroler AT Mega 16 .............................44
3.4 Perancangan Software Sistem.......................................................46
BAB 4 : HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISA DATA...............................514.1 Data ADC Heater ......................................................................................514.2 Data Pengujian Nilai Pwm terhadap Tegangan (V)..................................544.3 Data Nilai Hambatan Pada Heater ............................................................564.4 Data Sensor Temperatur Ds1820 terhadap Termometer...........................574.5 Pengambilan Data Efisiensi Sel Peltier.....................................................58
4.5.1 PengujianDaya Sel Peltier dengan Variabel nilai Hambatan ..........584.5.1.1 Pengujian Sistem Pengukur Daya pada Nilai R (1.7Ω dan 6.3Ω) 584.5.2 Perhitungan Efisiensi Sel Peltier Dengan Beberapa Metode ...........60
BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................645.1 Kesimpulan ...............................................................................................645.2 Saran .........................................................................................................65DAFTAR REFERENSI ..................................................................................66LAMPIRAN....................................................................................................
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
xiUniversitas Indonesia
DAFTAR GAMBARHalaman
Gambar 1.1 Blok Diagram Sistem Instrumentasi .................................................. 5
Gambar 2.1 Thomas Johan Seebeck dan Eksperimen efek Seebeck...................... 9
Gambar 2.2 Eksperimen Rangkaian dari Efek Seebeck ......................................... 9
Gambar 2.3 Jean Charles Athanese Peltier dan Eksperimen efek Peltier ..........10
Gambar 2.4 Eksperimen Rangkaian dari Efek Peltier .........................................10
Gambar 2.5 Skematik Sel Peltier .........................................................................11
Gambar 2.6 Sel Peltier .........................................................................................11
Gambar 2.7 Ikatan Kovalen .................................................................................13
Gambar 2.8 Struktur Pita energi Semikonduktor tipe-N dan tipe-P ....................13
Gambar 2.9 Ukuran Sel Peltier ............................................................................14
Gambar 2.10 Sistem Kerja Mesin Panas..............................................................20
Gambar 2.11 Pin Konfigurasi DS1820 ................................................................23
Gambar 2.12 Parameter PWM High Time...........................................................25
Gambar 2.13 Duty Cycle PWM ...........................................................................25
Gambar 2.14 Pengaturan PWM pada ATMEGA.................................................26
Gambar 2.15 Compare Duty Cycle ......................................................................27
Gambar 2.16 Duty Cycle Pada Tegangan ............................................................28
Gambar 2.17 Perhitungan Pengontrolan Tegangan .............................................28
Gambar 2.18 Relay Posisi Normally Close dan Normally Open..........................29
Gambar 2.19 Relay kaki 8 ....................................................................................30
Gambar 3.1 Blok Diagram Sistem ......................................................................31
Gambar 3.2 Blok Perancangan Mekanik Sistem .................................................33
Gambar 3.3 Perancangan Tampak Depan Perancangan Sistem ..........................33
Gambar 3.4 Sistem Pendingin..............................................................................34
Gambar 3.5 Mekanik Sistem Pada Sistem Pendingin..........................................34
Gambar 3.6 Perancangan Mekanik Sistem Pemanas ...........................................35
Gambar 3.7 Rangkaian Pengendali Nilai Hambatan Pada Sel Peltier .................36
Gambar 3.8 Rangkaian 1-wire Ds1820................................................................37
Gambar 3.9 Rangkaian Power Supply 5V ...........................................................38
Gambar 3.10 Rangkaian Power Supply 12V .......................................................38
Gambar 3.11 Rangkaian Powerv Supply ±15V ..................................................39
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
xiiUniversitas Indonesia
Gambar 3.12 Rangkaian Penguat AD620 ............................................................40
Gambar 3.13 Rangkaian PWM Untuk Variabel Tegangan Pada Heater .............41
Gambar 3.15 Input Signal PWM .........................................................................42
Gambar 3.16 Rangkaian Mikrokontroler ATMEGA16.......................................44
Gambar 3.17 Flowchart Monitoring pada Software Bascom ..............................47
Gambar 3.18 Flowchart Monitoring pada Software LabView ............................48
Gambar 3.19 Front Panel Monitor pada Software LabView ...............................50
Gambar 3.20 Blok Diagram Monitor pada Software Labview............................50
Gambar 4.1 Grafik Nilai ADC (1) Terhadap Tegangan (V)................................53
Gambar 4.2 Grafik Nilai ADC (2) Terhadap Tegangan (V)................................53
Gambar 4.3 Grafik Nilai PWM Terhadap Tegangan (V1) ...................................55
Gambar 4.4 Grafik Nilai PWM Terhadap Tegangan (V1) ..................................55
Gambar 4.5 Nilai Hambatan Pada Heater Terhadap Suhu...................................57
Gambar 4.6 Grafik Ds1820 terhadap Termometer ..............................................58
Gambar 4.7 Pengujian Efisiensi Metode Carnot..................................................61
Gambar 4.8 Pengujian Efisiensi Metode Actual ..................................................61
Gambar 4.9 Pengujian Efisiensi Metode Adjusted ..............................................62
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
xiiiUniversitas Indonesia
DAFTAR TABELHalaman
Tabel 2.1 Periodik Untuk Elemen Semikonduktor ..............................................12Tabel 2.2 Spesifikasi Sel Peltier ..........................................................................14Tabel 4.1 Data ADC Heater.................................................................................51Tabel 4.2 Nilai PWM Terhadap Tegangan Heater ..............................................54Tabel 4.3 Data Nilai Hambatan Pada Heater .......................................................56Tabel 4.4 Data sistem Pengukur Daya (R=1,7Ω) ................................................59Tabel 4.5 Data sistem Pengukur Daya (R=6.3Ω) ................................................59Tabel 4.6 Data sistem Pengukur Daya (R=0 Ω) ..................................................59Tabel 4.7 Data Hasil Efisiensi Sel Peltier (R=1,7Ω) ...........................................60Tabel 4.8 Data Hasil Efisiensi Sel Peltier (R=6.3Ω) ...........................................60Tabel 4.9 Data Hasil Efisiensi Arus dan r dalam Sel Peltier ..............................63
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
xivUniversitas Indonesia
DAFTAR PERSAMAANHalaman
Persamaan 2.1 .......................................................................................................10Persamaan 2.2 .......................................................................................................10Persamaan 2.3 .......................................................................................................11Persamaan 2.4 .......................................................................................................15Persamaan 2.5 .......................................................................................................16Persamaan 2.6 .......................................................................................................17Persamaan 2.7 .......................................................................................................17Persamaan 2.8 .......................................................................................................18Persamaan 2.9 .......................................................................................................19Persamaan 2.10 .....................................................................................................19Persamaan 2.11 .....................................................................................................19Persamaan 2.12 .....................................................................................................20Persamaan 2.13 .....................................................................................................21Persamaan 2.14 .....................................................................................................21Persamaan 2.15 .....................................................................................................22Persamaan 2.16 .....................................................................................................22Persamaan 2.17 .....................................................................................................22Persamaan 2.18 .....................................................................................................27Persamaan 2.19 .....................................................................................................27Persamaan 2.20 .....................................................................................................28Persamaan 4.1 .......................................................................................................52Persamaan 4.2 .......................................................................................................52Persamaan 4.3 .......................................................................................................52Persamaan 4.4 .......................................................................................................52Persamaan 4.5 .......................................................................................................54Persamaan 4.6 .......................................................................................................54
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
xvUniversitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Program BascomLampiran 2 Data sistemLampiran 3 DataSheet Sel PeltierLampiran 4 DataSheet AD620
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
1Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
Bagian bab ini merupakan bagian pendahuluan yang menjelaskan latar
belakang, tujuan penelitian, deskripsi singkat dari penelitian, batasan-batasan
masalah yang akan diteliti, kemudian metode yang digunakan selama penelitian
dan sistematika penulisan dari pembuatan sistem pengukur efisiensi sel Peltier
berbasis mikrokontroler.
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan energi dunia semakin lama semakin meningkat seiring dengan
bertambahnya jumlah penduduk dan pusat-pusat industri. Menurut data yang
berhasil dihimpun (berbagai sumber), dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta
jiwa, Indonesia merupakan negara dengan tingkat kebutuhan energi nomor 5
dunia setelah Amerika, China, dan India. Sebagian besar kebutuhan energi itu
dialokasikan pada sektor kebutuhan rumah tangga, transportasi, dan industri.
Cadangan energi di Indonesia diperkirakan akan mampu mencukupi kebutuhan
energi dalam negeri selama kurun waktu lebih dari 100 tahun mendatang. Namun
demikian, bukan berarti para pengguna sumber energi tersebut bisa semena-mena
sehingga tidak memikirkan generasi mendatang. Berbagai upaya telah ditempuh
sebagai antisipasi penyediaan sumber energi alternatif. Indonesia adalah salah satu
negara yang memiliki sumber energi alamiah yang sangat besar. Mulai dari
minyak bumi, batubara, gas alam, dan lain sebagainya. Letak geografis Indonesia
juga cukup menguntungkan karena memperoleh paparan cahaya matahari
sepanjang tahun. Oleh karena itulah, selain memanfaatkan bahan bakar fosil para
ilmuwan Indonesia juga berusaha memanfaatkan energi surya dengan membuat
sel surya atau sel photovoltaic (Energi_Indonesia,artikel).
Tersedianya sumber energi belum menjamin bahwa energi tersebut dapat
digunakan secara efisien dan efektif. Hal ini sangat bergantung pada alat yang
digunakan. Saat ini, system kerja mesin masih berbasis pada teknologi yang
pertama kali dicetuskan oleh James Watt yang mengawali revolusi industri di
Inggris awal abad ke–19. Penemuan tersebut tentu saja tidak lepas dari peran
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
2
Universitas Indonesia
ilmuwan eksperimentalis terbesar sepanjang masa, Michael Faraday, yang telah
berhasil meletakkan dasar-dasar teori dan eksperimen bagaimana cara mengubah
energi yang tersedia di alam untuk digunakan sebagai pendukung kehidupan
sehari-hari. Maka terciptalah berbagai macam mesin dan alat-alat penunjang
kehidupan lainnya yang memanfaatkan, terutama, bahan bakar minyak. Seiring
dengan perkembangan teknologi, alat-alat tersebut semakin lama semakin
berkembang. Tidak hanya terbatas pada fungsi namun juga portabilitas dan
kemudahan manusia dalam mengoperasikannya. Namun, ada satu masalah yang
hingga saat ini belum ditemukan jalan keluar yang memuaskan yaitu efisiensi.
Menurut Sadi Carnot, efisiensi sebuah mesin tidak mungkin mencapai
100%. Hal ini berarti setiap penggunaan sejumlah bahan bakar tertentu, tidak
seluruhnya dimanfaatkan untuk melakukan kerja. Dengan kata lain, sebagian
energi tersebut terbuang menjadi energi lain yang tentu saja, tidak bisa
dimanfaatkan. Energi buang tersebut yang paling dominan adalah berupa energi
panas. Setiap mesin selalu menghasilkan panas di mana panas ini dibuang begitu
saja ke lingkungan yang menurut beberapa ahli turut andil dalam bencana ekologi
global warming. Selain itu, panas yang terbuang ini juga menyebabkan mesin
cepat rusak atau aus pada bagian-bagian tertentu.
Teknologi yang sekarang banyak dikembangkan selalu mengusahakan
agar panas yang dihasilkan sebuah mesin tidak berlebihan. Misalnya pada laptop.
Sebagian besar laptop menggunakan kipas internal dan sistem manajemen panas
lainnya untuk membuang panas yang dihasilkan mesin demi menjaga keawetan
mesin. Hal ini menunjukkan bahwa panas yang dihasilkan laptop belum bias
dimanfaatkan. Buktinya, panas yang dihasilkan tersebut dibuang begitu saja.
Masih banyak lagi fenomena sejenis yang intinya residu kerja mesin berupa panas
itu belum bisa dimanfaatkan.
Pada tahun 1821, Thomas Johann Seebeck melakukan sebuah eksperimen
dengan menggunakan tembaga dan besi. Kedua logam itu dirangkai menjadi
sebuah sambungan di mana salah satu sisi logam dipanaskan sedangkan satu sisi
logam yang lainnya tetap dijaga pada suhu konstan. Jarum kompas yang
sebelumnya telah diletakkan di antara dua plat tersebut ternyata mengalami
penyimpangan/bergerak. Menurut Ampere, terdefleksinya jarum kompas tersebut
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
3
Universitas Indonesia
tentu disebabkan karena adanya medan magnet yang dihasilkan oleh plat logam
yang dipanaskan. Dalam kondisi tersebut, medan magnet hanya bisa dihasilkan
dari proses induksi elektromagnetik yaitu medan magnet yang ditimbul karena
adanya arus listrik pada logam.
Namun demikian, pada saat itu Seebeck belum mengetahui secara
menyeluruh hasil eksperimen yang ia peroleh. Baru pada periode berikutnya,
penemuan Seebeck ini dikaji lebih lanjut oleh Jean Charles Peltier. Terdorong
dari rasa ingin tahunya yang sangat tinggi, Peltier mencoba merancang sebuah
eksperimen yang diharapkan dapat memberikan hasil yang berkebalikan dengan
apa yang diperoleh Seebeck. Peltier mengalirkan listrik pada dua buah logam
yang direkatkan dalam sebuah rangkaian. Ketika arus listrik mengalir, terjadi
penyerapan panas pada sambungan kedua logam tersebut dan pelepasan panas
pada sambungan yang lainnya. Pelepasan dan penyerapan panas ini bersesuaian
dengan arah aliran arus listrik yang diberikan pada logam. Penemuan yang terjadi
pada tahun 1934 ini kemudian dikenal dengan efek Peltier. Penemuan Seebeck
dan Peltier inilah yang kemudian menjadi dasar pengembangan teknologi yang
dapat mengubah panas menjadi energi listrik yang lazim disebut sebagai
generator termoelektrik.
Penemuan Seebeck dan Peltier merupakan dasar pengembangan teknologi
yang dapat mengubah panas menjadi energi listrik yang lazim disebut sebagai
generator termoelektrik.
Teknologi termoelektrik inilah yang akan diterapkan untuk memanfaatkan
energi panas yang dibuang oleh mesin. Tentu saja, hal ini tidak ada sangkut
pautnya dengan efisiensi mesin. Dengan teknologi termoelektrik ini, panas yang
terbuang dapat dimanfaatkan kembali menjadi energi yang bisa dikonsumsi
mesin. Teknologi termoelektrik merupakan teknologi yang relatif lebih efisien,
ramah lingkungan, tahan lama, dan mampu menghasilkan energi dalam skala kecil
hingga skala besar. Prinsip dasar dari teknologi termoelektrik adalah mengubah
energi panas menjadi energi listrik secara langsung (generator termoelektrik) atau
penyerap panas (pendingin termoelektrik).
Untuk menghasilkan arus dan tegangan listrik, sebuah material
termoelektrik (biasanya semikonduktor) cukup diletakkan pada dua daerah yang
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
4
Universitas Indonesia
memiliki beda temperatur (bagian yang suhunya lebih tinggi disebut sumber
panas). Dalam hal ini pengembangan teknologi termoelektrik sebagai
pengembangan energi alternatif seperti energi angin, sel matahari (Solar Cell),
OTEC (Ocean Thermal Energi Conversion), panas bumi dan lain sebagainya
perlu diperhatikan baik dari pemerintah, industri, perguruan tinggi, dan
masyarakat. Teknologi termoelektrik ini diterapkan pada pembangkit listrik pada
sumber panas, akan tetapi sampai pada saat ini pembangkit listrik dari sumber
panas yang sekarang ini banyak digunakan melalui beberapa proses. Contoh
penerapan dalam kehidupan sehari-hari bahan bakar fosil yang menghasilkan
putaran turbin ketika dibakar dengan tekanan yang sangat tinggi. Kemudian hasil
putaran turbin akan digunakan untuk memproses tenaga listrik. Efisiensi energi
pembangkit ini masih rendah akibat beberapa kali proses yang berubah-ubah [15].
Dengan memanfaatkan teknologi termoelekrik, maka difokuskan untuk
meneliti berapa besar efisiensi yang dihasilkan dari penelitian yang berjudul “
Rancang Bangun Sistem Pengukur Efisiensi sel Peltier Berbasis Mikrokontroler”.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah membuat alat ukur yang dapat mengetahui
nilai efisiensi sel Peltier dari adanya perubahan beda temperatur berbasis
mikrokontroller.
1.3 Deskripsi singkat
Dalam sistem ini sel Peltier dimanfaatkan sebagai penghasil energi listrik,
dimana sel Peltier akan mengubah energi panas menjadi energi listrik. Sel Peltier
mempunyai dua sisi yang berbeda yaitu sisi panas dan sisi dingin. Sisi panas sel
Peltier akan dihubungkan dengan sumber energi panas yang berasal dari sebuah
sistem pemanas, dalam hal ini sistem pemanas yang digunakan yaitu resistor
keramik yang terhubung dengan daya listrik. Sedangkan sisi dingin pada sel
Peltier dihubungkan dengan sistem pendingin dalam hal ini menggunakan aliran
air di dalam plat alumanium sehingga sistem pendingin akan dijaga konstan
temperaturnya. Sistem pemanas mengalirkan panas menuju sel Peltier sehingga
sel Peltier akan menghasilkan arus dan suhu pada sistem pemanas akan
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
5
Universitas Indonesia
mengalami kenaikan suhu. Arus yang dihasilkan oleh sel Peltier akan melewati
resistor (R) sehingga didapatkan nilai tegangannya dan energi listrik (E) dapat
terukur.
Gambar 1.1 Blok Diagram Sistem
Blok diagram diatas merupakan perancangan pengukur efisiensi sel
Peltier. Dimana mikrokontroler akan membaca besarnya energi yang dihasilkan
oleh sel Peltier. Dalam hal ini sistem pemanas yang terhubung dengan sel Peltier
akan dihubungkan dengan sumber daya listrik yang tegangannya dapat
divariasikan. Pengukur tegangan yang dihubungkan dengan mikrokontroler akan
mengukur daya listrik yang dihasilkan. Sistem ini menggunakan dua sensor suhu
yaitu sensor suhu (DS1820). Sensor suhu ini akan dihubungkan dengan sistem
pendingin dan sistem pemanas sehingga sensor suhu akan menghasilkan beda
temperatur yang akan dibaca oleh mikrokontroler. Hasil data yang diperoleh dari
alat ini adalah data energi (E) yang terukur dari sel Peltier dan hasil perubahan
panas ( ) sehingga dapat menghasilkan efisiensi sel Peltier = ∆ . Semua
data yang diperoleh akan dibaca oleh mikrokontroler dan akan ditampilkan oleh
LCD dan PC.
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
6
Universitas Indonesia
1.4 Batasan Masalah
Tugas akhir ini bertujuan untuk mendapatkan hasil akhir yang baik, sesuai
apa yang diinginkan dan tidak terjadi penyimpangan terhadap permasalahan yang
akan ditinjau, maka batasan masalah yang adalah sebagai berikut:
1. Membuat sistem yang dapat mengukur daya listrik dan membuat sistem
kendali untuk pemanas.
2. Membuat sistem mekanik untuk temperatur dingin dalam hal ini
menggunakan air es.
3. Mengukur tegangan yang dihasilkan sel Peltier untuk memperoleh
besarnya energi listrik dengan menggunakan mikrokontroler.
4. Membandingkan hasil energi listrik (E) yang dihasilkan sel Peltier
terhadap perubahan panas (Δ ), sehingga dapat mengukur efisiensi dari
sel Peltier = ∆ .
1.5 Metode Penelitian
Metoda penelitian yang akan dilakukan terdiri dari beberapa tahap
diantaranya adalah sebagai berikut :
1.5.1 Studi Literatur
Metode ini digunakam untuk memperoleh informasi tentang teori-teori
dasar sebagai sumber penulisan skripsi. Informasi dan pustaka yang
berkaitan dengan masalah ini diperoleh dari literatur, penjelasan yang
diberikan dosen pembimbing, rekan-rekan kerja mahasiswa, informasi dari
internet, data sheet, dan buku-buku yang berhubungan dengan skripsi
penulis.
