Upload
a-farid-wajdy
View
67
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
1
Pa
nta
t M
og
ok
Blo
k 1
4
La
po
ra
n T
uto
ria
l S
ke
na
rio
4
Tutor : dr. Ahmad Taufik
Fakultas Kedokteran
Universitas Mataram
2009
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
2
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
3
KELOMPOK 2
TUTORIAL SKENARIO 4
“ Pantat Mogok”
Tutor : dr. Ahmad Taufik
Ketua : FARIED WAJDY
Sekretaris : BAIQ FARIANI ZUHRA
Scibber : BAIQ RANUM KARINA FARDANI
Anggota :
DENUNA ENJANA
DYAH MAYANG RAMADHANI
EKA ARTHA MULIADI
HASANIAH
IDA MADE HRISIKESA W. J. G.
ICA JUSTITIA
IWAN HARDIYANTA
M. RACHMAT SULTHONY
YUNILA WIDYA SAPUTRI
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
4
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
hidayahNyalah kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial ini sebagai suatu laporan atas hasil diskusi
kami yang berkaitan dengan kegiatan tutorial pada Blok XIV semester 5 ini.
Skenario 4 , di sini kami membahas masalah yang berkaitan dengan sistem digestif. Dengan
gejala yang dialami pasien pada skenario kami melakukan pendekatan diagnosis sehingga menemukan
kelainan, membahas bagaimana kelainan tersebut muncul sehingga menimbulkan gejala dan
mengarahkannya kepada suatu diagnosa untuk kemudian prinsip tatalaksana bagi kelainan tersebut.
Kami mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat banyak kekurangan dalam menggali semua
aspek yang menyangkut segala hal yang berhubungan dengan skenario pertama serta Learning Objective
yang kami cari. Karena keterbatasan kami sebagai manusia. Tetapi, kami berharap laporan ini dapat
memberi pengetahuan serta manfaat kapada para pembaca.
Mataram, 9 November 2009
Kelompok 4
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
5
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................................................... ii
Daftar Isi.............................................................................................................................................. iii
Skenario 4 “Pantat Mogok” ................................................................................................................ iv
Mapping Concept................................................................................................................................ v
Learning Objective.............................................................................................................................. vi
Pembahasan:
Penjelasan Gejala Skenario & Pendekatan Diagnosis.......................................................................... 1
Konstipasi............................................................................................................................................ 8
Divertikulitis........................................................................................................................................ 13
Volvulus.............................................................................................................................................. 19
Neoplasma Jinak.................................................................................................................................. 23
Neoplasma Ganas............................................................................................................................. 24
Hernia .............................................................................................................................................. 31
Irritable Bowel Syndrom (IBS))........................................................................................................... 32
Hirschsprung`S Disease ................................................................................................................. 37
Laparotomy....................................................................................................................................... 41
Gambaran Radiologi........................................................................................................................ 42
Kesimpulan......................................................................................................... ............................... 48
Daftar Pustaka .................................................................................................... .............................. 49
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
6
SKENARIO 4
“ Pantat Mogok “
Seorang pasien laki-laki, 45 tahun datang ke RSU Provinsi NTB dengan
mengerang kesakitan, gelisah dan kelihatan pucat. Sakit dirasakan pada semua
bagian perutnya. Pasien mengaku mual, sudah tidak bisa BAB sejak 7 hari dan
sejak 3 hari ini tidak bisa kentut. Pada pemeriksaan didapatkan tekanan
darahnya 120/80 mmHg, nadi 118 kali/menit dan frekwensi nafasnya 24
kali/menit, suhu 37,5 C. Ditemukan juga nyeri tekan pada perut kiri bawah
tanpa defans muscullar dan bising usus meningkat (metalic sound). Setelah
melakukan pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi, dokter memutuskan untuk
melakukan Laparotomy.
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
7
MAPPING CONCEPT
Mual, tidak bisa BAB dan
Kentut, kesakitan, pucat,
gelisah
Konstipasi
Assessment
- anamnesis
- pemeriksaan fisik
- penunjang
Diagnosis Obstruksi Laparotomy
- Metallic sound
- Nyeri tekan pada perut
kiri bawah tanpa defans
muscular
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
8
LEARNING OBJECTIVE
A. Differential diagnosis
a. Neoplasma
b. Divertikular
c. Inflamasi
d. Striktur
e. Paralysis
f. hipomotilitas
B. Laparotomy (Indikasi dan penjelasannya)
C. Kenapa bisa terjadi metallic sound
D. Penjelasan nyeri tekan tanpa defans muscular
E. Obat-obatan yang dapat memberatkan dan memperingan konstipasi
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
9
A. Penjelasan dan Keterkaitan Gejala di Skenario
v Penjelasan Gejala
Gelisah dan Kelihatan Pucat
Pasien merasa gelisah disebabkan karena tidak kuat menahan rasa sakitnya. Pasien merasa sakit di semua
bagian perutnya. Selain itu, pasien mengaku sering merasa mual. Rasa mual ini mungkin menyebabkan
makanan yang ia makan menjadi ingin dimuntahkan. Kondisi ini kemungkinan mengakibatkan nafsu makan
pasien menjadi menurun sehingga pasien terlihat tampak pucat.
Mual
Mual merupakan gejala awal dari muntah dan merupakan pengenalan secara sadar terhadap eksitasi bawah
sadar pada daerah medulla yang secara erat berhubungan dengan atau merupakan bagian dari pusat muntah.
Adanya penyumbatan total menyebabkan penimbunan gas dan cairan di bagian proksimal dan menyebabkan
dilatasi usus,yang pada awalnya akan menimbulkan kontraksi yang terasa nyeri setiap beberapa menit. Jika
terutama usus halus bagian proksimal yang terkena,dilatasi lebih lanjut akan menghambat aliran darah sehingga
menyebabkan muntah.
Nyeri tekan pada perut kiri bawah tanpa defans muscular
Nyeri setempat disertai nyeri tekan dan defans muscular di tempat nyeri banyak penyebabnya, tergantung letak
nyeri.Letak kanan atas mungkin disebabkan oleh perforasi tukak peptic duodenum, abses hati, atau kolesistitis
akut. Letak kiri mengarah pada kelainan limfa, seperti rupture, infark jantung, atau pankreatitis akut. Letak di
kanan bawah mengarahkan perhatian pada appendsitis dan kelainan diagnosis bandingnya, sedangkan pada
letak di kiri bawah harus dipikirkan kemungkinan adneksitis (PID) atau divertikulitis (terutama pada orang
dewasa dan usia lanjut). Defans muscular adalah kejang otot yang ditimbulkan karena rasa nyeri pada
peritonitis diffusa yang karena rangsangan palpasi bertambah sehingga secara refleks terjadi kejang otot.
Akan tetapi, pada pasien ini didapatkan rasa nyeri pada perut kiri bawah tanpa disertai defans muscular. Nyeri
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
10
bersifat kolik disertai muntah dan distensi yang makin besar, tetapi tanpa defans muscular yang jelas mungkin
disebabkan oleh obstruksi usus halus.
Bising usus meningkat dan metallic sound
Bising usus atau peristaltic usus merupakan pergerakan usus. Normalnya frekuensi bising usus 5-35x/menit.
Lebih dari 35x dikatakan bising usus meningkat. Pada obstruksi usus, terjadi pengumpulan isi lumen usus yang
berupa gas dan cairan pada bagian proximal tempat penyumbatan, yang menyebabkan pelebaran dinding usus
(distensi). Sumbatan usus dan distensi usus menyebabkan rangsangan terjadinya hipersekresi kelenjar
pencernaan. Dengan demikian akumulasi cairan dan gas makin bertambah yang menyebabkan distensi usus
tidak hanya pada tempat sumbatan tetapi juga dapat mengenai seluruh panjang usus sebelah proximal
sumbatan. Sumbatan ini menyebabkan gerakan usus yang meningkat (hiperperistaltik) sebagai usaha alamiah.
Bising usus yang kasar dan meninggi disebut borgorygmi atau metallic sound (seperti suara lentingan logam,
biasanya pada obstruksi total).
