25
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salep (menurut FI III ) yaitu sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar atau sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput (menurut FI IV) . Bahan aktif harus larut dan terdispersi dalam dasar salep yang cocok Untuk mencapai hasil yang dimaksud. Dasar salep bila tidak dinyatakan lain adalah vaselin album, namun tergantung dari sifat bahan obat dan tujuan pemakaiannya, dasar salep yang digunakan untuk pembawa zat berkhasiat menurut di FI ed. IV ada 4 kelompok yaitu: dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap , dasar salep yang dapat dicuci dengan air, dan dasar salep yang larut dalam air. Kloramfenikol merupakan senyawa fenil propan tersubstitusi yang mempunyai dua unsur struktur tidak lazim untuk bahan alam yaitu suatu gugus nitro aromatik dan residu diklor asetil.Gugus R pada turunan kloramfenikol berpengaruh pada aktivitasnya sebagai anti bakteri Staphylococcus aureus . Untuk mendapatkan senyawa turunan kloramfenikol baru dengan aktivitas optimal, harusdiperhatikan agar gugus R bersifat penarik elektron kuat dan mempunya sifat lipofilik lemah. 1

salep

Embed Size (px)

DESCRIPTION

1

Citation preview

Page 1: salep

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salep (menurut FI III ) yaitu sediaan setengah padat yang mudah dioleskan

dan digunakan sebagai obat luar atau sediaan setengah padat ditujukan untuk

pemakaian topikal pada kulit atau selaput (menurut FI IV) . Bahan aktif harus

larut dan terdispersi dalam dasar salep yang cocok Untuk mencapai hasil yang

dimaksud. Dasar salep bila tidak dinyatakan lain adalah vaselin  album, namun

tergantung dari sifat bahan obat dan tujuan pemakaiannya, dasar salep yang

digunakan untuk pembawa zat berkhasiat menurut di FI ed. IV ada 4 kelompok

yaitu: dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap , dasar salep yang dapat

dicuci dengan air, dan dasar salep yang larut dalam air.

Kloramfenikol merupakan senyawa fenil propan tersubstitusi yang

mempunyai dua unsur struktur tidak lazim untuk bahan alam yaitu suatu gugus

nitro aromatik dan residu diklor asetil.Gugus R pada turunan kloramfenikol

berpengaruh pada aktivitasnya sebagai anti bakteri Staphylococcus aureus.

Untuk mendapatkan senyawa turunan kloramfenikol baru dengan aktivitas

optimal, harusdiperhatikan agar gugus R bersifat penarik elektron kuat

dan mempunya sifat lipofilik lemah.

Salep sering memerlukan penambahan pengawet seperti antimikroba, pada

formulasi untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang terkontaminasi.

Pengawet – pengawet ini termasuk hidroksibenzoat, fenol - fenol pengawet ini

termasuk hidroksibenzoat, fenol – fenol, asam benzoate, asam sorbet, garam

ammonium kuartener dan campuran lainnya.

1.2 Prinsip Percobaan

- Pemilihan dasar salep antibiotik

- Cara pembuatan salep antibiotik

- Syarat salep antibiotik

- Evaluasi salep antibiotik

1

Page 2: salep

1.3 Tujuan Percobaan

- Mengetahui bentuk sediaan salep antibiotik

- Mengetahui bahan dasar salep antibiotik

- Mengetahui dan memahami cara pembuatan salep antibiotik

- Mengetahui persyaratan dan evaluasi salep antibiotik

2

Page 3: salep

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Preparat yang digunakan pada kulit antara lain untuk efek fisik, yaitu

kemampuan bekerja sebagai pelindung kulit, pelincir, pelembut, zat pengering dan

lain – lain, atau untuk efek khusus dari bahan obat yang ada. Preparat ini dijual

bebas, sering mengandung campuran dari bahan obat yang digunakan dalam

pengobatan kondisi tertentu seperti, infeksi kulit yang ringan, gatal – gatal, luka

bakar, merah bekas popok, sengatan dan gigitan serangga, kutu air, mata ikan,

penebalan kulit dank eras, kutil, ketombe, jerawat, penyakit kulit kronis dan

eksim. Bentuk sediaan obat yang dimaksudkan untuk pemakaiaan pada kulit

anatara lain salep, krim, sistempemberian obat melalui kulit, lotio, larutan topical

dan tinktur menggambarkan bentuk sediaan dermatologi yang paling sering

dipakai (Ansel, 2005).

