Upload
pelayanan-medis-nasional
View
288
Download
19
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Samaritan Edisi 3: Bagaimana mengakhiri pertandingan dengan baik?Sehat ditengah rutinitas dan menjadi pengikut Kristus yang taat?Temukan jawabannya di sini. Check this out!
Citation preview
[COVER DEPAN]
2 SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
RESENSI
enyimak Finishing Well, kita
diajak untuk melihat, bahwa Mdalam kehidupan hal yang
terpenting adalah bagaimana kita memulai
pertandingan, dan bagaimana kita
bertanding. Namun pada akhirnya yang
diperhitungkan adalah bagaimana kita
mengakhiri pertandingan. Tidaklah berat
untuk memulai sesuatu, yang berat adalah
bagaimana kita menyelesaikannya. Inilah
salah satu tantangan terbesar pemimpin;
ada banyak pemimpin yang telah memulai
sesuatu dengan baik namun hanya sejumlah
kecil di antara mereka yang mampu untuk
menyelesaikannya dengan baik.
Menyelesaikan dengan baik itu,
didefinisikan melalui tiga sisi, yakni:
1. Terhadap Allah, berarti kesetiaan terhadap
panggilan kita
2. Terhadap diri sendiri, berarti hati nurani
yang tulus. Kita telah melepaskan tanggung
Judul :
Penulis :
Isi :
Penerbit :
Menutup Babak Kehidupan yang Penting
Judul Asli : Finishing Well, Closing Life's Significant ChaptersDavid W.F. Wong
Penerjemah : C. Krismariana W.Editor : Sutrisno Harjanto &
Milhan K. Santoso202 Halaman
Ukuran : 15 x 21 cmYayasan Haggai Indonesia,
jawab kita dengan integritas sehingga kita
tidak memiliki alasan untuk merasa bersalah
terhadap rasa dendam yang belum
diselesaikan, kewajiban yang belum
dipenuhi, janji yang belum ditepati
3. Terhadap sesama, bagaimana kita
menghargai orang lain dan melakukan
perubahan yang berarti dalam hidup
mereka.
Untuk menyelesaikan dengan baik
babak kehidupan kita, bukan dengan
menunggu hingga akhir, namun perlu
dimulai dari sekarang. Lebih dari itu, setiap
orang perlu untuk menyelesaikan setiap
babak dengan baik guna mencapai sebuah
akhir yang baik. Sebagaimana sebuah
pertandingan catur, setiap babak dalam
kehidupan kita/langkah yang kita ambil
memiliki konsekuensi untuk menentukan
akhir pertandingan.
Dengan mengangkat biografi dari 13
tokoh Alkitab, David W. F. Wong mengajak
kita belajar dari perjalanan kehidupan
mereka. Tidak semua tokoh dapat
BAGAIMANAKITA MENGAKHIRIPERTANDINGAN
3SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
menyelesaikan dengan baik, namun dari
sana kita dapat mengambil suatu pelajaran
penting bagi babak-babak kehidupan kita.
Ironisnya, terdapat beberapa tokoh yang
secara sekilas merupakan tokoh yang sangat
ternama dan menunjukkan kualitas
kehidupan yang baik—jika kita melihat
secara sekilas—namun ada babak-babak
dalam kehidupannya di mana mereka gagal
menyelesaikannya dengan baik—hingga
sampai akhirnya. Daud, misalnya, seorang
yang lunak hati dan 'dekat dengan Allah',
mampu dengan rendah hati mengakui
kegagalannya dan bertobat, namun gagal
menutup babak dukacita dengan menahan
pengampunan kepada Absalom. Imam Eli,
seorang imam yang saleh, ternyata gagal
justru di dalam permasalahan yang melekat
di dalam rumahnya sendiri—kegagalan
dalam mendidik dan mendisiplin anak-
anaknya, dan mengarahkan hidupnya pada
suatu akhir yang tragis. Selain itu ada
beberapa tokoh yang dapat memulai dengan
s a n g a t b a i k , n a m u n t a k d a p a t
menyelesaikannya dengan baik pula, seperti
Saul, Salomo, dan Simson. Berbagai macam
hal merintangi mereka untuk dapat
menyelesaikan dengan baik setiap babak
yang ada dalam kehidupannya. Suatu
peringatan bagi kita bahwa hal-hal yang
mungkin kita anggap sepele dan kita abaikan
dapat berdampak besar yang akhirnya
menahan kita untuk maju dan menang.
Sebaliknya, terdapat beberapa teladan
tokoh yang—sekalipun mengalami berbagai
k e j a t u h a n d a n t e k a n a n — m a m p u
menciptakan sebuah akhir yang baik. Di
tengah beragam hal yang mengecewakan
yang membuatnya sangat rentan untuk
jatuh, Samuel telah membuktikan diri
mampu memiliki ketahanan hingga akhir.
Simon Petrus, terlepas dari semua kegagalan
dan kesombongan yang pernah di alaminya,
ia mampu untuk menyelesaikan tugas
pelayanannya dengan kerendahan hati dan
ketaatan penuh pada Allah. Ayub mampu
menutup babak keraguan dalam hidupnya,
sekalipun sampai pada akhirnya tidak semua
pertanyaannya terjawab—ada banyak hal
yang masih tersembunyi dan menjadi misteri
Allah, namun dia mampu melihat kepada
seorang yang ia percayai, bukan pada ke
mana Dia akan membawanya. Kemenangan
yang serupa juga dialami Naomi dan Yusuf.
Namun tidak semua babak dapat
menemui akhir yang jelas—entah itu baik
atau buruk. Terdapat beberapa perjalanan
kehidupan yang memiliki akhir yang
terbuka/menggantung dan tidak dapat
dimengerti dengan baik saat itu juga—dan
baru terjawab sekian waktu kemudian. Kisah
Musa dan Yohanes Pembaptis merupakan
dua di antaranya. Musa sedemikian dekat
dengan Tanah Perjanjian namun tidak bisa
melangkahkan kakinya untuk masuk.
Yohanes Pembaptis yang disebutkan Yesus
sebagai 'seorang yang terbesar—namun juga
yang terkecil' ternyata hidupnya berakhir
tragis setelah sempat ragu akan kebenaran
identitas Yesus. Kedua hal ini nampak
menggantung dan menyisakan pertanyaan
yang belum terjawab dengan sempurna;
apaka—dengan akhir hidup seperti
itu—mereka telah menyelesaikan babak
hidupnya dengan baik, atau tidak?!
Jawabannya muncul beberapa waktu
4 SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
lamanya, membuktikan di mana posisi
mereka dalam mengakhiri pertandingan
tersebut.
D i b a g i a n a k h i r, D a v i d Wo n g
mengingatkan pembaca melalui kehidupan
Paulus, untuk bukan hanya dapat mencapai
kesuksesan, namun juga menutup babak
kesuksesan itu dengan baik. Seorang pendaki
profesional mengatakan bahwa mencapai
puncak adalah pilihan, namun menuruninya
adalah mandat. Banyak pemimpin yang
melupakan prinsip ini sehingga sekalipun
mereka dapat 'mencapai puncak tertinggi',
harus berakhir dengan buruk karena mereka
'tewas membeku di ketinggian dan tidak
pernah turun'.
Buku ini mengingatkan kita untuk
menapaki setiap babak kehidupan kita
dengan bijak dan menyelesaikannya dengan
baik. Melalui sebuah penuturan yang
sederhana dan disertai ilustrasi-ilustrasi
pendukung, buku ini menjadi bacaan yang
ringan namun bernilai tinggi. Biografi
merupakan saksi terbaik bagi dirinya sendiri
yang dengannya kita dapat bercerita
mengenai perjumpaan pribadi dengan
b iograf i , sebaga imana John P iper
menuliskan, “Biografi telah sama kuatnya
dengan dorongan manusia dalam kehidupan
saya dalam melawan apatis inferioritas.
Tanpa mereka saya cenderung melupakan
sukacita dalam konsistensi aspirasi dan
aktivitas yang berorientasi pada Allah”.
Kiranya perjuangan hidup para tokoh-tokoh
Alkitab ini dapat memberikan pelajaran yang
berarti bagi kita, so we can finishing well.
Sebagian besar orang dapat meraih
s e s u a t u d e n ga n m u d a h d a r i p a d a
mempertahankannya. Demikian juga dalam
mengerjakan sesuatu. Kita bisa memulai
sesuatu dengan baik, namun belum tentu
dapat mengakhirinya dengan baik pula. Hal
ini juga berlaku di bidang kepemimpinan.
Seorang pemimpin seharusnya bersikap
bijaksana dan bertindak hati-hati, sehingga
apa yang dikerjakan dengan baik di awal
dapat diselesaikan dengan baik pula.
Berbeda dari buku-bukunya yang lain,
dalam buku "Finishing Well, Closing Life's
Significant Chapters" ini, David Wong lebih
banyak membahas tentang prinsip-prinsip
kehidupan, yang dituangkan secara praktis
dengan ilustrasi yang relevan berdasarkan
kebenaran Alkitab dan pengalaman
hidupnya. Secara keseluruhan, buku ini
tersusun atas bagian Pendahuluan, Akhir
yang Baik dan yang Buruk, Akhir yang
Terbuka, Menutup Babak, dan Kesimpulan.
Dengan mengupas perjalanan hidup yang
diwarnai dengan kegagalan dan keberhasilan
para pemimpin dalam Alkitab, dari Saul,
Salomo, Daud, Simon Petrus, sampai Paulus,
David Wong menerangkan pentingnya
semangat dan ketaatan untuk tetap
melakukan yang terbaik sampai akhir.
Pada bab terakhir, Kesimpulan, Anda
juga dapat membaca 12 prinsip mengakhiri
dengan baik. Setelah itu, catatan akhir dan
pertanyaan diskusi juga dilampirkan untuk
membantu Anda dalam mendalami isi buku
ini lebih baik lagi. Anda ingin meneladani
Paulus, yang mengakhiri pertandingan iman
dengan baik? Segera simak buku ini, dan
selamat berjuang untuk membuat akhir yang
baik dalam hidup Anda!
5SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
4
Samaritan diterbitkan sebagai saranainformasi dan pembinaan bagi
mahasiswa dan tenaga medis Kristen
Penerbit:Pelayanan Medis Nasional (PMdN)
Perkantas
Pemimpin Umum:dr. Lineus Hewis, Sp.A
Redaksi:
drg. Grace Lumempouw, Sp.ProsIr. Indrawaty Sitepu, MA
dr. Elia A.B. Kuncoro, Sp.Onk.Raddrg. Karmelia Nikke Darnesti
Redaksi Pelaksana:Thomas Nelson Pattiradjawane
Sekretaris Redaksi:Dra. Jacqueline Fidelia Rorimpandey
Alamat Redaksi:Jl. Pintu Air Raya No. 7 Blok C-5
Jakarta 10710Tel: 021-345 2923, Fax: 021-352 2170
email: [email protected]: Medis Nasional Perkantas
Twitter: @MedisPerkantas
Cover & Layout:Hendri Wijayanto
Percetakan:PT. Digigrafx
Isi diluar tanggung jawab percetakan
DR. dr. Lydia Pratanu Gunadi, MSdr. Maria Irawati Simanjuntak, Sp.PD-KIC
dr. Eka Yudha Lantang, Sp.AN
Bagi sahabat PMdNyang rindu mendukung PMdN melalui
majalah SAMARITAN,dapan mentransfer ke
BCA, KCU. Matraman JakartaRek. 342 256 6799
a.n. Eveline Marceliana
Bukti transfer mohon dikirim melaluifax atau email dengan nama dan alamat
pengirim yang lengkap
DAFTAR ISI
*Foto dan gambar dari berbagai sumber
Edisi 3 Tahun 2014
7 FAKTUAL: BERMANFAAT BAGI KRISTUS9 FAKTUAL: TUHAN SELALU MENYERTAI11 FAKTUAL: MENEKUNI APA YANG TUHAN
TUNJUKAN14 FAKTUAL: SEHAT DI TENGAH RUTINITAS16 FAKTUAL: MEMIKIRKAN NASIB WANITA INDIA20 FAKTUAL: DIUTUS UNTUK MENYELESAIKAN
PERTANDINGAN22 UNTAIAN FIRMAN: MENGAKHIRI
PERTANDINGAN DENGAN BAIK26 KESAKSIAN: BANYAK HAL YANG HARUS
DIKERJAKAN29 KESAKSIAN: RENCANA-NYA INDAH DAN TAK
TERSELAMI33 INFO: 6 TAHUN JAMU SEBAGA BRAND
INDONESIA36 INFO: EBOLA RESPONSE ROADMAP42 INFO: ADA KEBUN OBAT KANKER HINGGA OBAT
KUAT DI TAWANGMANGU45 ETIKA KOLEGIAL: SIAPA YANG MENENTUKAN
KEMATIAN SAYA48 DARI SUKU KE SUKU: SUKU LAU JE, SUKU YANG
SAMAR-SAMAR50 SANA-SINI52 SALAM: MARIA MEMILIH UNTUK TAAT54 ANTAR KITA: SELAMAT ULANG TAHUN
6 SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
DARI REDAKSIelahiran Tuhan Yesus ditandai oleh sebuah bintang. Saya percaya, setiap
orang pun demikian. Terangnya bintang kitalah yang berbeda. Ada yang Kbersinar, ada juga yang dipendam hingga tak ada yang tahu.
Agnes Monica, beberapa tahun lalu saat ia diwawancara sebuah media,
mengatakan, bahwa ibunya mengajarkan dia untuk jadi yang nomor satu dibidang
apapun yang ia tekuni. Kalau ia menjadi atlit, ya atlit nomor satu. Kalau ia menjadi
penyanyi, ya penyanyi nomor satu. Bahkan kalau ia harus menjadi tukang sapu pun,
ya tukang sapu nomor satu. Melalui pesan tersebut, mengingatkan saya, apapun yang
kita jalani, kita wajib menjadi bintang.
Bila hidup adalah perlombaan, maka Natal adalah pitstop-nya. Setiap tahun kita
diingatkan akan kelahiran, pengurbanan, dan keselamatan. Menjadi bintang di
kehidupan kita, tidaklah mudah. Untuk menjadi bintang di gereja, kita harus
mengorbankan waktu, tenaga, bahkan keluarga. Untuk menjadi bintang di pekerjaan,
kita harus banyak belajar dan mengembangkan diri terus menerus. Untuk menjadi
bintang di keluarga, kita harus banyak mengalah, mendengar, dan mengerti.
Menjadi bintang bukan berarti happening, ngehits, atau populer. Menjadi bintang
berarti memaksimalkan potensi kita dan mengusahakan sebisa kita talenta yang telah
Tuhan berikan. Menjadi bintang berarti belajar, dan terus belajar menggali
kemampuan yang kita miliki.
Seorang teman mengatakan, bahwa sukses adalah saat kita sudah
menyelesaikan hidup kita di dunia. Kegagalan dan keberhasilan kita selama kita masih
hidup masih bisa kita perbaiki dan tingkatkan. Jadi selagi kita masih bernafas, belum
terlambat untuk membuat bintang kita bersinar terang. Kelak, bila nanti kita sudah
mencapai garis finish kita dapat mempersembahkan bintang kita yang terang kepada
pencipta kita.
Selamat Natal dan Selamat mengelola Tahun 2015!
7SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
ATRIUMBERMANFAATBAGI KRISTUS
da orang-orang Kristen yang
nampaknya sama sekali tidak Abahagia sebagai orang Kristen. Bagi
mereka, seakan-akan hidup sebagai orang
Kristen itu tak ada nikmatnya, dan kita
bertanya-tanya, apakah sebabnya, mungkin
karena mereka tidak mengabdi secara total
kepada Kristus. Hal ini mungkin, karena
menaruh rasa takut kalau-kalau mereka
dianggap orang-orang fanatik, namun lebih
masuk akal lagi ialah bahwa tidak terdapat
dalam diri mereka suatu keinginan yang
ikhlas untuk menyerahkan diri secara total
kepada Kristus. Mungkin terpendam rasa
takut yang tersembunyi bahwa Tuhan
mengelabui kita, dan bahwa kita mungkin
akan terkucil dari segala kenikmatan dan
kebaikan dunia ini. Namun, kita dengan
mudah seka l i dapat menunjukkan
kemustahilan anggapan ini: siapakah yang
lebih tepat dapat membimbing kehidupan
saya selain Dia, Sang Pencipta?