Tidak bisa kentut
Kentut atau flatus adalah pengeluaran udara atau gas melalui anus.Gas atau udara tersebut merupakan hasil
kerja bakteri dalam kolon. Bakteri kolon membentuk bermacam-macam gas,khususnya CO2, H2,dan metan.
Jumlah gas yang masuk atau dibentuk pada usus besar setiap hari rata-rata 7-10 liter,sedangkan jumlah rata-
rata yang dikeluarkan biasanya hanya sekitar 0,6 liter. Sisanya diabsorbsi melalui mukosa usus. Pada kasus
ini,pasien tidak bisa flatus mungkin disebabkan karena kontipasi yang dialaminya. Kesulitan defekasi karena
feses yang terlalu keras menyebabkan penimbunan gas pada bagian proksimal usus sehingga udara tidak dapat
dikeluarkan melalui anus.
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
11
v Pendekatan Diagnosis
Anamnesis
Beberapa pertanyaan yang perlu ditanyakan pada pasien adalah:
1. Seperti apa normalnya kebiasaan BAB pasien?
Normalnya BAB adalah 3 x sehari atau 3 x seminggu.
2. Apakah ada obat-obatan yang sedang dikonsumsi oleh pasien?
Konstipasi bisa juga disebabkan akibat efek samping obat-obat tertentu, termasuk riwayat penggunaan
vitamin dan produk herbal.
3. Apakah disertai dengan nyeri abdomen, perut kembung, atau distensi? Apakah pasien mengalami
muntah? Apakah pasien bisa flatus?
Obstruksi mekanik dan hernia bisa menyebabkan konstipasi.
4. Apakah pasien memiliki riwayat hemorrhoid atau perdarahan pada rektum?
Lesi pada rektum termasuk hemorrhoid, proktitis, dan fisura bisa menimbulkan konstipasi yang
diakibatkan karena pasien biasanya menahan BAB untuk menghindari nyeri.
5. Apakah pasien pernah menjalani pemeriksaan radiografi atau operasi?
Barium bisa juga menyebabkan konstipasi. Beberapa pasien post operasi akan mengalami ileus
obstruksi yang dapat menimbulkan konstipasi.
6. Bagaimana status cairan pasien?
Penurunan intake cairan atau peningkatan penggunaan diuretik pada pasien geriatri bisa menimbulkan
konstipasi.
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
12
Pemeriksaan Fisik
1. Vital Sign
Adanya demam menandakan proses inflamasi, misalnya pada divertikulitis. Orthostatis menyebabkan
terjadinya dehidrasi.
2. Pemeriksaan abdomen
Distensi bisa terjadi akibat adanya obstruksi. Tidak terdengarnya bising usus menandakan obstruksi
kompleks. Pada palpasi, cari adanya distensi atau rebound. Rebound biasanya terdapat pada peritoneal
inflamation. Rasakan penuhnya feses pada kolon. Dengarkan suara dan kualitas bising usus untuk
menentukan ileus atau obstruksi.
3. Pemeriksaan rektum
Perhatikan adanya lesi eksterna yang berupa fisura atau hemorrhoid. Yakinkan bahwa sfingter anii tidak
mengalami stenosis dan cek kualitas tonus sfingter. Tidak adanya tonus sfingter menandakan adanya lesi
pada spinal cord, darah menandakan adanya inflamasi atau tumor.
4. Pemeriksaan neurologi
Lihat adanya bukti cerebrovascular accident/spinal injury yang menurunkan fungsi motorik/refleks asimetrik.
Penghambatan fase relaksasi dari refleks menandakan hipotiroidisme.
Pemeriksaan Laboratorium
1. Elektrolit dan Kalsium
Periksa kadar kalsium untuk menentukan hiperkalsemia. Hipokalemia atau uremia menandakan terjadinya
konstipasi.
2. Complete Blood Count
Peningkatan jumlah leukosit menandakan adanya reaksi inflamasi. Penurunan kadar hemoglobin disertai
kehilangan darah yang disebabkan oleh tumor, divertikulitis, dll.
3. Sedimentation rate/C-reactive Protein (CRP)
Jika terjadi inflmasi aktif mana sedimentation rate akan meningkat. Tapi pemeriksaan ini dikatakan tidak
spesifik.
4. Pemeriksaan tinja
Inflamasi dan tumor dapat menyebabkan perdarahan.
5. Pemeriksan fungsi tiroid
Jika pada anamnesis dan pemeriksaan fisik terdapat riwayat hipotiroidisme perlu dilakukan uji fungsi tiroid
(TSH, T4).
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
13
Pemeriksaan Radiologi dan Pemeriksaan Lain
1. Acute Abdominal Series
Jika terjadi obstruksi akut dilakukan pemeriksaan acute abdominal series ini untuk menentukan area
obstruksi, derajat distensi dan perkiraan banyak tinja pada kolon.
2. Proctosigmoidoscopy
Untuk melihat tampakan obstruksi atau lesi inflamasi pada kolon.
3. Barium enema
Akan memperlihatkan obstruksi parsial, massa, lesi, divertikulitis atau adanya striktura iskemik.
4. Colonoscopy
Dilakukan jika terdapat suspek Ca Kolon atau polip kolon.
5. CT Scan abdomen
Untuk mengevaluasi obstruksi parsial, inflamasi, dan lesi ekstrinsik ke kolon.
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
15
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
16
B. KONSTIPASI
1. DEFINISI
Konstipasi secara definitif adalah BAB (Buang Air Besar) dengan frekuansi kurang dari 3 kali dalam satu minggu.
Namun tidak ada definisi tunggal yang dapat memberikan batasan pada konstipasi, sebab sebenarnya pasien
yang datang ke pelayanan kesehatan justru bukan menjadikan frekuensi BAB yang berkurang itu sebagai
keluhan utama mereka, mereka lebih mengeluhkan kesulitan dan perlu mengejan saat BAB yang disertai feses
yang keras.
Untuk memberikan kemudahan dalam mendiagnosis konstipasi, maka dibuat suatu definisi konsensus untuk
konstipasi yaitu Kriteria Rome II:
(Jika terdapat > 2 kriteria berikut yang terjadi selama 3 bulan –tidak harus kontinyu- dalam satu tahun terakhir,
maka pasien dapat didiagnosis mengalami konstipasi)
1. Mengejan selama >25% BAB
2. Feses yang besar dan keras pada >25% BAB
3. Sensasi tidak puas setelah BAB pada 25% BAB
4. Sensasi hambatan/blok pada anorektal pada >25% BAB
5. Manuver manual untuk memudahkan pengeluaran feses pada >25% BAB
6. BAB < 3 kali per minggu
2. EPIDEMIOLOGI
§ Merupakan gejala yang sering terjadi yang menyerang 2% dari 27% populasi negara-negara barat.
§ Konstipasi itu sendiri:
- Lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria
- Lebih sering terjadi pada anak dibanding dewasa
- Lebih sering terjadi pada lansia dibandingkan dewasa muda
§ Pada anak, 90% kasus merupakan konstipasi fungsional, sedangkan 10% kasus merupakan konstipasi
organik
§ Dikatakan pula bahwa pada negara-negara barat dengan pola diet makanan yang rendah serat
memperbesar resiko konstipasi jika dibandingkan negara-negara asia.
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
17
3. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Patofisiologi dari konstipasi akan berbeda-beda sesuai dengan kondisi yang mendasarinya. Berikut adalah
kesimpulan klasifikasi konstipasi dari berbagai sumber yang diperoleh:
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
18
KONSTIPASI FUNGSIONAL
Gangguan Proses Defekasi. Akibat kondisi tersebut pasien merasa tidak nyaman sewaktu ingin BAB,
yang selanjutnya akan berdampak pada konstipasi. Kondisi ini sering pula ditemukan pada anak-anak.
Kondisi-kondisi yang mengganggu proses defekasi meliputi:
- Anismus
- Hemoroid
- Desensus Dasar Perineal /Pelvic Floor Dysfunction (akibat dari persalinan berulang)
Feses yang Mengeras. Kondisi ini seringkali terjadi akibat intake makanan yang rendah serat dan intake
cairan yang kurang, sehingga pada proses reabsorpsi cairan di kolon feses menjadi lebih keras.