2.1 Pengertian Salep

Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan

sebagai obat luar. Bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep

yang cocok (F.I.ed III). Salep tidak boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain

kadar bahan obat dalm salep yang mengandung obat keras atau obat narkotik

adalah 10%. Salep dibuat dengan substansi berlemak seperti: Adeps lanae,

Vaselinum (Petrolatum) dan minyak mineral. Menurut pemikiran modern salep

adalah sediaan semi padat untuk pemakaiaan pada kulit dengan atau tanpa

penggosokkan. Oleh karena itu salep dapat terdiri dari substansi berminyak atau

terdiri dari emulsi lemak atau lilin yang mengandung air dalam proporsi yang

relative tinggi (Hydrophilic ointment). (Anief,1993)

2.2 Fungsi Salep

a. Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit.

b. Sebagai bahan pelumas pada kulit.

c. Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit

dengan larutan berair dan rangsang kulit. (Anief,1993)

3

Page 4: salep

Menurut Farmakope Indonesia Edisi 3, Salep adalah sediaan setengah

padat yang mudah dioleskan dan digunkan sebagai obat luar. Bahan obat harus

larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok.

Pemerian : tidak boleh berbau tengik

Kadar : kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat

keras atau obat narkotik, kadar bahan obat adalah 10%

Dasar salep : kecuali dinyatakan lain, sebagai bahan dasar salep digunakan

vaselin putih. Tergantung dari sifat bahan obat dan tujuan pemakaian, dapat

dipilih salah satu bahan dasar salep berikut;

Dasar salep hidrokarbon vaselin putih, vaselin kuning atau campurannya

dengan malam putij, dengan malam kuning atau dengan senyawa karbon lain yang

cocok.

Dasar salep serap Lemak bulu domba campuran 3 bagian kolesterol. 3

bagian stearil alkohol, 8 bagian malam putih dan 8 bagian vaselin putih, campuran

30 bagian malam kuning dan 70 bagian minyak wijen

Homogenitas: jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan

lain yang cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen.

Penandaan pada etiket harus juga tertera: “obat luar”

Salem kloramfenicol mengandung kloramfenicol C11H12Cl12N2O5 tidak

kurang dari 85% dan tidak lebih dari 105% dari jumlah yang tertera pada etiket.

(Depkes RI, 1979)

2.3 Penggolongan Salep

1. Menurut konsistensinya salep dapat dibagi:

a. Unguenta: salep yang mempunyai konsistensi seperti mentega, tidak

mencair pada suhu biasa, tetapi mudah dioleskan tanpa memakai

tenaga.

4

Page 5: salep

b. Cream (krim): salep yang banyak mengandung air, mudah diserap

kulit, suatu tipe yang dapat dicuci dengan air.

c. Pasta: salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk),

suatu salep tebal karena merupakan penutup atau pelindung bagian

kulit yang dioles.

d. Cerata: salep berlemak yang mengandung persentase lilin (wax)

yang tinggi sehingga konsistensinya lebih keras (ceratum labiale).

e. Gelones / spumae / jelly: salep yang lebih halus, umumnya cair dan

sedikit mengandung atau tanpa mukosa, sebagai pelican atau basis,

biasanya terdiri atas campuran sederhana dari minyak dan lemak

dengan titik lebur rendah. Contoh: starch jellies (10% amilum

dengan air mendidih)

2. Menurut sifat farmakologi / terapeutik dan penetrasinya, salep dapat

dibagi:

a. Salep epidermis (epidermic ointment; salep penutup) guna melindungi

kulit dan menghasilkan efek lokal, tidak diabsorbsi, kadang – kadang

ditambahkan antiseptik, astringensia, untuk meredakan rangsangan atau

anestesi lokal. Dasar salep yang baik adalah ds. senyawa hidrokarbon.

b. Salep endodermis: salep yang bahan obatnya menembus ke dalam kulit,

tetapi tidak melalui kulit, terabsorpsi sebagaian, digunakan untuk

melunakan kulit, terabsopsi sebagaian, digunakan untuk meredakan

rangsangan atau selaput lendir. Dasar salep yang terbaik adalah minyak

lemak.

c. Diadermis: salep yang bahan obatnya menembus ke dalam tubuh

melalui kulit dan mencapai efek yang diinginkan, misalnya salep yang

mengandung senyawa merkuri iodida, beladona.