Mungkin kita takut, bahwa apabila kita
mengikuti Dia tanpa syarat, maka kita akan
kehilangan nyawa kita. Sebab yang dituntut-
Nya dari kita ialah suatu penyangkalan diri
yang sepenuhnya untuk pelayanan-Nya,
suatu kesediaan untuk kehilangan nyawa
karena Dia dan karena Injil itu. Dengan
perkataan lain, yang dibutuhkan ialah suatu
penyerahan diri secara total dan tanpa syarat
kepada-Nya. Bisa jadi kita berdoa: “Ya Tuhan,
aku bersedia berbuat apapun yang Kau ingin
kuperbuat, ke mana pun Kau ingin aku pergi,
betapapun besar pengorbanan yang harus
kuber i . Aku mempercaya i -Mu dan
mempercayakan diriku pada-Mu untuk
melayani Engkau selama hidupku.” Tentu
inilah yang dimaksud rasul Paulus apabila ia
mengucapkan kata-kata penyerahan diri itu,
“Bahwa…dalam segala hal…Kristus dengan
nyata dimuliakan di dalam tubuhku, baik
oleh hidupku, maupun oleh matiku” (Filipi
1:20).
Sejatinya, kalau kita sudah mengalami
pertobatan dan menyebut Yesus Tuhan - itu
berarti, bahwa kita mengatakan “Ya” pada
semua perintah dan tuntutan-Nya. Tapi
kadang-kadang hal ini tidak disadari,
sekalipun untuk sebagian pada saat
pertobatan, dan di kemudian hari kita
mengalami suatu krisis ketidakpuasan
dengan kehidupan Kristen kita, dan kita pun
48 SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
harus mengakui bahwa kita sedang
menerima berkat-berkat Allah adalah untuk
kesenangan kita sendiri saja, dan bahwa kita
tak pernah sepenuhnya menyerahkan diri
kita dalam pelayanan kepada-Nya.
Alkitab menunjukkan kepada kita
bahwa dalam penyerahan diri secara total
kepada Kristus itu sebagai suatu tindakan
yang definitif, tercakup juga penyerahan
anggota-anggota tubuh kita; tangan dan kaki
kita, intelek kita, mulut kita, seks kita, energi
kita, pendeknya diri kita seluruhnya – semua
itu harus diserahkan pada-Nya.
Kalau dulu, tubuh yang dipersembahkan
sebagai korban itu adalah tubuh hewan yang
sudah mati, tapi sekarang tubuh yang kita
persembahkan itu adalah tubuh kita yang
hidup. Persembahan korban yang definitif
dan secara sekali untuk selama-lamanya itu
memantapkan seluruh arah serta tujuan dari
pada hidup kita. Dan implementasi
persembahan korban sehari-hari yang terus
menerus berulang itu dalam kehidupan kita
sehari-hari ialah kesediaan kita untuk
digunakan oleh Dia. Mungkin, atau lebih baik
dikatakan, dalam kehidupan kita terdapat
bidang-bidang dalam mana kita sepenuhnya
menyadari dedikasi kita yang total kepada
Dia. Juga di sini kita perlu mendedikasikan
diri kita kembali, sementara kita terus
menerus mempersembahkan diri kita
sebagai korban bagi Dia.
Banyak dari antara kita mengalami
konflik dan krisis dalam hidupnya, apabila
kita menjadi sadar bahwa selama ini kita
telah gagal untuk melayani Tuhan
sebagaimana mestinya. Mungkin hati kita
sudah menjadi dingin, atau kita telah
menjadi tinggi hati secararohani, atau sudah
kehilangan disiplin dalam penggunaan waktu
dan uang, atau telah alpa berdoa dan telah
menjadi kering dan tandus. Penyesalan dan
pembalikan kepada Tuhan, berarti ,
pembaruan persembahan diri kita kepada
Dia; kesadaran yang kembali segar akan
penyerahan diri kita secara sekali untuk
selama-lamanya itu yang telah pernah kita
lakukan suatu waktu di masa lampau.
Kita perlu senantiasa berusaha mendapat
penghayatan yang lebih dalam akan Tuhan,
dalam setiap segi dari kehidupan kita.
Kepuasan diri atas kemajuan rohani yang
telah tercapai, sungguh-sungguh bisa
menjadi suatu rintnagan yang serius: kita
perlu menjadi orang-orang yang haus dan
lapar akan kebenanran, yang sangat
merindukan kegunaan yang lebih besar serta
keserasian sebagai orang Kristen. Sama
seperti rasul Paulus, kita rindu supaya
dimanfaatkan dan menjadi bermanfaat bagi
Kristus. Kita harus tahu pasti bahwa sekarang
kita sudah mengabdi secara total, dan
s e l a n j u t nya p e n ga b d i a n i t u a ka n
berlangsung terus dan makin dalam dari hari
ke hari. “Aku tidak menghiraukan nyawaku
sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai
garis akhir dan menyelesaikan pelayanan
yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus
kepadaku…” (Kis. 20:24).
Thomas Nelson
9SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
FAKTUALTUHAN SELALU
MENYERTAIOleh: dr. Yeny Tanoyo
ebenarnya, dari kecil saya tidak
pernah secara khusus bercita-cita jadi Sdokter. Sampai waktu SMA kelas 3,
dimana saya harus memilih jurusan untuk
kuliah, baru benar-benar berpikir, mau pilih
jurusan apa. Motivasi awal saya memilih FK:
ke r e n , m e r a s a t e r t a n t a n g u n t u k
membuktikan saya bisa masuk. Dan ternyata
setelah masuk dan menjalani, baru
mengerti, ternyata Tuhan punya rencana
buat saya dalam pilihan tersebut.
Bersyukur, Tuhan menempatkan saya di
kampus yang memiliki persekutuan yang
sangat sangat baik, namanya Persekutuan
Oikumene (PO) FKUI. Di sana saya
menemukan keluarga yang baru dan belajar
b a ga i m a n a m e n j a d i K r i s t e n y a n g
bertumbuh. Saya dibukakan bahwa saya
bukan sekedar dokter yang kebetulan
beragama Kristen, namun anak Tuhan yang
mendapat anugerah dipilih dan dipanggil
untuk melayani di profesi medis sebagai
seorang dokter. Sungguh suatu panggilan
yang istimewa, karena dokter memiliki hak
istimewa untuk bersentuhan langsung
dengan manusia dalam keseharian kerjanya.
Dan saya belajar bagaimana menjadi dokter
Kristen yang misioner, yang membagikan
kasih Kristus, menjadi murid yang baik dan
memuridkan orang lain.
Saya juga sangat bersyukur untuk
kesempatan PTT di RSU Bethesda Serukam di
Kalimantan Barat. Pengalaman melayani
kurang lebih 1,5 tahun sangat sangat
berharga, memperkaya, dan semakin
meneguhkan panggilan untuk melayani di
profesi medis.
Hingga saat ini saya berkesempatan
untuk belajar spesialis ilmu penyakit dalam.
Saya sangat bersyukur untuk anugerah ini
karena saya masih sangat banyak
kekurangan, dan karena itu masih harus
belajar banyak untuk dapat melayani Dia
dengan lebih efektif.
Nah, menurut saya, hal-hal yang
diperlukan untuk selalu siap dalam
panggilan-Nya adalah:
?Hati yang takut akan Tuhan. Permulaan
hikmat ialah takut akan Tuhan. Hal ini
yang paling utama diperlukan dalam kita
melakukan pelayanan kita sebagai
dokter.
10 SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
?Hati yang penuh belas kasihan. Ada
banyak hal yang kita temui sebagai dokter
yang berpotensi membuat hati kita
menjadi dingin dan tumpul. Karena
seringnya melihat hal-hal yang buruk, kita
menjadi sulit untuk berbelas kasih
terhadap orang lain. Berdoalah dan
mintalah kepada Tuhan agar setiap hari Ia
memenuhi hati kita dengan belas kasih
dari-Nya.
?Disiplin. Berarti, memanfaatkan setiap
waktu yang ada dengan sebaik-baiknya.
Sebagai seorang dokter, waktu kita
sangat terbatas dan hal yang perlu untuk
dilakukan sangat banyak. Karena itu kita
harus membiasakan diri untuk bekerja
dengan efektif dan efisien, dan tidak
membuang waktu untuk hal yang sia-sia.
?Ilmu pengetahuan dan skill. Kita harus
belajar dan memperlengkapi diri dengan
sungguh-sungguh, supaya kita bisa
menjadi dokter yang profesional.
?Komunitas rohani. Sangat penting
memiliki komunitas rohani, di mana kita
bisa belajar Firman Tuhan, sharing hidup,
s a l i n g m e n d o a k a n d a n s a l i n g
menguatkan. Untuk itu memang kita
harus 'memaksa diri', meninggalkan zona
nyaman kita untuk menyediakan waktu
yang rutin untuk bertemu. Tidak mudah,
t a p i s a n g a t b e r h a r g a u n t u k
diperjuangkan.
Ingat, Tuhan selalu menyertai. Tidak perlu
takut dan kuatir terhadap apapun juga. Asal
kita melakukan bagian kita dengan sebaik-
baiknya dan berdoa, sisanya, serahkan
semua pada-Nya.
Apakah saya pernah mengalami “kekaburan”
dalam memandang panggilan-Nya?
Sering... saya sendiri sering mengalami
jatuh bangun. Satu hal yang selalu saya
pegang, bahwa Allah sangat mengasihi saya
dan telah memberikan yang terbaik untuk
saya. Maka tidak ada hal lain yang bisa saya
lakukan untuk membalas kasih-Nya selain
hidup dalam panggilan dan rencana-Nya.
Lagu yang sangat indah dan menolong saya:
Be Thou My Vision. Lagu ini selalu
mengingatkan saya untuk menjadikan Allah
sebagai satu-satunya visi hidup, sumber
kebahagiaan dan tujuan hidup saya.
Be Thou my Vision,O Lord of my heart
Naught be all else to me,save that Thou art
Thou my best Thought,by day or by night,
Waking or sleeping,Thy presence my light
Be Thou my wisdombe Thou my true word
I ever with Theeand Thou with me, LordThou my great Father,
and I thy true sonThou in me dwellingand I with Thee one
11SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
FAKTUAL
MENEKUNI
TUNJUKKANAPA YANG TUHAN
Oleh: Dr.dr. Gede Ngurah Indraguna Pinatih, MSc, Akp, Sp.GK
aya masuk fakultas kedokteran,
karena ayah dan ibu saya mengatakan, Sdulu waktu kecil, saya pernah
ngomong, kalau besar nanti ingin menjadi
dokter. Saya sendiri lupa, kalau pernah
mengatakan hal itu. Seperti anak muda yang
lainnya, waktu lulus SMA saya bingung akan
memilih studi ke mana. Tahun 1976,
sebelum lulus saya sudah diterima di Institut
Pertanian Bogor melalui jalur tanpa testing
yang waktu itu dinamakan Sipenmaru.
Tetapi, ada juga keinginan untuk masuk FK.
Untuk mencegah spekulasi, pendaftaran
ulang untuk jalur tidak testing tersebut
dibuat bersamaan dengan hari pertama
testing Sipenmaru, sehingga kami harus
memilih ikut jalur test atau tanpa test.
Karena bingung saya ikut test minat bakat
dan dikatakan keduanya cocok baik di FK
maupun di pertanian. Atas saran orangtualah
saya menetapkan hati untuk masuk FK tetapi
tidak diterima di lima universitas negeri yang
ikut Sipenmaru dan masuk jalur FK Udayana.
Selama masa studi di FK inilah, saya
mengalami banyak pekerjaan Tuhan.
Menjadi orang yang sangat berdosa,
bertobat, tidak menjadi yang terpandai di
kelas tetapi tidak pernah gagal ataupun
mengulang (remedi), bahkan sampai lulus
dokter tidak ada satupun yang gagal. Pernah
stres dan mau berhenti kuliah tetapi ternyata
setelah dievaluasi kembali oleh dosen PA,
dinyatakan tidak ada alasan saya untuk
berhenti. Dengan dibimbing untuk mengenal
Kristus secara pribadi, sampai akhirnya lulus
sebagai dokter.
Setelah lulus dokter saya bingung lagi
antara melayani Tuhan lewat jalur
mahasiswa atau berkarir di profesi dokter.
Dalam kebingungan itulah saya seperti
diarahkan untuk kembali ke kampus
menekuni bidang ilmu yang sebetulnya saya
tidak pernah terbayangkan yaitu ilmu
Kesehatan Masyarakat (Public Health).
Setelah diterima sebagai staf di bagian Public
Health, saya pikir saya langsung bisa ketemu
dan melayani mahasiswa, tetapi ternyata
saya harus masuk ke Puskesmas terlebih
dahulu untuk waktu 3 tahun. Selesai
Puskesmas istirahat sebentar terus
melanjutkan sekolah untuk mencari S2.
Perasaan menjad i dokter yang
berorientasi pada pencegahan tumbuh
12 SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
pelan-pelan. Semula saya berpikir bahwa
dokter itu mengobati orang sakit bukan
mencegah orang menjadi sakit. Setiap kali
selesai mengobati orang dan orang tersebut
sembuh terasa puas karena merasa diri
berharga. Tetapi bilamana tidak ada yang
sakit malah merasa “tidak ada pekerjaan,
t i d a k a d a p e n g h a s i l a n d a n t i d a k
bermanfaat”.
Lama kelamaan saya melihat bahwa ada
bahkan banyak penyakit yang tidak bisa
disembuhkan (kronis) atau kalau toh sembuh
bisa cacat, sehingga saya berpikir mencegah
lebih baik daripada mengobati. Disamping
itu di bagian inilah saya belajar faktor-faktor
risiko penyakit dimana gaya hidup dapat
menjadi sumber dari timbulnya penyakit.
Dan setelah saya perhatikan banyak sekali
saudara-saudara kita yang terjebak dengan
gaya hidup yang berlawanan dengan Firman
Tuhan dan akhirnya mengakibatkan sakit.
Disini pula saya belajar bahwa banyak orang
“terikat” dengan gaya hidup yang buruk yang
berisiko menimbulkan sakit dan mereka
seolah-olah tidak sanggup keluar dari gaya
hidup tersebut dan akhirnya menimbulkan
sakit.
Belakangan saya mulai sadar bahwa
Tuhanlah yang membawa saya ke ranah lebih
banyak mencegah dibandingkan mengobati
dan inilah yang membuat saya menjadi
dokter yang “berbeda” dengan dokter pada
umumnya. Dan sebelum itu tanpa saya
sadari Tuhan mempersiapakan saya dengan
segala sesuatu yang dibutuhkan untuk ke
arah itu.
Bagaimana saya bersaing dengan dokter
yang lain?
Walaupun orang yang menekuni bidang
ilmu yang saya tekuni sebagai dokter, yaitu
13SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
dokter gizi klinik, tidak banyak, bidang ilmu
ini sendiri masih tergolong relatif baru
sehingga diperlukan ketekunan untuk tetap
pada ilmu yang dipelajari. Dokter ahli gizi
masih belum dikenal baik di masyarakat
maupun di kalangan dokter lainnya. Banyak
dokter yang masih belum tahu ilmu ini atau
mereka tahu dan menganggap i tu
pent ingtapi mereka merasa dapat
melakukan sendiri padahal yang dilakukan
itu tidak sepenuhnya benar. Begitu juga di
masyarakat, walaupun banyak dari mereka
yang tahu ilmu gizi itu penting, tetapi hanya
sedikit yang mengetahui secara benar dari
situ hanya sedikit pula yang dapat
melakukannya, dipihak lain begitu banyak
informasi gizi yang salah, yang menipu, tetapi
membuat perhatian kita dibelokkan
sehingga sudah merasa baik dan sehat,
hanya dengan mengkonsumsi produk yang
“dikatakan baik” padahal tidak sesedarhana
itu dan sebagainya. Dalam konteks inilah
ketekunan untuk menekuni apa yang Tuhan
tunjukkan sangat penting. Saya beranggapan
bahwa hidup kita dipelihara oleh Tuhan dan
Tuhan tidak mungkin akan menelantarkan
anak-anak-Nya. Saya t idak beran i
membandingkan diri saya dengan dokter
lainnya yang “lebih sukses” dari segi finansial
atau ilmu karena itu akan membuat diri kita
menjadi stres tetapi saya melihat kebutuhan
saya dan keluarga yang sampai saat ini tidak
pernah kekurangan atau bahkan mungkin
“sangat dicukupkan”.