Gangguan Psikologis. Gangguan psikologis dikatakan memberikan dampak berupa aktivasi sistem saraf
simpatis sehingga akan terjadi kontraksi atau spasme pada kolon yang bersifat abnormal. Kondidi ini
seringkali ditemukan pada pasien yang mengalami depresi atau ansietas, yang tidak hanya terjadi pada
dewasa namun juga terjadi pada anak.
KONSTIPASI ORGANIK
Obstruksi Mekanik. Timbul akibat adanya suatu obstruksi pada proses transit fecal material di usus (baik
kolon maupun usus halus). Selanjutnya terjadi kondisi di mana fecal material tersebut menumpuk dan
menghambat pasase usus yang dapat menyebabkan terjadinya Ileus Obstruksi. Contoh penyebab
terjadinya obstruksi mekanik antara lain:
- Volvulus
- Divertikulosis
- Colitis (Inflamasi)
- Neoplasma
Gangguan Motilitas (Slow Transit Constipation). Disebut juga dengan Ileus Paralitk, terdiri dari:
1. Kelainan Saraf Instrinsik – Terjadi kerusakan pada pengaturan kontraksi lokal, yaitu pada Pleksus
Meissner/Submoukosa dan Pleksus Aurbach/Mienterikus. Akibat kondisi ini, terjadi kegagalan
timbulnya peristaltik atau kontraksi normal pada usus, sehingga terjadi obstruksi fecal material. Misal:
Hirschprung disease yang seringkali ditemukan pada anak.
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
19
2. Kelainan Saraf Ekstrinsik – Mekanisme patofisiologinya serupa dengan kelainan saraf instrinsik, yaitu
kegagalan kontraksi usus, namun yang mendasari kelainan ini adalah pusat persarafan yang lebih
tinggi, yaitu kerusakan pada saraf spinalis atau bahkan pada korteks serebral. Misal: Cedera serebral,
Trauma pada saraf spinalia, penggunaan obat-obatan yang mempengaruhi kerja sistem saraf (opiat).
4. TATALAKSANA AWAL (TERAPI SIMTOMATIK)
A. Non-farmakologis
§ Konsumsi makanan dengan kadar serat yang tinggi
§ Intake cairan yang cukup
§ Pendekatan psikologis pada pasien dengan gangguan psikosomatik
B. Farmakoterapi
1. Stool Bulking Agents. Bekerja dengan cara meningkatkan volume feses melalui penarikan air di
sekitar agen (air intraluminal maupun intestinal)
Contoh:
§ Psyllium à serat alami yang mengalami fermentasi bakteri sehingga dapat menimbulkan
kembung dan flatus; Dikonsumsi dengan intake cairan yang cukup.
§ Methylcellulose à relatif resisten terhadap fermentasi bakteri
§ Polycarbophyl à resisten terhadap degradasi bakteri
2. Osmotic Laxative. Bekerja dengan menarik air dari interstisisal dan menarik elektrolit ke lumen
usus. Dapat menyebabkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit.
Contoh:
§ Gula non-absorbabled à Laktulosa, Laktisol;
§ Polyethylene Glycol;
§ Garam Magnesium;
§ Garam Fosfat
3. Pelunak Feses. Memecah struktur feses sehingga mudah dikeluarkan dan juga melumasi. Cocok
untuk hemoroid dan fisura ani.
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
20
Contoh:
§ Liquid Paraffin
§ Arachis Oil
4. Stimulant Laxative (Prokinetic). Bekerja dengan menstimulasi epithel mukosa dan sel-sel
enteroendokrinnya yang kemudian menstimulasi motilitas dan sekresi cairan.
Contoh:
§ Bisacodyl
§ Senna
Penyebab konstipasi lainnya
Obat-obatan
Antikolinergik, antihistamin, opioid, barium sulfat, antasida, kaopectolin,
suplementasi zat besi, diuretic.
• Mineral
- aluminium ( antasida dan sukralfat):
mekanisme kerjanya dapat mengurangi
kemampuan absorpsi sehingga terjadi
konstipasi
- suplemen kalsium
- barium sulfat
- bismuth
• opiate dan anti motilitas
- kodein
- difenoksilat( lomotil)
- loperamid ( Imodium)
• anti hipertensi dan antiarritmia
Obat-obat ini menyebabkan penurunan klirens
dan pemanjangan waktu paruh sehingga
terjadi konstipasi.
- calsium chanel bloker
- klonidin ( catapres)
- disopiramid
• antikolinergik dan anti spasmodic
- fenotiazine
- neuroleptika
• antidepresan trisiklik
- metilfenidat
- antiparkinson
- simtotomimetik
- isoproterenol
- fenilprofanolamin
- pneudoefedrin
- terbutalin
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
21
C. DIVERTIKULITIS
1. DEFINISI
Inflamasi pada diverticulum/diverticula, yang umumnya diikuti dengan adanya perforasi gross ataupun
mikroskopik.
2. EPIDEMIOLOGI
- prevalensi laki – laki dan wanita sama, hanya saja meningkat seiring dengan usia.
- pada pasien dengan usia diatas 50 tahun, maka prevalensinya sebesar 80% untuk terkena penyakit ini.
- biasa menyerang sigmoid dan colon desenden pada >90% pasien.
3. PATOGENESIS
Diverticula colon memiliki leher sempit yang rentan obstruksi oleh zat – zat makanan terjadi distensi kolon,
bacterial overgrowth, vascular compromise, perforasi ketika perforasi muncul, banyak yang berdekatan dengan
jaringan atau organ lain seperti omentum, mesocolon, vesica urinaria, usus halus beberapa perforasi
terlokalisasi, sedangkan yang lainnya dapat menginvasi kulit atau mengikis sampai ke visera yang ada di
dekatnya dan menyebabkan fistula
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
22
4. MANIFESTASI KLINIS
o Divertikulus colon akut bervariasi tergantung dari progresivitas penyakitnya. Pada kasus klasik, pasien
melaporkan adanya obstipasi dan nyeri abdomen yang terlokalisasi di kuadran kiri bawah. Dapat juga
muncul abdominal/perirectal fullness atau “mass effect”.
o Demam rendah juga terjadi (leukositosis).
o Pasien dengan perforasi yang bebas memiliki iritasi peritoneal, termasuk tanda abdominal tenderness
yang datang tiba – tiba dan menyebar cepat meliputi seluruh abdomen dengan kekakuan.
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
23
5. DIAGNOSIS
- Diagnosis alternative untuk nyeri abdomen bagian bawah adalah apendisitis akut, karena diverticulitis
sigmoid mungkin serupa dengan apendisitis akut jika bagian yang inflamasi terletak di region
suprapubik kuadran kanan bawah.
- Diagnosis alternative lain yang presentasi klinisnya serupa dengan diverticulitis adalah IBD (khususnya
Crohn’s disease), penyakit inflamasi pelvic, sistitis, ca colon dan colitis infeksius.
- Staging menurut criteria Hinchey’s :
• Stage 1 : pericolic yang kecil atau abses mesenteric (resiko kematian <5%).
• Stage 2 : abses yang lebih besar, sering terkurung di dalam pelvis (resiko kematian <5%).
• Stage 3 : diverticulitis perforated, muncul jika abses peridivertikular rupture dan menyebabkan
peritonitis purulen (resiko kematian 13%).
• Stage 4 : diverticulum uninflamed dan unobstruction rupture menuju ke ruang peritoneal
dengan kontaminasi fekal (resiko kematian 43%).
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
24
- Imaging dan endoskopi
• CT (computed tomography) merupakan rekomendasi pemeriksaan radiologis yang pertama. Memiliki
sensitivitas yang tinggi (93 – 97%) dan spesifisitas sampai 100% untuk penegakan diagnosis.
• Pada beberapa kasus, dimana sulit untuk membedakan antara diverticulitis dengan carcinoma, maka
dilakukan pemeriksaan kontras di kolon desenden dan rectum dengan menggunakan kontras yang
dapat larut air.