3. Menurut dasar salepnya, salep dapat dibagi:

a. Salep hidrofobik yaitu salep yang tidak suka air atau salep dengan

dasar salep berlemak (greasy bases) tidak dapat dicuci dengan air:

misalnya campuran lemak – lemak, minyak lemak, malam.

b. Salep hindrofilik yaitu salep yang suka air atau kuat menarik air, biasa

ds. tipe M/ A.

5

Page 6: salep

4. Menurut Formularium Nasional (Fornas)

a. Dasar salep 1 (dasar salep senyawa hidrokarbon)

b. Dasar salep 2 (dasar salep serap)

c. Dasar salep 3 (dasar salep yang dapat dicuci dengan air atau ds emulsi

M/A)

d. Dasar salep 4 (dasar salep yang dapat larut dalam air)

(Syamsuni, 2007)

2.4 Dasar Salep

Kualitas dasar salep adalah :

a. Stabil, Selama masih dipakai mengobati maka salep harus bebas dari

inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban yang ada dalam

kamar.

b. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi

lunak dan homogeny, sebab salep digunakan untuk kulit yang teriritasi,

inflamasi dan ekskoriasi.

c. Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang paling mudah

dipakai dan dihilangkan dari kulit.

d. Dasar salep yang cocok yaitu dasar salep yang harus compatible secara

fisika dan kimia dengan obat yang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh

merusak atau menghambat aksi terapi dari obat yang mampu melepas

obatnya pada daerah yang diobati.

e. Terdistribusi merata, obat harus terdistribusi merata melalui dasar salep

padat atau cair pada pengobatan. (Anief,1993).

2.5 Penggolongan Dasar Salep

Penggolongan dasar salep berdasarkan komposisi:

1. Dasar salep berminyak

2. Dasar salep absorbs

3. Dasar salep tercuci

4. Dasar salep emulsi

6

Page 7: salep

1. Contoh dasar salep berminyak

a. Vaselin (petrolatum), terdiri dari vaselin putih dan vaselin kuning.

Nama lain dari vaselin adalah Soft Paraffin.

Vaselin putih merupakan vaselin yang dipucatkan /dimurnikan. Karena

pemucatan menggunakn Asam Sulfat, maka hati – hati jangan dipakai

untuk salep mata, karena dapat terjadi iritasi mata oleh kelebihan asam

sulfat yang dikandung dalam dasar salep.

Vaselin dapat menyerap sebanyak 5% air. Dengan penambahan

kolestrol, kemampuan mendukung air dapat dinaikkan. Selain kolestrol

dapat digunakan pula Span dan Tween, Natrium Lauril Sulfat dan

surfaktan lain (Anief,1993).

Daftar kemampuan vaselin menurut Warner

Banyak zat yang ditambahkan Kemampuan vaselin

mendukung air

3% Kholesterol 250%

3% Kholesterol + 3% Kholesterol asetat 500%

3% Kholesterol + 3% Kholesterol laurat 600%

3% Kholesterol + 3% Kholesterol palmitat 700%

3% Kholesterol + 3% Kholesterol stearat 800%

3% Isokholesterol 300%

3% Kholesterol + Cetaeum 500%

(Anief, 1988)

b. Parafin, adalah Paraffinum solidum merupakan senyawa hidrokarbon

yang padat dan digunakan untuk mengeraskan salep, sebab menaikkan

titik lebur.

Selain itu digunakan pula paraffin cair yaitu Paraffinum liquidum

dengan dua macam kualitas yaitu yang viskositasnya ringan dan

digunakan untuk membuat vanishing cream, sedang yang

viskosistasnya berat digunakan untuk cold cream.

c. Minyak tumbuh – tumbuhan.

7

Page 8: salep

Yang banyak dipakai adalah Oleum Sesami dan Oleum Olivarum dan

digunakan sebagai pelumas dan untuk menurunkan titik lebur dasar

salep.

Pada proses hidrogenasi minyak akan menjadi bentuk setengah padah

berwarna putih. Keuntungan dari proses ini ialah menjadi makin stabil,

tidak tengik serta menambah daya absorbsi air.

d. Jelene tersusun dari minyak hidrokarbon dan malam, structural

tersusun sedemikian sehingga fase cair mudah bergerak, dengan

demikian berbentuk gerakan intern yang menyesuaikan diri dengan

perubahan antar muka secara kontinu. Sehingga difusi obat ke media

sekelilingnya dapat terjadi lebih baik.