Dalam pertandingan, kalah dan menang itu
adalah hal yang dapat dikatakan normal dan
wajar. Ada kalanya kita menang yang
menimbulkan rasa senang, ada pula
waktunya kita kalah yang membuat kita
sedih, frustasi, bingung dan sebagainya.
Saat ini memang ilmu gizi sudah mulai
dilirik oleh orang maupun para dokter yanag
sudah penya pengalaman membuktikan
bahwa ilmu ini penting. Saya sudah mulai
“dapat pekerjaan” dari ilmu ini, bahkan
sudah ada beberapa yunior yang tertarik dan
mulai mengikuti mangmbil ilmu ini sebagai
spesialisasi.
Untuk dapat menekuni ini, saya
bukanlah tipe orang yang kuat dan tekun,
saya banyak dibantu oleh istri saya. Tuhan
memberi saya seorang penolong yang
bijaksana, berpikir cerdas (walaupun hanya
S1), pandai mengatur keuangan, sabar dan
lembut tetapi tegas, rendah hati, tulus dan
tidak banyak tuntutan. Dialah yang
menolong saya memberikan masukan positif
ketika saya menghadapi kegalauan saya
sendiri ketika saya merasa “tidak berguna”,
dia pula yang mendorong saya untuk kembali
ke jalur yang harus saya lakukan ketika
perhatian saya mulai berubah, dia pula yang
yang mampu melipat gandakan “berkat”
yang saya peroleh menjadi berlipat-lipat dan
dia pula dengan segala ketegasannya tetap
konsisten menolong saya walaupun saya
mengacuhkan ataupun merasa diri saya lebih
benar terhadap pendapatnya.
Tidak jarang saya merasa frustasi dan
galau terutama pada saat-saat ketika saya
merasa diri saya “tidak berguna” atau
b a h k a n s e b a l i k n y a s a y a m e r a s a
“dimanfaatkan oleh teman-teman” dan
sebaliknya sering juga saya justru menjadi
“sombong” tapi tersembunyi ketika saya
merasa diri saya berhasil dan “merasa
dibutuhkan”. Tapi istri sayalah yang menjadi
penyeimbang dari semua kelemahan saya.
14 SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
FAKTUAL
SEHAT
RUTINITASDI TENGAH
Oleh: dr. Handrawan Nadesul*
roblematika hidup kebanyakan orang
sekarang ini adalah karena hidup Pterlalu rutin. Nyaris menjadi seperti
mesin. Menjalani hidup seperti itu jelas tidak
nyaman. Bukannya sejahtera, malah
melelahkan. Merasa lelah dan tak nyaman
seperti itu yang membuat hidup akan
kehilangan makna. Apa kiatnya agar hidup
masih tetap bergairah di tengah rutinitas?
Konsekuensi modernisasi salah satunya
adalah menjadikan seseorang hidup seperti
mesin. Bahkan kehidupan biologis pun
menjadi otomatis bagaikan alat elektronik.
Mulai dari bangun pagi, sarapan, berangkat
kerja, mengisi absensi, bekerja, bertemu
dengan orang yang sama, pulang, dan tidur.
Begitu setiap hari, nyaris tak ada variasi.
Sebagian terasa begitu menjemukan. Di
mana nikmatnya hidup seperti itu?
Tapi itulah resiko menjadi bagian dari
lingkaran sistem kehidupan modern. Serba
diburu waktu, serba otomatis, serba tergesa-
gesa, serba monoton, tak berubah dari itu ke
itu lagi. Apabila kita pandai menyiasati, yang
tidak nyaman itu dapat kita minimalisasi.
Caranya adalah perlu kreatif mencari variasi.
Mencari variasi
Banyak hal yang dapat kita adopsi dari
kehidupan orang dahulu. Hidup tak hanya
untuk bekerja, tak hanya untuk mencari
penghasilan besar. Hidup juga butuh
selingan, perlu intermezzo dan time out
sejenak. Hal ini semata karena tubuh bukan
mesin.
Tidak hanya tubuh, kita juga punya jiwa
yang perlu dibugarkan. Bila jiwa tidak
tenang, tubuh juga dapat terganggu. Karena
itu keduanya perlu disegarkan.
Saat ini banyak terjadi di kalangan
profesional yang bekerja tanpa rasa senang
dan tanpa rasa mencintai pekerjaannya
(passion). Padahal rasa seperti ini dapat
menjadi modal agar tidak mudah merasa
letih pada saat bekerja. Apabila kita
menyukai bidang pekerjaan yang kita
lakukan, maka kita tidak akan pernah merasa
letih menjalaninya. Dengan seperti itu,
bekerja dirasakan bukan sebagai beban,
melainkan sudah menjadi bagian dari
kesenangan hidup.
Namun kenyataannya tidak semua
orang menghadapi pekerjaannya seperti itu.
Pada kelompok inilah variasi hidup
diperlukan. Hal itu tidak datang sendirinya
15SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
tanpa diundang, melainkan harus dicari dan
diupayakan. Kita bisa mengadopsinya dari
apa saja. Mulai dari menciptakan suasana
berbeda di tempat kerja, hingga menemukan
teman (soulmate) tempat berbagi apa saja.
Karena penderitaan orang saat ini sering juga
terjadi karena merasa sendiri dan tidak ada
tempat untuk mencurahkan isi hati.
Logotherapy
Di negara maju banyak pekerja yang
merasa hidupnya tidak punya makna. Hidup
jadi kosong dan membosankan, bahkan ada
yang bertanya untuk apa hidup?. Pada titik
ini orang membutuhkan terapi jiwa. Kita
menyebutnya “logotherapy”, yaitu terapi
untuk meluruskan kembali makna hidup.
Bosan hidup, jenuh bekerja, dan rasa
tidak nyaman lain itu muncul dari diri sendiri.
Kita sendiri yang perlu mencegahnya.
Caranya adalah dengan menciptakan
suasana menyenangkan di lingkungan
rumah, di lingkungan bekerja dan di
lingkungan teman dekat.
Bersyukurlah kita masih hidup secara
berkelompok. Masih rukun tidak hanya
dengan keluarga inti saja, tapi ada orang lain
yang dapat menumbuhkan suasana riang,
dan tidak membuat kita merasa kesepian.
Mendengar dan berbagi dengan orang lain
itu adalah cara lain yang perlu kita adopsi
untuk memecahkan kebekuan hidup.
Kita tahu bahwa ada tujuan luhur kita
bekerja selain untuk mendapatkan uang.
Meyakini sejak awal bahwa tidak semua
dapat dibeli dengan uang, termasuk
kebahagiaan hidup, rasa nyaman, dan
nikmatnya memberi. Maka kejarlah semua
itu selagi kita bisa. Bukan orang lain atau
siapa pun yang dapat membuat kita bahagia,
melainkan diri kita sendiri.
Bekerja juga bagian dari ibadah. Sikap
rasa seperti itu akan membantu kita tidak
mudah merasa letih dan bosan bekerja.
Jika setiap bangun pagi kita merasa ada
yang akan kita rencanakan, mau apa hari ini,
ke mana akan pergi, dan bertemu siapa, apa
yang bakal menyenangkan hari ini, tentu
hidup akan menjadi senantiasa bergairah.
Sebaliknya akan menjadi membosankan jika
setiap bangun pagi tidak tahu mau apa, atau
tidak ada bayangan akan bagaimana hari ini.
Kegairahan hidup juga suatu hal yang
tidak dapat dibeli, tapi kita dapat
membangunnya sendiri. Di tempat kerja
akan bertemu siapa, membicarakan apa, ada
janji dengan siapa, pulangnya ada acara apa,
akan menambah rasa gembira bagi kita.
Semua itu kita sendiri yang menciptakannya.
Maka ciptakanlah suasana yang membuat
hidup tidak membosankan, misalnya dengan
sering berkumpul dan berseda gurau dengan
orang lain.
Cara paling sederhana untuk membuat
hidup terasa nyaman adalah dengan selalu
merasa bersyukur. Orang Denmark dikenal
tergolong sebagai orang yang paling bahagia
di dunia, karena pandai merasa bersyukur.
Agar kita dapat hidup dengan penuh rasa
bersyukur kita harus selalu mengingat
ungkapan, “jangan bersedih jika tidak punya
sepatu, sebelum melihat banyak orang lain
yang tidak punya kaki”. Hal ini karena rasa
puas dalam hidup itu tak ada batasannya.
*Diambil dari: www.sahabatnestle.co.id
16 SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
FAKTUALMEMIKIRKAN NASIB
WANITA INDIAOleh: Lineus Hewis
*Belajar dari Ida Scudder (1870-1960), Pendiri Vellore Christian Medical College
Buat para sahabat PMdN yang pernah
mendengar atau mengunjungi Christian
Medical College di Vellore, India tentulah
kagum bagaimana sebuah rumah sakit misi
Kristen dapat menjadi salah satu rumah sakit
rujukan terbesar di negara yang memiliki
populasi lebih dari 1,2 milyar dengan
mayoritas beragama Hindu. Rumah sakit
pendidikan yang mendidik ratusan spesialis
dan sub-spesialisasi ini melayani lebih dari
7.000 pasien rawat jalan dan lebih dari 2.000
pasien rawat inap setiap harinya.
Tentunya semua ini tidak terjadi secara
instan dan tidak banyak dari kita yang
mengetahui bagaimana perjuangan awal
mendirikan rumah sakit tersebut. Berikut ini
adalah tulisan singkat tentang pergumulan,
visi dan kerja keras dari seorang dokter Ida
Scudder yang disarikan dari buku Doctors
who Followed Christ, karangan Dan Graves di
tahun1999; halaman 169-176. Kiranya
p e r j u a n g a n d r. I d a S c u d d e r a ka n
menginspirasi dan memberi dorongan
semangat buat kita semua ketika kita
menggumulkan tentang totalitas dan terbaik
dalam menjalankan panggilan Tuhan.
da yang muda dan cantik tidak pernah
bermimpi untuk mendirikan sebuah Ifakultas kedokteran untuk wanita di
India. Yang ada dipikirannya saat itu adalah
menikah dengan jutawan dan menikmati
hidup yang nyaman di Amerika Serikat, jauh
dari India, tempat dimana dia dibesarkan
sebagai anak seorang dokter misionaris.
Namun mimpinya perlahan-lahan berubah
seiring dia menjalani pendidikan di Seminari
Wanita D.L. Moody di Amerika. Suatu hari Ida
mendapat kabar bahwa ibunya jatuh sakit,
dan ia diminta kembali ke India untuk
menolong keluarganya di sana.
Kehidupannya sebagai seorang anak
kec i l d i Ind ia , membuatnya b iasa
menyuapkan roti ke mulut anak-anak yang
karena kelaparan sudah terlalu lemah untuk
makan, demikian juga melihat mayat
terbaring di pinggir jalan, dan dia berfikir
17SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
tentunya akan sangat indah kalau suatu hari
dia tidak perlu kembali ke India dan
melupakan semua memori ini.Namun
penderitaan 3 wanita muda India akhirnya
membuat pikirannya berubah.
Suatu malam seorang laki-laki dari kasta
tinggi Brahma datang ke rumahnya untuk
memohon pertolongan segera untuk
persalinan istrinya yang dalam kondisi
sekarat. Ida, yang tidak menguasai apapun
tentang kebidanan, mengatakan bahwa
ayahnya seorang dokter dan akan datang
menolong istrinya. Laki-laki itu menjawab
bahwa lebih baik istrinya mati dibandingkan
bila ada seorang laki-laki memasuki
rumahnya, lalu pergi. Beberapa saat
kemudian kembali Ida mendengar ada suara
langkah orang di beranda rumahnya. Kali ini
seorang laki-laki muslim memohon Ida
menolong istrinya yang sedang sekarat
dalam melahirkan. Dokter John Scudder,
ayah Ida , menawarkan d i r i untuk
menolongnya, namun ditolak karena tidak
ada laki-laki di luar keluarganya yang
diijinkan melihat wajah istrinya, lalu ia pun
pergi. Untuk kesekian kalinya kembali Ida
kedatangan tamu seorang laki-laki dari kasta
tinggi Hindu dan dia diminta menolong yang
istrinya juga dalam kesulitan persalinan. John
kembali ditolak, karena, hanya wanita yang
diijinkan menolong istrinya.
Ida tidak dapat tidur malam itu akibat
pengalaman buruk tersebut, karena
sesungguhnya ketiga wanita itu dalam
jangkauan tangannya namun ia tidak dapat
menolongnya. Ida menghabiskan sepanjang
malam dalam kesedihan dan doa. Keesokan
harinya ia mendengar suara kentungan dari
desa itu dan itu menimbulkan rasa takut di
hatinya karena bunyi itu menandakan
adanya kematian. Pelayan yang disuruhnya
mencari tahu ke desa tersebut, kembali
membawa pesan bahwa semalam ketiga
wanita tersebut meninggal. Ida kembali
mengunci diri di kamar memikirkan nasib
para wanita India dan setelah berfikir dengan
serius dan berdoa , Ida menghampiri ayah
dan ibu nya dan mengatakan bahwa dia ingin
kembal i ke Amerika untuk belajar
kedokteran dan kembali ke India untuk
menolong wanita-wanita tersebut.
I d a l a l u m e n j a l a n i p e n d i d i ka n
kedokteran di Philadelphia dan Cornell.
Walaupun ilmu kedokteran tropis tidak
diajarkan saat itu, Ida membaca sebanyak
yang dia mampu untuk persiapannya
melayani di India. Ketika mempersiapkan diri
kembali ke India, Ida diminta mengumpulkan
d a n a s e k i ta r 5 0 0 . 0 0 0 U S D u nt u k
membangun sebuah rumah sakit wanita di
Vellore dan melalui kerja kerasnya, Tuhan
menggerakan donatur yang memberikan
dalam jumlah yang besar. Rencana awal
untuk mengelola RS tersebut di bawah
supervisi ayahnya tidak terlaksana karena
beliau meninggal beberapa saat setelah Ida
kembali ke India, dan Ida-pun harus
mengerjakan proyek ini sendiri.
Awalnya masyarakat Tamil India ragu
dan curiga terhadap Ida, terutama setelah
d i a ga ga l m e ny e l a m a t ka n p a s i e n
pertamanya, yang ketika dirujuk memang
dalam kondisi yang sudah sangat buruk.
N a m u n T u h a n y a n g s u d a h
memperlengkapinya dengan begitu baik
tidak membiarkannya menganggur terlalu
18 SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
lama. Perlahan-lahan pasien bertambah dari
100, 200, 300, bahkan 500 pasien sehari.
Dalam kelelahannya, Ida akhirnya meminta
S a l o m i , p e l a y a n d a p u r n y a u n t u k
menolongnya, dan dia menjadi yang
pertama dari beberapa perawat yang
kemudian dilatih oleh Ida.
Kebutuhan dokter di India sangatlah
besar, dimana hanya ada 1 dokter untuk
setiap 10.000 ribu populasi. Saat itu praktek
perdukunan dan pengobatan tradisional
yang membahayakan penderita sangatlah
biasa ditemukan di masyarakat . Belas
kasihan mendorong Ida untuk bekerja lebih
dan lebih keras lagi. Ida berjuang untuk
melayani masyarakat sampai ke pelosok
desa, dari naik kereta yang ditarik kerbau
sampai mobil. Masyarakat akan menanti Ida
di pinggiran jalan, sebagian memintanya
turun untuk menangani kasus yang sudah
sangat berat.
Dalam kelelahannya Ida merenungkan
bahwa tidaklah mungkin mencukupi
kebutuhan dokter di India hanya dengan
menantikan dokter asing dari Amerika dan
Eropa dikirim ke India. Mereka akan seperti
setetes air di tengah samudera. Wanita India
harus diajar untuk menangani wanita India
sendiri, dan ide ini menjadi benih awal dari
Fakultas Kedokteran Vellore. Sejak awal Ida
memiliki visi yangjauh, yaitu jika ia mampu
melatih perawat, dia juga akan mampu
melatih dokter.
Angkatan pertama dokter wanita lulus
24 Maret 1922 dan awalnya mereka
dipandang sebelah mata, dan diperkirakan
akan sulit bersaing dengan para lulusan pria.
Namun ternyata dugaan ini meleset, ketika
hasil ujian nasional diumumkan, hanya 20%
dari dokter pria lulus, tapi dokter wanita yang
diajarnya lulus 100%.
Seluruh pencapaian ini tidak datang
dengan mudah, Ida bekerja untuk porsi kerja
6 orang! Pendukung-pendukungnya seperti
Gertrude Dodd, Hilda Olsen, dan Lucy
Peabody berjuang keras dan melewati waktu
yang panjang pada masa Depresi Berat dan
Perang Dunia II untuk mencari dana bagi
kelangsungan proyek Vellore. Dari waktu ke
waktu Tuhan mengijinkan pekerjaan ini
berada pada jurang krisis, namun pada
akhirnya kembali menyelamatkannya.Pada
suatu waktu ketika Ida sudah hampir
menyerah untuk membangun fakultas
ke d o k t e r a n t e r s e b u t , s a l a h s a t u
mahasiswanya masuk ke ruangannya dan
membagikan kata-kata ini:” Pertama-tama
renungkan, lalu keberanian. Kuasai fakta-
fakta. Hitung harga yang harus dibayar. Uang
bukanlah hal yang paling penting. Apa yang
19SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
sedang engkau bangun bukanlah sebuah
fakultas kedokteran. Melainkan Kerajaan
Allah. Jangan berbuat kesalahan dengan
menganggap diri terlalu kecil. Jika ini adalah
kehendak Allah bahwa kita harus lanjut
dengan fakultas ini, ini harus dilaksanakan.”
Melalui semua itu, Vellore bertahan
untuk menyediakan lokasi bekerja untuk
beberapa dokter Kristen yang besar seperti
Jessie Findlay, Carol Jameson, Flora Innes, Dr.
Cochrane, Paul Brand, Pauline Jeffery, Hilda
Lazarus, dan Ida B. Scudder, keponakannya.
Ida juga berhasil menularkan visinya kepada
banyak dokter untuk datang melayani di
India, demikian juga dengan dokter-dokter
wanita India yang telah dilatihnya.
Dalam 4 generasi, keluarga Ida Scudder
telah mengutus 42 misionaris ke India dan
negara lain, dan yang terbesar dari antara
mereka adalah Ida, yang penuh dengan
energi dan vitalitas. Banyak yang berlutut di
hadapannya dan percaya bahwa dia adalah
inkarnasi dari beberapa ilah.
Kekuatan Ida adalah dalam Kristus. Ia
tidak hanya menggunakan jari-jari bedahnya
sebagai saksi-Nya, namun juga mengajarkan
pelajaran Alkitab. Apa yang diucapkan Ida
pada saat memberikan kata sambutan
kepada lulusan angkatan pertama dokter-
dokter yang dididiknya berikut ini mungkin
merupakan ringkasan yang paling tepat
untuk fokus dari seluruh pelayanannya:
”And last and greatest of all, may you follow
always and closely in the footsteps of the
Great Physician, Christ, who went about
doing good, healing the sick, outpouring His
wealth of love upon a sinning, sorrowing
world, encouraging, uplifting, and carrying
joy wherever He went.”
20 SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
FAKTUAL
DIUTUS UNTUKMENYELESAIKAN
[Belajar dari John Stephen Akhwari, Olympic Runner 1968]PERTANDINGAN
ang sering kali disebut dan dikenang
s e b a g a i p a h l a w a n - p a h l a w a n YOlimpiade, adalah orang-orang yang
memenangkan medali dalam ajang
kompetisi yang luar biasa ketat dan fierce itu.
Namun seorang pelari maraton dari
Tanzania, John Stephen Akhwari, yang kalah
dalam lomba maraton dalam Mexico City
Olympics 1968, tetap menjadi pahlawan di
hati jutaan orang hingga saat ini.
Kisah Akhwari terjadi ketika pada usia 30
ia mengikuti Mexico City Olympics di tahun
1968. Tidak lama setelah maraton dimulai,
Akhwari terjatuh dan mengalami luka yang
cukup parah, Akhwari terjatuh dan lututnya
terluka, mengalami dislokasi sendi dan
bahunya cedera berat. Ini terjadi karena
Akhwari yang berasal dari Tanzania, tidak
terbiasa dengan iklim Amerika Tengah itu.
Pelari-pelari lain dalam olimpiade itu
melewati Akhwari satu persatu, dan nampak
jelas bahwa kemungkinan Akhwari untuk
menang dalam lomba maraton itu makin
tipis. Namun demikian, ia tidak menyerah,
dan tetap berlari tertatih-tatih untuk
menyelesaikan pertandingan maraton
tersebut.
Ketika akhirnya Akhwari terpincang-
pincang memasuki stadion dengan tungkai
terbalut perban yang berdarah satu jam
setelah pemenang pertandingan pulang,
hanya ada beberapa penonton yang masih
berada di sana. Mereka sangat kaget dan
terpana, melihat Akhwari yang dengan
meringis kesakitan tetap berusaha
menyelesaikan langkah demi langkah
menuju garis finish. Namun mereka
bersyukur bisa menjadi saksi hidup suatu
peristiwa yang sangat menyentuh.
Ketika ditanya, mengapa dia tidak
berhenti saja ketika ia terluka, Akhwari
menjawab dengan sederhana: “Negara saya
tidak mengirim saya ke sini untuk memulai
pertandingan, mereka mengirim saya untuk
menyelesaikan pertandingan.”
Oleh: DR. dr. Lydia Pratanu .MS
21SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
Akhwari dikenang sebagai pahlawan
olimpiade Mexico - yang menyelesaikan
maratonnya selama 4,5 jam tanpa medali
dan sedikit penonton. Pada tahun itu, sedikit
sekali orang menulis tentang Akhwari, tetapi
Akhwari, simbol semangat olimpiade yang
tidak dikenal, menjadi inspirasi banyak orang
setelah beberapa tahun kemudian.
Semangat Akhwari di atas tidak hanya
menjadi berkat di arena pertandingan-
pertandingan olahraga, tetapi juga dalam
segala aspek kehidupan. Setiap orang harus
berjuang menyelesaikan pertandingan
hidupnya masing-masing. Apapun yang
dapat terjadi sepanjang perjalanan
pertandingan tersebut, kita seharusnya tidak
menyerah.
Seperti apa yang dituliskan oleh Rasul
Paulus kepada Timotius dalam 2 Tim.4:7:
“Aku telah mengakhiri pertandingan yang
baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku
telah memelihara iman.”
Di akhir tahun seperti ini, sangatlah baik
bila kita merenungkan pertandingan hidup
kita masing-masing. Hal-hal apakah yang
mempengaruhi lari kita, hal-hal yang dapat
menghambat terselesaikannya pertandingan
kita. Namun kita juga merenungkan
bagaimana Yesus yang memimpin kita dalam
pertandingan ini menolong kita untuk terus
berlari dengan tekun dan menyelesaikan
pertandingan kita dengan baik (Ibr. 12:2).
Sumber: Inspirational Stories:
John Stephen Akhwari, Olympic Runner 1968
22 SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
UNTAIANFIRMAN
MENGAKHIRI PERTANDINGANDENGAN BAIK
Eksposisi 2 Timotius 4:6-8Oleh : Ir.Daniel Adipranata, M.Div
etiap mahluk hidup punya umurnya.
Umur nyamuk hanya bertahan Sbeberapa minggu; lebah pekerja
beberapa bulan; tikus 4 tahun; burung kolibri
12 tahun; anjing 15 tahun; gajah 70 tahun;
ikan paus 100 tahun; kura-kura 150 tahun,
dan manusia, kata pemazmur “Masa hidup
kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat,
delapan puluh tahun, dan kebanggaannya
adalah kesukaran dan penderitaan; sebab
berlalunya buru-buru, dan kami melayang
lenyap” (Mazmur 90:10). Berapapun
umurnya, yang pasti setiap mahkluk hidup
memiliki dua tanggal penting dalam
hidupnya, tanggal dimana ia lahir dan tanggal
dimana ia mati.
Setiap mahluk hidup punya umurnya.
Umur nyamuk hanya bertahan beberapa
minggu; lebah pekerja beberapa bulan; tikus
4 tahun; burung kolibri 12 tahun; anjing 15
tahun; gajah 70 tahun; ikan paus 100 tahun;
kura-kura 150 tahun, dan manusia, kata
pemazmur “Masa hidup kami tujuh puluh
tahun dan jika kami kuat, delapan puluh
tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran
dan penderitaan; sebab berlalunya buru-
buru, dan kami melayang lenyap” (Mazmur
90:10). Berapapun umurnya, yang pasti
setiap mahkluk hidup memiliki dua tanggal
penting dalam hidupnya, tanggal dimana ia
lahir dan tanggal dimana ia mati.
Kehidupan dan kematian adalah fakta
kehidupan. Namun sayang, banyak manusia
y a n g t e r u s m e n e r u s b e r u s a h a
menyangkalinya. Manusia yang hidupnya
'berlalu buru-buru dan melayang lenyap',
berusaha agar seolah ia hidup selamanya
dan tidak lenyap. Apa penyebabnya? Salah
satunya adalah karena mereka tidak siap
mencapai garis finish dengan baik.
Melalui tulisan Rasul Paulus dalam 2
Timotius 4:6-8; kita akan belajar 3 (tiga)
fokus hidup Rasul Paulus dan bagaimana
prinsip-prinsip Rasul Paulus menjalani
kehidupannya sehingga dia mampu
mencapai garis finish dengan baik.
Menariknya, dalam ayat 6, Paulus fokus pada
masa kini (I am, present); pada ayat 7, fokus
pada masa lalu (I have, past) dan pada ayat 8,
Paulus fokus pada masa akan datang (In the
future).
Masa kini: hidup sebagai persembahan
23SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
Dalam teks Yunani, ayat 6 dimulai
dengan penekanan kata “I” (aku), yang mana
kontras dengan “you” (kamu) di ayat 5. Hal ini
menegaskan suatu peralihan, dan mulai ayat
6, Paulus berbicara tentang dirinya sendiri,
“Mengenai diriku, darahku sudah mulai
dicurahkan sebagai persembahan dan saat
kematianku sudah dekat”.
Dalam ayat ini, kita melihat satu konsep
hidup rasul Paulus. Ia selalu memandang
hidup dan pelayanannya kepada jemaat
sebagai persembahan kepada Tuhan (cf. Filipi
2:17). Dalam yang sama Paulus ungkapkan
dalam Roma 12:1, “Karena itu, saudara-
saudara, demi kemurahan Allah aku
menasihatkan kamu, supaya kamu
mempersembahkan tubuhmu sebagai
persembahan yang hidup, yang kudus dan
yang berkenan kepada Allah: itu adalah
ibadahmu yang sejati.”
Semua ini berarti bahwa kalau kita rindu
mencapai garis finish dengan baik, maka kita
harus mempersembahkan hidup sehari-
sehari kita secara utuh kepada Tuhan. Dalam
dunia profesi, kita tidak boleh menerapkan
standart ganda. Kebenaran - keadilan dan
nilai-nilai Kerajaan Allah harus menjadi nilai
yang operasional dalam kehidupan profesi
dan keluarga kita.
Dalam Kisah Para Rasul 20:24, Paulus
memberikan kesaksian bagaimana dia hidup,
“Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku
sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai
garis akhir dan menyelesaikan pelayanan
yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku
untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih
karunia Allah”.
Masa lalu: antara anugerah dan disiplin
Bayangkan anda sedang duduk di
pesawat terbang, yang terbang setinggi
35.000 kaki di angkasa. Andaikan sang pilot
pesawat i tu t iba-t iba memberikan
pengumuman melalui pengeras suara:
“Saudara-saudara, kita dalam masalah besar.
Satu sayap pesawat kita akan patah. Anda
lebih suka sayap mana yang patah, yang kiri
atau yang kanan?”. Bukankah ini pertanyaan
yang konyol?. Tidak ada pesawat yang dapat
terbang dengan satu sayap. Kedua sayap
diperlukan.
Sekarang bayangkanlah pesawat
terbang itu seolah-olah anda sendiri. Dan
sayap kanan adalah “Anugerah”, sedangkan
sayap kiri adalah “Disiplin”. Pesawat terbang
ini mengilustrasikan salah satu prinsip
terpent ing da lam h idup kr i st ian i .
Sebagaimana pesawat harus punya dua
sayap untuk terbang, demikian juga kita pun
harus mengalami Anugerah Tuhan dan
menjalani Disiplin dalam hidup sebagai
murid Kristus. Kita tidak bisa memilih salah
satu.
Kehidupan rasul Paulus ditandai dengan
kedua 'sayap' itu, anugerah dan disiplin. Hal
ini terlihat jelas dalam kesaksian hidup yang
diajarkannya kepada kita. Misalnya, dalam
Titus 2:11-12 “ Karena kasih karunia Allah
yang menyelamatkan semua manusia sudah
nyata. Ia mendidik kita supaya kita
meninggalkan kefasikan dan keinginan-
keinginan duniawi dan supaya kita hidup
bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia
sekarang ini”. Kasih karunia Allah (anugerah)
tidak menyebabkan kita bebas semau kita
sendiri tetapi anugerah juga mendidik
24 SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
(disiplin) kita untuk tidak melakukan
kefasikan dan keinginan duniawi.
Gambaran hidup adalah pertandingan
juga menegaskan pentingnya kedisiplinan
dan juga tujuan hidup. Dalam 2 Timotius 4:7,
ada 3 kalimat penting rasul Paulus, yang
seharusnya juga menjadi 3 kalimat penting
kita. Aku telah mengakhiri pertandingan
yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan
aku telah memelihara iman.
Perhatikan penggunaan tiga kata “aku
telah”. Inilah fokus atau goal dalam
kehidupan rasul Paulus yang telah ia jalani.
Paulus sangat jelas tujuan atau goal dalam
hidupnya. Hidup tanpa tujuan ibarat kita
keluar rumah tanpa kita tahu akan kemana.
Kemanakah kita sampai? Tidak akan sampai
kemana-mana.
Ketika kita baru menjadi orang Kristen,
mungkin semangat kita menyala-nyala untuk
melayani Tuhan. Setiap hari kita rindu untuk
bersaksi atas cinta kasih Tuhan dalam hidup
kita. Namun dengan berjalannya waktu, kita
mengalami banyak penderitaan, godaan
untuk berkompromi, jatuh bangun dalam
dosa-dosa tertentu, atau permasalahan
hidup. Yang menjadi pertanyaan kita
bersama adalah masihkah kita bertanding
dalam pertandingan iman? Masihkah kita
punya goal untuk menang? Atau kita pasrah
dan masuk dalam zona nyaman tanpa
melakukan apa-apa?.
Hidup Paulus memiliki tujuan, untuk
terus bertanding sampai akhir, finish dengan
baik dan memelihara imannya. Bagaimana
dengan hidup kita?
Masa Akan Datang: Harapan yang nyata.
Rasul Paulus dapat mengakhir i
pertandingan dengan baik (finishing well)
25SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
sebab ia memiliki harapan yang pasti akan
masa yang akan datang. Dalam ayat 8, Rasul
Paulus berkata “ Sekarang telah tersedia
bagiku mahkota kebenaran yang akan
dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim
yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya
kepadaku, melainkan juga kepada semua
orang yang merindukan kedatangan-Nya.”
Ada dua aspek dalam harapan Paulus
akan masa akan datang. Pertama, Rasul
Paulus dapat mengakhiri pertandingan
dengan baik karena ia hidup dalam
pengharapan untuk berjumpa dengan
Tuhan, hakim yang adil. Kerinduan untuk
berjumpa dengan Tuhannya, memberikan
bahan bakar untuk terus bertahan dan setia
sampai akhir. Tuhan yang akan memberikan
mahkota kehidupan. Tuhan yang akan
menegakkan keadilan dan kebenaran. Tuhan
yang akan memeluk dia, dan berkata
“Datanglah kemari, hamba-Ku yang baik dan
setia”.
Kedua, Rasul Paulus dapat mengakhiri
pertandingan dengan baik karena ia hidup
dalam pandangan (view) akan hari itu. Akan
datang hari dimana Kristus akan menjadi
Raja, dan semua lutut akan bertelut dan
semua lidah akan mengaku, Yesuslah Tuhan.