• kolonoskopi dan sigmoidoskopi biasanya dihindari ketika ada dugaan diverticulitis akut, karena ada
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
25
resiko perforasi atau berbagai macam eksaserbasi lain dari proses penyakit tersebut. Kalaupun tes ini
dilakukan untuk mengeluarkan kemungkinan penyakit lain seperti kanker dan IBD (inflammatory bowel
disease), harus menunggu sekitar 6 minggu setelah proses akutnya dapat diperbaiki.
6. TERAPI
Operatif
Indikasi untuk terapi operatif emergency meliputi peritonitis general, sepsis uncontrolled, perforasi visceral,
abses yang luas dan biasanya keadaan – keadaan ini terjadi pada stage 3 dan 4 kriteria Hinchey’s.
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
26
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
27
D.VOLVULUS
1. DEFINISI
Volvulus berarti terpelintirnya usus.
Pada usus halus
Ø Jarang ditemukan pada usus halus
Ø Kebanyakan ditemukan di ileum dimana terdapat a.ileosekalis
Ø Mudah terjadi strangulasi
Ø Gejala klinisnya sama dengan ileus obstruksi tinggi dengan atau tanpa gejala dan tanda strangulasi
Volvulus sekum
2. ETIOLOGI
Kelainan baeaan kolon kanan yang tidak terletak pada retroperitoneal, tetapi tergantung pada perpanjangan
masenterium usus halus
↓
Mesenterium panjang, sekum mobile (tidak terfiksasi)
↓
Rotasi (dapat mencapai 720˚) dengan sumbu rotasi sekitar a.ileokolika
3. EPIDEMIOLOGI
Hanya sekitar 10% dari kejadian volvulus
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
28
4. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis berlangsung singkat
- Nyeri kolik yang bertambah berat disertai mual muntah. Nyeri biasanya dimulai disekitar umbilicus.
Gejala mual muntah mendahului gejala obstipasi.
- Distensi abdomen tidak mencolok
- Hiperperistaltik amat jelas
- Borborigmi (+)
- Gejala lainnya sama dengan gejala pada obstruksi usus halus
5. DIAGNOSIS
Foto polos abdomen:
- Patognomonis: sekum amat besar, bentuk ovoid di tengah perut
- Didapat pula : dilatasi usus halus dengan gambaran permukaan air yang jelas. Kolon tidak terlihat.
6. PENATALAKSANAAN
Reseksi ileosekal dengan ileokolostomi termino-lateral. Hal ini dapat pula mencegah kekambuhan
Volvulus sigmoid
1. ETIOLOGI
Mesenterium yang panjang dengan basis yang sempit
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
29
2. EPIDEMIOLOGI
Sekitar 90% dari kejadian volvulus
Terutama ditemukan pada orang tua
Kejadian pada pria > wanita
3. MANIFESTASI KLINIS
- Nyeri perut samar dengan kolik usus berulang dna perut gembung à dapat hilang dengan flatus
berulang kali
- Nyeri bersifat intermitten
- Kejang perut bagian bawah (+)
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
30
- Mual muntah timbul lambat. Distensi timbul lebih cepat
- Tanda syok à kemungkinan ada strangulasi
- Pemeriksaan fisik
o Inspeksi tamapak kontur sigmoid seperti ban mobil
o Distensi mencolok
o Perkusi : timpani
- Foto polos abdomen
o Tampak kontur sigmoid seperti ban mobil
o Tanda paruh burung dari dasar volvulus
4. PENATALAKSANAAN
- Dekompresi lengkung sigmoid dengan rektoskop, endoskop, atau pipa lentur yang besar
↓
Diharapkan setelah usus kempes terjadi detorsi atau reposisi spontan. Cara ini berhasil pada 80%
pasien bila tidak ada strangulasi
↓
lalu dianjurkan sigmoidektomi elektif (termino-terminal) setelah beberapa minggu (Dapat
mencegah kekambuhan)
- Jika keadaan umum tidak mengizinkan untuk sigmoidektomi, pembedahan dilakukan dengan
metode Harmann yaitu reseksi sigmoid, kolokutaneostomi ujung kolon oral, dan penutupan ujung
kolon anal
↓
Setelah keadaan membaik, dilakukan anastomosis kolokostomi dan kolokutaneostomi dihilangkan.
- Jika keadaan umum tidak mengizinkan untuk dilakukan kedua metode pembedahan tersebut,
cukup dilakukan detorsi tetapi angka kekambuhannya 90%. Maka setelah keadaan umum baik
segera lakukan sigmoidektomi.
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
31
E. NEOPLASMA JINAK
I. Polip
§ Berasal dari epitel mukosa dan merupakan kanker terbanyak di kolon dan rectum. Poli ada yang
bertangkai (pedunculated) dan tidak bertangkai (sessile). Di antara polip kolon ada yang
berpotensi ganas.
§ Polip Juveni terdapat pada anak lima tahun, ditemukan di seluruh kolon. Bias any atumor
mengalami regresi spontan dan tidak ganas. Gejala utamanya adalah perdarahan spontan dari
rectum, kadang berlendir. Karena polip ini selalu bertangkai, saat defekasi dapat menonjol keluar
dari anus.
§ Polip hiperplastik merupakan polip kecil yang berdiameter 1-3mm yang berasal dari epitel mukosa
yang hiperplastik dan metasplastik. Umumny atidak bergejala,namun perlu biopsy untuk diagnosis
histologik.
§ Polip adenomatosa adalah polip yang bertangkai, jarang ditemukan pada usia di bawah 21 tahun.
Gambaran klinisnya tidak ada, kecuali perdarahan dari rektu dan prolaps dari anus disertai
anemia. Letaknya 70% di sigmoid dan rektum. Polip ini bersifat pramaligna sehingga harus
diangkat setelah ditemukan.
II. Runtut Polip-Adenoma-Karsinoma
§ Karena polip adanomatosa mungkin berkembang menjadi kelainan pramaligna kemudian menjadi
karsinoma, sebaiknya setiap adenoma yang ditemukan harus dikeluarkan. Berdasarkan
kemungkinan ini dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan berkala seumur hidup pada penderita
polip adenomatosa multiple atau mereka yang pernah menderita polip adenomatosa.
§ Adenoma vilosa terjadi pada mukosa dengan perubahan hiperplasia ganas. terutama pada usia
tua. Adenoma vilosa mungkin didapatkan agak luas di permukaan selaput lendir rektosigmoid
sebagai rambut halus. Polip ini kadang memproduksi banyak sekali lendir sehingga menimbulkan
diare berlendir yang mungkin disertai hipokalemia.
§ Polip semu (pseudopolip) atau polip sekunder dapat timbul sebagai proliferasi radang pada setiap
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
32
kolitis kronik terutama kolitis ulserosa.
III. Poliposis Kolon
§ Poliposis kolon atau poliposis familial merupakan penyakit herediter yang jarang ditemukan. Gejala
pertama timbul pada usia 13-20 tahun. Frekuensinya sama pada pria dan wanlta. Polip yang
tersebar di seluruh kolon dan rekturn ini umumnyatidak bergejala. Kadang timbul mulas ataudiare
disertai perdarahan rektum. Biasanya sekum tidak terkena. Risiko keganasan 60% dan sering
multiple. Sedapat mungkin segera dilakukan kolektoml disertai anastomosis ileorektal dengan
kantong ileum atau reservoar. Pada penderita haruss dilakukan pemeriksaan endoskopi seumur
hidup karena masih ada sisa mukosa rektum, Setelah kolektormi total. dapat dilakukan
lleokutaneostoml (biasanya disingkat ileostomi) yang merupakan anus preternaturalis pada ileum.
§ Untuk pencegahan, semua anggota keluarga sebaiknya dilakukan pemeriksaan genetik untuk
mencari perubahan kromosom dan diperiksa berkala untuk mengurangl resiko karsinoma kolon.
yaitu dengan endoskopi atau, foto enema barium.
F. NEOPLASMA GANAS
1. EPIDEMIOLOGI
Insidens karsinoma kolon dan rektum di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya.