Jelene adalah lunak, tak berwarna,titik leburnya 90o – 91o C, halus

pegangannya serta baik sebagai dasar salep (Anief,1993)

Keuntungan penggunaan jelene, dalam penyimpanan tetap dan cukup

lunak.

Jelene 50 W dikenal sebagai Plastibase (Squibb).

Tidak tercampurkan dengan Pix liquida, Kamfer, Mentol, Gandapura,

karena akan membuat Jelene encer (Anief, 1988)

e. Silicon merupakan seri polimer sintetik dengan struktur dasar bukan

hidrokarbon, tetapi suatu rantai Si dan O yaitu (-O-Si-O-Si), dalam

perdagangan dikenal Dimetikon. Biasanya untuk salep dan kosmetik

dengan viskositas 50-1.000 Cs. Silicon stabil pada suhu tinggi dan

tahan terhadap oksidasi. (Anief,1993)

2. Contoh dasar salep absorbsi

Golongan dasar salep absorbsi meliputi minyak hidrofil seperti Adeps

Lanae, Hydrophylic Petrolatum dan dasar salep yang baru seperti

Aquaphor, Polysorb, Hydrosorb, dan Plastibase hydrophilic.

Hydrophylic petrolatum

R/ white petrolatum 86%

White wax 8%

Stearyl alcohol 3%

Kholesterol 3%

8

Page 9: salep

(Anief, 1986).

Dasar salep absorbs ada dua tipe :

a. Dasar salep anhidrus yang mampu menyerap air dan membentuk tipe

emulsi A/M seperti Adeps Lanae dan hydrophilic petrolatum.

Adeps lanae merupakan lemak bulu domba, mengandung

persentase tinggi kolestrol sebagai ester dan bentuk alcohol

hingga dapat mengabsorbsi air. Pada pemakaiaan pada kulit

dapat merupakan lapisan penutup, melunakkan kulit hingga

salep mudah dipakai. Keberatannya bau dan banyak yang alergi

terhadap adeps lanae.

Hydrophilic petrolatum, dengan adanya kolestrol

memungkinkan dasar salep menyerap air atau cairan obat

dalam air dan terbentuk krim A/M emulsi dan dasr salep sukar

dihilangkan dari kulit oleh air.

b. Dasar salep hidrus dan merupakan tipe emulsi A/M tapi masih mampu

menyerap air yang ditambahkan seperti cold cream, lanolin. Sifat lain

dasar salep absorbsi ialah tidak mudah dicuci. (Anief,1993)

3. Dasar salep tercuci

Dasar salep ini adalah anhidrus, larut dalam air dan mudah dicuci dengan

air. Hanya bagian kecil dari cairan dapat didukung oleh dasar salep tanpa

perubahan viskositas. (Anief,1993)

Contoh dasar salep tercuci

1. Polyethylene glycol ointment USP

R/ Polyethylene glycol 4.000 40%

Polyethylene glycol 400 60%

2. Tragacanth

3. P.G.A.

(Anief, 1986)

4. Dasar salep emulsi, ada dua macam yaitu :

a. Dasar salep emulsi tipe A/M seperti Lanolin dan Cold Cream.

b. Dasar salep emulsi tipe M/A seperti vanishing cream dan Hydrophilic

ointment. (Anief,1993)

9

Page 10: salep

Vanishing cream

R/ Cetyl alkohol 1,0

Lanolini 2,0

Paraffin Liquidi 5,0

Stearic acid 9,0

Pot. Hydroxide 0.5

Propylene glycol 5,0

Aqua ad 77,5

Emulsifying ointment B.P.

R/ Emulsifying wax 300

White soft parafin 500

Liquid paraffinum 200

Emulsifying wax

R/ Cetostearyl alkohol 90

Sod. Lauryl sulfate 10

Purified water 4 ml (Anief, 1986).

2.6 Pembuatan Salep

Baik dalam ukuran besar maupun kecil, salep dibuat dengan dua metode,

yaitu:

1. Pencampuran

Dalam metode pencampuran, komponen dari salep dicampur bersama

– sama dengan segala cara sampai sediaan yang rata tercapai.