1.5.2 Perancangan dan Pembuatan Alat
Perancang alat merupakan awal penulis untuk mencoba memahami,
menerapkan, dan menggabungkan semua literatur yang diperoleh maupun
yang telah dipelajari untuk melengkapi sistem serupa yang pernah
dikembangkan, dan selanjutnya penulis dapat merealisasikan sistem sesuia
dengan tujuan.
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
7
Universitas Indonesia
1.5.3 Uji Sistem
Uji sistem ini berkaitan dengan pengujian alatserta pengambilan data dari
alat yang telah dibuat.
1.5.4 Metoda Analisis
Metode ini merupakan pengamatan terhadap data yang diperoleh dari
pengujian alat serta pengambilan data. Pengambilan data meliputi
kecepatan memberikan perintah sampai tanggapan sistem berupa
ketepatan pengeksekusian perintah. Setelah itu dilakukan penganalisisan
sehingga dapat ditarik kesimpulan dan saran-saran untuk pengembangan
lebih lanjut.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari bab-bab yang memuat
beberapa sub-bab. Untuk memudahkan pembacaan dan pemahaman maka skripsi
ini dibagi menjadi beberapa bab yaitu:
BAB 1 Pendahuluan
Pendahuluan berisi latar belakang, permasalahan, batasan masalah,
tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan dari
skripsi ini.
BAB 2 Teori Dasar
Teori dasar berisi landasan-landasan teori sebagai hasil dari studi
literatur yang berhubungan dalam perancang bangunan dan
elektronik.
BAB 3 Perancangan Sistem
Pada bab ini akan dijelaskan secara keseluruhan sistem kerja dari
semua elektronika yang terlibat.
BAB 4 Pengujian Sistem dan Pengambilan Data
Bab ini berisi tentang unjuk kerja alat sebagai hasil dari perancangan
sistem. Pengujian akhir dilakukan dengan menyatukan seluruh
bagian-bagian kecil dari sistem untuk memastikan bahwa sistem
dapat berfungsi sesuai dengan tujuan awal.
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
8
Universitas Indonesia
BAB 5 Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan berisi simpulan yang diperoleh dari pengujian sistem
dan pengambilan data selama penelitian berlangsung, selain itu juga
Kesimpulan memuat saran untuk pengembangan lebih lanjut dari
penelitian ini.
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
9Universitas Indonesia
BAB 2
TEORI DASAR
Bab ini akan menguraikan teori dan konsep dasar yang akan menjadi
landasan dalam perancangan sistem dan pembuatan alat sehingga bab dua ini akan
menjadi acuan untuk bab selanjutnya.
2.1 Efek Seebeck
Penemuan pertama kali terkait dengan termelektrik terjadi pada tahun
1821, seorang fisikawan jerman yang bernama Thomas Johan Seebeck melakukan
eksperimen dengan menggunakan dua material logam yang berbeda yaitu
tembaga dan besi. Kedua logam itu dirangkai menjadi sebuah sambungan dimana
salah satu sisi logam dipanaskan dan sedangkan satu sisi logam yang lainnya
teteap dijaga pada suhu konstan sehingga arus akan mengalir pada rangkaian
tersebut. Arus listrik yang mengalir akan mengindikasikan adanya beda potensial
antara ujung-ujung kedua sambungan. Jarum kompas yang sebelumnya telah
diletakkan diantara dua plat tersebut ternyata mengalami penyimpangan atau
bergerak hal ini disebabkan adanya medan magnet yang dihasilkan dari proses
induksi elektromagnetik yaitu medan magnet yang timbul karena adanya arus
listrik pada logam [20].Dibawah ini adalah simulasi dari rangkaian kedua logam A
dan logam B.
Gambar 2.1 Thomas Johan Seebeck dan eksperimen efek Seebeck[14].
Gambar 2.2 Eksperimen Rangkaian dari efek Seebeck [13].
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
10
Universitas Indonesia
Hubungan anatara tegangan (V) dan perbedaaan temperatur( dan ) antara kedua ujung logam ( dan ) dapat dinyatakan dengan
persamaan berikut. = ∫ ( ( ) − ( )) (2.1)= ( − ) ∙ ( − ) (2.2)
Keterangan :V : Tegangan pada logam A dan logam B (Volt)S dan S : Koefisien Seebeck dari logam A dan logam BT dan T : Temperatur 1 (K) dan Temperatur 2 (K)
2.2 Efek Peltier
Pada tahun 1834 seorang fisikawan bernama Jean Charle Athanase
Peltier, menyelidiki kembali eksperimen dari efek Seebeck. Peltier menemukan
kebalikan dari fenomena Seebeck yaitu ketika arus listrik mengalir pada suatu
rangkaian dari material logam yang berbeda terjadi penyerapan panas pada
sambungan kedua logam tersebut dan pelepasan panas pada sambungan yang
lainnya. Pelepasan dan penyerapan panas bersesuaian dengan arah arus listrik
pada logam. Hal ini dikenal dengan efek Peltier[21].
Gambar 2.3 Jean Charles Athanese Peltier dan Eksperimen efek Peltier[14].
Gambar 2.4 Eksperimen Rangkaian dari efek Peltier [13]
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
11
Universitas Indonesia
= (Π ) = (Π − Π ) × (2.3)
Keterangan :Q atau Q ∶ aliran panas (J)Π dan Π ∶ koefisien PeltierI ∶ arus yang mengalir (A)
2.3 Sel Peltier
Pada abad ke 19 tahun 1834 Jeans Charles Athanase Peltier menemukan
efek pendingin. Dimana ketika arus listrik mengalir pada dua bahan konduktor
yang berbeda yang menyebabkan adanya penyerapan dan pelepasan panas.
Namun Peltier gagal karena penjelasan fenomena fisika lemah hal ini tidak
mematuhi hukum Ohm. Tahun 1909 dan 1911 ilmuwan lainnya yaitu Altenkirch
menunjukkan bahwa bahan termoelektrik pendingin membutuhkan koefisien
Seebeck yang tinggi [22].
Gambar 2.5 Skematik Sel Peltier [22]
Konsep dasar dari sel peltier yaitu efek Seebeck dan efek Peltier, dimana
sel Peltier ini merupakan bahan semikonduktor yang bertipe-p dan tipe-n.
Semikonduktor merupakan bahan setengah penghantar listrik yang disebabkan
perbedaan gaya ikat diantara atom-atom, ion-ion, atau molekul-molekul.
Gambar 2.6 Sel Peltier [21].
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
12
Universitas Indonesia
Semua ikatan zat padat atau bahan padat yang lainnya disebabkan adanya
gaya listrik dan tergantung pada jumlah elektron terluar pada struktur atom. Bahan
padat yang dimaksud adalah bahan padat seperti konduktor, isolator,
semikonduktor atau pun superkonduktor). Untuk penyusun dari bahan padat
terbagi menjadi dua bagian yaitu bahan padat krisal dan bahan padat amorf.
Bahan padat kristal merupakan suatu bahan padat dengan struktur partikelnya
disusun secara keteraturan yang panjang dan berulang secara periodik, contohnya
Silicon, Germanium, Gallium, Arsenid, dsb. Sedangkan bahan padat amorf
struktur partikelnya disusun dengan keteraturan yang pendek dan tidak berulang
secara periodik, contohnya Amorphous Silicon [19].
Tabel 2.1 Tabel Periodik Untuk Elemen Semikonduktor [19]
KOLOM III KOLOM IV KOLOM V
5 B
BORON
10,82
6 C
CARBON
12,01
7 N
NITROGEN
14,008
13 AL
ALUMINIUM
26,97
14 Si
SILICON
28,09
15 P
PHOSPHORUS
31,02
31 Ga
GALLIUM
69,72
32 Ge
GERMANIUM
72,60
33 As
ARSENIC
74,91
49 In
INDIUM
112,8
5 Sn
TIN
118,7
5 Sb
ANTIMONY
121,8
Semikonduktor terbagi menjadi dua yaitu semikonduktor Intrinsik (murni)
dan semikonduktor Ekstrinsik (tidak murni). Semikonduktor instrinsik merupakan
jenis semikonduktor yang murni dengan elektron valensi empat, misalnya silicon
dan germanium, keduanya terletak pada kolom empat dan table periodik. Silicon
dan germanium dibentuk oleh tetrahedral dimana setiap atom akan menggunakan
bersama atom elektron valensi dengan atom-atom tetangganya. Gambar dibawah
ini menunjukkan adanya ikatan valensi dan elektron valensi.
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
13
Universitas Indonesia
Gambar 2.7 Ikatan Kovalen [Piranti_Semikonduktor.Pdf]
Semikonduktor ektrinsik merupakan semikonduktor tidak murni dimana
terjadi penambahan elektron. Proses penambahan disebut Doping untuk
mendapatkan elektron valensi bebas dalam jumlah lebih banyak dan permanen,
yang diharapkan agar dapat mengahantarkan listrik. Doping dibagi menjadi dua
tipe yaitu tipe-N dan tipe-P, dimana semikonduktor tipe-N yang menghasilkan
muatan negatif dan merupakan donor untuk melepaskan elektron sedangkan
semikonduktor tipe-P menghasilkan muatan positif.
Gambar 2.8 Struktur Pita Energi Semikonduktor tipe-N dan tipe-P [21]
Dalam penjelasan semikonduktor maka dapat disimpulkan bahwa didalam
sel Peltier (thermoelectric cooler peltier) terdapat bahan semikonduktor dengan
tipe-N dan tipe-P yang apabila kedua tipe tersebut diberi arus lisrtik akan
menimbulkan beda potensial. Dibawah ini adalah gambar sel Peltier yang
digunakan dalam pembuatan system ini yaitu sel Peltier yang mempunyai 12V
dan 14,5 W.
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
14
Universitas Indonesia
Gambar 2.9 Ukuran Sel Peltier [9]
Agar bisa mengetahui karakteristik dari sel Peltier maka tabel dibawah ini
menjelaskan panas maksimum dan suhu maksimum. Kemudian input dari
tegangan maksimum dan arus maksimum serta resistansi dari elemen atau sel
Peltier tersebut.
Tabel 2.2 Spesifikasi Sel Peltier [9]
No Keterangan Simbol ukuran Kondisi
1 Temperatur Maksimum T 2002 Dingin Maksimum 33 Temperatur Ruang
Th = 303 Perubahan temperatur
maksimum
∆ 68 Temperatur Ruang
Th = 304 Input tegangan maksimum 15,4 Temperatur Ruang
Th = 305 Arus maksimum 3,0 Temperatur Ruang
Th = 306 Resistansi R 3,2-3,5 Temperatur Batas
Th = 257 Parallel ≤ 0,05mm
2.4 Perpindahan Panas
Perpindahan kalor merupakan ilmu yang meramalkan perpindahan energi
karena perbedaan suhu diantara benda atau material. Ilmu perpindahan kalor tidak
hanya mencoba menjelaskna bagaimana energi kalor itu berpindah dari satu benda
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
15
Universitas Indonesia
ke benda lain, tetapi juga meramalkan laju perpindahan yang terjadi pada kondisi-
kondisi tertentu. Ilmu perpindahan kalor melengkapi hukum pertama dan hukum
kedua termodinamika [3]. Perkembangan ilmu fisika dari ilmuan Count Rumford
(1753-1814), Massa Chusetts, dan Sir James Prescolt Joule (1818-1819)
melakukan percobaan bahwa aliran panas merupakan perpindahan energi dari
sistem dan lingkungan. Apabila perpindahan energi terjadi pada perbedaaan suhu
maka hal ini disebut pengaliran panas [7]. Perpindahan kalor terjadi pada 3 proses
yaitu konduksi, konveksi, dan Radiasi.
2.4.1 Konduksi
Konduksi (hantaran) merupakan perpindahan panas pada benda padat yang
terjadi apabila benda tersebut berada pada suhu tinggi ke suhu yang lebih rendah.
Suhu tinggi akan melepaskan kalor sehingga suhu rendah akan menerima kalor
dan terjadi kesetimbangan termal [9]. Perpindahan panas yang diusulkan oleh
ilmuan Perancis J.B.J.Fourier, tahun 1882 yaitu laju aliran panas dengan cara
konduksi dalam suatu bahan sama dengan hasil kali dari tiga buah besaran
berikut.
k, konduksi termal
A, luas penampang melalui panas yang mengalir dengan cara konduksi,
yang harus diukur tegak
dT/dx, gradient suhu pada penampang yaitu perubahan suhu T terhadap
jarak dalam arah aliran panas x [4].
Untuk menuliskan persamaan matematika maka harus melihat tanda
(positif dan negative). Arah x ditetapkan merupakan arah aliran positif. Menurut
hokum termodinamika panas akan mengalir secara otomatis dari suhu tinggi ke
suhu yang lebih rendah, maka aliran panas akan menjadi positif bila gradiennya
negative [4]. Maka dari persamaan diatas maka hubungan konduktivitas dapat
ditulis sebagai berikut. = − (2.4)
Dimana :
q = laju perpindahan kalor (J atau J/detik)
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
16
Universitas Indonesia
k = konduktivitas atau kehantaran termal (watt/meter)
A = luas penampang (m )
= perubahan suhu terhadap perubahan posisi (ºC/m atau K/m)
2.4.1.1 Konduktivitas Termal
Konduktivitas termal (daya hantar panas) terjadi pada fungsi suhu, dan
akan bertambah sedikit saat suhu naik namun variasi kenaikannya kecil dan sering
diabaikan. Konduktivitas termal didefinisiskan sebagai arus (negatif) per satuan
luas yang tegak lurus pada aliran dan per satuan gradient suhu [7]. Dapat ditulis
dengan persamaan matematika sebagai berikut.= − ( )⁄ (2.5)
Dimana:
K : konduktivitas termal (watt/meter)
A = luas penampang (m )
H : panas yang mengalir dari kiri ke kanan
= perubahan suhu terhadap perubahan posisi (ºC/m atau K/m)
Dari persamaan 2.5 makin besar konduktivitas termal k, makin besar pula
arus panas namun factor-faktor lain tetap sama. Oleh karena itu bahan yang nilai
k-nya besar adalah penghantar panas yang baik sedangkan bila k-nya kecil bukan
penghantar panas yang baik [7].
2.4.2 Konveksi
Istilah konveksi merupakan perpindahan panas dari satu tempat ketempat
lain akibat perpindahan bahannya sendiri. Proses konveksi adalah ketika bahan
yang dipanaskan mengalir akibat perbedaan rapat massa. Konveksi yang dipaksa
ketika bahan yang dipanaskan dipaksa bergerak dengan menggunakan alat peniup
atau pompa [7]. Konveksi juga dinyatakan laju perpindahan panas antara suatau
permukaan dan suatu fluida sehingga menurut ilmuan Inggris, Isaac Newton pada
tahun 1701 perpindahan panas secara konveksi dapat menggunakan persamaan
berikut ini [3].
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
17
Universitas Indonesia
= ∆ = ( − ) (2.6)
Dimana:∶ Laju perubahan panas dengan cara konveksi (J/s)∶ Luas perpindahan panas ( )∆ ∶ Beda antara suhu permukaan dan suhu fluida ( ).∶ Permukaan perpindahan panas atau koefisien perpindahan panas ( )Dari persamaan 2.6 koefisien konveksi ( ) bergantung pada viskositas
fluida, kecepatan, kapasitas kalor, gradien suhu, rapat massa fluida, bentuk
permukaan [3].
2.4.3 Radiasi
Pancaran (emisi) energi terus-menerus dari permukaan semua benda.
Energi ini dinamakan energi radian dan dalam bentuk gelombang elektromagnet.
Gelombang ini bergerak secepat cahaya dan dapat melewati ruang hampa serta
melalui udara. Energi radian yang dipancarkan oleh suatu permukaan, per satuan
waktu dan per satuan luas, bergantung pada sifat permukaan serta suhu. Pada suhu
rendah banyaknya radiasi kecil dan panjang gelombangnya relative panjang,
sedangkan jika suhu naik banyaknya radiasi akan meningkat dengan cepat dan
sebanding dengan suhu multak pangkat empat [7].
Fisikawan yang berasal dari Austria pada tahun 1884, J Stefan dan
L.Boltzmann menyatakan bahwa suatu benda hitam mana pun diatas suhu nol
mutlak meradiasikan energi dengan laju yang sebanding dengan suhu multak
pangkat empat. Walaupun laju pancaran (rate of emission) tidak tergantung pada
kondisi sekitar, perpindahan bersih (netto) panas radiasi memerlukan adanya
perbedaan suhu permukaan antara dua benda diantara pertukaran panas
berlangsung [4]. Untuk persamaan matematika dapat dilihat berikut ini.= ( − ) (2.7)
Dimana:q : Laju perpindahan panas secara radiasi (Joule/sekon)σ : konstanta Stefen-Boltzmann (5,67x10 ) K
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
18
Universitas Indonesia
A : Luas Permukaan (m )T dan T : Perubahan suhu dari suhu 1 dan suhu 2 (K)
Dari persamaan 2.7 disebut hukum Stefen-Boltzmann tentang radiasi
termal, dan berlaku hanya untuk benda hitam. Untuk radiasi elektromagnetik
persamaannya tidak sesederhana ini. Fenomena aliran radiasi disebut dengan
fenomena yang rumit hal ini dikarenakan perhitungannya jangan menggunakan
persamaan yang sederhana. Namun untuk sementara ini bahwa dalam teori ini
hanya menekankan adanya perbedaan mekanisme fisik antara perpindahan kalor
radiasi dengan sistem perpindahan kalor secara konduksi dan konveksi [3].
2.5 Daya Listrik
Energi listrik merupakan bentuk energi yang dihasilkan dari adanya beda
potensial antara dua titik, sehingga membentuk sebuah arus listrik dan
mendapatkan kerja listrik. Energi listrik dinyatakan sebagai arus listrik yang
bermuatan listrik negatif atau elektron karena adanya perbedaan beda potensial.
Pada tahun (1787-1854) Georg Simon Ohm menentukan dan melakukan
eksperimen bahwa arus I pada logam sebanding dengan beda potensial V.
kemudian jika pada logam atau kawat diberikan hambatan R terhadap arus maka
elektron-elektron diperlambat karena adanya interaksi dengan atom-atom.
Sehingga makin tinggi hambatan, makin kecil arus I pada suatu tegangan V. Hal
ini dikenal dengan hukum Ohm, akan tetapi banyak fisikawan menyatakan ini
bukan merupakan hukum melainkan definisi hambatan. Pernyataan hukum Ohm
apabila arus yang melalui konduktor logam sebanding dengan tegangan, akan
tetapi R konstan [2]. Hubungan antara arus, tegangan dan hambatan dapat
dinyatakan sebagai berikut. = (2.8)
Dimana:
R : hambatan (Ω)
V : Tegangan (Volt)
I : Arus Listrik (A)
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
19
Universitas Indonesia
Energi listrik yang diubah menjadi energi panas atau cahaya akan terjadi
banyak tumbukan elektron yang bergerak dan atom pada kawat sehingga
menyebabkan arus menjadi besar. Pada kawat setiap tumbukan, sebagian energi
elektron ditransfer ke atom yang ditumbuknya akibatnya energi kinetik atom
bertambah dengan demikian temperatur elemen kawat bertambah. Energi panas
yang bertambah dapat ditransfer sebagai kalor dengan perpindahan panas secara
konduksi dan konveksi [2].