Insidens pada pria sebanding dengan wanita, dan lebih banyak pada orang muda. Sekitar 75%
ditemukan di rektosigmoid. Di negara barat. perbandingan insidens lelaki : perempuan = 3:1, kurang
dari 50% ditemukan di rektosigmoid, dan merupakan penyakit orang usia lanjut. Pemeriksaan colok
dubur merupakan penentu karsinoma rektum.
2. ETIOLOGI
Berbagal polip kolon dapat berdegenerasi maligna dan tiap polip kolon harus dicurigai. Radang kronik
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
33
kolon, seperti kolitis ulserosa atau kolitis amuba kronik juga berisiko tinggi. Faktor genetik kadang
berperan walaupun jarang. Kekurangan serat dan sayur-mayur hijau serta kelebihan lemak hewani
dalam diet merupakan faktor resiko karsinoma kolorektal.
3. LETAK
Sekitar 70-75% karsinoma kolon dan rektum terletak pada rektum dan sigmoid. Keadaan ini sesuai
dengan lokasi polip koiltis ulserosa, dan kolitis amuba kronik.
4. PATOLOGI
Secara makroskopis terdapat tiga tipe karsinoma kolon dan rektum. Tipe polipoid atau vegetatif
tumbuh menonjol di dalam lumen usus, berbentuk bunga kol dan ditemukan terutama di sekum dan
kolon asendens. Tipe skirus mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala
obstruksi, terutama dltemukan di kolon desendens, sigmoid, dan rektum. Bentuk ulseratif terjadl karena
nekrosis di bagian sentral terdapat di rektum. Pada tahap lanjut. sebagian besar karsinoana kolon
mengalami ulserasi menjadi tukak maligna.
Letak Persentase
Sekurn dan kolon asendens
Kolon transversuu terrnasulc fteksura hepardan lien
Kolondesendens
Rektosigmold
10
10
5
75
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
34
5. KLASIFIKASI TUMOR
Derajat keganasan karsinoma kolon dan rektum berdasarkan gambaran histologik dibagi menurut
klasifikasi Dukes. Klasifikasi Dukes dibagi berdasarkan dalamnya inflitrasi karsinoma di dinding usus.
6. METASTASIS
Karsinoma kolon dan rektum mulai berkembang pada mukosa dan bertumbuh sambil menembus
dinding dan meluas secara sirkuler ke arah oral dan aboral. Di daerah rektum penyebaran ke aral anal
jarang melebihi dua sentimeter. Penyebaran perkontinuitatum menembus jaringan sekitar atau organ
sekitarnya misalnya ureter, buli-buli, uterus, vagina, atau prostat. Penyebaran limfógen terjadi ke
kelenjar parailiaka, mesenterium, dan paraaorta. Penyebaran hematogen terutama ke hati.
Penyebaran peritoneal mengakibatkan peritonitis karsinomatosa dengan atau tanpa asites.
7. GAMBARAN KLINIS
Gejala klinis karsinorna pada kolon kiri berbeda dengan yang kanan. Karsinoma kolon kiri sering
bersifat skirotik sehingga lebih banyak menimbulkan stenosis dan obstruksi, terlebih karena feses
sudah rnenjadi padat. Pada karsinorna kolon kanan jarang terjadi stenosis dan feses masih cair
sehingga tidak ada faktor obstruksi. Gejala dan tanda dini karsinoma kolorektal tidak ada. Umumnya
gejala pertama timbul karena penyulit, yaitu gangguan faal usus, obstruksi, perdarahan, atau akibat
penyebaran.
Karsinoma kolon kiri dan rektum menyebabkan perubahan pola defekasi, seperti konstipasi atau
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
35
defekasi dengan tenesmi. Makin ke distal letak tumor, feses makin menipis, atau seperti kotoran
kambing, atau lebih cair disertai darah atau lendir. Tenesmi merupakan gejala yang biasa didapat pada
karsinoma rektum. Perdarahan akut jarang dialami; demikian juga nyeri di daerah panggul berupa
tanda penyakit lanjut. Bila pada obstruksi penderita flatus terasa lega di perut.
Gambaran klinis tumor sekum dan kolon asendens tidak khas. Dispepsia, kelemahan umum,
penurunan berat badan. dan anemia merupakan gejala umum. Oleb karena itu, penderita sering
datang dalam keadaan menyedihkan. Nyeri pada kolon kiri lebih nyata daripada kolon kanan. Tempat
yang dirasakan.sakit berbeda karena asal embriogenik yang berlainan, yaitu dari usus tengah dan
usus belakang. Nyeri dari kolon kiri bermula di bawah umbilikus, sedangkan dari kolon kanan di
epigastrium.
8. PEMERIKSAAN
Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi perut, bila teraba, menunjukkan keadaan sudah
lanjut. Massa di dalam sigmoid lebih jelas teraba daripada massa di bagian lain kolon. Pemerlksaan
colok dubur merupakan keharusan dan dapat disusul dengan pemeriksaan rektosigmoidoskopi. Foto
kolon dengan barium merupakan kelengkapan dalam menegakkan diagnosis. Biopsi dilakukan melalui
endoskopi.
9. DIAGNOSIS
Diagnosis karsinoma kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis. pemeriksaan fisik, colok dubur,
dan rektosigmoidoskopi atau foto kolon dengan kontras ganda. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan
setiap tiga tahun untuk usia di atas 45 tahun. Kepastian diagnosis ditentukan berdasarkan
pemeriksaan patologi anatomi. Pemeriksaan tambahan ditujukan pada jalan kemih untuk kemungkinan
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
36
tekanan ureter kiri, atau Inflitrasi ke kandung kemih, serta hati dan paru untuk metastasis.
10. PERFORASI
Perforasi terjadi di sekitar tumor karena necrosis dan dipercepat oleh obstruksi yang menyebabkan
tekanan di dalam rongga kolon makin meninggi. Biasanya perforasi mengakibatkan peritonitis umum
Perforasi berakibat fatal bila tidak segera ditolong. Kadang terjadi perforasi dengan pembentukan
abses sekitar tumor sebagai reaksi peritoneum. Peritoneurn dan jaringan seklitarnya menyelubung
perforasi tersebut sehingga pencemaran terbatas dan terbentuk abses. Tumor yang terletak dekat
lambung bisa mengakibatkan fistel gastrokolika dengan gejala mual dan muntah fekal. Tumor yang
terletak dekat kandung kemih dapat mengakibatkan fistel vesikokolika dengan tanda pneumaturia.
11. TATA LAKSANA
• Satu-satunya kemungklnan terapi kuratif ialah tindak bedah. Tujuan utama adalah untuk
memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif maupun nonkuratif. Kemoterapi dan radiasi
bersifat paliatif dan tidak memberikan manfaat kuratif.
• Tindak bedah terdiri atas reseksi luas karsinoma primer dan kelenjar limfe regional. Bila sudah ada
metastasis jauh, tumor primer akan direseksi juga dengan maksud mencegah obstruksi,
perdarahan, anemia, inkontinensia, fistel, dan nyeri. Pada karsinoma rectum, teknik pembedahan
yang dipilih tergantung pada letaknya, khususnya jarak batas bawah karsinoma dan anus. Sedapat
mungkin anus dengan sfingter eksterna dan sfingter interna akan dipertahankan untuk
menghindari anus preternaturalis.
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
37
• Bedah kuratif dilakukan bila tidak ditemukan gejala penyebaran lokal maupun jauh. Pada tumor
sekum atau kolon asendens dilakukan hemikolektomi kanan, kemudian anastomosis ujung ke
ujung. Pada tumor di fleksura hepatika dilakukan juga hemikolektomi. Pada tumor kolon
tranversum dilakukan reseksi kolon transversum, kemudian anastomosis ujung ke ujung
sedangkan pada tumor kolon desendens dilakukan hemikolektomi kiri. Pada tumor sigmoid
dilakukan reseksi sigmoid dan pada tumor rektum sepertiga proksimal dilakukan reseksi anterior.
Pada tumor rektum sepertiga tengah dilakukan reseksi dengan mempertahankan sfingter anus,
sedanglcan pada tumor sepertiga distal dilakukan amputasi rektum melalui reseksi
abdominoperineal Quenu-Miles. Pada operasi ini anus turut dikeluarkan.