Pencampuran bahan padat.

Pembuatan salep menggunakan spatula, dengan cara

menggerus/menggosokkannya serta meratakan dan

mengumpulkan komponen – komponenya pada permukaan

yang kasar dengan spatula sampai hasilnya lembut dan rata.

Pencampuran cairan.

Bahan cairan atau larutan obat dapat ditambahkan setelah

dipertimbangkan sifat – sifat salepnya. Misalnya larutan atau

10

Page 11: salep

preparat berair akan menjadi sukar ditambahkan ke dalam salep

berlemak, kecuali dalam jumlah yang kecil.

2. Peleburan

Dengan metode peleburan, semua atau beberapa komponen dari salep

dicampurkan dengan melebur bersama dan didinginkan dengan

pengadukan yang konstan sampai mengental (Ansel, 2005).

Termasuk dalam golongan sediaan salep ialah:

1. Cream : adalah suatu salep yang mengandung banyak air, mudah diserap kulit.

Suatu tipe yang dapat di cuci dengan air.

2. Pasta : adalah suatu salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk).

Suatu salep tebal, keras biasanya tidak meleleh pada suhu badan, jadi

merupakan penutup/pelindung bagian kulit yang diberi.

3. Cerata : adalah suatu salep berlemak yang mengandung persentase tinggi lilin

(waxex), hingga konsistensi jadi lebih keras. Contoh : Ceratum Labiale

(CMN).

4. Jelly : adalah suatu salep yang lebih halus, umumnya cair dan mengandung

sedikt atau tanpa lilin (wax), dipergunakan terutama pada membran mukosa,

sebagai pelicin atau basis, biasanya terdiri campuran sederhana dari minyak

dan lemak dengan titik lebur yang rendah. Washable Jelly mengandung

mucilagines, misalnya: gom, tragacanth, amylum. Contoh: starch jellies ( 10%

amylum dengan air mendidih).

Faktor-faktor yang mempengaruhi efek absorpsi obat dalam salep oleh kulit

adalah :

1. Dari segi fisiologi

a. Keadaan kulit

b. Luas daerah pemakaian dan

c. Banyaknya pemakaian

d. Letak pemakaian dan lama pemakaian

2. Keadaan hidrasi pada stratum corneum

3. Temperatur kulit

11

Page 12: salep

4. Adanya pelarut yang dapat campur atau melarut dalam stratum corneum

5. Konsentrasi obat

6. Sifat-sifat obatnya

a. Kelarutan karakteristik dari obat yang akan penetrasi

b. Koefisien partisi (PC) dari obat antara kulit perintang dan bahan pembawa

obat.

7. Komposisi dasar salep, hl ini kebanyakan berhubungan dengan efek :

a. Kelarutan obat dalam dasar salep

b. Koefisien aktivitas obat

c. Koefisien partisi (PC) obat dalam kulit/ bahan pembawa (Anief, 1986).

2.7 Pengawetan Salep

Salep sering memerlukan penambahan pengawet seperti antimikroba, pada

formulasi untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang terkontaminasi.

Pengawet – pengawet ini termasuk hidroksibenzoat, fenol - fenol pengawet ini

termasuk hidroksibenzoat, fenol – fenol, asam benzoate, asam sorbet, garam

ammonium kuartener dan campuran lainnya.

2.8 Pengemasan dan Penyimpanan Salep

Salep biasanya dikemas baik dalam botol atau tube. Tube dibuat dari

kaleng atau plastic. Tube salep untuk pemakaian topical lebih sering dari ukuran 5

sampai 30 gram. Tube umumnya diisi dengan alat pengisi dari bagian ujung

belakang yang terbuka dari tube yang kemudiaan ditutup dengan disegel. Salep

yang dibuat dengan cara peleburan dapat dituangkan langsung ke dalam tube.

Pada skala kecil seperti yang dibuat mendadak, pengisian dari tube salep oleh ahli

farmasi di apotek, tube dapat diisi dengan cara sbagai berikut :

Salep yang telah dibuat digulung di atas kertas perkamen menjadi bentuk

silinder, diameter silinder sedikit lebih kecil dari tube supaya dapat

diisikan dengan panjang kertas yang lebih dari silinder.

Dengan tutup dari tube dilepas supaya udara keluar, silinder dari salep

dengan kertas dimasukkan ke dalam bagian ujung bawah tube yang

terbuka (Ansel, 2005).