Daya merupakan suatu besaran yang penting dalam rangkaian listrik. Daya
merupakan kecepatan perubahan Energi. Untuk mencari daya yang diubah ke
listrik maka energi yang diubah merupakan muatan Q yang bergerak melintasi
beda potensial sebesar V sehingga perubahan tersebut ditulis Q. Jadi persamaan
matematika dalam menghitung daya (P).Ρ = (2.9)
muatan yang mengalir per detik yang merupakan I. jika suatu tegangan v
dikenakan pada unsur dimana di dalamnya mengalir arus (A) ,sehingga daya (P)
dapat ditulis dengan persamaan berikut.= (2.10)
Dimana :
P : Daya Listrik (Watt atau J/det)
I : Arus Listrik (A)
V : Beda Potensial (Volt)
Untuk menghitung daya pada hambatan hambatan (R) dapat ditulis dengan
hukum ohm pada persamaan (2.9), sehingga daya listrik juga dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut ini.= (2.11)
Dimana :
P : Daya Listrik (Watt atau J/det)
I : Arus Listrik (A)
R : hambatan (Ω)
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
20
Universitas Indonesia
2.6 Efisiensi
Pada mesin diperlukan beberapa perhitungan efisiensi yang berguna untuk
mengetahui seberapa besar efisiensi dari mesin yang mengeluarkan panas dan
kerja dari mesin itu sendiri. Efisiensi didefinisikan sebagai fraksi antara kerja
yang dihasilkan dengan energi panas yang masuk ke mesin.= × 100% (2.12)
Dimana :
: Efisiensi
W : Kerja (J)
: Energi Panas (J)
Jika diinterpretasikan sebagai = 100% artinya seluruh energi panas
seluruhnya diubah menjadi W. nilai adalah antara 0 sampai 1. Semakin
besar maka semakin bagus mesin tersebut akan tetapi pada kenyataannya tidak
ada mesin yang mengubah panas menjadi kerja seluruhnya. Oleh karena itu perlu
diadakan perbandingan untuk beberapa metode dari efisiensi, maka efisiensi yang
akan dikaitkan dengan sistem ini adalah efisiensi Actual, efisiensi Carnot dan
efisiensi Adjusted [16].
2.6.1 Actual Efficiency
Metode yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah metode actual
efficiency yaitu mencari efisiensi yang sebenarnya. Mesin yang bekerja akan
mengeluarkan panas sehingga panas yang dikeluarkan oleh mesin akan diolah lagi
menjadi energi listrik, sehingga efisiensi didefinisikan sebagai kerja yang
dilakukan mesin yang dibagi dengan input panas yang diterima oleh mesin [16].
Gambar 2.10 Sistem Kerja Mesin Panas [16].
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
21
Universitas Indonesia
= (2.13)
Dimana :η : Efisiensi
W : Kerja (J)Q : Energi Panas (J)
Sehingga efisiensi sebenarnya dilakukan untuk menghitung daya yang
dihasilkan oleh kerja mesin dengan daya masukan dari mesin panas. Dimana
daya kerja ( ) yang dikeluarkan oleh mesin bisa dihitung dengan persamaan
(2.11) sedangkan daya panas dari inputan mesin dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan (2.10) oleh karena itu, efisiensi yang sebenarnya dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan berikut [16].= (2.14)
Dimana :η : EfisiensiP : Daya Kerja Mesin (W)P : Daya Mesin Panas (W)
2.6.2 Carnot Efficiency
Fisikawan Prancis (1824) Sadi Carnot menunjukkan bahwa efisiensi
maksimum dari mesin panas hanya bergantung pada suhu antara mesin yang
beroperasi bukan pada jenis mesin. Berdasarkan dalil dari Carnot, mesin yang
bekerja antara suhu yang tinggi menuju suhu yang rendah dimana satuan dari suhu
tersebut dalam satuan Kelvin. Kelvin mengemukakan pada dua suhu yang tertentu
tidak adanya bergantung pada sifat zat kerja akan tetapi hanya merupakan fungsi
suhu. Efisiensi mesin Carnot dipengaruhi oleh suhu panas dan suhu dingin,
sehingga semakin besar beda temperatur maka semakin efisien kerja dari mesin
Carnot. Agar mencapai efisiensi mesin 100% maka suhu dingin haruslah 0
Kelvin.
Pada saat ini belum ada eksperimen yang dapat meraih suhu hingga
benar-benar 0 mutlak, maka dari itu tidak mungkin efisiensi mesin mempunyai
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
22
Universitas Indonesia
efisien 0 hal ini sama saja mesin tidak dapat melakukan kerja apapun. Sehingga
dapat menyimpulkan bahwa efisiensi Carnot berkisar antara 0 sampai 1 [16].
Dengan persamaan dibawah ini maka efisiensi Carnot dapat dihitung sebagai
berikut. = (2.15)
Dimana:: Efisiensi Carnot.
: suhu panas (K)
: suhu dingin (K)
2.6.3 Adjusted Efficiency
Metode selanjutnya adalah menghitung efisiensi suhu disekitar atau
lingkungan. Metode ini dilakukan berguna untuk menghitung perubahan suhu
yang terjadi ketika panas yang dikeluarkan oleh mesin lebih besar atau tidak.
Perhitungan dari kerugian energi dan menambahkannya kembali pada .
Hal ini menunjukkan bahwa, kerugian atau kehilangan energi yang terbuang akan
dicatat dan efisiensi yang dihasilkan mendekati efisiensi Carnot yang
menunjukkan efisiensi maksimum tidak mungkin mencapai 100% [16]. Sehingga
efisiensi lingkungan dapat diukur dengan menggunakan persamaan dibawah ini := = ( ) (2.16)
Untuk mencari resistansi ( r ) : = (2.17)
Dimana :
: Efisiensi AdjustedP ′ : Daya Kerja Sel Peltier ke Dua (W)P ′ : Daya heater ke Dua (W)
: Arus Sel Peltier (A)
: Hambatan di Dalam Sel Peltier (Ω)P : Daya Heater ada hambatan (W)P ( ) : Daya Heater Tanpa hambatan (W)
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
23
Universitas Indonesia
V : Output Tegangan Sel Peltier Ada Hambatan (V)V : Output Tegangan Sel Peltier tanpa hambatan (V)
: Hambatan Luar Sel Peltier (Ω)
2.7 Sensor Temperatur
Sensor temperatur merupakan alat yang dapat mendeteksi adanya
perubahan suhu menjadi keluaran signal listrik sehingga keluaran suhu yang
dikeluarkan oleh sistem atau lingkungan dalam zat (padat, gas, cair) bisa terukur.
Dalam pembuatan alat ukur suhu terdapat banyak sensor temperatur yang
digunakan dalam hal pembuatan sistem ini digunakan sensor temperatur yaitu
DS1820. Sensor suhu Ds 1820 ini dikeluarkan oles Dallas Semiconductor yang
bisa membaca dengan menggunakan protokol komunikasi satu wire. Ds1820
memiliki tiga pin yang terdiri dari +5, DQ (Data input/output) dan Ground.
Gambar 2.11 Pin Konfigurasi DS1820 [Datasheet DS1820.Pdf]
DS1820 mempunyai keunggulan yaitu data yang dikeluarkan berupa data
digital dengan ketelitian 0.5ºC yang bisa dibaca oleh mikrokontroler. Pin yang
dihubungkan hanya menggunakan satu port untuk komunikasi serial, dengan
kemampuan dari DS1820 adalah memiliki 64-bit, tidak memerlukan komponen
eksternal, power supply berkisar 3V sampai 5.5V, suhu yang akan diukur bisa
mencapai -55ºC sampai 125ºC dengan keakuratan data dari -10ºC sampai 85ºC,
resolusi dari ds 1820 ini adalah 9-bit dengan kecepatan mengukur suhu 750ms
sampai 800ms [8].
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
24
Universitas Indonesia
2.8 Pulse Width Modulation (PWM)
PWM atau Pulse Width Modulation merupakan suatu teknik yang
digunakan unuk mengontrol kerja suatu alat yang memerlukan arus pull in yang
besar untuk menghindari disipasi daya yang berlebihan dari alat yang dikontrol,
atau untuk menghasilkan variabel output tegangan DC. Signal PWM dapat
menggunakan dua metode yaitu menggunakan rangkaian Op-amp dan
menggunakan metode digital. Metode analog yaitu umumnya digunakan langsung
pada power supply, setiap perubahan PWM nya dipengaruhi oleh besarnya power
supply dan menggunakan resolusi pwm dari 5.000 atau lebih. Kemudian
keluarannya harus disaring dengan low-pass filter. Sedangkan metode digital yaitu
setiap perubahan PWM nya dipengaruhi oleh resolusi dari PWM itu sendiri.
Misalnya PWM digital 8bit berarti PWM tersebut memiliki resolusi 2 =256,
sehingga nilai keluaran PWM ini memiliki 256 variasi yaitu mulai dari 0-255 yang
menunjukkan duty cycle nya 0-100% dari keluaran PWM tersebut [18]. Pada
perancangan sistem ini, mengunakan signal PWM dengan metode digital yang
dibangkitkan oleh mikrokontroler ATMEGA 16. Signal ditentukan dengan
menentukan frekuensi dan waktu dari variabel ON dan OFF.
Parameter PWM dimana mempunyai tiga bagian periode, frekuensi dan
waktu. Periode (T) merupakan durasi waktu dari satu siklus PWM. Sedangkan
frekuensi merupakan pengulangan siklus ouput PWM, dimana F=1/T dengan
satuan Hertz. Lebar pulsa adalah waktu selama satu siklus PWM adalah ”ON”,
dan apabila tidak ON maka logika tinggi atau logika rendah tergantung pada
aplikasi yang digunakan. Gambar 2.13 merupakan logika tinggi yang diasumsikan
keadaan ON dan durasi waktu interval ditandai dengan ” ”. Sedang kan
Duty Cycle adalah rasio waktu ON untuk periode ( /T). Hal ini sering
diberikan simbol D yang dapat divariasi dari 0 hingga 1, 0 menunjukkan bahwa
t=0 atau t ada wktu untuk ON sementara 1 menunjukkan t=T atau selalu ON [12].
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
25
Universitas Indonesia
Gambar 2.12 Parameter PWM High Time [12].
Gambar 2.13 merupakan pemodulasian sinyal yang beragam untuk
menentukan duty cycle yang diinginkan sesuai dengan kegunaan dari sistem [17].
Gambar 2.13 Duty Cycle PWM [17].
Proses pembangkitan signal PWM pada mikrokontroler ATMEGA 16 ada 2
cara yaitu pertama signal PWM di trigger dari port input atau output yang
berfungsi sebagai output. Sedangkan kedua signal PWM ditrigger pada program
dari timer atau counter sehingga proses pengaturan high atau low untuk signal
digital dapat dikendalikan dengan menentukan periode ON dan Off pada register
gelombang PWM [6]
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
26
Universitas Indonesia
Gambar 2.14 Pengaturan PWM pada ATMEGA [18]
Resolusi adalah jumlah variasi perubahan nilai dalam PWM tersebut.
Misalkan suatu PWM memiliki resolusi 8 bit berarti PWM ini memiliki variasi
perubahan nilai sebanyak 2 pangkat 8 = 256 variasi mulai dari 0 – 255 perubahan
nilai. Compare adalah nilai pembanding. Nilai ini merupakan nilai referensi duty
cycle dari PWM tersebut. Nilai compare bervariasi sesuai dengan resolusi dari
PWM. pada gambar nilai compare ditandai dengan garis warna merah, dimana
posisinya diantara dasar segitiga dan ujung segitiga. Clear digunakan untuk
penentuan jenis komparator apakah komparator inverting atau non-inverting.
Mikrokontroler akan membandingkan posisi keduanya, misalkan bila PWM diset
pada kondisi clear down, berarti apabila garis segitiga berada dibawah garis
merah (compare) maka PWM akan mengeluarkan logika 0. Begitu pula
sebaliknya apabila garis segitiga berada diatas garis merah (compare) maka PWM
akan mengeluarkan logika 1. Lebar sempitnya logika 1 ditentukan oleh posisi
compare, lebar sempitnya logika 1 itulah yang menjadi nilai keluaran PWM,dan
kejadian ini terjadi secara harmonik terus-menerus. Maka dari itu nilai compare
inilah yang dijadikan nilai duty cycle PWM. Clear Up adalah kebalikan (invers)
dari Clear Down pada keluaran logikanya [18].
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
27
Universitas Indonesia
Gambar 2.15 Compare Duty Cycle[18]
Prescale digunakan untuk menentukan waktu perioda dari pada PWM.
Nilai prescale bervariasi yaitu 1, 8, 64, 128, 256, 1024. Misalkan jika prescale
diset 64 berarti timer/PWM akan menghitung 1 kali bila clock di CPU sudah 64
kali, Clock CPU adalah clok mikrokontroler itu sendiri. Perioda dari PWM dapat
dihitung menggunakan rumus:= × × (2.18)
Setting prescale disini digunakan untuk mendapatkan frekuensi dan
periode kerja PWM sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan. Untuk perhitungan
duty cycle dengan cara mengatur lebar pulsa “on” dan “off” dalam satu periode
gelombang melalui pemberian besar sinyal referensi output dari suatu PWM akan
didapat duty cycle yang diinginkan. Duty cycle dari PWM dapat dinyatakan
sebagai: = × 100% (2.19)
Duty cycle 100% berarti sinyal tegangan pengatur sistem dilewatkan
seluruhnya. Jika tegangan catu 100V, maka keluaran dari sistem akan mendapat
tegangan 100V. pada duty cycle 50%, tegangan pada sistem hanya akan
diberikan 50% dari total tegangan yang ada, begitu seterusnya.
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
28
Universitas Indonesia
Gambar 2.16 Duty Cycle pada Tegangan [18]
Perhitungan Pengontrolan tegangan output sistem dengan metode PWM
cukup sederhana.
Gambar 2.17 Perhitungan Pengontolan Tegangan [18]
Dengan menghitung duty cycle yang diberikan, akan didapat tegangan
output yang dihasilkan. Sesuai dengan rumus yang telah dijelaskan pada gambar
yaitu. = × (2.20)
Verage voltage merupakan tegangan output pada motor yang dikontrol oleh sinyal
PWM. a adalah nilai duty cycle saat kondisi sinyal “on”. b adalah nilai duty
cycle saat kondisi sinyal “off”. Vfull adalah tegangan maximum pada motor.
Dengan menggunakan rumus diatas, maka akan didapatkan tegangan output
sesuai dengan sinyal kontrol PWM yang dibangkitkan [18].
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
29
Universitas Indonesia
2.9 Relay
Relay adalah saklar mekanik yang dikendalikan atau dikontrol secara
elektronik (elektromagnetik). Saklar pada relay akan terjadi perubahan posisi OFF
ke ON pada saat diberikan energi elektromagnetik pada relay tersebut. Relay pada
dasarnya terdiri dari 2 bagian utama yaitu saklar mekanik dan sistem pembangkit
elektromagnetik (induktor inti besi). saklar atau kontaktor relay dikendalikan
menggunakan tegangan listrik yang diberikan ke induktor pembangkit magnet
untuk menarik armatur tuas saklar atau kontaktor relay. Relay yang ada dipasaran
terdapat berbagai bentuk dan ukuran dengan tegangan kerja dan jumlah saklar
yang bervariasi [23].
Relay dibutuhkan dalam rangkaian elektronika sebagai eksekutor sekaligus
interface antara beban dan sistem kendali elektronik yang berbeda sistem power
supply nya. Secara fisik antara saklar atau kontaktor dengan elektromagnetik relay
terpisah sehingga antara beban dan sistem control terpisah. Bagain utama relay
elektromagnetik adalah kumparan elektromagnetik, saklar atau kontaktor, swing
armature, dan spring pegas [23].
Dari konstruksi relay elektromekanik diatas dapat diuraikan sistem kerja
atau proses relay bekerja. Pada saat elektromagnet tidak diberikan sumber
tegangan maka tidak ada medan magnet yang menarik armature, sehingga saklar
relay tetap terhubung ke terminal NC (Normally Close) seperti terlihat pada
gambar konstruksi dibawah. Kemudian pada saat elektromagnet diberikan sumber
tegangan maka terdapat medan magnet yang menarik armature, sehingga saklar
relay terhubung ke terminal NO (Normally Open) seperti terlihat pada gambar
dibawah [23]
Gambar 2.18 Relay Posisi Normally Open dan Normally Close [23]
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
30
Universitas Indonesia
Relay elektromekanik memiliki kondisi saklar atau kontaktor dalam 3
posisi. Ketiga posisi saklar atau kontaktor relay ini akan berubah pada saat relay
mendapat tegangan sumber pada elektromagnetnya[23].
1. Posisi Normally Open (NO), yaitu posisi saklar relay yang terhubung ke
terminal NO (Normally Open). Kondisi ini akan terjadi pada saat relay
mendapat tegangan sumber pada elektromagnetnya.
2. Posisi Normally Colse (NC), yaitu posisi saklar relay yang terhubung ke
terminal NC (Normally Close). Kondisi ini terjadi pada saat relay tidak
mendapat tegangan sumber pada elektromagnetnya.
3. Posisi Change Over (CO), yaitu kondisi perubahan armatur saklar relay
yang berubah dari posisi NC ke NO atau sebaliknya dari NO ke NC.
Kondisi ini terjadi saat sumber tegangan diberikan ke elektromagnet atau
saat sumber tegangan diputus dari elektromagnet relay.
Relay dapat digunakan untuk mengontrol motor AC dengan rangkaian
kontrol DC atau beban lain dengan sumber tegangan yang berbeda antara
tegangan rangkaian kontrol dan tegangan beban. Diantara aplikasi relay yang
dapat ditemui diantaranya adalah.
Relay sebagai kontrol ON/OF beban dengan sumber tegang berbeda.
Relay sebagai selektor atau pemilih hubungan.
Relay sebagai eksekutor rangkaian delay (tunda).
Relay sebagai protektor atau pemutus arus pada kondisi tertentu
Berikut ini adalah gambar relay yang digunakan dalam sistem ini yang
mempunyai tipe HRS2H dengan tegangan 12V [10].
Gambar 2.19 Relay kaki 8[10]
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
31Universitas Indonesia
BAB 3
PERANCANGAN DAN CARA KERJA SISTEM
Bab 3 menjelaskan tentang perancangan dan cara kerja sistem yang
menjabarkan prosedur dari perangkat hardware (mekanik dan rangkaian) serta
software (program) pada “Rancang Bangun Sistem Efisiensi Sel Peltier Berbasis
Mikrokontroler”
3.1 Sistem Mekanik
Sistem ini dirancang dengan menggunakan teknologi termoelektrik.
Dimana Teknologi ini diterapkan untuk memanfaatkan energi listrik yang
terbuang oleh mesin. Sistem ini menggunakan sel Peltier yang akan dimanfaatkan
sebagai penghasil energi listrik. Sel Peltier bekerja ketika terjadi perbedaan
temperatur diantara ujung-ujung sel dan menghasilkan arus listrik.. Sistem
mekanik dapat dilihat pada blok diagram dibawah ini.
Gambar 3.1 Blok Diagram sistem
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
32
Universitas Indonesia
Penjelasan diatas sudah diketahui bahwa sistem ini menggunakan sel
Peltier, dengan tujuan berapa besar nilai efisiensi yang dihasil kan oleh sel
Peltier. Dengan kata lain nilai efisiensi dari sel Peltier = ∆ yaitu
perbandingan antara nilai energi listrik (E) keluaran dari sel Peltier dengan nilai
input dari Sistem pemanas atau perubahan panas dari sistem pemanas (Δ ).
Berikut ini merupakan penjelasan dan fungsi dari masing-masing gambar 3.1.
Sel Peltier mempunyai dua sisi yang berbeda yaitu sisi panas dan sisi
dingin. Ketika sistem pemanas dinyalakan arus akan melewati beberapa resistor
(R) sehingga suhu dari permukaan sel Peltier akan berubah, perubahan suhu pada
sistem pemanas akan dibaca oleh sensor suhu DS1820 yang dihubungkan pada
mikrokontroler. Kemudian daya (P) sistem pemanas akan diukur dengan
menggunakan R total dari Heater dan variabel tegangan dengan menggunakan
ADC. Sedangkan sistem pendingin dihubungkan dengan sisi dingin sel Peltier,
suhu pada sistem pendingin akan dijaga konstan yang dibaca oleh sensor suhu
DS1820. Sel Peltier bekerja ketika terjadi beda temperatur sehingga menghasilkan
arus listrik. Semua data yang terukur akan dibaca oleh mikrokontroler melalui
RS232 pada PC yang ditampilkan pada LCD dan program monitoring LabVIEW.