• Tumor yang teraba pada colok dubur umumnya dianggap terlalu rendah untuk tindakan preservasi
sfingter anus. Hanya pada tumor tahap dini eksisi lokal dengan mempertahankan anus dapat
dipertanggungjawabkan.
• Pada pembedahan abdominoperineal menurut Quenu-Miles, rektum dan sigmoid dengan
mesosigmoid dilepaskan, termasuk kelenjar limfe pararektum dan retroperitoneal sampai kelenjar
limfe retropenitoneal. Kemudian melalui insisi perineal anus dieksisi dan dikeluarkan seluruhnya
dengan rektum melaluil abdomen.
• Reseksi anterior rendah pada rektum dilakukan melalui laparotomi dengan menggunakan alat
stapler untuk membuat anastomosis kolorektal atau koloanal rendah.
• Eksisi lokal melaluo rektoskop dapat dilakukan pada karsinoma terbatas. Seleksi penderita harus
dilakukan dengan teliti, antara lain dengan menggunakan endoskopi ultrasonografik untuk
menentukan tingkat penyebaran di dalam dinding rektum dan adanya kelenjar ganas pararektal.
• Cara lain yang dapat digunakàn atas indikasi dan seleksi khusus ialah fulgerasi (koagulasi listilk).
Pada cara ini tidak dapat dilakukan pemeriksaan histopatologik. Cara ini kadang digunakan pada
penderita yang berisiko tinggi untuk pembedahan.
• Koagulasi dengan laser digunakan sebagai terapi paliatif. Sedangkan radioterapi, kemoterapi, dan
imunoterapi digunakan sebagai terapi adjuvan. Tindak bedah yang didahului dan disusuli
radioterapi disebut terapi sandwich. Semuanya kadang berefek positif untuk waktu terbatas.
• Penyulit yang sering terjadi pada reseksi rektum abdominoperineal radikaI maupun reseksi rektum
anterior rendah ialah gangguan fungsi seks. Pada diseksi kelenjar limfe pararektal dan daerah
retroperitoneal sekitar promonterium dan di daerah (pre)aortal dilakukan juga eksisi saraf autonom,
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
38
simpatik, maupun parasimpatik. Gangguan seks mungkin berupa libido kurang atau hilang,
gangguan ereksi, gangguan lubrikasi vagina, orgasmo, atau ejakulasi. Gangguan yang terjadi
mungkin salah satu atau kombinasi beberapa gangguan yang disebut di atas. Dengan teknik
pembedahan khusus yang halus dan teliti angka kejadian penyulit ini dapat diturunkan.
12. PENGOBATAN PALIATIF
Reseksi tumor secara paliatif dilakukan untuk mencegah atau mengatasi obstruksi atau menghentikan
perdarahan supaya kualitas hidup penderita lebih balk. Jika tumor tidak dapat diangkat. dapat
dilakukan bedah pintas atau anus preternaturalis. Pada metastasis hati yang tidak lebih dari dua atau
tiga nodul dapat dipertimbangkan eksisi metastasis. Pemberian sitostatik melalui a.hepatika, yaitu
perfusi secara selektif kadang lagi disertai terapi embolisasi, dapat berhasil penghambatan
pertumbuhan sel ganas.
13. PROGNOSIS
Prognosis tergantung dari ada tidaknya metastasis jauh, yaitu klasifikasi penyebaran tumor dan tingkat
keganasan sel tumor.
Untuk tumor yang terbatas pada dinding usus tanpa penyebaran, angka kelangsungan hidup lima
tahun adalah 80% yang menembus dinding tanpa penyebaran 75% dengan penyebaran kelenjar 32%
dan dengan metástsis jauh satu persen. Bila disertai diferensiasi sel tumor buruk, prognosisnya sangat
buruk.
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
39
G. Hernia
1. DEFINISI
Merupakan suatu keadaan dimana terjadinya kondisi dimana terjadinya penonjolan dari suatu organ keluar dari
tempat pelindungnya. Umumnya terjadi pada truktur organ yang berkantung yang terdiri dari membrane yang
secara alami tidak terbuka.
2. TIPE DAN LOKASI HERNIA
Berdasarkan posisi anatomis, hernia dapat dibagi menjadi beberap macam yaitu:
• Direct hernia
• Indirect hernia
• Femoral hernia;
• Umbilical hernia; terjadi pada cincin fibromuskular umbilicus, sering terjadi pada usia kurang dari 2
tahun
• Richter hernia;
• Incisional hernia; merupakan jenis hernia iatrogenik
• Spigelian hernia;terjadi pada area spigelian yang diawali karena adanya defek pada daerah
tersebut,atau pada area garis semilunar
• Obturator henia; hernia yang terjadi dan melewati obturatr foramen yang diikuti oleh oto dan saraf
Tipe hernia berdasarkan kondisinya
• Reducible hernia; yaitu merupakan konsisi hernia yang memiliki kemampuan untuk digerakkan atau
dimobilisasi ke tempat semula baik secara otomatis maupun manual
• Incarcerable hernia; kondisi hernia yang tak dapat dimobilisai sehingga sering kali menimbulkan
obstruksi. Akan tetapisifatnya tidak terlalu berat
• Strangulated hernia; merupakan bentuk sekunder dari hernia incarcerable, dan sering terjadi lebih
parah dari tingkatan incarcerable
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
40
3. MANIFESTASI KLINIS
• Asymptomatic
o Dapat diamati seperti suatu bagian yang menonjol dari bagian tubuh tersebut
o Nyeri pada daerah hernia
o Peningkatann tekanan intra abdominal
• Incarcerated hernia
o Nyeri pada area hernia
o Tidak dapat dimanipulasi melalui facial defeknya
o Mual, muntah, dan gejala-gejala obstruksi lainnya
o
• Strangulated hernia
o Keluhan sama seperti parda incarcerated hernia akan tetapi ditambah juga dengan tampakan
toksik
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ø Pemeriksaan Laboratorium
• Complete blood count
o CBC tidak spesifik
o Leukositosis denngan left shift akan terjadi dengan strangulasi
• Elektrolit, BUN, kreatini level
o Menilai dehidrasi karena muntah
• Urinalisis
o Digunakan untuk menyinkirkan diagnosis lain yang terutama pada system UT
Ø Imaging
o CT Scan dan USG digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan lain
Ø Tatalaksana
o Lakukan reduksi pada hernia
o Pemberian obat-obat sedative dan analgesic untuk mengurangi rasa nyeri saat serangan
o Posisikan pasien dalam posiss supinasi dan berikan bantal pada bagian bawah dari lututnya
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
41
H. IRRITABLE BOWEL SYNDROM (IBS)
1. DEFINISI
IBS Merupakan penyakit inflamasi yang melibatkan saluran cerna yang ditandai oleh adanya nyeri perut,
distensi dan gangguan pola defekasi tanpa gangguan organic. Gejala yang dapat muncul pada pasien dengan
IBS cukup bervariasi. Disisi lain pemeriksaan fisik dan laboratorium yang spesipik pada pasien IBS tidak ada,
oleh karna itu penegakan diagnosis IBS kadang-kadang tidak mudah.
2. EPIDEMIOLOGI
Kejadian IBS mencapai 15% pada penduduk Amerika, hal ini didasarkan pada gejala yang sesuai dengan criteria
IBS. Kejadian IBS lebih banyak pada perempuan dan mencapai 3 kali lebih besar dari laki-laki. Kepustakaan lain
menyebutkan bahwa angka prevalensi IBS bisa mencapai 3,6-21,8% dari jumlah penduduk dengan rata-rata
11%.
3. ETIOLOGI
Sampai Saat ini belum ada teori yang menyebutkan bahwa IBS disebabkan oleh satu factor saja. Penelitian-
penelitian terakhir mengarah untuk membuat sesuatu model terintegrasi sebagai penyebab IBS. Banyak factor
yang menyebabkan terjadinya IBS antara lain; gangguan motilitas, intooleransi makanan , abnormalitas
sensoris, abnormalitas dari intraksi aksis brain-gut, hipersensitivitas visceral, dan paska infeksi usus.