Saat ini, memang Tuhan mengutus kita,
ke dalam dunia yang telah jatuh dalam dosa.
Kita diutus seperti domba ditengah serigala.
Penuh ancaman, ketidakadilan dan
penindasan. Bahkan pemazmur dalam
Mazmur 73, pernah merasa percuma saja
a k u m e m p e r t a h a n k a n h a t i y a n g
bersih,namun setiap hari aku kena tulah.
Sedangkan orang fasik bersenang-senang,
hidup mereka makmur seolah tanpa
kesusahan. Namun ada titik balik yang
membedakan, adalah pada saat pemazmur
melihat segala sesuatunya dari perspektif
kekekalan. Sampai aku (pemazmur) masuk
ke tempat Yang Maha Tinggi, dan melihat
kesudahan orang-orang fasik itu.
Melihat situasi kondisi hari ini dalam
perpektif hari akhir itu, akan memberikan
kita kekuatan untuk bertahan dan terus
bertanding dalam pertandingan iman, dan
mencapai finish dengan baik. Inilah
keyakinan rasul Paulus, ada hari akhir dimana
Iblis akan dikalahkan, dan Kristus akan
datang kedua kalinya sebagai Hakim yang
adil dan memerintah sebagai Raja.
Bagaimana dengan keyakinan kita?
26 SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
KESAKSIANBANYAK HAL
YANG HARUS DIKERJAKANOleh: dr. Renny Marlina Toreh
14 Juli 2014, saya pertama kalinya
menginjakkan kaki di Nusa Tenggara Timur
Kabupaten T imor Tengah Se latan ,
Kecamatan Kota So'E. Bukan hal yang mudah,
saya memutuskan datang melayani sebagai
dokter di daerah ini. Sejujurnya, saya sangat
takut untuk melangkah, karena saya
bingung, apakah ini kehendak Tuhan atau
bukan dan sejujurnya saya tidak tahu apa
yang mau saya kerjakan di sini dengan beban
yang Profesional Sinergi Indonesia (PSI)
sharingkan kepada saya. Saya juga takut
bahwa saya akan sendirian di sini. Sebab ini
juga menjadi kali pertama bagi saya untuk
pergi ke suatu daerah di mana di sana tidak
ada satu pun keluarga ataupun kenalan saya.
Memang pada awalnya terlalu banyak
ketakutan tetapi syukur kepada Tuhan
karena pada akhirnya Dia pulalah yang
meneguhkan saya untuk bermisi ke daerah
ini.
Lewat Saat Teduh dengan mempelajari
Kitab 1 Samuel, Allah berbicara dan
meneguhkan saya untuk datang melayani di
daerah ini. Ketika Tuhan memerintahkan
Samuel pergi ke Betlehem untuk pergi
mengurapi Daud menjadi raja. Ayat yang
berbicara dengan kuat kepada saya adalah
pada 1 Samuel 16 : 3. Allah memerintahkan
Samuel untuk pergi saja, nanti setelah tiba di
Betlehem barulah Allah kemudian akan
memberitahukan Samuel apa yang harus
Samuel selanjutnya perbuat. Lewat ayat ini,
Tuhan meneguhkan saya untuk pergi saja
dulu, selanjutnya Allah akan menunjukkan
kepada saya apa yang harus saya kerjakan di
sana. Yang diperlukan adalah sebuah langkah
awal, keluar dari zona nyaman, dan melawan
segala ketakutan dan kekuatiran.
Tiba di sini, serasa saya masuk ke dalam
lemari pendingin. Ya, saya tiba di sini ketika
daerah ini sedang memasuki puncak musim
dingin dan berkabut. Dari pagi hingga malam
terasa sangat dingin dan harus memakai
jaket yang tebal bila tidak ingin merasakan
dinginnya sampai ke tulang-tulang. Tetapi,
ketika masuk musim panas, maka daerah ini
pun sangat panas, serasa matahari ada dua.
Tetapi dibandingkan daerah lainnya di NTT,
Kota So'E merupakan salah satu daerah yang
subur, bahkan kota ini pernah terkenal
dengan beberapa hasil pertaniannya
khususnya buah-buahan seperti apel, jeruk,
alpukad, tetapi sayangnya pertanian di sini
tidak seperti dulu.
27SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
Kota So'E yang adalah ibukota kabupaten
Timor Tengah Selatan ini, mendapat julukan
“Yerusalem” Indonesia. Mayoritas penduduk
memeluk agama Kristen Protestan. Gereja
berdiri dimana-mana dan ada begitu banyak
persekutuan doa. Namun sungguh
disayangkan, wajah kekristenan tercoreng
karena kesaksian hidup yang tidak benar.
Kota ini juga menjadi daerah dengan tingkat
korupsi yang tinggi, walau angka perceraian
kurang tapi tingkat perselingkuhan tinggi
bahkan dilakukan terang-terangan, mereka
tidak malu-malu lagi untuk melakukannya,
pernikahan dini juga tinggi karena pergaulan
bebas, belum lagi masalah kesehatan yang
juga cukup memprihatinkan, terutama di
daerah kabuapaten ini masih banyak
dijumpai gizi buruk.
Rumah sakit tempat saya bekerja saat ini
adalah rumah sakit milik sinode Gereja
Masehi Injili di Timor (GMIT), dengan nama
Rumah Sakit Ibu dan Anak Ume Manekan
So'e terletak di Kabupaten Timor Tengah
Selatan Kecamatan Kota So'e kurang lebih 2-
3 jam lamanya perjalanan dari Kupang. Ume
artinya rumah dan Manekan berarti kasih
sayang. Jadi Ume Manekan artinya rumah
kasih sayang.Letak rumah sakit ini
sebenarmya sangat strategis dan punya
potensi yang sangat besar bila dikelola
dengan benar, karena di daerah ini hanya
hanya ada dua rumah sakit, selain rumah
sakit ini ada juga satu rumah sakit umum
daerah.
Pertama kali menginjakkan kaki di rumah
sakit ini, saya tidak menemui satu orang pun
pasien baik yang rawat inap maupun rawat
jalan. Untuk ukuran sebuah rumah sakit,
rumah sakit ini terlalu kecil dan sunyi bahkan
lebih cocok bila rumah sakit ini menjadi klinik
dan peralatan medis yang tersedia pun
sangat minim. Manajemen yang buruk
sehingga pada akhirnya rumah sakit ini
hampir saja tutup. Rumah sakit ini tidak
diurus dengan baik bahkan ada oknum-
o k n u m t e r t e n t u y a n g m e l a k u k a n
kecurangan-kecurangan untuk kepentingan
pribadi. Sebagai contoh mereka menetapkan
harga obat yang sangat tinggi, bisa mencapai
2-3 kali lipat bila dibandingkan dengan
apotek luar. Itulah yang pada akhirnya
menyebabkan pasien tidak mau lagi datang
28 SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
berobat ke rumah sakit ini, dan juga karena di
sini sering tidak ada dokter. Setiap harinya
paling tinggi pasien yang datang berobat
sekitar 3-5 orang, bahkan ada hari dimana
tidak ada sama sekali yang datang berobat ke
rumah sakit ini. Karena memang sudah
tersebar di masyarakat bahwa berobat di
rumah sakit ini sangat mahal dan tidak ada
dokternya. Tapi bersyukur dengan
keberadaan saya dan dr. Richo jumlah pasien
yang datang berobat ke rumah sakit ini mulai
mengalami peningkatan sedikit demi sedikit.
Memang masih banyak yang perlu kami
benahi untuk memberikan pelayanan
kesehatan yang optimal.
Oleh karena manajemen yang buruk
itulah maka PSI bekerja sama dengan pihak
sinode GMIT mengambil ahli menajemen
rumah sakit ini. PSI sama sekali tidak akan
mengambil keuntungan dari rumah sakit ini,
mereka hanya datang untuk membantu
manajemen di rumah sakit ini. Bersyukur
pada tanggal 18 Oktober 2014 sudah
dilakukan serah terima dari pihak sinode
GMIT kepada PSI disaksikan oleh jemaat
GMIT karena memang penyerahannya
diadakan dalam kebaktian minggu. Saya
bersama dr. Richo Kaesmetan (yang sudah
terlebih dahulu bekerja di RSIA selama 2
minggu) menjadi perpanjangan tangan PSI di
So'E, setelah sebelumnya kami berdua
ditraining oleh PSI selama sebulan di
beberapa rumah sakit di Banten, Jakarta dan
Lampung. Saya ditugasi untuk mengatur
pelayanan medik sedangkan dr. Richo
Kaesmetan sebagai direktur umumnya.
Tugas ini merupakan hal yang sangat baru
dan perdana bagi kami berdua dan kami
berdua tidak punya pengalaman apa-apa
sebelumnya dalam manajemen rumah sakit.
Tugas ini pun terasa semakin berat karena
tantangan yang besar yang harus kami
hadapi. Salah satu tantangan adalah
kurangnya sumber daya manusia yang
kompeten di bidang administrasi. Hampir
semua staf yang bekerja di administrasi
adalah lulusan SMA atau D1. Juga karena
selama ini kurang bahkan tidak ada pasien
jadi para pegawai baik medis maupun non
medis datang ke rumah sakit hanya
menghabiskan waktu dengan mengobrol
bahkan bergosip. Akibatnya di antara sesama
pegawai ini tercipta kubu-kubu yang saling
mencurigai satu sama lain. Jadi kekompakan
di antara mereka masih sangat kurang.
Tantangan yang lain pun adalah tentang
legalitas hukum dan masalah perijinan
rumah sakit ini. Awalnya rumah sakit ini
mendapat ini operasional sebagai Rumah
Sakit Ibu dan Anak Ume Manekan, tetapi
sekarang dalam proses untuk berubah
menjadi Rumah Sakit Umum Kristen Ume
Manekan. Tolong doakan kiranya hal ini bisa
segera diselesaikan.
Memang begitu banyak hal yang harus
dikerjakan dan nampaknya begitu sulit. Tapi
satu hal yang kami percaya bahwa Allah yang
telah memulai pekerjaan ini, maka Dia
pulalah yang akan menyelesaikannya. Kami
sangat membutuhkan dukungan doa dari
teman-teman semua agar kami tetap kuat,
tetap rendah hati, diberikan hikmat dan
terus mengandalkan Tuhan.
Kiranya Allah menyertai kita terus. Dan
biarlah segala kemuliaan hanya bagi Dia,
satu-satunya Allah yang hidup dan benar.
29SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
KESAKSIAN
RENCANA-NYA INDAHDAN TAK TERSELAMI
Oleh: Drg Rani Dwicahyaniputri[Perserta Program Follow Up Magang MMC]
“TUHAN itu kekuatanku dan
mazmurku, Ia telah menjadi
keselamatanku. Ia Allahku,
kupuji Dia, Ia Allah bapaku,
kuluhurkan Dia.”
- Keluaran 15:2 -
“Tuhan itu kekuatanku", penggalan
firman ini telah menolong saya untuk dapat
berani mengambil langkah demi langkah
menjalani program follow up magang
Medical Mission Course (MMC) selama 2
bulan di Klinik Hohidiai, Maluku Utara.
Setelah mengikuti MMC selama 3 bulan di
Serukam, hati misi yang Tuhan taruhkan
sejak 7 tahun yang lalu kembali menyala dan
mendorong saya untuk mengambil
komitmen yang lebih lagi di ladang misi.
Program follow up MMC pun menjadi
kesempatan yang dirasa tepat untuk
merealisasikan komitmen tersebut. Namun,
beberapa hari menjelang keberangkatan ke
Ternate, saya baru sadar bahwa saya akan
berangkat sendirian ke suatu tempat yang
belum pernah saya injak sebelumnya. Dan di
tengah perasaan yang bercampur aduk
antara semangat melayani dengan ketakutan
menghadapi tempat yang baru, kembali
Tuhan meneguhkan Firman-Nya; bahwa saya
melangkah bukan dengan kekuatan saya
yang teramat kecil ini, Tuhanlah kekuatan
saya.
Saya pun berangkat dan memulai
perjalanan yang cukup panjang dari ibu kota
Jakarta ke desa Kusuri. Lima jam perjalanan
udara melalui Manado sampai Ternate, satu
jam perjalanan air menggunakan speed boat
hingga mencapai Sofifi, dan diakhiri dengan
perjalanan darat selama empat jam hingga
tiba di Kusuri. Namun tidak ada waktu untuk
beristirahat berlama-lama, setibanya di
Kusuri jam 6 sore pada hari Senin tanggal 1
September 2014, saya sudah harus bersiap
untuk mengikuti ibadah mingguan tiap Senin
malam yang akan dimulai pukul 7. Begitulah
Hohidiai, dari Senin sampai Jumat selalu ada
ibadah, baik di pagi maupun malam hari.
Ibadah pagi diadakan setiap hari Selasa dan
Kamis, sedangkan hari Rabu dan Jumat pagi
30 SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
ada komsel dimana pembahasan Firman
Tuhan dilakukan dalam kelompok kecil.
Klinik Hohidiai sendiri memiliki tujuan
membawa pemulihan baik secara jasmani,
emosi, maupun rohani khususnya kepada
masyarakat yang tidak mampu dan
terabaikan. Hal ini terangkum dalam nama
“Hohidiai” yang berasal dari bahasa lokal dan
memiliki arti restorasi/pemulihan. Klinik
ya n g t e r l e ta k d i d e s a Ku s u r i i n i
dilatarbelakangi oleh terjadinya konflik
bernuansa SARA yang terjadi 14 tahun yang
lalu. Dimulai dari pelayanan terhadap
pengungsi yang menjadi korban saat itu,
Yayasan Hohidiai telah setia memberikan
pelayanan kasih kepada masyarakat Maluku
Utara, baik dalam pelayanan medis, panti
asuhan, maupun sekolah internasional yang
terbuka untuk umum. Pelayanan medis yang
dilakukan oleh klinik ini meliputi pengobatan
pasien rawat jalan, rawat inap, pertolongan
persalinan, operasi minor, pelayanan pasien
jangka panjang (HIV/AIDS, lepra, TBC), dan
pelayanan keluar desa. Semua pelayanan
kesehatan itu diberikan secara cuma-cuma
kepada setiap pasien. Tim medis saat ini
terdiri dari 4 orang dokter umum, 1 bidan, 3
perawat, dan sejumlah tenaga medis
terlatih. Seluruh pekerja medis yang ada
menunjukkan hati melayani dan kepedulian
yang tinggi kepada pasien, saya pribadi
sangat diberkati oleh sikap yang ditunjukkan
setiap tenaga medis yang ada, melayani
dengan tulus dan tanpa pamrih.
Ke m u d i a n d i m u l a i l a h h a r i - h a r i
pelayanan saya di Hohidiai. Klinik ini memiliki
ruang poli gigi yang terbilang lengkap. Ada
kursi gigi, dental unit portable, scaller
portable, instrumen pencabutan gigi, alat
dan bahan penambalan, serta autoklav
untuk sterilisasi alat. Selama ini yang
menangani pasien gigi adalah seorang
perawat gigi dan staff medis terlatih, namun
terpaksa harus tutup beberapa minggu
karena kurangnya tenaga di klinik secara
keseluruhan. Saat saya datang, poli gigi
kembali dibuka, saya dan perawat gigi yang
ada bertugas bersama dari hari Senin-Jumat.
Hari Selasa dan Kamis dibuka untuk pasien
umum, sedangkan hari Senin, Rabu, Jumat
dikhususkan untuk melayani staf Hohidiai
yang ada baik staf medis, manajemen, guru-
guru sekolah, anak-anak asuh, bahkan
tukang masak di dapur dan sekuriti.
Satu hal yang saya sadari sejak awal
adalah keterbukaan setiap pasien yang
datang. Selama saya di sana tidak ada satu
pun yang menolak untuk didoakan, baik
pasien Kristiani maupun non-Kristiani. Saya
menyaksikan bagaimana Tuhan memakai
31SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
pelayanan di tempat ini untuk membawa
Kasih-Nya di tengah-tengah Halmahera dan
untuk menjadi alat pemberitaan kabar baik
yang efektif bagi setiap jiwa yang datang.
Suatu hari kami melayani seorang pasien
penderita kanker paru-paru yang berasal dari
kepercayaan lain. Seorang teman yang sudah
fasih menceritakan kabar baik secara
kontekstual mulai membagikan mengenai
Isa Almasih menurut ayat-ayat dalam kitab
suci mereka. Pasien ini pun terbuka dan
menceritakan dosa, kepahitan, dan
pergumulannya dengan penyakitnya. Karena
sakit yang ia derita, dadanya sudah
membengkak dan membuatnya sesak napas,
sehingga jika tidur ia pun tidak bisa berbaring
di ranjang, ia harus duduk di sisi tempat tidur
dan menaruh kepalanya di ranjang dalam
posisi telungkup. Singkat cerita, siang itu ia
memutuskan untuk percaya dan berdoa
kepada Isa Almasih. Saya percaya Tuhan
menjamah hatinya hingga ia pun berdoa
sambil berlinang air mata. Lalu kami pulang
dan melanjutkan pelayanan ke pasien lain.
Saat kami bertemu kembali dengannya dua
hari kemudian, ia pun menceritakan apa
yang ia alami. Tak lama setelah kami pergi, ia
tidur dengan masih merasakan sesak napas.
Kemudian ia bermimpi bahwa ada sosok
berjubah putih datang masuk dari pintu
kamarnya dan berdiri di samping tempat
tidur. Awalnya ia berpikir bahwa sosok
tersebut adalah staf medis yang mau
memeriksanya. Namun kemudian sosok itu
menumpangkan tangan di atas kepalanya
dan ia merasakan ada kelegaan dan damai
sehingga ia dapat tidur dengan nyenyak. Saat
ia bercerita, ia pun menyimpulkan bahwa
sosok yang datang tersebut adalah Isa
Almasih. Kami semakin menguatkannya dan
berkata bahwa ia sangat spesial dan
b e r h a r g a d i m a t a Tu h a n , A l l a h
memperhatikannya dan mendengar bahkan
menjawab doanya. Pada saat itu, hati dan
cara pandang saya pun diubahkan oleh
Tuhan. Tuhan membukakan bagaimana Ia
sangat mengasihi mereka dan rindu mereka
mengenal-Nya. Bahkan seperti tak ingin
berlama-lama, Ia segera mendatangi pria ini
dan memperkenalkan diri-Nya sesaat setelah
32 SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
pria ini berdoa dalam nama Isa Almasih.
Kalau Tuhan sendiri begitu mengasihi
mereka, bukankah saya sebagai anak-Nya
juga harus memiliki hati yang sama? Tiga
minggu kemudian pria ini berpulang ke
Rumah Bapa. Sungguh bersyukur untuk
kesempatan yang Tuhan berikan kepadanya
sebelum ia dipanggil pulang.
Sampai akhir waktu magang, saya terus
melayani bersama tim ini untuk mem-follow
up para pasien yang terbuka kepada
pemberitaan kabar baik. Beberapa pasien
sudah pulang ke rumah mereka masing-
masing. Apabila mereka terbuka, kami akan
berkunjung ke rumah mereka dan
melanjutkan dengan proses pemuridan
yakni menceritakan kisah nabi-nabi dari
Perjanjian Lama yang menekankan kepada
pentingnya kurban keselamatan, bahwa
tidak ada pengampunan dosa tanpa adanya
kurban. Hal ini akan menjelaskan mengapa
Yesus Kristus harus mengorbankan diri-Nya
sebagai kurban agung bagi keselamatan
umat manusia. Jika mereka tetap terbuka,
pemuridan pun akan dilanjutkan dengan
kisah hidup Isa Almasih dan kemudian
m e r e k a a k a n d i t a n t a n g u n t u k
dipermandikan. Melalui pelayanan ini saya
semakin belajar untuk bergantung pada
pimpinan Roh Kudus. Bagian kita adalah
untuk memberitakan dan menabur Firman,
Roh Kuduslah yang menumbuhkannya dalam
hati mereka.
Selain pelayanan pemberitaan kabar baik
kepada pasien, saya diberikan kesempatan
untuk bergabung dengan Sekolah Minggu
yang dihadiri oleh anak-anak yang tinggal di
Hohidiai. Materi pelayanan anak yang telah
diberikan dalam MMC, terlebih lagi
pengalaman melayani di sekolah minggu
d e s a b i n a a n s e l a m a M M C s a n gat
mempersiapkan saya untuk pelayanan ini.
Begitu juga dengan pelayanan penyampaian
Firman Tuhan, saya diberikan kesempatan
untuk berkhotbah di hadapan para staf
Hohidiai dan di hadapan pasien yang tinggal
di sana. Walaupun masih merasa gugup, tapi
kekuatan dari Tuhan lah yang memampukan
saya untuk melakukannya.
Untuk itu sekali lagi saya ingin menaikkan
ucapan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus
yang rencana-Nya indah dan tak terselami.
Tak pernah saya bayangkan akan pergi ke
Maluku Utara dan menikmati pelayanan di
sana khususnya penjangkauan kepada yang
b e l u m m e n g e n a l K r i s t u s . S a n g a t
berterimakasih kepada Persekutuan Medis
Nasional (PMdN) Perkantas yang telah
mengutus dan setia mendoakan, serta para
donatur yang telah memungkinkan
terlaksananya program follow up MMC ini.
Tak lupa berterima kasih pula untuk Yayasan
Hohidia i Maluku Utara yang telah
membukakan pintunya bagi saya hingga
boleh magang disana. Rencana saya
berikutnya adalah kembali ke Maluku Utara
dan melayani di sana minimal untuk 1 tahun
ke depan. Kiranya nama Tuhan yang
dipermuliakan hingga seluruh penjuru bumi.
Tuhan Yesus memberkati.
33SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
INFOTAHUN JAMU
SEBAGAI BRAND INDONESIAOleh: dr. Prapti Utami, Msi
6
erbincangan istilah jamu seakan tak
pernah selesai. Dari sebutan: kuno, Ppahit, atau kesan yang rendah dan
banyak hal lainnya dari sebagian lapisan
masyarakat yang belum legowo menerima
sebutan jamu. Jamu sendiri berasal dari kata
djampi oesodo. Djampi artinya obat, dan
oesodo adalah sehat, disingkat jadi djamoe.
Sekarang , pengembangan jamu
Indonesia bertujuan untuk mewujudkan
jamu Indonesia yang aman, berkhasiat dan
bermutu dengan dukungan industri yang
mandiri dan berdaya saing pada pasar global
dan terlaksananya integrasi jamu dalam
pelayanan kesehatan untuk meningkatkan
ku a l i ta s h i d u p d a n ke s e j a hte ra a n
masyarakat.
Adapun arah pengembangan Jamu
Nasional adalah:
?Pengembangan Jamu untuk Kesehatan
(fitofarmaka)
?Pengembangan Jamu untuk kecantikan
dan kebugaran
?Pengembangan jamu untuk makanan dan
minuman
?Pengembangan Jamu untuk wisata dan
keagamaan.
Tanggal 26 November lalu, ada peringatan 6
tahun jamu sebagai brand Indonesia yang
dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
Dalam pidatonya, beliau sangat berharap
jamu yang merupakan aset budaya
dikembangkan lebih optimal. Adapun tema
besar peringatan itu adalah “Jamuku
Indonesiaku : Menghargai Warisan Budaya
Untuk Kemakmuran Bangsa”, dimana
melibatkan 5 narasumber. Dari kementrian
kesehatan yang diwakili oleh Prof dr Agus
Purwadianto, bidang akademis diwakili Prof
Latifah dari IPB, dari kebudayaan diwakili
Jaya Suprana, dari kalangan pengusaha
Irwan Sidomuncul, dan kementrian
perdagangan bapak Bayu yang banyak
berperan dalam pengembangan jamu
menjadi brand Indonesia.
Dari nara sumber, mengemuka,
pelestarian budaya jamu sebagai warisan
34 SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
sejarah dan budaya bangsa dan peradaban
dunia itu, menyangkut kedaulatan NKRI
tentang format pengakuan dan perlindungan
hukum elemen jamu dan tahap invensinya
(biopyracy dan bioprospecting). Disamping
itu, melibatkan kebijakan pemberdayaan
masyarakat melalui identitas geografi oleh
pemerintah, pemerintah daerah dan
masyarakat sesuai sumber daya genetik dan
pengetahuan tradisional masing masing
daerah. Meluas lagi adalah pembangunan
populasi manusia Indonesia yang sehat, adil
dan beradab serta berkelanjutan.
Tantangan di depan sangat besar,
khususnya masalah sosiologis. Dibutuhkan
sinkronisasi arah litbang jamu antar
kementriandan. Integrasi elemen sistem
produksi belum optimal dan berorientasi
pada mutu, infratruktur, sistem informasi
dan data belum memadai, serta kontinuitas
agroindustri tanaman obat pemasok bahan
baku bermutu.
Di Indonesia dengan kekayan alam yang
luar biasa dan jumlah pulau dan keragaman
budaya membuat jamu menjadi memiliki
identitas lokal yang sangat beragam, ramuan
Jawa, Madura, ramuan Kalimantan,
Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara, Bali dan
Papua.
Masalah sosiologis yang sangat klasik
adalah lemahnya sistem pembiayaan dan
permodalan, kelembagaan penunjang
belum optimal seperti koperasi, lembaga
pembiayaan, konsultan dan standarisasi.dll.
Labilnya supply dan demand untuk
pengembangan jamu tradisi leluhur juga
menjadi bagian masalah sosiologis yang
sudah menahun.
Kajian praktis jamu telah terbukti secara
empiris, pada awal abad ke-19, di Semarang,
Surabaya, Yogyakarta dan Solo dan
sekitarnya, dimana jamu mulai diproduksi
pada skala rumah tangga untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat sekitar. Produsen
jamu rumah tangga tersebut yang saat ini
berkembang menjadi industri jamu nasional
yang cukup besar. Menurut data Riskesdas
2010 sebanyak 59,12% penduduk Indonesia
35SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
menggunakan jamu atau obat tradisional dalam
menjaga kesehatan dan mengatasi gangguan
kesehatan.
Hasil riset Tanaman Obat dan Jamu (RISTOJA)
2012-Kemenkes : dari 246 etnis (sekitar 20% dari
etnis yang ada di Indonesia) telah tercatat 24.927
jenis tanaman yang digunakan sebagai bahan
pengobatan.
Adapun strategi pengembangan harus
d i l a k u k a n d e n g a n l a n g k a h t e r p a d u ,
komprehensif, mulai dari hulu ke hiir dengan
melibatkan stakeholders (pemerintah, peneliti,
pelaku usaha, kalangan profesi dan masyarakat)
dengan tetap berlandaskan pada kewenangan
dan tugas, keahlian dan kemampuan masing
masing.
UU no 36 thn 2009 tentang kesehatan, pasal
48 bahwa “pelayanan kesehatan tradisional
merupakan bagian dari penyelenggaraan
k e s e h a t a n ” a r t i n y a , p e n g o b a t a n
tradisional(indigenous health system) diakui
sebagai bagian dari sistem pelayanan kesehatan
(health care).
Peringatan 6 tahun Jamu Brand Indonesia
adalah sebuah gerakan - diharapkan menjadi
momen kebangkitan kesadaran masyarakat
untuk mengkonsumsi jamu dan mendorong
berkembangnya industri jamu.
36 SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
INFOEBOLA RESPONSE ROADMAPSITUATION REPORT UPDATE
25 OCTOBER 2014
SUMMARY
1. COUNTRIES WITH WIDESPREAD AND
INTENSE TRANSMISSION
A total of 10 141 confirmed, probable,
and suspected cases of Ebola virus disease
(EVD) have been reported in six affected
countries (Guinea, Liberia, Mali, Sierra
Leone, Spain, and the United States of
America) and two previously affected
countries (Nigeria, Senegal) up to the end of
23 October. There have been 4922 reported
deaths.
Following the WHO Ebola Response 1Roadmap structure , country reports fall into
two categories: 1) those with widespread
and intense transmission (Guinea, Liberia,
and Sierra Leone); and 2) those with or that
have had an initial case or cases, or with
localized transmission (Mali, Nigeria,
Senegal, Spain, and the United States of
America). An overview of the situation in the
Democratic Republic of the Congo, where a
separate, unrelated outbreak of EVD is
occurring, is also provided (see Annex 1).
A total of 10 114 confirmed, probable,
and suspected cases of EVD and 4912 deaths
have been reported up to the end of 18
October 2014 by the Ministry of Health of
Liberia, 21 October by the Ministry of Health
of Guinea, and 22 October by the Ministry of
Health of Sierra Leone (table 1). All but one
district in Liberia and all districts in Sierra
Leone have now reported at least one case of
EVD since the start of the outbreak (figure 1).
Of the eight Guinean and Liberian districts
that share a border with C te d voire, only two
are yet to report a confirmed or probable
case of EVD.
A total of 450 health-care workers
(HCWs) are known to have been infected
with EVD up to the end of 23 October: 80 in
Guinea; 228 in Liberia; 11 in Nigeria; 127 in
Sierra Leone; one in Spain; and three in the
United States of America. A total of 244
HCWs have died.
WHO i s undertak ing extens ive
investigations to determine the cause of
infection in each case. Early indications are
that a substantial proportion of infections
occurred outside the context of Ebola
treatment and care. Infection prevention and
control quality assurance checks are now
underway at every Ebola treatment unit in
the three intense-transmission countries. At
the same time, exhaustive efforts are
ongoing to ensure an ample supply of
optimal personal protective equipment to all
Ebola treatment facilities, along with the
provision of training and relevant guidelines
to ensure that all HCWs are exposed to the
minimum possible level of risk.
2. COUNTRIES WITH AN INITIAL
CASE OR CASES, OR WITH
LOCALIZED TRANSMISSION
Five countries (Mali, Nigeria, Senegal,
Spain, and the United States of America)
have now reported a case or cases imported
37SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
Table 1: Confirmed, probable, and suspected cases in Guinea, Liberia, and Sierra Leone
Country
Case definition
Cumulative Cases
Deaths
Confirmed 1312 732
Guinea Probable 194 194
Suspected 47
0
All 1553 926
Confirmed 965 1241
Liberia*
Probable 2106
803
Suspected 1594 661
All 4665 2705
Confirmed 3389 1008
Sierra Leone** Probable 37 164
Suspected 470
109
All 3896 1281
Total 10 114 4912
*For Liberia, 276 more confirmed deaths have been reported than have confirmed cases. **For
Sierra Leone, 127 more probable deaths have been reported than have probable cases. Data
are based on official information reported by Ministries of Health. These numbers are subject to
change due to ongoing reclassification, retrospective investigation and availability of laboratory
results.
from a country with widespread and
intense transmission.
Nigeria, there were 20 cases and eight
deaths. n Senegal, there was one case and
no deaths. However, following a successful
response in both countries, the outbreaks
of EVD in Senegal and Nigeria were
declared over on 17 October and 19
October 2014, respectively.
On 23 October, Mali reported its first
confirmed case of EVD (table 2). The patient
was a 2-year old girl who travelled from the
Guinean district of Kissidougou with her
grandmother to the city of Kayes in western
Mali, which is approximately 600 km from
the Malian capital Bamako and lies close to
the border with Senegal. The patient was
symptomatic for much of the journey. On 22
October the patient was taken to Fousseyni
Daou hospital in Kayes, where she died on on
24 October. At present, 43 contacts, of whom
10 are HCWs, are being monitored; efforts to
trace further contacts are ongoing. A WHO
team was already in Mali to assess the country
s state of readiness for an initial case. A rapid-
response team will also arrive in the coming
days.
Spain, the single case tested negative for
EVD on 19 October. A second negative test
was obtained on 21 October. Spain will
therefore be declared free of EVD 42 days
after the date of the second negative test if no
new cases are reported. A total of 83 contacts
are being monitored.
38 SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
Figure 1: Geographical distribution of new cases and total cases in Guinea, Liberia,
and Sierra Leone
Data are based on official information reported by Ministries of Health. The boundaries
and names shown and the designations used on this map do not imply the expression
of any opinion whatsoever on the part of the World Health Organization concerning the
legal status of any country, territory, city or area or of its authorities, or concerning the
delimitation of its frontiers or boundaries. Dotted and dashed lines on maps represent
approximate border lines for which there may not yet be full agreement.
39SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
There have now been four cases and one death (table 2) in the United States of America.