3.2 Perancangan Mekanik
Dalam Perancangan mekanik meliputi tiga perancangan mekanik yaitu
perancangan sistem, perancangan mekanik sistem pemanas, perancangan mekanik
sistem pendingin.
3.2.1 Blok Sistem
Pada gambar 3.2 merupakan gambar keseluruhan mekanik sistem. Desain
pertama yang dilakukan membuat kotak dengan bahan dasar yang terbuat dari
kaca dengan ketebalan 5 milimeter, panjang 50cm, tinggi 15cm dan lebar 15cm
sehingga sistem ini berbentuk persegi panjang.
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
33
Universitas Indonesia
Gambar 3.2 Blok Perancangan mekanik sistem
Gambar 3.3 Perancangan tampak depan perancangan sistem
Pada gambar 3.2 terlihat sistem mempunyai dua bagian. Bagian sistem
pertama merupakan tempat sirkulasi air es yang berisikan selang dan pompa air
sedangkan bagian sistem kedua tempat meletakkan sistem pemanas, sistem
pendingin, dan sel Peltier. Perancangan sistem ini disertai dengan tiga sensor suhu
(Ds1820) yang diletakkan pada sistem pemanas, sistem pendingin dan suhu pada
sistem (lingkungan). Dimana perancangan sistem ini akan dihubungkan dengan
rangkaian elektronika, power supply dan variabel tegangan yang akan
dikendalikan oleh mikrokontroler.
Sedangkan pada gambar 3.3 merupakan perancangan mekanik 3 dimensi
yang didalamnya terdapat sistem pemanas dan sistem pendingin serta sel Peltier.
sistem ini akan dikendalikan oleh rangkaian elektronika dan mikrokontroler.
Dimana nantinya output dari sistem ini akan dimonitoring monitoring komputer
dengan menggunakan software LabVIEW dan ditampilkan pada teks LCD.
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
34
Universitas Indonesia
3.2.2 Sistem Pendingin.
Mekanik sistem pendingin didesain dengan menggunakan bahan dasar
plat. Plat ini mempunyai ukuran dengan ketebalan 2 cm, lebar 12,1cm dan
panjang 10,3 cm. Ketebelan plat ini berfungsi sebagai aliran air yang terhubung
dengan pipa didalam plat tersebut. Ukuran pipa untuk mekanik sistem pendingin
yaitu 6,5 cm dengan diameter 0,2 cm. Pipa tersebut dihubungkan dengan selang
air, dimana pompa air sebagai pengendali air. Terjadinya aliran air didalam plat
bertujuan agar suhu pada sistem pendingin dijaga konstan.
Gambar 3.4 Sistem pendingin
Pada gambar 3.4 mekanik sistem pendingin dihubungkan pada sisi dingin
sel Peltier. Dibawah ini merupakan gambar perancangan mekanik sistem
pendingin dengan dua buah pipa yang sudah didesain dan siap digunakan dalam
penelitian ini.
Gambar 3.5 Mekanik pada sistem pendingin
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
35
Universitas Indonesia
3.2.3 Sistem Pemanas
Untuk sistem pemanas di desain sama seperti sistem pendingin dengan
ukuran plat alumanium panjang 10,3cm dan lebar 12,1 cm. namun perbedaan
perancangan sistem pemanas yaitu pada ketebalan platnya 0,5cm. Pemanas
(Heater) diletakkan ditengah-tengah plat alumanium sehingga panas yang
dihasilkan heater akan menyebar kepermukaan plat alumanium.
Gambar 3.6 Perancangan mekanik sistem pemanas
Heater yang digunakan adalah enam resistor keramik yang dipasang
secara parallel dihubungkan dengan daya listrik. Dimana fungsi dari sistem
pemanas adalah untuk mengalirkan aliran arus pada sisi panas sel Peltier sehingga
sel Peltier akan menghasilkan output berupa tegangan.
3.3 Rangkaian Elektronika
Pada sistem ini diperlukan perangkat hardware rangkaian elektronika
dimana rangkaian elektronika ini nantinya akan menjalankan sistem dari
perancangan mekanik sistem. Rangkaian elektronika merupakan gabungan
komponen-komponen listrik dan komponen elektronik lainnya. Dibawah ini akan
dijelaskan fungsi dari masing-masing rangkaian elektronika yang digunakan
dalam pembuatan sistem ini.
3.3.1 Rangkaian Pengendali Nilai Hambatan Pada Sel Peltier
Untuk mengetahui nilai Efisiensi sel Peltier maka ada baiknya mengetahui
nilai hambatan yang digunakan. Dalam hal ini nilai hambatan yang digunakan
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
36
Universitas Indonesia
adalah 4 buah resistor 0 Ω, 1Ω, 2Ω, dan 4Ω. Variasi nilai hambatan bertujuan
agar mendapatkan perbandingan nilai efisiensi sel Peltier.
Gambar 3.7 Rangkaian pengendali nilai hambatan pada sel Peltier
Empat buah resistor dihubungkan dengan on off relay. Dimana Relay
dihubungkan dengan diode 4007 yang berfungsi sebagai penyearah (rectifier) dan
tegangan positif +V dari mikrokontroler. Diode terhubung pada transistor ke kaki
kolektor, kaki basis dihubungkan dengan resistor dan emitter langsung ke GND.
Transistor berfungsi untuk menguatkan arus yang masuk sehingga dapat
menggerakkan relay dan resistor sebagai pembagi tegangan yang terhubung
langsung ke mikrokontroler.
Pada penelitian ini hambatan pada sel Peltier akan dikendalikan oleh
mikrokontroler dengan menggunakan prinsip kerja dari relay. Hambatan yang
diubah-ubah pada sel Peltier bertujuan membandingkan hasil efisiensi dari ouput
Sel Peltier seberapa besar efisiensi dari perbedaan hambatan tersebut. Ketika
relay diberikan logika 0001 maka mikrokontroler akan memberi perintah pada
input S1 dengan hambatan 0,5 yang merupakan relay akan mati (off). Sedangkan
S1
R21 0 R22 1 R23 2 R24 4
S2 S3 S4
D1 4007 D24007 D3 4007 D44007
T8
BC547
T9
BC547R
292K
7
R26
2K7
T10
BC547
T11
BC547
R27
2K7
R28
2K7
GND GND GND
+V +V
12
J7
CELL
S1 S2 S3 S4
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
37
Universitas Indonesia
untuk perintah relay on ketika relay diberikan logika 0010 yang berarti 2 sehingga
mikrokontroler akan memerintahkan input S2 aktif dengan demikian nilai
hambatan akan terukur yang nantinya akan menjadi fungsi pembagi tegangan sel
Peltier. Dalam hal ini relay akan aktif ketika diberikan logika dengan nilai genap
sedangkan ketika diberi logika nilai ganjil maka relay akan mati (off). Selanjutnya
untuk mengaktifkan input S3 dan S4 nilai hambatan pada sel Peltier akan diberi
perintah dari mikrokontroler sesuai dengan nilai logika genap.
3.3.2 Rangkaian Sensor Temperatur
Sensor suhu yang digunakan adalah sensor suhu DS1820. Sensor suhu Ds
1820 ini dikeluarkan oles Dallas Semiconductor yang bisa membaca dengan
menggunakan protokol komunikasi satu wire. DS1820 memiliki tiga pin yang
terdiri dari +5, DQ (Data input/output) dan Ground. Perangcangan rangkaian
sensor suhu dapat dilihat dari gambar berikut.
Gambar 3.8 Rangkaian 1-wire DS1820
Untuk mengukur suhu pada sistem diperlukan tiga buah sensor suhu, yang
diletakkan pada sistem pemanas, sistem pendingin dan keseluruhan sistem. Sensor
suhu ini langsung dihubungkan ke mikrokontroler dengan 3 pin yaitu VCC, Data
dan GND. Fungsi dari sensor DS1 untuk mengukur suhu pada sistem pemanas
yang akan diukur ketika sistem pemanas bekerja sehingga sensor akan mendeteksi
suhu pada sistem pemanas, sedangkan DS2 dihubungkan dengan sistem pendingin
yang nantinya suhu akan dijaga konstan dan DS3 berfungsi sebagai mengukur
suhu ruangan atau pada sistem.
3.3.3 Rangkaian Power Supply
Rangkaian elektronika membutuhkan power supply, dimana power supply
yang dibutuhkan mempunyai fungsi masing-masing. Power supply yang
digunakan dalam pembuatan sistem ini adalah 5 Volt, 12 Volt dan 15 Volt.
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
38
Universitas Indonesia
3.3.3.1 Rangkaian Power Supply 5V
Rangkaian 3.9 ini digunakan sebagai sumber tegangan mikrokontroler
dengan sumber tegangan 5V AC. Rangkaian ini menggunakan dioda bridge
sebagai penyearah tegangan dari input Ac trafo menjadi tegangan DC.
Gambar 3.9 Rangkaian power supply (5V)
Dari input terminal blok J1 Arus akan mengalir dan melewati kapasitor.
Fungsi kapasitor disini sebagai filter kemudian Resistor berfungsi untuk
mengurangi arus. Semakin besar tegangan, maka arus yang keluar tidak terlalu
besar (kecil) dan resistor yang digunakan harus lebih besar, jadi semakin besar
resistor maka semakin kecil nilai arus yang diberikan sehingga transistor aktif.
Transistor berfungsi sebagai penguat dan IC 7812 berfungsi sebagai regulator
sehingga tegangan berubah menjadi 5VDC yang terhubung pada ouput J2,
kemudian J2 akan dihubungkan dengan mikrokontroler.
3.3.3.2 Rangkaian Power Supply 12V
Rangkaian power supply 12V digunakan sebagai sumber tegangan yang
terhubung dengan sistem pemanas. Sumber tegangan ini mempunyai daya 120
Watt dengan arus 10 Ampere.
Gambar 3.10 Rangkaian power supply 12V
1 2 3 4
A
B
C
D
4321
D
C
B
A
+
C2
4700
uF
R1 47
T1
TIP2955
Vin1
GN
D2
+6V3
IC17805
C3330nF
+C4
100uF
12
J2
+
C1
4700
uF
12
J1 AC
AC
V+
V-
D15A
V
0V
1 2 3 4 5 6
A
B
C
D
654321
D
C
B
A
Title
Number RevisionSize
B
Date: 30-Sep-2012 Sheet ofFile: D:\FILE KULIAH\FILE S1\SKRIPSI\buat skripsi\Efisiensi Lampu.DdbDrawn By:
+4700uFC2
+4700uFC1
+ 100uFC4
GND12V
Vin1
GN
D2
Vout3
IC 7812
12
J1
330nFC3
47
R1
TIP2955T1
12
J2
12
J3
12VGND
AC
1 +
AC
2
-
D1BRIDGE
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
39
Universitas Indonesia
Perancangan rangkaian power supply 12 Volt menggunakan dioda bridge
sebagai penyearah tegangan dari input Ac trafo menjadi tegangan DC. Pada
rangkaian terdapat beberapa kapasitor yang berfungsi sebagai filter sehingga
ouput tegangannya akan menjadi stabil. Transistor sebagai penguat arus yang
terhubung dengan IC 7812 yang berfungsi sebagai regulator penghasil tegangan
12VDC yang terhubung langsung ke GND.
3.3.3.3 Rangkaian Power Supply 15V
Rangkaian ini merupakan sumber tegangan pada rangkaian pengkondisian
signal yaitu instrumentasi amplifier dengan keluaran tegangan 15Volt.
Gambar 3.11 Rangkaian power supply 15V
Rangkaian ini menggunakan dioda bridge sebagai penyearah tegangan dari
input Ac trafo menjadi tegangan DC. J3 merupakan input dari power supply
dengan 3kaki, kaki 1 dan 3 terhubung dengan trafo yang menyebabkan tegangan
AC berubah menjadi tegangan DC. Sedangkan kaki 2 langsung terhubung dengan
J4 ouput. Kapasitor pada rangkaian berfungsi sebagai filter sehingga tegangan
yang melewati kapasitor akan ditampung terlebih dahulu kemudian resistor pada
rangkaian berfungsi untuk mengurangi arus yang masuk atau sebagai hambatan.
1 2 3 4
A
B
C
D
4321
D
C
B
A
+
C247
00uF
R1 47
T1
TIP2955
Vin1
GN
D2
+6V 3
IC17812
C3330nF
+C4
100uF
12
J2
+C1
4700
uF12
J1 AC
AC
V+
V-
D16A
9V
0V
AC
AC
V+
V-
D26A
+
C547
00uF
+
C647
00uF
123
J3
R2 47Vin1
GN
D2
+15V 3
IC27815
Vin2
GN
D1
-15V 3
IC37915
R3 47
T2
TIP2955
T3
TIP3055
C7330nF
+C9
100uF
C8330nF
+C10
100uF
123
J4
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
40
Universitas Indonesia
Sehingga transitor akan aktif dan menjadi saturasi dari fungsinya kapasitor
sebagai penguat yang dihubungkan dengan IC 7815 sebagai regulator +15VDC
sedangkan IC 7915 berfungsi sebagai regulator tegangan -15VDC. Kemudian
ouput J4 dihubungkan dengan instrumentasi amplifier.
3.3.4 Rangkaian Penguat AD620
Gambar 3.12 Rangkaian penguat (AD620)
Pada Sel Peltier, keluaran differensial sensor ini, diinputkan ke tahap
penguatan, dalam hal ini dikarenakan keluaran tegangan dari sel peltier sangat
kecil yaitu sekitar 0.99mV sampai 1.79mV. AD620 akan dihubungkan dengan
mikrokontroler, mikrokontroler hanya dapat membaca tegangan antara 0V
sampai 5V sehingga dibutuhkan penguatan 100x. Keluaran dari penguataan
AD620 ini difilter terlebih dahulu sebelum diberi input ke pin adc dari
mikrokontroler.
3.3.5 Rangkaian PWM untuk Variabel Tegangan pada Heater
PWM atau Pulse Width Modulation merupakan suatu teknik yang
digunakan unuk mengontrol kerja suatu alat yang memerlukan arus pull in yang
besar untuk menghindari disipasi daya yang berlebihan dari alat byang dikontrol,
atau untuk menghasilkan variabel output tegangan DC. Pada penelitian ini PWM
1 2 3 4 5 6
A
B
C
D
654321
D
C
B
A
Title
Number RevisionSize
B
Date: 4-Oct-2012 Sheet ofFile: D:\FILE KULIAH\FILE S1\SKRIPSI\OK\SHEPTA.ddbDrawn By:
10K10K
10K10K
Vref
+Vs -Vs
24.7K
24.7K
2
1
8
3
7 5 4
6
IC7AD620
C10 104 C11 104
+VS GND -VS
VR4
50K
12
J1
R25
2K7
+
C12
106
GND
12
J2
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
41
Universitas Indonesia
digunakan untuk mengatur sumber daya pada Heater sehingga dapat mendeteksi
tingkat panasnya heater yang diatur oleh signal PWM dengan persentase duty
cycle yang diberikan.
Gambar 3.13 Rangkaian PWM untuk variabel tegangan pada heater
Rangkaian diatas merupakan rangkaian perancangan pwm untuk
mengendali tegangan pada heater. Rangkaian ini dihubungkan dengan heater
dengan tujuan untuk memberikan signal input berupa PWM sehingga signal pwm
akan masuk pada input rangkaian pengendali tegangan pada heater. Supply heater
yang digunakan pada sistem ini mempunyai daya 120 watt yang berfungsi sebagai
aktuator yang memberikan daya panas pada sel Peltier. Ketiga signal PWM
masuk kerangkaian signal tersebut akan dideteksi oleh osiloskop, apakah keluaran
signal tersebut berbentuk gelombang kotak atau tidak. Ternyata input signal PWM
terdeteksi dengan keluaran berupa gelombang kotak sehingga signal tersebut
masuk kekaki basis pada transistor BC547 yang berfungsi untuk menguatkan arus
IN+IN-
BCE
IC1 4N28
R3 10K
T2
BC547
R4 1K
T3BC
547
+12V
0V
R2 220
T1
BC547
R1 10K
+
C110
7V
R15K
IC2A
TL082
C2 104
C3 104
+15V
-15V
0V
0V
R510
0K
R6 100K
R7 1K
T4
TIP122R8 470/2W
T5TIP142
R910
0K
R10 100K
IC2B
TL082R11 1K
T6TIP122 R12 470/2W
T7TIP142
12
J2
123
J3
-15V
+15V
Iin5
Io4
VCC1
GND2
OUT3
IC3
Iin5
Io4
VCC1
GND2
OUT3
IC4
0V123
J4
VCC
GND
I1
GND
I2
VCC
VCC
PWM
GND
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
42
Universitas Indonesia
input kemudian dibaca oleh colektor pada kaki BC547 dan langsung terhubung
dengan IC optocoupler dengan tipe 4N28.
Gambar 3.14 Input Signal PWM
IC tersebut berfungsi sebagai pemisah antara rangkaian digital dengan
power arus kecil dan rangkaian analog dengan power arus besar. Pada rangkaian
diatas terdapat R sebagai nilai impedansi atau pembagi hambatan saja. Sedangkan
transistor BC547 berfungsi untuk menguatkan arusdari input, VR1 pada
potensiometer dengan nilainya sebesar 5K berfungsi untuk mengatur besarnya
nilai input dari signal PWM yang nantinya dapat mengendalikan tegangan heater.
kapasitor pada rangkaian diatas berfungsi digunakan untuk menstabilkan tegangan
keluaran pada rangkaian sebelum masuk ke adc. Untuk supplay heater
dihubungkan pada input J2 sebesar 0V-12V.
Rangkaian op-amp diatas pada gambar 3.13 memiliki dua masukan dan
satu keluaran serta memiliki penguatan DC yang tinggi. Untuk dapat bekerja
dengan baik rangkaian op-amp diatas memerlukan tegangan catu yang simetris
yaitu tegangan +15V dan tegangan -15V terhadap ground. Untuk rangkaian op-
amp diatas menggunakan IC TL082 yang berfungsi sebagai schmitt tgigger yang
merupakan komparator regeneratif yang berfungsi sebagai pembanding dengan
umpan balik positif. Pada dasarnya schmit trigger adalah komparator dengan 2
nilai pembanding (upper trip point/UTP dan lower trip point/LTP). Sistem kerja
dari rangkaian diatas adalah signal masukan dari PWM masukke schmitt trigger,
pada saat logika 1 maka ouput schmitt trigger juga 1 dan apabila signal mendapat
gangguan noise sehingga level menjadi turun maka selama levelnya masih diatas
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
43
Universitas Indonesia
LTP, output akan tetap. Akan tetapi bila signal dalam logika rendah, pada saat
signal mendapat noise dan level jadi naik, selama level tidak melebihi UTP maka
ouput akan tetap. Jadi schimitt trigger akan menghilangkan pengaruh dari noise.
Dalam suatu rangkaian penguatan ada hambatan yang masuk yaitu pada
R5, R6, R9, dan R10 hal ini bertujuan akan signal masukan tidak terbebani terlalu
besar. Semakin besar hambatan masukan pada suatu penguatan maka semakin
baik juga penguatan tersebut dalam menguatkan signal masukan yang
amplitudonya nanti sangat kecil. Untuk hambatan keluaran (output resistance)
dari rangkaian pada gambar 3.14 diatas berfungsi sebagai pembangkit signal,
dalam hal ini keluaran akan 0 bila tidak ada beban yang masuk pada rankaian op-
amp diatas, akan tetapi rangkaian op-amp diatas dihubungkan dengan sensor arus
dan beban berupa heater, sehingga ouput akan terhubung pada J4. Ouput yang
dihasilkan pada heater berupa tegangan semakin besar signal masukan pada input
PWM maka semakin besar pula output yang keluar pada tegangan heater sehingga
heater akan menjadi panas.