12

Page 13: salep

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat

Lumpang dan stamfer

Neraca analitik

Anak timbangan

Kaca arloji

Sudip

Spatula

Kertas perkamen

Tube salep antibiotik

Kertas saring

Oven

Objek glass

3.2 Bahan

Kloramfenikol 200mg

Propilen glikol

Adeps lanae

Vaselin album

3.3 Resep

R/ Kloramfenikol 200mg

Propilen glikol 1 g

Adeps lanae 1 g

Vaselin album. ad. 10

3.4 Prosedur Percobaan

o Ditimbang kloramfenikol 200 mg, propilen glikol 1 g (diatas kaca arloji),

adeps lanae 1 g dan vaselin 7,8 g.

13

Page 14: salep

o Digerus halus kloramfenikol didalam lumpang, kemudian ditambahkan

propilen glikol dan adeps lanae lalu dihomogenkan.

o Ditambahkan vaselin sedikit demi sedikit kedalam lumpang hingga semua

homogen.

o Diuji evaluasi salep dengan uji kebocoran

3.5 Uji Evaluasi

a. Uji kebocoran.

- Salep dimasukkan ke dalam tube salep antibiotik, serta dibungkus

dengan kertas saring.

- Diletakkan tube diatas loyang posisi horizontal.

- Masukkan kedalam oven, diamkan selama 8jam, dengan temperatur

60° ± 3°C.

- Tidak boleh terjadi kebocoran (kertas saring harus tetap kering).

14

Page 15: salep

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Diperolah sediaan salep kloramfenikol 200mg, warna cream. Evaluasi

sediaan untuk uji kebocoran tidak memenuhi syarat karena terjadi kebocoran.

4.2 Pembahasan

Percobaan yang dilakukan adalah membuat sediaan obat kloramfenikol

200 mg dalam bentuk salep, dengan menggunakan adeps lanae dan vaselin album

sebagai dasar salep, pada komposisi bahan terdapat propylenglikol yang berfungsi

sebagai zat yang membantu bahan obat (kloramfenikol) agar bisa larut sempurna.

Sediaan salep yang sudah jadi dilakukan evaluasi sediaan . Evaluasi sediaan yang

dilakukan adalah uji kebocoran salep dalam tube untuk melihat apakah terjadi

kebocoran wadah atau tidak, hasil pengujian menunjukan bahwa terjadi kebocoran

yaitu ditandai dengan adanya bekas minyak pada kertas saring pembungkus tube

(wadah yang berisi sediaan salep) hal ini mungkin saja terjadi karena pada waktu

proses pengepakan wadah (tube) kurang kuat sehingga tube tidak tertutup dengan

sempurna. Sedangkan bentuk sediaan sudah sesuai dengan persyaratan yakni

sediaan setengah padat yang mudah dioleskan, sesuai dengan literatur bahwa salep

(unguenta) adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan

sebagai obat luar (Depkes RI, 1979).

15

Page 16: salep

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

- Sediaan salep antibiotik yang digunakan dalam tube ukuran 10 gr.

- Bahan dasar salep mata yang digunakan adalah vaseline.

- Salep mata tidak memenuhi persyaratan evaluasi uji kebocoran dimana

tidak boleh terjadi kebocoran tube (kertas penyerap harus kering)

5.2 Saran

- Praktikan hendaknya mengetahui prosedur kerja dengan benar dari

percobaan.

- Praktikan hendaknya melakukan prosedur percobaan dengan baik agar

diperoleh hasil yang baik sehingga tidak ada tube yang bocor setelah

pengeringan dalam oven

- Pengeringan dalam oven harus dijaga suhunya 60-700C.

- Pada saat penimbangan semua bahan harus dilakukan dengan teliti agar

bahan obat yang termasuk obat keras benar dosis nya.

16

Page 17: salep

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. (1993). Farmasetika. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Hal : 110 – 115.

Anief, Moh. (1986). Ilmu Farmasi. Jakarta : Ghalia Indonesia. Hal 74-76.

Anief, Moh. (1988). Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Hal 52-63.

Ansel, Howard. C. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi keempat. Jakarta : Universitas Indonesia. Hal : 489.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Depkes RI.

Syamsuni, H.A. (2007). Ilmu Resep. Jakarta : ECG

17

Page 18: salep

LAMPIRAN

18