The most recent case is a medical aid worker who volunteered in Guinea and returned to New
York City on 17 October. The patient was screened and was asymptomatic on arrival, but
reported a fever on 23 October, and tested positive for EVD. The patient is currently in isolation
at Bellevue Hospital in New York City, one of eight New York State hospitals that have been
designated to treat patients with EVD. Possible contacts are being identified and followed up.
Two HCWs who became infected after treating an EVD-positive patient at the Texas
Presbyterian Hospital of Dallas, Texas, have now tested negative for EVD. Of a total of 176
possible contacts linked with these cases, 109 are currently being monitored; 67 have
completed 21-day follow-up. n Ohio, 153 crew and passengers who shared a flight with one of
the infected HCWs (prior to the patient developing symptoms) are being followed-up, though
they are considered low-risk and are not considered to be contacts.
Table 2: Ebola virus disease cases and deaths in Mali, Spain, and the United States of America
Country
Case definition
Cases
Deaths
Confirmed 1 1
Mali Probable * *
Suspected *
*
All 1 1
Confirmed 1 0
Spain Probable * *
Suspected *
*
All 1 0
Confirmed 4 1
United States of America Probable * *
Suspected *
*
All 4 1
Total 6 2
*No available data. Data are based on official information reported by Ministries of Health. These
numbers are subject to change due to ongoing reclassification, retrospective investigation and
availability of laboratory results.
ANNEX 1: CATEGORIES USED TO CLASSIFY EBOLA CASES
Ebola cases are classified as suspected, probable, or confirmed depending on whether
they meet certain criteria (table 3).
40 SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
Table 3: Ebola case-classification criteria
Class ification
Criteria
Any person, alive or dead, who has (or had) sudden onset
of high fever and had contact with a suspected, probable
or confirmed Ebola case, or a dead or sick animal OR any
Suspected person with sudden onset of high fever and at least three
of the following symptoms: headache, vomiting, anorexia/
loss of appetite, diarrhoea, lethargy, stomach pain, aching
muscles or joints, difficulty swallowing, breathing
difficulties, or hiccup; or any person with unexplained
bleeding OR any sudden, unexplained death.
Any suspected case evaluated by a clinician OR any person
Probable who died from ‘suspected Ebola and had an
epidemiological link to a confirmed case but was not
tested and did not have laboratory confirmation of the
disease.
Confirmed A probable or suspected case is classified as confirmed
when a sample from that person tests positive for Ebola
virus in the laboratory.
ANNEX 2: EBOLA OUTBREAK IN
DEMOCRATIC REPUBLIC OF THE
CONGO
As at 21 October 2014 there have been
67 cases (38 confirmed, 28 probable, 1
suspected) of Ebola virus disease (EVD)
reported in the Democratic Republic of the
Congo, including eight among health-care
workers (HCWs). In total, 49 deaths have
been reported, including eight among HCWs.
Of 1121 total contacts, 1116 have now
completed 21-day follow-up. Of five contacts
currently being monitored, all were seen on
21 October, the last date for which data has
been reported. On 10 October, the last
reported case tested negative for the second
time and was discharged. The Democratic
Republic of the Congo will therefore be
declared free of EVD 42 days after the date of
the second negative test if no new cases are
reported. This outbreak is unrelated to the
outbreak that originated in West Africa.
ANNEX 3: RESPONSE MONITORING
LEGEND
This colorimetric scale is designed to
enable quantification of the level of
implementation of Ebola response in
affected countries, against recommended
priority actions and assessed needs. It is
based on the best information available
through secondary data review from open
sources and other reports. It does not report
on quality or adequacy of the actions taken.
41SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
The Ebola Response Roadmap is available at: http://www.who.int/csr/resources/publications/ebola/response-roadmap/en/
42 SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
INFOADA KEBUN OBAT KANKER
HINGGA OBAT KUATDI TAWANGMANGU
e b u n t a n a m a n o b a t d i
Tawangmangu, Solo yang dikelola Koleh Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Obat dan Obat
Tradisional (B2P2TOOT) Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes)
Kementerian Kesehatan (Kemenkes)
Republik Indonesia.
Siang itu urdara terasa sejuk di Desa
Tlogo Dl ingo, Tawangmangu, Solo.
Pepohonan dan tanaman sambang colok
bewarna merah keunguan berjajar
memanjang di sisi kiri dan kanan jalan yang
tak terlalu lebar.Tak jauh dari situ, kecubung gunung yang bunganya seperti terompet menggantung pun menarik perhatian. Ada pengunjung yang mendekati tanaman itu, ada pula yang berlalu dan melihat tanaman lain.
Saat itu, seorang pria bertopi dan mengenakan sepatu boot plastik, datang menghampiri. Teguh namanya. Teguh adalah penanggung jawab kebun yang dikelola oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) Badan Penel i t ian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia itu.Teguh kemudian mengantar rombongan para awak media bersama SOHO Global Health mengelilingi kebun seluas 13 hektar itu. Kawasan kebun tanaman obat ini dinamakan Reseach Station yang berada di ketinggian mencapai 1700 meter di atas permukaan laut (mdpl).
“Tanaman tidak di semua tempat mau
hidup. Jadi harus di daerah tinggi,” kata
Teguh saat ditemui Senin (8/12/2014).
Sejumlah tanaman di kebun ini tak hanya
43SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
indah dipandang, tapi juga bermanfaat bagi
kesehatan. Sambang colok tadi misalnya.
Tanaman itu dapat menjadi peluruh air seni.
Sementara itu, kecubung gunung dipercaya
dapat menjadi obat anti asthma.
Dian Maharani Silibium, tanaman obat
berbunga cantik ini berkhasiat sebagai
pelindung hati. Tanaman obat ini berada di
kebun yang dikelola oleh Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT)
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan (Litbangkes) Kementerian
Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia,
Tawangmangu, Solo.
Teguh membawa rombongan melewati
jalur khusus untuk berjalan kaki
mengelilingi kebun. Dari kebun ini pun
diketahui bahwa tanaman obat di Indonesia
tak hanya kunyit, temulawak, maupun jahe.
Ada tanaman lainnya seperti rusmarin
sebagai obat batuk, silibium untuk pelindung
hati, parijoto untuk sariawan, cemara kipas
sebagai penurun demam, pohon minyak
kayu putih untuk penghangat badan, hingga
piretrum yang buahnya digunakan sebagai
obat nyamuk bakar.
Salah satu tanaman obat yang sudah dikenal
dan ada di kebun ini adalah purwaceng.
Purwaceng dipercaya dapat meningkatkan
h o r m o n t e s t o s t e r o n p a d a p r i a ,
meningkatkan libido, dan meningkatkan
stamina sehingga dikenal sebagai obat kuat
tradisional.
Koleksi tanaman obat di sini mayoritas
merupakan tanaman asli Indonesia. Berbagai
macam tanaman obat juga berkhasiat untuk
mencegah hingga mengobati penyakit kronik
seperti kanker dan jantung. Di antaranya,
ashitaba yang dipercaya ampuh mencegah
pertumbuhan sel kanker. Daun tanaman asal
Jepang ini mirip dengan seledri. Kemudian,
daun digitalis purpurea yang berkhasiat
sebagai obat lemah jantung.
Cukup mudah mengenal sejumlah tanaman
ini karena dilengkapi dengan papan nama
44 SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
t a n a m a n d a n k h a s i a t n y a . Te g u h
mengatakan, semua tanaman obat di kebun
ini pun tanpa campur tangan bahan kimia.
SAINTIFIKASI JAMU
Kebun ini menjadi salah satu lokasi
penelitian para dokter yang mengikuti
pendidikan dan pelatihan untuk saintifikasi
jamu. Sejumlah tanaman di sini juga
diproduksi dan dijadikan jamu atau obat
tradisional.“Setelah pasca panen, kebutuhan dokter (akan jamu) berapa nanti kita cukupi,” kata Teguh.
Jamu tersebut bisa diberikan pada sejumlah
warga yang berobat ke Klinik Saintifikasi
Jamu Hortus Medicus B2P2TOOT Kemenkes
RI. Adapun resep jamu akan diberikan oleh
para dokter yang pernah menjalani
pendidikan dan pelatihan di B2P2TOOT
Kemenkes RI.
Mulai dari penanaman tanaman obat,
panen, pengumpulan bahan jamu, proses
racikan, hingga pemanfaatan jamu memang
dilakukan di B2P2TOOT Kemenkes RI yang
berada di kawasan Tawangmangu.
Kawasan ini pun menjadi area untuk
Sumber: www.kompas.com
masyarakat lebih mengenal tanaman obat.
Tak jauh dari Gedung B2P2TOOT, terdapat
etalase tanaman obat. Etalase in i
menampilkan tanaman obat dalam jumlah
sedikit yang berasal dari Sabang sampai
Merauke dan beberapa tanaman dari luar
negeri. Penataan taman pun cukup apik dan
memudahkan pengunjung mengenali
tanaman obat. “Sejumlah tanaman obat kita
koleksikan di sini. Etalase ini menggabungkan
aspek estetika, edukasi dan rekreasi,” kata
Yuli Widyastuti, peneliti B2P2TOOT.
Beberapa tanaman yang dapat dilihat di
etalase ini yaitu ekinase. Ekinase yang
berbunga cantik berwarna merah muda itu
berkhasiat untuk meningkatkan daya tahan
tubuh. Sejumlah tanaman yang diciptakan
Tuhan ini ternyata menyimpan banyak
manfaat bagi kesehatan.
45SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
ETIKAKOLEGIAL
SIAPA YANG MENENTUKANKEMATIAN SAYA
Oleh: dr. Fushen, M.H., M.M.
ada bulan Juli 2014, jauh dari bayang-
bayang pesta demokrasi di Indonesia Ptelah lahir sebuah peraturan
perundangan yang mengatur tentang
penentuan kematian dan donor organ, yaitu
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 37
Tahun 2014 (selanjutnya akan disingkat
PMK37). Kelahirannya tidak banyak
mendapatkan sorotan, mungkin, tenggelam
karena kemeriahan pesta demokrasi yang
melanda Indonesia. Tetapi bila dicermati
peraturan ini sarat dengan dilema etika.
Dalam tulisan ini, saya akan mengulas secara
umum hanya mengenai penentuan
kematian, sedangkan ulasan mengenai
donor organ akan dibahas pada kesempatan
yang lain.
PMK37 merupakan amanat Pasal 123 (3)
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan. Tujuan PMK37 seperti
t e r c a n t u m d a l a m P a s a l 2 u n t u k
m e m b e r i ka n ke p a st i a n h u ku m d a n
memberikan perlindungan terhadap pasien
dan keluarga pasien, tenaga kesehatan serta
fasilitas pelayanan kesehatan. Benarkah
tujuan tersebut dapat dicapai dengan
adanya PMK37?
Pada bagian umum dalam PMK37
menekankan bahwa penentuan kematian
menjunjung tinggi nilai dan norma agama,
moral, etika, dan hukum (Pasal 4 angka 2).
Pada bagian ini juga diatur pihak yang
berwenang melakukan penentuan kematian.
Peraturan ini mencantumkan dua jenis
penentuan kematian seseorang yaitu dengan
menggunakan kriteria diagnosis kematian
klinis/konvensional atau kriteria diagnosis
kematian mati batang otak.
K r i t e r i a d i a g n o s a k e m a t i a n
klinis/konvensional sebagaimana dimaksud
dalam didasarkan pada telah berhentinya
fungsi sistem jantung sirkulasi dan sistem
pernafasan terbukti secara permanen.
Penentuan Mati Batang Otak (MBO)
dideskripsikan dengan lebih detail dalam
PMK37, tetapi secara umum penentuan
MBO harus didahului dengan kondisi koma
dan apnea yang disebabkan oleh kerusakan
otak struktural ireversibel akibat gangguan
yang berpotensi menyebabkan mati batang
46 SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
otak, tanpa penyebab reversibel. Kedua jenis
penentuan kematian tersebut secara teknis
tidak terlalu banyak diperdebatkan.
Bagian yang sensitif dan kerapkali
menjadi perdebatan adalah penghentian
(with-drawing) atau penundaan (with-
holding) terapi bantuan hidup (life supports).
Salah satu kondisi yang mendorong
munculnya bagian ini adalah pasien yang
berada dalam keadaan yang tidak dapat
disembuhkan akibat penyakit yang
dideritanya (terminal state) dan tindakan
kedokteran dianggap sudah sia-sia
(futile).Penentuan kriteria kondisi tersebut
ditetapkan oleh Direktur atau Kepala Rumah
Sakit (Pasal 14 angka 2). Pada bagian ini tentu
kita menyadari bahwa ada potensi bahwa
seseorang dengan kondisi yang sama dapat
memperoleh perlakuan yang berbeda terkait
terapi bantuan hidup di RS yang berbeda
(bahkan bila pasien tersebut diasumsikan
berada pada RS dengan kelas yang sama dan
fasilitas yang sama). Artinya pasien mungkin
tidak harus mati bila mendapatkan terapi
bantuan hidup jika ia memilih RS tertentu.
PMK37 cukup baik dengan mengatur
bahwa penghentian atau penundaan terapi
bantuan hidup harus melalui mekanisme
konsultasi dengan tim khusus yang dibentuk
oleh RS dan pemberian informasi kepada
keluarga serta syarat persetujuan dari
keluarga. Pada pasal 14 (6) juga jelas diatur
bahwa oksigen, nutrisi enteral, dan cairan
kristaloid tidak dapat dihentikan atau
ditunda pemberiannya.
Menurut saya Pasal 15 merupakan
bagian yang berpotensi menimbulkan
kerancuan pelaksanaan penghentian atau
penundaan terapi bantuan hidup. Secara
sederhana keputusan untuk hal tersebut
melibatkan pasien, tim dokter, dan keluarga
pasien. PMK37 memberikan otoritas mutlak
pada pasien untuk menentukan terapi
bantuan hidup apabila pasien dalam kondisi
kompeten. Otoritas ini menjadi sedikit rancu
ketika pasien berada dalam kondisi tidak
kompeten. Otoritas pasien yang tidak
kompeten dapat dialihkan dalam bentuk
wasiat pesannya tentang hal ini (advanced
directive) baik dalam hal pesan spesifik
maupun pendelegasian pembuat keputusan
(surrogate decision maker).
Wasiat yang spesifik terhadap keadaan
futile seringkali menjadi dilema etika karena
asumsi bahwa pesan tersebut dapat dibuat
pada waktu yang jauh berbeda dengan
kondisi saat pasien mulai tidak kompeten.
Misalnya wasiat dibuat saat pasien masuk RS
dalam kondisi sadar, sakit ringan, dan belum
memikirkan tentang kemungkinan terburuk
yang dapat terjadi dengan dirinya. Atau
kondisi yang berbeda misalnya ketika
membuat wasiat pasien sedang memiliki
masalah keluarga dan/atau ekonomi,
sedangkan saat pasien tidak kompeten
ternyata masalah keluarga dan/atau
ekonomi telah terselesaikan. Pada kondisi
seperti ini, benarkah hidup pasien
terlindungi oleh PMK37?
Pada bag ian in i juga terdapat
pernyataan keluarga pasien dapat meminta
dokter untuk melakukan penghentian atau
penundaan terapi bantuan hidup atau
meminta menilai keadaan pasien untuk
penghentian atau penundaan terapi bantuan
hidup. Kondisi tersebut dapat dilakukan
INFO
47SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
dengan syarat pasien tidak kompeten dan
belum berwasiat, namun keluarga pasien
yakin bahwa seandainya pasien kompeten
akan memutuskan seperti itu, berdasarkan
kepercayaannya dan nilai-nilai yang
dianutnya. Hal ini juga sering menjadi
kontroversi ketika pasien tidak memiliki
hubungan yang baik dengan keluarganya.
Apakah kondisi ini menunjukkan bahwa
pasien terlindungi oleh PMK37?
Pertentangan pada bagian ini juga
ditunjukkan dengan hak keluarga pasien
untuk meminta penghent ian atau
penundaan terapi bantuan hidup (1), tetapi
keputusan ada di tangan tim dokter (2).
Bagaimana bila keluarga pasien meminta hal
tersebut, tetapi tim dokter memberikan
pendapat yang berbeda? PMK37 berusaha
memberikan solusi pada bagian (6), yaitu
dalam hal terjadi ketidaksesuaian antara
permintaan keluarga dan rekomendasi tim
yang ditunjuk oleh komite medik atau komite
etik, dimana keluarga tetap meminta
penghentian atau penundaan terapi bantuan
hidup, tanggung jawab hukum ada di pihak
keluarga.