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
44
Universitas Indonesia
3.3.6 Rangkaian Mikrokontroler ATmega16
Gambar 3.15 Rangkaian mikrokontroler ATMEGA161 2 3 4
A
B
C
D
4321
D
C
B
A
PB.0/(XCK/T0)1
PB.1/(T1)2PB.2/(INT2/AIN0)3
PB.3/(OC0/AIN1)4PB.4/(SS)5
PB.5/(MOSI)6PB.6/(MISO)7
PB.7/(SCK)8
(ADC0)/PA.040
(ADC1)/PA.1 39
(ADC2)/PA.238
(ADC3)/PA.3 37
(ADC4)/PA.436
(ADC5)/PA.5 35
(ADC6)/PA.634
(ADC7)/PA.7 33
(SCL)/PC.0 22
(SDA)/PC.123
(TCK)/PC.224
(TMS)/PC.325
(TDO)/PC.426
(TDI)/PC.527
(TOSC1)/PC.628
(TOSC2)/PC.729
(RXD)/PD.014
(TXD)/PD.115
(INT0)/PD.216
(INT1)/PD.317
(OC1B)/PD.418
(OC1A)/PD.519
(ICP)/PD.620
(OC2)/PD.721XTAL113
XTAL212
VCC10
AVCC30
AREF32
AGND31
RST9
GND11
IC1ATMEGA16
X111MHz
C1 30
C2 30
C4 104
L1 10uH
C3 104
RSTVCC
+C5 106 R1 4K7
RST
MOSI1LED3
RST5SCK7
MISO9
VCC2
GND4
GND6
GND8
GND10
J1 ISP AVRMOSI
RSTSCKMISO
GND
VCC
GND
VCC
TX1in11
TX2in10
RX1out12
RX2out9
TX1out 14
TX2out 7
RX1in 13
RX2in 8
C1+1
C1-3
C2+4
C2-5
VS+ 2
VS- 6
IC2MAX232
C6105
C7105
C8105
C9105
TXD
RXD1
RX1
TX
RXD2 TX
TXD RX2
MOSI
SCKMISO
TXDRXD
Vin
GND
+5V
IC3
7805
C10 334
+
C11 106
R2 47
T1
TIP
2955
+12V
RSEDB4DB5DB6DB7
S1
PWMAPWMBPUMP
S2S3
GND
S4
R3 220AL
GND
123456789
10111213141516
LCD
VCCGND
VORSGNDE
DB4DB5DB6DB7
GNDAL
+12V
123456
J2
RXD1
RXD2
RX1
RX2RXDRX
123
J3
GNDRXTX
I1V1I2V2SELT1T2T3
12
J4
GND+12V
123
J5
PWMA
PWMBPWM
1 23 45 67 89 1011 1213 1415 1617 1819 20
J6
I1V1I2V2SELT1
T2
T3GND
+12VVCC
S1S2S3S4
PWMPUMP
VR1
5K
VCC
GND
VO
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
45
Universitas Indonesia
Mikrokontroler merupakan sistem keseluruhan computer yang didalamnya
sudah terdapat mikroprosesor, I/O, memori ADC akan tetapi mikroprosesor
berfungsi sebagai yang memproses data. Mikrokontroler AVR (Alf and Vegard’s
Risc processor) mempunyai arsitektur 8bit untuk instruksi dikemas dalam kode
16-bit dan 1 clock atau disebut RISC (Reduced Instruction Set Computing)
merupakan instruksi yang dieksekusi. Dalam hal ini mikrokontroler
dikelompokkan pada beberapa kelas, yaitu keluarga AT90Sxx, keluarga ATMega
dan AT86RFxx, akan tetapi yang membedakan setiap jenis mikrokontrolernya
adalah kapasitas memori, fungsi masing-masing tipe dan peripheral. Sedangkan
untuk instruksi dan arsitektur masing-masing tipe hampir sama.
Dalam penelitian ini menggunakan rangkaian minimum system (minsys)
dengan tipe IC ATMEGA16 yang berfungsi mengubah signal analog menjadi
signal digital. Rangkaian ini akan memproses data dari PC sehingga dapat
melakukan perhitungan untuk rangkaian pengendali hambatan pada sel Peltier,
pengendali suhu, pengendali heater, dan penghasil pulsa (PWM). IC
mikrokontroler juga mempunyai 40 pin dengan 32 pin I/O, 16 kbyte flash memori
sehingga mikrokontroler mampu menyimpan instruksi dengan kapasitas yang
cukup besar. Dalam mikrokontroler memiliki 1 cycle yang dapat mencapai 16
MHz sehingga mikrokontroler dapat melakukan instruksi dalam waktu cepat.
Didalam rangkaian minimum sistem ini terdapat frekuensi osilator crystal
(x-tal) 11 MHz yang berfungsi untuk membangkitkan frekuensi tinggi, maksud
dari frekuensi tinggi adalah kecepatan operasi ada mikrokontroler terdeteksi oleh
adanya pulsa sehingga kristal dapat mendeteksi adanya pulsa yang dibentuk oleh
rangkaian pembangkit pulsa yaitu osilator kristal. pada gambar 3.15 terdapat
supply mirokontroler sebesar 5Volt yang terdapat IC regulator 7805 yang
berfungsi sebagai menstabilkan tegangan. Supply tersebut masuk apabila diberi
tegangan dari computer atau dari power supply 5Volt pada gambar 3.15.
Dalam Rangkaian ini terdapat ISP AVR yang berfungsi untuk
mengdownload program dari PC. Dan rangkaian ini memiliki IC Max232 yang
berfungsi sebagai mengubah level keluaran tegangan.
Rangkaian pada gambar diatas memiliki J2, J3, J4, J5 dan J6 yang
memiliki masing-masing fungsi. J2 sebagai jumper untuk Rx, Rx1, Rx2 dan RxD,
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
46
Universitas Indonesia
RxD1, RxD3 yang dihubungkan secara seri dengan masing-masing tipe, misalnya
Rx dengan Rx1 atau RxD dengan Rx2. Selanjutnya untuk J3 berfungsi sebagai
penghubung kaki kabel serial ke PC, sedangkan J4 sebagai Power supply 12volt
akan tetapi yang terbaca oleh mikrokontroler hanya 5volt saja. Kemudian untuk J5
sebagai output dari keluaran PWM sedangkan J6 sebagai komunikasi antara
mikrokontroler dengan rangkaian penendali heater, pengendali hambatan sel
Peltier dan pengendali suhu.
Pada rangkaian diatas terdapat Port di kaki Atmega16 yang
memilikimasing-masing fungsi. PortA berfungsi sebagai data ADC pada sel
Peltier dan Suhu, yang didalam portnya terbagi lagi menjadi 7 bagian yaitu PA.0,
PA.1, PA.2, PA.3 dan PA.4 berfungsi sebagai data ADC dari tegangan dan arus
sel Peltier. Sedangkan PA.5, PA.6 dan PA.7 berfungsi sebagai data ADC dari 3
suhu input dari DS. Kemudian pada portC berfungsi sebagai input untuk LCD
sedangkan PD.4 berfungsi sebagai input dari pengendali PWM. Untuk port B
berfungsi sebagai input (relay), PB.0 sampai PB.3 yaitu fungsi dari input s1, s2, s3
dan s4. Sedangkan PB.5 adalah MOSI, PB.6 adalah MISO, PB.7 adalah SCK
yang berfungsi sebagai input dari downloader.
3.4 Perancangan Software Sistem
Pada Gambar 3.16 merupakan flowchart monitoring program Bascom.
Langkah awal menjalankan program ketika program distart atau mulai maka
program akan terlebih dahulu menginisalisasi sistem sehingga program
menjalankan program stars timer 1 dan start ADC tidak ada data yang dikirim
program akan langsung menjalankan perintah pilih sensor temperatur kemudian
LCD akan menampilkan jumlah sensor suhu yang digunakan. Kemudian perintah
memasukkan data data power dan menunggu nilai Resistor pada Port B
selanjutnya program akan mengubah power dalam perhitungan, bila ya program
akan menjalankan perintah selanjutnya akan tetapi bila tidak (No) program akan
kembali memasukkan data. Kemudian ketika ya maka perintah memasukkan nilai
resistor dan tunggu, bila ya akan menjalankan perintah selanjutnya bila no
perintah akan kembali meminta masukkan nilai resistor.
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
47
Universitas Indonesia
Data resistor masuk maka sensor suhu akan mereset dan meng input ke
1wire dengan waktu 900 ms, selanjutnya temperatur 1 hingga 3 akan
menampilkan data suhu yang terukur.
Start
InisialisasiSistem
Start Timer1Start ADC
Pilih Sensor
Input Data seri = “*”Data Power = Nilai input
Power_flag = 0Get_data_flag = 0
Tunggu “:”
Pilih Nilai ResistorPort B = Nilai Resistor
Konversi Data Power+
Perhitungan
Pwm1a = Data PowerPwm1b = Data Power
Data Resistor =Nilai Input
Y
N
Tunggu “#”
Y
N
Reset 1wireMasukkan Input ke 1wire
Tunggu 900 ms
Perhitungan NilaiTemperatur 1
Reset 1wireMasukkan Input ke 1wire
Reset 1wireMasukkan Input ke 1wire
Perhitungan NilaiTemperatur 2
Perhitungan NilaiTemperatur 3
Konversi Data PowerHeater
+Perhitungan
Konversi DataTegangan Peltier
+Perhitungan
Nilai Resistor =Nilai Input
Input Data Seri =“G”
Kirim Data Temperatur1-3Kirim Data Power HeaterKirim Data Power Peltier
Kirim Data Tegangan Peltier
Gambar 3.16 flowchart monitoring pada software Bascom
END
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
48
Universitas Indonesia
Kemudian data power heater dan data sel peltier danlangsung di hitung ,
sehingga perintah selanjutnya data akan dikirim ke mikrokontroler melalui kabel
serial Rs232 yang akan dimonitoring oleh komputer pada software LabVIEW.
Setelah data terkirim, perintah akan kembali bila yam aka perintah selanjutnya
adalah meminta memasukkan nilai resistor, jika tidak perintah akan berhenti.
Pada gambar 3.17 merupakan flowchart monitoring komputer pada
software LabView. Perintah pertama pada start atau memulai program, kemudian
program meginisialisasi kemudian mengatur metode apa yang digunakan pada
komputer yang akan memonitoring program. Setelah metode dipilih lalu mengatur
nilai resistansi dan power heater yang diberikan. Perintah selanjutnya program
akan memulai mengambil data (start) bila ya akan tetapi bila tidak program tidak
akan menjalankan perintah selanjutnya. Kemudian perintah selanjutnya dijalankan
maka akan mengirim data dan dibaca, selanjutnya data dikonversi. Data efisiensi
akan ditampilkan dan grafiknya pun terlihat pada monitoring program pada
software LabView. Kemudian program distop dan disimpan kedalam bentuk excel
atau dalam format .xls. Setelah menyimpan data program monitoring selesai.
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
49
Universitas Indonesia
NO NO
YES
NO
YES
Gambar 3.17 Flowchart monitoring pada software LabView
INISIALISASI
SET EFFICIENCYMETHODE
SET RESISTANCESET POWER HEATER
BACA TH, TC, TE,
KONVERSI
STOP
END
START
START
SIMPANDATA
DISPLAY EFISIENSISEL PELTIERDISPLAY GRAFIK
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
50
Universitas Indonesia
Gambar 3.18 Front Panel monitor pada software LabView
Gambar 3.19 Blok Diagram monitor pada software LabView
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
51Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISA DATA
Bab ini akan membahas tentang hasil eksperimen dari penelitian dengan
membandingkan teori dan konsep pada sel Peltier. Hasil penelitian ini diperoleh
dari rangkaian sistem yang sudah dijelaskan pada bab 3 serta pengujian dan
penganalisaan rangkaian alat untuk keseluruhan sistem, hal ini bertujuan agar
rangkaian dari sistem bekerja dengan baik. Sehingga dapat memperoleh data
dengan benar.
4.1 Data ADC Heater
ADC merupakan suatu piranti yang dirancang untuk mengubah sinyal –
sinyal analog menjadi bentuk sinyal digital atau dapat pula disimpulkan ADC ini
dapat merubah nilai suatu masukan yang berupa tegangan listrik dalam voltase
atau sinyal analog lainnya menjadi keluaran berupa nilai digital. Untuk
menghasilkan pengkonversian tegangan yang baik ada kalanya sistem ini harus
dikalibrasi, yaitu mencari hubungan antara tegangan analog dengan nilai ADC
nya. Referensi tegangan yang digunakan pada program ADC internal yaitu
dengan maksimal nilai tegangan 255.
Tabel 4.1 data ADC (Heater)
No
Nilai
ADC 1
Nilai
ADC 3
Input V1
(Volt)
Input V2
(Volt)
1 164 173 0.37 0.42
2 185 232 0.74 0.95
3 312 472 1.16 1.38
4 473 584 1.51 1.68
5 594 754 1.79 1.88
6 774 823 1.94 2.02
7 889 896 2.04 2.12
8 911 910 2.14 2.2
9 979 942 2.26 2.28
10 1006 967 2.34 2.38
11 1016 1005 2.36 2.4
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
52
Universitas Indonesia
Pada pengambilan data ADC diperoleh hasil seperti tabel diatas. Tabel
tersebut perbandingan antara tegangan (V) dan ADC. Deri data diatas
menunjukkan bahwa nilai adc akan semakin meningkat ketika tegangan diatur-
atur, dari nilai terendah sampai nilai maksimum. Hal ini menunjukkan data nila
ADC bila dibandingkan secara teori sesuai. Dapat dilihat dari persamaan konversi
nilai ADC .
(4.1)
Menurut teori ADC memerlukan daya sebesar 5 Volt pada pin Vcc (Vref)
dan GND dihubungkan dengan ground, dengan Vref = ½ Vcc. Biasanya Vref
bernilai 2.56 V, dari beberapa indikasi yang dimiliki oleh ADC kita dapat
mengetahui berapa tegangan (V) yang dibutuhkan oleh ADC untuk menaikan 1
byte. Persamaan untuk mengetahui resolusi pada ADC sebagai berikut.
(4.2)
Selanjutnya data diatas diplot grafik yang bertujuan untuk kalibrasi nilai
ADC terhadap tegangan. Sehingga dapat disimpulkan semakin tinggi tegangan
dari maka nilai ADC yang terukur akan semakin meningkat hingga mencapai nilai
maksimum ADC yaitu 1023. Kemudian dari grafik tersebut diperoleh suatu fungsi
transfers dari grafik.
(4.3)
y = 0.0021x + 0.3043 (4.4)
Dimana :
y = Fungsi Tegangan (Volt)
x = Nilai Konversi ADC
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
53
Universitas Indonesia
Hasil kalibrasi nilai ADC ini nantinya akan digunakan untuk
mengkonversi nilai ADC dari perhitungan daya sistem pemanas yang akan diukur
tegangan serta tegangan sel Peltier pada sistem akusisi data dari Labview.
Gambar 4.1 Grafik ADC (1) terhadap tegangan (V)
Gambar 4.2 Grafik ADC(2) terhadap tegangan (V)
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
54
Universitas Indonesia
4.2 Data Pengujian Nilai PWM Terhadap Tegangan (Volt)
Dalam hal ini PWM berperan penting dalam sistem ini hal ini dikarena
PWM merupakan input dari sistem pemanas, yang nantinya berfungsi sebagai
pengendali tegangan pada heater. Pengambilan data pada PWM dimulai dengan
mengkalibrasi nilai PWM yang masuk ke mikrikontroler yang bertujuan agar
signal PWM masuk ke rangkaian pengendali tegangan sehingga heater akan
panas. Dari kalibrasi tersebut diperoleh data Nilai PWM terhadap tegangan (Volt)
sebagai berikut.Tabel 4.2 Nilai PWM terhadap tegangan heater
No
Nilai
PWM
V1(V)
Heater
V2(V)
Heater
1 100 1.7 1.51
2 200 3.76 3.36
3 300 5.05 4.76
4 400 5.95 5.76
5 500 6.57 6.47
6 600 7.05 6.96
7 700 7.46 7.39
8 800 7.87 7.81
9 900 8.27 8.31
10 1000 8.87 8.93
11 1023 9 9.04
Data diatas merupakan hasil perbandingan antara nilai PWM terhadap
tegangan heater (V). Tegangan yang terukur dari keluaran heater disesuaikan
dengan tegangan input dari heater yaitu 12V. Sehingga ketika nilai PWM diatur
hingga maksimal 1023 maka nilai tegangan akan maksimal dari tegangan input.
Kemudian dari data tersebut dibuat grafik untuk mendapatkan fungsi
transfersnya, kemudian fungsi transfer ini sebagai pengkalibrasian dari pwm
terhadap tegangan yang sebenarnya (Realnya).
y = 0.0067x + 2.5022 (4.5)
y = 0.0072x + 2.1492 (4.6)
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
55
Universitas Indonesia
Dimana:
y = Tegangan Heater V1 (Volt) dan V2 (Volt)
X = Nilai PWM
Gambar 4.3 Grafik nilai PWM terhadap tegangan (V) heater
Gambar 4.4 Grafik nilai PWM terhadap tegangan (V) Heater
Dari grafik diatas maka dapat disimpulkan mendekati linier hal ini
disebabkan adanya gangguan noise dari luar. Akan tetapi dilihat dari data cukup
linier.
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
56
Universitas Indonesia
4.3 Data Nilai Hambatan pada Heater
Heater berfungsi sebagai sistem pemanas yang dihubungkan pada sisi
panas sel Peltier. Pada heater dibutuhkan nilai hambatan yang terukur sehingga
heater akan dikalibrasi dengan menggunakan suhu yang terukur. Nilai suhu
maksimal yang digunakan 90˚C, kemudian nilai hambatan yang terukur akan
diukur setiap penurunan suhu tiap 10˚C. Sehingga dapat diperoleh nilai hambatan
heater dengan menghitung nilai rata-rata dari keluaran hambatannya.
Tabel 4.3 Data nilai hambatan pada heater
No T˚C R (Ω)
1 90 2.6
2 80 2.4
3 70 2.2
4 60 2.1
5 50 2.1
6 40 2.1
7 30 2.1
Rata-rata 2.228571 2.2(Ω)
Dari data diatas diperoleh hasil perbandingan antara nilai hambatan pada
heater dan suhu dari 30 ˚C sampai 90 ˚C setiap penurunan 10 ˚C, dengan nilai
hambatan rata-rata yaitu 2.2 Ω. Menurut teori nilai hambatan yan terukur tidak
akan jauh dengan nilai hambatan yang digunakan nilainya tidak akan jauh dengan
nilai hambatan yang terukur.
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
57
Universitas Indonesia
Grafik 4.5 Nilai Hambatan Pada Heater Terhadap Suhu
Grafik diatas merupakan grafik nilai hambatan yang terukur, sehingga niai
tersebut mendekati garis linier.
4.4 Data Sensor Temperatur Ds1820 Terhadap Thermometer
Untuk menggunakan sensor temperatur diperlukan adanya kalibrasi sensor
dimana sensor tersebut akan mendeteksi adanya perubahan suhu yang terjadi pada
sistem. Data sensor suhu ini diambil pada saat sensor tersebut dihubungkan
dengan sistem pendingin dan sistem pemanas. Suhu pada sistem pendingin dijaga
konstan sedangkan suhu pada sistem pemanas (Heater) akan meningkat. Suhu
panas akan meningkat tergantung output dari tegangan heater yang dikendalikan
oleh input signal PWM. Sehingga semakin tinggi tegangan pada heater akan
semakin tinggi pula suhu yang akan dideteksi oleh sensor DS1820. Dibawah ini
merupakan hasil kalibrasi Ds1820 yang dibandingkan dengan setiap kenaikan
suhu pada alat ukur (termometer).