Adanya IBS predominandiare dan IBS predominan konstipasi menunjukan bahwa pada IBS terjadi suatu
perubahan motilitas. Pada IBS tipe diare terjadi peningkatan kontraksi usus dan memendeknya waktu transit
kolon dan usus halus. Sedangkan pada IBS tipe konstipasi terjadi penurunan kontraksi usus dan memanjangnya
waktu transit kolon dan usus halus.
IBS yang terjadi paska infeksi dilaporkan hamper pada 1/3 kasus IBS. Keluhan-keluhan IBS muncul setelah 1
bulan infeksi. Penyebab IBS paska infeksi antara lain virus, giardia atau amuba. Pasien IBS paska infeksi
biasanya mempunyai gejala perut kembung, nyeri abdomen dan diare.
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
42
4. MANIFESTASI KLINIS
Berdasarkan kriteria Manning, gejala yang sering didapatkan pada penderita IBS yaitu;
v Feses cair pada saat nyeri
v Frekuensi buang air besar bertambah pada saat nyeri
v Nyeri berkurang setelah buang air besar
v Tampak distensi abdomen
Dua gejala tambahan yang sering muncul pada pasien IBS;
§ Lendir saat buang air besar
§ Perasaan kurang lampias saat buang air besar
5. KRITERIA DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis IBS berdasarkan Roma II;
• Sedikitnya 12 minggu atau lebih(tidak harus berurutan) selama 12 bulan terakhir dengan rasa
nyeri/tidak nyaman di abdomen, disertai dengan adanya 2 dari 3 hal berikut;
o Nyeri hilang dengan defekasi
o Awal kejadian dihubungkan dengan perubahan frekwensi defekasi, dan
o Awal kejadian dihubungkan dengan adanya perubahan bentuk feses.
• Gejala lain yang mendukung diagnosis IBS;
o Ketidaknormalan frekwensi defekasi
o Kelainan bentuk feses
o Ketidaknormalan proses defekasi(harus dengan mengejan , inkontenensia defekasi, atau rasa
defekasi tidak tuntas).
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
43
o Adanya mucus atau lender
o Kembung atau merasakan distensi abdomen
6. DIFERENSIAL DIAGNOSIS
Beberapa penyakit harus dipikirkan sebagai diferensial diagnosis dari IBS karena penyakit-penyakit ini juga
mempunyai gejala yang lebih kurang sama seperti IBS. Pada IBS diare sering dideferensial diagnosis dengan
defisiensi lactase. Kelainan lain yang juga harus dipikirkan adalah kanker kolorektal, diverticulitis, inflammatory
bowel disease,obstruksi mekanik pada usus halus atau kolon, infeksi usus, iskemia, maldigesti, dan malabsorbsi
serta endometriasis pada pasien yang mengalami nyeri saat menstruasi.
Ada beberapa tanda alarm yang harus diperhatikan sehingga diagnosis lebih menjurus kearah suatu penyakit
organic dari pada IBS yaitu antara lain; onset umur lebih dari 55 tahun, riwayat keluha pertama kali muncul
kurang dari 6 bulan, perjalan penyakitnya progresif atau sangat berat, gejala-gejala timbul pda malam hari,
perdarahan peranus, anoreksia, BB turun, riwayat keluarga menderita kanker, pada pemeriksaan fisik ditemukan
kelainan missal adanya distensi abdomen, anemia atau demam. Apabila tanda-tanda alarm ini ditemukan selain
gejala-gejala IBS maka penyebab organic harus dipikirkan terlebih dalihulu sehingga pemeriksaan penunjang
lain harus segera dilakukan.
7. TATALAKSANA
Penatalaksanaan pasien dengan IBS meliputi;
1. Modifikasi Diet
Modifikasi diet terutama untuk peningkatan konsumsi serat ditujukan pada IBS dengan konstipasi. Selain itu
juga pasien dianjurkan banyak minum dengan aktivitas olahraga yang rutin.
2. Obat-obatan
Obat-obatan yang diberikan terutama untuk menghilangkan gejala yang timbul antara lain untuk mengatasi
nyeri abdomen, mengatasi konstipasi, mengatasi diare dan obat antiansietas. Sampai sejauh ini tidak ada
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
44
obat tunggal yang diberikan untuk pasien IBS, obat-obatan ini biasanya diberikan secara kombinasi.
Untuk mengatasi nyeri abdomen sering digunakan antispasmodic yang mempunyai efek antikolinergik dan
lebih bermanfat pada nyeri perut setelah makan, tetapi umumnya kurang bermanfaat pada nyeri kronik
disertai gejala konstipasi.
Untuk IBS konstipasi , laksatif osmotic seperti laktulosa , Mg hidroksida terutama pada kasus-kaasus
dimana konsumsi tinggi serat tidak membantu mengatasi konstipasi. Obat-obat laksatif stimulant biasanya
ttidak digunakan karna akan memperberat rasa nyeri abdomen.
8. PROGNOSIS
Penyakit IBS tidak akan meningkatkan mortalitas, gejala-gejala pasien IBS biasanya akan membaik dan
hilang setelah 12 bulan pada 50% kasus, dan hanya kurang dari 5% yang akan memburuk dan sisanya
dengan gejala yang menetap.
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
45
I. HIRSCHSPRUNG`S DISEASE
1. PENDAHLUAN, DEFINISI dan ETIOLOGI
− Tahun 1888, Hirschsprung melaporkan 2 kasus bayi meninggal dengan perut gembung oleh kolon
yang sangat melebar dan penuh massa feses. Penyakit ini disebut megakolon kongenitum dan
merupakan kelainan yang sering dijumpai sebagai penyebab obstruksi usus pada neonatus
− Penyakit Hirschsprung`s sendiri merupakan gangguan usus yang tidak mampu melakukan
kontraksi paralisis atau dalam mengeluarkan isinya. Dimana karakteristik penyakit terutama pada
kolon bagian distal yang merupakan kegagalan pengembangan lokal nervus intrinsik pada plexus
myentericus
− Karena pleksus mienterikusnya yang tidak ada, menyebabkan bagian usus yang bersangkutan
tidak dapat mengembang
2. EPIDEMIOLOGI
− Angka kejadian Penyakit Hirschsprung`s 1 dari 5000 kelahiran
− Penyakit Hirschsprung`s klasik terbanyak ditemukan pada anak laki-laki (80%); yakni 5 kali lebih
sering pada anak perempuan
− Hampir tidak pernah dijumpai di Indonesia (kasus jarang pada bayi)
3. PATOLOGI
− Bagian kolon yang paling distal sampai pada bagian usus yang brebeda ukuran penampangnya,
tidak memiliki ganglion parasimpatik intramural. Bagian kolon inilah yang tidak dapat mengembang
sehingga saluran kolon tetap sempit dan terganggu. Sebagai akibat gangguan defekasi ini, kolon
proksimal yang normal akan melebar oleh tinja yang tertimbun membentuk megakolon.