Pasal 15 (6) yang seharusnya merupakan
solusi dari potensi konflik menurut saya
menimbulkan ketidakjelasan dalam
p e l a ks a n a a n nya . B a g i a n i n i t i d a k
menjelaskan secara eksplisit siapa yang
menjadi pengambil keputusan terakhir,
tetapi menunjukkan proses pengalihan
tanggung jawab hukum kepada pihak
keluarga pasien apabila terjadi perbedaan
pendapat. Dalam bidang hukum terdapat
pr ins ip bahwa set iap orang harus
bertanggungjawab terhadap perbuatan yang
dilakukannya sehingga proses pengalihan
tanggung jawab hukum antar individu yang
kompeten sebenarnya tidak akan pernah
terjadi.
Secara global PMK37 berusaha
memberikan kepast ian hukum dan
perlindungan terhadap pasien, keluarga
pasien, tenaga kesehatan, dan fasilitas
layanan kesehatan. Namun, dalam peraturan
ini masih ditemukan potensi konflik pada
pelaksanaannya. Salah satu hal yang perlu
mendapatkan kr i t ik ada lah be lum
tercapainya perlindungan yang layak bagi
pasien. Selain itu, pemerintah juga belum
memberikan kebijakan yang menjadi solusi
untuk pembiayaan kesehatan pada pasien
yang membutuhkan terapi bantuan hidup.
Dari peraturan ini banyak hal yang dapat
kita pelajari sebagai orang kristen. Dilema
etika yang muncul menuntut kita untuk
memiliki pengetahuan yang cukup di bidang
etika, mendorong kita untuk memiliki
keterampilan medis dan sosial yang baik,
serta mengingatkan kita untuk tetap setia
dalam iman kita. Hal apa yang dapat kita
kerjakan untuk mewujudkan kesehatan yang
adil?
48 SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
DARISUKU KE SUKU
SUKU LAUJESUKU YANG SAMAR-SAMAR
Suku Lauje, adalah suatu komunitas suku
yang berada di kecamatan Tinombo dan
teluk Tomini kabupaten Parigi Moutong
provinsi Sulawesi Tengah Indonesia.
Samar-samar
Suku Lauje ini bermukim mulai
kecamatan palasa sampai kecamatan
Tinombo. Suku Lauje dipimpin oleh Olongian
(kepala suku). Suku ini mengadakan upacara
adat kesyukuran yang d i ist i lahkan
Momasoro setiap tahun sekali. Upacara adat
Momasoro dilaksanakan selama 7 hari,
selama kegiatan upacara, setiap malam
diadakan diskusi dengan para Sando atau
anggota suku yang tubuhnya dimasuki roh
halus. Upacara adat ini diakhiri dengan
pelepasan perahu di muara sungai Tinombo.
Suku Lauje Siavu yang berdiam di
pegunungan di sepanjang Teluk Tomini
provinsi Sulawesi Tengah. Suku Lauje Siavu,
suku Lauje Tinombo
terdiri dari 3 klan, dan terdiri dari 44
keluarga, dengan populasi 206 orang. Suku
Lauje Siavu masih mempertahankan tata
cara hidup sederhana, terpencil dan
mempertahankan cara-cara kuno, seperti
yang dilakukan oleh nenek moyang mereka.
Suku Lauje dengan embel-embel "siavu",
istilah siavu berarti "samar-samar". Ini
karena puncak pegunungan ini selalu diliputi
kabut tebal, sulit terlihat. Istilah siavu identik
dengan masyarakat yang tetap bertahan di
dataran tinggi, tak terlihat dan terasing.
Masyarakat suku Lauje di Parigi Moutong
kecamatan Tinombo, mempunyai tradisi unik
dalam menerima tamu atau pembesar yang
baru berkunjung ke daerahnya. Mereka akan
menyambutnya dengan Tari Perang yang
d i m a i n k a n o l e h 4 l a k i - l a k i y a n g
menggunakan guma (parang panjang), serta
dua orang yang memegang tombak. Tarian
ini juga diiringi musik yang terdiri dari
susulan balok kayu, gendang dan gong besar.
Tari Perang ini disebut juga sebagai Meaju.
Biasanya dilaksanakan saat menerima tamu.
Saat tari berlangsung dan tamu diarak, 3
orang anggota komunitas suku Lauje
memainkan alat musik yang terdiri dari
Tadako, Kulintang, Gimbale (gendang) dan
49SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
suku Lauje Siavu
Gong besar.
Suku Lauje dalam bertahan hidup, masih
menjalankan cara-cara lama, seperti berburu
binatang liar di hutan, atau memanfaatkan
hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan
hidup mereka. Beberapa dari mereka telah
mencoba teknik bercocok tanam, walau
masih sangat sederhana, tetapi hal ini sudah
membuat suku Lauje selangkah lebih maju
dari sebelumnya.
Sanitasi yang kurang baik
Di tahun 2010, ada 18 orang warga suku
Lauje (masyarakat asli) di Kecamatan
Tinombo, Kabupaten Parigi Moutong,
Sulawesi Tengah, meninggal dunia akibat
diare. Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten
Parigi Moutong, data tersebut merupakan
total korban yang meninggal dunia sejak
bulan Oktober-November.
Waktu itu, warga yang meninggal adalah
warga Dusun Patingke. Kemudian warga dari
Dusun Nanaan masing-masing Minyatia,
Irma, Ali, Adan, Leti, Udo dan Jeme dan dari
dusun Bobontolan tercatat dua orang
korban, yaitu Irawati dan Anita, serta dari
Dusun Gondolan dan dusun Tompeng
masing-masing satu orang korbam.
Salah satu penyebab wabah itu adalah,
sanitasi yang kurang baik dari masyarakat.
Mereka memiliki kebiasaan hidup yang
kurang baik dari sisi kebersihan lingkungan,
utamanya sanitasi sekitar rumah tempat
tinggal. Mereka adalah warga asli yang
memilih bertempat tinggal di kawasan
pegunungan.
Wilayah yang terserang wabah diare
merupakan kawasan Komunitas Adat
Terpencil (KAT). Akses jalan menuju lokasi
sangat sulit. karena letak topografinya yang
berada di atas pegunungan dan berjurang.
*/tnp, dari beberapa sumber.
50 SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
SANA-SINI
51SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
Sumber: www.ripley’s.com
52 SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
SALAMMARIA MEMILIHUNTUK TAAT
etika seluruh tulisan dalam majalah
Samaritan tahun ini mengacu kepada Ktopik “Totalitas dan Terbaik dalam
Pa n g g i l a n ”, m a ka p e r i s t i wa n ata l
sesungguhnya memperkenalkan kita kepada
sosok Maria, yang dari awal hingga akhir
perjalanan hidupnya merefleksikan sebuah
kehidupan yang habis terpakai untuk
menghidupi panggilannya sebagai ibu dari
Yesus, Sang Juru Selamat umat manusia.
Kita mulai berkenalan dengan tokoh
Maria ketika Kitab Injil memberitakan
tentang kelahiran Yesus. Maria tiba-tiba saja
hadir sebagai seorang perawan yang disapa
malaikat Gabriel sebagai wanita yang
mendapat kasih karunia di hadapan Allah
dan diberikan tugas untuk mengandung dan
melahirkan Yesus, Anak Allah Yang
Mahatinggi. Dalam keterkejutan yang luar
biasa Maria memutuskan untuk berkata,”
Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan;
jadilah padaku menurut perkataanmu itu.”
(Lukas 1:26-38)
Saya tidak bisa membayangkan gejolak
perasaan dan bingungnya seorang gadis
sebelia Maria menerima mandat yang begitu
berat, apalagi mengingat dia sudah
bertunangan dengan Yusuf pada saat itu dan
membayangkan stigma sosial yang akan
diterimanya dari masyarakat sebagai wanita
yang hamil sebelum menikah. Namun
menarik, memperhatikan bagaimana Maria
memprioritaskan panggilan Tuhan atas
hidupnya lebih dari semua rencana yang
telah dirancangnya bersama Yusuf dan lebih
dari semua kekuatiran akan akibat yang akan
ditanggungnya dan alasannya sangat jelas
seperti ayat alkitab yang dikutip di atas, yaitu,
Maria memilih untuk taat karena menyadari
posisinya sebagai hamba Tuhan.
Beratnya perjalanan kembali ke
kampung halamannya dalam kondisi hamil
tua dan tidak menemukan tempat bersalin
ya n g l aya k t i d a k l a h m e m b u a t nya
mempertanyakan pimpinan Tuhan. (Luk. 2:1-
7). Demikian juga ketika harus menyingkir ke
Mesir untuk menghindari kejaran Raja
Herodes yang ingin membunuh bayinya,
Maria menjalaninya dengan taat. (Mat. 3:13-
15) Ketika harus membesarkan anak yang
sesungguhnya dari benih Ilahi dan pernah
ditegaskan Yesus ketika Dia 'terhilang' dari
rombongan dalam perjalanan kembali dari
perayaan di Yerusalem,”Mengapa kamu
mencari Aku? Tidakkah kamu tahu bahwa
Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?”
(Luk. 2:49), Maria hanya menyimpan semua
perkara itu di dalam hatinya. Dia hanya
meneruskan tugasnya sebagai ibu dengan
bertanggung jawab seperti yang dicatat
dalam Lukas 2:52: “Dan Yesus makin
bertambah besar dan bertambah hikmat-
Nya dan besar-Nya dan makin dikasihi oleh
Allah dan manusia”.
Lalu, saat perkawinan di Kana, saat
Yesus memulai pelayanan dan mengadakan
mujizat pertama kali (Yoh. 2:1-11), sampai
dengan menyaksikan dari dekat drama
53SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
penyiksaan dan penyaliban Yesus (Yoh.19:
25), Anak Allah yang pernah menghuni
rahimnya selama 9 bulan dan dilahirkannya
dengan penuh perjuangan, sungguhlah jauh
dari kemampuan kita sebagai manusia
normal untuk menerimanya. Saya salut
dengan cara sutradara Mel Gibson
memvisualisasikan kepedihan seorang Maria
ketika Yesus meregang nyawa dalam film The
Passion of Christ, namun saya yakin itu masih
jauh dari yang sesungguhnya harus
ditanggung oleh seorang Maria.
Saya juga tidak bisa membayangkan
perasaan Maria saat menjadi saksi dari
kebangkitan (Mar. 16:1-8) dan kenaikan
Yesus ke surga (Kis. 1:1-14). Saya
membayangkan, mungkin Maria dalam
keharuan dan ketakjuban akan bernafas lega
dan berucap “Terima kasih Tuhan, walau
awalnya saya tidak pernah berfikir semua
akan berakhir seperti ini, aku telah
menjalankan panggilanku dengan setia, saya
telah mendampinginya sampai akhir”.
Saya ingin menutup renungan ini dengan
mengutip syair lagu: “Christmas isn't
Christmas, 'till it happens in your heart.
Somewhere deep inside you is where
Christmas really starts. So give your heart to
Jesus, you'll discover when you do that's
Christmas really Christmas for you…”
Lagu ini mengalun merdu ketika semua
hadirin mengambil saat teduh dalam Ibadah
Natal Perkantas, awal Desember lalu. Lagu
ini kembali mengingatkan saya tentang
pentingnya mengalami kehadiran Yesus
dalam hati saya secara pribadi untuk
m e m a h a m i m a k n a N a t a l y a n g
sesungguhnya. Saya membayangkan kalau
Maria hadir dalam ibadah natal tersebut
maka dia akan mengangguk-anggukkan
kepalanya sebagai tanda setuju terhadap apa
yang dikatakan dalam lagu tersebut, seraya
bersaksi bahwa dalam seluruh kehidupannya
sebagai ibu dari Yesus, dia telah mengalami
banyak pergumulan dan memiliki banyak
pertanyaan, namun keputusannya untuk
taat sebagai hamba Allah dan menyambut
Yesus dalam kehidupannya serta totalitasnya
dalam menjalani panggilannya, telah
menjadikannya wanita yang pal ing
berbahagia di muka bumi.
Akhirnya, para sahabat PMdN yang saya
kasihi, kiranya Natal tahun ini menjadi
momen yang spesial buat para sahabat dan
keluarga, karena kita menyambut-Nya
sebagai Juru Selamat dan Tuhan atas hidup
kita. Marilah kita masuki tahun 2015 dengan
penuh suka cita dan bersemangat, bahkan
ketika pergumulan untuk sebuah totalitas
dan terbaik dalam panggilan, tidaklah
pernah menjanjikan jalan yang mudah. Saya
berdoa kiranya '… Christmas really Christmas
for you…”. Tuhan Yesus memberkati kita
semua.
dr. Lineus Hewis, Sp.A
(Ketua PMdN/ CMDFI)
54 SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
Segenap Redaksi Majalah Samaritan, Pengurus dan StafPelayanan Medis Nasional (PMdN) Perkantas
Mengucapkan:
ANTAR KITA
Selamat Ulang Tahundr. Magdalena Tobing 01 Nopember
dr. Alexander M.J. Saudale,SpPD 02 Desember
dr. Ida Bernida Sp. P 02 Nopember dr. Imelda Sastradibrata 03 Nopember
dr. Jefferson Nelson Munthe, SpOG 05 Nopember
dr. Mercy Monica Pasaribu 06 Nopember
dr. Andreas Infianto, MM 07 Nopember dr. Partogi Tua S 07 November
dr. Rita Astriani Noviati 08 Nopember
dr. Handy Intan, SpOG 08 Nopember
dr. Delia Marpaung 08 Nopember
dr. Novika Pristiwati 09 November dr. Ruth Minar N.Sitorus 10 Nopember
dr. Cahyo Novianto,MSiMed, SpB 10 Nopember dr. Ronald Efraim Pakasi 11 Desember
drg. Hilda Suherman 11 Nopember
drg. Alfrida Marsinta P 14 Nopember
drg. Hanny Christina W. 15 Nopember dr. Renata Marpaung 15 Nopember
dr. Shinta B. 15 Nopember
dr. Herlina Eka Shinta 15 Nopember
dr. Susi Hartati Novintry Sitorus 15 November dr. Erlyn Limoa ,SpKJ 17 Nopember
dr. Karlince Sitanggang 18 November
dr. Edi Kristanto 18 Nopember dr. Yusak Siahaan 20 November
dr. Zwingly Porajow 20 Nopember
dr. Nova Juliana Sagala 21 Nopember
dr. Levina S. Pakasi 21 Nopember drg. Daisy Novira, MARS 22 Nopember
55SAMARITAN Edisi 3 Tahun 2014
ANTAR KITA
dr. Donna Pandiangan 25 Nopember
dr. Benny T.M. Togatorop 24 Nopember
dr. Lucy Nofrida Siburian 29 November
dr. Lucy Nofrida Siburian 29 November drg. Lince Devitrianto 01 Desember
drg. Destrin 01 Desember
dr. Sugianto 02 Desember dr. Naomi Felisia Tika 02 Desember
dr. Yonathan Kristiono Gunadi 05 Desember
dr. Sinthania karunia M T 07 Desember
dr. Desta Ardini 08 Desember dr. Arida S.D. Sumbayak 09 Desember
dr. Dodi Hendradi, SpOG 09 Desember
dr. Daniel Budiutomo 12 Desember dr. Sisca N. Siagian 15 Desember
dr. Timotius Dian P,Sp.A, Sp.KJ, MHA 15 Desember
dr. Anne Maria Sihotang 16 Desember
drg. Marice Herlina 17 Desember drg. Eveline M.Liman, SpKG 17 Desember
dr. Lukas Daniel Leatemia 17 Desember
drg. Setiawan Kusuma 19 Desember dr. Purnama Nugraha 20 Desember
dr. Dessy Setiawati 20 Desember
dr. Purnama Nugraha 20 Desember
dr. Budiani Christina N.M 22-Desember dr. Hannah Kiati Damar,SpKK 22 Desember
dr. Merry Anne Natalina S 23 Desember
dr. Natalina Soesilawati, SpA 24 Desember
dr. Indah Puspajaya 26 Desember dr. Herfina Yohanna Nababan 27 Desember
[COVER BELAKANG]