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
58
Universitas Indonesia
Gambar 4.6 Grafik DS1820 terhadap termometer
4.5 Pengambilan Data Efisiensi Sel Peltier
Pengkuran sistem pengukur efisiensi sel Peltier berbasis mikrokontroler
dilakukan dengan menggunakan perbedaan suhu sehingga sel Peltier
menghasilkan tegangan. Pengujian sistem ini dilakukan dengan beberapa metode
pengukuran. Metode-metode tersebut dapat dilihat pada subbab berikut ini.
4.5.1 Pengujian Daya Sel Peltier Dengan Variabel nilai Hambatan
Untuk mengetahui nilai tegangan yang terukur pada sel Peltier maka
dibutuhkan nilai resistance yang dipasang pada rangkaian pengendali nilai resistan
yang bertujuan untuk menghitung daya yang keluar pada sel Peltier. Data dibawah
ini merupakan hasil pengukuran nilai daya heater dan daya Peltier yang terukur
serta suhu dan tegangan Peltier.
4.5.1.1 Pengujian Sistem Pengukur Daya pada nilai R (1,7 Ω) dan R(6.3Ω)
Pengujian alat ini dilakukan ketika sistem pemanas dan sistem pendingin
sudah terdeteksi suhu sehingga Pengambilan data dilakukan dengan mengatur
tegangan pada heater atau pwm dalam % kemudian suhu panas (TH) akan
bertambah ketika nilai tegangan pada heater sudah diatur dari 5V sampai 10V.
suhu dingin diatur konstan (TC) dan suhu lingkungan (TE) berfungsi sebagai
suhu pendeteksi perubahan didalam sistem. Tegangan sel Peltier yang terukur mV
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
59
Universitas Indonesia
sehingga satuan daya Peltier yang terukur (µW). Untuk melakukan perhitungan
daya pada sel Peltier dan Daya Heater maka digunakan persamaan (2.11). Berikut
ini adalah hasil dari pengujian sistem pengukur daya pada Sel Peltier.
R=1.7 ΩTabel 4.4 Data Sistem Pengukur Daya (R=1,7Ω)
V(V) TC (˚K) TE (˚K) TH ( K) (mV) Ph (W) Pp (µW)
5 4.4 14 8.5 3 11.36 5.3
6 4.5 15 15 6 16.36 2.2
7 4.5 15 20.5 1,2 22.27 8.5
8 4.5 17 31.5 1,6 29.09 1.5
9 4.5 18 40 2,2 36.81 2.5
10 4.5 20.5 54.5 3 45.45 2.8
R= 6.3 ΩTabel 4.5 Data Sistem Pengukur Daya (R=6,3Ω)
V(V) TC ( K) TE (˚K) TH (˚K) (mV) Ph (W) Pp (µW)
5 8.5 20.5 22.5 3 11.36 1.4
6 8.5 20.5 24 4 16.36 2.5
7 8.5 21 28.5 5 22.27 3.9
8 8.5 21 30.5 7 29.09 7.8
9 8.5 21.5 42 1,4 36.82 3.1
10 8.5 22 56 4,8 45.45 3.7
R =0, W=0Tabel 4.6 Data Sistem Pengukur Daya (R=0 Ω)
(V) TC( K) TE( K) TH(˚K) (mV)
5 4.5 21.5 33.5 0.09
6 4.5 21.5 40 0.11
7 5 22.5 49 0.18
8 4.5 23 54 0.21
9 5.5 24 62.5 0.25
10 8.5 27 71.5 0.31
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
60
Universitas Indonesia
4.5.2 Perhitungan Efisiensi Sel Peltier Dengan Beberapa Metode
Perhitungan efisiensi sel Peltier menggunakan metode Carnot, Metode
Actual dan metode Adjusted. Perhitungan metode Carnot dan Actual diperoleh
dari hasil pengukuran daya sel Peltier dan langsung dicari efisiensinya sedangkan
metode adjusted dilakukan dengan mengukur tegangan Peltier yang tidak
menggunakan r (no load). Sehingga untuk data efisiensi sel Peltier dapat dilihat
pada table dibawah ini.
Tabel 4.7 Data Sistem Pengukur Efisiensi Sel Peltier
R=1,7 Ω
Efisiensi Carnot
R=1,7 Ω
Efisiensi Actual
R=1,7 Ω dan R=0 Ω
Efisiensi Adjusted
0,48 4.65 8,7
0,7 1,29 6,4
0,78 3,8 8,2
0,85 5,17 7,2
0,88 6,39 7
0,9 6,26 6,8
Tabel 4.8 Data Sistem Pengukur Efisiensi Sel Peltier
R=6,3 Ω
Efisiensi Carnot
R=6,3 Ω
Efisiensi Actual
R=6.3 Ω dan R=0 Ω
Efisiensi Adjusted
0.62 1,25 x 8,75
0.64 1,55 6,44
0.7 1,78 x 8,18
0.72 2,67 7,2
0.79 8,44 7
0.84 8 6,8
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
61
Universitas Indonesia
Gambar 4.7 Pengujian efisiensi metode Carnot
Gambar 4.8 Pengujian efisiensi pada metode actual
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
62
Universitas Indonesia
Gambar 4.9 Pengujian efisiensi pada metode adjusted
Dari data pengujian sistem pengukur efisiensi sel Peltier dilakukan dengan
mengatur tegangan dari heater, mengatur metode apa yang diberikan dan
mengatur nilai resistansinya. Sehingga semakin besar daya heater yang diberikan
maka akan semakin cepat juga suhu mendeteksi. Akan tetapi perubahan suhu
perlu dilakukan dengan waktu yang agak lama sehingga tegangan pada sel Peltier
akan meningkat. Dari data suhu dingin diatur dengan pengaliran air es didalam
plat aluminium secara terus menerus, akan tetapi ketika aliran air tidak stabil
maka suhu pada sistem pendingin berubah 0.5˚C. Sedangkan Tegangan Peltier
yang keluar selalu mengikuti perubahan suhu.
Pengukuran dan pengambilan data dilakukan pada suhu yang tidak
berubah, kemudian pada daya heater mengikuti tegangan yang diberikan oleh
variabel tegagan dan langsung dibagi dengan nilai Rtotal dari nilai hambatan
heater. Sedangkan daya Peltier diperoleh dari perhitungan antara Tegangan yang
keluar dari sel Peltier dibagi dengan nilai R pada variabel nilai resistansi. Berikut
ini adalah data nilai r sel Peltier , arus I (A) yang terukur pada sel Pelteir dan
Heater, dengan menggunakan variabel R=1,7Ω dan R=6,3 Ω.
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
63
Universitas Indonesia
Tabel 4.9 Data Sistem Pengukur r di dalam Sel Peltier
R=1.7 Ω
(mV) Ω (mA) (A)
0.09948 5635.5 1.76 x 2.272727
0.10539 2984.35 3.53 x 2.727273
0.18213 2578.475 7.06 x 3.181818
0.20962 2225.5125 9.4 x 3.636364
0.25806 1992.4 0.000129412 4.090909
0.31079 1759.443333 0.000176471 4.545455
R=6.3Ω
(mV) Ω (mA) (A)
0.09948 20884.5 4.76 x 2.272727
0.10539 16592.63 6.35 x 2.727273
0.18213 22942.08 7.94 x 3.181818
0.20962 18859.5 1.11 x 3.636364
0.25806 11606.4 2.22 x 4.090909
0.31079 4072.819 7.62 x 4.545455
Dari beberapa data diperoleh nilai efisiensi dengan beberapa metode yang
sudah terukur, dimana hasil tersebut sudah sesuai dengan teori efek Seebeck yaitu
ketika terjadi beda temperatur maka terjadi beda potensial listrik dan sesuai
dengan teori dari efek Peltier yatu kebalikan dari efek Seebeck dimana ketika
terjadi beda temperatur akan mengakibatkan terjadinya arus listik. Hal ini
menunjukkan bahwa teknologi termoelektrik bisa dijadikan sebagai alternatif
untuk energi cadangan dimasa mendatang, akan keluaran tetapi energi listrik atau
daya dari sel Peltier masih sangat kecil sehingga efisiensi yang diperoleh juga
kecil. Hal yang dapat dilakukan nantinya untuk Pengukuran sel Peltier yang lebih
besar digunakan cara untuk menghasilkan energi yang lebih besar. Jadi teknologi
termoelektrik ini akan berguna untuk memanfaatkan panas yang terbuang dari
mesin yang bisa diubah menjadi energi listrik.
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
64Universitas Indonesia
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan kesimpulan dari hasil yang diperoleh dalam pengujian
sistem dan pengambilan data. Selain kesimpulan, bab ini juga memuat kritik dan
saran dengan tujuan adanya pengembangan lebih lanjut dari penelitian ini dan
nantinya akan berguna bagi orang-orang yang membacanya.
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pengujian sistem dan data hasil penelitian sistem efisiensi
sel Peltier, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa :
1. Semakin besar input variabel tegangan (PWM) yang diberikan pada sistem
pemanas maka suhu sistem pemanas akan meningkat seiring dengan
meningkatnya nilai variabel tegangan yang diberikan.
2. Nilai tegangan sel Peltier akan terukur ketika suhu temperatur sisi panas
dan sisi dingin berbeda.
3. Sistem pendingin dijaga konstan dengan mengalirkan siklus air es kedalam
plat yang dibaca oleh sensor suhu.
4. Daya yang dihasilkan sel Peltier meningkat ketika perbedaan temperatur
sisi panas dan sisi dingin sel Peltier sel Peltier meningkat.
5. Untuk hasil pengukuran Efisiensi, terdapat perbandingan antara metode
Carnot, metode actual dan metode adjusted. Dilihat dari data hasil metode
Carnot nilai nya 0.7 hingga mendekati 0.9, sedangkan hasil efisiensi
metode actual lebih kecil nilainya hampir mendekati 1 x10 . Bila
dibandingkan dengan metode Adjusted maka nilai efisiensi 8,7 x 10 .
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
65
Universitas Indonesia
5.2 Saran
Dalam perancangan mekanik dan pengujian sistem, masih ada kekurangan
yang perlu diperhatikan, agar nantinya perancangan ini menjadi lebih sempurna
dan lebih baik maka terdapat beberapa saran sebagai berikut.
1. Memperhatikan rangkaian dan data sheet untuk setiap komponen agar
tidak short dan tidak terjadi kerusakan pada komponen lainnya.
2. Agar tidak terjadi banyak noise yang menggangu maka sel Peltier
harus terisolasi dengan bener.
3. Sistem pendingin yang digunakan belum efisien, hal ini dikarenakan
saat air es tidak ada batu es nya lagi data mulai turun ataupun naik.
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
66Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
[1] Francis W. Sears and Gerhard L. Salinger. 1995. Thermodynamics, Kinetic
Theory, and Statistical Thermodynamics, Massachusetts: Addison-Wesley
Pubishing Company. 111-115.[2] Giancoli, Douglas C. (1998). PHYSICS, Fifth Edition. Diterjemahkan oleh
Dra.Yuhilza Hanum, M.Eng dan Ir.Irwan Arifin, M.Eng. Jakarta: Erlangga.
65-77[3] Holman J.P. (1984). Heat Transfer, Fifth Edition. Diterjemahkan oleh Ir
E.Jasfi M.Sc. Jakarta : Erlangga. 1-20.[4] Kreith Frank. (1985). Principles of Heat Transfer, Third EditionUniversity of
Colorado, USA. Diterjemahkan oleh Arko Prijono M.Sc. Jakarta: Erlangga.
1-22.[5] Malvino, A.P. (1999). Prinsip-prinsip Elektronika, edisi ke dua. Jakarta:
Erlangga.[6] Seborg, Dale E. (1989). Process Dynamics And Control. John Wiley & Sons
Inc.[7] Zemansky dan Sears. (1999). University Physics. The City College of the City
of New York. Jakarta: Trimitra Madiri. 391-458.[8] Data Sheet. DS1820. Diakses 06 maret 2012 (11.54 WIB)
http://www.alldatasheet.com,[9] Data Sheet. Thermoelectric Cooler Peltier 12V_45,6W. Diakses 23 Februari
2012 (12.59 WIB) http://www.alldatasheet.com[10] Data Sheet.Relay. HRS2H-12V. Diakses 12 Oktober 2012 (14.16 WIB)
http://www.alldatasheet.com,[11] Energi diakses pada 5-april-2012, (19:58 WIB).
http://www.energi.lipi.go.id/utama.cgi?cetakartikel&1125749769[12] Filtering PWM Signals.pdf . Diakses Selasa, 09 Oktober 2012 (15.50 WIB)
http://www.proaxis.com/~wagnerj/PWMfil/PWM%20Filters.pdf[13] Ma_clemson_0050M_10835.pdf. Diakses Rabu, 18 April 2012(12.56
WIB)http://etd.lib.clemson.edu/documents/1285787113/Ma_clemson_0050M
_10835.pdf
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
67
Universitas Indonesia
[14] MIT2_997F09_lec02.pdf. Diakses Selasa, 01 mei 2012(12.56 WIB)
http://ocw.mit.edu/courses/mechanical-engineering/2-997-direct-solar-
thermal-to-electrical-energy-conversion-technologies-fall-2009/audio-
lectures/MIT2_997F09_lec02.pdf[15] Nandy Putra.2009. Potensi Pembangkit Termoelektrik Untuk Kendaraan
Hibrid.pdf. Depok : Universitas Indonesia, 2009. 21-April-2012. (15.15 WIB)
http://journal.ui.ac.id/technology/article/view/466/462[16] Pasco Scientific.1991. Thermal Efficiency Apparatus, Instruction Manual
and Experiment Guide for The Pasco Scientific Model TD-8564, 1991. 23-
febuari-2012.(11.59)
http://faculty.rcc.edu/bhattacharya/phy4c/thermal_efficiency.pdf[17] PWM in AVR v1.0.pdf. Diakses Senin, 15 Oktober 2012(11.47 WIB)
http://robotika.yweb.sk/skola/AVR/visionrobo%20com/PWM%20in%20AVR
%20v1.0.pdf[18] PWM (Pulse Width Modulation) . diakses 15 oktober 2012 (21.40 WIB)
http://digilib.ittelkom.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id
=820:pwm-pulse-width-modulation&catid=15:pemrosesan-sinyal&Itemid=14[19] Semikonduktor, Piranti_Semikonduktor.pdf. diakses Kamis, 5-April-2012
(20.58WIB).http://datapendidik.blogspot.com/2012/03/kumpulan-materi-
pelajaran-elektro-pdf.html.[20] Tellurex Corporation. 2010. Seebeck-faq.pdf.1462 Inernational Drive
Traverse city, MI 49686. Diakses jum’at 15-maret-2012 (21.49 WIB).
http://www.tellurex.com/technology/peltier-faq.php[21] Tellurex Corporation. 2010. Peltier-faq.pdf.1462 Inernational Drive Traverse
city,MI49686.Diakses jum’at15-maret-2012(21.49WIB).
http://www.tellurex.com/technology/Seebeck-faq.php[22] Thermoelectric-Cooling-basics .pdf. Diakses Selasa 01 mei 2012 (01.07
WIB) http://www.enertron-inc.com/enertron-resources/pdf/thermoelectric-
cooling-basics.pdf[23] Teori Relay Elektro Mekanik _ Elektronika Dasar. Diakses 16 oktober 2012
(08.11WIB) http://elektronika-dasar.com/teori-elektronika/teori-relay-elektro-
mekanik/
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
LAMPIRAN
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
$regfile = "m16DEF.dat"$crystal = 11059200$baud = 9600
On Urxc Seri_in
Enable InterruptsEnable Urxc
Config Adc = Single , Prescaler = Auto , Reference = InternalConfig Timer1 = Pwm , Pwm = 10 , Compare A Pwm = Clear Down ,Compare B Pwm = Clear Down , Prescale = 64Config Portb = OutputConfig Porta = InputConfig 1wire = Porta.5Config Lcdpin = Pin , Db4 = Portc.4 , Db5 = Portc.5 , Db6 =Portc.6 , Db7 = Portc.7 , E = Portc.3 , Rs = Portc.2Config Lcd = 20 * 4Cursor Off
Dim Ulang As BitDim Get_data_flag As BitDim Power_flag As BitDim Data_resistor_byte As ByteDim Resistor As SingleDim Data_resistor_str As String * 2Dim Data_resistor_int As IntegerDim Data_power_single As SingleDim Data_power_str As String * 3Dim Data_power_int As IntegerDim Adc_val As WordDim Vh1 As SingleDim Vh2 As SingleDim Ph1 As SingleDim Ph2 As SingleDim Ph As SingleDim Ph_int As IntegerDim Vp As SingleDim Vp_int As IntegerDim Pp As SingleDim Pp_int As IntegerDim T1_chr As String * 5Dim T1 As IntegerDim T2 As IntegerDim T3 As IntegerDim T2_chr As String * 5Dim T3_chr As String * 5Dim Data_seri As String * 1
'KONFIGURASI SUHU*********************************************************'Dim Rom(8) As ByteDim Temp As SingleDim Id1(8) As ByteDim Id2(8) As Byte
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
Dim Id3(8) As Byte 'BuatID sensorDim Jum_sensor As ByteDim I As Byte
Main_program:ClsLocate 1 , 1Lcd "EFISIENSI SELPELTIER"Locate 2 , 1Lcd "T DS1820 (1) = " ; T1_chrLocate 3 , 1Lcd "T DS1820 (2) = " ; T2_chrLocate 4 , 1Lcd "T DS1820 (3) = " ; T3_chr 'Power_flag = 0Start AdcStart Timer1Power_flag = 0Get_data_flag = 0Jum_sensor = 1wirecount()For I = 1 To Jum_sensor
Select Case ICase 1 : Id1(1) = 1wsearchfirst()
'Mencari sensor pertamaCase 2 : Id2(1) = 1wsearchnext() 'Cari
sensor selanjutnyaCase 3 : Id3(1) = 1wsearchnext() 'Cari
sensor selanjutnyaEnd Select
Next IDo
If Power_flag = 1 ThenPower_flag = 0Data_resistor_int = Val(data_resistor_str)Select Case Data_resistor_int
Case 2Resistor = 1.6
Case 4Resistor = 3.5
Case 6Resistor = 5.1
Case 8Resistor = 4.7
Case 10Resistor = 6.3
Case 12Resistor = 8.2
Case 14Resistor = 9.8
End SelectPortb = Data_resistor_intData_power_single = Val(data_power_str)Data_power_single = Data_power_single / 100Data_power_single = Data_power_single * 1023Data_power_single = Round(data_power_single)Data_power_int = Data_power_singlePwm1a = Data_power_int
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
Pwm1b = Data_power_intEnd IfIf Get_data_flag = 1 Then
Get_data_flag = 01wreset1wwrite &HCC1wwrite &H44Waitms 9001wreset1wwrite &H55For I = 1 To 8
1wwrite Id1(i)Next I1wwrite &HBERom(1) = 1wread(1)Temp = Rom(1) / 2T1_chr = Fusing(temp , "#.#")Temp = Temp * 10Temp = Round(temp)T1 = TempLocate 2 , 16Lcd " "Locate 2 , 16Lcd T1_chr
Waitms 1001wreset1wwrite &H55For I = 1 To 8
1wwrite Id2(i)Next I1wwrite &HBERom(1) = 1wread(1)Temp = Rom(1) / 2T2_chr = Fusing(temp , "#.#")Temp = Temp * 10Temp = Round(temp)T2 = TempLocate 3 , 16Lcd " "Locate 3 , 16Lcd T2_chr
Waitms 1001wreset1wwrite &H55For I = 1 To 8
1wwrite Id3(i)Next I1wwrite &HBERom(1) = 1wread(1)Temp = Rom(1) / 2T3_chr = Fusing(temp , "#.#")Temp = Temp * 10Temp = Round(temp)T3 = TempLocate 4 , 16Lcd " "
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
Locate 4 , 16Lcd T3_chr
Adc_val = Getadc(1)Vh1 = Adc_val * 0.002Vh1 = Vh1 + 0.3874Ph1 = Vh1 * Vh1Ph1 = Ph1 / 2.2Adc_val = Getadc(3)Vh2 = Adc_val * 0.0021Vh2 = Vh2 + 0.03043Ph2 = Vh2 * Vh2Ph2 = Ph2 / 2.2Ph = Ph2 + Ph1Ph = Ph * 10Ph = Round(ph)Ph_int = Ph
Adc_val = Getadc(4)Vp = Adc_valVp = Adc_val * 0.2784Vp = Vp + 2.3189Pp = Vp * VpPp = Pp / ResistorPp = Round(pp)Pp_int = PpVp = Round(vp)Vp_int = VpPrint T1 ; ":" ; T2 ; ":" ; T3 ; ":" ; Ph_int ; ":" ; Pp_int
; ":" ; Vp_int ; "#"End If
Loop
Seri_in:Disable InterruptsData_seri = Inkey()If Data_seri = "*" Then
Power_flag = 1Data_power_str = ""Ulang = 1Do
Data_seri = Waitkey()If Data_seri = ":" Then
Ulang = 0Else
Data_power_str = Data_power_str + Data_seriEnd If
Loop Until Ulang = 0Data_resistor_str = ""Ulang = 1Do
Data_seri = Waitkey()If Data_seri = "#" Then
Ulang = 0Else
Data_resistor_str = Data_resistor_str + Data_seriEnd If
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
Loop Until Ulang = 0End IfIf Data_seri = "G" Then Get_data_flag = 1Enable InterruptsReturn
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
Tabel 4.3 Data Sensor Temperatur (DS1820) vs Termometer
No T (˚C) DS1820 T (˚C) Termometer
1 26.5 26.5
2 27.5 27.5
3 28.5 28.5
4 29.5 29.5
5 30.5 30.5
6 31.5 31.5
7 32.5 32.5
8 33.5 33.5
9 34.5 34.5
10 35.5 35.5
11 36.5 36.5
12 37.5 37.5
13 38.5 38.5
14 39.5 39.5
15 40.5 40.5
16 41.5 41.5
17 42.5 42.5
18 43.5 43.5
19 44.5 44.5
20 45.5 45.5
21 46.5 46.5
22 47.5 47.5
23 48.5 48.5
24 49.5 49.5
25 50.5 50.5
26 51.5 51.5
27 52.5 52.5
28 53.5 53.5
29 54.5 54.5
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
30 55.5 55.5
31 56.5 56.5
32 57.5 57.5
33 58.5 58.5
34 59.5 59.5
35 60.5 60.5
36 61.5 61.5
37 62.5 62.5
38 63.5 63.5
39 64.5 64.5
40 65.5 65.5
41 66.5 66.5
42 67.5 67.5
43 68.5 68.5
44 69.5 69.5
45 70.5 70.5
46 71.5 71.5
47 72.5 72.5
48 73.5 73.5
49 74.5 74.5
50 75.5 75.5
51 76.5 76.5
52 77.5 77.5
53 78.5 78.5
54 79.5 79.5
55 80.5 80.5
56 81.5 81.5
57 82.5 82.5
58 83.5 83.5
59 84.5 84.5
60 85.5 85.5
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
Thermoelectric Cooler Peltier 12V, 45.6W
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
CONNECTION DIAGRAM
8-Lead Plastic Mini-DIP (N), Cerdip (Q)and SOIC (R) Packages
–IN
RG
–VS
+IN
RG
+VS
OUTPUT
REF
1
2
3
4
8
7
6
5AD620
TOP VIEW
REV. E
Information furnished by Analog Devices is believed to be accurate andreliable. However, no responsibility is assumed by Analog Devices for itsuse, nor for any infringements of patents or other rights of third partieswhich may result from its use. No license is granted by implication orotherwise under any patent or patent rights of Analog Devices.
a Low Cost, Low PowerInstrumentation Amplifier
AD620FEATURESEASY TO USEGain Set with One External Resistor
(Gain Range 1 to 1000)Wide Power Supply Range (62.3 V to 618 V)Higher Performance than Three Op Amp IA DesignsAvailable in 8-Lead DIP and SOIC PackagingLow Power, 1.3 mA max Supply Current
EXCELLENT DC PERFORMANCE (“B GRADE”)50 mV max, Input Offset Voltage0.6 mV/8C max, Input Offset Drift1.0 nA max, Input Bias Current100 dB min Common-Mode Rejection Ratio (G = 10)
LOW NOISE9 nV/√Hz, @ 1 kHz, Input Voltage Noise0.28 mV p-p Noise (0.1 Hz to 10 Hz)
EXCELLENT AC SPECIFICATIONS120 kHz Bandwidth (G = 100)15 ms Settling Time to 0.01%
APPLICATIONSWeigh ScalesECG and Medical InstrumentationTransducer InterfaceData Acquisition SystemsIndustrial Process ControlsBattery Powered and Portable Equipment
One Technology Way, P.O. Box 9106, Norwood, MA 02062-9106, U.S.A.Tel: 781/329-4700 World Wide Web Site: http://www.analog.comFax: 781/326-8703 © Analog Devices, Inc., 1999
PRODUCT DESCRIPTIONThe AD620 is a low cost, high accuracy instrumentation ampli-fier that requires only one external resistor to set gains of 1 to
0 5 10 15 20
30,000
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
0
TO
TA
L E
RR
OR
, PP
M O
F F
ULL
SC
ALE
SUPPLY CURRENT – mA
AD620A
RG
3 OP-AMP IN-AMP(3 OP-07s)
Figure 1. Three Op Amp IA Designs vs. AD620
SOURCE RESISTANCE – V100M10k1k 10M1M100k
10,000
0.1
100
1,000
10
1
RT
I VO
LTA
GE
NO
ISE
(0.1
– 1
0Hz)
– m
V p
-p
TYPICAL STANDARDBIPOLAR INPUTIN-AMP
AD620 SUPERbETABIPOLAR INPUTIN-AMP
G = 100
Figure 2. Total Voltage Noise vs. Source Resistance
1000. Furthermore, the AD620 features 8-lead SOIC and DIPpackaging that is smaller than discrete designs, and offers lowerpower (only 1.3 mA max supply current), making it a good fitfor battery powered, portable (or remote) applications.
The AD620, with its high accuracy of 40 ppm maximumnonlinearity, low offset voltage of 50 µV max and offset drift of0.6 µV/°C max, is ideal for use in precision data acquisitionsystems, such as weigh scales and transducer interfaces. Fur-thermore, the low noise, low input bias current, and low powerof the AD620 make it well suited for medical applications suchas ECG and noninvasive blood pressure monitors.
The low input bias current of 1.0 nA max is made possible withthe use of Superβeta processing in the input stage. The AD620works well as a preamplifier due to its low input voltage noise of9 nV/√Hz at 1 kHz, 0.28 µV p-p in the 0.1 Hz to 10 Hz band,0.1 pA/√Hz input current noise. Also, the AD620 is well suitedfor multiplexed applications with its settling time of 15 µs to0.01% and its cost is low enough to enable designs with one in-amp per channel.
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
AD620–SPECIFICATIONS (Typical @ +258C, VS = 615 V, and RL = 2 kV, unless otherwise noted)
AD620A AD620B AD620S1
Model Conditions Min Typ Max Min Typ Max Min Typ Max Units
GAIN G = 1 + (49.4 k/RG)Gain Range 1 10,000 1 10,000 1 10,000Gain Error2 VOUT = ± 10 V
G = 1 0.03 0.10 0.01 0.02 0.03 0.10 %G = 10 0.15 0.30 0.10 0.15 0.15 0.30 %G = 100 0.15 0.30 0.10 0.15 0.15 0.30 %G = 1000 0.40 0.70 0.35 0.50 0.40 0.70 %
Nonlinearity, VOUT = –10 V to +10 V,G = 1–1000 RL = 10 kΩ 10 40 10 40 10 40 ppmG = 1–100 RL = 2 kΩ 10 95 10 95 10 95 ppm
Gain vs. TemperatureG =1 10 10 10 ppm/°CGain >12 –50 –50 –50 ppm/°C
VOLTAGE OFFSET (Total RTI Error = VOSI + VOSO/G)Input Offset, VOSI VS = ±5 V to ±15 V 30 125 15 50 30 125 µV
Over Temperature VS = ±5 V to ±15 V 185 85 225 µVAverage TC VS = ±5 V to ±15 V 0.3 1.0 0.1 0.6 0.3 1.0 µV/°C
Output Offset, VOSO VS = ±15 V 400 1000 200 500 400 1000 µVVS = ±5 V 1500 750 1500 µV
Over Temperature VS = ±5 V to ±15 V 2000 1000 2000 µVAverage TC VS = ± 5 V to ±15 V 5.0 15 2.5 7.0 5.0 15 µV/°C
Offset Referred to theInput vs.Supply (PSR) VS = ±2.3 V to ±18 V
G = 1 80 100 80 100 80 100 dBG = 10 95 120 100 120 95 120 dBG = 100 110 140 120 140 110 140 dBG = 1000 110 140 120 140 110 140 dB
INPUT CURRENTInput Bias Current 0.5 2.0 0.5 1.0 0.5 2 nA
Over Temperature 2.5 1.5 4 nAAverage TC 3.0 3.0 8.0 pA/°C
Input Offset Current 0.3 1.0 0.3 0.5 0.3 1.0 nAOver Temperature 1.5 0.75 2.0 nAAverage TC 1.5 1.5 8.0 pA/°C
INPUTInput Impedance
Differential 10i2 10i2 10i2 GΩipFCommon-Mode 10i2 10i2 10i2 GΩipF
Input Voltage Range3 VS = ±2.3 V to ±5 V –VS + 1.9 +VS – 1.2 –VS + 1.9 +VS – 1.2 –VS + 1.9 +VS – 1.2 VOver Temperature –VS + 2.1 +VS – 1.3 –VS + 2.1 +VS – 1.3 –VS + 2.1 +VS – 1.3 V
VS = ±5 V to ±18 V –VS + 1.9 +VS – 1.4 –VS + 1.9 +VS – 1.4 –VS + 1.9 +VS – 1.4 VOver Temperature –VS + 2.1 +VS – 1.4 –VS + 2.1 +VS – 1.4 –VS + 2.3 +VS – 1.4 V
Common-Mode RejectionRatio DC to 60 Hz withI kΩ Source Imbalance VCM = 0 V to ±10 V
G = 1 73 90 80 90 73 90 dBG = 10 93 110 100 110 93 110 dBG = 100 110 130 120 130 110 130 dBG = 1000 110 130 120 130 110 130 dB
OUTPUTOutput Swing RL = 10 kΩ,
VS = ±2.3 V to ±5 V –VS + 1.1 +VS – 1.2 –VS + 1.1 +VS – 1.2 –VS + 1.1 +VS – 1.2 VOver Temperature –VS + 1.4 +VS – 1.3 –VS + 1.4 +VS – 1.3 –VS + 1.6 +VS – 1.3 V
VS = ±5 V to ±18 V –VS + 1.2 +VS – 1.4 –VS + 1.2 +VS – 1.4 –VS + 1.2 +VS – 1.4 VOver Temperature –VS + 1.6 +VS – 1.5 –VS + 1.6 +VS – 1.5 –VS + 2.3 +VS – 1.5 V
Short Current Circuit ± 18 ± 18 ± 18 mA
REV. E–2–Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
AD620AD620A AD620B AD620S1
Model Conditions Min Typ Max Min Typ Max Min Typ Max Units
DYNAMIC RESPONSESmall Signal –3 dB Bandwidth
G = 1 1000 1000 1000 kHzG = 10 800 800 800 kHzG = 100 120 120 120 kHzG = 1000 12 12 12 kHz
Slew Rate 0.75 1.2 0.75 1.2 0.75 1.2 V/µsSettling Time to 0.01% 10 V Step
G = 1–100 15 15 15 µsG = 1000 150 150 150 µs
NOISE
Voltage Noise, 1 kHz Total RTI Noise = (e2
ni )+(eno /G)2
Input, Voltage Noise, eni 9 13 9 13 9 13 nV/√HzOutput, Voltage Noise, eno 72 100 72 100 72 100 nV/√Hz
RTI, 0.1 Hz to 10 HzG = 1 3.0 3.0 6.0 3.0 6.0 µV p-pG = 10 0.55 0.55 0.8 0.55 0.8 µV p-pG = 100–1000 0.28 0.28 0.4 0.28 0.4 µV p-p
Current Noise f = 1 kHz 100 100 100 fA/√Hz0.1 Hz to 10 Hz 10 10 10 pA p-p
REFERENCE INPUTRIN 20 20 20 kΩIIN VIN+, VREF = 0 +50 +60 +50 +60 +50 +60 µAVoltage Range –VS + 1.6 +VS – 1.6 –VS + 1.6 +VS – 1.6 –VS + 1.6 +VS – 1.6 VGain to Output 1 ± 0.0001 1 ± 0.0001 1 ± 0.0001
POWER SUPPLYOperating Range4 ± 2.3 ± 18 ± 2.3 ± 18 ± 2.3 ± 18 VQuiescent Current VS = ±2.3 V to ±18 V 0.9 1.3 0.9 1.3 0.9 1.3 mA
Over Temperature 1.1 1.6 1.1 1.6 1.1 1.6 mA
TEMPERATURE RANGEFor Specified Performance –40 to +85 –40 to +85 –55 to +125 °C
NOTES1See Analog Devices military data sheet for 883B tested specifications.2Does not include effects of external resistor RG.3One input grounded. G = 1.4This is defined as the same supply range which is used to specify PSR.
Specifications subject to change without notice.
REV. E –3–Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
AD620
REV. E–4–
NOTES1Stresses above those listed under Absolute Maximum Ratings may cause perma-
nent damage to the device. This is a stress rating only; functional operation of thedevice at these or any other conditions above those indicated in the operationalsection of this specification is not implied. Exposure to absolute maximum ratingconditions for extended periods may affect device reliability.
2Specification is for device in free air:8-Lead Plastic Package: θJA = 95°C/W8-Lead Cerdip Package: θJA = 110°C/W8-Lead SOIC Package: θJA = 155°C/W
ABSOLUTE MAXIMUM RATINGS1
Supply Voltage . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ±18 VInternal Power Dissipation2 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 650 mWInput Voltage (Common Mode) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ±VS
Differential Input Voltage . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .±25 VOutput Short Circuit Duration . . . . . . . . . . . . . . . . . IndefiniteStorage Temperature Range (Q) . . . . . . . . . . –65°C to +150°CStorage Temperature Range (N, R) . . . . . . . . –65°C to +125°COperating Temperature Range
AD620 (A, B) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . –40°C to +85°CAD620 (S) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . –55°C to +125°C
Lead Temperature Range(Soldering 10 seconds) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . +300°C
ORDERING GUIDE
Model Temperature Ranges Package Options*
AD620AN –40°C to +85°C N-8AD620BN –40°C to +85°C N-8AD620AR –40°C to +85°C SO-8AD620AR-REEL –40°C to +85°C 13" REELAD620AR-REEL7 –40°C to +85°C 7" REELAD620BR –40°C to +85°C SO-8AD620BR-REEL –40°C to +85°C 13" REELAD620BR-REEL7 –40°C to +85°C 7" REELAD620ACHIPS –40°C to +85°C Die FormAD620SQ/883B –55°C to +125°C Q-8
*N = Plastic DIP; Q = Cerdip; SO = Small Outline.
METALIZATION PHOTOGRAPHDimensions shown in inches and (mm).Contact factory for latest dimensions.
+VS OUTPUT
REFERENCE
+IN–VS
–IN
*FOR CHIP APPLICATIONS: THE PADS 1R G AND 8RG MUST BE CONNECTED IN PARALLEL TO THE EXTERNAL GAIN REGISTER R G. DO NOT CONNECT THEM IN SERIES TO RG. FOR UNITY GAIN APPLICATIONS WHERE R G IS NOT REQUIRED, THE PADS 1RG MAY SIMPLY BE BONDED TOGETHER, AS WELL AS THE PADS 8R G.
4
5
678
8
RG*
1
1 2 3
RG*0.125
(3.180)
0.0708(1.799)
CAUTIONESD (electrostatic discharge) sensitive device. Electrostatic charges as high as 4000 V readilyaccumulate on the human body and test equipment and can discharge without detection.Although the AD620 features proprietary ESD protection circuitry, permanent damage mayoccur on devices subjected to high energy electrostatic discharges. Therefore, proper ESDprecautions are recommended to avoid performance degradation or loss of functionality.
WARNING!
ESD SENSITIVE DEVICE
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
AD620
REV. E –5–
Typical Characteristics (@ +258C, VS = 615 V, RL = 2 kV, unless otherwise noted)
INPUT OFFSET VOLTAGE – mV
20
30
40
50
–40 0 +40 +80
PE
RC
EN
TA
GE
OF
UN
ITS
–80
SAMPLE SIZE = 360
10
0
Figure 3. Typical Distribution of Input Offset Voltage
INPUT BIAS CURRENT – pA
0
10
20
30
40
50
–600 0 +600
PE
RC
EN
TA
GE
OF
UN
ITS
–1200 +1200
SAMPLE SIZE = 850
Figure 4. Typical Distribution of Input Bias Current
10
20
30
40
50
–200 0 +200 +400
INPUT OFFSET CURRENT – pA
PE
RC
EN
TA
GE
OF
UN
ITS
–4000
SAMPLE SIZE = 850
Figure 5. Typical Distribution of Input Offset Current
TEMPERATURE – 8C
INP
UT
BIA
S C
UR
RE
NT
– n
A
+IB–IB
2.0
–2.0175
–1.0
–1.5
–75
–0.5
0
0.5
1.0
1.5
1257525–25
Figure 6. Input Bias Current vs. Temperature
CH
AN
GE
IN O
FF
SE
T V
OLT
AG
E –
mV
1.5
0.5
WARM-UP TIME – Minutes
2
00 51
1
432
Figure 7. Change in Input Offset Voltage vs.Warm-Up Time
FREQUENCY – Hz
1000
11 100k
100
10
10k1k100
VO
LTA
GE
NO
ISE
– n
V/!
Hz
GAIN = 1
GAIN = 10
10
GAIN = 100, 1,000GAIN = 1000BW LIMIT
Figure 8. Voltage Noise Spectral Density vs. Frequency,(G = 1–1000)
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
AD620–Typical Characteristics
FREQUENCY – Hz
1000
100
101 10 1000100
CU
RR
EN
T N
OIS
E –
fA/!
Hz
Figure 9. Current Noise Spectral Density vs. Frequency
RT
I NO
ISE
– 2
.0 m
V/D
IV
TIME – 1 SEC/DIV
Figure 10a. 0.1 Hz to 10 Hz RTI Voltage Noise (G = 1)
RT
I NO
ISE
– 0
.1m
V/D
IV
TIME – 1 SEC/DIV
Figure 10b. 0.1 Hz to 10 Hz RTI Voltage Noise (G = 1000)
Figure 11. 0.1 Hz to 10 Hz Current Noise, 5 pA/Div
100
1000
AD620A
FET INPUTIN-AMP
SOURCE RESISTANCE – V
TO
TA
L D
RIF
T F
RO
M 2
58C
TO
858
C, R
TI –
mV
100,000
101k 10M
10,000
10k 1M100k
Figure 12. Total Drift vs. Source Resistance
FREQUENCY – Hz
CM
R –
dB
+160
01M
+80
+40
1
+60
0.1
+140
+100
+120
100k10k1k10010
G = 1000
G = 100
G = 10
G = 1
+20
Figure 13. CMR vs. Frequency, RTI, Zero to 1 kΩ SourceImbalance
REV. E–6–Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
AD620
REV. E –7–
FREQUENCY – Hz
PS
R –
dB
160
1M
80
40
1
60
0.1
140
100
120
100k10k1k1001020
G = 1000
G = 100
G = 10
G = 1
180
Figure 14. Positive PSR vs. Frequency, RTI (G = 1–1000)
FREQUENCY – Hz
PS
R –
dB
160
1M
80
40
1
60
0.1
140
100
120
100k10k1k1001020
180
G = 10
G = 100
G = 1
G = 1000
Figure 15. Negative PSR vs. Frequency, RTI (G = 1–1000)
1000
100 10M
100
1
1k
10
100k 1M10k FREQUENCY – Hz
GA
IN –
V/V
0.1
Figure 16. Gain vs. Frequency
OU
TP
UT
VO
LTA
GE
– V
olts
p-p
FREQUENCY – Hz
35
01M
15
5
10k
10
1k
30
20
25
100k
G = 10, 100, 1000
G = 1
G = 1000 G = 100
BW
LIM
IT
Figure 17. Large Signal Frequency Response
INP
UT
VO
LTA
GE
LIM
IT –
Vol
ts(R
EF
ER
RE
D T
O S
UP
PLY
VO
LTA
GE
S)
20
+1.0
+0.5
50
+1.5
–1.5
–1.0
–0.5
1510SUPPLY VOLTAGE 6 Volts
+VS –0.0
–VS +0.0
Figure 18. Input Voltage Range vs. Supply Voltage, G = 1
20
+1.0
+0.5
50
+1.5
–1.5
–1.0
–0.5
1510SUPPLY VOLTAGE 6 Volts
RL = 10kV
RL = 2kV
RL = 10kV
OU
TP
UT
VO
LTA
GE
SW
ING
– V
olts
(RE
FE
RR
ED
TO
SU
PP
LY V
OLT
AG
ES
)
RL = 2kV
+VS –0.0
–VS +0.0
Figure 19. Output Voltage Swing vs. Supply Voltage,G = 10
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
AD620
REV. E–8–
OU
TP
UT
VO
LTA
GE
SW
ING
– V
olts
p-p
LOAD RESISTANCE – V
30
00 10k
20
10
100 1k
VS = 615VG = 10
Figure 20. Output Voltage Swing vs. Load Resistance
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Figure 21. Large Signal Pulse Response and Settling TimeG = 1 (0.5 mV = 0.01%)
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Figure 22. Small Signal Response, G = 1, RL = 2 kΩ,CL = 100 pF
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Figure 23. Large Signal Response and Settling Time,G = 10 (0.5 mV = 001%)
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Figure 24. Small Signal Response, G = 10, RL = 2 kΩ,CL = 100 pF
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Figure 25. Large Signal Response and Settling Time,G = 100 (0.5 mV = 0.01%)
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
AD620
REV. E –9–
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Figure 26. Small Signal Pulse Response, G = 100,RL = 2 kΩ, CL = 100 pF
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Figure 27. Large Signal Response and Settling Time,G = 1000 (0.5 mV = 0.01%)
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Figure 28. Small Signal Pulse Response, G = 1000,RL = 2 kΩ, CL = 100 pF
OUTPUT STEP SIZE – Volts
SE
TT
LIN
G T
IME
– m
s TO 0.01%
TO 0.1%
20
00 20
15
5
5
10
10 15
Figure 29. Settling Time vs. Step Size (G = 1)
GAIN
SE
TT
LIN
G T
IME
– m
s
1000
11 1000
100
10
10 100
Figure 30. Settling Time to 0.01% vs. Gain, for a 10 V Step
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Figure 31a. Gain Nonlinearity, G = 1, RL = 10 kΩ(10 µV = 1 ppm)
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
AD620
REV. E–10–
VB
–VS
A1 A2
A3
C2
RG
R1 R2
GAINSENSE
GAINSENSE
R3400V
10kV
10kV
I2I1
10kVREF
10kV
+IN– IN
20mA 20mA
R4400V
OUTPUT
C1
Q2Q1
Figure 33. Simplified Schematic of AD620
THEORY OF OPERATIONThe AD620 is a monolithic instrumentation amplifier based ona modification of the classic three op amp approach. Absolutevalue trimming allows the user to program gain accurately (to0.15% at G = 100) with only one resistor. Monolithic construc-tion and laser wafer trimming allow the tight matching andtracking of circuit components, thus ensuring the high level ofperformance inherent in this circuit.
The input transistors Q1 and Q2 provide a single differential-pair bipolar input for high precision (Figure 33), yet offer 10×lower Input Bias Current thanks to Superβeta processing. Feed-back through the Q1-A1-R1 loop and the Q2-A2-R2 loop main-tains constant collector current of the input devices Q1, Q2thereby impressing the input voltage across the external gainsetting resistor RG. This creates a differential gain from theinputs to the A1/A2 outputs given by G = (R1 + R2)/RG + 1.The unity-gain subtracter A3 removes any common-mode sig-nal, yielding a single-ended output referred to the REF pinpotential.
The value of RG also determines the transconductance of thepreamp stage. As RG is reduced for larger gains, the transcon-ductance increases asymptotically to that of the input transistors.This has three important advantages: (a) Open-loop gain isboosted for increasing programmed gain, thus reducing gain-related errors. (b) The gain-bandwidth product (determined byC1, C2 and the preamp transconductance) increases with pro-grammed gain, thus optimizing frequency response. (c) Theinput voltage noise is reduced to a value of 9 nV/√Hz, deter-mined mainly by the collector current and base resistance of theinput devices.
The internal gain resistors, R1 and R2, are trimmed to an abso-lute value of 24.7 kΩ, allowing the gain to be programmedaccurately with a single external resistor.
The gain equation is then
G = 49.4 kΩ
RG+ 1
so that
RG = 49.4 kΩ
G − 1
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Figure 31b. Gain Nonlinearity, G = 100, RL = 10 kΩ(100 µV = 10 ppm)
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Figure 31c. Gain Nonlinearity, G = 1000, RL = 10 kΩ(1 mV = 100 ppm)
AD620
VOUT
G=1G=1000
49.9V
10kV*1kV10T 10kV
499V
G=10G=100
5.49kV
+VS
11kV 1kV 100V
100kV
INPUT10V p-p
–VS
*ALL RESISTORS 1% TOLERANCE
71
2
3
8
6
4
5
Figure 32. Settling Time Test Circuit
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
AD620
REV. E –11–
Make vs. Buy: A Typical Bridge Application Error BudgetThe AD620 offers improved performance over “homebrew”three op amp IA designs, along with smaller size, fewer compo-nents and 10× lower supply current. In the typical application,shown in Figure 34, a gain of 100 is required to amplify a bridgeoutput of 20 mV full scale over the industrial temperature rangeof –40°C to +85°C. The error budget table below shows how tocalculate the effect various error sources have on circuit accuracy.
Regardless of the system in which it is being used, the AD620provides greater accuracy, and at low power and price. In simple
R = 350V
+10V
PRECISION BRIDGE TRANSDUCERAD620A MONOLITHICINSTRUMENTATIONAMPLIFIER, G = 100
“HOMEBREW” IN-AMP, G = 100 *0.02% RESISTOR MATCH, 3PPM/8C TRACKING**DISCRETE 1% RESISTOR, 100PPM/8C TRACKING SUPPLY CURRENT = 15mA MAX
100V**
10kV*
10kV**
10kV*
10kV*
10kV**
10kV*
SUPPLY CURRENT = 1.3mA MAX
OP07D
OP07D
OP07DAD620ARG
499V
REFERENCE
R = 350V R = 350V
R = 350V
Figure 34. Make vs. Buy
Table I. Make vs. Buy Error Budget
AD620 Circuit “Homebrew” Circuit Error, ppm of Full ScaleError Source Calculation Calculation AD620 Homebrew
ABSOLUTE ACCURACY at TA = +25°CInput Offset Voltage, µV 125 µV/20 mV (150 µV × √2)/20 mV 16,250 10,607Output Offset Voltage, µV 1000 µV/100/20 mV ((150 µV × 2)/100)/20 mV 14,500 10,150Input Offset Current, nA 2 nA × 350 Ω/20 mV (6 nA × 350 Ω)/20 mV 14,118 14,153CMR, dB 110 dB→3.16 ppm, × 5 V/20 mV (0.02% Match × 5 V)/20 mV/100 14,791 10,500
Total Absolute Error 17,558 11,310DRIFT TO +85°C
Gain Drift, ppm/°C (50 ppm + 10 ppm) × 60°C 100 ppm/°C Track × 60°C 13,600 16,000Input Offset Voltage Drift, µV/°C 1 µV/°C × 60°C/20 mV (2.5 µV/°C × √2 × 60°C)/20 mV 13,000 10,607Output Offset Voltage Drift, µV/°C 15 µV/°C × 60°C/100/20 mV (2.5 µV/°C × 2 × 60°C)/100/20 mV 14,450 10,150
Total Drift Error 17,050 16,757RESOLUTION
Gain Nonlinearity, ppm of Full Scale 40 ppm 40 ppm 14,140 10,140Typ 0.1 Hz–10 Hz Voltage Noise, µV p-p 0.28 µV p-p/20 mV (0.38 µV p-p × √2)/20 mV 141,14 13,127
Total Resolution Error 14,154 101,67
Grand Total Error 14,662 28,134
G = 100, VS = ± 15 V.
(All errors are min/max and referred to input.)
systems, absolute accuracy and drift errors are by far the mostsignificant contributors to error. In more complex systems withan intelligent processor, an autogain/autozero cycle will remove allabsolute accuracy and drift errors leaving only the resolutionerrors of gain nonlinearity and noise, thus allowing full 14-bitaccuracy.
Note that for the homebrew circuit, the OP07 specifications forinput voltage offset and noise have been multiplied by √2. Thisis because a three op amp type in-amp has two op amps at itsinputs, both contributing to the overall input error.
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
AD620
REV. E–12–
3kV
+5V
DIGITALDATAOUTPUT
ADC
REF
IN
AGND
20kV
10kV
20kV
AD620BG=100
1.7mA 0.10mA0.6mAMAX
499V
3kV
3kV3kV
2
1
8
37
6
5
4
1.3mAMAX
AD705
Figure 35. A Pressure Monitor Circuit which Operates on a +5 V Single Supply
Pressure MeasurementAlthough useful in many bridge applications such as weighscales, the AD620 is especially suitable for higher resistancepressure sensors powered at lower voltages where small size andlow power become more significant.
Figure 35 shows a 3 kΩ pressure transducer bridge poweredfrom +5 V. In such a circuit, the bridge consumes only 1.7 mA.Adding the AD620 and a buffered voltage divider allows thesignal to be conditioned for only 3.8 mA of total supply current.
Small size and low cost make the AD620 especially attractive forvoltage output pressure transducers. Since it delivers low noiseand drift, it will also serve applications such as diagnostic non-invasive blood pressure measurement.
Medical ECGThe low current noise of the AD620 allows its use in ECGmonitors (Figure 36) where high source resistances of 1 MΩ orhigher are not uncommon. The AD620’s low power, low supplyvoltage requirements, and space-saving 8-lead mini-DIP andSOIC package offerings make it an excellent choice for batterypowered data recorders.
Furthermore, the low bias currents and low current noisecoupled with the low voltage noise of the AD620 improve thedynamic range for better performance.
The value of capacitor C1 is chosen to maintain stability of theright leg drive loop. Proper safeguards, such as isolation, mustbe added to this circuit to protect the patient from possibleharm.
G = 7
AD620A0.03HzHIGHPASS
FILTER
OUTPUT1V/mV
+3V
–3V
RG8.25kV
24.9kV
24.9kV
AD705J
G = 143C1
1MVR4
10kVR1 R3
R2
OUTPUTAMPLIFIER
PATIENT/CIRCUITPROTECTION/ISOLATION
Figure 36. A Medical ECG Monitor Circuit
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
AD620
REV. E –13–
Precision V-I ConverterThe AD620, along with another op amp and two resistors, makesa precision current source (Figure 37). The op amp buffers thereference terminal to maintain good CMR. The output voltageVX of the AD620 appears across R1, which converts it to acurrent. This current less only, the input bias current of the opamp, then flows out to the load.
AD620RG
–VS
VIN+
VIN–
LOAD
R1
IL
VxI =L R1
=IN+[(V ) – (V )] GIN–
R1
6
5
+ V –X
42
1
8
3 7
+VS
AD705
Figure 37. Precision Voltage-to-Current Converter(Operates on 1.8 mA, ±3 V)
GAIN SELECTIONThe AD620’s gain is resistor programmed by RG, or more pre-cisely, by whatever impedance appears between Pins 1 and 8.The AD620 is designed to offer accurate gains using 0.1%–1%resistors. Table II shows required values of RG for various gains.Note that for G = 1, the RG pins are unconnected (RG = ∞). Forany arbitrary gain RG can be calculated by using the formula:
RG = 49.4 kΩ
G − 1
To minimize gain error, avoid high parasitic resistance in serieswith RG; to minimize gain drift, RG should have a low TC—lessthan 10 ppm/°C—for the best performance.
Table II. Required Values of Gain Resistors
1% Std Table Calculated 0.1% Std Table CalculatedValue of RG, V Gain Value of RG, V Gain
49.9 k 1.990 49.3 k 2.00212.4 k 4.984 12.4 k 4.9845.49 k 9.998 5.49 k 9.998
2.61 k 19.93 2.61 k 19.931.00 k 50.40 1.01 k 49.91499 100.0 499 100.0
249 199.4 249 199.4100 495.0 98.8 501.049.9 991.0 49.3 1,003
INPUT AND OUTPUT OFFSET VOLTAGEThe low errors of the AD620 are attributed to two sources,input and output errors. The output error is divided by G whenreferred to the input. In practice, the input errors dominate athigh gains and the output errors dominate at low gains. Thetotal VOS for a given gain is calculated as:
Total Error RTI = input error + (output error/G)
Total Error RTO = (input error × G) + output error
REFERENCE TERMINALThe reference terminal potential defines the zero output voltage,and is especially useful when the load does not share a preciseground with the rest of the system. It provides a direct means ofinjecting a precise offset to the output, with an allowable rangeof 2 V within the supply voltages. Parasitic resistance should bekept to a minimum for optimum CMR.
INPUT PROTECTIONThe AD620 features 400 Ω of series thin film resistance at itsinputs, and will safely withstand input overloads of up to ±15 Vor ±60 mA for several hours. This is true for all gains, and poweron and off, which is particularly important since the signalsource and amplifier may be powered separately. For longertime periods, the current should not exceed 6 mA (IIN ≤VIN/400 Ω). For input overloads beyond the supplies, clampingthe inputs to the supplies (using a low leakage diode such as anFD333) will reduce the required resistance, yielding lowernoise.
RF INTERFERENCEAll instrumentation amplifiers can rectify out of band signals,and when amplifying small signals, these rectified voltages act assmall dc offset errors. The AD620 allows direct access to theinput transistor bases and emitters enabling the user to applysome first order filtering to unwanted RF signals (Figure 38),where RC < 1/(2 πf) and where f ≥ the bandwidth of theAD620; C ≤ 150 pF. Matching the extraneous capacitance atPins 1 and 8 and Pins 2 and 3 helps to maintain high CMR.
–IN
1
2
3
4 5
6
7
8
R
R+IN
C
C
RG
Figure 38. Circuit to Attenuate RF Interference
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
AD620
REV. E–14–
COMMON-MODE REJECTIONInstrumentation amplifiers like the AD620 offer high CMR,which is a measure of the change in output voltage when bothinputs are changed by equal amounts. These specifications areusually given for a full-range input voltage change and a speci-fied source imbalance.
For optimal CMR the reference terminal should be tied to a lowimpedance point, and differences in capacitance and resistanceshould be kept to a minimum between the two inputs. In manyapplications shielded cables are used to minimize noise, and forbest CMR over frequency the shield should be properly driven.Figures 39 and 40 show active data guards that are configuredto improve ac common-mode rejections by “bootstrapping” thecapacitances of input cable shields, thus minimizing the capaci-tance mismatch between the inputs.
REFERENCE
VOUTAD620
100V
100V
– INPUT
+ INPUT
AD648
RG
–VS
+VS
–VS
Figure 39. Differential Shield Driver
100V
– INPUT
+ INPUT
REFERENCE
VOUTAD620
–VS
+VS
2RG
2RG
AD548
Figure 40. Common-Mode Shield Driver
GROUNDINGSince the AD620 output voltage is developed with respect to thepotential on the reference terminal, it can solve many groundingproblems by simply tying the REF pin to the appropriate “localground.”
In order to isolate low level analog signals from a noisy digitalenvironment, many data-acquisition components have separateanalog and digital ground pins (Figure 41). It would be conve-nient to use a single ground line; however, current throughground wires and PC runs of the circuit card can cause hun-dreds of millivolts of error. Therefore, separate ground returnsshould be provided to minimize the current flow from the sensi-tive points to the system ground. These ground returns must betied together at some point, usually best at the ADC package asshown.
DIGITAL P.S.+5VC
ANALOG P.S.+15V C –15V
AD574ADIGITALDATAOUTPUT
+
1mF
AD620
0.1mF
AD585S/H ADC
0.1mF1mF 1mF
Figure 41. Basic Grounding Practice
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
AD620
REV. E –15–
GROUND RETURNS FOR INPUT BIAS CURRENTSInput bias currents are those currents necessary to bias the inputtransistors of an amplifier. There must be a direct return pathfor these currents; therefore, when amplifying “floating” input
VOUTAD620
– INPUT
RG
TO POWERSUPPLY
GROUND
REFERENCE+ INPUT
+VS
–VS
LOAD
Figure 42a. Ground Returns for Bias Currents withTransformer Coupled Inputs
sources such as transformers, or ac-coupled sources, there mustbe a dc path from each input to ground as shown in Figure 42.Refer to the Instrumentation Amplifier Application Guide (freefrom Analog Devices) for more information regarding in ampapplications.
VOUT
– INPUT
+ INPUT
RG
LOAD
TO POWERSUPPLY
GROUND
REFERENCE
+VS
–VS
AD620
Figure 42b. Ground Returns for Bias Currents withThermocouple Inputs
100kV
VOUTAD620
– INPUT
+ INPUT
RG
LOAD
TO POWERSUPPLY
GROUND
REFERENCE
100kV –VS
+VS
Figure 42c. Ground Returns for Bias Currents with AC Coupled Inputs
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012
AD620
REV. E–16–
OUTLINE DIMENSIONSDimensions shown in inches and (mm).
Plastic DIP (N-8) Package
8
1 4
5
0.430 (10.92)0.348 (8.84)
0.280 (7.11)0.240 (6.10)
PIN 1
SEATINGPLANE
0.022 (0.558)0.014 (0.356)
0.060 (1.52)0.015 (0.38)
0.210 (5.33)MAX 0.130
(3.30)MIN
0.070 (1.77)0.045 (1.15)
0.100(2.54)BSC
0.160 (4.06)0.115 (2.93)
0.325 (8.25)0.300 (7.62)
0.015 (0.381)0.008 (0.204)
0.195 (4.95)0.115 (2.93)
Cerdip (Q-8) Package
8
1 4
5
0.310 (7.87)0.220 (5.59)
PIN 1
0.005 (0.13)MIN
0.055 (1.4)MAX
SEATINGPLANE
0.023 (0.58)0.014 (0.36)
0.200 (5.08)MAX 0.150
(3.81)MIN
0.070 (1.78)0.030 (0.76)
0.200 (5.08)0.125 (3.18)
0.100(2.54)BSC
0.060 (1.52)0.015 (0.38)
0.405 (10.29) MAX
15°0°
0.320 (8.13)0.290 (7.37)
0.015 (0.38)0.008 (0.20)
SOIC (SO-8) Package
0.1968 (5.00)0.1890 (4.80)
8 5
410.2440 (6.20)0.2284 (5.80)
PIN 1
0.1574 (4.00)0.1497 (3.80)
0.0688 (1.75)0.0532 (1.35)
SEATINGPLANE
0.0098 (0.25)0.0040 (0.10)
0.0192 (0.49)0.0138 (0.35)
0.0500(1.27)BSC
0.0098 (0.25)0.0075 (0.19)
0.0500 (1.27)0.0160 (0.41)
8°0°
0.0196 (0.50)0.0099 (0.25)
x 45°
C15
99c–
0–7/
99P
RIN
TE
D IN
U.S
.A.
Rancang bangun..., Shepta Dh, FMIPA UI, 2012