− Relatif terjadinya defisiensi c-kit—positive sel intestinal (Cajal) dan pada intestinal kronik pseudo-
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
46
obstruksi
− Karakteristik histology menggambarkan tidak terdapatnya sel ganglion pada myenterik dan plexus
submukosa dan tampakan adanya hipertrofi batang saraf
− Gangguan faktor pertumbuhan reseptor nervus pada susunan otot kolon dapat menyebabkan
penyempitan dan kegagalan relaksasi segmen ganglionik yang dapat berdampak pada
berkurangnya neuron yang mengandung sintase nitrit oksidase
o Penyakit Hirschsprung`s klasik merupakanàsegmen aganglionik (meliputi rectum sampai
sigmoid) yang pendek
o Bila segmen aganglionik meluas lebih tinggi daripada sigmoid disebut à Penyakit
Hirschsprung`s segmen panjang
o Bila aganglionik mengenai seluruh bagian kolon disebut à aganglionik total, dan
o Bila hampir mengenai seluruh bagian kolon dan hampir seluruh usus halus disebut à aganglionik
universal
4. MANIFESTASI KLINIS
− Gejala utamanya berupa gangguan defekasi (dapat timbul 24 jam pertama) setelah lahir
− Dapat pula timbul pada anak beberapa minggu atau beberapa bulan
− Trias Klasik pada gambaran neonatus adalah mekonium yang keluar terlambat (>24 jam pertama)
dapat/tidak disertai dengan muntah hijau, dan perut yang membuncit seluruhnya
− Adakalanya gejala konstipasi kronik diselingi oleh diare berat dengan feses yang berbau dan
berwarna khas yang disebabkan oleh timbulnya penyulit berupa enteroklitis
− Enterokolitis antara lain disebabkan oleh bacteria yang tumbuh berlebihan (pada daerah kolon
yang iskemik) akibat distensi berlebihan dindingnya. Enterokolitis dapat timbul sebelum tindakan
operasi atau setelah operasi definitif
− Biasanya didiagnosis saat kelahiran, dikarenakan adanya tampakan megakolon, walaupun
kemungkinan identifikasi pada masa anak-anak sebagai dampak dari retensi fekal, konstipasi atau
distensi yang abnormal. Onset gejala atau diagnosis pada anak usia 10 tahun sangatlah jarang
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
47
5. DIAGNOSIS
− Diagnosis beradasarkan tipikal penyempitan kolon;
o adanya tampakan reflek penghambat rektoanal (relaksasi tekanan sphincter anal saat istirahat
selama distensi balon dalam rectum saat keadaan biasa dan maturasinya nervus intrinsic pada
kolon bagian distal) dan
o kedalaman biopsy specimen rectal menunjukkan adanya neuron submukosa dengan hipertropi
batang saraf
− Anamnesis: perjalanan penyakit yang khas dan gambaran klinis berupa perut membuncit pada
bagian keseluruhan
− Pemeriksaan Colok Dubur : terasa ujung jari terjepit lumen rectum yang sempit.
Panjang-pendeknya segmen segmen aganglionik; tidak berhubungan dengan timbulnya gejala
klinis (baik dini waktu neonatus / lambat setelah umur beberapa bulan)
− Pemeriksaan Penunjang;
o Pemeriksaan Radiologic dengan enema bariumàterlihat gambaran klasik seperti daerah
transisi pada daerah lumen sempit ke daerah yang melebar.
Pada foto 24 jam kemudian: terlihat retensi barium dengan gambaran mikrokolon (Penyakit
Hirschsprung`s segmen panjang)
o Pemeriksaan biopsy hisap rectumàguna mencari tanda histologik khas, yakni tidak adanya
sel ganglion parasimpatik di lapisan muskularis mukosa dan adanya serabut saraf yang
menebal
o Pemeriksaan Histokimia; aktivitas kolinesterae yang meningkat
6. DIAGNOSIS BANDING
− Pada masa neonatus perlu dipikirkan kecurigaan adanya kemungkinan atresia ileum atau sumbatan
anorektum oleh mekonium yang sangat padat (meconium plug syndrome)
− Sedangkan pada masa bayi dan anak, obstipasi dapat disebabkan oleh obstipasi dietik, retardasi
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
48
mental, hipotiroid dan psikogenetik
7. TATALAKSANA
− Meliputi eksisi bagian kolon atau prosedur peng”lolosan” kolon merupakan anastomosis manset
rectum, hanya di atas sphincters anal
− Prinsip penanganan adalah;
o mengatasi obstruksi,
o mencegah terjadinya enterokolitis,
o membuang segmen aganglionik dan
o mengembalikan kontinuitas usus
− Untuk mengobati gejala obstipasi dan mencegah enterokolitis; dapat dilakukan bilasan kolon
dengan cairan garam faali, juga dapat dilakukan kolostomi pada daerah yang ganglioner
− Membuang segmen aganglionik & mengembalikan kontinuitas usus; dapat dikerjakan 1 atau 2
tahap (operasi definitive); bila BB bayi sudah cukup (>9kg). Pada waktu itu, kolon dapat surut
bahkan dapat mencapai ukuran kolon normal
− Operasi definitif (dapat dipakai cara: Swenson, Duhamel, Soave atau modifikasi)
o Teknik bedah menurut Swenson terdiri: rektosigmoidaktomi seluas bagian rektosigmoid
aganglionik dengan anastomosis koloanal
o Pada cara Duhamel dan Soave; bagian distal rectum tidak dikeluarkan sebab merupakan
fase operasi yang sukar di kerjakan; dimana pada anastomosis koloanal dibuat secara
tarik-terobos (pull thought)
8. PROGNOSIS
Baik; bila gejala obstruksi segera ditangani; penyulit pasca bedah (mis; kebocoran atau striktur anastomosis);
umumnya dapat diatsi.
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
49
J. Laparotomy
v Indikasi dilakukan laparotomy
Dari pemeriksaan fisik
- Defans muscular, terutama yang meluas
- Nyeri tekan abdomen, terutama jika meluas
- Distensi perut terutama jika meluas
- Massa yang nyeri, disertai suhu tinggi dan hipotensi
- Jika ada tanda yang meragukan :
o Tanda perdarahan seperti syok (dengan asidosis) dan anemia progresif
o Tanda sepsis seperti panas tinggi, taki kardi, perubahan mental (takut, gelisah atau somnolen.
- Tanda iskemia oleh gangguan vaskular atau strangulasi:
o Tanda intoksikasi, seperti peningkatan suhu,takikardi, dan leukositosis
o Keadaan memburuk saat ditangani
v Pemeriksaan radiologi
• Pneumoperitoneum
• Distensi usus hebat yang berkembang
• Ekstravasasi bahan kontras
• Tumor disertai suhu tinggi
• Oklusi vena dan arteri mesentrika
v Pemeriksaan endoskopi
• Perforasi saluran cerna
• Perdarahan intraabdomen yang tidak dapat ditangani
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
50
K. GAMBARAN RADIOLOGI
v Kolitis ulseratif
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
51
v Polip bertangkai (pedunculated)
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
52
v Polip tak bertangkai
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
53
v Karsinoma kolon
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
54
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
55
v Divertikel kolon
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
56
KESIMPULAN
• Dari pendekatan diagnosis terhadap pasien (skenario; terhadap data yang ada), dengan
keluhan utama tidak bisa BAB dan kentut, gejala itu kami simpulkan adalah gejala
konstipasi.
• Konstipasi merupakan gejala yang dapat terjadi pada kasus ileus paralitik atau
obstruktif. Gejala dan tanda yang ada pada skenario mengarahkan ileus yang terjadi
adalah obstruktif.
• Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan ileus obstruktif cukup banyak. Contohnya,
divertikel, volvulus, hernia, invaginasi, striktur, dsb. Dari data yang ada di skenario kami
tidak bisa menyimpulkan diagnosis yang mungkin pasti pada skenario namun hanya
urutan diferential diagnosis saja.
• Untuk menentukan diagnosis pasti, diperlukan pemeriksaan penunjang, seperti foto
abdomen (rontgen) baik yang polos, maupun dengan kontras. Hal tersebut untuk
mencari dan menemukan letak obstruktif.
• Untuk penatalaksanaannya sendiri untuk kasus ini utamanya dengan pembedahan.
Namun terapi awal yang mungkin diberikan pada pasien dengan keluhan konstipasi
adalah memberikan terapi suportif seperti penambahan asupan serat dan pemberian
obat pencahar.
Laporan tutorial skenario 4 Blok 14
Kelompok 2
57
DAFTAR PUSTAKA
Anthony S. Fauci and friends, 2008, Harrison's Principles Of Internal Medicine Seventeenth Edition, United States of
America: The McGraw-Hill Companies
Dipiro JT.et al., 2002. Pharmacotherapy A pathophysiologic Approach.
Douglas Collins, MD. Signs & Symptoms:An Algorithmic Approach
Lange, Steven A.Haist & John B., Robbins.2002.Internal Medicine on Call. McGraw Hill.
Lembo, Anthony; Camilleri Michael. Chronic Constipation. The New England Journal of Medicine 2003
Milla, Peter J. The Pathophysiology of Constipation. Annales Nestle 2007
S. Stefan.2007. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC : Jakarta
Sudoyo AW, et all. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed.4, jilid I. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta
R. Sjamsuhidajat & Wim De Jong.2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta